Upload
truongnguyet
View
230
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY DI KECAMATAN GUBENG, KOTA SURABAYA
DESIGN OF MATERIAL RECOVERY FACILITY
AT GUBENG DISTRICT, SURABAYA CITY
RIZKY MEGA dan YULINAH TRIHADININGRUM
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya email: [email protected]
Abstrak
Kecamatan Gubeng mempunyai luas wilayah sebesar 654,73 ha dan jumlah penduduk pada Tahun 2009
mencapai 154.608 jiwa. Volume sampah yang ada di sembilan LPS di Kecamatan Gubeng sebesar 172
m3/hari. Pengelolaan sampah yang ada menunjukkan belum adanya upaya reduksi. Hal tersebut yang
mendasari dilakukan perencanaan Material Recovery Facility (MRF) dengan skala kelurahan.
Laju timbulan sampah pada Kecamatan Gubeng sebesar 0,32 kg/orang.hari atau 2,26 L/orang.hari.. LPS
yang layak dikembangkan menjadi MRF adalah LPS Bratang Binangun luas lahan 160 m2. MRF berupa
bangunan berlantai dua dengan luas 152,57 m2.. Hasil analisis finansial dengan menggunakan metode Net
Present Value (NPV) menunjukkan MRF ini layak untuk direalisasikan. MRF di Kecamatan Gubeng dapat
mereduksi emisi karbon sebesar 273, 96 MTCE/tahun dibandingkan dengan menimbun sampah di LPA.
Kata kunci : Emisi Karbon, LPS, MRF, Pengelolaan Sampah
Abstract
The total area of Gubeng District is about 654,73 ha and the population in 2009 reached 154.608
inhabitants. Waste volume in the nine of transfer stations (Lahan Pembuangan Sementara, LPS) in the
Gubeng District reached 172 m3/day. Existing waste management shows a lack of reduction efforts. This
is the basis to design the Materials Recovery Facility (MRF) with villages scale in Gubeng District.
The rate of solid waste in the Gubeng District is 0.32 kg/person.a day or 2.26 L/person.a day. The
transfer station which proper to be develop as a MRF is Bratang Binangun Transfer Station with total area
160 m2. The MRF is a two floors building with total area is 152, 57 m2. Financial analysis using the Net
2
Present Value (NPV) indicates MRF is feasible to be realized.. MRF in the Gubeng District can reduce
carbon emissions by 273, 96 MTCE / year compared to the garbage generate in the landfill.
Key word: carbon emmision, MRF, transfer stations, waste management
1. Pendahuluan
Kecamatan Gubeng merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar di
Kota Surabaya. Data Kecamatan Gubeng pada Tahun 2009 menyebutkan jumlah penduduk 154.608
jiwa dan luas wilayah 654,73 Ha. Dilihat dari jumlah jiwa yang ada di Kecamatan Gubeng, maka
kepadatan penduduk rata-rata sebesar 23.614 jiwa/km2. Jumlah ini sudah sangat jauh melewati
jumlah ideal kepadatan rata-rata nasional per km2, yaitu sebesar 250 jiwa/km2. Volume sampah
yang masuk di 9 LPS yang ada di Kecamatan Gubeng per harinya sebesar 172 m3 (DKP Surabaya,
2010).
Besarnya sampah yang dihasilkan, belum adanya penanganan sampah secara terpisah
maupun upaya reduksi dari sumber menjadi permasalahan dalam penanganan sampah permukiman.
Sampah yang saat ini dihasilkan sebenarnya mempunyai potensi ekonomi apabila dikelola dengan
baik. Salah satu metode pengelolaan sampah yang bermanfaat adalah dengan menampung dan
mengolah sampah secara terpadu melalui Material Recovery Facilty (MRF). Pada MRF selain
terdapat fasilitas untuk pemilahan sampah menurut komposisinya, juga dilengkapi dengan fasilitas
komposting dan gudang penyimpanan sampah daur ulang. Pengolahan sampah organik yang berasal
dilakukan dengan cara komposting karena dinilai mudah untuk menyerap keterlibatan masyarakat
serta memberikan keuntungan.
Penanganan sampah dengan MRF dapat memberi keuntungan lingkungan dan ekonomi,
juga dapat meminimalkan jumlah sampah yang ditimbun dan dibakar. Pengelolaan sampah dengan
MRF dapat mengurangi potensi emisi karbon dalam hal ini CH4 dan CO2 yang mencemari udara.
3
Tujuan dalam perencanaan ini :
1. Mengidentifikasi laju timbulan dan komposisi sampah permukiman Kecamatan Gubeng.
2. Melakukan evaluasi kondisi eksisting LPS di Kecamatan Gubeng untuk dikembangkan fungsinya
menjadi MRF
3. Mengidentifikasi desain MRF yang sesuai untuk sampah permukiman di Kecamatan Gubeng.
4. Melakukan analisis finansial MRF di Kecamatan Gubeng.
5. Mengidentifikasi potensi reduksi emisi karbon oleh MRF di Kecamatan Gubeng.
Sampah
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat
(UU No.18 Tahun 2008). Berbagai definisi yang ada memberikan pengertian bahwa sampah adalah
sesuatu hasil buangan yang tidak bermanfaat sebagai akibat dari aktifitas manusia dan cenderung
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan apabila tidak dikelola dengan benar.
Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan sebagai (Suprihatin, Prihanto dan
Gelbert, 1996):
a. Sampah Organik
Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari
alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan
mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan
organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit
buah, dan daun.
b. Sampah Anorganik
Sampah anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak
bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik
dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam,
sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis
4
ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng.
Pemilahan harus dilakukan untuk membedakan atau menggolongkan sampah sesuai jenis dan
manfaatnya.
Pengolahan dan Pengelolaan Sampah
Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau merubah
bentuk menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran, pengomposan,
penghancuran, pengeringan dan pendaur ulangan (SNI T-13-1990-F).
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan
yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah dapat dibedakan menjadi
2 macam yaitu:
a. Penanganan setempat
Penanganan yang dilakukan sendiri oleh penghasil sampah dengan cara mengubur sampah di
halaman rumahnya atau dengan cara lain yang masih dapat dibenarkan dalam usaha
pemusnahan sampah.
b. Penanganan terpusat
Penanganan sampah yang dilakukan secara komunal pada suatu area tertentu, sehingga
memerlukan sistem manajemen yang lebih kompleks dalam banyak aspek dan faktor yang
berkaitan dengan perencanaan pengelolaan sampah dan berpengaruh terhadap sistem
pengelolaan sampah perkotaan.
Pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia umumnya menggunakan sistem penanganan
terpusat. Pemerintah kota yang diwakili oleh Dinas Kebersihan setempat menangani penyediaan
5
lahan untuk lahan penampungan sementara (LPS) dan lahan pembuangan akhir (LPA) serta
transportasi sampah antara LPS dan LPA.
LPS dalam sistem pengelolaan sampah perkotaan mempunyai peran yang penting dan
perencanaan ini memanfaatkan lahan LPS untuk dikembangkan fungsi dan bentuknya menjadi
MRF. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah
perkotaan yang dimaksud dengan LPS atau depo pemindahan sampah adalah tempat memindahkan
sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut dan atau kantor bengkel. LPS sebagai
fungsinya dalam lokasi pemindahan sampah mempunyai beberapa tipe yang dijelaskan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Tipe Pemindahan Sampah
No Uraian Transfer Depo Tipe 1
Transfer Depo Tipe 2
Transfer Depo Tipe 3
1.
2.
3.
Luas Lahan Fungsi
Daerah Pemakai
> 200 m2
- Tempat pertemuan
peralatan pengumpul dan pengangkutan sebelum pemindahan
- Tempat penyimpanan atau kebersihan
- Bengkel sederhana - Kantor wilayah
/pengendali - Tempat pemilahan - Tempat
pengomposan
- Baik sekali untuk daerah yang mudah mendapat lahan
60 – 200 m2
- Tempat pertemuan peralatan pengumpul dan pengangkutan sebelum pemindahan
- Tempat parkir gerobak
- Tempat pemilahan
10 – 20 m2
- Tempat pertemuan gerobak & kontainer
(6 – 10 m2) - Lokasi
penempatan kontainer komunal
(1-10 m2)
- Daerah yang sulit mendapat lahan yang kosong dan daerah protokol
Sumber : SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan.
6
Material Recovery Facility
Material Recovery Facility (MRF) merupakan fasilitas untuk mendaur ulang material yang
masih memiliki nilai dan juga digunakan untuk keperluan lain. Daur ulang sampah merupakan
kegiatan untuk memilah sampah menjadi bagian-bagian sampah, dimana sampah yang dipilh
sebagian dapat digunakan kembali (reuse), sebagian dapat didaur ulang (recycling) dari residu yang
tidak bermanfaat lagi. MRF adalah suatu alternatif hemat biaya ketika sistem daur ulang yang tidak
legal tidak mempertunjukkan sukses jangka panjang (Davila dan Chan, 2004).
Beberapa tahapan yang dilakukan sebelum mendesain MRF (Tchobanoglous, Theisen dan
Vigil,1993), yaitu :
1. Analisis Kelayakan
Analisis kelayakan merupakan suatu tahap untuk menentukan layak atau tidaknya suatu
lahan untuk MRF
2. Perancangan Awal
Perancangan awal meliputi pembuatan diagram alir material, mass balance material, loading
rate material dan layout dari komponen fisik MRF.
3. Perancangan Akhir
Tahap perancangan akhir merupakan persiapan akhir dari MRF dan spesifikasi fasilitas yang
akan digunakan untuk evaluasi penawaran oleh kontraktor serta perkiraan biaya akhir.
Kompos
Pengomposan adalah proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah padat
organik diubah menyerupai tanah seperti halnya humus atau mulsa. Kompos telah dipergunakan
secara meluas selama ratusan tahun dalam menangani limbah pertanian sekaligus sebagai pupuk
alami tanaman (Jorgensen dan Johsen, 1989, dalam Basyuni, 2002).
7
Teknik pengelolaan sampah perkotaan yang sedang dikembangkan oleh pemerintah dan
swasta adalah Unit Daur Ulang dan Produksi Kompos (UDPK). Pengomposan melalui metoda
usaha daur ulang dan produksi kompos umumnya menggunakan metoda komposting aerobik, yaitu
dengan open windrow. Teknik open windrow terdiri dari pemilahan sampah, penyusun tumpukan,
pemantauan, pembalikan, penyiraman, pelepasan dan pemasangan kembali terowongan, pencatatan,
pematangan, penyaringan, pengemasan dan penyimpanan (CPIS, 1992).
Potensi Reduksi Emisi Karbon Akibat Pengelolaan Sampah
Proses degradasi sampah dapat menghasilkan gas metana (CH4) dan karbon dioksida
(CO2) sebagai gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global dan perubahan iklim.
Pengelolaan sampah perkotaan dengan baik memberikan banyak keuntungan untuk mereduksi emisi
GRK khususnya karbon (US EPA, 2009).
Terdapat beberapa pilihan dalam upaya pengelolaan sampah, seperti reduksi di sumber, daur
ulang, pembakaran dengan incenerator dan penimbunan pada pembuangan akhir. Setiap opsi
pengelolaan sampah tersebut mengakibatkan emisi karbon, tentunya dengan beragam jenis polutan
serta kadarnya. Untuk menentukan metoda pengelolaan sampah yang terbaik untuk meminimisasi
emisi, diperlukan adanya analisis perbandingan efek karbon pada setiap metoda. Penentuan emisi
dengan rumus di bawah ini :
(1 ton komponen sampah A x FE daur ulang komponen sampah A) - (1 ton komponen
sampah A x FE landfilling komponen sampah A) =Potensi Reduksi Karbon (MTCE)
(1)
(1 ton komponen sampah A x FE komposting komponen sampah A) - (1 ton komponen
sampah A x FE landfilling komponen sampah A) =Potensi Reduksi Karbon (MTCE)
(2)
8
2. Gambaran Umum Wilayah Perencanaan
Umum
Perencanaan MRF ini berlokasi di Kecamatan Gubeng, terletak di Kota Surabaya bagian
timur dengan luas wilayah 654, 73 Ha. Wilayah administratif Kecamatan Gubeng terdiri dari enam
Kelurahan, yaitu Kelurahan Airlangga,
Kelurahan Barata Jaya, Kelurahan Gubeng,
Kelurahan Mojo. Peta wilayah perencanaan
pada Gambar 1.
Jumlah penduduk Kecamatan Gubeng
pada tahun 2009 adalah 154.608 jiwa. Jumlah
Kepala Keluarga (KK) pada tahun 2009
mencapai 42.544 KK serta meliputi 63 Rukun
Warga (RW) dan 516 Rukun Tetangga (RT).
Penduduk yang bertempat tinggal di
Kecamatan Gubeng terdiri atas berbagai
tingkat ekonomi yaitu ekonomi atas,
menengah dan bawah.
Gambar 1 Peta Wilayah Perencanaan
Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah di Kecamatan Gubeng terdiri dari pewadahan, pengumpulan sampah di
LPS dan pembuangan akhir menuju LPA. Sistem pewadahan menggunakan pengumpulan komunal
dan individual tidak langsung. Pengumpulan tidak langsung adalah pengumpulan sampah dari
masing-masing tempat sampah komunal maupun dari masing-masing rumah ke lokasi pengumpulan
sementara (LPS) dengan menggunakan gerobak. Pengelolaan sampah di Kecamatan Gubeng
diserahkan kepada tiap-tiap RT dengan jadwal dan mekanisme yang berbeda. Frekuensi
9
pengambilan sampah rata-rata yang dilakukan oleh petugas sampah tiap RT adalah sekitar 2 – 3
hari.
Jumlah LPS yang berada di wilayah Kecamatan Gubeng adalah sembilan LPS, yaitu LPS
Kaliwaron, Mojo Arum, Bakti Husada, Srikana, Kangean, Pasar Pucang Anom, Kalibokor, Bratang,
Barata Jaya – Nginden. Jumlah kendaraan sampah (gerobak sampah) sebanyak 82 unit dan jumlah
pasukan kuning yang tercatat sebanyak 136 orang.
LPS di Kecamatan Gubeng, mempunyai luas lahan sekitar 80 – 225 m2 dengan jumlah
sampah yang masuk berdasarkan data DKP Surabaya 2010 berkisar antara 14 – 55 m3. Sebagian
besar LPS berada di sempadan badan air, yaitu LPS Kaliwaron, Srikana, Kangean, Kalibokor,
Barata Jaya, Mojoarum; LPS terletak di tengah pemukiman adalah LPS Bakti Husada dan LPS
Pasar Pucang Anom. Sedangkan LPS yang terletak di lokasi fasilitas umum milik pemerintah kota
adalah LPS Bratang Binangun yang berada di kompleks Taman Flora (Kebun Bibit).
3. Hasil Perencanaan
Timbulan, Komposisi dan Densitas Sampah Rata-rata.
Jumlah penduduk mempengaruhi jumlah timbulan sampah yang terjadi. Perhitungan
proyeksi penduduk di Kecamatan Gubeng menunjukkan kecenderungan pertumbuhan penduduk
sesuai dengan metode geometrik. Metode geometrik digunakan untuk melakukan proyeksi
penduduk Kecamatan Gubeng. Proyeksi penduduk dilakukan selama 10 tahun. Timbulan sampah
merupakan jumlah sampah yang dihasilkan oleh sumber sampah tertentu yang dihitung dengan
satuan waktu. Pada perencanaan ini timbulan sampah diperoleh melalui hasil pengukuran timbulan
sampah yang dilakukan selama delapan hari dengan jumlah titik pengukuran sebanyak sembilan
puluh satu rumah. Timbulan sampah didapatkan sebesar 0,32 kg/orang.hari atau 2,26 L/orang.hari.
Densitas sampah rata-rata hasil pengukuran sebesar 141,59 kg/m3. Komposisi sampah yang
terdapat di Kecamatan Gubeng berdasarkan komponen sisa makanan (77,15%), kertas dan karton
(6,09%), logam (0,65%), kaca (4,24%), kebun (7,44%), karet (0,75%), kain (1,48%), kayu (0,39%)
dan residu (1,91%). Komposisi sampah plastik adalah
(0,55%), LDPE (7,51%), PP (6,06%), PS (2,48%) dan plastik jenis lain/
sampah rata-rata dan komponen sampah plastik rata
(a)
Gambar 2 (a) Komposisi Sampah Rata
Evaluasi Kondisi Eksisting Prototipe MRF Kota Surabaya
Upaya penanganan permasalahan sampah dilakukan pemerintah Kota Surabaya dengan
membangun 13 Rumah Kompos (RK) yang tersebar di seluruh wilayah Surabaya. Selain itu, juga
terdapat sejenis Unit Daur ulang dan Produksi Kompos (UDPK) di daerah Jambangan. Fungs
tersebut utamanya adalah mengurangi beban penimbunan sampah di LPA Benowo, namun pada
pelaksanaannya RK ini juga mempunyai beberapa fungsi lain yakni sebagai sarana edukasi
masyarakat, menciptakan lapangan kerja bagi lingkungannya, produk daur ulang s
yang dijual kembali dapat menjadi keuntungan.
Sebelum melakukan perancangan MRF di Kecamatan Gubeng, perlu dikaji dulu kinerja
prototype pengolahan sampah yang sudah ada untuk menentukan jenis dan fungsi MRF yang akan
direncanakan. Prototype yang akan dikaji adalah jenis UDPK Jambangan dan RK Bibis Karah yang
(6,09%), logam (0,65%), kaca (4,24%), kebun (7,44%), karet (0,75%), kain (1,48%), kayu (0,39%)
dan residu (1,91%). Komposisi sampah plastik adalah PETE (6,68%), HDPE (35,61%), PVC
(0,55%), LDPE (7,51%), PP (6,06%), PS (2,48%) dan plastik jenis lain/Other
rata dan komponen sampah plastik rata-rata ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
(a) (b)
Komposisi Sampah Rata-Rata Kecamatan Gubeng dan (b) Komponen Sampah Plastik
Rata-rata Kecamatan Gubeng.
Evaluasi Kondisi Eksisting Prototipe MRF Kota Surabaya
Upaya penanganan permasalahan sampah dilakukan pemerintah Kota Surabaya dengan
membangun 13 Rumah Kompos (RK) yang tersebar di seluruh wilayah Surabaya. Selain itu, juga
terdapat sejenis Unit Daur ulang dan Produksi Kompos (UDPK) di daerah Jambangan. Fungs
tersebut utamanya adalah mengurangi beban penimbunan sampah di LPA Benowo, namun pada
pelaksanaannya RK ini juga mempunyai beberapa fungsi lain yakni sebagai sarana edukasi
masyarakat, menciptakan lapangan kerja bagi lingkungannya, produk daur ulang s
yang dijual kembali dapat menjadi keuntungan.
Sebelum melakukan perancangan MRF di Kecamatan Gubeng, perlu dikaji dulu kinerja
prototype pengolahan sampah yang sudah ada untuk menentukan jenis dan fungsi MRF yang akan
otype yang akan dikaji adalah jenis UDPK Jambangan dan RK Bibis Karah yang
10
(6,09%), logam (0,65%), kaca (4,24%), kebun (7,44%), karet (0,75%), kain (1,48%), kayu (0,39%)
PETE (6,68%), HDPE (35,61%), PVC
Other (41,12%). Komponen
rata ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
(b)
dan (b) Komponen Sampah Plastik
Upaya penanganan permasalahan sampah dilakukan pemerintah Kota Surabaya dengan
membangun 13 Rumah Kompos (RK) yang tersebar di seluruh wilayah Surabaya. Selain itu, juga
terdapat sejenis Unit Daur ulang dan Produksi Kompos (UDPK) di daerah Jambangan. Fungsi RK
tersebut utamanya adalah mengurangi beban penimbunan sampah di LPA Benowo, namun pada
pelaksanaannya RK ini juga mempunyai beberapa fungsi lain yakni sebagai sarana edukasi
masyarakat, menciptakan lapangan kerja bagi lingkungannya, produk daur ulang serta sampah lapak
Sebelum melakukan perancangan MRF di Kecamatan Gubeng, perlu dikaji dulu kinerja
prototype pengolahan sampah yang sudah ada untuk menentukan jenis dan fungsi MRF yang akan
otype yang akan dikaji adalah jenis UDPK Jambangan dan RK Bibis Karah yang
11
semula lahannya hanya berfungsi sebagai LPS. Kajian prototype MRF di Kota Surabaya
selengkapnya pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil Perbandingan Prototype Pengolahan Sampah di Surabaya
Komponen RK Bibis Karah UDPK Jambangan 1) Luas Lahan
2) Volume Sampah 3) Metode Pengolahan
sampah organik
4) Penampung Lindi 5) Kapasitas pengolahan
6) Lahan efektif
pengomposan
- Berada di kawasan pemukiman Bibis Karah
- 25 m3/hari - Open Windrow sebanyak 14 sel - Sumur penampung lindi - Sampah organik yang diolah 3 m3/hari -1m2 dapat mengolah kompos sebanyak 26 kg.
- Berada di Kawasan pemukiman Jambangan
- 13 m3/hari - Komposter drum UNESA sebanyak 15 drum dan 3 Komposter Angin berkapasitas 4 m3, 4 m3 dan 6 m3
- Sumur penampung lindi - Sampah organik yang diolah 100 kg/hari - 1 komposter drum dapat mengolah kompos sebanyak 20 kg.
Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan pada Kajian Prototype MRF di Surabaya
Pengolahan sampah di Kecamatan Gubeng dengan menggunakan MRF, direncanakan
memanfaatkan lahan LPS yang dikembangkan fungsinya menjadi MRF. Kajian evaluasi pola
prototype MRF di Surabaya ini diperlukan dalam perencanaan sebagai acuan dalam merencanakan
MRF di lahan LPS. Sesuai efektifitas lahan pengolahan dan kesamaan bentuk, MRF yang
direncanakan akan mengacu kepada fungsi dan bentuk MRF sesuai RK Bibis Karah.
Evaluasi Kondisi Eksisting LPS Kecamatan Gubeng
Perencanaan ini memanfaatkan lahan LPS yang ada di Kecamatan Gubeng. LPS yang
dipilih untuk dikembangkan fungsinya menjadi MRF yaitu LPS mempunyai luasan lahan yang
sama atau lebih dari luasan lahan RK Bibis Karah sebesar 117 m2. Tabel 3 menunjukkan penilaian
kelayakan pengembangan LPS.
LPS yang dinilai layak dan cocok untuk direncanakan pengembangannya di Kecamatan
Gubeng adalah LPS Bratang Binangun yang terletak di wilayah administratif Kelurahan Barata
12
Jaya. LPS ini mempunyai lahan yang mencukupi apabila dikembangkan menjadi MRF dengan luas
lahan 160 m2 dan lokasi yang sesuai (tidak berada di tengah pemukiman dan sempadan badan air).
Tabel 3 Kelayakan Pengembangan LPS menjadi MRF
LPS Luas Lahan
(m2)
Kelayakan
Pengembangan
*)
Kaliwaron Bakti Husada Srikana Kangean Ps Pucang Anom Kalibokor Bratang Binangun Barata Jaya Mojo Arum
80 130 225 150 100 150 160 120 125
X � � � X � � X �
Keterangan : *) : tanda “ ” berarti layak dan tanda “X” berarti tidak layak dikembangkan.
Lahan yang Dibutuhkan Untuk MRF
LPS Bratang Binangun dalam pengembangannya menjadi MRF direncanakan melayani 75%
dari jumlah penduduk Kelurahan Barata Jaya. Jumlah timbulan sampah pada tahun perencanaan
yang masuk ke MRF mencapai 5,34 ton/hari atau 37 m3/hari. Pengelolaan sampah yang terjadi di
MRF adalah menjual kembali sampah kering layak jual dan melakukan komposting untuk sampah
organik. Melalui penentuan recovery factor dan perhitungan mass balance jumlah sampah organik
yang diolah menjadi kompos sebesar 1,24 ton/hari. Sampah kering yang layak dijual jumlahnya
sebesar 0,759 ton/hari melalui proses pemilahan, pengepakan dan penyimpanan pada MRF.
MRF direncanakan merupakan bangunan berlantai dua dengan luas total 152,57 m2.
Pembagian ruang dan luas lahan terdapat pada Tabel 4. Lantai dasar terdiri dari lahan pemilahan
sampah, lahan pengomposan dan areal parkir kontainer residu. Gudang penyimpanan barang lapak
dan produk kompos, kantor, gudang penyimpanan alat dan toilet berada di lantai atas.
13
Tabel 4 Pembagian Ruang dan Luas Lahan Pada MRF Kecamatan Gubeng Komponen Luas
(m2) 1. Pemilahan 2. Pengomposan 3. Gudang Penyimpanan Barang
Lapak dan Produk Kompos 4. Kantor 5. Areal Parkir 6. Gudang Alat 7. Toilet
15,72 101,2 12,6 9 8 3 3
TOTAL 152,57 Sumber : Hasil Perhitungan Kebutuhan Luas Lahan MRF Kecamatan Gubeng
Pekerja yang Dibutuhkan dalam Perencanaan MRF
Pekerja dalam operasional MRF terdiri dari pekerja pemilah, pekerja pengomposan dan
pekerja administrasi. Diperlukan 5 orang pekerja pemilah untuk memilah 5,34 ton sampah dalam
kondisi terpisah antara sampah basah dan sampah kering. Proses pengomposan membutuhkan 7
orang pekerja dengan pembagian kerja 2 orang untuk proses pencacahan, pengayakan dan
pengemasan produk kompos. Proses pengomposan dan pematangan kompos pada lahan seluas 92
m2 membutuhkan 5 orang pekerja. Penentuan jumlah pekerja pada proses pengomposan ini
berdasarkan acuan jumlah pekerja prototipe RK Bibis Karah. Melakukan pembukuan administrasi
dan keuangan operasional MRF adalah tugas pekerja administrasi yang direncanakan jumlahnya 1
orang. Kebutuhan pekerja pada operasional MRF seluruhnya berjumlah 13 orang. Pekerja
direncanakan diambil dari pekerja eksisting di LPS Bratang-Binangun.
Analisis Ekonomi
Keuntungan dan kerugian yang terjadi dalam operasional MRF dengan melakukan analisis
ekonomi yang terdiri dari perhitungan modal tetap, biaya operasional MRF, perhitungan rencana
penerimaan dan analisis kelayakan.
14
Kebutuhan modal tetap terdiri atas modal pembangunan dan modal peralatan tetap.
Pembangunan MRF direncanakan dilakukan di LPS Bratang Binangun dengan kepemilikan lahan
adalah Pemerintah Kota Surabaya. Perhitungan pada analisis kebutuhan modal pembangunan MRF
berlantai dua ini mengacu pada HSPK Kota Surabaya 2010. Peralatan yang diperkirakan tahan
selama periode operasional 10 tahun diantaranya mesin pencacah, mesin pengayak, sekop,
timbangan, wheel barrow, pompa air serta kebutuhan kantor. Modal pembangunan yang dibutuhkan
yaitu sebesar Rp 480.037.422,00 dengan modal peralatan tetap sebesar Rp 20,375,000.00. Maka
total modal tetap yang dibutuhkan yaitu sebesar Rp 500.412.422,00.
Biaya operasional terdiri dari biaya peralatan tahunan, biaya kemasan kompos, biaya
pembelian bahan bakar untuk mesin pencacah dan pengayak, biaya listrik dan air. Total biaya
operasional MRF per tahun adalah sebesar Rp. 211.957.860,00.
Pemasukan MRF berasal dari penjualan sampah kering layak jual dan produk kompos.
Pemasukan dari penjualan barang lapak mencapai Rp 226.731.000 ,00/tahun. Produk kompos dijual
dengan pembagian kemasan kompos halus 2 kg dan 10 kg, kompos kasar 10 kg. Sebanyak 10 %
dari produk kompos direncanakan diserahkan ke pihak PKK Kelurahan Barata Jaya. Hasil
pemasukan dari penjualan produk kompos sebesar Rp. 115.740.000,00/tahun.
Perhitungan laba-rugi tiap tahun dalam periode operasional 10 tahun menunjukkan bahwa
operasional MRF memberikan keuntungan. Keuntungan atau laba dalam operasional MRF
mencapai Rp. 130.513.140,00/tahun. Kelayakan pengadaan MRF di Kecamatan Gubeng ditentukan
melalui perhitungan Net Present Value (NPV). Perhitungan NPV pada i = 13,5 % menghasilkan
angka NPV > 0, hal ini berarti MRF di Kecamatan Gubeng layak untuk direalisasikan. Modal awal
MRF diperhitungkan akan terjadi pengembalian pada operasional MRF tahun ke 5.
15
Potensi Reduksi Emisi Karbon Oleh MRF di Kecamatan Gubeng
Pengelolaan sampah di Kecamatan Gubeng dengan menggunakan MRF diharapkan dapat
membantu mengurangi emisi karbon akibat penimbunan sampah di LPA. Dari perhitungan
diketahui bahwa dalam mengolah sampah di Kelurahan Barata Jaya, Kecamatan Gubeng sebesar
698,4 ton/tahun dengan menggunakan MRF diketahui dapat mengurangi emisi karbon sebanyak
171,05 MTCE/tahun. Dengan jumlah sampah yang sama, pengelolaan sampah dengan menimbun di
LPA menghasilkan emisi karbon sebesar 102,9 MTCE/tahun.
Untuk menentukan metode pengelolaan sampah yang terbaik untuk meminimisasi emisi,
diperlukan adanya analisis perbandingan efek karbon pada setiap metode. Emisi karbon yang
direduksi dapat dihitung dengan membandingkan emisi awal karbon yang dihasilkan dengan emisi
oleh skenario alternatif dan mengalikan setiap emisinya dengan faktor emisi. Analisis perbandingan
efek karbon menunjukkan bahwa emisi karbon yang dapat direduksi melalui metode MRF di
Kelurahan Barata Jaya, Kecamatan Gubeng sebesar 273,96 MTCE/Tahun.
4. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil dan pembahasan perencanaan MRF di Kecamatan Gubeng
adalah sebagai berikut:
1. Laju timbulan sampah pada Kecamatan Gubeng sebesar 0,32 kg/orang.hari atau 2,26
L/orang.hari.
2. LPS yang layak untuk dikembangkan fungsinya sebagai MRF adalah LPS Bratang Binangun
dengan luas lahan sebesar 160 m2. LPS ini dinilai mencukupi untuk direncanakan MRF sesuai
dengan prototype MRF di Rumah Kompos Bibis Karah dengan luas lahan 117 m2.
3. MRF di Kecamatan Gubeng ini melayani pengelolaan sampah di Kelurahan Barata Jaya,
Kecamatan Gubeng. Jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya sebesar 5,34 ton. Sampah
organik yang diolah menjadi kompos sebesar 1,24 ton/hari dan sampah kering yang dapat didaur
16
ulang sebesar 0,759 ton/hari. MRF direncanakan ini mempunyai luas lahan keseluruhan sebesar
152,57 m2, terbagi menjadi dua lantai lantai dasar dan lantai atas. Jumlah pekerja yang
dibutuhkan dalam operasional MRF sebanyak 13 orang.
4. Analisis kelayakan MRF dilakukan dengan metode Net Present Value (NPV). Melalui
perhitungan yang telah dilakukan, nilai NPV > 0 yang berarti MRF di Kecamatan Gubeng ini
layak untuk direalisasikan.
5. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa emisi karbon yang dapat direduksi melalui MRF di
Kelurahan Barata Jaya sebesar 273,96 MTCE/tahun. Nilai tersebut berlaku sebagai
perbandingan pengelolaan sampah dengan melakukan penimbunan sampah di LPA.
5. Daftar Pustaka
Anonim. A. Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Basyuni, Mohammad. 2002. Peran Organisasi Pengelolaan Lingkungan Hidup. Fakultas
Pertanian, Program Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara.
CPIS. 1992. Panduan Teknik Pembuatan Kompos dan Sampah: Teori dan Aplikasi. Center
for Policy and Implementation Study (CPIS). Jakarta.
Davila, E. dan Chan, N.B. 2004. Sustainable Pattern Analysis Of A Publicly Owned Material
Recovery facility in a fast-growing urban setting under uncertainty. Journal of
Environmental Management 2005; 75: 337–51
Departemen Pekerjaan Umum. 1995. SNI 19-3964-1995 tentang Metode Pengambilan dan
Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan.
Departemen Pekerjaan Umum. 1990. SK SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan
Teknik Sampah Perkotaan.
Departemen Pekerjaan Umum. 1990. SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan.
17
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Angka 2008. Jakarta.
Kondisi LPS Kecamatan Gubeng. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. 2010.
Suprihatin, A., Prihanto, D. dan Gelbert, M. 1996. Pengelolaan Sampah. PPPGT / VEDC. Malang.
Tchobanoglous, G., Theisen, H. dan Vigil, S. 1993. Integrated Solid Waste Management:
Engineering Principles and Management Issues. McGraw-Hill, Inc. Singapore.
US EPA : Measuring Greenhouse Gas Emissions from Waste, Januari 1, 2009, diakses 13
Januari 2010, 21.00. <http://www.epa.gov/climatechange/wycd/waste/measureghg.html>