Upload
romi-suhendar
View
665
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Menurut Spratkin, dkk (1993: 25), kemampuan asertif seseorang tampak melalui serangkaian perilaku, berawal dari perilaku yang sederhana hingga ke perilaku yang kompleks. Perilaku-perilaku dimaksudkan meliputi: memperjuangkan hak ( standing up for you rights), membantu orang lain (helping others), memberi arahan (giving instructions), menyampaikan keluhan (making a complaint), menanggapi keluhan (answering a complaint) , negosiasi (negosiation), kontrol diri (self control), mempengearuhi/meyakinkan (persuasion), menanggapi bujukan atau pengaruh ( responding to persuasion), serta mengelola tekanan kelompok (dealing with pressure).
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan
individu. Melalui pendidikan, individu memperoleh informasi dan pengetahuan
yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan diri sesuai dengan
kemampuan dan kesempatan yang ada.
Pendidikan bertujuan menyiapkan siswa menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan akademik yang dapat menerapkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Pendidikan harus
memberikan dampak yang positif bagi kehidupan masyarakat dan kebudayaan
nasional (Depdikbud, 1992:149). Pernyataan tersebut menyiratkan arti
pendidikan yang merupakan unsur penting dalam membangun masyarakat,
kebudayaan dan perkembangan bangsa. Penegasan dari tujuan pendidikan,
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab 2
Pasal 3 diamanatkan sebagai berikut :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2
Salah satu kunci dari definisi pendidikan di atas adalah
berkembanganya potensi siswa. Peran pendidik adalah memfasilitasinya
menjadi prestasi. Fasilitas tersebut ditujukan agar individu mengenali,
menemukan, dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Proses pembelajaran merupakan usaha strategis untuk mewujudkan
tujuan pendidikan, karena di dalamnya terdapat program dan aktivitas belajar
untuk memfasilitasi siswa dalam mencapai perkembangan yang optimal, yaitu
situasi dimana siswa telah dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang
terdapat di dalam dirinya. Dalam mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut
maka peran bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan.
Guru bimbingan dan konseling adalah pendidik dan bertugas
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Hal ini sesuai
dengan PP No 17 Tahun 2010, Pasal 171 yang menyatakan bahwa konselor
(guru BK) sebagai pendidik profesional memberikan pelayanan konseling
kepada peserta didik di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar,
menengah dan tinggi. Dalam hal ini, guru bimbingan dan konseling harus
mampu mengembangkan dan melaksanakannya sesuai dengan fungsi
kontrolnya sebagai penanggung jawab layanan bimbingan dan konseling di
sekolah, yang bermuara pada terwujudnya perkembangan diri dan kemandirian
siswa secara optimal dengan hakekat kemanusiaannya sebagai hamba Tuhan
Yang Maha Esa, sebagai makhluk individu, dan makhluk sosial dalam
berhubungan dengan manusia dan alam semesta. Sasaran dari pelayanan
3
tersebut adalah siswa, dimana siswa dikembangkan segenap potensi dan
kemandiriannya.
Siswa merupakan peserta didik dan juga bagian dari masyarakat
dituntut dapat berkomunikasi dengan orang lain di lingkungan siswa
berinteraksi. Lingkungan yang dimaksud diantaranya adalah sekolah. Karena
hampir sebagian waktu siswa, banyak digunakan untuk berinteraksi di sekolah.
Tugas siswa di sekolah yaitu belajar, dengan belajar siswa akan memperoleh
perubahan yang positif dan dapat berkembang secara optimal, baik ranah
kognitif, afektif, dan psikomotoriknya sehingga siap melaksanakan perannya
dimasa yang akan datang, tentunya dalam interaksi sosial tersebut siswa
diharapkan mampu berperilaku asertif, baik dalam menyampaikan pendapat
maupun dalam berkomunikasi dengan lingkungannya sesuai dengan tugas
perkembangan yang ada pada dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Lazarus
(1971:138) yang mengemukakan bahwa perilaku Asertif adalah perilaku
dimana individu mengekspresikan perasaan (baik yang positif maupaun
negatif) dan pikirannya secara tegas dan bebas dengan tetap memperhatikan
perasaan orang lain. Zastrow (dalam Nursalim, 2005: 24) juga mengemukakan
ciri-ciri interaksi individu yang asertif yaitu: individu menjawab dengan
spontan, berbicara dengan nada dan volume yang layak, melihat kearah lawan
bicara, berbicara pada isu, mengekspresikan perasaan dan pendapat dengan
terbuka, melihat dirinya sama dengan orang lain, tidak menyakiti diri sendiri
maupun orang lain.
4
Perilaku asertif perlu diketahui sejak dini oleh individu, terutama para
siswa SMP yang sedang berada pada masa remaja awal. Kepada remaja perlu
disampaikan mengapa pentingnya berperilaku asertif dalam berkomunikasi.
Fensterheim dan Baer (1980: 167) mengemukakan bahwa para siswa terutama
yang berumur 13-15 tahun perlu belajar berperilaku asertif, karena beberapa
manfaat sebagai berikut: 1) sikap dan perilaku asertif akan memudahkan
remaja tersebut bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan lingkungan
terutama sesama usianya maupun di luar lingkungannya secara efektif. 2),
dengan kemampuan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan
diinginkannya secara langsung, terus terang, maka para siswa bisa
menghindari munculnya ketegangan dan perasaan tidak nyaman akibat
menahan dan menyimpan sesuatu yang ingin diutarakannya. 3), dengan
memiliki sikap asertif, maka para siswa dapat dengan mudah mencari solusi
dan penyelesaian tentang berbagai kesulitan atau permasalahaan yang
dihadapinya secara efektif, sehingga permasalahaan itu tidak akan menjadi
beban pikiran yang berlarut-larut. 4), asertif akan membantu para siswa untuk
meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas wawasannya tentang
lingkungan dan tidak mudah berhenti pada suatu yang tidak diketahuinya. 5)
asertif terhadap orang lain yang bersikap atau berperilaku kurang tepat bisa
membantu remaja yang bersangkutan untuk lebih memahami kelemahan atau
kekurangnnya sendiri dan bersedia memperbaiki kelemahan atau kekurangan
5
tersebut. Beberapa manfaat perilaku asertif tersebut di atas mengindikasikan
perlunya proses pembelajaran perilaku ini sejak dini bagi para siswa.
Asertifitas bukan merupakan sesuatu yang lahiriah, Willis & Daisley
(1995: 112) menyatakan bahwa asertif merupakan perilaku yang dipelajari,
sebagai reaksi terhadap berbagai situasi sosial yang terjadi dalam lingkungan.
Perilaku asertif sejalan dengan perjalanan usia seseorang sehingga penguasaan
perilaku asertif pada periode-periode awal perkembangan akan memberikan
dampak yang positif bagi perkembangan periode selanjutnya. Jika perilaku
asertif ini tidak dipelajari sejak dini, maka siswa akan mengalami kesulitan
berkomunikasi dengan orang lain secara asertif. Kesulitan siswa menunjukkan
perilaku asertif dalam berkomunikasi dengan orang lain sangat terkait dengan
adanya berbagai tuntutan perubahan yang sedang dihadapinya (Sparatkin,
1993:19).
Perilaku siswa yang kurang asertif dipandang sebagai perilaku yang
kurang ideal karena dapat menimbulkan dampak buruk bagi diri siswa sendiri
maupun lingkungan sosialnya. Oleh sebab itu, diperlukan peran dari Guru
bimbingan dan konseling untuk mengembangkan perilaku asertif siswa.
Bentuk-bentuk perilaku asertif yaitu dapat menolak sesuatu yang bertentangan
dengan dirinya (mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun
negatif), menghormati hak-hak orang lain, dapat mengungkapkan ide atau
pendapat yang tepat tanpa rasa malu, langsung dan tegas, serta berani
menentukan sikap yang bertanggung jawab. (Rini, J. 2001: 15)
6
Menurut Spratkin, dkk (1993: 25), kemampuan asertif seseorang
tampak melalui serangkaian perilaku, berawal dari perilaku yang sederhana
hingga ke perilaku yang kompleks. Perilaku-perilaku dimaksudkan meliputi:
memperjuangkan hak ( standing up for you rights), membantu orang lain
(helping others), memberi arahan (giving instructions), menyampaikan keluhan
(making a complaint), menanggapi keluhan (answering a complaint) ,
negosiasi (negosiation), kontrol diri (self control), mempengearuhi/meyakinkan
(persuasion), menanggapi bujukan atau pengaruh ( responding to persuasion),
serta mengelola tekanan kelompok (dealing with pressure).
Untuk lebih mengetahui realita yang terjadi terkait masalah sikap asertif
peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan guru bimbingan dan
konseling di SMP Negeri 13 Padang pada tanggal 7 Mei 2012. Berdasarkan
wawancara dengan Guru bimbingan dan konseling diperoleh data bahwa
terdapat 30 siswa yang menunjukkan perilaku yang kurang asertif dari 9 kelas
VIII yang ada di SMP 13 Padang. Siswa yang masih ragu-ragu dalam
menyampaikan pendapat serta komunikasi siswa yang tidak efektif, baik
dengan teman maupun guru. Hal ini terlihat dari beberapa kasus siswa dalam
berinteraksi antara teman yang satu dengan yang lain yaitu tidak bisa menolak
ajakan teman seperti tidak bisa menolak ketika diajak untuk mengobrol di
dalam kelas ketika guru sedang menjelaskan materi pelajaran, keluar pada saat
jam pelajaran, mengeluarkan baju kemeja bagi siswa laki-laki, dan tidak
mengerjakan PR, siswa tersebut kurang bisa untuk mengungkapkan keberatan
7
kepada teman serta kesulitan untuk memberi keputusan atau membuat pilihan,
di dalam kelas siswa tersebut kurang berani untuk mengungkapkan pendapat/
bertanya tentang materi yang kurang di pahami, bicara dengan pelan dan
tampak ragu-ragu. Menurut keterangan dari Guru bimbingan dan konseling,
siswa yang kurang asertif cenderung mudah terpengaruh karena mereka
memiliki solidaritas dengan teman sebaya yang sangat tinggi. Di lapangan
masih banyak siswa yang belum dapat berperilaku asertif.
Menurut Alberti & Emmos ( 1995 : 35) Perilaku yang kurang asertif
dapat menyebabkan penurunan prestasi akademis siswa. Hal ini terjadi karena
siswa tersebut tidak bisa menolak atau mengungkapkan keberatan terhadap
ajakan temannya untuk melakukan sesuatu yang bersifat negatif dan dapat
mengganggu kegiatan belajarnya. Jika kegiatan belajar terganggu secara
otomatis prestasi akademis siswa akan mengalami penurunan.
Hal ini di dukung juga dengan data yang peroleh peneliti selama
melaksanakan pembinaan professional (binfes) PPK di sekolah yang dimulai
pada tanggal 2 April 2012, yang peneliti jumpai dilapangan dari 9 kelas
tersebut, terdapat siswa yang masih kurang dalam mengembangkan perilaku
asertif, hal ini di tunjukkan dengan perilaku siswa yang ketika maju ke depan
kelas masih ragu-ragu dalam menyampaikan pendapatnya, tidak mampu
menyampaikan kata tidak ketika temannya mengajaknya mengobrol ketika
guru sedang mengajar, komunikasi yang kurang asertif baik dengan teman
maupun dengan guru. Dengan adanya kasus dan masalah berkaitan dengan
8
perilaku asertif siswa maka peneliti tertarik untuk mendalami lebih jauh dan
melakukan penelitian yang berjudul “Perilaku Asertif Siswa dan Peran Guru
Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 13 Padang”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pengamatan peneliti, perilaku asertif sangat baik sekali
untuk di kembangkan pada peserta didik, karena dengan perilaku asertif, siswa
mampu bertindak tegas terhadap pendapat dan haknya tanpa menyakiti
perasaan orang lain dan mampu menyatakan tidak, dan juga mengembangkan
komunikasi yang asertif baik dengan teman maupun guru.
Guru bimbingan dan konseling melalui program layanan bimbingan
dan konseling dapat memberikan pelayanan yang bertujuan untuk
mengembangkan perilaku asertif siswa, karena perilaku asertif bukan bawaan
dari lahir namun hasil yang diperoleh dari belajar.
Berdasarkan informasi awal yang peneliti temui di lapangan, maka
dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang muncul diantaranya:
1. Siswa tidak bisa menolak ajakan teman seperti tidak bisa menolak untuk
keluar kelas ketika aktivitas belajar sedang berlangsung.
2. Siswa mengobrol di dalam kelas ketika guru sedang menjelaskan materi
pelajaran
3. Siswa kurang bisa mengungkapkan keberatan kepada teman ketika di ajak
untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan pendapatnya.
9
4. Siswa kesulitan untuk memberikan keputusan atau membuat pilihan.
5. Siswa kurang berani untuk mengungkapkan pendapat/ bertanya tentang
materi yang kurang di pahami.
6. Siswa bicara dengan pelan dan tampak ragu-ragu ketika ditanya oleh guru.
7. Komunikasi yang kurang asertif, baik dengan teman maupun dengan guru.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan masalah penelitian di atas dan luasnya masalah yang ada,
maka penulis membatasi masalah penelitian ini pada hal-hal yang berkaitan
dengan :
1. Perilaku asertif siswa meliputi :
a. Kemampuan menyatakan tidak.
b. Kemampuan membuat pernyataan/permintaan.
c. Kemampuan mengekspresikan perasaan baik positif maupun
negatif, dan
d. Kemampuan membuka dan mengakhiri percakapan.
2. Peran guru bimbingan dan konseling dalam mengembangkan
perilaku asertif siswa di SMP N 13 Padang.
10
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah
penelitian, maka masalah pokok dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan, sebagai berikut:
1. Sejauh mana gambaran umum perilaku asertif siswa? dilihat dari
aspek :
a. Kemampuan siswa menyatakan tidak.
b. Kemampuan siswa membuat pernyataan/permintaan.
c. Kemampuan siswa mengekspresikan perasaan baik positif
maupun negatif, dan
d. Kemampuan membuka dan mengakhiri percakapan
2. Bagaimana peran guru bimbingan dan konseling dalam
mengembangkan perilaku asertif siswa di SMP N 13 Padang?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan mengungkap dan mendapatkan
gambaran umum mengenai perilaku asertif siswa dan peran guru bimbingan
dan konseling di SMP N 13 Padang.
Secara khusus tujuan penelitian adalah untuk mengungkapkan dan
menganalisis data empiris tentang :
1. Gambaran umum perilaku asertif siswa dilihat dari aspek :
a. Kemampuan siswa menyatakan tidak.
b. Kemampuan siswa membuat pernyataan/permintaan.
11
c. Kemampuan mengekspresikan perasaan baik positif maupun
negatif.
d. Kemampuan membuka dan mengakhiri percakapan.
2. Bagaimana peran guru bimbingan dan konseling dalam
mengembangkan perilaku asertif siswa di SMP N 13 Padang?
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pengembangan teori tentang perilaku asertif siswa, dan dapat
dijadikan sumber informasi pendidikan bagi mahasiswa Pascasarjana Program
Studi Bimbingan dan Konseling khususnya tentang perilaku asertif siswa di
sekolah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Guru bimbingan dan konseling dapat merencanakan program
layanan bimbingan dan konseling untuk mengembangkan perilaku
asertif siswa sehingga siswa dapat berperilaku secara asertif baik dalam
berkomuniksi maupun bersikap.
b. Bagi Personil Sekolah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Wali
Kelas, Guru Mata Pelajaran)
12
Dapat memberikan pengetahuan, pemahaman, atau visi tentang
perilaku asertif dan pengembangannya.
c. Bagi siswa
Agar siswa dapat mengetahui dan memahami bahwa perilaku
asertif sangatlah baik dimiliki bagi setiap individu, baik dalam
berpendapat maupun dalam berkomunikasi, terutama siswa dalam
menyampaikan hak dan pendapatnya tanpa menyakiti perasaan orang
lain.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Perilaku Asertif
Untuk dapat lebih memahami pengertian perilaku asertif, perlu kiranya
dipahami terlebih dahulu arti dari perilaku. Menurut Reber (1985:84) perilaku
adalah “a generic term covering acts, activities , reactions, movement, process,
operation, etc., in short, any measurable response of organism”. Andi
Mappiare (2006:30) mendefinisikan perilaku sebagai suatu gerak kompleks
yang dilakukan individu terhadap situasi tersedia”.
Edwin G. Boring (dalam Andi Mappiare, 2006:30) menyatakan bahwa
perilaku merupakan kumpulan respon yang menjadi sangat kompleks yang
selalu berkaitan dengan situasi, sebagaimana sebuah respons selalu terkait
dengan stimulus. Sedangkan J. Chaplin (2008:53), behavior (tingkah laku,
kelakuan, perilaku, tindak tanduk, perangai) adalah satu perbuatan atau
aktivitas.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah
dinamika gerak individu berupa aksi, aktivitas, gerakan, operasi, proses, bersifat
kompleks, terkait dengan situasi dan terukur.
14
Istilah asertif berasal dari kata bahasa inggris to assert yang artinya
menyatakan, menegaskan. Jika dikaitkan dengan perilaku (assertive behavior)
diartikan sebagai tingkah laku yang tegas. Dari istilah tersebut kemudian
diartikan secara lebih luas oleh para ahli berikut ini. Selanjutnya pendapat ahli
tentang pengertian perilaku asertif, diantaranya Rich & Schoedar (dalam
Nursalim, dkk, 2005:128) merekomendasikan suatu definisi fungsional perilaku
asertif dengan menyatakan bahwa “perilaku asertif adalah keterampilan untuk
menemukan, mempertahankan, dan meningkatkan penguat (reinforcement)
dalam suatu situasi interpersonal melalui suatu ekspresi perasaan atau
keinginan, dimana ekspresi tersebut mengandung resiko kehilangan penguat
bahkan memberikan konsekuensi hukuman”. Rich dan Schroeder
memformulasikan bentuk perilaku asertif sebagai kecakapan mengekspresikan
emosi baik secara verbal maupun non verbal.
Lawrence (dalam Nursalim, dkk, 2005:128) mengembangkan definisi
fungsional yang diajukan oleh Rich dan Schoedar tersebut dengan mengajukan
suatu definisi operasional yaitu “suatu perilaku asertif merupakan ketrampilan
yang dipelajari untuk menyesuaikan perilaku seseorang dengan tuntutan situasi
interpersonal guna menemukan, mempertahankan, dan meningktkan penguat
atau mengurangi resiko memperoleh hukuman atau kehilangan penguat.
Menurut Jakuwboski & Lange (dalam Nursalim, dkk, 2005:125)
“mendefinisikan perilaku asertif sebagai perilaku yang dapat membela
kepentingan pribadi, mengekspresikan perasaan dan pikiran baik yang positif
15
maupun negatif secara jujur dan langsung tanpa mengurangi hak-hak atau
kepentingan orang lain”.
Dari pendapat yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa
perilaku asertif adalah suatu perilaku verbal dan non verbal yang
mengekspresikan penghargaan, hak atau kepentingan baik pribadi maupun
orang lain, dan keterbukaan diri.
Menurut Lazarus (Fensterheim, l980: 75), pengertian perilaku asertif
mengandung suatu tingkah laku yang penuh ketegasan yang timbul karena
adanya kebebasan emosi dan keadaan efektif yang mendukung yang antara lain
meliputi : menyatakan hak-hak pribadi, berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak
tersebut, melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan
emosi.
Lazarus (dalam Nursalim, 2005:128) mengemukakan definisi
operasional dari perilaku Asertif yang ia samakan dengan empat kemampuan
interpersonal yaitu : 1) kemampuan menyatakan tidak, 2) kemampuan membuat
pernyataan/permintaan, 3) kemampuan mengekspresikan perasaan baik positif
maupun negatif, dan 4) kemampuan membuka dan mengakhiri percakapan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah
tingkah laku interpersonal yang mengungkap emosi secara terbuka, jujur, tegas
dam langsung pada tujuan sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi dan
dilakukan dengan penuh keyakinan diri dan sopan.
16
a. Aspek-aspek Perilaku Asertif
Alberti & Emmons (1995: 42) menyebutkan ada sepuluh pokok
kunci yang merupakan aspek-aspek yang harus ada pada setiap perilaku
asertif yang dimunculkan oleh seseorang. Kesepuluh pokok kunci tersebut
adalah :1) Pengungkapan diri, 2) Penghormatan terhadap orang lain, 3)
Jujur, 4) Langsung, 5) Tidak membedakan, menguntungkan semua pihak, 6)
Verbal, termasuk isi pesan (perasaan, hak-hak, fakta. Pendapat-pendapat,
permintaan-permintaan dan batasan-batasan), 7) Nonverbal, termasuk gaya
dan pesan (kontak mata, suara, postur, ekspresi muka, gesture, jarak, waktu,
kelancaran dan mendengarkan), 8) Bukan suatu yang universal, 9)
Bertanggung jawab secara sosial, 10) Dipelajari, bukan sesuatu yang dibawa
sejak lahir
b. Ciri-ciri Perilaku Individu dengan Perilaku Asertif
Lange dan Jakubowski (1978: 30) mengemukakan lima ciri-ciri
individu dengan perilaku asertif. Ciri-ciri yang dimaksud adalah: 1)
Menghormati hak-hak orang lain dan diri sendiri berarti menghormati hak-
hak yang mereka miliki, tetapi tidak berarti menyerah atau selalu menyetujui
apa yang diinginkan orang lain. Artinya, individu tidak harus menurut dan
takut mengungkapkan pendapatnya kepada seseorang karena orang tersebut
lebih tua dari dirinya atau memiliki kedudukan yang lebih tinggi, 2) Berani
mengemukakan pendapat secara langsung yaitu perilaku asertif
memungkinkan individu mengkomunikasikan perasaan, pikiran, dan
17
kebutuhan lainnya secara langsung dan jujur, 3) Kejujuran, yaitu bertindak
jujur berarti mengekspresikan diri secara tepat agar dapat
mengkomunikasikan perasaan, pendapat atau pilihan tanpa merugikan diri
sendiri atau orang lain, 4) Memperhatikan situasi dan kondisi, yaitu semua
jenis komunikasi melibatkan setidaknya dua orang dan terjadi dalam
konteks tertentu. Dalam bertindak asertif, seseorang harus dapat
memperhatikan lokasi, waktu, frekuensi, intensitas komunikasi dan kualitas
hubungan, 5) Bahasa tubuh, yaitu dalam bertindak asertif yang terpenting
bukanlah apa yang dikatakan tetapi bagaimana menyatakannya. Bahasa
tubuh yang menghambat komunikasi, misalnya: jarang tersenyum, terlihat
kaku, mengerutkan muka, berbicara kaku, bibir terkatup rapat, mendominasi
pembicaraan, tidak berani melakukan kontak mata dan nada bicara tidak
tepat.
Zastrow (dalam Nursalim, 2005: 121) mengemukakan ciri-ciri
interaksi individu yang asertif yaitu: 1) Individu menjawab dengan spontan,
2) Berbicara dengan nada dan volume yang layak, 3) Melihat kearah
lawan bicara, 4) Berbicara pada isu, 5) Mengekspresikan perasaan dan
pendapat dengan terbuka, 6) Melihat dirinya sama dengan orang lain, 7)
Tidak menyakiti diri sendiri maupun orang lain
18
c. Manfaat Perilaku Asertif
Menurut Alberti & Emon (dalam Nursalim, 2005:131)
mengemukakan bahwa, sebagai hasil dari perilaku asertif individu dapat :
a)Meningkatkan self esteem dan percaya diri dalam mengekspresikan diri
sendiri, b) Mengurangi rasa cemas, c) Mengatasi depresi, d) Memperoleh
respek/ penghargaan lebih besar dari orang lain, e) Lebih dapat
mencapai tujuan hidup, f) Meningkatkan level pemahaman diri, g)
Meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi lebih efektif dengan orang
lain
2. Peran Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor
a. Peran
Menurut Teori Peran (role theory) peran adalah sekumpulan tingkah
laku yang dihubungkan dengan suatu posisi tertentu (Sarbin & Allen, 1968;
Biddle & Thomas, 1966 dalam Yamin Setiawan, 2008 online akses 7 Mei
2012). Menurut teori ini peran yang berbeda membuat jenis tingkah laku
yang berbeda pula. Tetapi apa yang membuat tingkah laku itu sesuai dalam
situasi dan tidak sesuai dalam situasi lain relative independent (bebas) pada
seseorang yang menjalankan peranan tersebut."
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2008: 1155) kata ‘peran’
berarti pemain.Sedangkan kata ‘peranan’ berarti bagian yang dmainkan
seorang pemain. Sedangkan kata ‘peranan’ berarti bagian yang dmainkan
seorang pemain atau fungsi seseorang atau sesuatu dalam kehidupan.
19
Menurut J.P Chaplin (2008:439) role (peranan) adalah fungsi individu atau
peranannya dalam satu kelompok atau institusi. Sedangkan menurut Andi
Mappiare (2006:284) role adalah tingkah laku yang dianggap layak bagi
kedudukan, jabatan, atau status seseorang dalam masyarakat.
Menurut Keith Davis dan John W. Newstronm (1982:32)
menyatakan pengertian peran sebagai berikut:
A role pattern of actions person in activities involving others. Role of reflects a person’s position in social system, with its accompanying right and abligation, power and responspility, ini order to be able to interact with each other, people need some way to ancipate others behavior.
Berdasarkan pernyataan tersebut, peran diartikan sebagai pola
tindakan yang diharapkan dari sesorang yang melibatkan orang lain. Peran
mencerminkan posisi seseorang dalam berinteraksi, bersentuhan dengan
system social, hak dan kewajiban, kekuasan dan disertai dengan tanggung
jawab.
Menurut Oemar Hamalik (2009:33) yang di maksud sebagai peran
ialah pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri-ciri khas semua
petugas dari pekerjaan atau jabatan tertentu. Peran dapat diartikan sebagai
perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu
(Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, 2009:745). Sedangkan menurut J. Dwi
Narwoko dan Bagong Suyanto (2006:158) peran (role) merupakan aspek
yang dinamis dari kedudukan (status). Khusus dalam konseling.
Ditunjukkan oleh C. Gilbert Wrenn, bahwa peran konselor terdapat dalam
20
latar mana pun dia bekerja, namun fungsinya adalah bidang aktivitas khas
konselor professional (Andi Mappiare, 2006:284).
Dari beberapa sumber di atas dapat disimpulkan bahwa peran (role)
lebih banyak menunjuk pada fungsi, artinya seseorang menduduki suatu
posisi tertentu dalam masyarakat dan menjalankan suatu peran.
Peran guru bimbingan dan konseling adalah kedudukan seseorang guru
bimbingan dan konseling dalam menampilkan unjuk kerjanya karena berkaitan
dengan kemampuan, kekuasaan, hak, dan kewajiban serta tanggung jawab
dalam melaksanakan pelayanan konseling secara professional, didukung
dengan keterampilan, pengetahuan, pemahaman, dan wawasan untuk
memberikan bantuan sehingga sehingga memenuhi kebutuhan siswa.
Peran guru bimbingan dan konseling yang dimaksudkan adalah
beberapa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan guru bimbingan dan konseling
sebagaimana posisi guru bimbingan dan konseling di sekolah. Sedangkan
perannya dalam mengembangkan perilaku asertif pada siswa di SMP Negeri 13
Padang aalah beberapa aktifitas atau kegiatan yang dilakukan oleh guru
bimbingan dan konseling dalam membantu siswa mengembangkan perilaku
asertif yang ada pada dirinya.
b. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Bimbingan dan Konseling
Proses pendidikan di sekolah tidak bisa berjalan dengan baik
apabila semua personil, baik kepala sekolah, guru bimbingan dan
21
konseling, orang tua, dan siswa saling berkerja sama dalam menjalankan
fungsi dan perannya masing-masing, terutama guru bimbingan dan
konseling yang mempunyai peran penting dalam menjalankan program
layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Menurut Oemar Hamalik (2009:34) menjelaskan sehubungan
dengan peranannya sebagai pembimbing, seorang guru harus:
a) Mengumpulkan data tentang siswa, b) mengamati tingkah laku siswa dalam situasi sehari-hari, c) Mengenal para siswa yang memerlukan bantuan khusus, d) mengadakan pertemuan atau hubungan dengan orang tua siswa, baik secara individu maupun secara kelompok, untuk memperoleh saling pengertian tentang pendidikan anak, e) berkerjasama dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainnya untuk membantu memecahkan masalah siswa, f) membuat catatan pribadi siswa serta menyiapkannya dengan baik, g) menyelenggarakan bimbingan kelompok atau individu, h) berkerjasama dengan petugas-petugas bimbingan lainnya untuk membantu memecahkan permasalahan siswa, i) menyusun program bimbingan sekolah bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya, j) meneliti kemajuan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 74 Tahun 2008, tugas guru
bimbingan dan konseling yaitu membantu peserta didik dalam:
1. Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai bakat dan minat.
2. Pengembangan kehidupan social, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan social dan industrial yang harmonis, dianmis, berkeadilan, dan bermartabat.
3. Pengembangan kemapuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar untuk mengikuti pendidikan sekolah/ marasah secara mandiri.
22
4. Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
Pasal 39 Ayat 2 undang-undang no 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyebutkan:
Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengeabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Semua pendidk, termasuk di dalamnya guru bimbingan dan konseling
melakukan kegiatan pembelajaran, penilaian, pembimbingan, dan pelatihan
dengan berbagai muatan dalam ranah belajar kognitif, afektif, psikomotor,
serta keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana
telah diutarakan diatas, guru bimbingan dan konseling adalah tenaga
professional yang bertugas: 1) merencanakan dan menyelenggarakan proses
pembelajaran, 2) menilai hasil pembelajaran, 3) serta melakukan
pembimbingan dan pelatihan. Arah pelaksanaan pembelajaran yang dimaksud
adalah melaksanakan pelayanan BK berupa berbagai jenis kegiatan pendukung
serta berbagai keterkaitannya.
Guru bimbingan dan konseling mempunyai tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling
terhadap sejumlah peserta didik. Pelayanan bimbingan dan konseling
merupakan kegiatan untuk membantu siswa dalam upaya menemukan dirinya,
23
penyesuain terhadap lingkungan serta dapat merencanakan masa depannya.
Prayitno (2004:3) menyebutkan bahwa pada hakekatnya pelaksanaan
bimbingan dan konseling di sekolah utuk mencapai tri sukses, yaitu sukses
bidang akademik, sukses dalam persiapan karir, dan sukses dalam hubungan
sosial kemasyarakatan.
Menurut Syamsu Yusuf, (2006:35) mengemukakan tugas guru
bimbingan dan konseling, yaitu:
1) memahami konsep-konsep bimbingan dan konseling, serta ilmu bantu lainnya, 2) memahami karakteristik pribadi siswa, khususnya tugas-tugas perkembangan siswa dan factor-faktor yang mempengaruhinya. 3) mensosialisasikan program layanan bimbingan dan konseling, 4) merumuskan perencanaan program layanan bimbingan dan konseling, 5) melaksanakan program layanan bimbingan dan konseling, yaitu: layanan dasar bimbingan, layanan responsive, layanan perencanaan individual, dan layanan dukungan system. 6) mengevaluasi program hasil (perubahan sikap dan perilaku siswa, baik dalam aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir), 7) menindaklanjuti (follow up) hasil evaluasi, 8) menjadi guru dan kesulitan bagi guru dan orang tua siswa, 9) berkerjasama dengan pihak-pihak lain yang terkait, 10) mengadministrasikan program layanan bimbingan, 11) menampilkan diri secara matang, baik menyangkut aspek emosional, sosial, maupun spiritual, 12) memiliki kemauan dan kemampuan untuk senantiasa mengembangkan model layanan bimbingan seiring dengan kebutuhan dan masalah siswa, 13) Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan kepada kepala sekolah.
Dari beberapa sumber diatas,dapat disimpulkan bahwa guru bimbingan
dan konseling memiliki peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan
bimbingan dan konseling di sekolah secara professional dan terprogram yang
dilaksanakan dalam bentuk nyata melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung bimbingan dan konseling.
24
Guru bimbingan dan konseling sebagai salah satu pelaksana pendidikan
di sekolah memiliki tugas khusus untuk memberikan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada semua siswa, terutama dalam membantu siswa dalam
mengatasi masalah yang dihadapinya dan upaya memandirikan serta
mengembangkan segenap potensinya. Hal ini sesuai dengan fungsi pelayanan
bimbingan dan konseling sebagaimana dikemukakan Prayitno dan Erman Amti
(1999:197) bahwa fungsi pelayanan BK meliputi: 1) Fungsi pemahaman, 2)
Fungsu pencegahan, 3) Fungsi pengentasan, Fungsi pemeliharaan dan
pengembangan, 5) Fungsi advokasi.
Fungsi pelayanan bimbingan dan konseling tersebut dapat diwujudkan
melalui berbagai jenis layanan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
dengan berpedoman pada pola BK 17 Plus yang didasarkan pada satu wawasan
dan pengetahuan yang menetap tentang bimbingan dan konseling. Adapun
konsep BK 17 Plus yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Enam bidang bimbingan, terdiri dari:
a) Bidang bimbingan pribadi adalah bimbingan yang membantu siswa
menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, mandiri, serta sehat jasmani dan rohani.
b) Bidang bimbingan sosial adalah bidang bimbingan yang membantu siswa
mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi
pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan.
25
c) Bidang bimbingan belajar adalah bidang bimbingan yang membantu siswa
mengembangkan diri, sikap dan kebiasaan belajar yang baik untuk
meguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan serta menyiapkan melanjutka
n pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.
d) Bidang bimbingan karir adalah bidang bimbingan yang memantu siswa
mengenal dan memahami serta menemukan dan mengembangkan masa
depan karirnya.
e) Bidang bimbingan kehidupan berkeluarga adalah bidang bimbingan yang
membantu siswa dalam memahami kehidupan berkeluarga dan
mempersiapkan mental untuk menghadapinya.
f) Bidang bimbingan kehidupan keagamaan adalah bidang bimbingan yang
membantu siswa memahami aspek-aspek keagamaan untuk kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
2) Sepuluh jenis layanan, terdiri dari dari:
a) Layanan Orientasi, b) Layanan Informasi), c) Layanan penempatan dan
penyaluran, d) layanan penguasaan konten, e) Layanan konseling
individual, f) Layanan bimbingan kelompok, g) layanan konseling
kelompok, h) Layanan konsultasi, i) Layanan Mediasi, j) Layanan
Advokasi.
3) Enam kegiatan pendukung terdiri dari:
a. Aplikasi instrumentasi,
26
b. Himpunan data,
c. Konfrensi kasus,
d. Kunjungan rumah,
e. Tampilan pustaka,
f. Alih tangan kasus.
Pelayanan bimbingan dan konseling pola 17 plus tersebut hendaknya
betul-betul dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling di sekolah dengan
mempertimbangkan berbagai asas dan tingkat kebutuhan serta permasalahan
yang dialami oleh siswa. Hal ini sebagamana dikemukakan Prayitno dan
Erman Amti (1999:128) mengungkapkan bahwa seringkali terjadi, untuk
masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang
tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata
hakikatnya berbeda, sehingga dierlukan cara yang berberda untuk
mengatasinya.
Guru bimbingan dan konseling hendaknya memberikan pelayanan
bimbingan dan konseling kepada siswa disesuaikan dengan keunikan dan
kebutuhan masing-masing siswa. Karena pada dasarnya setiap individu itu
berbeda, sehingga dalam menangani masalah siswa, guru bimbingan dan
konseling harus menyesuaikan dengan pribadi siswa.
27
c. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan perilaku
asertif siswa di SMP N 13 Padang
Layanan bimbingan dan konseling di sekolah ditujukan kepada siswa-
siswa yang ada di sekolah yang bertujuan membantu siswa dalam
mengembangkan dirinya agar menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Poses
mengembangkan diri siswa ini dilakukan dalam pertemuan tatap muka antara
guru bimbingan dan konseling dengan siswa.
Bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan dengan
melakasanakan setiap layanan yang efektif kepada siswa agar siswa secara
aktif dan mandiri melihat dan menemukan masalahnya sehingga
berkembangnya KES dan terhindarnya siswa dari KES-T yang bertujuan pada
optimalisasi proses perkembangan dan belajar siswa.
Seorang guru bimbingan dan konseling di dalam menjalankan tugasnya
dituntut untuk memiliki kemampuan untuk selalu bisa berperan sebagai
fasilitator dalam membangkitkan semangat belajar siswa, mengidentifikasikan
kesulitan belajar, mengidentifikasikan factor-faktor penyebab kesulitan belajar,
memberikan layanan konseling akademik, berkerjasama dengan guru tenaga
pengajar lainnya dalam penngajaran remedial, dan membuat rekomendasi/
refrensi kepada pihak yang lebih kompeten untuk menyelesaikan permasalahan
anak didik (Akur Sudianto dan A. Juntika, 2005:12).
Mengingat pentingnya peranan layanan bimbingan serta peranan guru
bimbingan dan konseling dalam menuntaskan hambatan-hambatan yang
28
dialami dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dan mengembangkannya,
maka perlu kiranya seorang guru bimbingan dan konseling memahami dan
mendalami perilaku asertif terkait dengan perilaku asertif yang di miliki oleh
siswa sehingga siswa tidak berperilaku pasif ataupu agresif.
Sebagaimana guru bimbingan dan konseling pahami, siswa merupakan
individu yang sedang berkembang dan unik yang berbeda satu dengan lainnya,
perbedaan ini tidak hanya bersifat fisik namun juga psikologis. Perbedaan
inilah yang terkadang menimbulkan berbagai konflik yang terjadi dalam setiap
hubungan yang terjadi antara masing-masing individu yang satu dengan yang
lainnya dalam situasi hubungan sosial yang terjadi si sekolah jika perilaku yang
timbul kurang asertif.
Kurangnya pemahaman dan penghargaan siswa bahkan lingkungan
dimana siswa berada, terhadap perbedaan individual inilah yang menyebabkan
siswa menjadi kurang asertif baik dalam menyatakan pendapat maupun dalam
berkomuniksi dengan baik di lingkungannya. Oleh karena itu dibutuhkan peran
guru bimbingan dan konseling dalam memberikan pelayanan untuk dapat
mengembangkan perilaku asertif siswa, karena perilaku asertif bukan
merupakan bawaan dari lahir namun di dapat dari hasil belajar, terutama dalam
lingkungan sosialnya.
Dari pembahasan di atas tergambar bahwa perilaku asertif sangat baik
sekali untuk dikembangkan pada diri setiap siswa, agar siswa menjadi pribadi
29
yang mandiri da tegas baik dalam menyampaikan penaapatnya mapun dalam
berkomunikasi di lingkungannya terutama pada lingkungan sekolah.
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru bimbingan
dan konseling dalam mengembangkan perilaku asertif di sekolah, sesuai
dengan fungsi dari layanan bimbingan dan konseling itu sendiri menurut
prayitno (1997-23-24), yaitu:
1. Fungsi pemahaman, yaiu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai
dengan kepentingan pengembangan peserta didik; pemahaman itu meliputi:
a. Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orang tua,
guru pada umumnya dan guru bimbingan dan konseling.
b. Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalamnya
lingkungan keluarga da sekolah), terutama oleh siswa sendiri, orang
tua, guru pada umumnya, dan guru bimbingan dan konseling.
c. Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk di dalamnya
informasi pendidikan, informasi jbatan pekerjaan, dan informasi sosial
dan budaya/nilai-nilai), terutama oleh siswa.
2. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan terhindarnya siswa dari permasalahan yang mungkin timbul,
yang dapat mengganggu, menghambat serta menimbulkan kesulitan dan
kerugian-kerugian tertentu dalam proses pembelajaran dan
perkembangannya.
30
3. Fungsi pengentasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalaha yang
dialami siswa.
4. Fungsi pemelliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling yang akan menghasilkan terpelihara dan berkembangnya
berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka
perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui penyelenggrAan berbagai
jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk
mencapai hasil sebagaimana terkandung di dalam masing-masing fingsi itu.
Menurut Prayitno (2007:5-7) bidang pelayanan bimbingan yang harus
dijalankan oleh guru bimbingan dan konseling adalah:
a. Bidang pengembangan kehiupan pribadi yaitu bidang pelayanan yang
membantu peserta didik dala memahami, menilai dan mengembangkan
potensi dan kecakapan, bakat dan minat, sesuai dengan karakteristik
kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistic. Dalam bidang
bimbingan pribadi guru bimbingan dan konseling bertugas membantu
siswa sehingga menjadi pribadi beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, serta sehat jasmani dan rohani.
Adapun hal-hal yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling
adaalah: menunjukkan kepada siswa tentang kepekaan dan kepedulian
terhadap perkembangan pribadi peserta didik, termasuk kegiatan
31
keagamaan mereka serta mengembangkan kompetensi kehidupan pribadi
peserta didik dengan cara mengembangkan hubungan dan komunkasi
pribadi dengan peserta didik, bekerjasama dengan pihak-pihak terkait
terutama guru dan orang tua dalam mengembangkan pribadi peserta didik.
b. Pengembangan kehidupan sosial yaitu bidang pelayanan yang membantu
peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan
kemampuan hubungan sosial yang sehat daan efektif dengan teman sebaya,
anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.
Hal yang harus dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling
adalah menunjukkan kepekaan terhadap kepedulian terhadap kehidupan
dan hubungan sosial peserta didik serta mengembangkan kompetensi
hubungan sosial peserta didik dengan cara mengembangkan hubungan
sosial yang positif da dinamis dengan sesame peserta didik yang menjai
tanggung jawabnya dengan menggunakan instrument yang tepat,
berkerjasama dengan pihak terkait, terutama guru dan orang tua guna
mengembangkan kegiatan hubungan sosial peserta didik, terutama dalam
penelitian ini mengembangkan perilaku asertif siswa.
c. Pengembangan kegiatan kemampuan belajar, hal yang harus dilakukan
guru bimbingan dan konseling adalah menunjukkan kepekaan dan
kepedulian terhadap kegiatan dan kemampuan belajar peserta didik serta
menyelenggarakan pelayanan konselingn untuk meningkatkan kegiatan dan
kemampuan belajar peserta didik.
32
Menurut Dewa Ketut Sukardi (2000:43-46) materi jenis-jenis layanan
yang perlu dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling adalah:
a. Layanan Orientasi, dalam hal ini guna membantu siswa untuk mampu
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolahnya, guru bimbingan dan
konseling hendaknya mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap
siswa untuk dapat memahami lingkungan sekolahnya, guna mempermudah
dan memperlancar berperannya siswa dalam lingkungan sekolahnya materi
layanan yang perlu diberikan adalah: pengenalan lingkungan dan semua
fasilitas sekolah, peraturan serta hak dan kewajiban siswa, organisasi dan
wadah yang mampu membantu dan meningkatkan hubungan sosial siswa,
kurikulum dengan seluruh aspek-aspeknya serta peran pelayanan
bimbingan dan konseling dalam membantu segala jenis masalah dan
kesulitan yang dihadapi siswa.
b. Layanan Informasi, adapun materi layanan informasi yang perlu diberikan
kepada peserta didik adalah: informasi tentang tugas-tugas perkembangan
masa remaja berupa kemapuan dan perkembangan pribadi, informasi
tentang nilai-nilai sosial dan cara berperilaku dan berkembang dalam
lingkungan masyarakat, usaha untuk mengembangkan kemampuan dalam
berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan teman sebaya dan orang lain
serta informasi tentang cara belajar yang baik di rumah dan disekolah.
33
c. Layanan penguasaan konten, adapun materi khusus untuk layanan
penguasaan konten ini adalah kegiatan pengembangan motivasi, sikap dan
kebiasaan yang baik, keterampila belajar, program pengayaan.
d. Layanan Konseling Individual, yang harus dilakukan oleh guru bimbingan
dan konseling dalam hal ini dapat berupa pengenalan dan pemahaman
permasalahan yang dihadapi siswa, memberikan analisis yang tepat.
Melakukan aplikasi dan pemcahan masalah terhdap permasalahan siswa,
mengevaluasi konseling yang diberikan baik di awal maupun akhir, yang
terakhir adalah tindak lanjut, materi yang dapat diberikan antara lain:
1) Pemahaman sikap, kebiasaan, kekuatan diri dan kelemahan, bakat dan
minat serta penyalurannya.
2) Pengentasan kelemahan diri dan pengembangan kekuatan diri.
3) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi , menerima dan
menyampaikan pendapat, baik dirumah, sekolah, dan masyarakat.
4) Mengembangkan sikap kebiasaan belajar yang baik, disiplin, serta
pengenalan belajar sesuai dengan kemampuan, kebiasaan dan potensi
diri.
5) Pengambilan keputusan sesuai dengan kondisi pribadi, keluarga, dan
sosial.
e. Layanan Konseling Kelompok, pada hakikatnya layana ini adalah suatu
proses komunikasi antar pribadi yang dinamis, terpusat pada pikiran dan
perilaku yang disadari, dibina dalam suatu kelompok kecil
34
mengungkapkan diri kepada sesama anggota dan guru bimbingan dan
konseling. Dimana komunikasi antar pribadi tersebut dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri terhadap nilai-nilai
kehidupan dan segala tujuan hidup serta untuk belajar perilaku tertentu kea
raj yang lebih baik dari sebelumnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru bimbingan dan
konseling menjadi sangat penting dalam membantu siswa dalam
mengembangkan perilaku a sertifnya, terutama dilingkungan sekolah, agar
siswa dapat berperilaku asertif ketika mengemukakan pendapat serta dalam
berkkomunkasi di lingkungan sekitarnya, siswa dapat menjadi pribadi yang
percaya diri, ceria, mampu beradaptasi dengan lingkungannya, menghargai
orang lain dan dirinya, berpikir jernih, bisa mengembangkan potensi yang ada
pada dirinya ditengah masyarakat.
Agar kegiatan pelayanan benar-benar menunjukkan hasil yang baik,
perlu disusun dan dirumuskan program layanan sedemikian rupa sehingga
benar-benar dirasakan manfaatnya serta meningkatkan kualitas siswa yang
menerima bantuan tersebut. Idealnya seluruh layanan bimbingan dan konseling
yang akan diselenggarakan kepada siswa harus disusun sedemikian rupa
berdasarkan need assessment dan ketentuan yang ada, baik program
mingguan, bulanan, semesteran dan program tahunan.
35
B. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian tentang latar belakang, kajian pustaka, kondisi
sementara dilapangan dan permasalahan penelitian, maka secara singkat penelitian
ini berusaha untuk mengungkap permasalahan yang berkaitan dengan perilaku
asertif siswa dan peran guru pembimbing dalam mengembangkannya.
Permasalahan ini sangat menarik untuk diteliti, dalam penelitian ini seorang
konselor atau guru pembimbing di lingkungan sekolah mengetahui,
mengungkapkan dan mengembangkan perilaku asertif siswa.
Lebih jelas penulis kemukakan perilaku asertif siswa dan peran guru
pembimbing dalam mengembangkan dalam skema kerangka gambaran berikut ini:
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Hakikatnya pendidikan adalah menyediakan lingkungan yang
memungkinkan setiap peserta didik mengembangkan bakat, minat, dan
kemampuannya secara optimal dan utuh yang mencakup ranah kognitif, afektif,
dan psikomotor.
Perilaku Asertif siswa
a. Kemampuan menyatakan tidak.
b. Kemampuan membuat pernyataan/permintaan.
c. Kemampuan mengekspresikan perasaan baik positif maupun negatif, dan
d. Kemampuan membuka dan mengakhiri percakapan
Peran Guru BK dalam mengembangkan perilaku asertif
Layanan Bimbingan Konseling
a. Layanan Informasib. Layanan Penguasaan Kontenc. Layanan Konseling
Peroranngand. Layanan Konseling
Kelompok
36
Guru BK adalah pendidik dan menyelenggaraan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah merupakan tugas pokok guru BK di sekolah. Dalam hal ini,
guru BK harus mampu mengembangkan dan melaksanakannya sesuai dengan
fungsi kontrolnya sebagai penanggungjawab layanan bimbingan dan konseling di
sekolah, yang bermuara pada terwujudnya perkembangan diri dan kemandirian
siswa secara optimal dengan hakekat kemanusiaannya sebagai hamba Tuhan
YME, sebagai makhluk individu, dan makhluk sosial dalam berhubungan dengan
manusia dan alam semesta.
Dalam mengembangkan perilaku asertif siswa diperlukan peran aktif dari
guru BK sebagai seorang pendidik yang memberikan layanan, agar siswa dapat
mengembangkan kemampuannya dalam menyatakan tidak, membuat pernyataan/
permintaan, mampu mengekspresikan perasaan baik positif maupun negatif, dan
mampu membuka dan mengakhiri percakapan sehingga berimplikasi pada perilaku
siswa yang asertif.
C. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Esti Trisnaningtyas dan Mochamad Nursalim (2009) yang berjudul
“Penerapan Latihan Asertif untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi
Interpersonal Siswa”. Penelitian ini mengungkap bahwa penerapan latihan asertif
dapat meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal siswa.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Liza Marini dan Elvi Andriani
(2005) yang berjudul “Perbedaan Asertivitas Remaja Ditinjau dari Pola Asuh
37
Orang Tua”. Penelitian tersebut menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan
dalam asertivitas remaja ditinjau dari pola asuh orang tua. Subjek dengan pola asuh
authoritative lebih asertif daripada subjek dengan pola asuh authoritarian,
permissive, dan uninvolved.
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan mixing method yang
berupaya untuk memadukan metode penelitian kuantitatif dan metode kualitatif
dalam mengungkapkan gambaran perilaku asertif siswa secara deskriptif analitik.
Data kuantitatif diperoleh melalui sejumlah alat pengumpul data dan dianalisis
dengan rumus statistik, sedangkan data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara
dan datanya dianalisis secara naratif untuk mendeskripsikan berbagai hal yang
menjadi inti penelitian (Julia Brannen, 2004:19-20).
Selanjutnya A. Muri Yusuf, (2005:83) memperjelas bahwa penelitian
dengan metode deskriptif analitik adalah penelitian yang bertujuan
mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan
sifat populasi tertentu atau mencoba menggambarkan fenomena secara mendetail
apa adanya. Tujuan utama penelitian ini adalah menggambarkan secara cermat dan
sistematis subjek yang diteliti dengan menggunakan data kuantitatif. Data
dikumpulkan dengan sejumlah instrumen yang diolah dengan bantuan statistik
program SPSS 17.
39
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut A. Muri Yusuf (2005:183) populasi adalah keseluruhan
manusia yang terdapat dalam seluruh area yang telah ditetapkan. Populasi
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N 13 Padang berjumlah 323
orang, terdiri dari 167 orang laki-laki dan 156 orang perempuan yang terdaftar
pada tahun ajaran 2011/2012. Selain itu guru bimbingan dan konseling yang
berjumlah 8 orang juga menjadi populasi dalam penelitian ini. Adapun rincian
dalam penelitian ini terdapat pada tabel 1 berikut ini:
Tabel. 1 Jumlah Populasi Penelitian
(Tabel 1)(Sumber: Dokumentasi TU SMP N 13 Padang)
NO KELAS JUMLAH
1 VII.1 362 VII.2 363 VII.3 364 VII.4 365 VII.5 366 VII.6 367 VII.7 368 VII.8 369 VII.9 36JUMLAH 323
40
2. Sampel
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa jumlah siswa sebagai populasi
penelitian sebanyak 323 orang. Populasi tersebut cukup banyak, oleh sebab itu
perlu dilkukan penarikan sampel. Sampel adalah sebagian dari populasi yang
terpilih dan mewakili dari populasi tersebut (A. Muri Yusuf, 2007:186).
Sampling yang dilakukan mempertimbangkan ketentuan-ketentuan dalam
pengambilan sampel, yaitu sampel harus dapat mewakili populasi dan
karakteristiknya.
Penarikan sampel penelitian merupakan prasyarat untuk menganalisis data
dalam penelitian ini. Penarikan sampel dilakukan secara stratified random
sampling, yang merupakan suatu prosedur menentukan sampel dengan
membagi populasi atas beberapa strata sehingga tiap strata menjadi homogen
dan tidak tumpang tindih dengan kelompok lain (A. Muri Yusuf, 2007:198).
Untuk menentukan jumlah sampel yang akan digunakan, maka dipakai
rumus Solvin (dalam Riduwan, 2005:65) yaitu:
n= N
1+N e2
Keterangan: n = jumlah sampelN = jumlah populasie = presesi kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sampel (ditetapkan 5%)
41
n= 3231+323¿¿
n= 3231+323 (0.0025)
n= 3231.8075
n=179
dengan menggunakan rumus tersebut, maka diperoleh jumlah sampel
penelitian yaitu 179 siswa.
Untuk menarik sampel pada sub kelompok, maka di ambil dengan rumus
sederhana (A. Muri Yusuf, 2005: 202) berikut :
Sampel Sub Kelompok ¿Jumlah Masing−masing Kelompok
JumlahTotalx Besar Sampel
Dengan menggunakan rumus tersebut, maka sampel masing-masing
kelas adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Sampel Penelitian
NO KELASJUMLAH SAMPEL
1 VII.1 202 VII.2 203 VII.3 204 VII.4 205 VII.5 206 VII.6 207 VII.7 208 VII.8 199 VII.9 20JUMLAH 179
42
C. Defenisi Operasional
Menghindari terjadinya interpretasi yang berbeda-beda dan kerancuan
pemahaman tentang aspek-aspek yang menjadi variabel penelitian, maka berikut
disajikan penjelasan defenisi operasional masing-masing variabel, teknik serta
skala pengukurannya.
1. Perilaku Asertif
Perilaku merupakan suatu gerak kompleks yang dilakukan individu
terhadap situasi tersedia, Sedangkan perilaku Asertif adalah perilaku yang
menyatakan ketegasan baik verbal maupun non verbal dalam
mengekspresikan penghargaan, hak atau kepentingan baik pribadi maupun
orang lain, dan keterbukaan diri. Pada prinsipnya perilaku asertif adalah
kecakapan orang untuk berkata tidak, untuk meminta bantuan atau minta
tolong orang lain, kecakapan untuk mengekspresikan perasaan-perasaan
positif maupun negatif, kecakapan untuk melakukan inisiatif dan memulai
pembicaraan dengan menjaga hak dan perasaan orang lain.
Indikator perilaku Asertif adalah sebagai berikut: 1) kemampuan
menyatakan tidak, 2) kemampuan membuat pernyataan/permintaan, 3)
kemampuan mengekspresikan perasaan baik positif maupun negatif, dan 4)
kemampuan membuka dan mengakhiri percakapan.
43
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah
tingkah laku interpersonal yang mengungkap emosi secara terbuka, jujur,
tegas dam langsung pada tujuan sebagai usaha untuk mencapai kebebasan
emosi dan dilakukan dengan penuh keyakinan diri dan sopan.
2. Peran Guru Bimbingan dan Konseling
Peran guru bimbingan dan konseling adalah menjalankan fungsi dan
tugasnya sebagai guru bimbingan dan konseling, dalam hal ini berdasarkan
kemampuan, kekuasaan, hak dan kewajiban serta tanggung jawab dalam
melaksanakan pelayanan konseling secara professional, didukung dengan
keterampilan, pengetahuan, pemahaman, dan wawasan untuk memberikan
bantuan dalam mengembangkan perilaku asertif siswa, sehingga siswa mampu
berkomunikasi secarara efektif, baik di lingkungan sekolah maupun di
lingkungan tempat tinggalnya.
D. Pengembangan Instrumen
1. Instrumen yang digunakan
Instrumen pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai
dengan subjek penelitian pada siswa dan guru bimbingan dan konseling.
Instrumen yang digunakan untuk mengungkapkan perilaku asertif siswa adalah
angket. Sedangkan untuk mengetahui peran guru bimbingan dan konseling
dalam mengembangkan perilaku aserif siswa digunakan pedoman wawancara.
44
Angket berisi sejumlah pernyataan yang diajukan pada siswa dalam
bentuk 5 (lima) alternatif jawaban yang disesuaikan dengan tujuan dari
pernyataan tersebut. Pola ini menurut para ahli sesuai untuk menyatakan
pendapat seseorang mengenai suatu objek tertentu, seperti yang di ungkapkan
oleh Sugiyono (2008:93).
Dalam skala Likert disajikan satu seri pertanyaan-pertanyaan
sederhana, kemudian responden di ukur sikapnya untuk menjawab dengan
memilih salah satu jawaban diantara lima pilihan jawaban yang telah
disediakan, yaitu: 1) Selalu, 2) Sering, 3) Kadang-kadang, 4) Tidak Pernah
(Sugiyono, 2008:93). Angket disusun berpedoman pada kisi-kisi yang telah
dibuat berdasarkan teori dengan menentukan variabel, sub varibel, dan
indikator.
2. Uji Validitas Instrumen yang disusun sebelumnya.
Validitas adalah seberapa jauh instrumen itu mengukur apa yang
hendak diukur (A. Muri Yusuf, 2005:11), sehingga untuk mendapatkan
construct validity yang tinggi adalah ketepatan, kesesuaian dan kebenaran
construct yang disusun sebelumnya.
Konsep angket yang telah disusun kemudian dikonsultasikan dengan
dosen pembimbing dan di timbang oleh tiga orang ahli lainnya untuk melihat
construct dan face vaidity-nya. Dalam konsultasi dibahas bentuk, isi, bahasa,
fenomena dan lay out yang dipakai dalam angket. Apabila para ahli yang
menimbang atau memandang bahwa instrumen tersebut sudah mencerminkan
45
wilayah isi dengan memadai, maka instrumen tersebut dapat dikatakan telah
memadai (valid). Setelah ditimbang dilakukan beberapa perubahan dan
perbaikan sehingga instrumen dapat diujicobakan sesuai dengan fokus
penelitian tentang perilaku asertif siswa.
Reliabilitas pada instrument penelitian ini mengacu kepada sejauh
mana konsistensi suatu alat ukur yang digunakan dalam mengukur apa yang
hendak diukur. Menurut A. Muri Yusuf (1996:26) “Reliabilitas adalah
konsistensi atau kestabilan skor suatu instrumen penelitian terhadap individu
yang sama dan diberikan dalam waktu yang berbeda”.
Teknik yang digunakan dalam menentukan konsistensi angket adalah
metode test-retest. Menurut Grounlund (1977:138) “The test-retest method
requires administering the same form of the test to the same group with some
intervning time interval”. Dengan demikian metode test-retest dilakukan
dengan cara mengadministrasikan instrumen yang sama kepada subjek yang
sama dalam waktu yang berbeda.
A. Muri Yusuf (2005:101) mengistilahkan metode test-retest dengan
“coefficient of stability” yakni bagaimana tingkat kestabilan skor setiap
individu apabila dilakukan pengujian dalam waktu yang berbeda dengan
perlengkapan yang sama.
46
E. Teknik Pengumpulan Data
Beberapa data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data
tentang perilaku asertif siswa, baik dalam menyampaikan pendapat maupun dalam
berkomunikasi dengan teman dan guru di SMP Negeri 13 Padang, dan peran guru
bimbingan dan konseling dalam mengembangkan perilaku asertif siswa.
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini disesuaikan dengan
subjek penelitian (siswa dan guru bimbingan dan konseling). Instrumen disebarkan
pada siswa dengan mengisi angket yang telah disiapkan oleh peneliti dan untuk
guru bimbingan dan konseling dilakukan dengan wawancara.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu langkah dalam kegiatan penelitian
yang sangat menentukan ketepatan dan kesahihan hasil penelitian. Dalam
penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari
seluruh responden terkumpulkan. Kegiatan dalam analisis data adalah
mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi
data variabel yang telah diteliti, melakukan perhitungan untuk menguji
hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono, 2010:207).
47
Deskripsi data tentang perilaku asertif siswa dianalisis dengan
menggunakan rumus persentase. Menurut Sudjana (2002:50) persentase dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
P= fN
x 100
Keterangan: P : Persentasef : Frekuensi JawabanN : Jumlah Responden
Sedangkan, untuk mengetahui peran guru bimbingan dan konseling
tentang perilaku asertif siswa dilakukan dengan wawancara.