12
PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA CROSS ENTROPY DAN ALGORITMA DIFFERENTIAL EVOLUTION DALAM PENYELESAIAN PERMASALAHAN CREW ROSTERING Maria Krisnawati, Budi Santosa, Ahmad Rusdiansyah Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh November ITS Surabaya Kampus, ITS Sukolilo, Surabaya, Indonesia 60111 Email: [email protected] , [email protected] , [email protected] ABSTRAK Penjadwalan kru adalah tugas harian dalam pengelolaan perusahaan penerbangan. Dalam pemenuhan permintaan aktivitas, terkadang ditemukan permasalahan aktivitas dan pairing tidak dijadwalkan karena kekurangan kru. Penelitian ini akan dikembangkan suatu model crew rostering dengan 2 kategori kru (kru regular dan kru freelance) yang memperhatikan aturan aturan pemerintah, serikat pekerja, dan aktivitas serta penugasan kru, preferensi kru, serta kualifikasi kru. Tujuan pada model ini adalah minimasi biaya total (biaya gaji untuk kru regular, dan freelance), fairness untuk semua anggota kru, serta preferensi kru. Cross Entropy (CE) dengan modifikasi diaplikasikan untuk menyelesaikan permasalahan crew rostering. CE regular memperlihatkan performansi yang baik untuk problem berukuran kecil tetapi membutuhkan waktu yang lama ketika ukuran permasalahan menjadi lebih besar. Untuk memperpendek waktu komputasi, pertama permasalahan dibagi menjadi problem kecil dan diselesaikan secara bertahap. Kedua, solusi dari optimasi parsial dikombinasikan dan digunakan sebagai solusi awal untuk problem secara keseluruhan. Pada penyelesaian permasalahan secara keseluruhan (optimasi total) jumlah populasi pada metode CE dapat dibuat lebih kecil karena kita mempunyai solusi awal yang cukup baik. Jumlah populasi pada tiap iterasi dikurangi secara bertahap untuk mempercepat waktu komputasi. Metode CE dengan penurunan jumlah sampel dapat memberikan kualitas roster yang lebih baik dan waktu penyelesaian masalah yang relatif lebih singkat. Sebagai pembanding kita juga mengimplementasikan metode heuristik lainnya, Differential Evolution (DE), dengan perlakukan yang sama dengan CE. Hasil menunjukkan bahwa metode CE lebih baik disbanding DE. Kata kunci: kru regular, kru freelance, Cross Entropy, Crew Rostering, Differential Evolution ABSTRACT Crew scheduling is daily task in airline management. It is frequently encountered in the crew rostering, some tasks and pairing are unscheduled due to lack of crew. This paper proposed a new model and method of crew rostering problem. This paper proposed a rostering model with two crew categories (regular and freelance crew) that consider pre-assigned activities, crew assignment, crew preferences,rules of company and crew qualification with multi objectives of minimizing total cost, fairness for overall crew, and crew satisfaction level. Cross Entropy (CE) with modification is applied to solve the rostering problem. Regular CE method shows good performance for small problems but take long computation time when the size of problem is getting bigger. To overcome this shortcoming, first, the problem is decomposed into small problems and solved by CE separately. Second, the solutions of those partial problems are combined and used as an initial solution for the overall problem. In solving the total optimization problem, the number of population in CE method can be set to lower size since we have already had good initial solution. In addition, the number of population of each iteration is decreased gradually to fasten the computation time. CE method with decreasing number of population produced good results while keeping the computation time short. As a comparison we also implemented another metaheuristics, Differential Evolution(DE) method, with the same scheme as CE .The results show that CE method is better than DE. Keywords: regular crew, freelance crew, Cross Entropy, Crew Rostering, Differential Evolution

PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA CROSS …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15627-Paper-1133027.pdfPERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA CROSS ENTROPY DAN ALGORITMA DIFFERENTIAL EVOLUTION

  • Upload
    vuhuong

  • View
    246

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA CROSS ENTROPY

DAN ALGORITMA DIFFERENTIAL EVOLUTION DALAM

PENYELESAIAN PERMASALAHAN CREW ROSTERING

Maria Krisnawati, Budi Santosa, Ahmad Rusdiansyah

Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh November ITS Surabaya

Kampus, ITS Sukolilo, Surabaya, Indonesia 60111

Email: [email protected] , [email protected] , [email protected]

ABSTRAK

Penjadwalan kru adalah tugas harian dalam pengelolaan perusahaan penerbangan. Dalam

pemenuhan permintaan aktivitas, terkadang ditemukan permasalahan aktivitas dan pairing tidak

dijadwalkan karena kekurangan kru. Penelitian ini akan dikembangkan suatu model crew

rostering dengan 2 kategori kru (kru regular dan kru freelance) yang memperhatikan aturan –

aturan pemerintah, serikat pekerja, dan aktivitas serta penugasan kru, preferensi kru, serta

kualifikasi kru. Tujuan pada model ini adalah minimasi biaya total (biaya gaji untuk kru regular,

dan freelance), fairness untuk semua anggota kru, serta preferensi kru. Cross Entropy (CE)

dengan modifikasi diaplikasikan untuk menyelesaikan permasalahan crew rostering. CE regular

memperlihatkan performansi yang baik untuk problem berukuran kecil tetapi membutuhkan waktu

yang lama ketika ukuran permasalahan menjadi lebih besar. Untuk memperpendek waktu

komputasi, pertama permasalahan dibagi menjadi problem kecil dan diselesaikan secara

bertahap. Kedua, solusi dari optimasi parsial dikombinasikan dan digunakan sebagai solusi awal

untuk problem secara keseluruhan. Pada penyelesaian permasalahan secara keseluruhan

(optimasi total) jumlah populasi pada metode CE dapat dibuat lebih kecil karena kita mempunyai

solusi awal yang cukup baik. Jumlah populasi pada tiap iterasi dikurangi secara bertahap untuk

mempercepat waktu komputasi. Metode CE dengan penurunan jumlah sampel dapat memberikan

kualitas roster yang lebih baik dan waktu penyelesaian masalah yang relatif lebih singkat.

Sebagai pembanding kita juga mengimplementasikan metode heuristik lainnya, Differential

Evolution (DE), dengan perlakukan yang sama dengan CE. Hasil menunjukkan bahwa metode CE

lebih baik disbanding DE.

Kata kunci: kru regular, kru freelance, Cross Entropy, Crew Rostering, Differential Evolution

ABSTRACT

Crew scheduling is daily task in airline management. It is frequently encountered in the

crew rostering, some tasks and pairing are unscheduled due to lack of crew. This paper proposed a

new model and method of crew rostering problem. This paper proposed a rostering model with

two crew categories (regular and freelance crew) that consider pre-assigned activities, crew

assignment, crew preferences,rules of company and crew qualification with multi objectives of

minimizing total cost, fairness for overall crew, and crew satisfaction level. Cross Entropy (CE)

with modification is applied to solve the rostering problem. Regular CE method shows good

performance for small problems but take long computation time when the size of problem is

getting bigger. To overcome this shortcoming, first, the problem is decomposed into small

problems and solved by CE separately. Second, the solutions of those partial problems are

combined and used as an initial solution for the overall problem. In solving the total optimization

problem, the number of population in CE method can be set to lower size since we have already

had good initial solution. In addition, the number of population of each iteration is decreased

gradually to fasten the computation time. CE method with decreasing number of population

produced good results while keeping the computation time short. As a comparison we also

implemented another metaheuristics, Differential Evolution(DE) method, with the same scheme

as CE .The results show that CE method is better than DE.

Keywords: regular crew, freelance crew, Cross Entropy, Crew Rostering, Differential Evolution

2

1. Pendahuluan Permasalahan penjadwalan kru pada

industri penerbangan menjadi perhatian dalam

operasional research ketika penjadwalan kru

yang efisien dapat mengurangi biaya

operasional bagi perusahaan penerbangan (Kohl

dan Karisch, 2004). Di Eropa, biaya kru

merupakan biaya terbesar kedua setelah biaya

bahan bakar (Moudani, 2001 dalam Maenhout

2010), yaitu sekitar 15 – 20 % dari total biaya

operasional perusahaan penerbangan (Souai et

al, 2009). Permasalahan penjadwalan kru

biasanya dibagi menjadi 2 tahap penjadwalan,

yaitu crew pairing problem dan crew rostering

problem. Kedua permasalahan tersebut

digolongkan menjadi permasalahan NP-hard

(Maenhout et al, 2010), untuk itu kedua

permasalahan ini biasanya diselesaikan secara

bertahap.

Pairing adalah satu set perjalanan

(urutan penerbangan) yang dimulai dari suatu

pangkalan kru (home base A) ke beberapa kota

tujuan dan kembali ke pangkalan kru yang sama

(home base A). Pada setiap pairing dibutuhkan

satu atau lebih kru yang terdiri dari pilot, co-

pilot, awak pesawat. Crew pairing problem

bertujuan untuk menemukan satu set perjalanan

(pairing) dan kebutuhan kru pada setiap periode

penerbangan, yang mencakup semua

penerbangan yang direncanakan untuk jangka

waktu tertentu. Crew pairing dilakukan tanpa

mempertimbangkan kebutuhan individu anggota

kru atau keinginan kru.

Roster adalah jadwal penugasan tiap

individu kru pada pairing yang telah disusun

pada crew pairing. Pada crew rostering

problem, dari crew pairing yang sudah dibangun

ditugaskan kepada anggota kru individu dengan

mempertimbangkan semua aturan pemerintah,

serikat buruh dan perjanjian perusahaan serta

aktivitas pre-assigned (seperti : liburan, cuti,

training, pemeriksaan medis, dsb). Pada step ini,

semua pairing ditugaskan kepada banyak kru

sesuai dengan kebutuhan penerbangan pairing

tersebut. Proses crew rostering pada umumnya

bertujuan tidak hanya untuk meminimasi biaya

operasional untuk maskapai penerbangan saja,

tapi juga memaksimalkan kualitas sosial yang

dirasakan oleh anggota kru. Selanjutnya kedua

tujuan ini disebut sebagai kualitas roster, yang

digunakan untuk menilai roster yang telah

tersusun.

Berbagai pertimbangan dan tujuan

digunakan dalam membangun roster,

pertimbangan tersebut seperti aturan – aturan

pemerintah, serikat pekerja, dan aktivitas serta

penugasan kru. Fungsi tujuan yang biasa

digunakan seperti minimasi jam terbang, open

time dan deviasi jam terbang antar kru.

Berbagai metode penyelesaian dalam penelitian

operasional telah banyak dilakukan untuk

memperbaiki kualitas roster dan waktu

penyelesaian pada permasalahan penjadwalan

kru. Pada penelitian ini Model yang disusun

memiliki fungsi objektif minimasi biaya total

(biaya gaji untuk kru regular dan freelance yang

dihitung dengan jam terbang untuk tiap kru,

biaya perekrutan kru freelance serta biaya

karena aktivitas tidak dapat ditugaskan),

fairness, preferensi kru.

Crew rostering problem tergolong

sebagai NP-Hard Problem, untuk itu diperlukan

optimasi eksak maupun metode

heuristik/metaheuristik dalam penyelesaiannya.

Banyak metode optimasi yang digunakan untuk

menyelesaikan permasalahan crew rostering,

antara lain: Genetic Algorithm (Burke et al,

2010), Hybrid Variable Neighborhood Search

(Bianco et al, 1992), GASA Hybrid Algorithm

(Yinghiu et al, 2007), Hybrid Scatter search

(Maenhout et al, 2010), Simulated Annealing

(Lucic et al, 1999), Tabu Search algorithm, dan

Differential Evolution (Sunarto et al, 2010)

Cross Entropy (CE) merupakan salah

satu metode metaheuristik yang diketahui

memiliki performansi yang cukup baik untuk

menyelesaikan NP-Hard Problem. Berbagai

penelitian yang menggunakan Cross Entropy

antara lain Rubinstein menggunakan cross

entropy untuk menyelesaikan permasalahan

combinatorial dan continuous optimization

(1999), Derek Magee menggunakan cross

entropy pada A Sequential Scheduling Approach

to Combining Multiple Object Classifiers

(2003), Kroese and Hui menerapkan cross

entropy dalam network reliability estimation

(2007), Laguna menggunakan cross entropy

pada max-cut problem (2009), Caserta

menggunakan cross entropy dalam multi-item

capacitated lot-sizing problem with setup times

(2009), Budiman menggunakan cross entropy

dalam no-wait job-shop scheduling (2010). Dari

penelitian mengenai cross entropy yang telah

dilakukan, belum pernah ada penelitian crew

rostering yang menggunakan cross entropy.

Pada penelitian ini dilakukan pengembangan

untuk metode cross entropy yang telah ada,

yaitu dengan melakukan pengurangan jumlah

sampel yang dibangkitkan pada setiap iterasi.

3

Menurut Sunarto et al, 2010 algoritma

Differential Evolution (DE) merupakan metode

optimasi global yang sangat efektif. Sehingga

kami menggunakan algoritma DE sebagai

metode pembanding. Pada penelitian ini,

algoritma cross entropy dan algoritma

differential evolution digunakan untuk

menyelesaikan model crew rostering yang telah

disusun. Pada bab 2 akan dibahas mengenai

formulasi dari model yang dibangun. Pada bab

3 dan 4 akan dibahas mengenai algoritma

penyelesaian model menggunakan cross

entropy dan differential evolution. Percobaan

dan analisa numerik diberikan pada bab 5.

Kesimpulan dan saran untuk penelitian

selanjutnya akan dibahas pada bab 6. Pada

penelitian ini kita membandingkan hasil

penyelesaian model dengan algoritma

differential evolution dan algoritma cross

entropy.

2. Formulation

2.1 Model Dasar

Model dasar yang digunakan dalam

penelitian ini adalah model roster scheduling

yang dikembangkan oleh Maenhout et al (2010)

dan model crew rostering yang dikembangkan

oleh Lucic et al (1999). Maenhout et al

mengembangkan model crew rostering yang

melibatkan 3 kategori kru yaitu kru regular, kru

ekstra dan kru freelance dengan

mempertimbangkan preferensi kru, kualifikasi,

peraturan – peraturan dan pre-activity.

Penambahan kru ekstra dan kru freelance

memerlukan tambahan biaya yaitu biaya hiring

personel (berbeda untuk kru feelance dan kru

ekstra). Model diselesaikan dengan metode

scatter search yang dihibridasi dengan metode

heuristic pada tiap tahapannya.

Lucic et al (1999) mengembangkan

model crew rostering multi objektif yang

diselesaikan dengan metode simulated

annealing. Algoritma penyelesaian untuk

permasalahan menggunakan 2 tahap. Tahap

pertama menggunakan algoritma heuristik pilot-

by-pilot, dan tahap kedua menggunakan

simulated annealing untuk meningkatkan solusi

pada tahap pertama. Model dasar dibangun

berdasarkan aturan – aturan yang telah

ditetapkan maskapai penerbangan. Baik aturan

horizontal maupun aturan vertical.

2.2 Indeks Model

r indeks untuk kru regular

f indeks untuk kru freelance

i indeks untuk kru pesawat ( i = 1, 2, … ,

m ), dengan m adalah jumlah kru yang

tersedia, dengan m ={me, m

f, m

r}

j indeks pairing ( j = 1, 2, … , k ), dengan

k adalah jumlah pairing

l adalah hari keberangkatan pairing ( l =

1, 2, …. , T )

o kualifikasi kru untuk pairing j ( o = 1,

…. , k )

2.3 Parameter Model

Yang menjadi parameter dalam

pemodelan ini adalah :

rata – rata hari terbang kru regular dan kru

freelance

rata – rata ketidakpuasan kru regular

rata – rata ketidakpuasan kru freelance

ct adalah gaji tetap kru regular

cf adalah gaji jam terbang kru

cc adalah biaya pembatalan pairing

dj adalah panjang pairing ke-j. Panjang rotasi

diekspresikan dengan jam terbang.

vj adalah jumlah take off pada rotasi ke-j

wj adalah flight time untuk pairing j yang

dinyatakan dalam jam

tj adalah flight time untuk pairing j yang

dinyatakan dalam hari

mr adalah jumlah kru regular

mf adalah jumlah kru freelance

hf hiring cost untuk kru freelance

1, jika kru regular ke-i bersedia

bekerja pada rotasi ke s

0, sebaliknya

1, jika kru freelance ke-i bersedia

bekerja pada rotasi ke s

0, sebaliknya

1, jika kru regular ke-i dapat

bekerja pada hari ke-l

0, sebaliknya

1, jika kru freelance ke-i dapat

bekerja pada hari ke-l

0, sebaliknya

1, jika rotasi ke-j berangkat pada

qjl hari ke-l

0, sebaliknya

1, jika rotasi r overlap dengan

ρrs rotasi s ketika ditugaskan

0, sebaliknya

0, kru freelance ke-i dapat bekerja

pada rotasi s

1, sebaliknya

4

0, kru reguler ke-i dapat bekerja

pada rotasi s

1, sebaliknya

1, jika anggota kru reguler ke i

mempunyai kualifikasi o

0, sebaliknya

1, jika anggota kru freelance ke i

mempunyai kualifikasi o

0, sebaliknya

dmax,f adalah panjang flight time maksimum

untuk kru freelance dalam satu bulan

dmax,r adalah panjang flight time maksimum

untuk kru reguler dalam satu bulan

adalah jumlah take off maksimum

dalam satu bulan untuk kru regular

adalah jumlah take off maksimum

dalam satu bulan untuk kru freelance

Dmin,j adalah jumlah anggota minimum yang

diperlukan untuk rotasi ke-j

Mmin adalah prosentase minimal preferensi

kru

T adalah jumlah hari saat penugasan

dilakukan (bulan).

ftmax adalah jumlah hari maksimum

penerbangan yang harus diberikan hari

libur

adalah jumlah t maksimum untuk

pairing ke j.

adalah jumlah jam terbang maksimum

untuk kru reguler.

adalah jumlah jam terbang maksimum

untuk kru freelance.

2.4 Variabel Keputusan Model

Yang menjadi variabel keputusan dalam

permodelan ini adalah :

1, jika crew r ke-i ditugaskan

untuk rotasi ke-j

0, sebaliknya

1, jika crew f ke-i ditugaskan

untuk rotasi ke-j

0, sebaliknya

2.5 Fungsi Tujuan

a. Total Biaya Roster

Persamaan (1) bertujuan untuk

meminimalkan total biaya yang berkaitan

dengan kru. Formulasi fungsi tujuan total biaya

roster pada persamaan (1) adalah modifikasi

dari persamaan fungsi tujuan Maenhout, et al

(2010) untuk total biaya roster dimodifikasi

menjadi 2 kategori kru pada persamaan (1).

Biaya – Biaya yang terkait dalam penelitian ini

antara lain :

- Biaya gaji (salary cost)

Gaji untuk kru regular adalah gaji tetap

ditambah dengan gaji per jam terbang dan

gaji tambahan karena stay di suatu tempat.

Setiap kru regular setiap bulannya

menerima gaji tetap meskipun tidak sedang

bertugas. Sedangkan untuk kru freelance

hanya mendapatkan gaji per jam terbang

ditambah dengan gaji tambahan karena stay

di suatu tempat.

- Biaya perekrutan kru freelance (hiring cost)

Penambahan kru freelance akan

mengakibatkan biaya hiring kru.

- Biaya pembatalan penerbangan

(Cancelation Cost)

Biaya pembatalan penerbangan dikenakan

ketika ada pairing yang tidak dapat

dijadwalkan karena tidak tersedianya kru.

- Biaya tinggal (Stay Cost)

Stay cost diberikan baik kepada kru regular

dan kru freelance. Stay cost merupakan

tambahan upah bagi kru saat tinggal di

suatu tempat diluar jam terbang. Stay cost

diperoleh dari selisih antara waktu saat

bertugas (menjalankan pairing) dengan jam

terbang pairing.

Model matematis untuk minimasi total biaya

roster pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Minimasi Total biaya roster

= gaji tetap kru regular + gaji jam terbang

kru freelance + gaji jam terbang kru

regular + biaya overtime + biaya

perekrutan kru freelance + biaya tinggal +

biaya pembatalan penerbangan

(1)

5

dimana :

jika sebaliknya

b. Deviasi Jam Terbang

Persamaan (2) bertujuan untuk

meminimalkan deviasi jam terbang antar kru

(regular dan freelance).

Rata – rata jam terbang anggota kru regular dan

freelance adalah :

Deviasi jam terbang antar anggota kru dapat

diformulasikan sbb :

untuk p = 1 (2)

c. Preferensi kru

Preferensi kru pada penelitian ini

bertujuan untuk memaksimalkan kepuasan kru

atas roster yang tersusun. Sebelum penyusunan

roster, kru dapat mengajukan hari – hari terbang

yang menjadi preference mereka. Jika pairing

yang ditugaskan kepada kru sama dengan hari

preference mereka, maka nilai preferensi akan

bernilai 1 yang berarti mereka 100% puas

dengan jadwal pairing yang ditugaskan. Model

matematis untuk preferensi kru adalah sebagai

berikut :

(3)

dengan

dan

2.6 Kendala

a. Kendala jam terbang (flight time)

Kendala jam terbang membatasi jumlah jam

terbang maksimum kru dalam sebulan.

Persamaan (4) kendala jam terbang kru

regular dan persamaan (5) kendala jam

terbang kru freelance, model matematis

untuk kendala jam terbang adalah sebagai

berikut :

(4)

untuk i = 1, … , mr

(5)

untuk i = 1, … ,mf

b. Kendala duty period

Kendala duty period membatasi jumlah hari

terbang maksimum kru dalam sebulan.

Model matematis untuk kendala duty period

adalah sebagai berikut:

, (6)

untuk i = 1, … , mr

, (7)

untuk i = 1, … ,mf

c. Kendala total take off

Kendala total take off membatasi jumlah

hari terbang maksimum kru dalam sebulan.

Jumlah take off maksimum yang boleh

dilakukan seorang kru tidak boleh melebihi

jumlah take off total dalam sebulan (vmax)

untuk tiap kru. Model matematis untuk

kendala total take off adalah sebagai

berikut:

(8)

untuk i = 1,…, mr

(9)

untuk i = 1,…, mf

d. Kendala kebutuhan kru

Kendala jumlah kebutuhan kru setiap

pairing memastikan jumlah kru yang

dibutuhkan dalam suatu rute penerbangan

(pairing) terpenuhi baik dari kru regular

maupun dari kru freelance. Model

matematis untuk kendala kebutuhan kru

adalah sebagai berikut :

, (10)

untuk j = 1, … , k

e. Kendala hari libur (day off )

Persamaan (11) memastikan bahwa setiap

anggota kru harus mempunyai hari libur

setelah melakukan penerbangan ftmax hari

berturut – turut. Model matematis untuk

kendala hari libur adalah sebagai berikut :

6

untuk p = 1, …, T - ftmax dan j = 1, … , k

(11)

untuk i = 1,…,mr

(12)

untuk i = 1,…,mf

f. Kendala rotasi free day

Memastikan bahwa setiap anggota kru tidak

mempunyai hari libur saat bertugas. Model

matematis untuk rotasi freeday adalah

sebagai berikut :

(13)

untuk i = 1, … , mr

(14)

untuk i = 1, … , mf

g. Kendala tidak boleh overlap

Kendala tidak boleh overlap memastikan

bahwa rotasi pairing yang ditugaskan

sebelumnya telah selesai sebelum rotasi

pairing berlangsung. Model matematis

untuk rotasi tidak boleh overlap adalah

sebagai berikut :

, (15)

untuk i = 1, … , mr , j = 1, … , k

, (16)

untuk i = 1, … , mf, j = 1, … , k

h. Kendala Preferensi Kru

Setiap kru dapat mengajukan hari

penerbangan yang diinginkan. Kendala

preferensi kru mengacu pada tujuan dari

model Maenhout et al (2010) dengan model

matematis yang dirancang sendiri untuk

penelitian ini. Preferensi kru rata – rata

tidak dapat melebihi suatu konstanta yang

ditetapkan untuk prosentase minimal

kepuasan kru Mmin dimana nilai Mmin berada

diantara 0 dan 1. Nilai 1 berarti semua

pairing yang diterbangkan memenuhi kru

preference, dan nilai 0 berarti pairing yang

diterbangkan tidak memperhatikan kru

preference. Persamaan (17) merupakan

kendala preferensi kru regular, dan

persamaan (18) merupakan kendala

preferensi kru freelance. Model matematis

untuk Preferensi kru adalah sebagai berikut:

(17)

untuk i = 1, … , mr

j = 1, …, k

(18)

untuk i = 1, … , mf

j = 1, …, k

i. Kendala kualifikasi kru

Kendala kualifikasi kru memastikan bahwa

kru yang ditugaskan pada mempunyai

kualifikasi yang sesuai dengan pairing yang

ditugaskan. Model matematis untuk rotasi

tidak boleh overlap adalah sebagai berikut :

(19)

untuk i = 1, … , mr

(20)

untuk i = 1, … , mf

Problem crew rostering merupakan

problem dengan banyak kendala yang harus

dipuaskan atau constrained problem. Problem

tersebut tidak dapat dipecahkan secara langsung

dengan metode Cross Entropy yang diusulkan

dalam penelitian ini, sehingga problem

terkendala tersebut harus ditransformasi

menjadi problem tanpa kendala. Formulasi

unconstrain problem akan menjadi fitness

function dalam penyusunan roster. Unconstrain

problem untuk problem terkendala pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

7

(21)

Dimana :

β1, β2, dan β3 adalah koefisien yang

menunjukkan bobot kepentingan ketiga fungsi

tujuan. Biaya roster dianggap lebih penting dari

preferensi kru dan deviasi jam terbang.

Preferensi kru menempati urutan kedua dan

deviasi jam terbang antar anggota kru

menempati tingkat kepentingan terakhir dalam

tujuan roster. Sehingga β1>> β3 >> β2

menjamin pertidaksamaan berikut :

(22)

Persamaan 22 menjamin prioritas tingkat

kepentingan dalam penyelesaian algoritma

Cross Entropy (CE) untuk tiap iterasi. Nilai

e1,…,e8 merupakan bobot yang diberikan untuk

kendala yang ada. Nilai e1,…,e8 → ∞

meyakinkan algoritma memuaskan kendala

awal sebelum mempertimbangkan fungsi

objektif.

8

3. Teknik Solusi 3.1 Algoritma Cross Entropy

Algoritma yang diusulkan dalam

menyelesaikan permasalahan crew rostering

problem pada penelitian ini adalah algoritma

cross entropy dan Differential Evolution.

Algoritma Cross Entropy (CE) pada prinsipnya

adalah menggunakan data sampel elite untuk

menentukan parameter baru yang akan

digunakan untuk membangkitkan populasi baru

yang lebih mendekati solusi. Pada penelitian ini

juga ditambahkan adanya decreasing sampel

untuk setiap iterasi. Tahapan yang digunakan

adalah sebagai berikut :

(i) Set initial parameter :

- Set percentile of elite sample, ρ ;

- number of population n_pop;

- generation number, g;

- maximum generation, gmax

(ii) Pembangkitan sampel

Matrik solusi dibangkitkan

dengan nilai random r0 antara 0 dan 1,

berukuran np x nj sejumlah npop.

a. Untuk iterasi awal (k = 0)

Untuk iterasi awal akan

dibangkitkan 2 matriks, yaitu matrik

solusi untuk kru regular Xijr,0, dan matrik

solusi untuk kru freelance Xijf,0. Xijr,0 dan

Xijf,0 adalah solusi awal dari populasi

npop, setiap elemen dari Xijr,0 dan Xijf,0

mempunyai probabilitas sukses masing –

masing sebesar novlp/nj untuk kru

reguler. Langkah ini merupakan

transformasi dari langkah 1 sampai

dengan ke – 4 pada algoritma umum,

novlp/nj menggambarkan maksimum

solusi hingga jadwal tidak overlap. Dan

w/nj dimana w adalah jumlah pairing

yang boleh diterbangkan oleh kru

freelance. Untuk permasalahan crew

rostering, solusi yang dihasilkan hanya

mempunyai dua kemungkinan yaitu 0 dan

1. Nilai 1 jika pairing j ditugaskan kepada

kru i, nilai 0 jika sebaliknya. Perubahan

bilangan pecahan menjadi zero-one dapat

dilakukan dengan :

sebaliknyajika

prjikaxu

ij,0

00,1 0

0

dengan u = {kru freelance dan kru

regular}

b. Untuk iterasi selanjutnya (k ≠ 0)

adalah sampel pada iterasi

ke – k, setiap elemen solusi , ,

mempunyai probabilitas sukses p0k ,

maka

sebaliknyajika

prjikax

ku

kij,0

00,1,

dengan u = {kru freelance dan regular}

(iii) Pembaharuan Parameter p0

Parameter p0 diperbaharui

berdasarkan data sampel elite untuk

mendapatkan sampel yang lebih baik dari

iterasi sebelumnya.

(23)

dengan p0t adalah parameter p0 pada

periode ke t dan adalah rata – rata dari

sampel elite pada periode ( t-1 ) untuk kru

regular dan kru freelance.

(iv) Pengecekan terhadap Syarat

Pemberhentian

Syarat pemberhentian pada

penelitian ini adalah maxit. Jika syarat

pemberhentian ini terpenuhi, maka

hentikan iterasi dan lanjutkan ke langkah

berikutnya.

(v) Decreasing sample

Pada tahap ini dilakukan

penurunan jumlah sampel untuk iterasi

berikutnya. Jumlah populasi sampel untuk

iterasi berikutnya sebanyak :

(24)

Selanjutnya, ulangi kembali iterasi mulai

langkah (ii).

3.2 Differential Evolution (DE)

Mutasi DE pada penelitian ini umumnya

menggunakan cara mutasi random swap. r0

adalah bilangan random antara 0 dan 1 yang

berdimensi npxnj untuk setiap populasi np.

Solusi V terdiri dari pasangan . vnp,ro,g

adalah elemen solusi V kolom r0 generasi g,

jika Wnp,g-1 adalah populasi terbaik generasi g-

1 dan wnp,r0,g-1 adalah elemen kolom r0 dari

Wnp,g-1.

9

a. Crossover

Crossover adalah menyilangkan atau

menukarkan solusi induk Xnp,g dengan solusi

mutan Vnp,g untuk membentuk solusi baru

Unp,g. Caranya adalah dengan menentukan

probabilitas threshold (0 < cr < 1) mutan

menjadi solusi baru. Kemudian dilakukan

randomisasi sebanyak n_pop. Jika bilangan

random terjadi antara 0 < randnp(0,1) < cr,

maka mutan menjadi solusi baru, yang lain

solusi induk akan menjadi solusi baru.

b. Selection

Proses ini dilakukan dengan cara

membandingkan solusi induk dengan solusi

baru hasil crossover. Populasi induk yang

memberikan performansi lebih baik dari pada

populasi solusi hasil crossover akan

dipertahankan, sebaliknya populasi hasil

crossover akan menggantikan populasi induk

pada iterasi selanjutnya. Performansi yang

digunakan pada proses seleksi adalah fungsi

fitness (21). Solusi generasi berikutnya yaitu

diperoleh dengan formulasi berikut :

(25)

adalah nilai fungsi fitness dari ,

sedangkan adalah nilai fungsi fitness

dari .

c. Stoping Criterion

Proses akan dihentikan jika iterasi sudah

mencapai iterasi maksimum (gmax).

4. Percobaan dan Analisa Numerik

Data yang digunakan untuk pengujian

model dalam penelitian ini adalah data kru

penjadwalan pada PT. MNA (Merpati

Nusantara Airlines) selama lima bulan (Juli –

November 2010), meliputi:

Jumlah pilot PT Merpati Nusantara yang

ber-homebase di Surabaya, yang terdiri dari

38 pilot dengan kualifikasi / rating tertentu

Aktivitas tugas dan aktivitas pairing

Jumlah Pairing Juli 2010 adalah 14 pairing

untuk pesawat Boeing - 73, 9 pasangan

untuk Cassa-212 tipe pesawat, 10 pesawat

jenis pasangan untuk DHC - 6 dan 5 untuk

pesawat pasangan MA - 60.

Aturan horizontal dan vertical penugasan

kru

Daftar biaya yang berkaitan dengan

penjadwalan kru reguler

Untuk keperluan pengujian model,

biaya untuk terbang jam kru, jumlah dan

kualifikasi pilot dan aktivitas pra-tugas yang

diperoleh di PT. MNA akan menjadi data untuk

kru regular. Sedangkan data untuk kualifikasi

kru reguler, dan kegiatan pra-tugas kru

freelance, serta preferensi kru (kru reguler dan

kru freelance) akan dibangkitkan secara random

untuk setiap bulan penjadwalan. Setiap bulan, 5

orang tersedia untuk kru freelance pesawat

Boeing – 73, 5 orang kru freelance tersedia

untuk Foker - 100 (F - 100) dan 5 orang yang

tersedia untuk MA - 60, Cassa - 212 dan DHC -

6.

A. Partial Optimization

Parameter yang digunakan dalam

menyelesaikan masalah dengan CE pada

algoritma optimasi parsial meliputi:

Koefisien smooting α = 0,9, dan

Jumlah sampel elit ρ = 0,9

Parameter yang digunakan dalam

menyelesaikan model dengan algoritma DE

adalah:

Parameter cross over (cr) = 0.7

Parameter Mutasi (cm) = 0,1

Pada optimasi parsial, permasalahan dalam

sebulan dibagi menjadi 10 bagian menurut jenis

dan tanggal pemberangkatan pairing.

B. Total Optimization

Optimasi dilakukan dengan tujuan

untuk mendapatkan solusi optimal dari

permasalahan yang diselesaikan. Optimasi total

dilakukan secara keseluruhan untuk satu bulan

penjadwalan, dengan solusi awal adalah solusi

gabungan dari partial optimization.

Cross Entropy Algorithm (CE)

Pada iterasi awal CE, pembangkitan

solusi awal adalah 60% dari populasi total

sampel terdiri dari solusi awal (solusi

gabungan), sedangkan 40% dari populasi

sampel yang dihasilkan secara acak. Jumlah

sampel yang digunakan adalah 2500 sampel.

Hal ini karena ukuran masalah terpecahkan

sangat besar dan penurunan sampel

membutuhkan sampel besar. Koefisien

smooting berbeda dari optimasi parsial, nilai α

di optimasi total 0,8. Hal ini memberikan

kesempatan bagi solusi lain yang mungkin lebih

baik untuk menjadi solusi optimal.

10

Differential Evolution (DE)

Algoritma DE untuk menyelesaikan

model juga membutuhkan transformasi model

terkendala ke unconstrain model. Parameter

yang digunakan dalam menyelesaikan model

dengan algoritma DE adalah:

Cross lebih dari parameter (cr) = 0.7

Parameter Mutasi (cm) = 0,1

Gambar 1 Deviasi Jam Terbang Periode Juli

– Nopember 2010

Gambar 2 Rata – Rata deviasi Jam terbang

periode Juli – Nopember 2010

Dari gambar 2, penyimpangan jam

terbang terbaik ditunjukkan oleh algoritma CE.

Stay time menunjukkan distribusi dari beban

kerja kru. Dalam model ini, juga mencatat

kepuasan dari kru yang bekerja, dengan batasan

preferensi kru minimum sebesar 60%. Jadwal

yang menghasilkan kepuasan kru terbesar yang

dihasilkan oleh algoritma CE.

Berdasarkan waktu total penyelesaian

model, penyelesaian model dengan algoritma

CE jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan

algoritma DE.

Gambar 3 Rata - rata fitness value periode July

hingga November 2010

Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa

algoritma yang menghasilkan nilai fitness

terkecil adalah algoritma CE. Dari total biaya

keseluruhan yang dikeluarkan oleh model

menunjukkan solusi CE menghasilkan total

biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan

MOSI dan Algoritma DE (Gambar 4).

Gambar 4 Rata - rata biaya total periode July

hingga November 2010

5. Kesimpulan dan Saran Metode CE dan DE telah

dikembangkan untuk menyelesaikan masalah

penjadwalan penerbangan kru. Metode CE

telah menunjukkan hasil yang lebih baik

dalam hal fitness fuction. Hal ini sangat

mampu untuk mendapatkan solusi yang

mendekati optimal dengan waktu komputasi

yang relatif cepat. Dalam makalah ini kami

menemukan bahwa teknik ini dapat

menghemat waktu komputasi dan juga

meningkatkan efektivitas algoritma dengan

penurunan sampel.

Untuk penelitian mendatang, model

dapat diatasi dalam algoritma yang kompleks,

misalnya dengan metode CE hibrida dengan

metode heuristik lain untuk mendapatkan

solusi yang lebih baik dan waktu komputasi yang lebih baik.

0.000

10.000

20.000

Jul-10 Aug-10 Sep-10 Oct-10 Nov-10

Deviasi Jam Terbang

MOSI CE Method DE Method

12.000

12.500

13.000

13.500

Rata - rata deviasi Jam Terbang

MOSI CE Method DE Method

0.00E+00

1.00E+29

2.00E+29Rata-rata Fitness Value

MOSI CE Method DE Method

1,090,000,000

1,100,000,000

1,110,000,000

Rata - rata biaya total

MOSI CE Method DE Method

11

6. Daftar Pustaka

AhmadBeygi, S., Amy Cohn, Marshall Weir, (2009),

“An integer programming approach to

generating airline crew pairings” in Computers

& Operations Research 36 : 1284 – 1298.

Beasly, J.E. and Cao, B., (1996). “ A tree search

algorithm for the crew scheduling problem “ in

European Journal of Operational Research 94,

517-526.

Bailey, T. G.,Jiefeng Xu, Milind Sohoni, dan Mike

McCleery, (2006), “A dynamics neighborhood

based tabu search algorithm for real-world flight

instructor scheduling problem” in European

Journal of Operational Research 169 : 978–993.

Beaumonth, N., (1997), “Scheduling staff using

mixed integer programming” in European

Journal of Operational Research 98 : 473-484.

Butchers, E. Rod, Paul R. Day, Andrew P. Goldie,

Stephen Miller, Jeff A. Meyer, David M. Ryan,

Amanda C. Scott, Chris A. Wallance., (2001)

“Optimized Crew Scheduling at Air New

Zealand” in Interfaces 31 : 30 – 56.

Burke, E. K., Jingpeng Li, Rong Qu. (2010), “A

hybrid model of integer programming and

variable neighbourhood search for highly-

constrained nurse rostering problems” in

European Journal of Operational Research 203:

484–493.

Chow, K. P., C. K. Hui, (1993), “Knowledge-Based

System for Rostering” in Expert Systems With

Applications Vol 6 pp 361-375 Pergamon Press

Ltd.

Desaulnier, G., J. Desrosiers, Y. Dumas, S. Marc, B.

Rioux, M.M. Solomon, F. Soumis. (1997),

“Crew Pairing at France” in European Journal of

Operational Research 97 : 245 – 259.

Ernst, A.T., H. Jiang, M. Krishnamoorthy, D. Sier,

(2004), “Staff scheduling and rostering: A

review of applications, methods and models” in

European Journal of Operational Research 153

: 3–27.

Fox, R.L. (1971). “Optimization Methods for

Engineering Design“. Addison-Wesley, Reading,

Mass.

Gonzalez, Miguel A., Jen Gwo Chen, Richard

Oswald. (1999), “An integrated logistics support

system for training crew medical officer in

advance cardiac life support management” in

Computer Methods and Program in

Biomedicine 59: 115 – 129.

Guo, Y., Taieb M., Leena S., Markus P. Thiel,

(2006),“A partially Integrated Airline

Crewscheduling Approach with time dependent

crew capacities and multiple homebase” in

European Journal of Operation Research 171 :

1169 – 1181.

Kohl, N. and S.E. Karisch. (2000). “Integrating

Operations Research andconstraint

Programming Techniques in Crew Scheduling.”

In Proceedings of the 40th Annual AGIFORS

Symposium, Istanbul, Turkey, August 20–25

Labiba, Z., (2006), “Aplikasi Metode Column

Generation dalam Penyelesaian Penugasan Kru

Maskapai Penerbangan”, Tesis Magister Teknik.

Jurusan Teknik Industri ITS. Surabaya.

Lucic, P., Dusan Teodorovic, (1999), “Simulated

annealing for the multi-objective aircrew

rostering problem” in Transportation Research

Part A 33 : 19 – 45.

Maenhout, B., Mario Vanhoucke. (2010), “A hybrid

scatter search heuristic for personalized crew

rostering in the airline industry” in European

Journal of Operational Research 206 : 155–167.

Medard, Claude P., Nidhi Sawhney, (2007), “Airline

crew scheduling from Planning to Operations”

in European Journal of Operational Research

183 : 1013 - 1027.

Morgado, Ernesto M, Joao P. Martins, (1992),

“Scheduling and Managing crew in the

portugese Railways” in Expert System With

Application Vol 5 : 301 – 321. Pergamon Press

Ltd.

Mulvey, J M., “A classrome/time assignment

model”, (1981) in European Journal of

Operation Research 9 : 64 – 70.

Rubinstein, Reuven Y., dan Kroese, Dirk P. (2004),

“The Cross-Entropy Method: A Unified

Approach to Combinatorial Optimization,

Monte-Carlo Simulation, and Machine

Learning” in New York : Springer

Science+Business Media, Inc.

Ryan, D. M., (1992), “The Solution of Massive

Generalized Set Partitioning Problem in Air

Crew Rostering” in Journal of the Operational

Research Society Vol 43 No. 5.

Sunarto, A., Budi Santosa, Arief Rahman, (2010),

“Pengembangan Model Airline Rostering

System Menggunakan Metode Differential

Evolution”, Tesis Magister Teknik. Jurusan

Teknik Industri ITS, Surabaya.

Souai, N., Jacques Teghem, (2009), “Genetic

algorithm based approach for the integrated

airline crew-pairing and rostering problem”in

European Journal of Operational Research 199:

674–683.

Teodorovic, D., Panta Lucic, (1996), “A fuzzy set

theory approach to the aircrew rostering

problem” in Fuzzy Sets and Systems 95 : 261-

271.

Weide, O., Ryan David, Matthias Ergott, (2010),

“An iterative to robust and integrated aircraft

routing and crew scheduling” in Computers and

Operations Research 37 : 833 – 844.

Xu, Jifeng., Milind Sohoni, Mike McCleery, T.

Glenn Bailey, (2006) in European Journal of

Operational Research 169 : 978 – 993.

Yan, S., T-T Tung, Y.P. Tung., (2002), “Optimal

Construction of Airline Individual Crew

12

Pairing” in Computer and Operational Research

29 : 341-363.

Yinghui, Z., Rao Yunbo, Zhou Mingtian, (2007),

“GASA Hybird Algorithm Applied in Airline

Crew Rostering System” in TSINGHUA

SCIENCE AND TECHNOLOGY Volume 12,

Number S1.

Zeghal, F.M., M. Minoux. (2006) “Modeling and

Solving a Crew Assignment Problem in air

Transportation” in European Journal of

Operational Research 175 : 187-209.