Upload
christopher-burgess
View
34
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Perkembangan Ilmu Zaman Islam
Sejak awal kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar pada
ilmu. Ketika Rasulullah Saw menerima wahyu, perintah yang mula-mula diberikan adalah
membaca/iqra’. Dari kata iqra’ inilah muncul berbagai makna, seperti menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, dan membaca teks, baik tertulis maupun tidak. Dalam perjalanan ilmu dan
filsafat di dunia Islam, terdapat upaya rekonsiliasi antara pandangan filsafat Yunani dengan
pandangan keagamaan dalam Islam yang seringkali menimbulkan benturan. Upaya tersebut
menjadi alat dalam penyebaran filsafat dan penetrasinya dalam studi-studi keislaman lain.
Bahkan, dihasilkan afinitas dan ikatan yang kuat antara filsafat Arab dan filsafat Yunani. Sisi
lain yang juga menunjang keberhasilan Islam dalam menemukan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan adalah dengan penerjemahan dan penafsiran buku-buku Yunani. Aktifitas tersebut
dilakukan di negeri-negeri Arab dimulai jauh sebelum lahirnya agama Islam atau penaklukkan
Timur Dekat pada tahun 641 M. Selain itu, juga didapati pusat-pusat ilmu pengetahuan seperti
Ariokh, Ephesus dan Iskandariah yang masih membaca dan menerjemahkan buku-buku Yunani
Purba ke dalam berbagai bahasa. Pengaruh pemikiran Yunani pun masih tetap meluas setelah
umat Islam berhasil menaklukkan wilayah-wilayah tersebut. Hal yang patut dicatat berkaitan
dengan perkembangan ilmu adalah peristiwa Fitnah al Kubra, yang tidak hanya membawa
konsekuensi-logis dari segi politisan tetapi juga membawa perubahan besar bagi pertumbuhan
dan perkembangan ilmu di dunia Islam. Pasca terjadinya Fitnah al Kubra, muncul berbagai
golongan yang memiliki aliran teologis sendiri didasari pada alasan-alasan politis, seperti Syiah,
Khawarij, dan Mu’awiyah. Diluar konflik tersebut muncul dua tokoh yang mencurahkan
perhatiannya pada ilmu agama, yaitu Abdullah Ibn Umar yang berkonsentrasi pada ilmu hadits
dan Abdullah Ibn Abbas yang cenderung memilih ilmu tafsir. Kedua tokoh ini sering disebut
sebagai pelopor tumbuhnya institusi keulamaan, sekaligus pelopor kajian mendalam dan
sistematis tentang agama Islam. Tahap penting berikutnya adalah masuknya unsur-unsur dari
luar, khususnya unsur-unsur budaya Perso-Semitik (Zoroastrianisme, khususnya Mazdaisme,
Yunani dan Kristen) dan budaya Hellenisme. Selanjutnya, pengaruh itu selalu mewarnai
perkembangan ilmu di masa berikutnya.
Pada masa ini, banyak para ilmuan yang berasal dari para teolog yang mengaitkan antara
aktifitas ilmiah dengan aktifitas keagamaan. Adapun semboyan yang digunakan pada masa ini
adalah Ancilla Theologi yang berarti abdi agama.
Di zaman Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, ilmu berkembang dengan sangat maju dan
pesatnya. Kemajuan ini berhasil membawa Islam pada masa keemasan, dimana wilayah-wilayah
lain masih berada pada kegelapan peradaban. Di masa pemerintahan Al Mansyur, proses
penerjemahan karya-karya filsuf Yunani berjalan dengan pesat. Pada masa Harun ar Rasyid,
proses tersebut masih terus berlangsung. Buku-buku kuno yang diterjemahkan meliputi bidang
kedokteran, asrronomi, dan astrologi. Al Ma’mun juga bejasa besar dalam pengembangan ilmu
dengan membangun Bait al Hikmah, yang terdiri dari sebuah perpustakaan, observatorium, dan
departemen penerjemahan. Selanjutnya pada pertengahan abad ke-10 muncul dua penerjemah
terkemuka, yaitu Yahya Ibn A’di dan Abu Ali Isa Ibn Ishaq. Yahya banyak memperbaiki
terjemahan dan menulis komentar mengenai karya-karya Aristoteles dan Plato. Ia juga sebagai
ahli logika dan menerjemahkan The Prolegomena of Ammonius dan sebuah kata pengantar
Isagoge Pophyrius.
Dengan berkembanganya pengaruh islam, maka semakin banyak pula tokoh-tokoh
ilmuwan yang berperan dalam perkembangan ilmu. Mereka adalah sebagai berikut :
1. Al Farabi (870 M -950 M). Adalah seorang komentator filsafat Yunani yang sangat
ulung di dunia islam. Kontribusinya terletak di berbagai bidang matematika, filosofi,
pengobatan, bahkan musik. Al- farabi telah membuat berbagai buku tentang sosiologi dan
sebuah buku penting dalam bidang musik, kitab Al-musiqa. Selain itu, karyanya yang
paling terkenal adalah Al-Madinah Al- fadhilah (kota atau Negara utama) yang
membahas tentang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan
antara razim yang paling baik menurut pemahaman dengan hukum ilahian Islam.
2. Al-Khawarizmi (780 M – 850 M), hasil pemikiran berdampak besar pada matematika,
yang terangkum dalam buku pertamanyanya, Al-jabar, selain itu karyanya adalah Al-
kitab Al- mukhtasar fi hisab Al-jabr wa’al – muqalaba (buku rangkuman untuk kulturasi
dengan melengkapkan dan menyeimbangkan), kitab surat Al-ard (Pemandanganan
Bumi). Karyanya tersebut sampai sekarang masih tersimpan di Strassberg, Jerman.
3. Al – Kindi (801 M – 873 M), bisa dikatakan merupakan filsuf pertama yang lahir dari
kalangan islam. Al-kindi menuliskan banyak karya dalam bidabg goemetri , astronomi,
aritmatika, musik (yang dibangunya dari berbagai prinsip aritmatis), fisika, medis,
psikologi, meteorology, dan politik.
4. Al-Ghazali (1058 M – 111 M) adalah seorang filsuf dan theolog muslim Persia, yang
dikenal sebagai Algazel di dunia Barat. Karya beliau berupa kitab-kitab, antara lain kitab
Al – munqidih min adh – dalal, Al – risalah al – quadsiyyah, dan mizan al – Amal.
5. Ibnu Sina ( 980 M – 1037 M ). Ia di kenal sebagai A Vicenna di dunia barat. Ia adalah
seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter. Bagi banyak orang beliau adalah bapak
pengobatan modern dan masih banyak lagi sebutan baginya yang berkaitan dengan karya
– karyanya di bidang kedokteran. Karyanya merupakan rujukan di bidang kedokteran
selama berabad – abad.
6. Ibnu Rusyd (1226 M – 1198 M), yang bahasa latin di sebut dengan Averroes, dan dia
adalah filsuf dari spanyol (Andalusia). Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat,
kedokteran dan fiqih dalam bentuk karangan, ulasan, essai, dan resume.
7. Ibnu Khaldun (1332 M – 1406 M), adalah seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan
sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi.
Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah ( pendahuluan ).
8. Jabir Ibnu Hayyan atau Gebert ( 721 M – 815 M ), dia adalah seorang tokoh islam
yang mempelajari dan mengembangkan ilmu kimia.
9. Al – razi ( 856 M – 925 M ), yang dikenal dengan nama Razes. Seorang dokter klinis
ynag terbesar pada masa itu dan pernah mengadakan suatu penelitian Al-kimi atau lebih
dikenal dengan sebutan ilmu kimia. Beliau mengarang Ensiklopedia ilmu kedokteran
yang berjudul Contenens.
10. Ibnu Haitam dikenal dalam kalangan cerdik pandai di barat, dengan nama Alhazen, Dia
adalah seorang ilmuwan islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri,
pengobatan, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan penyelidikan mengenai cahaya dan
telah memberiakn ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler dalam
menciptakan mikroskop dan teleskop.
Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindi berjasa membuat filsafat dan ilmu Yunani dapat
diakses dan membangun fondasi filsafat dalam Islam dari sumber-sumber yang jarang dan sulit,
yang sebagian di antaranya kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh al-Farabi. Al-Kindi
sangat ingin memperkenalkan filsafat dan sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab,
seperti yang sering dia tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks yang menolak
pengetahuan asing. Menurut Betrand Russell, Ibn Rushd lebih terkenal dalam filsafat Kristen
daripada filsafat Islam. Dalam filsafat Islam dia sudah berakhir, dalam filsafat Kristen dia baru
lahir. Pengaruhnya di Eropa sangat besar, bukan hanya terhadap para skolastik, tetapi juga pada
sebagian besar pemikir-pemikir bebas non-profesional, yang menentang keabadian dan disebut
Averroists. Di Kalangan filosof profesional, para pengagumnya pertama-tama adalah dari
kalangan Franciscan dan di Universitas Paris. Rasionalisme Ibn Rushd inilah yang mengilhami
orang Barat pada abad pertengahan dan mulai membangun kembali peradaban mereka yang
sudah terpuruk berabad-abad lamanya yang terwujud dengan lahirnya zaman pencerahan atau
renaissans.
Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasyiah, yaitu
1. Faktor Internal
a. Mayoritas kholifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi
dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara.
b. Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi pusat
dengan daerah sulit dilakukuan.
c. Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan
Persia menaruh kecemburuan atas posisi mereka.
d. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada
mereka sangat tinggi.
e. Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok agama.
f. Merajalelanya korupsi dikalangan pejabat kerajaan.
2. Faktor Eksternal
a. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
b. Penyerbuan Tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancrkan
Baghdad. Jatuhnya Baghdad oleh Hukagu Khan menanndai berakhirnya kerajaan
Abbasyiah dan muncul: Kerajaan Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan
Kerajaan Mughal di India.
DAFPUS
E. Goodman, “Muḥammad ibn Zakariyyā al-Rāzī”, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman. Bandung: Mizan, 2003.
Felix Klein-Franke, “Al-Kindī”, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman. Bandung: Mizan, 2003.
Haekal, Muhammad Husain. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Litera AntarNusa, 1996.