Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM
NOMOR 2 TAHUN 2010
TENTANG
IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA HUTAN HAK
DAN LAHAN MASYARAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI AGAM,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong bergeraknya sektor
Kehutanan dengan mendukung ekonomi rakyat, perlu
perlindungan, tertib peredaran dan pemanfaatan hasil hutan
dari hutan hak/rakyat;
b. bahwa untuk pemanfaatan sumber daya alam hasil hutan kayu
pada hutan hak dan lahan masyarakat, agar terarah,
terkendali, efisien dan lestari dalam pelaksanaannya, maka
perlu diatur dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang
Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan
Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1956 Nomor 25);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2034);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3419);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3888), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412);
6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437),
sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4725) ;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang
Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan yang
berkaitan dengan Kebakaran Hutan atau Lahan (Lembaran
Negara Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4076);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta
Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor
22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4696);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota) (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta
Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor
22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4696), sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun
2008 (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4814);
14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.18/Menhut-II/2007
tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengenaan, Pemungutan
dan Pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan
Dana Reboisasi (DR);
15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.51/Menhut-II/2006 jo
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.26/Menhut-II/2006 jo
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.33/Menhut-II/2007
tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU)
untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu yang Berasal Dari
Hutan Hak;
16. Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 5 Tahun 2001
tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Agam (Lembaran
Daerah Kabupaten Agam Tahun 2001 Nomor 5);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 9 Tahun 2007
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Agam
(Lembaran Daerah Kabupaten Agam Tahun 2007 Nomor 9);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 3 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah
Kabupaten Agam Tahun 2008 Nomor 3);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 6 Tahun 2008
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Agam Tahun 2008
Nomor 6).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN AGAM
d a n
BUPATI AGAM
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU
PADA HUTAN HAK DAN LAHAN MASYARAKAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Agam.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Agam.
3. Bupati adalah Bupati Agam.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Agam.
5. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menangani urusan Kehutanan
adalah SKPD yang diserahi tugas dan tanggungjawab dibidang kehutanan
Kabupaten Agam.
6. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat pada satuan kerja perangkat daerah atau
Walinagari yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi bidang
kehutanan.
7. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
8. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas
tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas titel
atau hak atas tanah.
9. Lahan masyarakat adalah lahan perorangan atau masyarakat di luar kawasan
hutan yang dimiliki/digunakan oleh masyarakat berupa pekarangan, lahan
pertanian dan kebun.
10. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya.
11. Hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat, yang
selanjutnya disebut kayu rakyat adalah kayu bulat atau kayu olahan yang
berasal dari pohon yang tumbuh dari hasil budidaya dan atau tumbuh secara
alami di atas hutan hak dan atau lahan masyarakat.
12. Kayu bulat rakyat adalah kayu dalam bentuk gelondong yang berasal dari
pohon yang tumbuh di atas hutan hak dan atau lahan masyarakat.
13. Kayu olahan rakyat adalah kayu dalam bentuk olahan yang berasal dari pohon
yang tumbuh di atas hutan hak dan atau lahan masyarakat, antara lain berupa
kayu gergajian, kayu pacakan, dan arang.
14. Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) adalah surat keterangan yang
menyatakan sahnya pengangkutan, penguasaan atau kepemilikan hasil hutan
kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat.
15. Dokumen Tanda Legalitas adalah dokumen yang diterbitkan oleh yang
berwenang dan digunakan bersamaan dengan fisik kayu dalam pengangkutan.
16. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
mengusahakan hasil hutan berupa kayu pada hutan hak/rakyat dengan tidak
merusak lingkungan.
17. Wajib Retribusi adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi.
18. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas
waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan Surat Keterangan Asal Usul
(SKAU).
19. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah
Surat keterangan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terhutang.
20. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang mencari, mengumpulkan dan
mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan
kepatuhan terhadap pemenuhan kewajiban retribusi berdasarkan peraturan
perundang-undangan retribusi daerah.
21. Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya
disebut penyidik adalah untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang retribusi daerah yang terjadi
serta menentukan tersangkanya.
BAB II
PENATAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN HAK DAN LAHAN MASYARAKAT
Pasal 2
Penyelenggaraan Penataan dan Pemanfaatan Hutan Hak dan Lahan Masyarakat
bertujuan untuk :
a. Menjamin keberadaan Hutan Hak dan Lahan Masyarakat dengan luasan yang
cukup dan sebaran yang proposional dan mengoptimalkan multi fungsi hutan
untuk mencapai manfaat lingkungan sosial, budaya ekonomi yang seimbang
dan lestari;
b. Meningkatkan daya dukung lahan, daya dukung daerah aliran sungai,
perlindungan hutan dan hasil hutan;
c. Menjamin distribusi manfaat yang berdasarkan kearifan budaya masyarakat
daerah Kabupaten Agam, berkeadilan dan berkelanjutan.
Pasal 3
(1) Setiap orang atau Badan Hukum dapat memanfaatkan hasil hutan kayu pada
hutan hak dan Lahan Masyarakat berupa menebang, mengumpulkan,
mengolah dan mengangkut kayu dari hutan hak/rakyat setelah terlebih dahulu
mengajukan permohonan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk untuk itu.
(2) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat mengabulkan permohonan
sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan menerbitkan dokumen SKAU setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Pasal 4
Jenis-jenis kayu bulat rakyat atau kayu olahan rakyat yang pengangkutannya
menggunakan Dokumen SKAU adalah :
a. Akasia;
b. Asam Kandis;
c. Bayur;
d. Durian;
e. Ingul/Suren;
f. Jabon/Samama;
g. Jati;
h. Jati putih;
i. Karet;
j. Ketapang;
k. Kulit Manis;
l. Mahoni;
m. Makadamia;
n. Medang;
o. Mindi;
p. Petai;
q. Puspa;
r. Sungkai;
s. Terap/Tarok;
t. Sengon;
Pasal 5 Jenis-jenis kayu pengangkutannya cukup dengan menggunakan nota /kwitansi
yang diterbitkan penjual adalah :
a. Cempedak;
b. Dadap;
c. Duku;
d. Jambu;
e. Jengkol;
f. Kelapa;
g. Kecapi;
h. Kenari;
i. Mangga;
j. Manggis;
k. Melinjo;
l. Nangka;
m. Rambutan;
n. Randu (Kapuk);
o. Sawit;
p. Sawo;
q. Sukun;
r. Trembesi;
s. Waru;
Pasal 6
Di luar jenis-jenis kayu bulat sebagaimana dimaksud Pasal 4 dan Pasal 5
menggunakan dokumen tanda legalitas Surat Keterangan Sah Kayu Bulat cap
Kayu Rakyat (SKSKB cap KR).
Pasal 7 Pengangkutan lanjutan kayu bulat rakyat/kayu olahan rakyat menggunakan Nota
yang diterbitkan oleh pemilik kayu dengan mencantumkan Nomor SKAU.
Pasal 8
Pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan hak dan Lahan Masyarakat meliputi:
(1) Hasil hutan kayu yang tumbuh secara alami maupun ditanam pada lahan yang
statusnya telah dibebani hak milik secara sah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, dan apabila dieksploitasi/ditebang tidak menimbulkan akibat yang
negatif bagi lingkungan sekitarnya;
(2) Hasil hutan kayu yang boleh dimanfaatkan adalah :
a) Pohon yang sudah tidak produktif lagi/tidak berbuah;
b) Pohon kayu yang terkena penyakit;
c) Pohon yang sudah berumur tua dan (masa tebang) layak untuk dilakukan
peremajaan;
d) Jenis pohon kayu-kayuan dan pohon buah-buahan (serba guna) yang
sudah tua/tidak produktif.
Pasal 9
Setiap orang pribadi atau badan dilarang melakukan penebangan dan
pemungutan hasil hutan pada hutan konservasi untuk kepentingan pribadi
maupun untuk kepentingan umum.
BAB III
TATA CARA PERMOHONAN
Pasal 10
(1) Untuk memperoleh dokumen tanda legalitas sebagaimana dimaksud Pasal 3,
pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati atau Pejabat
yang ditunjuk yang ditembuskan kepada SKPD yang menangani urusan
kehutanan dengan melampirkan:
a. Fotocopy bukti kepemilikan yang sah dan telah dilegalisir ;
b. Fotocopy KTP;
c. Fotocopy Ranji;
d. Daftar Anggota Kaum;
e. Surat Pernyataan Lahan tidak dalam sengketa dan berada di luar
kawasan hutan;
f. Sketsa lokasi;
g. Daftar Rencana Penebangan dan Pengangkutan.
(2) Tata cara penerbitan dokumen tanda legalitas untuk pengangkutan Hasil
Hutan Kayu yang berasal dari Hutan Hak dan lahan masyarakat diatur lebih
lanjut oleh Bupati.
Pasal 11
(1) Sebelum dokumen tanda legalitas diberikan, harus dilakukan pemeriksaan
oleh petugas yang ditunjuk bersama aparat Dinas yang menangani bidang
kehutanan setempat, meliputi :
a) Pemeriksaan (survey) lapangan sebelum pohon ditebang, meliputi :
1) Status tanah (Kepemilikan);
2) Potensi kayu (Inventarisasi);
3) Rencana perubahan lahan dan pemanfaatannya agar tidak terlantar;
4) Pembuatan Peta lokasi /sket lokasi;
5) Pemeriksaan dari segi dampak lingkungan yang ditimbulkan apabila
dilakukan exploitasi/penebangan.
b) Pemeriksaan pohon sesudah ditebang dan dikumpulkan meliputi :
1) Pengecekan kebenaran asal usul kayu (Pemeriksaan lanjutan);
2) Pemeriksaan jenis, jumlah, ukuran dan volume kayu.
(2) Dokumen legalitas kayu diberikan setelah memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 12
Setiap orang atau badan hukum yang memanfaatkan hasil hutan kayu pada hutan
hak dan Lahan Masyarakat berhak:
a. melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan kayu, meliputi penebangan,
pengolahan di dalam areal kerja dan menumpuk hasilnya pada tempat yang
telah dilakukan;
b. menggunakan alat-alat yang bersifat non mekanis;
c. penggunaan chain saw, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bupati;
d. memohon perolehan tanda legalitas kayu sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pasal 13
Setiap orang atau badan hukum yang memanfaatkan hasil hutan kayu pada hutan
hak/rakyat berkewajiban untuk:
a. melunasi retribusi yang diwajibkan sesuai ketentuan yang berlaku;
b. mentaati ketentuan penggunaan jalan angkutan dan ketentuan yang berlaku
dalam pengangkutan kayu;
c. tidak mengangkut dan mengeluarkan kayu di luar areal yang telah ditentukan;
d. tidak memindahtangankan dokumen tanda legalitas kayu yang dimilikinya
kepada pihak lain dalam bentuk apapun;
e. tidak mengumpulkan kayu ditempat lain, selain pada Tempat Pengumpulan
Kayu (TPK) yang telah ditentukan;
f. rencana pemanfaatan dengan tetap mempertimbangkan dampak lingkungan
dan kelestarian wilayah sekitarnya;
g. melaporkan aktifitas pemungutan hasil hutan kayu dan melaksanakan
penatausahaan hasil hutan sesuai ketentuan yang berlaku;
h. memberikan data informasi yang diperlukan untuk pengawasan kepada
petugas dan aparat yang berwenang.
BAB V
RETRIBUSI
Pasal 14
Setiap orang pribadi atau Badan yang memperoleh SKAU wajib membayar
Retribusi.
BAB VI
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 15
Dengan nama Retribusi Izin Pemanfaatan Kayu pada Hutan Hak dan Lahan
Masyarakat dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan penerbitan
SKAU.
Pasal 16
Obyek retribusi adalah pelayanan atas penerbitan SKAU terhadap orang pribadi,
Badan, atau Lembaga.
Pasal 17
Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh pelayanan
SKAU.
BAB VII
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 18
Retribusi Izin pemanfaatan Kayu pada Hutan Hak dan Lahan Masyarakat
digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.
BAB VIII
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 19
Tingkat Penggunaan Jasa diukur berdasarkan jumlah meter kubik kayu yang
diangkut dengan dokumen SKAU.
BAB IX
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 20
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk
menutupi biaya penyelenggaraan pelayanan/pemberian izin dengan tetap
mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan
BAB X
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 21
(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis dokumen
yang diberikan.
(2) Besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
sebagai berikut :
a. Pengangkutan kayu dalam Kabupaten:
(1) Setiap penerbitan SKAU sebesar Rp. 25.000,- per-mз;
(2) Tarif legalisasi untuk setiap penerbitan SKAU sebesar Rp. 35.000 per-
dokumen.
b. Pengangkutan kayu keluar Kabupaten:
(1) Setiap penerbitan SKAU sebesar Rp. 75.000,- per-mз;
(2) Tarif legalisasi untuk setiap penerbitan SKAU sebesar Rp. 50.000,- per-
dokumen.
(3) Hasil pungutan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a dan huruf b
disetor ke Kas Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 22
(1) Penyetoran penerimaan retribusi dapat dilakukan melalui Bendahara Penerima
Kecamatan.
(2) Penyetoran penerimaan retribusi dilakukan minimal 1 x 24 jam
Pasal 23
(1) Kepada nagari penghasil retribusi diberikan bagi hasil sebesar 10 % (sepuluh
persen) dari realisasi retribusi yang disetorkan ke Kas Daerah.
(2) Pembayaran bagi hasil sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan 1 x 6 bulan
dan ditransfer langsung ke Kas Nagari yang bersangkutan.
(3) Besaran bagi hasil untuk masing-masing nagari ditetapkan dengan
Keputusan Bupati
BAB XI
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 24
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat pelayanan diberikan.
BAB XII
MASA DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 25
Masa retribusi adalah untuk 1 (satu) kali pemberian izin.
Pasal 26
Saat retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD.
BAB XIII
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 27
(1) Pemungutan retribusi dilakukan dengan menerbitkan SKRD.
(2) Bentuk SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala
SKPD yang berwenang dibidang pendapatan daerah.
BAB XIV
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 28
Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus pada saat
diterbitkannya SKRD.
BAB XV
KERINGANAN
Pasal 29
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keringanan atas SKRD yang diterbitkan.
(2) Keringanan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat berupa pengurangan
atau pembebasan retribusi.
(3) Permohonan keringanan diajukan secara tertulis kepada Bupati.
(4) Keringanan dapat diberikan secara selektif setelah mempertimbangkan
kemampuan wajib retribusi.
(5) Tata cara pengajuan keringanan ditetapkan oleh Bupati.
BAB XVI
PENYULUHAN, BIMBINGAN, SUPERVISI
Pasal 30 (1) SKPD yang menangani urusan kehutanan secara teknis operasional
melakukan penyuluhan, bimbingan, supervisi terhadap keberadaan hutan hak
dan Lahan Masyarakat untuk tujuan penyelenggaraan pengelolaan,
pemanfaatan hutan hak dan Lahan Masyarakat di Kabupaten Agam.
(2) Pemerintah Nagari wajib mengatur, mengurus kepentingan masyarakat nagari
atas hutan hak dan Lahan Masyarakat dan ulayat nagari, ulayat suku, ulayat
kaum serta tanah milik yang berbentuk hutan, dan peran serta aktif
memberlakukan sistem kehutanan dan penyelenggaraan pemerintahan nagari
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Keterpaduan penyelenggaraan penyuluhan, bimbingan dan supervisi terhadap
kawasan hutan dan keberadaan hutan hak dan Lahan Masyarakat, hutan adat
di Wilayah nagari, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dalam
rangka mempertahankan kualitas lingkungan hidup dan menjamin distribusi
manfaat kesatuan ekosistem sumberdaya hutan yang berkeadilan dan
berkelanjutan.
Pasal 31 Pemerintahan nagari wajib melakukan monitoring, evaluasi secara teknis
operasional terhadap kegiatan penebangan, pengolahan, penumpukan hasil hutan
dan penggunaan alat gergaji rantai mesin (chain saw) yang digunakan dalam
rangka melindungi kawasan hutan dan hasil hutan.
BAB XVII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 32
(1) Selain Pejabat Penyidik Umum yang bertugas menyidik tindak pidana,
penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Daerah ini juga dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
dilingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai
penyidik.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti laporan atau pengaduan
dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang tersangka;
f. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
g. mendatangkan seorang yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari
penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan
merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan
hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
i. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan;
j. menghentikan penyidikan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (2) membuat berita acara terhadap
setiap tindakan :
a. pemeriksaan tersangka;
b. pemasukan rumah;
c. penyitaan benda;
d. pemeriksaan surat;
e. pemeriksaan di tempat kejadian.
BAB XVIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 33
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 9, Pasal 13, dan Pasal 14
diancam dengan pidana kurungan selama- selamanya 6 (enam) bulan atau
denda sebanyak-banyaknya Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Kayu dan alat-alat serta benda lainnya yang tersangkut dengan atau
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut pada
ayat (1) Pasal ini disita untuk Negara/Daerah.
(3) Tindak pidana tersebut pada ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran.
BAB IXX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang
mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.
Pasal 35
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Agam.
Ditetapkan di Lubuk Basung Pada tanggal 13 Juli 2010
BUPATI AGAM, dto
ARISTO MUNANDAR Diundangkan di Lubuk Basung pada tanggal 13 Juli 2010
SEKRETARIS DAERAH, dto SYAFIRMAN, SH NIP. 19580524 198611 1 001
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN AGAM TAHUN 2009 NOMOR 2
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
NOMOR 2 TAHUN 2010
TENTANG
IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA HUTAN HAK DAN LAHAN MASYARAKAT
I. UMUM Dalam rangka pengelolaan hutan untuk memperoleh manfaat yang
optimal dari hutan hak dan lahan masysrakat bagi kesejahteraan masyarakat,
maka pada prinsipnya hutan hak dan lahan masyarakat dapat dimanfaatkan
dengan tetap memperhatikan daya dukungnya secara lestari dan diurus
dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional serta tanggung
jawab.
Dengan upaya meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan daya saing
usaha serta membuka lapangan kerja bagi masyarakat, pemerintah telah
memberikan kebijakan penyederhanaan pengaturan terhadap peredaran kayu
yang berasal dari hutan hak/rakyat termasuk kayu hasil tanaman masyarakat
dengan keluarnya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.33/Menhut-II/2007
yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :
P.51/Menhut-II/2006 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.62/Menhut-
II/2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) Untuk
Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak/Rakyat.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.33
/Menhut-II/2007 tersebut akan memberikan kepastian hukum kepada
masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan kayu yang berada pada
hutan hak/rakyat dan mendorong bergeraknya ekonomi rakyat, dan tertib
peredaran hasil hutan milik masyarakat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”tidak menimbulkan akibat yang negatif
bagi lingkungan sekitarnya” adalah kayu pada hutan hak dan
Lahan Masyarakat yang ditebang tidak akan mengakibatkan
dampak negatif seperti longsor, banjir, kekeringan dan lain-lain.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan pohon yang sudah berumur tua dan
masa tebang layak untuk dilakukan peremajaan adalah :
- diameter batang minimal berukuran 12 cm untuk jenis-jenis
kayu Akasia, Jati, Jati Putih, Karet, Kulit Manis, Puspa
(Santua), Sungkai dan Sengon.
- diameter batang minimal 30 cm untuk jenis-jenis kayu Asam
kandis, Bayur, Durian, Ingul/suren (Surian), Jabon,
Samama, Ketapang, Mahoni, Makadamia, Medang, Mindi,
Petai dan Tarok.
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 9
Yang dimaksud dengan kawasan konservasi adalah pada sempadan
sungai, dekat mata air,kiri kanan sungai di daerah rawa, kiri kanan
sungai, kiri kanan tepi anak sungai, tepi jurang, tepi pantai, tepi waduk
atau danau, dan pada kelerengan yang tidak dianjurkan untuk budidaya.
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan bukti kepemilikan yang sah adalah
Sertifikat Hak Milik, atau Leter C, atau Girik, atau surat
keterangan lainnya yang diakui oleh Badan Pertanahan
Nasional (BPN) sebagai dasar kepemilikan lahan; atau
Sertifikat Hak Pakai; atau Surat atau dokumen lainnya yang
diakui sebagai bukti penguasaan lahan atau bukti kepemilikan
lainnya benbentuk Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang
Tanah.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan tanda legalitas kayu sesuai dengan
ketentuan yang berlaku adalah Surat Keterangan Asal Usul
(SKAU).
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.