27
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN TANGGAMUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah secara transparan dan bertanggung jawab sejalan dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, maka perlu menyusun Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah; b. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a, perlu diatur dan diterapkan dengan Peraturan Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3667); 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembarabn Negara 3848); 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 5. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Rupublik Indonesia Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4286); 7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana www.djpp.depkumham.go.id www.djpp.depkumham.go.id

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR 21 …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2003/tanggamus21-2003.pdf · penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang dapar dinilai dengan uang

Embed Size (px)

Citation preview

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR 21 TAHUN 2003

TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KABUPATEN TANGGAMUS,

Menimbang

: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah secara transparan dan bertanggung jawab sejalan dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, maka perlu menyusun Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;

b. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a, perlu diatur dan diterapkan dengan Peraturan Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan

Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3667);

2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembarabn Negara 3848);

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);

5. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Rupublik Indonesia Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);

6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4286);

7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara 4021) yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001 (Lembaran Negara Nomor 4165);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2001 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 2032, Tambah Lembaran Negara Nomor 4022);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dalam Pelaksanaan Dekosentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 203, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4023);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 204, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4024);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 209, Tambahan Negara Nomor 4027);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Replubik Indonesia Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4028);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4029);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);

17. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Peraturan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70);

18. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 15);

19. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi;

20. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 200 temtang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah;

21. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pedoman Pengurusan, Pertangguingjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Tata Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS

M E M U T US K A N: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS

TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Tanggamus. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perngkat Daerah Sebagai Badan

Eksekutip Daerah Kabupaten Tanggamus. 3. Bupati adalah Bupati Tanggamus. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislartf

Daerah Kabupaten Tanggamus. 5. Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah adlah Bupati karena

jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan Keuangan Daerah dan mempunyai kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan tersebut kepada DPRD.

6. Keuangan Daerah adalah Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang dapar dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah, dalam kerangka Pendapatan Anggaran dan Belanja Daerah.

7. Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah Badan/Lembaga Teknis pada Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab kepada Bupati dam membantu Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Badan, Kantor, Lembaga Teknis Daerah, dan Unit Satuan Kerja.

8. Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah adalah pejabat, dan atau pegawai pada satuan kerja perangkat daerah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi kewenangan dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.

9. Bendahara Umum Daerah adalah Pejabat yang diberi kewenangan oleh Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran Kas Daerah serta segala bentuk kekayaan daerah lainnya.

10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah Suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah merupakan dasar Pengelolaan Keuangan Daerah dalam tahunan anggaran tertentu.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

11. Desentralisasi adalah Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

12. Dana Perimbangan adalah Dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

13. Pendapatan Daerah adalah Semua penerimaan Kas Daerah dalam periode anggaran tertentu yang menjadi hak daerah.

14. Belanja Daerah adalah Semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah.

15. Bagian Belanja Aparatur Daerah adalah Belanja yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh rakyat.

16. Bagian Belanja Pelayanan Publik adalah Belanja yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya tsecara langsung inikmati oleh rakyat.

17. Anggaran berbasis kinerja adalah Anggaran dimana setiap alokasi biaya yang rencanakan harus dikaitkan dengan tingkat pelayanan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai.

18. Pengguna Anggaran Daerah adalah Pejabat pemegang kekuasaan pengelolaan Anggaran Belanja Daerah pada satuan kerja perangkat daerah.

19. Pimpinan kegiatan adalah Pejabat atau pegawai pada satuan kerja perangkat daerah yang bertugas melaksanakan kegiatan sebagaimana yang terdapat dalam Dokumen Anggaran Satuan Kerja.

20. Pemegang Kas adalah Orang yang ditunjuk dan diserahi tugas melaksanakan kegiatan kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBD disetiap unit kerja Pengguna Anggaran Daerah.

21. Pembantu Pemegang Kas adalah Setiap orang yang ditunjuk dan diserahkan melaksanakan fungsi keuangan tertentu untuk melaksanakan kegiatan pada satuan pemegang kas pengelolaan keungan daerah dalam rangka pelaksanaan APBD disetiap unit kerja pengguna anggaran.

22. Pinjaman Daerah adalah Semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang, barang, dan atau jasa sehingga Daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam dunia perdagangan.

23. Debt Service Coverrage Ratio (DSCR) adalah Perbandingan antara penjumlahan Pendapatan Asli Daerah, Bagian Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolahan Hak Atas Tanah dan Bangunan, penerimaan sumber daya alam, dan bagian Daerah lainnya seperti Pajak Penghasilan perseorangan, serta Dana Alokasi Umum, setelah dikurangi Belanja Wajib, dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga, dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo.

24. Dana Cadangan adalah Dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang membutuhkan dana relative cukup besar yang tidak dapat dibebanklan dalam satu tahun anggaran.

25. Dana Depresiasi adalah Dana yang disisihkan untuk penggantian aset pada akhir masa umur ekonomisnya.

26. Penggeseran Anggaran adalah Kegiatan pengalihan anggaran yang terdapat dalam dokumen anggaran satuan kerja atau dokumen anggara satuan kerja tanpa melakukan perubahan APBD melalui persetujuan DPRD;

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

27. Rencana Anggaran Satuan Kerja merupakan dokumen yang memuat rancangan anggaran pada satuan kerja perangkat daerah sebagai dasar penyusunan rancangan APBD.

28. Dokumen Anggaran Satuan Kerja merupakan dokumen yang memuat anggaran pada satuan kerja perangkat daerah sebagai dasar pelaksanaan APBD.

29. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) adalah Sistem akuntansi yang meliputi proses pencatatan, penggolongan, penafsiran, peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangannya dalam rangka pelaksanaan APBD sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

30. Kegiatan multi tahunan adalah Suatu kegiatan yang secara tehnis diukur dengan skala waktu pellaksanaan dan biaya, dilaksanakan lebih dari 1 (satu) tahun anggaran.

31. Barang Daerah adalah Semua barang milik Daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber sekuruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

32. Aset Daerah adalah Semua harta kekayaan milik daerah baik barang berwujud maupun barang tidak berwujud.

BAB II

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Bagian Pertama Azas Umum

Pasal 2

(1) Bupati memegang kekuasaan umum pengelolaan Keuangan Daerah berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Bupati selaku pemegang kekuasaan umum Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaiman

yang dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian atau seluruh kewenangannya kepada Sekretaris Daerah atau pada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.

(3) Bupati menetapkan pejabat-pejabat Pengelola Keuangan Daerah sesuai Peraturan Daerah ini.

(4) Tugas Pokok dan Fungsi Pengelolaan Keuangan Daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 3

(1) APBD merupakan anggaran berbasis kinerja; (2) APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan Daerah dalam tahunan anggaran tertentu; (3) Pengelolaan Keuangan Daerah bersifat aspiratif terhadap kepentingan publik; (4) Tahun fiskal APBD sama dengan tahun fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN);

Pasal 4

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(1) APBD, Perubahan APBD, dan Perhitungan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan merupakan dokumen Daerah;

(2) Semua Penerimaan dan Pengeluaran Daerah dalam ramgka Desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD;

(3) Satuan uang dalam penyusunan, penetapan damn pertanggungjawaban APBD adalah mata uang rupiah;

Pasal 5

(1) Jumlah pendapatan yang dianggarakan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur

secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan; (2) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertingi untuk setiap

jenis belanja; (3) Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang bersifat pengeluaran atas beban APBD

apabila tidak tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut; (4) Perkiraan sisa lebih perhitungan APBD tahun lalu dicatat sebagai saldo awal pada

APBD tahun berikutnya, sedangkan realisasi sisa lebih perhitungan APBD tahun lalu dicatat sebagai saldo perubahan APBD.

Pasal 6

(1) Semua pendapatan belanja dan pembiayaan dianggarkan secara bruto dalam APBD. (2) Dalam Penyusunan APBD, penyusunan penganggaran belanja harus didukung dengan

adanya kepastian tersedianya penerimaan Daerah dalam jumlah yang cukup.

Pasal 7

Semua transaksi Keuangan Daerah baik Penerimaan Daerah maupun Pengeluaran Daerah dilaksanakan melalui Kas Daerah, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang– undangan yang berlaku.

BAB III

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Bagian Pertama Struktur APBD

Pasal 8

(1) Struktur APBD merupakan kesatuan yang terdiri dari ;

a. Pendapatan Daerah; b. Belanja Daerah; c. Pembiayaan.

(2) Struktur APBD sebagaimana dimaksud ayat (1) diklasifikasikan berdasarkan bidang Pemerintah Daerah atau fungsi.

(3) Setiap Pemerintahan Daerah atau Fungsi sebagaiman dimaksud ayat (2) dilaksanakan oleh perangkat-perangkat daerah yang bertindak sebagai pusat-pusat pertanggung jawaban sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 9 (1) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) huruf a dikelompokkan

dalam Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain Pendapatan yang sah. (2) Setiap kelompok pendapatan dirinci menurut jenis pendapatan, setiap pendapatan dirinci

menurut obyek pedapatan.

Pasal 10 (1) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri dari Bagian

Belanja Aparatur Daerah dan Bagian Belanja Pelayanan Publik. (2) Masing – masing bagian belanja dimaksud ayat (1) dirinci dalam kelompok belanja yang

meliputi Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasional dan Pemeliharaan, Belanja Modal, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan serta Belanja Tidak Tersangka.

(3) Setiap kelompok belanja sebagaimana dimaksud ayat (2) dirinci dalam jenis belanja, setiap belanja dirinci menurut obyek belanja.

Pasal 11

Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (2), pengeluaran dengan kriteria : a. Tidak menerima secara langsung kembali barang dan jasa seperti lazimnya dalam

pembelian dan penjualan. b. Tidak mengharapkan akan diterima kembali dimasa yang akan datang seperti lazimnya

suatu piutang. c. Tidak mengharapkan adanya hasil seperti lazimnya suatu penyertaan modal atau

investasi.

Pasal 12

(1) Bagian anggaran yang digunakan untujk membiayai pengeluaran tidak tersangka

sebagaimana yang dimaksud Pasal 10 ayat (2) diklasifikasikan dalam kelompok kerja tidak tersangka.

(2) Pengeluaran untuk penanganan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran yang tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah yang anggarannya tidak tersedia dalam tahun anggaran yang bersangkutan dapat dibebankan pada anggaran belanja tidak tersangka.

Pasal 13

(1) Penggunaan anggaran tidak tersangka sebagaimana dimaksud Pasal 12 dilakukan

dengan persetujuan Bupati dan diberitahukan kepada DPRD paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak penggunaannya.

(2) Pengeluaran tentang pengembalian pajak dan penerimaan yang bukan menjadi hak setelah tahun anggaran dibebankan pada belanja tak tersangka.

Pasal 14

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(1) Pembiayaan sebagaiman dimaksud Pasal 8 ayat (1) huruf c meliputi transaksi keuangan

untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus. (2) Pemiayaannya terdiri atas sumber pembiayaan yang merupakan Penerimaan Daerah dan

sumber pembiayaan yang merupakan Pengeluaran Daerah. (3) Jumlah anggaran pembiayaan sama dengan jumlah surplus/deficit anggaran.

Bagian Kedua Surplus dan Defisit Anggaran

Pasal 15

(1) Selisih antara Anggaran Pendapatan Daerah dan Anggaran Belanja Daerah dapat

mengakibatkan terjadinya surplus atau deficit anggaran. (2) Surplus anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) terjadi apabila Anggaran Pendapatan

Daerah lebih besar dari Anggaran Belanja Daerah. (3) Defisit anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) terjadi apabila Anggaran Pendapatan

Daerah lebih kecil dari Anggran Belanja Daerah.

Pasal 16 (1) Surplus Anggaran sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (2) dimanfaatkan antara lain

untuk transfer ke Dana Cadangan, Pembayaran Pokok Utang, Penyertaan Modal (investasi), dan atau Sisa Perhitungan Anggaran Tahun berkenaan.

(2) Defisit amggaran sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (3) dibiayai antara lain dari Sisa Anggaran Tahun lalu, Pinjaman Daerah, Penjualan Obligasi Daerah, Hasil Penjualan Milik Daerah yang dipisahkan dan Transfer dari Dana Cadangan.

(3) Sisa Perhitungan Anggaran Tahun Berkenaan merupakan selisih lebih dari Surplus/Defisit ditambah dengan Pos Penerimaan Pembiayaan dikurangi dengan Pos Pengeluaran Pembiayaan Daerah.

BAB IV

CADANGAN PINJAMAN, ANGGARAN MULTI TAHUNAN DAN INVESTASI

Bagian pertama

Dana Cadangan dan Dana Depresiasi

Pasal 17 (1) Pemerintah Daerah dapat membentuk dana cadangan. (2) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan untuk

membiayai kebutuhan dana yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran, termasuk kebutuhan yang bersifat strategis.

(3) Tujuan pembentukan, jumlah sumber dana serta jenis penggantian aktiva tetap yang dibiayai dari dana depresiasi ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 18

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(1) Pemerintah Daerah dapat membentuk dana depresiasi. (2) Pembentukan Dana sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan untuk penggantian aset

selain tanah pada akhir masa umur ekonomisnya. (3) Pembentukan dana depresiasi sebagaimana dimaksud ayat (2) dihitung berdasarkan

metode garis lurus berdasarkan umur ekonomisnya dan disesuaikan dengan kemampuan daerah.

(4) Pembentukan, jumlah sumber dana serta jenis penggantian aktiva tetap yang dibiayai dari dana depresiasi ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 19

(1) Pembentukan dana cadangan dan dana depresiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17

dan Pasal 18 dibentuk dari kontribusi tahunan dari penerimaan APBD. (2) Pembentukan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak diperkenankan menggunakan Dana

Alokasi Khusus (DAK), Pinjaman Daerah dan Dana Darurat. (3) Pembentukan dana sebagaimana dimaksud ayat (1) dikelompokkan dalam pembiayaan.

Pasal 20 1) Pembentukan dana cadangan dan dana depresiasi sebagaimana dimaksud Pasal 17 dan

Pasal 18 dibukukan dalam rekening tersendiri dikelola oleh Bendahara Umum Daerahdan tidak dapat digunakan untuk membiayai program atu kegiatan lain diluar yang telah ditetapkan.

2) Pelaksanaan program atau kegiatan yang dibiayai dari dana cadangan dilakukan apbila dana cadangan yang disisihkan telah mencukupi dengan terlebih dahulu dipindah bukukan ke Rekening Kas Daerah.

3) Dana Depresiasi dipindahkan ke rekening Kas Daerah apabila program atau kegiatan yang dibiayai dari dana cadangan atau dana depresiasi diperlukan sama dengan penatausahaan pelaksanaan program atau kegiatan lainnya.

Bagian Kedua

Pinjaman Daerah dan Kerjasama Daerah

Pasal 21 (1) Pemerintah Daerah dengan persetujuan DPRD dapat mengadakan :

a. Pinjaman baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri dengan prinsip kehati-hatian.

b. Kerjasama baik dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/kota, Badan / Lembaga, di dalam negeri dan atau dengan Badan / Lembaga di luar negeri maupun dengan pihak ketiga lainnya dengan prinsip saling menguntungkan.

(2) Jenis pinjaman sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a penggunaanya diatur sebagai berikut : a. Pinjaman Jangka Panjang hanya dapat digunakann untuk membiayai pembangunan

sarana dan prasarana yang merupakan aset daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran kembali serta memberi manfaat bagi pelayanan masyarakat;

b. Pinjaman Jangka Panjang tidak boleh digunakan Untuk Belanja Admnistrasi Umum dan Belanja Operasinal dan Pemeliharaan;

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

c. Pinjaman Jangka Pendek hanya digunakan untuk pengaturan arus kas dalam rangka pengelolaan keuangan daerah.

(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 22

(1) Pinjaman Jangka Panjang wajib memenuhi 2 (dua) ketentuan sebagai berikut :

a. Jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima) persen penerimaan umum APBD.

b. Berdasarkan proyeksi penerimaan serta pengeluaran daerah tahunan selam jangka waktu pinjaman, Debt Servuce Coverage (DSCR) paling sedikit 2,5 (dua setengah).

(2) Batas pinjaman jangka pendek adalah 1/6 (satu per enam) jumlah APBD anggaran berjalan, dengan mempertimbangkan kecukupan penerimaan daerah untuk membayar kembali pinjaman tersebut pada waktunya.

Pasal 23

(1) Kewajiban yang timbul akibat jatuh tempo atas pinjaman daerah merupakan prioritas

untuk dianggarkan dalam APBD. (2) Penerimaan anggaran sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (2) dicantumkan pada

Anggaran Pembiayaan. (3) Tata Cara pengelolaan pinjaman daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 24 (1) Pemerintah Daerah dilarang melakukan perjanjian yang bersifat penjaminan terhadap

pinjaman pihak lain yang mengakibatkan bbeban atas keuangan daerah. (2) Barang Milik Daerah yang digunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat

dijadikan jaminan dalam memperoleh pinjaman daerah.

Pasal 25 (1) Pinjaman Daerah jangka pendek dan jangka panjang disalurkan melalui Rekening Kas

Daerah. (2) Penatausahaan program/kegiatan yang dibayai dari Pinjaman Daerah diperlakukan sama

dengan penatausahaan program/ kegiatan lainnya. (3) Semua penerimaan dan kewajiban dalam ramgka Pinjaman Daerah dicantumkan dan

dilaporkan dalam Daftar Pinjaman Daerah. (4) Angsuran/pembayaran yang jatuh tempo pada tahun berkenaan dianggarkan pada

anggaran kelompok pembiayaan sedangkan jumlah bunga, denda dan biaya administrasi pinjaman yang akan dibayar pada tahun berkenaan dianggarkan pada kelompok belanja administrasi umum.

Bagian Ketiga Anggaran Multi Tahunan

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 26

(1) Pemerintah Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menyelenggarakan kegiatan dengan

anggaran multi tahunan (multi years). (2) Alokasi anggaran untuk kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), merupakan prioritas

yang harus ditetapkan setiap tahun anggaran selama pelaksanaannya. (3) Mekanisme alokasi anggaran dan pelaksanaan multi tahunan ditetapkan dengan

Keputusan Bupati.

Bagian Keempat Investasi

Pasal 27

Dengan persetujuan DPRD Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi dalam bentuk penyertaan modal/pembelian saham, atau bentuk investasi lain sepanjang hak tersebut menguntungkan bagi daerah dan memberikan peningkatan dalam pelayanan masyarakat.

BAB V

PENYUSUNAN APBD Bagaian pertama

Proses Penyusunan APBD

Pasal 28 (1) Penyusunan arah atau kebijaksanaan APBD sebagaimana dimaksud berpedoman pada

Renstrada atau dokumen perencanaan lainnya; (2) Hasil penjaringan aspirasi masyarakat dan pokok-pokok pikiran DPRD.

Pasal 29 (1) Berdasarkan arah dan kebijaksanaan umum APBD sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat

(1) Pemerintah Daerah menyusun strategi dan prioritas APBD paling lambat 4 (empat) bulan sebelum anggaran dimulai.

(2) Arah dan Kebijakan Umum APBD strategi dan prioritas sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan pedoman dari Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam menyusun usulan program kegiatan dan anggaran.

Pasal 30

(1) Berdasarkan arah dan kebijaksanaan umum, strategis, dan prioritas, sebagaimana

dimaksud pasal 29 ayat (1) Satuan Kerja Perangkat Daerah menyusun anggaran yang dituangkan dakam Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK).

(2) Usulan kegiatan dan anggaran yang dituangkan dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) disusun berdasarkan prinsip-prinsip kinerja.

Pasal 31

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(1) Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja sebagaimana di maksud Pasal 30 ayat (2) memuat : a. Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja. b. Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan

yang bersankutan. c. Bagian pendapatan APBD yang membiayai administrasi umum, belanja operasi,

pemeliharaan, dan belanja modal. (2) Untuk mengukur kinerja keuangan dalam penyusunan APBD, Pemerintah Daerah

mengembangkan standar analisa belanja, tolok ukur kinerja, standar biaya dan standar pelayanan minimal yang ditentukan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 32

(1) Rencana Anggaran Satuan Kerja sebagaimana yang dimaksud Pasal 30 ayat (1)

disampaikan kepada Tim Anggaran Eksekutif untuk dievaluasi dan dibahas. (2) Rencana Anggaran Satuan Kerja yang telah dievaluasi dan dibahas sebagaimana ayat

(1) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. (3) Klasifikasi pendapatan dan belanja daerah dalam Rencana Satuan Kerja Daerah

sebagaimana dimaksud ayat (2) dirinci menurut obyek. (4) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud ayat (2) disampaikan pada Satuan Kerja

Perangkat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah APBD.

Pasal 33

Mekanisme, tahapan penyusunan APBD sebagaimana dimaksud Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 serta tata cara pembahasan RASK ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Kedua

Proses Penetapan APBD

Pasal 34

(1) Pemerintah Daerah Mengajukan Rencana Peraturan Daerah APBD kepada DPRD palimg lambat 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran dimulai.

(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) disertai Nota Keuangan / Penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya.

(3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud ayat (2) terdiri dari : a. Ringkasan APBD b. Rincian AP c. Daftar Rekapitulasi APBD berdasarkan bidang Pemerintahan dan Perangkat Daerah d. Daftar jumlah pegawai per Golongan dan Pejabat e. Daftar Piutang Daerah ; f. Daftar Pinjaman Daerah ; g. Daftar Investasi Daerah; h. Daftar Ringkasan Nilai Aktiva Tetap Daerah; i. Daftar Dana Cadangan.

Pasal 35

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(1) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Apabila rancangan APBD tidak disetujui DPRD, Pemerintah Daerah berkewajiban menyemournakan APBD tersebut yang harus disampaikan kembali kepada DPRD dalam waktu delambat-lambatnya 1 (satu) bulan.

(3) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah disampaikan penyempurnaan rancangan APBD sebagaimana dimaksud ayat (2) belum memperoleh persetujuan DPRD, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar anggaran APBD tahun anggaran sebelumnya.

Pasal 36

(1) Penetapan APBD dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah

APBD ditetapkan dan merupakan dokumen daerah. (2) Peraturan Daerah tentang penetapan APBN sebagaimana dimaksud ayat (1) ditindak

lanjuti dengan Keputusan Bupati tentang penjabaran APBD.

Pasal 37 (1) Berdasarkan Peraturan Daerahtentang APBD dan penjabarannya sebagaimana dimaksud

Pasal 37 ayat (2) paling lambat 1 (satu) bulan, Bupati menetapkan Rancangan Anggaran Satuan Kerja (RASK) menjadi Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK).

(2) Dokumen Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan setiap perangkat daerah sebagai dasar pelaksanaan anggaran.

(3) Klasifikasi belanja pada Dokumen Anggaran Satuan Kerja sebagaimana ayat (2) sampai dengan rincian obyek.

BAB VI

PERUBAHAN APBD

Bagian Pertama Penyusunan Perubahan APBD

Pasal 38

(1) Perubahan APBD dilakukan sehubungan dengan :

a. Kebijakan Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah b. Penyesuaian akibat tidak tercapainya atau terlampauinya target penerimaan daerah

yang ditetapkan; c. Terjadinya kebutuhan mendesak.

(2) Perubahan APBD sebagaimana dimaksud ayat (1) juga dapat dilakukan berdasarkan Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan Prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.

(3) Bupati menetapkan keputusan sebagai pedoman bagi satuan kerja perangkat daerah dalam penyusunan usulan program, kegiatan, dan anggaran.

Pasal 39

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(1) Berdasarkan pedoman perubahan yang telah ditetapkan oleh Bupati sebagaimana dimaksud Pasal 38 ayat (3) satuan kerja menyusul usulan perubahan melalui Rencana Anggaran Satuan Kerja.

(2) Rencana Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan kepada Tim Anggaran Eksekutif untuk dibahas dalam rangka penyusunan Rancangan Perubahan APBD.

(3) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud ayat (2) dituangkan dalam Rancangan Perubahan APBD oleh Satuan Kerja Perangkat Pengelola Keuangan Daerah.

Bagian Kedua

Penetapan Perubahan APBD

Pasal 40 (1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancanga Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD

kepada DPRD untuk diminta persetujuan paling lambat 4 (empat) bulan sebelum tahun anggaran berakhir.

(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) disertai Nota Perubahan Keuangan / Penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya.

(3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud ayat (2) terdiri dari : a. Ringkasan perubahan APBD ; b. Rincian Perubahan APBD; c. Daftar Rekapitulasi Perubahan APBD berdasarkan Bidang Pemerintahan

Dan Perangkat Daerah; d. Daftar Jumlah Pegawai per Golongan dan Pejabat; e. Daftar Piutang Daerah; f. Daftar Pinjaman Daerah; g. Daftar investasi (Penyertaan Modal) Daerah; h. Daftar Dana Cadangan; i. Neraca Anggaran Tahun Anggaran yang lalu.

(4) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan APBD oleh DPRD dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 41

(1) Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD yang telah disetujui oleh DPRD, untuk

ditetapkan menjadi Perda, disahkan Bupati paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran berakhir.

(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) ditindak lanjuti dengan Keputusan Bupati tentang Penjabaran Perubahan APBD.

Pasal 42

(1) Berdasarkan Peraturan tentang Perubahan APBD dan Penjabaran sebagaimana

dimaksud Pasal 4, Bupati menetapkan Rancangan Anggaran Satuan Kerja menjadi Dokumen Anggaran Satuan Kerja paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran berakhir.

(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) ditindak lanjuti dengan Keputusan Bupati tentang Penjabaran Perubahan APBD.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(3) Klasifikasi Pendapatan dan Belanja pada Dokumen Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) dan(2) sampai dengan rincian obyek.

BAB VII

PELAKSANAAN DAN PENGELOLAAN APBD

Bagian Pertama Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah

Pasal 43

(1) Bupati sebagai Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah pada awal

tahun anggaran menetapkan para pejabat pengelola keuangan daerah. (2) Pejabat yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal

ini adalah sebagai berikut : a. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Keputusan Otorisasi (SKO); b. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Permintaan pembayaran

(SPP); c. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM); d. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Cek; e. Pejabat yang diberi wewenang Mengesahkan Surat Pertanggungjawaban (SPJ); f. Pejabat yang diberi wewenang mengelola penerimaan dan pengeluaran Kas Daerah

serta segala bentuk kekayaan daerah lainnya, yang selanjutnya disebut Bendahara Umum Daerah;

g. Pejabat yang diserahi tugas melaksanakan kegiatan kebendaharawanan dalam rangka pelaksanaan APBD di setiap Unit Kerja Pengguna Anggaran Daerah yang selanjutnya disebut Pemegang Kas;

h. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani surat bukti dasar pemungutan daerah;

i. Pejabat yang diberi wewenang menandtangani Bukti Penerimaan Kas dan Bukti Pendapatan Lainnya yang sah;

j. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani atau mengesahkan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran Kas; dan

k. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani ikatan atau perjanjiandengan Pihak Ketigayang mwngakibatkan pendapatan dan pengeluaran APBD;

(3) Tugas Pokok dan Fungsi Pejabat Pengelola Keuanga Daerah berpedoman sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (4).

Bagian Kedua

Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kas

Pasal 44 (1) Bendahara Umum Daerah menyimpan uang milik daerah pada bank yang sehat dengan

cara membuka rekening kas daerah yang ditetapkan dengan keputusan (2) Bendahara Umum dengan persetujuan Bupati dapat mendepositokan uang milik daerah

yang sementara belum digunakan pada bank yang sehat, atau diinvestasikan dalam jangka pendek sepanjang tidak menganggu likuiditas daerah.

(3) Bendahara Umum Daerah menatausahakan kas dan melaporkan pertanggungjawaban kepada Bupati.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 45

(1) Semua transaksi keuangan daerah baik Penerimaan Daerah maupun Pengeluaaran

Daerah dilaksanakan melalui Kas Daerah. (2) Bunga deposito, bunga atas penempatan uang di bank, dan jasa giro merupakan

pendapatan daerah. (3) Setiap Penerimaan disetor sepenuhnya ke rekening Kas Daerah. (4) Bendahara Umum Daerah dan pemegang kas dilarang menyimpan uang yang

diterimanya atas nama pribadi.

Bagian Ketiga Pemegang Kas

Pasal 46

(1) Di setiap satuan kerja Perangkat Daerah pengguna anggaran ditunjuk 1 (satu) Pemegang

Kas yang melaksanakan tata usaha keuangan dan kegiatan kebendaharaan. (2) Pemegang Kas sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah jabatan non structural /

fungsional dan tidak boleh merangkap sebagai pejabat Pengelola Keuangan Daerah lainnya.

(3) Dalam melaksanakan tata usaha keuangan sebagaimana dimaksud ayat (1), Pemegang Kas dibantu oleh beberapa pembantu pemegang kas yang bertugas menyiapkan SPP Gaji.

Pasal 47

(1) Dalam fungsi sebagai penerima pendapatan daerah, Satuan Pemegang Kas dilarang

menggunakan uang yang diterimanya secara langsung untuk membiayai pengeluaran satuan kerja perangkat daerah terkecuali yang diatur dengan peraturan Daerah.

(2) Pembantu Pemegang Kas yang berfungsi sebagai kasir penerimaan uang wajib menyetorkan sejumlah uang yang diterimanya ke Bank atas nama Rekening Kas Daerah tepat waktu sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Bagian Keempat

Penerinmaan APBD

Pasal 48 (1) Pemungutan dan pajak retribusi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. (2) Semua manfaat yang bernilai uang berupa komisi, rabat, potongan, bunga atau nama lain

sebagai akibat pengadaan barang dan jasa, penyimpanan dan atau penempatan uang daerah merupakan pendapatan daerah.

(3) Semua penerimaan daerah disetor sepenuhnya dan tepat waktu ke kas daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

(4) Untuk kelancaran penyetoran kas, Pemerintah Daerah dapat menunjuk badan, lembaga keuangan atau kantor pos yang bertugas melaksanakan sebagian fungsi Satuan Pemegang Kas.

Pasal 49

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(1) Penerimaan daerah pada satu tahun anggaran adalah seluruh jumlah uang yang

merupakan penerimaan daerah yang selama tahun itu dimasukkan dalam Kas Daerah. (2) Semua penerimaan daerah dalam rangka desentralisasi dicatat dan dikelola dalam

APBD. (3) Setiap perangkat daerah yang mempunyai tugas memungut atau menerima pendapatan

daerah wajib mekaksanakan intensifikasi pemungutan pendapatan.

Pasal 50 (1) Penerimaan Kas yang berkaitan dengan koreksi dari pengeluaran yang telah diselesaikan

melalui Surat Perintah Membayar (SPM) dibukukan sebagai pengurangan atas Pos Belanja yang berhubungan.

(2) Penerimaan-penerimaan yang sebagaimana dimaksud ayat (1) yang terjadi setelah tahun anggaran ditutup, dibukukan pada kelompok pendapatan asli daerah, jenis lain-lain Pendapatan Yang Sah.

Pasal 51

Penerimaan Kas yang berasal dari pungutan atau potongan yang akan disetor kepada pihak ketiga dibukukan pada Pos Perhitungan Pihak Ketiga (PPK).

Bagian Kelima Pengeluaran APBD

Pasal 52

Pengeluaran daerah dalam suatu tahun anggaran adalah seluruh jumlah uang yang merupakan pengeluaran daerah yang selama itu dikeluarkan dari Kas Daerah.

Pasal 53 (1) Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD tidak dapat dilakukan

sebelum Peraturan Daerah tentang APBD disetujui oleh DPRD dalam tahun yang brkenaan.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud ayat (1) dikecualikan terhadap biaya-biaya tetap, dan belanja lainnya yang sifatnya menunjang pelaksanaan operasional Pemerintah Daerah.

Pasal 54

Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belun tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran atas persetujuan DPRD.

Pasal 55 (1) Setiap pembebanan APBD harus didukung oleh bukti-bukti yang lengkap dan sah

mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. (2) Setiap pengeluaran atas beban APBD diterbitkan Surat Keputusan Otorisasi (SKO) atau

surat keputusan lainnya yang disamakan dengan itu oleh pejabat yang berwenang.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(3) Pengguna Anggaran mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) untuk melaksanakan pengeluaran.

(4) Pembayaran yang membebani APBD dilakukan dengan Surat Perintah Membayar (SPM).

(5) Bendahara Umum Daerah membayar berdasarkan Surat Perintah Membayar.

Pasal 56 Setiap orang yang diberi kewenangan menandatangani dan atau mengesahkan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran kas, bertanggungjawab atas kebenaran dan akibat dari penggunaan bukti tersebut.

Pasal 57 (1) Pengeluaran Kas dilakukan dengan sistem beban tetap dan pengisian kas. (2) Pengeluaran dengan sistem beban tetap sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilakukan

antara lain untuk keperluan: a. Belanja Pegawai; b. Belanja Perjalanan Dinas sepanjang mengenai uang pesangon; c. Belanja Bagi Hasil dn Bantuan Keuangan; d. Pembayaran Pokok Pinjaman yang jatuh tempo, biaya bunga dan administrasi

pinjaman. e. Pelaksanaan pekerjaan oleh Pihak Ketiga; f. Pembelian Barang dan Jasa; dan g. Pembelian Barang dan bahan untuk pekerjaan yang dilaksanakan sendiri yang jenis

dan nilainya ditetapkan oleh Bupati. (3) Pembayaran atas SPP-BT dapat dilakukan setelah pejabat sebagaimanan dimaksud Pasal

51 ayat (1) menyatakan lengkap dan sah terhadap dokumen yang dilampirkan, antar lain ;

a. SPP-BT; b. Nomor Pokok Wajib Pajak; c. SKO; d. Daftar Rincian Penggunaan Anggaran Belanja; e. Penunjukkan Rekanan yang tidak melalui Pelelangan; f. SPK bagi Penunjukkan Rekanan yang tidak Pelelangan; g. Kontrak Pelaksanaan Pengadaan Barang atau Jasa ; h. Tanda Terima Pembayaran, Kuitansi, Nota dan atau Faktur yang disetujui Kepala

Unit Kerja Pengguna Anggaran; i. Berita Acara Tingkat Penyelesaian Pekerjaan; j. Berita Acara Penerimaan Barang atau Pekerjaan; k. Faktur Pajak; l. Berita acara Pembebasan Tanah yang dibuat oleh Panitia Pembebasan Tanah; m. Akte Notaris untuk pembelian Barang Tidak Bergerak; n. Foto – foto yang menunjukkan timgkat kemajuan pekerjaan; o. Surat Angkutan; p. Konsumen; q. Surat Jaminan Uang Muka; r. Berita Acara Pembayaran; dan s. Surat bukti pendukung lainnya.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(4) Pengeluaran kas dengan cara Pengisian Kas (PK) dapat dilakukan untuk pengeluaran yang berjumlah kecil dan atau pengeluaran yang dikerjakan.

(5) Tata cara pembayaran dengan beban tetap dan pengisian kas akan diatur dengan Keputusan Bupati.

Pasal 58

(1) Pengeluaran tentang pengembalian pajak dan penerimaan yang bukan menjadi hak

dikurangkan dari Penerimaan yang sejenis pada tahun anggaran terjadinya pengeluaran tersebut.

(2) Setelah berakhir tahun anggaran saldo uang untuk dipertanggungjawabkan (UUDP) disetor ke kas daerah bulan berikutnya.

Bagian Keenam

Pengelolaan Anggaran pada Satuan Kerja

Pasal 59 (1) Kepala satuan kerja perangkat daerah sebagai pengguna anggaran bertanggungjawab

atas tertib penatausahaan anggaran yang dialokasikan pada unit kerja yang dipimpinnya. (2) Kepala satuan kerja perangkat daerah sebagai pengguna anggaran mengesahkan surat

bukti yang menjadi dasar pengeluaran.

Pasal 60

(1) Dasar pelaksanaan anggaran pada satuan kerja perangkat daerah adalah Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK).

(2) Paling lambat 1(satu ) bulan setelah penetapan APBD kepala satuan kerja perangkat daerah/lembaga teknis daerah menetapkan a. Pimpinan kegiatan. b. Pembantu pemegang kas.

(3) Pimpinan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a bertanggung jawab atas kebenaran laporan dan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan.

Pasal 61

(1) Kepala satuan kerja pengguna anggaran wajib menyampaikan laporan keuangan

pengguna anggaran kepada Bupati paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. (2) Laporan keuangan penggunaan anggaran sebagaimana yang dimaksud ayat (1)

menggambarkan tentang pencapaian kinerja program dan kegiatan, kemajuan realisasi pencapaian target pendapatan, dan realisasi penyerapan belanja.

(3) Bentuk laporan dan mekanisme pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 62

Paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhir tahun anggaran kepala satuan kerja pengguna anggaran melaporkan kinerja satuan kerja yang bersangkutan berdasarkan rencana strategis kepada Bupati.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Bagian Keenam Penggeseran Anggaran

Pasal 63

(1) Dalam pelaksanaan anggaran pada satuan kerja pengguna anggaran, penggeseran

anggaran belanja dapat dilakukan. (2) Penggeseran anggaran belanja sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan sebagai

berikut : a. Untuk kelompok belanja administrasi umum, belanja oprasional dan pemeliharaan:

1. Penggeseran jenis belanja dapat dilakukan setelah ada persetujuan DPRD; 2. Penggeseran obyek belanja dalam satu jenis belanja dapat dilakukan setelah

ada persetujuan dari Bupati; 3. Penggeseran rincian obyek belanja dalam satu jenis belanja dapat dilakukan

oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah dan dilaporkan kepada Bupati. b. Untuk Belanja Modal:

1. Penggeseran rincian pengeluaran dalam satu kegiatan dapat dilakukan setalah ada persetujuan Bupati;

2. Penggeseran rincian pengeluaran dalam satu kegiatan dengan kegiatan lainnya dapat dilakukan setelah ada persetujuan dari DPRD;

3. Penggeseran sebagaimana yang dimaksud pada point (b.2) hanya dapat dilakukan dalam satu program.

(3) Prosedur, batasan dan tata cara pelaksanaan penggeseran anggaran ditetapkan dengan Keputusan Bupati dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedelapan

Penatausahaan dan Akuntansi Keuangan Daerah

Pasal 64 (1) Penatausahaan dan Laporan Keuangan Daerah berpedoman kepada standar akuntansi

keuangan pemerintah yang berlaku. (2) Penatausahaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi prosedur dan

proses pencatatan, penggolongan, penafsiran, peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangannya dalam rangka pelaksanaan APBD.

(3) Penatausahaan dan Pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur melalui Pedoman Sistem Akuntansi Keuangan Daerah yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB VIII

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

PENGADAAN BARANG DAN JASA SERTA PENELOLAAN ASET DAERAH

Bagian Pertama Pengadaan Barang dan Jasa

Pasal 65

(1) Prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa atas beban APBD adalah mendapatkan

barang dan jasa yang efisiensi, efektif, kompetitif, transparan, tidak dikriminatif, serta akuntabel.

(2) Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan sebagai berikut ; a. Pengadaan Barang / Jasa pemborongan dan jasa lainnya dilaksanakan melalui ;

1. Pelelangan; 2. Pemilihan langsung; 3. Penunjukan langsung; atau 4. Swakelola.

b. Pelaksanaan pengadaan jasa konsultasi dapat dilakukan melalui : 1. Seleksi umum; 2. Seleksi langsung; 3. Penunjukkan langsung.

(3) Prosedur dan mekanisme pengadaan barang dan jasa diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati dengan berpedoman kepada peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Pengelolaan Aset Daerah

Pasal 66 (1) Satuan kerja perangkat daerah berwenang mengelola dan bertanggungjawab atas

pengamanan aset daerah yang berada dalam kewenagan yang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

(2) Aset berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD, maupun yang berasal dari hibah, bantuan ,sumbangan, penguasaan (beheer), dan kewajiban pihak ketiga dan tukar guling dicatat dalam Daftar Aset Daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(3) Dalam hal pengelolaan aset daerah menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut menjadi Pendapatan Asli Daerah dan disetor ke Kas Daerah.

Pasal 67

(1) Perubahan status hukum aset daerah meliputi penghapusan, penjualan, dan atau

pelepasan hak. (2) Aset daerah yang dicuri atau hilang, rusak atau musnah, dapat dihapuskan dari

pembukuan dan daftar inventaris aset daerah sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 68

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(1) Pelepasan hak atas tanah dan bangunan milik daerah dengan cara ganti rugi dan atau

tukar menukar harus mendapat persetujuan DPRD. (2) Penghapusan barang bergerak kecuali kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud Pada

Pasal 67 ayat (2) ditetapkkan dengan Keputusan Bupati dan diberitahukan kepada DPRD.

(3) Penghapusan bangunan yang akan dibangun kembali (rehabilitasi total) sesuai peruntukkan semula yang sifatnya semula yang sifatnya mendesak atau membahayakan ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan diberitahukan kepada DPRD.

BAB IX

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN APBD

Bagian Pertama Jenis Laporan

Pasal 69

(1) Pemerintah Daerah berkewajiban menyampaikan laporan keuangan atas pelaksanaan

APBD kepada DPRD. (2) Jenis laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :

a. Laporan Keuangan Triwulan ; b. Laporan Keuangan Semester ; c. Laporan Keuangan akhir Tahun.

(3) Untuk penyajian informasi atas pelaksanaan APBD Pemerintah Daerah dapat membuat laporan sesuai kebutuhan selain dari laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

Bagian Kedua

Laporan Keuangan Semester

Pasal 70 (1) Pemerintah Daerah menyampaikan laporan triwulan sebagai pemberitahuan pelaksanaan

APBD kepada DPRD (2) Laporan triwulan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) disampaikan paling lambat 1

(satu) bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan. (3) Pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan Pemerintah Daerah menyampaikan

Laporan realisasi semester pertama APBD kepada DPRD . (4) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) juga memuat prognosis untuk 6 (enam) bulan

berikutnya. (5) Mekanisme dan bentuk isi laporan sebagaimana yang dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat

(3) dan ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Ketiga

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Laporan Keuangan Akhir Tahun

Pasal 71

(1) Pemerintah Daerah menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan dearah pada akhir tahun anggaran setidak-tidaknya meliputi : a. Laporan Perhitungan APBD; b. Nota Perhitungan APBD / catatan atas laporan keuangan; c. Laporan Aliran Kas; dan d. Neraca Daerah.

(2) Format laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud ayat (1) disusun sesuai dengan ketentuan dan standar akuntansi perintah yang berlaku.

Pasal 72

(1) Nota perhitungan APBD disusun berdasarkan laporan perhitungan APBD. (2) Nota perhitungan APBD sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat ringkasan realisasi

pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan serta kinerja keuangan daerah yang mencakup antara lain: a. Pencapaian kinerja daerah dalam rangka melaksanakan program yang direncanakan

dalam APBD tahun anggaran berkenaan, berdasarkan rencana stratejik; b. Pencapaian kinerja pelayanan yang dicapai; c. Bagian belanja APBD yang digunakan untuk membiayai administrasi umum,

kegiatan operasional dan pemeliharaan serta belanja modal untuk apratur daerah dan pelayanan publik;

d. Bagian belanja APBD yang digunakan untuk anggaran DPRD termasuk anggota DPRD dan posisi dana cadangan.

Bagian Keempat

Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD

Pasal 73 (1) Laporan perhitungan APBD disusun menurut urutan susunan APBD setelah perubahan. (2) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD diosampaikan oleh Bupati

kepada DPRD untuk dimintakan persetujuan. (3) Peraturan Daerah tentang perhitungan APBD sebagaimana dimaksud ayat (2)

ditindaklanjuti dengan Keputusan Bupati tentang penjabaran perhitungan APBD.

BAB X PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBD

Bagian Pertama Umum

Pasal 74

(1) Bupati mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah kepada DPRD. (2) Pertanggungjawaban Bupati dinilai berdasarkan tolok ukur rencana strategik daerah

yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(3) DPRD melakukan penilaian atas laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran yang telah disempurnakan sebagaimana dimaksud ayat (1) paling lambat selesai 1 (satu) bulan setalah laporan diserahkan dan apabila melewati batas waktu tersebut maka pertanggungjawaban akhir tahun anggaran tersebut dianggap diterima.

Bagian Ketiga

Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan

Pasal 79 Pertanggungjawaban akhir masa jabatan sebagaimana dimaksud Pasal 75 huruf (b) merupakan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang merupakan kinerja Bupati berdasarkan tolok ukur kinerja rencana strategik.

Pasal 80

(1) Penyampaian pertanggungjawaban akhir masa jabatan dilakukan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Penilaian oleh DPRD paling lambat selesai 1 (satu) bulan setalah dolumen diserahkan,

dan apabila dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal penyerahan dinilai oleh DPRD belum selesai, pertanggungjawaban akhir masa jabatan tersebut dianggap diterima.

Bagian Keempat

Pertanggungjawaban Hal-hal Tertentu Pasal 81

Pertanggungjawaban karena hal tertentu merupakan keterangan sebagai wujud pertanggungan Bupati yang berkaitan dengan dugaan atas perbuatan pidana Bupati dan atau Wakil Bupati yang oleh DPRD dinilai dapat menimbulkan krisis kepercayaan publik yang luas.

BAB XI

KEDUDUKAN KEUANGAN BUPATI, WAKIL BUPATI DAN DPRD

Bagian Pertama Kedudukan Keuangan Bupati dan Wakil Bupati

Pasal 82

(1) Bupati dan Wakil Bupati diberikan gaji yang terdiri dati gaji pokok, tunjangan jabatan,

dan tunjangan lainnya. (2) Untuk pelaksanaan tugas-tugas Bupati dan Wakil Bupati disediakan biaya operasional

dan biaya tunjangan operasional. (3) Besarnya gaji dan penunjang operasional sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2)

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sedang biaya operasional sesuai dengan rencana dan kebutuhan.

(4) Jumlah biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) danayat (2) diusulkan dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja sedang dasar pelaksanaannya termuat dalam Dokumen Anggaran Satuan Kerja.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(5) Anggaran Belanja Bupati dan Wakil Bupati merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari APBD.

Bagian Kedua

Kedudukan Keuangan DPRD

Pasal 83 (1) Pimpinan dan anggota DPRD menerima penghasilan tetap. (2) Anggota DPRD dalam kedudukan sebagai Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota

Panitia diberikan Tunjangan Panitia. (3) Pimpinan dan Anggota DPRD diberi tunjangan kesehatan, kehomatan pada akhir masa

jabatan. (4) Pimpinan dan Anggota DPRD yang meninggal dunia, kepada ahli waris diberikan uang

duka (5) Jenis penghasilan tetap, dan besarnya penghasilan tetap, tunjangan panitia, kesehatan,

kehormatan, dan uang duka serbagaimaa dimaksud ayat (1) sampai ayat (4) berdasarkan Peraturan Perundang-undangan dan diatur dalam Peraturan Daerah.

Pasal 84

(1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas DPRD dan belanja sekretariat DPRD disediakan

biaya kegiatan dan biaya penunjang kegiatan. (2) Besarnya biaya sesuai dengan rencana dan kebutuhan sedang penujang kegiatan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 85 (1) Jumlah biaya sebagaimana dimaksud Pasal 82 dan Pasal 83 diusulkan dalam Anggaran

Satuan Kerja sedang dasar pelaksanaanya termuat dalam Dokumen Anggaran Satuan Kerja.

(2) Rencana Anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) disusun bersama oleh Pimpinan Dewan, Panitia Anggaran, dan Sekretaris DPRD.

(3) Pengelolaaan, penatausahaan anggran DPRD dilakukan oleh sekretariat DPRD dengan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Anggaran Belanja DPRD dan Sekretariat DPRD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari APBD.

BAB XII

PENGAWASAN Bagian Pertama

Pengawasan

Pasal 86 (1) Untuk menjamin kinerja tasa pencapaian sasaran-sasaran yang telah ditetapkan DPRD

melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBD sesuai dengan peraturan perundangan- undangan yang berlaku.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) bukan bersifat pemeriksaan.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(3) DPRD dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) menerima hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional melalui Kepala Daerah.

(4) Apabila dipandang perlu dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1), DPRD dapat meminta aparat pengawasan fungsional dan atau akuntan publik untuk melakukan pemeriksaan terhadap kasus-kasus tertentu.

Pasal 87

(1) Untuk meningkatakan efisiensi dan efektivitas dalam penelolaan keuangan daerah,

Bupati menugaskan Badan Pengawasan Daerah untuk pemeriksaan internal. (2) Peneriksaan internal sebagaimana dimaksud ayat (1) mencakup seluruh aspek keuangan

daerah termasuk pemeriksaan tata laksana penyelenggaraan program, kegiatan dan manajemen pemerintahan daerah.

(3) Perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud yayat (2) ditetapkan oleh Bupati.

(4) Pejabat pengawasan internal tidak diperkenanakan merangkap jabatan lain di Pemerintah Daerah.

(5) Jabatan lain sebagaimana dimaksud ayat (4) temasuk menjadi anggota tim atau panitia dalam rangka pelaksanaan APBD, pada perangkat daerah akan atau sedang diperiksa.

Pasal 88

Bupati wajib memberikan ijin kepada aparat pengawas selain pejabat pengawas internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 yang berdasarkan peraturan prundang-undangan yang berlaku berhak melakukan fungsi pengawasan pengelola keuangan daerah dengan terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan pejabat pengawas internal.

BAB XIII KERUGIAN KEUANGAN DAERAH

Pasal 89

(1) Setiap kerugian keuangan daerah baik yang lamngsung maupun tidak langsung sebagai

akibat perbuatan melanggar hukum tau kelalalian harus diganti oleh yang bersalah atau yang lalai.

(2) Setiap pimpinan perangkat daerah dan sekretaris DPRD wajib segera melaporkan kepada Bupati kerugian keuangan daerah yang tewrjadi di lingkungannya.

(3) Bupati wajib melakukan tuntutan ganti rugi atas setiap kerugian keuangan daerah yang diakibatkan oleh perbuatan melanggar hukum atau kelalaian pejabat pengelola keuangan daerah.

(4) Penyelesaian kerugian sebagaimana dimaksud ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

BAB XIV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 90

Dengan berlakunya peraturan daeraha ini, maka segala ketentuan mengatur hal yang sama yang bertentangan atau yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 91 Hal – hal yang belum cukup diatur dalam peraturan daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaan akan diatur lebih lanjut oleh keputusan Bupati.

Pasal 92

Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal di undangkan

Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dalam penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tanggamus.

Ditetapkan di Kota Agung Pada tanggal 24 Oktober 2003 BUPATI KABUPATEN TANGGAMUS

FAUZAN SYA’IE

Diundangkan di Kota Agung Pada tanggal 27 Oktober 2003 SEKRETARIS DAERAH, ZUBAIDI SUKRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2003 NOMOR 37

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id