89
i PERANCANGAN ALAT PENYARING TAHU BERDASARKAN PRINSIP ERGONOMI (Studi Kasus Industri Tahu Sari Murni Surakarta) Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ITA DESTIANA I1305036 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PERANCANGAN ALAT PENYARING TAHU BERDASARKAN …... · Ergonomi (Studi Kasus Industri Tahu Sari Murni Surakarta) Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau ... gagasan dan saran atas perbaikan

Embed Size (px)

Citation preview

i

PERANCANGAN ALAT PENYARING TAHU BERDASARKAN PRINSIP ERGONOMI

(Studi Kasus Industri Tahu Sari Murni Surakarta)

Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ITA DESTIANA I1305036

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010

ii

LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : PERANCANGAN ALAT PENYARING TAHU BERDASARKAN

PRINSIP ERGONOMI (Studi Kasus Industri Tahu Sari Murni Surakarta)

Ditulis oleh:

Ita Destiana I 1305036

Mengetahui,

Dosen Pembimbing 1

Bambang Suhardi, ST, MT NIP. 19740520 200012 1 001

Dosen Pembimbing II

Rahmaniyah Dwi A, ST, MT NIP. 19760122 199903 2 001

Ketua Program S-1 Non Reguler Jurusan Teknik Industri

Fakultas Teknik UNS

Taufiq Rochman, STP, MT NIP. 19701030 199802 1 001

Pembantu Dekan I Ketua Jurusan Fakultas Teknik Teknik Industri UNS Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Lobes Herdiman, MT NIP 19561112 198403 2 007 NIP 19641007 199702 1 001

iii

LEMBAR VALIDASI

Judul Skripsi : PERANCANGAN ALAT PENYARING TAHU BERDASARKAN

PRINSIP ERGONOMI (Studi Kasus Industri Tahu Sari Murni Surakarta)

Ditulis oleh:

Ita Destiana I 1305036

Telah disidangkan pada hari Jumat tanggal 30 April 2010

Di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta,

dengan

Dosen Penguji

1. Taufiq Rochman, STP, MT NIP 19701030 199802 1 001

2. Wakhid Ahmad Jauhari, ST, MT NIP. 19791005 200312 1 003 Dosen Pembimbing

1. Bambang Suhardi, ST, MT NIP 19740520 200012 1 001

2. Rahmaniyah Dwi A, ST, MT NIP 19760122 199903 2 001

iv

SURAT PERNYATAAN

ORISINALITAS KARYA ILMIAH

Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Ita Destiana

Nim : I 1305036

Judul tugas akhir : Perancangan Alat Penyaring Tahu Berdasarkan Prinsip

Ergonomi (Studi Kasus Industri Tahu Sari Murni

Surakarta)

Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun tidak

mencontoh atau melakukan plagiat dari karya tulis orang lain. Jika terbukti bahwa

Tugas Akhir yang saya susun mencontoh atau melakukan plagiat dapat dinyatakan

batal atau gelar Sarjana yang saya peroleh dengan sendirinya dibatalkan atau

dicabut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila

dikemudian hari terbukti melakukan kebohongan maka saya sanggup

menanggung segala konsekuensinya.

Surakarta, 4 Mei 2010

Ita Destiana I 1305036

v

SURAT PERNYATAAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Ita Destiana

Nim : I 1305036

Judul tugas akhir : Perancangan Alat Penyaring Tahu Berdasarkan Prinsip

Ergonomi (Studi Kasus Industri Tahu Sari Murni

Surakarta)

Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun sebagai syarat

lulus Sarjana S1 disusun secara bersama-sama dengan Pembimbing 1 dan

Pembimbing 2. Bersamaan dengan syarat pernyataan ini bahwa hasil penelitian

dari Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun bersedia digunakan untuk

publikasi dari proceeding, jurnal, atau media penerbit lainnya baik di tingkat

nasional maupun internasional sebagaimana mestinya yang merupakan bagian

dari publikasi karya ilmiah

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surakarta, 4 Mei 2010

Ita Destiana I 1305036

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr.Wb

Dengan segala kerendahan hati dan kebesaran jiwa, penulis panjatkan puji

syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.

Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini seperti yang diharapkan.

Atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya atas pihak- pihak yang turut

membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, yaitu

1. Bapak Ir. Lobes Herdiman, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri fakultas

teknik UNS.

2. Bapak Bambang Suhardi, ST. MT selaku pembimbing I yang selalu

memberikan segala bimbingan, arahan, pengertian dan perbaikan selama

penyusunan tugas akhir ini.

3. Ibu Rahmaniah Dwi Astuti, ST. MT selaku pembimbing II, yang selalu

memberikan segala kemudahan, motivasi, masukan dan perbaikan selama

penyusunan tugas akhir ini.

4. Bapak Taufiq Rochman, STP, MT dan Bapak Wakhid Ahmad Jauhari, ST,

MT selaku penguji, terima kasih atas kesediaannya memberikan masukan,

gagasan dan saran atas perbaikan tugas akhir ini.

5. Ayah, ibu dan adik-adikku tercinta untuk setiap doa yang terucap, perhatian

yang tercurah, dan kasih sayang yang melimpah.

6. My lovely “Ardian“, yang selalu memberikanku semangat, pengertian,

bantuan dan inspirasi dalam menyelesaikan tugas akhirku thanx for everyting.

7. Pak Rubi, untuk semua ide dan masukannya dalam pembuatan prototipe tugas

akhir ini.

8. Pak Acok, selaku pemilik industri Sari Murni terimakasih atas semua bantuan

dan masukan yang diberikan selama penelitian.

9. Teman-temanku Raihana tercinta atas semua keceriaan kalian.

vii

10. Andika, sahabat sekaligus ”saudara” terbaik yang pernah aku miliki. Terima

kasih atas semua waktu dan kebersamaanya.

11. Teman-temanku “Afiq, Rendi, Rangga, bang Sunar, Picil, Hanafi, Antok,

Anis, Dika, Alex” you are my best friends, thanx for your help, terima kasih

buat semua persahabatan pengertian, waktu, dukungan, semangat, semuanya.

12. Buat Lia thanx banget atas semua bantuannya.

13. Mbak Yayuk, Mbak Rina, Mbak Tuti, Pak Agus , dan semua tim TU, terima

kasih atas segala urusan administrasi selama kuliah di teknik industri ini.

14. Teman-teman Teknik Industri angkatan 2005, yang selalu mendukung dan

membantuku, kalian semua teman-teman terbaikku, jaga kekeluargaan meski

kita akan jarang bertemu.

15. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna, oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun yang dapat membantu

penulis di masa yang akan datang. Semoga apa yang penulis sampaikan dalam

laporan ini dapat berguna bagi penulis, rekan-rekan mahasiswa maupun semua

pihak yang membutuhkan.

Surakarta, 4 Mei 2010

Penulis

viii

ABSTRAK Ita Destiana, NIM: I1305036. PERANCANGAN ALAT PENYARING TAHU BERDASARKAN PRINSIP ERGONOMI. ( STUDI KASUS : INDUSTRI TAHU SARI MURNI SURAKARTA). Tugas Akhir. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, April 2010.

Sari Murni merupakan industri tahu yang terletak di daerah Mojosongo, Surakarta. Proses produksi tahu terdiri dari beberapa tahapan yaitu pencucian, penggilingan, pemasakan, penyaringan, pengepresan dan pencetakan, pemotongan serta finishing. Berdasarkan perhitungan tingkat konsumsi energi dari tahapan-tahapan tersebut, tingkat konsumsi energi tersebar terdapat pada bagian penyaringan, sebesar 6,06 kcal/min yang tergolong ke dalam jenis pekerjaan berat. Melalui kuisoner Nordic Body Map yang diberikan pada pekerja bagian penyaringan, dapat diketahui rata-rata tingkat keluhan rasa sakit terbesar yaitu bagian bahu, leher, lengan, pinggang, siku, pergelangan tangan, tangan, lutut, betis, pergelangan kaki dan kaki.

Pada penelitian ini, perancangan fasilitas kerja yang berupa alat penyaring tahu dilakukan dengan menganalisa energi ekspenditure awal terlebih dahulu dengan menghitung denyut jantung, kemudian menentukan dimensi anthropometri guna menentukan dimensi alat penyaring tahu dan memperoleh hasil rancangan secara ergonomi. Data anthropometri diambil dari pekerja Sari Murni pada saat penelitian.

Berdasarkan hasil perancangan dengan prototipe dan perhitungan konsumsi energi, alat penyaring tahu hasil rancangan dengan pendekatan anthropometri dapat memberikan perbaikan pada konsumsi energi pekerja. Hasil konsumsi energi rata-rata sebelum perancangan adalah 6,06 kcal/min artinya tergolong dalam jenis pekerjaan berat, sedangkan hasil konsumsi energi rata-rata setelah perancangan adalah 1,13 artinya tergolong dalam jenis pekerjaan ringan.

Kata kunci: nordic body map, anthropometri, konsumsi energi, ergonomi, alat

penyaring tahu Lxxx + 80 halaman, 16 tabel, 23 gambar, 2 lampiran Daftar pustaka: 18 (1979-2008)

ix

ABSTRACT Ita Destiana, NIM: I1305036. DESIGNING FOR TOFU FILTER BASE ON ERGONOMIC PRINCIPLE. (CASE STUDY OF SARI MURNI TOFU INDUSTRI OF SURAKARTA) FINAL ASSESMENT. Surakarta : Industrial Engineering Department, Engineering Faculty, The University of Sebelas Maret, on April 2010.

Sari Murni is the industry of tofu which lies in Mojosongo, Surakarta. Tofu industry is the chain of production process of tofu, consisting of many stages, they are: washing, milling, cooking, filtering, processing, cutting, and finishing. According to the counting of energy consumption level of those stages, the highest, level of energy consumption is in the filtering stage. Which is the amount of 6,06 kcal/min. This number is categorized as a weight working type. Thorough the Nordic Body Map Questionnarized given to the workers of filtering stage, the highest race of pain compliment was derived from shoulder, neck, arm, waist, elbow, wrist, hand, knee, calf, tarsus, and leg. The design of work facilities in this research is in the form of tofu filter. It could be done by analyzing the energy of frist expenditure earlier by counting the heartbeat. Then the anthropometrical dimension was determined on order to decide the tofu filter and to get the result ergonomically. The anthropometric data were taken from the workers of Sari Murni. Beside on the result with prototype and counting energy consumption, this tofu filter with anthropometrical approach could given an improvement for the workers energy consumption. The rare of energy consumptions result before designing was 6,06 kcal/min. this means that it belongs to the weight work type. Meanwhile, the rate after designing was 1,13. This belongs to the was light work type. Keywords : Nordic body map, anthropometry, energy expenditure, ergonomics, tofu filter Lxxx + 80 pages, 16 table, 23 drawings, 2attachments Bibliography: 9 (1989 -2008)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………… ii

LEMBAR VALIDASI................................................................................ iii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH............. iv

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH................... v

KATA PENGANTAR................................................................................ vi

ABSTRAK................................................................................................... viii

ABSTRACT................................................................................................ ix

DAFTAR ISI……………………………………………………………... x

DAFTAR TABEL…………………………………................................... xiii

DAFTAR GAMBAR……………………………...................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN…………………………...................................... xv

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN ……………………………………………………..

1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………………..

1.2 Perumusan Masalah .………………………………………………

1.3 Tujuan Penelitian ……..…………………………………………...

1.4 Manfaat Penelitian …..…………………………………………….

1.5 Asumsi Masalah …………………………………………………..

1.6 Sistematika Penulisan ………………………………………….….

TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….

2.1 Profil Sari Murni...…………...........................................................

2.1.1 Proses Produksi Tahu……………………………………...

2.2 Fatique / Kelelahan …………………………………………………

2.3 Jenis Kelelahan …………………………………………………

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fatique………………………

I-1

I-1

I-3

I-3

I-3

I-3

I-3

II-1

II-1

II-1

II-3

II-3

II-5

xi

BAB III

2.5 Cara Mengukur Fatique ………………………………………….

2.6 Penyebab Kelelahan………………………………………………

2.7 Konsumsi Energi……………………………………………….

2.8 Nordic Body Map…………………………………………………..

2.9 Ergonomi…………………………………………………………

2.10 Anthropometri……………………………………………………

2.10.1 Dimensi anthropometri …………………………………..

2.10.2 Aplikasi distribusi normal dalam antropometri...................

2.10.3 Aplikasi data antropometri dalam perancangan produk.......

2.11 Konsep Perancangan......................................................................

2.11.1 Pendekatan Ergonomi Dalam Perancangan Produk ..........

2.12 Prototipe..........................................................................................

2.13 Roda Gigi........................................................................................

2.13.1 Klasifikasi Roda Gigi...........................................................

2.13.2 Jenis dan Fungsi Roda Gigi.................................................

2.13.3 Fungsi Roda Gigi.................................................................

2.13.4 Pemakaian Nama dan Pengertiannya...................................

METODOLOGI PENELITIAN ………………………………….…..

3.1 Tahap Identifikasi Masalah ..............................................................

3.2 Pengumpulan Data............................................................................

3.2.1 Dokumentasi........................................................................

3.2.2 Wawancara .........................................................................

3.2.3 Identifikasi Alat Penyaring Tahu........................................

3.3 Penyusunan Konsep Perancangan Tempat Wudhu..........................

3.3.1 Kebutuhan Berdasarkan Keluhan dan Keinginan...............

3.3.2 Penentuan Solusi Perancangan...........................................

3.3.3 Perancangan Alat Penyaring Tahu......................................

3.4 Perhitungan Mekanika Teknik ......................................................

3.5 Estimasi Biaya..................................................................................

3.6 Tahap Analisis Dan Intepretasi Hasil................................................

3.7 Tahap Kesimpulan Dan Saran...........................................................

II-5

II-5

II-8

II-9

II-10

II-12

II-14

II-17

II-20

II-22

II-22

II-24

II-25

II-26

II-28

II-29

II-29

III-1

III-2

III-3

III-3

III-3

III-3

III-3

III-4

III-4

III-5

III-5

III-5

III-5

III-5

xii

BAB IV

BAB V

BAB VI

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ……………….….

4.1 Pengumpulan Data ………………………………………………...

4.1.1 Dokumentasi.......................................................................

4.1.2 Wawancara ........................................................................

4.1.3 Identifikasi Alat Penyaring Tahu.......................................

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Kebutuhan Berdasarkan Keluhan dan Keinginan...............

4.2.2 Penentuan Solusi Perancangan............................................

4.3 Perancangan Alat Penyaring Tahu....................................……….

4.4 Bill of Material Rancangan Alat Penyaring Tahu .........................

4.5 Penentuan Spesifikasi.....................................................................

4.6 Proses Perakitan .............................................................................

4.7 Prototipe Alat Penyaring Tahu .......................................................

4.8 Penentuan Mekanika Alat Penyaring Tahu ...................................

4.9 Penentuan Estimasi Biaya ..............................................................

ANALISA DAN INTERPRETASI HASIL ........................................

5.1 Analisis Alat Penyaring Tahu Lama ..............................................

5.2 Analisis Rancangan Alat Penyaring Tahu.......................................

5.3 Proses Penggunaan Alat Penyaring Tahu.......................................

KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................

6.1 Kesimpulan ......................................................................................

6.2 Saran ................................................................................................

IV-1

IV-1

IV-1

IV-2

IV-3

IV-3

IV-3

IV-5

IV-8

IV-14

IV-15

IV-18

IV-19

IV-19

IV-23

V-1

V-1

V-1

V-3

VI-1

VI-1

VI-1

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Tabel 2.2

Tabel 2.3

Tabel 2.4

Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 4.3

Tabel 4.4

Tabel 4.5

Tabel 4.6

Tabel 4.7

Tabel 4.8

Tabel 4.9

Tabel 5.1

Tabel 5.2

Tabel 5.3

Tindakan yang harus dilakukan sesuai batas angkat

Kriteria pekerjaan berdasarkan konsumsi energi,

denyut jantung dan energy ekspenditure

Macam persentil dan cara perhitungan dalam

distribusi normal

Klasifikasi Roda Gigi

Aktivitas penyaringan tahu Sari Murni

Rekapitulasi keluhan pekerja

Rekapitulasi keinginan pekerja

Penentuan Solusi Perancangan

Konsumsi Energi pada Bagian Penyaringan

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentil Data

Anthropometri

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Dimensi Alat Saring

Estimasi biaya material

Estimasi biaya non material

Rekapitulasi Hasil Validasi Konsumsi Energi

Perbandingan Hasil Kecepatan Proses

Mekanisme penggunaan alat penyaring tahu

sebelum dan sesudah memakai hasil rancangan

II-6

II-7

II-20

II-26

IV-1

IV-4

IV-5

IV-7

IV-8

IV-9

IV-14

IV-24

IV-25

V-2

V-2

V-4

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 2.3

Gambar 2.4

Gambar 2.5

Gambar 2.6

Gambar 2.7

Gambar 2.8

Gambar 3.1

Gambar 4.1

Gambar 4.2

Gambar 4.3

Gambar 4.4

Gambar 4.5

Gambar 4.6

Gambar 4.7

Gambar 4.8

Gambar 4.9

Gambar 4.10

Gambar 4.11

Gambar 4.12

Gambar 4.13

Gambar 4.14

Proses Pembuatan Tahu

Hubungan Kecepatan Denyut Jantung dengan

Aktivitas Faali

Kuisioner NBM

Anthropometri Untuk Perancangan Produk atau

Fasilitas

Distribusi Normal Yang Mengakomodasi 95% dari

populasi

Ilustrasi Seseorang dengan Tinggi Badan P 50

Mungkin Saja Memiliki Jangkauan Tangan Ke

Samping P55

Langkah-langkah Ergonomi dalam Perancangan

Produk

Nama-nama dan Istilah dalam Roda Gigi

Metodologi Penelitian

Alat Saring Saat Ini

Alat Saring Tampak Atas (2d)

Alat Saring Tampak Depan (2d)

Alat Saring Tampak Samping (2d)

Alat Penyaring Tahu (3d)

Rancangan Alat Saring

Bill of material Alat Penyaring Tahu

Bevel Gear

Sprocket

Flywheel

Wadah Penyaringan

Rangka

Proses Perakitan Alat Saring

Prototipe Rancangan Alat Penyaring Tahu

II-2

II-4

II-10

II-15

II-17

II-19

II-23

II-29

III-1

IV-3

IV-11

IV-12

IV-12

IV-13

IV-13

IV-14

IV-16

IV-16

IV-17

IV-17

IV-18

IV-19

IV-19

xv

DAFTAR LAMPIRAN

L.1.1 Kuesioner (Nordic Body Map)

L.2.1 Layout Sari Murni

L - 1

L - 4

IV-16

BAB I

PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah dari

penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, batasan masalah, asumsi yang

yang diangkat dalam penelitian serta sistematika penulisan untuk menyelesaikan

penelitian.

1.1 Latar Belakang

Sari Murni merupakan salah satu industri tahu berskala kecil yang terletak

di daerah Mojosongo, Surakarta. Industri tersebut memiliki jumlah pekerja

sebanyak 16 orang dan mayoritas berjenis kelamin laki-laki. Proses pembuatan

tahu Sari Murni masih bersifat sederhana, sebab masih banyak proses yang

dilakukan secara manual. Adapun proses pembuatan tahu meliputi: proses

pencucian, penggilingan, masak, penyaringan, pencetakan dan pengepresan,

pemotongan serta finishing.

Proses pencucian diawali dengan merendam kedelai ke dalam bak selama

15 menit, baru dilakukan pencucian. Proses tersebut membutuhkan waktu 30

menit. Proses penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin giling untuk

menghaluskan kedelai, pada tahap ini waktu yang dibutuhkan adalah 10 menit.

Tahap selanjutya adalah proses masak, dalam hal ini aktivitas pekerja adalah

mengangkut kedelai cair (bubur kedelai) yang telah digiling untuk dipindahkan ke

dalam tungku masak untuk didihkan/direbus dengan mengalirkan uap panas,

proses ini menghabiskan waktu sebesar 15 menit. Pada proses penyaringan, bubur

kedelai yang telah mendidih diangkat dan dipindahkan dengan menggunakan

ember (berkapasitas 5 lt) ke dalam tungku penyaring yang sebelumnya telah

dilapisi kain syfon, kemudian disaring. Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali

proses penyaringan adalah 30 menit. Pencetakan dan pengepresan dilakukan

dengan mencetak kedelai cair hasil penyaringan ke dalam cetakan yang telah

dilapisi kain, kemudian dipres (ditumpu) dengan batu selama 30 menit.

Pemotongan dalam proses ini dilakukan dengan memotong tahu yang telah

mengeras sesuai dengan selera atau permintaan konsumen. Proses pemotongan

IV-17

membutuhkan waktu 10 menit. Proses terakhir adalah finishing, dimana tahu yang

telah dipotong direbus dengan air asam selama 10 menit.

Saat seseorang melakukan kerja fisik diperlukan aktivitas otot serta energi

sebagai suplai terhadap beban kerja. Pada proses produksi tahu dapat diketahui

bahwa tingkat konsumsi energi untuk masing-masing proses adalah sebagai

berikut: proses pencucian konsumsi energi sebesar 2,48 kcal/min (yang tergolong

jenis pekerjaan ringan), proses penggilingan sebesar 1,66 kcal/min (tergolong

jenis pekerjaan ringan), proses masak sebesar 3,79 kcal/min (termasuk jenis

pekerjaan sedang), rata-rata proses penyaringan sebesar 6,06 kcal/min (termasuk

jenis pekerjaan berat), rata-rata proses pencetakan dan pengepresan sebesar 1,70

kcal/min (termasuk jenis pekerjaan ringan), rata-rata untuk proses pemotongan

sebesar 1,77 kcal/min (termasuk jenis pekerjaan ringan), sedangkan finishing 1,76

kcal/min (termasuk jenis pekerjaan ringan). Rata-rata waktu yang dibutuhkan

untuk pengukuran konsumsi energi pada tiap-tiap proses adalah 15 menit.

Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat

konsumsi energi terbesar terdapat pada proses penyaringan, maka dalam hal ini

penelitian difokuskan pada proses penyaringan.

Pada proses penyaringan, aktivitas yang dilakukan pekerja dapat

dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: aktivitas pertama, pekerja hanya

bekerja memasangkan kain syfon ke dalam pengait. Pada tahap kedua pekerja

memindahkan kedelai cair (bubur kedelai) panas dari tungku masak ke tungku

penyaringan yang sebelumnya telah dilapisi kain syfon. Pemindahan kedelai

tersebut menggunakan fasilitas angkut berupa ember dengan kapasitas 5 lt. Pada

tahap kedua ini pekerja bekerja dengan posisi tubuh membungkuk dengan proses

yang berulang-ulang. Pada tahap ketiga, pekerja dengan posisi berdiri melakukan

aktivitas penyaringan, dimana aktivitas tersebut dilakukan dengan menggoyang-

goyangkan beban seberat 90 kg dengan kondisi suhu disekitar tungku sebesar

32ºC. Aktivitas penyaringan yang dilakukan pada kondisi diatas, ternyata

menyebabkan keluhan rasa sakit dan pegal-pegal pada bagian tubuh pekerja.

Melalui kuisioner Nordic Body Map (NBM) yang dibagikan pada empat orang

IV-18

pekerja di bagian penyaringan, keluhan-keluhan tersebut sering muncul pada

bagian tubuh, antara lain: bahu(100%), leher(100%), lengan(100%), pinggang

(100%), siku(100%), pergelangan tangan(100%), tangan(75%), lutut(100%),

betis(100%), pergelangan kaki(75%) dan kaki(100%). Terkait dengan

permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan perancangan alat penyaring tahu

berdasarkan prinsip ergonomik untuk mengurangi keluhan terhadap beban kerja

yang ditimbulkan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

pokok permasalahan dari tugas akhir ini yaitu ”bagaimana merancang alat

penyaring tahu yang ergonomik?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu menghasilkan alat

penyaring tahu yang ergonomik untuk mengurangi beban kerja.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Mengurangi kelelahan pekerja pada bagian penyaringan.

2. Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi resiko cidera pada anggota tubuh.

1.5 Asumsi

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Kondisi pekerja dianggap dalam keadaan sehat saat dilakukan penelitian.

2. Kondisi lingkungan dianggap tidak berpengaruh terhadap aktivitas pekerja.

3. Sumur ataupun tungku dianggap mampu penumpu beban dengan baik.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan pada penyusunan laporan tugas

akhir, seperti diuraikan di bawah ini.

IV-19

BAB I Pendahuluan

Bab ini membahas tentang latar belakang dan identifikasi masalah

yang diangkat dalam penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, pembatasan masalah, penetapan asumsi-asumsi

serta sistematika yang digunakan dalam penelitian.

BAB II Studi Pustaka

Bab ini memberi penjelasan secara terperinci mengenai teori-teori

yang digunakan sebagai landasan pemecahan masalah serta

memberikan penjelasan secara garis besar metode yang digunakan oleh

penulis sebagai kerangka pemecahan masalah.

BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini berisikan gambaran terstruktur tahap-tahap proses pelaksanaan

penelitian dan tahapan pengerjaan pengolahan data yang digambarkan

dalam diagram alir.

BAB IV Pengumpulan dan Pengolahan Data

Bab ini berisikan uraian mengenai data-data penelitian yang digunakan

dalam proses pengolahan data sesuai dengan langkah-langkah

pemecahan masalah yang dikembangkan pada bab sebelumnya.

BAB V Analisa dan Interpretasi Hasil

Bab ini berisi tentang analisis dan interpretasi hasil terhadap

pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan.

BAB VI Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari analisis pemecahan

masalah maupun hasil pengumpulan data serta saran-saran perbaikan

atas permasalahan yang dibahas.

IV-20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas gambaran umum industri tahu Sari Murni Mojosongo

yang merupakan tempat peneliti mengamati sistem yang berlangsung di dalamnya

dan teori-teori yang digunakan sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk

membahas serta menganalisa permasalahan yang ada.

2.1 Profil Sari Murni

Sari Murni merupakan salah satu industri tahu yang terletak di dukuh

Krajan, Mojosongo. Wilayah tersebut berada ± 5 km dari pusat kota ke arah utara.

Sari Murni didirikan oleh Bapak Acok pada tahun 2002. Jumlah pekerja pada

industri Sari Murni sebanyak 16 orang, dimana sebagian besar (mayoritas) pekerja

berjenis kelamin laki-laki. Pekerja tersebut berasal dari berbagai macam daerah,

ada yang berasal dari daerah sekitar Mojosongo, adapula yang berasal dari luar

Mojosongo, seperti Karanganyar, Sragen, Boyolali, dll.

2.1.1 Proses Produksi Tahu

Proses produksi tahu Sari Murni masih bersifat sederhana, sebab sebagian

besar peralatan yang digunakan masih bersifat manual. Adapun proses produksi

tahu, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Proses pencucuian, pada proses ini semua bahan baku yang berupa kedelai

direndam terlebih dahulu selama ±15 menit, kemudian baru dilakukan

pencucian.

2. Proses penggilingan, kedelai yang telah dicuci dimasukkan ke dalam

mesin giling untuk proses penghalusan.

3. Proses masak, semua kedelai yang telah digiling (dihaluskan) dimasukkan

ke dalam ember untuk diangkut dan dipindahkan ke dalam tungku masak/

tong dengan ditambah sedikit air, kemudian dialiri uap air untuk

mendidihkan kedelai cair.

IV-21

4. Proses penyaringan, kedelai yang telah mendidih diangkut dengan

menggunakan ember ke dalam tempat penyaring/ tong (yang sebelumnya

telah diletakkan alat saring dan kain syfon diatasnya), kemudian ditambah

dengan sedikit air (± 10 liter), baru dilakukan proses penyaringan. Proses

tersebut dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan dan

dilakukan secara berulang hingga kedelai cair yang berada dalam tungku

masak/ tong habis.

5. Proses pencetakan dan pengepresan, kedelai cair yang telah disaring

kemudian diangkut dan dicetak ke dalam cetakan yang sebelumnya telah

dilapisi kain syfon dan kemudian di press dengan menggunakan batu.

6. Proses pemotongan, tahu yang sudah jadi dipotong sesuai dengan ukuran

yang telah ditentukan/ diinginkan oleh konsumen.

7. Proses finishing, pada proses ini tahu yang telah dipotong kecil kemudian

dibungkus dengan kain syfon untuk direbus dengan air asam (air sisa

proses pemasakan kedelai) selama ± 10 menit, dan kemudian dicuci

hingga bersih, setelah itu ditiriskan dan tahu siap untuk dijual. Proses

tersebut digambarkan pada gambar 2.1 sebagi berikut:

Gambar 2.1 Proses pembuatan tahu Sumber: Sari Murni, 2009

2.2 Fatigue / Kelelahan

Proses Pencucian

Proses Penggilingan

Proses Masak

Proses Penyaringan

Proses Pencetakan & Pengepresan

Proses Pemotongan

Proses Finishing

IV-22

Fatigue adalah kelelahan yang terjadi pada syaraf dan otot-otot manusia

sehingga tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Makin berat beban yang

dikerjakan dan semakin tidak teraturnya pergerakan, maka timbulnya fatigue akan

semakin cepat. Jika seseorang bekerja pada tingkat energi diatas 5,2 kcal per

menit , maka pada saat itu timbul rasa lelah. Menurut Murrel (1965) kita masih

mempunyai cadangan sebesar 25 kcal sebelum munculnya asam laktat sebagai

tanda saat dimulainya waktu istirahat. Cadangan energi akan hilang jika kita

bekerja lebih dari 5,0 kcal per menit. Selama periode istirahat, cadangan energi

tersebut dibentuk kembali. Timbulnya Fatigue ini perlu dipelajari untuk

menentukan kekuatan otot manusia, sehingga kerja yang akan dilakukan atau

dibebankan dapat disesuaikan dengan kemampuan otot tersebut.

Ralph M Barnes (1980) menggolongkan kelelahan ke dalam 3 golongan

tergantung dari mana hal ini dilihat yaitu: 1) Merasa lelah, 2) Kelelahan karena

perubahan fisiologi dalam tubuh, dan 3) Menurunkan kemampuan kerja. Ketiga

tersebut pada dasarnya berkesimpulan sama yaitu bahwa kelelahan terjadi jika

kemampuan otot telah berkurang dan lebih lanjut lagi mengalami puncaknya bila

otot tersebut sudah tidak mampu lagi bergerak (kelelahan sempurna).

2.3 Jenis Kelelahan

Jenis kelelahan kerja dapat dibedakan menjadi dua, antara lain:

1. Kelelahan fisik adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia

sebagai sumber tenaganya (power). Kerja fisik disebut juga ‘manual operation’

dimana performans kerja sepenuhnya akan tergantung pada manusia yang

berfungsi sebagai sumber tenaga (power) ataupun pengendali kerja. Kerja fisik

juga dapat dikonotasikan dengan kerja berat atau kerja kasar karena kegiatan

tersebut memerlukan usaha fisik manusia yang kuat selama periode kerja

berlangsung.Dalam kerja fisik konsumsi energi merupakan factor utama yang

dijadikan tolak ukur penentu berat / ringannya suatu pekerjaan. Secara garis besar,

kegiatan-kegiatan manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik dan kerja

mental. Pemisahan ini tidak dapat dilakukan secara sempurna, karena terdapatnya

hubungan yang erat antar satu dengan lainnya. Kerja fisik akan mengakibatkan

perubahan fungsi pada alat-alat tubuh, yang dapat dideteksi melalui :

IV-23

Ø Konsumsi oksigen

Ø Denyut jantung

Ø Peredaran udara dalam paru-paru

Ø Temperatur tubuh

Ø Konsentrasi asam laktat dalam darah

Ø Komposisi kimia dalam darah dan air seni

Ø Tingkat penguapan

Ø Faktor lainnya

Kerja fisik akan mengeluarkan energi yang berhubungan erat dengan konsumsi

energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan cara tidak

langsung, yaitu dengan pengukuran :

Ø Kecepatan denyut jantung

Ø Konsumsi Oksigen

2. Kelelahan mental merupakan kerja yang melibatkan proses berpikir dari otak

kita. Pekerjaan ini akan mengakibatkan kelelahan mental bila kerja tersebut dalam

kondisi yang lama, bukan diakibatkan oleh aktivitas fisik secara langsung

melainkan akibat kerja otak kita. Kecepatan denyut jantung memiliki hubungan

yang sangat erat dengan aktivitas faali lainnya (dapat dilihat pada gambar 2.2).

Gambar 2.2 Hubungan kecepatan denyut jantung dengan aktivitas faali Sumber: Modul fisiologi praktikum ergonomic, 2007

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fatigue :

Pada hakekatnya kekuatan dan daya tahan tubuh ini tidak hanya

dipengaruhi oleh otot saja tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor subyektif

antara lain :

Ø Besarnya tenaga yang diperlukan

IV-24

Ø Kecepatan

Ø Cara dan sikap melakukan aktivitas

Ø Jenis Olah Raga

Ø Jenis Kelamin

Ø Umur

2.5 Cara mengukur fatigue

Cara mengukur kelelahan, antara lain:

a) Mengukur kecepatan denyut jantung dan pernafasan.

b) Mengukur tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen

yang dipakai, jumlah CO2 yang dihasilkan, Temperatur badan, Komposisi kimia

dalam urine dan darah.

c) Menggunakan alat penguji kelelahan Riken Fatigue Indikator dengan ketentuan

pengukuran elektroda logam melalui tes variasi perubahan air liur (saliva) karena

lelah.

2.6 Penyebab Kelelahan

Sebagaimana kita ketahui, bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kelelahan

mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban tambahan

dan faktor individu.

1. Beban Kerja

Merupakan volume pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja baik fisik

maupun mental dan tanggung jawab (Depkes, 1991: 146). Beban kerja yang

melebihi kemampuan akan mengakibatkan kelelahan kerja. Apabila aktivitas kerja

tersebut dilakukan secara berulang – ulang dan dilakukan dalam jangka waktu

yang lama maka akan menimbulkan kelelahan dan dapat menimbulkan cidera otot

muscolosceletal. Berikut ini tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan batas

angkat dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan batas angkat

Level Batas Angkat (Kg) Tindakan

IV-25

1 Dibawah 16 Tidak diperlukan tindakan khusus

2 16 - 34 Tidak diperlukan alat dalam mengangkat Ditekankan pada metode angkat

3 34 - 50 Tidak diperlukan alat dalam mengangkat Dipilih job design

4 Diatas 50 Harus dibantu dengan peralatan mekanis

Sumber: National Occupational Health and Safety Commission, 1986

2. Beban Tambahan

Menurut Depkes RI 1991:146, beban tambahan merupakan beban diluar beban

kerja yang harus ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berasal dari

lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja.

Lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kelelahan adalah faktor individu

yang meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, kondisi kesehatan, kondisi

psikologi dan sikap kerja.

Saat seseorang melakukan kerja fisik diperlukan gaya otot, dan aktivitas otot

yang memerlukan energi dimana suplai energi memberi beban kepada sistem

pernafasan dan sistem kardiovaskular. Sistem pernafasan dibebani oleh kerja fisik

karena adanya peningkatan ventilation (inhalation dan exhalation) untuk

mensuplai kebutuhan oksigen pada otot yang melakukan pekerjaan. Sedangkan

pembebanan pada sistem kardiovaskular dikarenakan jantung harus memompa

lebih cepat untuk memberikan oksigen pada otot yang terlibat melalui pembuluh

darah. Kesimpulannya bahwa saat tubuh melakukan kerja fisik akan terjadi

perubahan pada kecepatan denyut jantung dan konsumsi oksigen. Berikut ini

adalah tabel yang menunjukkan berat ringannya suatu pekerjaan dalam

hubungannya dengan perubahan konsumsi oksigen, kecepatan denyut jantung dan

energy expenditure.

Tabel 2.2 Kriteria pekerjaan berdasar konsumsi oksigen, denyut jantung, dan

IV-26

energy expenditure

Work Severity 2VO

Heart Rate (beats/min)

Energy Expenditure

(kcal/min)

Light Work < 0.5 <90 <2,5

Moderate Work 0.5 – 1.0 90-110 2,5-5,0

Heavy Work 1.0 – 1.5 110-130 5,0-7,5

Very Heavy Work 1.5 – 2.0 130-150 7,5-10,0

Extremely Heavy Work

> 2.0 150-170 >10,0

Sumber: Modul praktikum APK, 2007

Ketika seseorang mulai bekerja, denyut jantung dan tingkat konsumsi

oksigen meningkat sampai memenuhi kebutuhan. Peningkatan ini tidak terjadi

tiba-tiba, sehingga kebutuhan ini akan dipenuhi terlebih dahulu oleh energi yang

tersimpan di otot. Dengan cara yang sama, ketika seseorang berhenti bekerja,

kecepatan denyut jantung dan konsumsi oksigen akan menurun secara perlahan-

lahan sampai kondisi normal. Untuk melakukan penilaian beban fisik dalam

bekerja dengan metode fisiologi maka pengukuran harus dimulai sebelum pekerja

melakukan pekerjaannya. Pengukuran terus dilakukan selama waktu bekerja

sampai sebelum variable fisiologi kembali ke level awal.

Metode yang biasa dipakai untuk mengukur energi expenditure adalah

mengukur konsumsi oksigen saat bekerja dengan memakai spirometer. Kemudian

dilakukan penghitungan konsumsi energi (energi expenditure). Pengukuran

seperti ini disebut pengukuran langsung.

Selain mengukur secara langsung dengan mengetahui tingkat konsumsi

oksigen, dapat juga dilakukan pengukuran secara tidak langsung yaitu dengan

mengukur kecepatan denyut jantung seseorang. Kecepatan denyut jantung akan

meningkat saat seseorang bekerja, karena jantung harus memompa lebih cepat

IV-27

untuk memberikan oksigen pada otot yang terlibat melalui pembuluh darah.

Dengan kata lain denyut jantung seperti sinyal yang menunjukkan adanya beban

pada tubuh, dan dapat digunakan sebagai indeks untuk mengetahui fisiologi kerja.

Pengukuran energi expenditure dengan mengukur denyut jantung, lebih

mudah dilakukan dibanding mengukur perubahan konsumsi oksigen. Penting

untuk diingat bahwa pengukuran harus dilakukan sebelum dan sesudah bekerja.

2.7 Konsumsi Energi (Energy Expenditure)

Bilangan nadi atau denyut jantung merupakan peubah yang penting dalam

penelitian lapangan maupun penelitian laboratorium. Dalam hal penentuan

konsumsi energi, biasa digunakan parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan

denyut jantung. Indeks ini merupakan perbedaan antara kecepatan denyut jantung

pada waktu kerja tertentu dengan kecepatan denyut jantung pada waktu istirahat.

Untuk merumuskan hubungan antara energi expenditure dengan kecepatan

denyut jantung, dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara energi

expenditure dengan kecepatan denyut jantung dengan menggunakan analisis

regresi. Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung adalah

regresi kuadratis dengan persamaan dibawah ini (Sulistyadi 2003: 73).

Y = 1.80411 – (0.0229038)X + (4.71733 x 10-4

)X2

Dimana :

Y = energi (kilokalori per menit)

X = kecepatan denyut jantung (denyut per menit)

Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk

energi, maka konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu bisa dituliskan

dalam bentuk matematis sebagai berikut :

KE = Et - Ej

Dimana :

IV-28

KE = konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu (kilokalori per menit)

Et = pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (kilokalori per menit)

Ej = pengeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori per menit)

Dengan demikian, konsumsi energi pada waktu kerja tertentu merupakan

selisih antara pengeluaran energi pada waktu kerja tersebut dengan pengeluaran

energi pada saat istirahat.

2.8 Nordic Body Map

Kelelahan maupun ketidaknyamanan akibat pekerjaan yang berulang-

ulang sering terjadi di tempat kerja. Hal –hal yang menyebabkan terjadinya resiko

tersebut adalah:

Ø static positions (posisi yang tetap)

Ø body movements (pergerakan tubuh)

Ø handling – lifting (pengangkatan dan penanganan benda)

Ø pushing/pulling and carrying loads (pekerjaan menarik, mendorong, dan mengangkat beban)

Ø use of a localised force (penggunaan gaya setempat)

Ø repeated efforts (usaha yang berulang – ulang)

Ø energy expenditure (pengeluaran energi yang berlebihan)

Untuk mengatasi mesalah tersebut ada beberapa langkah yang dapat

diterapkan dalam upaya penilaian dan pengendalian teerhadap resiko kelelahan

otot serta ketidaknyamanan pada proses kerja.

Ø Identifikasi resiko

Ø Penilaian resiko

Ø Evaluasi resiko

IV-29

Gambar 2.3 Kuisioner NBM

Sumber : Development ergonomic method, 2001

2.9 Ergonomi

Istilah ergonomics biasanya lebih dikaitkan dengan kerja/aktivitas fisik

(physical work), sedangkan human factors lebih umum dihubungkan dengan

aspek psikologi kerja (mental workloads dan cognitive issues). Belakangan

batasan-batasan dari kedua istilah tersebut tampaknya menjadi kabur dan tidak

lagi dibedakan/dipertentangkan. Keduanya merepresentasikan aktivitas studi

tentang kerja dan interaksi antara manusia dengan system lingkungan fisik

kerjanya. Tujuan utamanya adalah memperoleh kesesuaian antara kebutuhan

dengan rancangan, pengembangan, implementasi dan evaluasi system manusia-

mesin serta lingkungan fisiknya agar lebih produktif, nyaman, aman dan

memuaskan untuk penggunaannya(Wignjosoebroto, 2001).

IEA (International Ergonomics Association) mendefinisikan ergonomi

sebagai ilmu yang mengaplikasikan pengetahuan mengenai kemampuan fisik

maupun mental manusia untuk merancang produk, proses, stasiun/tempat kerja

(workplaces) dan interaksi manusia-mesin (juga lingkungan fisik kerja) yang

kompleks. Definisi yang paling sederhana dan ringkas dari ergonomi adalah studi

tentang kerja, dikaitkan dengan kerja fisik (physical) maupun mental

(psychological) manusia. Dalam hal ini pendekatan ergonomi akan fokus pada

evaluasi dan perancangan tempat kerja; baik problematik kerja secara fisik

(manual lifting, repetitive motion, lighting, noise dan energy expanded) maupun

mental-kognitif (perception, attention, decision making, dll).

IV-30

Problematik kerja yang sering dialami manusia seperti eyestrain,

headaches and musculoskeletal disorders akan bisa dicegah melalui pendekatan

ergonomi. Begitu juga kinerja optimal akan bisa dipenuhi manakala

peralatan/fasilitas kerja, stasiun kerja, produk dan tata cara kerja bisa dirancang

dan disesuaikan dengan pendekatan dan prinsip-prinsip ergonomi. Pengingkaran

terhadap prinsip-prinsip ergonomi akan menghasilkan berbagai masalah seperti

injuries and occupational diseases, increased absenteeism, higher medical and

insurance costs, increased probability of accidents and human errors, higher

turnover of workers, less production output, lawsuits, low-quality of work, less

spare capacity to deal with emergencies, dan lain-lain.

Disisi lain aplikasi ergonomi di industri (applied/industrial ergonomics

dan human engineering), the science of people at industrial works terkait dengan

studi yang fokus pada kinerja manusia (physiology dan psychology) untuk

memperbaiki sistem kerja yang melibatkan manusia, material, mesin/peralatan,

tata cara kerja (methods), energi, informasi dan lingkungan kerja

(Wignjosoebroto, 2006). Ada tiga area aplikasi ergonomi industri yang sering

dilakukan yaitu (a) employee safety and health concern, (b) cost-or-productivity

related fields, and (c) the comfort of people. Demikian juga sesuai dengan ruang

lingkup industri yang pendefinisiannya terus melebar-luas dalam hal ini industri

akan dilihat sebagai sebuah sistem yang komprehensif-integral maka persoalan

industri tidak lagi dibatasi oleh pemahaman tentang perancangan teknologi produk

dan/atau teknologi proses (ruang lingkup mikro) saja, tetapi juga mencakup ke

persoalan organisasi dan manajemen industri dalam skala sistem yang lebih luas,

makro dan kompleks.

2.10 Anthropometri

Prinsip human centered design yang menyatakan bahwa manusia

merupakan objek dasar dalam melakukan perancangan, manusia tidak

menyesuaikan dirinya dengan alat yang dioperasikan (the man fits to the design),

melainkan sebaliknya yaitu alat yang dirancang terlebih dahulu memperhatikan

kelebihan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikannya (the design fits to

the man) (Wignjosoebroto, 2000).

IV-31

Anthropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri”

yang berarti ukuran. Secara definitif anthropometri dapat dinyatakan sebagai suatu

studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Anthropometri

merupakan ilmu yang menyelidiki manusia dari segi keadaan dan ciri-ciri

fisiknya, seperti dimensi linier, volume, dan berat.

Pada umumnya manusia berbeda dalam hal bentuk dan ukuran tubuh. Ada

beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia

(Wignyosoebroto,2000), seperti yang telah dijelaskan di atas diantaranya:

1. Umur

Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar

seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya sampai

dengan umur sekitar 20 tahunan. Penelitian yang dilakukan oleh A. F. Roche

dan G. H. Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan

tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun, sedangkan

wanita 17,3 tahun. Meskipun ada sekitar 10% yang masih terus bertambah

tinggi sampai usia 23,5 tahun untuk laki-laki dan 21,1 tahun untuk wanita,

setelah itu tidak lagi akan terjadi pertumbuhan.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin pria umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali

dada dan pinggul.

3. Suku bangsa

Dimensi tubuh suku bangsa negara Barat lebih besar dari pada dimensi tubuh

suku bangsa negara Timur.

4. Posisi tubuh

Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh oleh

karena itu harus posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei

pengukuran.

IV-32

Posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh yang digunakan.

Oleh karena itu, dalam anthropometri dikenal 2 cara pengukuran, yaitu:

1. Pengukuran dimensi struktur tubuh / statis (structural body dimension)

Tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak. Istilah lain

untuk pengukuran ini dikenal dengan ‘static anthropometri’. Dimensi tubuh

yang diukur dengan posisi tetap meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam

posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/ panjang lutut berdiri

maupun duduk, panjang lengan dan sebagainya.

2. Pengukuran dimensi fungsional / dinamis (functional body dimension)

Pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat melakukan gerakan-

gerakan tertentu. Hal pokok yang ditekankan pada pengukuran dimensi

fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang berkaitan dengan

gerakan-gerakan nyata yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan

tertentu.

Data dari hasil pengukuran, atau yang disebut dengan data anthropometri,

digunakan sebagai data untuk perancangan peralatan. Mengingat bahwa keadaan

dan ciri fisik dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga berbeda satu sama lainnya,

maka terdapat 3 prinsip dalam pemakaian data tersebut, yaitu:

1. Perancangan fasilitas berdasarkan individu yang ekstrim.

Prinsip perancangan berdasarkan individu ekstrim digunakan apabila kita

mengharapkan agar fasilitas yang akan dirancang tersebut dapat dipakai

dengan enak dan nyaman oleh sebagian orang yang akan memakainya.

Biasanya minimal oleh 95% pemakai.

2. Perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan.

Prinsip ini digunakan untuk merancang suatu fasilitas agar bisa menampung

atau dipakai dengan nyaman oleh semua orang yang mungkin memerlukannya.

Kursi pengemudi mobil yang bisa diatur maju-mundur dan kemiringan

IV-33

sandarannya, tinggi kursi sekretaris atau tinggi permukaan mejanya,

merupakan contoh-contoh dari pemakaian prinsip ini.

3. Perancangan fasilitas berdasarkan harga rata-rata para pemakainya.

Perancangan ini hanya digunakan apabila perancangan berdasarkan harga

ekstrim tidak mungkin dilaksanakan dan tidak layak jika kita menggunakan

prinsip perancangan fasilitas yang disesuaikan. Prinsip berdasarkan harga

ekstrim tidak mungkin dilaksanakan bila lebih banyak rugi daripada

untungnya, artinya hanya sebagian kecil dari orang-orang yang merasa

nyaman ketika menggunakan fasilitas tersebut. Sedangkan jika fasilitas

tersebut dirancang berdasarkan fasilitas yang bisa disesuaikan, tidak layak

karena mahal harganya.

2.10.1 Dimensi Antropometri

Data antropometri dapat dimanfaatkan untuk menetapkan dimensi ukuran

produk yang akan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang

akan menggunakannya. Pengukuran dimensi struktur tubuh yang biasa diambil

dalam perancangan produk maupun fasilitas dapat dilihat pada gambar 2.2 di

bawah ini.

IV-34

Gambar 2.4 Antropometri Untuk Perancangan Produk atau Fasilitas

Sumber: Wignjosoebroto S, 2000

Keterangan gambar 2.2 di atas, yaitu:

1 : Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung

kepala).

2 : Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.

3 : Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.

4 : Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).

5 : Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam

gambar tidak ditunjukkan).

6 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk (di ukur dari alas tempat duduk pantat

sampai dengan kepala).

7 : Tinggi mata dalam posisi duduk.

8 : Tinggi bahu dalam posisi duduk.

9 : Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus).

10 : Tebal atau lebar paha.

11 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan. ujung lutut.

12 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari

lutut betis.

13 : Tinggi lutut yang bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.

14 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang di ukur dari lantai sampai dengan

paha.

15 : Lebar dari bahu (bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk).

16 : Lebar pinggul ataupun pantat.

17 : Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan

dalam gambar).

IV-35

18 : Lebar perut.

19 : Panjang siku yang di ukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam

posisi siku tegak lurus.

20 : Lebar kepala.

21 : Panjang tangan di ukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari.

22 : Lebar telapak tangan.

23 : Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar kesamping kiri kanan

(tidak ditunjukkan dalam gambar).

24 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak.

25 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak.

26 : Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan di ukur dari bahu sampai

dengan ujung jari tangan.

Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri yang tepat

diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja, diperlukan

pengambilan ukuran dimensi anggota tubuh.

2.10.2 Aplikasi Distribusi Normal Dalam Antropometri

Penerapan data antropometri, distribusi yang umum digunakan adalah

distribusi normal (Nurmianto, 2004). Dalam statistik, distribusi normal dapat

diformulasikan berdasarkan nilai rata-rata (x) dan standar deviasi (σ) dari data

yang ada. Nilai rata-rata dan standar deviasi yang ada dapat ditentukan percentile

sesuai tabel probabilitas distribusi normal.

Adanya variansi tubuh yang cukup besar pada ukuran tubuh manusia

secara perseorangan, maka perlu memperhatikan rentang nilai yang ada. Masalah

adanya variansi ukuran sebenarnya akan lebih mudah diatasi bilamana mampu

merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan sifat ‘mampu suai’ dengan

suatu rentang ukuran tertentu. Pada penetapan data anthropometri, pemakaian

distribusi normal akan umum diterapkan. Distribusi normal dapat diformulasikan

IV-36

berdasarkan harga rata-rata dan simpangan standarnya dari data yang ada.

Berdasarkan nilai yang ada tersebut, maka persentil (nilai yang menunjukkan

persentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai

tersebut) bisa ditetapkan sesuai tabel probabilitas distribusi normal. Bilamana

diharapkan ukuran yang mampu mengakomodasikan 95% dari populasi yang ada,

maka diambil rentang 2,5th dan 97,5th persentil sebagai batas-batasnya.

Gambar 2.5 Distribusi Normal Yang Mengakomodasi 95% dari populasi

Sumber: Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, 2000

Secara statistik sudah diperlihatkan bahwa data hasil pengukuran tubuh

manusia pada berbagai populasi akan terdistribusi dalam grafik sedemikian rupa

sehingga data-data yang bernilai kurang lebih sama akan terkumpul di bagian

tengah grafik. Sedangkan data-data dengan nilai penyimpangan yang ekstrim akan

terletak pada ujung-ujung grafik. Menurut Julius Panero dan Martin Zelnik

(2003), merancang untuk kepentingan keseluruhan populasi sekaligus merupakan

hal yang tidak praktis, maka sebaiknya dilakukan perancangan dengan tujuan dan

data yang berasal dari segmen populasi di bagian tengah grafik. Jadi merupakan

hal logis untuk mengesampingkan perbedaan yang ekstrim pada bagian ujung

grafik dan hanya menggunakan segmen terbesar yaitu 95% dari kelompok

populasi tersebut.

Persentil menunjukkan jumlah bagian per seratus orang dari suatu populasi

yang memiliki ukuran tubuh tertentu. Tujuan penelitian, dimana sebuah populasi

dibagi-bagi berdasarkan kategori-kategori dengan jumlah keseluruhan 100% dan

diurutkan mulai dari populasi terkecil hingga terbesar berkaitan dengan beberapa

pengukuran tubuh tertentu. Sebagai contoh bila dikatakan persentil

IV-37

ke-95 dari suatu pengukuran tinggi badan berarti bahwa hanya 5% data

merupakan data tinggi badan yang bernilai lebih besar dari suatu populasi dan

95% populasi merupakan data tinggi badan yang bernilai sama atau lebih rendah

pada populasi tersebut.

Menurut Julius Panero dan Martin Zelnik (2003), persentil ke-50 memberi

gambaran yang mendekati nilai rata-rata dari suatu kelompok tertentu. Suatu

kesalahan yang serius pada penerapan suatu data adalah dengan mengasumsikan

bahwa setiap ukuran pada persentil ke-50 mewakili pengukuran manusia rata-rata

pada umumnya, sehingga sering digunakan sebagai pedoman perancangan.

Kesalahpahaman yang terjadi dengan asumsi tersebut mengaburkan pengertian

atas makna 50% dari kelompok. Sebenarnya tidak ada yang dapat disebut

“manusia rata-rata”.

Ada dua hal penting yang harus selalu diingat bila menggunakan persentil.

Pertama, suatu persentil anthropometri dari tiap individu hanya berlaku untuk satu

data dimensi tubuh saja. Kedua, tidak dapat dikatakan seseorang memiliki

persentil yang sama, ke-95, atau ke-90 atau ke-5, untuk keseluruhan dimensi.

Tidak ada orang dengan keseluruhan dimensi tubuhnya mempunyai nilai persentil

yang sama, karena seseorang dengan persentil ke-50 untuk data tinggi badannya,

memiliki persentil 40 untuk data tinggi lututnya, atau persentil ke-60 untuk data

panjang lengannya seperti ilustrasi pada Gambar 2.6, berikut.

IV-38

Gambar 2.6 Ilustrasi Seseorang dengan Tinggi Badan P50 Mungkin Saja Memiliki Jangkauan Tangan Ke Samping P55

Sumber: Panero, Julius dan Zelnik, Martin, 2003

Sebuah perancangan membutuhkan identifikasi mengenai dimensi ruang dan

dimensi jangkauan. Dimensi ruang merupakan dimensi yang menggunakan

ukuran 90P ataupun 95P, hal ini bertujuan agar orang yang ukuran datanya

tersebar pada wilayah tersebut dapat lebih merasa nyaman ketika menggunakan

hasil rancangan. Sedangkan dimensi jangkauan lebih sering menggunakan ukuran

5P ataupun 10P. Hal ini bertujuan supaya orang yang datanya tersebar pada

wilayah tersebut dapat turut menggunakan fasilitas yang tersedia seperti ukuran

lebar meja komputer.

Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan

data anthropometri, seperti pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Macam Persentil Dan Cara perhitungan Dalam Distribusi Normal

Percentil Perhitungan

IV-39

1st xx s325.2-

-

2.5th xx s96.1-

-

5th xx s645.1-

-

10th xx s28.1-

-

50th -

x

90th xx s28.1+

-

95th xx s645.1+

-

97.5th xx s96.1+

-

99th xx s325.2+

-

Sumber: Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, 2000

Keterangan Tabel 2.3 di atas, yaitu:

=-

x mean data

=xs standar deviasi dari data x

2.10.3 Aplikasi Data Antropometri dalam Perancangan Produk

Penggunaan data antropometri dalam penentuan ukuran produk harus

mempertimbangkan prinsip-prinsip di bawah ini agar produk yang dirancang bisa

sesuai dengan ukuran tubuh pengguna (Wignjosoebroto, 2003) yaitu :

1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim

Rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 sasaran produk, yaitu :

IV-40

a. Sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim.

b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas

dari populasi yang ada), Agar dapat memenuhi sasaran pokok tersebut

maka ukuran diaplikasikan, yaitu:

Ø Dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk

umumnya didasarkan pada nilai percentile terbesar misalnya 90-th, 95-

th, atau 99-th percentile.

Ø Dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan

percentile terkecil misalnya 1-th, 5-th, atau 10-th percentile

2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang ukuran

tertentu (adjustable).

Produk dirancang dengan ukuran yang dapat diubah-ubah sehingga cukup

fleksible untuk dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam

ukuran tubuh. Mendapatkan rancangan yang fleksibel semacam ini maka data

antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th sampai

dengan 95-th.

3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata

Produk dirancang berdasarkan pada ukuran rata-rata tubuh manusia atau dalam

rentang 50-th percentile.

Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses

perancangan produk ataupun fasilitas kerja, beberapa rekomendasi yang bisa

diberikan sesuai dengan langkah-langkah, sebagai berikut:

1. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana yang

nantinya difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut,

2. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut,

dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data

structural body dimension ataukah functional body dimension,

IV-41

3. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi,

diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut,

4. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan

rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang

fleksibel atau ukuran rata-rata,

5. Pilih persentil populasi yang harus diikuti; ke-5, ke-50, ke-95 atau nilai

persentil yang lain yang dikehendaki.

6. Setiap dimensi tubuh yang diidentifikasikan selanjutnya pilih atau tetapkan

nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasikan data

tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti

halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan

oleh operator, pemakaian sarung tangan (gloves), dan lain-lain.

2.11 Konsep Perancangan

Menurut Darmawan, 2000; perancangan dan pembuatan produk

merupakan bagian besar dari kegiatan teknik. Kegiatan ini dimulai dengan

didapatkannya persepsi tentang kebutuhan manusia, yang kemudian disusul

dengan konsep, kemudian perancangan, pengembangan dan penyempurnaan

produk, diakhiri dengan pembuatan produk. Produk merupakan sebuah benda

teknik yang keberadaannya di dunia merupakan hasil karya keteknikan, yaitu

merupakan hasil perancangan, pembuatan dan kegiatan teknik lainnya yang

terkait.

2.11.1 Pendekatan Ergonomi dalam Perancangan Produk/Fasilitas Kerja.

Ergonomi yang secara umum diartikan sebagai ”the study of work” telah

mampu membawa perubahan yang signifikan dalam mengimplementasikan

konsep peningkatan produktivitas melalui efisiensi penggunaan tenaga kerja dan

pembagian kerja berdasarkan spesialisasi-keahlian kerja manusia (Bridger, 1995;

Sanders & McCormick, 1992). Fokus dari apa yang telah diteliti, dikaji dan

direkomendasikan oleh para pionir studi tentang kerja di industri ini telah

memberikan landasan kuat untuk menempatkan ”engineer as economist” didalam

IV-42

perancangan sistem produksi, baik yang terkait dengan perancangan produk

maupun proses (mesin, fasilitas dan/atau tatacara kerja). Dalam hal ini

implementasi ergonomi industri berkisar pada 2 (dua) tema pokok yaitu (a) telaah

mengenai“interfaces” (display dan mekanisme kendali) manusia dan di mesin

dalam sebuah sistem kerja, dan (b) analisa sistem produksi (industri) untuk

memperbaiki serta meningkatkan performans kerja yang ada (Stanton & Young,

1999; Wignjosoebroto, 2006).

Langkah-langkah untuk melakukan pendekatan ergonomi (ergonomic

methods) dalam hal perancangan produk maupun fasilitas kerja secara umum

dapat ditunjukkan dalam bagan/gambar berikut ini (Wignjosoebroto, 2005) :

Gambar 2.7 Langkah ergonomi dalam perancangan produk

Sumber: Ergonomic method, 2005

Langkah-langkah pendekatan ini diawali dengan identifikasi permasalahan

dengan melihat dan sekaligus melakukan evaluasi terhadap beberapa atribut

“ketidak-ergonomisan” dari rancangan produk, fasilitas maupun kondisi kerja

IV-43

yang ada. Atribut-atribut tersebut bisa berupa sikap/posisi kerja orang, kesesuaian-

tidaknya dimensi/ukuran produk ataupun fasilitas kerja dengan antropometri,

tingkat produktivitas kerja (diukur dari waktu maupun standar keluaran),

kenyamanan, pengaruh beban kerja terhadap fisik maupun mental manusia, dan

lain-lain. Langkah awal dilakukan dengan mengumpulkan, mengolah, menguji

dan melakukan analisa data terhadap atribut-atribut ergonomi yang dipilih serta

relevan dengan rancangan yang ingin diperbaiki.

Selanjutnya mengembangkan konsep rancangan produk, fasilitas maupun

kondisi kerja yang bisa diharapkan bisa memperbaiki memperbaiki kinerja

(performance) dengan mengacu pada atribut-atribut ergonomis yang telah

ditetapkan. Pertimbangan aspek ergonomi didalam rancangan diharapkan akan

mampu memperbaiki kinerja produk maupun fasilitas kerja seperti mengurangi

waktu interaksi (interaction time), menekan tingkat kesalahan dalam

pengoperasian (human errors), memperbaiki tingkat kepuasan pengguna (user

satisfaction), dan mempermudah pemakaiannya (device usability) (Stanton and

Young, 1999).

Modifikasi terhadap rancangan yang berdasarkan pertimbangan ergonomi

kemudian direalisasikan dengan langkah pembuatan prototipe. Selanjutnya

dilakukan langkah pengujian terhadap prototipe tersebut untuk melihat seberapa

jauh dan signifikan kinerja rancangan produk/silitas kerja yang baru tersebut

mampu memenuhi tolok ukur kelayakan ergonomis seperti aplikasi data

antropometri yang sesuai, waktu/output standard, penggunaan enersi kerja fisik

dan keluhan subyektif.

2.12 Prototipe

Definisi prototipe hanya sebagai sebuah kata benda, dalam praktek

pengembangan produk, kata tersebut digunakan sebagai kata benda, kata kerja,

ataupun kata sifat. Definisi prototipe adalah “sebuah penaksiran produk melalui

satu atau lebih dimensi yang menjadi perhatian” (Ulrich dan Eppinger, 2001).

Berdasarkan definisi ini, setiap wujud yang memperlihatkan sedikitnya satu aspek

IV-44

produk yang menarik bagi tim pengembangan produk dapat ditampilkan sebagai

sebuah prototipe.

Prototipe dapat diklasifikasikan menjadi dua dimensi. Dimensi pertama

membagi prototipe menjadi dua yaitu prototipe fisik dan prototipe analitik.

Prototipe fisik merupakan benda nyata yang dibuat untuk memperkirakan produk.

Aspek-aspek dari produk yang diminati oleh tim pengembangan secara nyata

dibuat menjadi suatu benda untuk pengujian dan percobaan. Prototipe analitik

adalah lawan dari prototipe fisik yang hanya menampilkan produk yang tidak

nyata, biasanya dalam bentuk matematis. Contoh prototipe analitik meliputi

simulasi komputer, model komputer, geometrik tiga dimensi atau dua dimensi,

dan sistem persamaan penulisan pada kertas komputer.

Dimensi kedua mengklasifikasikan prototipe menjadi dua pula yaitu

prototipe menyeluruh dan prototipe terfokus. Prototipe menyeluruh

mengimplementasikan sebagaian besar atau semua atribut dari produk. Prototipe

menyeluruh adalah yang diberikan kepada pelanggan untuk mengidentifikasi dari

desain sebelum memutuskan diproduksi. Berlawanan dengan prototipe

menyeluruh, prototipe terfokus hanya mengimplementasikan satu atau sedikit

sekali atribut produk. Perlu dicatat bahwa prototipe terfokus merupakan prototipe

fisik maupun analitik, namun untuk produk fisik, prototipe menyeluruh biasanya

merupakan prototipe fisik.

2.13 Roda Gigi

Profil gigi suatu roda gigi adalah merupakan gambar bentuk gigi yang

digambar atau dilukis menggunakan beberapa metode. Menggambar profil gigi

roda gigi dapat menggunakan beberapa metode sesuai dengan yang dikehendaki,

oleh karena itu di dalam industri banyak jenis roda gigi yang dipakai. Ada gigi

yang profilnya bentuk sikloide, ada yang evolvente, dan ada yang bentuknya dari

koordinat. Perlu diketahui bahwa pada kendaraan maupun mesin yang bergerak

putar maupun gerak lurus dilengkapi dengan komponen roda gigi. Roda gigi

sangat bermanfaat dalam pemindahan gaya atau beban dari suatu poros ke poros

yang lain. Pemindahan gaya dari satu poros ke poros yang lain dapat dilakukan

IV-45

dengan cara kedua poros tersebut sejajar, bersilangan, dan juga posisi poros tegak

lurus. Hal ini tergantung kondisi dari posisi penggeraknya. Oleh karena itu bentuk

roda gigi sangat berfariasi, ada yang lurus, miring, kerucut, rak, dan berbentuk

ulir. (TEKNOIN, Vol. 11, No. 1, Maret 2006, 13-24 17)

2.13.1 Klasifikasi Roda Gigi

Menurut Sularso,2004; Roda gigi dapat diklasifikasikan seperti dalam

tabel 2.4, sesuai dengan letak poros, arah putaran, dan bentuk jalur gigi. Roda gigi

dengan poros sejajar dengan roda gigi dimana giginya berjajar pada dua bidang

silinder (disebut “bidang jarak bagi”); kedua bidang silinder tersebut

bersinggungan dan yang satu menggelinding pada yang lain dengan sumbu tetap

sejajar. Roda gigi lurus (a) merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur gigi

yang sejajar poros.

Tabel 2.4 Klasifikasi roda gigi

Letak poros Roda gigi Keterangan

Roda gigi

dengan poros

sejajar

Roda gigi lurus, (a)

Roda gigi miring, (b)

Roda gigi miring ganda,

(c)

(Klasifikasi atas dasar

bentuk alur gigi)

Roda gigi luar

Roda gigi dalam dan

pinyon, (d)

Batang gigi dan pinyon, (e)

Arah putaran

berlawanan

Arah putaran sama

Gerakan lurus dan

berputar

Roda gigi

dengan poros

berpotongan

Roda gigi kerucut lurus, (f)

Roda gigi kerucut spiral,

(g)

(Klasifikasi atas dasar

bentuk jalur gigi)

IV-46

Roda gigi kerucut ZEROL

Roda gigi kerucut miring

Roda gigi kerucut miring

ganda

Roda gigi permukaan

dengan berpotongan, (h)

(Roda gigi dengan

poros berpotongan

berbentuk istimewa)

Roda gigi

dengan poros

silang

Roda gigi miring silang, (i)

Batang gigi miring silang

Kontak titik

Gerakan lurus dan

berputar

Roda gigi cacing silindris,

(j)

Roda gigi cacing selubung

ganda (globoid), (k)

Roda gigi cacing samping

Roda gigi hiperboloid

Roda gigi hipoid, (l)

Roda gigi permukaan

silang

Sumber: Sularso, 2004

Roda gigi miring (b) mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada silinder

jarak bagi. Pada roda gigi miring ini, jumlah pasangan gigi yang saling membuat

kontak serentak (disebut “perbandingan kontak”) adalah lebih besar dari pada

roda gigi lurus, sehingga pemindahan momen atau putaran melalui gigi-gigi

tersebut dapat berlangsung dengan halus. Sifat ini sangat baik untuk

mentransmisikan putaran tinggi dan beban besar. Namun roda gigi miring

IV-47

memerlukan bantalan aksial dan kotak roda gigi yang lebih kokoh, karena jalur

gigi yang berbentuk ukir tersebut menimbulkan gaya reaksi yang sejajar dengan

poros. Dalam hal roda gigi miring ganda (c) gaya aksial yang timbul pada gigi

yang mempunyai alur berbentuk V tersebut, akan saling meniadakan. Dengan

roda gigi ini, perbandingan reduksi, kecepatan keliling, dan daya yang diteruskan

diperbesar, tetapi pembuatannya sukar. Roda gigi dalam (d) dipakai jika diingini

alat transmisi dengan ukuran kecil dengan perbandingan reduksi besar, karena

pinyon terletak didalam roda gigi. Batang gigi (e) merupakan dasar profil pahat

pembuat gigi. Pasangan antara batang gigi dan pinyon dipergunakan untuk

merubah gerakan putar menjadi lurus atau sebaliknya.

2.13.2 Jenis dan Fungsi Roda Gigi

Berdasarkan dari bentuk giginya roda gigi dapat dibedakan menjadi :

a. Roda gigi lurus. Pada roda gigi jenis ini pemotongan giginya searah dengan

poros gigi. Untuk permukaan memanjang pemotongan giginya kadang-kadang

dilakukan dengan arah membentuk sudut terhadap batang gigi rack.

b. Roda gigi helix. Jenis gigi ini pemotongan giginya tidak lurus tetapi sedikit

miring membentuk sudut di sepanjang badan gigi yang bentuknya silinder

c. Roda gigi payung . Pada jenis roda gigi ini pemotongan gigi-giginya pada

bagian ujung yang berbentuk konis. Gigi-giginya dibentuk dengan arah lurus,

searah degan poros roda gigi.

d. Roda gigi spiral. Gigi gigi roda gigi ini arahnya membentuk suatu kurva,

biasanya pemotongan gigi-giginya juga pada permukaan yang berbentuk konis.

e. Roda gigi cacing. Jenis roda gigi ini biasanya merupakan suatu pasangan yang

terdiri dari batang berulir cacing dan roda gigi cacing.

f. Roda gigi dalam. Pada jenis roda gigi ini pemotongan gigi-giginya adalah pada

bagian dalam dari permukaan ring / lubang. Pada umumnya bentuk gignya

adalah lurus seperti roda gigi lurus. (TEKNOIN, Vol. 11, No. 1, Maret 2006, 13-

24 17).

IV-48

2.13.3 Fungsi Roda Gigi

Secara umum fungsi roda gigi yaitu untuk meneruskan gaya dari poros

penggerak ke poros yang digerakkan, mengubah putaran tinggi ke putaran rendah

atau sebaliknya, dapat juga memindahkan cairan dari suatu tempat ke tempat yang

lain, seperti yang digunakan pada pompa roda gigi. Roda gigi dikelompokan

menjadi tiga kelompok, sesuai kedudukan yang diambil oleh poros yang

dipergunakan dalam industri, yaitu posisi poros yang satu terhadap poros yang

lain. (TEKNOIN, Vol. 11, No. 1, Maret 2006, 13-24 17).

2.13.4 Pemakaian Nama dan Pengertiannya

Pada gambar profil gigi gambar 2.6, terdapat banyak nama yang harus

dipahami betul. Oleh karena itu uraian nama-nama bagian gigi yang penting disini

dengan singkat.

Gambar 2.8 Nama-nama dan istilah dalam roda gigi

Lingkaran puncak, adalah lingkaran yang melalui puncak roda gigi.

Diameter lingkaran puncak ini dinyatakan dengan Dk.

Lingkaran alas, adalah lingkaran pada alas roda gigi. Diameter dari

lingkaran ini dinyatakan dengan Dv.

Lingkaran jarak, dua roda yang kerja sama dinamakan lingkaran-

lingkaran khayal yang bersinggungan dengan kecepatan keliling yang

IV-49

sama. Diameter lingkaran jarak dinyatakan dengan huruf D. Garis sumbu

melalui titik-titik tengah dari roda disebut juga pusat lingkaran.

Jumlah gigi dari suatu roda gigi dinyatakan dengan huruf z, jumlah

putaran tiap-tiap menit dengan n.

Angka transmisi i adalah perbandingan jumlah putaran roda gigi yang

berputar dan yang diputar.

..................................................persamaan (1)

Jarak antara t adalah jarak dua gigi berturut-turut, diukur pada lingkaran

jarak. Jadi, jarak antara ialah busur A-C. Jarak antara adalah juga sama

dengan lebar lekuk+ tebal gigi, diukur pada lingkaran jarak. Lebar lekuk

ialah busur A-B, tebal gigi ialah busur B-C.

Jari kutub m adalah bilangan yang diperbanyak dengan menghasilkan

jarak antara gigi-gigi.

t = m x ................................................persamaan (2)

Banyaknya gigi-gigi kali jarak antara adalah sama dengan keliling

lingkaran jarak:

.....................................persamaan (3)

Oleh karena maka ini dapat juga ditulis :

ternyata :

.........................................persamaan (4)

Tinggi puncak Hk, adalah jarak dari lingkaran puncak sampai lingkaran

jarak.

Hk = m .................................................persamaan (5)

Tinggi alasHv, adalah jarak dari lingkaran – jarak sampai lingkaran – alas.

IV-50

Hv = 1,166 m .......................................persamaan (6)

Puncak gigi ialah bagian gigi diatas lingkaran jarak.

Alas gigi ialah bagian gigi antara lingkaran jarak dan lingkaran alas.

Profil gigi ialah bentuk penampang lintang tegak lurus dari gigi.

IV-51

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai langkah-langkah yang

dilakukan dalam penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam

penelitian ditunjukan pada gambar. 3.1 sebagai berikut.

Tahap Identifikasi Masalah

Tahap Pengumpulan Data

Tahap Pengolahan Data

Tahap Analisa & Interpretasi Hasil

Tahap Kesimpulan & Saran

Gambar 3.1 Metodologi penelitian

Studi pustaka Studi lapangan

Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Perhitungan Mekanika Teknik

Pengumpulan data 1. Dokumentasi 2. Wawancara 3. Identifikasi alat penyaring tahu

Analisa dan Interpretasi Hasil

Kesimpulan dan Saran

Estimasi biaya

Mulai

Penyusunan Konsep Perancangan 1. Kebutuhan berdasarkan keluhan dan

keinginan (need) 2. Penentuan solusi perancangan (idea) 3. Perancangan alat penyaring tahu

IV-52

Diagram alir penelitian yang digambarkan di atas, setiap tahapannya akan

dijelaskan secara lebih lengkap dalam sub bagian berikut ini.

3.1 Tahap Identifikasi Masalah

1.1.1.1 Tahap ini diawali dengan studi pustaka, studi lapangan, perumusan

masalah, penentuan tujuan penelitian dan menentukan manfaat

penelitian. Langkah-langkah yang ada pada tahap identifikasi

masalah tersebut dijelaskan pada sub bab berikut ini.

3.1.1 Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai teori-

teori dan konsep-konsep yang akan digunakan dalam menyelesaikan

permasalahan yang diteliti serta mendapatkan dasar-dasar referensi yang kuat

dalam menerapkan suatu metode yang digunakan. Studi pustaka dilakukan dengan

membaca dan mempelajari buku-buku, jurnal ilmiah, dan tugas akhir mahasiswa

teknik industri yang terkait dengan tema penelitian.

3.1.2 Studi Lapangan

Studi Lapangan digunakan untuk mengetahui dan mempelajari keadaan

dan cara kerja alat penyaring tahu serta mendapatkan informasi awal yang lengkap

untuk menentukan masalah yang akan diangkat dalam penelitian. Metode untuk

mendapatkan data awal dilakukan dengan pengamatan langsung,

pendokumentasian gambar, wawancara kepada para pekerja dan penyebaran

kuesioner Nordic Body Map serta pengukuran energy expenditure dengan tujuan

untuk mengetahui keluhan dan beban kerja yang dirasakan oleh pekerja.

3.1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan, kemudian disusun

sebuah rumusan masalah. Adapun permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut

adalah bagaimana merancang alat penyaring tahu yang ergonomik.

IV-53

3.1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ditetapkan agar penelitian yang dilakukan dapat

menjawab dan menyelesaikan rumusan masalah yang dihadapi. Adapun tujuan

penelitian yang ditetapkan dari hasil perumusan masalah adalah menghasilkan alat

penyaring tahu yang ergonomik untuk mengurangi beban kerja.

3.1.5 Manfaat Penelitian

Suatu permasalahan akan diteliti apabila di dalamnya mengandung unsur

manfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:

3. Mengurangi kelelahan pekerja pada bagian penyaringan.

4. Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi resiko cidera pada anggota tubuh.

3.2 Tahap Pengumpulan Data

Tahap-tahap pengumpulan data yang diperlukan untuk mendukung

penelitian mengenai perancangan alat penyaring tahu, sebagai berikut:

3.2.1 Dokumentasi

Dokumentasi diperoleh dengan cara pengambilan gambar, gerakan

ataupun rekaman pola aktivitas penyaringan tahu yang dilakukan baik oleh satu

pekerja atau lebih. Selain itu fasilitas kerja yang berupa alat saring yang

digunakan saat ini juga didokumentasikan sebagai identifikasi awal.

3.2.2 Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dari

pekerja Sari Murni bagian penyaringan mengenai keluhan pekerja saat melakukan

aktivitas menyaring tahu dan keinginan untuk perbaikan alat saring yang

diinginkan sesuai dengan kebutuhan.

3.2.3 Identifikasi Alat Penyaring Tahu

Identifikasi dilakukan untuk mengetahui kondisi alat penyaring tahu yang

digunakan di industri Sari Murni saat ini. Selain itu identifikasi dapat dijadikan

IV-54

sebagai informasi awal untuk mengetahui kelemahan-kelemahan alat saring saat

ini serta perlunya proses perbaikan dalam perancangan.

3.3 Penyusunan Konsep Perancangan

Penyusunan konsep perancangan alat penyaring tahu dilakukan dengan

mengacu pada identifikasi masalah yang diperoleh. Data permasalahan tersebut

perlu dilakukan konsep perancangan alat bantu fasilitas kerja, dengan tujuan untuk

menghasilkan alat penyaring tahu yang dapat mengurangi tingkat kelelahan.

Konsep perancangan dalam hal ini dijelaskan pada sub bab sebagai berikut:

3.3.1 Kebutuhan Berdasarkan Keluhan Dan Keinginan

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan pekerja bagian

penyaringan, maka diperoleh informasi tentang keluhan dan keinginan pekerja

saat melakukan aktivitas menyaring tahu dengan alat saring yang sudah ada saat

ini. Setelah diperoleh data keluhan dan keinginan, maka tahap selanjutnya adalah

melakukan pengelompokan data berdasarkan keluhan dan keinginan kedalam

sebuah tabel. Pengelompokan data tersebut nantinya dijadikan sebagai masukan

dan pertimbangan dalam perancangan alat penyaring tahu.

3.3.2 Penentuan Solusi Perancangan

Berdasarkan kebutuhan perancangan yang telah dinyatakan dengan jelas,

maka dapat dikembangkan suatu solusi pemecahan masalah. Penentuan solusi

perancangan haruslah berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perancangan yang

berasal dari engineer atau peneliti. Pada penjabaran kebutuhan, peneliti melihat

adanya peluang untuk mengantisipasi timbulnya keluhan pada bagian tubuh yaitu

dengan merancang sebuah alat bantu kerja berupa alat penyaring tahu.

Perancangan alat penyaring tahu tersebut bertujuan untuk mengurangi atau

meminimalkan keluhan. Untuk merancang alat penyaring tahu tersebut peneliti

mengadopsi dan memodifikasi prinsip kerja alat ekstraktor madu dan mesin

pengering mesin cuci sebagai idea. Idea tersebut nantinya akan dijadikan sebagai

masukan tentang hal – hal yang ingin diganti ataupun dilakukan penambahan baik

IV-55

pada komponen atau kelengkapan alat penyaring tahu sebagai pertimbangan

dalam perancangan.

3.3.3 Perancangan Alat Penyaring Tahu

Tahap ini merupakan penjelasan tentang perancangan alat penyaring tahu

yang berisi tentang penentuan dimensi alat saring, bill of material, spesifikasi

komponen, serta memodelkan hasil rancangan ke dalam gambar yang kemudian

diwujudkan dalam bentuk prototipe produk.

3.4 Perhitungan Mekanika Teknik

Mekanika teknik dalam perancangan digunakan untuk mengetahui

kekuatan hasil rancangan terhadap beban yang diterima. Perhitungan yang

dilakukan pada tahap ini meliputi perhitungan rasio gear, perhitungan kecepatan

rasio gear, perhitungan kekuatan material, perhitungan gaya sentrifugal serta

perhitungan lain yang terkait di dalamnya.

3.5 Estimasi Biaya

Estimasi biaya dilakukan untuk memperkirakan besarnya biaya yang

dikeluarkan untuk perancangan alat bantu fasilitas kerja yang berupa alat

penyaring tahu. Biaya yang dihitung meliputi biaya material, dan biaya non

material.

3.6 Tahap Analisa dan Interpretasi Hasil

Tahap analisis dan interpretasi hasil dilakukan untuk menganalisis hasil

terhadap pengumpulan dan pengolahan data sebelumnya, serta sebagai validasi

hasil rancangan yang dilakukan dengan menghitung besarnya energi expenditure

yang dihasilkan dari pemakaian rancangan alat penyaring tahu.

3.7 Tahap Kesimpulan dan Saran

Bagian terakhir penelitian berisi kesimpulan yang menjawab tujuan akhir

dari penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data yang telah

dilakukan, serta saran-saran yang berisi masukan untuk penelitian-penelitian

berikutnya agar lebih baik lagi.

IV-56

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Permasalahan dalam penelitian akan lebih mudah untuk diselesaikan

bilamana ada data yang berkaitan langsung dengan permasalahan.

Penyelesaian dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap pengumpulan dan

pengolahan data. 4.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan selama bulan Desember 2009 dengan tujuan untuk memperoleh informasi awal di tempat penelitian. Metode tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi masalah proses penyaringan tahu, pendokumentasian gambar, wawancara, dan pengukuran data anthropometri yang dibutuhkan untuk merancang fasilitas kerja alat penyaring tahu.

4.1.1 Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan pengambilan gambar atau gerakan

pada saat pekerja melakukan aktivitas menyaring tahu. Pola aktivitas

penyaringan tahu yang dilakukan oleh pekerja dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Aktivitas Penyaringan Tahu Sari Murni

No Dokumentasi Aktivitas Keterangan Resiko

1

Aktivitas memasang kain syfon dengan mengaitkan ke dalam kaitan yang telah tersedia

Sikap kerja: bertumpu pada bagian lengan dan pergelangan tangan

Resiko pada bagian lengan dan telapak tangan terkena kaitan yang tajam.

2

Aktivitas saat pekerja mengangkut ember yang berisi kedelai cair dari tungku masak.

Sikap kerja: bagian punggung membungkuk dan lengan serta pergelangan tangan dengan bertumpu pada kedua kaki.

Resiko pada punggung, pergelangan tangan, lengan, kaki terkena panas dan tergelincir.

IV-57

3

Aktivitas pekerja pada saat melakukan proses penyaringan

Sikap kerja: kepala dan leher merunduk, bagian lengan bawah dan pergelangan tangan menahan beban, punggung membungkuk, lengan bawah dan pergelangan tangan bergerak maju mundur dengan mencengkeram kain syfon yang telah dikaitkan dengan pengait

Resiko pada bagian kepala, leher, punggung,

perut, lengan bawah, dan pergelangan tangan terkena panas.

Berdasarkan pengamatan pada Tabel 4.1. dapat diketahui bahwa

terdapat tiga aktivitas yang dilakukan oleh pekerja, antara lain kegiatan

memasang kain ke dalam pengait, memindahkan kedelai cair dari tungku

masak ke dalam tempat penyaring, dan kemudian melakukan aktivitas

penyaringan. Aktivitas penyaringan tahu yang dilakukan oleh pekerja Sari

Murni dengan menggunakan tenaga manusia (manual), sehingga dapat

menyebabkan cidera.

Beban kerja yang di saring oleh pekerja sebesar ± 60 kg. Menurut

Lembaga the National Occupational Health and Safety Commission (Worksafe

Australia) pada bulan Desember 1986, batas pengangkatan beban material

secara manual dengan muatan diatas 50 kg memerlukan fasilitas kerja

berupa peralatan mekanis, maka dalam penelitian ini peneliti ingin

memperbaiki cara kerja dengan merancang alat bantu fasilitas yang berupa

alat penyaring tahu.

4.1.2 Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung

dari pekerja bagian penyaringan mengenai kesulitan dan keluhan yang

dialami pada aktivitas menyaring tahu. Berdasarkan hasil wawancara

IV-58

dengan pekerja bagian penyaringan diketahui bahwa waktu rata-rata yang

diperlukan untuk melakukan satu kali aktivitas penyaringan secara

keseluruhan selama 30 menit.. Dari keseluruhan aktivitas yang dilakukan

keluhan rasa sakit pada bagian tubuh mulai muncul saat 10 menit pertama.

Berdasarkan hasil wawancara juga dapat diketahui keluhan

ketidaknyamanan dan kesulitan yang dialami pekerja pada aktivitas

penyaringan tahu.

4.1.3 Identifikasi Alat Saring

Identifikasi alat saring dilakukan untuk mengetahui kondisi alat

penyaring tahu yang digunakan di Sari Murni saat ini sebagai informasi

awal untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada dan proses

perbaikan yang perlu dilakukan. Adapun kondisi alat saring saat ini dapat

dilihat pada gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1 Alat saring saat ini

Berdasarkan kondisi tersebut, kelemahan alat saring yaitu hanya

berfungsi sebagai penopang beban dan belum dapat mengurangi kelelahan.

Kelemahan tersebut jika tidak segera diatasi dapat menyebabkan kelelahan,

untuk itu perlu adanya perancangan alat saring yang berfungsi untuk

mengurangi tingkat kelelahan.

4.2 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan berdasarkan pengumpulan data yang sebelumnya telah dilakukan. Adapun proses pengolahan data sebagai berikut.

4.2.1 Kebutuhan Berdasarkan Keluhan Dan Keinginan

IV-59

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan pekerja bagian

penyaringan, maka diperoleh informasi tentang keluhan dan keinginan

pekerja saat melakukan aktivitas menyaring tahu dengan alat saring yang

sudah ada saat ini. Setelah diperoleh data keluhan dan keinginan, maka

tahap selanjutnya adalah melakukan pengelompokan data berdasarkan

keluhan dan keinginan kedalam sebuah tabel. Pengelompokan data tersebut

nantinya dijadikan sebagai masukan dan pertimbangan dalam perancangan

alat penyaring tahu. Adapun keluhan dan keinginan pekerja dalam

penggunaan alat saring dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.2 Rekapitulasi Keluhan Pekerja

No Keluhan Jumlah Persentase

1

Pada saat mengambil kedelai cair dari tungku, maupun menyaring tahu pekerja merasakan panas dan sering berkeringat karena posisi alat saring yang terbuka.

3 75 %

2

Pada saat melakukan aktivitas menyaring tahu pekerja merasa lelah karena beban yang disaring terlalu berat sehingga tubuh dalam kondisi tidak stabil.

4 100 %

3 Pada saat memindahkan kedelai cair dari dalam tungku pekerja merasa tidak nyaman karena posisi kerja yang membungkuk.

2 50 %

Tabel 4.2 menunjukkan hasil rekapitulasi data keluhan pekerja ketika

melakukan aktivitas menyaring tahu, dimana diperoleh hasil tingkat keluhan

terbesar meliputi kelelahan pada saat menyaring tahu karena beban yang

disaring terlalu berat, sehingga menyebabkan kondisi tubuh tidak stabil.

Selain itu wawancara juga dilakukan untuk mengetahui keinginan pekerja

untuk perbaikan fasilitas alat saring saat ini. Hasil wawancara mengenai

keinginan untuk perbaikan alat saring saat ini dapat dilihat pada tabel 4.3

berikut ini.

IV-60

Tabel 4.3 Rekapitulasi Keinginan Pekerja

No Keinginan Jumlah Persentase

1 Pekerja menginginkan alat saring yang dapat mengurangi panas.

3 75 %

2 Pekerja menginginkan beban yang disaring saat proses penyaringan tidak terlalu berat sehingga posisi tubuh dapat stabil.

4 100 %

3 Pekerja menginginkan posisi alat saring yang lebih tinggi sehingga posisi kerjanya tidak terlalu membungkuk.

2 50 %

Tabel 4.3 menunjukkan hasil rekapitulasi data keinginan pekerja untuk

perbaikan alat saring, dimana diperoleh hasil tingkat keinginan terbesar pada

keinginan pekerja untuk mengurangi beban yang berlebih pada saat melakukan

proses penyaringan agar posisi tubuh saat melakukan aktivitas tersebut dapat

stabil.

4.2.2 Penentuan Solusi Perancangan

Berdasarkan kebutuhan perancangan yang telah dinyatakan dengan jelas,

maka dapat dikembangkan suatu solusi pemecahan masalah. Penentuan solusi

perancangan haruslah berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perancangan yang

berasal dari engineer atau peneliti. Pada penjabaran kebutuhan, peneliti melihat

adanya peluang untuk mengantisipasi timbulnya keluhan pada bagian tubuh yaitu

dengan merancang sebuah alat bantu kerja (fasilitas kerja) berupa alat penyaring

tahu. Perancangan alat penyaring tahu tersebut bertujuan untuk mengurangi atau

meminimalkan keluhan. Untuk merancang alat penyaring tahu tersebut peneliti

mengadopsi dan memodifikasi prinsip kerja alat ekstraktor madu dan mesin

IV-61

pengering mesin cuci. Prinsip kerja dari bebrapa peralatan tersebut nantinya akan

didapatkan masukan tentang hal – hal yang ingin diganti ataupun dilakukan

penambahan baik pada komponen atau kelengkapan alat penyaring tahu sebagai

pertimbangan dalam perancangan.

Prinsip kerja pengering mesin cuci Pertama pakaian kotor dimasukan

kedalam drum atau bak mesin cuci. Kontrol (alat elektronik yang mengatur semua

pergerakan mesin cuci) akan mendeteksi berapa berat dari pakaian (dengan

mengetahui berapa beban motor), setelah berat pakaian diketahui kontrol akan

mengatur level air, waktu cuci, waktu bilas, waktu pengeringan, dan membuka

katup air masuk (water inlet valve). Setelah level air tercapai katup air masuk

akan ditutup dan agitator mulai berputar untuk menciptakan putaran air. Bila

kontrol telah mendeteksi waktu cuci habis, motor akan berhenti memutar agitator

dan katup buang pun dibuka sehingga air hasil pencucian dibuang keluar. Setelah

air buangan di buang, drum tempat pakaian akan berputar untuk membuang sisa-

sisa air yang ada di dalam pakaian. www.google.com

Setelah itu katup bilas ditutup dan katup air masuk dibuka air pun masuk

ke drum mesin cuci, bila level sudah sampai katup air masuk pun ditutup dan

mesin cuci pun mulai membilas. Jika waktu bilas sudah habis, maka kontrol akan

membuka katup buang dan air bilasan pun keluar. Setelah itu proses pengeringan

pun dilakukan dengan jalan memutar drum mesin cuci. Jika waktu pengeringan

sudah habis maka mesin cuci pun berhenti secara otomatis dan proses pencucian

telah selesai.

Lain halnya dengan prinsip ekstraktor madu, cara kerja dari ekstraktor

madu yaitu madu dimasukkan ke dalam suatu seri keranjang kawat yang

berbentuk tangki silinder, yang berisikan empat kawat dengan ukuran berbeda,

lalu madu dialirkan pada keranjang kecil hingga menuju pinggir, pada proses

penyaringan madu, tenaga yang digunakan adalah tenaga manual yang berasal

dari engkol tanggan penggunanya (Winarno,1982).

IV-62

Solusi perancangan alat penyaring tahu diadopsi dari prinsip kerja

beberapa mesin diatas, namun dengan modifikasi dari engineer, sehingga

diperoleh solusi perancangan sebagai berikut.

Tabel 4.4 Penentuan Solusi Perancangan

No Keluhan % Keinginan % Solusi Perancangan

1 Pada saat melakukan aktivitas menyaring tahu pekerja merasa lelah karena beban yang disaring terlalu berat sehingga tubuh dalam kondisi tidak stabil.

100 Pekerja menginginkan beban yang disaring saat proses penyaringan tidak terlalu berat sehingga posisi tubuh dapat stabil.

100 Merancang alat saring yang dilengkapi dengan handwheel (engkol tangan) untuk membantu meringankan beban.

2

Pada saat mengambil kedelai cair dari tungku, maupun menyaring tahu pekerja merasakan panas dan sering berkeringat karena uap panas.

75 Pekerja menginginkan alat saring yang dapat mengurangi panas.

75 Merancang alat saring yang dapat mengurangi panas akibat uap berlebih.

3 Pada saat memindahkan kedelai cair dari dalam tungku pekerja merasa tidak nyaman karena posisi kerja yang terlalu membungkuk.

50 Pekerja menginginkan posisi alat saring yang lebih tinggi sehingga posisi kerjanya tidak terlalu membungku

50 Menyediakan alat saring yang dapat mengurangi posisi pekerja yang terlalu membungkuk.

IV-63

k.

Dari tabel 4.4 diperoleh solusi perancangan, namun berdasarkan prioritas

yang terbesar maka solusi perancangan difokuskan pada solusi pertama, dimana

solusi tersebut adalah merancang alat saring yang dilengkapi dengan handwheel

(engkol manual) yang berfungsi untuk meringankan beban.

4.2 Perancangan Alat Penyaring Tahu

Perancangan alat penyaring tahu ditentukan berdasarkan perhitungan

energi ekspenditure sebelumnya dan data anthropometri pekerja dengan

perhitungan persentil yang telah dilakukan. Perhitungan energi ekspenditure

sebelum perancangan digunakan untuk mengetahui beban kerja atau konsumsi

energi yang dihasilkan. Perhitungan energi ekspenditure pada bagian penyaringan

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5 Konsumsi Energi pada Bagian Penyaringan

Pekerja

Denyut Jantung Denyut Jantung

Ya Yb KE

Sebelum Bekerja (per

menit) Setelah Bekerja

(per menit)

1 79 142 2.938795453 8.063795 5.124999

2 66 149 2.347328148 8.864388 6.51706

3 73 145 2.645997757 8.401245 5.755248

4 70 153 2.5123357 9.342626 6.830291

Rata-rata 6.056899

IV-64

Hasil perhitungan konsumsi energi (rata-rata) pada bagian penyaringan

sebesar 6,06 kcal/min, dari hasil tersebut dapat dikategorikan sebagai jenis

pekerjaan berat. Selain tingkat konsumsi energi yang dibutuhkan dalam

perancangan alat saring, data anthropometri juga harus disesuaikan dengan

penggunanya. Hal ini sesuai dengan prinsip ergonomi dimana jenis pekerjaan

harus disesuaikan dengan manusia yang menggunakannya agar keluhan atau

permasalahan yang terjadi dapat dikurangi dan menmbulakan kenyamanan. Data

anthropometri yang digunakan dalam perancangan alat penyaring tahu meliputi:

a. Lebar bahu (lb)

b. Diameter lingkar genggam (dlg)

c. Tinggi bahu berdiri (tbb)

d. Lebar tangan (lt)

e. Tinggi siku berdiri (tsb)

Data yang terkumpul, kemudian ditentukan perhitungan persentilnya,

untuk mendapatkan batas ukuran yang diperlukan. Persentil yang

digunakan pada perancangan alat penyaring tahu yaitu persentil 5, 50 dan

95. Penentuan persentil ini ditentukan dengan pertimbangan bahwa persentil

ini dapat mengakomodasi data persentil ke 5, 50 atau 95, sehingga populasi

dapat terlayani (Zelnik dan Panero, 2003).

Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentil Data Antropometri

No Data yang diukur Simbol SD P5 P50 P95

1 Lebar bahu lb 3.304038 36.31 41.75 47.19

2 Diameter lingkar genggam dlg 0.57735 2.55 3.50 4.45

3 Tinggi bahu berdiri tbb 6.879922 119.68 131.00 142.32

4 Lebar tangan lt 1.290994 12.38 14.50 16.62

5 Tinggi siku berdiri tsb 7.632169 90.20 102.75 115.30

IV-65

Perancangan alat penyaring tahu ditentukan berdasarkan data

anthropometri pekerja dan perhitungan persentil yang telah dilakukan. Pada tahap

ini dilakukan penentuan ukuran alat penyaring tahu. Penentuan dimensi ukuran

dilakukan sebagai berikut:

1. Panjang alat saring

Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan panjang alat

saring adalah lebar bahu (lb) dengan persentil ke-95. Penggunaan

persentil dimaksudkan agar pekerja yang bekerja pada bagian

penyaringan dapat merasa nyaman. Perhitungan panjang alat saring,

sebagai berikut:

Panjang alat saring = lb (P95) ± allowance

= 47,19 – 5

= 42,19 cm

dengan pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh panjang alat

saring hasil rancangan sebesar 42,19 cm.

2. Tinggi alat saring

Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan ketinggian alat

saring adalah tinggi bahu berdiri (tbb) dengan persentil ke-5. Penggunaan

persentil dimaksudkan pekerja dapat mengakomodasikan tinggi yang

sesuai. Perhitungan ketinggian alat saring, sebagai berikut:

Ketinggian alat saring = tbb (P5) ± allowance - ketingian sumur

= 119,68 + 10 - 80

= 49,68 cm

dengan pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh ketinggian alat

saring rancangan sebesar 49,68 cm.

3. Tebal engkol

IV-66

Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan tebal engkol

adalah diameter lingkar genggam (dlg) dengan persentil ke-5. Penggunaan

persentil dimaksudkan agar pekerja merasa nyaman saat

mengoperasikan alat penyaring dengan tangan (mengengkol).

Perhitungan tebal engkol, sebagai berikut:

Diameter engkol = dlg (P5)

= 2,55 cm

dengan pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh tebal engkol hasil

rancangan sebesar 2,55 cm.

4. Panjang engkol

Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan panjang engkol

adalah lebar tangan (lt) dengan persentil ke-95. Penggunaan persentil

dimaksudkan agar pekerja yang memiliki ruang gerak yang sesuai saat

menggunbakan engkol. Perhitungan panjang engkol, sebagai berikut:

Panjang engkol = ptt (P95) ± allowance

= 16,62 -5

= 11,62 cm

dengan pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh panjang engkol

hasil rancangan sebesar 11,62 cm.

Gambar rancangan detail alat penyaring tahu, dapat dijelaskan

melalui gambar berikut.

IV-67

Gambar 4.2 Gambar alat saring tampak atas

Gambar 4.3 Gambar alat saring tampak depan

IV-68

Gambar 4.4 Gambar alat saring tampak samping

Gambar 4.5 Alat penyaring tahu (3d)

Ukuran rancangan alat penyaring tahu ditentukan dengan

pertimbangan beberapa faktor, seperti data anthropometri pekerja serta

persentil yang digunakan. Gambar rancangan hasil perhitungan dijelaskan

melalui gambar 4.4 sebagai berikut.

IV-69

Gambar 4.6 Rancangan alat saring

Berdasarkan gambar hasil rancangan tersebut, dapat ditentukan

dimensi alat saring hasil rancangan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Dimensi Alat Saring

No Bagian Ukuran

1

Dimensi Alat Saring

- Panjang alat saring

- Ketinggian alat saring

42,19 cm

49,68 cm

2

Dimensi engkol

- Tebal engkol

- Panjang engkol

2,55 cm

11,62 cm

4.3 Bill of Material Rancangan Alat Penyaring Tahu

Material penyusun produk alat penyaring tahu (bill of material)

terdapat beberapa komponen. Komponen-komponen tersebut dirangkai

IV-70

menjadi satu sehingga menjadi sebuah alat yang dapat dioperasikan.

Gambar bill of material rancangan alat penyaring tahu adalah sebagai

berikut.

Gambar 4.7 Bill of material rancangan alat saring

Berdasarkan gambar 4.5 dapat dijelaskan dari masing-masing

komponen penyusun produk beserta fungsinya, yaitu:

1. Alat penyaring tahu, merupakan gabungan dari beberapa komponen

penyusun yang berfungsi untuk mengurangi beban kerja (kelelahan).

2. Rangka dasar, merupakan gabungan rangka besi dengan proses

pengelasan ynag berfungsi sebagai penyangga.

3. Wadah, berfungsi sebagai tempat penampungan kedelai cair sebelum

mulai disaring. Wadah tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu bagian

luar dan bagian dalam, yang terbuat dari alumunium.

4. Sistem penggerak merupakan bagian dari rangka yang berfungsi

untuk menggerakkan alat penyaring tahu melalui putaran, dimana

rangka tersebut terbuat dari bevel gear, sprocket, flywheel,

handwheel, as dan bearing.

4.4 Penentuan Spesifikasi Produk

Spesifikasi produk ditentukan berdasarkan komponen-komponen

yang digunakan dalam perancangan alat penyaring tahu. Komponen

Alat penyaring tahu (1)

Rangka dasar (1)

Wadah (2)

Sistem Penggerak (1)

Wadah dalam Wadah luar

Besi L Las Sprocket Bevel gear

IV-71

ditentukan berdasarkan pengetahuan peneliti (engineer) tentang material

ataupun peralatan, dan juga komponen, selain itu engineer juga melakukan

konsultasi dengan pakar RWIN development dalam penentuan komponen

tersebut. Komponen yang digunakan dalam penentuan perancangan alat

penyaring tahu meliputi:

1. Bevel gear

Bevel gear dipilih karena berfungsi sebagai komponen penggerak

(transmisi daya) yang dapat membantu meringankan beban. Bevel

gear yang digunakan dalam perancangan adalah bevel gear bekas,

dengan spesifikasi 10T,16T. Hal ini dilakukan untuk meminimasi

biaya perancangan.

Gambar 4.8 Bevel gear

2. Sprocket

Sprocket merupakan bagian gear dan rantai sepeda yang berfungsi

untuk mentransmisikan daya melalui putaran untuk menggerakkan

handwheel(engkol). Sprocket yang digunakan dalam perancangan

adalah sprocket bekas yang berasal dari sepeda dengan spesifikasi

16T,32T. Sprocket dengan spesifikasi tersebut dipilih sebab daya

putar yang digunakan sangat kecil, karena perbandingan gear hanya

sebesar 1 : 2. Selain alasan tersebut sprocket sepeda dipilih karena

biaya yang dibutuhkan/ dikeluarkan relative murah (minimasi biaya

perancangan).

IV-72

Gambar 4.9 Sprocket

3. Flywheel

Flywheel merupakan komponen yang berfungsi untuk menyimpan

tenaga. Flywheel yang digunakan dalam perancangan adalah flywheel

bekas yang berasal dari mobil, dengan spesifikasi diameter yang

digunakan sebesar

17cm. Pemilihan flywheel bekas dilakukan untuk meminimasi biaya

perancangan.

Gambar 4.10 Flywheel

4. Wadah

Wadah merupakan komponen yang berfungsi sebagai tempat

meletakkan kedelai cair, sebelum kedelai tersebut disaring. Wadah

yang digunakan dalam perancangan terbuat dari alumunium

lembaran dengan tebal 0,6 mm yang dibuat berbentuk tabung.

Pemilihan alumunium dalam penentuan komponen wadah, karena

sifat alumunium yang tahan terhadap panas serta aman digunakan

terhadap bahan makanan (tidak mudah berkarat).

IV-73

Gambar 4.11 Wadah

5. Rangka

Rangka merupakan komponen yang berfungsi sebagai penyangga

serta pelindung, dimana kompen tersebut terbuat dari besi St 37. Besi

tersebut dipilih karena memiliki kemampuan yang kuat untuk

menopang beban. Rangka terdiri dari rangka dasar dan juga rangka

penggerak.

Gambar 4.12 Rangka

4.5 Proses Perakitan Alat Penyaring Tahu

Perakitan alat penyaring tahu dimulai dengan merakit komponen

rangka dasar dengan sistem penggerak yang meliputi perakitan bevel gear,

sprocket, as, dll (a) yang kemudian dilanjutkan dengan perakitan/

pemasangan wadah ke dalam komponen tersebut. Wadah luar (b)

dipasangkan/ diletakkan tepat diatas as, kemudian wadah dalam (c)

IV-74

dimasukkan ke dalam wadah luar. Setelah semua komponen tersebut dirakit

sebagai pengunci dapat ditambahkan dengan pemasangan baut. Dapat

dilihat pada gambar 4.13 sebagai berikut.

Gambar 4.13 Proses perakitan alat saring

4.6 Prototipe Alat Penyaring Tahu

(a) (b)

(c) (d)

IV-75

Prototipe merupakan hasil rancangan yang dibuat berdasarkan

perhitungan anthropometri pekerja dengan tujuan sebagai evaluasi produk.

Gambar 4.14 berikut ini merupakan prototipe hasil rancangan alat

penyaring tahu.

Gambar 4.14 Prototipe rancangan alat penyaring tahu

Berdasarkan prototype tersebut, evaluasi hasil rancangan dapat ditentukan

dengan mengoperasikan alat saring untuk mengetahui hasil yang diinginkan.

4.7 Penentuan Mekanika Alat Penyaring Tahu

Pada tahap ini dilakukan perhitungan mekanik alat penyaring tahu.

Mekanika alat penyaring adalah sebagai berikut.

1. Perhitungan kecepatan putar alat saring

Jika diketahui

Z1 = 32

Z2 = 16

Z3 = 10

Z4 Z3 Z2 Z1

IV-76

Z4 = 16

Nakhir (kecepatan putar yang diinginkan) = 120 rpm

Dimana Z1, Z3 sebagai drive dan Z2,Z4 sebagai driven

Maka perhitungan Nawal adalah

Nakhir : Nawal = Zdrive : Zdriven

120 : Nawal = 32 x 10 : 16 x 16

Nawal = 96 rpm

Dimana :

Z = jumlah gigi

Nawal = kecepatan putar awal (rpm)

Nakhir = kecepatan putar akhir (rpm)

2. Perhitungan gaya sentrifugal

Jika diketahui :

m = 62 kg

R = 40 cm = 0.4 m

ω = 120 rpm

V = ω x 2 x π x R

= 60

120 x 2 x π x 0.4

= 5.024 m/s

Maka gaya sentrifugal

Fr = m x a

= m ´Rv 2

IV-77

= 62 x 4.0

)024.5( 2

= 3912.289 kg.m/s2

Dimana :

m = massa (kg)

R = jari-jari (cm)

ω = Kecepatan sudut (rpm)

V = kecepatan (m/s)

3. Perhitungan torsi putar

Panjang engkol (l) = 11,62 cm

gaya yang digunakan untuk mengengkol (F) = 20 kgf

maka perhitungan torsi engkol :

τ = F x l

= 20 x 11,62

= 232,4 kg.f.cm.

4. Perhitungan kekuatan rangka

Jika diketahui:

F1

F2

F3

IV-78

massa (m) = 62 kg

gaya gravitasi (g) = 10 m/s2

gaya flywheel = 20 N

maka kekuatan rangka:

e F = 0

N- m.g = 0

N = m.g

N = 620 N

kekuatan rangka

e F = 0

– F1 – F2 + F3 = 0

– 620 – 20 + F3 = 0

F3 = 640 N

5. Kapasitas wadah (dalam)

Jika diketahui :

IV-79

Tinggi tabung (t) = 28 cm

Diameter tabung (d) = 40 cm

Jari-jari tabung (r) = 20 cm

14,3=p

maka volume (kapasitas) tabung:

V = p x r ²x t

V = 3,14 x 20 ²x 28

V = 35168 cm3

4.8 Penentuan Estimasi Biaya Alat Penyaring Tahu

Estimasi biaya dilakukan untuk memperkirakan besarnya biaya yang

dikeluarkan untuk perancangan alat bantu fasilitas kerja yang berupa alat

penyaring tahu untuk mengurangi tingkat kelelahan dan membantu

mengurangi beban. Asumsi biaya yang dihitung meliputi biaya material, dan

biaya non material. Keseluruhan biaya material yang ditunjukkan diperoleh

dari bengkel RWIN development mesin dan peralatan industri.

IV-80

Tabel 4.8 Estimasi Biaya Material

No. Bahan Kegunaan pada alat saring Ukuran Biaya (Rp)

1 Besi L Rangka luar(dasar) sebagai pelindung rangka dalam tebal 2 mm 175000

2 Besi St 37 Sebagai AS (dalam rangka penggerak) Ǿ 20 mm 175000

3 Fly wheel Sebagai penyusun rangka penggerak telah tersedia dipasaran 75000

4 hand wheel (sepeda) Sebagai engkol (penggerak) tangan telah tersedia dipasaran 10000

5 bevel gear (mobil bekas) sebagai penyusun rangka penggerak 10T,16T 50000 6 sprocket (sepeda) sebagai penggerak engkol 16T,32T 25000 7 bearing utama (besi) sebagai pembatas bevel gear UCF 20 45000 8 bearing samping (plastic) sebagai pembatas bevel gear UCF 21 25000

9 Alumunium lembaran (handmade) sebagai wadah/tangki dalam Ǿ 0,6 mm 400000

10 Alumunium lembaran (handmade) sebagai wadah/tangki luar Ǿ 0,6 mm 400000

11 Baut sebagai penjepit M10,M8,M6 10000 12 Baut counter sebagai penjepit M6 10000 TOTAL BIAYA 1400000

I-1

Dari Tabel 4.8 diketahui bahwa besarnya biaya yang dikeluarkan

untuk pembelian material adalah sebesar Rp 1.400.000,00

Biaya non material terdiri dari biaya tenaga kerja (termasuk biaya

proses permesinan) dan biaya ide, dan transportasi. Besarnya biaya non

material yang dikeluarkan adalah sebagi berikut.

Tabel 4.9 Estimasi Biaya Non Material

NO. Biaya non material Pengeluaran biaya (Rp)

1 Biaya tenaga kerja 100000

2 Biaya ide & design 300000

3 Biaya transportasi 200000

TOTAL BIAYA 600000

Besarnya biaya non material yang diperlukan dalam pembuatan alat

penyaring tahu hasil rancangan adalah sebesar Rp 600.000,00. Jadi total

biaya keseluruhan yang dikeluarkan untuk membuat alat penyaring tahu

adalah sebesar Rp 2.000.000,00.

I-82

BAB V

ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Analisis dan interpretasi hasil penelitian bertujuan menjelaskan hasil dari

pengolahan data, sehingga hasil penelitian menjadi lebih jelas. Analisis dalam

penelitian ini diuraikan pada sub bab berikut ini.

5.1 Analisis Alat Penyaring Tahu Lama

Analisis dalam hal ini meliputi analisis alat penyaring tahu yang ada saat

ini. Alat penyaring tahu pada industri Sari Murni saat ini, hanya berfungsi

sebagai penopang beban, sehingga dalam pengoperasiaanya masih menggunakan

tenaga manual dan membutuhkan energi yang besar untuk melakukannya. Selain

itu waktu yang dibutuhkan untuk proses penyaringan dengan menggunakan alat

penyaring tahu saat ini membutuhkan waktu sebesar 30 menit untuk satu kali

proses penyaringan. Sedangkan dalam satu hari proses penyaringan biasa

dilakukan dengan rata-rata sebesar 13 kali. Hal ini jelas membutuhkan tenaga

ekstra untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Berdasarkan hasil energi ekspenditure proses penyaringan menurut rata-

rata menghasilkan konsumsi energi sebesar 6,06 kcal/min, dimana tingkat

konsumsi energi tersebut tergolong dalam jenis pekerjaan berat. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka perlu diadakan perancangan alat penyaring tahu yang

dapat mengurangi tingkat kelelahan pekerja.

5.2 Analisis Rancangan Alat Penyaring Tahu

Perancangan alat penyaring tahu dirancang sesuai dengan kebutuhan,

keluhan, dan keinginan pekerja, agar diperoleh manfaat yang dapat mengurangi

keluhan. Berdasarkan hal tersebut, perancangan disesuaikan dengan prinsip

ergonomi, dimana alat saring yang dirancang disesuaikan dengan anthropometri

pekerja. Hal ini dilakukan untuk mengurangi keluhan dan memudahkan pekerja

dalam pengoperasiannya. Hasil perancangan alat penyaring tahu yang disesuaikan

dengan antropometri pekerja dapat dilihat pada gambar 4.4, dimana dalam

I-83

perancangan alat saring dilengkapi dengan engkol yang berfungsi untuk

mengurangi beban.

Pemakaian alat penyaring tahu hasil rancangan menunjukkan bahwa

tingkat konsumsi energi pekerja mengalami penurunan. Hal ini dibuktikan dengan

hasil validasi sebagi berikut.

Tabel 5.1 Rekapitulasi Hasil Validasi Konsumsi Energi

Pekerja

Denyut Jantung Denyut Jantung

Ya Yb KE Sebelum Bekerja

(per menit) Setelah Bekerja (per

menit) 1 79 95 2.938795 3.885639 0.946844 2 66 86 2.347328 3.32332 0.975992 3 73 92 2.645998 3.689709 1.043711 4 70 98 2.512336 4.090061 1.577726

Rata-rata 1.136068

Hasil validasi tersebut menunjukkan konsumsi energi rata-rata pekerja

pada bagian penyaringan adalah sebesar 1,13 kcal/min dengan kategori jenis

pekerjaan ringan. Dalam hal ini konsumsi energi yang terjadi mengalami

penurunan sebesar 4,93 kcal/min. Sedangkan dari segi waktu yang dibutuhkan

untuk melakukan aktivitas/ proses penyaringan dengan alat hasil rancangan

sebesar 15 menit.

Berdasarkan kondisi tersebut kecepatan proses untuk melakukan

penyaringan mengalami peningkatan dengan adanya penurunan waktu

penyaringan tersebut, sehingga proses penyaringan tahu akan berdampak pada

peningkatan produktivitas. Perbandingan kecepatan proses penyaringan sebelum

dan sesudah menggunakan alat hasil rancangan dapat dilihat pada table 5.2

berikut.

Tabel 5.2 Perbandingan Hasil Kecepatan Proses

Proses penyaringan Waktu

proses(menit) Lamanya proses

(kali)

Kecepatan penyaringan (per

proses) Sebelum menggunakan

alat rancangan 30 13 0,43 Sesudah menggunakan

alat rancangan 15 13 0,86

I-84

Berdasarkan hasil validasi diatas kecepatan penyaringan sebelum

menggunakan alat sebesar 0,43/ proses, sedangkan setelah menggunakan alat hasil

rancangan sebesar 0,86 / proses. Hal ini menunjukkan adanya proses kenaikan

kecepatan sebesar 0,43/proses.

5.3 Proses Penggunaan Alat Penyaring Tahu

Perbedaan mekanisme proses pemakaian alat saring sebelum dan setelah

perancangan ditunjukkan dalam tabel 5.3. Secara garis besar, proses pemakaian

alat saring sebelum dan sesudah perancangan adalah sama. Namun dalam hal ini

ada sedikit proses yang berbeda. Proses penyaringan yang ada masih dibagi dalam

tiga tahap, yaitu: mengikatkan kain syfon ke dalam kaitan yang berupa tali dan

meletakkan alat saring sebagai bantalan agar tidak goyah sebelum disaring, tahap

selanjutnya adalah memindahkan kedelai cair yang telah mendidih ke dalam alat

saring tersebut dengan menggunakan ember, setelah semua kedelai habis dan

selesai dipindahkan barulah proses penyaringan dilakukan. Proses penyaringan

tersebut dilakukan dengan tenaga manual yaitu dengan menggoyang-goyangkan

alat saring tersebut hingga semua kedelai yang ada dapat tersaring, sehingga untuk

melakukan proses tersebut dibutuhkan tenaga yang ekstra kuat. Sedangkan proses

pemakaian yang ada setelah memakai produk rancangan ada sedikit perubahan

yaitu pada tahapan ketiga, dimana proses menggoyang-goyangkan kedelai cair

dengan kedua tangan diubah menjadi memutar alat saring dengan menggunakan

engkol. Hal ini dapat dilakukan tanpa menguras tenaga. Dengan alat saring

rancangan pekerja juga tidak perlu menahan beban dan memegangi alat saring

saat menyaring tahu.

I-85

Tabel 5.3 Mekanisme penggunaan alat penyaring tahu sebelum dan sesudah memakai hasil rancangan

No Sebelum Perancangan Analisa Setelah Perancangan Analisa

1

Pekerja meletakkan alat saring dan memasang kain syfon dengan mengaitkan ke dalam kaitan yang telah tersedia.

Pekerja meletakkan alat saring dan mengaitkan kain syfon.

2

Pekerja mengangkut ember yang berisi kedelai cair dari tungku masak ke dalam alat saring.

Pekerja mengangkut ember yang berisi kedelai cair dari tungku masak ke dalam alat saring.

3

Pekerja menggoyang-goyangkan kedelai cair panas dan menahan beban yang akan disaring.

Pekerja hanya memutar engkol pada alat saring tanpa perlu menahan beban yang akan disaring.

I-86

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi kesimpulan berdasarkan analisis yang telah diuraikan

pada bab sebelumnya serta saran pengembangan penelitian selanjutnya.

6.1 KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, sebagai berikut:

1. Berdasarkan data anthropometri, dimensi alat penyaring tahu hasil rancangan

meliputi panjang alat saring sebesar 42,19 cm, tinggi alat saring sebesar 49,68

cm. Alat penyaring tahu terbuat dari besi sebagai dudukan dan alumunium

sebagai wadah.

2. Berdasarkan data anthropometri, dimensi engkol hasil rancangan meliputi

tebal engkol sebesar 2,55 cm, panjang engkol sebesar 11,62 cm. Engkol hasil

rancangan terbuat dari pedal sepeda yang telah dimodifikasi.

3. Berdasarkan hasil konsumsi energi, menunjukkan bahwa sebelum

perancangan besarnya konsumsi energi 6,06 kcal/min dan setelah perancangan

1,13 kcal/min. Hal ini menunjukkan adanya penurunan konsumsi energi

sebesar 4,93 kcal/min.

6.2 SARAN

Beberapa saran yang dapat diberikan untuk langkah pengembangan atau

penelitian selanjutnya yaitu:

1. Perancangan alat penyaring tahu untuk penelitian selanjutnya disarankan

dirancang dengan menggunakan tenaga listrik (motor listrik).

2. Perancangan alat penyaring tahu untuk penelitian selanjutnya disarankan

dirancang untuk mengurangi panas yang terjadi akibat pemaparan langsung

dari tungku masak.

I-87

DAFTAR PUSTAKA

Nurmianto, Eko, 2004. Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasi, Surabaya: Prima Printing.

Murrel, 1965. Ergonomic design for peole at work: the design of jobs, including

works.. Sularso, Ir, MSME dan Kiyokatsu. S. 1987. Dasar Perencanaan dan Pemilihan

elemen Mesin. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Ulrrich, Karl T. dan Eppinger, Steven D, 2000 Perancangan dan Pengembangan

Produk, Salemba Teknika, Jakarta. Sutalaksana, I.Z. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Jakarta: PT Guna Widya. Wignjosoebroto Sritomo, 2000. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya,

Surabaya. Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. New York: McGraw-Hill Book

Company. Bernard, B.P. and Fine, L.J. 1997. Musculoskeletal Disorders and Workplace

Factors. A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders of the Neck, Upper extremity, and Low Back. NIOSH US Department of Health and Human Services. New York: Taylor & Francis.

Panero dan Zelnik. 2003. Dimensi Manusia & Ruang Interior. Jakarta: Erlangga. TEKNOIN, Vol. 11, No. 1, Maret 2006, 13-24 17 Sanders, Marks S., & Cornic, Erness J. 1993. Physical Works end Human Factor

Engineering. USA : McGraw – Hill Inc. Barnes, R.M., 1937, Motion and Time Study, Design and Mesurement of Work, Willy and Sons, New York. Depkes RI. 1991. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal Di Indonesia.Jakarta: Depkes RI Ergonomi, Laboratorium. 2007. Modul Praktikum Ergonomi. Teknik Industri

UNS, Surakarta. Cara Kerja Mesin Pengering pada Mesin Cuci . 2010. [online accesed 08:30 Januari 15, 2010] available at URL: http://www.google.com.

I-88

Winarno, 1982. Mesin Ekstraktor Madu[online accesed 09:00 Januari 15, 2010] available at URL: http://www.google.com. Wongsotjitro, Soetomo. 1980. Buku Politeknik. Bandung: Sumur Bandung Wignjosoebroto, 2001. The Development of Ergonomics Method: Pendekatan Ergonomi Menjawab Problematika Industri , Jurnal Ergonomi Edisi Seminar Nasional Ergonomi, 2006. Wignjosoebroto, Sritomo (2006). Aplikasi Ergonomi dalam Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Kerja di Industri. Keynote Seminar Nasional Ergonomi & K3 - “Peranan Ergonomi dan K3 untuk Meningkatkan Produktivitas dan Kualitas Kerja” yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Ergonomi Indonesia dan Laboratorium Ergonomi & Perancangan Sistem Kerja Jurusan Teknik Industri FTI-ITS, tanggal 29 Juli 2006 di Kampus ITS, Sukolilo-Surabaya. Wignjosoebroto, Sritomo (2006). Indonesia Ergonomic’s Road map. Where We Are Going? Makalah disampaikan dalam Indonesia Panel: Ergo Future 2006 – International Symposium on Past, Present, and Future Ergonomics, Occupational Safety and Health, tanggal 28-30 Augustus 2006 di Universitas Udayana – Denpasar, Bali. Wignjosoebroto, Sritomo.et.al (2005). Kajian Ergonomi dalam Perancangan Alat Bantu Proses Penyetelan dan Pengelasan Produk Tangki Travo. Jurnal OPTIMA Vol.2 Nomor 2, Juli 2005 (ISSN 0216-0048) – Jurusan Teknik Industri FTI-ITS. Stanton, Neville A and Young, Mark S. (1999). A Guide to Methodology in Ergonomics. New York : Taylor and Francis. Husein Torik,Sasono. Perancangan Sistem Kerja Ergonomis untuk Mengurangi Tingkat Kelelahan, Dosen FTI Universitas Mercu Buana. Wignjosoebroto, Sritomo. Analisis Ergonomi dalam Proses Perancangan Produk : Studi Kasus di Sektor Industri Tradisional. Proceeding Seminar Nasional Ergonomi 1997, 6-7 Januari 1997 – Laboratorium Perancangan Sistem Kerja & Ergonomi, Jurusan Teknik Industri - ITB, Bandung.

I-89

Wignjosoebroto, Sritomo dan Dyah Santi Dewi. Perancangan dan Pengembangan Produk: Suatu Upaya untuk Mempertahankan Eksistensi Perusahaan. Proceeding Seminar & Lokakarya tentang “Rancang Bangun Produk Industri” – tanggal 27-28 Februari 1997, Laboratorium Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri ITB – Bandung. Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomic Analysis for Improving the Design of Spining Process Facility in Textile Traditional Industry. Proceedings Asean Ergonomics 97: Human Factors Vision – Care for the Future (Editor: Halimahtun M. Khalid), 6-8 Nopember 1997. Kuala Lumpur: International Ergonomics Association (IEA) Press, 1997. Depkes RI Pusat Kesehatan Kerja. 2006. Promosi Kesehatan. http:// www. Depkes.go.id Darmawan Harsokoesoemo, “Inovasi, Perancangan dan Bantuan Komputer dalam Perancangan”, Dipresentasikan pada Civitas Akademika Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, 2 Mei 1992. Sulistyadi, 2003. Konsumsi energi(energi ekspenditure).online accesed 10:00 Januari 15, 2010] available at URL: http://www.google.com.