13
165 Al-Ah} wa> l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK KELUARGA BAHAGIA (Tinjauan Maqa> s} id asy-Syari> ‘ah) Yasin Yusuf Abdillah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Email: [email protected] Abstract Marriage agreement is part of the pre-marriage agreement by the bride and groom, both men and women. This agreement done when both parties consider their own property so they wont be aggrieved if in the future their marriage going divorce. By formal law, this marriage agreement is regulated in three laws namely the Criminal Code, Marriage Law and KHI. All these three see that the marriage agreement is one form of maslahah to achieve Maqa> s} id asy-Syari> ‘ah although with some conditions that bind both. Perjanjian perkawinan merupakan salah satu bagian dari perjanjian pra-nikah yang biasa dilakukan oleh calon pengantin, baik pihak laki-laki dan perempuan. Hal ini dilakukan ketika kedua pihak mempertimbangkan harta kekayaan yang dimilikinya masing-masing agar tidak dirugikan jika ke depan pernikahan mereka terjadi perceraian. Secara hukum formal, perjanjian perkawinan ini diatur dalam tiga perundangan yaitu KUHP, UU Perkawinan dan KHI. Ketiganya melihat bahwa perjanjian pernikahan merupakan salah satu bentuk maslahah agar tercapai Maqa> s} id asy-Syari> ‘ah, meskipun dengan beberapa catatan yang mengikat keduanya. Kata Kunci: perjanjian perkawinan, KHI, Undang-Undang Perkawinan, maqa> s} id asy-syari> ‘ah A. Pendahuluan Pada dasarnya, pembentukan lembaga perkawinan ditujukan agar tercipta sebuah keluarga bahagia dan kekal. Dalam Undang- Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 (selan- jutnya disebut UUP) disebutkan, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tang- ga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke- tuhanan Yang Maha Esa”. Tujuan perkawinan ini dipertajam oleh Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI). Pasal 3 KHI menye- butkan bahwa “perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.” Ini meng- indikasikan bahwa setiap keluarga bisa mene- mukan kebahagiaan dan ikatan perkawinan berlangsung seumur hidup. Meskipun begitu, dalam praktiknya setiap keluarga dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah. Tidak jarang kebahagiaan ke- luarga terganggu bahkan tidak sedikit yang berujung pada perceraian. Banyak faktor yang bisa menyebabkan hal demikian. Misalnya, kesewenangan seorang suami terhadap istri- nya, praktik menduakan istri dengan cara poli- gami yang tidak sehat, suami tidak menafkahi istri, suami meninggalkan istri bertahun tahun, atau suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence). Faktor lain, misalnya, istri melalaikan tanggung jawabnya, selingkuh dan lain sebagainya. Salah langkah persuasif yang ditempuh da- lam menghadapi berbagai tantangan keluarga tersebut adalah diadakannya perjanjian per- kawinan. Di satu sisi, perjanjian perkawinan dianggap dapat menjadi “pegangan” suami- istri ketika diguncang berbagai problem keluar- ga, seperti tidak terpenuhinya terpenuhi hak- hak dalam rumah tangga. Perjanjian perkawin- an dapat dijadikan “senjata” jika salah satu

PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

165

Perjanjian Perkawinan Sebagai Upaya Membentuk Keluarga Bahagia ...

Al-Ah }wa >l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H

PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUKKELUARGA BAHAGIA (Tinjauan Maqa >s}id asy-Syari >‘ah)

Yasin Yusuf AbdillahUniversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga YogyakartaEmail: [email protected]

AbstractMarriage agreement is part of the pre-marriage agreement by the bride and groom, both men and women. Thisagreement done when both parties consider their own property so they wont be aggrieved if in the future theirmarriage going divorce. By formal law, this marriage agreement is regulated in three laws namely the CriminalCode, Marriage Law and KHI. All these three see that the marriage agreement is one form of maslahah toachieve Maqa>s}id asy-Syari>‘ah although with some conditions that bind both.

Perjanjian perkawinan merupakan salah satu bagian dari perjanjian pra-nikah yang biasa dilakukanoleh calon pengantin, baik pihak laki-laki dan perempuan. Hal ini dilakukan ketika kedua pihakmempertimbangkan harta kekayaan yang dimilikinya masing-masing agar tidak dirugikan jikake depan pernikahan mereka terjadi perceraian. Secara hukum formal, perjanjian perkawinan inidiatur dalam tiga perundangan yaitu KUHP, UU Perkawinan dan KHI. Ketiganya melihat bahwaperjanjian pernikahan merupakan salah satu bentuk maslahah agar tercapai Maqa>s}id asy-Syari>‘ah,meskipun dengan beberapa catatan yang mengikat keduanya.

Kata Kunci: perjanjian perkawinan, KHI, Undang-Undang Perkawinan, maqa>s}id asy-syari >‘ah

A. PendahuluanPada dasarnya, pembentukan lembaga

perkawinan ditujukan agar tercipta sebuahkeluarga bahagia dan kekal. Dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 (selan-jutnya disebut UUP) disebutkan, “Perkawinanadalah ikatan lahir batin antara seorang priadan seorang wanita sebagai suami istri dengantujuan membentuk keluarga atau rumah tang-ga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-tuhanan Yang Maha Esa”. Tujuan perkawinanini dipertajam oleh Kompilasi Hukum Islam(selanjutnya disebut KHI). Pasal 3 KHI menye-butkan bahwa “perkawinan bertujuan untukmewujudkan kehidupan rumah tangga yangsakinah, mawaddah, dan rahmah.” Ini meng-indikasikan bahwa setiap keluarga bisa mene-mukan kebahagiaan dan ikatan perkawinanberlangsung seumur hidup.

Meskipun begitu, dalam praktiknya setiapkeluarga dihadapkan pada tantangan yang

tidak mudah. Tidak jarang kebahagiaan ke-luarga terganggu bahkan tidak sedikit yangberujung pada perceraian. Banyak faktor yangbisa menyebabkan hal demikian. Misalnya,kesewenangan seorang suami terhadap istri-nya, praktik menduakan istri dengan cara poli-gami yang tidak sehat, suami tidak menafkahiistri, suami meninggalkan istri bertahun tahun,atau suami melakukan kekerasan dalam rumahtangga (domestic violence). Faktor lain, misalnya,istri melalaikan tanggung jawabnya, selingkuhdan lain sebagainya.

Salah langkah persuasif yang ditempuh da-lam menghadapi berbagai tantangan keluargatersebut adalah diadakannya perjanjian per-kawinan. Di satu sisi, perjanjian perkawinandianggap dapat menjadi “pegangan” suami-istri ketika diguncang berbagai problem keluar-ga, seperti tidak terpenuhinya terpenuhi hak-hak dalam rumah tangga. Perjanjian perkawin-an dapat dijadikan “senjata” jika salah satu

Page 2: PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

166

Yasin Yusuf Abdillah

Al-Ah }wa >l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H

pihak (istri atau suami) mendapat pelakukansewenang-wenang dari pasangannya. Di sisilain, perjanjian perkawinan juga bisa dijadikanlandasan istri atau suami bercerai, jika caratersebut terpaksa harus ditempuh.

Pendeknya, perjanjian perkawinan “tam-pak” dijadikan sebagai salah satu cara agarsetiap orang yang menikah menemukan ke-bahagiaan dan rumah tangga yang terciptakekal. Tulisan ini berupaya melihat perjanjianperkawinan dari sisi maqa >s }id asy-syari >‘ah.Maqa >s }id asy-syari >‘ah digunakan untuk melihattujuan dari perjanjian perkawinan itu sendiri.Bagaimanapun, inti dari hukum Islam, padadasarnya, bermuara pada maqa >s }id asy-syari >‘ah(tujuan-tujuan ditetapkannya hukum).

B. Konsep Perjanjian PerkawinanDalam hukum Islam, “perjanjian” disebut

“akad”. “Akad” berasal dari “al-aqd” yang ber-arti “mengikat”, “menyambung” atau “meng-hubungkan”.1 Perjanjian jugaberarti “mengikat”, “perjanjian (yang ter-catat)” atau “kontrak”2. Dalam bahasa Indo-nesia “perjanjian” berasal dari kata “janji” yangberarti “kesediaan dan kesanggupan yangdiucapkan”. Perjanjian kemudian diartikansebagai “persetujuan tertulis atau lisan yangdibuat oleh dua pihak atau lebih.”3

Dari segi istilah, istilah perjanjian sudahcoba diurai para pakar hukum. Berikut bebe-rapa definisi perjanjian yang dikemukakan olehpara ahli hukum. (1) Akad adalah suatu per-ikatan antara ijab dan Kabul dengan cara yang

dibenarkan syarak yang menetapkan akanadanya akibat-akibat hukum pada objeknya;4

(2) akad atau perikatan adalah suatu ikatanantara dua pihak atau lebih tentang suatuurusan tertentu yang dimulai dengan kehendaksalah satu pihak kemudian disetujui oleh pihaklain sehingga merupakan kesepakatan semuapihak yang bersangkutan dan mereka terikatkarenanya;5 Chairuman Pasaribu: akad adalahsuatu perbuatan kesepakatan antara seseorangatau beberapa orang lainnya untuk melakukansuatu perbuatan tertentu. Kalau perbuatan itumempunyai akibat hukum maka perbuatan ter-sebut diistilahkan dengan perbuatan hukum.6

Suatu perjanjian dibuat harus memenuhitiga syarat: (1) tidak menyalahi hukum syariatyang disepakati adanya; (2) setiap pihak ridadan ada pilihan; dan (3) harus jelas7. Dengandemikian, sebuah perjanjian harus dilandasipada ketaatan pada hukum, kerelaan dan ke-jelasan poin-poin yang diperjanjikan.

Kaitannya dengan perkawinan, para ahliberbeda pendapat tentang makna perjanjian per-kawinan. Ada yang menyebut bahwa, secaraformal, perjanjian perkawinan adalah perjanji-an yang dibuat oleh calon suami istri sebelumatau pada saat perkawinan dilangsungkan un-tuk mengatur akibat-akibat hukum perkawin-an terhadap harta benda mereka.8 Isi perjanji-an perkawinan sendiri tidak dibatasi.9

Wirjono Prodjodikoro mengartikan kataperjanjian sebagai suatu perhubungan hukummengenai harta benda kekayaan antara duapihak, yang mana salah satu pihak berjanji atau

1 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat (Jakarta:PT Raja GrafindoPersada, 2007), hlm.68.

2 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta, 1984), hlm, 1023.3 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta:Balai Pustaka,2002), hlm. 392.4 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), (Yogyakarta:UII Press,2000, hlm. 65.5 Dadan Muttaqien, Cakap Hukum Bidang Perkawinan Dan Perjanjian (Yogyakarta:Insania Cita Press,2006), hlm. 44.6 Ibid., hlm. 45.7 Ibid.8 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta: Kencana Prenada Predia Group, 2008), hlm.

120.9 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Perbandingan Fiqih dan Hukum Positif (Yogyakarta:

Teras, 2011), hlm. 165.

Page 3: PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

167

Perjanjian Perkawinan Sebagai Upaya Membentuk Keluarga Bahagia ...

Al-Ah }wa >l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H

dianggap berjanji untuk melakukan sesuatuhal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pe-laksanaan janji tersebut.10 Perjanjian perkawin-an juga diartikan sebagai suatu perjanjian an-tara dua orang calon suami istri untuk meng-atur harta kekayaan pribadi masing-masingyang dibuat menjelang perkawinan serta disah-kan oleh pegawai pencatat perkawinan.11

Tujuan dibuatnya perjanjian perkawinanantara lain sebagai keabsahan perkawinan,untuk mencegah perbuatan yang tergesa-gesakarena akibat dari perkawinan itu untuk seumurhidup, demi kepastian hukum, alat bukti yangsah, dan mencegah adanya penyelundupanhukum.12

Pada umumnya suatu perjanjian per-kawinan di buat dengan alasan, (1) bilamanaterdapat sejumlah harta kekayaan yang lebihbesar pada salahsatu pihak daripada pihakyang lain; (2) kedua belah pihak masing-masing membawa masukan (aangbrengst) yangcukup besar; (3) masing-masing mempunyaiusaha sendiri-sendiri, sehingga andaikata salahsatu jatu (failliet), yang lain tidak tersangkut;(4) atas utang-utang yang mereka buat sebelumterjadinya pernikahan.13

C. Perjanjian Perkawinan dalamPerundang-UndanganPerjanjian perkawinan diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdatapasal 139 -154), Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 tentang Perkawinan (pasal 29),dan KHI (pasal 45–52).

Pertama, dalam KUHPerdata, perjanjianperkawinan berkaitan dengan harta. Dalampasal 139 disebutkan, “para calon suami istridengan perjanjian kawin dapat menyimpang

dan peraturan undang-undang mengenai har-ta bersama asalkan hal itu tidak bertentangandengan tata susila yang baik atau dengan tatatertib umum dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan berikut”. Pada pasal 140-154 diaturpula mengenai perjanjian perkawinan me-nyangkut harta. Jadi, semua aturanKUHPerdata terkait perjanjian perkawinanberkaitan dengan harta, tidak yang lain.

Kedua, Dalam UUP, perjanjian perkawinandiatur dalam Bab V pasal 29 ayat 1 sampai 4.Ayat 1 berkaitan dengan teknis pembuatanperjanjian perkawinan. Disebutkan bahwa per-janjian perkawinan diadakan sesaat sebelumperkawinan dilangsungkan. Perjanjian perka-winan bersifat tertulis dan disahkan oleh Pega-wai Pencatat Perkawinan. Selain mengikat ke-dua pihak (suami-istri), perjanjian perkawinanjuga dapat mengikat pihak lain (pihak ketiga)sepanjang berkaitan.

Pada ayat berikutnya, ayat 2 pasal 29 UUP,dijelaskan tentang pengesahan perjanjian per-kawinan. Perjanjian perkawinan hanya bisadisahkan jika tidak melanggar batas-batashukum, agama dan kesusilaan. Sementara itu,ayat 3 dan 4 pasal 29 UUP mengatur tentangpemberlakuan perjanjian perkawinan. Disebut-kan bahwa perjanjian perkawinan berlakusejak perkawinan dilangsungkan. Perjanjiantersebut tidak dapat diubah selama masaperkawinan berlangsung, kecuali jika masing-masing pihak bersepkat mengubahnya denganCatatan perubahan tersebut tidak merugikanpihak ketiga.

Perjanjian perkawinan dalam pasal ter-sebut tidak termasuk taklik talak, karena per-janjian yang termasuk di dalam pasal 29 ter-sebut menyangkut pernyataan kehendak dari

1 0 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan tertentu (Bandung: Sumatra Utara, 1981), hlm.11.

1 1 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, hlm. 171.1 2 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata: Comparative Civil Law (Jakarta: PT RajaGrafindo

Perdasa, 2014), hlm. 151.1 3 Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia (Surabaya: Airlangga

University Press, 2002), hlm. 58.

Page 4: PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

168

Yasin Yusuf Abdillah

Al-Ah }wa >l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H

kedua belah pihak (suami-istri), sementara takliktalak hanya kehendak sepihak yang diucapkanoleh suami setelah akad nikah.14

Terkait interpretasi mengenai isi perjanjiantidak melanggar batas hukum, misalnya, dalamperjanjian perkawinan ditentukan istri tidakdiberi wewenang melakukan perbuatan hukum,karena hukum menentukan bahwa wanitabersuami juga berwenang melakukan perbuatanhukum apapun. Isi perjanjian perkawinan tidakmelanggar batas agama—misalnya, dalamperjanjian perkawinan ditentukan istri atausuami bebas bergaul dengan laki-laki atau pe-rempuan lain, diluar rumah mereka. Sementaraitu, terkait tidak melanggar batas kesusilaan,misalnya, dalam perjanjian ditentukan suamitidak boleh melakukan pengontrolan terhadapperbuatan istri di luar rumah dan sebaliknya.15

Ketiga, perjanjian perkawinan dalam KHI.KHI mengatur perjanjian perkawinan dalampasal 45 sampai 52. Pasal 45 berisi tentangbentuk perjanjian perkawinan yang boleh di-buat oleh calon suami-isteri. Bentuk perjanjianyang dimaksud adalah (1) taklik talak dan (2)perjanjian lain yang tidak bertentangan denganhukum Islam.

Pada pasal 46 KHI diatur tentang takliktalak. Disebutkan bahwa taklik talak tidakboleh bertentangan dengan hukum Islam. Jikakeadaan yang disyaratkan pada taklik talakbenar-benar terjadi, maka talak tidak sertamerta jatuh melainkan ia harus diajukan kepengadilan. Pasal ini juga mengatur bahwaperjanjian taklik talak bukan suatu keharusan.Tetapi, jika takik talak dilakukan, ia tidak bisadicabut kembali.

Sementara itu, pasal 47-49 KHI berisitentang isi perjanjian perkawinan mengenaiharta calon suami-isteri. Pada pasal 47 ditegas-kan bahwa perjanjian perkawinan dilakukansecara tertulis berkaitan meliputi percampuranharta pribadi dan pemisahan harta pencaha-rian masing-masing pihak sepanjang tidakbertentangan dengan ajaran Islam. Pasal inijuga memberi kesempatan bagi masing-masing

pihak untuk mengadakan ikatan hipotik atasharta pribadi dan harta bersama.

Pemisahan dan percampuran harta ber-sama diatur dalam pasal 48 dan 49 KHI. Padapasal 48 disebutkan bahwa pemisahan hartabersama tidak berarti menghilangkan kewajib-an suami dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga. Artinya, jika pemisahan harta tetapdilakukan, maka suami tetap menanggungbiaya kebutuhan rumah tangga. Sementara itu,pasal 49 menyebutkan bahwa pencampuranharta pribadi bisa meliputi semua harta, baikyang harta bawaan maupun harta yang diper-oleh selama perkawinan. Jika perjanjian perka-winan terkait dengan pencampuran hartabawaan maka perjanjian perkawinan tidakmencakup harta pribadi yang diperoleh selamaperkawinan, begitu pula sebaliknya.

Pasal 50 KHI mengatur teknis pemberlaku-an perjanjian perkawinan. Disebutkan bahwaperjanjian perkawinan mengenai harta meng-ikat para pihak dan pihak ketiga sejak tanggaldilangsungkannya perkawinan. Perjanjian per-kawinan dapat dicabut atas persetujuan ber-sama suami-isteri dan wajib didaftarkan keKantor PPN tempat perkawinan dilangsung-kan. Sejak pendaftaran itu, pencabutan meng-ikat para pihak, sementara bagi pihak ketigabaru berlaku pencabutan sejak tanggal pendaf-taran itu diumumkan suami-isteri dalam suratkabar setempat. Pencabutan gugur dan tidakmengikat pihak ketiga jika suami-isteri tidakmengumumkan selama 6 bulan. Selain itu,pencabutan yang dilakukan tidak boleh me-rugikan pihak ketiga.

Sebagaimana diatur dalam pasal 51, pe-langgaran terhadap perjanjian berimplikasipada isteri. Isteri berhak meminta pembatalannikah atau mengajukannya sebagai alas angugatan perceraian ke pengadilan. Dalam halsuami beristeri lebih dari satu, bisa dibuat per-janjian perkawinan terkait tempat kediaman,waktu giliran dna biaya rumah tangga.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkanbahwa perjanjian perkawinan dalam pasal 29

Page 5: PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

169

Perjanjian Perkawinan Sebagai Upaya Membentuk Keluarga Bahagia ...

Al-Ah }wa >l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H

Undang-undang nomor 1 tahun 1974, telah diubah atau setidaknya diterapkan bahwa takliktalak termasuk salah satu perjanjian perkawin-an.16 R. Soetojo dan Asis Safioedin mengatakanperjanjian perkawinan di Indonesia ini dibuatmanakala terdapat harta kekayaan yang lebihbesar antara satu pihak dengan pihak lain,untuk mengadakan penyimpangan terhadapketentuan tentang persatuan harta kekayaan.Para pihak bebas menentukan bentuk hukumyang dikehendakinya.17

Kalau kita melihat undang-undang yangada tentang perjanjian perkawinan, Kandung-an perjanjian perkawinan lebih terarah danterfokus pada masalah harta dan tata aturanyang berfungsi untuk mengurus pengendalianharta kekayaan suami istri secara langsung ber-dasarkan kesepakatan bersama. KUHPerdatayang telah mengatur perjanjian perkawinansecara kongkrit tidak dihapus oleh UUP, akantetapi sebagai pedoman untuk mengadakanperjanjian perkawinan, sejauh tidak berten-tangan dengan ketentuan pasal 29 UUP danBab VII KHI.18

Terkait isi perjanjian perkawinan, UUPtidak membahasnya, yang ada bahwa per-janjian perkawinan tidak boleh bertentangandengan hukum, agama dan kesusilaan. Dengandemikian, mengenai isi perjanjian kawindiserahkan kepada pejabat umum yang mem-punyai wewenang untuk memberikan penaf-sirannya. Sesuai dengan pasal 149 KUHPerdata,setelah pelangsungan perkawinan dengan caraapapun juga, perjanjian perkawinan tidakdapat diubah, karena sistem harta benda yangdipilih oleh suami istri saat berlangsungnyaperkawinan menyandarkan pada kekhawa-tiran bahwa semasa perkawinan suami dapat

memaksa istrinya mengadakan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki.19 Perjan-jian perkawinan boleh mencakup apa saja yangdianggap penting oleh kedua belah pihak.Perjanjian perkawinan tidak harus menyang-kut masalah harta dan anak. Masalah di luarharta dan anak juga boleh diperjanjikan olehkedua belah pihak selagi tidak bertentangandengan norma agama dan susila.

D. Konsep Maqa >s }id asy-Syari >‘ah danMas }lah}ahSecara bahasa maqa >s }id asy-syari >‘ah berarti

tujuan hukum syariat. Adapun tujuan kehadir-an hukum Islam ini dalam rangka: (1) membinasetiap individu agar menjadi sumber kebaikanbagi orang lain; (2) menegakkan keadilan da-lam masyarakat baik sesama muslim maupunnonmuslim; dan (3) merealisasikan maslahat,sebagai tujuan tertinggi yang melekat padahukum Islam secara keseluruhan. Maka tidakada syariat yang berdasarkan al-Qur’an danhadis kecuali di dalamnya terdapat kemasla-hatan yang hakiki dan berlaku secara umum.20

Kajian tentang mas }lah }ah nampaknya ber-dasarkan pada konsep maqa>s}id asy-syari>‘ah yangmenegaskan bahwa hukum Islam disyariatkanuntuk mewujudkan dan memelihara mas }lah }ahumat manusia. Para ulama sepakat tentang halini dan membuat suatu kaidah yang cukuppopuler, di mana ada mas }lah }ah, di sana terdapathukum Allah”.

Asy Syatibi merupakan salah satu ulamayang membahas maqa >s }id asy-syari >‘ah secarakhusus dan sistematis. Ia mengatakan bahwatujuan utama Allah menetapkan hukum Nyaadalah untuk terwujudnya kemaslahatan bagimanusia, baik di dunia maupun di akhirat.

1 4 Henry Lee A Weng, Beberapa Segi Hukum dalam Perjanjian Perkawinan (Medan: Rimbow, 1990), hlm. 218.1 5 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia (Bandung:Citra Aditya Bakti, 1990), hlm. 88.1 6 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, hlm. 181.1 7 Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safiodin, Hukum orang dan Keluarga (Bandung: t.p., 1986), hlm. 76.1 8 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, hlm. 187.1 9 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, hlm. 122.2 0 Khalid Ramadhan Hasan, Mu’jam Usu >l Fiqh (t.p: ar-Raudah, 1998), hlm. 268.

Page 6: PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

170

Yasin Yusuf Abdillah

Al-Ah }wa >l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H

Mas }lah }ah menurutnya seperti halnya konsep alGazali, meliputi lima hal pokok, yaitu meme-lihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.21

Sementara ‘Izzuddin ibn Abd al Salam, seorangulama Syafi‘iyyah lebih banyak menekankankonsep mas }lah }ah secara hakiki dalam bentukmenolak mafsadat dan menarik manfaat.22

Begitu pentingnya maqa >s }id asy-syari >‘ah ter-sebut, para ahli teori hukum menjadikanmaqa >s }id asy-syari >‘ah sebagai salah satu kriteria(di samping kriteria lainnya) bagi mujtahidyang melakukan ijtihad. Adapun inti dari kon-sep maqa >s }id asy-syari >‘ah adalah untuk mewu-judkan kebaikan sekaligus menghindarkankeburukan atau menarik manfaat dan menolakmudarat. Istilah yang sepadan dengan intimaqa >s }id asy-syari >‘ah adalah mas }lah }ah, karenapenetapan hukum dalam Islam harus ber-muara kepada mas }lah }ah.

Mengenai urutan lima hal pokok maqa >s }idasy-syari >‘ah, para ulama berbeda pandangan.Menurut al-Amidi, urutannya adalah ad-Din,an-Nafs, an-Nasl, al-‘Aql dan al-Mal; al-Qarafi:an-Nufus, al-Adyan, al-Ansab, al-‘Uqul, al-Amwalatau al-A’rad; dan al-Gazali: ad-Din, an-Nafs, al-‘Aql, al-Nasl dan al-Mal.23 Urutan yang dikemu-kakan al-Ghazali ini adalah urutan yang palingbanyak dipegang para ulama Fiqh dan UsulFiqh berikutnya.24 Sementara itu, ‘Izzuddin ibnAbd as Salam menambahkan menjaga kehor-matan (‘irdu) sebagai tambahan atas lima halpokok di atas.25

Selain itu, muncul pula pandangan lain. At-Tufi mewakili pandangan yang radikal danliberal berpendapat tentang mas }lah }ah.26 Ia me-

ngatakan bahwa prinsip mas }lah }ah dapat mem-batasi atau bertentangan dengan al-Qur’an,sunnah dan ijmak jika penerapan al-Qur’an,sunnah dan ijma’ itu akan menyusahkan manu-sia.27 Menurutnya, ruang lingkup dan bidangmas }lah }ah adalah muamalah.28

Berikut uraian singkat lima hal pokokdalam maqa >s }id asy-syari >‘ah:

Pertama, memelihara agama. Berdasarkanurgensitasnya terdiri atas tiga peringkat. (1)Memelihara agama dalam tingkat d }aru >riyah,yaitu memelihara dan melaksanakan kepen-tingan primer agama seperti melaksanakansalat lima waktu. Kalau salat ini diabaikan ma-ka akan terancamlah keutuhan agama; (2)Memelihara agama dalam tingkat h }ajiyyah,yaitu melaksanakan ketentuan agama denganmaksud menghindari kesulitan seperti salatjamak dan qasar bagi orang yang berpergian.Kalau ketentuan itu tidak dilaksanakan, makatidak akan mengancam eksistensi agama,melainkan hanya akan mempersulit orangyang sedang dalam berpergian; (3) Memeliharaagama dalam tingkat tah }si >niyyah, yaitu meng-ikuti petunjuk agama dan menjunjung tinggimartabat manusia sekaligus melengkapi pelak-sanaan kewajibannya kepada Tuhan. Misalnyamenutup aurat baik dalam salat maupun diluar salat, membersihkan pakaian dan badan.Kegiatan ini erat hubungannya dengan akhlakterpuji. Jika hal ini tidak dilakukan, maka tidakakan mengancam keutuhan agama dan tidakmempersulit orang yang melakukannya.

Kedua, memelihara jiwa. Memelihara agamaterdiri atas: (1) Memelihara jiwa dalam tingkat

2 1 Al Shatibi, al-Muwa>faqa>t fi Us}u >l asy-Syari >‘ah (Kairo: Mustafa Muhammad, t.t,), hlm. 5.22‘Izzuddin ibn ‘Abd al Salam, Qawa>‘id al Ahka>m fi Mas}a>lih } al Ana>m (Beirut: Dar al-Kutub al- ‘Ilmiyah, 1999), hlm.9.2 3 Muhammad ‘Ibn Muhammad ‘Abi Hamid al-Gazali, al-Mustas}fa min ‘Ilm al-Us}u >l (Beirut: Mu’assasah al-‘Arqam, 1992),

hlm. 258.2 4 Ahmad Hafidh, Meretas Nalar Syari’ah, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 182.2 5 Izzuddin ibn ‘Abd al Salam, Qawaid al Ahkam, hlm. 8.2 6 Nur A. Fadhil Lubis, Hukum Islam dalam Kerangka Teori Fikih dan Tata Hukum Indonesia (Medan :Pustaka

Widyasarana,1995), hlm. 35.2 7 Najmuddin Sulayman Bin ‘Abd al-Qawi’ Bin Abd al-Karim at-Tufi, At-Ta’yi >n fi Syarh } al-Arba‘i >n (Bairut: Muassasat al-

Rayyan, 1998), hlm. 46.2 8 Ibid., hlm. 48.

Page 7: PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

171

Perjanjian Perkawinan Sebagai Upaya Membentuk Keluarga Bahagia ...

Al-Ah }wa >l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H

d}aru>riyah, seperti memenuhi kebutuhan pokokberupa makanan untuk mempertahankan ke-berlangsungan hidup, jika kebutuhan ini tidakterpenuhi, maka akan mengakibatkan teran-camnya jiwa manusia. (2) Memelihara jiwadalam tingkat h}ajiyyah, seperti diperbolehkan-nya menikmati makanan dan minuman yanglezat, kalau kegiatan ini diabaikan maka tidakakan mengancam eksistensi manusia melain-kan hanya akan mempersulit hidup saja. (3)Memelihara dalam peringkat tah}si>niyyah, sepertiditetapkannya tata cara makan dan minum,yang berbau kesopanan dan sama sekali tidakakan mengancam jiwa manusia jika di tinggal-kan.

Ketiga, memelihara akal. Memelihara akaldilihat dari kepentingannya juga terbagi tiga:(1) Dalam tingkat d}aru>riyah, memelihara akalseperti diharamkannya meminum minumankeras. Jika hal ini dikerjakan, maka akan ber-akibat rusaknya akal. (2) Dalam tingkat h}ajiyyah,memelihara akal seperti anjuran untuk menun-tut ilmu pengetahuan. Sekiranya hal ini tidakdilakukan maka tidak akan merusak akal,tetapi akan mempersulit kehidupan seseorang.(3) Dalam tingkat tah }si >niyyah, seperti meng-hindarkan diri dari menghayal atau men-dengarkan sesuatu yang tidak berfaedah. Halini berkaitan erat dengan etika dan tidak akanmengancam eksistensi akal secara langsung.

Keempat, memelihara keturunan. Memeli-hara keturunan dilihat dari segi tingkat kebu-tuhannya dapat dibedakan menjadi tiga: (1)Dalam tingkat d}aru>riyah, memelihara keturun-an seperti disyariatkannya nikah. Jika tidakdiindahkan, maka akan mengancam keutuhanketurunan. (2) Dalam tingkat h}ajiyyah, memeli-hara keturunan seperti ditetapkannya menye-butkan mahar bagi suami pada waktu akadnikah. Jika hal ini tidak dipatuhi, maka akanmenyulitkan suami karena ia harus membayarmahar misil.Dalam tingkat tah }si >niyyah, sepertidisunnahkannya khitbah dalam perkawinan.

Jika tidak dilakukan, maka tidak akan mengan-cam keutuhan keturunan tetapi hanya sedikitmempersulit saja.

Kelima, memelihara harta. Dilihat dari segikepentingannya, memelihara harta dapat ter-kategorikan menjadi tiga tingkatan, antara lain:(1) Dalam tingkat d}aru>riyah, memelihara hartaseperti disyariatkannya kepemilikan harta. Jikaaturan ini dilanggar akan mengancam keutuh-an harta kekayaan. (2) Dalam tingkat h}ajiyyah,memelihara harta seperti disyariatkannya jualbeli dengan akad salam. Sekiranya hal ini tidakdilakukan maka tidak akan merusak harta,tetapi akan mempersulit kehidupan seseorangyang membutuhkan modal.Dalam tingkattah }si >niyyah, seperti menghindarkan diri dariusaha penipuan. Dimana hal ini berkaitan eratdengan etika dalam berbisnis. Selain itu, masa-lah ini juga bertalian dengan d }aru >riyah yangpengaruhnya juga timbul dalam keabsahan jualbeli.29

Kalau kita melihat paparan di atas, perjan-jian perkawinan termasuk bentuk mas }lah }ahbagi pasangan suami istri untuk tercapainyamaqa >s }id asy-syari >‘ah. Sehingga dengan adanyaperjanjian perkawinan, apa yang menjaditujuan syariat untuk mencapai kemaslahatanbisa terwujud/tercapai.

E. Perjanjian Perkawinan dan UpayaPembentukan Keluarga BahagiaBerdasarkan UUP dan KHI di atas, perjan-

jian tidak harus masalah harta, tetapi boleh hallain yang dianggap perlu dan penting gunakelancaran hidup berumah tangga sehinggaterciptalah keluarga yang bahagia. Istilah ke-luarga bahagia digunakan untuk menggambar-kan bahwa kehidupan keluarga (suami danistri) yang sakinah, harmonis, dan tidak adamasalah yang bisa menyebabkan perceraian.Di sini letak pentingnya perjanjian perkawin-an. Perjanjian perkawinan yang tidak melang-gar norma agama dan susila, diharapkan de-

2 9 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 227-230.

Page 8: PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

172

Yasin Yusuf Abdillah

Al-Ah }wa >l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H

ngan adanya perjanjian perkawinan kehidup-an keluarga akan tetap terjaga dan terhindardari perceraian.

Perjanjian perkawinan, misalnya, bisamencakup masalah komunikasi, harta pribadimaupun bersama, kebutuhan biologis (seks),masalah ekonomi, dan penampilan. Denganperjanjian perkawinan pada lima hal ini, makasuami isteri akan lebih memahami hak dantanggung jawabnya sehingga ikatan perkawin-an terjaga dengan baik.

Ada beberapa konsep dan indikator menu-ju keluarga bahagia dalam perjanjian per-kawinan yaitu:1. Perjanjian Perkawinan dalam Menjaga

Hubungan KomunikasiSalah satu untuk menjadi keluarga bahagia

yaitu dengan cara komunikasi yang baik/efek-tif. Komunikasi yang baik adalah faktor untukmenjalin hubungan yang baik pula, oleh karenaitu, antara pasangan suami istri sebelum me-lakukan pernikahan hendaknya melakukanperjanjian perkawinan mengenai komunikasiantar pasangan agar keduanya selalu menjagakomunikasi. Dengan komunikasi diharapkanakan muncul keterbukaan dan kejujuransehingga kecurigaan diantara pasangan bisaterhindarkan.

Komunikasi di sini dimaknai sebagai prosespertukaran informasi dan perasaan antara duaorang atau lebih30. Komunikasi dalam keluargaberarti pertukaran informasi dan perasaan an-tara suami dan istri. Komunikasi antara suamiistri sangat penting guna mewujudkan kehar-monisan dan menjadikan keluarga yang baha-gia, sakinah, mawaddah, dan warahmah.Salah satu hasil komunikasi adalah keakraban,sehingga dengan adanya komunikasi antarsuami istri, keakraban keluarga bisa terjalin.

2. Perjanjian Perkawinan terhadap HartaSuami-Istri

Perjanjian perkawinan ataupun perjanjianterkait harta bersama ini telah diatur dalamUUP dan KUHPerdata, hukum adat dan hu-kum Agama.31 Perjanjian kawin adalah perjan-jian yang dibuat oleh calon suami istri sebelumatau pada saat perkawinan dilangsungkan un-tuk mengatur akibat-akibat perkawinan terha-dap harta benda mereka32. Perjanjian perka-winan masalah harta sangat penting dan harusdilakukan oleh calonpasangan suami istri gunamembangun keluarga yang bahagia. Perjanjianharta dilakukan untuk menghindari perma-salahan harta yang terjadi dikemudian hari. Kitamungkin tidak ingin percekcokan, perma-salahan dalam keluarga terjadi, terutama masa-lah harta. Tetapi, sebaiknya mencegah danmengantisipasi itu jauh lebih baik dilakukan olehpasangangan suami istri untuk membuat per-janjian perkawinan harta benda mereka. De-ngan adanya perjanjian perkawinan masalahharta ini, permasalahan akan mudah diselesai-kan. Hal yang perlu diingat dan diperhatikanoleh suami adalah, bukan berarti denganperjanjian perkawinan hak nafkah suami sertamerta hilang/gugur.

Persatuan harta/harta bersama tidak ter-jadi apabila sebelum atau pada waktu perka-winan, telah dibuat perjanjian perkawinanantara suami dan istri. Hal ini ditegaskandalam Pasal 29 UU No. 1 tahun 1974 yangberbunyi: “Pada waktu atau sebelum perkawinandilangsungkan, kedua pihak atas perjanjianbersama dapat mengadakan perjanjian tertulisyang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan,setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihakke tiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”

3 0 David Knox, Choices in Relationship An Introduction to Marriage and the Family. Tenth Edition (USA:Wadsworth CengageLearning,2010), hlm.108.

3 1 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan di Indonesia: Menurut Perundangan, Hukum Adat, hukum Agama (Bandung:Bandar Maju, 2007), hlm. 56.

3 2 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2006), hlm.128.

Page 9: PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

173

Perjanjian Perkawinan Sebagai Upaya Membentuk Keluarga Bahagia ...

Al-Ah }wa >l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H

Jadi, apabila telah dibuat perjanjian per-kawinan, maka terjadi pemisahan harta. Suamimaupun istri dapat mempergunakannya tanpapersetujuan kedua belah pihak. Pada umum-nya suatu perjanjian kawin dibuat denganalasan33: (1) bilamana terdapat sejumlah hartakekayaan yang lebih besar pada salah satu pihakdaripada pihak yang lain; (2) Kedua belah pihakmasing-masing membawa masukan (aanbrengst)yang cukup besar; (3) Masing-masing mempu-nyai usaha sendiri-sendiri, sehingga andaikatasalah satu jatuh (failliet), yang lain tidak ter-sangkut; d. Atas hutang-hutang yang merekabuat sebelum kawin, masing-masing akanbertangunggugat sendiri-sendiri.

Perjanjian kawin menurut KUHPerdata ha-rus dibuat dengan akta notaris. Hal ini di-lakukan, kecuali untuk keabsahan perjanjiankawin, juga bertujuan: a. Untuk mencegah per-buatan yang tergesa-gesa, oleh karena akibatdaripada perjanjian ini akan dipikul untuk se-umur hidup; b. Untuk adanya kepastian hu-kum; c. sebagai satu-satunya alat bukti yang sah;d. Untuk mencegah kemungkinan adanya pe-nyelundupan atas ketentuan Pasal 149 KUHPer.

Perjanjian Kawin termasuk perjanjianformil. Pada perjanjian yang tergolong sebagaiperjanjian formil, tidak dipenuhinya ketentuanhukum tentang, misalnya bentuk atau formatperjanjian, cara pembuatan perjanjian, atau-pun cara pengesahan perjanjian, sebagaimanadiwajibkan melalui peraturan perundang-undangan, berakibat perjanjian formil bataldemi hukum. Karena itu, Perjanjian kawinharus dibuat dengan format akta notaris, jikatidak, maka perjanjian kawin itu batal demihukum, dan pengaturan di dalamnya, menjaditidak berlaku, serta pemisahan harta (jikadiatur) tidak akan berlaku, dan yang berlakuadalah persatuan harta (harta bersama).

3. Perjanjian Perkawinan Terhadap Ke-butuhan Biologis (Seks)

Perjanjian perkawinan yang juga harusdiperhatikan oleh pasangan calon suami istriagar terbentuk keluarga yang bahagia yaituperjanjian terhadap kebutuhan biologis (seks).Dalam literature lain disebutkan kebutuhanrohani. Untuk memenuhi kebutuhan biologisbaik suami maupun istri sangat penting. DalamSurat Ali Imran ayat 14 Allah berfirman bah-wa:

“Dijadikan indah pada (pandangan) ma-nusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yangbanyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,binatang-binatang ternak dan sawah ladang.Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisiAllah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.

Ayat di atas jelas menunjukkan bahwamanusia (laki-laki) sejak lahir telah dibekalicinta sahwat (nafsu seks) tehadap wanita.Demikian pula wanita sebagai lawan jenis laki-laki tak ubahnya seperti laki-laki juga. Dia di-bekali oleh Allah Ta’ala nafsu seks untuk me-layani kehendak lawan jenisnya itu.

Karena kebutuhan biologis ini sangat pen-ting, sangatlah penting untuk dibuat perjanjianperkawinan tentang hal ini.Karena kalau kitamelihat kebutuhan biologis merupakan salahsatu naluri kemanusiaan yang secara fitrahdiberikan Allah kepada setiap hamba-Nya baikpria maupun wanita.Dan untuk memenuhituntutan naluri ini, Allah telah memberikanbatasan dan aturan yang legal, yaitu melaluiperkawinan.

3 3 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, hlm.129.

Page 10: PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

174

Yasin Yusuf Abdillah

Al-Ah }wa >l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H

Seseorang yang melaksanakan perkawinanyang sah, pada dasarnya merupakan suatubentuk motivasi hubungan biologis yangbertanggung jawab. Hubungan biologis antarasuami istri merupakan salah satu bentuk ikrarpernikahan yang mereka ucapkan.Bahkanlebih jauh lagi, dengan adanya hubunganbiologis sesungguhnya dua belah pihak antarasuami istri tersebut telah mengokohkan ba-ngunan rumah tangga dan menguatkan jalin-an cinta kasih yang telah mereka bina bersama.

Walaupun bukan termasuk tujuan utama,tetapi pemenuhan kebutuhan biologis meme-gang peranan yang sangat penting dalam se-buah perkawinan. Karena dengan terpenuhi-nya kebutuhan ini maka tujuan lain dari per-kawinan dapat terpenuhi juga, seperti terjadi-nya proses regenerasi, terciptanya suasanapenuh cinta dan kasih sayang di antara suamiistri, serta mendapatkan kenikmatan yang tiadatara, ibaratnya nikmat yang membawa ke surga.

Pemenuhan hubungan biologis sebenarnyabukan sekedar menyalurkan hawa nafsu du-niawi dalam mencari kesenangan antara suamiistri semata, akan tetapi dapat menjadi saranauntuk mendapatkan ridha dan pahala dariAllah, pemeliharaan diri dari perbuatan yangdiharamkan (melakukan zina) dan mewujud-kan tujuan Allah menciptakan manusia yakniregenerasi kehidupan umat manusia yangmampu memakmurkan bumi-Nya.

Pemenuhan kebutuhan biologis dapatdijadikan tolok ukur dalam penentuan bahagiatidaknya pasangan suami istri dalam sebuahkeluarga. Apabila kebutuhan biologis ini disa-lurkan dengan penuh rasa cinta dan memberi-kan kepuasan kepada suami maupun istri, makasangat besar daya gunanya dalam memberikanperasaan bahagia bagi kedua belah pihak.

Dampak kepuasan dari pemenuhan kebu-tuhan biologis ini akan menjadi modal berhargabagi suami istri untuk membina dan memper-tahankan perjalanan biduk rumah tangga yangbahagia dan penuh romantika. Dengan demi-kian tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa

pemenuhan kebutuhan biologis antara suamiistri merupakan faktor utama demi terciptanyakeluarga yang sakinah, mawaddah dan rah-mah.

Bukti nyata dari terpenuhinya kebutuhanbiologis ini adalah adanya kepuasan seksualdari kedua belah pihak baik suami maupunistri. Apabila kebutuhan biologis ini tidakterpenuhi maka akan menimbulkan dampaknegatif yang kompleks dalam perkawinan,misalnya adanya kekecewaan dari salah satupihak, adanya trauma psikologis yang menye-babkan berkurangnya gairah seksual, berku-rangnya frekuensi melakukan hubungan biolo-gis, sehingga dengan berbagai alasan tersebutterdapat kemungkinan akan terjadi kemalasandan kebosanan yang berasal dari salah satuatau kedua pihak.

Suasana seperti ini tentunya akan mengikisrasa cinta dan kasih sayang antara suami istriyang dapat mempengaruhi atmosfer rumahtangga menjadi dingin dan hampa. Sehinggatujuan dari perkawinan yakni sakinah, mawad-dah dan rahmah tidak dapat terwujud. Apabilahal ini terjadi, maka pondasi rumah tanggaakan semakin retak. Dan lebih jauh lagi situasidan kondisi seperti ini sangat memungkinkantatanan rumah tangga akan berakhir denganperceraian.Oleh karena itu, buatlah perjanjianperkawinan sebelum terjadi sesuatu hal dalamperkawinan.Hal yang sepele bisa menjadi besardan fatal jika kita mengabaikan untuk melaku-kannya.

4. Perjanjian Perkawinan Mengatur EkonomiKeuangan Keluarga

Mengatur keuangan keluarga sangat pen-ting dilakukan oleh pasangan suami istri dalamkeluarga. Sebelum perkawinan itu dilakukan,sebaiknya calon pasangan suami istri membuatperjanjian untuk mengatur ekonomi keluarga.Sebagai contoh suami menanggung biaya anaksekolah, listrik, dll, sedangkan istri menang-gung biaya kebutuhan dapur.

Page 11: PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

175

Perjanjian Perkawinan Sebagai Upaya Membentuk Keluarga Bahagia ...

Al-Ah }wa >l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H

Perjanjian mengatur keuangan keluarga inijuga salah satu langkah untuk membentuk ke-luarga yang bahagia. Dengan adanya perjanji-an ini, maka kemungkinan terjadinya perseli-sihan akan terminimalisir dengan baik. Perjan-jian yang dilakukan yaitu mengenai peran, hak,dan tanggung jawab setiap pasangan mengenaikeuangan. Perjanjian ini perlu dilakukan kare-na yang bekerja tidak hanya suami, sekarangistri juga ikut bekerja guna membantu pereko-nomian keluarga, mencari biaya untuk rumahtangga. Karena keduanya sama-sama bekerjadan mencari uang, pentinglah kiranya dalammengatur ekonomi keluarga dibuat perjanjiansebelum pernikahan. Jadi bagi pasangan calonsuami istri yang nantinya akan menikah dansama-sama bekerja, buatlah perjanjian perka-winan dalam mengatur keuangan keluarga.

Keuangan keluarga tidak selamnya stabilterpenuhi/tercukupi, adakalanya permasalah-an keuangan ini muncul ketika keadaan ke-uangan keluarga pas-pasan bahkan kurang.Masalah utamanya bukan terletak pada betapabesarnya penghasilan, tetapi seberapa pandaimengaturnya. Mengatur keuangan terlihatsangat sulit dilakukan, apalagi ketika sudahberkeluarga. 

Hal yang bisa dilakukan oleh pasangansuami istri untuk mengatur keuangan keluargayaitu buat perencanaan keuangan sehinggapengeluaran bisa terkontrol. Kemudian mulai-lah menabung bersama untuk masa depan, baikmasa depan keduanya maupun anak-anaknya.Dan hindari hutang, seandainya harus berhu-tang harus bijaksana saat mengambil hutangdan atas kesepakatan berdua.

5. Perjanjian Perkawinan MenjagaPenampilanSetiap manusia pasti menyayangi atau me-

nyukai sesuatu yang indah termasuk kebersih-an dan kecantikan. Salah satu cara untuk men-jaga kecantikan dalam rumah tangga denganperjanjian perkawinan. Pembagian kecantikan

itu sendiri ada dua, kecantikan lahir dan ke-cantikan batin.

Pertama adalah kecantikan lahir. Hal iniberkaitan dengan penampilan fisik.Menjagapenampilan pasangan suami istri dalam rumahtangga sangatlah penting, baik suami maupunistri diharuskan agar menjaga penampilandihadapan pasangannya. Karena seorang istriakan senang jika mencium aroma harum darisuaminya, melihat penampilan pasangannyayang menawan dan pakaiannya yang rapi.Begitu juga sebaliknya, suami akan takjub padaistrinya jika selalu menjaga penampilannya.Dengan menjaga penampilan, akan dapat lebihmenarik hati serta dapat memuaskan pan-dangan mata. Sehingga tidak heran ada ung-kapan mengatakan “berhias merupakan faktorpenting yang dapat membahagiakan suamiistri dalam rumah tangga”.

Keanehan sekarang ini, banyak pasangansuami istri tidak memperhatikan penampilandidalam rumah. Justru sebaliknya ketika ke-luarga rumah lalu sibuk untuk mempercantikpenampilan masing-masing. Padahal yangdiwajibkan bagi kedua pasangan berhias ataumempercantik diri bukan untuk orang lain, na-mun untuk pasangannya. Tujuannya agar satusama lain merasa sejuk, tenang dan bahagiakarena melihat istri ata suaminya bersih.Olehkarena itu, ketika penampilan tidak dijaga atautidak diperhatikan, besar kemungkinan pasang-an suami maupun istri melakukan selingkuh.Karena apa yang ia inginkan terkait denganpenampilan dan kebersihan tidak ditemukandari pasangannya. Namun ia dapat dari oranglain. Oleh karena itu, menjaga penampilanseperti memakai wangi-wangian dihadapanpasangan merupakan faktor terkuat yangmenyebabkan timbulnya dan bertahannya rasacinta dan kasih sayang diantara keduanya(suami dan istri).

Kedua adalah kecantikan batin.Kecantikanbatin ini berkaitan dengan karakter atau akhlakseseorang. Kewajiban suami istri menghiasi

Page 12: PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

176

Yasin Yusuf Abdillah

Al-Ah }wa >l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H

dirinya dengan sifat-sifat yang baik, berupakesalehan, martabat, dan perilaku yang sopanterhadap suaminya. Kesalehan ini harus me-warnai perilakunya ketika suaminya ada, danmembantu melindungi hak-haknya ketikasuaminya tidak ada. Lebih rincinya, kecantikanbatin dalam rumah tangga antara lain, berlakujujur, suka memaafkan, menjaga rahasia dalamkeluarga, tidak banyak bicara yang sia-sia,tidak suka menggunjing, tidak suka mengadudomba, penyabar, berbaik sangka, dan berbuatbaik kepada sesame (lingkunagn masyarakat).Dengan demikian, kecantikan fisik adalah pen-ting dengannya bisa menenangkan pandang-an. Namun lebih penting dari itu kecantikanakhlak. Buat apa wajah cantik jika hatinya jelek.Tetapi, akan lebih baik dan sempurna jika kecan-tikan fisik didukung dengan kecantikan akhlak.

F. Perjanjian Perkawinan dalam TinjauanMaqa>s }id asy-Syari >‘ahDari uraian di atas, tampak bahwa per-

janjian perkawinan membawa kemaslahatandalam keluarga. Bisa dikatakan bahwa perjan-jian perkawinan merupakan cara untuk men-capai tujuan syariah yakni mendapatkankemaslahatan keluarga (suami istri) terutamaguna membentuk keluarga yang bahagia. Per-janjian perkawinan dalam UUP dan KHI sesuaidengan konsep maqa >s }id asy-syari >‘ah yangmenekankan tidak melanggar aturan agama.konsep maqa >s }id asy-syari >‘ah adalah untuk me-wujudkan kebaikan sekaligus menghindarkankeburukan atau menarik manfaat dan menolakmudarat. Konsep maqa >s }id asy-syari >‘ah untukmewujudkan kemaslahatan sesuai denganhukum Islam yang disyariatkan untuk mewu-judkan dan memelihara maslahah umat manu-sia yang dalam hubungan keluarga ditujukanuntuk membentuk keluarga bahagia.

Imam al-Gazali menyatakan bahwa intidari mas }lah }ah adalah menjaga tujuan pember-lakuan shari’ah terhadap mahluk, menyangkutatas lima hal; menjaga agama, jiwa, akal, ketu-runan dan harta.34 Jadi, sesuatu yang dapatmenjaga salah satu dari kelima faktor tersebut,masuk kategori sebagai kemaslahatan. Begitupula sebaliknya, setiap sesuatu yang berlawan-an dan merusak salah satu dari kelima hal diatas, maka hal tersebut dinamakan mafsadah(keburukan atau kerusakan). Al-Khawarizmi,memberikan definisi yang hampir sama denganal-Gazali. Menurutnya, “Mas }lah }ah adalah men-jaga atas tujuan syari’ dengan menghindarkannkerusakan dari makhluk”.35

Kaitannya dengan perjanjian perkawinanadalah bahwa perjanjian perkawinan harusdicatatkan sesuai undang-undang. Ini terma-suk mas }lah }ah. Penggunaan maslahah itu hen-daknya bersifat kepentingan umum bukankepentingan pribadi. Alasan utama dari peng-gunaan istilah ini dikarenakan masalah umatitu selalu baru dan tidak ada habisnya sampaiakhir zaman, permasalahan semakin kedepansemakin kompleks dan rumit. Jika hanya meng-andalkan nas saja maka akan terabaikan bebe-rapa kemaslahatan diberbagai tempat danzaman.36

G. PenutupDari pembahasan tentang perjanjian per-

kawinan di atas, maka kita dapat beberapapoin penting bahwa: pertama, perjanjianperkawinan diatur dalam KUHPerdata, UUPdan KHI. Pertama, untuk membentuk keluargayang bahagia, sebaiknya calon pasangan suamiistri membuat perjanjian perkawinan yangmeliputi masalah komunikasi, harta pribadimaupun bersama, kebutuhan biologis (seks),masalah ekonomi, dan penampilan. Kedua,

3 4 Muhammad ‘Ibn Muhammad ‘Abi Hamid al-Gazali, al-Mustas}fa min ‘Ilm al-Us}u >l (Beirut: Mu’assasah al-‘Arqam, 1992),hlm. 275.

3 5 Wahbah al-Zuhayli, Usul al-fiqh al-Islami (Bairut: Dar al-Fikr,2011), hlm. 37.3 6 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, hal. 90-91. Lihat juga, Komunitas Kajian Ilmiah Lirboyo 2005, Formulasi Nalar Fiqh: Telaah

Kaidah Fiqh Konseptual, (Surabaya: Khalista, 2006), Vol. 1, hlm. 225..

Page 13: PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK …

177

Perjanjian Perkawinan Sebagai Upaya Membentuk Keluarga Bahagia ...

Al-Ah }wa >l, Vol. 10, No. 2, Desember 2017 M/1439 H

perjanjian perkawinan termasuk bentuk mas }la-h}ah bagi pasangan suami istri untuk tercapai-nya maqa >s }id asy-syari >‘ah. Melalui perjanjianperkawinan, apa yang menjadi tujuan syariatyaitu untuk mencapai kemaslahatan bisa ter-wujud/tercapai.

DAFTAR PUSTAKAA. Fadhil Lubis, Nur, Hukum Islam dalam Ke-

rangka Teori Fikih dan Tata Hukum Indonesia,Medan: Pustaka Widyasarana, 1995.

Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah Studitentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Basyir, Ahmad Azhar, Asas-Asas HukumMuamalat (Hukum Perdata Islam),, Yogya-karta: UII Press, 2000.

Gazali, Muhammad ‘Ibn Muhammad ‘AbiHamid al-, al-Mustas }fa min ‘Ilm al-Us }u >l,Beirut: Mu’assasah al-‘Arqam, 1992.

Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan diIndonesia: Menurut Perundangan, HukumAdat, hukum Agama, Bandung: Bandar Maju,2007.

Hafidh, Ahmad, Meretas Nalar Syari’ah, Yogya-karta: Teras, 2011.

Hasan, Ramadhan, Khalid, Mu’jam Usu >l Fiqh,t.p: ar-Raudah, 1998.

HS, Salim dan Erlies Septiana Nurbani, Per-bandingan Hukum Perdata: Comparative CivilLaw, Jakarta: PT Raja Grafindo Perdasa,2014.

Kadir Muhammad, Abdul, Hukum PerdataIndonesia, Bandung:Citra Aditya Bakti, 1990.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga,Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Knox, David, Choices in Relationship an Intro-duction to Marriage and the Family. TenthEdition, USA: Wadsworth CengageLearning, 2010.

Kompilasi Hukum IslamKomunitas Kajian Ilmiah Lirboyo 2005,

Formulasi Nalar Fiqh: Telaah Kaidah FiqhKonseptual, Surabaya: Khalista, 2006

Lee A Weng, Henry, Beberapa Segi Hukum dalamPerjanjian Perkawinan, Medan: Rimbow,1990.

Muttaqien, Dadan, Cakap Hukum Bidang Per-kawinan dan Perjanjian, Yogyakarta: InsaniaCita Press,2006.

Prawirohamidjojo, Soetojo dan Asis Safiodin,Hukum orang dan Keluarga, Bandung: t.p.,1986.

Prawirohamidjojo, Soetojo, Pluralisme dalamPerundang-undangan Perkawinan di Indonesia,Surabaya: Airlangga University Press, 2002.

Prodjodikoro, Wirjono,Hukum Perdata tentangPersetujuan-persetujuan tertentu, Bandung:Sumatra Utara, 1981.

Salam, ‘Izzuddin ibn ‘Abd as-, Qawa>‘id al Ahka>mfi Mas}a>lih} al Ana>m, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999.

Shidiq, Sapiudin, Ushul Fiqh, Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2011.

Syatibi, asy-, al Muwafaqah fi Usul al Shari’ah(Kairo: Mustafa Muhammad, t.t,).

Triwulan Tutik, Titik, Hukum Perdata dalamSistem Hukum Nasional, Jakarta: KencanaPrenada Predia Group, 2008.

Triwulan Tutik, Titik, Pengantar Hukum Perdatadi Indonesia, Jakarta: Prestasi PustakaPublisher, 2006.

Tufi, Najmuddin Sulayman Bin ‘Abd al-Qawi’Bin Abd al-Karim at, At-Ta’yi >n fi Syarh} al-Arba‘i>n, Bairut: Muassasat al-Rayyan, 1998.

Undang-undang No 1 tahun 1974 tentangPerkawinan.

Warson Munawwir, Ahmad, Al-MunawwirKamus Arab-Indonesia, Yogyakarta: t,p. 1984.

Wasman dan Wardah Nuroniyah, HukumPerkawinan Islam di Indonesia: PerbandinganFiqih dan Hukum Positif , Yogyakarta: Teras,2011.

Zuhaili, Wahbah az-, Usu >l al-fiqh al-Isla >mi >,Bairut: Dar al-Fikr, 2011.