Upload
duongdat
View
232
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERKEMBANGAN AGAMA KHONGHUCU DI SURAKARTA
(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Sosialisasi pada Keluarga Konghucu di
Surakarta)
Disusun Oleh :
NOVITA DIAN ANGGRAINI
D0305051
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Tugas Akhir dan
Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Sosiologi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Surakarta, Maret 2010
Pembimbing
Drs. H. Supriyadi SN,SU NIP. 19530128 198103 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
v Orang yang terbaik di dunia ini adalah orang yang peduli terhadap sesamanya. (penulis)
v Belajar terus tanpa pernah mempraktekkan akan menimbulkan kebimbangan. Namun
berbuat terus tanpa mau belajar akan menjadi berbahaya. (Kong Fu Zi)
v Mengerti sebuah kesalahan dan berusaha untuk mengubahnaya adalah kebaikan yang
terbesar. (penulis)
v Bila suatu hari dapat memperbaharui diri, jagalah dan rawatlah setiap hari agar baru
selama-lamanya (Raja Sing Thong)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Sebuah karya Sederhana ini saya persembahkan untuk :
1. Ibuku tercinta yang selalu sabar memberi semangat padaku dan selalu mendoakanku
tanpa lelah.
2. Ayah dan Kakakku tercinta yang senantiasa memberikan motivasi.
3. Teman-temanku Sosiologi 2005 yang selalu berjuang bersama,
4. Teman-teman Marching Band yang selalu membuatku bersemangat dalam mencapai
serta mencetak prestasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGESAHAN
Telah Diuji dan Disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pada Hari : .............................
Tanggal :...............................
Panitia Penguji :
1. Drs. Muflich Nurhadi, ( )
NIP. 19510116 198103 1 002 Ketua
2. Drs. Th. Aquinas Gutama ( )
NIP.19560911 198602 1 001 Sekertaris
3. Drs. H. Supriyadi SN, SU ( )
NIP. 19530128 198103 1 001 Penguji
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Dekan
Drs. H. Supriyadi SN,SU
NIP. 19530128 198103 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Novita Dian Anggraini, D0203051, PERKEMBANGAN AGAMA KHONGHUCU DI SURAKARTA (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Sosialisasi pada Keluarga Khonghucu di Surakarta), Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010.
Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif kualitatif mengenai perkembangan agama Khonghucu yang pada masa Orde Baru dilarang untuk berkembang dan melaksanakan kegiatannya. Namun pada masa Presiden Abdurrahman Wahid agama ini kembali menjadi agama resmi dan kembali beraktivitas seperti dahulu sebelum adanya pelarangan. Dan sampai sekarang agama ini menjadi agama yang ke enam. Sosialisasi agama Khonghucu yang terjadi dalam keluarga menjadi permasalahan pokok pada penelitian ini. Pada sosialisasi ini keluarga yang dalam hal ini menjadi kelompok yang sangat penting dalam memberikan pemahaman agama yang mendalam. Dengan contoh-contoh yang diberikan dalam keluarga membuat sosialisasi yang terjadi dalam kelurga semakin baik. Orang tua yang dalam hal ini merupakan agen sosialisasi berusaha memberikan tauladan yang bertujuan agar mereka juga menganut agama yang sama dengan orang tuanya.lingkung juga mempengaruhi dalam kegiatan sosialisasi, seperti lingkungan bermain, sekolah dan tempat ibadah.
Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Surakarta karena keberadaan tempat ibadah agama Khonghucu yang sangat berpangaruh pada awal masuknya agama Khonghucu ke Surakarta yaitu Gerbang Lithang Kebajikan. Tempat ini menjadi saksi sejarah perkembangan agama Khonghucu di Surakarta.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara secara mendalam , observasi berperan dan dokumen/ catatan penting masuk di dalamnya.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling yaitu menggunakan informan yang tahu tentang permasalahan dalam penelitian ini. Analisis data pada penelitian ini menggunakan model analisis interaktif melalui wawancara yang mendalam kepada responden yang telah menjadi sasaran, sedangkan validasi data menggunakan trianggulasi data.
Kemudahan penelitian skripsi ini adalah orang-orang yang menjadi informan di sini sangat terbuka dalam memberikan informasinya ke penulis tentang permasalahan dalam penelitian ini dan hal ini sangat membantu penulis. Sedangkan kesulitannya adalah terbatasnya jumlah umat Khonghucu sehingga data yang diperolehnyapun juga tidak bisa maksimal.
Hasil yang diperolah dalam penelitian ini adalah : Agama Khonghucu mengalami diskriminasi di Masa Orde Baru sehingga perkembangannya menurun dan sosialisasi yang ada dalam keluarga dapat dilakukan dengan pemberian contoh yang diberikan orang tua kepada anak dan selalu mengajak anak-anaknya untuk selalu ikut serta dalam peribadatan atau melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan keagamaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
yang berjudul : “PERKEMBANGAN AGAMA KHONGHUCU DI
SURAKARTA (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Sosialisasi Pada Keluarga
Khonghucu di Surakarta)”
Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik jurusan Sosiologi. Dalam menyusun skripsi ini Penulis mendapat banyak
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Drs. H. Supriyadi SN, SU Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan pembimbing dalam penulisan
skripsi yang telah dengan sabar membimbing dan membantu penyusunan
skripsi ini.
2. Ibu Dra. Hj. Trisni Utami, M. Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.
3. Orang tua serta kakakku yang senantiasa memberikan dorongan yang tiada
henti.
4. MAKIN Surakarta yang dengan bantuan mereka Penelitian Skripsi ini dapat
terwujud.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Teman-teman Sosiologi Angkatan 2005, atas kebersamaan selama masa
perkuliahan.
6. Keluarga Besar Marching Band UNS dan Purna Bakti MBUNS yang tak
henti-hentinya memberikan semangat dukungan dari semua angkatan yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu karena terlalu banyak.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penulisan ini masih banyak kekurangan-
kekurangan, maka Penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun.
Besar harapan Penulis, semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi semua
pihak.
Surakarta, Maret 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii
MOTTO ...................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ..................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 5
F. Definisi Konseptual ....................................................................... 29
G. Metode Penelitian .......................................................................... 45
BAB II DESKRIPSI LOKASI................................................................... 49
A. Kota Surakarta ............................................................................... 49
B. Umat Khonghucu .......................................................................... 51
C. Susunan Pengurus MAKIN Surakarta .......................................... 54
D. Sejarah Agama Khonghucu di Surakarta ..................................... 58
BAB III PERKEMBANGAN & SOSIALISASI AGAMA
KHONGHUCU DI SURAKARTA ........................................... 61
A. Perkembangan Agama Khonghucu di Indonesia ......................... 61
B. Perkembangan Agama Khonghucu di Surakarta ........................ 63
1. Jumlah Penganut Agama Khonghucu ................................... 66
2. Anggapan yang Keliru ............................................................ 69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Pemuka Agama Khonghucu ............................................... 70
4. Sosialisasi dari Pemuka Agama Khonghucu ....................... 71
5. Organisasi yang berada di Bawah MAKIN ........................ 77
C. Sosialisasi Agama Khonghucu .................................................... 79
1. Sosialisasi Agama Khonghucu di dalam Keluarga................ 79
2. Orang Tua Sebagai Agen Sosialisasi ................................... 80
3. Aktivitas Peribadatan dalam Keluarga ........................... 86
4. Pemahaman Tentang Agama Khonghucu ............................ 89
BAB IV PENUTUP .................................................................................. 95
A. Kesimpulan ..................................................................................... 95
1. Implikasi Empiris .................................................................. 96
2. Implikasi Teoritis ..................................................................... 99
3. Implikasi Metodologis ............................................................ 100
B. Saran ............................................................................................. 102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari berbagai suku
bangsa, ras, dan agama yang berbeda. Dalam undang-undang dasar 1945 juga
telah dijelaskan secara jelas tentang beragama dan kehidupan beragama serta
agama apa saja yang bisa dianut oleh bangsa Indonesia. Agama tersebut
adalah Agama Islam, yang dianut oleh mayoritas masyarakat di Indonesia,
Kristen, Katholik, Hindhu, dan Budha. Dari lima agama tersebut juga muncul
agama yang dibawa oleh para perantau dari Daratan Tiongkok China yang
diperkirakan telah ada sejak jaman Kerajaan Singosari yaitu agama
Khonghucu.
Keberadaan agama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaan
yang ada di Indonesia telah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan
dengan datangnya para pedagang dari China yaitu berupa hubungan
perdagangan dengan kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara dengan dinasti di
China oleh pedagang menjadikan lalu lintas barang dan manusia menjadi
lancar dan ini menjadi jalan masuknya agama Khonghucu ke Indonesia.
Namun ada pula yang menyebutkan bahwa masuknya agama Khonghucu
pada saat tentara Manchu di bawah pimpinan Khubilaikan mengadakan
invansi menyerbu kesana, namun ada bukti lain yang menyebutkan bahwa
para perantau yang datang ke Indonesia bersama dengan kedatangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
panglima Cheng Hoo (sebanyak 7 kali) sekitar tahun 1400 bersama itu
pulalah agama Khonghucu tersebar di Indonesia.
Wilayah Solo, perkembangan aliran ini juga telah ada pada tahun
1918, yaitu dengan didirikannya Lithang Gerbang Kebajikan dan dibentuk
Khong Kauw Hwee sebagai lembaga Khonghucu. Khong Kauw Hwee adalah
organisasi yang didirikan oleh penganut Khonghucu, yang anggotanya
merupakan orang-orang Tionghoa. Tujuan dari organisasi ini, untuk
memperbaiki adat istiadat dan keimanan orang keturunan China yang sudah
menyimpang dari ajaran Khonghucu.
Di jaman Orde Baru, pemerintah Soeharto melarang segala bentuk
aktivitas berbau kebudayaan dan tradisi orang Tionghoa di Indonesia. Lewat
Inpres No. 14 tahun 1967 pemerintah secara terang-terangan melarang
dilakukan secara terbuka segala bentuk kegiatan agama, kepercayaan, dan
adat istiadat orang Tionghoa. Pemerintah Orde Baru waktu itu meragukan
nasionalisme orang-orang keturunan Tionghoa. Meski umumnya sudah turun-
temurun tinggal di bumi nusantara, mereka dicurigai secara politis masih
berorientasi ke Republik Rakyat China, khususnya Partai Komunis Cina,
yang telah ikut membesarkan Partai Komunis Indonesia yang mempunyai
andil dalam gerakan pemberontakan G30S/PKI pada tahun 1965.
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/74054/BA.01.2/4683/95
tanggal 18 November 1978 menjadikan status Khonghucu tidak jelas.
Termasuk merayakan Imlek dengan menggelar pertunjukan barongsai dan
mengarak dewa-dewa di tempat umum. Koran-koran beraksara China juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dilarang, sekolah-sekolah Tionghoa yang mengajarkan bahasa dan
kebudayaan cina ditutup. Sejak itu orang keturunan Tionghoa mulai
melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan kepercayaannya secara
diam-diam. Inilah yang menyebabkan pemeluk Agama Khonghucu berkurang
dan mereka lebih mengalihkan kepercayaan yang mereka anut ke agama
Islam, Kristen, Budha. Dalam surat edaran tersebut juga menyebutkan bahwa
Khonghucu bukan merupakan agama resmi Negara Indonesia.
Aktivitas etnis Tionghoa di Indonesia tidak lepas dari berbagai bidang
yang ada. Bidang yang paling handal dipegang oleh manyarakat Tionghoa
adalah bidang perdagangan, yang sejak dulu telah terkenal dengan
perdagangannya serta bidang lain yang ada.
Pada masyarakat Tionghoa sosialisasi pendidikan yang ada pada
keluarga sejak dini pada anak juga mulai ditanamkan sejak kecil sesuai
dengan aliran Khonghucu yang mereka percaya. Semua yang ada dalam kitab
Khonghucu akan diajarkan kepada anak-anaknya agar budaya ini tidak lekas
hilang dengan cepat.
Terlepas dari banyaknya pro kontra yang masih berlangsung hingga
saat ini, sebagai sebuah agama resmi, agama Khonghucu dapat berkembang
melalui sosialisasi . Sosialisasi ini dilakukan dengan intensif kepada anak-
anak oleh orang tua sebagai agen sosialisasi dalam sebuah keluarga yang
berperan dalam pembentukan kepribadian anak melalui interaksi yang
kontinyu dalam mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan
kepribadiannya.
Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti sosialisasi
agama Khonghucu yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya
dalam keluarga Khonghucu yang ada di Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas. Maka
perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana sosialisasi agama Khonghucu yang dilakukan oleh orang tua
kepada anak-anaknya dalam keluarga Khonghucu yang ada di Surakarta?
2. Bagaimana perkembangan Agama Khonghucu di Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Operasional
a. Mengetahui cara-cara dan bentuk sosialisasi agama Khonghucu yang
dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya di dalam keluarga.
b. Mengetahui perkembangan jumlah penganut agama Khonghucu yang
kian menurun.
2. Tujuan individual
Memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana S1 di Jurusan
Sosiologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Mengetahui kehidupan beragama dalam keluarga Khonghucu
terutama mengenai sosialisasi agama Khonghucu terhadap anaknya serta
mengenai perkembangan jumlah penganut Khonghucu yang kian
menurun.
2. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian-penelitian lebih
lanjut tentang agama Khonghucu yang masih sangat terbatas.
E. Tinjauan Pustaka
Paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn.
Menurutnya, paradigma adalah suatu kerangka referensi atau pandangan
dunia yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Kuhn juga
menjelaskan tentang perubahan paradigma. Menurutnya disiplin ilmu lahir
sebagai suatu suatu proses revolusi, bisa jadi suatu pandangan teori yang
ditumbangkan oleh pandangan teori yang baru yang mengikutinya. (Thomas
Kuhn, 1970).
Ritzer memetakan tiga paradigma besar dalam sosiologi. Dari ketiga
paradigma tersebut Ritzer menjelaskan bahwa kemenangan-kemenangan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
suatu paradigma atas paradigma yang lain disebabkan karena para pendukung
dari paradigma itu lebih mengandalkan kekuatan dan penguasaan atas
pengikut paradigma yang dikalahkan, bukan karena persoalan benar atau
salah dalam struktur dan makna teori itu. Ketiga paradigma tersebut adalah
paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigm perilaku
sosial. (Mansour Fakih, 20,2002)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigm definisi sosial.
Paradigma ini dikembangkan oleh Max Weber, pokok persoalan sosiologi
adalah bagaimana memahami tindakan sosial antar hubungan sosial , dimana
“tindakan yang penuh arti” itu ditatfsirkan untuk sampai pada penjelasan
kausal. Struktur sosial dan pranata sosial membantu untuk membentuk
tindakan sosial yang penuh arti. Perkembangan dari suatu hubungan sosial
dapat pula diterangkan melalui tujuan dari manusia yang melakukan
hubungan sosial itu dimana ketika ia mengambil manfaat dari tindakannya itu
sendiri dalam perjalanan waktu.
Berdasarkan paradigma definisi sosial dapat diketahui bahwa bidang
studi sosiologi adalah tindakan sosial antar hubungan sosial yang penuh arti.
Sedangkan tindakan sosial adalah tindakan yang yang dilakukan oleh individu
yang mempunyai makna bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang
lain. Tindakan sosial dapat berupa tindakan sosial yang nyata diarahkan untuk
orang lain dan juga bersifat subyektif. Tindakan sosial ada yang diarahkan
pada waku sekarang, waktu lalu, atau waktu yang akan datang. Tindakan
sosial digunakan dalam hubungan sosial yaitu tindakan yang dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
beberapa individu yang berbeda, mengandung makna dan dihubungkan serta
diarahkan pada tindakan orang lain.
Weber menyebutkan ciri-ciri tindakan sosial dan antarhubungan sosial
dalam sosiologi sebagai berikut:
1. Tindakan manusia mengandung makna yang subyektif.
2. Tindakan sosial bersifat subyektif.
3. Tindakan sosial meliputi pengaruh positif dari suatu tindakan akan sengaja
diulang kembali.
4. Tindakan diarahkan untuk seseorang atau sekelompok orang.
5. Tindakan yang dilakukan akan memperhatikan orang lain dan terarah
kepada orang tersebut ataupun orang lainnya. (Doyle Paul Johnson, 1986:
216)
Weber juga membagikan rasionalitas tindakan sosial menjadi 4
macam, yaitu:
1. Zwerk rational
Yaitu tindakan sosial murni. Aktor tidak hanya sekedar menilai cara yang
baik untuk mencapai tujuannya sendiri. Tujuan dapat juga mencapai cara
dari tujuan lain berikutnya.
2. Werkrational Action
Aktor dapat menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang
paling tepat untuk mencapai tujuan yang lain.
3. Affectual Action
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tindakan yang dibuat-buat. Tindakan ini dipengaruhi oleh perasaan emosi
dan kepura-puraan si aktor.
4. Traditional Action
5. Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan–kebiasaan dalam mengerjakan
masa lalu saja. (Doyle Paul Johnson, 1986)
Hinkle juga menyebutkan beberapa asumsi dasar dalam Teori Aksi
sebagai berikut :
1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan
dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek.
2. Sebagai subyek, manusia bertindak untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, tehnik, prosedur, metode
serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak bisa
diubah oleh sendirinya.
5. Manusia memilih, menilai, dan mengevaluasi tindakan yang akan, sedang,
dan telah dilakukan (membuat pertimbangan-pertimbangan tertentu).
6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan, atau prinsip-prinsip moral diharapkan
timbul pada saat pengembilan keputusan. (George Ritzer, 2002: 46)
Sedangkan Parson menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial
dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Adanya individu selaku aktor.
2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta tehnik untuk mencapai
tujuannya.
4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat
membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan.
5. Aktor berada di bawah kendali dari nilai-nilai, norma-norma dan berbagai
ide abstrak yang akan mempengaruhinya untuk mencapai tujuannya.
(George Ritzer, 2002: 48-49)
AGAMA
Agama Khonghucu berawal dari sebuah aliran yang ada di China.
Seiring dengan perkembangan aliran ini telah menjadi sejenis kepercayaan
yang dianut oleh orang-orang dari Tiongkok dan sampai ke Indonesia pada
masa kejayaan kerajaan-kerajaan Nusantara, melalui hubungan perdagangan.
Banyak cara yang dilakukan oleh para pedagang dalam sambil mengajarkan
agamanya kepada Negara ini, baik itu melaui perkawinan, maupun secara
terang-terangan mengajarkan ajarannya dalam proses berdagang.
Pada zaman Orde Baru yang berada di bawah pimpinan Soeharto.
Ajaran ini dilarang untuk berkembang, dengan cara melarang segala kegiatan
yang berhubungan dengan hal-hal yang berbau Tionghoa atau Khonghucu
dan dikuatkan oleh Inpres No. 14 Tahun 1967 yang berisi :
1. Tanpa mengurangi jaminan keleluasaan memeluk agama dan menunaikan
ibadah, tata cara ibadat Cina yang mempunyai aspek afinitas kultural yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berpusat pada negeri leluhurnya, pelaksanaannya harus dilakukan secara
interen dalam hubungan keluarga atau perorangan.
2. Perayan-perayaan pesta agama dan adat istiadat Cina yang dilakukan
secara tidak menyolok di depan umum, melainkan dalam lingkungan
keluarga.
3. Penentuan kategori agama maupun kepercayaan maupun cara-cara ibadat
agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina diatur oleh Menteri Agama
setelah mendengar pertimbangan Jaksa Agung (PAKEM).
4. Pengamanan dan penertiban terhadap pelaksanaan kebijakan pokok diatur
oleh Menteri Dalam Negeri bersama-sama Jaksa Agung.
5. Instruksi ini mulai berlaku pada hari ditetapkan (Jakarta, 6 Desember
1967).
Pemerintah Orde Baru meragukan nasionalisme orang-orang
keturunan Tionghoa. Meski umumnya sudah turun temurun tinggal di Bumi
Nusantara, mereka dicurigai secara politis masih berorientasi ke China,
dengan China yang kuat dengan komunisnya dan dituding telah membesarkan
Partai Komunis Indonesia.
Dalam Surat edaran Menteri Dalam Negeri No.
477/74054/BA.01.2/4683/95 tanggal 18 November 1978 menjadikan status
Khonghucu tidak jelas. Termasuk merayakan Imlek dengan menggelar
pertunjukan barongsai dan mengarak dewa-dewa di tempat umum. Koran-
koran beraksara China juga dilarang, sekolah-sekolah Tionghoa yang
mengajarkan bahasa dan kebudayaan Cina ditutup. Sejak itu orang keturunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tionghoa mulai melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan
kepercayaannya secara diam-diam. Inilah yang menyebabkan pemeluk aliran
Khonghucu berkurang dan mereka lebih mengalihkan kepercayaan yang
mereka anut ke agama Islam, Kristen, Budha. Dalam surat edaran tersebut
juga menyebutkan bahwa Khonghucu bukan merupakan agama resmi Negara
Indonesia.
Namun seiring tumbangnya Orde Baru, perubahan terhadap
kehidupan masyarakatpun juga terjadi. Salah satunya pengakuan kembali
terhadap ajaran agama Khonghucu sebagai salah satu agama resmi. Dalam
kepres No. 6 tahun 2000 tentang pencabutan kembali larangan terhadap
kebudayaan dan tradisi etnis China, dan agama Khonghucu diakui kembali.
Peraturan ini dibuat pada masa pemerintahan Presiden Aburrahman Wahid
yang disyahkan pada tanggal 17 Januari 2000 yang isinya:
1. Mencabut Instruksi Presiden No. 14 tahun 1967 tentang agama,
kepercayaan dan Adat istiadat Cina.
2. Semua ketentuan pelaksanaan yang ada akibat dari instruksi Presiden No.
14 tahun 1967 tersebut, tidak berlaku lagi.
3. Penyelanggaraan kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat Cina
yang dilaksanakan tanpa memerlukan izin khusus sebagaimana
berlangsung selama ini.
4. Berlaku mulai tanggal ditetapkan (Jakarta, 17 Januari 2000)
AGAMA KONGHUCU
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Agama Khonghucu aslinya disebut Jie Kauw atau agama kaum
terpelajar atau kaum yang lembut hati, mengapa demikian? Karena pada
jaman dahulu khususnya pada saat Dinasti Han berkuasa (sekitar tahun 140-
87 SM) saat agama Konghucu dijadikan agama resmi negara, semua pejabat
pemerintah bahkan pangeran dan anak raja sekalipun diwajibkan mengikuti
test pelajaran agama Khonghucu sebagai syarat mereka akan menduduki
jabatannya.
Wahyu-wahyu
Dalam agama Khonghucu juga terdapat wahyu yag turun kepada nabi-
nabi, yang urut-urutannya wahyu agama Khonghucu sebagai berikut:
1. Wahyu yang diterima oleh Nabi Purba yaitu Hok Hi (2953-2838 SM)
Berbentuk Pat Kwa (8 diagram) dengan unsur Yin (negatif) dan
Yang (positif) yang sering lihat ditempel diatas pintu orang Tionghoa.
Wahyu ini disebut Hoo Too (peta dari Sungai Hoo) dibawa oleh hewan
suci Liong Ma atau hewan berbadan Kuda berkepala Naga.
2. Wahyu yang diterima oleh Raja obat Sien Long (2838-2698 SM)
Wahyu yang diterimanya berupa cara meramu obat dan
memakamkan jenazah. Sehingga dengan wahyu yang diterimanya rakyat
mulai mengerti bagaimana cara membuat jamu/obat, bagaimana bercocok
tanam, bagaimana memakamkan jenazah (sebelumnya mayat biasanya
hanya dibuang di hutan atau laut).
3. Wahyu yang diterima oleh Raja Oei Tee (2838-2598 SM)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Disebut wahyu Liok Too (peta firman) melalui mulut seekor ikan
besar yang muncul kepermukaan air di Sungai Chi Kwi, dengan wahyu ini
rakyat diajarkan beribadah, membuat kereta, perahu, dupa, panah, busur.
4. Wahyu yang diterima Oleh Raja Suci Giau (2357-2255 SM)
Beliau mengajarkan rakyat bagaimana hidup mengamalkan
kebajikan, bagaimana berakhlak mulia, bermasyarakat dan rukun dengan
sesama.
5. Wahyu yang diterima oleh Raja Suci Sun (2255-2205 SM)
Beliaulah manusia pertama yang berinisiatif membuat dam/
bendungan untuk menanggulangi banjir, mengajarkan bagaimana
keharmonisan diciptakan melalui ajaran Ngo Lun (5 hubungan) yaitu
hubungan raja dan mentri, suami dan istri, orang tua dan anak, kakak dan
adik, kawan dan sahabat.
6. Wahyu yang diterima oleh Raja Suci Yi (2205-2197 SM)
Wahyu yang diterimanya disebut Loo Su (kitab dari Sungai Lo)
dari punggung seekor kura-kura raksasa saat beliau sedang meditasi di tepi
Sungai Lo, Raja Yi juga dikenal dengan usahanya yang gigih membuat
saluran sungai untuk menanggulangi banjir, bahkan tercatat selama 13
tahun beliau tak pulang ke istana hanya untuk menunggui pekerjaan
rakyatnya.
7. Wahyu yang diterima oleh Raja Sing Thong (1766-1753 SM)
Ajaran beliau yang terkenal bisa kita lihat dalam sebuah ayat
emas/kata mutiara yang hanya muncul setiap tahun baru Imlek yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“Bila suatu hari dapat memperbaharui diri, jagalah dan rawatlah setiap hari
agar baru selama-lamanya”.
8. Wahyu yang diterima oleh Raja Suci Bun Ong (1122-255 SM)
Wahyu yang disebut Tan Su (kitab dari Tan) dibawa oleh seekor
Chik Niau atau burung merah besar, dengan wahyu ini Bun Ong
membabarkan Pat Kwa (8 diagram) lebih terperinci, dikenal pula sistem
departemen pemerintahan, maka pada masa itu ada 6 menteri yaitu
perdana menteri, menteri pertanian, menteri peribadatan, menteri
pertahanan, menteri kehakiman dan menteri pekerjaan umum.
9. Wahyu yang diterima oleh Nabi Konghucu
Beliaulah adalah Nabi yang menyempurnakan semua wahyu yang
diterima para pendahulunya, beliaulah yang mengajakan Jie Kauw kepada
rakyatnya, beliau pula yan menulis kitab Ya King (Le Ching) atau kitab
perubahan yang banyak digunakan oleh ahli Hong Sui.
Kitab Suci
Dalam Agama Khonghucu terdapat 2 macam yaitu:
1. Kitab Su Shi atau kitab yang 4 (empat) yaitu:
Ø Thai Hak (ajaran besar) terdiri atas 10 jilid, berisi pelajaran pembinaan
diri pribadi, masyarakat, negara dan dunia.
Ø Tiong Yong (tengah sempurna) terdiri atas 32 jilid, berisi pelajaran
keimanan, ke-Tuhanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ø Lun Gie (Sabda Suci) terdiri atas 20 jilid, berisi sabda/kata Nabi
Khonghucu yang dibukukan/dicatat oleh muridnya.
Ø Bingcu (kitab yang ditulis oleh Raja Bingcu) terdiri 14 jilid berisi
riwayat pelajaran/sabda suci Bingcu kepada para murid/pembesar/raja
tentang berbagai hal, Bingcu adalah rosul yang hidup 1 abad setelah
Nabi wafat.
2. Kitab Ngo King atau yang 5 (lima):
Ø Shu King (Kitab Sejarah)
Ø Si King (Kitab Sanjak)
Ø Ya King (Kitab Perubahan)
Ø Lee King (Kitab Catatan Kesusilaan)
Ø Chun Chiu King (Kitab Zaman Chun Chiu)
Hari Persembahyangan Umat Konghucu
1. Sembahyang kepada Thian (Tuhan YME) dilaksanakan pada:
a. Setiap tanggal 1 & 15 Imlek atau setiap malam.
b. Menjelang musim semi disebut sembahyang King Thi Kong (tanggal 8
bulan 1 Imlek malam hari), diakhiri dengan perayaan Cap Go Meh (tgl
15 bulan 1 Imlek) dengan Kirab Liong & Barongsai, dengan makanan
Cap Go Meh (bisanya kita kenal dengan Lontong Cap Go Meh)
c. Saat musim panas disebut sembayang Pek Cun (100 perahu), tanggal 5
bulan 5 Imlek, dilaksanakan jam 12.00 siang hari biasanya dipinggir
laut/sungai dengan sajian khas Bak Cang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Saat musim gugur disebut sembahyang Tiong Chiu, tanggal 15 bulan 8
Imlek dilaksanakan malam hari, sajian khas kue Tiong Chiu Pia (kue
Bulan).
e. Saat musim dingin disebut sembahyang Tang Cik/ Genta Rohani/
Ronde dilaksanakan malam hari dengan sajiankhas wedang ronde.
2. Semabahyang kepada leluhur yang dilaksanakan setiap:
1. Tanggal 1&15 bulan Imlek dan hari wafat leluhur.
2. Menjelang malam tahun baru Imlek disebut Ji Kau Meh.
3. Tanggal 5 April disebut sembayang Ching Bing atau sembahyang tilik
kubur/ sembahyang sadranan.
4. Tanggal 15 bulan 7 Imlek disebut sembayang Jit Gwe Phoa, tanggal ini
khusus sembayang leluhur sendiri, maka akhir bulan 7 Imlek dilakukan
sembahyang untuk arwah umum disebut King Hoo Ping atau
sembahyang rebutan, karena selesai sembahyang semua sesaji yang ada
dibagikan kepada umat/pengunjungnya.
3. Sembahyang kepada Nabi Khonghucu dan para suci :
a. Hari wafatya Nabi Khonghucu tanggal 18 bulan 2 Imlek
b. Hari lahir Nai Khonghucu tanggal 27 bulan 8 Imlek
c. Hari Genta Rohani/ Tang Cik tanggal 22 Desember memperingati saat
pertama kali Nabi Khonghucu meninggalkan rumah, istri, anak dan
kedudukan untuk mengembara mengajarkan ajaran kabajikan bagi
manusia.
d. Hari lahir para suci lainnya seperti Kwan Kong, Hok Tek Cing Sin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dupa, macam & Penggunaannya
Umat Khonghucu bersembahyang menggunakan dupa yang dinyalakan,
selain sebagai sarana pemusat konsentrasi, juga bermakna apa yang kita
harapkan akan terbawa membumbung melalui asap dupa adapun macamnya
adalah:
1. Dupa bergagang besar, digunakan 3 batang untuk sembahyang di Altar
Tuhan, Nabi Khonghucu dan para suci lainnya.
2. Dupa bergagang merah, hitam, kuning dgunakan: 1 atau 3 batang
bersembahyang umumnya, 2 batang untuk bersembahyang di altar
kematian (depan peti jenazah), 5 batang untuk sembahyang Ching Bing/
King Hoo Ping, 8 batang digunakan untuk pemimpin sembahyang saat
upacara kematian.
3. Dupa bergagang hijau digunakan 2 batang untuk sembahyang di depan
altar kematian orang tua/keluarga/leluhur kita sendiri.
4. Dupa tanpa gagang, dinyalakan pada kedua ujungnya digunakan hanya
oleh sepasang pengantin saat berdoa, dihadapan altar Thian, Tuhan YME.
5. Dupa berbentuk spiral/obat nyamuk dan serbuk/ratus/bubukan dinyalakan
untuk wangi-wangian saja.
Tata Cara Bersalam dan menghormat.
Umat Khonghucu bersalaman dengan mengepalkan tangan kanan, ditutup
dengan tangan kiri, kedua ibu jari dipertemukan lalu diletakkan diulu hati,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cara/sikap ini disebut sikap Pat Tik (8 kabajikan) ada beberapa tingkatan
yaitu:
1. Kiong Chiu (merestui) genggaman tangan digoyangkan di ulu hati,
digunakan saat menerima penghormatan dari yang usianya lebih muda.
2. Pai (menghormat) genggaman tangan diangkat sampai sebatas mulut dan
hidung, digunakan untuk memberi/membalas hormat dari yang usianya
sebaya.
3. Lep (menjunjung tangan) genggaman tangan diturunkan sedikit sampai ke
atas pusar lalu dinaikkan sampai menutupi mata/sebatas kening,
digunakan untuk memberi hormat kepada yang usianya lebih tua.
4. Ting Lee (meninggikan tangan) genggaman tangan diturunkan sedikit
sampai ke atas pusar lalu dinaikkan sampai ke atas kening/kepala,
digunakan untuk menghormat di depan altar sembahyang.
5. Kiok Kiong/menghormat dengan membongkokkan badan kira-kira 45
derajad, di dapan altar sembahyang 3 kali, di depan orang hidup 1 kali.
6. Kwi & Kauw Siu/menghormat dengan berlutut, dilaksanakan dengan
berlutut dan menundukkan kepala sampai menyentuh lantai, ada beberapa
macam yaitu: 2 kali berlutut 9 kali menundukan kepala/ Sam Kwi Kiu
Kauw, digunakan di depan altar Tuhan, Nabi dan para suci; 2 kali berlutut
8 menundukkan kepala/ Ji Kwi Pat Kauw, digunakan di depan altar
kematian keluarga sendiri dan saat mempelai mohon restu dihadapan
orang tuanya; 1 kali berlutut 4 kali menundukan kepala atau It Kwi Su
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kauw digunakan saat mempelai mohon restu kepada orang tuanya yang
tinggal sendirian (ayah/ ibunya sudah meninggal).
Rohaniawan Agama Konghucu
1. Kausing (mandarinnya Jiao Sheng) atau penebar agama, rohaniawa tingkat
pemula; mereka yang menjabat sebagai Kausing maka di depan nama
yang bersangkutan ada huruf Ks atau Js.
2. Bunsu (mandarinnya Wen Shi) atau guru agama, rohaniawan tingkat
madya; mereka yang menjadi Bunsu didepan namanya ada huruf Bs/ Ws.
3. Haksu (mandarinnya Xue Shi)atau pendeta, rohaniawan tingkat atas,
mereka yang menjadi Haksu didepan namanya ada huruf Hs/ Xs. Sekedar
diketahui jumlah Haksu diseluruh Indonesia saat ini baru 8 orang (namun
pada tanggal 18 Desember lalu terdapat 3 Haksu yang dilantik, 2 dari Solo
dan 1 dari Manado), hal itu dikarenakan untuk menjadi Haksu harus:
v Mencurahkan seluruh hidupnya untuk kepentingan agama.
v Pengetahuan kitab, bahasa mandarin & agama harus maksimal.
v Seumur hidup diharapkan berpantangan makan daging.
v Mengutamakan kepentingan agama & lembaga diatas kepentingan
pribadi.
Lambang/ Simbol/ Logo Agama Khonghucu
Agama Khonghucu dilambangkan dengan gambar lonceng atau genta
disini adalah terbuat dari kayu disebut Bok Tok (Bok = kayu, tok = lonceng),
jaman dahulu Bok Tok digunakan oleh para raja mengumpulkan rakyat untuk
diberi amanat, tetapi Nabi Konghucu bukan Bok Tok raja melainkan Bok Tok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tuhan yang selalu berkumadang memperdengarkan ajaran kebajikan bagi
kedamaian. Di tengah Bok Tok ada 2 tulisan mandarin yaitu : Tiong
(mandarinnya Zhong) artinya Satya, konsekuensi menjalankan firman Tuhan.
Sie (mandarinnya Shu) artinya tenggang rasa, tepa selira kepada sesama.
Maka untuk mengormati/menyembah/berbakti kepada Tuhan adalah
bagaimana menjalankan Firman Nya hidup didalam kebajikan dan menyatu,
harmonis/rukun dengan masyarakat sekitar.
SOSIALISASI
Pada dasarnya setiap individu dalam masyarakat mengalami proses
sosialisasi. Sosialisasi adalah proses belajar yang dialami oleh seseorang
untuk memperolah pengetahuan, ketrampilan, nilai-nilai dan norma-norma
agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok masyarakat.
Menurut tahapannya, sosialisasi dibedakan menjadi dua tahap, yakni :
1. Sosialisasi primer, sebagai sosialisasi yang pertama yang dijalani individu
semasa kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat; dalam tahap
ini sosialisasi primer membentuk kepribadian anak ke dalam dunia umum
dan keluargalah yang berperan sebagai agen sosialisasi. Sosialisasi primer
menjadikan orang-orang terdekat dengan anak menjadi sangat penting
sebab seorang anak melakukan interaksi dengan sangat terbatas di
dalamnya. Warna kepribadian anak sangat ditentukan oleh warna
kepribadian dan interaksi yang terjadi antara orang tua dengan anak.
2. Sosialisasi sekunder, didefinisikan sebagai proses berikutnya yang
memperkenalkan individu yang telah disosialisasikan ke dalam sektor baru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dari dunia obyektif masyarakatnya; dalam tahap ini sosialisasi mengarah
pada terwujudnya sikap profesionalisme (dunia yang lebih khusus) dan
dalam hal ini yang menjadi agen sosialisasi adalah lembaga pendidikan,
peer group, lembaga pekerjaan, dan lingkuangan yang lebih luas dari
keluarga. Sosialisasi sekunder merupakan lanjutan dari sosialisasi primer,
individu diperkenalkan dengan kelompok-kelompok tertentu yang ada di
dalam masyarakat. (Peter L Berger dan Thomas P Luckman, 1987: 130).
Sosialisasi primer terjadi pada masa usia anak masih kecil untuk
mengenalkan lingkungan sosialnya pada anak dan sebagai proses
berlangsungnya pembentukan dasar kepribadian. Pada umumnya sosialisasi
primer terjadi di dalam keluarga yang merupakan kelompok primer.
Kelompok primer ini sering ditandai dengan ciri kenal mengenal antara
anggota-anggotanya, serta kerjasama yang erat yang sangat pribadi sehingga
terjadi peleburan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok dan tujuan
individu menjadi tujuan kelompok.
Sementara sosialisasi sekunder terjadi sesudah sosialisasi primer.di sini
yang lebih memiliki peran adalah orang lain, biasanya melalui sekolah atau
organisasi dan lingkungannya. Proses sosialisasi merupakan proses lanjutan
pada diri individu setelah ia mengalami proses yang panjang dalam dirinya
sejak ia dilahirkan sampai ia mempunyai kepribadianya sendiri. Proses ini
dalam sosiologi disebut internalisasi. Lebih lanjut internalisasi dijelaskan
dapat diartikan sebagai proses panjang sejak seorang individu dilahirkan
sampai ia meninggal, dimana ia belajar menanamkan kepribadiannya, segala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perasaan, nafsu, hasrat serta emosinya yang diperlukan sepanjang hidupnya.
Perasaan yang dipelajari dalam internalisasi adalah rasa puas, gembira,
bahagia, simpati, rasa cinta, benci, aman, harga diri, kebenaran, dosa, malu,
perasaan bersalah, dan perasaan lainnya yang lainnya yang dipelajari untuk
menjadi milik kepribadian individu.
George Ritzer (1979: 113) membagi siklus kehidupan manusia dalam
empat tahap, yaitu tahap anak-anak, remaja, dewasa, dan tahap orang tua.
1. Masa kanak-kanak
Setiap orang tua mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kepada
anak-anaknya tentang kehidupan ini. Seorang ahli sosiologi akan melihat
kewajiban ini sebagai bagian dari peran sosial orang tua. Walaupun pada
dasarnya setiap orang memahami tentang apa yang diinginkan masyarakat,
akan tetapi ada perbedaan yang substansial tentang pengertian akan jalan
yang benar dalam hidup.
Kewajiban orang tua pada proses sosialisasi di masa kanak-kanak ini
adalah membentuk kepribadian anaknya. Apa yang dilakukan orang tua
pada anaknya dimasa pertumbuhan akan menentukan kepribadian anaknya
kelak.
Proses sosialisasi pada tahap ini dapat digambarkan melalui
kerangka AGIL yang diperkenalkan oleh Talcot Parsons. Dalam
menganalisa tindakan sosial. Fase-fase ini adalah Adaptation, Goal
attainment, Integration, dan Latent pattern tidak ada batasannya yang jelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
karena merupakan suatu proses yang terjadi secara berkesinambungan.
Fase tersebut yaitu :
1. Fase Latent
Fase ini proses sosialisasi terlihat nyata. Pengenalan anak terhadap
diri sendiri tidak jelas dan merupakan kesatuan individu yang berdiri
sendiri. Dan dapat melakukan kontak sosial dengan lingkungannya. Di sisi
lain, lingkungan belum melihat individu berdiri sendiri dan dapat
mengadakan intereksi dengan mereka.
2. Fase adaptasi
Dalam fase ini anak mulai mengadakan penyesuaian diri terhadap
lingkungan sosialnya. Reaksi sekarang tidak lagi terdorong oleh
rangsangan-rangsangan dari dirinya semata-mata, tetapi ia mulai belajar
bagaimana caranya bereaksi terhadap rangsangan yang datang dari luar
dirinya. Pada fase inilah peranan orang tua dominan terlibat karena anak
hanya dapat belajar dengan baik atas bantuan dan bimbingan dari orang
tuanya.
3. Fase pencapaian tujuan.
Tingkah laku anak yang sudah mencapai fase ini dalam proses
sosialnya tidak lagi hanya menyesuaikan diri, tetapi terarah untuk maksud
dan tujuan tertentu. Ia cenderung mengulang tingkah laku tertentu untuk
mendapat penghargaan dari orang tua dan tingkah laku yang menimbulkan
reaksi negatif dari orang tua berusaha dihindarkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Fase integrasi
Dalam fase ini tingkah laku anak tidak hanya sekedar penyesuaian
ataupun untuk mendapatkan penghargaan dari orang tuanya, namun juga
menjadi bagian dari dirinya sendiri yang memang ingin dilakukannya.
Norma dan nilai yang ditanamkan oleh orang tuanya sudah menjadi diri
anak, bukan lagi merupakan sesuatu yang berada di luar anak.
Dengan tertanamnya nilai dan norma dalam tahap ini, tingkah laku
anak tidak perlu lagi dibatasi oleh larangan-larangan dari orang tuanya
sebab anak sudah dapat mengatur sendiri tingkah lakunya dan membatasi
sendiri tingkah lakunya sesuai dengan kata hatinya. Fase keempat ini
biasanya dicapai anak pada tahun kelima dari kehidupannya dan pada saat
ini anak sudah mulai mempunyai sikap tertentu dalam menghadapi
lingkungan sosialnya. (Doyle P Jhonson, 1986: 128-136)
2. Masa remaja.
Masa remaja merupakan masa transisi masa kanak-kanak menuju
masa dewasa. Remaja dalam gambaran umum merupakan suatu periode
yang dimulai dengan perkembangan masa pubertas dan menyelesaikan
pendidikan untuk tingkat menengah. Perubahan biologis yang
membawanya pada usia belasan sering mempengaruhi perilaku remaja
mereka .
Agen sosialisasi berubah ketika seseorang menginjak masa remaja,
dimana sosialisasi yang dilakukan oleh peer group menjadi penting.
Dalam sosialisasi ini sekolah turut berperan karena anak-anak dan remaja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melewatkan sebagian waktunya di sekolah. Sekolah memberikan peluang
kepada remaja untuk dapat bergaul dengan teman sebaya dan supaya dapat
hidup dalam masyarakat.
3. Masa dewasa
Ada 3 hal yang diharapkan dari dewasa, yaitu bekerja, menikah,
dan mempunyai anak. Untuk ketiga hal itu seseorang juga memerlukan
proses belajar. Sosialisasi pada orang dewasa merupakan proses dimana
individu dewasa mempelajari norma, nilai, dan peranan yang baru dalam
lingkungan sosial yang baru pula, misalnya peranan sebagai pekerja dalam
memasuki dunia kerja.
4. Masa tua dan menuju kematian.
Seseorang berada pada usia lanjut, mereka diperlakukan seperti
anak kecil sampai akhirnya seseorang individu yang sangat tua
diberlakukan sebagai non person seperti halnya anak kecil yang seolah-
olah mereka tidak ada.
Proses sosialisasi bagi orang usia lanjut dimulai secara perlahan
lahan. Sebagian besar orang berusia 60an mulai menerima ide dengan
sangat bahwa mereka harus melangkah secara perlahan dan mengurangi
jam kerja mereka. Mereka menerima dengan mutlak bahwa kegiatan santai
untuk mengisi waktu luang mereka merupakan kegiatan pengganti dari
kerja.
Tahap terakhir dalam siklus kehidupan ini adalah kematian.
Sistem sosial memiliki mekanisme untuk mempersiapkan orang menuju
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kematiannya. Dalam proses ini kematian biasanya secara tidak sadar dialami
oleh seseorang, seperti menghindari pemakaman karena apa yang terjadi di
pemakaman sedikit banyak memberi nilai-nilai baru yang akan menjadi
bagian dari seseorang. (George Ritzer, 1979: 113-131)
Elizabeth B Hurlock (1972: 334-340) menyebutkan beberapa
pola sosialisasi yang biasa dikembangkan orang tua dalam menanamkan
disiplin pada anak-anaknya, yaitu:
1. Pola asuh Otoriter
Dalam pola asuh ini, orang tua memiliki kaidah dan peraturan yang
kaku dalam mengasuh anak-anaknya. Setiap pelanggaran dikenakan
hukuman. Sedikit sekali atau tidak pernah ada pujian atau tanda-tanda
yang membenarkan tingkah laku anak apabila mereka melaksanakan
aturan tersebut. Tingkah laku anak dikekang secara kaku dan tidak ada
kebebasan berbuat kecuali perbuatan yang sudah ditetapkan oleh
peraturan. Orang tua tidak mendorong anak untuk mengambil keputusan
sendiri atas perbuatannya, tetapi menentukan bagaimana harus berbuat.
Dengan demikian, anak tidak memperoleh kesempatan untuk
mengendalikan perbuatan-perbuatannya.
2. Pola asuh Demokratis
Orang tua menggunakan diskusi, penjelasan dan alasan-alasan
yang membantu anak agar mengerti mengapa ia diminta untuk mematuhi
semua peraturan dalam pola asuh demokratis. Orang tua menekankan
aspek pendidikan ketimbang aspek hukuman. Hukuman tidak pernah kasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan diberikan apabila anak dengan sengaja menolak perbuatan yang harus
ia lakukan. Apabila perbuatan sesuai dengan apa yang ia patut lakukan,
orang tua memberikan pujian. Orang tua yang demokratis adalah orang tua
yang berusaha untuk menumbuhkan kontrol dari dalam diri anak sendiri.
3. Pola asuh Permissif
Sedangkan dalam pola asuh permissif, orang tua bersikap
membiarkan atau mengizinkan setiap tingkah laku anak dan tidak pernah
memberikan hukuman kepada anak. Pola ini ditandai dengan sikap orang
tua yang membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata cara yang
member batasan dari tingkah lakunya. Pada saat terjadi hal-hal yang
berlebihan barulah orang tua bertindak. Pola ini pengawasan menjadi
sangat longgar.
Orang tua belum tentu menggunakan satu pola saja, ada
kemungkinan menggunakan ketiga pola sosialisasi itu sekaligus secara
bergantian. Walau demikian, ada kecenderungan orang tua untuk lebih
menyukai atau lebih sering menggunakan pola tertentu yang dalam
penggunaannya dipengaruhi sejumlah faktor sebagai berikut:
· Menyamakan diri dengan pola sosialisasi yang dipergunakan oleh orang
tua mereka. Bila orang tua menganggap bahwa pola sosialisasi orang
tua yang terbaik, maka pada saat mereka mempunyai anak, mereka
kembali memakai pola sosialisasi yang mereka terima. Sebaliknya, bila
mereka menganggap bahwa pola sosialisasi orang tua mereka dahulu
salah, biasanya mereka memakai pola yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
· Menyamakan pola sosialisasi yang dianggap paling baik oleh
masyarakat di sekitarnya. Pilihan ini terutama dilakukan oleh orang tua
yang usianya masih muda dan kurang berpengalaman. Mereka lebih
dipengaruhi oleh apa yang dianggap oleh masyarakat di sekitarnya baik
daripada oleh keyakinan sendiri.
· Usia orang tua. Orang tua yang usianya masih muda cenderung untuk
memilih pola sosialisasi yang demokratis atau permissif dibandingkan
dengan mereka yang lanjut usia.
· Kursus-kursus. Orang tua yang telah mengikuti kursus persiapan
perkawinan, kursus kesejahteraan keluarga, atau kursus pengasuhan
anak, akan lebih mengerti tentang anak dan kebutuhan-kebutuhannya
sehingga mereka cenderung untuk menggunakan pola demokratis.
· Jenis kelamin orang tua. Pada umumnya wanita lebih mengerti tentang
anak, oleh karena itu mereka lebih demokratis terhadap anaknya
dibandingkan dengan pria.
· Status sosial ekonomi juga mempengaruhi orang tua dalam
menggunakan pola sosialisasi mereka bagi anak-anaknya.
· Konsep peranan orang tua. Orang tua yang tradisional cenderung lebih
menggunakan pola otoriter dibandingkan dengan orang tua yang
modern.
· Jenis kelamin anak. Orang tua juga memberlakukan anak-anak mereka
sesuai dengan kelaminnya, misalnya terhadap perempuan mereka harus
menjaga ketat sehingga menggunakan pola yang otoriter. Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
anak laki-laki cenderung lebih permissif atau demokratis atau mungkin
juga sebaliknya.
· Usia anak. Pada umumnya pola otoriter sering digunakan pada anak-
anak kecil karena ,mereka belum mengerti secara pasti mana yang baik
dan mana yang buruk, mana yang salah dan mana yang benar sehingga
orang tua kelihatannya lebih sering memaksa atau menekan.
· Kondisi anak. Bagi anak-anak yang agresif lebih menggunakan pola
asuh otoriter, sedangkan pada anak yang mudah merasa takut atau
cemas lebih tepat digunakan pola yang demokratis.
F. Definisi Konseptual
Sosialisasi
Individu dalam masyarakat akan mengalami proses sosialisasi agar ia
dapat hidup dan bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku
dalam masyarakat dimana individu itu berada. Oleh karena itu penting bagi
Sosiologi untuk mempelajari sosialisasi karena tanpa tahap sosialisasi suatu
masyarakat tidak akan dapat berlanjut dengan generasi berikutnya. Jadi
sosialisasi juga merupakan proses transisi kebudayaan antar generasi karena
tanpa sosialisasi masyarakat tidak dapat bertahan melebihi satu generasi.
Syarat penting untuk berlangsungnya sosialisasi adalah interaksi sosial
karena tanpa interaksi sosial, sosialisasi tidak mungkin berlangsung. Menurut
Van der Zande (1979: 75), yaitu:
“ Sosialisasi adalah proses interaksi sosial, dimana kita mengenal cara-cara berfikir, berperasaan, dan berperilaku sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam masyarakat.” (J.W. Van der Zanden, 1979:75)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Definisi yang hampir sama dikemukakan oleh Paul B Harton yaitu :
“ Sosialisasi adalah proses dimana seseorang menghayati (mendarah daging / menginternalize) norma-norma kelompok dimana ia hidup sehingga timbullah “diri” yang unik.” (Paul B. Horton, 1999: 100)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sosialisasi adalah
1. Proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dilingkungannya.
2. Upaya untuk memasyarakatkan sesuatu sehingga menjadi dikenal, dipahami dan dihayati oleh masyarakat.
Sosialisasi dialami oleh individu sebagai makhluk sosial sepanjang
kehidupannya, sejak ia dilahirkan sampai meninggal dunia. Sebagaimana
Havighurst dan Neugarten menyebutkan bahwa :
“ Socialization is process by which children learn the way of their society and make these ways part of their own personalities.” (R. J. Havighurst dab Neugarten , 1967 : 74).
Karena interaksi merupakan kunci berlangsungnya proses sosialisasi
maka diperlukan agen sosialisasi, yakni orang-orang disekitar individu
tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Agen sosialisasi ini
merupakan orang yang paling dekat dengan individu, seperti orang tua,
kakak-adik, saudara, teman sebaya, guru atau instruktur, dan lain sebagainya.
Sosialisasi Agama Khonghucu dari orang Tua terhadap anaknya
Sama halnya dengan agama yang lain, agama ini juga melakukan
sosialisasi, yakni bentuk sosialisasi dari orang tua terhadap anaknya yang dari
sedini mungkin sudah diperkenalkan. Seperti yang terdapat dalam Delapan
Pengakuan Iman dalam agama Khonghucu (Isi dari delapan pengakuan iman
ini telah disebutkan sebelumnya pada Definisi Konseptual) dan yang salah
satunya adalah memupuk Cinta Bakti kepada leluhur atau orang tuanya. Dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hal ini harus ditanamkan sejak dini pada anak melalui berbagai cara
peribadatan serta memperkenalkan hal-hal yang sifatnya peribadatan kepada
anak. Seperti keberadaan simbol-simbol agama yang ada dalam peribadatan.
Dalam peribadatan umat Khonghucu melakukan di depan altar. Altar
yaitu berupa meja persembahan yang digunakan untuk sembahyang, biasanya
diletakkan di ruang tamu dan dilengkapi dengan beberapa sesaji dan foto-foto
leluhur yang telah meninggal. Serta menggunakan Hio. Hio adalah sejenis
dupa berbentuk panjang dan tipis yang berbau harum. Untuk peribadatan
menggunakan hio yang berwarna merah, sedangkan untuk upacara kematian
menggunakan hio yang berwarna hijau. Hio ini dibakat sambil mengucapkan
doa-doa kepada Tuhan. Setelah selesai berdoa, hio ditancapkan ke hio lo
(tempat menancapkan hio, biasanya terbuat dari tembaga dan berisi abu. Altar
juga digunakan untuk media peribadatan agama Budha, tetapi tidak ada foto
leluhurnya.
Agama Khonghucu juga memiliki salam seperti halnya orang Islam.
Dalam agama Khonghucu, salam juga diucapkan secara lisan sambil
mengepalkan tangan kiri, sebagai simbol positif/aktif/ laki-laki, yang
melingkari tangan kanan, sebagai simbol negatif/pasif/perempuan, tetapi di
depan dada. Salam tersebut diucapkan sebagai berikut: Wei te tong tian,
artinya : hanya kebajikan saja Tuhan berkenan. Kemudian salam tersebut
akan disambut dengan jawaban sebagai berikut : Xian You yi te , artinya :
mari kita miliki yang satu itu (kebajikan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hal-hal sederhana yang dilakukan oleh para penganut agama
Khonghucu ini harus sudah mulai diperkenalkan. Mulai dari hal-hal
sederhana yang dimengerti oleh anak-anak, yang berhubungan dengan
keimanan dan ajaran-ajaran yang nantinya akan dipelajari nantinya.
Agama
Kata agama adalah bahasa sansekerta yang berarti tradisi menurut
Arthur Mc Donnel berarti tidak bergerak. Sedang dalam bahasa Latin, agama
dijelaskan sebagai berikut:
1. Agama itu hubungan antara manusia dengan manusia super. (Servius)
2. Agama itu pengakuan dan pemuliaan kepada Tuhan (J. Kramers)
(Wikipedia.com)
Kata Agama jika dijabarkan secara kata-kata yaitu “A” yang berarti
tidak dan “ Gama” berarti kacau. Jika digabungkan sesuatu yang membuat
suatu keadaan tidak kacau.
Dalam bahasa Eropa, Mc Muller dan Herbert Spencer menjelaskan
agama sebagai sesuatu yang tidak dapat dicapai dengan tenaga akal dan
pendidikan.
Menurut bahasa Indonesia, agama itu hubungan manusia–Yang Maha Suci yang dinyatakan dalam bentuk dan sikap berdasarkan doktrin tertentu (Drs. Sidi Gazalbi) Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian atau kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. James Redfield, dalam satu bukunya mengenai sejarah pengantar
agama, mengatakan bahwa agama adalah pengarahan manusia agar tingkah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lakunya sesuai dengan perasaan tentang adanya hubungan antara jiwanya
dengan jiwa yang tersembunyi, yang diakui kekuasaannya atas dirinya dan
atas sekalian alam dan dia rela merasa berhubungan seperti itu.
Hendropuspito (2000:34) mendefinisikan agama sebagai suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan non empiris yang dipercayai dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas pada umumnya. Adapun agama dalam pengertian sosiologi adalah gejala sosial yang
umum dan dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini tanpa
kecuali. Ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian
dari sistem sosial suatu masyarakat. Agama juga bisa dilihat sebagai unsur
dari kebudayaan suatu masyarakat, disamping unsur-unsur lain seperti
kesenian, bahasa, sistem mata pencaharian, sistem peralatan, dan sistem
organisasi sosial. (Dr. H. Dadang Kahmad, Msi, 2000: 14)
Keimanan
Agama Khonghucu, setiap umat wajib untuk menanamkan dengan
sungguh-sungguh keimanan tersebut harus benar- benar diakui.
Khonghucu mempunyai delapan iman sehingga disebut Delapan
Pengakuan Iman atau Ba Cheng Chen Gui. Ba berarti delapan, Cheng berarti
iman, dan Chen Gui berarti ditanamkan. Delapan pengakuan Iman dalam
agama Khonghucu yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Sepenuh iman percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang
Tian)
Artinya umat mengakui dengan sungguh-sungguh bahwa adanya Tuhan
(Tian) yang menciptakan langit dan bumi serta seluruh isinya, termasuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
manusia. Selain itu, umat juga mengakui kesempurnaan Tuhan dengan
segala kemuliaannya.
b. Sepenuh Iman Menjunjung Kebajikan(Cheng Zun Jue De)
Artinya umat melaksanakan kebajikan sebagaimana diatur dalam Kitab
Suci, yaitu mengemban firman Tuhan. Hidup untuk berbuat baik.
c. Sepenuh Iman menegakkan Firma Gemilang. ( Cheng Li Ming Ming)
Artinya umat mampu mengamalkan perintah Tuhan (Tian). Paling tidak
ada lima sifat yang mampu diamalkan oleh umat, disebut sebagai Lima
Sifat Kekekalan / Lima Sifat Mulia (Wu Cang). Setiap umat mempunyai
kemampuan untuk mengamalkan firman Gemilang. Umat bukannya
diwajibkan saja, tetapi mempunyai kemampuan untuk melaksanakan
kewajiban tersebut.
d. Sepenuh Iman Percaya adanya nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
Artinya umat mengakui adanya nyawa dan roh pada dirinya. Nyawa
merupakan kebutuhan jasmani saja, sedangkan roh merupakan kebutuhan
rohani. Setiap umat tidak hanya memenuhi kebutuhan jasmani saja namun
juga rohani. Oleh karena itu, manusia harus memenhi kebutuhan rohaninya
melalui agama dan belajar. Ketika manusia meninggal, maka rohnya tetap
hidup.
e. Sepenuh iman memupuk cita bakti (Cheng Yang Xiao Shi)
Artinya umat berbakti kepada kedua orang tua dan leluhurnya. Sekalipun
orang tua atau leluhurnya telah meninggal dunia, bakti tetap dilakukan.
Orang tua mempunyai status yang sangat penting bagi anak-anaknya
karena mereka lahir di dunia melalui perantara orang tuanya. Peran orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tua sangat penting itu menjadikan anak wajib berbakti kepada orang
tuanya, termasuk leluhurnya.
f. Sepenuh iman mengikuti genta Rohani Nabi Khong Cu (Chen Sun Mu
Duo)
Artinya umat mengakui bahwa Nabi Khong Cu adalah utusan Tian
(Tuhan) yang bertugas menyampaikan kabar dari Nya (agama).
g. Sepenuh iman memuliakan Kitab Su Sid an Kitab Ngi King (Cheng Qin
Jing Shu)
Artinya umat mengakui kitab Shi Su Kitab Wu Jing sebagai kitab
Sucinya. Umat mempelajari dan mengamalkan ajaran-ajaran yang
terkandung di dalamnya.
h. Sepenuh iman menempuh jalan suci dan mengamalkannya.(Cheng Xing
Da Dao)
Artinya umat menerapkan watak dasar manusia yang aslinya baik adanya
dalam kehidupannya sehari-hari sesuai dengan ajaran agama yang
disampaikan Nabi Khong Cu.
Kitab Suci
Kitab Suci adalah pedoman dalam suatu agama untuk diterapkan
dalam kehidupan sehari hari. Semua yang ada di bumi ini telah diatur dalam
kitab Suci. Dari mulai cara berbakti pada orang tua, beribadah, tentang
pahala, dosa, kabaikan dan kejahatan, adanya sorga dan neraka dan lain-lain
yang fungsinya untuk mengatur kehidupan beragama di dunia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Agama Khonghucu juga mempunyai kitab suci seperti halnya
agama lain yang ada di Indonesia. Dalam kitab suci terkandung ajaran moral
yang dijadikan pandangan hidup bagi para pengikutnya. Disamping itu kitab
suci ini sangat dihormati dan dijaga keasliannya.
Kitab suci Khonghucu sampai pada bentuknya yang sekarang ini
mempunyai masa perkembangan yang panjang. Kitab suci tertua berasal dari
Raja Suci Giau (2357-2255 SM) dan yang termuda ditulis oleh Bing Cu,
meliputi sekitar 2000 tahun.
Dalam Agama Khonghucu terdapat 2 kitab suci. Namun kitab
pokok yang digunakan adalah Kitab Shi Su (Kitab yang empat), berisi ajaran
Nabi Khong Cu, yang dibukukan oleh muridnya dan dipertegas oleh Bing Cu.
Selain itu ada lagi Kitab Wu Jing, yaitu kitab yang mendasari inti agama
Khonghucu yang berasal dari para Nabi purba yang diterima langsung dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Keluarga
Arti keluarga
Menurut Tirtaraharja dalam Asih Wiyati (2000)
“Keluarga adalah kelompok primer yang terdiri atas sejumlah orang, karena hubungan semenda dan sedarah. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak”(Asih Wiyati, 2000: 25), Menurut Iver dan Page (dalam bukunya Khairudin.1997:3)
“Family is a group defined by sex reletionship sufficiently precise and enduring to provide for the procreation and bringging of children.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jadi keluarga merupakan kelompok yang dibatasi hubungan seksual yang
bertujuan memenuhi kebutuhan hidup secara tepat dan dapat bertahan serta
dapat menghasilkan dan mendidik anak.(Su’adah, 2005:22)
Sedangkan Elliot and Merrile mengemukakan tentang keluarga
“Family is agroup of two or more persons residing together who are related by blood, mariage, or adoption.” Jadi keluarga adalah kelompok yang terdiri dari 2 atau lebih orang yang
tinggal bersama, dimana memiliki hubungan darah, pernikahan atu hubungan
pengangkatan. .(Su’adah, 2005:22)
Bogardus mengatakan tentang keluarga sebagai berikut:
“The family is a small social group, normally composed of a father, a mother, and one or more children, in which affection and responsibility are equitably shared and in which the children are reared to become self controlled and social motivated.”
Jadi keluarga adalah kelompok kecil di masyarakat yang terdiri dari ayah,
ibu, dan satu atau lebih anak, dimanakasih sayang dan tanggung jawab dibagi
secara adil serta menghasilkan anak yang dapat mengandalikan diri dan
manjadi individu yang memiliki motivasi di masyarakat. .(Su’adah, 2005:22).
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa keluarga merupakan
sekelompok orang yang terikat dalam perkawinan atau hubungan darah yang
terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang didik dan diberikan kasih sayang
secara adil yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Ciri keluarga
Menurut Iver dan Page (Khairudin, 1997:6) ciri–ciri umum keluarga
meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan
dengan hubungan perkawinan yang dibentuk dan dipelihara.
3. Suatu sistem tata norma termasuk perhitungan garis keturunan.
4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota kelompok yang
mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan ekonomi yang berkaitan
dengan kemampuan mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau
bagaimanapun tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok
keluarga.
Menurut Khairudin, 1997:8 ciri penjelasan dalam keluarga yaitu:
1. Kebersamaan,keluarga merupakan bentuk yang paling universal diantara
bentuk organisasi sosial lainnya dan dapat ditemukan dalam suatu
masyarakat.
2. Dasar emosional, hal ini didasarkan pada suatu kompleks dorongan sangat
mendalam dari sifat organis kita seperti perkawinan.
3. Pengaruh perkembangan,hal ini merupakan lingkungan kemasyarakatan
yang paling awal dari semua bentuk kehidupan yang lebih tinggi, termasuk
manusia dan pengaruh perkembangan yang paling besar dalam kehidupan,
dalam kesadaran hidup yang mana merupakan sumbernya. Pada khususnya
hal ini membentuk karakter individu lewat pengaruh kebiasaan organis
maupun mental.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Ukuran yang terbatas, keluarga merupakan kelompok yang terbatas
ukurannya yang dibatasi oleh kondisi biologis yang tidak dapat lebh tanpa
kehilangan patriarkal, struktur sosial secara keseluruhan dibentuk dari
satuan keluarga.
5. Tanggung jawab para anggota, keluarga memiliki tuntutan yang lebih
besar dan kontinyu dari pada yang biasa dilakukan oleh asosiasi lainnya.
Pada masa krisis manusia mungkin bekerja, berperang dan mati demi
negara mereka. Tetapi mereka harus membanting tulang sepanjang
hidupnya demi keluarga.
6. Aturan kemasyarakatan, hal ini khususnya terjaga dengan adanya hal-hal
yang tabu di dalam masyarakat dan aturan-aturan yang sah yang dengan
kaku menentukan kondisi-kondisinya.
7. Sifat kekekalan dan kesetaraan, sebagai instruksi, keluarga merupakan
suatu yang demikian permanen dan universal, dan sebagai asosiasi
merupakan organisasi menjadi terkelompok disekitar keluarga yang
menuntut perhatian khusus.
Macam keluarga
Menurut Vembriarto (1993:49) keluarga dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Keluarga Inti (nuclear family)
Yaitu keluarga yang terdiri dari suami istri dan anak-anak.
2. Keluarga yang diperluas (extended family)
Yaitu keluarga selain ada suami, istri dan anak-anak, juga terdapat nenek,
kakek, paman, bibi, kemenakan, dan saudara-saudara lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pada umumnya keluarga- keluarga yang ada di pulau jawa terutama di
pedesaan berbentuk extended famili, karena satu keluarga terdiri atas keluarga
inti yang ditambah dengan kakek, nenek, paman, bibi, kemenakan dan saudara-
saudara lainnya.
Sedangkan menurut Vembriarto dalam bukunya mengatakan bahwa
“keluarga sebagai tempat individu dilahirkan dan mengalami proses sosialisasi disebut keluarga orientasi. Sedangkan keluarga yang dibentuk melalui perkawinan dan anak-anak sebagai hasil perkawinannya disebut keluarga prokreasi. Keanggotaan individu mula-mula adalah dalam keluarga orientasi, kemunduran karena perkawinan, beralih kepada keluarga prokreasi.”
Fungsi keluarga
Dalam sebuah keluarga selalu memiliki fungsi yang secara langsung
maupun tidak langsung memberikan informasi serta menjadi sosialisasi awal
dalam sebuah kelompok paling kecil yang ada di masyarakat. Keluarga
berfungsi sebagai tempat sosialisasi yang utama bagi anak untuk menanamkan
suatu pengendalian sosial dalam keluarga, suatu kesatuan antara sistem yang
kurang baik adalah menanamkan kepada anak-anak untuk mencapai suatu
kesalahan.
Bagi anak-anak, keluarga adalah fakta penting yang berguna untuk
membentuk kepribadiannya. Keluarga dapat memberikan identitas dalam
kelompok, membawa persetujuan dari teman-temannya dan mengajarkan
kepadanya untuk mengetahui perasaan untuk saling memberi dan meneriman
dengan orang yang lain. Artinya, keluarga memberikan cara kebiasaan
kepadanya untuk kelangsungan hidupnya, dan menganjurkan untuk terampil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebagai bahasa dan pengalaman dengan lingkungannya, dimana hal tersebut
sangat perlu bagi keberhasilan untuk masa depannya.
Bagi orang tua keluarga membawa perubahan dari perhatian, kepuasan
emosi dimana akan sangat berharga bagi saat hidup yang terakhir, suatu
tanggung jawab, dan kegembiraan bagi kehidupan yang baru serta kepribadian
yang baru.
Namun pada dasarnya menurut Horton (1993:274-279) keluarga
mempunyai fungsi pokok yaitu:
1. Fungsi pengaturan sosial.
Keluarga berfungsi sebagai lembaga pokok yang merupakan wahana bagi
masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan kepuasan keinginan
seksual
2. Fungsi seksual
Yaitu fungsi keluarga untuk memproduksi anak atau melahirkan anak.
3. Fungsi Afeksi
Fungsi ini merupakan sebuah kebutuhan dasar yang dimiliki manusia yaitu
berupa rasa kasih sayang baik itu kepada istri, suami, anak ataupun dengan
keluarga yang lain.
Menurut Khairudin (1990) fungsi pokok keluarga meliputi:
a. Fungsi biologis Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak. Fungsi biologis
orang tua ialah melahirkan anak. Fungsi ini adalah dasar kelangsungan hidup masyarakat. Bagi pasangan suami istri, fungsi ini untuk memenuhi kebutuhan seksual dan mendapat keturunan.
Fungsi ini memberikan kesempatan hidup bagi setiap anggotanya. Keluarga disini menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan dengan syarat tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Fungsi Afeksi Dalam keluarga terjadi hubungan sosial yang penuh dengan
kemesraan dan afeksi. Hubungan afeksi ini tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan. Dari hubungan cinta kasih ini lahirlah hubungan persaudaraan, persahabatan, kebiasaan, identifikasi, persamaan pandangan mengenai nilai dasar. Dasar cinta kasih dan hubungan afeksi ini merupakan aktor penting bagi pribadi anak. Masyarakat yang impersonal, sekuler dan asing, pribadi sangat membutuhkan hubungan afeksi seperti yang terdapat dalam keluarga, suasana afeksi terdapat dalam institusi sosial yang lain.
c. Fungsi pendidikan Fungsi pendidikan mengharuskan setiap orang tua untuk
mengkondisikan kehidupan keluarga menjadi situasi pendidikan, sehingga terdapat proses saling belajar diantara anggota keluarga. Dalam situasi ini orang tua menjadi pemegang peranan utama dala proses pembelajaran anak-anaknya, terutama dikala mereka belum dewasa. Kegiatan tersebut antara lain melalui asuhan, bimbingan, contoh dan teladan,
d. Fungsi beragama Fungsi beragama berkaitan dengan kewajiban orang tua untuk mengenalkan, membimbing, memberi tauladan dan melibatkan anak serta anggota keluarga lainnya mengenai kaidah agama dan perilaku keagamaan. Fungsi ini mengharuskan orang tua, sabagai seorang tokoh inti dan panutan dan keluarga, untuk menciptakan iklim keagamaan dalam kehidupan keluargannya.
e. Fungsi perlindungan Fungsi perlindungan dalam keluarga inilah untuk menjaga dan memelihara anak dan anggota keluarga lainnya dari tindakan negatif yang mungkin timbul. Baik dari dalam maupun dari luar kehidupan keluarga. Kita memberikan pendidikan kepada anak dan anggota keluarga lainnya berarti memberikan perlindungan secara mental dan non moral, disamping perlindungan yang bersifat fisik bagi kelanjutan hidup orang-orang yang ada dalam keluarga itu. Secara fisik keluarga harus melindungi anggotanya supaya tidak kelaparan, kehausan, kedinginan, kepanasan, kesakitan dan lain-lainnya.
f. Fungsi sosialisasi Fungsi sosialisasi ini menunjuk peranan keluarga dalam membentuk kepribadia anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga itu anak mempelajari pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadiannya. Fungsi sosialisasi berkaitan dengan mempersiapkan anak untuk menjadi anggota masyarakat yang baik. Dalam melaksanakan fungsi ini, keluarga berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak dengan sosial dan norma – norma sosial, sehingga kehidupan disekitarnya dapat dimengerti oleh anak, dan pada gilirannya anak dapat berpikir dan berbuat positif di dalam dan terhadap lingkungannya. Lingkungan yang mendukung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sosialisasi anak antara lain tersedianya lembaga-lembaga dan sarana-sarana pendidikan serta keagamaan.
g. Fungsi kasih sayang Dalam fungsi ini keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan batin yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status dan peranan sosial masing-masing dalam kehidupan keluarga itu. Ikatan batin yang dalam dan kuat ini, harus dapat dirasakan oleh setiap anggota keluarga sebagai bentuk kasih sayang. Dalm suasana yang penuh kerukunan, keakraban, kerjasama dalam menghadapi berbagi masalah dan persoalan hidup. Keadaan ini menjadi ciri dari kehidupan yang sejahtera dan bahagia.
h. Fungsi ekonomis Fungsi ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan kesatuan ekonomis. Aktivitas dalam fungsi ekonomis berkaitan dengan pencarian nafkah, pembinaan usaha, dan perencanaan anggaran biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya keluarga. Pelaksanaan fungsi ini oleh dan untuk keluarga dan dapat meningkatkan pengertian dan tanggung jawab bersama para anggota keluarga dalam kegiatan ekonomi
i. Fungsi Rekreatif Fungsi ini tidak harus dalam membentuk kemewahan, serba ada, dan pesta pora, melainkan melalui penciptaan suasana kehidupan yang tenang dan harmonis didalam keluarga. Suasana rekreatif akan dialami oleh anak dan anggota keluarga lainnya apabila dala kehidupan keluarga itu terdapat perasaan damai , jauh dari ketegangan batin dan pada saat tertentu merasakan kehidupan bebas dari kesibukan sehari-hari. Disamping itu fungsi rekreatif dapat menciptakan pula di luar rumah tangga, seperti mengadakan kunjunagan ke tempat-tempat yang bermakna bagi keluarga.
j. Fungsi Status Keluarga Fungsi ini dapat dicapai bila keluarga telah menjalankan fungsinya yang lain. Fungsi keluarga ini menunjukkan pada kadar kedudukan (status) keluarga dibanding dengan keluarga lainnya. Status ini terungkap dari pernyataan orang tentang status seseorang atau keluarganya. Keluarga merupakan sistem sosial yang terdiri dari beberapa subsistem yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Subsistem dalam keluarga adalah fungsi-fungsi hubungan antar anggota keluarga yang ada dalam keluarga, seperti fungsi hubungan ayah dan ibu, anak dengan ayah, anak dengan ibu, dan sebagainya. Di dalam keluarga berlaku hubungan timbal balik antara para anggotanyadan juga antar para anggota keluarga, mempunyai status dan peran yang sesuai dengan status tersebut. (Khairudin ,1990:59-65)
Timbul persoalan lebih lanjut, siapakah yang mempunyai tanggung
jawab untuk mendidik dan menumbuhkan anak untuk menjadi manusia
seutuhnya. Menurut Moeljarto (1987: 35):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“ kiranya dapat dimengerti bahwa bagi anak dalam usia dini, learning
environtment yang pertama dan utama adalah keluarga dengan ibu sebagai
pusatnya. Keluarga, sebagai suatu sosio-biologis yang diikat oleh rasa asih,
asuh, tolong-menolong dan pembagian kerja diantara para anggotanya,
menduduki porsi strategis untuk menciptakan learning environtment yang
positif bagi tumbuh kembang anak”
Diantara anggota keluarga tadi, ayah, dan terutama ibu, menduduki
posisi yang strategis. Fungsi ayah jelas tak terbatas pada pencari nafkah. Ayah
sering mengejawantahkan figur yang menjadi simbol disiplin, kewibawaan
serta keadilan. Fungsi ayah dalam penanaman nilai –nilai agama juga sangat
besar, yakni sebagai tempat untuk contoh bagi anak-anaknya dalam
menjalankan semua kewajiban-kewajiban beragama.
Figur yang paling menentukan pribadi anak di kemudian hari adalah
ibu. Posisi strategis ibu dalam bentuk hubungan yang khusus antara anak dan
ibu. Terpisah jasmani ibu dan jasmani anak pada waktu kelahiran. Tidak
memutuskan emosional dan hubungan sosial antara keduanya. Ibu tetap
menjadi obyek lekat atau tambatan hati utama si anak. Melalui posisi ini
sosialisasi yang ada dalam keluarga bisa tersampaikan kepada anak melalui
proses yang ada. Termasuk juga sosialisasi dalam kehidupan beragama yang
secara tidak langsung mulai ditanamkan orang tua terutama ibu sejak usia dini
sehingga menjadikan individu yang diharapkan.
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang
bertujuan mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu.
Kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif ,
yaitu apa yang dinyatakan secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang
nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai suasana yang utuh. Jadi penelitian
deskriptif kualitatif studi kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara
rinci dan mendalam terhadap suatu permasalahan.
Dalam hal ini penelitian ini membahas adanya agama Khonghucu
yang dahulu merupakan agama di Dataran China (Tiongkok) yang datang ke
Indonesia pada beberapa abad yang lalu yang diterima oleh Bangsa kita,
namun ketika Orde baru ada agama ini dilarang untuk melakukan berbagai
aktivitasnya termasuk kegiatan beribadah dan perayaan hari besar agama
Khonghucu. Dengan kondisi demikian bagaimana perkembangannya
sekarang serta bagaimana agama ini disosialisasikan dalam sebuah keluarga
Khonghucu setelah kembali diresmikannya agama ini sebagai agama yang
resmi di Negara Indonesia.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Surakarta, Provinsi Jawa
Tengah. Penulis memilih Kota Surakarta dengan alasan Kota Surakarta
mempunyai hubungan sejarah yang sangat penting dalam perkembangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
agama Khonghucu. Selain itu, ada beberapa tokoh, terutama Rohaniawan
agama Khonghucu yang berdomisili di Kota Surakarta dan juga keberadaan
Lithang Gerbang Kebajikan (tempat ibadah agama Khonghucu yang berada di
daerah Jagalan) yang begitu penting untuk ritual peribadatan dan kegiatan
lainnya
3. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penelitian kualitatif secara umum dapat
dikelompokkan dalam 2 cara, yaitu metode atau tehnik pengumpulan data
yang bersifat interaktif (wawancara mendalam, observasi berperan dalam
beberapa tingkatan dan FGD (Focus Group Discussion) dan non interaktif
(kuisioner, mencatat dokumen atau arsip dan juga observasi tak berperan)
(J.P.Goetz dan M.D. Le Comte, 1984)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara secara
mendalam dan observasi tak berperan , sedang metode noninteraktif penulis
menggunakan catatan dokumen.
4. Tehnik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan
kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang dianggap oleh peneliti
dapat memberikan informasi secara mendalam dan dapat dipercaya. Bahkan
dalam proses pelaksanan pengumpulan data, pilihan informasi dapat
berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dan
memperoleh informasi. Dalam penelitian ini informan yang dipilih hanya
beberapa saja yang benar-benar dianggap mengetahui masalah ini dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mempunyai informasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pemuka
agama Khonghucu dan keluarga penganut agama Khonghucu.
Penulis juga menggunakan Time Sampling, yakni waktu yang tepat
untuk mendapatkan informasi yang sangat bermanfaat. Dari pilihan waktu
tersebut, penulis dapat mendapatkan sejumlah informasi yang terkadang tidak
bisa didapatkan di waktu biasanya. Misalnya Sembayang Tangcik, Kelahiran
Nabi Khonghucu, waktu-waktu kebaktian. Peneliti juga memilih waktu yang
tepat agar tidak menggangu kesibukan para informan.
5. Tehnik Analisis Data
Dalam proses analisi terdapat tiga komponen utama yang harus benar-
benar dipahami oleh peneliti kualitatif. Tiga komponen utama tersebut adalah
a. Reduksi data
b. Sajian Data
c. Penarikan Kesimpulan serta verifikasi.
Tiga komponen tersebut terlibat dalam proses analisis dan saling
berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis. Selain itu tiga komponen
analisis tersebut aktivitasnya dapat dilakukan dengan cara interaksi, baik
antar komponennya. Dalam bentuk penelitian ini penelitian tetap bergerak
diantara tiga komponen analisi dengan proses pengumpulan data selama
kegiatan pengumpulan data berlangsung.
6. Validitas Data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Trianggulasi data merupakan tehnik yang didasari pola pikir
fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik satu
simpulan yang mantap diperlukan tidak hanya satu cara pandang.
Dalam penelitian ini, penulis lebih banyak dan cenderung untuk
menggunakan Trianggulasi sumber dalam penelitian ini. Caranya dengan
menggali informasi sedalam-dalamnya dari informan dari satu narasumber
tertentu, dari kondisi lokasinya, dari aktifitas yang menggambarkan perilaku
orang atau warga masyarakatnya dan dari arsip-arsip yang ada yang dapat
menguatkan informasi yang ada yang sesuai dengan yang dimaksudkan oleh
penulis. Fungsi trianggulasi ini adalah untuk memeriksa serta
membandingkan informasi yang diperoleh pada saat ada di lapangan yang
dalam penelitian ini berasal dari rohaniawan, orang tua dan anak.
BAB II
DESKRIPSI LOKASI
A. KOTA SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Surakarta. Surakarta
(sering disebut dengan Solo atau Sala) merupakan sebuah kotamadya dan
sekarang telah menjadi kota besar di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.
Kota Surakarta merupakan daratan rendah dengan ketinggian kurang lebih
92 meter di atas permukaan laut, secara geografis berbatasan :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Boyolali.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Sukoharjo.
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten
Karanganyar.
Di Indonesia, Surakarta merupakan kota peringkat kesepuluh kota
terbesar (setelah Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Makasar,
Denpasar, Palembang, dan Yogyakarta).
Surakarta dibagi menjadi 5 kecamatan. Setiap kecamatan dibagi
menjadi kelurahan, dan setiap kelurahan dibagi menjadi kampung-
kampung yang kurang lebih setara dengan Rukun Warga (RW). Kota
Surakarta yang seluas 44,06km2 yang terbagi dalam lima kecamatan
sebagai berikut:
1. Kecamatan Banjarsari.
2. Kecamatan Jebres.
3. Kecamatam Laweyan.
49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Kecamatan Serengan.
5. Kecamatan Pasar Kliwon.
Sedangkan jumlah penduduk Kota Surakarta menurut agama yang
dianut 2008. Dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Jumlah penganut agama yang ada di kota Surakarta menurut agama
dan kecamatan
Kecamatan Islam Katholik Protestan Budha Hindu Khonghucu Jumlah
Laweyan 87.937 10.494 10.460 531 427 0 109.849
Serengan 49.380 7.405 6.631 132 97 0 63.645
Ps. Kliwon 67.757 10.055 9.318 734 163 0 88.027
Jebres 94.420 24.185 21.304 879 1.868 359 143.015
Banjarsari 138.927 28.240 24.969 1.650 644 2 194.432
Jumlah 438.421 80.379 72.682 3.926 3.199 361 598.968
Sumber : Departeman Agama Kota Surakarta tahun 2008
Berikut ini merupakan tempat ibadah yang ada di Kota Surakarta pada
tahun 2006-2008 menurut jenis dan kecamatan. Selengkapnya dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Kecamatan masjid Gereja
Katolik
Gereja
Kristen Kuil/Vihara/Klenteng
Surau/
langgar/
Mushola
Laweyan 183 2 20 2 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Serengan 43 0 7 0 2
Pasar Kliwon 79 13 0 0 23
Jebres 83 1 55 3 74
Banjarsari 117 1 56 4 57
Jumlah 505 17 138 9 214
2007 502 5 166 6 307
2006 460 5 165 6 132/175
Sumber : BPS Surakarta tahun 2008 ( Surakarta dalam Angka 2008)
B. Umat Khonghucu di Surakarta
Ketiadaan umat Khonghucu dalam daftar statistik di atas bukan
merupakan indikator mutlak eksistensi agama dan umat Khonghucu di
Surakarta, serta kurangnya sosialisasi para orang tua agar anaknya tetap
menggunakan agama Khonghucu ini hingga akhir hayat. Ritual
peribadatan yang berlangsung pada tempat ibadah (Lithang Gerbang
Kebajikan, yang terletak di daerah Jagalan, Solo). Masih tampak dua
hingga tiga puluhan umat yang dengan tekun dan khidmad mengikuti
kebaktian yang dilaksanakn setiap pagi, sebagian besar memang berusi
diatas 50 tahunan atau telah lanjut usiayang bertolak belakang dengan
decade 60-an. Saat itu, umat yang mengikuti kebaktian memenuhi Lithang,
bahkan hingga halaman.
Minimnya umat ini juga tidak lepas dari Kebijakan Era Orde Baru.
Misalnya Inpres no. 14/1967 yang melarang segala bentuk agama,
kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa dan Surat Edaran Mentri Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Negeri no.477 tanggal 18 November 1978 yang mengakui agama resmi
Negara (tanpa Khonghucu). Kedua kebijakan politik ini secara nyata telah
menekan kebebasan baragama bagi warga Negara. Selain bertentangan
dengan HAM, kebijakan tersebut secara jelas juga bertolak belakang
dengan Pasal 29 ayat 2 tentang jaminan kebebasan beragama dan
beribadah oleh Negara. Akibatnya adalah umat Khonghucu terpaksa
pindah ke agama lain (konversi) agar tidak mendapat level atheis, untuk
memenuhi keperluan pendidikan (ijasah) dan masalah kepandudukan
(identitas). Tidak bisa dipungkiri bahwa kbijakan politik mempunyai
pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkambangan agama
Khonghucu.
Pengakuan kembali terhadap agama Khonghucu yang diatur dalam
Kepres no. 6/2000 memberikan kesempatan lagi untuk berkembang.
Begitu juga dengan Kepres no. 19/2002 yang menjadikan Hari Raya Imlek
sebagai libur nasional. Pengakuan kembali secra formal ini telah
memberikan harapan yang begitu besar bagi agama Khonghucu. Dengan
ditetapkannya Imlek sebagai hari raya bagi agama Khonghucu benar-benar
telah diakui secara syah dan legal sebagai agama ke-enam.
Melalui MAKIN Solo yang merupakan lembaga keagamaan daerah
Tingkat II, mimbar agama Khonghucu dapat dilakukan melalui beberapa
media massa. Selain kebaktian yang dilakukan secara rutin setiap minggu
pagi di Lithang Gerbang Kebajikan, MAKIN Solo juga menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
media elektronik untuk sarana sosialisasi. Misalnya melalui radio lokal dan
televisi yaitu:
1. Radio PTPN Solo dalam Mimbar Agama Khonghucu setiap hari
Selasa Pukul 5 pagi.
2. Radio Satu Nama Jogja dalam kegiatan yang sama, setiap Rabu.
Dengan menggunakan pengantar Bahasa Jawa.
3. Jogja TV, setiap Selasa pukul 6 sore.
4. TVRI Pusat, pada Sabtu minggu ke 5, pukul 07.30 WIB.
Selain jangkauan yang luas ke seluruh Nusantara, TV juga profit
oriented jika dibandingkan dengan televisi swasta Nasional sehingga dapat
menayangkan Mimbar agama, termasuk agama Khonghucu yang telah
resmi kembali menjadi resmi di Negara kita.
Kebersamaan internal sesama umat juga dijaga dengan sangat baik,
meskipun jumlah umat sangat terbatas. Misalnya setiap akhir bulan,
segenap umat akan merayakan hari ulang tahun atau peringatan pernikahan
sesama umat pada setiap bulan tersebut. Kegiatan semacam ini jelas sangat
bermanfaat, terutama internal. Umat Khonghucu dapat lebih saling
mengenal dan akrab satu dengan yang lain. Pada akhir kebaktian, segenap
umat mengucapkan selamat dan memanjatkan doa bagi mereka yang
merayakan ulang tahun dan peringatan pernikahannya. Umat Khonghucu
juga mempunyai program arisan yang bermanfaat secara ekonomi.
C. Susunan Pengurus MAKIN Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MAKIN adalah organisasi keagamaan Khonghucu yang berada di
Surakarta yaang mengatur dan mengelola segala hal yang kaitan dengan
peribadatan Agama Khonghucu. Dalam agama Khonghucu terdapat
susunan pengurus yakni:
SUSUNAN PENGURUS MAKIN
PERIODE 2008 - 2011
Dewan Majelis Dewan Sesepuh
Dewan Rohaniawan
Wali Pengasuh Lithang
Bagian Songsu Kebaktian Umum
Kebaktian Anak
KETUA
Sekretaris Bendaharaa
Seksi Wakin Seksi Pakin Seksi Pendidikan
Seksi Olahraga & Kesenian
Penilik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ket. :
1. Dewan Majelis : adalah Rapat Umum Anggota yang
diselenggarakan setiap 4 tahun sekali yang bertugas memilih
kepengurusan yang baru.
2. Dewan Sesepuh : adalah Kelompok yang di tuakan (para Zhang
Lo), bertugas sebagai Dewan Penasehat, Terdiri atas:
v Zhanglo (Zl) Mulyo Widodo (Kam Kiem Hwat)
v Zhanglo (Zl) Mulyo Darsono (Nian Ing Siang)
v Zhanglo (Zl) Ny. Go Gwat Sie.
v Zhanglo (Zl) Ny. Oei Erly.
3. Dewan Rohaniawan : adalah Kelompok rohaniawan yaitu Xue Shi
(Xs/Pendeta), Ws (Wenshi/ Guru Agama) dan Jiao Sheng
(Js/Penebar Agama) diketuai oleh Xie Shi (Xs. Tjhie Tjay Ing),
membawahi:
a. Wali Pengasuh Lithang
Penanggung jawab rumah ibadah dengan segala kegiatannya
seperti persembahyangan, upacara perkawinan dll. Personal
yang ditugaskan Ws. Adjie Chandra (Go Djien Tjwan).
b. Bagian Songsu
Yaitu kegiatan pelayanan upacara kematian.
c. Kebaktian Umum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Peribadatan yang dilaksanakan setiap Hari Minggu jam
09.00WIB dan Ibadah setiap 1 dan 15 Imlek jam 19 Malam,
penanggung jawab Js.Purwani (Tan Kiong Nio).
d. Peribadatan untuk anak
Peribadatan untuk murid-murid TK dan SD dilaksanakan setiap
Minggu jam 07.00-08.30 WIB, sebagai penanggung jawab Dao
Qin (disingkat Dq) atau pengurus beragama Khonghucu Piong
Sunarto.
Dalam kepengurusan Makin terdapat :
Ketua ( Henry Susanto atau Ang Tjie Liang)
Bertugas mengatur dan memimpin segala yang ada dalam organisasi
ini.
Sekertaris ( Julius Wiryadinata atau Liem Giok Bing )
Bertugas dalam hal surat menyurat dan dalam administrasi di dalam
organisasi.
Bendahara ( Dian Subagio atau Khoe Liong Gioe )
Bertugas mengurusi segala sesuatu yang berhubungan dengan
keuangan organisasi.
Penilik ( Ir. Agus Hartono atau Lo Kwok Kwang )
Bertugas memantau segala kegiatan dan administrasi serta kegiatan
pelaporan keuangan.
Dibawah dari ketua terdapat beberapa macam seksi yaitu:
a. Seksi WAKIN ( Oentari atau Oei oen Nio )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Yaitu kegiatan para ibu (WAKIN singkatan dari Wanita Agama
Khonghucu Indonesia)
b. Seksi PAKIN ( Phiong Sunarto )
Yaitu kegiatan para remaja/pemuda (PAKIN singkatan dari
Pemuda Agama Khonghucu Indonesia)
c. Seksi Pendidikan ( Mulyo Widodo atau Kam Kiem Hwat )
Yaitu kegiatan pendalaman Kitab suci dan pelajaran keagamaan
juga pendidikan etika moral dan budi pekerti murid Tripusaka .
d. Seksi Olahraga dan Kesenian ( Heru Subianto )
Yaitu kegiatan olahraga barongsai, senam Tai Chi juga tenis meja
dll.
Dalam kegiatannya Terdapat Yayasan Tripusaka yang bergerak di
bidang pendidikan yang membawahi sekolah dari Taman Kanak-kanak
hingga Sekolah Menengah Atas dan memiliki sistem kepengurusan
tersendiri. Awalnya sekolah ini mengkhususkan dalam pendidikan
yang berlandaskan agama Khonghucu namun karena pada masa Orde
Baru dengan dilarangnya segala bentuk pengajaran, perayaan dan
kegiatan peribadatan agama Khonghucu maka agama non Khonghucu
juga mulai diajarkan. Dan mulai saat kembali disahkannya agama
Khonghucu ini Yayasan Tripusaka sudah tidak mengkhususkan lagi
untuk Penganut agama Khonghucu dan mulai mencari profit untuk
kelangsungan orgaisasi. Dalam organisasi tersebut terdapat pengurus
di luar Makin yang mengelola, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ketua : Bpk. Ong Tjay Thian
Wakil : Bpk. Agung Rudianto
Sekertaris : Bpk. Ir. Onggo Tjandra Libawan
Anggota : Bpk. HM. Himawan
Bpk. Js. Agus Marsono
Bpk. Hasan Suwidji
Bpk. Js. Heru Subianto
Pelaksana : Bpk. Ws. Adjie Chandra
D. Sejarah Agama Khonghucu di Kota Surakarta
Perkembangan dan hubungan sejarah agama tertentu biasanya
terkait dengan daerah atau wilayah tertentu. Selain Jakarta ( Batavia) yang
mempunyai peranan penting dalam perkembangan awal agama
Khonghucu, kota Solo juga menyandang predikat yang serupa. Jika dulu
Batavia dibentuk Tionghoa Hwee Koau (THHK) sebagai organisasi
perintis agama Khonghucu pada tahun 1900. yang kemudian disusul
dengan berdirinya Kong Kauw Hwee di Solo pada tahun 1918. Bahkan
sejak berdirinya Kong Kauw Hwee di Solo, Kota Solo mencatat sejarah
panjang yang berkaitan dengan perkembangan agama Khonghucu,
misalnya:
1. Pada tahun 1918 didirikan Khong Kauw Hwee sebagai Lembaga
agama Khonghucu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Pada 11-12 Desember 1954 diselenggarakan Konfrensi antar tokoh
agama Khonghucu di Kota Surakarta.
3. Pada 16 April 1955 Solo ditetapkan sebagai Badan Pusat Lembaga
agama Khonghucu (sekarang disebut MATAKIN – Majelis Tinggi
Agama Khonghucu) dengan nama Perserikatan Khung Chiao Hui
Indonesia (PKHCI).
4. Pada 6-7 Juli 1957, Konggres I PKCHI diselenggarakan di Solo.
5. Pada 14-16 Juli 1961 konggres IV PKCHI juga diselenggarakan di
Solo. Salah satu keputusannya menetapkan Solo sebagai pusat
kedudukan PKCHI (diubah menjadi LAKSI-Lembaga Sang
Khong Cu Indonesia) untuk periode 1961-1963.
6. Pada 22-23 Desember 1963 di Solo diselenggarakan Konfrensi,
salah satun hasilnya adalah mengubah LAKSI menjadi GAPAKSI
(Gabungan Perkumpulan Agama Khonghucu se-Indonesia).
7. Pada 23-27 Agustus 1967 Konggres VI GAPAKSI juga
diselenggarakan di Solo.
8. Pada 4-5 Desember 1969 Musyawarah nasional (MUNAS) II
dilakukan di Solo.
9. Pada 18-10 Maret 1971 juga diselenggarakan Musyawarah Kerja
Umat Khonghucu seluruh Indonesia (MUKERNAS)I di Solo.
10. Demikian pada konggres VIII di Semarang menetapkan Solo
sebagai kedudukan pusat MATAKIN untuk periode 1971-1975.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11. Pada 18- 21 Desember 2009 diselenggarakan Musyawarah Dewan
Rohaniwan. Dan pada malam tanggal 21 Desember juga yang
bertepatan dengan Sembayang Tang Cik, diangkat nya Hak Su
(rohaniawan tingkat atas) sebanyak 3 orang. 2 orang dari Solo dan
1 orang dari Manado, Bunsu (rohaniwan tingkat madya), dan
Kausing (rohaniwan tingkat pemula).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
PERKEMBANGAN DAN SOSIALISASI AGAMA KHONGHUCU
DI SURAKARTA
A. Perkembangan Agama Khonghucu di Indonesia
Dalam setiap agama pasti terdapat sejumlah umat yang mempraktikkan
ajaran-ajaran yang terkandung di dalam kitab sucinya namun adapula umat yang
hanya mengaku memilih suatu agama tanpa melakukan kewajiban, bahkan
melaksanakan apa yang ada dalam kitab suci pada agama yang dipercayai. Ketika
kita melakukan apa yang sudah menjadi kewajiban kita serta mengamalkan segala
yang ada alam kitab sucinya maka akan terdapat hubungan yang erat antara agama
dengan umat-Nya. Namun tidak jarang pula jumlah umat sebuah agama dapat
mengalami perubahan. Pada suatu ketika bertambah begitu banyak, namun pada
waktu berikutnya jumlah tersebut berkurang drastis. Perubahan jumlah umat
beragama dapat terjadi karena faktor internal yang berasal dari dalam umat sendiri
ataupun fakor eksternal yang berasal dari luar agama. Pengaruh internal bisa
disebabkan ketidaksesuaian agama tertentu dengan umat yang menganutnya.
Ketidaksesuaian ini menjadikan umat berpindah agama, sedang pengaruh
eksternal misalnya kebijakan politik yang mengekang perkembangan sebuah
agama dengan alasan tertentu yang membenarkan. Akibat pengekangan ini
perkembangan sebuah agama menjad terbatas dan pada akhirnya jumlah umatnya
secara tidak langsung mengalami penurunan baik dalam jumlah yang banyak
maupun sedikit.
61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Demikian juga sama dengan apa yang terjadi dengan agama Khonghucu
yang mengalami diskriminasi selama Orde Baru berkuasa sehingga jumlah umat
Khonghucu juga berkurang. Namun pada masa Reformasi dimana terjadi banyak
perubahan sosial, salah satunya adalah pengakuan kembali Khonghucu sebagai
salah satu agama resmi, agama Khonghucu mempunyai kesempatan kedua untuk
berkembang kembali dan melakukan segala kegiatan peribadatan serta perayaan
keagamaan lainnya.
Pada tahun 1956 berdasarkan survei yang dilakukan oleh Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) yang dimuat dalam Reporter no. 22 “Religion And Its
Followers Throughtout The World”, pemeluk Agama Khonghucu di seluruh dunia
mencapai 300.2890.500 orang, yaitu urutan ke-empat terbesar setelah agama
Katolik, Islam, dan Hindhu. Pemeluk Khonghucu tersebar sekurang-kurangnya di
empat benua, yaitu Asia, Amerika, Eropa, dan Australia.
Sedangkan di Indonesia, jumlah umat Khonghucu menjadi umat yang
minoritas yang jumlahnya tidak mencapai 1%, dan semuanya tersebar dari desa ke
kota yang ada di Indonesia secara turun-temurun, baik yang berasal dari keturunan
Tionghoa maupun suku-suku lain seperti Jawa, Sunda, Irian, Kalimantan,
Sulawesi serta pulau-pulau kecil lain yang ada di Indonesia.
Mengingat pentingnya peran keluarga, baik peranannya dalam sosialisasi
maupun kedudukannya dalam agama Khonghucu dapat dilihat melalui keluarga.
Keluarga yang menjadi kelompok primer bagi setiap individu pasti mempunyai
peran yang sangat penting dalam perkembangannya. Hampir bisa dipastikan
pilihan agama anak-anak dalam sebuah keluarga juga karena peran orang tua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Secara tidak langsung, orang tua sering kali menyarankan anak-anaknya untuk
memeluk agama yang mereka peluk. Misalnya dengan mengajaknya mengikuti
ritual peribadatan.
Agama Konghucu juga mengalami perkembangan yang unik. Pada masa
sebelum kemerdekaan, Khonghucu telah menjadi salah satu agama yang dianut
oleh sebagian penduduk Indonesia.
B. Perkembangan Agama Konghucu di Surakarta
Agama Khonghucu di Indonesia juga mengalami perkembangan yang
paling berbeda dengan agama lain yang resmi di Indonesia. Pada masa sebelum
kemerdekaan, Khonghucu telah menjadi salah satu agama yang dianut oleh
sebagian penduduk Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari beberapa bukti fisik yang
menunjukkan bahwa Khonghucu telah ada sebelum Negara Indonesia didirikan.
Beberapa tempat ibadah, seringkali disebut sebagai Klenteng, dan dapat dijumpai
di beberapa wilayah di Indonesia. Bahkan di daerah Semarang dengan Klenteng
Sam-Pho-Kong yang paling dikenal dan Surabaya, dimana tempat pertama agama
Khonghucu awal ada dan berkembang, yang mana jumlah Klenteng lebih banyak
daripada tempat-tempat lain dimasa itu. Sedangkan di beberapa daerah di Jawa
Barat masih banyak dijumpai umat Khonghucu, seperti Bogor dan Tangerang.
Namun pada masa Orde Baru terjadi titik balik dari perkembangan agama
Khonghucu. Produk hukum yang tidak mengakui Khonghucu sebagai agama,
maupun faktor kultural turut menghambat, bahkan mengekang perkembangan
agama Khonghucu. Dalam perkembangan yang serba sulit ini, jumlah umat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Khonghucu mengalami penurunan sangat signifikan, terutama pada generasi
muda. Memang masih ada umat Khonghucu yang dengan rajin mengikuti
berbagai kegiatan keagamaan, baik di Klenteng atau Lithang dan juga di rumah.
Pada masa Orde Baru, banyak umat Khonghucu yang harus berpindah ke
agama tertentu agar tidak mendapat label sebagai komunis atau atheis, maupun
untuk tujuan pendidikan dan data kependudukan. Namun dalam keseharian,
praktik agama Khonghucu tetap dijalankan secara berkelanjutan. Agama pilihan
yang lain hanya sebagai formalitas saja. (Jurnal Agama Khonghucu pada masa
Orde baru)
Dengan diakuinya kembali Khonghucu sebagai salah satu agama resmi
keenam dan ditetapkannya Imlek sebagai hari raya keagamaan, sebagai agama dan
memiliki kesempatan kedua serta memiliki harapan baru untuk berkembang lagi.
Namun demikian tantangan yang dihadapi juga lebih sulit dari sebelumnya. Juga
para penganutnya juga berjuang untuk memperoleh pengakuan. Sekarang agama
Khonghucu harus bisa mensejajarkan diri dengan agama-agama lain dalam
memberikan kontribusi positif bagi Negara dan Bangsa Indonesia.
Demikian juga yang terjadi di Surakarta dengan perkembangan agama
Khonghucu-nya. Surakarta yang menjadi kota yang berpengaruh dalam
berkembangan agama Khonghucu. Namun persebaran penganut di Surakarta tidak
sebesar yang ada di daerah-daerah lain, dan rata-rata penganutnya adalah
keturunan Tionghoa. Menurut data Departemen Agama Surakarta, tidak semua
penganut agama Khonghucu mencatatkan dirinya sebagai agama Khonghucu. Hal
ini terjadi karena dampak yang ditimbulkan pada masa Orde Baru yang melarang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
agama Khonghucu melakukan aktivitas. Sehingga mereka terpaksa berpindah
agama namun tetap melakukan peribadatan agama Khonghucu. Sedangkan agama
yang dianutnya dulu hanya sebagai formalitas saja.
“ Anak saya menganut agama Khonghucu, namun ketika sekolah, dia bersekolah di sekolah Katholik dan dalam sekolah dia mempelajari agama Katholik serta dalam daftar yang ada di sekolah dia beragama Katholik. Tapi ketika dia berada di rumah, dia tetap melakukan peribadatan agama Khonghucu. Sehingga ketika sekolah anak saya hanya sekedar mempelajari agama Katholik tapi agama yang dianutnya tetap Khonghucu” (Adjie Chandra, Desember 2009). Perkembangan agama Konghucu setelah dikembalikannya menjadi agama
resmi kembali membuat segala yang berhubungan dengan perayaan maupun
peribadatan agama menjadi sangat terbuka. Berbagai perayaan besar agama
Khonghucu juga dipertunjukkan dengan luas. Baik itu melalui media elektronik
maupun media cetak. Bahkan pada miniatur Indonesia yang ada di Taman Mini
Indonesia Indah juga terdapat tempat ibadah agama Khonghucu yang pada
perayaan Imlek ini terdapat perayaan besar-besaran yang diadakan di sana. Selain
perayaan Imlek dan peribadatan yang lain, masalah pendidikan agama Khonghucu
yang diajarkan di sekolah-sekolah juga mulai terbuka.
“ Beberapa hari yang lalu pihak Departemen Agama dan Dinas Pendidikan meminta Kita (pihak pengurus Makin) untuk meminta buku pedoman (semacam buku agama) serta pengajar untuk melengkapkan pendidikan kita. Padahal buku pedoman yang kita miliki untuk buku agama sekolah, kita tidak punya. Kalau pengajar, mungkin bisa kita sediakan. Kalau semacam buku agama seperti ini kan buatnya juga tidak gampang. Dan ini harus kita realisasikan, ini juga demi kepentingan agama juga. Jadi secara tidak langsung pemerintah juga memfasilitasi kita para penganut agama Khonghucu untuk mensosialisasikan agama ini, walaupun proses yang ada harus terhambat bahkan menghilangkan generasi pada saat era Orde Baru. Namun agama ini tetap kita pertahankan hingga kini disahkannya kembali menjadi agama resmi. (Hs. Indarto, 6 Desember 2009) Dari hal ini kita dapat lihat bahwa perhatian pemerintah tentang
perkembangan agama Khonghucu ini juga tidak sekedar memperbolehkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kegiatan peribadatan dan perayaannya saja namun juga tentang perhatian
pemerintah dalam sosialisasi agama Khonghucu lewat pendidikan. Walaupun
sampai sekarang hanya Yayasan Tripusaka yang mengajarkan agama Khonghucu.
Namun tidak disebut sebagai pelajaran agama Khonghucu. Mereka menyebut
dengan pendidikan etika. Dalam pendidikan ini mengajarkan berbagai macam
nilai-nilai yang ada dalam agama Khonghucu.
agama Khonghucu menjadi agama resmi ke 6 yang ada di Indonesia, dan
terbukalah pintu bagi umat Khonghucu untuk menjalankan semua yang aktivitas
keagamaan yang dahulu dilarang. Pemerintah juga membangun tempat
berkumpulnya orang-orang Tionghoa baik yang beragama Khonghucu maupun
non Khonghucu. Beserta arsitektur yang ada di dalamnya yang bernuansa China
tempat asal leluhur mereka. Berbagai kelengkapan yang bernuansa China juga
disediakan sehingga bisa mengurangi rasa kangen terhadap tanah kelahiran
leluhur.
Saat ini kaum Khonghucu juga sudah mulai diterima oleh masyarakat
dengan tidak membedakan ras. Hal ini terlihat dengan sudah adanya pengakuan
dari pemerintah tentang agama Khonghucu yang telah resmi masuk menjadi
identitas, (dalam KTP keterangan agama Khonghucu sudah bisa dimasukkan
dalam identitas secara resmi). Serta dalam identitas yang lain seperti kartu
kelahiran, Kartu keluarga dan kartu dalam instansi sekolah maupun kantor.
1. Jumlah Penganut Agama Khonghucu
Seperti yang disebutkan di awal bahwa agama Khonghucu telah ada
dan dipeluk sebagian penduduk Indonesia. Terutama pada masa sebelum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kemerdekaan hingga Orde Lama. Hingga saat ini belum ada data secara akurat
yang bisa dijadikan pijakan mengenai jumlah umat Khonghucu di Indonesia
namun untuk jumlah penganut agama Khonghucu di Surakarta yang
bersumber dari Departemen Agama sejumlah 361 orang. Jumlah yang ada di
Surakarta ini belum jumlah keseluruhan penganut agama Konghucu namun
hanya jumlah yang tercatat saja. Hal ini adanya pengaruh pembinaan agama
Khonghucu yang dilakukan dirumah serta serta sekolah-sekolah Tionghoa
yang mengajarkan agama Khonghucu. Artinya agama Khonghucu tidak hanya
keluarga namun juga sekolah.
Ketiadaan data mengenai jumlah umat Khonghucu ini juga disebabkan
oleh anggapan bahwa Khonghucu bukan merupakan agama, tetapi filsafat.
Anggapan yang semikian ini berkembang lebih pesat. Secara tidak langsung
ajaran-ajaran yang disampaikan dalam agama Khonghucu dipraktekkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara seperti di Jepang Korea Selatan, dan
Vietnam. Namun dalam praktek keagamaan tidak dilakukan. Inilah yang
menyebabkan kebingungan untuk menentukan apakah Khonghucu merupakan
agama atau filsafat. Padahal Khonghucu mencakup keduanya, baik agama
maupun filsafat.
Ada juga anggapan yang menyatakan bahwa ajaran dalam agama
Khonghucu adalah budaya leluhur. Anggapan ini memang tidak bisa
disalahkan. Hampir semua bentuk budaya Tionghoa bersumber dari ajaran
agama Khonghucu, termasuk agama Budha dan Tao yang berkembang di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
China juga mengadaptasi ajaran agama Khonghucu. Anggapan ini banyak
dikembangkan oleh orang-orang etnis Tionghoa non Khonghucu.
Hampir bisa dipastikan bahwa 90% atau lebih keturunan etnis
Tionghoa adalah penganut Khonghucu. Pada masa orde lama juga
berkembang, dan pada masa orde baru mulai berbalik dengan adanya
pelarangan melakukan segala kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan
Khonghucu.
“Agama Khonghucu di Indonesia mundur karena dihalangi oleh pemerintah Orde Baru. Dengan cara misalnya tidak diakuinya sebagai agama dan sekolah-sekolah swasta yang dulu mengajarkan agama Khonghucu dihapuskan semua. Pada tahun 1970-an Sekolah Swasta Warga, sekitar 90 % nya beragama Khonghucu. Namun sekarang kondisinya sudah sangat lain. Sekolah Warga sudah tidak lagi memiliki kondisi yang demikian namun manjadi sekolah yang multietnis. Begitupun Yayasan Tripusaka mengalami hal yang sama dengan Sekolah Warga dan sekarangpun Yayasan Tripusaka malah memiliki murid yang beragama Khonghucu yang minim. Dan malah lebih banyak dimasuki dari agama-agama non Khonghucu.” ( Indarto, 6 Desember 2009)
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa agama Khonghucu dapat
berkembang dengan baik hingga pemerintahan Orde Baru berkuasa. Pada
masa sebelum kemerdekaan dapat berkembang karena tidak ada peraturan
resmi yang mengatur masalah agama. Sedangkan masa Orde lama Khonghucu
diakui sebagai agama resmi sehingga dapat berkembang dengan baik dan pada
masa Orde Baru, jumlah umat Khonghucu mengalami penurunan secara
signifikan.
Hingga saat ini masih tidak diketahui secara pasti berapa jumlah umat
Khonghucu di Indonesia. Pada tahun 2000, Khonghucu memang diakui
kembali sebagai salah satu agama oleh (Alm) Abdurrahman Wahid yang masa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, pada Keppres no. 6/2000.
Pada tahun 2002, hari raya Imlek juga menjadi hari libur nasional yang
ditetapkan oleh Megawati Soekarnoputri.
Namun pada tahun 2008, Departemen Agama telah mencantumkan
berapa jumlah penganut agama Khonghucu ini sebagai databasenya. Namun
mereka mengatakan banhwa belum semua penganut agama Khonghucu
tercatat dan mencatatkan dirinya sebagainya penganut agama Khonghucu.
Mereka terkadang masih menggunakan agama yang dianutnya setelah
berpindah dahulu ketika masa pelarangan di Masa Orde Baru. Tetapi kegiatan
yang berhubungan dengan agama Khongucu masih mereka lakukan. Namun
secara legalnya agama ini sebenarnya telah diperbolehkan dimasukkan dan
dicatat dalam KTP dan kartu keluarga dengan benar-benar agama Khonghucu.
Dan juga ada pula yang telah mencatatkan pernikahan atas nama agama
Khongucu dengan mantap. Sehingga keterbukaan dalam melakukan aktivitas
keagamaan Khongucu juga mulai ada.
2. Anggapan yang keliru
Sebagai etnis Tionghoa ada yang menganggap Khonghucu sebagai
bagian dari budaya Tionghoa karena dilakukan secara turun-temurun di dalam
keluarga. Padahal budaya Tionghoa tersebut juga terdapat dalam ajaran agama
Khonghucu. Anggapan yang keliru ini semakin tampak jelas dengan
menjadikan Imlek bukan hari raya agama. Anggapan keliru ini didominasi
oleh orang-orang Tionghoa non Khonghucu. (Jurnal” Konghucu bukan
Agama Melainkan sebuah Ajaran Filsafat”)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jika pemerintah menetapkan Imlek sebagai perayaan budaya bagi etnis
Tionghoa, maka etnis-etnis yang lain di Indonesia akan meminta libur sebagai
wujud perayaan dan penghargaan terhadap budayanya. Bisa dibayangkan
berapa hari libur dalam satu tahun. Sedangkan pengakuan Imlek sebagai hari
raya merupakan bentuk pengakuan terhadap Khonghucu sebagai salah satu
agama resmi oleh pemerintah.
Anggapan yang keliru ini tidak menjadi masalah yang begitu penting
bagi Khonghucu. Apapun alasan yang digunakan oleh berbagai pihak yang
manganggap Imlek sebagai bagian dari budaya Tionghoa tidak bisa mengubah
keputusan pemerintah. Bahkan dengan ikut merayakan Imlek, orang-orang
Tionghoa non Khonghucu secara tidak langsung juga mengakui Khonghucu
sebagai agama.
3. Pemuka Agama Khonghucu
Dalam agama Khonghucu peran seorang pemuka agama sangat
berperan dalam kegiatan keagamaan, baik yang sifatnya sebuah ceramah atau
hanya sekedar tempat untuk belajar (menambah ilmu dengan berdiskusi) ada
beberapa tingakatan pemuka agama Khonghucu, yaitu :
1. Kausing ( mandarinnya Jiao Sheng) atau penebar agama, rohaniawa
tingkat pemula; mereka yang menjabat sebagai Kausing maka di depan
nama yang bersangkutan ada huruf Ks atau Js.
2. Bunsu (mandarinnya Wen Shi) atau guru agama, rohaniawan tingkat
madya; mereka yang menjadi Bunsu didepan namanya ada huruf Bs/ Ws.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Haksu (mandarinnya Xue Shi) atau pendeta, rohaniawan tingkat atas,
mereka yang menjadi Haksu didepan namanya ada huruf Hs/ Xs. Sekedar
diketahui jumlah Haksu diseluruh Indonesia saat ini baru 8 orang ( namun
pada tanggal 18 Desember lalu terdapat 3 Haksu yang dilantik, 2 dari Solo
dan 1 dari Manado), hal itu dikarenakan untuk menjadi Haksu harus:
v Mencurahkan seluruh hidupnya untuk kepentingan agama.
v Pengetahuan kitab, bahasa mandarin & agama harus maksimal.
v Seumur hidup diharapkan berpantangan makan daging.
v Mengutamakan kepentingan agama & lembaga diatas kepentingan
pribadi.
Kota Surakarta jumlah pemuka agama yang ada belum sebanyak
seperti agama yang lain. Perbandingan antar pemuka agama dengan
pemeluk agama yang ada belum seimbang. Jumlah Haksu yang ada di
Surakarta hanya ada 3 orang saja, 2 diantaranya baru tanggal 22 Desember
2009 dilantik menjadi Haksu. Bunsu berjumlah 8 orang dengan 4 orang
yang baru dilantik dan sekitar 21 orang Kausing dengan 5 orang yang baru
dilantik. Semua pemuka agama yang baru dilantik bersamaan dengan
perayaan Tang Cik.
4. Sosialisasi dari Pemuka agama
Sebuah agama tidak akan melepaskan sosialisasi ini hanya kepada
keluarga saja, namun peran seorang pemuka agama sangat penting dalam
menambah keimanan dan ilmu agama anak-anak sejak dini, yaitu melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berbagai kegiatan periabadatan yang dilakukan baik di Lithang, maupun di
rumah. Sedangkan sekolah juga menjadi salah satu wadah yang sangat
penting dan tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan sosialisasi keagamaan.
Dalam kegiatan peribadatan minggu, pada peribadatan anak yang
dilaksanakan pukul 8 pagi yang bertempat di Lithang. Peribadatan ini
diperuntukkan bagi umat Khonghucu dengan usia sekolah dasar dengan
bimbingan dari Haksu, mereka diajarkan hal-hal yang sederhana dalam
penanaman keagamaan. Hal yang mereka sering lakukan dalam kehidupan
sehari-hari, seperti yang berhubungan dengan Tuhan (yang sifatnya
Ketuhanan), berhubungan dengan manusia yang lain (makhluk lain). Mereka
juga diberikan cerita-cerita yang membangkitkan semangat mereka untuk
menambah keimanan mereka pada Thian. Beberapa kumpulan cerita tersebut
antara lain:
1. Mengenakan Pakaian Buruk Mematuhi Ibu Tiri
Bien Sun atau Bien Cukhian adalah salah seorang murid Nabi Khongcu, hidup pada jaman Chun Chiu, Dinasti Chiu. Dinasti ini berlangsung dari tahun 1122 SM sd. 255 SM. Sejak usianya muda ibunya telah meninggal dunia, karena iti ayahnya menikah lagi dan mendapatkan dua orang putera lagi.
Ibu tiri ini sangat mencintai anak sendiri, maka tiap datang musim dingin dibuatkan pakaian tebal dari kapas; ia membenci anak tirinya, maka pada musim dingin hanya dibuatkan pakaian dari kapuk yang tidak dapat menahan dingin. Biarpun demikian, Bien Cukhian tidak pernah menggerutu.
Suatu hari ayah Bien Sun menyuruhnya menyaisi kereta karena akan bepergian ke rumah kawannya; karena udara sangat dingin, Bien Sun menggigil kedinginan dan tidak dapat menguasai kereta. Ia jatuh dan terobeklah pakaiannya. Ayah Bien Sun heran dan memeriksa sebab-musababnya dan diketahuilah kecurangan istrinya. Ia marah dan segera pulang kerumah, dan langsung mencerai dan mengusir istrinya.
Sungguh mengherankan, Bien Sun dengan bercucuran air mata memohon maaf atas kesalahan ibu tirinya itu dengan berkata “ayah, janganlah ibu disuruh pergi. Bila ibu masih ada disini, hanya ada satu anak kedinginan, tetapi bila ibu pergi, akan ada tiga orang anak yang akan kedinginan.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Mendengar kata Bien Sun itu, ibu tiri itu sangat terkesan hatinya dan menyesali akan kesalahannya dan ingin memperbaikinya. Demikian oleh semangat bakti dan cinta kepada saudara, keluarga Bien hidup damai, bahagia dan sejahtera.
2. Menjual Diri Demi Mengubur Jenazah Ayah
Tang Ing hidup pada jaman Dinasti Han Barat (206 SM sd. 25 SM), keluarganya sangat miskin. Tatkala ayahnya meninggal dunia, tiada uang untuk membeli peti mati, demikianlah, maka ia menjual diri kepada seorang kaya untuk mendapatkan uang biaya penguburan jenazah ayahnya.
Ketika ia mulai masuk bekerja di rumah tuannya, di tengah jalan berjumpa dengan seorang wanita yang berkenan menjadi istrinya. Maka mereka berdua pergi ke rumah tuan yang membeli dirinya. Orang kaya itu mampu membebaskan dirinya kalau isterinya dapat menebusnya dengan menenunkan 300 kayu (phi) kain dari sutera. Isteri itu menyanggupkan diri untuk mengerjakan itu.
Demikianlah, suatu hari Tang Ing ialah menjadi bebas kembali dan bersiap akan pulang, tetapi pada saat itu pula, isterinya minta diri dengan berkata “ suamiku, sebenarnya aku adalah seorang bidadari dan karena aku menaruh simpati terhadap tingkah laku baktimu, maka THIAN Yang Maha Esa telah menyuruhku mendampingi dan membantumu. Kini urusanku telah selesai, maka akupun tidak dapat berlama-lama lagi.” Demikianlah wanita itu lalu raib dari pandangan, terbang hilang ke langit.
3. Mencicipi Kotoran dengan Hati Sedih
I Thiam Loo hidup pada jaman Cee Selatan (479 sd. 502 M). suatu ketika beroleh angkatan menjadi kapala daerah di tempat lain. Baru saja beberapa hari memangku jabatan itu, mendadak perasaan hatinya menjadi tidak enak, jantungnya berdebar-debar, maka dengan melupakan kedudukannya pulang ke rumah. Ternyata, ayahnya terserang penyakit yang berbahaya.
Tabib berkata, untuk mengetahui berat ringannya penyakit berbahaya itu, harus dicicipi kotoran si sakit. Kalau kotoran itu pahit rasanya, itu berarti penyakit ringan.
Thiam Loo dengan tidak ragu-ragu mencicipi kotoran ayahnya dan ternyata rasanya manis, berarti penyakitnya sudah berat. Maka hatinya menjadi sangat sedih.
Di dalam keprihatinanya, malam itu Thiam Loo bersujud bersembahyang kepada THIAN Yang Maha Esa, dengan penuh iman memohon kesembuhan dan pulihnya kesehatan ayahnya. Ia berprasatya rela dirinya menjadi pengganti ayahnya bila dikehendaki-Nya.
4. Memilih Buah Besaran untuk Ibu
Tatkala Ong Bong mengacau dan merebut kekuasaan Dinasti Han (9 M sd. 23 M), ada seorang anak bernama Coa Sun yang sejak kecil telah menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
anak yatim, tidak berayah. Ia menjaga dan melayani ibunya dengan penuh semangat bakti. Ketika timbul bencana kelaparan, Coa Sun mencari buah Murbei atau besaran untuk menutup kepalarannya.
Coa Sun, suatu hari telah mengumpulkan buah besaran dalam dua keranjang. Kebetulan, pada waktu itu lewatlah seorang kepala perampok yang beralis merah diiringi para pengikutnya.
Melihat Coa Sun, kepala perampok itu bertanya, mengapa buah besaran itu dibagi menjadi dua keranjang. Coa Sun menjawab “ yang berwarna hitam ini akan kuberikan kepada ibu, sedang yang merah ini untuk aku sendiri.”
Mendengar jawaban Coa Sun kecil, kepala perampok tersentuh hatinya oleh semangat itu. Seketika itu pula ia memerintahkan anak buahnya untuk memberi Coa Sun 30 Liter beras dan seekor lembu.
Demikianlah laku bakti itu menggerakkan hati, melembutkan hati seorang yang kejam seperti perampok itu.
5. Ting Lan Mengukir Kayu
Ting Lan juga hidup pada jaman Dinasti Han Barat, ia berasal dari daerah Hoc Lwee, sejak muda kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Untuk menlanjutkan baktinya kepada orang tuanya, ia mengulir kayu menjadi patung yang melukiskan kedua orang tuanya. Kedua patung itu ditaruh di atas meja altar Qun dihormati sebagai pengganti orang tuanya.
Karena keadaan ekonominya lemah dan miskin, Ting Lan terpaksa meninggalkan rumah dan istrinya untuk mencari nafkah di luar negeri.
Karena lama tidak pulang, istri Ting Lan terpaksa menjual barang-barang yang dimiliki dan jatuh hutang kepada seorang kaya pemakan riba bernama Tio Siok.
Tio Siok tertarik kepada kedua patung di atas altar itu, maka ketika istri Ting Lan di tagih dan tidak dapat membayar, ia meminta kedua patung itu sebagai pembayaran. Tetapi istri Ting Lan tidak mau menyerahkan dengan alasan kedua patung itu tidak berkenan.
Tio Siok marah, lalu meremas-remas kepala patung itu. Sungguh heran, sejak kejadian itu wajah patung nampak muram.
Tidak lama Ting Lan pulang, ia heran melihat perubahan wajah patung itu. Setelah mendapat keterangan dari istrinya, Ting Lan marah dan mencari Tio Siok sehingga terjadi perkelahian.
Hakim yang memeriksa perkara ini mendatangi rumah Ting Lan dan tertegun melihat kedua patung itu mencucurkan air mata. Maka, untuk perkara ini ia membebaskan Ting Lan dan menjatuhkan hukuman atas Tio Siok yang dipersalahkan ialah menganiaya dan melakukan penghinaan kepada ayah-bunda Ting Lan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. Laku bakti berkenaan kepada Thian, Tuhan Yang Maha Esa. Pada jaman dahulu, 23 abad sebelum masehi, hidup seorang bernama Sun dari negeri Gi, dengan sebutannya Tiong Hwa, ibu tiri dan anaknya yang bernama Ko-So, perilakunya sangat kejam, tidak berperi cinta kasih atau berwelas asih. Adik tirinya yang bernama Chiang, juga seorang yang sombong dan pemalas, tidak mempunyai rasa cinta kasih kepada saudara. Adapun Gi Sun itu adalah seorang putera yang dipenuhi semangat berbakti dan mencintai saudara, maka Thian telah berkenan kepadanya. Diriwayatkan di dalam hikayat, pada saat Sun bekerja keras maluku sawah di kaki gunung Li, datanglah seekor gajah membantunya, burung-burungpun membantunya menebar benih. Mendengar perilaku mulia Gin Sun itu, baginda Giau (memerintah tahun 2357 sd. 2255 SM) menyuruh ke sembilan puteranyaberguru dan membantu Sun, dan puterinya dinikahkan kepadanya. Duapuluh delapan tahun Sun dibawah penilikan Baginda Giau membantu pemerintahan. Ternyata, Sun dapat melakukan tugas-tugas yang sukar dan berat. Dalam pekerjaan itu Sun didukung dan dicintai rakyatnya, maka Sun diangkat menjadi calon pengganti Giau. Setelah baginda Giau mangkat, tiga tahun kemudian, setelah selesai menunaikan kewajiban berkabung, Sun dilantik menjadi raja pengganti Giau. (2255 sd. 2205 SM) Tong Giau dan Gi Su adalah dua orang raja suci yang juga seorang Nabi yang meletakkan dasar-dasar Ji Kau atau agama Khonghucu.
“ Dalam agama Khongucu laku bakti adalah pokok kebajikan, daripada
ajaran agama berkembang, karena itu menjaga, merawat dan mengembangkan
semangat bakti merupakan tangga menunaikan kewajiban hidup manusia
sebagai makhluk ciptaan Thian, Tuhan Yang Maha Esa.
Hidup manusia bukanlah sesuatu yang tanpa makna. Kehadiran
manusia di dunia ini mengemban firman Thian yang wajib ditegakkan dan
diwujudkan di dalam hidup ini. Hidup manusia harus mencerminkan
kebesaran dan kemuliaan Thian. Di dalam menegakkan Firman,
menggemilangkan Kebajikan dan mengamalkannya itu, ajaran agama
Khongucu menunjukkan dan membimbing agar dimulai dengan menjaga
semangat dan melaksanakan laku bakti. Hal ini merupakan landasan yang
paling dasar dan manusiawi karena hidup manusia mengemban firman, lahir di
dunia ini lewat orang tua dan leluhurnya. Maka haruslah selalu ingat dan
takwa terhadap Thian, tidak melupakan orang tua dan leluhurnya. Jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
semuanya selalu dikerjakan maka sikap hidup ini tidak melupakan yang pokok
dan diridhoi Thian.
Lewat orang tua menusia menerima hidup jasmani dan rohaninya, dari
orang tua manusia menerima kasih, menerima budi, menerima bimbingan
hidup yang pertama. Hubungan anak dengan orang tuanya adalah hubungan
yang paling wajar, murni dan suci. Laku bakti adalah ladang yang paling baik
untuk membina diri, menggemilangkan kebajikan. Menempuh jalan suci. (Hs.
Tjhie Tjay Ing, 10 Desember 2009)
Dari cerita ini bahwa anak-anak harus selalu laku bakti kepada semua
orang terutama kepada Thian dan orang tua yang telah melahirkan dan
memelihara kita. Banyak hal yang telah dikorbankan orang tua terhadap kita,
maka sudah sepantasnya anak-anak harus bersikap laku hormat kepada orang
tua. Menjaga orang tua dengan penuh rasa kasih sayang. Bertindak dan
bertutur kata yang halus dan sopan kepada orang yang lebih tua. Perilaku yang
baik yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Kongcu. Semua yang
ada dalam cerita diaatas adalah gambaran yag sederhana bagaimana kita
melakukan laku bakti kepada Thian dan orang tua. Dan dari cerita-cerita ini
anak-anak diharapkan dapat menjadi anak yang berbakti kepada ke dua orang
tua.
Cerita yang tersebut diatas merupakan suatu contoh yang sederhana
tentang bagimana menghargai dan menghormati orang tua. Hal ini merupakan
bentuk sosialisasi yang ada di lingkungan keagamaan. Begitu juga pendidikan
yang ada di sekolah yang mengajarkan kita berbagai hal tentang pendidikan
agama yang secara tidak langsung mengajarkan kepada kita banyak hal, baik
maupun buruk. Pengalaman tentang lingkuangan luar selain keluarga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lingkungan yang merupakan kunci dalam sosialisasi agama ini adalah
lingkungan keluarga, dimana lingkungan ini telah terbentuk semenjak anak
lahir. Orang tua sebagai pembentuk watak dan karakter anak sangat
berpengaruh dalam kehidupannya. Pendidikan agama yang dimulai semenjak
dini adalah kunci untuk menanamkan berbagai etika dan moral yang akan
dibawanya nanti hingga dewasa. Berbagai contoh yang dilakukan orang tua
akan ditiru oleh anaknya kelak. Banyak hal yang akan direkam oleh si anak
ketika orang tua melakukan hal yang baik atau buruk. Sifat dan sikap anak
nantinya ketika dewasa tidak akan jauh berbeda dengan sifat orang tuanya.
Anak akan merekam setiap perbuatan yang dilakukan orang tuanya dan akan
menirunya. Sehingga apa yang dilakukan oleh anaknya adalah cerminan dari
orang tua.
“ Bentuk sosialisasi yang baik untuk menanamkan agama ini terhadap anak adalah contoh yang diberikan orang tua terhadap anak. Jika orang tua melakukan hal yang banyak menyimpang dari aturan agama maka si anak akan merekam segala hal yang dilakukan orang tuanya dan akan meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Jadi contoh perbuatan orang tua adalah sesuatu yang paling efektif untuk melakukan sosialisasi. Jadi segala hal yang dilakukan oleh orang tua hendaknya harus dipikirkan matang-matang agar si anak tidak menirukan hal buruk yang dilakukan. Lalu sosialisasi agama yang ada di luar bisa melalui pendidikan yang ada di sekolah. Lingkungan ini adalah lingkungan kedua yang berada di luar lingkungan keluarga. Banyak hal yang nantinya kan diterima oleh si anak. Contohnya adalah belajar bertindak jujur dan sportif dalam melakukan berbagai hal. Juga sekolah membantu anak dalam menghargai dan menghormati pendapat orang atau orang yang lebih tua dan juga anak akan menghabiskan banyak waktu yang ada di sekolah daripada di rumah. Sehingga waktu sosialisasi akan banyak berada di sekolah daripada di rumah. (Hs. Indarto, 6 Desamber 2009)
5. Organisasi-organisasi yang berada di bawah Makin Surakarta
MAKIN adalah organisasi keagamaan Konghucu yang berada di
Surakarta yang mengatur dan mengelola segala hal yang kaitan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
peribadatan agama Konghucu. Makin juga membawahi berbagai organisasi
yang ada di Surakarta pula seperti:
1. WAKIN (Wanita Agama Khonghucu Indonesia)
Yakni perkumpulan ibu-ibu yang beragama Khonghucu. Wakin tak
banyak kegiatan yang rutin yang dilakukan. Contoh kegiatan yang
dilakukan adalah kegiatan perkumpulan arisan. Berbagai perlombaan ibu-
ibu juga dibentuk seperti lomba masak dan lain-lain.
2. PAKIN (Pemuda Agama Khonghucu Indonesia)
Yaitu adalah organisasi pemuda yang beragama Khonghucu. Pakin ini
banyak melakukan kegiatan rutinnya. Salah satunya yang baru saja
dilakukan oleh mereka pada bulan Februari, adanya lomba Fotogenik,
lomba fashion show (busana batik), lomba gambar dan mewarnai salah
satu hadiahnya ada penghargaan dari pemerintah Kota Surakarta. Dan
sebelum perayaan sembayang Tangcik juga diadakan lomba khotbah yang
diikuti oleh pemuda-pemuda agama Khonghucu. Peminat lomba ini
banyak dan hasilnya pun tidak sesuai yang dibayangkan.
“pada lomba khotbah ini, isi khotbah ternyata membuat saya gembira. Karena ternyata isi khotbah mereka sangat bagus. Saya tidak menyangka mereka bisa menampilkan khotbah dengan isi yang luar biasa” (Hs. Tjhie Tjay Ing, 22 Desember 2009)
3. Yayasan Tripusaka
Yayasan ini terdiri dari dua organisasi yaitu unit pendidikan (berupa
sekolah dari tingakat Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama dan juga Sekolah Menengah Atas) dan organisasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lain adalah unit olah raga dan kesenian yaitu tenis meja dan Barongsai.
Kegiatan ini juga memiliki susunan kepengurusan masing-masing,
terutama pada Barongsai dan Liong yang telah menjuarai berbagai
kejuaraan baik ditingkat kota maupun tingkat nasional. Sudah puluhan
prestasi yang telah dihasilkan oleh mereka. Barongsai dan Liong juga telah
mengisi berbagai hotel dan tempat hiburan pada banyak event terutama
Tahun Baru China, pergantian tahun, berbagai undangan penting baik dari
pemerintah Kota maupun dari daerah lain serta berbagai perayaan yang
penting yang ada di Surakarta.
Dari berbagai organisasi dan kegiatan tersebut ternyata pemerintah
memberikan perhatian yang lebih terhadap keberadaan mereka. Perhatian
yang diberikan pemerintah Kota sama dengan perhatian kepada agama
lain. Kegiatan yang positif selalu didukung oleh pemerintah. hal-hal
seperti ini adalah bentuk sosialisasi juga yang dilakukan oleh Makin
kepada masyarakat umum serta dengan berbagai kegiatan ini adalah
bentuk eksistensi agama Khonghucu yang dulu masa Orde Baru
mengalami keterpurukan dengan pelarangan berbagai kegiatan ibadah dan
perayaan keagamaan.
C. Sosialisasi Agama Khonghucu
1. Sosialisasi Agama Khonghucu di dalam Keluarga
Syarat penting terjadinya sosialisasi adalah adanya interaksi sosial,
karena tanpa interaksi sosial sosialisasi tidak mungkin terjadi. Khairudin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(2002: 48-49) menyebutkan bahwa sosialisasi merupakan fungsi yang
dilakukan di dalam keluarga untuk membentuk kepribadian anak, termasuk
sosialisasi agama. Selain merupakan bagian dari kelompok yang kecil,
keluarga juga mempunyai hubungan yang tetap akan dekat antar anggota
yang satu dengan anggota yang lainnya. Dalam keadaan yang demikian orang
tua memainkan peran yang sangat besar sebagai agen sosialisasi bagi anak-
anaknya.
2. Orang Tua sebagai agan sosialisasi
Sosialisasi yang diterima oleh anak terjadi pertama kali di dalam
keluarga dimana ia dilahirkan dan tumbuh. Di dalam keluarga, orang tua
mempunyai peran yang sangat penting. Di dalam keluarga, terutama keluarga
inti, orang tua melakukan sosialisasi primer kepada anak-anaknya yang masih
kecil, berusia 1-5 tahun.
Franciss E Merrill (1965:407) juga menyebutkan batasan dan fungsi
keluarga sebagai berikut,
“In functional terms, the family may be viewed as an enduring relationship of parents and childrens that performs such functions as the protection, rearing, and socialization of children and the providing of intimate responsesbetween its members” Berikut ini adalah penuturan informan ketika pertama kali mengenal
agama Khonghucu.
“sejak kecil Saya mengenal agama Khonghucu bukan dari orang tua Saya, namun dari lingkungan di luar Saya. Bapak saya beragama Budha. Namun sejak kecil upacara yang berkaitan dengan leluhur tetap dilaksanakan dengan cara orang Tionghoa. Bapak Saya sering melakukan upacara-upacara yang sifatnya kejawen atau njawani dan hal itu sangat tercetak kuat di kepala saya. Seperti tentang pembuatan sesaji lalu mutih, serta menyiapkan sesaji untuk keluargayang telah meninggal dunia. Bapak menyiapkan berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
makanan kesukaan beliau (leluhur yang telah meninggal), serta Bapak melakukan berbagai macam upacara yang lebih njawani. Saudara-saudara Saya yang lain juga mendapatkan pendidikan yang sama dengan Saya. Namun setelah dewasa kita memilih kepercayaan yang berbeda-beda. Saya 5 orang bersaudara dan yang menganut Agama Khonghucu hingga sekarang hanya Saya saja. 4 saudara Saya ke 2 mengakunya Kristen namun jarang ikut beribadah. Saudara saya yang ke 3 menjadi biarawati, ke 4 beragama Kristen dan yang paling kecil menjadi Kyai di Sukabuni. Namun perbedaan agama dalam keluarga Kami tidak membuat perpecahan. Pada tahun baru China mereka berkumpul di tempat Saya untuk beribadah dengan cara orang Tionghoa beribadah ( memakai dupa dan lain-lain seperti yang dilakukan orang Tionghoa pada perayaan tahun baru. Agama yang Saya anut ini pun Saya ajarkan ini kepada anak-anak Saya. Dan mereka pun juga sampai sekarang menganut agama yang sama dengan Saya” (Ws. Adjie Chandra, 17 Desember 2009) “Saya menganut agama Khonghucu dari lahir. Orang tua Saya yang mengajarkan agama ini kepada Saya, walaupun sekolah yang saya masuki bukan sekolah yang yang mengajarkan Agama Saya namun sekolah Katholik. Saya mempelajari pelajaran agama Katholik selama Saya di sekolah namun ketika saya berada dirumah Saya kembali beragama Khonghucu sesuai dengan apa yang saya anut. Pelajaran agama yang saya terima di sekolah hanya Saya gunakan sebagai pengetahuan saja dan melihat apa yang baik dari agama itu. Namun peran orang tua dalam megajarkan ilmu keagamaan Khonghucu sangat besar. Mereka mengenalkan apa itu agama Khonghucu dengan mengajaknya ikut serta dalam ibadah dan upacara-upacara baik ada di lidhang maupun di rumah. Kami (Saya dan adik) juga mengikuti kegiatan yang ada di luar seperti kegaiatan kepemudaan, aktif dalam Pakin (pemuda agama Khonghucu Indonesia, dan adik saya lebih aktif lagi, yakni ikut dalam perkumpulan olah raga dan kesenian Liong dan Barongsai, yang telah terkenal prestasinya dengan bermain dibanyak tempat. Dari berbagai kegiatan dan contoh yang diberikan orang tua saya membuat saya semakin tahu dan mengerti apa yang sebenarnya diajarkan dalam agama Khonghucu. (Diah Wardhani Chandra Dewi, 17 Desember 2009)
Dari hasil informasi di atas, peran keluarga terutama orang tua, sangat
besar dalam mengenalkan agama Khonghucu kepada anak-anaknya. Orang
tua sebagai agen sosialisasi, mengarahkan tindakannya kepada anak-anaknya
agar mereka mengenalkan agama Khonghucu ini. Namun ada juga peran
sosialisasi yang diberikan orang tua kepada anaknya bukan untuk menganut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
suatu agama tapi untuk memberikan contoh hal-hal yang baik yang dilakukan
oleh mereka dan akhirnya merekalah yang berhak memilih kepercayaan yang
dianutnya. Pengenalan agama dilakukan orang tua sejak anak-anak mereka
masih kecil. Bahkan pengenalan agama pengenalan agama Khonghucu ini
telah dilakukan sebelum mereka masuk bangku sekolah. Kewajiban orang tua
pada proses sosialisasi di masa kanak-kanak ini adalah untuk membentuk
kepribadian anak-anaknya kelak.
Dengan hubungan yang akrab, orang tua dapat melakukan sosialisasi
kepada anak-anaknya , selain juga melakukan fungsi-fungsi keluarga yang
lain. Dari disini dapat diketahui bahwa fungsi sosialisasi sangat melekat
dengan peran keluarga, terutama orang tua. Jelas sekali bahwa interaksi
antara anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya sangat menunjang
proses sosialisasi dalam keluarga.
Sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya di
dalam sebuah keluarga ini merupakan sebuah tindakan sosial. Artinya
tindakan tersebut dilakukan karena mempunyai makna yang subyektif bagi
aktor yang melakukannya dan ditujukan pada orang lain. Dalam hal ini orang
tua berperan sebagai aktor yang melakukan tindakan sosial, sedangkan anak-
anak mereka menjadi tujuan agar mengenal, memeluk dan mengamalkan
suatu agama termasuk agama Khonghucu. Hal ini sesuai dengan apa yang
diberikan Weber bahwa tindakan sosial diartikan untuk seseorang atau
sekelompok orang, begitu juga yang disebutkan oleh Parsons bahwa aktor
merupakan pemburu tujuan-tujuan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Bahwa secara turun-temurun sosialisasi dilakukan dengan cara yang
sama, yaitu mengenalkan anak dengan agama Khonghucu sejak kecil atau
sejak dini. Artinya peran orang tua dalam sosialisasi sangat besar.
Tindakan yang dilakukan orang tua juga cenderung untuk diulang-
ulang terus menerus. Artinya orang tua melakukan tindakan dengan cara yang
sama untuk semua anak-anaknya. Weber menyebutkan bahwa tindakan sosial
yang mempunyai pengaruh positif akan sengaja diulang lagi. Hinkle juga
menyebutkan bahwa aktor juga memilih, menilai, dan mengevaluasi tindakan
yang akan, sedang, dan telah dilakukannya atau membuat pertimbangan-
pertimbangan. Dengan demikian sosialisasi yang dilakukan orang tua kepada
anak-anaknya dilakukan dengan pertimbangan penuh sehingga anak-anaknya
juga memilih Khonghucu sebagai agamanya. Selain itu, orang tua juga
menyamakan pola sosialisasi yang ia terima. Orang tua menganggap bahwa
pola sosialisasi yang pernah ia terima adalah yang terbaik, maka pada saat ia
mempunyai anak, mereka mempergunakan pola sosialisasi yang sama dengan
yang ia terima.
Orang tua melakukan tindakan yang sama dalam melakukan
sosialisasi agama Khonghucu kepada anak-anaknya. Mereka mengenalkan
agama Khonghucu kepada anak-anaknya sejak masih kecil. Jadi sejak kanak-
kanak orang tua telah memulai sosialisasi. Sosialisasi pada masa inilah yang
menjadi sangat penting dalam perkembangan anak-anak selanjutnya.
Setelah mengenalkan anak-anaknya dengan agama Khonghucu,
kemudian orang tua mengajak mereka beribadah bersama. Disini dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terlihat bahwa orang tua memberikan contoh bagaimana tata cara peribadahan
dan berbagai hal lainnya yang berhubungan dengan agama Khonghucu.
Dengan pemberian contoh, maka terjadi imitasi (proses meniru) tingkah laku
dan sifat-sifat orang dewasa, dalam hal ini orang tua oleh anak. Proses imitasi
dapat terjadi secara sadar maupun tidak sadar. Tertanamnya nilai-nilai, sikap,
keyakinan dan cita-cita dalam diri anak terutama melalui proses imitasi secara
tidak sadar. Proses imitasi berhubungan erat dengan proses identifikasi.
Dengan identitas itu, anak menyatukan diri secara psikis dengan orang lain,
anak berusaha menjadi seperti orang lain. Seperti identifikasi seseorang
kepada orang yang diidolakan contohnya artis yang disukai mereka.
Sosialisasi primer oleh keluarga ini menjadikan anak-anak mengenal
dan diharapkan dapat menerima apa yang disampaikan oleh orang tuanya.
Mengingat pentingnya sosialisasi pimer ini seperti yang disampaikan oleh
David Popenoe (1971:134) yang menyebutkan bahwa sosialisasi adalah
“The process by which the culture of a group or society is taught to, and instilled or internalized in the individual who live in that group or society” Sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh David Popenoe di
atas, maka sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya
bertujuan untuk mengajarkan anak-anaknya tentang agama Khonghucu.
Pertama kali mereka dikenalkan sejak kecil dan diajak beribadah bersama.
Keluarga yang merupakan kelompok primer bagi anak-anak menjalankan
perannya dalam sosialisasi ini sehingga anak-anak dapat mengenal dan pada
akhirnya diharapkan dapat menjadikan agama Khonghucu menjadi bagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dari dirinya sendiri. Agama Khonghucu menjadi jati dirinya dengan memilih,
memeluk dan mengamalkannya.
“ Keluarga saya yang hanya dalam keluarga kecil dirumah semuanya beragama Khonghucu. Dari istri dan dua anak saya, semuanya beragama yang sama dengan saya. Walaupun anak-anak saya saya sekolahkan pada sekolah yang mengajarkan agama yang berbeda dari yang mereka anut. Namun ketika mereka berada di luar sekolah, saya tetap ajarkan tentang agama Khonghucu, sejak dari kecilpun sudah sering Saya libatkan dalam menyiapkan berbagai perayaan agama dan menyiapkan peralatan peribadahan. Tidak hanya pelibatan untuk mempersiapkan banyak ibadah dan perayaan keagamaan, namun juga melalui cerita-cerita pribadi (pengalaman hidup) yang pernah Saya alami, agar mereka tau tentang banyak hal yang telah terjadi pada Saya.” (Ws. Adjie Chandra, 17 Desember 2009) ” di dalam keluarga saya mengajarkan bagaimana kita harus hidup dengan moral, budi pekerti dan etika. Semuanya telah terangkum dalam Delapan Pengakuan Iman. Pengakuan terhadap Thian atau Tuhan, selalu melakukan kebajikan, melakukan perintah Tuhan, percaya adanya nyawa dan roh, berbakti kepada kedua orang tua dan leluhur termasuk kepada mereka yang telah meninggal, percaya terhadap Nabi Khonghucu adalah utusan Thian, memuliakan kitab Su Si, serta menerapkan watak dasar manusia yang asli sesuai ajaran nabi Khong Cu. Selain itu Kami juga memberikan contoh bagaimana harus bertindak yang baik yang sesuai dengan Delapan Pengakuan Iman.” (Phiong Sunarto) ”Menjadi orang tua adalah menjadi sosok yang berat terutama dalam hal menanamkan iman kepada anak. Saya selalu ajarkan kepada anak saya tentang etika, budi pekerti dan moral. Ini menjadi suatu yang sangat penting. Tanpa mereka sadari jika hal yang tadi mereka lakukan maka mereka akan merasa melakukan hal yang sesuai dengan aturan yang ada. Contoh sederhana tentang kejujuran. Mereka sering lalai terhadap kata jujur apalagi ketika ada di sekolah. Mencontek menjadi suatu hal yang tidak akan mereka lakukan jika etika, moral dan budi pekerti ini diterapkan. Begitu juga mengenai penanaman agama Khonghucu ini. Anak saya tidak saya paksa untuk masuk ke agama ini, mereka hanya saya perkenalkan agama yang Saya anut dengan berbagai contoh tanpa memaksakan mereka untuk ikut dalam ajaran saya. Nantinya mereka sendiri yang akan memilih mana yang terbaik untuk mereka. ” ( Purwani) “ Orang Tua saya sering mengajarkan kepada Saya sejak kecil bagaimana bersikap terhadap orang tua. Bagaimana menghargai orang lain, terutama papa Saya selalu melibatkan saya untuk menyiapkan berbagi sesaji untuk peribadatan dan perayaan penting lainnya. Juga Papa selalu menceritakan banyak hal tentang pengalaman hidup Papa. Bagaimana dulu mereka hidup, bagaiman mereka menyikapi setiap permasalahan yang ada dengan selalu tekun berusaha dan selalu memberikan contoh yang benar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kepada anak-anaknya dalam hal kebaikan. “ (Dyah Wardani Chandra Dewi, 17 Desember 2009) ”Ibu dan ayah saya selalu mengajarkan saya untuk bertindak sopan, menghormati orang tua dan tata krama yang baik. Beliau memberikan berbagai contoh, sehingga secara langsung kami juga mengikuti apa yang mereka lakukan. Mereka juga tidak pernah memaksa saya untuk ikut beribadah dan tidak memaksakan saya untuk masuk dalam agama mereka. Saya selalu ikut berbagai kegiatan peribadatan dan menganut ini bukan berdasarkan atas paksaan dari orang tua kami. Karena saya memandang agama ini adalah agama yang saya percaya. Ajaran tentang selalu berbuat kebajikan yang ada dalam 8 pengakuan kebajikan dan penanaman etika yang menjadi ketertarikan saya mesuk dalam agama ini.” (Ratih/ Putri Ibu Purwani) Sekalipun sosialiasi yang diterima anak di dalam keluarga Khonghucu
adalah sama, tetapi religiusitas anak terhadap agama Khonghucu tidaklah
sama. Orang tua mengamalkan anak-anaknya dengan agama Khonghucu
sejak mereka masih kecil. Dalam sosialisasi, lingkungan sekitarpun menjadi
bagian yang sangat penting dalam proses religiusitas anak. Ketika lingkungan
yang ada di sana tidak mendukung akan proses ini maka religiusitas anakpun
akan minimal dan juga sebaliknya ketika lingkungan yang ada sangat
mendukung maka religiusitas juaga akan menjadi maksimal.
Adapula orang tua memberikan sosialisasi hanya berupa contoh dalam
melakukan kehidupannya, seperti ibu Purwani yang tidak pernah
memaksakan kepada anak untuk beribadah, memilih agama yang sama dan
segala bentuk pemaksaan lainnya mengenai kegiatan keagamaan. Hal ini
berfungsi agar si anak dapat memilih dengan sesuai dengan apa yang mereka
yakini dengan ikhlas. Jika mereka melakukan sesuatu kesenangan mereka dan
pilihan mereka maka mereka akan lakukan ini dengan ikhlas dan maksimal
pula.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“Dalam keluarga Kami, Kami mengharap mereka tetap memeluk agama yang Kami (keluarga atau leluhur) anut karena ini merupakan hal yang sangat prinsipil bagi Saya. Walaupun semua agama sebenarnya memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan manusia menjadi seorang yang baik namun dengan jalur yang berbeda-beda dan dengan cara yang berbeda-beda pula.”(Ws.Adjie Chandra, 17 Desember 2009) “ Bagi kami agama yang dianut saat ini merupakan agama yang kami pilih hingga akhir hayat nanti, karena kami tahu bahwa ajaran yang ada membuat kita lebih mudah untuk menjalani hidup dan menjadi tuntunan bagi hidup kami. Sebenarnya semua agama yang ada di dunia mengajarkan kebaikan pada setiap manusia.” (Dyah Wardani Chandra Dewi, 17 Desember 2009)
3. Aktivitas Peribadatan dalam Keluarga
Selain dikenalkan dengan agama Khonghucu, anak-anak juga diajak
oleh orang tuanya untuk mnegikuti aktivitas peribadatan bersama-sama.
Orang tua bersama-sama dengan anak-anaknya melaksanakan peribadatan
bersama.
“Sejak dari usia balita, Saya selalu diajak oleh Papa untuk beribadah setiap minggunya di Lithang pada peribadatan anak-anak pada pagi hari jam 08.00 Papa selalu mengantarkan Saya dan adik Saya. (Dyah Wardani Chandra Dewi, 17 Desember 2009) Orang tua mengenalkan anak-anaknya dengan agama Khonghucu
sejak masih kecil bahkan sebelum sekolah dengan cara mengajaknya
beribadah bersama. Baik peribadatan yang dilakukan di rumah maupun di
tempat ibadah, orang tua selalu mengajak anak-anaknya untuk beribadah
bersama. Ketika masih kecil anak-anak tidak mempunyai keberanian untuk
menolak ajakan atau perintah orang tuanya sehingga mereka cenderung untuk
menurut saja.meskipun belum memahami tata cara dan makna peribadatan
yang dilakukan, bagi orang tua yang terpenting adalah anak-anak mereka
telah mengenal terlebih dahulu agama Khonghucu. Sedangkan pemahaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
secara lebih mendalam dilakukan sesuai dengan perkembangan anak-
anaknya.
Umat Khonghucu bisa melakukan peribadatan di rumah maupun di
tempat ibadah. Baik itu di rumah maupun di tempat ibadah dapat dilakukan
secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
“Peribadatan yang sering Saya dan keluarga lakukan dirumah secara rutin adalah setiap tanggal 1 dan 15 Imlek pada setiap malam. Saya juga tidak makan daging (vegetarian) pada tanggal ini. Dan keluargapun tahu tentang apa yang Saya sering lakukan. Mereka mendukung, dengan tidak memasak daging pada tanggal itu. Menjelang tahun baru Imlek di malam harinya, Kami berkumpul untuk ibadah bersama, termasuk saudara-saudara Saya yang berada di luar kota yang menyempatkan datang untuk sekedar beribadah bersama untuk menghormati leluhur. Saya yang dibantu anak-anak sering menyiapkan sesaji untuk pera leluhur. Dan peribadatan yang Saya lakukan di tempat ibadah (Lithang) lebih banyak Saya lakukan karena Saya adalah bagian dari Lidhang (sebagai pemuka agama tingkat madya), sehingga waktu Saya lebih banyak berada di sini. Dengan menyiapkan banyak peribadatan. Beberapa diantaranya sembayang Tangcik atau kita menyebutnya Genta Rohani atau ronde, peringatan ulang tahun dan kematian Nabi Khonghucu lalu juga ada perayaan Cap Gomeh dan banyak perayaan yang lain. Tetapi yang paling utama dan rutin saya lakukan pada peribadatan di Lithang adalah sembayang pada hari minggu yang merupakan ibadah rutin bagi Kaum Khonghucu.” (Ws. Adjie Chandra, 17 Desember 2009) “ Kami sekeluarga sering melakukan kegiatan peribadatan di rumah, Papa selalu mengingatkan kepada kita dan memberikan contoh untuk tetap melakukan ibadah di rumah. Terutama ibadah rutin pada tanggal 1 dan 15 Imlek, serta sembayang kepada leluhur yang telah meninggal dunia. Kami sekeluarga juga tidak pernah lupa untuk sembayang rutin diadakan pada hari minggu di Lithang. (Dyah Wardani Chandra Dewi, 17 Desember 2009) Dari sini dapat terlihat bahwa keluarga juga melaksanakan fungsi
keagamaan. Keluarga yang merupakan kelompok primer menjadi pusat
pendidikan agama bagi anak-anaknya. Meskipun fungsi ini kemudian juga
dilakukan oleh lembaga pendidikan, namun peran keluarga tidak dapat
dikesampingkan dan tetap menjadi bagian yang penting dalam proses
sosialisasi agama Khonghucu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Seperti yang disebutkan oleh C.Y. Glock dan R. Strak dalam
American Piety: The Nature or Religious Commitment. (1968: 11-19),
mengenai dimensi agama bahwa praktik agama meliputi perilaku simbolik
dari makna-makna keagamaa yang terkandung di dalamnya. Peribadatan
dilakukan sebagi bentuk dimensi agama. Dimensi dalam agama yaitu:
1. Dimensi kayakinan yang berisi pengharapan sambil berpegang teguh pada teologi tertentu.
2. Dimensi praktik.
3. Dimensi pengalaman keagamaan yang merujuk pada keseluruhan keterlibatan subyektif dan individual dengan hal-hal yang suci dari suatu agama.
4. Dimensi pengetahuan agama yaitu mengetahui tentang keyakinan, ritus, kitab suci dan tradisi.
5. Dimensi konsekuensi yang mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.
Peribadatan rutin dilaksanakan setiap minggu pagi secara bersama-
sama, mulai pukul 09.00WIB hingga selesai pada pukul 11.00 WIB. Setiap
bulan juga dilaksanakan peribadahan pada tanggal 1 Imlek atau Che It dan 15
Imlek atau Cap Go. Pada peribadahan yang disebut terakhir ini sering kali
disamakan dengan ibadah besar karena berbeda dengan peribadahan setiap
minggu pagi atau kabaktian rutin. Selain dilaksanakan pada malam hari,
pukul 19.00 WIB, Chee It Cap Go juga lebih komplit daripada kebaktian
minggu pagi.
Peribadatan tidak hanya dilakukan di tempat ibadah, tetapi juga di
rumah. Sering kali peribadatan di rumah hanya pada saat-saat tertentu saja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Misalnya pada hari-hari besar keagamaan. Peribadahan yang dilakukan di
rumah bisa bersama-sama ataupun sendiri. Bahka dengan demikian agama
Khonghucu bisa disebut sebagai home religion karena tidak menekankan
untuk melaksanakan peribadahan di tempat ibadah, melainkan sudah cukup di
rumah saja. Inilah salah satu hal yang menjadikan kegiatan keagamaan bagi
umat Khonghucu tidak bisa secara jelas diketahui.
Dalam agama Khonghucu terdapat banyak sekali hari-hari besar.
Namun demikian hanya hari raya Imlek (tahun baru 1 Imlek) dan Cap Go
Meh yang identik dengan sebuah masakan Lontong Cap Go Meh (15 Imlek)
yang sangat dikenal. Perayaan Imlek dan Cap Go Meh begitu meriah. Hari-
hari besar dalam agama Khonghucu yang lain antara lain kelahiran Nabi
Khong Cu, Hari wafatnya Khong Cu, Hari Tang Cik, hari Ching Bing dan
lain-lain.
Sesuai dengan peribadahan dan peringatan hari-hari besar keagamaan
di atas, maka dalam agama Khonghucu juga terdapat unsur praktis berupa
sistem kaidah yang mengikat pengikutnya. Umat Khonghucu termasuk anak-
anak dan orang tua di dalam sebuah keluarga, terikat dengan pengaturan yang
ada seperti yang disebutkan oleh Joachim Wach, misalnya peribadahan
bersama yang dilakukan setiap minggu maupun hari-hari besar lainnya. Unsur
praktik ini pula yang digunakan oleh orang tua untuk mengajak anak-anaknya
melaksanakan ibadah bersama.
4. Pemahaman tentang Agama Khonghucu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Seperti yang telah dikemukakan oleh C.Y. Glock dan R. Stark dalam
American Piety: The Nature or Religious Commitmentdi atas bahwa salah
satu dimensi agama adalah pengetahuan agama yang meliputi keyakinan,
ritus, kitas suci dan tradisi. Demikian pula dengan agama Khonghucu juga
harus memahami pengetahuan tentang agamanya. Jadi tidak hanya
mengamalkan ajaran-ajarannya semata tetapi juga mempunyai pengetahuan
tentang seluk beluk agama tersebut.
Di dalam sebuah agama, ritual peribadatan menjadi begitu penting.
Karena melalui peribadatan ini umat melaksanakan praktik keagamaan dan
pengalaman keagamaan yang merujuk pada seluruh keterlibatan subyektif
dan individual dengan hal-hal suci dari agamanya. Begitu pula dengan
simbol-simbol agamanya. Simbol dari suatu agama berbeda dengan simbol
dari agama lainnya. Kalaupun ada yang sama , hampir bisa dipastikan makna
dari simbol tersebut berbeda.
“Dalam hal pemahaman keagamaan yang Saya berikan kepada anak-anak Saya, menurut saya sudah sangat banyak. Merekapun juga sangat antusias dalam pembelajaran agama Khonghucu. Banyak pertanyaan juga yang mereka ajukan ketika mereka tidak tau dan Saya berusaha menjawab segala pertanyaan mereka. Merekapun juga menambah ilmu agama mereka dengan membaca buku-buku. Saat inipun mereka mulai banyak sudah sangat mengerti dan tau apa yang dibutuhkan adalam perayaan agama (sesaji yang dibutuhkan), berbagai simbol yang ada, seperti simbol genta atau lonceng yang didalamnya terdapat huruf china yang bertuliskan Chung dan Sing. Banyak hal yang sudah mereka ketahui karena merekalah yang nantinya akan meneruskan agama Khonghucu hingga nanti hingga keturunannya kelak. (Ws. Adjie Chandra, 17 Desember 2009) “ banyak hal yang sudah saya tau tentang agama ini. Semuanya mulai diajarkan oleh Papa semenjak kecil. Dari hal yang sederhana seperti membantu Papa menyiapkan berbagai sesaji untuk persembahyangan-persembahyangan yang ada di rumah lalu banyak hal yang saya pelajari dari Papa, seperti sembayang-sembayang dan upacara-upacara yang ada di agama Khonghucu, sesaji apa saja yang dibutuhkan, berbagai lambang atau simbol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang ada dalam agama Kami dan masih banyak lagi hal yang telah Saya pelajari. Namun tidak hanya dari Papa saja Saya mendapatkan ilmu keagamaan, dari berbagai sumber seperti buku, belajar dan berdiskusi dengan Haksu tentang apa yang tidak Saya tau. Orang tua Saya mengajarkan tentang delapan pengakuan iman serta riwayat tentang Nabi Khong Cu dan Saya bersama adik Saya berusaha melaksanakan apa yang telah Saya dapat dengan bantuan dan bimbingan dari orang tua. Mereka membantu Saya dan adik Saya untuk mengontrol diri saya dan adik untuk melakukan semuanya yang sesuai dengan ajaran agama Kami.” (Dyah Wardani Chandra Dewi, 17 Desember 2009) Dari pernyataan kedua informan tersebut diatas dapat diketahui bahwa
pengetahuan tentang agama yang dimiliki oleh si anak cukup tinggi. Banyak
hal yang didapat, baik yang berasal dari orang tuanya maupun dari berbagai
sumber yang ada di luar. Keaktifan si anak dalam mencari informasi tentang
agama Khonghucu ini juga sangat mempengaruhi perkambangan keimanan
seorang anak. Banyak simbol yang harus dimengerti oleh si anak. Seperti
pemakaian dupa pada acara persembayangan yang mempunyai ketentuan
yang berbeda-beda lalu berbagai macam persembahyangan yang
membutuhkan sesaji yang berbeda-beda, hal ini harus dimengerti oleh semua
penganut agama Khonghucu. Lalu adanya simbol genta yakni sebagai simbol
keagamaan yang disebutkan dalam delapan pengakuan iman. Simbol ini
bukan sekedar simbol namu memiliki arti yang menurut penganut Khonghucu
sangat bermakna. Yakni bahwa simbol genta tersebut merupakan lambang
komunikasi, maksudnya dalam simbol ini genta merupakan salah satu alat
komunikasi bagi rakyatnya. Misalnya kerajaan akan memberitahukan
pengumuman ataupun kabar-kabar tertentu kepada rakyatnya dengan
menggunakan genta (pemahaman simbol secara sederhana) sedangkan simbol
maksud genta di sini, ajaran nabi diharapkan dapat diberitahukan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
setiap manusia. Mengenai huruf Chung dan Sing, kalau huruf Chung artinya
bagaimana hubungan kita terhadap Tuhan, kalau Sing bagaimana hubungan
kita kepada sesama manusia. Dan simbol genta ini juga dipakai sebagai
lambang yang dikenakan oleh rohaniawan. Lambang ini berupa bordiran.
Pada baju atau pin yang ditempelkan, pada saat meminpin ibadah besar,
rohaniawan mengenakan pakaian khusus yang dilenghapi dengan genta.
Pengetahuan yang dimiliki oleh si anak pada masa orde baru dengan
masa sekarang sangatlah berbeda. Dimasa orde baru semua informasi yang
berhubungan denagn agama Khonghucu dilarang untuk dipelajari apalagi
disebarluaskan, sehingga pemahaman tentang pengetahuan ini menjadi sangat
terbatas, sedangkan pada masa sekarang, semua informasi dapat dan boleh
diperoleh serta disebarluaskan dengan sangat mudah. Hal ini jelas sangat
mempengaruhi seorang untuk memperoleh informasi dari siapa saja dan apa
saja serta dari manapun. Karena semua informasi yang diperoleh dapat bebas
diperoleh tanpa ada batasan. Sehingga informasi dapat mudah didapat.
Kebijakan politik yang ada juga merupakan faktor yang tidak bisa dilepaskan
pula dari perkembangan agama Khonghucu. Karena adanya kebijakan politik
yang melarang tentang agama Khonghucu berkembang membuat hilangnya
generasi agama Khonghucu selama puluhan tahun telah ada. Walaupun di
masa reformasi ini agama Khonghucu telah dibebaskan dari belenggu
penyebaran informasi namun tidak mudah bagi agama Khonghucu untuk
kembali pada masa kejayaannya di masa sebelun era orde baru, hanya
beberapa persen saja yang tetap mempertahankan keyakinannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jadi dapat digambarkan bahwa Perkembangan dan Sosialisasi agama
Khonghucu di Surakarta yang dimulai pada masa Orde Lama yang berkembang
pesat, namun pada masa Orde Baru perkembangan agama ini terhambat dengan
munculnya surat edaran mentri dalam negeri No. 477/74054/BA.01.2/4683/95
tanggal 18 November 1978 yang menjadikan status agama Khonghucu tidak jelas,
termasuk perayaan Imlek dan kegiatan keagamaan lainnya. Namun setelah kita
masuk para Era Reformasi pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
agama ini mencapai kebebasannya kembali. Kebebasan kembalinya agama
Khonghucu ini menjadi sesuatu yang sulit karena banyak dari penganut agama
Khonghucu berpindah agama dan tetap menganut agama yang dianutnya
sekarang. Banyak siswa yang menganut agama bukan Khonghucu di sekolah,
tetapi di rumah mereka kembali menganut agama Khonghucu dan masih banyak
pula penganut agama Khonghucu yang tidak tercatat di Departemen Agama.
Perkembangan agama ini juga tidak lepas dari peran Lithang dan pemuka
agama yang ada di sana. Banyak kegiatan yang ada disana, dengan berbagai
kegiatan ini sosialisasi ini akan terbentuk. Makin Surakarta merupakan salah satu
saksi sejarah perkembangan agama Khonghucu di wilayah ini. Banyak organisasi
yang bernaung dibawah Makin Surakarta ini. Mulai dari perkumpulan Wanita
Agama Khongucu (Wakin), Pemuda Agama Khonghucu (Pakin), serta Yayasan
Tripusaka yang membawahi sekolah Tripusaka dari Sekolah Dasar hingga
Sekolah Menengah Atas sera membawahi sebuah organisasi kesenian yang
menjadi simbol adat Tionghoa yaitu Barongsai dan Liong yang telah terkenal
hingga ke berbagai daerah di Indonesia serta telah menjuarai berbagai lomba baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berskala lokal maupun nasional. Ini menjadi bukti eksistensi agama Khonghucu di
negara ini.
Sosialisasi yang terjadi dalam keluarga agama Khonghucu sangat
dipengaruhi oleh peran ayah sebagai Imam dalam rumah tangga. Seorang ayah
memberikan contoh bagaimana berkehidupan yang sesuai dengan tuntunan
agama serta penanaman agama melalui berbagai contoh cerita dan pengalaman
dalam kehidupan pribadi. Anak dapat melihat semua contoh yang ada dalam
lingkungan keluarga dan keinginan seorang anak dalam mempelajari agama ini
pun ada. Dalam keluarga Khonghucu menginginkan anak keturunannya menganut
agama yang sama dengan mereka yaitu Khonghucu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
PENUTUP
Pada bagian akhir ini, penulis juga akan memaparkan secara singkat
kesimpulan dan implikasi yang telah diperoleh setelah melakukan penelitian
skripsi ini. Selain itu juga memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan
permasalahan dalam penelitian skripsi ini.
A. Kesimpulan
Agama Khonghucu memang telah ada di Indonesia sebelum Negara
Indonesia terbentuk. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya bangunan
tempat-tempat ibadah di beberapa daerah di Indonesia yang berusia ratusan tahun.
Bahkan telah mengalami renovasi tanpa menghilangkan bentuk asli dan
fungsinya, salah satu contohnya adalah Klenteng Sam Poo Kong yang berada di
Kota Semarang dan klenteng ini merupakan Klentang yang tertua yang ada di
Indonesia.
Eksistensi agama Khonghucu sebagai sebuah agama tidak bisa
dilepaskan dari sosialisasi. Tanpa sosialisasi agama Khonghucu tidak bisa
bertahan dan dikembangkan. Sosialisasi ini dilakukan dengan berkelanjutan baik
itu sosialisasi primer oleh keluarga maupun sekunder oleh lingkungan yang
berada di luar keluarga misalnya sekolah, lingkungan bermain dan tempat ibadah.
Dengan sosialisasi diharapkan anak-anak dalam keluarga Khonghucu dapat
memilih agama Khonghucu sebagai agamanya. Artinya sosialisasi berhasil, yang
94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ditandai dengan religiusitas anak yang tinggi. agama Khonghucu telah
terinternalisasi menjadi bagian dari dirinya.
Pada masa Orde Baru merupakan titik balik dari perkembangan agama
Khonghucu. Kebijakan politik yang dihasilkan oleh pemerintah Orde Baru tidak
mengakui Khonghucu sebagai agama ke-enam. Diskriminasi terhadap agama
Khonghucu selama 30-an tahun ini berdampak pada penurunan jumlah umat
agama Khonghucu. Akibatnya banyak umat agama Khonghucu yang beralih ke
agama lain tertentuuntuk menghindari label atheis, komunis, maupun untuk
kepentingan pendidikan dan kependudukan. Namun dalam kehidupan keeharian,
ajaran-ajaran agama Khonghucu tetap dijalankan.
Pada Orde Baru sosialisasi primer juga dijalankan oleh orang tua agar
anak-anaknya bisa mengenal dan memilih Khonghucu sebagai agamanya.
Demikian juga dengan lingkungan di luar rumah seperti tempat ibadah, kegiatan
yang ada di luar serta teman-teman bermain si anak serta sekolah, orang tuapun
pasti akan memilihkan sekolah, lingkungan luar yang latar belakangnya belakang
agamanya. Dan harapan orang tua juga pihak-pihak luar ini dapat menjalankan
sosialisasi sekunder sehingga religiusitas anak dapat tercapai dan agama
Khonghucu dapat bertahan serta berkembang.
1. Implikasi Empiris
Sosialisasi agama Khonghucu dalam keluarga menjadi sangat
penting dalam perkembangan agama Khonghucu. Sekalipun agama
Khonghucu mendapatkan tekanan yang luar biasa hebat, umat Khonghucu
tetap dapat bertahan meskipun negara tidak mengakui Khonghucu sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
agama resmi selama 30-an tahun lamanya, umat Khonghucu tetap
menjalankan ajaran-ajarannya. Artinya negara tidak bisa mematikan sebuah
agama, sekalipun berhasil membatasi ruang geraknya dan sangat merugikan
dalam perkembangan agama khonghucu di kemudian hari.
Seperti yang tertera pada The International Bill of Human Rights
bahwa mengakui keterbatasan suatu agama sama saja dengan tidak
menghargai Hak Asasi Manusia. Adapun suatu agama tidak perlu mendapat
pengakuan dari suatu negara karena bisa jadi suatu negara ada sebelum
negara itu ada. Begitu pula yang dikemukakan oleh Presiden Abdurrahman
Wahid bahwa negara tidak berhak untuk mengatur agama dari warganya,
tetapi harus melindungi agama yang dianut oleh warganya itu. Lebih lanjut,
pengakuan negara atau pemerintah terhadap agama adalah suatu hal yang
keliru karena agama kan tetap ada walaupun tidak ada pengakuan dari negara.
Meskipun pada akhirnya pengakuan dari negara juga mempunyai pengaruh
yang sangat besar dalam perkembangan agama tersebut, seperti yang terjadi
pada agama Khonghucu selama ini. Sosialisasi agama Khonghucu oleh orang
tua kepada anak-anaknya dilakukan sejak dini dengan mengajak beribadah
bersama dan memberikan contoh kepada mereka. Cara yang demikian ini
dilakukan secara turun temurun. Orang tua menyamakan dirinya dengan pola
sosialisasi yang dulu digunakan oleh orang tuanya. Mereka menganggap
bahwa pola sosialisasi yang digunakan orang tua mereka adalah yang terbaik
sehingga pada saat mereka membentuk keluarga dan mempunyai anak
mereka memulai kembali pola sosialisasi yang mereka peroleh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Orang tua dalam hal ini lebih banyak mengajarkan tentang etika, tata
krama, tingkah laku, budi pekerti dan moral, selain itu juga Delapan
Pengakuan Iman juga menjadi salah satu yang diajarkan oleh orang tua
kepada anak-anaknya, di dalamnya terdapat berbagai ajaran yang membantu
mereka dalam memahami agama Khonghucu ini. Hal ini juga membantu anak
dalam membentuk watak dan sifat dari si anak sendiri.
Peranan orang tua dalam keluarga sebagai agen sosialisasi begitu
penting. Fungsi sosialisasi harus bisa dijalankan dengan baik oleh orang tua
agar anak-anaknya dan menginternalisasikan agama Khonghucu menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari dirinya. Selain fungsi sosialisasi , keluarga
juga menjalankan fungsi keagamaan. Keluarga menjadi tempat dimana anak-
anak mempelajari agama secara informal dalam kesehariannya.
Selain itu peranan lingkungan di luar keluarga menjadi sosialisas yang sangat
penting juga. Anak-anak akan banyak meluangkan waktu untuk bersosialisasi
di lingkungan luar seperti sekolah, teman-teman mereka bermain, lingkungan
peribadahan mereka serta berbagai kegiatan yang diikuti oleh si anak.
Tionghoa juga mendukung dalam perkembangan agama Khonghucu. Ketika
sekolah-sekolah Tionghoa ditutup, pelarangan peribadatan dan sesuatu yang
berhubungan dengan perayaan dari Agama Khongucu, maka sosialisasi bisa
terputus. Akhirnya adalah peranan keluarga menjadi begitu penting.
Kalaupun mendapat pengetahuan dan pemahaman tentang agama
Khonghucu, seringkali dilakukan bukan secara general.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sosialisasi orang tua tidak selalu berhasil kepada anak-anaknya
tentu saja ada beberapa anggota keluarganya, baik itu anak-anaknya sendiri
maupun saudara dan saudarinya yang berlainan agamanya. Orang tua telah
mengusahakan sosialisasi dengan sebaik mungkin, namun ada juga anak-
anaknya yang berlainan dalam memilih agama. Seperti yang tertulis dalam
sabda Suci jilid IX: 22 halaman 188 sebagai berikut
‘Nabi Khonghucu bersabda ”Diantara benih yang tumbuh ada yang tidak berbunga dan diantara yang berbunga ada yang tidak berbuah.” Maksudnya adalah dalam sebuah keluarga ada orang tua yang
mempunyai keturunan, berupa ana-anaknya. Diantara anak-anaknya tersebut
tentu saja ada yang berkeluarga dan mempunyai keturunan lagi . Adapula
yang berkeluarga namun tidak memiliki keturunan. Dari beberapa anaknya
pasti ada yang berlainan agamanya, begitu juga dengan keturunannya.
Penurunan jumlah yang terjadi pada umat Khonghucu pada Orde
lama ke Orde Baru bukan disebabkan oleh kegagalan sosialisasi. Faktor-
faktor eksternal yang mempengaruhi agama Khonghucu yakni adanya
kebijakan politik Orde Baru yang diskriminatif dan anggapan yang keliru
dari orang-orang keturunan Tionghoa terhadap agama Khonghucu menjadi
penghambat perkembangan agama Khonghucu.
Setelah diakui kembali sebagai agama resmi dan ditetapkannya
Imlek sebagai hari raya, agama Khonghucu mempunyai kesempatan kedua
dan harapan baru untuk mampu berkembang lagi dan memberikan kontribusi
positif bagi kemajuan Bangsa Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Implikasi Teoritis
Penelitian ini menggunakan Teori Aksi yang tergabung dalam
dalam Paradigma Definisi Sosial yang menekankan pada Tindakan Sosial dari
Max Weber, pokok persoalan sosiologi adalah bagaimana memahami
tindakan sosial antar hubungan sosial dimana “tindakan penuh arti’ itu
ditafsirkan untuk sampai pada penjelasan kausal. Untuk mempelajari tindakan
Sosial ini, Weber menganjurkan metode analisisnya melalui pemahaman dan
penafsiran (Interpretative Understanding) yang Verstehen.
Dari penelitian ini, secara teoritis sesuai dengan Teori Aksi yang
telah disampaikan oleh Weber di atas. Orang tua merupakan aktor utama
yang melakukan tindakan sosial. Tindakan tersebut diarahkan kepada anak-
anaknya. Ia melakukan sosialisasi agama Khonghucu kepada anak-anaknaya
sejak mereka masih kecil. Tindakan sosial yang dilakukan orang tua ini
tergolong dalam tindakan sosial berorientasi nilai karena dipengaruhi oleh
nilai-nilai agama Khonghucu.
Demikian pula dengan jalur pribadi untuk anak-anaknya juga
dipilih sesuai dengan latar belakang agama Khonghucu yang menjadi
agamanya. Artinya orang tua mempunyai tujuan yang hendak dicapai, yaitu
anak-anaknya menjadi umat Khonghucu seperti mereka. Sedangkan pilihan
agama yang dilakukan untuk kepentingan pendidikan dan data kependudukan
yang dilakukan oleh anak tergolong dalam tindakan sosial instrumental
karena ada tujuan tertentu yang hendak dicapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Implikasi Metodologis
Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Kualitatif yang
bertujuan mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu.
Kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif ,
yaitu apa yang dinyatakan secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang
nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai suasana yang utuh. Jadi penelitian
deskriptif kualitatif studi kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara
rinci dan mendalam terhadap suatu permasalahan. Dalam penelitian skripsi
ini bagaimana gambaran perkembangan agama Khonghucu yang ada di
Surakarta, dan permasalahan selanjutnya adalah bagaimana sosialisasi agama
Khonghucu ini di dalam keluarga.
Dalam tehnik pengumpulan data, penulis turun ke lapangan untuk
mencari, mengumpulkan dan mengolah data. Pengumpulan data dilakukan
baik interaktif maupun non interaktif. Metode wawancara mendalam dan
observasi dan observasi berperan digunakan metode interaktif, catatan
dokumen dan observasi tak berperan digunakan untuk metode non interktif.
Pengambilan sampel digunakan tehnik purposive sampling sehingga sampel
dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bahwa sampel-sampel
tersebut dapat mewakili apa yang dimaksudkan dalam tujuan penelitian.
Dengan demikian, penulis dapat memperoleh data-data yang dibutuhkan
dalam penelitian dengan memilih informan yang benar-benar tahu
permasalahan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Informan penelitian dalam penelitian ini hanya 7 orang, yaitu Hs.
Indarto sebagai informan pertama yang memberikan banyak informasi
tentang perkembangan Agama Khonghucu. Ws. Adjie Chandra, Phiong
Sunarto serta ibu Purwani sebagai Informan yang berperan dalam
memberikan informasi sebagai orang tua yang beragama Khonghucu dan
Diah Wardani Chandra Dewi dan Ratih sebagai informan ketiga yang
berperan sebagai anak yang menganut Agama Khonghucu yang menerima
sosialisasi Agama Khonghucu ini dari orang tuanya. Selain terbatasnya
informan dalam penelitian ini, penulis juga menjumpai ketidakaktifan dari
umat Khonghucu lainnya, terutama kaum muda mudi untuk terlibat dalam
peribadatan rutin di lithang. Penelitian ini juga mendapatkan bantuan
tambahan bantuan info dari Hs. Tjhie Tjay Ing.
Analisis data dilakukan dengan analisis interaktif, reduksi data,
sajian data dan penarikan kesimpulan dilakukan secara terus menerus selama
proses penelitian masih berlangsung. Dalam pengumpulan data penelitian,
reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan dilakukan secara
langsung. Begitu data diperoleh selanjutnya penulis segera mengolahnya.
B. Saran
Sebagai penutup dalam penelitian skripsi dengan judul “Perkembangan
Agama Khonghucu di Surakarta (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Sosialisasi
pada Keluarga Khonghucu di Surakarta) ini penulis mengajukan beberapa saran
yang bisa dipertimbangkan dan ditindaklanjuti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Pemerintah memasukkan agama Khonghucu sebagai agama resmi lagi sejak
tahun 2000. Khonghucu memang telah menjadi agama resmi kembali sebagai
agama namun data statistik tentang jumlah penduduk menurut agamanya
belum dapat dimasukkan, hanya masuk dalam Departemen Agama itupun
jumlah yang ada di sana tidak benar-benar sesuai apa yang ada di lapangan.
Padahal kehidupan keagamaan umat Khonghucu masih tampak denga jelas.
Memang masih didominasi oleh golongan lanjut usia. Pengakuan dari
pemerintah secara nyata akan berdampak nyata dalam perkembangan lebih
lanjut bagi agama Khonghucu, terutama partisipasi dari kaum muda pada
peribadatan rutin.
Diharapkan dalam pendataan penduduk atau sensus penduduk yang
selanjutnya, pemerintah menyediakan pilihan agama Khonghucu bagi
umatnya. Perlu diketahui juga bahwa agama Khonghucu ini termasuk agama
besar di dunia.
2. Sedangkan bagi orang tua agar dapat menjalankan fungsi sosialisasi dengan
baik sehingga anak-anaknya dapat menjadi umat Khonghucu . selama ini
hanya digunakan contoh sebaga metode sosialisasi. Metode ini sebenarnya
berhasil dengan baik masyarakatnya. Namun zaman telah mengalami
perubahan dan juga harus menyesuaikan. Demikian pula dengan metode
sosialisasi yang dipilih selain pemberian contoh, orang tua dapat pula
menggunakan metode yang lainnya misalnya metode ganjaran dan hukuman.
Selain itu orang tua juga perlu untuk memperluas pengetahuan dan
pemahamannya tentang agama. Tidak hanya peribadahan saja tetapi juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
orang tua bisa menjelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan agamanya.
Artinya keluarga tidak hanya menjalankan sosialisasi, tetapi juga pendidikan
agama bagi anak-anaknya.
3. Terakhir bagi peneliti-peneliti lain, terutama yang terutama yang berminat
dengan agama Khonghucu maupun dengan agama-agama lainnya, semoga
penelitian ini dapat menjadi referensi tertulis yang bermanfaat. Selain itu
masih terbatasnya penelitian tentang agama Khonghucu dapat menjadi
pertimbangan untuk lebih mengenal dan memahami lagi dengan
melaksanakan penelitian-penelitian lebih lanjut.
Selanjutnya hasil penelitian juga bisa dibandingkan dengan cara atau bentuk
sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua dalam keluarga dari latar belakang
agama yang berbeda. Peneliti dapat juga menggunakan metode penelitian
yang berbeda sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih variatif, terutama di
lokasi–lokasi yang berbeda, apakah menunjukkan kesamaan atau perbedaan
dalam pengambilan data.