15
Jurnal Akuntansi dan Investasi Vol. 8 No. 1, hal:33-45, Januari 2007 Terakreditasi Berdasarkan SK No.34/DIKTI/Kep/2003 Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan, Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin dan Pengalaman Kerja (Studi Empirik pada Perguruan Tinggi Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta) Cornelio Purwantini* & Ignatius Bondan Suratno Universitas Sanata Dharma *e-mail: [email protected] Abstract The purpose of this research was to know difference in the budget participation that’s evaluated from education levels, gender, occupations, and job experiences. The number of research sample is 198 people coming from 45 Private Higher Education Institution in Yogyakarta. The research subject is heads from of unit who are enganged in the budget partisipation, such as heads of study program, heads of department, vice dean, dean, heads of bureau and the like in Private Higher Education Institution. The data analysis was conducted using independent sample t test. The statistical test result with 0.05 of the significance level indicated that there was no difference in the budget participation that was evaluated from education levels, gender, occupation, and job experiences. Keywords: Budget Participation, Education Levels, Gender, Occupation, Job Experiences. PENDAHULUAN Anggaran merupakan bagian dari perencanaan dalam organisasi baik yang berorientasi laba maupun nirlaba. Anggaran yang telah disusun dapat digunakan oleh manajemen dalam melaksanakan fungsi perencanaan, koordinasi, dan pengawasan. Anggaran merupakan terjemahan dari setiap penyusunan program yang dinyatakan dalam bentuk satuan uang. Program akan dinyatakan secara rinci dalam biaya dan selanjutnya digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan (Hunger dan Wheelen, 2003). Secara tidak langsung, penyusunan anggaran merupakan perencanaan strategis perusahaan yang menjamin keberhasilan implementasi suatu program. Salah satu bentuk proses penyusunan anggaran adalah dengan melibatkan bawahan atau disebut anggaran partisipatif. Pemberian kesempatan bawahan untuk berpartisipasi mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak tersebut telah dibuktikan dalam penelitian-penelitian terdahulu. Pentingnya partisipasi anggaran secara administratif dalam perusahaan yang besar juga disampaikan oleh Merchant (1981). Beberapa dampak positif dari sistem anggaran partisipatif antara lain: meningkatkan kinerja (Milani,1975), meningkatkan kinerja sekaligus kepuasan kerja, meningkatkan sikap yang berhubungan dengan pekerjaan dan sikap terhadap anggaran (Kenis, 1979) dan menurunkan senjangan anggaran (Dunk, 1993 dan Fitri, 2004). Partisipasi anggaran juga mempunyai dampak negatif, yaitu: perasaan tertekan sehingga mendorong seseorang untuk menyusun anggaran yang tidak menunjukkan kapasitas sesungguhnya atau disebut senjangan

Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Jurnal Akuntansi dan Investasi Vol. 8 No. 1, hal:33-45, Januari 2007

Terakreditasi Berdasarkan SK No.34/DIKTI/Kep/2003

Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan, Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin dan Pengalaman Kerja

(Studi Empirik pada Perguruan Tinggi Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta)

Cornelio Purwantini* & Ignatius Bondan Suratno Universitas Sanata Dharma

*e-mail: [email protected]

Abstract The purpose of this research was to know difference in the budget participation that’s

evaluated from education levels, gender, occupations, and job experiences. The

number of research sample is 198 people coming from 45 Private Higher Education

Institution in Yogyakarta. The research subject is heads from of unit who are enganged

in the budget partisipation, such as heads of study program, heads of department, vice

dean, dean, heads of bureau and the like in Private Higher Education Institution. The

data analysis was conducted using independent sample t test. The statistical test result

with 0.05 of the significance level indicated that there was no difference in the budget

participation that was evaluated from education levels, gender, occupation, and job

experiences.

Keywords: Budget Participation, Education Levels, Gender, Occupation, Job

Experiences.

PENDAHULUAN

Anggaran merupakan bagian dari

perencanaan dalam organisasi baik yang

berorientasi laba maupun nirlaba. Anggaran

yang telah disusun dapat digunakan oleh

manajemen dalam melaksanakan fungsi

perencanaan, koordinasi, dan pengawasan.

Anggaran merupakan terjemahan dari setiap

penyusunan program yang dinyatakan dalam

bentuk satuan uang. Program akan dinyatakan

secara rinci dalam biaya dan selanjutnya

digunakan oleh manajemen untuk

merencanakan dan mengendalikan (Hunger

dan Wheelen, 2003). Secara tidak langsung,

penyusunan anggaran merupakan perencanaan

strategis perusahaan yang menjamin

keberhasilan implementasi suatu program.

Salah satu bentuk proses penyusunan

anggaran adalah dengan melibatkan bawahan

atau disebut anggaran partisipatif. Pemberian

kesempatan bawahan untuk berpartisipasi

mempunyai dampak positif dan negatif.

Dampak tersebut telah dibuktikan dalam

penelitian-penelitian terdahulu. Pentingnya

partisipasi anggaran secara administratif dalam

perusahaan yang besar juga disampaikan oleh

Merchant (1981).

Beberapa dampak positif dari sistem

anggaran partisipatif antara lain:

meningkatkan kinerja (Milani,1975),

meningkatkan kinerja sekaligus kepuasan

kerja, meningkatkan sikap yang berhubungan

dengan pekerjaan dan sikap terhadap anggaran

(Kenis, 1979) dan menurunkan senjangan

anggaran (Dunk, 1993 dan Fitri, 2004).

Partisipasi anggaran juga mempunyai dampak

negatif, yaitu: perasaan tertekan sehingga

mendorong seseorang untuk menyusun

anggaran yang tidak menunjukkan kapasitas

sesungguhnya atau disebut senjangan

Page 2: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno

34 dari 45

anggaran (budgetary slack). Menurut

Merchant (Douglas dan Wier: 2000)

menemukan partisipasi anggaran memberi

kesempatan kepada bawahan untuk

mengalokasikan sumber daya yang dibutuhkan

sehingga dapat meminimalkan senjangan

anggaran, sebaliknya juga dapat mendorong

penciptaan senjangan anggaran. Yuwono

(1999) dalam studinya menemukan bahwa

partisipasi anggaran yang tinggi dapat

meningkatkan senjangan anggaran. Menurut

Lukka (Douglas dan Wier 2000) menemukan

bahwa senjangan anggaran menyebabkan

sumber-sumber organisasi menjadi salah

dialokasikan dan berakibat pada return on

investment (ROI) yang tidak optimal sehingga

perlu dihilangkan.

Partisipasi bawahan dalam penyusunan

anggaran ini dimaksudkan agar terjadi

pertukaran informasi baik antara atasan

dengan bawahan (secara vertikal) maupun

antara sesama tingkat manajemen yang sama

(secara horisontal). Semakin besar perbedaan

informasi (asimetri informasi) yang terjadi

antara bawahan dan atasan, semakin besar

dibutuhkan partisipasi dalam penyusunan

anggaran sehingga asimetri informasi dapat

diminimalkan. Sebaliknya, seorang partisipan

yang memiliki informasi yang lebih banyak

dan relevan memungkinkan menciptakan

senjangan anggaran yang besar. Kondisi

semacam ini akan diperkuat bila sistem

pengendalian anggaran dalam perusahaan

lemah.

Faktor yang mempengaruhi bawahan

terlibat dalam menyusun anggaran adalah

kedalaman, keluasan dan bobot partisipasi

dalam penyusunan anggaran tergantung pada

gaya kepemimpinan, struktur organisasi,

kecepatan dalam membuat keputusan yang

dibuat, keahlian tenaga kerja, dan bentuk

kontribusi yang dapat dibuat (Siegel dan

Marconi, 1989). Bila dihubungkan dengan

variabel penelitian, pendapat Siegel dan

Marconi memperkuat dugaan bahwa jenis

jabatan yang dihubungan struktur organisasi,

dan tingkat pendidikan yang dihubungkan

dengan keahlian tenaga kerja diduga

berpengaruh pada partisipasi dalam

penyusunan anggaran. Variabel jenis kelamin

mempengaruhi tingkat partisipasi masih

bersifat kontroversial. Wanita akhir-akhir ini

mengalami peningkatan partisipasi. Faktor lain

yang mempengaruhi perilaku seseorang di

dalam organisasi adalah masa kerja. Senioritas

berpengaruh pada produktivitas dan perilaku

seseorang di masa depan (Robbin, 2003).

Dalam penelitian ini dipilih lembaga non

bisnis karena memiliki karakteristik anggaran

yang berbeda dengan anggaran sektor bisnis.

Di dalam lembaga pendidikan, penyusunan

dan implementasi anggaran sangat ditekankan

pada pengelolaan dana yang efisien dan

efektif. Anggaran berfungsi sebagai

penjabaran suatu rencana dalam bentuk dana

untuk setiap komponen kegiatan sehingga

dana-dana itu dapat dimanfaatkan secara

optimal agar tujuan pendidikan dapat tercapai

(Mulyasa, 2003). Penyusunan anggaran yang

efisien dan efektif sangat diperlukan bukan

dengan tujuan akhir untuk menghasilkan

keuntungan seperti pada sektor bisnis, tetapi

karena dana yang dikeluarkan pada setiap

penyelenggaraan adalah untuk membiayai

kegiatan-kegiatan yang bertujuan

menghasilkan peserta didik yang unggul.

Arifin (1998) juga menyatakan bahwa

dalam organisasi nirlaba seperti perguruan

tinggi, laba bukanlah orientasi utama yang

hendak dicapai, melainkan peningkatan

pelayanan. Oleh karena laba bukan merupakan

orientasi utama, maka manajemen keuangan

berfokus pada pemerolehan dan penggunaan

sumber keuangan sesuai dengan anggaran dan

aturan lainnya. Secara khusus perguruan tinggi

disebut sebagai quasi non profit organization

karena meskipun mempunyai ciri-ciri

organisasi non profit mereka juga memperoleh

sebagian besar pendapatannya dari penerima

manfaat atau pengguna jasa, yaitu: uang

kuliah, dana pengembangan pendidikan dan

jenis sumbangan lain. Berdasarkan hal-hal

Page 3: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…

35 dari 45

yang telah diungkapkan di atas, perlu dikaji

secara lebih mendalam “Perbedaan Partisipasi

Anggaran Ditinjau Jabatan, Tingkat

Pendidikan, Jenis Kelamin, Pengalaman

Kerja”. Penelitian akan dilaksanakan pada

Perguruan Tinggi Swasta di Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Adapun permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini:

1. Apakah ada perbedaan tingkat partisipasi

anggaran ditinjau dari tingkat

pendidikan?

2. Apakah ada perbedaan tingkat partisipasi

anggaran ditinjau dari jenis kelamin?

3. Apakah ada perbedaan tingkat partisipasi

anggaran ditinjau dari jenis jabatan?

4. Apakah ada perbedaan tingkat partisipasi

anggaran ditinjau dari pengalaman

bekerja?

TINJAUAN LITERATUR DAN

PERUMUSAN HIPOTESIS

Konsep Anggaran

Anggaran (budget) adalah perencanaan

manajerial terhadap aktivitas-aktivitas yang

diekspresikan dalam kerangka keuangan.

Anggaran merupakan perencanaan profit yang

komprehensif dalam jangka pendek yang

mengimplementasikan tujuan dan sasaran ke

dalam operasi perusahaan. Anggaran juga

merupakan perangkat manajerial yang

memastikan pencapaian tujuan-tujuan

organisasi dan memberikan pedoman

(guideline) setiap rupiah yang dikeluarkan dari

hari ke hari (Siegel dan Marconi, 1989).

Menurut Koonts (Fattah, 2003), penganggaran

merupakan satu langkah perencanaan dan juga

sebagai instrumen perencanaan yang

fundamental. Anggaran dapat diartikan

sebagai suatu rencana operasi dari suatu

kegiatan atau proyek yang mengandung

perincian pengeluaran biaya untuk suatu

periode tertentu.

Lamanya waktu penyusunan anggaran

tergantung sifat bisnis dan perincian yang

diinginkan. Salah satu faktor yang harus

dipertimbangkan dalam penyusunan anggaran

adalah hubungan manpower dan employee

(Shim dan Siegel, 1994). Anggaran tidak boleh

terlalu tinggi karena tidak bisa dicapai

sehingga menyebabkan karyawan frustasi, atau

terlalu longgar yang menyebabkan karyawan

menjadi bermalas-malasan. Anggaran

seharusnya realistis, dapat dicapai, dan dapat

dibuktikan kebenarannya.

Menurut Siegel dan Marconi (1989),

anggaran mempunyai beberapa fungsi.

Pertama, anggaran merupakan hasil akhir dari

proses perencanaan yang dihasilkan melalui

proses negosiasi, sehingga anggaran berperan

sebagai konsensus organisasional berkaitan

dengan sasaran operasi di waktu yang akan

datang. Kedua, anggaran berfungsi sebagai

cetak biru (blue print) untuk aktivitas-aktivitas

prioritas yang mencerminkan prioritas

manajemen dalam alokasi sumber-sumber

organisasi. Ketiga, anggaran sebagai alat

komunikasi internal yang menghubungkan

antar departemen atau divisi masing-masing

dan dengan manajemen puncak. Keempat,

dengan sasaran yang dinyatakan sebagai

kriteria kinerja yang terukur, anggaran

menyediakan standar hasil-hasil operasi aktual

yang dapat diperbandingkan. Kelima,

anggaran sebagai alat kontrol yang

memperbolehkan manajemen menunjukkan

secara tepat kekuatan dan kelemahan

perusahaan. Keenam, anggaran digunakan

untuk mempengaruhi dan memotivasi atasan

dan bawahan untuk terus melakukan aktivitas

yang secara konsisten memperhatikan

efektifitas dan efesiensi operasi yang selaras

dengan tujuan organisasi.

Proses Penyusunan Anggaran

Ada tiga tahap penyusunan anggaran

menurut Siegel dan Marconi (1989), yaitu

perumusan tujuan, implementasi, dan

pengendalian dan evaluasi kinerja. Langkah-

langkah berikut ini harus dilakukan. Pertama,

manajer puncak harus menentukan tujuan

Page 4: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno

36 dari 45

jangka panjang dan strategi yang akan

digunakan untuk mencapainya. Kedua, sasaran

harus disusun dan sumber dialokasikan.

Ketiga, secara komperehensif harus dibuat dan

kemudian disetujui oleh manajemen puncak.

Untuk memperoleh anggaran yang efektif

menurut Shim dan Siegel (1994) perlu

memenuhi kriteria: mempunyai kemampuan

prediktif, merupakan saluran yang jelas mulai

dari komunikasi, otoritas, dan

pertanggungjawaban, menjadikan informasi

yang tepat (akurat) dan tepat waktu, dapat

diperbandingkan, komprehensif, dan informasi

yang jelas, dukungan dalam organisasi dari

semua pihak yang terlibat.

Aspek Partisipasi dalam Penyusunan

Anggaran

Partisipasi merupakan suatu konsep yang

digunakan untuk mendeskripsikan keleluasaan

seorang bawahan (subordinate) terlibat dalam

pemilihan cara-cara yang dimilikinya sendiri

terhadap suatu tindakan (Milani, 1975).

Kinerja yang diharapkan atau diantisipasi dari

partisipasi merupakan dukungan dan

tantangan. Bagaimanapun eksplorasi terhadap

perbedaan kinerja dengan berpartisipasi dan

tidak berpartisipasi dalam penyusunan

anggaran sebagai variabel mayor belum

memadai dalam pengujian empiris.

Menurut Kenis (1979), partisipasi adalah

tingkat keikutsertaan manajer dalam

mempersiapkan anggaran dan memberikan

pengaruh dalam menentukan pencapaian

tujuan anggaran di pusat

pertanggungjawabannya. Partisipasi juga

menunjukkan suatu proses kerjasama

pembuatan keputusan oleh dua pihak atau

lebih dimana keputusan yang dibuat

berpengaruh untuk waktu yang akan datang.

Ini memberikan kesempatan pada karyawan

dan manajer tingkat bawah menyampaikan hak

suara dalam proses manajemen. Partisipasi

telah menunjukkan dampak positif pada sikap

karyawan, meningkatkan kuantitas dan

kualitas produksi, mempertinggi kerjasama

antar manajer. Selain itu juga, seperti yang

disampaikan oleh Becker dan Green (Siegel

dan Marconi 1989) bahwa saat diterapkan pada

kondisi yang tidak tepat, partisipasipasi dapat

merusak motivasi karyawan dan menurunkan

usaha untuk mencapai tujuan perusahaan.

Manajemen partisipatif adalah pengam-

bilan keputusan dimana atasan sebenarnya

berbagi kekuasaan dalam pengambilan

keputusan sampai derajat tertentu bersama

bawahan langsung mereka (Cludts, 1999).

Seperti dikatakan oleh Sashkin (Robbin, 2003)

yang berargumen bahwa manajemen

partisipatif bersifat keharusan (imperative)

etis. Pentingnya partisipasi dalam penyusunan

anggaran ditunjukkan oleh hasil penelitian

yang dilakukan oleh Onsi (1973). Dalam

penelitiannya ditemukan ada perbedaan

dampak yang ditimbulkan dari manajemen

yang otoriter dan manajemen yang partisipatif.

Bila seorang manajer puncak otoriter

(authoritarian) dalam suatu sistem kontrol

penganggaran, akan berpengaruh positif

terhadap senjangan anggaran. Ini berarti

dengan sistem pengendalian penganggaran

yang ketat, manajer divisi cenderung untuk

memanipulasi kinerja mereka seperti

memanipulasi skill pada bagian mereka.

Penemuan lain menyatakan bahwa

partisipasi mempunyai peran positif. Korelasi

antara partisipasi dan budget attitude

menunjukkan bahwa partisipasi mengarahkan

pada suatu sikap bahwa anggaran tidak lain

merupakan suatu “game” atau suatu perangkat

akuntansi. Korelasi antara partisipasi dan slack

attitude menunjukkan bahwa partisipasi

anggaran mengurangi suatu kebutuhan untuk

menciptakan senjangan. Secara tidak

langsung, hal ini berarti bahwa partisipasi yang

menghasilkan komunikasi positif membuat

seorang manajer merasa bahwa ia tidak berada

di bawah tekanan untuk menciptakan

senjangan. Cludts (1999) menambahkan pula

bahwa selain menghasilkan komunikasi yang

lebih baik antara atasan dan bawahan,

keuntungan lain dalam anggaran partisipatif

Page 5: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…

37 dari 45

adalah penggunaan dan pemrosesan informasi

yang lebih baik dapat menolong bawahan

memperoleh pemahaman yang lebih baik

tentang keputusan manajemen.

Ada beberapa alasan mengapa

manajemen menginginkan berbagi kekuasaan

dalam pengambilan keputusan dengan

bawahan. Dengan rumitnya pekerjaan yang

dihadapi, manajer sering tidak mengetahui

secara keseluruhan apa yang dilakukan oleh

karyawan mereka. Jadi partisipasi

memungkinkan partisipan untuk memberi

sumbangan. Kesalingtergantungan dalam

tugas-tugas yang sering dilakukan karyawan

dewasa ini juga menuntut konsultasi dengan

pihak-pihak dalam departemen lain dan unit-

unit kerja. Ini meningkatkan kebutuhan akan

tim, komite, dan pertemuan kelompok untuk

memecahkan masalah-masalah yang

mempengaruhi mereka secara bersama-sama.

Partisipasi juga meningkatkan komitmen

terhadap keputusan. Orang akan secara serius

mengusahakan pelaksanaan keputusan karena

mereka dilibatkan dalam pengambilan

keputusan tersebut. Partisipasi memberikan

ganjaran intrinsik untuk bawahan dan

membuat pekerjaan menjadi lebih menarik dan

bermakna.

Dalam penyusunan anggaran,

partisipasi dari karyawan, manajer tingkat

bawah, dan manajer tingkat menengah dapat

memberi peluang pada manajer puncak untuk

memperoleh informasi-informasi yang

bermanfaat sehingga anggaran yang dihasilkan

lebih akurat. Bagi partisipan, dengan adanya

kesempatan berpartisipasi membuat mereka

merasa bertanggung jawab terhadap

pencapaian anggaran yang telah distandarkan

yang berarti juga mendukung tercapainya

tujuan perusahaan.

Milani (1975) menyampaikan bahwa

serangkaian partisipasi mencerminkan

persepsi partisipan terhadap porsi

keterlibatannya dalam penyusunan anggaran,

bentuk (macam) pemikiran yang diberikannya

pada atasan (superior) ketika anggaran

direvisi, frekuensi diskusi yang berhubungan

dengan anggaran yang dilakukan dengan

atasannya, besarnya pengaruh yang

dimilikinya pada anggaran akhir (final), dan

penting-tidaknya kontribusi yang diberikan

untuk anggaran.

Menurut Chabotar (1995), dalam

lembaga pendidikan tinggi terdapat dua model

penganggaran. Pertama, sentralisasi yaitu

model pengganggaran dimana penentuan

anggaran pendapatan dan belanja perguruan

tinggi dilakukan melalui rapat pimpinan dalam

waktu yang relatif singkat dan dalam suasana

yang kurang konsultatif terhadap bawahan.

Selanjutnya, para manajer menengah (dekan)

diundang oleh pembantu rektor bidang

keuangan (provost) untuk briefing anggaran.

Kedua, partisipatif yaitu mencoba melibatkan

bawahan dalam menentukan anggaran

perguruan tinggi. Ada tiga model partisipasi,

yaitu: informasional, konsultatif dan

partisipasif.

Dalam model partisipasi informasional,

proses ini dilakukan oleh administrator

(keuangan) dengan cara mengumumkan

rencana pendapatan dan belanja dalam

memorandum atau rapat rutin antara dosen dan

staf. Meskipun terjadi proses dengar pendapat,

feedback yang terjadi akan dibatasi oleh poin-

poin anggaran. Dalam model partisipasi

konsultatif, proses ini telah

mengkombinasikan komunikasi dua arah

terhadap berbagai konstituen (dosen, staf, dan

mahasiswa) dengan mengundang mereka

dalam rapat khusus. Namun, pembahasan

hanya terbatas pada isu-isu utama (major

budget driver) seperti kenaikan SPP, kenaikan

gaji atau proyek pembangunan. Pembahasan

ini juga masih bersifat tentative budgets

(anggaran sementara). Dalam model

partisipasif, proses ini merupakan proses

partisipasi yang murni dengan meminta

konstituen untuk membuat draf anggaran

sesuai dengan pedoman yang disusun oleh

panitia atau komite anggaran. Draf akan

dibahas dalam rapat kerja anggaran dan

Page 6: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno

38 dari 45

diputuskan untuk diajukan kepada rektor

(president) atau dewan pengawas (trustees)

untuk disahkan.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa

proses penyusunan anggaran di perguruan

tinggi juga memiliki bentuk beragam dan

hampir tidak berbeda dengan perusahaan.

Perbedaannya adalah tolok ukur anggaran

bukanlah perencanaan dan pengendalian laba

namun lebih diarahkan pada bagaimana

aktivitas perguruan tinggi dapat

diselenggarakan dengan efektif dan efisien.

Penganggaran dalam Manajemen

Pendidikan Tinggi

Dalam lembaga pendidikan, fungsi-

fungsi manajemen yaitu planning, organizing,

staffing, leading dan controlling digunakan

untuk mengelola sumber daya secara efisien.

Sumber daya yang terdiri dari dana, manusia,

sarana dan prasarana, biaya, teknologi, dan

informasi. Namun sumber daya yang paling

penting adalah manusia. Arifin (1998)

mengatakan bahwa penyelenggaraan/praktik

manajemen keuangan pada suatu perguruan

tinggi mempunyai persamaan dengan

manajemen keuangan di lingkungan

pemerintahan dan organisasi nirlaba.

Tahap-tahap penyusunan anggaran suatu

perguruan tinggi adalah: mengidentifikasi

kegiatan yang dilaksanakan dalam periode

anggaran; mengidentifikasi sumber yang

dinyatakan dalam uang, mesin, dan material;

sumber-sumber dinyatakan dalam bentuk

uang, sebab anggaran pada dasarnya

merupakan pernyataan finansial;

memformulasikan anggaran menurut format

yang telah disepakati; usaha memperoleh

persetujuan dari yang berwenang dilakukan

kompromi melalui rapat-rapat untuk

mempertimbangkan secara objektif dan

subjektif.

Ada dua bentuk penganggaran dalam

lembaga pendidikan: anggaran butir per butir

(line item budget) dan program anggaran yang

merupakan langkah menuju SP4 (Sistem

Perencanaan Penyusunan Program dan

Penganggaran) yang sering digunakan di

lingkungan Perguruan Tinggi. Disampaikan

pula oleh Arifin (1998), karena pelaksanaan

anggaran nantinya akan melibatkan seluruh

jajaran sivitas akademika, maka persiapan

penyusunan anggaran sebaiknya juga

melibatkan seluruh tingkat pimpinan dari

lower level sampai top level.

Menurut Sugijanto (Arifin, 1998), ada

beberapa langkah agar pelaksanaan

penganggaran lebih efektif. Pertama, membuat

forecasting pendaftaran mahasiswa. Dalam

mempersiapkan anggaran, diperlukan

forecasting yang realistis mengenai pendaftar

mahasiswa, baik secara menyeluruh atau untuk

setiap program akademik. Forecast ini penting

sebagai dasar untuk membuat taksiran

pendapatan pendidikan dan kegiatan

tambahannya, serta taksiran biaya-biaya

variabel yang berkaitan. Kedua, menetapkan

standar input - output. Dengan mendefinisikan

hubungan antara input output, maka akan

diperoleh anggaran biaya universitas yang

lebih realistis, khususnya biaya-biaya variabel.

Input standard dapat berbentuk jam/bulan

mengajar, jumlah staf, jumlah jam kelas, dll.

Output standard bisa dalam bentuk Sistem

Kredit Semester (SKS), jumlah lulusan dan

sertifikat yang diberikan, jumlah hasil riset

yang dapat diselesaikan, atau jumlah

manuskrip yang dipublikasikan. Ketiga,

mengklasifikasi biaya tetap dan variabel.

Anggaran universitas harus dibagi menjadi

anggaran tetap dan variabel. Anggaran tetap

berisi biaya-biaya yang bersifat tetap yang

tidak tergantung dari besar kecilnya kegiatan,

misalnya biaya umum dan administrasi. Biaya

variabel sangat tergantung dari realisasi jumlah

pendaftar mahasiswa. Misalnya, apabila

pendaftaran mahasiswa lebih tinggi dari yang

dianggarkan, maka pengaruh terhadap biaya

tertentu misalnya honorarium dosen yang

meningkat harus ditambahkan pada anggaran

biaya variabel yang telah ditetapkan.

Page 7: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…

39 dari 45

Perbedaan Tingkat Partisipasi Penyusunan

Anggaran Ditinjau dari tingkat Pendidikan

Faktor yang mempengaruhi keterlibatan

bawahan dalam penyusunan anggaran adalah

kedalaman, keluasan dan bobot partisipasi

dalam tujuan anggaran. Bobot partisipasi ini

salah satunya tergantung pada keahlian tenaga

kerja (Siegel dan Marconi, 1989). Partisipasi

anggaran adalah keleluasaan bawahan terlibat

dalam proses pengambilan keputusan

anggaran. Tingkat pendidikan adalah jenjang

pendidikan formal tertinggi yang dicapai

seseorang yang diduga memiliki perbedaan

partisipasi dalam penyusunan anggaran.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

maka tingkat keterlibatannya dalam menyusun

anggaran semakin tinggi.

H1a: Ada perbedaan tingkat partisipasi penyu-

sunan anggaran ditinjau dari tingkat

pendidikan.

Perbedaan Tingkat Partisipasi Penyusunan

Anggaran Ditinjau dari jenis Kelamin

Partisipasi anggaran adalah keleluasaan

bawahan terlibat dalam proses pengambilan

keputusan anggaran. Jenis kelamin adalah

karakteristik yang melekat dalam pribadi

seorang wanita dan pria yang diduga memiliki

perbedaan partisipasi dalam penyusunan

anggaran. Jenis kelamin juga berpengaruh

terhadap tingkat kinerja karyawan. Meskipun

hal ini masih kontroversial, namun diperoleh

kesepakatan bahwa ada beberapa perbedaan

konsisten antara pria dan wanita dalam

kemampuan memecahkan masalah,

kemampuan analisis, dorongan kompetitif,

motivasi, sosia-bilitas dan kemampuan belajar

(Robbin, 2003). Dengan adanya perubahan-

perubahan yang terjadi selama 25 tahun

terakhir, ada peningkatan partisipasi wanita

dalam angkatan kerja.

Perbedaan pengaruh partisipasi anggaran

ditinjau dari variabel jenis kelamin masih

menjadi persoalan yang kontroversial

disebabkan wanita akhir-akhir ini mengalami

peningkatan partisipasi. Semakin tinggi

kemampuan wanita atau pria dalam

memecahkan masalah, kemampuan

menganalisis, dorongan kompetitif, motivasi,

sosiabilitas dan kemampuan belajar seseorang

maka tingkat keterlibatannya dalam menyusun

anggaran semakin tinggi.

H2a: Ada perbedaan tingkat partisipasi penyu-

sunan anggaran ditinjau dari jenis

kelamin

Perbedaan Tingkat Partisipasi Penyusunan

Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Pengaruh struktur organisasi terhadap

partisipasi anggaran tercermin dalam

pembagian jenis pekerjaan yang berupa

jabatan struktural akademik dan struktural non

akademik. Kedua jenis jabatan ini diduga dapat

menyebabkan pengaruh yang berbeda dalam

partisipasi penyusunan anggaran. Hal ini

didukung oleh pernyataan Siegel dan Marconi

(1989) bahwa status dan pengaruh dalam

organisasi mempertinggi efektivitas partisipasi

dalam penyusunan aggaran.

Partisipasi anggaran adalah keleluasaan

bawahan terlibat dalam proses pengambilan

keputusan anggaran. Jenis jabatan adalah

karakteristik tanggung jawab atas suatu

pekerjaan yang dimiliki seseorang yang diduga

memiliki perbedaan partisipasi dalam

penyusunan anggaran. Semakin tinggi

keterlibat seseorang dalam struktur organisasi

maka tingkat partisipasinya dalam penyusunan

anggaran semakin tinggi.

H3a: Ada perbedaan tingkat partisipasi

penyusunan anggaran ditinjau dari jenis

jabatan

Perbedaan Tingkat Partisipasi Penyusunan

Anggaran Ditinjau dari Pengalaman

Bekerja

Faktor yang mempengaruhi keterlibatan

bawahan dalam penyusunan anggaran adalah

kedalaman, keluasan dan bobot partisipasi

dalam tujuan anggaran. Bobot partisipasi ini

salah satunya tergantung pada kecepatan

Page 8: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno

40 dari 45

dalam membuat keputusan yang dibuat (Siegel

dan Marconi, 1989). Keahlian tenaga kerja

mem-pengaruhi partisipasi seseorang dalam

menyusun anggaran. Keahlian seseorang

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan

pengalaman kerja di bidangnya. Orang yang

memiliki pendidikan tinggi dan atau

pengalaman kerja di bidangnya yang lebih

lama akan memiliki partisipasi yang lebih

besar daripada orang yang berpendidikan

rendah dan atau pengalaman kerja di

bidangnya yang kurang.

Partisipasi anggaran adalah keleluasaan

bawahan terlibat dalam proses pengambilan

keputusan anggaran. Pengalaman bekerja

adalah lamanya seseorang bekerja dalam suatu

unit atau menduduki jabatan tertentu yang

diduga memiliki perbedaan partisipasi dalam

penyusunan anggaran. Semakin lama

seseorang mengeluti bidang kerjanya, semakin

banyak pengetahuan yang dimilikinya yang

berkaitan dengan unit kerjanya sehingga

semakin tinggi tingkat keterlibatannya dalam

penyusunan anggaran.

H4a: Ada perbedaan tingkat partisipasi penyu-

sunan anggaran ditinjau dari pengalaman

bekerja

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini dapat dikelompokkan

menjadi dua. Pertama, penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif, yaitu hanya

terbatas pada usaha mengungkapkan suatu

masalah dan keadaan sebagaimana adanya,

sehingga hanya sekedar mengungkapkan fakta.

Penelitian ini menggunakan data dikumpulkan

setelah semua peristiwa yang diperhatikan

terjadi (ex post facto). Kedua, penelitian ini

termasuk penelitian deskriptif-eksploratif yaitu

penelitian yang bertujuan untuk

mengungkapkan dan mendeskripsikan

variabel-variabel penelitian yaitu partisipasi

anggaran, jenis jabatan, tingkat pendidikan,

jenis kelamin dan pengalaman kerja. Penelitian

ini dilaksanakan pada Mei dan Juni 2005

dengan mengambil lokasi Perguruan Tinggi

Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah pimpinan

unit yang ada di Perguruan Tinggi Swasta di

Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlibat

dalam penyusunan anggaran. Berdasarkan

catatan Direktorat Perguruan Tinggi Swasta

Dirjen Dikti (www.dikti.com), jumlah

Perguruan Tinggi Swasta di DIY sebanyak 78

yang meliputi 38 akademi, 2 politeknik, 5

institut, 18 sekolah tinggi dan 15 universitas.

Alasan pemilihan perguruan tinggi swasta

adalah anggaran partisipaif lebih mungkin

diterapkan di Perguruan Tinggi Swasta

daripada di Perguruan Tinggi Negeri

(Cahyono, dkk, 2001).

Data yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah data sekunder. Data

diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan

Purwantini (2005) berupa data partisipasi

anggaran, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

pengalaman bekerja, dan jenis jabatan. Jumlah

sampel yang digunakan sama dengan

penelitian yang dilakukan Purwantini (2005)

yaitu sebanyak 198 orang yang berasal dari 45

Perguruan Tinggi Swasta yang diambil dengan

teknik pengambilan sampel secara random

sampling.

Subjek penelitian ini adalah pimpinan

unit yang terlibat dalam penyusunan anggaran

seperti: ketua program studi, ketua jurusan,

dekan, pembantu dekan, kepala biro dan lain-

lain di Perguruan Tinggi Swasta di Daerah

Istimewa Yogyakarta. Objek penelitian ini

adalah perbedaan partisipasi anggaran dengan

unit penelitian individu yang terlibat dalam

penyusunan anggaran Perguruan Tinggi

Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Analisis Riset

Variabel penelitian ini adalah partisipasi

anggaran yang ditunjukkan dari tingkat

keikutsertaan manajer dalam mempersiapkan

Page 9: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…

41 dari 45

anggaran dan berpengaruh dalam penentuan

pencapaian tujuan anggaran pada pusat

pertanggungjawaban (Kenis, 1979). Partisipasi

diukur dengan menggunakan instrumen yang

digunakan oleh Milani (1975), Asnawi (1997),

Yuwono (1999), dan Fitri (2004) dengan Skala

Likert yang berskala 1 sampai dengan 5.

Analisis Data

Data akan dianalisis dengan uji

independent sample t test dengan tujuan untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata

(mean) dua kelompok populasi yang saling

bebas. Jika nilai rata-rata dua kelompok

populasi tersebut tidak berbeda secara statistik

maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

perbedaan partisipasi anggaran. Langkah-

langkah pengujian independent sample t test

adalah:

1. Menguji persamaan varian populasi

dengan kriteria penolakan hipotesis jika

probabilitas signifikansi > 0,05

Ha: Ada perbedaan varian populasi

2. Menguji persamaan rata-rata populasi

dengan kriteria penolakan hipotesis jika

probabilitas signifikansi > 0,05

Ha: Ada perbedaan rata-rata nilai

partisipasi anggaran dari dua

kelompok populasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik responden penelitian ini

dapat dirangkum seperti pada tabel di bawah

ini. Dari 198 responden, skor maksimal

partisipasi anggaran adalah 30 dengan skor

rata-rata 20,78. Oleh karena tingkat partisipasi

anggaran responden mendekati nilai median

(skor 21) maka dapat disimpulkan bahwa

tingkat partisipasinya tinggi.

Dilihat dari tingkat pendidikan respon-

den, sebagian besar berpendidikan setingkat

S3 (61,1%), dominasi kedua setingkat S2

(26,3%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian

besar pejabat struktural dijabat oleh orang-

orang yang berpendidikan tinggi.

Tabel 1

Statistik Deskriptif

Tabel 2

Statistik Deskriptif Jenis Kelamin

Tabel 3

Statistik Deskriptif Jabatan

Statistics

198 198 198 198 198

0 0 0 0 0

20,78 ,38 3,63 3,32 2,31

21,00 ,00 4,00 2,00 3,00

19 0 4 2 3

4,351 ,486 ,768 3,592 ,930

6 0 1 0 0

30 1 5 28 4

Valid

Missing

N

Mean

Median

Mode

Std. Deviation

Minimum

Maximum

PARTISIP JK PENDK LAMA JABTN

Jenis Kelamin

123 62,1 62,1 62,1

75 37,9 37,9 100,0

198 100,0 100,0

L

P

Total

Valid Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Page 10: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno

42 dari 45

Dilihat dari jenjang jabatan responden,

sebagian besar menjadi pejabat pada level

dekanat/biro/lembaga (52,5%), dominasi

kedua pada level jurusan/pusat/bagian (21,2%)

dan dominasi ketiga level program studi

(20,7%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian

besar pejabat struktural menjabat pada jenjang

manajemen tingkat menengah.

Dilihat dari lama bekerja, sebagian besar

responden telah bekerja dua tahun (23,2%),

dominasi kedua telah bekerja selama tiga tahun

(18,7%) dan dominasi ketiga telah bekerja

selama satu tahun (14,6%). Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar pejabat

struktural memiliki pengalaman kerja yang

rendah.

Tabel 4

Statistik Deskriptif Lama Bekerja

Tabel 5

Hasil Independent Samples Test

Jabatan

6 3,0 3,0 3,0

41 20,7 20,7 23,7

42 21,2 21,2 44,9

104 52,5 52,5 97,5

5 2,5 2,5 100,0

198 100,0 100,0

lainnya

level program studi

level jurusan/pusat/bagian

level dekanat/biro/lembaga

level rektorat Total

Valid Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

LAMA

25 12,6 12,6 12,6

29 14,6 14,6 27,3

46 23,2 23,2 50,5

37 18,7 18,7 69,2

19 9,6 9,6 78,8

17 8,6 8,6 87,4

5 2,5 2,5 89,9

3 1,5 1,5 91,4

3 1,5 1,5 92,9

1 ,5 ,5 93,4

1 ,5 ,5 93,9

4 2,0 2,0 96,0

4 2,0 2,0 98,0

1 ,5 ,5 98,5

1 ,5 ,5 99,0

1 ,5 ,5 99,5

1 ,5 ,5 100,0

198 100,0 100,0

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

16

22

28

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 11: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…

43 dari 45

Tingkat Pertisipasi Anggaran Berdasarkan

Tingkat Pendidikan

Dengan menggunakan uji independent

samples test, dilakukan dua tahap pengujian.

Pertama, uji kesamaan varian dan kedua, uji

beda rata-rata. Hasil levene’s test for equiality

variance diperoleh nilai F = 0,676 dengan sign

value sebesar 0,412. Oleh karena sign value >

0,05, maka hipotesis yang mengatakan bahwa

kedua varian populasi tersebut identik gagal

ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

varian kedua populasi tersebut adalah benar-

benar identik atau sama.

Kedua, dilakukan pengujian perbedaan

nilai rata-rata kedua kelompok sampel. Dari

hasil output equal variances assumed,

diperoleh nilai t = -1,930 dengan sign value

sebesar 0,055. Oleh karena sign value >0,05,

maka hipotesis yang mengatakan bahwa ada

perbedaan rata-rata nilai partisipasi anggaran

dari kelompok yang berpendidikan tinggi dan

rendah berhasil ditolak. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa rta-rata nilai partisipasi

anggaran dari kelopok yang berpendidikan

tingi dan rendah adalah benar-benar sama.

Berdasarkan pengujian yang kedua ini dapat

ditarik kesimpulan akhir bahwa tidak ada

perbedaan tingkat partisipasi anggaran ditinjau

dari tingkat pendidikan.

Penolakan terhadap H1 ini menunjukkan

bahwa perbedaan tingkat pendidikan tidak

menyebabkan perbedaan partisipasi anggaran.

Seseorang yang berpendidikan tinggi maupun

berpendidikan rendah mempunyai tingkat

partisipasi anggaran yang sama. Tingkat

keterlibatan dalam penyusunan anggaran,

perasaan puas ketika dilibatkan dalam

penyusunan anggaran, frekuensi pemberian

pendapat, besarnya pengaruh, tingkat

kepentingan sumbangan yang berikan dalam

penyusunan anggaran dan frekuensi atasan

dalam meminta pendapat dari bawahan tidak

berbeda antara yang berpendidikan tinggi

maupun redah. Hasil penelitian ini

dimungkinkan karena tingkat pendidikan

responden sebagian besar S2 dan S3. Jenjang

pendidikan ini termasuk tingkat tinggi

sehingga mereka mempunyai pengetahuan

yang memadai untuk terlibat dalam

penyusunan anggaran.

Tingkat Pertisipasi Anggaran Berdasarkan

Jenis Kelamin

Dengan menggunakan uji independent

samples test, dilakukan dua tahap pengujian.

Pertama, uji kesamaan varian dan uji beda rata-

rata. Jenis kelamin dibedakan menjadi dua:

kelompok laki-laki dan perempuan. Hasil

levene’s test for equiality variance diperoleh

nilai F = 0,014 dengan sign value sebesar

0,907. Oleh karena sign value > 0,05, maka

hipotesis yang mengatakan bahwa kedua

varian populasi berhasil ditolak. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa varian kedua populasi

tersebut adalah benar-benar identik atau sama.

Kedua, dilakukan pengujian perbedaan

rata-rata nilai sampel. Dari hasil output equal

variances assumed, diperoleh nilai t = -0,392

dengan sign value sebesar 0,696. Oleh karena

sign value >0,05, maka hipotesis yang

mengatakan bahwa ada perbedaan rata-rata

nilai partisipasi anggaran dari keompok yang

berjenis kelamin laki-laki dan perempuan

berhasil ditolak.Hal ini dapat disimpulkan

bahwa rata-rata nilai partisipasi anggaran dari

kelompok yang berjenis kelamin lai-laki dan

Independent Samples Test

,676 ,412 -1,930 196 ,055 -1,258 ,652 -2,542 ,027

-1,979 139,132 ,050 -1,258 ,635 -2,514 -,001

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

partisip

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

95% Confidence

Interval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Page 12: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno

44 dari 45

perempuan adalah benar-benar sama.

Berdasarkan pengujian yang kedua ini dapat

ditarik kesimpulan akhir bahwa tidak ada

perbedaan tingkat partisipasi anggaran ditinjau

dari jenis kelamin.

Penolakan H2 ini menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan partisipasi anggaran

ditinjau dari jenis kelamin. Pimpinan unit kerja

yang berjenis kelamin pria maupun wanita

memiliki tingkat partisipasi yang sama. Hasil

temuan ini mendukung pendapat Robbin

(2003) bahwa variabel jenis kelamin

mempengaruhi tingkat partisipasi masih

bersifat kontroversial. Hal ini membuktikan

wanita mengalami peningkatan partisipasi

dalam penyusunan anggaran.

Tabel 6

Hasil Independent Samples Test

Tingkat Pertisipasi Anggaran Berdasarkan

Jenis Jabatan

Dengan menggunakan uji independent

samples test, dilakukan dua tahap pengujian.

Pertama, uji kesamaan varian dan uji beda rata-

rata. Jenis jabatan dikelompokan menjadi dua:

kelompok jabatan struktural dan non-

struktural. Hasil levene’s test for equiality

variance diperoleh nilai F = 2,399 dengan sign

value sebesar 0,123. Oleh karena sign value >

0,05, maka hipotesis yang mengatakan bahwa

ada perbedaan varian populasi berhasil ditolak.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa varian kedua

populasi tersebut adalah benar-benar sama.

Kedua, dilakukan pengujian perbedaan

rata-rata nilai sampel. Dari hasil output equal

variances assumed, diperoleh nilai t = 0,123

dengan sign value sebesar 0,902. Oleh karena

sign value > 0,05, maka hipotesis yang

mengatakan bahwa ada perbedaan rata-rata

nilai partisipasi anggaran dari kelompok yang

memiliki jabatan struktural dan non-struktural

berhasil ditolak. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa rata-rata nilai partisipasi anggaran dari

kelompok yang memiliki jabatan struktural

dan non-struktural adalah benar-benar sama.

Berdasarkan pengujian yang kedua ini dapat

ditarik kesimpulan akhir bahwa tidak ada

perbedaan tingkat partisipasi anggaran ditinjau

dari jenis jabatan.

Tabel 7

Hasil Independent Samples Test

Independent Samples Test

.014 .907 -.392 196 .696 -.25 .639 -1.510 1.010

-.394 158.609 .694 -.25 .636 -1.507 1.006

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

PARTISIPF Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

95% Confidence

Interval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Independent Samples Test

2,399 ,123 ,123 196 ,902 ,081 ,660 -1,221 1,383

,127 138,579 ,899 ,081 ,639 -1,182 1,345

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

partisip

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

95% Confidence

Interval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Page 13: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…

45 dari 45

Penolakan H3 menunjukkan bahwa

jenjang janis tidak mengakibatkan perbedaan

partisipasi dalam penyusunan anggaran. Setiap

pimpinan unit yang memiliki jabatan struktural

akademik maupun struktural non akademik

mempunyai tingkat keterlibatan yang sama

sesuai dengan anggaran unit kerja masing-

masing. Temuan ini tidak mendukung teori

Siegel dan Marconi (1989) yang menemukan

bahwa stuktur organisasi mempunyai

pengaruh yang berbeda terhadap tingkat

partisipasi dalam penyusunan anggaran.

Struktur organisasi yang menyebabkan

munculnya jenis jabatan dan yang berarti juga

menunjukkan tanggung jawab serta

kewenangan tidak membuktikan adanya

perbedaan tingkat partisipasi dalam

penyusunan anggaran. Jenis jabatan stuktural

yaitu yang berkaitan dengan kegiatan

akademik (kepala program studi sampai

dengan dekan) dan jabatan akademik non

struktural seperti kepala biro, kepala lembaga,

dan lain-lain mempunyai tingkat partisipasi

yang sama dalam penyusunan anggaran.

Tingkat Pertisipasi Anggaran Berdasarkan

Pengalaman Bekerja

Dengan menggunakan uji independent

samples test, dilakukan dua tahap pengujian.

Pertama, uji kesamaan varian dan uji beda rata-

rata. Pengalaman bekerja dibedakan menjadi

dua: kelompok berpengalaman tinggi dan

rendah. Hasil levene’s test for equiality

variance diperoleh nilai F = 1,168 dengan sign

value sebesar 0,281. Oleh karena sign value >

0,05, maka hipotesis yang mengatakan bahwa

ada perbedaan varian populasi berhasil ditolak.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa varian kedua

populasi tersebut adalah benar-benar sama.

Kedua, dilakukan pengujian perbedaan

rata-rata nilai sampel. Dari hasil output equal

variances assumed, diperoleh nilai t = 0,923

dengan sign value sebesar 0,357. Oleh karena

sign value > 0,05, maka hipotesis yang

mengatakan bahwa ada perbedaaan rata-rata

nilai partisipasi anggaran dari kelompok yang

berpengalaman tinggi dan rendah berhasil

ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rata-

rata nilai partisipasi anggaran dari kelompok

yang berpengalaman tinggi dan rendah adalah

benar-benar sama. Berdsarkan pengujian yang

kedua ini dapat ditarik kesimpulan akhir

bahwa tidak ada perbedaan tingkat partisipasi

anggaran ditinjau dari pengalaman kerja.

Tabel 8

Hasil Independent Samples Test

Penolakan H4 menunjukkan bahwa

pimpinan unit yang berpengalaman maupun

yang belum perpengalaman dapat terlibat

dalam penyusunan anggaran dengan tingkat

partisipasi yang sama. Temuan ini tidak

mendukung pendapat Robbin (2003) yang

mengatakan bahwa senioritas berpengaruh

pada perilaku dan produktivitas seseorang di

masa depan. Semakin senior atau

berpengalaman seseorang pimpinan unit,

Independent Samples Test

1,168 ,281 ,923 191 ,357 ,643 ,697 -,732 2,017

,862 89,149 ,391 ,643 ,746 -,839 2,125

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

partisip

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

95% Confidence

Interval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Page 14: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno

46 dari 45

semakin tinggi keterlibatannya dalam

penyusunan anggaran tidak terbukti.

PENUTUP

Simpulan

Dari hasi analisis data dengan meng-

gunakan uji independent sample t, ditemukan

bahwa tidak ada perbedaan dalam partisipasi

anggaran yang dievaluasi dari tingkat

pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, dan

pengalaman kerja.

Implikasi dan Keterbatasan

Tingkat partisipasi anggaran pimpinan

unit yang ada di Perguruan Tinggi Swasta

tidak ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat

pendidikan, perbedaan jenis kelamin, tingkat

pengalaman bekerja dan perbedaan jenjang

jabatan. Dengan demikian, hasil penelitian ini

berimplikasi bahwa setiap pimpinan unit mulai

dari yang terendah sampai yang tinggi dapat

dilibatkan dalam penyusunan anggaran sesuai

dengan kapasitasnya karena mereka memiliki

informasi penting dan relevan dalam

penyusunan anggaran.

Ada keterbatasan penelitian yang perlu

diungkap. Pemahaman orang mengenai

pengertian partisipasi dapat berbeda-berbeda

yang disebabkan tingkat pendidikan

responden. hal ini akan berakibat pada

ketepatan responden dalam mengisi kuesioner.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, J. 1998. Penyelenggaraan Manajemen

Keuangan di Lingkungan Perguruan

Tinggi. Jurnal Akuntansi dan Auditing

Indonesia. Vol.2. No. 1. pp. 50 – 65.

Asnawi, M. 1997. Partisipasi Anggaran,

Komitmen Organisasi, dan

Keterlibatan Pekerjaan Pengaruhnya

terhadap Senjangan Anggaran. Tesis.

Program Magister Sains Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi.

Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Cahyono, D., Mulyono, Agung dan Lesmana,

Sukma 2001. Pengaruh Politik dan

Gaya Kepemimpinan terhadap

Kefektifan Anggaran Partisipatif dalam

Peningkatan Kinerja Manajerial (Studi

Empiris pada Perguruaan Tinggi

Swasta), Jurnal Bisnis dan Akuntansi.

Vol. 3. No. 3. pp. 543 – 561.

Chabotar, J.K. 1995. Managing Partisipative

in Higher Education – Cover Story.

Change. With Furl Net. Get Started

Now.

Cludts, S. 1999. Organisation Theory and the

Ethics of Participation. Journal of

Business Ethics. No.21. pp. 157 – 171.

Douglas, P.C dan Wier, B. 2000. Integrating

Ethical Dimensions into a Model of

Budgetary Slack Creation. Journal of

Business Ethics. No.28. pp. 267 – 277.

Dunk, A.S. 1993. The Effect of Budget

Emphasis and Information Asymetry

on the Relation Between Budgetary

Participation and Slack. The

Accounting Review. Vol 60. No 2. pp.

400 – 410.

Fattah. 2003. Landasan Manajemen

Pendidikan. Edisi Enam. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Fitri, Y. 2004. Pengaruh Informasi Asimetri,

Partisipasi Penganggaran dan

Komitmen Organisasi terhadap

Timbulnya Senjangan Anggaran.

Proceeding Simposium Nasional

Akuntansi VII. Bali, 2-3 Desember

2004.

Hunger, J.D. dan Wheelen, T.L., 2003.

Strategic Management, Fifth edition,

Addison – Wesley Publishing

Company. Inc.

Kenis, I. 1979. Effects of Budgetary Goal

Characteristics on Managerial

Attitudes and Performance. The

Accounting Review. Vol. LIV. No. 4.

pp.707 – 721.

Merchant, K.A. 1981. The Design of the

Corporate Budgeting System:

Page 15: Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan

Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…

47 dari 45

Influences on Managerial Behavior and

Performance. The Accounting Review.

Vol. LVI. No.4. Oktober. pp. 813 –

829.

Milani, K. 1975. the Relationship in Budget

Setting to Industrial Supervisor

Performance and Attitudes: A Field

Study. The Accounting Review. pp. 274

– 284.

Mulyasa. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah:

Konsep, Startegi dan Implementasi.

Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Onsi, M. 1973. Factor Analysis of Behavioral

Variabels Affecting Budgetary Slack.

The Accounting Review. (48). Pp. 535 –

548.

Purwantini, C. 2005. Pengaruh Partisipasi

Anggaran, Asimetri Informasi, dan

Etika Individu Terhadap Senjangan

Anggaran. Tesis. Malang: Universitas

Brawijaya

Robbin, S.P. 2003. Perilaku Organisasi. Edisi

Indonesia. Jakarta: PT. Indeks.

Sekaran, U. 2003. Research Methods for

Business. Fourth Edition.USA : John

Wiley & Sons, Inc.

Shim, J.K. dan Siegel, J.G. 1994. Budgeting

Basics and Beyond: A Complete Step

by Step Gude for Nonfinancial

Managers. USA : Prentice Hall.

Siegel G. dan Marconi, H.R. 1989. Behavioral

Accounting. USA: South Western

Publishing Co.

Yuwono, I.B. 1999. Pengaruh Komitmen

Organisasi dan Ketidakpastian

Lingkungan terhadap Hubungan antara

Partisipasi Anggaran dengan

Senjangan Anggaran. Jurnal Bisnis

dan Akuntansi. Vol. 1. No.1. h. 37 – 55.

www.dikti.com