Upload
others
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN MUDA
PERHITUNGAN VOLUME POTENSI MASSA LONGSORAN DENGAN METODA GEOLISTRIK (STUDI KASUS
DAERAH GAYO LUES)
MUCHLIS, S.Si, M.Sc NURUL AFLAH, ST, M.Sc
DIBIAYAI OLEH UNIVERSITAS SYIAH KUALA, KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, SESUAI DENGAN SURAT PERJANJIAN PENUGASAN
DALAM RANGKA PELAKSANAAN PENELITIAN DOSEN MUDA TAHUN ANGGARAN 2014 NOMOR: 427/UN11/S/LK-PNPB/2014 TANGGAL 5 MEI 2014
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
NOVEMBER 2014
40
HALAMAN PENGESAHAN
1.Judul Penelitian : PERHITUNGAN VOLUME POTENSI MASSA LONGSORAN DENGAN METODA GEOLISTRIK (STUDI KASUS DAERAH GAYO LUES) 2. Bidang Ilmu penelitian : Kebumian/Kebencanaan 3. Ketua Peneliti
a) Nama Lengkap : Muchlis, S.Si, M.Sc b) Jenis Kelamin : Laki-laki c) NIP : 197912182009121001 d) Pangkat/golongan : IIIB/Penata Muda e) Jabatan Fungsional : Asisten Ahli f) Jabatan Struktural : - g) Fakultas/Jurusan : Teknik / Jurusan Teknik Pertambangan h) Alamat rumah : Jl. Salam, no.7, lamprit, Banda Aceh i) Telepon/Faks. : 0651-7555874/081360393051/ 0651-
7552222/[email protected] 4. Mata kuliah yang diampu : Geologi Fisik 5. Penelitian terakhir : Pemodelan Gempa susulan Aceh (Dosen Muda) 6. Jumlah anggota peneliti : 1 orang
a. nama anggota I : Nurul Aflah ST, M.Sc 7. Jangka waktu penelitian : 6 bulan 8. Lokasi penelitian : Gayo Lues 9. Jumlah biaya yang diusulkan : Rp. 15.000,000.
Mengetahui, Banda Aceh, 23 November 2014 Dekan Fakultas Teknik, Ketua Peneliti, (Dr.Ir.Mirza Irwansyah, MBA, MLA) (Muchlis S.Si, M.Sc) NIP. 196205261987101001 NIP.197912182009121001
Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian,
(Prof.Dr.Ir.H.Hasanuddin,M.S) NIP. 196011141986031001
RINGKASAN
41
Salah satu indikasi suatu kawasan memiliki potensi longsor adalah terbentuk bidang gelincir di sepanjang lereng. Bidang gelincir ini terbentuk karena perbedaan lapisan antara lapisan penutup (tanah bagian atas) dengan lapisan yang berada di bawahnya. Lapisan paling atas sebuah lereng biasanya adalah lapisan tanah yang lolos air sehingga air hujan bisa dengan mudah terinfiltrasi ke dalam lereng. Namun air hujan yang terinfiltrasi atau masuk ke dalam tanah tersebut sering kali tidah bisa terus masuk ke jauh ke dalam tanah karena ada lapisan tidak tembus air (impermeable) yang menjadi bidang telincir.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi dimensi bidang gelincir bawah permukaan lereng yang menjadi penyebab terjadinya tanah longsor menggunakan metode geolistrik dan memperkirakan metode penstabilan lereng yang sesuai untuk diaplikasi pada lereng tersebut. Metode geolistrik resistivitas umumnya digunakan untuk eksplorasi dangkal, sekitar 300 – 500 m.
Prinsip dalam metode ini yaitu arus listrik diinjeksikan ke alam bumi melalui dua elektrode arus, sedangkan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektrode potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik dapat diperoleh variasi harga resistivitas listrik pada lapisan di bawah titik ukur. Dari variasi beda resistivitas ini bisa diketahui perlapisan bawah perbukaan tanah dan pada lapisan berapa terdapat lapisan bidang gelincir.
Dari penelitian ini diharapkan akan adanya penampang resistivitas tanah 2D yang menunjukkan kedalaman dan dimensi bidang gelincir pada lereng yang dikaji sehingga dapat memberikan rekomendasi tentang metode penstabilan lereng yang sesuai Kata Kunci: Geolistrik, Bidang Gelincir Longsor, Resistivitas Batuan/Tanah.
42
SUMMARY
One indication of a potential landslide area is a formation along the slip field slope. The slope is formed due to the difference between the cover layer (top soil ) with a layer beneath it . The top layer is usually a layer of soil that passes the water so that it could be easily infiltrated into the slope . However, rain water infiltrated into the soil or are often not able to enter deeper into the ground because there is an impermeable layer which forms the slope area . Geoelectric resistivity method is generally used for shallow exploration , approximately to depth of 300 to 500 meter . The principle of the method is that the electrical current injected into the earth through two current electrodes , while the potential difference that occurs is measured through two potential electrodes . From the results of measurements of currents and electric potential difference can be obtained by variation of value of electrical resistivity in the layer below the measuring point. The resistivity value can show the bedding soils and on which one is the layer of slip field. From this study we expected the resistivity 2D cross section that shows the depth and dimensions of the field of slip on the slope studied so as to provide recommendations on the appropriate method of stabilizing slopes.
Keywords: Geoelectrical, the landslide slope, soil resistivity.
43
PRAKATA
Assalamualaikum Wr Wb.
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, Rabb sekalian alam, yang selalu memberikan pertolongan bagi siapapun yang dikehendaki-Nya, yang dengan karunia, rahmat dan hidayah-Nya-lah laporan penelitian ini dapat diselesaikan dengan lancar olehpenulis. Penelitian dilaksanakan selama enam bulan dari bulan Mei hingga November 2014.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala dengan nomor kontrak 427/UN11/S/LK-PNPB/2014 TANGGAL 5 MEI 2014 yang telah membiayai penelitian ini.
Penyelesaian laporan ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak, yang telah memberikan kontribusi ilmiah, moril dan materiil baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu dengan tulus hati, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ketua lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala, Bpk Prof.Dr,Hasanuddin
2. Staf lembaga penelitian Unsyiah
3. dan keluarga dari peneliti.
44
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN i
RINGKASAN ii SUMMARY iii
PRAKATA iv
DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
Bab I. PENDAHULUAN 1 Bab II. PERUMUSAN MASALAH 2
Bab III. TINJAUAN PUSTAKA 3 Bab IV. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 8
BAB V. METODE PENELITIAN 9
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 11
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN 26
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN
45
DAFTAR GAMBAR
Gambar1. Peta Wilayah Gayo Lues dan Tempat penelitian
Gambar 2. Peta Geologi wilayah Gayo Lues. 4
Gambar3. Pengukuran resistivity batuan dengan alat Supersting R8. 5
Gambar 4. Diagram Alir Penelitian 10
Gambar 5. Konfiguras eletroda pada pengukuran geolistrik 15
Gambar6. Nilai Resistivitas Batuan dan Jenis Air
Gambar 7. Penampang Geolistrik Resistivitas 2D Profiling
Gambar 8. Datum Point konfigurasi Wenner
Gambar9: Kompas Tipe Brunton
Gambar10 . Bagian-bagian penting pada sistim GPS
Gambar 11. Dimensi bidang longsoran
Gambar12. Lintasan yang akan dilakukan pengukuran geolistrik
Gambar13. Penampang 2-Dimensi citra resistivitas batuan/tanah dan dugaan bidang
gelincir.
DAFTAR LAMPIRAN
A. Instrumen penelitian
B. Personalia Tenaga peneliti
C. Buku Catatan Harian penelitian
D. Prosiding Seminar
E. Laporan Penggunaan Keuangan
46
BAB I PENDAHULUAN
Secara Geologi, Kabupaten Gayo Lues mempunyai sejarah yang kompleks ditandai
oleh adanya tiga siklus pembentukan endapan sedimen gunungapi Pra-Tersier yang
dipisahkan oleh tiga episoda deformasi Kenozoikum berupa patahan dan pergeseran.
Batuan tertua di daerah tersebut ditempati oleh batuan malihan derajat tinggi (batu sabak,
metaserpih dan metakuarsit arenit) Formasi Kluet (Puk) berumur Akhir Paleozoikum yang
diendapkan pada lingkungan cekungan ensialic di kedalaman air sedang. Di atasnya
diendapkan selang-seling batugamping dengan batuan gunungapi mafik Peusangan Group
berumur akhir Permian ~ akhir Triasik pada lingkungan laut dangkal yang terpotong oleh
patahan naik Takengon yang terjadi pada Tersier. Selain kondisi geologi yang sangat
komplek, pelapukan batuan yang sangat tinggi juga menjadikan kawasan Gayo Lues rawan
terhadap bencana geologi seperti tanah longsor. Selain kondisi yang komplek, Kab. Gayo
Lues berada di kawasan yang memiliki marfologi perbukitan dan pergunungan dengan
ketinggian berkisar dari 400-1200 meter di atas permukaan laut (m dpl). Pada tahun 2012,
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Gayo Lues telah menginisiasi
pemetaan kawasan rawan bencana bencana. Salah satu peta rawan bencana yang dibuat
adalah Peta Bahaya/Ancaman Tanah Longsor. Pada peta tersebut, Kab. Gayo Lues dibagi
kepada tiga tingkatan bahaya tanah longsor yaitu; tinggi, sedang dan rendah dan Kab. Gayo
Lues sebagaian besarnya masuk dalam kategori kawasan tinggi bahaya tanah longsor.
Skala peta tersebut sangatlah kasar sehingga perlu dilakukan pendetailan untuk
mendapatkan data yang lebih akurat lagi.
Dalam upaya pengurangan risiko bencana tanah longsor dan untuk menandai
kawasan yang berpotensi longsor, maka perlu dilakukan pengukuran secara detail dan
menyeluruh pada kawasan lereng yang terbentuk dari tanah dan berpotensi longsor. Salah
satu indikasi suatu kawasan memiliki potensi longsor adalah terbentuk bidang gelincir di
sepanjang lereng. Bidang gelincir ini dikarenakan perbedaan lapisan antara lapisan penutup
(tanah bagian atas) dengan lapisan yang berada dibawahnya. Lapisan paling atas sebuah
lereng biasanya adalah lapisan tanah yang lolos air sehingga air hujan bisa dengan mudah
terinfiltrasi ke dalam lereng. Namun air hujan yang terinfiltrasi atau masuk ke dalam tanah
tersebut sering kali tidak bisa terus masuk ke jauh ke dalam tanah karena ada lapisan tidak
tembus air (impermeable) yang menjadi bidang telincir. Bidang gelincir ini bisa dideteksi
menggunakan geolistrik resistivitas karena antara lapisan tanah bagian atas dengan lapisan
bawah yang tidak tembus memiliki nilai kontras resistivitas yang tinggi.
47
Gambar1. Peta Wilayah Gayo Lues dan Tempat penelitian.
Gambar 2. Peta Geologi wilayah Gayo Lues.
Gambar3. Pengukuran resistivity batuan dengan alat Supersting R8.
48
BAB II
PERUMUSAN MASALAH
Penelitian ini dimulai dengan melakukan studi pustaka dan survey lapangan. Studi
pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi geologi dan marfologi
kawasan Gayo Lues. Sedangkan survey lapangan dilakukan untuk kawasan lereng mana
saja yang rentan terhadap bencana tanah longsor.
Setelah ditentukan kawasan-kawasan yang memiliki potensi tanah longsor, tahap
selanjutnya yang akan dilakukan adalah pengukuran lapangan atau akuisisi data geolistrik
profiling 2-Dimensi. Akuisisi data dilakukan menggunakan peralatan Resistivitimeter Jenis
Super String R8 IP Multichannel. Proses pengukuran dilakukan dengan cara memasang
elektroda arus dan elektroda potensial dengan arah bentangan tegak lurus terhadap arah
jurus lereng atau tegah lurus dengan arah jalan. Elektroda arus yang dipasang berfungsi
untuk mengalirkan arus dan elektroda potensial berfungsi untuk mengukur nilai potensial
yang direspon akibat injeksi arus.
Setelah studi pustaka dan lapangan, penelitian lain yang akan dilakukan adalah
pemproseskan atau pengolahan data dengan cara inversi menggunakan software Earth
Imager 2D. Data Citra berupa penampang 2-Dimensi kondisi bawah permukaan lereng
yang dihasil oleh software harus memiliki RMS error di bawah 10%. Tahapan selanjutnya
yang akan dilakukan interpretasi (penafsiran) data untuk menilai dimensi bidang gelincir.
Apabila dimensi bidang gelincir sudah didapatkan maka proses selanjutnya adalah
memperkirakan metode penstabilan lereng yang sesuai diaplikasikan di tempat tersebut.
49
Gambar 4. Bagan Alir Penelitian
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Metode Geolistrik Resistivitas
Metode Geolistrik resistivitas atau tahanan jenis adalah salah satu dari kelompok metode
geolistrik yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah permukaan dengan cara
mempelajari sifat aliran listrik di dalam batuan bawah permukaan bumi. Metode geolistrik
resistivitas umumnya digunakan untuk eksplorasi dangkal, sekitar 300 – 500 m. Prinsip
dalam metode ini yaitu arus listrik diinjeksikan ke alam bumi melalui dua elektrode arus,
sedangkan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektrode potensial. Dari hasil
pengukuran arus dan beda potensial listrik dapat diperoleh variasi harga resistivitas listrik
pada lapisan di bawah titik ukur. Dari variasi beda resistivitas ini bisa diketahui perlapisan
bawah perbukaan tanah dan pada lapisan berapa terdapat lapisan bidang gelincir. Lapisan
Stop
Hasil Profil Resitivitas 2D
RMS Minimum
Run Inversi menggunakan software Earth Imager 2D
Yes
No
Start
Data lapangan, n, a, aρ
50
di atas bidang bidang gelincir akan memiliki nilai resistivitas yang sangat rendah
sedangkan lapisan yang menjadi bidang gelincir memiliki nilai resistivitas yang tinggi.
Kontras resistivitas memungkinkan penggunaan metode resistivitas 2D untuk mendeteksi
bidang gelincir tersebut.
Metode geolistrik tahanan jenis memiliki beberapa konfigurasi, yaitu konfigurasi
Schlumberger, konfigurasi Wenner, konfigurasi dipole-dipole dan konfigurasi Square.
Konfigurasi yang umumnya digunakan yaitu konfigurasi Schlumberger dan konfigurasi
Wenner. Setiap konfigurasi elektroda mempunyai metode perhitungan tersendiri untuk
mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Nilai tahanan
jenis semu tergantung pada geometri konfigurasi elektroda yang digunakan, atau yang
sering didefinisikan sebagai faktor geometri (K). Susunan elektroda arus dan tegangan
konfigurasi Schlumberger dan Wenner seperti tampak pada gambar 1 di bawah ini.
(A) (B)
Gambar 5. Konfiguras eletroda pada pengukuran geolistrik
(A) Menunjukkan konfigurasi Wenner
(B) Menunjukkan konfigurasi Schlumberger
3.2. Geolistrik untuk Bidang Gelincir
Penggunaan metode resistivitas untuk mendeteksi bidang gelincir longsor pada sebuah
lereng telah banyak dilakukan oleh Sugito dan kawan-kawan pada tahun 2010 yang
melakukan investigasi bidang gelincir tanah longsor menggunakan metode geolistrik
tahanan jenis di desa Kebarongan Kec. kemranjen Kab. Banyumas. Dari hasil investigasi
mereka di temukan bahwa Bidang gelincir terletak pada kedalaman 10 - 14 m, yang dapat
51
diinterpretasikan sebagai batulempung dengan nilai resistivitas sebesar 11 Ωm
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.
Pada tahun 2012, Darsono dan kawan-kawan juga melakukan pendugaan bidang
gelincir menggunakan metode geolistrik konfigurasi dipole-dipole di desa Pablengan
Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar. Hasil penelitianya menunjukkan bahwa
bidang gelincir terdeteksi dengan kedalaman dari permukaan bervariasi dari 1,7 meter – 17
meter dengan nilai tahanan jenis 19,3 Ω m – 35,5 Ω m yang berupa lapisan lempung basah.
Pada bagian atas bidang gelincir terdeteksi diduga lapisan batuan lapuk/berupa lempung
pasiran sampai pasir lempungan yang dapat menyimpan kandungan air, dengan variasi
tahanan jenis 35,5 Ω m – 170 Ω m dengan ketebalan lapisan + 10 meter. Jika hujan/curah
hujan yang tinggi, kemungkinan air akan terakumulasi di lapisan tersebut dan bisa
menyebabkan bencana tanah longsor.
Gambar6. Nilai Resistivitas Batuan dan Jenis Air
Gambar 7. Penampang Geolistrik Resistivitas 2D Profiling yang menunjukkan posisi
bidang gelincir (Sugito et al, 2010)
52
BAB IV TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi dimensi bidang gelincir bawah
permukaan lereng yang menjadi penyebab terjadinya tanah longsor dan memperkirakan
metode penstabilan lereng yang sesuai untuk diaplikasi pada lereng tersebut.
Bidang gelincir merupakan bidang dimana terjadinya tanah longsor akibat masuknya air
hujan ke dalam sebuah lereng. Kedalaman dan luasnya bidang gelincir ini tidak akan
terdeteksi di atas permukaan sehingga penggunaan geolistrik resistivitas/tahanan jenis
sangat efektif utuk mendeteksi dimensi bidang gelincir. Diketahuinya dimensi bidang
gelincir sangat penting data dasar dalam upaya mitigasi bencana tanah longsor berupa
permasangan soil nail atau pemasangan metode slope stability lainnya pada sebuah lereng.
BAB V. METODE PENELITIAN
5.1. Metode Pengukuran geolistrik.
Untuk mendeteksi kedalaman bidang gelincir tanah longsor menggunakan metode
geolistrik tahanan jenis 2-Dimensi, kami menggukan konfigurasi wenner. Penggunaan
konfigurasi wenner karena konfigurasi tersebut sangat bagus untuk mendeteksi anomali
yang memiliki perubahan nilai resistivitas secara vertikal atau terhadap kedalaman. Bidang
gelincir yang akan dideteksi menggunakan geolistrik tahanan jenis memiliki nilai
perbedaan resistivitas batuan/tanah antara lapisan atas dengan lapisan bawah atau memiliki
nilai perbedaan secara vertical sehingga pemilihan konfigurasi Wenner sangat sesuai
digunakan untuk mendeteksi bidang gelincir ini.
Nilai n atau pelapisan yang digunakan dalam pengukuran ini sampai n=14 dengan
total datum point (titik pengukuran) sebanyak 463 dengan total elektroda pengukuran
sebanyak 56 elektroda. Pertimbangan menggunakan n=14 adalah untuk mendapatkan nilai
kedalaman maksimal dari total panjang bentangan yang digunakan.
Gambar 8. Datum Point konfigurasi Wenner dengan nilai n=14 dan total elektroda 56.
53
Pada setiap elektroda geolistrik juga dilakukan pengukuran ketinggian menggunakan
Altimeter Cobra 4 Weather PHYWE. Pengukuran altimeter ini harus dilakukan dengan
tepat untuk menghindari perubahan tekanan yang siknifikan antara pengukuran awal dan
akhir. Nilai ketinggian ini berguna untuk mengkoreksi nilai resistivitas dan hasil
penampang 2-D dalam bentuk topografi.
5.2 Metode Geologi Perlengkapan Lapangan yang dibutuhkan dalam kegiatan lapangan, selain perlengkapan
pribadi yang sesuai dengan kondisi lapangan, misalnya pakaian, sepatu, topi, dan
sebagainya, diperlukan perlengkapan yang dipakai di lapangan atau di pangkalan kerja.
Beberapa perlengkapan dasar yang penting diantaranya adalah :
a. GPS, b. Kompas Geologi, c. Palu Geologi, d. Peta dasat Topografi, e. Peta Geologi. Kompas Geologi Kompas geologi diperlukan didalam kegiatan geologi lapangan adalah kompas yang
dipakai untuk mengukur besaran arah (azimuth) dan besaran sudut kecondongan. Selain
itu, komponen untuk menentukan pasisi horizontal (horizontal levelling) secara tepat juga
mutlak diperlukan.
Gambar9: Kompas Tipe Brunton
54
GPS (Global Positioning System) GPS adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang berfungsi dengan baik yang dapat
menentukan lokasi pengamatan geologi dengan tepat posisi di peta topografi. Sistem ini
menggunakan satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke bumi. Sinyal ini
diterima oleh alat penerima di permukaan, dan digunakan untuk menentukan posisi,
kecepatan, arah, dan waktu.
Gambar10 . Bagian-bagian penting pada sistim GPS (sumber : WikiPedia, Anonim 2010)
5.3 Metode Perhitungan Volume potensi longsoran Metode Perhitungan volume tanah di atas bidang gelincir menggunakan rumus setengah elips. 𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉 = 𝟏/𝟔𝝅. 𝐃𝐫. 𝐖𝐫. 𝐋𝐫 Dimana: Dr = Kedalaman bidang gelincir maksimum. Wr = Lebar bidang gelincir Lr = Panjang bidang gelincir Gambar 11. Dimensi bidang longsoran
55
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
VI.1 Topografi Kawasan Survey Kawasan pengukuran merupakan kawasan yang memiliki marfologi perbukitan dengan
ketinggian sekitar 1000 – 1400 meter dari permukaan laut. Pengukuran Geolistrik tahanan
jenis 2-Dimensi dilakukan pada lintasan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.1.
Masing-masing lintasan dilakukan pengukuran altimeter untuk mendapat nilai ketinggian
lintasan. Pengukuran ketinggian masing-masing elektroda pengukuran menggunakan alat
altimeter Cobra 4 Weather PHYWE. Pengukuran ketinggian ini harus dilakukan dalam
waktu yang cepat untuk menghindari perubahan tekanan yang drastis antara satu electroda
dengan elektroda yang lain. Nilai ketinggian yang diberikan oleh alat Cobra 4 Weather
PHYWE selanjutkan harus dikoreksi dengan peta topografi setempat untuk mendapat nilai
ketinggian dari permukaan laut (dpl).
Gambar12. Lintasan yang akan dilakukan pengukuran geolistrik VI.2 Hasil Pengukuran Geolistrik Panjang total bentangan pada lintasan ini adalah 110 meter dengan spasi antar elektroda 2
meter. Elektroda 1 terletak pada koordinat 3°58'7.55" LU, 97°25'50.21" BT dan elektroda
56 terletak pada koordinat 3°58'7.86" LU, 97°25'53.95" BT dengan sudut azimut lintasan
85o dari Utara. Karena pengukuran ini dilakukan pada kaki lereng, maka tidak terdapat
perbedaan elevasi yang signifikan antara elektroda 1 dengan elektroda 56. Posisi lintasan 1
dapat dilihat pada gambar 4.1 di atas. Pengukuran sekitar kaki lereng ini dilakukan untuk
mendapat bidang gelincir yang tegak lurus dengan arah gelincir. Kedalaman dan luasan
tanah yang akan turun bisa menjadi petunjuk awal tentang kawasan yang rawan di kaki
lereng, mengingat di kaki lereng terdapat beberapa bangunan public dan perumahan
penduduk. Kedalaman dan keluasan bidang gelincir ini juga bisa menjadi pertimbangan
56
apabila ke depan ingin dilakukan pekerjaan penguatan tebing/lereng. Pada gambar 4.4 di
bawah ini ditunjukkan penampang resistivitas batuan/tanah pada lintasan 2 setelah
dilakukan pengolahan menggunakan software Res2Dinv beserta bentuk topografinya. Nilai
resistivitas/tahanan jenis batuan/tanah yang didapat pada kawasan tersebut berkisar 10 –
130 Ωm dengan kedalaman maksimal sebesar 18 meter.
Gambar13. Penampang 2-Dimensi citra resistivitas batuan/tanah dan dugaan bidang gelincir.
Terdapat kontras resistivitas antara lapisan yang menjadi bidang gelincir dengan lapisan
yang berada di atasnya. Berdasarkan penampang resistivitas 2-dimensi sebagaimana
ditunjukkan pada gambar 4.4, maka bidang gelincir pada lintasan tersebut dapat dibagi
kepada 2 bidang gelincir A dan B. Bidang gelincir A ditandai dengan garis berupa titik
putus-putus berwarna hitam dan bidang gelincir B ditandai dengan garis putus-putus
berwarna hitam.
Bidang gelincir A yang ditandai dengan titik putus-putus berwarna hitam terdapat mulai
jarak 36 meter menerus ke bawah sampai kedalaman 3 meter di jarak 48 meter dan naik ke
atas pada jarak 64 meter. Lapisan batuan/tanah yang menjadi bidang gelincir memiliki nilai
resistivitas 25 Ωm yang diduga sebagai lapisan tanah lempung yang kedap air. lapisan
lempung yang kedap air ini sangat dimungkinkan menjadi bidang gelincir karena ketika
hujan lebat turun dan air hujan yang masuk ke dalam tanah akan tertahan pada lapisan ini
dan lapisan ini akan menjadi bidang gelincir tanah longsor.
Bidang gelincir B yang ditandai dengan garis putus-putus berwarna hitam, mulai terdapat
pada jarak 66 – 110 meter. Bidang gelincir B ini paling dalam terdapat pada jarak 90 meter
dengan kedalaman 13 meter dari permukaan tanah. Bidang gelincir B ini memiliki nilai
resistivitas sama dengan bidang gelincir A yang juga diduga sebagai lapisan lempung yang
57
kedap air. Luasnya bidang gelincir B menjadi indikasi bahwa terdapat potensi gerakan
tanah dengan volume tanah yang lebih besar dibandingkan pada bidang gelincir A.
Dengan diketahuinya jumlah dan kedalaman bidang gelincir yang terdapat di kaki lereng
desa tersebut, mudah-mudah bangunan public atau perubahan yang terdapat di ke-2 bidang
gelincir tersebut bisa segera dipindahkan karena apabila curah hujan meningkat maka akan
sangat dimungkinkan terjadinya gerakan tanah atau tanah longsor terlebih lagi pada bidang
gelincir B. Apabila ke depan ingin dilakukan pekerjan penguatan tebing berupa
pemasangan retaining wall atau pemasang soil nail atau penguatan menggunakan tiang.
Maka kedalaman soil nail atau tiang pancang yang harus dipasang tempat tersebut harus
lebih dalam dari kedalaman bidang gelincir.
VI.3 Pengukuran Volume Massa Longsoran Kawasan Bawah Bidang Gelincir A Kawasan bawah ini berada pada kawasan pengukuran berdasarkan hasil pengukuran
geolistrik tersebut, pada di atas bidang gelincir A didapatkan:
Dr = 3 meter
Berdasarkan hasil pemetaan geologi didapatkan:
Wr = 28 meter
Lr = 45 meter
Volume Tanah A =1/6 (𝝅. 𝐃𝐫. 𝐖𝐫. 𝐋𝐫)
Volume Tanah A = ±1.978 m3
Kawasan Bawah Bidang Gelincir B Kawasan bawah ini berada pada kawasan pengukuran lintasan 2 dan berdasarkan hasil
pengukuran geolistrik tersebut, pada di atas bidang gelincir B didapatkan:
Dr = 13 meter
Berdasarkan hasil pemetaan geologi didapatkan:
Wr = 44 meter
Lr = 45 meter
Volume Tanah B =1/6(𝝅. 𝐃𝐫. 𝐖𝐫. 𝐋𝐫)
Volume Tanah B =
Volume Tanah B = ±13.470 m3
58
Kawasan bawah bidang gelincir A dan B merupakan bidang gelincir yang harus
mendapatkan perlakukan teknis. Kawasan ini berada dekat di bawah antara yang
sering digunakan warga untuk pergi berkebun dan berada dekat dengan perumahan warga
dan bangunan publik berupa sekolah. Penguatan tebing seperti pemasang tiang pancang
perlu dilakukan untuk menghindari pergerakan tanah di atas bidang gelincir ini. Untuk
bidang gelincir A pemasangan tiang pancang atau bored-pileretaining wall harus lebih
dalam dari 6 meter sedangkan pada bidang gelincir B pemasangannya harus lebih dalam
dari 13 meter atau sampai ke batuan dasar (bedrock).
59
BAB VII. KESIMPULAN
1. Batuan atau litologi yang dijumpai umumnya dalam keadaan lapuk sehingga tidak
dijumpai singkapan batuan yang segar dan tidak ditemukan bidang lapisan yang jelas.
Kondisi batuan sangat lapuk (berupa tanah) sampai agak lapuk (sudah terubah dari batuan
sebelumnya). Jenis batuan yang dijumpai adalah :
a. Batulempung menyerpih abu-abu tua kecoklatan, meyerpih, kekerasan sangat rendah
dikarenakan sipatnya yang menyerpih yang merupakan lapukan atau bagian batuan sabak
bagian dari Formasi Kluet (Puk)
b. Tanah lanau / lempung dan dominan dipakai menjadi pesawahan yang merupakan
lapukan dari batu lanau/lempung bagian dari Formasi Rampong (Tlr).
2. Berdasarkan hasil pengukuran Geolistrik yang dilakukan pada kawasan didapatkan
kedalaman bidang gelincir yang bervariasi
3. Dari hasil penampang geolistrik terdapat 2 (dua) zona bidang gelincir dengan nilai
resistivitas sekitar 25 Ωm dengan kedalaman antara 3 – 13 meter.
4. Berdasarkan hasil permodelan 3-D didapatkan volume tanah di atas bidang gelincir yang
berkisar antara 1.978 m3 - 13.470 m3
60
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA 1. Darsono, Bambang Nurlaksito, Budi Legowo, 2012, Identifikasi Bidang Gelincir
Pemicu Bencana Tanah Longsor Dengan Metode Resistivitas 2 Dimensi Di Desa Pablengan Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar, Indonesian Journal of Applied Physics (2012) Vol.2 No.1 hal. 51.
2. Djauhari Noor, 2006, Geologi Lingkungan, Graha Ilmu, Yogyakarta 3. Hendrajaya Lilik, 1990, Geolistrik Tahanan Jenis, Laboratorium Fisika Bumi ITB,
Bandung 3. Reynold J.M,1997. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics,
John Wiley and Sons Ltd., New York. 4. Santoso Joko, 2002, Pengantar Teknik Geofisika, ITB, Bandung. 5. Sugito, Zaroh Irayani, dan Indra Permana Jati, 2010, Investigasi Bidang Gelincir
Tanah Longsor Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis di Desa Kebarongan Kec. Kemranjen Kab. Banyumas,Berkala Fisika, Vol. 13 , No. 2, , hal 49 – 54.
61
LAMPIRAN
INSTRUMEN PENELITIAN
Adapun instrumen yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah:
No. Nama Alat dan Bahan Jumlah
1. Supersting IR 8 Channel 1 buah
2. Software Earth Imager 1 unit
3. Komputer 1 unit
62
Lampiran
Personalia Penelitian
Personalia yang terlibat dalam penelitian adalah mereka yang sesuai dengan bidangnya dan benar-benar dapat menyediakan waktu (diperhitungkan dengan beban tugas lain) untuk kegiatan penelitian ini, yang pada umumnya terdiri dari:
1. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Muchlis, S.Si, M.Sc.
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NIP : 19791218 200912 1 001
d. Disiplin ilmu : Geosains
e. Pangkat/Golongan : Penata Muda/IIIb
f. Jabatan fungsional/struktural : Assisten Ahli
g. Fakultas/Jurusan : Teknik/Teknik Pertambangan
h. Waktu penelitian : 6 jam/minggu
2. Anggota Peneliti
a. Nama Lengkap : Nurul Aflah ST, M.Sc
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NIP : 198308162012122002
d. Disiplin ilmu : Perminyakan
e. Pangkat/Golongan : Penata Muda /IIIb
f. Jabatan fungsional/struktural : Tenaga Pengajar
g. Fakultas/Jurusan : Teknik/Teknik Pertambangan
h. Waktu penelitian : 6 jam/minggu
63
RIWAYAT HIDUP KETUA PENELITI 1. Nama : Muchlis, S.S.i , M.Sc. 2. Jenis Kelamin : Laki-laki 3. Alamat : Jl. Salam no.7, Lamprit, Banda Aceh
4. Pendidikan
No. Strata Nama Perguruan Tinggi Lokasi Gelar Tahun
Tamat Bidang Studi
1. S1 Institut Teknologi Bandung
Bandung S.Si 2006 Geofisika
2. S2 Universiti Teknkologi PETRONAS
Bandar Sri Iskandar, Perak, Malaysia
M.Sc 2009 Petroleum Geoscience
5. Pengalaman Kerja dalam Penelitian:
No.
Kedudukan/jabatan Institusi Topik Riset Waktu/periode
1. Anggota UNSYIAH Penelitian Dosen Muda dengan judul: Investigasi patahan minor dengan menggunakan metode VLF
2011
2. Ketua UNSYIAH Penelitian muda dengan judul:pemodelan gempa susulan Aceh
2012
Banda Aceh, 23 November 2014 Muchlis, S.S.i, M.Sc.
64
RIWAYAT HIDUP ANGGOTA PENELITI 6. Nama : Nurul Aflah, ST , M.Sc. 7. Jenis Kelamin : Perempuan 8. Alamat : Jl. Salam no.7, Lamprit, Banda Aceh 9. Pendidikan
No. Strata Nama Perguruan Tinggi Lokasi Gelar Tahun
Tamat Bidang Studi
1. S1 Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh
ST 2006 Teknik Kimia
2. S2 Universiti Teknkologi PETRONAS
Bandar Sri Iskandar, Perak, Malaysia
M.Sc 2009 Petroleum Engineering
10. Pengalaman Kerja dalam Penelitian: No.
Kedudukan/jabatan Institusi Topik Riset Waktu/periode
1. Peneliti utama Universiti Teknologi Petronas
Water alternate Gas to enhance oil recovery
2009
2.
Banda Aceh, 23 November 2014 Nurul Aflah, ST, M.Sc.
65
KETERANGAN PENELITIAN
Judul Penelitian : PERHITUNGAN VOLUME POTENSI MASSA LONGSORAN DENGAN METODA GEOLISTRIK (STUDI KASUS DAERAH GAYO LUES)
Peneliti Utama : MUCHLIS, S.Si, M.Sc
Institusi Peneliti : Universitas Syiah kuala
Bidang Ilmu : Rekayasa
Tahun Pelaksana : 2014
Biaya : Rp 15.000.000
Tujuan :1. mendeteksi dimensi bidang gelincir bawah permukaan lereng
yang menjadi penyebab terjadinya tanah longsor
2.Menghitung potensi massa longsoran.
Sasaran Akhir Tahun : Penulisan jurnal
Nomor BCHP : 052/UN11.2/LT/SP3/2014/H11.2/BCHP/2014
66
CATATAN KEMAJUAN PENELITIAN
No Tanggal (dan jam) Kegiatan
Catatan Kemajuan (berisi data yg diperoleh keterangan data, sketsa,
gambar, analisis singkat dsb)
1 25 Mei 2014 (10.30-15.30) Persiapan Alat Alat telah dilakukan kalibrasi dengan pengujian disekitar prodi
geofisika
2 26 Mei 2014 (08.30) Mengunduh Data Data sudah dapat diunduh namun terlalu besar sehingga harus
dishorting
3
3 Juni 2014
(16.00-20.00) Data sudah dapat dishorting
Data yang sudah dishorting (eliminasi error) diformatkan dalam bentuk tabel (Excel) sehingga mudah untuk diplot dalam peta yang dibuat
4 5 Juli 2014-11 Juli 2014 (13.00-17.00)
Pemilihan software untuk membuat peta sederhana Pembuatan peta sederhana dibutuhkan waktu 2 minggu
5
3 Agusuts 2014-16 September 2014
(08.30-14.00)
Penggabungan data lapangan (geologi, Topografi) kedalam software pemetaan.
Berupa peta sederhana digabungkan dengan data geologi dan topografi. Masalah yang muncul adalah belum ditemukannya modul bagaimana data topografi diinput kedalam data resistivity.
6 4 September 2014-16 September (08.30-12.00)
Mencari referensi untuk menghitung volume potensi dengan menggunakan data resistivity
Karakteristik bawah permukaan (penampang 2D) kadang menimbulkan persepsi bentuk geometri yang berbeda dari konseptual model geologi. Sehingga harus dicari kesesuaian geometri (ellips, bola, dll) antara model bawah permukaan yang didapat.
7 1 Oktober 2014 (08.30-12.00)
Persiapan laporan kemajuan dan laporan lainnya. Penulisan dan pengumpulan laporan 70%.
8 2 Oktober 2014 (08.30-12.00) Pengolahan data resistivity. Data yang diakuisi sudah sangat baik. Hanya sedikit data yang
disortir untuk dieliminasi.
9 3 Oktober 2014 (08.30-12.00) Interpretasi Data hasil pengolahan
Hasil dari pengolahan data mampu menunjukkan kondisi penampang bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitas batuan.
10 4 Oktober 2014 (08.30-12.00) Penulisan artikel untuk jurnal natural Hasil dari Interpretasi yang menunjukkan lapisan bisang gelincir
dijadikan bahan tulisan untuk jurnal natural FMIPA Unsyiah.
11 17 November 2014 (08.30-12.00)
Persiapan draft laporan kemajuan dan seminar hasil
Penyajian laporan penelitian pada tanggal 18 November 2014 di AAC.
67
Nomor BCHP : 052/UN11.2/LT/SP3/2014/H11.2/BCHP/2014
Banda Aceh 23 November 2014
Diketahui oleh
Ketua Lembaga Penelitian, (Prof.Dr.Ir.H.Hasanuddin,M.S) NIP. 196011141986031001
68
PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN
I.
1. Skim Penelitian :Dosen Muda
2. Judul Penelitian :Perhitungan massa longsoran menggunakan
metoda geolistrik.
3. Ketua Peneliti/Penyaji :Muchlis, S.Si.M.Sc
4. Hari/Tanggal :Selasa/18 November 2012
5. Tempat :Gedung AAC, Univ. Syiah Kuala
II. Pertanyaan
1. BAGAIMANA KITA MENGETAHUI KEDALAMAN LAPISAN TANAH
BERDASARKAN SPEKTRUM WARNA RESISTIVITY?(PROF.KHAIRIL)
III. Jawaban/ Tanggapan
1. Alat supersting ini memang memberikan hasil penampang bawah permukaan yaitu
nilai resistivity batuan versus depth sehingga kita bisa langsung mengetahui jenis-
jenis litologi batuan berdasarkan nilai tersebut.
Moderator, Banda Aceh, 18 November 2014
Prof.Ir.Dr.Khairil,MT Muchlis, S.Si, M.Sc
69
URAIAN PENGGUNAAN DANA TAHUN 2014
Uang yang diterima Tahap Pertama Rp. 15.000.000 Penggunaan (saat ini) Rp. 15.000.000 Sisa Rp. 0
Uraian Komponen Biaya 1. Pelaksana (Gaji/Upah)
No Nama Tim Peneliti Tugas/Jabatan Volume Harga Satuan Jumlah Biaya
1 Muchlis Interpretasi data/Ketua 100% 1.800.000 1.800.000
2 Nurul Aflah Anggota/penulisan laporan 100% 1.400.000 1.400.000
2. Peralatan
No. Nama Alat Volume Biaya Satuan (Rp) Biaya (Rp) 1 Pengukuran geolistrik 1 unit 2.200.000 2.200.000,-
2 Pengolahan data menggunakan software 1 unit 2.000.000 2.000.000,-
3 Software Earth Imager 1 unit 2.500.000 2.500.000,-
Jumlah biaya 6.700.000,- 3. Bahan Habis Pakai
No. Nama Bahan Volume Biaya Satuan (Rp) Biaya (Rp) 1 Kertas HVS 80 g A4 2 rim 40.000,- 80.000,- 2 ATK 2 set 100.000,- 250.000,- 4 Tinta printer 1unit 120.000,- 120.000,-
Jumlah biaya 400.000,- 4. Penginapan
5. Perjalanan
No. Nama Alat Volume
Biaya Satuan (Rp)
Biaya (Rp)
1 Jasa Pengambilan Data 1 unit 4.700.000,-/unit 4.700.000,-
6. Pemeliharaan No Jenis Pemeliharaan Volume Biaya Jumlah
7. Pertemuan/Lokakarya No Tema Kegiatan Tempat Lamanya Biaya Jumlah
8. Laporan/Publikasi No Jenis Penggunaan Volume Harga Satuan Jumlah Biaya
9. Lain-lain
70
No Jenis Pengeluaran Volume Harga Satuan Jumlah Biaya
Total Rp 15.000.000
Mengetahui Banda Aceh, 23 November 2014 Ketua Lembaga Penelitian, Ketua Peneliti,
(Prof.Dr.Ir.H.Hasanuddin,M.S) Muchlis, S.Si, M.Sc
NIP. 196011141986031001 NIP. 19791218 200912 1 001
71
B.Artikel Ilmiah
INTERPRETASI POTENSI MASSA LONGSORAN DENGAN METODA GEOLISTRIK (STUDI KASUS DAERAH GAYO
LUES)
Muchlis
Prodi Teknik Pertambangan
Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Darussalam - Banda Aceh
Abstract. Salah satu indikasi suatu kawasan memiliki potensi longsor adalah terbentuk bidang gelincir di sepanjang lereng. Bidang gelincir ini terbentuk karena perbedaan lapisan antara lapisan penutup (tanah bagian atas) dengan lapisan yang berada di bawahnya. Lapisan paling atas sebuah lereng biasanya adalah lapisan tanah yang lolos air sehingga air hujan bisa dengan mudah terinfiltrasi ke dalam lereng. Namun air hujan yang terinfiltrasi atau masuk ke dalam tanah tersebut sering kali tidah bisa terus masuk ke jauh ke dalam tanah karena ada lapisan tidak tembus air (impermeable) yang menjadi bidang telincir. Metode geolistrik resistivitas umumnya digunakan untuk eksplorasi dangkal, sekitar 300 – 500 m. Prinsip dalam metode ini yaitu arus listrik diinjeksikan ke alam bumi melalui dua elektrode arus, sedangkan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektrode potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik dapat diperoleh variasi harga resistivitas listrik pada lapisan di bawah titik ukur. Dari variasi beda resistivitas ini bisa diketahui perlapisan bawah perbukaan tanah dan pada lapisan berapa terdapat lapisan bidang gelincir. Dari penelitian ini diharapkan akan adanya penampang resistivitas tanah 2D yang menunjukkan kedalaman dan dimensi bidang gelincir pada lereng yang dikaji sehingga dapat memberikan rekomendasi tentang metode penstabilan lereng yang sesuai. Kata Kunci: Geolistrik, Bidang Gelincir Longsor, Resistivitas Batuan/Tanah.
72
I. PENDAHULUAN
Secara Geologi, Kabupaten Gayo Lues mempunyai sejarah yang kompleks ditandai oleh adanya tiga siklus pembentukan endapan sedimen gunungapi Pra-Tersier yang dipisahkan oleh tiga episoda deformasi Kenozoikum berupa patahan dan pergeseran[1]. Batuan tertua di daerah tersebut ditempati oleh batuan malihan derajat tinggi (batu sabak, metaserpih dan metakuarsit arenit) Formasi Kluet (Puk) berumur Akhir Paleozoikum yang diendapkan pada lingkungan cekungan ensialic di kedalaman air sedang. Di atasnya diendapkan selang-seling batugamping dengan batuan gunungapi mafik Peusangan Group berumur akhir Permian ~ akhir Triasik pada lingkungan laut dangkal yang terpotong oleh patahan naik Takengon yang terjadi pada Tersier. Selain kondisi geologi yang sangat komplek, pelapukan batuan yang sangat tinggi juga menjadikan kawasan Gayo Lues rawan terhadap bencana geologi seperti tanah longsor. Selain kondisi yang komplek, Kab. Gayo Lues berada di kawasan yang memiliki marfologi perbukitan dan pergunungan dengan ketinggian berkisar dari 400-1200 meter di atas permukaan laut (m dpl). Pada tahun 2012, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Gayo Lues telah menginisiasi pemetaan kawasan rawan bencana bencana. Salah satu peta rawan bencana yang dibuat adalah Peta Bahaya/Ancaman Tanah Longsor. Pada peta tersebut, Kab. Gayo Lues dibagi kepada tiga tingkatan bahaya tanah longsor yaitu; tinggi, sedang dan rendah dan Kab. Gayo Lues sebagaian besarnya masuk dalam kategori kawasan tinggi bahaya tanah longsor. Skala peta tersebut sangatlah kasar sehingga perlu dilakukan pendetailan untuk mendapatkan data yang lebih akurat lagi.
Dalam upaya pengurangan risiko bencana tanah longsor dan untuk menandai kawasan yang berpotensi longsor, maka perlu dilakukan pengukuran secara detail dan menyeluruh pada kawasan lereng yang terbentuk dari tanah dan berpotensi longsor. Salah satu indikasi suatu kawasan memiliki potensi longsor adalah terbentuk bidang gelincir di sepanjang lereng. Bidang gelincir ini dikarenakan perbedaan lapisan antara lapisan penutup (tanah bagian atas) dengan lapisan yang berada dibawahnya. Lapisan paling atas sebuah lereng biasanya adalah lapisan tanah yang lolos air sehingga air hujan bisa dengan mudah terinfiltrasi ke dalam lereng. Namun air hujan yang terinfiltrasi atau masuk ke dalam tanah tersebut sering kali tidak bisa terus masuk ke jauh ke dalam tanah karena ada lapisan tidak tembus air (impermeable) yang menjadi bidang telincir. Bidang gelincir ini bisa dideteksi menggunakan geolistrik resistivitas karena antara lapisan tanah bagian atas dengan lapisan bawah yang tidak tembus memiliki nilai kontras resistivitas yang tinggi.
Penggunaan metode resistivitas untuk mendeteksi bidang gelincir longsor pada sebuah lereng telah banyak dilakukan oleh Sugito dan kawan-kawan pada tahun 2010 yang melakukan investigasi bidang gelincir tanah longsor menggunakan metode geolistrik tahanan jenis di desa Kebarongan Kec. kemranjen Kab. Banyumas [2]. Dari hasil investigasi mereka di temukan bahwa Bidang gelincir terletak pada kedalaman 10 - 14 m, yang dapat diinterpretasikan sebagai batulempung dengan nilai resistivitas sebesar 11 Ωm sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar1. Hasil penampang resistivity Pada tahun 2012, Darsono dan kawan-kawan juga melakukan pendugaan bidang gelincir menggunakan
metode geolistrik konfigurasi dipole-dipole di desa Pablengan Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar [3]. Hasil penelitianya menunjukkan bahwa bidang gelincir terdeteksi dengan kedalaman dari permukaan bervariasi dari 1,7 meter – 17 meter dengan nilai tahanan jenis 19,3 Ω m – 35,5 Ω m yang berupa lapisan lempung basah. Pada bagian atas bidang gelincir terdeteksi diduga lapisan batuan lapuk/berupa lempung pasiran sampai pasir lempungan yang dapat menyimpan kandungan air, dengan variasi tahanan jenis 35,5 Ω m – 170 Ω m dengan ketebalan lapisan + 10 meter. Jika hujan/curah hujan yang tinggi, kemungkinan air akan terakumulasi di lapisan tersebut dan bisa menyebabkan bencana tanah longsor.
73
II. METODOLOGI Penelitian ini dimulai dengan melakukan studi pustaka dan survey lapangan. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi geologi dan marfologi kawasan Gayo Lues. Sedangkan survey lapangan dilakukan untuk kawasan lereng mana saja yang rentan terhadap bencana tanah longsor. Setelah ditentukan kawasan-kawasan yang memiliki potensi tanah longsor, tahap selanjutnya yang akan dilakukan adalah pengukuran lapangan atau akuisisi data geolistrik profiling 2-Dimensi. Akuisisi data dilakukan menggunakan peralatan Resistivitimeter Jenis Super String R8 IP Multichannel. Proses pengukuran dilakukan dengan cara memasang elektroda arus dan elektroda potensial dengan arah bentangan tegak lurus terhadap arah jurus lereng atau tegah lurus dengan arah jalan. Elektroda arus yang dipasang berfungsi untuk mengalirkan arus dan elektroda potensial berfungsi untuk mengukur nilai potensial yang direspon akibat injeksi arus[4]. Setelah studi pustaka dan lapangan, penelitian lain yang akan dilakukan adalah pemproseskan atau pengolahan data dengan cara inversi menggunakan software Earth Imager 2D. Data Citra berupa penampang 2-Dimensi kondisi bawah permukaan lereng yang dihasil oleh software harus memiliki RMS error di bawah 10%. Tahapan selanjutnya yang akan dilakukan interpretasi (penafsiran) data untuk menilai dimensi bidang gelincir. Apabila dimensi bidang gelincir sudah didapatkan maka proses selanjutnya adalah memperkirakan metode penstabilan lereng yang sesuai diaplikasikan di tempat tersebut. III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Lintasan pengukuran mengambil tempat di sekitar jalan bawah lereng dekat perumahan penduduk. Pengukuran tegak lurus dengan kemiringan lereng. Panjang total bentangan pada lintasan 2 ini adalah 110 meter dengan spasi antar elektroda 2 meter. Elektroda 1 terletak pada koordinat 3°58'7.55" LU, 97°25'50.21" BT dan elektroda 56 terletak pada koordinat 3°58'7.86" LU, 97°25'53.95" BT dengan sudut azimut lintasan 85o dari Utara. Karena pengukuran ini dilakukan pada kaki lereng,maka tidak terdapat perbedaan elevasi yang signifikan antara elektroda 1 dengan elektroda 56. Pengukuran sekitar kaki lereng ini dilakukan untuk mendapat bidang gelincir yang tegak lurus dengan arah gelincir. Kedalaman dan luasan tanah yang akan turun bisa menjadi petunjuk awal tentang kawasan yang rawan di kaki lereng, mengingat di kaki lereng terdapat beberapa bangunan public dan perumahan penduduk. Kedalaman dan keluasan bidang gelincir ini juga bisa menjadi pertimbangan apabila ke depan ingin dilakukan pekerjaan penguatan tebing/lereng.
Gambar2. Peta lokasi lintasan
74
Gambar3. Imaging resistivity bawah permukaan
KESIMPULAN
1. Bidang gelincir A yang ditandai dengan titik putus-putus berwarna hitam terdapat mulai jarak 36 meter menerus ke bawah sampai kedalaman 3 meter di jarak 48 meter dan naik ke atas pada jarak 64 meter. Lapisan batuan/tanah yang menjadi bidang gelincir memiliki nilai resistivitas 25 Ωm yang diduga sebagai lapisan tanah lempung yang kedap air.
2. Bidang gelincir B yang ditandai dengan garis putus-putus berwarna hitam, mulai terdapat pada jarak 66 – 110 meter. Bidang gelincir B ini paling dalam terdapat pada jarak 90 meter dengan kedalaman 13 meter dari permukaan tanah. Bidang gelincir B ini memiliki nilai resistivitas sama dengan bidang gelincir A yang juga diduga sebagai lapisan lempung yang kedap air. Luasnya bidang gelincir B menjadi indikasi bahwa terdapat potensi gerakan tanah dengan volume tanah yang lebih besar dibandingkan pada bidang gelincir A.
3. Dengan diketahuinya jumlah dan kedalaman bidang gelincir yang terdapat di kaki lereng desa tersebut, mudah-mudah bangunan public atau perubahan yang terdapat pada ke-2 bidang gelincir tersebut bisa segera dipindahkan karena apabila curah hujan meningkat maka akan sangat dimungkinkan terjadinya gerakan tanah atau tanah longsor terlebih lagi pada bidang gelincir B. Apabila ke depan ingin dilakukan pekerjan penguatan tebing berupa pemasangan retaining wall atau pemasang soilnail atau penguatan menggunakan tiang. Maka kedalaman soil nail atau tiang pancang yang harus dipasang tempat tersebut harus lebih dalam dari kedalaman bidang gelincir.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Semua pihak yang telah membantu terutama masyarakat Desa Badak Ukeun Gayo Lues yang telah membantu terlaksananya pengambilan data secara aman.
REFERENSI
1. A.J. Barber, M.J.Crow, J.S.Wilson, 2005, Sumatra: Geology,Resource and tectonic Evolution, Geological
Society no.31. 2. Sugito, Zaroh Irayani, dan Indra Permana Jati, 2010, Investigasi Bidang Gelincir Tanah Longsor
Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis di Desa Kebarongan Kec. Kemranjen Kab. Banyumas,Berkala Fisika, Vol. 13 , No. 2, , hal 49 – 54
Potensi longsoran A Potensi longsoranB
75
3. Darsono, Bambang Nurlaksito, Budi Legowo, 2012, Identifikasi Bidang Gelincir Pemicu Bencana Tanah Longsor Dengan Metode Resistivitas 2 Dimensi Di Desa Pablengan Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar, Indonesian Journal of Applied Physics (2012) Vol.2 No.1 hal. 51.
4. Reynold J.M,1997. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics, John Wiley and Sons Ltd., New York.