14
Perkembangan Awal Hukum Islam ...... (Arskal Salim) PERKEMBANGAN AWALHUKUM ISLAM DI NUSANTARA Oleh: Arskal Salim ' Kandidat Dokfor Hukurn, Melbourne Law School, the university of MelbourneAustralia, dan Dosen TetapFakultas Syariah dan Hukum Universitas lslam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Abstract The initial development of lslamic law in the archipelago has been relatively an understudied subject. Among those scanty studies, some non-Indonesian scholars have asserted the strong influence of pre-Islamic local culture towards the institutionalisation of lslamic law in the archipelago. Examining this conventional view, this article argues that although pre-Islamic local culture played a role, its influence remained non-independent. This was so given that it was being islamised during the acculturation process at particular time and place of the early Indonesian lslam. This article will discuss not only the preliminary penetration of lslamic law to the archipelago, but also will look at the formation of lslamic judicial institutions in the Muslim sultanates in the archipelago. Lastly, this article will point out that the absence of lslamic law in a number of statutes of the local sultanates in the earlier period would not be significant evidence to substantiate the argument of the lack implementation of shari'a during the first centuries of the coming of lslam to the archipelago. Kata kunci: Hukum Islam, nusantara, akulturasi Pembentukan tradisi hukum lintir sarjana asal lndonesia. Tresna, lslam pada masa awal di Nusantara misalnya,menulis peradilan di lndonesia sesungguhnyamasih sepi dari perhatian dari sudut pandang sejarah, termasuk akademis. Di antara sedikit perhatian peradilan Islam.' Sayangnya, kajian terhadap perkembangan hukum Islam Tresna lebih terfokus pada lembaga di Nusantara itu, terdapat hanya sege- peradilan kerajaan-kerajaan lslam di- 'R. Tresna, Peradilan lndonesia dariAbad ke Abad, (Jakarta:Pradnya Paramita, 1978),cet. Ill.

Perkembangan Awal Hukum Islam (Arskal Salim)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27495/1/ARSKAL...institusionalisasi hukum lslam berbare- ... individu maupun masyarakat,

  • Upload
    lequynh

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Perkembangan Awal Hukum Islam ...... (Arskal Salim)

PERKEMBANGAN AWALHUKUM ISLAM DI NUSANTARA

Oleh: Arskal Salim ' Kandidat Dokfor Hukurn, Melbourne Law School, the university of Melbourne Australia, dan Dosen Tetap Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas lslam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Abstract

The initial development of lslamic law in the archipelago has been relatively an understudied subject. Among those scanty studies, some non-Indonesian scholars have asserted the strong influence of pre-Islamic local culture towards the institutionalisation of lslamic law in the archipelago. Examining this conventional view, this article argues that although pre-Islamic local culture played a role, its influence remained non-independent. This was so given that it was being islamised during the acculturation process at particular time and place of the early Indonesian lslam. This article will discuss not only the preliminary penetration of lslamic law to the archipelago, but also will look at the formation of lslamic judicial institutions in the Muslim sultanates in the archipelago. Lastly, this article will point out that the absence of lslamic law in a number of statutes of the local sultanates in the earlier period would not be significant evidence to substantiate the argument of the lack implementation of shari'a during the first centuries of the coming of lslam to the archipelago.

Kata kunci: Hukum Islam, nusantara, akulturasi

Pembentukan tradisi hukum lintir sarjana asal lndonesia. Tresna, lslam pada masa awal di Nusantara misalnya, menulis peradilan di lndonesia sesungguhnya masih sepi dari perhatian dari sudut pandang sejarah, termasuk akademis. Di antara sedikit perhatian peradilan Islam.' Sayangnya, kajian terhadap perkembangan hukum Islam Tresna lebih terfokus pada lembaga di Nusantara itu, terdapat hanya sege- peradilan kerajaan-kerajaan lslam di-

'R. Tresna, Peradilan lndonesia dariAbad ke Abad, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1978),cet. I l l .

Perkembangan Awal Hukum.Islarn ...... (Arskal Salim)

sebelum kedatangan lslam ke Nusantara.

Tulisan ini hendak melakukan verifikasi terhadap beberapa pendapat sejumlah sarjana asing di atas. Pada bagian awal tulisan ini akan dikernuka- kan sebuah analisis proses terben- tuknya kesadaran hukum lslam pada penganut awal (Muslim) ternpatan sebagai tahap yang paling permulaan. Tahap ini selanjutnya diikuti oleh proses institusionalisasi hukum lslam berbare- ngan dengan tumbuhnya entitas-entitas politik lslam di Nusantara. Pada bagian berikutnya, tulisan ini akan mendisku- sikan pendapat sejumlah sarjana asing tentang keberadaan hukum lslam dalam perundang-undangan di kesulta- nan Muslim Nusantara. Akhirnya, sebuah catatan penutup yang menco- . . - ba merefleksikan fenomena perkemba- naan historis hukum lslam di Indonesia - akan menyudahi tulisan ini.

Penetrasi Awal Hukum lslam ke Nusantara

Harus diakui bahwa memang cukup sulit untuk menentukan secara pasti dalarn bentuk apa lslam pertama kali memberi pengaruh terhadap kehi- dupan masyarakat di Nusantara. Namun, karena hukum lslam atau fikih rnengandung berbagai implikasi kon- kret bagi tingkah laku keseharian individu maupun masyarakat, maka pantas diduga bahwa tradisi lslam yang mula-mula menyebar di Nusantara tak pelak mengikutsertakan pula unsur-

unsur hukum lslam. Kendati demikian, segera harus dicatat pula, masyarakat di Nusantara saat itu belum melakukan pembedaan yang tegas antara hukum lslam (fikih) dengan ajaran Islam lainnya, seperti akidah, akhlak, dan tasawuf. Dengan demikian, apapun bentuk tradisi dan ajaran lslam yang terbentuk dalam pemahaman awal komunitas Muslim tempatan selalu dilihat sebagai penetrasi agama lslam ke dalam kehidupan masyarakat di Nusantara saat itu.

Walaupun bukan suatu ha1 yang mudah untuk mengidentifikasikan dalam ha1 apa lslam pertama kali masuk menjadi bagian dari tradisi lokal, kiranya wajar untuk diasumsikan bahwa dalam tingkat pergaulan kehidupan yang lebih praktis, seperti cara berpakaian dan pola makanan, hukurn lslam tampak mempunyai pengaruh yang cukup besar. Anthony Reid, misalnya, mengungkapkan bahwa sebelum kedatangan lslam, disebagian tempat di Nusantara pendu- duk wanita pribumi pada umumnya membiarkan bagian tubuh dari ping- gang ke atas tidak berbusana, alias telanjang dada. Dengan datangnya Islam, wanita Jawa misalnya, menam- bahkan pakaian sehelai lagi di sam- ping sarung yang menutupi bagian bawah tubuh dan selendang yang diletakkan di atas dada dengan kedua ujungnya dilepaskan di atas bahu yang dililitkan secara ketat di sekitar dada, sehingga menutupi buah dada

Perkembangan Awal Hokum Islam .. . . . . (Arskal Salim) I

Kristen menyimpan wanita Muslim, dan pria Muslim menyimpan wanita Kristen.'=

Meskipun demikian, apa yang diasumsikan oleh Daud Ali di atas, sekalipun tidak adanya catatan-catatan historis yang mendukungnya, agaknya tak bias diabaikan begitu saja. Terlebih bila dipertimbangkan bahwa ajaran

dapat diterima dalam sistem transaksi perdagangan pada saat itu. Namun, menurut Johns, keterangan ini sesung- guhnya iebih merupakan penjelasan

. tentang hukum perdagangan yang dominan berlaku di dunia Islam pada umumnya, dan bukannya sebuah fakta yang membuktikan bahwa hukum perdagangan Muslim telah diterima

lslam tak memperkenankan pemeluk- sebagai tradisi hukum lslam yang nya menikahi wanita non-Muslim selain berkembang di Nusantara. Ada 1 ahlulkitab. Dengan demikian, mungkin saja diasumsikan bahwa para sauda- gar Muslim yang datang ke Nusantara pada saat itu mengislamkan terlebih dulu wanita tempatan yang akan dinikahinya itu. Lagipula, sejumlah jurnal perjalanan yang dikutip oleh Reid di atas boleh iadi tidak selalu menqqam- barkan sebuah gejala umum yangiuas.

Tentang hukum perdagangan Muslim, Anthony H. Johns menyebut- nyebut keberlakuannya di Asia Teng- gara sejak awal abad ke-1 3.'4 Dengan menguntip Levtzion, Johns mengata- kan bahwa perdagangan yang bersifat lintas etnis kultural paling memungkin- kan dilakukan terutama di antara mereka yang sama-sama mempunyai keimanan dan bahasa yang sama. Maka, seorang saudagar non-Muslim yang ingin mengembangkan perdaga- ngannya secara internasional harus lebih dulu memeluk agama lslam agar

kemungkinai hukum perdagangan Muslim menjadi dominan di Nusantara saat itu karena memang tidak ada model hukum tempatan yang dapat memenuhi kebutuhan hukum komuni- tas saudagar Muslim dari daerah- daerah sepanjang pantai Samudera Hindia, yang saat itu merupakan "Laut Tengah Kaum Muslim".

Berbeda dengan aspek-aspek keislaman di atas, konsunsi minuman keras, berjudi, dan praktek pelanggaran lainnya yang dilarang keras oleh ajaran Islam, tetapi merupakan kebiasaan pra- Islam, tampaknya belum dapat diting- galkan secara sungguh-sungguh. Mattulada, misalnya, mengungkapkan bahwa sekalipun lslam pada saat itu telah diterima sebagai agama baru di Sulawesi Selatan pada abad ke-17, berbagai ha1 dalam tingkah laku dan tata nilai masyarakat pra-Islam, seperti praktik penyakralan orang (alat-alat kerajaan), perjudian, beristri sebanyak-

j3Anthony Reid, Asia Tenggara ..., OpCit., hlm. 178. "Anthony H . Johns, dikutip dalam Azyumardi Azra (ed.) PerspeMif lslam diAsia

Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor, 1989), hlm. 100.

Perkembangan Awal Hukum Islam ...... (Arskal Salim)

kan pada profesinya sebagai imam masjid Demak. Sebab, seperti diakui sendiri oleh de Graaf, jabatan pemang- ku hukum lslam dan fungsi pemimpin masjid (imam) di Jawa sejak permula- an zaman lslam sudah merniliki hubungan erat.I8 Dengan demikian, mungkin saja Sunan Kudus adalah imam masjid sekaligus kadi yang rnemeriksa dan memutus perkara- perkara hukum yang diajukan kepada- nya, ataupun sebagai mufti yang mengeluarkan fatwa-fatwa hukum bagi umat lslam yang membutuhkannya.

lnstitusionalisasi hukum lslam melalui pranata pengadilan yang biasanya diselenggarakan oleh kadi telah muncul di Nusantara sejak perte- ngahan abad ke-15. Pada umumnya perangkat hukum ini melekat ke dalam struktur entitas politik lslam Nusantara saat itu. Pranata kadi yang mula-mula hadir di Nusantara adalah di kesultanan Malaka, yang telah eksis sejak masa pemerintahan Sultan Mansur (1456- 1477). Sementara itu, pranata kadi (Qadi Malikon Adil) di kesultanan Aceh eksis pertama kali pada masa pemerin-

tahan Sultan lskandar Muda (1607- 1 636).i9Adapun di kesultanan Banten, kekuasaan kehakiman juga diakui di dalam struktur istana, yang sejak tahun 1650 diberi gelar Pakih Najm~ddin.2~

Dalam penilaian Milner, sung- guhpun hukum lslam dan pranata yang menegakkannya telah hadir pada masa kesultanan lslam di Nusantara, pranata kadi pengadilan tersebut bukanlah se- suatu struktur yang sama sekali baru, yang diperkenalkan bersamaan dengan kedatangan Islam?' Justru menurut- nya, kehadiran hukum lslam terutama dalam bentuk pranata pengadilan lebih merupakan suatu ha1 yang diintegrasi- kan pada institusi yang sama yang telah eksis lebih dahulu sejak kerajaan pra- Islam. Dengan kata lain, Milner agaknya ingin mengatakan bahwa kadi dan pengadilan tidaklah terbentuk dari exnihilo, melainkan tumbuh dan berasal dari hukum dan tradisi yang telah ada pada masa pra kedatangan lslam ke Nusantara. Pendapat Milner ini tidak sepenuhnya keliru. Namun yang penting dicamkan di sini adalah bahwa pranata-pranata judicial tersebut

18H.J. de Graaf, dan Th.G.Th. Pigeaud, Kerajaan-Kerajaan lslam di Jawa: Peralihan dariMajapahitke Mataram, (Jakarta: Grafiti Press, 1985), hlm. 77.

'9Untukpembahasan pranata kadi di kesultanan Aceh, lihat rnisalnyaTakeshi Ito, Takeshi, 1984, 'The World of the Adat Aceh: AHistorical Study of the Sultanate of Aceh", (PhD thesis, Canberra: Australian National University, 1984).

20Perik~a kajian yang dilakukan oleh Martin van Bruinessen, "Qadhi, Tarekat dan Pesantren: Tiga Lernbaga Keagamaan di Kesultanan Banten" dalam Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi lslam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1995).

21 Milner, "Islam and the Muslim...", Op.Cit, hlm. 149.

Perkembangan Awal Hukum Idam ...... (Arskal Salim)

merupakan peradilan p r a - l ~ l a m . ~ ~ Sementara itu, Sultan lskandar Tsani di Aceh ketika memegang tampuk kekua- saan menolak pemberiakuan proses pembuktian yang memang tidak dikenal dalam lslam, yang pernah ditetapkan oleh Sultan pendahulunya Sultan lskandar Muda, yaitu perintah kepada pihak-pihak yang bersengketa untuk memasukkan tangan mereka ke dalam air atau timah yang mendidih dalam rangka membuktikan kebenaran klaim masing-masing ~ i h a k . ~ ~

Memang harus diakui bahwa kedudukan hukum adat dan tradisi lokal, yang telah berurat akar di tengah masyarakat tempatan, tidak sepenuh - nya dapat tergeser oleh pranata dan ketentuan normatif hukum lslam. Akan tetapi, dengan menghargai sepenuh- nya konsep dan simbol-simbol khas yang dibawa oleh ajaran lslam ke Nusantara ini, seperti prosedur dan ancaman hukuman, kiranya mungkin !ebih tepat jika kita mengatakan bahwa yang terjadi justru adalah akulturasi hukum lslam dengan institusi-institusi lokal pra-Islam di setiap komunitas tempatan. Begitulah, keberlakuan hukum lslam di dalam kerajaan Muslim Nusantara saat itu terjadi secara fluktuatif. Walau begitu, semua kenya- taan tersebut dapat menjadi dasar- dasar pijakan untuk menyatakan bahwa

jika di suatu wilayah telah tumbuh sebu- ah entitas kekuasaan politik lslam, Maka takpelak hukum lslam, sekalipun mungkin tidak sepenuhnya, turut memberi warna bagi. pembentukan kebijakan hukum dan politik kerajaan Muslim tersebut.

Hukum Islam dalam Perundang- undangan Kesultanan Nusantara

Hingga sejauh ini tulisan ini telah memaparkan uraian sejarah seputar penetrasi dan institusionalisasi hukum lslam di Nusantara. Lalu, bagaimana pembentukan tradisi hukum lslam ke dalam perundang-undangan kesulta- nan Nusantara?

Sejumlah sarjana asing berpen- dapat bahwa hukum lslam bukanlah unsur primer yang mendominasi isi kitab perundang-undangan tersebut. Walau begitu, Milner masih tetap me- ngakui bahwa undang-undang tersebut, di samping memuat hukum lokal, mencakup pula unsur-unsur hukum lslam meskipun hanya sedikit dan dalam jumlah yang amat terbatas2" Seorang sarjana asing lainnya, Liaw Yock Fang, cenderung sependapat dengan pernyataan Milner itu. Menurut Liaw yang melakukan studi secara khusus terhadap isi undang-undang Malaka, yaitu kitab ringkasan hukum yang disusun pada masa Sultan

24R. Tresna, Peradilan Indonesia.., Op.Cit,, him. 45. 25Reid, Asia Tenggara ..., Op.Cif., hlm. 164. 26Milner, "lslam and the Muslim...", Op.Cit., hlm. 149-150.

Perkembangan Awal Hukurn Islam ...... (ArskalSalim)

Hooker rnenduga teks undang- undang itu berasal dari karya al-Raniri, Bustan al-Salatin.29 Pernyataan Hooker ini tentu saja rnengundang pertanyaan lebih jauh, yang akan kita bahas sebentar lagi.

Karakteristik kedua dari perun- dangan-undangan itu adalah bahwa semua teks tersebut sangat menekan- kan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap paharn kedaulatan raja. Karateristik sernacarn ini juga dikemu- kakan oleh Milner dengan nada yang kurang lebih sarna. Milner rnenyatakan bahwa kombinasi antara hukum lslam dan hukum adat, terutarna yang terda- pat dalam Undang-Undang Melaka, kelihatannya rnernpunyai rujukan bukanlah kepada Syariah yang telah digariskan oleh Tuhan, rnelainkan kepada raja. Hukum-hukurn tersebut mernperoleh kekuasaannya setelah ditetapkan oleh penguasa. Bahkan lebih lanjut dikutipkannya sebuah diktum "Siapa pun yang rnelanggar hukum yang telah dinyatakan dalarn Undang- undang berarti bersalah melakukan pengkhianatan terhadap sang Bagin- d a n ~ a " . ~ ~

Karakteristik terakhir yang diutarakan oleh Hooker adalah bahwa tak satupun dari teks undang-undang itu yang merepresentasikan realitas hukurn lslam secara langsung. Attinya, sebagian kandungan teks hukum lslam itu berbicara tentang realitas hukum yang sepenuhnya tidak terbangun di luar teks, seperti kategorisasi Muslim dan non Muslim (dzimmi). Analisis Hooker ini rnernang sulit untuk dipung- kiri. Sebab, seperti telah diutarakan di rnuka, penetrasi hukum lslam ke dalarn berbagai sisi kehidupan rnasyarakat di Nusantara berlangsung secara akul- turatif. Dengan demikian, boleh jadi terdapat teks-hukurn lslarn yang tak dapat terakornodasi sepenuhnya oleh sistem budaya ternpatan.

Sehubungan dengan tiga kesim- pulan Hooker di atas, ada beberapa ha1 yang patut dikritisi khususnya yang berkaitan dengan hukurn lslarn di kesultanan Aceh. Jika di Aceh sejak rnasa pemerintahan Sultan lskandar Muda telah eksis pranata hukurn yang menangani perkara-perkara keislaman, rnaka bagaimana mungkin pengadilan

29Hooker, Islamic Law.., Op.Cit., hlm.. 18-19. =OMiiner, "lslam and the Muslim ...," Op.Cit., hlrn.. 151. Mungkin Milner lupa bahwa

diktum-dikturn yang dikutipnya itu sernestinya dipahami dalam konteks bahwa konsepsi sosial poiitik raja-raja Muslim di Nusantara saat itu selalu rnengacu pada gelar-geiar seperti ZhillAllah fial-Ardh (bayangan Tuhan di rnuka burni), dan Kalipatullah, yang secara jeias- jelas rnenunjukkan keterkaitan raja sebagai wakil atau pengganti Tuhan di bumi. Dengan demikian, ketaatan pada raja sesungguhnya di balik itu terkandung makna ketaatan kepada Tuhan (Syariah), dan pengkhianatan terhadap raja mengandung arti pengkhianatan terhadap

I, Tuhan (Syariah) pula.

Perkembangan Awal Hukum Islam . . . . .. (Arskal Salim)

sama sekali keberadaan aspek funda- mental hukum lslam di dalam berbagai teks perundang-undangan di Nusantara.

Fenomena hukum lslam yang digambarkan oleh Hooker di atas paling tidak telah merefleksikan adanya dua bentuk ketegangan, yang pada masa- masa penjajahan Belanda dan lndone- sia merdeka terus dialami oleh hukum Islam. Pertama, ketegangan antara hukum lslam pada satu sisi dengan kebiasaan atau tradisi ternpatan pada sisi lain. Kedua, ketegangan antara hukum lslam yang dirumuskan oleh ulama dengan hukum yang telah diundang-undangkan oleh penguasa. Dengan demikian, posisi hukum Islam seakan-akan diornbang-ambingkan dan tidak mempunyai pijakan yang pasti di antara dua bentuk hukum, yaitu hukurn yang timbul dari adat kebiasaan (customary laws) dan hukum yang dibentuk dalam perundang-undangan (statutory laws).

Sungguhpun tidak ada teks perundang-undangan di masa kerajaan Muslim Nusantara yang secara signifi- kan mengandung unsur hukum lslam, bukan berarti bahwa hukurn lslam lan- tas tidak bisa berlaku di tengah komunitas Muslim. Justru, karena sifat hukum lslam yang mencakup semua subyek hukum (rnukallaf) yang mengaku beragama lslam tanpa mengenal wilayah kekuasaan hukum, menyebab kannya bisa berlaku di mana dan kapan saia terdapat mukallaf. Dan untuk keberlakuannyiseperti itu, hukum Islam khususnya yang terdiri dari aspek

muamalat atau perdata, tidak memerlu- kan dukungan kekuasaan politik manapun.

Kesimpulan Semua uraian di atas mernperli-

hatkan bahwa perkembangan awal hukum lslam di Nusantara adalah sebuah proses interaksi yang aktif antara hukum lslam dan tradisi lokal tempatan yang kemudian menjelma menjadi sebuah akulturasi. Dalam konteks ini, beberapa pendapat sarjana asing di atas yang seringkali menekan- kan signifikansi pengaruh institusi- institusi pra kedatangan lslam memang tidak seluruhnya salah. Akan tetapi, penting disampaikan di sini bahwa sesungguhnya hukum lslam harus dilihat sebagai sebuah hasil dari proses hubungan resiprokal yang terjadi antara tradisi lokal yang dipenetrasi dan hukum lslam sebagai penetrator, yang kemu- dian secara otoregulatif menciptakan sebuah totalitas hukum lslam yang baru. Dengan demikian, hukum lokal yang telah berasimilasi dengan hukum lslam ataupun hukum lokal yang tldak berasimilasi tetapi secara materiil tidak bertentangan dengan hukurn lslam, harus dipandang sebagai expanded Islamic law, yaitu hukum lslam yang diperluas melalui pemerkayaan oleh norma dan kebudayaan lokal. Sebab, bukankah Al-Qur'an banyak pula mengadaptasi dan bahkan melega- lisasi norma hukum dan krbudayaan Arab, tempat turunnya , -Qur'an? Dernikian pula halnya, ketil-a hukum

Jurnal Hukurn Respublica, Vol. 5, No. 1 Tahun 2005 : 60 - 73

lslam telah diintegrasikan ke dalam undang-undang yang memang diperun- tukkan bagi komunitas Muslim, maka tak pelak undang-undang tersebut harus pula dilihat sebagai expanded Islamic law.

Daftar Pustaka Mohammad Daud Ali. "Kedudukan

Hukum lslam dalam Sistem Hukum Indonesia" dalam Taufik Abdullah dan Sharon Shiddique (eds.), Tradisi dan Kebangkitan lslam di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES, 1988.

John Ball. Indonesian LegalHistory 1602- 1848. Sydney: Oughtershaw Press, 1982.

Martin van Bruinessen. "Qadhi, Tarekat dan Pesantren: Tiga Lembaga Keagamaan d i Kesultanan Banten" dalam Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi- tradisi lslam di lndonesia, (Bandung: Mizan, 1995).

' Daly, Peunoh, "Hukum Nikah, Talak, Rujuk, Hadanah dan Nafkah dalam Naskah Mir'at al-Tullab Kaarya Abd Rauf Singkel," Disertasi Fakultas Syariah IAlN Syarif Hidayatullah. Jakarta, 1982.

H.J. de Graaf. "lslam di Asia Tenggara sampai Abad ke-18", dalam Azyumardi Azra (ed.) PerspeMif lslam di Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor, 1989.

H.J. de Graaf, dan Th.G.Th. Pigeaud. Kerajaan-Kerajaan lslam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram. Jakarta: Grafiti Press, 1985.

Azyumardi Azra (ed). PerspeMif lslam diAsia Tenggara Jakarta: Yayasan Obor, 1989.

Mattulada. "lslam di Sulawesi Selatan" dalam Taufik Abdullah (editor), lslam dan Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Press, 1983.

M.B.Hooker M.B. lslamiclawin South- East Asia. Singapore, New York: Oxford University Press, 1984.

Hooker, M.B. "Muhammadan Law and Islamic Law" dalam MB Hooker. lslam in South-East Asia Leiden: E.J. Brill, 1983.

Liaw Yock Fang. Undang-undang Melaka, The laws of Melaka. The -- Hague: M. Nijhoff,1976.

Milner, A.C. "Islam and the Muslim State" dalam M.B. Hooker (ed). lslam in South-EastAsia. Leiden: EJ. Brill, 1983.

Reid, Anthony. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680. Jakarta: Yayasan Obor, 1992.

Sjadzali, Munawir. lslam & Tata Negara Ajaran Sejarah & Pemikiran. Jakarta: Universitas lndonesia Press, 1985.

Tresna. R. Peradilan lndonesia dari Abad ke Abad. Jakarta: Pradnya Paramita, 1978.