Upload
hoangdieu
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR
NOMOR 20/11/PADG/2018
TENTANG
RASIO INTERMEDIASI MAKROPRUDENSIAL DAN PENYANGGA LIKUIDITAS
MAKROPRUDENSIAL BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL,
BANK UMUM SYARIAH, DAN UNIT USAHA SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang : a. Bank Indonesia telah menerbitkan peraturan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai rasio intermediasi
makroprudensial dan penyangga likuiditas
makroprudensial bagi bank umum konvensional, bank
umum syariah, dan unit usaha syariah;
b. bahwa peraturan mengenai rasio intermediasi
makroprudensial dan penyangga likuiditas
makroprudensial bagi bank umum konvensional, bank
umum syariah, dan unit usaha syariah, perlu didukung
dengan peraturan pelaksanaan yang mengatur hal teknis
mengenai mekanisme pelaksanaan ketentuan rasio
intermediasi makroprudensial dan penyangga likuiditas
makroprudensial;
2
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Anggota Dewan Gubernur tentang Rasio Intermediasi
Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas
Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank
Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah;
Mengingat : Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/4/PBI/2018 tentang
Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga
Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum
Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha
Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6194);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR TENTANG RASIO
INTERMEDIASI MAKROPRUDENSIAL DAN PENYANGGA
LIKUIDITAS MAKROPRUDENSIAL BAGI BANK UMUM
KONVENSIONAL, BANK UMUM SYARIAH, DAN UNIT USAHA
SYARIAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini yang dimaksud
dengan:
1. Bank Umum Konvensional yang selanjutnya disingkat
BUK adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan,
termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di
luar negeri.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS
adalah bank umum yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud
3
dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
perbankan syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS
adalah unit usaha syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan
syariah.
4. Bank adalah BUK, BUS, dan UUS.
5. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK
adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Otoritas
Jasa Keuangan.
6. Dana Pihak Ketiga yang selanjutnya disingkat DPK adalah
kewajiban Bank kepada penduduk dan bukan penduduk
dalam rupiah dan/atau valuta asing.
7. Rekening Giro dalam Rupiah yang selanjutnya disebut
Rekening Giro Rupiah adalah rekening giro dalam mata
uang rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai rekening giro di
Bank Indonesia.
8. Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
perbankan syariah.
9. Rasio Intermediasi Makroprudensial yang selanjutnya
disingkat RIM adalah rasio hasil perbandingan antara:
a. kredit yang diberikan dalam rupiah dan valuta asing;
dan
b. surat berharga korporasi dalam rupiah dan valuta
asing yang memenuhi persyaratan tertentu, yang
dimiliki BUK,
terhadap:
a. DPK BUK dalam bentuk giro, tabungan, dan
simpanan berjangka/deposito dalam rupiah dan
valuta asing, tidak termasuk dana antarbank; dan
b. surat berharga dalam rupiah dan valuta asing yang
memenuhi persyaratan tertentu, yang diterbitkan
oleh BUK untuk memperoleh sumber pendanaan.
4
10. Rasio Intermediasi Makroprudensial Syariah yang
selanjutnya disebut RIM Syariah adalah rasio hasil
perbandingan antara:
a. Pembiayaan yang diberikan dalam rupiah dan valuta
asing; dan
b. surat berharga syariah korporasi dalam rupiah dan
valuta asing yang memenuhi persyaratan tertentu,
yang dimiliki BUS atau UUS,
terhadap:
a. DPK BUS atau DPK UUS dalam bentuk dana
simpanan wadiah dan dana investasi tidak terikat
dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk dana
antarbank; dan
b. surat berharga syariah dalam rupiah dan valuta asing
yang memenuhi persyaratan tertentu, yang
diterbitkan oleh BUS atau UUS untuk memperoleh
sumber pendanaan.
11. Giro atas pemenuhan RIM yang selanjutnya disebut Giro
RIM adalah saldo giro dalam Rekening Giro Rupiah di
Bank Indonesia yang wajib dipelihara oleh BUK untuk
pemenuhan RIM.
12. Giro atas pemenuhan RIM Syariah yang selanjutnya
disebut Giro RIM Syariah adalah saldo giro dalam
Rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia yang wajib
dipelihara oleh BUS atau UUS untuk pemenuhan RIM
Syariah.
13. Target RIM adalah kisaran RIM yang dibatasi oleh batas
bawah dan batas atas yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia untuk perhitungan Giro RIM.
14. Target RIM Syariah adalah kisaran RIM Syariah yang
dibatasi oleh batas bawah dan batas atas yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia untuk perhitungan Giro RIM Syariah.
15. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang
selanjutnya disebut KPMM adalah rasio hasil
perbandingan antara modal terhadap aset tertimbang
menurut risiko sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
OJK yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan
5
modal minimum bank umum konvensional dan bank
umum syariah.
16. KPMM Insentif adalah KPMM yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia untuk perhitungan RIM atau RIM Syariah.
17. Parameter Disinsentif Bawah adalah parameter pengali
yang digunakan dalam pemenuhan:
a. Giro RIM bagi BUK yang memiliki RIM kurang dari
batas bawah Target RIM; atau
b. Giro RIM Syariah bagi BUS dan UUS yang memiliki
RIM Syariah kurang dari batas bawah Target RIM
Syariah.
18. Parameter Disinsentif Atas adalah parameter pengali yang
digunakan dalam pemenuhan:
a. Giro RIM bagi BUK yang memiliki RIM lebih dari batas
atas Target RIM; atau
b. Giro RIM Syariah bagi BUS dan UUS yang memiliki
RIM Syariah lebih dari batas atas Target RIM Syariah.
19. Penyangga Likuiditas Makroprudensial yang selanjutnya
disingkat PLM adalah cadangan likuiditas minimum dalam
rupiah yang wajib dipelihara oleh BUK dalam bentuk surat
berharga yang memenuhi persyaratan tertentu, yang
besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar
persentase tertentu dari DPK BUK dalam rupiah.
20. Penyangga Likuiditas Makroprudensial Syariah yang
selanjutnya disebut PLM Syariah adalah cadangan
likuiditas minimum dalam rupiah yang wajib dipelihara
oleh BUS dalam bentuk surat berharga syariah yang
memenuhi persyaratan tertentu, yang besarnya
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase
tertentu dari DPK BUS dalam rupiah.
21. Jakarta Interbank Offered Rate yang selanjutnya disebut
JIBOR adalah Jakarta Interbank Offered Rate
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai suku bunga penawaran
antarbank.
22. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI
adalah Sertifikat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
6
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai operasi moneter.
23. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya
disingkat SBIS adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai operasi moneter syariah.
24. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya
disingkat SDBI adalah Sertifikat Deposito Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai operasi moneter.
25. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN
adalah surat berharga yang terdiri atas surat utang negara
dalam mata uang rupiah dan surat berharga syariah
negara dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia.
26. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN
adalah surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai surat utang
negara, dalam mata uang rupiah.
27. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN adalah surat berharga syariah negara atau sukuk
negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai surat berharga syariah negara,
dalam mata uang rupiah.
28. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang
selanjutnya disebut PUAS adalah pasar uang antarbank
berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai pasar uang antarbank berdasarkan prinsip
syariah.
29. Sertifikat Investasi Mudarabah Antarbank yang
selanjutnya disingkat SIMA adalah sertifikat investasi
mudarabah antarbank sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
sertifikat investasi mudarabah antarbank.
7
30. Tingkat Indikasi Imbalan SIMA adalah rata-rata
tertimbang tingkat indikasi imbalan SIMA dalam rupiah
yang terjadi di PUAS pada pasar perdana.
31. Laporan Berkala Bank Umum yang selanjutnya disingkat
LBBU adalah laporan berkala bank umum sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai laporan berkala bank umum.
32. Laporan Berkala Bank Umum bagi BUS dan UUS yang
selanjutnya disebut LBBUS adalah laporan berkala bank
umum bagi BUS dan UUS sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
laporan berkala bank umum.
33. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disingkat
LHBU adalah laporan harian bank umum sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai laporan harian bank umum.
34. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System
yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah Bank
Indonesia-Scripless Securities Settlement System
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penyelenggaraan
penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS.
BAB II
KEWAJIBAN PEMENUHAN GIRO RIM DAN GIRO RIM
SYARIAH
Pasal 2
(1) BUK wajib memenuhi Giro RIM yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
(2) BUS dan UUS wajib memenuhi Giro RIM Syariah yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(3) BUK yang menerima pinjaman likuiditas jangka pendek
tetap wajib memenuhi Giro RIM.
(4) BUS yang menerima pembiayaan likuiditas jangka pendek
syariah tetap wajib memenuhi Giro RIM Syariah.
8
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemenuhan Kewajiban Giro RIM
Paragraf 1
Besaran dan Parameter Giro RIM
Pasal 3
(1) Giro RIM ditetapkan sebesar hasil perkalian antara
Parameter Disinsentif Bawah atau Parameter Disinsentif
Atas, selisih antara RIM dan Target RIM, serta DPK BUK
dalam rupiah.
(2) Dalam hal RIM lebih besar dari batas atas Target RIM,
pemenuhan Giro RIM sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memperhatikan KPMM BUK dan KPMM Insentif.
(3) Giro RIM dipenuhi dengan membandingkan posisi saldo
Rekening Giro Rupiah BUK di Bank Indonesia setiap akhir
hari selama 2 (dua) periode laporan terhadap Giro RIM
yang dihitung menggunakan rata-rata harian jumlah DPK
BUK dalam rupiah selama 2 (dua) periode laporan pada 4
(empat) periode laporan sebelumnya.
(4) Pemenuhan Giro RIM didasarkan pada DPK BUK dalam
rupiah dengan periode laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur sebagai berikut:
a. Giro RIM untuk periode laporan sejak tanggal 1
sampai dengan tanggal 7 dan periode laporan sejak
tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 menggunakan
rata-rata harian jumlah DPK BUK dalam rupiah
dalam periode laporan sejak tanggal 1 sampai dengan
tanggal 7 dan periode laporan sejak tanggal 8 sampai
dengan tanggal 15 bulan sebelumnya; dan
b. Giro RIM untuk periode laporan sejak tanggal 16
sampai dengan tanggal 23 dan periode laporan sejak
tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan
menggunakan rata-rata harian jumlah DPK BUK
dalam rupiah dalam periode laporan sejak tanggal 16
sampai dengan tanggal 23 dan periode laporan sejak
9
tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan
sebelumnya.
Pasal 4
Besaran dan parameter yang digunakan dalam pemenuhan
Giro RIM ditetapkan sebagai berikut:
a. batas bawah Target RIM sebesar 80% (delapan puluh
persen);
b. batas atas Target RIM sebesar 92% (sembilan puluh dua
persen);
c. KPMM Insentif sebesar 14% (empat belas persen);
d. Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1 (nol koma satu);
dan
e. Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2 (nol koma dua).
Paragraf 2
Sumber Data dan Nilai yang Digunakan
Pasal 5
(1) Perhitungan RIM menggunakan sumber data dan nilai
sebagai berikut:
a. kredit;
b. DPK BUK;
c. surat berharga korporasi yang dimiliki BUK; dan
d. surat berharga yang diterbitkan oleh BUK,
dalam rupiah dan valuta asing.
(2) Data kredit dalam rupiah dan valuta asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a diperoleh dari pos kredit
yang diberikan kepada pihak ketiga bukan bank dalam
Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode
Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya
dalam LBBU.
(3) Data DPK BUK dalam rupiah dan valuta asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperoleh
dari pos giro, pos tabungan, dan pos simpanan berjangka
dalam Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir
10
Periode Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya dalam LBBU.
(4) Data surat berharga korporasi yang dimiliki BUK dalam
rupiah dan valuta asing sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dan data surat berharga yang diterbitkan oleh
BUK dalam rupiah dan valuta asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d diperoleh dari:
a. saldo total harga perolehan surat berharga korporasi
yang dimiliki BUK dan saldo total nilai nominal surat
berharga yang diterbitkan oleh BUK dalam laporan
surat berharga sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini, posisi 2
(dua) periode laporan sebelumnya yang disampaikan
BUK kepada Bank Indonesia secara bulanan; atau
b. saldo total harga perolehan surat berharga korporasi
yang dimiliki dan saldo total nilai nominal surat
berharga yang diterbitkan dalam laporan surat
berharga BUK yang diperoleh dari laporan bulanan
bank umum atau sistem aplikasi laporan lainnya,
dalam hal Bank Indonesia telah menginformasikan
kepada BUK mengenai penghentian kewajiban
penyampaian laporan surat berharga melalui surat
dan/atau penyempurnaan Peraturan Anggota Dewan
Gubernur ini.
Pasal 6
(1) Data DPK BUK dalam rupiah untuk pemenuhan Giro RIM
diperoleh dari rata-rata DPK BUK dalam rupiah untuk
seluruh kantor dari BUK yang bersangkutan di Indonesia
dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak Ketiga Rupiah dan
Valuta Asing dalam LBBU.
(2) DPK BUK dalam rupiah untuk pemenuhan Giro RIM
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kewajiban
dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank, baik
kepada penduduk maupun bukan penduduk, yang terdiri
atas:
11
a. giro;
b. tabungan;
c. simpanan berjangka/deposito; dan
d. kewajiban lainnya.
Pasal 7
(1) Data KPMM dalam pemenuhan Giro RIM diatur sebagai
berikut:
a. KPMM yang digunakan yaitu KPMM triwulanan dari
BUK yang bersangkutan; dan
b. KPMM triwulanan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a menggunakan posisi akhir bulan Maret, Juni,
September, dan Desember dengan rincian sebagai
berikut:
1. KPMM pada posisi akhir bulan Maret digunakan
untuk pemenuhan Giro RIM untuk bulan Juni,
Juli, dan Agustus pada tahun yang sama;
2. KPMM pada posisi akhir bulan Juni digunakan
untuk pemenuhan Giro RIM untuk bulan
September, Oktober, dan November pada tahun
yang sama;
3. KPMM pada posisi akhir bulan September
digunakan untuk pemenuhan Giro RIM untuk
bulan Desember pada tahun yang sama serta
bulan Januari dan Februari pada tahun
berikutnya; dan
4. KPMM pada posisi akhir bulan Desember
digunakan untuk pemenuhan Giro RIM untuk
bulan Maret, April, dan Mei pada tahun
berikutnya.
(2) KPMM BUK untuk pemenuhan Giro RIM sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yaitu KPMM triwulanan hasil
olahan sistem aplikasi yang diterima Bank Indonesia dari
OJK.
(3) Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan
KPMM yang diterima Bank Indonesia dari OJK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan hasil
12
perhitungan KPMM yang dilakukan oleh BUK maka yang
berlaku yaitu KPMM yang diterima Bank Indonesia dari
OJK.
Paragraf 3
Kriteria dan Batas Maksimum Surat Berharga
Pasal 8
(1) Kriteria surat berharga korporasi yang dimiliki BUK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c,
yang digunakan sebagai dasar perhitungan RIM diatur
sebagai berikut:
a. surat berharga korporasi dalam bentuk obligasi
korporasi dan/atau sukuk korporasi;
b. surat berharga korporasi diterbitkan oleh korporasi
bukan Bank dan oleh penduduk;
c. surat berharga korporasi ditawarkan kepada publik
melalui penawaran umum (public offering);
d. surat berharga korporasi memiliki peringkat yang
diterbitkan lembaga pemeringkat dengan peringkat
paling rendah setara dengan peringkat investasi; dan
e. surat berharga korporasi ditatausahakan di lembaga
yang berwenang memberikan layanan jasa
penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek.
(2) Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu lembaga
pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh OJK sesuai
dengan ketentuan OJK.
(3) Bank Indonesia menetapkan batas maksimum surat
berharga korporasi yang dimiliki BUK dalam rupiah dan
valuta asing yang digunakan dalam perhitungan RIM.
(4) Batas maksimum surat berharga korporasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebesar 100% (seratus
persen) dari surat berharga korporasi yang dimiliki BUK
dalam rupiah dan valuta asing.
13
Pasal 9
(1) Kriteria surat berharga yang diterbitkan oleh BUK dalam
rupiah dan valuta asing sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) huruf d, yang digunakan sebagai dasar
perhitungan RIM diatur sebagai berikut:
a. surat berharga dalam bentuk medium term notes
(MTN), floating rate notes (FRN), dan/atau obligasi
selain obligasi subordinasi;
b. surat berharga dimiliki bukan Bank baik penduduk
dan bukan penduduk;
c. surat berharga ditawarkan kepada publik melalui
penawaran umum (public offering);
d. surat berharga memiliki peringkat yang diterbitkan
lembaga pemeringkat dengan peringkat paling rendah
setara dengan peringkat investasi; dan
e. surat berharga ditatausahakan di lembaga yang
berwenang memberikan layanan jasa penyimpanan
dan penyelesaian transaksi efek.
(2) Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu lembaga
pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh OJK sesuai
dengan ketentuan OJK.
Paragraf 4
Perhitungan RIM dan Pemenuhan Giro RIM
Pasal 10
(1) RIM merupakan persentase yang dihitung dari
perbandingan antara penjumlahan kredit dalam rupiah
dan valuta asing dan surat berharga korporasi yang
dimiliki BUK dalam rupiah dan valuta asing terhadap
penjumlahan DPK BUK dalam rupiah dan valuta asing dan
surat berharga yang diterbitkan oleh BUK dalam rupiah
dan valuta asing.
(2) Dalam hal RIM berada dalam kisaran Target RIM maka
Giro RIM ditetapkan sebesar 0% (nol persen) dari DPK BUK
dalam rupiah.
14
(3) Dalam hal RIM tidak berada dalam kisaran Target RIM
maka Giro RIM ditetapkan sebagai berikut:
a. dalam hal RIM lebih kecil dari batas bawah Target
RIM maka Giro RIM ditetapkan sebesar hasil
perkalian antara Parameter Disinsentif Bawah, selisih
antara batas bawah Target RIM dan RIM, serta DPK
BUK dalam rupiah;
b. dalam hal RIM lebih besar dari batas atas Target RIM
dan KPMM BUK lebih kecil dari KPMM Insentif maka
Giro RIM ditetapkan sebesar hasil perkalian antara
Parameter Disinsentif Atas, selisih antara RIM dan
batas atas Target RIM, serta DPK BUK dalam rupiah;
atau
c. dalam hal RIM lebih besar dari batas atas Target RIM
dan KPMM BUK sama atau lebih besar dari KPMM
Insentif maka Giro RIM ditetapkan sebesar 0% (nol
persen) dari DPK BUK dalam rupiah.
Bagian Kedua
Tata Cara Pemenuhan Kewajiban Giro RIM Syariah
Paragraf 1
Besaran dan Parameter Giro RIM Syariah
Pasal 11
(1) Giro RIM Syariah ditetapkan sebesar hasil perkalian
antara Parameter Disinsentif Bawah atau Parameter
Disinsentif Atas, selisih antara RIM Syariah dan Target
RIM Syariah, serta DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS
dalam rupiah.
(2) Dalam hal RIM Syariah lebih besar dari batas atas Target
RIM Syariah, pemenuhan Giro RIM Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memperhatikan KPMM BUS atau
KPMM BUK yang menjadi induk UUS, dan KPMM Insentif.
(3) Giro RIM Syariah dipenuhi dengan membandingkan posisi
saldo Rekening Giro Rupiah BUS atau saldo Rekening Giro
Rupiah UUS di Bank Indonesia setiap akhir hari selama 2
15
(dua) periode laporan terhadap Giro RIM Syariah yang
dihitung menggunakan rata-rata harian jumlah DPK BUS
dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah selama 2 (dua)
periode laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya.
(4) Pemenuhan Giro RIM Syariah didasarkan pada DPK BUS
dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah dengan periode
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
sebagai berikut:
a. Giro RIM Syariah untuk periode laporan sejak tanggal
1 sampai dengan tanggal 7 dan periode laporan sejak
tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 menggunakan
rata-rata harian jumlah DPK BUS dalam rupiah atau
DPK UUS dalam rupiah, dalam periode laporan sejak
tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 dan periode
laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15
bulan sebelumnya; dan
b. Giro RIM Syariah untuk periode laporan sejak tanggal
16 sampai dengan tanggal 23 dan periode laporan
sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan
menggunakan rata-rata harian jumlah DPK BUS
dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah, dalam
periode laporan sejak tanggal 16 sampai dengan
tanggal 23 dan periode laporan sejak tanggal 24
sampai dengan tanggal akhir bulan sebelumnya.
Pasal 12
Besaran dan parameter yang digunakan dalam pemenuhan
Giro RIM Syariah ditetapkan sebagai berikut:
a. batas bawah Target RIM Syariah sebesar 80% (delapan
puluh persen);
b. batas atas Target RIM Syariah sebesar 92% (sembilan
puluh dua persen);
c. KPMM Insentif sebesar 14% (empat belas persen);
d. Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1 (nol koma satu);
dan
e. Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2 (nol koma dua).
16
Paragraf 2
Sumber Data dan Nilai yang Digunakan
Pasal 13
(1) Perhitungan RIM Syariah menggunakan sumber data dan
nilai sebagai berikut:
a. Pembiayaan;
b. DPK BUS atau DPK UUS;
c. surat berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS
atau UUS; dan
d. surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS
atau UUS,
dalam rupiah dan valuta asing.
(2) Data Pembiayaan dalam rupiah dan valuta asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperoleh
dari pos piutang, pos pembiayaan, dan pos ijarah dalam
Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode
Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya
dalam LBBUS.
(3) Data DPK BUS atau DPK UUS dalam rupiah dan valuta
asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diperoleh dari pos dana simpanan wadiah dan pos dana
investasi tidak terikat dalam Formulir 2 Neraca Mingguan
Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4 (empat)
periode laporan sebelumnya dalam LBBUS.
(4) Data surat berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS
atau surat berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS
dalam rupiah dan valuta asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dan data surat berharga syariah yang
diterbitkan oleh BUS atau surat berharga syariah yang
diterbitkan oleh UUS dalam rupiah dan valuta asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diperoleh
dari:
a. saldo total harga perolehan surat berharga syariah
korporasi yang dimiliki BUS atau surat berharga
syariah korporasi yang dimiliki UUS dan saldo total
nilai nominal surat berharga syariah yang diterbitkan
17
oleh BUS atau surat berharga syariah yang
diterbitkan oleh UUS dalam laporan surat berharga
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I posisi 2
(dua) periode laporan sebelumnya yang disampaikan
BUS atau UUS kepada Bank Indonesia secara
bulanan; atau
b. saldo total harga perolehan surat berharga syariah
korporasi yang dimiliki dan saldo total nilai nominal
surat berharga syariah yang diterbitkan dalam
laporan surat berharga BUS atau UUS yang diperoleh
dari laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan
atau sistem aplikasi laporan lainnya, dalam hal Bank
Indonesia telah menginformasikan kepada BUS dan
UUS mengenai penghentian kewajiban penyampaian
laporan surat berharga melalui surat dan/atau
penyempurnaan Peraturan Anggota Dewan Gubernur
ini.
Pasal 14
(1) Data DPK BUS dalam rupiah atau data DPK UUS dalam
rupiah untuk pemenuhan Giro RIM Syariah diperoleh dari
rata-rata DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam
rupiah untuk seluruh kantor dari BUS dan UUS yang
bersangkutan di Indonesia dalam Formulir 1 Laporan
Dana Pihak Ketiga Rupiah dan Valuta Asing dalam
LBBUS.
(2) DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah
untuk pemenuhan Giro RIM Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi kewajiban dalam rupiah
kepada pihak ketiga bukan bank, baik kepada penduduk
maupun bukan penduduk, yang terdiri atas:
a. dana simpanan wadiah;
b. dana investasi tidak terikat; dan
c. kewajiban lainnya.
18
Pasal 15
(1) Data KPMM dalam pemenuhan Giro RIM Syariah diatur
sebagai berikut:
a. KPMM yang digunakan yaitu KPMM triwulanan dari
BUS atau KPMM triwulanan dari BUK yang menjadi
induk UUS yang bersangkutan; dan
b. KPMM triwulanan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a menggunakan posisi akhir bulan Maret, Juni,
September, dan Desember dengan rincian sebagai
berikut:
1. KPMM pada posisi akhir bulan Maret digunakan
untuk pemenuhan Giro RIM Syariah untuk
bulan Juni, Juli, dan Agustus pada tahun yang
sama;
2. KPMM pada posisi akhir bulan Juni digunakan
untuk pemenuhan Giro RIM Syariah untuk
bulan September, Oktober, dan November pada
tahun yang sama;
3. KPMM pada posisi akhir bulan September
digunakan untuk pemenuhan Giro RIM Syariah
untuk bulan Desember pada tahun yang sama
serta bulan Januari dan Februari pada tahun
berikutnya; dan
4. KPMM pada posisi akhir bulan Desember
digunakan untuk pemenuhan Giro RIM Syariah
untuk bulan Maret, April, dan Mei pada tahun
berikutnya.
(2) KPMM BUS atau KPMM BUK yang menjadi induk UUS
untuk pemenuhan Giro RIM Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yaitu KPMM triwulanan hasil
olahan sistem aplikasi yang diterima Bank Indonesia dari
OJK.
(3) Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan
KPMM yang diterima Bank Indonesia dari OJK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan hasil
perhitungan KPMM yang dilakukan oleh BUS atau BUK
19
yang menjadi induk UUS maka yang berlaku yaitu KPMM
yang diterima Bank Indonesia dari OJK.
Paragraf 3
Kriteria dan Batas Maksimum Surat Berharga Syariah
Pasal 16
(1) Kriteria surat berharga syariah korporasi yang dimiliki
BUS atau surat berharga syariah korporasi yang dimiliki
UUS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf
c, yang digunakan sebagai dasar perhitungan RIM Syariah
diatur sebagai berikut:
a. surat berharga syariah korporasi dalam bentuk
sukuk korporasi;
b. surat berharga syariah korporasi diterbitkan oleh
korporasi bukan Bank dan oleh penduduk;
c. surat berharga syariah korporasi ditawarkan kepada
publik melalui penawaran umum (public offering);
d. surat berharga syariah korporasi memiliki peringkat
yang diterbitkan lembaga pemeringkat dengan
peringkat paling rendah setara dengan peringkat
investasi; dan
e. surat berharga syariah korporasi ditatausahakan di
lembaga yang berwenang memberikan layanan jasa
penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek.
(2) Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu lembaga
pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh OJK sesuai
dengan ketentuan OJK.
(3) Bank Indonesia menetapkan batas maksimum surat
berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS dalam
rupiah dan valuta asing atau surat berharga syariah
korporasi yang dimiliki UUS dalam rupiah dan valuta
asing yang digunakan dalam perhitungan RIM Syariah.
(4) Batas maksimum surat berharga syariah korporasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebesar
100% (seratus persen) dari surat berharga syariah
20
korporasi yang dimiliki BUS dalam rupiah dan valuta asing
atau surat berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS
dalam rupiah dan valuta asing.
Pasal 17
(1) Kriteria surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS
dalam rupiah dan valuta asing atau surat berharga syariah
yang diterbitkan oleh UUS dalam rupiah dan valuta asing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf d,
yang digunakan sebagai dasar perhitungan RIM diatur
berikut:
a. surat berharga syariah dalam bentuk medium term
notes (MTN) syariah dan/atau sukuk selain sukuk
subordinasi;
b. surat berharga syariah dimiliki bukan Bank baik
penduduk dan bukan penduduk;
c. surat berharga syariah ditawarkan kepada publik
melalui penawaran umum (public offering);
d. surat berharga syariah memiliki peringkat yang
diterbitkan lembaga pemeringkat dengan peringkat
paling rendah setara dengan peringkat investasi; dan
e. surat berharga ditatausahakan di lembaga yang
berwenang memberikan layanan jasa penyimpanan
dan penyelesaian transaksi efek.
(2) Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu lembaga
pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh OJK sesuai
dengan ketentuan OJK.
Paragraf 4
Perhitungan RIM Syariah dan Pemenuhan Giro RIM Syariah
Pasal 18
(1) RIM Syariah bagi BUS dan UUS merupakan persentase
yang dihitung dari:
a. bagi BUS, perbandingan antara penjumlahan
Pembiayaan dalam rupiah dan valuta asing dan surat
21
berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS dalam
rupiah dan valuta asing terhadap penjumlahan DPK
BUS dalam rupiah dan valuta asing dan surat
berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS dalam
rupiah dan valuta asing; dan
b. bagi UUS, perbandingan antara penjumlahan
Pembiayaan dalam rupiah dan valuta asing dan surat
berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS dalam
rupiah dan valuta asing terhadap penjumlahan DPK
UUS dalam rupiah dan valuta asing dan surat
berharga syariah yang diterbitkan oleh UUS dalam
rupiah dan valuta asing.
(2) Dalam hal RIM Syariah berada dalam kisaran Target RIM
Syariah maka Giro RIM Syariah ditetapkan sebesar 0%
(nol persen) dari DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS
dalam rupiah.
(3) Dalam hal RIM Syariah tidak berada dalam kisaran Target
RIM Syariah maka Giro RIM Syariah ditetapkan sebagai
berikut:
a. dalam hal RIM Syariah lebih kecil dari batas bawah
Target RIM Syariah maka Giro RIM Syariah
ditetapkan sebesar hasil perkalian antara Parameter
Disinsentif Bawah, selisih antara batas bawah Target
RIM Syariah dan RIM Syariah, serta DPK BUS dalam
rupiah atau DPK UUS dalam rupiah;
b. dalam hal RIM Syariah lebih besar dari batas atas
Target RIM Syariah dan KPMM BUS atau KPMM BUK
yang menjadi induk UUS lebih kecil dari KPMM
Insentif maka Giro RIM Syariah ditetapkan sebesar
hasil perkalian antara Parameter Disinsentif Atas,
selisih antara RIM Syariah dan batas atas Target RIM
Syariah, serta DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS
dalam rupiah; atau
c. dalam hal RIM Syariah lebih besar dari batas atas
Target RIM Syariah dan KPMM BUS atau KPMM BUK
yang menjadi induk UUS sama atau lebih besar dari
KPMM Insentif maka Giro RIM Syariah ditetapkan
22
sebesar 0% (nol persen) dari DPK BUS dalam rupiah
atau DPK UUS dalam rupiah.
Bagian Ketiga
Pemberian Kelonggaran atas Pemenuhan Giro RIM atau Giro
RIM Syariah
Pasal 19
(1) Bank Indonesia dapat memberikan kelonggaran atas
pemenuhan ketentuan Giro RIM sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 atau Giro RIM Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 terhadap:
a. BUK yang sedang dikenakan pembatasan kegiatan
usaha oleh OJK terkait dengan penyaluran kredit dan
penghimpunan dana; dan
b. BUS atau UUS yang sedang dikenakan pembatasan
kegiatan usaha oleh OJK terkait dengan penyaluran
Pembiayaan dan penghimpunan dana.
(2) Pemberian kelonggaran atas pemenuhan ketentuan Giro
RIM atau Giro RIM Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa kelonggaran atas perubahan Target RIM
atau Target RIM Syariah.
(3) Pemberian kelonggaran atas pemenuhan ketentuan Giro
RIM atau Giro RIM Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan atas permintaan Bank secara tertulis
kepada Bank Indonesia.
(4) Penyampaian permintaan pemberian kelonggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
bersamaan dengan permintaan rekomendasi kepada OJK.
(5) Penyampaian permintaan pemberian kelonggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan disertai dokumen pendukung
berupa:
a. fotokopi surat atau keputusan pembatasan kegiatan
usaha oleh OJK terkait dengan penyaluran kredit dan
penghimpunan dana bagi BUK atau penyaluran
23
Pembiayaan dan penghimpunan dana bagi BUS dan
UUS; dan
b. fotokopi surat permohonan rekomendasi kepada OJK.
(6) Bank menyampaikan kepada Bank Indonesia atas hasil
rekomendasi OJK mengenai pemberian kelonggaran atas
perubahan Target RIM atau Target RIM Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(7) Persetujuan atau penolakan atas permintaan kelonggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan setelah
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat
(6) diterima oleh Bank Indonesia.
(8) Permintaan kelonggaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan Bank kepada Bank Indonesia dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau
b. bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan
kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat.
Bagian Keempat
Tata Cara Penyampaian Laporan Surat Berharga
Pasal 20
(1) BUK wajib menyampaikan laporan surat berharga
korporasi yang dimiliki BUK yang memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan surat berharga
yang diterbitkan oleh BUK yang memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 kepada Bank
Indonesia setiap bulan.
(2) BUS dan UUS wajib menyampaikan laporan surat
berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS dan surat
berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS yang
24
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
serta surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS
dan surat berharga syariah yang diterbitkan oleh UUS
yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 kepada Bank Indonesia setiap bulan.
(3) Penyampaian laporan surat berharga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menggunakan format
laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I.
(4) Bank tetap diwajibkan menyampaikan laporan surat
berharga, dalam hal:
a. Bank tidak memiliki surat berharga korporasi atau
memiliki surat berharga korporasi namun tidak
memenuhi kriteria; atau
b. Bank tidak menerbitkan surat berharga atau
menerbitkan surat berharga namun tidak memenuhi
kriteria,
dengan menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I dengan isi laporan nihil.
Pasal 21
(1) Laporan surat berharga Bank sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari
kerja setelah berakhirnya bulan laporan.
(2) Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan
apabila menyampaikan laporan setelah batas waktu
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), sampai dengan 5 (lima) hari kerja berikutnya.
(3) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila
belum menyampaikan laporan sampai dengan
berakhirnya batas waktu keterlambatan penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Bank dapat melakukan koreksi atas laporan yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia.
25
Pasal 22
(1) Laporan surat berharga Bank sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) atau koreksi laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4)
disampaikan melalui surat elektronik kepada Bank
Indonesia yaitu:
a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau
b. bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan
tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia
setempat,
dengan alamat surat elektronik sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
(2) Bank harus menyampaikan secara tertulis mengenai
nama petugas dan penanggung jawab yang ditunjuk
untuk menyusun dan menyampaikan laporan surat
berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)
dan ayat (2) serta alamat surat elektronik pengirim laporan
termasuk jika terdapat perubahannya, kepada Bank
Indonesia dengan alamat:
a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau
b. bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,
26
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan
tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia
setempat.
(3) Dalam hal penyampaian laporan melalui surat elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
dilakukan, Bank menyampaikan laporan dalam bentuk
salinan lunak (soft copy) dan salinan keras (hard copy)
kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau
b. bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan
tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia
setempat.
(4) Batas waktu penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) mengikuti ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21.
(5) Bank Indonesia dapat mengubah tata cara penyampaian
laporan atau koreksi laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan menghentikan kewajiban penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)
dan ayat (2) dalam hal Bank Indonesia memperoleh data
surat berharga Bank dari laporan bulanan bank umum,
laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan, atau
sistem aplikasi laporan lainnya.
(6) Perubahan tata cara penyampaian dan penghentian
kewajiban penyampaian laporan surat berharga
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diinformasikan oleh
Bank Indonesia kepada Bank.
27
Pasal 23
Data surat berharga korporasi yang dimiliki Bank dan data
surat berharga yang diterbitkan oleh Bank dalam laporan surat
berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, pertama kali
dilaporkan kepada Bank Indonesia untuk posisi bulan:
a. Mei 2018, untuk surat berharga korporasi yang dimiliki
BUK dalam rupiah dan valuta asing dan surat berharga
yang diterbitkan oleh BUK dalam rupiah dan valuta asing;
dan
b. Agustus 2018, untuk surat berharga syariah korporasi
yang dimiliki BUS dalam rupiah dan valuta asing dan
surat berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS dalam
rupiah dan valuta asing, serta surat berharga syariah yang
diterbitkan oleh BUS dalam rupiah dan valuta asing dan
surat berharga syariah yang diterbitkan oleh UUS dalam
rupiah dan valuta asing.
Bagian Kelima
Evaluasi Kebijakan RIM dan RIM Syariah
Pasal 24
(1) Bank Indonesia melakukan evaluasi kebijakan RIM dan
RIM Syariah secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali
dalam setiap 6 (enam) bulan.
(2) Evaluasi kebijakan RIM dan RIM Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap sumber data
untuk pemenuhan Giro RIM dan Giro RIM Syariah,
besaran dan parameter RIM dan RIM Syariah, kriteria
surat berharga, batas maksimum surat berharga
korporasi yang dimiliki Bank, waktu pemberlakuan RIM
dan RIM Syariah, dan/atau hal lain terkait kebijakan RIM
dan RIM Syariah.
(3) Hasil evaluasi kebijakan RIM dan RIM Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penetapan:
a. tidak terdapat perubahan kebijakan; atau
b. terdapat perubahan kebijakan.
28
(4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berupa penetapan tidak terdapat perubahan
kebijakan maka Bank Indonesia mengeluarkan
pengumuman di laman (situs web) Bank Indonesia.
(5) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berupa penetapan terdapat perubahan kebijakan
maka Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Anggota
Dewan Gubernur mengenai perubahan yang dilakukan.
BAB III
TATA CARA PEMENUHAN PLM DAN PLM SYARIAH
Pasal 25
(1) BUK wajib memenuhi PLM yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
(2) BUS wajib memenuhi PLM Syariah yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
(3) BUK yang menerima pinjaman likuiditas jangka pendek
tetap wajib memenuhi PLM.
(4) BUS yang menerima pembiayaan likuiditas jangka pendek
syariah tetap wajib memenuhi PLM Syariah.
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemenuhan PLM
Paragraf 1
Besaran Persentase, Jenis, Sumber Data, Nilai Surat Berharga
yang Digunakan, dan Periode Pemenuhan
Pasal 26
(1) PLM ditetapkan sebesar 4% (empat persen) dari DPK BUK
dalam rupiah.
(2) Bagi BUK yang memiliki UUS, jumlah DPK BUK dalam
rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
DPK UUS dalam rupiah.
(3) PLM dipenuhi dalam bentuk:
a. surat berharga dalam rupiah yang dimiliki BUK dan
dapat digunakan dalam operasi moneter; dan
29
b. surat berharga syariah dalam rupiah yang dimiliki
UUS dan dapat digunakan dalam operasi moneter
syariah, bagi BUK yang memiliki UUS.
Pasal 27
(1) Data DPK BUK dalam rupiah untuk pemenuhan PLM
diperoleh dari rata-rata DPK BUK dalam rupiah untuk
seluruh kantor BUK yang bersangkutan di Indonesia
dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak Ketiga Rupiah dan
Valuta Asing dalam LBBU.
(2) Bagi BUK yang memiliki UUS, data DPK dalam rupiah
untuk pemenuhan PLM diatur sebagai berikut:
a. diperoleh dari rata-rata DPK BUK dalam rupiah
untuk seluruh kantor dari BUK yang bersangkutan di
Indonesia dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak
Ketiga Rupiah dan Valuta Asing dalam LBBU; dan
b. diperoleh dari rata-rata DPK UUS dalam rupiah
untuk seluruh kantor dari UUS yang bersangkutan di
Indonesia dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak
Ketiga Rupiah dan Valuta Asing dalam LBBUS.
(3) DPK BUK dalam rupiah untuk pemenuhan PLM
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kewajiban
dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank, baik
kepada penduduk maupun bukan penduduk, yang terdiri
atas:
a. giro;
b. tabungan;
c. simpanan berjangka/deposito; dan
d. kewajiban lainnya.
(4) Bagi BUK yang memiliki UUS, DPK UUS dalam rupiah
untuk pemenuhan PLM sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b meliputi kewajiban dalam rupiah kepada pihak
ketiga bukan bank, baik kepada penduduk maupun
bukan penduduk, yang terdiri atas:
a. dana simpanan wadiah;
b. dana investasi tidak terikat; dan
c. kewajiban lainnya.
30
Pasal 28
(1) Jenis surat berharga yang diperhitungkan dalam
pemenuhan PLM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (3) yaitu:
a. SBI untuk seluruh jangka waktu;
b. SBIS untuk seluruh jangka waktu;
c. SDBI untuk seluruh jangka waktu; dan/atau
d. SBN yang terdiri atas:
1. SUN berupa obligasi negara dan/atau surat
perbendaharaan negara, untuk seluruh jenis
dan jangka waktu, tidak termasuk SUN yang
tidak dapat diperdagangkan (non-tradable);
dan/atau
2. SBSN berupa SBSN jangka panjang dan/atau
SBSN jangka pendek untuk seluruh jenis dan
jangka waktu, tidak termasuk SBSN yang tidak
dapat diperdagangkan (non-tradable).
(2) SBI, SBIS, SDBI, dan/atau SBN yang dapat
diperhitungkan dalam pemenuhan PLM sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yaitu SBI, SBIS, SDBI, dan/atau
SBN yang dimiliki BUK yang tercatat pada rekening surat
berharga BUK di BI-SSSS, dalam:
a. depository account (Rekening DEPO) dengan
subrekening available for sale (AVAI), not available for
sale (NAVL), dan available waiting for reselling
(AWAS);
b. intraday liquidity facility account (Rekening ILF)
dengan subrekening AVAI; dan
c. failure to settle account (Rekening FtS) dengan
subrekening AVAI,
namun tidak termasuk SBI, SBIS, SDBI, dan/atau SBN
yang dimiliki BUK yang tercatat pada rekening surat
berharga sub-registry.
(3) Penetapan jumlah SBI, SBIS, SDBI, dan/atau SBN yang
dimiliki BUK dilakukan berdasarkan data yang tercatat
pada rekening surat berharga BUK di BI-SSSS
31
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada posisi akhir
hari yaitu pada saat cut off time BI-SSSS.
(4) Nilai SBI, SBIS, SDBI, dan/atau SBN yang digunakan
dalam perhitungan PLM menggunakan harga yang
tercantum di BI-SSSS.
(5) Bagi BUK yang memiliki UUS, SBI, SBIS, SDBI, dan/atau
SBN yang dapat diperhitungkan dalam pemenuhan PLM
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
termasuk SBIS dan/atau SBSN milik UUS yang tercatat
pada rekening surat berharga UUS di BI-SSSS, namun
tidak termasuk SBIS dan/atau SBSN yang dimiliki UUS
yang tercatat pada rekening surat berharga sub-registry.
Pasal 29
(1) Pemenuhan PLM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
dihitung dengan membandingkan jumlah SBI, SBIS, SDBI,
dan/atau SBN yang dimiliki BUK yang tercatat pada
rekening surat berharga BUK di BI-SSSS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) setiap akhir hari selama
2 (dua) periode laporan terhadap rata-rata harian jumlah
DPK BUK dalam rupiah selama 2 (dua) periode laporan
pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya.
(2) Bagi BUK yang memiliki UUS, pemenuhan PLM
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
memperhitungkan:
a. SBIS dan/atau SBSN milik UUS yang tercatat pada
rekening surat berharga UUS di BI-SSSS; dan
b. rata-rata harian jumlah DPK UUS dalam rupiah.
Paragraf 2
Penggunaan Surat Berharga dalam Transaksi Repo
Pasal 30
(1) Dalam kondisi tertentu, surat berharga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dapat digunakan dalam
transaksi repo kepada Bank Indonesia dalam operasi
pasar terbuka.
32
(2) Bank Indonesia memperhitungkan surat berharga yang
digunakan dalam transaksi repo sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. hanya terhadap transaksi repo yang dilakukan
setelah kewajiban pemenuhan PLM berlaku; dan
b. bagi BUK yang memiliki UUS, jumlah surat berharga
yang digunakan dalam transaksi repo termasuk surat
berharga yang digunakan dalam transaksi repo oleh
UUS dalam operasi pasar terbuka syariah.
(3) Perhitungan surat berharga yang digunakan dalam
transaksi repo sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Bank Indonesia melalui sistem aplikasi di
Bank Indonesia.
(4) Penggunaan surat berharga BUK dalam transaksi repo
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling
banyak sebesar 2% (dua persen) dari DPK BUK dalam
rupiah.
(5) Bank Indonesia dapat mengubah besaran persentase
penggunaan surat berharga yang dapat digunakan dalam
transaksi repo sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Bagian Kedua
Tata Cara Pemenuhan PLM Syariah
Paragraf 1
Besaran Persentase, Jenis, Sumber Data, Nilai Surat Berharga
Syariah yang Digunakan, dan Periode Pemenuhan
Pasal 31
(1) PLM Syariah ditetapkan sebesar 4% (empat persen) dari
DPK BUS dalam rupiah.
(2) PLM Syariah dipenuhi dalam bentuk surat berharga
syariah dalam rupiah yang dimiliki BUS dan dapat
digunakan dalam operasi moneter syariah.
33
Pasal 32
(1) Data DPK BUS dalam rupiah untuk pemenuhan PLM
Syariah diperoleh dari rata-rata DPK BUS dalam rupiah
untuk seluruh kantor BUS yang bersangkutan di
Indonesia dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak Ketiga
Rupiah dan Valuta Asing dalam LBBUS.
(2) DPK BUS dalam rupiah untuk pemenuhan PLM Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kewajiban
dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank, baik
kepada penduduk maupun bukan penduduk, yang terdiri
atas:
a. dana simpanan wadiah;
b. dana investasi tidak terikat; dan
c. kewajiban lainnya.
Pasal 33
(1) Jenis surat berharga syariah yang diperhitungkan dalam
pemenuhan PLM Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 ayat (2) yaitu:
a. SBIS untuk seluruh jangka waktu; dan/atau
b. SBSN yang terdiri atas:
1. SBSN jangka panjang; dan/atau
2. SBSN jangka pendek,
untuk seluruh jenis dan jangka waktu, tidak
termasuk SBSN yang tidak dapat diperdagangkan
(non-tradable).
(2) SBIS dan/atau SBSN yang dapat diperhitungkan dalam
pemenuhan PLM Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yaitu SBIS dan/atau SBSN yang dimiliki BUS yang
tercatat pada rekening surat berharga BUS di BI-SSSS
yaitu dalam:
a. Rekening DEPO dengan subrekening AVAI, NAVL,
dan AWAS;
b. Rekening ILF dengan subrekening AVAI; dan
c. Rekening FtS dengan subrekening AVAI,
34
namun tidak termasuk SBIS dan/atau SBSN yang dimiliki
BUS yang tercatat pada rekening surat berharga sub-
registry.
(3) Penetapan jumlah SBIS dan/atau SBSN yang dimiliki BUS
dilakukan berdasarkan data yang tercatat pada rekening
surat berharga BUS di BI-SSSS sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) pada posisi akhir hari yaitu pada saat cut off
time BI-SSSS.
(4) Nilai SBIS dan/atau SBSN yang digunakan dalam
perhitungan PLM Syariah menggunakan harga yang
tercantum di BI-SSSS.
Pasal 34
Pemenuhan PLM Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 dihitung dengan membandingkan jumlah SBIS dan/atau
SBSN yang dimiliki BUS yang tercatat pada rekening surat
berharga BUS di BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 ayat (2) setiap akhir hari selama 2 (dua) periode laporan
terhadap rata-rata harian jumlah DPK BUS dalam rupiah
selama 2 (dua) periode laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya.
Paragraf 2
Penggunaan Surat Berharga Syariah dalam Transaksi Repo
Pasal 35
(1) Dalam kondisi tertentu, surat berharga syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dapat
digunakan dalam transaksi repo kepada Bank Indonesia
dalam operasi pasar terbuka syariah.
(2) Bank Indonesia hanya memperhitungkan surat berharga
syariah yang digunakan dalam transaksi repo
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap transaksi
repo yang dilakukan setelah kewajiban pemenuhan PLM
Syariah berlaku.
(3) Perhitungan surat berharga syariah yang digunakan
dalam transaksi repo sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
35
dilakukan oleh Bank Indonesia melalui sistem aplikasi di
Bank Indonesia.
(4) Penggunaan surat berharga BUS dalam transaksi repo
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling
banyak sebesar 2% (dua persen) dari DPK BUS dalam
rupiah.
(5) Bank Indonesia dapat mengubah besaran persentase
penggunaan surat berharga syariah yang dapat digunakan
dalam transaksi repo sebagaimana dimaksud pada ayat
(4).
Bagian Ketiga
Evaluasi Kebijakan PLM dan PLM Syariah
Pasal 36
(1) Bank Indonesia melakukan evaluasi kebijakan PLM dan
PLM Syariah secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali
dalam setiap 6 (enam) bulan.
(2) Evaluasi kebijakan PLM dan PLM Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap besaran
persentase PLM dan PLM Syariah, jenis surat berharga
untuk pemenuhan PLM dan PLM Syariah, sumber data
untuk pemenuhan PLM dan PLM Syariah, besaran
persentase surat berharga yang dapat digunakan dalam
transaksi repo kepada Bank Indonesia, waktu
pemberlakuan PLM dan PLM Syariah, dan/atau hal lain
terkait kebijakan PLM dan PLM Syariah.
(3) Hasil evaluasi kebijakan PLM dan PLM Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penetapan:
a. tidak terdapat perubahan kebijakan; atau
b. terdapat perubahan kebijakan.
(4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berupa penetapan tidak terdapat perubahan
kebijakan maka Bank Indonesia mengeluarkan
pengumuman di laman (situs web) Bank Indonesia.
(5) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berupa penetapan terdapat perubahan
36
kebijakan maka Bank Indonesia menerbitkan Peraturan
Anggota Dewan Gubernur mengenai perubahan yang
dilakukan.
BAB IV
TATA CARA PEMENUHAN GIRO RIM, GIRO RIM SYARIAH,
PLM, DAN PLM SYARIAH UNTUK PENGGABUNGAN ATAU
PELEBURAN BUK ATAU BUS, PERUBAHAN KEGIATAN
USAHA BUK MENJADI BUS, DAN PEMISAHAN UUS MENJADI
BUS
Bagian Kesatu
BUK yang Melakukan Penggabungan atau Peleburan
Pasal 37
Pemenuhan Giro RIM bagi BUK yang melakukan penggabungan
atau peleburan diatur sebagai berikut:
a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan penggabungan atau peleburan, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1. pemenuhan Giro RIM dihitung untuk masing-masing
BUK dengan cara pemenuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10; dan
2. data KPMM yang digunakan yaitu data KPMM
triwulanan masing-masing BUK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7;
b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan penggabungan atau peleburan sampai
dengan 1 (satu) hari sebelum data DPK dalam rupiah BUK
hasil penggabungan atau peleburan tersedia, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1. pemenuhan Giro RIM hanya dihitung untuk BUK
hasil penggabungan atau peleburan dengan
menggunakan data gabungan BUK yang melakukan
penggabungan atau peleburan sampai dengan data
BUK hasil penggabungan atau peleburan tersedia;
37
2. data gabungan sebagaimana dimaksud dalam angka
1 meliputi data untuk perhitungan RIM berupa kredit
BUK, DPK BUK, saldo surat berharga korporasi yang
dimiliki BUK, dan saldo surat berharga yang
diterbitkan oleh BUK, dalam rupiah dan valuta asing,
serta data untuk pemenuhan Giro RIM berupa KPMM
BUK, DPK BUK dalam rupiah, dan saldo Rekening
Giro Rupiah BUK;
3. pemenuhan Giro RIM BUK hasil penggabungan atau
peleburan dilakukan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
4. data KPMM yang digunakan untuk pemenuhan Giro
RIM diperoleh dari BUK yang melakukan
penggabungan atau peleburan berdasarkan hasil
perhitungan yang dilakukan oleh BUK atas
penggabungan data yang digunakan dalam
perhitungan KPMM masing-masing BUK sebelum
tanggal efektif pelaksanaan penggabungan atau
peleburan;
5. data KPMM yang diperoleh dari BUK sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 digunakan sampai dengan
tersedianya data KPMM triwulanan BUK hasil
penggabungan atau peleburan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7;
6. BUK menyampaikan hasil perhitungan KPMM
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 kepada Bank
Indonesia paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum
tanggal efektif pelaksanaan penggabungan atau
peleburan; dan
7. penyampaian hasil perhitungan KPMM sebagaimana
dimaksud dalam angka 6 disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan alamat:
a) bagi BUK yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan
Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan
38
LBU dan GWM, Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350; atau
b) bagi BUK yang berkantor pusat selain di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan
kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan
Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan
LBU dan GWM, Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor
Perwakilan Bank Indonesia setempat;
c. pada saat data DPK dalam rupiah BUK hasil
penggabungan atau peleburan tersedia, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1. pemenuhan Giro RIM dihitung untuk BUK hasil
penggabungan atau peleburan dengan cara
pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
2. khusus data:
a) surat berharga korporasi yang dimiliki; dan
b) surat berharga yang diterbitkan,
yang digunakan dalam perhitungan RIM untuk
pemenuhan Giro RIM, menggunakan data gabungan
BUK yang melakukan penggabungan atau peleburan
sampai dengan tersedianya data BUK hasil
penggabungan atau peleburan; dan
3. data KPMM yang digunakan yaitu data KPMM
sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 4
sampai dengan tersedianya data KPMM triwulanan
BUK hasil penggabungan atau peleburan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
d. dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan
KPMM yang diterima oleh Bank Indonesia dari OJK dengan
hasil perhitungan KPMM yang dilakukan oleh BUK
sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 4 dan huruf
c angka 3 maka yang berlaku yaitu KPMM yang diterima
Bank Indonesia dari OJK.
39
Pasal 38
Pemenuhan PLM bagi BUK yang melakukan penggabungan
atau peleburan diatur sebagai berikut:
a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan penggabungan atau peleburan maka
pemenuhan PLM dihitung untuk masing-masing BUK
dengan cara pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29;
b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan penggabungan atau peleburan sampai
dengan 1 (satu) hari sebelum data DPK dalam rupiah BUK
hasil penggabungan atau peleburan tersedia, pemenuhan
PLM diatur sebagai berikut:
1. pemenuhan PLM hanya dihitung untuk BUK hasil
penggabungan atau peleburan dengan menggunakan
data gabungan BUK yang melakukan penggabungan
atau peleburan sampai dengan data BUK hasil
penggabungan atau peleburan tersedia;
2. data gabungan sebagaimana dimaksud dalam angka
1 terdiri atas:
a) bagi BUK, meliputi data:
1) saldo rekening SBI, SDBI, dan/atau SBN
BUK hasil penggabungan atau peleburan;
2) penggabungan data DPK BUK dalam rupiah
dari BUK yang melakukan penggabungan
atau peleburan; dan
3) saldo Rekening Giro Rupiah BUK hasil
penggabungan atau peleburan; dan
b) bagi BUK yang memiliki UUS, meliputi data:
1) saldo rekening SBI, SBIS, SDBI, dan/atau
SBN BUK hasil penggabungan atau
peleburan;
2) penggabungan data DPK BUK dalam rupiah
dari BUK yang melakukan penggabungan
atau peleburan; dan
3) saldo Rekening Giro Rupiah BUK hasil
penggabungan atau peleburan; dan
40
3. pemenuhan PLM sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dihitung dengan membandingkan jumlah
SBI, SBIS, SDBI, dan/atau SBN milik BUK hasil
penggabungan atau peleburan yang tercatat pada
rekening surat berharga BUK di BI-SSSS terhadap
rata-rata harian jumlah DPK BUK dalam rupiah dari
BUK yang melakukan penggabungan atau peleburan;
dan
c. pada saat data DPK dalam rupiah BUK hasil
penggabungan atau peleburan tersedia maka pemenuhan
PLM dihitung untuk BUK hasil penggabungan atau
peleburan dengan cara pemenuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29.
Bagian Kedua
BUS yang Melakukan Penggabungan atau Peleburan
Pasal 39
Pemenuhan Giro RIM Syariah bagi BUS yang melakukan
penggabungan atau peleburan diatur sebagai berikut:
a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan penggabungan atau peleburan, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk
masing-masing BUS dengan cara pemenuhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18; dan
2. data KPMM yang digunakan yaitu KPMM triwulanan
masing-masing BUS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15;
b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan penggabungan atau peleburan sampai
dengan 1 (satu) hari sebelum data DPK dalam rupiah BUS
hasil penggabungan atau peleburan tersedia, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1. pemenuhan Giro RIM Syariah hanya dihitung untuk
BUS hasil penggabungan atau peleburan dengan
menggunakan data gabungan BUS yang melakukan
41
penggabungan atau peleburan sampai dengan data
BUS hasil penggabungan atau peleburan tersedia;
2. data gabungan sebagaimana dimaksud dalam angka
1 meliputi data untuk perhitungan RIM Syariah
berupa Pembiayaan BUS, DPK BUS, saldo surat
berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS, dan
saldo surat berharga syariah yang diterbitkan oleh
BUS, dalam rupiah dan valuta asing, serta data untuk
pemenuhan Giro RIM Syariah berupa KPMM BUS,
DPK BUS dalam rupiah, dan saldo Rekening Giro
Rupiah BUS;
3. pemenuhan Giro RIM Syariah untuk BUS hasil
penggabungan atau peleburan dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18;
4. data KPMM yang digunakan untuk pemenuhan Giro
RIM Syariah diperoleh dari BUS yang melakukan
penggabungan atau peleburan berdasarkan hasil
perhitungan yang dilakukan oleh BUS atas
penggabungan data yang digunakan dalam
perhitungan KPMM masing-masing BUS sebelum
tanggal efektif pelaksanaan penggabungan atau
peleburan;
5. data KPMM yang diperoleh dari BUS sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 digunakan sampai dengan
tersedianya data KPMM triwulanan BUS hasil
penggabungan atau peleburan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15;
6. BUS menyampaikan hasil perhitungan KPMM
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 kepada Bank
Indonesia paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum
tanggal efektif pelaksanaan penggabungan atau
peleburan; dan
7. penyampaian hasil perhitungan KPMM sebagaimana
dimaksud dalam angka 6 disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan alamat:
42
a) bagi BUS yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan
Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan
LBU dan GWM, Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350; atau
b) bagi BUS yang berkantor pusat selain di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan
kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan
Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan
LBU dan GWM, Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor
Perwakilan Bank Indonesia setempat;
c. pada saat data DPK dalam rupiah BUS hasil
penggabungan atau peleburan tersedia, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk BUS
hasil penggabungan atau peleburan dengan cara
pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
2. khusus data:
a) surat berharga syariah korporasi yang dimiliki;
dan
b) surat berharga syariah yang diterbitkan,
yang digunakan dalam perhitungan RIM Syariah
untuk pemenuhan Giro RIM Syariah, menggunakan
data gabungan BUS yang melakukan penggabungan
atau peleburan sampai dengan tersedianya data BUS
hasil penggabungan atau peleburan; dan
3. data KPMM yang digunakan yaitu data KPMM
sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 4
sampai dengan tersedianya data KPMM triwulanan
BUS hasil penggabungan atau peleburan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; dan
d. dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan
KPMM yang diterima Bank Indonesia dari OJK dengan
hasil perhitungan KPMM yang dilakukan oleh BUS
sebagimana dimaksud dalam huruf b angka 4 dan huruf c
43
angka 3 maka yang berlaku yaitu KPMM yang diterima
Bank Indonesia dari OJK.
Pasal 40
Pemenuhan PLM Syariah bagi BUS yang melakukan
penggabungan atau peleburan diatur sebagai berikut:
a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan penggabungan atau peleburan maka
pemenuhan PLM Syariah dihitung untuk masing-masing
BUS dengan cara pemenuhan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34;
b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan penggabungan atau peleburan sampai
dengan 1 (satu) hari sebelum data DPK dalam rupiah BUS
hasil penggabungan atau peleburan tersedia, pemenuhan
PLM Syariah diatur sebagai berikut:
1. pemenuhan PLM Syariah hanya dihitung untuk BUS
hasil penggabungan atau peleburan dengan
menggunakan data gabungan BUS yang melakukan
penggabungan atau peleburan sampai dengan data
BUS hasil penggabungan atau peleburan tersedia;
2. data gabungan sebagaimana dimaksud dalam angka
1 meliputi data:
a) saldo rekening SBIS dan/atau SBSN BUS hasil
penggabungan atau peleburan;
b) penggabungan data DPK BUS dalam rupiah dari
BUS yang melakukan penggabungan atau
peleburan; dan
c) saldo Rekening Giro Rupiah BUS hasil
penggabungan atau peleburan;
3. pemenuhan PLM Syariah sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 dihitung dengan membandingkan
jumlah SBIS dan/atau SBSN milik BUS hasil
penggabungan atau peleburan yang tercatat pada
rekening surat berharga BUS di BI-SSSS terhadap
rata-rata harian jumlah DPK BUS dalam rupiah dari
44
BUS yang melakukan penggabungan atau peleburan;
dan
c. pada saat data DPK dalam rupiah BUS hasil
penggabungan atau peleburan tersedia maka pemenuhan
PLM Syariah dihitung untuk BUS hasil penggabungan
atau peleburan dengan cara pemenuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34.
Bagian Ketiga
Perubahan Kegiatan Usaha BUK Menjadi BUS
Pasal 41
(1) BUK yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi
BUS harus memenuhi Giro RIM dan PLM sampai dengan
1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif pelaksanaan
kegiatan usaha BUS.
(2) BUS hasil perubahan kegiatan usaha dari BUK harus
memenuhi Giro RIM Syariah dan PLM Syariah sejak
tanggal efektif pelaksanaan kegiatan usaha BUS.
(3) Pemenuhan Giro RIM Syariah dan PLM Syariah bagi BUS
hasil perubahan kegiatan usaha dari BUK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan menggunakan
data saat bank belum melaksanakan kegiatan usaha
sebagai BUS sampai dengan 1 (satu) hari sebelum data
DPK dalam rupiah BUS hasil perubahan kegiatan usaha
dari BUK tersedia.
(4) Pemenuhan Giro RIM Syariah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. perhitungan RIM Syariah menggunakan:
1. data Pembiayaan yang diperoleh dari data kredit
BUK dalam pos kredit yang diberikan kepada
pihak ketiga bukan bank dalam rupiah dan
valuta asing dalam Formulir 2 Neraca Mingguan
Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4
(empat) periode laporan sebelumnya dalam
LBBU;
45
2. data DPK yang diperoleh dari data DPK BUK
dalam rupiah dan valuta asing dalam pos giro,
pos tabungan, dan pos simpanan berjangka
dalam Formulir 2 Neraca Mingguan Pada
Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4
(empat) periode laporan sebelumnya dalam
LBBU;
3. data surat berharga syariah korporasi yang
dimiliki yang diperoleh dari data surat berharga
korporasi yang dimiliki BUK dalam rupiah dan
valuta asing dalam saldo total harga perolehan
surat berharga korporasi yang dimiliki BUK
dalam laporan surat berharga sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua)
periode laporan sebelumnya yang disampaikan
BUK kepada Bank Indonesia secara bulanan;
dan
4. data surat berharga yang diterbitkan yang
diperoleh dari data surat berharga yang
diterbitkan oleh BUK dalam rupiah dan valuta
asing yang diperoleh dari saldo total nilai
nominal surat berharga yang diterbitkan oleh
BUK dalam laporan surat berharga sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua)
periode laporan sebelumnya yang disampaikan
BUK kepada Bank Indonesia secara bulanan;
dan
b. pemenuhan Giro RIM Syariah menggunakan:
1. data rata-rata harian jumlah DPK yang diperoleh
dari data rata-rata DPK BUK dalam rupiah
dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak Ketiga
Rupiah dan Valuta Asing dalam 2 (dua) periode
laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya dalam LBBU; dan
2. data KPMM yang diperoleh dari data KPMM
triwulanan BUK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7.
46
(5) Pemenuhan PLM Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. data rata-rata harian jumlah DPK yang diperoleh dari
data rata-rata DPK BUK dalam rupiah dalam
Formulir 1 Laporan Dana Pihak Ketiga Rupiah dan
Valuta Asing dalam 2 (dua) periode laporan pada 4
(empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBU;
dan
b. data SBIS dan/atau SBSN milik BUS yang tercatat
pada rekening surat berharga BUS di BI-SSSS setiap
akhir hari dalam 2 (dua) periode laporan.
(6) Pada saat data DPK dalam rupiah BUS hasil perubahan
kegiatan usaha dari BUK tersedia, pemenuhan Giro RIM
Syariah dan PLM Syariah bagi BUS hasil perubahan
kegiatan usaha dari BUK berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. pemenuhan Giro RIM Syariah diatur sebagai berikut:
1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk
BUS hasil perubahan kegiatan usaha dari BUK
dengan cara pemenuhan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18;
2. khusus data:
a) surat berharga syariah korporasi yang
dimiliki; dan
b) surat berharga syariah yang diterbitkan,
yang digunakan dalam perhitungan RIM Syariah
untuk pemenuhan Giro RIM Syariah
menggunakan data BUK sampai dengan
tersedianya data BUS hasil perubahan kegiatan
usaha dari BUK; dan
3. data KPMM yang digunakan yaitu data KPMM
triwulanan BUK sampai dengan tersedianya data
KPMM triwulanan BUS hasil perubahan kegiatan
usaha dari BUK; dan
b. pemenuhan PLM Syariah dihitung untuk BUS hasil
perubahan kegiatan usaha dari BUK dengan cara
pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
47
Bagian Keempat
BUK yang Melakukan Pemisahan UUS Menjadi BUS
Pasal 42
Dalam hal BUK yang memiliki UUS melakukan pemisahan UUS
menjadi BUS maka pemenuhan Giro RIM Syariah diatur
sebagai berikut:
a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan pemisahan, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk UUS
dengan cara pemenuhan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18; dan
2. data KPMM yang digunakan yaitu KPMM triwulanan
BUK yang menjadi induk UUS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7;
b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan pemisahan sampai dengan 1 (satu) hari
sebelum data DPK dalam rupiah BUS hasil pemisahan
UUS dari BUK tersedia, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk BUS
hasil pemisahan UUS dari BUK dengan data UUS
sampai dengan data BUS hasil pemisahan UUS dari
BUK tersedia;
2. data UUS sebagaimana dimaksud dalam angka 1
meliputi data untuk perhitungan RIM Syariah berupa
Pembiayaan UUS, DPK UUS, saldo surat berharga
syariah korporasi yang dimiliki UUS, dan saldo surat
berharga syariah yang diterbitkan oleh UUS, dalam
rupiah dan valuta asing, serta data untuk
pemenuhan Giro RIM Syariah berupa KPMM BUK
yang menjadi induk UUS, DPK UUS dalam rupiah,
dan saldo Rekening Giro Rupiah UUS;
3. pemenuhan Giro RIM Syariah untuk BUS hasil
pemisahan UUS dari BUK dilakukan sesuai dengan
48
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
dan
4. data KPMM sebagaimana dimaksud dalam angka 2
yaitu KPMM triwulanan BUK yang menjadi induk
UUS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
c. pada saat data DPK dalam rupiah BUS hasil pemisahan
UUS dari BUK tersedia, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk BUS
hasil pemisahan UUS dari BUK dengan cara
pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
2. khusus data:
a) surat berharga syariah korporasi yang dimiliki;
dan
b) surat berharga syariah yang diterbitkan,
yang digunakan dalam perhitungan RIM Syariah
untuk pemenuhan Giro RIM Syariah menggunakan
data UUS sampai dengan tersedianya data BUS hasil
pemisahan UUS dari BUK; dan
3. data KPMM yang digunakan yaitu data KPMM
triwulanan BUK yang menjadi induk UUS
sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 4
sampai dengan tersedianya data KPMM triwulanan
BUS hasil pemisahan UUS dari BUK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15; dan
d. dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan
KPMM yang diterima Bank Indonesia dari OJK dengan
hasil perhitungan KPMM yang dilakukan oleh BUK yang
melakukan pemisahan UUS menjadi BUS maka yang
berlaku yaitu KPMM yang diterima Bank Indonesia dari
OJK.
Pasal 43
(1) Pemenuhan PLM Syariah bagi BUK yang melakukan
pemisahan UUS menjadi BUS dihitung untuk BUS hasil
pemisahan UUS dari BUK sejak 1 (satu) tahun setelah
tanggal efektif pelaksanaan pemisahan UUS menjadi BUS.
49
(2) Pemenuhan PLM Syariah dihitung untuk BUS hasil
pemisahan UUS dari BUK sesuai dengan cara pemenuhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dengan
menggunakan data BUS hasil pemisahan UUS dari BUK.
BAB V
TATA CARA PENGENAAN SANKSI
Pasal 44
Sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar dikenakan
bagi:
a. BUK yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM dan
PLM;
b. BUS yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM
Syariah dan PLM Syariah;
c. UUS yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM
Syariah; dan/atau
d. Bank yang melanggar kewajiban penyampaian laporan
surat berharga untuk pemenuhan Giro RIM atau Giro RIM
Syariah.
Pasal 45
(1) BUK yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar hasil perkalian antara
kekurangan Giro RIM, 125% (seratus dua puluh lima
persen) dari suku bunga jangka waktu 1 (satu) hari
(overnight) dari JIBOR dalam rupiah pada hari terjadinya
pelanggaran, dan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh),
untuk setiap hari pelanggaran.
(2) BUK yang melanggar kewajiban pemenuhan PLM
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar hasil perkalian antara
kekurangan PLM, 125% (seratus dua puluh lima persen)
dari suku bunga jangka waktu 1 (satu) hari (overnight) dari
JIBOR dalam rupiah pada hari terjadinya pelanggaran,
50
dan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh), untuk setiap
hari pelanggaran.
Pasal 46
(1) BUS yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM
Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar hasil perkalian
antara kekurangan Giro RIM Syariah, 125% (seratus dua
puluh lima persen) dari Tingkat Indikasi Imbalan SIMA
pada hari terjadinya pelanggaran, dan 1/360 (satu per tiga
ratus enam puluh), untuk setiap hari pelanggaran.
(2) BUS yang melanggar kewajiban pemenuhan PLM Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar hasil perkalian antara
kekurangan PLM Syariah, 125% (seratus dua puluh lima
persen) dari Tingkat Indikasi Imbalan SIMA pada hari
terjadinya pelanggaran, dan 1/360 (satu per tiga ratus
enam puluh), untuk setiap hari pelanggaran.
(3) Dalam hal data Tingkat Indikasi Imbalan SIMA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
tersedia, pengenaan sanksi dihitung berdasarkan rata-
rata tingkat imbalan deposito investasi mudarabah
berjangka waktu 1 (satu) bulan sebelum didistribusikan,
pada bulan sebelumnya dari seluruh BUS atau UUS.
Pasal 47
(1) UUS yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM
Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar hasil perkalian
antara kekurangan Giro RIM Syariah, 125% (seratus dua
puluh lima persen) dari Tingkat Indikasi Imbalan SIMA
pada hari terjadinya pelanggaran, dan 1/360 (satu per tiga
ratus enam puluh), untuk setiap hari pelanggaran.
(2) Dalam hal data Tingkat Indikasi Imbalan SIMA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia,
pengenaan sanksi dihitung berdasarkan rata-rata tingkat
imbalan deposito investasi mudarabah berjangka waktu 1
51
(satu) bulan sebelum didistribusikan, pada bulan
sebelumnya dari seluruh BUS atau UUS.
Pasal 48
(1) Bank yang terlambat menyampaikan laporan surat
berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2)
dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban
membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per
hari keterlambatan.
(2) Bank yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan surat
berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3)
dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban
membayar sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah).
(3) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak menghilangkan kewajiban Bank untuk
menyampaikan laporan surat berharga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20.
Pasal 49
(1) Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal
48 dilaksanakan dengan mendebit Rekening Giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia.
(2) Pendebitan Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. untuk pelanggaran pemenuhan Giro RIM, Giro RIM
Syariah, PLM, dan/atau PLM Syariah, paling lambat
3 (tiga) hari kerja setelah tanggal terjadinya
pelanggaran; dan
b. untuk pelanggaran penyampaian laporan surat
berharga, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
setelah tanggal terjadinya pelanggaran.
(3) Dalam hal di kemudian hari diketahui terjadi kekurangan
atau kelebihan dalam pendebitan Rekening Giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
52
(1), Bank Indonesia dapat mendebit atau mengkredit
Rekening Giro Bank tersebut sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai sistem Bank Indonesia-Real Time Gross
Settlement.
(4) Apabila pada saat pendebitan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia tidak mencukupi maka seluruh sanksi
kewajiban membayar tersebut diperhitungkan sebagai
kewajiban yang masih harus diselesaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia.
(5) Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia tidak mencukupi untuk pendebitan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a maka atas
kekurangan tersebut juga dikenakan sanksi dengan
perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45,
Pasal 46, dan Pasal 47.
BAB VI
CONTOH PEMENUHAN GIRO RIM, GIRO RIM SYARIAH, PLM,
DAN PLM SYARIAH
Pasal 50
(1) Contoh pemenuhan Giro RIM, Giro RIM Syariah, PLM, dan
PLM Syariah, serta sanksi kewajiban membayar tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
(2) Contoh pemenuhan Giro RIM dan PLM bagi BUK yang
melakukan penggabungan tercantum dalam Lampiran IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini.
53
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 51
Pelanggaran atas ketentuan mengenai kewajiban pemenuhan
giro wajib minimum sekunder, kewajiban pemenuhan giro
wajib minimum loan to funding ratio, dan/atau kewajiban
penyampaian laporan surat berharga sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor
19/4/PADG/2017 tanggal 28 April 2017 tentang Giro Wajib
Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi
Bank Umum Konvensional, yang terjadi sebelum berlakunya
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini, dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Anggota Dewan
Gubernur Nomor 19/4/PADG/2017 tanggal 28 April 2017
tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan
Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Ketentuan Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 35
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Anggota Dewan
Gubernur Nomor 19/4/PADG/2017 tanggal 28 April 2017
tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan
Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku mulai laporan posisi bulan Mei 2018.
54
Pasal 53
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Mei 2018
ANGGOTA DEWAN GUBERNUR,
TTD
ERWIN RIJANTO
1
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR
NOMOR 20/11/PADG/2018
TENTANG
RASIO INTERMEDIASI MAKROPRUDENSIAL DAN PENYANGGA LIKUIDITAS
MAKROPRUDENSIAL BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL,
BANK UMUM SYARIAH, DAN UNIT USAHA SYARIAH
I. UMUM
Untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik, khususnya
terhadap risiko kredit dan risiko likuiditas, Bank Indonesia telah
mengeluarkan kebijakan makroprudensial melalui instrumen yang berbasis
intermediasi dan likuiditas yang bersifat countercyclical dan dinamis
terhadap perubahan siklus perekonomian. Terkait dengan hal tersebut,
Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/4/PBI/2018 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan
Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional,
Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. Sehubungan dengan hal di
atas, perlu ditetapkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur tentang Rasio
Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial
bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha
Syariah yang mengatur hal-hal teknis mengenai mekanisme pelaksanaan
ketentuan rasio intermediasi makroprudensial dan penyangga likuiditas
makroprudensial.
2
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “posisi saldo Rekening Giro Rupiah BUK
di Bank Indonesia setiap akhir hari” adalah posisi saldo Rekening
Giro Rupiah BUK di Bank Indonesia saat tutup sistem pada
sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Surat berharga korporasi yang dimiliki BUK merupakan
surat berharga yang tercatat pada sisi aset BUK.
Huruf d
Surat berharga yang diterbitkan oleh BUK merupakan surat
berharga yang tercatat pada sisi kewajiban BUK.
3
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “giro” adalah komponen giro yang
tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam
rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank
umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tabungan” adalah komponen
tabungan yang tercantum dalam penjelasan komponen DPK
BUK dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala
bank umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “simpanan berjangka/deposito”
adalah komponen simpanan berjangka yang tercantum
dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam rupiah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah
kewajiban lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang
tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam
rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank
umum.
4
Pasal 7
Ayat (1)
Contoh penggunaan sumber data dan nilai untuk perhitungan
RIM dan pemenuhan Giro RIM yaitu sebagai berikut:
a. RIM dan Giro RIM untuk periode laporan tanggal 1
September 2018 sampai dengan tanggal 15 September 2018
didasarkan pada:
1. RIM:
a) nilai kredit dalam rupiah dan valuta asing dan DPK
BUK dalam rupiah dan valuta asing pada akhir
periode laporan tanggal 8 Agustus 2018 sampai
dengan tanggal 15 Agustus 2018; dan
b) nilai surat berharga korporasi yang dimiliki BUK
dalam rupiah dan valuta asing dan surat berharga
yang diterbitkan oleh BUK dalam rupiah dan valuta
asing pada posisi tanggal 31 Juli 2018; dan
2. Giro RIM:
a) DPK BUK dalam rupiah dalam periode laporan
sejak tanggal 1 Agustus 2018 sampai dengan
tanggal 7 Agustus 2018 dan periode laporan sejak
tanggal 8 Agustus 2018 sampai dengan tanggal 15
Agustus 2018; dan/atau
b) KPMM yang digunakan yaitu KPMM BUK pada
posisi akhir bulan Juni 2018.
b. RIM dan Giro RIM untuk periode laporan tanggal 16
September 2018 sampai dengan tanggal 30 September 2018
didasarkan pada:
1. RIM:
a) nilai kredit dalam rupiah dan valuta asing dan DPK
BUK dalam rupiah dan valuta asing pada akhir
periode laporan tanggal 24 Agustus 2018 sampai
dengan tanggal 31 Agustus 2018; dan
b) nilai surat berharga korporasi yang dimiliki BUK
dalam rupiah dan valuta asing dan surat berhaga
yang diterbitkan oleh BUK dalam rupiah dan valuta
asing pada posisi tanggal 31 Juli 2018; dan
5
2. Giro RIM:
a) DPK BUK dalam rupiah dalam periode laporan
sejak tanggal 16 Agustus 2018 sampai dengan
tanggal 23 Agustus 2018 dan periode laporan sejak
tanggal 24 Agustus 2018 sampai dengan tanggal 31
Agustus 2018; dan/atau
b) KPMM yang digunakan yaitu KPMM BUK pada
posisi akhir bulan Juni 2018.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penduduk” adalah orang, badan
hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau
berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik
Republik Indonesia di luar negeri, sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
laporan bulanan bank umum.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam hal surat berharga korporasi yang dimiliki BUK untuk
jenis mata uang yang sama memiliki lebih dari satu peringkat
maka Bank Indonesia mengakui peringkat surat berharga
korporasi yang dimiliki BUK dari lembaga pemeringkat
dengan peringkat paling rendah setara dengan peringkat
investasi.
6
Contoh:
Surat berharga korporasi dalam rupiah PT X yang dimiliki
Bank A memiliki lebih dari satu peringkat dengan rincian
sebagai berikut:
1. Lembaga pemeringkat P memberikan peringkat surat
berharga korporasi PT X dengan peringkat investasi;
2. Lembaga pemeringkat Q memberikan peringkat surat
berharga korporasi PT X dengan peringkat di bawah
peringkat investasi; dan
3. Lembaga pemeringkat R memberikan peringkat surat
berharga korporasi PT X dengan peringkat di bawah
peringkat investasi.
Untuk perhitungan RIM, Bank Indonesia mengakui surat
berharga korporasi PT X yang dimiliki Bank A karena telah
memiliki peringkat investasi yang dikeluarkan oleh lembaga
pemeringkat P.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “lembaga yang berwenang
memberikan layanan jasa penyimpanan dan penyelesaian
transaksi efek” adalah Kustodian Sentral Efek Indonesia atau
lembaga berwenang lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam menetapkan batas maksimum surat berharga korporasi
yang dimiliki BUK, Bank Indonesia mempertimbangkan antara
lain jumlah kredit yang diberikan BUK dan ketersediaan surat
berharga korporasi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
7
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penduduk” adalah orang, badan
hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau
berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik
Republik Indonesia di luar negeri, sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
laporan bulanan bank umum.
Yang dimaksud dengan “bukan penduduk” adalah orang,
badan hukum, atau badan lainnya, yang tidak berdomisili
atau berencana berdomisili di Indonesia kurang dari 1 (satu)
tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik negara lain
di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai laporan bulanan bank
umum.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam hal surat berharga yang diterbitkan oleh BUK untuk
jenis mata uang yang sama memiliki lebih dari satu peringkat
maka Bank Indonesia mengakui peringkat surat berharga
yang diterbitkan oleh BUK dari lembaga pemeringkat dengan
peringkat paling rendah setara dengan peringkat investasi.
Contoh:
Surat berharga yang diterbitkan dalam rupiah oleh Bank A
memiliki lebih dari satu peringkat dengan rincian sebagai
berikut:
1. Lembaga pemeringkat P memberikan peringkat surat
berharga yang diterbitkan Bank A dengan peringkat
investasi;
2. Lembaga pemeringkat Q memberikan peringkat surat
berharga yang diterbitkan Bank A dengan peringkat di
bawah peringkat investasi; dan
3. Lembaga pemeringkat R memberikan peringkat surat
berharga yang diterbitkan Bank A dengan peringkat di
bawah peringkat investasi.
8
Untuk perhitungan RIM, Bank Indonesia mengakui surat
berharga yang diterbitkan oleh Bank A karena telah memiliki
peringkat investasi yang dikeluarkan oleh lembaga
pemeringkat P.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “lembaga yang berwenang
memberikan layanan jasa penyimpanan dan penyelesaian
transaksi efek” adalah Kustodian Sentral Efek Indonesia atau
lembaga berwenang lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Rumus perhitungan RIM sebagai berikut:
RIM =(kredit + surat berharga korporasi yang dimiliki)
(DPK + surat berharga yang diterbitkan) x 100%
Keterangan:
- kredit berupa kredit dalam rupiah dan valuta asing;
- DPK berupa DPK dalam rupiah dan valuta asing;
- surat berharga korporasi yang dimiliki berupa surat
berharga korporasi dalam rupiah dan valuta asing; dan
- surat berharga yang diterbitkan berupa surat berharga yang
diterbitkan dalam rupiah dan valuta asing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Rumus pemenuhan Giro RIM dalam hal RIM lebih kecil dari
batas bawah Target RIM adalah sebagai berikut:
Giro RIM = Parameter Disinsentif Bawah x (batas bawah
Target RIM - RIM) x DPK BUK dalam rupiah
Huruf b
Rumus pemenuhan Giro RIM dalam hal RIM lebih besar dari
batas atas Target RIM dan KPMM BUK lebih kecil dari KPMM
Insentif adalah sebagai berikut:
9
Giro RIM = Parameter Disinsentif Atas x (RIM - batas atas
Target RIM) x DPK BUK dalam rupiah
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “posisi saldo Rekening Giro Rupiah BUK
di Bank Indonesia setiap akhir hari” adalah posisi saldo Rekening
Giro Rupiah BUK di Bank Indonesia saat tutup sistem pada
sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Surat berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS atau
UUS merupakan surat berharga yang tercatat pada sisi aset
BUS atau UUS.
Huruf d
Surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS atau UUS
merupakan surat berharga yang tercatat pada sisi kewajiban
BUS atau UUS.
Ayat (2)
Cukup jelas.
10
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dana simpanan wadiah” adalah
dana simpanan wadiah yang tercantum dalam penjelasan
komponen DPK BUS dalam rupiah dan DPK UUS dalam
rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank
umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “dana investasi tidak terikat” adalah
komponen dana investasi tidak terikat yang tercantum dalam
penjelasan komponen DPK BUS dalam rupiah dan DPK UUS
dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank
umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah
kewajiban lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang
tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUS dalam
rupiah dan DPK UUS dalam rupiah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
laporan berkala bank umum.
Pasal 15
Ayat (1)
Contoh penggunaan sumber data dan nilai untuk perhitungan
RIM Syariah dan pemenuhan Giro RIM Syariah yaitu sebagai
berikut:
11
a. RIM Syariah dan Giro RIM Syariah untuk periode laporan
tanggal 1 November 2018 sampai dengan tanggal 15
November 2018 didasarkan pada:
1. RIM Syariah:
a) nilai Pembiayaan dalam rupiah dan valuta asing
dan DPK BUS dalam rupiah dan valuta asing atau
DPK UUS dalam rupiah dan valuta asing pada
akhir periode laporan tanggal 8 Oktober 2018
sampai dengan tanggal 15 Oktober 2018; dan
b) nilai surat berharga syariah korporasi yang dimiliki
BUS dalam rupiah dan valuta asing dan surat
berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS dalam
rupiah dan valuta asing pada posisi tanggal 30
September 2018; atau
c) nilai surat berharga syariah korporasi yang dimiliki
UUS dalam rupiah dan valuta asing dan surat
berharga syariah yang diterbitkan oleh UUS dalam
rupiah dan valuta asing pada posisi tanggal 30
September 2018; dan
2. Giro RIM Syariah:
a) DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam
rupiah dalam periode laporan sejak tanggal 1
Oktober 2018 sampai dengan tanggal 7 Oktober
2018 dan periode laporan sejak tanggal 8 Oktober
2018 sampai dengan tanggal 15 Oktober 2018;
dan/atau
b) KPMM yang digunakan yaitu KPMM BUS atau
KPMM BUK yang menjadi induk UUS pada posisi
akhir bulan Juni 2018.
b. RIM Syariah dan Giro RIM Syariah untuk periode laporan
tanggal 16 November 2018 sampai dengan tanggal 30
November 2018 didasarkan pada:
1. RIM Syariah:
a) nilai Pembiayaan dalam rupiah dan valuta asing
dan DPK BUS dalam rupiah dan valuta asing atau
DPK UUS dalam rupiah dan valuta asing pada
12
akhir periode laporan tanggal 24 Oktober 2018
sampai dengan tanggal 31 Oktober 2018; dan
b) nilai surat berharga syariah korporasi yang dimiliki
BUS dalam rupiah dan valuta asing dan surat
berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS dalam
rupiah dan valuta asing pada posisi tanggal 30
September 2018; atau
c) nilai surat berharga syariah korporasi yang dimiliki
UUS dalam rupiah dan valuta asing dan surat
berharga syariah yang diterbitkan oleh UUS dalam
rupiah dan valuta asing pada posisi tanggal 30
September 2018; dan
2. Giro RIM Syariah:
a) DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam
rupiah dalam periode laporan sejak tanggal 16
Oktober 2018 sampai dengan tanggal 23 Oktober
2018 dan periode laporan sejak tanggal 24 Oktober
2018 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2018;
dan/atau
b) KPMM yang digunakan yaitu KPMM BUS atau
KPMM BUK yang menjadi induk UUS pada posisi
akhir bulan Juni 2018.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penduduk” adalah orang, badan
hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau
berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik
Republik Indonesia di luar negeri, sebagaimana dimaksud
13
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam hal surat berharga syariah yang dimiliki BUS atau
surat berharga syariah yang dimiliki UUS untuk jenis mata
uang yang sama memiliki lebih dari satu peringkat maka
Bank Indonesia mengakui peringkat surat berharga syariah
yang dimiliki BUS atau surat berharga syariah yang dimiliki
UUS dari lembaga pemeringkat dengan peringkat paling
rendah setara dengan peringkat investasi.
Contoh:
Surat berharga syariah korporasi dalam rupiah PT Y yang
dimiliki BUS B memiliki lebih dari satu peringkat dengan
rincian sebagai berikut:
1. Lembaga pemeringkat P memberikan peringkat surat
berharga syariah korporasi PT Y dengan peringkat
investasi;
2. Lembaga pemeringkat Q memberikan peringkat surat
berharga syariah korporasi PT Y dengan peringkat di
bawah peringkat investasi; dan
3. Lembaga pemeringkat R memberikan peringkat surat
berharga syariah korporasi PT Y dengan peringkat di
bawah peringkat investasi.
Untuk perhitungan RIM Syariah, Bank Indonesia mengakui
surat berharga syariah korporasi PT Y yang dimiliki BUS B
karena telah memiliki peringkat investasi yang dikeluarkan
oleh lembaga pemeringkat P.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “lembaga yang berwenang
memberikan layanan jasa penyimpanan dan penyelesaian
transaksi efek” adalah Kustodian Sentral Efek Indonesia atau
lembaga berwenang lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
14
Ayat (3)
Dalam menetapkan batas maksimum surat berharga syariah
korporasi yang dimiliki BUS atau surat berharga syariah
korporasi yang dimiliki UUS, Bank Indonesia mempertimbangkan
antara lain jumlah Pembiayaan yang diberikan oleh BUS atau
UUS, dan ketersediaan surat berharga syariah korporasi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penduduk” adalah orang, badan
hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau
berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik
Republik Indonesia di luar negeri, sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan.
Yang dimaksud dengan “bukan penduduk” adalah orang,
badan hukum, atau badan lainnya, yang tidak berdomisili
atau berencana berdomisili di Indonesia kurang dari 1 (satu)
tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik negara lain
di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai laporan stabilitas
moneter dan sistem keuangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam hal surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS
atau UUS untuk jenis mata uang yang sama memiliki lebih
dari satu peringkat maka Bank Indonesia mengakui
peringkat surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS
atau UUS dari lembaga pemeringkat dengan peringkat paling
rendah setara dengan peringkat investasi.
15
Contoh:
Surat berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah oleh
BUS B memiliki lebih dari satu peringkat dengan rincian
sebagai berikut:
1. Lembaga pemeringkat P memberikan peringkat surat
berharga syariah yang diterbitkan BUS B dengan
peringkat investasi;
2. Lembaga pemeringkat Q memberikan peringkat surat
berharga syariah yang diterbitkan BUS B dengan
peringkat di bawah peringkat investasi; dan
3. Lembaga pemeringkat R memberikan peringkat surat
berharga syariah yang diterbitkan BUS B dengan
peringkat di bawah peringkat investasi.
Untuk perhitungan RIM, Bank Indonesia mengakui surat
berharga yang diterbitkan oleh BUS B karena telah memiliki
peringkat investasi yang dikeluarkan oleh lembaga
pemeringkat P.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “lembaga yang berwenang
memberikan layanan jasa penyimpanan dan penyelesaian
transaksi efek” adalah Kustodian Sentral Efek Indonesia atau
lembaga berwenang lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Rumus perhitungan RIM Syariah sebagai berikut:
RIM Syariah =
(Pembiayaan + surat berharga syariah korporasi yang dimiliki)
(DPK + surat berharga syariah yang diterbitkan) x100%
Keterangan:
- Pembiayaan berupa Pembiayaan dalam rupiah dan valuta
asing;
- DPK berupa DPK dalam rupiah dan valuta asing;
16
- surat berharga syariah korporasi yang dimiliki berupa surat
berharga syariah korporasi dalam rupiah dan valuta asing;
dan
- surat berharga syariah yang diterbitkan berupa surat
berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah dan valuta
asing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Rumus perhitungan Giro RIM Syariah dalam hal RIM Syariah
lebih kecil dari batas bawah Target RIM Syariah adalah
sebagai berikut:
Giro RIM Syariah = Parameter Disinsentif Bawah x (batas
bawah Target RIM Syariah – RIM
Syariah) x DPK BUS dalam rupiah atau
DPK UUS dalam rupiah
Huruf b
Rumus perhitungan Giro RIM Syariah dalam hal RIM Syariah
lebih besar dari batas atas Target RIM Syariah dan KPMM
BUS atau KPMM BUK yang menjadi induk UUS lebih kecil
dari KPMM Insentif adalah sebagai berikut:
Giro RIM Syariah = Parameter Disinsentif Atas x (RIM
Syariah – batas atas Target RIM Syariah)
x DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS
dalam rupiah
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
17
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Hasil rekomendasi OJK dapat berupa persetujuan atau penolakan
atas permintaan Bank.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Koreksi laporan dapat dilakukan atas inisiatif Bank atau
permintaan dari Bank Indonesia.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
18
Ayat (6)
Informasi kepada Bank mengenai penyesuaian tata cara
penyampaian laporan dan penghentian kewajiban penyampaian
laporan dilakukan melalui surat dan/atau penyempurnaan
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Evaluasi dilakukan sesuai dengan arah kebijakan Bank Indonesia
yang memperhatikan antara lain kondisi makroekonomi,
moneter, sistem keuangan Indonesia, dan/atau kondisi
perekonomian global.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
19
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “giro” adalah komponen giro yang
tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam
rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank
umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tabungan” adalah komponen
tabungan yang tercantum dalam penjelasan komponen DPK
BUK dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala
bank umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “simpanan berjangka/deposito”
adalah komponen simpanan berjangka yang tercantum
dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam rupiah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah
kewajiban lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang
tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam
rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank
umum.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dana simpanan wadiah” adalah
dana simpanan wadiah yang tercantum dalam penjelasan
komponen DPK UUS dalam rupiah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
laporan berkala bank umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “dana investasi tidak terikat” adalah
komponen dana investasi tidak terikat yang tercantum dalam
penjelasan komponen DPK UUS dalam rupiah sebagaimana
20
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai laporan berkala bank umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah
kewajiban lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang
tercantum dalam penjelasan komponen DPK UUS dalam
rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank
umum.
Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Angka 1
Yang dimaksud dengan “obligasi negara” adalah SUN
yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan
dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga
secara diskonto.
Yang dimaksud dengan “surat perbendaharaan negara”
adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12
(dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “SBSN jangka panjang” adalah
surat berharga syariah negara yang berjangka waktu
lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran
imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto.
Yang dimaksud dengan “SBSN jangka pendek” adalah
surat berharga syariah negara yang berjangka waktu
sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan
21
pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara
diskonto.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Depository Account (Rekening
DEPO)” adalah rekening untuk mencatat kepemilikan surat
berharga dan/atau instrumen keuangan lainnya atas hasil
setelmen transaksi.
Yang dimaksud dengan “subrekening available for sale
(AVAI)” adalah subrekening yang digunakan untuk setelmen
seluruh transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.
Yang dimaksud dengan “subrekening not available for sale
(NAVL)” adalah subrekening yang digunakan untuk mencatat
surat berharga dengan tujuan untuk dimiliki sampai dengan
jatuh waktu (hold to maturity).
Yang dimaksud dengan “subrekening available waiting for
reselling (AWAS)” adalah subrekening yang digunakan untuk
mencatat surat berharga yang dimiliki dengan tujuan untuk
dijual kembali dalam waktu dekat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “intraday liquidity facility account
(Rekening ILF)” adalah rekening untuk mencatat surat
berharga yang akan digunakan peserta sistem Bank
Indonesia-Real Time Gross Settlement untuk memperoleh
fasilitas likuiditas intrahari dalam sistem Bank Indonesia-
Real Time Gross Settlement.
Yang dimaksud dengan “subrekening available for sale
(AVAI)” adalah subrekening yang digunakan untuk setelmen
seluruh transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “failure to settle account (Rekening
FtS)” adalah rekening untuk mencatat surat berharga yang
digunakan peserta BI-SSSS untuk prefund sistem kliring
nasional Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan “subrekening available for sale
(AVAI)” adalah subrekening yang digunakan untuk setelmen
seluruh transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.
22
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Contoh:
PLM BUK X pada tanggal 1 Agustus 2018 yang dihitung pada
tanggal 2 Agustus 2018 menggunakan data dan nilai surat
berharga di BI-SSSS yaitu harga SBI dan SDBI pada tanggal 1
Agustus 2018, nilai nominal SBIS, dan harga SBN pada tanggal
31 Juli 2018.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Rumus pemenuhan PLM sebagai berikut:
PLM =
Jumlah SBI, SBIS, SDBI, dan/atau SBN yang dimiliki BUK
setiap akhir hari selama 2 (dua) periode laporanRata − rata harian jumlah DPK BUK dalam rupiah
selama 2 (dua) periode laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya
x100%
Perhitungan pemenuhan PLM didasarkan pada DPK BUK dalam
rupiah dengan periode laporan sebagai berikut:
a. PLM untuk periode laporan sejak tanggal 1 sampai dengan
tanggal 7 dan periode laporan sejak tanggal 8 sampai dengan
tanggal 15 menggunakan rata-rata harian jumlah DPK BUK
dalam rupiah selama periode laporan sejak tanggal 1 sampai
dengan tanggal 7 dan periode laporan sejak tanggal 8 sampai
dengan tanggal 15 bulan sebelumnya; dan
b. PLM untuk periode laporan sejak tanggal 16 sampai dengan
tanggal 23 dan periode laporan sejak tanggal 24 sampai
dengan tanggal akhir bulan menggunakan rata-rata harian
jumlah DPK BUK dalam rupiah selama periode laporan sejak
tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 dan periode laporan
sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan
sebelumnya.
23
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “transaksi repo kepada Bank Indonesia”
adalah transaksi repurchase agreement (repo) sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai operasi moneter.
Yang dimaksud dengan “operasi pasar terbuka” adalah operasi
pasar terbuka sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter.
Ayat (2)
Huruf a
Surat berharga yang digunakan dalam transaksi repo yang
diperhitungkan Bank Indonesia dalam pemenuhan PLM
yaitu surat berharga yang digunakan dalam transaksi repo
pada operasi moneter dalam bentuk operasi pasar terbuka
yang dilaksanakan Bank Indonesia sejak tanggal 16 Juli
2018.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
24
Yang dimaksud dengan “dana simpanan wadiah” adalah dana
simpanan wadiah yang tercantum dalam penjelasan komponen
DPK BUS dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank
umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “dana investasi tidak terikat” adalah
komponen dana investasi tidak terikat yang tercantum dalam
penjelasan komponen DPK BUS dalam rupiah sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai laporan berkala bank umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah kewajiban
lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang tercantum dalam
penjelasan komponen DPK BUS dalam rupiah sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai laporan berkala bank umum.
Pasal 33
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Yang dimaksud dengan “SBSN jangka panjang” adalah
surat berharga syariah negara yang berjangka waktu
lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran
imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “SBSN jangka pendek” adalah
surat berharga syariah negara yang berjangka waktu
sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan
pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara
diskonto.
25
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Rekening DEPO” adalah rekening
untuk mencatat kepemilikan surat berharga dan/atau
instrumen keuangan lainnya atas hasil setelmen transaksi.
Yang dimaksud dengan “subrekening AVAI” adalah
subrekening yang digunakan untuk setelmen seluruh
transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.
Yang dimaksud dengan “subrekening NAVL” adalah
subrekening yang digunakan untuk mencatat surat berharga
dengan tujuan untuk dimiliki sampai dengan jatuh waktu
(hold to maturity).
Yang dimaksud dengan “subrekening AWAS” adalah
subrekening yang digunakan untuk mencatat surat berharga
yang dimiliki dengan tujuan untuk dijual kembali dalam
waktu dekat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Rekening ILF” adalah rekening
untuk mencatat surat berharga yang akan digunakan
peserta sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
untuk memperoleh fasilitas likuiditas intrahari dalam sistem
Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
Yang dimaksud dengan “subrekening AVAI” adalah
subrekening yang digunakan untuk setelmen seluruh
transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Rekening FtS” adalah rekening
untuk mencatat surat berharga yang digunakan peserta BI-
SSSS untuk prefund sistem kliring nasional Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan “subrekening AVAI” adalah
subrekening yang digunakan untuk setelmen seluruh
transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
26
Ayat (4)
Contoh:
PLM Syariah BUS Y pada tanggal 1 November 2018 yang dihitung
pada tanggal 2 November 2018 menggunakan data dan nilai surat
berharga di BI-SSSS yaitu nilai nominal SBIS dan harga SBSN
pada tanggal 31 Oktober 2018.
Pasal 34
Rumus pemenuhan PLM Syariah sebagai berikut:
PLM Syariah =
Jumlah SBIS dan/atau SBSN yang dimiliki BUS setiap akhir hari selama 2 (dua) periode laporan
Rata − rata harian jumlah DPK BUS dalam rupiah
selama 2 (dua)periode laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya
x100%
Perhitungan pemenuhan PLM Syariah didasarkan pada DPK BUS
dalam rupiah dengan periode laporan sebagai berikut:
a. PLM Syariah untuk periode laporan sejak tanggal 1 sampai
dengan tanggal 7 dan periode laporan sejak tanggal 8 sampai
dengan tanggal 15 menggunakan rata-rata harian jumlah DPK
BUS dalam rupiah selama periode laporan sejak tanggal 1 sampai
dengan tanggal 7 dan periode laporan sejak tanggal 8 sampai
dengan tanggal 15 bulan sebelumnya; dan
b. PLM Syariah untuk periode laporan sejak tanggal 16 sampai
dengan tanggal 23 dan periode laporan sejak tanggal 24 sampai
dengan tanggal akhir bulan menggunakan rata-rata harian
jumlah DPK BUS dalam rupiah selama periode laporan sejak
tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 dan periode laporan sejak
tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan sebelumnya.
Pasal 35
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “transaksi repo kepada Bank Indonesia”
adalah transaksi repurchase agreement (repo) sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai operasi moneter.
27
Yang dimaksud dengan “operasi pasar terbuka syariah” adalah
operasi pasar terbuka syariah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi
moneter.
Ayat (2)
Surat berharga syariah yang digunakan dalam transaksi repo
yang diperhitungkan Bank Indonesia dalam pemenuhan PLM
Syariah yaitu surat berharga syariah yang digunakan dalam
transaksi repo pada operasi moneter syariah dalam bentuk
operasi pasar terbuka syariah yang dilaksanakan Bank Indonesia
sejak tanggal 1 Oktober 2018.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Evaluasi dilakukan sesuai dengan arah kebijakan Bank Indonesia
yang memperhatikan antara lain kondisi makroekonomi,
moneter, sistem keuangan Indonesia, dan/atau kondisi
perekonomian global.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
28
Pasal 37
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUK hasil penggabungan atau
peleburan.
Huruf b
Rumus RIM untuk BUK hasil penggabungan atau peleburan:
RIM =(kredit + surat berharga korporasi yang dimiliki )
(DPK BUK + surat berharga yang diterbitkan) x 100%
Keterangan:
- kredit berupa kredit dalam rupiah dan valuta asing dengan
data yang diperoleh dari penjumlahan kredit BUK yang
melakukan penggabungan atau peleburan yang didasarkan
pada pos kredit yang diberikan kepada pihak ketiga bukan
bank dalam Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir
Periode Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya dalam LBBU;
- DPK BUK berupa DPK BUK dalam rupiah dan valuta asing
dengan data yang diperoleh dari penjumlahan DPK BUK
dalam rupiah dan valuta asing dari BUK yang melakukan
penggabungan atau peleburan yang didasarkan pada pos
giro, pos tabungan, dan pos simpanan berjangka dalam
Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode
Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya
dalam LBBU;
- surat berharga korporasi yang dimiliki berupa surat
berharga korporasi dalam rupiah dan valuta asing dengan
data yang diperoleh dari penjumlahan saldo pada pos total
harga perolehan dalam laporan surat berharga sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan
sebelumnya untuk BUK yang melakukan penggabungan
atau peleburan; dan
- surat berharga yang diterbitkan berupa surat berharga yang
diterbitkan dalam rupiah dan valuta asing dengan data yang
diperoleh dari penjumlahan saldo pada pos total nominal
dalam laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam
29
Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya untuk
BUK yang melakukan penggabungan atau peleburan.
Huruf c
Rumus RIM untuk BUK hasil penggabungan atau peleburan:
RIM =(kredit + surat berharga korporasi yang dimiliki )
(DPK + surat berharga yang diterbitkan ) x 100%
Keterangan:
- kredit berupa kredit dalam rupiah dan valuta asing dengan
data yang diperoleh dari kredit BUK hasil penggabungan
atau peleburan yang didasarkan pada pos kredit yang
diberikan kepada pihak ketiga bukan bank dalam Formulir 2
Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan
pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBU;
- DPK BUK berupa DPK BUK dalam rupiah dan valuta asing
dengan data yang diperoleh dari DPK BUK hasil
penggabungan atau peleburan yang didasarkan pada pos
giro, pos tabungan, dan pos simpanan berjangka dalam
Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode
Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya
dalam LBBU;
- surat berharga korporasi yang dimiliki berupa surat
berharga korporasi dalam rupiah dan valuta asing dengan
data yang diperoleh dari penjumlahan saldo pada pos total
harga perolehan dalam laporan surat berharga sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan
sebelumnya dari BUK yang melakukan penggabungan atau
peleburan sampai dengan tersedia data surat berharga
korporasi yang dimiliki BUK hasil penggabungan atau
peleburan yaitu setelah 2 (dua) periode laporan surat
berharga sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
disampaikan kepada Bank Indonesia; dan
- surat berharga yang diterbitkan berupa surat berharga yang
diterbitkan dalam rupiah dan valuta asing dengan data yang
diperoleh dari penjumlahan saldo pada pos total nominal
dalam laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya dari
30
BUK yang melakukan penggabungan atau peleburan sampai
dengan tersedia data surat berharga yang diterbitkan BUK
hasil penggabungan atau peleburan yaitu setelah 2 (dua)
periode laporan surat berharga sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 38
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUK hasil penggabungan atau
peleburan.
Huruf b
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Huruf a)
Angka 1)
Cukup jelas.
Angka 2)
Cukup jelas.
Angka 3)
Saldo Rekening Giro Rupiah digunakan dalam hal
terjadi pelanggaran pemenuhan PLM.
Huruf b)
Angka 1)
Cukup jelas.
Angka 2)
Cukup jelas.
Angka 3)
Saldo Rekening Giro Rupiah digunakan dalam hal
terjadi pelanggaran pemenuhan PLM.
Angka 3
Bagi BUK yang memiliki UUS maka jumlah DPK BUK dalam
rupiah termasuk DPK UUS dalam rupiah.
31
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 39
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUS hasil penggabungan atau
peleburan.
Huruf b
Rumus RIM Syariah untuk BUS hasil penggabungan atau
peleburan:
RIM Syariah =
(Pembiayaan + surat berharga syariah korporasi yang dimiliki)
(DPK BUS + surat berharga syariah yang diterbitkan ) x 100%
Keterangan:
- Pembiayaan berupa Pembiayaan dalam rupiah dan valuta
asing dengan data yang diperoleh dari penjumlahan
Pembiayaan BUS yang melakukan penggabungan atau
peleburan yang didasarkan pada pos piutang, pos
pembiayaan, dan pos ijarah dalam Formulir 2 Neraca
Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4
(empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBUS;
- DPK BUS berupa DPK BUS dalam rupiah dan valuta asing
dengan data yang diperoleh dari penjumlahan DPK BUS
dalam rupiah dan valuta asing dari BUS yang melakukan
penggabungan atau peleburan yang didasarkan pada pos
dana simpanan wadiah dan pos dana investasi tidak terikat
dalam Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir
Periode Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya dalam LBBUS.
- surat berharga syariah korporasi yang dimiliki berupa surat
berharga syariah korporasi dalam rupiah dan valuta asing
dengan data yang diperoleh dari penjumlahan saldo pada pos
total harga perolehan dalam laporan surat berharga
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua)
32
periode laporan sebelumnya untuk BUS yang melakukan
penggabungan atau peleburan; dan
- surat berharga syariah yang diterbitkan berupa surat
berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah dan valuta
asing dengan data yang diperoleh dari penjumlahan saldo
pada pos total nominal dalam laporan surat berharga
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua)
periode laporan sebelumnya untuk BUS yang melakukan
penggabungan atau peleburan.
Huruf c
Rumus RIM Syariah untuk BUS hasil penggabungan atau
peleburan:
RIM Syariah =
(Pembiayaan + surat berharga syariah korporasi yang dimiliki)
(DPK BUS + surat berharga syariah yang diterbitkan) x 100%
Keterangan:
- Pembiayaan berupa Pembiayaan dalam rupiah dan valuta
asing dengan data yang diperoleh dari Pembiayaan BUS hasil
penggabungan atau peleburan yang didasarkan pada pos
piutang, pos pembiayaan, dan pos ijarah dalam Formulir 2
Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan
pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBUS;
- DPK BUS berupa DPK BUS dalam rupiah dan valuta asing
dengan data yang diperoleh dari DPK BUS hasil
penggabungan atau peleburan yang didasarkan pada pos
dana simpanan wadiah dan pos dana investasi tidak terikat
dalam Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir
Periode Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya dalam LBBUS;
- surat berharga syariah korporasi yang dimiliki berupa surat
berharga syariah korporasi yang dimiliki dalam rupiah dan
valuta asing dengan data yang diperoleh dari penjumlahan
saldo pada pos total harga perolehan dalam laporan surat
berharga sebagaimana tercantum dalam Lampiran I posisi 2
(dua) periode laporan sebelumnya dari BUS yang melakukan
penggabungan atau peleburan sampai dengan tersedia data
33
surat berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS hasil
penggabungan atau peleburan yaitu setelah 2 (dua) periode
laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang disampaikan kepada Bank Indonesia; dan
- surat berharga syariah yang diterbitkan berupa surat
berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah dan valuta
asing dengan data yang diperoleh dari penjumlahan saldo
pada pos total nominal dalam laporan surat berharga
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua)
periode laporan sebelumnya dari BUS yang melakukan
penggabungan atau peleburan sampai dengan tersedia data
surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS hasil
penggabungan atau peleburan yaitu setelah 2 (dua) periode
laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 40
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUS hasil penggabungan atau
peleburan.
Huruf b
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
Huruf c)
Saldo Rekening Giro Rupiah digunakan dalam hal
terjadi pelanggaran pemenuhan PLM Syariah.
Angka 3
Cukup jelas.
34
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUK melakukan perubahan kegiatan
usaha menjadi BUS.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 42
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUS hasil pemisahan UUS dari BUK.
Huruf b
Rumus RIM Syariah untuk BUS hasil pemisahan:
RIM Syariah =
(Pembiayaan UUS + surat berharga syariah
korporasi yang dimiliki UUS)
(DPK UUS + surat berharga syariah yang diterbitkan UUS)x100%
Keterangan:
- Pembiayaan UUS berupa Pembiayaan UUS dalam rupiah dan
valuta asing dengan data yang diperoleh dari Pembiayaan
UUS yang didasarkan pada pos piutang, pos pembiayaan,
dan pos ijarah dalam Formulir 2 Neraca Mingguan Pada
Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4 (empat) periode
laporan sebelumnya dalam LBBUS;
35
- DPK UUS berupa DPK UUS dalam rupiah dan valuta asing
dengan data yang diperoleh dari DPK UUS dalam rupiah dan
valuta asing yang didasarkan pada pos dana simpanan
wadiah dan pos dana investasi tidak terikat dalam Formulir
2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan
pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBUS;
- surat berharga syariah korporasi yang dimiliki berupa surat
berharga syariah korporasi dalam rupiah dan valuta asing
dengan data yang diperoleh dari saldo surat berharga syariah
korporasi yang dimiliki UUS pada pos total harga perolehan
dalam laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya; dan
- surat berharga syariah yang diterbitkan berupa surat
berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah dan valuta
asing dengan data yang diperoleh dari saldo surat berharga
yang diterbitkan oleh UUS pada pos total nominal dalam
laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya.
Dalam pemenuhan Giro RIM Syariah pada 1 hari kerja sebelum
tanggal efektif pelaksanaan Pemisahan, saldo Rekening Giro
Rupiah UUS yaitu saldo Rekening Giro Rupiah UUS termasuk
saldo Rekening Giro Rupiah UUS yang pindah ke saldo Rekening
Giro Rupiah BUS.
Huruf c
Rumus RIM Syariah untuk BUS hasil pemisahan:
RIM Syariah =
(Pembiayaan BUS + surat berharga syariah
korporasi yang dimiliki)
(DPK BUS + surat berharga syariah yang diterbitkan)x100%
Keterangan:
- Pembiayaan BUS berupa Pembiayaan BUS dalam rupiah dan
valuta asing dengan data yang diperoleh dari Pembiayaan
BUS hasil pemisahan yang didasarkan pada pos piutang, pos
pembiayaan, dan pos ijarah dalam Formulir 2 Neraca
Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4
(empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBUS;
36
- DPK BUS berupa DPK BUS dalam rupiah dan valuta asing
dengan data yang diperoleh dari DPK BUS hasil pemisahan
yang didasarkan pada pos dana simpanan wadiah dan pos
dana investasi tidak terikat dalam Formulir 2 Neraca
Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4
(empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBUS;
- surat berharga syariah korporasi yang dimiliki berupa surat
berharga syariah korporasi dalam rupiah dan valuta asing
dengan data yang diperoleh dari saldo surat berharga syariah
korporasi yang dimiliki UUS pada pos total harga perolehan
dalam laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya sampai
dengan data surat berharga syariah korporasi yang dimiliki
BUS hasil pemisahan tersedia, yaitu setelah 2 (dua) periode
laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang disampaikan kepada Bank Indonesia; dan
- surat berharga syariah yang diterbitkan berupa surat
berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah dan valuta
asing dengan data yang diperoleh dari saldo surat berharga
syariah yang diterbitkan oleh UUS pada pos total nominal
dalam laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya sampai
dengan data surat berharga syariah yang diterbitkan oleh
BUS hasil pemisahan tersedia, yaitu setelah 2 (dua) periode
laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUS hasil pemisahan UUS dari BUK.
Ayat (2)
Cukup jelas.
37
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Perhitungan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran
pemenuhan Giro RIM yang wajib dipenuhi, dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
= Kekurangan Giro RIM yang wajib dipenuhi x 125% x suku bunga JIBOR
𝑜𝑣𝑒𝑟𝑛𝑖𝑔ℎ𝑡 dalam rupiah x 1/360
Perhitungan suku bunga jangka waktu 1 (satu) hari (overnight)
dari JIBOR dalam rupiah mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai suku bunga penawaran
antarbank.
Ayat (2)
Perhitungan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran
pemenuhan PLM yang wajib dipenuhi, dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
= Kekurangan PLM yang wajib dipenuhi x 125% x suku bunga JIBOR
𝑜𝑣𝑒𝑟𝑛𝑖𝑔ℎ𝑡 dalam rupiah x 1/360
Perhitungan suku bunga jangka waktu 1 (satu) hari (overnight)
dari JIBOR dalam rupiah mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai suku bunga penawaran
antarbank.
Pasal 46
Ayat (1)
Perhitungan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran
pemenuhan Giro RIM Syariah yang wajib dipenuhi, dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
= Kekurangan Giro RIM Syariah yang wajib dipenuhi x 125% x
Tingkat Indikasi Imbalan SIMA x 1/360
38
Data mengenai Tingkat Indikasi Imbalan SIMA yang digunakan
yaitu rata-rata tertimbang tingkat indikasi imbalan SIMA pada
pasar perdana yang diperoleh dari LHBU
Ayat (2)
Perhitungan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran PLM
Syariah yang wajib dipenuhi, dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
= Kekurangan PLM RIM Syariah yang wajib dipenuhi x 125% x
Tingkat Indikasi Imbalan SIMA x 1/360
Data mengenai Tingkat Indikasi Imbalan SIMA yang digunakan
yaitu rata-rata tertimbang tingkat indikasi imbalan SIMA pada
pasar perdana yang diperoleh dari LHBU.
Ayat (3)
Data mengenai tingkat imbalan deposito investasi mudarabah
berjangka waktu 1 (satu) bulan sebelum didistribusikan yang
digunakan yaitu rata-rata tingkat imbalan deposito mudarabah
berjangka waktu 1 (satu) bulan sebelum didistribusikan, yang
tercatat pada LHBU.
Pasal 47
Ayat (1)
Perhitungan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran
pemenuhan Giro RIM Syariah yang wajib dipenuhi dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
= Kekurangan Giro RIM Syariah yang wajib dipenuhi x 125% x
Tingkat Indikasi Imbalan SIMA x 1/360
Data mengenai Tingkat Indikasi Imbalan SIMA yang digunakan
yaitu rata-rata tertimbang tingkat indikasi imbalan SIMA pada
pasar perdana yang diperoleh dari LHBU.
Ayat (2)
Data mengenai tingkat imbalan deposito investasi mudarabah
berjangka waktu 1 (satu) bulan sebelum didistribusikan yang
digunakan yaitu rata-rata tingkat imbalan deposito mudarabah
berjangka waktu 1 (satu) bulan sebelum didistribusikan yang
tercatat pada LHBU.
39
Pasal 48
Ayat (1)
Contoh perhitungan pengenaan sanksi kewajiban membayar atas
keterlambatan penyampaian laporan surat berharga:
Bank A terlambat menyampaikan laporan surat berharga selama
2 (dua) hari kerja dan di antara 2 (dua) hari kerja tersebut
terdapat hari Sabtu dan hari Minggu dan/atau hari libur
nasional.
Atas pelanggaran tersebut, Bank A dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). Dalam hal
ini, sanksi kewajiban membayar tidak dikenakan pada hari Sabtu
dan hari Minggu dan/atau hari libur nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.