Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Akuntansi dan Investasi Vol. 8 No. 1, hal:33-45, Januari 2007
Terakreditasi Berdasarkan SK No.34/DIKTI/Kep/2003
Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan, Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin dan Pengalaman Kerja
(Studi Empirik pada Perguruan Tinggi Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta)
Cornelio Purwantini* & Ignatius Bondan Suratno Universitas Sanata Dharma
*e-mail: [email protected]
Abstract The purpose of this research was to know difference in the budget participation that’s
evaluated from education levels, gender, occupations, and job experiences. The
number of research sample is 198 people coming from 45 Private Higher Education
Institution in Yogyakarta. The research subject is heads from of unit who are enganged
in the budget partisipation, such as heads of study program, heads of department, vice
dean, dean, heads of bureau and the like in Private Higher Education Institution. The
data analysis was conducted using independent sample t test. The statistical test result
with 0.05 of the significance level indicated that there was no difference in the budget
participation that was evaluated from education levels, gender, occupation, and job
experiences.
Keywords: Budget Participation, Education Levels, Gender, Occupation, Job
Experiences.
PENDAHULUAN
Anggaran merupakan bagian dari
perencanaan dalam organisasi baik yang
berorientasi laba maupun nirlaba. Anggaran
yang telah disusun dapat digunakan oleh
manajemen dalam melaksanakan fungsi
perencanaan, koordinasi, dan pengawasan.
Anggaran merupakan terjemahan dari setiap
penyusunan program yang dinyatakan dalam
bentuk satuan uang. Program akan dinyatakan
secara rinci dalam biaya dan selanjutnya
digunakan oleh manajemen untuk
merencanakan dan mengendalikan (Hunger
dan Wheelen, 2003). Secara tidak langsung,
penyusunan anggaran merupakan perencanaan
strategis perusahaan yang menjamin
keberhasilan implementasi suatu program.
Salah satu bentuk proses penyusunan
anggaran adalah dengan melibatkan bawahan
atau disebut anggaran partisipatif. Pemberian
kesempatan bawahan untuk berpartisipasi
mempunyai dampak positif dan negatif.
Dampak tersebut telah dibuktikan dalam
penelitian-penelitian terdahulu. Pentingnya
partisipasi anggaran secara administratif dalam
perusahaan yang besar juga disampaikan oleh
Merchant (1981).
Beberapa dampak positif dari sistem
anggaran partisipatif antara lain:
meningkatkan kinerja (Milani,1975),
meningkatkan kinerja sekaligus kepuasan
kerja, meningkatkan sikap yang berhubungan
dengan pekerjaan dan sikap terhadap anggaran
(Kenis, 1979) dan menurunkan senjangan
anggaran (Dunk, 1993 dan Fitri, 2004).
Partisipasi anggaran juga mempunyai dampak
negatif, yaitu: perasaan tertekan sehingga
mendorong seseorang untuk menyusun
anggaran yang tidak menunjukkan kapasitas
sesungguhnya atau disebut senjangan
Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno
34 dari 45
anggaran (budgetary slack). Menurut
Merchant (Douglas dan Wier: 2000)
menemukan partisipasi anggaran memberi
kesempatan kepada bawahan untuk
mengalokasikan sumber daya yang dibutuhkan
sehingga dapat meminimalkan senjangan
anggaran, sebaliknya juga dapat mendorong
penciptaan senjangan anggaran. Yuwono
(1999) dalam studinya menemukan bahwa
partisipasi anggaran yang tinggi dapat
meningkatkan senjangan anggaran. Menurut
Lukka (Douglas dan Wier 2000) menemukan
bahwa senjangan anggaran menyebabkan
sumber-sumber organisasi menjadi salah
dialokasikan dan berakibat pada return on
investment (ROI) yang tidak optimal sehingga
perlu dihilangkan.
Partisipasi bawahan dalam penyusunan
anggaran ini dimaksudkan agar terjadi
pertukaran informasi baik antara atasan
dengan bawahan (secara vertikal) maupun
antara sesama tingkat manajemen yang sama
(secara horisontal). Semakin besar perbedaan
informasi (asimetri informasi) yang terjadi
antara bawahan dan atasan, semakin besar
dibutuhkan partisipasi dalam penyusunan
anggaran sehingga asimetri informasi dapat
diminimalkan. Sebaliknya, seorang partisipan
yang memiliki informasi yang lebih banyak
dan relevan memungkinkan menciptakan
senjangan anggaran yang besar. Kondisi
semacam ini akan diperkuat bila sistem
pengendalian anggaran dalam perusahaan
lemah.
Faktor yang mempengaruhi bawahan
terlibat dalam menyusun anggaran adalah
kedalaman, keluasan dan bobot partisipasi
dalam penyusunan anggaran tergantung pada
gaya kepemimpinan, struktur organisasi,
kecepatan dalam membuat keputusan yang
dibuat, keahlian tenaga kerja, dan bentuk
kontribusi yang dapat dibuat (Siegel dan
Marconi, 1989). Bila dihubungkan dengan
variabel penelitian, pendapat Siegel dan
Marconi memperkuat dugaan bahwa jenis
jabatan yang dihubungan struktur organisasi,
dan tingkat pendidikan yang dihubungkan
dengan keahlian tenaga kerja diduga
berpengaruh pada partisipasi dalam
penyusunan anggaran. Variabel jenis kelamin
mempengaruhi tingkat partisipasi masih
bersifat kontroversial. Wanita akhir-akhir ini
mengalami peningkatan partisipasi. Faktor lain
yang mempengaruhi perilaku seseorang di
dalam organisasi adalah masa kerja. Senioritas
berpengaruh pada produktivitas dan perilaku
seseorang di masa depan (Robbin, 2003).
Dalam penelitian ini dipilih lembaga non
bisnis karena memiliki karakteristik anggaran
yang berbeda dengan anggaran sektor bisnis.
Di dalam lembaga pendidikan, penyusunan
dan implementasi anggaran sangat ditekankan
pada pengelolaan dana yang efisien dan
efektif. Anggaran berfungsi sebagai
penjabaran suatu rencana dalam bentuk dana
untuk setiap komponen kegiatan sehingga
dana-dana itu dapat dimanfaatkan secara
optimal agar tujuan pendidikan dapat tercapai
(Mulyasa, 2003). Penyusunan anggaran yang
efisien dan efektif sangat diperlukan bukan
dengan tujuan akhir untuk menghasilkan
keuntungan seperti pada sektor bisnis, tetapi
karena dana yang dikeluarkan pada setiap
penyelenggaraan adalah untuk membiayai
kegiatan-kegiatan yang bertujuan
menghasilkan peserta didik yang unggul.
Arifin (1998) juga menyatakan bahwa
dalam organisasi nirlaba seperti perguruan
tinggi, laba bukanlah orientasi utama yang
hendak dicapai, melainkan peningkatan
pelayanan. Oleh karena laba bukan merupakan
orientasi utama, maka manajemen keuangan
berfokus pada pemerolehan dan penggunaan
sumber keuangan sesuai dengan anggaran dan
aturan lainnya. Secara khusus perguruan tinggi
disebut sebagai quasi non profit organization
karena meskipun mempunyai ciri-ciri
organisasi non profit mereka juga memperoleh
sebagian besar pendapatannya dari penerima
manfaat atau pengguna jasa, yaitu: uang
kuliah, dana pengembangan pendidikan dan
jenis sumbangan lain. Berdasarkan hal-hal
Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…
35 dari 45
yang telah diungkapkan di atas, perlu dikaji
secara lebih mendalam “Perbedaan Partisipasi
Anggaran Ditinjau Jabatan, Tingkat
Pendidikan, Jenis Kelamin, Pengalaman
Kerja”. Penelitian akan dilaksanakan pada
Perguruan Tinggi Swasta di Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Adapun permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini:
1. Apakah ada perbedaan tingkat partisipasi
anggaran ditinjau dari tingkat
pendidikan?
2. Apakah ada perbedaan tingkat partisipasi
anggaran ditinjau dari jenis kelamin?
3. Apakah ada perbedaan tingkat partisipasi
anggaran ditinjau dari jenis jabatan?
4. Apakah ada perbedaan tingkat partisipasi
anggaran ditinjau dari pengalaman
bekerja?
TINJAUAN LITERATUR DAN
PERUMUSAN HIPOTESIS
Konsep Anggaran
Anggaran (budget) adalah perencanaan
manajerial terhadap aktivitas-aktivitas yang
diekspresikan dalam kerangka keuangan.
Anggaran merupakan perencanaan profit yang
komprehensif dalam jangka pendek yang
mengimplementasikan tujuan dan sasaran ke
dalam operasi perusahaan. Anggaran juga
merupakan perangkat manajerial yang
memastikan pencapaian tujuan-tujuan
organisasi dan memberikan pedoman
(guideline) setiap rupiah yang dikeluarkan dari
hari ke hari (Siegel dan Marconi, 1989).
Menurut Koonts (Fattah, 2003), penganggaran
merupakan satu langkah perencanaan dan juga
sebagai instrumen perencanaan yang
fundamental. Anggaran dapat diartikan
sebagai suatu rencana operasi dari suatu
kegiatan atau proyek yang mengandung
perincian pengeluaran biaya untuk suatu
periode tertentu.
Lamanya waktu penyusunan anggaran
tergantung sifat bisnis dan perincian yang
diinginkan. Salah satu faktor yang harus
dipertimbangkan dalam penyusunan anggaran
adalah hubungan manpower dan employee
(Shim dan Siegel, 1994). Anggaran tidak boleh
terlalu tinggi karena tidak bisa dicapai
sehingga menyebabkan karyawan frustasi, atau
terlalu longgar yang menyebabkan karyawan
menjadi bermalas-malasan. Anggaran
seharusnya realistis, dapat dicapai, dan dapat
dibuktikan kebenarannya.
Menurut Siegel dan Marconi (1989),
anggaran mempunyai beberapa fungsi.
Pertama, anggaran merupakan hasil akhir dari
proses perencanaan yang dihasilkan melalui
proses negosiasi, sehingga anggaran berperan
sebagai konsensus organisasional berkaitan
dengan sasaran operasi di waktu yang akan
datang. Kedua, anggaran berfungsi sebagai
cetak biru (blue print) untuk aktivitas-aktivitas
prioritas yang mencerminkan prioritas
manajemen dalam alokasi sumber-sumber
organisasi. Ketiga, anggaran sebagai alat
komunikasi internal yang menghubungkan
antar departemen atau divisi masing-masing
dan dengan manajemen puncak. Keempat,
dengan sasaran yang dinyatakan sebagai
kriteria kinerja yang terukur, anggaran
menyediakan standar hasil-hasil operasi aktual
yang dapat diperbandingkan. Kelima,
anggaran sebagai alat kontrol yang
memperbolehkan manajemen menunjukkan
secara tepat kekuatan dan kelemahan
perusahaan. Keenam, anggaran digunakan
untuk mempengaruhi dan memotivasi atasan
dan bawahan untuk terus melakukan aktivitas
yang secara konsisten memperhatikan
efektifitas dan efesiensi operasi yang selaras
dengan tujuan organisasi.
Proses Penyusunan Anggaran
Ada tiga tahap penyusunan anggaran
menurut Siegel dan Marconi (1989), yaitu
perumusan tujuan, implementasi, dan
pengendalian dan evaluasi kinerja. Langkah-
langkah berikut ini harus dilakukan. Pertama,
manajer puncak harus menentukan tujuan
Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno
36 dari 45
jangka panjang dan strategi yang akan
digunakan untuk mencapainya. Kedua, sasaran
harus disusun dan sumber dialokasikan.
Ketiga, secara komperehensif harus dibuat dan
kemudian disetujui oleh manajemen puncak.
Untuk memperoleh anggaran yang efektif
menurut Shim dan Siegel (1994) perlu
memenuhi kriteria: mempunyai kemampuan
prediktif, merupakan saluran yang jelas mulai
dari komunikasi, otoritas, dan
pertanggungjawaban, menjadikan informasi
yang tepat (akurat) dan tepat waktu, dapat
diperbandingkan, komprehensif, dan informasi
yang jelas, dukungan dalam organisasi dari
semua pihak yang terlibat.
Aspek Partisipasi dalam Penyusunan
Anggaran
Partisipasi merupakan suatu konsep yang
digunakan untuk mendeskripsikan keleluasaan
seorang bawahan (subordinate) terlibat dalam
pemilihan cara-cara yang dimilikinya sendiri
terhadap suatu tindakan (Milani, 1975).
Kinerja yang diharapkan atau diantisipasi dari
partisipasi merupakan dukungan dan
tantangan. Bagaimanapun eksplorasi terhadap
perbedaan kinerja dengan berpartisipasi dan
tidak berpartisipasi dalam penyusunan
anggaran sebagai variabel mayor belum
memadai dalam pengujian empiris.
Menurut Kenis (1979), partisipasi adalah
tingkat keikutsertaan manajer dalam
mempersiapkan anggaran dan memberikan
pengaruh dalam menentukan pencapaian
tujuan anggaran di pusat
pertanggungjawabannya. Partisipasi juga
menunjukkan suatu proses kerjasama
pembuatan keputusan oleh dua pihak atau
lebih dimana keputusan yang dibuat
berpengaruh untuk waktu yang akan datang.
Ini memberikan kesempatan pada karyawan
dan manajer tingkat bawah menyampaikan hak
suara dalam proses manajemen. Partisipasi
telah menunjukkan dampak positif pada sikap
karyawan, meningkatkan kuantitas dan
kualitas produksi, mempertinggi kerjasama
antar manajer. Selain itu juga, seperti yang
disampaikan oleh Becker dan Green (Siegel
dan Marconi 1989) bahwa saat diterapkan pada
kondisi yang tidak tepat, partisipasipasi dapat
merusak motivasi karyawan dan menurunkan
usaha untuk mencapai tujuan perusahaan.
Manajemen partisipatif adalah pengam-
bilan keputusan dimana atasan sebenarnya
berbagi kekuasaan dalam pengambilan
keputusan sampai derajat tertentu bersama
bawahan langsung mereka (Cludts, 1999).
Seperti dikatakan oleh Sashkin (Robbin, 2003)
yang berargumen bahwa manajemen
partisipatif bersifat keharusan (imperative)
etis. Pentingnya partisipasi dalam penyusunan
anggaran ditunjukkan oleh hasil penelitian
yang dilakukan oleh Onsi (1973). Dalam
penelitiannya ditemukan ada perbedaan
dampak yang ditimbulkan dari manajemen
yang otoriter dan manajemen yang partisipatif.
Bila seorang manajer puncak otoriter
(authoritarian) dalam suatu sistem kontrol
penganggaran, akan berpengaruh positif
terhadap senjangan anggaran. Ini berarti
dengan sistem pengendalian penganggaran
yang ketat, manajer divisi cenderung untuk
memanipulasi kinerja mereka seperti
memanipulasi skill pada bagian mereka.
Penemuan lain menyatakan bahwa
partisipasi mempunyai peran positif. Korelasi
antara partisipasi dan budget attitude
menunjukkan bahwa partisipasi mengarahkan
pada suatu sikap bahwa anggaran tidak lain
merupakan suatu “game” atau suatu perangkat
akuntansi. Korelasi antara partisipasi dan slack
attitude menunjukkan bahwa partisipasi
anggaran mengurangi suatu kebutuhan untuk
menciptakan senjangan. Secara tidak
langsung, hal ini berarti bahwa partisipasi yang
menghasilkan komunikasi positif membuat
seorang manajer merasa bahwa ia tidak berada
di bawah tekanan untuk menciptakan
senjangan. Cludts (1999) menambahkan pula
bahwa selain menghasilkan komunikasi yang
lebih baik antara atasan dan bawahan,
keuntungan lain dalam anggaran partisipatif
Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…
37 dari 45
adalah penggunaan dan pemrosesan informasi
yang lebih baik dapat menolong bawahan
memperoleh pemahaman yang lebih baik
tentang keputusan manajemen.
Ada beberapa alasan mengapa
manajemen menginginkan berbagi kekuasaan
dalam pengambilan keputusan dengan
bawahan. Dengan rumitnya pekerjaan yang
dihadapi, manajer sering tidak mengetahui
secara keseluruhan apa yang dilakukan oleh
karyawan mereka. Jadi partisipasi
memungkinkan partisipan untuk memberi
sumbangan. Kesalingtergantungan dalam
tugas-tugas yang sering dilakukan karyawan
dewasa ini juga menuntut konsultasi dengan
pihak-pihak dalam departemen lain dan unit-
unit kerja. Ini meningkatkan kebutuhan akan
tim, komite, dan pertemuan kelompok untuk
memecahkan masalah-masalah yang
mempengaruhi mereka secara bersama-sama.
Partisipasi juga meningkatkan komitmen
terhadap keputusan. Orang akan secara serius
mengusahakan pelaksanaan keputusan karena
mereka dilibatkan dalam pengambilan
keputusan tersebut. Partisipasi memberikan
ganjaran intrinsik untuk bawahan dan
membuat pekerjaan menjadi lebih menarik dan
bermakna.
Dalam penyusunan anggaran,
partisipasi dari karyawan, manajer tingkat
bawah, dan manajer tingkat menengah dapat
memberi peluang pada manajer puncak untuk
memperoleh informasi-informasi yang
bermanfaat sehingga anggaran yang dihasilkan
lebih akurat. Bagi partisipan, dengan adanya
kesempatan berpartisipasi membuat mereka
merasa bertanggung jawab terhadap
pencapaian anggaran yang telah distandarkan
yang berarti juga mendukung tercapainya
tujuan perusahaan.
Milani (1975) menyampaikan bahwa
serangkaian partisipasi mencerminkan
persepsi partisipan terhadap porsi
keterlibatannya dalam penyusunan anggaran,
bentuk (macam) pemikiran yang diberikannya
pada atasan (superior) ketika anggaran
direvisi, frekuensi diskusi yang berhubungan
dengan anggaran yang dilakukan dengan
atasannya, besarnya pengaruh yang
dimilikinya pada anggaran akhir (final), dan
penting-tidaknya kontribusi yang diberikan
untuk anggaran.
Menurut Chabotar (1995), dalam
lembaga pendidikan tinggi terdapat dua model
penganggaran. Pertama, sentralisasi yaitu
model pengganggaran dimana penentuan
anggaran pendapatan dan belanja perguruan
tinggi dilakukan melalui rapat pimpinan dalam
waktu yang relatif singkat dan dalam suasana
yang kurang konsultatif terhadap bawahan.
Selanjutnya, para manajer menengah (dekan)
diundang oleh pembantu rektor bidang
keuangan (provost) untuk briefing anggaran.
Kedua, partisipatif yaitu mencoba melibatkan
bawahan dalam menentukan anggaran
perguruan tinggi. Ada tiga model partisipasi,
yaitu: informasional, konsultatif dan
partisipasif.
Dalam model partisipasi informasional,
proses ini dilakukan oleh administrator
(keuangan) dengan cara mengumumkan
rencana pendapatan dan belanja dalam
memorandum atau rapat rutin antara dosen dan
staf. Meskipun terjadi proses dengar pendapat,
feedback yang terjadi akan dibatasi oleh poin-
poin anggaran. Dalam model partisipasi
konsultatif, proses ini telah
mengkombinasikan komunikasi dua arah
terhadap berbagai konstituen (dosen, staf, dan
mahasiswa) dengan mengundang mereka
dalam rapat khusus. Namun, pembahasan
hanya terbatas pada isu-isu utama (major
budget driver) seperti kenaikan SPP, kenaikan
gaji atau proyek pembangunan. Pembahasan
ini juga masih bersifat tentative budgets
(anggaran sementara). Dalam model
partisipasif, proses ini merupakan proses
partisipasi yang murni dengan meminta
konstituen untuk membuat draf anggaran
sesuai dengan pedoman yang disusun oleh
panitia atau komite anggaran. Draf akan
dibahas dalam rapat kerja anggaran dan
Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno
38 dari 45
diputuskan untuk diajukan kepada rektor
(president) atau dewan pengawas (trustees)
untuk disahkan.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa
proses penyusunan anggaran di perguruan
tinggi juga memiliki bentuk beragam dan
hampir tidak berbeda dengan perusahaan.
Perbedaannya adalah tolok ukur anggaran
bukanlah perencanaan dan pengendalian laba
namun lebih diarahkan pada bagaimana
aktivitas perguruan tinggi dapat
diselenggarakan dengan efektif dan efisien.
Penganggaran dalam Manajemen
Pendidikan Tinggi
Dalam lembaga pendidikan, fungsi-
fungsi manajemen yaitu planning, organizing,
staffing, leading dan controlling digunakan
untuk mengelola sumber daya secara efisien.
Sumber daya yang terdiri dari dana, manusia,
sarana dan prasarana, biaya, teknologi, dan
informasi. Namun sumber daya yang paling
penting adalah manusia. Arifin (1998)
mengatakan bahwa penyelenggaraan/praktik
manajemen keuangan pada suatu perguruan
tinggi mempunyai persamaan dengan
manajemen keuangan di lingkungan
pemerintahan dan organisasi nirlaba.
Tahap-tahap penyusunan anggaran suatu
perguruan tinggi adalah: mengidentifikasi
kegiatan yang dilaksanakan dalam periode
anggaran; mengidentifikasi sumber yang
dinyatakan dalam uang, mesin, dan material;
sumber-sumber dinyatakan dalam bentuk
uang, sebab anggaran pada dasarnya
merupakan pernyataan finansial;
memformulasikan anggaran menurut format
yang telah disepakati; usaha memperoleh
persetujuan dari yang berwenang dilakukan
kompromi melalui rapat-rapat untuk
mempertimbangkan secara objektif dan
subjektif.
Ada dua bentuk penganggaran dalam
lembaga pendidikan: anggaran butir per butir
(line item budget) dan program anggaran yang
merupakan langkah menuju SP4 (Sistem
Perencanaan Penyusunan Program dan
Penganggaran) yang sering digunakan di
lingkungan Perguruan Tinggi. Disampaikan
pula oleh Arifin (1998), karena pelaksanaan
anggaran nantinya akan melibatkan seluruh
jajaran sivitas akademika, maka persiapan
penyusunan anggaran sebaiknya juga
melibatkan seluruh tingkat pimpinan dari
lower level sampai top level.
Menurut Sugijanto (Arifin, 1998), ada
beberapa langkah agar pelaksanaan
penganggaran lebih efektif. Pertama, membuat
forecasting pendaftaran mahasiswa. Dalam
mempersiapkan anggaran, diperlukan
forecasting yang realistis mengenai pendaftar
mahasiswa, baik secara menyeluruh atau untuk
setiap program akademik. Forecast ini penting
sebagai dasar untuk membuat taksiran
pendapatan pendidikan dan kegiatan
tambahannya, serta taksiran biaya-biaya
variabel yang berkaitan. Kedua, menetapkan
standar input - output. Dengan mendefinisikan
hubungan antara input output, maka akan
diperoleh anggaran biaya universitas yang
lebih realistis, khususnya biaya-biaya variabel.
Input standard dapat berbentuk jam/bulan
mengajar, jumlah staf, jumlah jam kelas, dll.
Output standard bisa dalam bentuk Sistem
Kredit Semester (SKS), jumlah lulusan dan
sertifikat yang diberikan, jumlah hasil riset
yang dapat diselesaikan, atau jumlah
manuskrip yang dipublikasikan. Ketiga,
mengklasifikasi biaya tetap dan variabel.
Anggaran universitas harus dibagi menjadi
anggaran tetap dan variabel. Anggaran tetap
berisi biaya-biaya yang bersifat tetap yang
tidak tergantung dari besar kecilnya kegiatan,
misalnya biaya umum dan administrasi. Biaya
variabel sangat tergantung dari realisasi jumlah
pendaftar mahasiswa. Misalnya, apabila
pendaftaran mahasiswa lebih tinggi dari yang
dianggarkan, maka pengaruh terhadap biaya
tertentu misalnya honorarium dosen yang
meningkat harus ditambahkan pada anggaran
biaya variabel yang telah ditetapkan.
Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…
39 dari 45
Perbedaan Tingkat Partisipasi Penyusunan
Anggaran Ditinjau dari tingkat Pendidikan
Faktor yang mempengaruhi keterlibatan
bawahan dalam penyusunan anggaran adalah
kedalaman, keluasan dan bobot partisipasi
dalam tujuan anggaran. Bobot partisipasi ini
salah satunya tergantung pada keahlian tenaga
kerja (Siegel dan Marconi, 1989). Partisipasi
anggaran adalah keleluasaan bawahan terlibat
dalam proses pengambilan keputusan
anggaran. Tingkat pendidikan adalah jenjang
pendidikan formal tertinggi yang dicapai
seseorang yang diduga memiliki perbedaan
partisipasi dalam penyusunan anggaran.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka tingkat keterlibatannya dalam menyusun
anggaran semakin tinggi.
H1a: Ada perbedaan tingkat partisipasi penyu-
sunan anggaran ditinjau dari tingkat
pendidikan.
Perbedaan Tingkat Partisipasi Penyusunan
Anggaran Ditinjau dari jenis Kelamin
Partisipasi anggaran adalah keleluasaan
bawahan terlibat dalam proses pengambilan
keputusan anggaran. Jenis kelamin adalah
karakteristik yang melekat dalam pribadi
seorang wanita dan pria yang diduga memiliki
perbedaan partisipasi dalam penyusunan
anggaran. Jenis kelamin juga berpengaruh
terhadap tingkat kinerja karyawan. Meskipun
hal ini masih kontroversial, namun diperoleh
kesepakatan bahwa ada beberapa perbedaan
konsisten antara pria dan wanita dalam
kemampuan memecahkan masalah,
kemampuan analisis, dorongan kompetitif,
motivasi, sosia-bilitas dan kemampuan belajar
(Robbin, 2003). Dengan adanya perubahan-
perubahan yang terjadi selama 25 tahun
terakhir, ada peningkatan partisipasi wanita
dalam angkatan kerja.
Perbedaan pengaruh partisipasi anggaran
ditinjau dari variabel jenis kelamin masih
menjadi persoalan yang kontroversial
disebabkan wanita akhir-akhir ini mengalami
peningkatan partisipasi. Semakin tinggi
kemampuan wanita atau pria dalam
memecahkan masalah, kemampuan
menganalisis, dorongan kompetitif, motivasi,
sosiabilitas dan kemampuan belajar seseorang
maka tingkat keterlibatannya dalam menyusun
anggaran semakin tinggi.
H2a: Ada perbedaan tingkat partisipasi penyu-
sunan anggaran ditinjau dari jenis
kelamin
Perbedaan Tingkat Partisipasi Penyusunan
Anggaran Ditinjau dari Jenis Jabatan
Pengaruh struktur organisasi terhadap
partisipasi anggaran tercermin dalam
pembagian jenis pekerjaan yang berupa
jabatan struktural akademik dan struktural non
akademik. Kedua jenis jabatan ini diduga dapat
menyebabkan pengaruh yang berbeda dalam
partisipasi penyusunan anggaran. Hal ini
didukung oleh pernyataan Siegel dan Marconi
(1989) bahwa status dan pengaruh dalam
organisasi mempertinggi efektivitas partisipasi
dalam penyusunan aggaran.
Partisipasi anggaran adalah keleluasaan
bawahan terlibat dalam proses pengambilan
keputusan anggaran. Jenis jabatan adalah
karakteristik tanggung jawab atas suatu
pekerjaan yang dimiliki seseorang yang diduga
memiliki perbedaan partisipasi dalam
penyusunan anggaran. Semakin tinggi
keterlibat seseorang dalam struktur organisasi
maka tingkat partisipasinya dalam penyusunan
anggaran semakin tinggi.
H3a: Ada perbedaan tingkat partisipasi
penyusunan anggaran ditinjau dari jenis
jabatan
Perbedaan Tingkat Partisipasi Penyusunan
Anggaran Ditinjau dari Pengalaman
Bekerja
Faktor yang mempengaruhi keterlibatan
bawahan dalam penyusunan anggaran adalah
kedalaman, keluasan dan bobot partisipasi
dalam tujuan anggaran. Bobot partisipasi ini
salah satunya tergantung pada kecepatan
Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno
40 dari 45
dalam membuat keputusan yang dibuat (Siegel
dan Marconi, 1989). Keahlian tenaga kerja
mem-pengaruhi partisipasi seseorang dalam
menyusun anggaran. Keahlian seseorang
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan
pengalaman kerja di bidangnya. Orang yang
memiliki pendidikan tinggi dan atau
pengalaman kerja di bidangnya yang lebih
lama akan memiliki partisipasi yang lebih
besar daripada orang yang berpendidikan
rendah dan atau pengalaman kerja di
bidangnya yang kurang.
Partisipasi anggaran adalah keleluasaan
bawahan terlibat dalam proses pengambilan
keputusan anggaran. Pengalaman bekerja
adalah lamanya seseorang bekerja dalam suatu
unit atau menduduki jabatan tertentu yang
diduga memiliki perbedaan partisipasi dalam
penyusunan anggaran. Semakin lama
seseorang mengeluti bidang kerjanya, semakin
banyak pengetahuan yang dimilikinya yang
berkaitan dengan unit kerjanya sehingga
semakin tinggi tingkat keterlibatannya dalam
penyusunan anggaran.
H4a: Ada perbedaan tingkat partisipasi penyu-
sunan anggaran ditinjau dari pengalaman
bekerja
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini dapat dikelompokkan
menjadi dua. Pertama, penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif, yaitu hanya
terbatas pada usaha mengungkapkan suatu
masalah dan keadaan sebagaimana adanya,
sehingga hanya sekedar mengungkapkan fakta.
Penelitian ini menggunakan data dikumpulkan
setelah semua peristiwa yang diperhatikan
terjadi (ex post facto). Kedua, penelitian ini
termasuk penelitian deskriptif-eksploratif yaitu
penelitian yang bertujuan untuk
mengungkapkan dan mendeskripsikan
variabel-variabel penelitian yaitu partisipasi
anggaran, jenis jabatan, tingkat pendidikan,
jenis kelamin dan pengalaman kerja. Penelitian
ini dilaksanakan pada Mei dan Juni 2005
dengan mengambil lokasi Perguruan Tinggi
Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah pimpinan
unit yang ada di Perguruan Tinggi Swasta di
Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlibat
dalam penyusunan anggaran. Berdasarkan
catatan Direktorat Perguruan Tinggi Swasta
Dirjen Dikti (www.dikti.com), jumlah
Perguruan Tinggi Swasta di DIY sebanyak 78
yang meliputi 38 akademi, 2 politeknik, 5
institut, 18 sekolah tinggi dan 15 universitas.
Alasan pemilihan perguruan tinggi swasta
adalah anggaran partisipaif lebih mungkin
diterapkan di Perguruan Tinggi Swasta
daripada di Perguruan Tinggi Negeri
(Cahyono, dkk, 2001).
Data yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder. Data
diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan
Purwantini (2005) berupa data partisipasi
anggaran, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pengalaman bekerja, dan jenis jabatan. Jumlah
sampel yang digunakan sama dengan
penelitian yang dilakukan Purwantini (2005)
yaitu sebanyak 198 orang yang berasal dari 45
Perguruan Tinggi Swasta yang diambil dengan
teknik pengambilan sampel secara random
sampling.
Subjek penelitian ini adalah pimpinan
unit yang terlibat dalam penyusunan anggaran
seperti: ketua program studi, ketua jurusan,
dekan, pembantu dekan, kepala biro dan lain-
lain di Perguruan Tinggi Swasta di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Objek penelitian ini
adalah perbedaan partisipasi anggaran dengan
unit penelitian individu yang terlibat dalam
penyusunan anggaran Perguruan Tinggi
Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Analisis Riset
Variabel penelitian ini adalah partisipasi
anggaran yang ditunjukkan dari tingkat
keikutsertaan manajer dalam mempersiapkan
Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…
41 dari 45
anggaran dan berpengaruh dalam penentuan
pencapaian tujuan anggaran pada pusat
pertanggungjawaban (Kenis, 1979). Partisipasi
diukur dengan menggunakan instrumen yang
digunakan oleh Milani (1975), Asnawi (1997),
Yuwono (1999), dan Fitri (2004) dengan Skala
Likert yang berskala 1 sampai dengan 5.
Analisis Data
Data akan dianalisis dengan uji
independent sample t test dengan tujuan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata
(mean) dua kelompok populasi yang saling
bebas. Jika nilai rata-rata dua kelompok
populasi tersebut tidak berbeda secara statistik
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan partisipasi anggaran. Langkah-
langkah pengujian independent sample t test
adalah:
1. Menguji persamaan varian populasi
dengan kriteria penolakan hipotesis jika
probabilitas signifikansi > 0,05
Ha: Ada perbedaan varian populasi
2. Menguji persamaan rata-rata populasi
dengan kriteria penolakan hipotesis jika
probabilitas signifikansi > 0,05
Ha: Ada perbedaan rata-rata nilai
partisipasi anggaran dari dua
kelompok populasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik responden penelitian ini
dapat dirangkum seperti pada tabel di bawah
ini. Dari 198 responden, skor maksimal
partisipasi anggaran adalah 30 dengan skor
rata-rata 20,78. Oleh karena tingkat partisipasi
anggaran responden mendekati nilai median
(skor 21) maka dapat disimpulkan bahwa
tingkat partisipasinya tinggi.
Dilihat dari tingkat pendidikan respon-
den, sebagian besar berpendidikan setingkat
S3 (61,1%), dominasi kedua setingkat S2
(26,3%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar pejabat struktural dijabat oleh orang-
orang yang berpendidikan tinggi.
Tabel 1
Statistik Deskriptif
Tabel 2
Statistik Deskriptif Jenis Kelamin
Tabel 3
Statistik Deskriptif Jabatan
Statistics
198 198 198 198 198
0 0 0 0 0
20,78 ,38 3,63 3,32 2,31
21,00 ,00 4,00 2,00 3,00
19 0 4 2 3
4,351 ,486 ,768 3,592 ,930
6 0 1 0 0
30 1 5 28 4
Valid
Missing
N
Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Minimum
Maximum
PARTISIP JK PENDK LAMA JABTN
Jenis Kelamin
123 62,1 62,1 62,1
75 37,9 37,9 100,0
198 100,0 100,0
L
P
Total
Valid Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno
42 dari 45
Dilihat dari jenjang jabatan responden,
sebagian besar menjadi pejabat pada level
dekanat/biro/lembaga (52,5%), dominasi
kedua pada level jurusan/pusat/bagian (21,2%)
dan dominasi ketiga level program studi
(20,7%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar pejabat struktural menjabat pada jenjang
manajemen tingkat menengah.
Dilihat dari lama bekerja, sebagian besar
responden telah bekerja dua tahun (23,2%),
dominasi kedua telah bekerja selama tiga tahun
(18,7%) dan dominasi ketiga telah bekerja
selama satu tahun (14,6%). Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar pejabat
struktural memiliki pengalaman kerja yang
rendah.
Tabel 4
Statistik Deskriptif Lama Bekerja
Tabel 5
Hasil Independent Samples Test
Jabatan
6 3,0 3,0 3,0
41 20,7 20,7 23,7
42 21,2 21,2 44,9
104 52,5 52,5 97,5
5 2,5 2,5 100,0
198 100,0 100,0
lainnya
level program studi
level jurusan/pusat/bagian
level dekanat/biro/lembaga
level rektorat Total
Valid Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
LAMA
25 12,6 12,6 12,6
29 14,6 14,6 27,3
46 23,2 23,2 50,5
37 18,7 18,7 69,2
19 9,6 9,6 78,8
17 8,6 8,6 87,4
5 2,5 2,5 89,9
3 1,5 1,5 91,4
3 1,5 1,5 92,9
1 ,5 ,5 93,4
1 ,5 ,5 93,9
4 2,0 2,0 96,0
4 2,0 2,0 98,0
1 ,5 ,5 98,5
1 ,5 ,5 99,0
1 ,5 ,5 99,5
1 ,5 ,5 100,0
198 100,0 100,0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
16
22
28
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…
43 dari 45
Tingkat Pertisipasi Anggaran Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
Dengan menggunakan uji independent
samples test, dilakukan dua tahap pengujian.
Pertama, uji kesamaan varian dan kedua, uji
beda rata-rata. Hasil levene’s test for equiality
variance diperoleh nilai F = 0,676 dengan sign
value sebesar 0,412. Oleh karena sign value >
0,05, maka hipotesis yang mengatakan bahwa
kedua varian populasi tersebut identik gagal
ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
varian kedua populasi tersebut adalah benar-
benar identik atau sama.
Kedua, dilakukan pengujian perbedaan
nilai rata-rata kedua kelompok sampel. Dari
hasil output equal variances assumed,
diperoleh nilai t = -1,930 dengan sign value
sebesar 0,055. Oleh karena sign value >0,05,
maka hipotesis yang mengatakan bahwa ada
perbedaan rata-rata nilai partisipasi anggaran
dari kelompok yang berpendidikan tinggi dan
rendah berhasil ditolak. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa rta-rata nilai partisipasi
anggaran dari kelopok yang berpendidikan
tingi dan rendah adalah benar-benar sama.
Berdasarkan pengujian yang kedua ini dapat
ditarik kesimpulan akhir bahwa tidak ada
perbedaan tingkat partisipasi anggaran ditinjau
dari tingkat pendidikan.
Penolakan terhadap H1 ini menunjukkan
bahwa perbedaan tingkat pendidikan tidak
menyebabkan perbedaan partisipasi anggaran.
Seseorang yang berpendidikan tinggi maupun
berpendidikan rendah mempunyai tingkat
partisipasi anggaran yang sama. Tingkat
keterlibatan dalam penyusunan anggaran,
perasaan puas ketika dilibatkan dalam
penyusunan anggaran, frekuensi pemberian
pendapat, besarnya pengaruh, tingkat
kepentingan sumbangan yang berikan dalam
penyusunan anggaran dan frekuensi atasan
dalam meminta pendapat dari bawahan tidak
berbeda antara yang berpendidikan tinggi
maupun redah. Hasil penelitian ini
dimungkinkan karena tingkat pendidikan
responden sebagian besar S2 dan S3. Jenjang
pendidikan ini termasuk tingkat tinggi
sehingga mereka mempunyai pengetahuan
yang memadai untuk terlibat dalam
penyusunan anggaran.
Tingkat Pertisipasi Anggaran Berdasarkan
Jenis Kelamin
Dengan menggunakan uji independent
samples test, dilakukan dua tahap pengujian.
Pertama, uji kesamaan varian dan uji beda rata-
rata. Jenis kelamin dibedakan menjadi dua:
kelompok laki-laki dan perempuan. Hasil
levene’s test for equiality variance diperoleh
nilai F = 0,014 dengan sign value sebesar
0,907. Oleh karena sign value > 0,05, maka
hipotesis yang mengatakan bahwa kedua
varian populasi berhasil ditolak. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa varian kedua populasi
tersebut adalah benar-benar identik atau sama.
Kedua, dilakukan pengujian perbedaan
rata-rata nilai sampel. Dari hasil output equal
variances assumed, diperoleh nilai t = -0,392
dengan sign value sebesar 0,696. Oleh karena
sign value >0,05, maka hipotesis yang
mengatakan bahwa ada perbedaan rata-rata
nilai partisipasi anggaran dari keompok yang
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan
berhasil ditolak.Hal ini dapat disimpulkan
bahwa rata-rata nilai partisipasi anggaran dari
kelompok yang berjenis kelamin lai-laki dan
Independent Samples Test
,676 ,412 -1,930 196 ,055 -1,258 ,652 -2,542 ,027
-1,979 139,132 ,050 -1,258 ,635 -2,514 -,001
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
partisip
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
95% Confidence
Interval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno
44 dari 45
perempuan adalah benar-benar sama.
Berdasarkan pengujian yang kedua ini dapat
ditarik kesimpulan akhir bahwa tidak ada
perbedaan tingkat partisipasi anggaran ditinjau
dari jenis kelamin.
Penolakan H2 ini menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan partisipasi anggaran
ditinjau dari jenis kelamin. Pimpinan unit kerja
yang berjenis kelamin pria maupun wanita
memiliki tingkat partisipasi yang sama. Hasil
temuan ini mendukung pendapat Robbin
(2003) bahwa variabel jenis kelamin
mempengaruhi tingkat partisipasi masih
bersifat kontroversial. Hal ini membuktikan
wanita mengalami peningkatan partisipasi
dalam penyusunan anggaran.
Tabel 6
Hasil Independent Samples Test
Tingkat Pertisipasi Anggaran Berdasarkan
Jenis Jabatan
Dengan menggunakan uji independent
samples test, dilakukan dua tahap pengujian.
Pertama, uji kesamaan varian dan uji beda rata-
rata. Jenis jabatan dikelompokan menjadi dua:
kelompok jabatan struktural dan non-
struktural. Hasil levene’s test for equiality
variance diperoleh nilai F = 2,399 dengan sign
value sebesar 0,123. Oleh karena sign value >
0,05, maka hipotesis yang mengatakan bahwa
ada perbedaan varian populasi berhasil ditolak.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa varian kedua
populasi tersebut adalah benar-benar sama.
Kedua, dilakukan pengujian perbedaan
rata-rata nilai sampel. Dari hasil output equal
variances assumed, diperoleh nilai t = 0,123
dengan sign value sebesar 0,902. Oleh karena
sign value > 0,05, maka hipotesis yang
mengatakan bahwa ada perbedaan rata-rata
nilai partisipasi anggaran dari kelompok yang
memiliki jabatan struktural dan non-struktural
berhasil ditolak. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa rata-rata nilai partisipasi anggaran dari
kelompok yang memiliki jabatan struktural
dan non-struktural adalah benar-benar sama.
Berdasarkan pengujian yang kedua ini dapat
ditarik kesimpulan akhir bahwa tidak ada
perbedaan tingkat partisipasi anggaran ditinjau
dari jenis jabatan.
Tabel 7
Hasil Independent Samples Test
Independent Samples Test
.014 .907 -.392 196 .696 -.25 .639 -1.510 1.010
-.394 158.609 .694 -.25 .636 -1.507 1.006
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
PARTISIPF Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
95% Confidence
Interval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Independent Samples Test
2,399 ,123 ,123 196 ,902 ,081 ,660 -1,221 1,383
,127 138,579 ,899 ,081 ,639 -1,182 1,345
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
partisip
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
95% Confidence
Interval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…
45 dari 45
Penolakan H3 menunjukkan bahwa
jenjang janis tidak mengakibatkan perbedaan
partisipasi dalam penyusunan anggaran. Setiap
pimpinan unit yang memiliki jabatan struktural
akademik maupun struktural non akademik
mempunyai tingkat keterlibatan yang sama
sesuai dengan anggaran unit kerja masing-
masing. Temuan ini tidak mendukung teori
Siegel dan Marconi (1989) yang menemukan
bahwa stuktur organisasi mempunyai
pengaruh yang berbeda terhadap tingkat
partisipasi dalam penyusunan anggaran.
Struktur organisasi yang menyebabkan
munculnya jenis jabatan dan yang berarti juga
menunjukkan tanggung jawab serta
kewenangan tidak membuktikan adanya
perbedaan tingkat partisipasi dalam
penyusunan anggaran. Jenis jabatan stuktural
yaitu yang berkaitan dengan kegiatan
akademik (kepala program studi sampai
dengan dekan) dan jabatan akademik non
struktural seperti kepala biro, kepala lembaga,
dan lain-lain mempunyai tingkat partisipasi
yang sama dalam penyusunan anggaran.
Tingkat Pertisipasi Anggaran Berdasarkan
Pengalaman Bekerja
Dengan menggunakan uji independent
samples test, dilakukan dua tahap pengujian.
Pertama, uji kesamaan varian dan uji beda rata-
rata. Pengalaman bekerja dibedakan menjadi
dua: kelompok berpengalaman tinggi dan
rendah. Hasil levene’s test for equiality
variance diperoleh nilai F = 1,168 dengan sign
value sebesar 0,281. Oleh karena sign value >
0,05, maka hipotesis yang mengatakan bahwa
ada perbedaan varian populasi berhasil ditolak.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa varian kedua
populasi tersebut adalah benar-benar sama.
Kedua, dilakukan pengujian perbedaan
rata-rata nilai sampel. Dari hasil output equal
variances assumed, diperoleh nilai t = 0,923
dengan sign value sebesar 0,357. Oleh karena
sign value > 0,05, maka hipotesis yang
mengatakan bahwa ada perbedaaan rata-rata
nilai partisipasi anggaran dari kelompok yang
berpengalaman tinggi dan rendah berhasil
ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rata-
rata nilai partisipasi anggaran dari kelompok
yang berpengalaman tinggi dan rendah adalah
benar-benar sama. Berdsarkan pengujian yang
kedua ini dapat ditarik kesimpulan akhir
bahwa tidak ada perbedaan tingkat partisipasi
anggaran ditinjau dari pengalaman kerja.
Tabel 8
Hasil Independent Samples Test
Penolakan H4 menunjukkan bahwa
pimpinan unit yang berpengalaman maupun
yang belum perpengalaman dapat terlibat
dalam penyusunan anggaran dengan tingkat
partisipasi yang sama. Temuan ini tidak
mendukung pendapat Robbin (2003) yang
mengatakan bahwa senioritas berpengaruh
pada perilaku dan produktivitas seseorang di
masa depan. Semakin senior atau
berpengalaman seseorang pimpinan unit,
Independent Samples Test
1,168 ,281 ,923 191 ,357 ,643 ,697 -,732 2,017
,862 89,149 ,391 ,643 ,746 -,839 2,125
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
partisip
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
95% Confidence
Interval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Cornelio Purwantini & Ignatius Bondan Suratno
46 dari 45
semakin tinggi keterlibatannya dalam
penyusunan anggaran tidak terbukti.
PENUTUP
Simpulan
Dari hasi analisis data dengan meng-
gunakan uji independent sample t, ditemukan
bahwa tidak ada perbedaan dalam partisipasi
anggaran yang dievaluasi dari tingkat
pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, dan
pengalaman kerja.
Implikasi dan Keterbatasan
Tingkat partisipasi anggaran pimpinan
unit yang ada di Perguruan Tinggi Swasta
tidak ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat
pendidikan, perbedaan jenis kelamin, tingkat
pengalaman bekerja dan perbedaan jenjang
jabatan. Dengan demikian, hasil penelitian ini
berimplikasi bahwa setiap pimpinan unit mulai
dari yang terendah sampai yang tinggi dapat
dilibatkan dalam penyusunan anggaran sesuai
dengan kapasitasnya karena mereka memiliki
informasi penting dan relevan dalam
penyusunan anggaran.
Ada keterbatasan penelitian yang perlu
diungkap. Pemahaman orang mengenai
pengertian partisipasi dapat berbeda-berbeda
yang disebabkan tingkat pendidikan
responden. hal ini akan berakibat pada
ketepatan responden dalam mengisi kuesioner.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, J. 1998. Penyelenggaraan Manajemen
Keuangan di Lingkungan Perguruan
Tinggi. Jurnal Akuntansi dan Auditing
Indonesia. Vol.2. No. 1. pp. 50 – 65.
Asnawi, M. 1997. Partisipasi Anggaran,
Komitmen Organisasi, dan
Keterlibatan Pekerjaan Pengaruhnya
terhadap Senjangan Anggaran. Tesis.
Program Magister Sains Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi.
Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Cahyono, D., Mulyono, Agung dan Lesmana,
Sukma 2001. Pengaruh Politik dan
Gaya Kepemimpinan terhadap
Kefektifan Anggaran Partisipatif dalam
Peningkatan Kinerja Manajerial (Studi
Empiris pada Perguruaan Tinggi
Swasta), Jurnal Bisnis dan Akuntansi.
Vol. 3. No. 3. pp. 543 – 561.
Chabotar, J.K. 1995. Managing Partisipative
in Higher Education – Cover Story.
Change. With Furl Net. Get Started
Now.
Cludts, S. 1999. Organisation Theory and the
Ethics of Participation. Journal of
Business Ethics. No.21. pp. 157 – 171.
Douglas, P.C dan Wier, B. 2000. Integrating
Ethical Dimensions into a Model of
Budgetary Slack Creation. Journal of
Business Ethics. No.28. pp. 267 – 277.
Dunk, A.S. 1993. The Effect of Budget
Emphasis and Information Asymetry
on the Relation Between Budgetary
Participation and Slack. The
Accounting Review. Vol 60. No 2. pp.
400 – 410.
Fattah. 2003. Landasan Manajemen
Pendidikan. Edisi Enam. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Fitri, Y. 2004. Pengaruh Informasi Asimetri,
Partisipasi Penganggaran dan
Komitmen Organisasi terhadap
Timbulnya Senjangan Anggaran.
Proceeding Simposium Nasional
Akuntansi VII. Bali, 2-3 Desember
2004.
Hunger, J.D. dan Wheelen, T.L., 2003.
Strategic Management, Fifth edition,
Addison – Wesley Publishing
Company. Inc.
Kenis, I. 1979. Effects of Budgetary Goal
Characteristics on Managerial
Attitudes and Performance. The
Accounting Review. Vol. LIV. No. 4.
pp.707 – 721.
Merchant, K.A. 1981. The Design of the
Corporate Budgeting System:
Perbedaan Partisipasi Anggaran Ditinjau dari…
47 dari 45
Influences on Managerial Behavior and
Performance. The Accounting Review.
Vol. LVI. No.4. Oktober. pp. 813 –
829.
Milani, K. 1975. the Relationship in Budget
Setting to Industrial Supervisor
Performance and Attitudes: A Field
Study. The Accounting Review. pp. 274
– 284.
Mulyasa. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah:
Konsep, Startegi dan Implementasi.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Onsi, M. 1973. Factor Analysis of Behavioral
Variabels Affecting Budgetary Slack.
The Accounting Review. (48). Pp. 535 –
548.
Purwantini, C. 2005. Pengaruh Partisipasi
Anggaran, Asimetri Informasi, dan
Etika Individu Terhadap Senjangan
Anggaran. Tesis. Malang: Universitas
Brawijaya
Robbin, S.P. 2003. Perilaku Organisasi. Edisi
Indonesia. Jakarta: PT. Indeks.
Sekaran, U. 2003. Research Methods for
Business. Fourth Edition.USA : John
Wiley & Sons, Inc.
Shim, J.K. dan Siegel, J.G. 1994. Budgeting
Basics and Beyond: A Complete Step
by Step Gude for Nonfinancial
Managers. USA : Prentice Hall.
Siegel G. dan Marconi, H.R. 1989. Behavioral
Accounting. USA: South Western
Publishing Co.
Yuwono, I.B. 1999. Pengaruh Komitmen
Organisasi dan Ketidakpastian
Lingkungan terhadap Hubungan antara
Partisipasi Anggaran dengan
Senjangan Anggaran. Jurnal Bisnis
dan Akuntansi. Vol. 1. No.1. h. 37 – 55.
www.dikti.com