Upload
lyque
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
“PERCERAIAN AKIBAT INTERVENSI ORANG TUA”
(Analisis Putusan No. 0118/Pdt.G/PA JS)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Natasha Nicola Anjani Dekock
NIM: 1110044200014
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1434 H/2014 M
i
PERCERAIAN AKIBAT INTERVENSI ORANG TUA
(Analisis Putusan Nomor 0118/Pdt.G/2013/PAJS )
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Natasha Nicola AnjaniDekock
1110044200014
Pembimbing
Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A
195003061976031001
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435 H/2014 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “PERCERAIAN AKIBAT INTERVENSI ORANG TUA
(Analisis Putusan Nomor 0118/Pdt.G/2013/PAJS )” telah diajukan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga Islam
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Mei 2014
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Hukum Keluarga Islam.
Jakarta,
Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr. H. JM. Muslimin, MA.
NIP: 196808121999031014
PANITIA UJIAN
1. Ketua Prodi : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (..................................)
NIP: 195003061976031001
2. Sekretaris Prodi : Hj. Rosdiana, MA. (..................................)
NIP: 19690610200312201
3. Pembimbing :Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (...................................)
NIP: 195003061976031001
4. Penguji I :Nur Rohim Yunus, LLM (...................................)
NIP: 197904162011011004
5. Penguji II :Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag., M.Ag. (...................................)
NIP: 197304242002121007
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 April 2014
Natasha Nicola AnjaniDekock
iv
ABSTRAK
Natasha Nicola AnjaniDekock, NIM 1110044200014,“PERCERAIAN
AKIBAT INTERVENSI ORANG TUA (Analisis Putusan
Nomor0118/Pdt.G/2013/PAJS )”, Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam,
Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. ix +
54halaman+halaman lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui dasar hukum yang
digunakan oleh majelis hakim dalam memutuskan perkara ini yang sesuai dengan
Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), penyebab gugat
cerai istri ini adalah karena intervensi orang tua sang suami. Yang didalam Undang-
undang Perkawinan dan KHI tidak disebut secara jelas kata “intervensi atau pun ikut
campur”.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menekankan pada kualitas
dengan pemahaman deskriptif pada putusan tersebut. Pendekatan yang penulis
lakukan menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan melihat objek hukum
berkaitan dengan undang-undang. Adapun bahan hukum yang dipakai adalah bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun pengelolaan bahan hukum
dilakukan dengan cara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan
yang bersifat umum terhadap permasalahan yang konkret yang dihadapi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim dalam memutus perkara
perceraian ketika alasan perceraian terutama terkait dengan intervensi tidak diatur
dalam undang-undang maupun peraturan lainnya, maka hakimmelandaskan putusan
berdasarkan poin-poin lain yang berkaitan pada putusan tersebut.
Kata Kunci : Perceraian, Intervensi.
Pembimbing : Drs.H.A.Basiq Djalil, S.H, M.A
Daftar Pustaka : Tahun 1980 s.d. Tahun 2011
v
KATA PENGANTAR
Segala puji, dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufik, hidayat dan rahmatnya kepada seluruh hambanya.
Shalawat serta salam semoga tercurah pada junjungan Nabi Muhammad
SAW, keluarga dan para sahabatnya serta kaum muslimin yang senantiasa
mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan
karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
sebagai ungkapan rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan
terimakasih kepadaBapak:
1. Dr. H. JM. Muslimin, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H.A. Basiq Djalil, S.H, M.A, selaku ketua Jurusan Prodi SAS
sekaligus Dosen pembimbing skripsi, dan Ibu Hj. Rosdiana, M.A
selaku sekretaris jurusan SAS yang telah memberikan motivasi dan
dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag, M.Ag, Selaku Dosen Pembimbing
Akademik dan seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, tidak lupa juga kepada staf perpustakaan,
karyawan.
4. Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menjadi objek penelitian
skripsi ini yang telah membantu dalam memberikan informasi yang
dibutuhkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Kepada kedua orang tua Ayahanda tercinta Nico Irianno Sterro
Dekock dan Ibunda tersayang Sri Miharti, sujud abdiku kepada kalian
atas doa, pengorbanan dan memberikan motivasi terbesar kalian
selama ini, “allahummagfirlii waliwalidayya warhamhuma kama
rabbayani sogiro”. Adikku tersayang Farah Monica Septyana Dekock
dan Caesiovita Indah Virandani, serta saudara-saudaraku yang selalu
memberi support.
vi
6. Seluruh teman AKI angkatan 2010 yang terkasih Mirza Vahlepi,
Syukron, Adi Guna, Iqbal Warats, Lala, Novita, Lukman, Azhar, Dea,
Abim, Dini, Dira, Salmi, ika dan lainnya yang tidak bisa disebutkan
satu persatu dan seluruh keluarga SAS Angkatan 2010 dan juga 2011
yang tak pernah lelah menyemangati dan membantu dalam kelancaran
penulisan skripsi ini.
7. Yang tersayang, Mohamadiqbal “uchil”, Opah dan Omah sekeluarga
terimakasih atas bimbingan, ilmu dan supportnya.
8. Keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang
telah berbagi ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun
telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan
skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan
sebagai rujukan penyusunan skripsi lainnya di masa mendatang. Penulis pun
sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini
selanjutnya.
Ciputat, 15April 2014
Penulis
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI. .................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................................... vii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................................................... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................................... 11
D. Metode Penelitian............................................................................................... 12
E. Kerangka Teori................................................................................................... 13
F. Review Studi Terdahulu ..................................................................................... 15
G. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 16
BAB II :PERCERAIAN DAN KEDUDUKAN ORANG TUA
A. Pengertian Perceraian ......................................................................................... 18
B. Dasar Perceraian................................................................................................. 20
C. Jenis dan Alasan Perceraian ............................................................................... 21
D. Akibat dan Hikmah Perceraian .......................................................................... 25
E. Kedudukan Orang tua DalamKeluargaAnak ..................................................... 28
BAB III: PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
A. Sejarah Singkat Pengadilan ................................................................................ 31
B. Letak Geografis Pengadilan ............................................................................... 37
C. Struktur Organisasi Pengadilan .......................................................................... 39
BAB IV: ANALISIS PUTUSAN
A. Duduknya Perkara .............................................................................................. 42
viii
B. Pertimbangan Majelis Hakim ............................................................................. 44
C. Analisis Penulis .................................................................................................. 47
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 51
B. Saran ................................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 54
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Surat Bimbingan Skripsi ............................................................................... 56
2. Surat Wawancara ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan ........................ 57
3. Salinan Putusan Nomor 0118/Pdt.G/2013/PAJS ......................................... 58
4. Surat Hasil Wawancara ................................................................................. 68
5. Pedoman Wawancara .................................................................................... 69
6. Hasil Wawancara ...........................................................................................
7. Dokumentasi ...................................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, makhluk yang lebih dimuliakan dan
diutamakan Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah
menetapkan adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan aturan-aturan
yang tidak boleh dilanggar, manusia tidak boleh berbuat semaunya. Allah tidak
membiarkan manusia berbuat semaunya seperti binatang, kawin dengan lawan jenis
semau-maunya, atau seperti tumbuh-tumbuhan yang kawin dengan perantara angin.
Allah memberikan batas dengan peraturan-peraturanNya, yaitu dengan syari’at yang
terdapat dalam KitabNya dan Hadits Rasulnya dengan hukum-hukum perkawinan,
misalnya mengenai meminang sebagai pendahuluan perkawinan, tentang mahar atau
mas kawin, yaitu pemberian seorang suami kepada isterinya sewaktu akad nikah atau
sesudahnya.1
Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, hidup berpasang-
pasangan adalah naluri segala makhluk Allah termasuk manusia, maka setiap diri
akan cenderung untuk mencari pasangan hidup dari lawan jenisnya untuk menikah
dan melahirkan generasi baru yang akan memakmurkan kehidupan dimuka bumi ini.
1 H. S. A. Alhamdani, Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1985), h. 15-16.
2
Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat
manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina
sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan umat masyarakat. Dalam rumah
tangga berkumpul dua insan yang berlainan jenis (suami istri), mereka saling
berhubungan agar memperoleh keturunan sebagai penerus generasi. Insan-insan yang
berada dalam rumah tangga itulah yang disebut “keluarga”. Keluarga yang dicita-
citakan dalam ikatan perkawinan yang sah adalah keluarga sejahtera dan bahagia
yang selalu mendapat ridha dari Allah SWT.
Perkawinan yang dibangun dengan cinta yang semu (tidak lahir batin), maka
perkawinan yang demikian itu biasanya tidak berumur lama dan berakhir dengan
suatu perceraian. Apabila perkawinan sudah berakhir dengan suatu perceraian maka
yang menanggung akibatnya adalah seluruh keluarga yang biasanya sangat
memprihatinkan.2
Manusia dan segala alam lainnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Pencipta.
Makhluk yang mempunyai nyawa (roh) dapat dibagi kepada 3 bagian :
1. Makhluk nabati (tumbuh tumbuhan)
2. Makhluk hewani (segala binatang)
3. Makhluk insani (manusia yang mempunyai akal).
2 Abdul Manan, Aneka masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana
Media Group, 2008), h. 2.
3
Semua makhluk tersebut terdiri dari dua jenis yang berpasang-pasangan. Bagi
alam nabati dan hewani, ada jenis jantan dan betina dan pasa alam insani, ada
jenis pria dan wanitanya. Adapun hikmah agar diciptakan oleh Tuhan segala jenis
alam atau makhluk itu berpasang-pasangan yang berlainan bentuk dan sifat,
adalah agar masing-masing jenis saling butuh membutuhkan, saling memerlukan,
sehingga dapat hidup berkembang selanjutnya.
Inilah ayat di dalam Al Quran yang menerangkan bahwa manusia itu
diciptakan berasal dari satu jenis, satu jiwa dan dari dirinya itu lahir pula seorang
pasangnya dari jenis wanita untuk teman hidupnya, untuk melahirkan
keturunannya yang akan berkembang biak kelak.
Untuk mempertegas keterangan tersebut, pada surat Ar-Rum, yang
menyatakan:
(Ar-Rum : 21)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir”.3
3 Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1994), h. 2.
4
Dalam UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada pasal 1 dijelaskan
bahwa : “ Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dalam Kompilasi Hukum Islam Tentang Dasar-Dasar Perkawinan pada pasal
2 dijelaskan bahwa: “Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu
akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
Ulfatmi dalam bukunya mengatakan bahwa keluarga adalah multibodied
organism, organism yang terdiri dari banyak badan. Keluarga adalah satu kesatuan
(entity) atau organism, mempunyai komponen-komponen yang membentuk organism
keluarga itu. Komponen-komponen itu adalah anggota keluarga.
Melihat pengertian keluarga di atas, nampaknya para ahli ada yang
menerjemahkan keluarga dalam arti sempit dan ada yang menerjemahkan dalam arti
luas. Dalam arti sempit pengertian keluarga didasarkan pada hubungan darah yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak, yang disebut dengan keluarga inti. Sedangkan dalam
arti yang luas, semua pihak yang ada hubungan darah sehingga tampil sebagai clan
atau marga yang dalam berbagai budaya setiap orang memiliki nama kecil dan nama
keluarga atau marga.
Sementara itu arti keluarga dalam hubungan sosial tampil dalam berbagai
jenis, ada yang dikaitkan dengan wilayah geografis dari mana mereka berasal, ada
5
yang dikaitkan dengan silsilah, lingkungan kerja, mata pencaharian, profesi dan
sebagainya.4
Alangkah baiknya bagi yang sudah berumah tangga atau yang akan
menempuhnya dapat mengetahui dan memahami tujuan dari suatu perkawinan atau
tujuan dalam hidup berumah tangga, yang pada abad modern ini justru semakin
dikaburkan, dijauhkan oleh generasi yang katanya telah mengenyam pendidikan.
Memang hanya segelintir generasi muda yang telah mengacak-acak dan
menjauhkan arti sesungguhnya tujuan dari suatu perkawinan (pernikahan), dan
mereka pada umumnya juga melanggar aturan-aturan yang telah digariskan oleh
agama. Karena memang mereka telah jauh meninggalkan ajaran-Nya. Tetapi justru
yang segelintir inilah jika didiamkan akan merusak generasi sekarang dan yang akan
datang.
Apa yang membuat mereka begitu, yaitu karena iman mereka telah keropos
atau rapuh, akibat dari terbawa arus kemodernan yang memang memuja hidup dalam
kebebasan. Mereka alergi untuk mengikuti aaturan-aturan yang sudah ditentukan oleh
agama, bagi mereka hidup dalam kebebasan itu lebih nikmat karena tanpa ikatan dan
peraturan.5
4 Ulfatmi, Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam (Studi Terhadap Pasangan Yang
Berhasil Mempertahankan Keutuhan Perkawinan di Kota Padang), (Jakarta : Kementrian Agama RI,
2011), h.19-20.
5 Hartono Ahmad Jaiz, Mulyawati Yasin, Ragam Berkeluarga; Serasi Tapi Sesat, (Jakarta:
Pustaka Al Kautsar,1995), h.45-46.
6
Rumah tangga adalah amanah bersama, yang seharusnya dijadikan sebagai
acuan awal ketika menempatkan masalah rumah tangga sebagai sentral pembinaan
bersama didalamnya apabila terjadi suatu problematika kehidupan dalam rumah
tangga, hal itu dikarenakan masing-masing pihak diantara mereka tidak bisa
memenuhi amanah tersebut.
Dalam kehidupan rumah tangga mungkin terjadi sesuatu hal yang tidak dapat
dihindari, yang menyebabkan perkawinan itu tidak mungkin dipertahankan. Untuk
selanjutnya diatur pula hal-hal yang menyangkut putusnya perkawinan dan akibat-
akibatnya.6
Dalam menjalankan perkawinan suatu keluarga harus dijalani dengan konsep
mawaddah wa rahmah, saling cinta mencintai, saling mengasihi, saling memberi dan
menerima, saling terbuka.
Terkadang, dalam menjalankan bahtera rumah tangga itu tidak selalu mulus,
pasti ada kesalahfahaman, kekhilafan, dan pertentangan. Percekcokan dalam
menangani permasalahan keluarga ini ada pasangan yang dapat mengatasinya namun
ada juga yang tidak.
Talak merupakan persoalan yang serius, untuk itu butuh keseriusan untuk
memutuskannya. Islam hanya mengijinkan perceraian karena tidak ada jalan lain
untuk keluar dari lingkaran ketegangan yang terus menerus dalam rumah tangga.
6 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : Prenada Media, 2006),
h.19-20.
7
Perceraian atau yang dalam bahasa Arabnya “talak” merupakan isim masdar
dari yang artinya melepaskan, membebaskan atau meninggalkan. Menurut istilah
perceraian adalah: melepas tali perkawinan pada waktu sekarang atau pada waktu
yang akan datang. Secara singkat, perceraian didefinisikan sebgai melepas tali
perkawinan dengan kata talak atau yang sepadan artinya dengan talak.
Perceraian dalam hukum positif ialah: suatu keadaan dimana antara suami dan
istri telah terjadi ketidakcocokan batin yang berakibat pada putusnya suatu
perkawinan, melalui putusan pengadilan setelah tidak berhasil didamaikan.7
Tidak ada suami istri yang secara lengkap dan sempurna kompatibel. Bila
mana saudara mencari jodoh yang cocok dalam segala-galanya dengan saudara
sendiri, saudara boleh mencari seumur hidup dan akhirnya tidak mendapatkannya dan
menjadi bujangan tua. Suami istri yang berbahagia ada saja perbedaan-perbedaannya,
tetapi tidak banyak dan tidak mengenai perkara-perkara yang sangat fundamental,
seperti iman, pandangan hidup dan arah hidup (way of life) yang ingin
diselenggarakan.8
Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat ditempuh suami istri dalam
mengakhiri ikatan perkawinan setalah mengadakan upaya perdamaian secara
7 Yayan sopyan, Islam-Negara (transformasi hukum perkawinan Islam dalam hukum
nasional), (jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) h.172-174.
8 Dep. Agama RI, Pedoman Konselor keluarga sakinah, (jakarta: Direktorat jenderal BIMAS
islam dan penyelenggaraan haji, 2001), h.142.
8
maksimal. Perceraian dapat dilakukan dengan kehendak suami atau permintaan istri.
Perceraian yang dilakukan atas permintaan istri disebut cerai gugat.
Salah satu masalahnya datang dari pihak keluarga, yaitu adanya ikut campur
dari orang tua ke kehidupan anaknya. Yang mengakibatkan ketidakharmonisan atau
tidak ada keselarasan antara anak dan orang tuanya. Peristiwa seperti ini sangat amat
disayangkan karena pernikahan yang pada awalnya didasari dari ikatan suci dan
dipupuk dengan rasa kepercayaan hancur begitu saja karena hilangnya unsur-unsur
tersebut.
Ini merupakan salah satu yang banyak terjadi di masyarakat, dalam beberapa
segi atau hal adanya turut campur atau (intervensi) tidak selalu menghasilkan hal
positif, justru dalam kenyataan sosial tidak sedikit perceraian yang terjadi karena
turut campur (intervensi) keluarga, orang tua maupun teman-teman.
Salah satu kenyataan sosial adalah seorang istri yang menggugat cerai
suaminya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan nomor perkara:
0118/Pdt.G/2013/PA JS. Pada putusannya hakim Jakarta Selatan mengesahkan
perceraian yang disebabkan oleh adanya turut campur (intervensi) orang tua.
Kasus ini bertentangan dengan putusnya perceraian dalam Kompilasi Hukum
Islam pada Pasal 116 Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
9
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lain di luar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayan berat yang
membahayakan pihak yang lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
g. Suami melanggar taklik talak;
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Di lihat dari latar belakang yang ada, ditakutkan akan ada kasus-kasus
semacam ini di ranah masyarakat dikarenakan kelalaian hakim dalam mengutus suatu
perkara. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan
mencoba menganalisis putusan majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan dalam karya
ilmiah yang berbentuk skripsi yang berjudul “PERCERAIAN AKIBAT
10
INTERVENSI ORANG TUA” (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Selatan No. 0118/Pdt.G/2013/PA JS).
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas dan untuk
mempertajam pembahasan maka penulis akan membatasi masalah tentang
kewenangan orang tua terhadap keluarga anak dan mengetahui apa alasan hakim
dalam memutuskan perkara
2. Perumusan Masalah
Menurut Peraturan tidak ada dinyatakan Intervensi orang tua merupakan
sebab perceraian namun pada kenyataannya hakim Pengadilan Agama memutuskan
perkara perceraian yang berdasarkan intervensi orang tua.
Rumusan masalah tersebut, penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut :
1. Sejauhmana Intervensi Orang Tua terhadap keluarga anak yang
berakibat terjadinya Perceraian?
2. Dasar Hukum apa yang digunakan Hakim Pengadilan Agama dalam
memutuskan Perkara Perceraian Tersebut?
11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui intervensi orang tua terhadap keluarga anak yang
berakibat terjadinya perceraian.
2. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar hukum yang dipakai
Hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan Perkara Perceraian
tersebut.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk membuat sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi, yang
merupakan salah satu persyaratan mendapat gelar Sarjana Syariah
(S.Sy) yang telah ditentukan oleh Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, bagi mahasiswa dan mahasiswi yang akan
menyelesaikan studinya di Fakultas Syariah dan Hukum khususnya
Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam.
2. Untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu agama terutama
yang berkaitan dengan masalah yang sedang di bahas ini.
12
D. Metode Penelitian
Untuk memudahkan dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini penulis
menggunakan beberapa data dan metode. Adapun data yang digunakan:
1. Data Prime, yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan/suatu
organisasi secara langsung melalui objeknya. Pada skripsi ini penulis menggunakan
putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi
berupa publikasi. Pada skripsi ini penulis menggunakan buku-buku yang terkait,
koran, media elektronik dan lain-lain.
Sedangkan metode yang digunakan diantaranya:
1. Metode Pengumpulan Data
a. Riset perpustakaan , yaitu penelitian yang dilakukan dengan bantuan
bermacam-macam materi yang terdapat diruang perpustakaan
b. Riset Lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan sesuai dengan
kehidupan sebenarnya, dengan menentukan obyek penelitian yaitu
Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
2. Metode Interview
Interview adalah Cara pengumpulan data yang dilakukan dengan
bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber utama
data. Dalam interview ini penulis menggunakan interview terstruktur
13
maksudnya adalah penulis membawakan kerangka-kerangka
pertanyaan untuk disajikan kepada Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Selatan.
3. Metode Observasi
Observasi adalah Pengamatan-pengamatan dan pencatatan-pencatatan
dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki. Di sini
penulis hanya melakukan pengamatan terhadap obyek yaitu Hakim
Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
4. Metode Penulisan
Dari data-data yang di peroleh di atas, kemudian disusun secara teratur
dan sistematis lalu dianalisis secara kualitatif, dengan demikian jenis
penelitian dalam karya ilmiah ini adalah penelitian. Adapun teknik
penulisan, penulisan menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2012”.
E. Kerangka Teori
Allah telah membekali syariat dan hukum-hukum islam agar dilaksanakan
manusia dengan baik, guna mencapai kehidupan yang bahagia dan terhindar dari
ketimpangan dan penyimpangan.
14
Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekedar pada batas pemenuhan
nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting
yang berkaitan dengan sosial, psikolog dan agama.
Suami-isteri dalam ajaran Islam tidak boleh terlalu cepat mengambil
keputusan bercerai, karena benang kusut itu sangat mungkin disusun kembali.
Walaupun dalam ajaran Islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun
perceraian adalah suatu hal yangh meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh
Nabi.9
Di dalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 19 dinyatakan hal-hal yang
menyebabkan terjadinya perceraian.
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lain di luar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun
atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayan berat
yang membahayakan pihak yang lain.
9 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta:
Prenada Media, 2004), h. 97.
15
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau
isteri;
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
g. Suami melanggar taklik talak;
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.10
F. Review Studi Terdahulu
Untuk memudahkan dan meyakinkan pembaca bahwa penulis tidak
melakukan plagiasi atau duplikasi maka penulis menjabarkan review studi terdahulu
dalam bentuk table berikut ini:
1. Faktor Ekonomi Sebagai Alasan Perceraian yang ditulis oleh Surya
Parma Batu Bara/Sas/Peradilan Agama/Fsh/s1/2008
Dalam skripsi ini yang ditulis oleh Surya Parma Batu Bara
berusaha menjelaskan faktor-faktor perceraian yang diakibatkan
karena ekonomi.
10
Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum
Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI),( jakarta: Kencana, 2004), h. 218-219
16
2. Perceraian Akibat Poligami (Studi Kasus Pengadilan Agama
Jakarta Selatan) yang di tulis oleh Shonifah Albani/Sas/Peradilan
Agama/Fsh/s1/2006
Dalam skripsi ini yang ditulis oleh Shonifah Albani berusaha
menjelaskan tentang perceraian yang di akibatkan oleh orang
ketiga, sehingga terjadi atau adanya perceraian.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memberikan gambaran mengenai hal
apa saja yang akan dilakukan maka secara garis besar gambaran tersebut dapat dilihat
melalui sistematika skripsi berikut ini:
BAB KESATU berisi, Pendahuluan yang akan memberikan gambaran umum
dan menyeluruh tentang skripsi ini dengan menguraikan tentang Latar Belakang
Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Metode Penelitian, Kerangka Teori, Riview Studi Terdahulu dan Sistematika
Penulisan.
BAB KEDUA berisi, Pengertian Perkawinan, Pengertian Perceraian,
Pengertian Orang Tua.
BAB KETIGA berisi, Gambaran Umum Pengadilan Agama Jakarta Selatan,
Letak Geografis dan Demografi Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Tugas dan Fungsi
Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
17
BAB KEEMPAT berisi, Pandangan Hakium Pengadilan Agama Jakarta
Selatan mengenai perceraian, Wawancara Hakim dan Tokoh Agama Jakarta Selatan,
Analisis terhadap Perceraian yang diakibatkan oleh intervensi orangtua.
BAB KELIMA berisi, Penutup, Kesimpulan, Saran-saran.
18
BAB II
PERCERAIAN DAN KEDUDUKAN ORANG TUA
A. Pengertian Perceraian
Hidup dalam hubungan perkawinan itu merupakan sunnah Allah dan sunnah
Rasul. Itulah yang dikehendaki oleh islam. Sebaliknya melepaskan diri dari
kehidupan perkawinan itu menyalahi sunnah Allah dan sunnah Rasul dan menyalahi
kehendak Allah menciptakan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah.
Meskipun demikian, bila hubungan pernikahan itu tidak dapat lagi dipertahankan
dan kalau dilanjutkan juga akan menghadapi kehancuran dan kemudaratan, maka
islam membuka pintu untuk terjadinya perceraian. Dengan demikian, pada dasarnya
perceraian atau thalaq itu adalah sesuatu yang tidak disenangi yang dalam istilah
ushul fiqh disebut makruh. 11
Talak menurut bahasa berarti perpisahan dan melepaskan. Menurut syara’
melepaskan ikatan suami istri yang sah oleh pihak suami dengan lafal tertentu atau
yang sama kedudukannya seketika itu atau masa mendatang. Talak juga merupakan
perbuatan Halal yang Dibenci Allah.
Dari Ibnu Umar dari Nabi Saw., beliau bersabda:
اب غض الالل عند اهلل الطالق
11
Amir syarifuddin, hukum perkawinan islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-undang Perkawina, (Jakarta: Kencana, 2007), h.199
19
“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah swt. adalah Talak.”
Hadis ini menunjukkan bahwa tidak setiap perbuatan halal itu disukai, tetapi ada
sesuatu yang disukai dan ada yang dibenci. Sedangkan islam sangat menginginkan
ketenangan hidup suami istri dan melindungi kerusakan serta meraih cinta dan
pergaulan yang baik. Wanita yang meminta talak karena mengharapkan suatu
kehidupan yang direncanakan lebih baik, maka ia berdosa dan bau surga haram
baginya.12
Perceraian bukanlah produk baru islam, Ia sudah ada sebelum Islam lahir.
Masyarakat arab jahiliyah telah mempraktikkannya, walau akibat dari perceraian itu
merugikan perempuan. Tradisi perceraian pada jaman Jahiliyah yang bersambung
pada masa permulaan islam. Seperti yang kita ketahui bahwa hukum islam diturunkan
secara bertahap. Salah satu hikmahnya agar apa yang telah diturunkan menjadi
mantap dan dilaksanakan. Dengan turunnya ayat tentang batasan-batasan jumlah talak
yang boleh dirujuk di atas, maka berakhirlah bilangan talak yang tidak terbatas itu.13
Perjanjian (ikatan) yang demikian kuat kokohnya, tidaklah layak dirusak atau
disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekan hubungan perkawinan ataupun
12
Ibrahim Muhammad Al-jamal, Fiqih Muslimah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 279
13 Yayan Sopyan, Islam-Negara:Hukum Perkawinan Islam dalam UU Perkawinan, (Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.174-175
20
melemahkannya, adalah suatu perbuatan yang dibenci islam, karena ia merusak
kebaikan dan menghilangkan kemashlahatan antara suami isteri. 14
Karena itu, setiap usaha untuk merusak perkawinan itu adalah dibenci oleh islam,
sebab ia telah merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri
dan anak-anak.15
B. Dasar Perceraian
Di dalam Al-Qur’an memang tidak ada ayat yang menyuruh atau melarang Talak,
namun hanya mengatur bagaimana bila talak terjadi. Ayat-ayat yang mengatur
perceraian seperti berikut:
(QS. An-Nisa’:35)
Artinya : dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka
kirimlah seorang hakam (juru pendamai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Argumentasi lain yang menyatakan bahwa hukum asal dari perceraian makruh
adalah perkawinan adalah nikmat Allah. Dan manusia haram untuk mengingkari
14Majelis Muzakarah Al Izhar. Islam dan masalah-masalah kemasyarakatan. (Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1983). h.170-171
15 Abdul qadir djaelani. Keluarga Sakinah.(Surabaya. PT. Bina Ilmu, 1995). h. 316
21
nikmat Allah. Oleh karena itu, ketika terjadi perceraian dapat diartikan sebagai
bentuk pengingkaran terhadap nikmat Allah. Perceraian hanya boleh dilakukan dalam
keadaan terpaksa.16
Di Indonesia perceraian diatur dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 pada
pasal 38-41. Pada pasal 38 Undang-undang No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa
perkawinan dapat putus karena :
a. kematian
b. perceraian, dan
c. atas putusan Pengadilan
Hal ini sama dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 113.
Di dalam Undang-undang Indonesia perceraian dibedakan antara atas kehendak
suami dan atas kehendak istri. Hal ini dikarenakan karakteristik hukum islam dalam
perceraian memang menghendaki demikian, sehingga proses penyelesaiannyapun
berbeda. Namun hal ini harus dilakukan di depan pengadilan seperti pada pasal 115
Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.17
16 Yayan Sopyan, Islam-Negara: Hukum Perkawinan Islam dalam UU Perkawinan, (Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.179
17 Kompilasi Hukum Islam. Citra Umbara. 2011. h. 268
22
C. Jenis Dan Alasan Perceraian
1. Jenis Perceraian
a. Cerai Talak (Suami yang Bermohon untuk Bercerai)
Seorang suami yang akan menalak istrinya mengajukan permohonan kepada
pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat termohon. Dalam
permohonan tersebut dimulai identitas para pihak, yaitu pemohon (suami) dan
termohon (istri) yang meliputi: nama, umur dan tempat kediaman serta alasan-alasan
yang mendasari terjadinya cerai talak.
Pemeriksaan permohonan tersebut dilaksanakan oleh Majelis Hakim selambat-
lambatnya 30 hari setelah berkas atas surat permohonan didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Agama.18
Apabila suami yang mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mennceraikan
istrinya, kemudian sang istri menyetujuinya disebut cerai talak. Hal ini diatur dalam
pasal 66 UUPA. Sesudah permohonan cerai talak diajukan ke Pengadilan Agama,
Pengadilan Agama melakukan pemeriksaan mengenai alasan-alasan yang menjadi
dasar diajukannya permohonan tersebut. Pertama pemeriksaan permohonan cerai
talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lamabatnya 30 (tiga puluh) hari. Hal
ini diatur dalam pasal 68 UUPA dan pasal 131 KHI.
Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat
Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua
18
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011), h. 77
23
dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isttri, dan helai keempat disimpan
oleh Pengadilan Agama.
b. Cerai Gugat (Istri yang Bermohon untuk bercerai)
Cerai gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat permohonan
yang diajukan oleh istri ke Pengadilan Agama, yang kemudian termohon (suami)
menyetujuinya, sehingga pengadilan Agama mengabulkan permohonan dimaksud.
Oleh karena itu, khulu’ seperti yang telah diuraikan pada sebab-sebab putusnya ikatan
perkawinan termasuk cerai gugat. Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas
permintaan istri dengan memberikan tebusan atau uang iwad kepada dan atas
pertujuan suaminya.
Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-
lambatnya 30 hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Agama.19
Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, dan untuk hal penggugat dan
tergugat bertempat kediaman di luar negri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau ke
19
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h.78
24
Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Hal ini sesuai dengan yang sebagaimana diatur
dalam Pasal 73 UUPA.20
2. Alasan Perceraian (Talaq)
a. Suami dapat mengajukan gugatan ke pengadilan ketika sang istri
melalaikan kewajiban, ini sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1974 Pasal
34 ayat (3).
b. Ketika salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi dan lain-lain maka pihak yang lain bisa mengajukan gugatan
perceraian, ini sesuai dengan PP No.9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf a
dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf a.
c. Ketika salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama 2 Tahun
berturut-turut tanpa izin dan alasan yang sah maka berhak di gugat, ini
sesuai dengan PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf b dan Kompilasi
Hukum Islam Pasal 116 huruf b.
d. Ketika salah satu pihak Permohonan melakukan penganiayaan berat
yang membahayakan pihak lain, ini sesuai dengan PP No. 9 Tahun
1975 Pasal 19 huruf d dan Kompilasi Hukum Islam pasal 116 huruf a.
e. Ketika salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya,
20
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 80-82
25
ini sesuai dengan PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf e dan
Kompilasi Hukum Islam Pasal 166 huruf e.
f. Ketika kedua belah pihak terus menerus berselisih atau bertengakar,
ini sesuai dengan PP No.9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf f dan Kompilasi
Hukum Islam Pasal 166 huruf f.21
Selain itu Imam Mazhab: Malik, Syafi’y dan Ahmad bin hanbal juga
menetapkan bahwasanya kantor Pengadilan boleh menjatuhkan Thalaq secara
fasakh karena suami tidak memberikan nafkah, dengan mengambil alasan
Firman Allah swt:
Artinya: Dan janganlah kamu menahan istri-istri kamu itu dengan maksud untuk
membiarkan mereka itu menderita, karena dengan demikian berarti kamu
menganiaya mereka. (Q.S Al Baqarah, 231)22
D. Akibat dan Hikmah Perceraian
1. Akibat Perceraian
Akibat hukum yang muncul ketika putus ikatan perkawinann antara seorang
suami dengan seorang istri dapaat dilihat beberapa garis hukum, baik yang tercantum
dalam Undang-undang Perkawinan maupun yang tertulis dalam KHI. Berikut jenis
akibat perceraian:
a. Akibat Cerai Talak
21
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 85-87
22 Mustafa As-Siba’y, Wanita diantara Hukum Islam dan Perundangan-undangan, (Jakarta:
Bintang Bulan, 1980), h. 201-203
26
Ikatan perkawinan yang putus karena suami mentalak istrinya mempunyai
beberapa akibat hukum, maka bekas seuami wajib memberika mut’ah (sesuatu yang
layak kepada berkas istrinya, member nafkah, makan dan kiswah (tempat tinggal dan
pakaian), melunasi mahar apabila masih terhutang, memberikan biaya hadhanah
untuk anak yang belum mencapai umur 21 Tahun. Ini sesuai dengan ketentuan Pasal
149 KHI yang bersumber dari Surah Al-Baqarah ayat 235 dan 236.
b. Akibat Cerai Gugat
Cerai gugat didasarkan hadis Nabi Muhammad saw.:
طلقن و سقا ء وحجرى لو حواءوان ابا ه ان امر أة قا لت يا رسول اهلل إن ابن ىذا كانت بطن لو و عا ء وثد ب ل م انت احق بو مال ت نكحى )رواه امحد وابوداود(وارادان ي نزعو منى ف قال لارسول اهلل صلع
Seorang perempuan berkata Rasullah saw.: “Wahai Rasulullah saw. Saya yang
mengandung anak ini, air susuku yang diminumnya, dan di balikku tempat
kumpulnya (bersamaku), ayahnya telah menceraikanku dan ia ingin memisahkannya
dariku”, maka Rasulullah saw. bersabda: “kamu lebih berhak (memelihaaranya,
selama kamu tidak menikah”. (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim
mensahihkannya)23
Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya,
kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya diganti oleh Wanita-
wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu, Ayah, Wanita-wanita dalam garis lurus ke
atas dari ayah, Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan, Wanita-wanita dari
kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu, Wanita-wanita dari kerabat sedarah
menurut garis samping dari ayah. ketika sang anak sudah mumayyiz, anak berhak
memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya. Biaya hadhanah dan
23
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h.77
27
nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya
sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 Tahun). Pengadilan
dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk
pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya. Ini sesuai dengan
Pasal 156 KHI.24
2. Hikmah Perceraian
Pada Prinsipnya, kehidupan rumah tangga harus didasari oleh mawwadah,
rahmah dan cinta kasih. Yaitu bahwa suami istri harus memerankan peran masing-
masing, yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Jika kedua-duanya sudah
tidak lagi saling mempedulikan satu dengan yang lainnya serta sudah tidak
menjalankan tugas dan kewajibannnya masing-masing, kemudian keduanya berusaha
memperbaiki namun tidak kunjung berhasil pula, maka pada saat itu, talak adalah
kata yang paling tepat seakan-akan ia merupakan setrika yang didalamnya terdapat
obat penyembuh, namun ia merupakan obat yang paling akhir diminum. Seandainya
islam tidak memberikan jalan menuju talak bagi suami istri dan tidak membolehkan
mereka untuk bercerai pada saat yang sangat kritis, niscaya hal itu akan
membahayakan bagi pasangan tersebut. Dan hal itu pasti akan berakibat buruk
24 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h.79
28
terhadap anak-anak dan bahkan akan mempengaruhi kehidupan mereka. Karena, jika
pasangan suami istri mengalami kegoncangan, maka anak-anak mereka pun pasti
menderita dan menjadi korban. 25
Dari mereka itu akan lahir masyarakat yang dipenuhi dengan kedengkian, iri
hati, kezhaliman, hidup berfoya-foya dan berbuat hal-hal yang negatif sebagai bentuk
pelampiasan dan pelarian diri dari kenyataan hidup yang mereka alami. Bagi mereka,
rumah itu tidak lain hanyalah seperti penjara yang menjengkelkan dan menyebalkan,
yang menyebabkan seluruh penghuninya lari menjauh agar tidak terperangkap ke
dalam kebencian, adu domba, kesengsaraan dan kesedihan.
Pada saat itu, talak merupakan satu-satunya jalan yang paling selamat. Talak
merupakan pintu rahmat yang selalu terbuka bagi setiap orang, dengan tujuan agar
tiap-tiap suami istri malu, berintrospeksi diri dan memperbaiki kekurangan dan
kesalahan. Orang-orang yang menolak adanya talak telah menutup semua pintu bagi
pasangan suami istri jika rumah tangga mereka sedang goyang dan dalam keadaan
kritis. Maka dengan demikian sebenarnya mereka telah membunuh perasaan cinta,
hati nurani dan kemanusiaan dalam diri mereka. Ketika semua pintu penyelamatan
yang halal bagi suami istri itu di tutup, maka masing-masing akan mencari jalan yang
tidak layak dan tidak pula dibolehkan sehingga mereka terjerumus ke dalam hal-hal
25
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 205
29
yang diharamkan. Hal semacam itu yang mengakibatkan mereka lupa dengan istri
dan anak-anak mereka.26
E. Kedudukan Orangtua Dalam Keluarga Anak
Islam mempunyai suatu karakter sosial yang mendasar, dan keluarga adalah
inti masyarakatnya. Islam cenderung memandang keluarga sebagai sesuatu yang
mutlak baik dan mendekati suci.
Di samping memberikan ketentraman dan dukungan timbal balik dan saling
pengertian antara suami istri, fungsi yang jelas dari keluarga adalah memberikan
saluran cultural dan legal yang dapat diterima dalam memuaskan naluri seksual
maupun untuk membesarkan anak sebagai generasi baru.27
Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun
dalam masyarakat pengertian orang tua adalah orang yang melahirkan kita yaitu
bapak dan ibu. Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita ke dunia ini juga mengasuh
dan yang telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Karena orang tua adalah kehidupan rohani
anak dan yang telah memperkenalkan anaknya kepada alam dan kehidupan luar,maka
26
Syaikh Hasan Ayyub. Fikih Keluarga. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006). h.206
27 Mardani. Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern. (Yohyakarta: Graha Ilmu,
2011), h.33
30
setiap emosi dan reaksi anak dan pemikirannya dikemudian hari terpengaruh oleh
sikapnya terhadap orang terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu. 28
Semua agama menempatkan kedudukan orang tua pada tempat yang
terhormat. Hal ini sungguh pada tempatnya, karena tiada seorangpun yang nuraninya
bisa mengingkari pengorbanan dan jasa tanpa batas dari orang tua mereka. Selama
Sembilan bulan ibu mengorbankan nyawanya sendiri demi anak yang dikandung.
Pada saat melahirkan betapa ibu sangat menderita. Ia tidak memikirkan nyawanya
sendiri. Harapan satu-satunya ialah: “semoga anakku lahir dengan selamat”.29
Orangtua ditempatkan pada kedudukan tertinggi sehubungan dengan kasih
sayang dan ketulusan oleh anak-anak mereka. Dibeberapa tempat, Al-Qur’an
menempatkan kasih sayang (ihsan) pada orangtua langsung setelah iman kepada
Allah.
Yang terpenting dalam hubungan orang tua dan anak adalah kewajiban orang tua
dalam memberikan nafkah. Selama anak ini belum dewasa, orang tua wajib memberi nafkah
dan penghidupan kepada anak itu. Artinya ketika anak sudah berkeluarga, orang tua sudah
tidak wajib lagi dalam memberikan nafkah dan penghidupan kepada anakya, karena seorang
anak yang sudah berkeluarga sudah dikatakan dewasa, dan seorang anak yang sudah
berkeluarga apabila seorang istri menjadi tanggungan suaminya.
28
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Citra Umbara,Bandung)
29 Hendi suhendi, Pengantar Studi Sosial Keluarga, (Bandung: Pustaka Setia,2001), h.45-48
31
Kewajiban anakpun sebenarnya tidak hilang ketika seorang anak ini sudah dewasa
dan mempunyai keluarga sendiri, namun kedudukan orang tua terhadap anak yang berubah.
Karena ketika anak itu sudah berkeluarga mereka sudah mempunyai kewajiban terhadap
keluarganya sendiri. Oleh karena itu kedudukan orang tua terhadap anak yang sudah
mempunyai keluarga hanyalah sebatas antara orang tua dan anak, atau orang tua hanya
sebatas sebagai penasihat dan menjadi pembimbing dalam keluarga anaknya jika memang
dibutuhkan.30
30
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (PT: Bina Ilmu,1998), h. 221
32
BAB III
PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama
Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan surat keputusan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963. Pada mulanya
Pengadilan Agama di wilayah DKI hanya terdapat tiga kantor Cabang yaitu:
1) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara;
2) Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah;
3) Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai induk;
4) Semua Pengadilan Agama tersebut diatas termasuk Wilayah Hukum
Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya
Cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat keputusan
Menteri Agama Nomor 71 tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976. Semua
pengadialn Agama Propinsi Jawa Barattermasuk pengadilan Agama yang
berada di Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam Wilayah Hukum
Mahkamah Islam Tinggi Cabang Bandung. Dalam perkembangan
selanjutnya istilah Mahkamah Islam Tinggi menjadi Pengadilan Tinggi
Agama (PTA).31
31
Sayed Usman, “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, artikel diakses pada 19
Maret 2014 dari www.pa-jaksel.net.
33
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 61
tahun 1985 Pengadilan Tinggi Agama Surakarta di pindah di Jakarta, akan tetapi
realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987 dan secara otomatis
Wilayah Hukum Pengadilan Agama diwilayah DKI Jakarta adalah menjadi
Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.32
Perkembangan dari masa ke masa:
1. PA Jakarta Selatan Berkantor di Serambi Masjid (1967-1979)
Terbentuknya kantor Pengadialn Agama Jakarta Selatan merupakan
jawaban dari perkembangan masyarat jakarta, yang ketika itu pada tahun 1967
merupakan cabang dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya yang
berkantor di jalan Otista Raya Jakarta Timur. Sebutan pada waktu itu adalah
cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk sesuai dengan
banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman penduduk serta
tuntunan masyarakat Jakarta Selatan yang diwilayahnya cukup luas. Untuk itu
keadaan kantor ketika itu masih dalam keadaan darurat yaitu menempati
gedung bekas Kantor Kecamatan Pasar Minggu di suatu gang kecil yang
32
Sayed Usman, “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, artikel diakses pada 19 Maret
2014 dari www.pa-jaksel.net.
34
sampai saat ini dikenal dengan gang Pengadilan Agama Pasar Minggu Jakarta
Selatan, pimpinan kantor dipegang oleh H. POLANA.33
Penanganan kasus-kasus hanya berkisar perceraian kalaupun ada tentang
warisan masuk kepada Komparisi itu pun mulai tahun 1969 kerjasama dengan
Pengadilan Negeri ayng ketika itu dipimpin oleh Bapak BISMAR SIREGAR,
S.H. Sebelum tahun 1969 pernah pula membuat fatwa waris akan tetapi hal itu
ditentang oleh pihak keamanan karena bertentangan dengan kewenangannya
sehingga sempat beberapa orang termasuk pak HASAN MUGHNI ditahan
karena penetapan Fatwa Waris sehingga sejak itu Fatwa Waris ditambah
dengan kalimat “Jika ada harta peninggalan”.34
Pada tahun 1976 gedung Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan
pindah ke Blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menempati serambi
Masjid Syarief Hidayatullah dan sebutan Kantor Cabang pun dihilangkan
menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan pada masa itu diangkat pula
beberapa Hakim hoorer yang antaranya adalah Bapak H. ICHTIJANTO,
S.A., S.H. Penunjukan tempat tersebut atas inisiatif Kepala Kandepag Jakarta
33
Sayed Usman, “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, artikel diakses pada 19 Maret
2014 dari www.pa-jaksel.net.
34 http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/sejarah-pa-jaksel.html diakses pada
19 Maret 2014.
35
Selatan yang waktu itu dijabat oleh Bapak Drs. H. MUHDI YASIN. Seiring
perkembangan tersebut diangkat pula 8 karyawan untuk menangani tugas-
tugas kepaniteraan yaitu ILYAS HASBULLAH, HASAN JAUHARI,
SUKANDI, SAIMIN, TUWON HARYANTO, FATHULLAH AN, HASAN
MUGHNI, DAN IMRON, keadaan penempatan Kantor diserambi Masjid
tersebut bertahan sampai pada tahun 1979.35
2. PA. Jakarta Selatan Berkantor di Gedung Sendiri
a. Pada bulan September 1979 Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan
pindah ke gedung baru di Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang dengan
menempati gedung baru dengan tanah yang masih menumpang pada
areal tanah PGAN Pondok Pinang dan pada tahun 1979 pada saat
pengadilan Agama Jakarta Selatan dipinpim oleh Bapak H. ALIM BA
diangkat pula Hakim-Hakim honorer untuk menangani perkara-
perkara yang masuk, mereka diantaranya: KH. YA’KUB, KH.
MUHDATS YUSUF, HAMIM QARIB, RASYID ABDULLAH, ALI
IMRAN, Drs. H. NOER CHAZIN.36
35
Sayed Usman, “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, artikel diakses pada 19 Maret
2014 dari www.pa-jaksel.net.
36 http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/tupoksi.html diakses pada 19 maret
2014.
36
b. Pada perkembangan selanjutnya yaitu semasa berkepimpinan Drs. H.
DJABIR MANSHUR, S.H., Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan
pindah ke Jalan Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan dengan menempati gedung baru. Di gedung baru ini
meskipun tidak memenuhi syarat untuk sebuah Kantor Pemerintah
setingkat Walikota, karena gedungnya berada di tengah-tengah
penduduk dan jalan masuk dengan kelas jalan III C. Namun sudah
lebih baik ketimbang masih di Pondok Pinang, pembenahan-
pembenahan fisik terus dilakukan terutama pada masa kepemimpinan
Bapak Drs. H. JAYUSMAN, S.H. Begitu pula pembenahan-
pembenahan administrasi terutama pada masa kepemimpinan Bapak
Drs, H. AHMAD KAMIL, S.H. pada masa ini pula Pengadilan Agama
Jakarta Selatan mulai mengenal computer walaupun hanya sebatas
pengetikan dan ini terus ditingkatkan pada masa kepemimpinan Bapak
Drs, RIF’AT YUSUF.37
c. Pada masa perkembangannya selanjutnya tahun 2000 ketika
kepemimpinan dijabat oleh Bapak Drs.H. ZAINUDDIN FAJARI, S.H.
pembenahan-pembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik
diadakan sistem komputerisasi dengan online computer, dan ini terus
dibenahi sampai sekarang oleh ketua pengadilan Agama Bapak Drs.
37
http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/tupoksi.html diakses pada 19
maret 2014.
37
H. Syed Usman, S.H. yang tujuannya adalah untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan dan menciptakan
peradilan yang mandiri dan berwibawa.
d. Perkembangan selanjutnya tahun 2007-2008 ketika kepemimpinan
dijabat oleh Bapak Drs. H. A. CHOIRI, S. H., M.H. pembenahan-
pembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik sudah
terintegrasi dengan online computer, pada periode ini juga Pengadilan
Agama Jakarta Selatan berhasil pengadaan tanah untuk bangunan
gedung baru seluas 6000 yang terletak di Jl. Harsono RM, Ragunan,
Jakarta Selatan.
e. Selanjutnya sejak tahun 2008 telah dibangun gedung baru sesuai
dengan purwarupa Mahkamah Agung RI. Pembangunan dilaksanakan
2 tahap pertama tahun 2008 dan tahap kedua tahun 2009 pada saat itu
Pengadilan Agama Jakarta Selatan diketuai oleh Bapak Drs. H.
PAHLAWAN HARAHAP, S.H.,MA.
f. Selanjutnya pada akhir April 2010, gedung baru Penagdialn Agama
Jakarta Selatan diresmikan bersama-sama dengan gedung-gedung baru
lainnya di Pontianak (Kalimantan Barat) oleh Ketua Mahkamah
Agung RI. Kemudian pada awal Mei 2010 diadakan tasyakuran dan
sekaligus dimulainya aktifitas perkantoran di gedung baru tersebut,
38
pada saat itu Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan dijabat oleh
Drs. H. HAMID, S.H.
g. Sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representative
tersebut di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan
dalam segala hal, baik dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan
maupun dalam hal peningkatan T.I. (Teknologi Informasi) yang sudah
semakin canggih disertai dengan program-program yang menunjang
pelaksanaan tugas pokok, seperti program SIADPA (Sistem Informasi
Administrasi Perkara Pengadilan Agama) Yang sudah berjalan dan
terintegrasi dengan TV Media Center, Touch Screen (KIOS-K) serta
beberapa fitur tambahan dari Situs Web http://www.pa-
jakartaselatan.go.id38
B. Letak Geografis Pengadilan Agama
Gedung baru pengadilan Agama Jakarta Selatan kelas 1A yang terletak di
Jalan R.M Harsono RT 07/05 Ragunan Jakarta Selatan dibangun sejak tanggal 21
April 2008 sampai dengan 3 Desember 2008 sampai dengan 3 Desember 2008
(tahap 1) dengan anggaran sejumlah Rp. 6.501.077.000,- (enam miliar lima ratus
satu juta tujuh puluh tujuh ribu rupiah) serta pembangunan taha kedua tanggal 26
Februari 2009 sampai tanggal 3 Desember 2009 dengan anggaran Rp.
38
Media Informasi dan Transfaransi Agama Jakarta Selatan, Sejarah Pengadilan Agama
Jakarta Selatan, diakses pada tanggal 14 Maret 2014 melalui http://www.pa-
jakartaselatan.go.id/v2/index.php/tentang-kami/sejarah.html
39
6.489.230.980.,- (enam miliar empat ratus delapan puluh Sembilan juta dua ratus
tiga puluh Sembilan ratus delapan puluh rupiah). Yang mencapai luas bangunan 2
lantai seluas 1.500 M2
dan luas tanah 6.144 M2.
39
Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan mencakup semua wilayah
kota Jakarta Selatan yang meliputi 10 kecamatan dan 65 kelurahan antara lain:
1. Kecamatan Kebayoran Baru terdiri dari Kelurahan Selong, Gunung,
Kramat Pela, Gandaria Utara, Cipete Utara, Pulo, Melawai,
Petogogan, Rawa Barat, Senayan.
2. Kecamatan Kebayoran Lama terdiri dari Kelurahan Grogol Utara,
Grogol Selatan, Cipulir, Kebayoran Lama Utara, Kebayoran Lama
Selatan, Pondok Pinang.
3. Kecamatn Pesanggrahan terdiri dari Kelurahan Ulujami, Petukangan
Utara, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Bintaro.
4. Kecamatan Cilandak terdiri dari Kelurahan Cipete Selatan, Gandaria
Selatan, Cilandak Barat, Lebak Bulus, Pondok Labu.
5. Kecamatan Pasar Minggu terdiri dari Kelurahan Pejaten Barat, Pejaten
Timur, Pasar Minggu, Kebagusan, Jati Padang, Ragunan, Cilandak
Timur.
39
http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/sejarah-pa-jaksel.html diakses pada
tanggal 19 Maret 2014.
40
6. Kecamatan Jagakarsa terdiri dari Kelurahan Tanjung Barat, Lenteng
Agung, Jagakarsa, Ciganjur, Srengseng Sawah, Cipedak.
7. Kecamatan Mampang prapatan terdiri dari Kelurahan Kuningan Barat,
Pela Mampang, Bangka, Tegal Parang, Mampang Prapatan.
8. Kecamtan Pancoran Terdiri dari Kelurahan Kalibata, Rawa Jati, Duren
Tiga, Cikoko, Pengadegan, Pancoran.
9. Kecamatan Tebet terdiri dari Kelurahan Tebet Barat, Tebet timur,
Kebon Baru, Bukit Duri, Manggarai Selatan, Menteng Dalam.
10. Kecamatan Setiabudi, Terdiri Dari Kelurahan Setiabudi, Karet, Karet
Semanggi, Karet Kuningan, Kuningan Timur, Menteng Atas, Pasar
Manggis, Guntur.40
C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama
Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan terdiri dari pemimpin
pengadilan agama (yang terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua), hakim
Panitera sekretaris, dibantu oleh wakil panitera yang membawahi tiga kepala sub
kepaniteraan (panitera muda), dan wakil sekretaris yang membawahi tiga kepala
sub bagian, panitera pengganti, jurusita, jurusita pengganti, calon hakim dan
beberapa orang staf/pelaksana serta dibantu orang sebagai tenaga honorer.
Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengacu pada
Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Surat Keputusan
40
http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/sejarah-pa-jaksel.html diakses
pada tanggal 14 Maret 2014.
41
Ketua Mahkamah Agung Nomor KMA/004/II/92 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama dan KMA
Nomor 5 Tahun 1996 tentang Struktur Organisasi Peradilan.
1. Ketua : Dr. H. Imron Rosyadi, S.H, M.H
2. Wakil Ketua : Drs. H. Abdul Latif, M.H
3. Dewan Hakim :
Drs. Ahmad Busyro,M.H Dra. Hj.Athiroh Muchtar
Drs. Muh. Rusydi Thahir,S.H.,M.H Drs. Sohel,S.H
Dra.Hj.Tuti Ulwwiyah,M.H Dra. Hj.Ida Nursa’adah,S.H.,M.H
Drs. Yusran,M.H Drs. Nasrul,M.A
Drs. Azhar Mayang,M.H.I Drs. Agus Abdullah,M.H
Drs.Agus Yunih,S.H.,M.H.I Dra. Hj. Lelita Dewi,S.H.,M.Hum
Drs. Nurhafizal, S.H., M.H.I Elvin Nailana S.H., M.H
Drs. Saifuddin,M.H Drs.H. Sunardi M. S.H.,M.H.I
4. Panitera/Sekretaris : Ahmad Majid,S.H
5. Wakil Sekretaris : H.Fauzan,S.H.,M.H.,M.M
6. Wakil Panitera : Dra. Aida Yahya
7. Ka. Sub. Keuangan : Djuhdan Muharom. S.H.,M.M
8. Ka.Sub.Kepegawaian : Nur Khaefah
9. Ka.Sub.Umum : Najamudin, S.Ag
10. Panmud Permohonan : Ikrimawa Tiningsih,S.Ag.,M.H
42
11. Panmud Gugatan : Moh.Hambali,S.H
12. Panmud Hukum : Pahrurozi, S.H
13. Panitera Pengganti :
a. Hj.Rahmi,S.H f. Hamdani,S.H.I
b. Abas g. Junaedi,S.H
c. H.Aswar Nasution,S.H h. Ahlan,S.H
d. Nurhayati,S.H i. Nuraini,S.H
e. Saparanto, S.H.,M.H j. Teguh Magzan
k. Siti Faradilla,S.H.I o. Ahmad Irfan,S.H
l. Sajidan,S.H p. Ahmad Irfan,S.H
m. Hj.Halwan Najah,S.E.,S.H.,M.M q. Siti Makbullah, S.H
n. Neneng Kurniati,S.Ag r. Sumaryani,S.H
14. Jurusita :
a. Wardono c. Zaenal Arifin
b. Ombang Hasyim Azhari,S.Ag d. Gunawan
15. Jurusita Pengganti :
a. Sudiono f. Kunti Septiyanti,A.Md
b. Tati Julianti g. Nining Widiawati
c. Wisno Widjaya,S.E h. Aji Djuanda Rahmad
43
d. A.Zamrun Najib,S.E i. Rita Suryani,S.H41
e. Ahmad Rumqoni,S.E.,S.H
41
http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/visi-dan-misi-pa-jaksel.html di
akses pada tanggal 14 Maret 2014.
44
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN
A. Duduknya Perkara
Menimbang bahwa penggugat dalam surat gugatannya tertanggal 14
januari 2013 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta
Selatan, Nomor 0118/Pdt.G/2013/PA JS., telah mengajukan permohonan untuk
melakukan cerai gugat terhadap Tergugat dengan alasan sebagai berikut :
1. Bahwa Pada Hari Minggu, tanggal 5 Nopember 2000 M atau 8
Sya’ban 1421H Pukul 9.00 WIB. Penggugat dengan Tergugat
melangsungkan Pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta
Selatan, Sebagaimana ternyata dari kutipan akta nikah Nomor
769/22/XI/2000.
2. Bahwa semula kehidupan Rumah Tangga antara Penggugat dan
Tergugat rukun dan harmonis. Setelah menikah Penggugat dan
Tergugat tinggal bersama Ibu Kandung dan Keluarga kakak kandung
Tergugat ditempat kediaman Orang Tua Tergugat di Jl.Daksa 3 No. 9
RT 006/002 Kel. Selong, Kec. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,
sampai dengan Tergugat rukun baik sebagaimana layaknya suami istri
dan belum dikarunia anak.
45
3. Bahwa walaupun sebenarnya Penggugat Kurang berkenan untuk
tinggal dikediaman Orang Tua Tergugat tetapi demi untuk
keharmonisan Rumah Tangga, Penggugat akhirnya memutuskan untuk
tinggal bersama dikediaman orang tua Tergugat. Namun kurang lebih
dari tahun 2007 sampai tahun 2010 Perkawinan Rumah Tangga
Penggugat dan Tergugat mulai goyah dan sering terjadinya
perselisihan perbedaan pendapat yang terus meneru dikarenakan
banyaknya intervensi Keluarga Tergugat dan teman-teman Tergugat
yang datang silih berganti menjadikan komunikasi tidak lancar dan
tidak adanya privasi lagi seperti layaknya rumah tangga pasangan
suami istri.
4. Bahwa setiap saran pendapat Penggugat tidak pernah didengar dan
dihargai lagi. Apalagi didepan keluarga dan teman-teman Tergugat
sehingga seringnya pertengkaran & perselisihan terjadi dan tidak
memungkinkan lagi untuk hidup damai dan tentram seperti sebuah
keluarga pasangan suami istri.
5. Bahwa hubungan antara penggugat dan tergugat menjadi tidak
harmonis lagi dan lama kelamaan membawa dampak yang kurang
baik. Tergugat tidak pernah mau keluar dari kediaman orang tuanya.
Akhirnya 2 tahun lebih sudah telah pisah ranjang sampai sekarang dan
tidak pernah dinafkahi lahir batin lagi oleh tergugat.
46
6. Dengan kejadian tersebut diatas rumah tangga Penggugat dan
Tergugat sudah tidak dapat lagi dibina dengan baik sehingga tujuan
perkawinan untuk membentuk Rumah Tangga Sakinah, Mawadah,
Rahmah tidak bisa tercipta. Maka perceraian adalah alternatif terakhir
bagi penggugat untuk menyelesaikan permasalahan antara Penggugat
dan Tergugat. Oleh karenanya Peerkawinan Penggugat dan Tergugat
secara hukum dapat dinyatakan putus karena perceraian, sesuai dengan
ketentuan Pasal 38 UUD No.1 Th. 1974 Tentang Perkawinan JO pasal
19 / F Peraturan Pemerintah RI No.19 Th. 1975 Tentang Pelaksanaan
UUD No.1 Th. 1974 Tentang Perkawinan.
B. Pertimbangan Majelis Hakim
Menimbang, bahwa Tergugat tidak hadir dan tidak pula menyuruh orang lain
sebagai kuasanya untuk menghadap di persidangan, meskipun menurut relas
panggilan yang dibacakan di persidangan telah dipanggil secara sah dan patut dan
ketidak hadirannya tanpa alasan yang dibenarkan menurut hukum, oleh karena
itu, berdasarkan Pasal 125 ayat (1) HIR, Tergugat harus dinyatakan tidak hadir
dan perkara ini diputus secara verstek;
Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat tidak hadir, maka Majelis Hakim
tidak dapat melaksanakan upaya perdamaian melalui mediasi sebagaimana
47
dimaksud oleh PERMA RI Nomor 1 Tahun 2008, namun majelis hakim telah
mendamaikan dengan menasehati Penggugat agar mengurungkan niatnya cerai
dari Tergugat, akan tetapi Penggugat tetap pada pendiriannya;
Menimbang, bahwa inti alasan gugatan cerai Penggugat adalah antara
Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus
karena Tergugat mempunyai wanita impian lain serta berpisah 2 tahun”, dengan
demikian alasan tersebut yang harus dibuktikan oleh Penggugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti (P.1) yang telah memenuhi ketentuan
sebuah alat bukti surat sehingga mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna dan mengikat, maka terbukti bahwa antara Penggugat dengan Tergugat
telah terikat dalam perkawinan yang sah, sehingga antara Penggugat dan Tergugat
terdapat hubungan hukum dan oleh karena itu Penggugat memiliki kualitas untuk
mengajukan gugatan cerai terhadap Tergugat:
Menimbang, bahwa saksi I dan saksi II, menerangkan bahwa penggugat dan
Tergugat telah berselisih terus menerus, masalah Tergugat mengambil uang
Penggugat dan tidak memberi nafkah kepada Penggugat, serta keduanya berpisah
selama 2 Tahun dan telah diupayakan perdamaian namun tidak berhasil, oleh
karena itu kesaksian keduanya secara formil dapat diterima karena telah
memenuhi unsur Pasal 76 ayat (1) Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009
Tentang Peradilan Agama sehingga secara materil dapat pula dipertimbangkan;
48
Menimbang, bahwa oleh karena keterangan saksi I dengan saksi II saling
bersesuaian sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 170 dan Pasal 172 HIR, maka
yuridis formal Penggugat telah membuktikan dalil-dalil perceraiannya;
Menimbang, bahwa Penggugat tetap bersikeras menuntut agar diceraikan dari
Tergugat;
Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan di atas, diperoleh fakta;
1. Penggugat dan Tergugat telah terikat perkawinan yang sah sejak
tanggal 5 Nopember 2000;
2. Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat sering berselisih dan
bertengkar terus menerus;
3. Bahwa Tergugat telah berbuat kekerasan penelantaran dalam
rumahtangga karena tidak member nafkah kepada Penggugat;
4. Penggugat dan Tergugat telah berpisah selama 2 Tahun dan selama itu
keduanya tidak ada yang berusaha untuk rukun kembali;
5. Antara Penggugat dan Tergugat telah diupayakan perdamaian, namun
tidak berhasil;
6. Penggugat tetap bersikeras untuk perceraian;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut, Majlis Hakim
berpendapat bahwa gugatan Penggugat cukup beralasan dan tidak melawan hukum
karena sudah memenuhi ketentuan pasal 19 huruf (b & f) Kompilasi Hukum Islam,
Tergugat juga telah melanggar Pasal 5 huruf (d) Undang-undang Nomor 23 Tahun
49
2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu “Kekerasan psychis dan
penelantaran rumahtangga”, maka berdasarkan Pasal 125 ayat (1) HIR, Gugatan
Penggugat cukup beralasan dan tidak melawan hak, oleh karenanya dapat dikabulkan
dengan verstek;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim mengambil pendapat ahli fiqh sebagai
pendapat majelis Hakim sebagaimana disebutkan dalam kitab Fiqhus Sunnah juz I
halaman 605 yang artinya “Jika istri menuduh suaminya telah menyengsarakan
dirinya dengan sesuatu yang menyebabkan tidak dapat diteruskannya kelangsungan
pergaulan suami istri, maka istri boleh menuntut ke pengadilan untuk diceraikan,
saat itu juga hakim dapat menjatuhkan talak satu ba’in jika memang tuduhan itu
terbukti dan hakim tidak berhasil mendamaikan keduanya”
Mengingat segala perundang-perundangan yang berlaku dan dalil syar’i yang
berkaitan dengan perkara ini;
MENGADILI
1. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut
untuk menghadap di persidangan, tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;
3. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat terhadap Penggugat;
4. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan
untuk mengirimkan salinan putusan perkara ini setelah berkekuatan
hukum yang tetap kepada Kantor Urusan Agama tempat pernikahan
50
Penggugat dan Tergugat dilangsungkan untuk dicatat dalam register
yang tersedia untuk itu;
5. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara
hingga putusan ini diucapkan sejumlah Rp 716.000,00 (tujuh ratus
enam belas ribu rupiah):
C. Analisis Penulis
1. Islam adalah agama yang adil terhadap umatnya. Dalam hukum
perkawinan pun islam memberikan batasan syar’i guna mengarungi
bahtera rumah tangga agar menjadi sebuah keluarga sakinah,
mawadah dan rahmah. Namun seringkali konflik dan perpecahan pun
sering muncul dalam biduk rumah tangga, sehingga Islam pun
membuka kelonggaran berupa pintu perceraian, bila konflik dan
perpecahan sudah tidak bisa diatasi. Artinya Islam tidak memberikan
suatu ketentuan yang kaku, sehingga ada pihak-pihak tertentu yang
merasa dirugikan dalam hal ini.42
2. Kasus yang diangkat penulis adalah masalah cerai gugat yang diajukan
istri kepada Institusi Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menjadi
kompetensi relatif Pengadilan Agama Jakarta Selatan, karena istri
selaku pihak penggugat berdomisili di wilayah Kota Jakarta Selatan.
42
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), h. 320
51
3. Penggugat mengajukan gugatan cerainya karena kehidupan rumah
tangga antara Penggugat dan Tergugat mulai tidak harmonis lagi
karena adanya perselisihan dan perbedaan pendapat yang terus
menerus dikarenakan banyaknya intervensi Keluarga Tergugat dan
teman-teman Tergugat yang datang silih berganti menjadikan
komunikasi tidak lancar dan tidak adanya privasi lagi seperti layaknya
rumah tangga pasangan suami istri.
4. Dari putusan yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa Majelis Hakim
Pengadilan Agama Jakarta Selatan menerima gugatan Penggugat yang
disebabkan karena perselisihan serta adanya intervensi dari orang tua
dan teman-teman Tergugat, secara verstek.
5. Orang Tua merupakan orang yang sangat patut untuk dihormati dan
disayangi. Pada dasarnya orang tua memang mempunyai kewajiban
terhadap anak anaknya. Namun, ketika anak anak ini sudah menikah
dan mempunyai keluarga baru, orang tua tidak bisa mengaturnya
seperti saat anak ini belum menikah. Jadi, orang tua mempunyai
batasan-batasan tertentu terhadap keluarga anak. Dalam arti, orang tua
tidak bisa penuh mengatur atau masuk kedalam keluarga anak.
Kecuali, untuk hal-hal yang positif.
6. Pada dasarnya yang melatar belakangi perceraian ialah sering
terjadinya perselisihan, pertengkaran atau pun sejenisnya. Perselisihan
52
pun banyak sebab dan wujudnya. Perselisihan bisa disebut beda
pendapat, beda paham dan beda haluan, dan ini yang menyebabkan
timbulnya ketidak harmonisan sehingga tidak ada harapan rukun.
7. Majelis Hakim Jakarta Selatan memutuskan gugatan secara verstek
dikarenakan Tergugat tidak hadir dan tidak menunjuk kuasanya di
persidangan. Selain itu Majelis Hakim pun meminta Penggugat untuk
menghadirkan saksi. di dapatkan keterangan bahwa memang benar
konflik yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi
perselisihan dalam rumah tangga.
8. Dari keterangan saksi dari pihak Penggugat diketahui bahwa rumah
tangga Penggugat dengan Tergugat sering terjadi percekcokan
disebabkan oleh karena Tergugat tidak bekerja sehingga tidak dapat
memenuhi nafkah.
9. Hakim berpendapat, Putusan harus bersifat futuristik dengan kata lain
putusan itu harus mempunyai manfaat. Sebelum terciptanya putusan
hakim pun harus melihat kualitas perselisihan itu seperti apa. Karena
kualitas perselisihan itu adalah efek yang ditimbulkan dari perselisihan
itu sendiri. Ketika memang tidak bisa damai maka Rumah Tangga
tidak perlu dipertahankan. Jadi, hakim berpendapat apapun
penyebabnya, jika Rumah Tangga tidak ada harapan untuk rukun,
tidak perlu dipertahankan.
53
10. Dalam putusan hakim, yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan
hukumnya, sehingga dapat dinilai apakah putusan yang dijatuhkan
cukup memenuhi alasan yang objektif atau tidak. Dalam perkara ini
yang menjadi dasar hukum hakim dalam menetapkan putusan yaitu
hakim senantiasa mengkaji dan menggali hukum tertulis, pendapat
ahli, yurisprudensi dan juga hukum yg hidup di masyarakat. Hakim
pun tidak lupa menggunakan selalu hati nuraninya sebagai hakim dan
keyakinannya dalam menetapkan putusan suatu perkara.
11. Pertimbangan hukum yang diambil oleh majelis hakim adalah karena
majelis hakim melihat bahwa antara Penggugat dan Tergugat sering
terjadi perselisihan dalam rumah tangga yang alasannya karena
Penggugat merasa bahwa kehidupan rumah tangganya terlalu
dicampuri oleh keluarga Tergugat khususnya orang tuanya serta
teman-temannya..
12. Majelis Hakim melihat dengan adanya fakta-fakta tersebut telah
merupakan bukti bahwa antara Penggugat dan Tergugat tidak bisa
dipersatukan kembali, atau mereka telah berada pada titik akhir
perkawinan. Sehingga, sangat sulit untuk keduannya hidup rukun lagi
sebagai suami isteri. Dan pada akhirnya Majelis Hakim mengabulkan
gugatan Penggugat karena telah berdasar dan beralasan hukum untuk
diterima dan dikabulkan berdasarkan pasal 19 huruf ( f ) Peraturan
54
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116 huruf ( f ) Kompilasi
Hukum Islam.
55
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah penulis kemukakan, maka dapat
penulis tarik beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut.
A. Kesimpulan
1. Intervensi orang tua terhadap keluarga atau rumah tangga anak menurut
hukum Islam dibolehkan, selama tidak mengandung kezhaliman, karena ridho
orang tua adalah pintu surga. Sosok orang tua tidak bisa dihilangkan karena
orang tua adalah orang yang telah melahirkan dan membesarkannya, akan
tetapi turut campurnya orang tua dalam keluarga anaknya hanya dalam kontek
membimbing dan memberikan nasihat dalam keluarga anaknya, bukan berarti
mencampuri urusan rumah tangga anaknya.
2. Intervensi orang tua terhadap keluarga anak menurut hukum positif
seharusnya tidak ada atau tidak dibenarkan, karena kewajiban orang tua
terhadap anak menurut Pasal 45 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Undang-
Undang Perkawinan, hak dan kewajiban antara orang tua dalam Bab X
menyatakan bahwa kedua orang tua hanya wajib memelihara dan mendidik
anak-anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri
56
sendiri. Artinya ketika anak ini sudah menikah berarti anak ini sudah
dikatakan dewasa dan orang tua tentu saja sudah tidak lagi mempunyai
kewajiban terhadap anaknya. Apalagi untuk mencampuri urusan rumah tangga
atau keluarga anaknya, tentu saja tidak dibenarkan karena anak tersebut
dikatakan sudah dewasa (sudah menikah).
3. Dalam proses penyelesaian perkara No. 0118/Pdt.G/2013/PAJS hakim
memutuskan perkara dengan putusan verstek yang artinya tergugat tidak hadir
dalam persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi oleh pihak
Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Sehingga akhirnya gugatan perceraian
dikabulkan oleh hakim.
B. Saran
1. Hendaknya orang tua lebih memahami dan menyadari, ketika anaknya telah
menikah mereka sudah mempunyai kewajiban yang lain terhadap keluarganya
sendiri. Selain ketika anak sudah menikah, hendaknya mereka tidak tinggal
satu rumah dengan orang tua atau mertuanya agar orang tua dan mertuanya
tidak mudah untuk mencampuri urusan rumah tangga anaknya.
2. Apabila terjadi perselisihan dalam rumah tangga diusahakan hendaknya
diselesaikan terlebih dahulu dengan pasangan dan dengan kepala dingin
sebelum keluarga masing-masing mengetahui. Jika memang tidak berhasil
kirimlah hakam atau juru damai dari pihak suami atau istri.
57
3. Bagi pasangan suami istri hendaknya meningkatkan intensitas komunikasi
agar tidak terjadi salah paham, karena tujuan dari perkawinan ialah
membentuk keluarga sakinah, mawaddah, waa rahmah.
4. Bagi pemerintah agar lebih mensosialisikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 dan Kompilasi Hukum Islam mengenai perkawinan khususnya hak dan
kewajiban suami dan istri kepada masyarakat.
58
DAFTAR PUSTAKA
Alhamdani.RisalahNikah. Jakarta: Pustaka Amani. 1985.
Ali, Zainudin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
2006.
Al-jamal, Ibrahim Muhammad. Fiqih Muslimah. Jakarta: Pustaka Amani.
1995.
As-Siba’y, Mustafa. Wanita diantara Hukum Islam dan Perundang-undangan.
Jakarta: Bintang Bulan. 1980.
Dep. Agama RI. Pedoman Konselor keluarga sakinah. Jakarta: Direktorat
jenderal BIMAS islam dan penyelenggaraan haji. 2001.
Djaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakinah. Surabaya: PT. Bina Ilmu. 1995.
Durachman, Budi. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Fokus Media, 2007.
Effendi, Satria. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer. Jakarta:
Prenada Media. 2004.
Fauzan, Muhammad. Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan
Agama. Jakarta: Raja Grafindo Permai. 2001.
http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/sejarah-pa-
jaksel.html
http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/tupoksi.html
http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/visi-dan-misi-pa-
jaksel.html
Jaiz, Hartono Ahmad. Ragam Berkeluarga; Serasi Tapi Sesat. Jakarta:
Pustaka Al Kautsar. 1995.
Majelis Muzakarah Al Izhar. Islam dan masalah-masalah kemasyarakatan.
Jakarta: Pustaka Panjimas. 1983.
59
Manan, Abdul. Aneka masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta :
Kencana Media Group. 2008.
Mardani. Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern. Yogyakarta:
Graha Ilmu. 2011.
Sopyan, Yayan. Islam-Negara (transformasi hukum perkawinan islam dalam
hukum nasional). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta : Prenada
Media. 2006.
Taat Nasution, Amir. Rahasia Perkawinan Dalam Islam. Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya. 1994.
Ulfatmi. Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam (Studi Terhadap
Pasangan Yang Berhasil Mempertahankan Keutuhan Perkawinan di Kota Padang).
Jakarta : Kementrian Agama RI. 2011.
Undang Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.