8
691 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 PERFORMANSI NILA SRIKANDI DAN NILA MERAH DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI UDANG WINDU SISTEM POLIKULTUR DI TAMBAK MARGINAL Markus Mangampa Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi selatan E-mail: [email protected] ABSTRAK Budidaya sistem polikultur sudah lama dikenal oleh pembudidaya tradisional, namun masih terbatas pada dua komoditas polikultur yaitu udang windu dan bandeng. Sistim polikultur ini menggunakan nila srikandi atau nila merah untuk memanfaatkan potensi sumberdaya lahan marginal secara optimal. Tujuan penelitian ini adalah melihat performansi (sinergitas) kedua jenis nila dalam meningkatkan produksi udang windu dengan sistim polikultur pada kondisi musim hujan di lahan marginal. Di samping itu. memanfaatkan potensi sumberdaya secara optimal sehingga dapat meningkatkan produktivitas tambak marginal (TSM dan tanah gambut). Kegiatan ini dilakukan di tambak pembudidaya di kabupaten Luwu Timur, menggunakan 2 petak tambak berukuran masing masing 1,0 ha pada musim hujan, dengan perlakuan polikultur udang windu dan bandeng dengan jenis nila yang berbeda yaitu perlakuan polikultur A: udang windu: 30.000 ekor/ha, bandeng 1500 ekor/ha, nila srikandi: 1500 ekor/ha, dan polikultur B udang windu: 30.000 ekor/ha, bandeng 1500 ekor/ha, nila merah: 1500 ekor/ha, setiap perlakuan tanpa ulangan. Waktu pemeliharaan ± 90 hari. Hasil polikultur dengan nila srikandi (A) diperoleh produksi udang windu (286,0 kg/ha/musim) lebih tinggi dibandingkan dengan produksi udang windu (208,5 kg/ha/musim) yang dipolikultur dengan nila merah (B). Demikian pula produksi nila srikandi (310 kg/ha/musim) lebih tinggi dibanding produksi nila merah (236 kg/ha/musim). Komoditas bandeng hanya digunakan sebagai kontrol biologis ke-2 polikultur dengan produksi (A):189,5 kg/ha/musim dan (B):240,5 kg/ha/musim (1 tahun= 2 musim). Peubah mutu air umumnya masih layak untuk budidaya kecuali salinitas, alkalinitas sangat rendah dan BOT yang cukup tinggi karena tanah sulfat masam (lahan marginal). Polikultur dengan nila srikandi memberikan performan yang lebih baik untuk meningkatkan produksi udang windu dibandingkan dengan nila merah, pada kondisi salinitas rendah Namun produksi udang windu ke 2 polikultur ini lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi existing produksi udang windu rata rata baru mencapai 128 kg/ha/tahun. KATA KUNCI: polikultur, udang windu, nila srikandi, nila merah, bandeng PENDAHULUAN Kemajuan teknologi budidaya udang khususnya intensif dan super intensif dalam dapat memacu produksi yang tinggi, namun kadang menciptakan sistim budidaya yang tidak ramah lingkungan. Penurunan produksi disebabkan oleh kegagalan panen akibat penurunan kualitas lingkungan yang berdampak pada timbulnya bermacam-macam penyakit, antara lain udang merah akibat Monodon Bacullo Virus (MBV), udang bintik putih akibat White Spot Syndrome Virus (WSSV), dan udang ekor geripis akibat vibriosis (Atmomarsono et al., 2004 Kondisi ini menyebabkan produksi udang khususnya udang windu menurun, dan hampir menyeluruh di negara penghasil udang budidaya. Di sisi lain kebutuhan konsumsi udang masyarakat internasional semakin meningkat, sehingga kondisi ini merupakan peluang yang baik bagi negara penghasil udang, khususnya Indonesia untuk dapat meningkatkan jumlah produksi udangnya. Disamping itu sebagian besar pembudidaya sistem ekstensif (sederhana) mengharapkan bangkitnya kembali budidaya udang windu di tambak sebagai komoditas asli (tropik) Indonesia. Salah satu teknologi yang diharapkan dapat meningkatkan produksi dan membangkitkan kembali kejayaan produksi udang windu adalah “sistem polikultur”. Polikultur adalah merupakan budi daya bersama dari berbagai spesies ikan dengan tingkat tropik yang sama, dimana organisme tersebut secara bersama-sama melakukan proses biologi dan kimia dengan beberapa keuntungan yang bersinergi dalam ekosistem. Sistem ini menyatukan bermacam-macam spesies yang menempati

PERFORMANSI NILA SRIKANDI DAN NILA MERAH DALAM ... · Performansi nila Srikandi dan nila merah ..... (Markus Mangampa) 692 beberapa niche yang sesuai, dengan padat penebaran dan manajemen

Embed Size (px)

Citation preview

691 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

PERFORMANSI NILA SRIKANDI DAN NILA MERAH DALAM MENINGKATKAN PRODUKSIUDANG WINDU SISTEM POLIKULTUR DI TAMBAK MARGINAL

Markus MangampaBalai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi selatanE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Budidaya sistem polikultur sudah lama dikenal oleh pembudidaya tradisional, namun masih terbatas padadua komoditas polikultur yaitu udang windu dan bandeng. Sistim polikultur ini menggunakan nila srikandiatau nila merah untuk memanfaatkan potensi sumberdaya lahan marginal secara optimal. Tujuan penelitianini adalah melihat performansi (sinergitas) kedua jenis nila dalam meningkatkan produksi udang windudengan sistim polikultur pada kondisi musim hujan di lahan marginal. Di samping itu. memanfaatkanpotensi sumberdaya secara optimal sehingga dapat meningkatkan produktivitas tambak marginal (TSM dantanah gambut). Kegiatan ini dilakukan di tambak pembudidaya di kabupaten Luwu Timur, menggunakan 2petak tambak berukuran masing masing 1,0 ha pada musim hujan, dengan perlakuan polikultur udangwindu dan bandeng dengan jenis nila yang berbeda yaitu perlakuan polikultur A: udang windu: 30.000ekor/ha, bandeng 1500 ekor/ha, nila srikandi: 1500 ekor/ha, dan polikultur B udang windu: 30.000 ekor/ha,bandeng 1500 ekor/ha, nila merah: 1500 ekor/ha, setiap perlakuan tanpa ulangan. Waktu pemeliharaan ±90 hari. Hasil polikultur dengan nila srikandi (A) diperoleh produksi udang windu (286,0 kg/ha/musim) lebihtinggi dibandingkan dengan produksi udang windu (208,5 kg/ha/musim) yang dipolikultur dengan nilamerah (B). Demikian pula produksi nila srikandi (310 kg/ha/musim) lebih tinggi dibanding produksi nilamerah (236 kg/ha/musim). Komoditas bandeng hanya digunakan sebagai kontrol biologis ke-2 polikulturdengan produksi (A):189,5 kg/ha/musim dan (B):240,5 kg/ha/musim (1 tahun= 2 musim). Peubah mutu airumumnya masih layak untuk budidaya kecuali salinitas, alkalinitas sangat rendah dan BOT yang cukuptinggi karena tanah sulfat masam (lahan marginal). Polikultur dengan nila srikandi memberikan performanyang lebih baik untuk meningkatkan produksi udang windu dibandingkan dengan nila merah, pada kondisisalinitas rendah Namun produksi udang windu ke 2 polikultur ini lebih tinggi dibandingkan dengan kondisiexisting produksi udang windu rata rata baru mencapai 128 kg/ha/tahun.

KATA KUNCI: polikultur, udang windu, nila srikandi, nila merah, bandeng

PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi budidaya udang khususnya intensif dan super intensif dalam dapat memacuproduksi yang tinggi, namun kadang menciptakan sistim budidaya yang tidak ramah lingkungan.Penurunan produksi disebabkan oleh kegagalan panen akibat penurunan kualitas lingkungan yangberdampak pada timbulnya bermacam-macam penyakit, antara lain udang merah akibat MonodonBacullo Virus (MBV), udang bintik putih akibat White Spot Syndrome Virus (WSSV), dan udang ekorgeripis akibat vibriosis (Atmomarsono et al., 2004 Kondisi ini menyebabkan produksi udang khususnyaudang windu menurun, dan hampir menyeluruh di negara penghasil udang budidaya. Di sisi lainkebutuhan konsumsi udang masyarakat internasional semakin meningkat, sehingga kondisi inimerupakan peluang yang baik bagi negara penghasil udang, khususnya Indonesia untuk dapatmeningkatkan jumlah produksi udangnya. Disamping itu sebagian besar pembudidaya sistem ekstensif(sederhana) mengharapkan bangkitnya kembali budidaya udang windu di tambak sebagai komoditasasli (tropik) Indonesia.

Salah satu teknologi yang diharapkan dapat meningkatkan produksi dan membangkitkan kembalikejayaan produksi udang windu adalah “sistem polikultur”. Polikultur adalah merupakan budi dayabersama dari berbagai spesies ikan dengan tingkat tropik yang sama, dimana organisme tersebutsecara bersama-sama melakukan proses biologi dan kimia dengan beberapa keuntungan yangbersinergi dalam ekosistem. Sistem ini menyatukan bermacam-macam spesies yang menempati

692Performansi nila Srikandi dan nila merah ..... (Markus Mangampa)

beberapa niche yang sesuai, dengan padat penebaran dan manajemen budi daya yang rendah “lowimpact” dalam satu kolam/tambak. Keunggulan sistem ini antara lain: hemat energi, dapatmeminimalkan risiko penyakit udang (mengurangi resiko kegagalan panen), meniadakan penggunaanantibiotik, meminimalkan biaya operasional, memperbaiki pertumbuhan udang dan ikan,menghasilkan produk makanan laut berkualitas, dan memberikan nilai tambah petani.

Ikan nila merah srikandi (Oreochromis aureus x O. niloticus) dan nila merah (Oreochromis niloticus)komoditas polikultur yang memiliki sejumlah keunggulan seperti dapat menghambat perkembangandan penularan virus seperti penyakit EMS (Chucherd, 2013). harga yang terjangkau dan kandunganproteinnya yang tinggi, dan juga merupakan salah satu jenis ikan yang potensial dikembangkan.Apalagi budi dayanya relatif mudah dengan pertumbuhan yang relatif cepat. Ikan nila merah jugatidak mengandung kolesterol sehingga aman untuk kesehatan jantung. Keunggulan ini membuatikan nila relatif mudah diterima masyarakat dan memiliki peluang pasar yang sangat baik sertamenjangkau semua segmen. Bahkan, permintaan bukan hanya dari pasar domestik, tapi juga mancanegara,” dan sangat disukai masyarakat Singapura dan Jepang karena durinya relatif lebih sedikitserta warna tubuhnya menarik. Sebagai ikan yang tergolong euryhaline, ikan nila merah dapatdibudidayakan di perairan tawar, payau, dan laut baik di kolam, tambak dan KJA (Cholik et al., 1990;Pirzan et al., 2002; Tonnek et al., 2003).

Tujuan penelitian ini adalah melihat performansi (sinergitas) kedua jenis nila dalam meningkatkanproduksi udang windu dengan sistim polikultur pada kondisi musim hujan di lahan marginal. Disamping itu. memanfaatkan potensi sumberdaya secara optimal sehingga dapat meningkatkanproduktivitas tambak marginal (TSM dan tanah gambut).dan memberikan nilai tambah bagipembudidaya tambak ekstensif.

METODE PENELITIAN

Polikultur ini dilakukan di tambak pembudidaya kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, padakondisi musim hujan. Tambak ini merupakan “lahan marginal” yaitu jauh dari sumber air asin (daerahpinggiran) dan kondisi tanah dasar adalah tanah sulfat masam (TSM). Menggunakan 2 petak tambakberukuran 1,0 ha/petak. Komoditas polikultur yang digunakan adalah udang windu (Penaeus monodon)ukuran tokolan PL-42 (0,197±0,21 g) kepadatan 30.000 ekor/petak, dan gelondongan bandeng (Chanoschanos) ukuran16,5±8,63 g, nila srikandi (Oreochromis aureus x O. niloticus): 28,5±3,5 g; dan nilamerah (Oreochromis niloticus):16,5±8,63g; masing masing kepadatan 1.500 ekor/petak. Komposisikomoditas polikultur ini terdiri atas: polikultur A: udang windu: 30.000 ekor/ha, bandeng 1500 ekor/ha, nila srikandi: 1500 ekor/ha, dan polikultur B udang windu: 30.000 ekor/ha, bandeng 1.500 ekor/ha, nila merah: 1.500 ekor/ha, tanpa ulangan. Wakitu pemeliharaan ± 90 hari Persiapan tambakmeliputi: perbaikan pematang, keduk teplok, pengeringan tanah dasar, dan, pemberantasan hamamenggunakan saponin dengan dosis 15-20 mg/L sesuai dengan kondisi iklim dan kadar garam,pengapuran tanah dasar menggunakan kapur bakar dan dolomit 800 kg/ ha, pemupukan denganmenggunakan pupuk organik dan anorganik untuk penumbuhan makanan alami. dan peninggianair untuk persiapan penebaran. Aplikasi probiotik dilakukan 1 minggu sebelum penebaran.

Pemberian pakan komersil untuk udang windu dilakukan pada minggu terakhir bulan pertamapemeliharaan dengan dosis 2-12% dari bobot biomassa dan frekuensi pemberian pakan 2-3 kali/hari,sesuai dengan protap pemberian pakan..

Parameter kualitas air meliputi suhu, oksigen terlarut, salinitas, pH diamati setiap minggu,sedangkan BOT, alkalinitas, amoniak, nitrit, nirat, phosphate, plankton, dan bakteri diamati setiap 2minggu. Parameter biologi yang diukur meliputi pertumbuhan udang, ikan dan rumput laut(Zonneveld et al., 1991) setiap 2 minggu. Sintasan (Effendi, 1997). rasio konversi pakan (Watanabe,1988), produksi, dan analisis usaha dihitung pada akhir penelitian Data dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN BAHASAN

Pertumbuhan, Sintasan, dan Produksi

Pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang windu, nila srikandi, nila merah, dan bandeng pada

693 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

penelitian ini memperlihatkan pola sebaran yang relatif sama untuk polikultur A yaitu udang windu,nila srikandi, bandeng dengan polikultur B: udang windu, nila merah dan bandeng (Tabel 1).

Pertumbuhan udang windu relatif tinggi pada polikultur A dengan pertumbuhan mutlak 25,4±3,45g dibanding polikultur B: 20,1±5,05 g, demikian pula pertumbuhan mutlak nila srikandi lebih tinggi257,19 dibanding dengan nila merah. Hal ini disebabkan kebiasaan makan nila merah lebih aktifsehingga pakan komersil untuk udang windu diduga sebagian dihabiskan oleh nila merah, yangberdampak kepada rasio konversi pakan (RKP) udang windu yang cukup tinggi 1,0:1,95. Sedangkanpertumbuhan mutlak nila merah lebih rendah, akibat dari kondisi kualitas air yaitu kisaran salinitasyang rendah < 15 ppt. Nila merah sebagai ikan yang tergolong euryhaline memiliki range kadargaram yang luas, namun pertumbuhan nila merah lebih tinggi pada kisaran salinitas 25-35 ppt,sehingga dengan sistem budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) di laut menghasilkan ukuran yanglebih besar dan produksi yang tinggi (Cholik et al., 1990; Pirzan et al., 2002; Tonnek et al., 2003).Berbeda dengan nila srikandi pada kisaran salinitas lebih rendah mendekati tawar, pertumbuhanlebih cepat dengan produksi yang tinggi. Pertumbuhan dan produksi udang windu cukup tinggi,demikian pula RKP yang rendah memperlihatkan bahwa pada kepadatan 1500 ekor/ha, nila srikandirelatif tidak berkompetisi makanan dengan udang windu (Gambar 1). Kondisi kadar garam yangrendah ini memberikan peluang hydrilla tumbuh lebat sebagai makanan nila srikandi. Mangampa(2014) melaporkan kepadatan optimal udang windu dengan sistem polikultur adalah 3 ekor/ha,dengan kepadatan nila dan bandeng msing masing 0,15 ekor/ha.

Udang windu Nila srikandi Bandeng Udang windu Nila merah BandengPadat tebar (ekor/petak) 30 1500 1500 30 1500 1500Bobot awal (g) 0,197±0,21 28,51±3,50 16,53±8,63 0,197±0,21 26,54±8,67 16,53±8,63Bobot akhir (g) 25,6±3,45 285,7±19,4 208,1±25,5 20,3±5,05 221,3±17,6 210,4±45,5Pertumbuhan mutlak (g) 25,4±3,45 257,19 191,57 20,1±5,05 194,76 193,87Sintasan (%) 37,21 72,3 60,7 34,17 71,96 76,16Produksi (kg/ha) 286,0 310,0 189,5 208,5 236 240,5Rasio konversi pakan (RKP) 1,66 - - 1,95 -

ParameterPerlakuan A Perlakuan B

Tabel 1. Pertumbuhan dan sintasan udang windu yang dipolikultur dengan 2 spesies nila yangberbeda dan ikan bandeng sebagai kontrol biologis

Gambar 1. Pertumbuhan udang windu, nila srikandi, nila merahdan bandeng selama 90 hari pemeliharaan

694Performansi nila Srikandi dan nila merah ..... (Markus Mangampa)

Sintasan udang windu cukup rendah dengan nilai yang relatifif sama untuk ke-2 komposisipoilkultur yaitu polikultur (A) 37,21%; dan polikultur (B) 34,17% (Gambar 2). Salah satu faktormenyebabkan rendahnya sintasan ini adalah menurunnya salinitas sejak awal pemeliharaan, bahkansepanjang pemeliharaan sehingga diduga kematian terjadi pada awal penebaran. Sintasan nila srikandidan nila merah tidak berbeda untuk kedua polikultur dan relatif tinggi, demikian pula sintasanbandeng relatif sama untuk ke-2 perlakuan polikultur.

Produksi udang windu cukup tinggi pada polikultur A yaitu: 286,0 kg/ha dibandingkan denganproduksi polikultur B: 208,5 kg/ha. Demikian pula produksi nila srikandi relatif tinggi yaitu 310,0kg/ha, sedangkan produksi nila merah hanya mencapai: 236,0 kg/ha. Namun produksi bandeng lebihtinggi pada polikultur B: 240,5 kg/ha dibanding produksi bandeng polikultur A yaitu 184,5. Hal inidisebabkan oleh sintasan yang lebih tinggi pada polikultur B: 76,16%, sedangkan polikultur A 60,3%,walaupun pertumbuhan mutlak ikan bandeng ke 2 polikultur relatif sama (Gambar 3). Produksi inicukup tinggi jika dibandingkan dengan kondisi existing produksi udang windu rata rata baru mencapai128 kg/ha/tahun.

Produksi nila srikandi yang berbeda nyata dengan nila merah disebabkan kondisi makanan alamiyaitu pertumbuhan hydrylla lebih subur pada polikultur A, sedangkan pertumbuhan lumut lebihsubur pada plikultur B. Ikan nila cenderung memanfaatkan hydrylla sedangkan bandeng lebih sukamemakan lumut.

Gambar 2. Sintasan (%) udang windu, nila srikandi, nila merah,dan bandeng selama 90 hari pemeliharaan

Gambar 3. Produksi (kg/ha) udang windu, nila srikandi,nila merah, dan bandeng

695 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

Kualitas Air

Peubah mutu air yang diamati seperti suhu, pH oksigen terlarut (DO), salinitas, nitrit, nitrat,fosfat, alkalinitas dan bahan organik total (BOT) memperlihatkan pola sebaran yang relatif samauntuk ke-2 perlakuan, dengan kisaran yang masih layak untuk kehidupan udang dan ikan (Tabel 2).

Namun beberapa peubah mutu air ini memperlihatkan kondisi yang ekstrim, seperti salinitas,alkalinitas dan bahan organik total (BOT).

Salinitas air tambak relatif rendah 9,86±3,44 (6,0-15) pada tambak polikultur A dan 9,14±2,91(5,0-14) pada tambak polikultur B (Gambar 4). Hal ini disebabkan kegiatan penelitian dilakukan padamusim hujan sehingga sumber air yang berasal dari sungai Malili dipengaruhi oleh pasok air tawardari hulu. Kisaran salinitas yang rendah ini berlangsung cukup lama sampai musim hujan berakhir.Salinitas yang sangat rendah pada saat penebaran dan awal pemeliharaan merupakan salah satufaktor rendahnya sintasan udang windu.

Konsentrasi alkalinitas awal pemeliharaan cukup normal sampai dengan pemeliharaanpertengahan bulan pertama dengan kisaran 95,65-105,12 ppm, pada polikultur A dan 110,48-115,28

A (Nila srikandi) B (Nila merah)

Suhu (oC) 28,55±3,47 (26,1-31,0) 30,16±5,064 (2,88-35,1)

pH 7,8±0,3 (7,4-8,0) 8,36±0,664(7,05-10,0)

DO (mg/L) 5,4±2,1 (3,9-6,9) 5,98±2,488(0,68-12,09)

Salinitas (ppt) 9,86±3,44 (6,0-15) 9,14±2,91(5,0-14)

Alkalinitas (mg/L) 90,58±17,26 (60,95-108,62) 111,58±20,61(83,88-149,48)

BOT (mg/L) 36,27±5,46 (28,93-44,33) 42,93±6,83(32,85-50,67)

Nitrit (mg/L) 0,02±0,011 (0,01-0,027) 0,019±0,023(0,001-0,125)

Nitrat (mg/L) 0,13±0,098 (0,06-0,24) 0,258±0,692(0,001-3,973)

Fosfat (mg/L) 0,21±0,208 (0,07-0,45) 0,595±1,633(0,003-8,590)

Amoniak (mg/L) 0,35±0,338 (0,05-0,78) 0,340±0,305(0,091-1,423)

Peubah mutu air

Perlakuan

Tabel 2. Kisaran peubah mutu air tambak polikultur (A) udang windu, nila srikandi,bandeng dan polikultur (B) udang windu, nila merah, dan bandeng selama90 hari pemeliharaan

Gambar 4. Kisaran salinitas (ppt) air tambak polikultur Adan polikultur B

696Performansi nila Srikandi dan nila merah ..... (Markus Mangampa)

ppm pada polikultur B (Gambar 5). Optimalnya alkalinitas ini disebabkan pengapuran dasar tambakmenggunakan dolomit super dengan dosis 500 kg/ha, walaupun kisaran salinitas cukup rendah.

Namun setelah pertengahan sampai dengan akhir bulan pertama alkalinitas menurun drastismencapai 60,95 ppm polikultur A dan 83,88 mg/L pada polikultur B. Penurunan ini seiring denganmenurunnya salinitas sampai titik terendah. Sesudah itu alkalinitas semakin naik mencapai titikoptimun 102,17 mg/L pada polikultur A dan 149,48 mg/L pada polikultur B. Kondisi ini disebabkanperubahan frekuensi pengapuran susulan dari 10 hari menjadi 5 hari dengan dosis 5 mg/L.

Bahan organik total (BOT) menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yangterdiri atas bahan organik terlarut, tersuspensi dan koloid. Fluktuasi BOT selama pemeliharan relatifkecil dengan kisaran yang cukup tinggi untuk budidaya udang yaitu polikultur A 36,27±5,46 (28,93-44,33) mg/L dan polikultur B 42,93±6,83(32,85-50,67) mg/L (Gambar 6).

Menurut Boyd & Fast (1992), kandungan bahan organik terlarut suatu perairan normal adalahmaksimum 15 mg/L, kandungan bahan organik terlarut tinggi maka dapat menurunkan kandunganoksigen terlarut dalam air sehingga menurunkan daya tahan udang. Adiwijaya et al. (2003) melaporkanbahwa kisaran BOT yang layak untuk budidaya udang vaname adalah kisaran BOT yang optimal <55

Gambar 5. Kisaran Alkalinitas (ppm) air tambak polikultur Adan polikultur B

Gambar 6. Konsentrasi BOT (mg/L) air tambak polikultur A danpolikultur B

697 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

mg/L. Fluktuasi BOT yang relatif kecil disebabkan aplikasi probiotik secara rutin selama pemeliharansehingga terjadi penguraian bahan organik. Aplikasi probiotik bertujuan untuk membantu aktivitasbakteri dalam penguraian bahan organik menjadi senyawa sederhana (Poernomo, 2004).

Plankton

Kelimpahan fitoplankton maupun zooplankton sangat berfluktuasi baik pada setiap petak maupunpada setiap komposisi komoditas polikultur. Hal ini disebabkan kondisi cuaca yaitu kurangnya cahayamatahari (kondisi musim hujan), sehingga kelimpahan fitoplankton yang banyak tidak dapat bertahanlama, walaupun dilakukan pemupukan tanah dasar dan pemupukan susulan dengan pupuk organikdan anorganik. Kelimpahan fitoplankton relatif banyak pada polikultur B mencapai 80 sel/mL yangdidominasi oleh Skeletonema sp, Oscillatoria sp., Nitzschia sp., Biddulphia sp., Diploneis sp. Sedangkankelimpahan zooplankton relatif banyak pada polikultur A mencapai 160 sel/mL. dan didominasi olehBrachionus sp., Copepoda, Acartia sp., dan Tortanus sp. Pada awal pemeliharaan baik fytoplanktonmaupun zooplankton relatif sedikit akibat kurangnya penetrasi cahaya matahari (musim hujan),walapun sudah dilakukan pemupukan dasar dengan pupuk organik dan anorganik.

KESIMPULAN

Polikultur dengan nila srikandi memberikan performan yang lebih baik untuk meningkatkanproduksi udang windu 286,0 kg/ha/musim dibandingkan dengan produksi udang windu: 208,5 kg/ha musim yang dipolikultur dengan nila merah pada kondisi salinitas rendah Namun produksi udangwindu ke-2 polikultur ini lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi existing produksi udang windurata rata baru mencapai 128 kg/ha/tahun. Produksi nila srikandi juga lebih tinggi: 310 kg/ha/musimdibandingkan dengan produksi nila merah 236 kg/ha/musim. Hal ini memperlihatkan kehidupanyang sinergi antara udang windu dan nila srikandi pada kondisi musim hujan. Ketahanan terhadaplingkungan salinitas rendah ke-2 jenis nila tidak berbeda, namun kesukaan makan yang berdampakkepada laju pertumbuhan nila srikandi lebih baik dibandingkan dengan nila merah.

DAFTAR ACUAN

Adiwijaya, D., Sapto, P.R., Sutikno, E., Sugeng, & Subiyanto. (2003). Budidaya udang vaname (Litopenaeusvannamei) sistem tertutup yang ramah lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan. BalaiBesar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, 29 hlm.

Atmomarsono, M., Muliani, & Ismawati, S. (1995). Prospek Penggunaan Tandon pada Budidaya UdangWindu. Makalah disajikan pada Aplikasi Paket Teknologi di Instalasi Penelitian & PengkajianTeknologi Pertanian (IPPTP) Wonocolo,Surabaya 2-4 juli 1995.

Boyd, C.E., & Fast. A.W. (1992). Pond monitoring and management. Marine Shrimp Culture Principlesand Practices. Elsevier Science Publishing Comp. Inc, New York, p. 497-513.

Gambar7. (Kiri) Kelimpahan fitoplankton (sel/mL) dan (Kanan) kelimpahan zooplankton (sel/mL) selama pemeliharaan

698Performansi nila Srikandi dan nila merah ..... (Markus Mangampa)

Cholik, F., Rachmansyah, & Tonnek, S. (1990). Pengaruh padat penebaran terhadap produksi nilamerah (Oreochromis niloticus) di KJA. J. Penel. Budidaya Pantai, (8)2, 57-62.

Churcherd, N. (2013). The Case Study of EMS in Thailand, The Practical Asian Aquaculture. Vol. 4,Issue 13. April-Jun 2013, 43 pp.

Efendie, M.I. (1979). Biologi Perikanan. Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 163 hlm.Mangampa, M. (2014). Polikultur Udang Windu (Penaeus monodon), Bandeng (Chanos chanos), Nila

srikandi (Oreochromis aureus x O. niloticus) dan Rumput laut (Gracilaria verrucosa) di tambak sulfatmasam, (TSM). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014, hlm. 01-13.

Pirzan, A.M., Tahe, S., & Ismail, A. (2002). Polikultur udang windu, Penaeus monodon dan nila merah,Oreochromis niloticus di tambak. J. Pen. Budidaya Pantai, 8(2), 63-70.

Poernomo, A. (2004). Teknologi Probiotik Untuk Mengatasi Permasalahan Tambak udang danLingkungan Budidaya. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Pengembangan Ilmu danInovasi Teknologi dalam Budidaya. Semarang, 27–29 Januari. 2004, 24 hlm.

Tonnek, S., Pongsapan, D.S., & Rachmansyah. (2003). Polikultur nila merah dan beronang dalamkeramba jaring apung di laut. J. Penel. Budidaya Pantai, (9)3, 47-56.

Watanabe, T. (1988). Fish nutrition and mariculture, JICA textboox. The General Aquaculture Course,Japan, 233 pp.

Zonneveld, N., Huisman, E.A., & Boom, J.H. (1991). Prinsip prinsip Budi daya Ikan, Pustaka Utama.Gramedia. Jakarta, 318 hlm.