Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERANAN DUKUNGAN SUPERVISOR……………………………………………………………………....…. (Ambar)
PERANAN DUKUNGAN SUPERVISOR PADA
KESEIMBANGAN KEHIDUPAN KERJA DAN KEPUASAN
KARYAWAN
Ambar Kusuma Astuti
Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana
ABSTRACT
This study aims to examine the effect of supervisor support on work life balance and job satisfaction.
The criteria of the respondents are married hotel employees. The reason is that hotel employees have
more complex life dynamics than those who are not married. This research was conducted in
Yogyakarta. Indicators of research variables are measured by adapting previous studies. Measurement
of variables using a Likert scale with 5 choices. Characteristics of respondents were analyzed using
crosstabs. While the influence between variables was tested using PLS-SEM. This study uses the
SmartPLS program. The parameters used to test convergent validity are loading factor and AVE. For
reliability using composite reliability. As for evaluating the structural model using the R-square value
criteria and significance. The results of the structural model evaluation show that supervisor support
has a positive effect on work life balance and job satisfaction. In addition, work life balance has a
positive effect on job satisfaction.
Keywords: supervisor support, work life balance, job satisfaction
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dukungan atasan terhadap keseimbangan kehidupan
kerja dan kepuasan kerja. Kriteria responden adalah karyawan hotel yang sudah menikah. Alasannya
adalah bahwa karyawan hotel memiliki dinamika kehidupan yang lebih kompleks daripada mereka
yang belum menikah. Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta. Indikator variabel penelitian diukur
dengan mengadaptasi studi sebelumnya. Pengukuran variabel menggunakan skala Likert dengan 5
pilihan. Karakteristik responden dianalisis menggunakan tabulasi silang. Sedangkan pengaruh antar
variabel diuji menggunakan PLS-SEM. Penelitian ini menggunakan program SmartPLS. Parameter
yang digunakan untuk menguji validitas konvergen adalah loading factor dan AVE. Untuk keandalan
menggunakan keandalan komposit. Adapun untuk mengevaluasi model struktural menggunakan
kriteria nilai R-square dan signifikansi. Hasil evaluasi model struktural menunjukkan bahwa
dukungan pengawas memiliki efek positif pada keseimbangan kehidupan kerja dan kepuasan kerja.
Selain itu, keseimbangan kehidupan kerja memiliki efek positif pada kepuasan kerja.
Kata kunci: dukungan atasan, keseimbangan kehidupan kerja, kepuasan kerja
PENDAHULUAN
Kepuasan merupakan salah satu tujuan
akhir yang hendak dicapai oleh setiap pekerja.
Karyawan akan melakukan evaluasi terhadap
seluruh aktivitas pekerjaannya. Hal ini
mengingat kepuasan terhadap pekerjaan
memungkinkan seseorang untuk berkontribusi
lebih optimal bagi organisasi (Chepkwony dan
Oloko, 2014). Seorang karyawan yang puas
dalam bekerja mampu menikmati seluruh
aktivitasnya. Pekerjaan yang dilakukan
menjadi tidak membosankan, bahkan selalu
menarik untuk dikerjakan. Perasaan puas
mampu memberikan ikatan emosional
terhadap sebuah pekerjaan yang dilakukan.
Walaupun demikian, hingga saat ini masih
banyak karyawan meninggalkan pekerjaan
JRMB, Volume 14, No. 1, Juni 2019
karena ketidakpuasan. Ada berbagai macam
penyebab, salah satunya adalah keadaan
maupun hasil yang diperoleh tidak sesuai
dengan yang diharapkan (Okeke dan Mtyuda,
2017). Pekerjaan yang dilakukan tidak mampu
memberikan kepuasan dari sisi fisik atau
emosional. Ketidakpuasan terhadap pekerjaan
dapat membawa dampak negatif pada
kehidupan seorang pekerja, misalnya seperti
stres.
Salah satu faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam mengembangkan
kepuasan kerja adalah keseimbangan
kehidupan kerja atau work-life balance
(Grandey et al., 2005). Setiap karyawan
mempunyai peran berbeda dalam setiap aspek
kehidupannya. Ketika berada dikantor,
seseorang berperan sebagai pemimpin. Namun
demikian, saat berada di keluarga dia perlu
menjadi seorang ibu yang baik bagi
keluarganya. Pembagian waktu yang baik
tentu menjadi sebuah prioritas utama.
Keseimbangan antara kehidupan kerja dan
pribadi (keluarga) menjadi dasar bagi
terbentuknya sikap dan perilaku yang
membangun (Greenhaus et al., 2003). Hal
tersebut menjadi semakin nyata saat usia
seseorang diatas tiga puluh lima tahun. Usia
tersebut merupakan saat yang memerlukan
kebijaksanaan agar proses di dalam kehidupan
bisa berjalan dengan harmonis. Seorang
pekerja dapat menjalani dan menikmati
seluruh keberadaannya secara utuh. Meskipun
demikian, work-life balance (WLB) tidak
dapat terjadi secara otomatis. Diperlukan
faktor pendukung diluar diri karyawan yang
mengkondisikan agar WLB dapat tercipta.
Dukungan yang diberikan oleh
supervisor memungkinkan karyawan untuk
dapat mengatur waktunya dengan lebih baik
(Lapierre dan Allen, 2006). Pengawas yang
memiliki kepedulian terhadap kehidupan
pribadi atau keluarga dari para staf akan
mendorong terciptanya lingkungan kerja yang
kondusif. Bentuk kepedulian yang ditunjukkan
oleh pengawas dapat berupa kesempatan
maupun waktu yang fleksibel saat karyawan
sedang mengalami masalah di rumah. Selain
itu, pengawas juga dapat mengadakan acara-
acara diluar jam kerja yang dapat menyalurkan
hobi dari karyawan. Aktivitas tersebut dapat
meningkatkan rasa kebersamaan diantara para
karyawan. Hubungan yang nyaman membuat
para staf dapat dengan leluasa menyampaikan
hal-hal yang bersifat non-pekerjaan kepada
atasannya (Breaugh dan Frye, 2008). Masalah
yang terkait dengan keluarga dapat diatasi
dengan tuntas apabila sejak dari semula
diselesaikan dengan bijak. Karyawan menjadi
bertanggungjawab pada aspek kehidupan non-
pekerjaan. Kehidupan yang harmonis di dalam
keluarga mampu memberikan semangat dalam
bekerja. Karyawan akan menyadari terdapat
suatu ikatan yang kuat antara kehidupan
pribadi dan pekerjaan.
Dari uraian tersebut diatas, dapat
dipahami bahwa kepuasan kerja dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Studi ini memberikan
penekanan pada dua anteseden, yakni WLB
dan dukungan supervisor. Dengan meneliti
karyawan hotel, studi ini diharapkan mampu
menunjukkan arah dan kontribusi dari
prediktor yang ada pada kepuasan kerja.
Karyawan hotel memiliki tugas yang
kompleks. Mereka melayani para tamu hotel
yang karakteristiknya beranekaragam. Disatu
sisi karyawan diharapkan mampu melayani
tamu hotel dengan baik, disisi yang lain
mereka juga perlu mengelola stres pada saat
dirinya ada masalah pribadi. Pemilihan objek
penelitian karyawan hotel menjadi relevan
digunakan mengingat adanya kebutuhan untuk
mencapai keseimbangan antara kehidupan
pribadi dan kerja. Karyawan yang menerima
dukungan dari supervisor akan mampu
mengatur waktu dengan baik untuk kehidupan
sosial dan pekerjaannya. Ketimpangan antar
aspek kehidupan dapat ditekan sekecil
mungkin. Peran karyawan di dalam aspek non-
pekerjaan dapat dilakukan dengan penuh
sukacita. Sejalan dengan teori pertukaran
sosial, karyawan yang menerima dukungan
dari pengawas akan memiliki keinginan untuk
membalasbudi dengan cara berperilaku secara
positif terhadap organisasi (Blau, 1964).
KAJIAN LITERATUR DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Dukungan Supervisor dan Work-Life
Balance
Sebagai seorang pribadi yang memiliki
berbagai peran dalam kehidupan (Kahn et al.,
1964), karyawan dituntut untuk selalu
bertanggungjawab. Beban atau tanggungjawab
PERANAN DUKUNGAN SUPERVISOR……………………………………………………………………....…. (Ambar)
yang perlu mereka penuhi tidak terbatas pada
finansial saja, namun juga terkait dengan
waktu dan emosional. Mereka diharapkan
mampu memenuhi keinginan keluarga maupun
pekerjaan dengan seimbang (Marks dan
MacDermid, 1996). Seringkali permasalahan
keluarga yang dialami oleh karyawan
membawa pengaruh negatif terhadap
pekerjaan. Persoalan pribadi yang dialami oleh
karyawan berpotensi menguras energi dan
waktu saat bekerja. Mereka menjadi
kehilangan fokus dan ketahanan saat
melakukan aktivitasnya di kantor. Karyawan
menjadi mudah sedih dan tertekan karena
pikirannya masih terbawa suasana di rumah.
Dalam kaitannya dengan keseimbangan
antara kepentingan pribadi dan kantor,
supervisor memegang peran yang cukup
strategis. Apabila supervisor memiliki
kepekaan dan kepedulian terhadap kebutuhan
non-pekerjaan, maka karyawan merasa
mendapatkan perhatian (Shanock dan
Eisenberger, 2006). Suasana lingkungan kerja
menjadi semakin nyaman bagi karyawan.
Karyawan akan merasa bahwa dia tidak
sedang berjuang sendiri dalam kehidupannya.
Supervisor dapat berperan sebagai mentor
dalam kehidupannya. Saran maupun kritik
yang bersifat membangun dapat diberikan
kepada karyawan agar mampu melewati
aktivitas sehari-hari dengan penuh sukacita.
Selain itu, supervisor juga dapat memberikan
waktu yang fleksibel kepada karyawan saat
sedang menyelesaikan keperluan keluarga
(Scandura dan Lankau, 1997). Dukungan yang
diberikan oleh pengawas mampu mengarahkan
pada kehidupan yang seimbang antara
kepentingan pekerjaan dan pribadi pada
karyawan. Berdasarkan agumentasi tersebut,
maka akan mengarah pada pengembangan
hipotesis berikut:
H1: Dukungan supervisor akan memiliki
pengaruh signifikan pada work-life balance.
Work-Life Balance dan Kepuasan Kerja
Karyawan yang memiliki waktu untuk
keluarga dan pekerjaan akan mampu
menikmati seluruh aktivitasnya (Crede et al.,
2007). Secara emosi dan pikiran mereka telah
stabil. Karyawan dapat menyelesaikan
aktivitas non-pekerjaan dengan lancar. Saat
berada di kantor, mereka mampu menunjukkan
semangat dan totalitas dalam bekerja.
Orientasi mereka dalam bekerja sudah tidak
hanya sebatas pada kebutuhan materi saja,
namun sudah beralih untuk memperoleh
kepuasan batin dan prestasi (Greenhaus et al.,
2003). Mereka mampu mengatur waktu
sehingga dapat bekerja secara efisien dan
efektif. Karyawan melaksanakan tugasnya
berdasarkan skala prioritas. Sikap dan perilaku
karyawan dapat selaras dengan tujuan
perusahaan. Aktivitas pekerjaan yang
dilakukan melampaui standar yang
diharapkan.
Karyawan yang memiliki keseimbangan
kehidupan kerja mampu mengelola waktu
dengan baik. Mereka tetap dapat melakukan
olah raga maupun hobi yang disukai (Lavoie,
2004). Kesehatan fisik dan mental karyawan
menjadi terpelihara. Karyawan senantiasa
dalam kondisi siap untuk berkontribusi bagi
perusahaan. Kondisi pikiran yang jernih
memampukan karyawan untuk bekerja lebih
kreatif dan cerdas. Kondisi yang prima dalam
diri karyawan mendorong tercapainya
produktivitas ditempat kerja. Karyawan
menjadi puas karena dapat menyelesaikan
pekerjaannya. Mereka memperoleh hasil yang
diharapkan dari pekerjaannya. Bagi karyawan,
pekerjaan dan kehidupan pribadi merupakan
dua hal yang menyenangkan untuk dijalani.
Kehidupan kerja dan non-kerja saling
terintegrasi (Grandey et al., 2005). Tinjauan
literatur di atas akan mengarah pada
pengembangan hipotesis berikut:
H2: Work-life balance akan memiliki pengaruh
signifikan pada kepuasan kerja.
Dukungan Pengawas dan Kepuasan Kerja
Pengawas memiliki peran yang besar
dalam membentuk sebuah lingkungan kerja
(Elias dan Mittal, 2011). Tidak jarang
kompleksitas permasalahan kehidupan yang
dialami karyawan terbawa di dalam pekerjaan.
Saat sedang memiliki masalah pribadi,
seringkali konsentrasi karyawan saat
beraktivitas di kantor pun menjadi terganggu.
Persoalan berat yang sedang dihadapi oleh
seorang karyawan jika tidak diatasi dengan
baik berpotensi mengganggu rekan kerjanya.
Hal ini dikarenakan persoalan yang sedang
dihadapi dapat mengakibatkan gangguan
secara emosional, seperti wajah muram,
JRMB, Volume 14, No. 1, Juni 2019
mudah marah, serta sikap dan perilaku lainnya
yang tidak semestinya terjadi. Didalam situasi
yang kurang menguntungkan inilah dukungan
dari pengawas diperlukan. Karyawan
memerlukan arahan dan bimbingan dari
pengawas agar bisa mengatasi persoalan yang
sedang dihadapi (O’Donnell et al., 2012).
Mereka membutuhkan perhatian yang lebih
banyak dari pengawas.
Dukungan dari pengawas berupa
pemberian waktu yang lebih fleksibel saat
sedang menghadapi permasalahan keluarga
mampu membesarkan hati bawahan (Kelly et
al., 2011). Karyawan menjadi lebih percaya
diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan
persoalan dengan baik. Saat karyawan
menyadari adanya dukungan dari atasan, maka
rasa memiliki terhadap organisasi semakin
besar. Karyawan menjadi bersemangat dan
menyukai pekerjaan yang dilakukan.
Kepuasan kerja terjadi saat karyawan
memperoleh kenyamanan secara emosional.
Atasan yang mau mendengarkan, peduli, dan
perhatian terhadap persoalan keluarga
memberikan nilai tambah pada sebuah
organisasi. Bekerja sudah bukan merupakan
beban, melainkan sebuah kenikmatan.
Karyawan menjadi lebih berbahagia dengan
pekerjaan yang saat ini dijalani. Dukungan
yang diberikan oleh atasan mampu
mengarahkan karyawan menuju kepuasan
kerja (Baloyi et al., 2014). Model penelitian
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Tinjauan literatur di atas akan mengarah pada
pengembangan hipotesis berikut:
H3: Dukungan pengawas akan memiliki
pengaruh signifikan pada kepuasan kerja.
Gambar 1 Model Penelitian
METODA PENELITIAN
Sampel Dalam penelitian ini pengambilan
sample dilakukan dengan membagikan
kuesioner sebagai instrumen pengumpul data,
dalam kurun waktu 2 bulan, yakni pada bulan
September sampai bulan Oktober 2018 kepada
para anggota populasi yang terpilih. Dalam
pengambilan sampling, responden yang
dijadikan subjek penelitian sebanyak 100
orang (responden). Adapun responden dalam
penelitian ini adalah karyawan hotel.
Metode pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian adalah
nonprobability sampling yang ditentukan
menggunakan purposive sampling. Kriteria
responden adalah karyawan hotel yang telah
menikah. Adapun alasannya adalah karyawan
hotel tersebut memiliki dinamika kehidupan
yang lebih kompleks dibanding yang belum
menikah. Penelitian ini dilakukan di
Yogyakarta.
Pengukuran Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, indikator
variabel penelitian diukur dengan cara
mengadaptasi studi terdahulu. Pengukuran
variabel dukungan supervisor diadaptasi dari
instrumen penelitian Thompson et al (1999)
dan Clark (2001) dengan nilai cronbach alpha
0,86. Variabel dukungan supervisor antara lain
menggunakan indikator: atasan memahami
kondisi keluarga; atasan mau mendengarkan
ketika berbicara mengenai keluarga; atasan
memahami bahwa bawahan juga memiliki
kewajiban sebagai anggota keluarga, atasan
memberikan teladan yang baik dalam hal
Dukungan
Supervisor
Work-Life
Balance
Kepuasan Kerja
H1 H2
H3
PERANAN DUKUNGAN SUPERVISOR……………………………………………………………………....…. (Ambar)
keseimbangan kehidupan kerja dan non-kerja
(pribadi/keluarga); serta atasan menunjukkan
bagaimana caranya agar seseorang bisa
menjadi sukses di dalam maupun di luar
pekerjaan.
Pengukuran variabel work-life balance
diadaptasi dari instrumen penelitian Talukder
et al (2016) dengan nilai cronbach alpha 0.94.
Variabel work-life balance menggunakan
indikator: waktu yang cukup untuk
menyelesaikan setiap tugas di kantor maupun
urusan non-kerja (pribadi/keluarga);
keseimbangan yang baik antara waktu yang
dihabiskan di tempat kerja dan waktu untuk
kegiatan non-kerja (pribadi/keluarga); merasa
telah memiliki keseimbangan yang baik antara
menyelesaikan pekerjaan dan kegiatan non-
pekerjaan; mampu bernegosiasi dan mencapai
sasaran yang diharapkan dari tempat kerja
maupun di keluarga; serta memenuhi harapan
keluarga maupun atasan di kantor.
Pengukuran variabel kepuasan kerja
diadaptasi dari instrumen penelitian Brayfield
dan Rothe (1951) dengan nilai cronbach alpha
0,87. Variabel kepuasan kerja menggunakan
indikator: pekerjaan seperti hobi; pekerjaan
cukup menarik; merasa lebih berbahagia
dengan pekerjaan yang dilakukan saat ini;
menyukai aktivitas pekerjaan di kantor; serta
menikmati saat bekerja. Pengukuran variabel-
variabel dalam studi ini menggunakan skala
likert dengan 5 pilihan yaitu 1 untuk jawaban
sangat tidak setuju sampai dengan 5 untuk
jawaban sangat setuju.
Teknik Analisis. Menurut Hanneman
et al (2013), statistik deskriptif dapat
menyimpulkan respon yang beragam dari
jumlah responden yang besar melalui analisis
statistik yang sederhana. Data dalam penelitian
ini yang dianalisis dengan statistik deskriptif
yaitu data yang berasal dari bagian pertama
kuesioner yang berisi butir pertanyaan
mengenai karakteristik responden.
Data primer yang telah diperoleh
selanjutnya dianalisis menggunakan program
SmartPLS 3.0. Pada analisis PLS-SEM
setidaknya terdapat dua tahapan yang akan
dilalui, yakni evaluasi model pengukuran dan
evaluasi model struktural. Evaluasi model
pengukuran bertujuan menilai validitas
maupun reliabilitas. Parameter yang digunakan
untuk menguji validitas konvergen adalah
dengan mencermati nilai loading factor. Untuk
penelitian tahap awal dari perkembangan skala
pengukuran, nilai loading faktor 0,5 – 0,6
masih dianggap cukup (Ghozali dan Latan,
2015). Selain mempertimbangkan loading
factor, validitas konvergen juga dapat dinilai
melalui AVE. Adapun nilai AVE yang
direkomendasikan adalah lebih besar dari 0,5
(Bagozzi dan Yi, 1988).
Dalam mengevaluasi model
pengukuran, selain menguji validitas
konvergen, juga dilakukan uji reliabilitas.
Adapun untuk menguji reliabilitas konstruk
dapat dilihat dari nilai composite reliability.
Nilai composite reliability yang
direkomendasikan adalah lebih besar dari 0,70
untuk penelitian yang bersifat confirmatory,
sedangkan untuk penelitian yang bersifat
exploratory nilai 0,6 – 0,7 masih dapat
diterima (Ghozali dan Latan, 2015).
Setelah evaluasi model pengukuran
selesai dilakukan, maka tahap berikutnya
dilakukan evaluasi model struktural. Model
struktural dievaluasi dengan melihat
signifikansi hubungan antar variabel laten.
Hubungan antar konstruk dalam penelitian
diuji menggunakan prosedur bootstrap dengan
500 sub sampel (Chin, 1998). Program
SmartPLS 3.0 menyediakan metode
resampling bootstrap. Selanjutnya
mengevaluasi nilai R2. Menurut Chin (1998)
ada tiga klasifikasi mengenai nilai R2, yakni
0.67 (subtansial), 0.33 (moderat), dan 0.19
(lemah). Menurut Ghozali dan Latan (2015),
nilai signifikansi yang digunakan (two-tailed)
t-value adalah 1,96 (tingkat signifikansi 5
persen).
Temuan Empirik
Data primer hasil penelitian
dikumpulkan selama dua bulan pada karyawan
hotel yang telah menikah. Adapun dari seratus
kuesioner yang diperoleh, sebanyak empat
buah tidak dapat digunakan. Penyebab tidak
digunakannya keempat kuesioner tersebut
adalah karena ada pertanyaan yang tidak
dijawab oleh responden. Oleh sebab itu,
jumlah kuesioner yang diolah dan dianalisis
dalam penelitian ini sebanyak 96 kuesioner.
Pada bagian ini dipaparkan hasil
crosstabs responden penelitian. Dalam
penelitian ini, responden penelitian mayoritas
memiliki pendidikan Diploma atau S1 (53
JRMB, Volume 14, No. 1, Juni 2019
orang). Sedangkan jika dilihat dari jenis
kelaminnya, maka tampak perempuan masih
mendominasi (44 orang). Dari tabel 1, dapat
diketahui bahwa responden yang
berpendidikan SMP / Sederajat hanya sedikit,
yakni 4 orang dan berjenis kelamin laki-laki.
Adapun untuk responden yang berpendidikan
SMA / Sederajat, masih didominasi oleh
karyawan laki-laki (24 orang).
Selain melihat karakteristik
berdasarkan pendidikan dan jenis kelamin,
penelitian ini juga mengamati responden dari
sisi usia dan lama bekerja. Tabel 2
memaparkan karakteristik responden
penelitian berdasarkan usia dan lama bekerja.
Jika dilihat dari usianya, maka tampak bahwa
mayoritas responden berada pada usia emas,
yakni antara 21 hingga 30 tahun (58 orang).
Sedangkan jika dilihat dari lama bekerja, maka
mayoritas responden memiliki masa kerja
antara 1 hingga 10 tahun (90 orang).
Tabel 1
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan dan Jenis Kelamin
Pendidikan Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
SMP / Sederajat 4 0 4
SMA / Sederajat 24 15 39
Diploma / S1 24 29 53
Total 52 44 96
Sumber: data primer diolah.
Tabel 2
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Lama Bekerja
Usia Lama bekerja Total
1 - 10 tahun 11 - 20 tahun 21 - 30 tahun
21 - 30 tahun 58 0 1 59
31 - 40 tahun 28 5 0 33
41 - 50 tahun 4 0 0 4
Total 90 5 1 96
Model Pengukuran Indikator dengan
Variabel
Pada tahap awal evaluasi model
pengukuran, dilakukan uji validitas convergent
dengan melihat parameter loading faktor. Pada
pengujian tahap pertama (awal), seluruh
indikator variabel diuji. Adapun pada tahap
awal pengujian, masing-masing variabel
penelitian memiliki lima buah indikator.
Dengan kata lain, jumlah indikator yang diuji
pada tahap awal sebanyak lima belas buah.
Dari hasil Outer Loadings (Factor
Loading) pada pengujian tahap 1, terdapat
indikator variabel dukungan supervisor yang
tidak valid, yakni SS3 (dengan nilai 0,065).
Oleh karena indikator variabel tersebut
bernilai kurang dari 0,50, maka
dipertimbangkan untuk dikeluarkan dari model
dan dilakukan pengujian ulang. Adapun
indikator yang nilai faktor loadingnya lebih
dari 0,50 tetap dipertahankan.
PERANAN DUKUNGAN SUPERVISOR……………………………………………………………………....…. (Ambar)
Sumber: data primer diolah.
Gambar 2
Model PLS Tahap 2 (Final)
Setelah dilakukan pengujian ulang
dengan mengeluarkan indikator yang tidak
valid (SS3), maka saat ini variabel dukungan
supervisor memiliki empat buah indikator
(lihat gambar 2). Variabel WLB memiliki lima
buah indikator. Variabel kepuasan kerja
memiliki lima buah indikator. Sehingga, total
indikator variabel penelitian yang diikutkan
dalam pengujian ulang sebanyak empat belas
buah.
Dari pengujian ulang tahap dua (final),
tampak bahwa seluruh indikator variabel telah
memiliki nilai loading faktor lebih dari 0,50
(lihat tabel 3). Nilai loading faktor variabel
kepuasan kerja berkisar antara 0,595 hingga
0,899. Nilai loading faktor variabel dukungan
supervisor berkisar antara 0,712 hingga 0,826.
Nilai loading faktor variabel WLB berkisar
antara 0,566 hingga 0,821. Dengan kata lain,
seluruh indikator telah memenuhi persyaratan
validitas convergen.
Dalam kaitannya dengan pengujian
validitas convergent, selain melihat nilai
loading faktor, juga menggunakan parameter
AVE (lihat tabel 4). Hasil pengujian
menunjukkan bahwa variabel dukungan
supervisor memiliki nilai AVE sebesar 0,579.
Variabel kepuasan kerja memiliki nilai AVE
sebesar 0,658. Variabel WLB memiliki nilai
AVE sebesar 0,588. Dari kenyataan tersebut,
tampak nilai AVE seluruh variabel penelitian
sudah diatas 0,50 sehingga telah memenuhi
persyaratan validitas convergent.
Evaluasi model pengukuran juga
mempertimbangkan reliabilitas. Penelitian ini
menggunakan parameter composite reliability
(lihat tabel 5). Nilai composite reliability
untuk variabel dukungan supervisor sebesar
0,846. Nilai composite reliability untuk
variabel kepuasan kerja sebesar 0,904. Nilai
composite reliability untuk variabel WLB
sebesar 0,875. Temuan terhadap nilai
composite reliability tersebut menujukkan
bahwa seluruh variabel penelitian telah diatas
persyaratan minimal, yakni 0,70.
JRMB, Volume 14, No. 1, Juni 2019
Tabel 3
Outer Loadings (Factor Loading) Tahap 2 (Final)
Original
Sample (O)
Sample
Mean (M)
Standard
Deviation
(STDEV)
T Statistics
(|O/ STDEV|) P Values
JS1 <- Kepuasan Kerja 0,595 0,591 0,104 5,706 0,000
JS2 <- Kepuasan Kerja 0,899 0,900 0,021 42,472 0,000
JS3 <- Kepuasan Kerja 0,835 0,835 0,044 18,857 0,000
JS4 <- Kepuasan Kerja 0,884 0,886 0,025 35,259 0,000
JS5 <- Kepuasan Kerja 0,805 0,802 0,052 15,559 0,000
SS1 <- Dukungan
Supervisor
0,743 0,730 0,099 7,544 0,000
SS2 <- Dukungan
Supervisor
0,826 0,830 0,054 15,278 0,000
SS4 <- Dukungan
Supervisor
0,712 0,703 0,097 7,354 0,000
SS5 <- Dukungan
Supervisor
0,758 0,764 0,078 9,717 0,000
WLB1 <- WLB 0,566 0,560 0,112 5,064 0,000
WLB2 <- WLB 0,818 0,810 0,063 12,966 0,000
WLB3 <- WLB 0,821 0,823 0,045 18,118 0,000
WLB4 <- WLB 0,785 0,776 0,073 10,774 0,000
WLB5 <- WLB 0,813 0,814 0,046 17,649 0,000 Sumber: data primer diolah.
Tabel 4
Average Variance Extracted (AVE)
AVE
Dukungan Supervisor 0,579
Kepuasan Kerja 0,658
WLB 0,588
Sumber: data primer diolah.
Tabel 5 Composite Reliability
Composite Reliability
Dukungan Supervisor 0,846
Kepuasan Kerja 0,904
WLB 0,875
Sumber: data primer diolah.
Pengujian Model Struktural
Setelah melewati evaluasi model
pengukuran, selanjutnya dilakukan pengujian
model struktural. Penelitian ini menggunakan
kriteria nilai R-square (lihat tabel 6) dan
signifikansi (lihat tabel 7). Nilai R-square
untuk variabel kepuasan kerja sebesar 0,794.
Nilai R-square untuk variabel WLB sebesar
0,521. Dari nilai R-square yang diperoleh,
tampak bahwa model penelitian yang
digunakan mengarah dari moderat hingga kuat.
Tabel 6.
R-square
R-Square
Kepuasan Kerja 0,794
WLB 0,521
Sumber: data primer diolah.
Untuk menguji hipotesis penelitian,
terdapat dua dasar yang dipergunakan, yakni
nilai koefisien parameter (lihat kolom Original
Sample) dan T Statistics. Koefisien parameter
PERANAN DUKUNGAN SUPERVISOR……………………………………………………………………....…. (Ambar)
pada pengujian pengaruh dukungan supervisor
terhadap kepuasan kerja menunjukkan sebesar
0,391 dengan nilai T Statistics 4,085.
Koefisien parameter pada pengujian pengaruh
dukungan supervisor terhadap WLB
menunjukkan sebesar 0,722 dengan nilai T
Statistics 12,407. Koefisien parameter pada
pengujian pengaruh WLB terhadap kepuasan
kerja menunjukkan sebesar 0,567 dengan nilai
T Statistics 6,297. Seluruh temuan tersebut
menunjukkan bahwa pengaruh antar variabel
di dalam model penelitian adalah signifikan
dan positif. Dengan kata lain, seluruh hipotesis
dalam penelitian di dukung.
Tabel 7
Hasil Path Coefficients
Original
Sample
(O)
Sample
Mean
(M)
Standard
Deviation
(STDEV)
T
Statistics
(|O/
STDEV|)
P
Values
Keterangan
Dukungan Supervisor
Kepuasan Kerja
0,391 0,389 0,096 4,085 0,000 Signifikan,
positif
Dukungan Supervisor
WLB
0,722 0,734 0,058 12,407 0,000 Signifikan,
positif
WLB Kepuasan Kerja 0,567 0,573 0,090 6,297 0,000 Signifikan,
positif
Batas signifikansi: 1,96 (significance level = 5 percent).
Sumber: data primer diolah.
PEMBAHASAN
Pengaruh Dukungan Supervisor terhadap
Work-Life Balance
Hasil pengujian terhadap data primer
menunjukkan bahwa dukungan yang diberikan
oleh supervisor kepada karyawan hotel mampu
mengarahkan pada terbentuknya
keseimbangan kehidupan kerja (lihat tabel 7).
Supervisor memainkan peran penting dalam
kompleksitas kehidupan para karyawan yang
telah menikah. Hal ini dikarenakan setiap
aspek kehidupan (pekerjaan maupun non-
pekerjaan) memiliki tuntutan yang perlu
dipenuhi (Kahn et al., 1964). Adapun hasil
penelitian ini sejalan dengan Lapierre dan
Allen (2006) serta Breaugh dan Frye (2008).
Dukungan yang diberikan oleh supervisor
memampukan karyawan untuk dapat
mempergunakan waktu yang ada secara
bijaksana.
Secara statistik, dukungan yang
diberikan oleh supervisor telah mampu
menjadi antesedent bagi terbentuknya
keseimbangan kehidupan kerja. Hal tersebut
tercermin dari nilai R-square (lihat tabel 6).
Dalam prakteknya, organisasi yang memiliki
kecukupan dalam hal dukungan supervisor
kepada karyawannya, maka kemungkinan
besar keseimbangan kehidupan kerja mampu
tercipta (Scandura dan Lankau, 1997).
Dukungan yang diberikan oleh supervisor
memberikan andil yang besar bagi
pembentukan keseimbangan kehidupan kerja
karyawan.
Beberapa dukungan dari supervisor
yang dirasakan oleh karyawan antara lain
adalah ketersediaannya untuk memahami
kondisi keluarga. Perasaan empati yang
ditunjukkan oleh supervisor ini akan mampu
membentuk citra yang positif. Karyawan akan
merasa tenang, optimis, dan memperoleh
dukungan secara psikologis saat menghadapi
permasalahan kehidupan non-kerja (Marks dan
MacDermid, 1996). Dukungan yang diberikan
oleh supervisor menjadikan karyawan dapat
memenuhi harapan keluarga maupun atasan di
kantor. Pemahaman tersebut telah selaras
dengan teori pertukaran sosial (Blau, 1964).
Karyawan akan melakukan tindakan balas
budi dengan cara berperilaku secara positif
terhadap organisasi.
Selain itu, bimbingan dan arahan yang
diberikan oleh supervisor juga turut
berkontribusi pada keseimbangan kehidupan
kerja para karyawan. Dalam prakteknya,
karyawan membutuhkan keteladanan dari
JRMB, Volume 14, No. 1, Juni 2019
seorang pemimpin atau supervisor. Teladan
yang baik dari supervisor mampu
menginspirasi karyawan untuk tidak
mengabaikan aspek kehidupan non-kerja
(Shanock dan Eisenberger, 2006). Karyawan
menjadi terlatih untuk beraktivitas secara
efisien dan efektif sehingga tidak terjadi
ketimpangan antar aspek kehidupan. Studi
terdahulu mencatat bahwa dukungan
supervisor juga mampu meningkatkan
keterlibatan karyawan (Elias dan Mittal, 2011)
dan kepuasan hidup (Talukder et al, 2016).
Pengaruh Work-Life Balance terhadap
Kepuasan Kerja
Secara empirik, keseimbangan
kehidupan kerja berpengaruh secara positif
dan signifikan terhadap kepuasan kerja
seorang karyawan (lihat tabel 7). Semakin
seimbang seseorang dalam menjalani aktivitas
kerja dan non-kerja, maka semakin tinggi pula
kepuasan kerja yang didapatkan. Dalam
hidupnya, karyawan tetap memiliki waktu
yang cukup untuk melakukan kegemarannya
diluar kantor, misalnya seperti hobi. Kondisi
emosional dan fisik yang segar pada akhirnya
akan sangat bermanfaat untuk optimalisasi
kinerja karyawan (Lavoie, 2004). Hal tersebut
sejalan dengan teori pertukaran sosial (Blau,
1964).
Apabila ditinjau dari usianya (lihat tabel
2), maka tampak bahwa mayoritas responden
berada di usia muda dan produktif (21 - 30
tahun). Keseimbangan kehidupan kerja yang
dialami oleh karyawan pada usia muda
merupakan modal yang berharga bagi
keberlanjutan organisasi. Keselarasan antar
aspek kehidupan memungkinkan karyawan
untuk menata kehidupannya dengan lebih baik
(Crede et al., 2007). Ketimpangan antar aspek
kehidupan dapat ditekan seminimal mungkin.
Terpenuhinya harapan keluarga dan atasan di
kantor membuat karyawan menjadi puas dan
setia terhadap pekerjaannya.
Keseimbangan kehidupan kerja yang
dialami oleh karyawan juga mampu
meminimalkan rasa bosan saat di kantor. Saat
karyawan mampu bernegosiasi dan mencapai
sasaran yang diharapkan dari tempat kerja
maupun di keluarga, mereka akan dengan
mudah mengambil inisiatif demi peningkatan
kualitas kerja. Kehidupan kerja dan non-kerja
merupakan sebuah mata rantai yang tidak
dapat dipisahkan (Grandey et al., 2005).
Keseimbangan kehidupan kerja mendorong
terbentuknya kepuasan kerja. Hasil penelitian
ini sepaham dengan yang dilakukan oleh
Talukder et al (2016) serta Chepkwony dan
Oloko (2014). Disamping berpengaruh
terhadap kepuasan kerja, keseimbangan
kehidupan kerja juga membawa dampak
positif pada kualitas kehidupan (Greenhaus et
al, 2003), kesejahteraan karyawan (Lapierre
dan Allen, 2006), serta komitmen organisasi
(Scandura dan Lankau, 1997).
Pengaruh Dukungan Supervisor terhadap
Kepuasan Kerja
Untuk dapat memperoleh kepuasan
kerja, seorang karyawan yang telah
berkeluarga memerlukan lebih banyak
stimulus. Hal ini dikarenakan adanya
kompleksitas kehidupan saat seseorang telah
berumah tangga. Mereka memiliki berbagai
kewajiban yang perlu dipenuhi. Dari hasil
pengujian terhadap data primer, tampak bahwa
R-square untuk variabel kepuasan kerja
menunjukkan nilai yang baik (lihat tabel 6).
Hal tersebut mengindikasikan bahwa kedua
antesedent yang diajukan di dalam model
penelitian, yakni dukungan supervisor dan
keseimbangan kehidupan kerja, mampu
mendukung terciptanya kepuasan kerja
seorang karyawan. Hasil penelitian ini identik
dengan studi yang dilakukan oleh Kelly et al
(2011) maupun Baloyi et al (2014).
Bentuk dukungan yang diberikan oleh
supervisor kepada karyawan dapat bervariasi.
Namun demikian, setidaknya ada beberapa hal
yang diamati dalam kaitannya dengan
kepuasan kerja. Pertama, kesediaan supervisor
dalam mendengarkan permasalahan keluarga.
Perhatian yang diberikan oleh supervisor dapat
memberikan semangat untuk menyelesaikan
setiap persoalan yang ada (Elias dan Mittal,
2011). Kedua, pengajaran dari supervisor agar
karyawan dapat menjadi sukses di dalam
maupun di luar pekerjaan. Karyawan
memerlukan sosok supervisor yang bersedia
berbagai pengalaman dan pengetahuan
mengenai kehidupan. Hal ini dikarenakan ide
atau solusi mengenai sebuah permasalahan
seringkali muncul dari komunikasi sehari-hari
(O’Donnell et al., 2012).
PERANAN DUKUNGAN SUPERVISOR……………………………………………………………………....…. (Ambar)
Secara empirik, dukungan supervisor
kepada karyawan berpengaruh secara positif
dan signifikan terhadap kepuasan kerja (lihat
tabel 7). Semakin baik dukungan yang
diberikan oleh supervisor kepada karyawan,
maka semakin puas karyawan terhadap
pekerjaannya. Kepuasan terhadap pekerjaan
membuat karyawan tidak merasa bosan,
bahkan selalu tertarik untuk berkarya. Mereka
juga akan merasa lebih berbahagia dengan
pekerjaan yang dilakukan saat ini. Kesukaan
terhadap aktivitas pekerjaan di kantor,
membuat karyawan dapat menikmati saat
bekerja. Studi terdahulu juga menunjukkan
bahwa dukungan yang diberikan oleh
supervisor memberikan dampak positif
terhadap perceived organisational support dan
kinerja (Shanock dan Eisenberger, 2006) serta
organisational attachment (Thompson et al,
1999).
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN
IMPLIKASI PRAKTIS
Kesimpulan
Dukungan yang diberikan oleh
supervisor mampu membuat karyawan hotel
yang telah menikah merasakan keseimbangan
kehidupan kerja. Kondisi tersebut semakin
menguntungkan bagi organisasi mengingat
mayoritas pekerja masih berada pada usia
muda. Kedepannya, mereka akan mampu
berkontribusi secara optimal di tempat kerja.
Hal ini mengingat mereka memiliki
kesempatan, waktu, dan tenaga yang cukup
dalam menata masa depannya. Singkatnya,
karyawan dapat memenuhi harapan keluarga
maupun atasan di kantor. Secara empiris,
penelitian ini menemukan bahwa
keseimbangan kehidupan kerja pada akhirnya
mampu mendorong karyawan mengalami
kepuasan dalam bekerja.
Selain keseimbangan kehidupan kerja,
dukungan yang diberikan oleh supervisor juga
memberikan pengaruh positif pada kepuasan
kerja. Pekerjaan yang dilakukan menjadi
menarik, sehingga karyawan tidak mudah
bosan. Mereka menjadi termotivasi untuk
menyukai dan menikmati aktivitas pekerjaan.
Dengan kata lain, karyawan menjadi lebih
berbahagia dengan pekerjaan yang dilakukan
saat ini.
Implikasi Praktis
Dukungan supervisor memberikan
pengaruh positif terhadap keseimbangan
kehidupan kerja maupun kepuasan kerja para
karyawan hotel yang telah menikah. Terdapat
beberapa hal yang dapat dilakukan oleh
supervisor untuk meningkatkan
keterampilannya dalam mendukung karyawan.
Pertama, memberikan pujian. Karyawan
memerlukan pujian untuk setiap prestasi yang
mereka capai. Kedua, berkomunikasi secara
efektif. Supervisor perlu memberikan arahan
dengan tepat kepada karyawan saat mereka
bertugas. Hal ini bermanfaat untuk melakukan
evaluasi atas harapan dan capaian yang
diperoleh. Ketiga, menyediakan informasi
yang akurat. Karyawan selalu mengandalkan
informasi yang lengkap dari supervisor.
Informasi yang berkaitan dengan departemen
maupun perusahaan bermanfaat untuk
menyelaraskan sikap dan perilakunya di dalam
organisasi.
Selain dukungan supervisor,
keseimbangan kehidupan kerja juga
merupakan salah satu faktor yang berperan
bagi kepuasan kerja karyawan hotel. Terdapat
beberapa hal yang perlu menjadi perhatian
organisasi dalam kaitannya dengan
keseimbangan kehidupan kerja. Pertama,
dengan memprioritaskan kesehatan pekerja.
Kondisi fisik dan mental yang baik akan
membuat karyawan lebih bahagia dan
produktif. Kedua, memposisikan karyawan
pada bidang yang disukai. Kecintaan terhadap
pekerjaan membuat seorang pekerja bersedia
berjuang untuk menyelesaikan tantangan yang
ditemui. Karyawan juga menjadi lebih terlibat
ditempat kerja.
Keterbatasan Penelitian dan Saran
Kepuasan kerja merupakan salah satu
tujuan yang hendak dicapai oleh setiap
pekerja. Ada banyak faktor yang berperan
pada pembentukan kepuasan kerja. Namun
demikian, dalam model penelitian ini masih
terbatas hanya menggunakan dua antesedent,
yakni dukungan supervisor dan keseimbangan
kehidupan kerja. Untuk mengatasi
JRMB, Volume 14, No. 1, Juni 2019
keterbatasan yang ada, maka penelitian
mendatang dapat menguji variabel yang lain,
misalnya seperti kesejahteraan psikologis dan
keterlibatan karyawan.
Dalam penelitian ini, yang menjadi
sampel penelitian adalah karyawan hotel yang
telah menikah. Penelitian mendatang dapat
menggunakan responden karyawan yang
belum menikah. Hal itu bermanfaat untuk
melihat tingkat efektivitas dukungan yang
diberikan supervisor kepada karyawannya.
Selain itu, untuk meningkatkan kemampuan
dalam generalisasi, maka studi mendatang juga
dapat dilakukan pada organisasi yang lain,
misalnya perbankan.
DAFTAR REFERENSI
Bagozzi, R. P. and Yi, Y. (1988). “On the
evaluation of structural equation
models”, Journal of the Academy of
Marketing Science, Vol. 16 No. 1, pp.
74–94.
Baloyi, S., van Waveren, C.C., and Chan, K.Y.
(2014), “The role of supervisor support
in predicting employee job satisfaction
from their perception of the
performance management systems: a
test of competing models in engineering
environments”, South African Journal of
Industrial Engineering, Vol. 25 No. 1,
pp. 85 - 95.
Blau, P. M. (1964). Exchange and power in
social life. New York: John Wiley and
Sons. Booth.
Brayfield, A.H. and Rothe, H.F. (1951), “An
index of job satisfaction”, Journal of
Applied Psychology”, Vol. 35 No. 5, pp.
307-311.
Breaugh,J. A. and Frye, N. K. (2008), “Work-
Family Conflict: The Importance of
Family-Friendly Employment Practices
and Family-Supportive Supervisors”,
Journal of Business and Psychology,
Vol. 22 No. 4, pp. 345-353.
Chepkwony, C.C. and Oloko, M. (2014), “The
relationship between rewards systems
and job satisfaction: a case study at
teachers service commission-kenya”,
European Journal of Business and
Social Sciences, Vol. 3 No.1, pp 59-70.
Chin, W. 1998. The partial least squares
approach to structural equation
modeling, in G. A. Marcoulides (Ed.).
Modern Methods for Business Research.
Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum
Associates, pp. 295–336.
Clark, S.C. (2001), “Work cultures and
work/family balance”, Journal of
Vocational Behavior, Vol. 58 No. 3, pp.
348-365.
Crede, M., Chernyshenko, O. S., Stark, S.,
Dalal, R. S. and Bashshur, M. (2007),
“Job satisfaction as a mediator: An
assessment of job satisfaction’s position
within the nomological network”,
Journal of Occupational and
Organizational Psychology, Vol. 80 No.
3, pp. 515–538.
Elias, S.M. and Mittal, R. (2011) "The
importance of supervisor support for a
change initiative: An analysis of job
satisfaction and involvement",
International Journal of Organizational
Analysis, Vol. 19 No. 4, pp. 305-316.
Ghozali, I. and Latan, H., (2015). Partial Least
Squares Konsep, Teknik, dan Aplikasi
Menggunakan Program SmartPLS 3.0
Untuk Penelitian Empiris. Semarang:
BP Undip.
Grandey A., A., Cordeiro, B. L. and Crouter,
A. C. (2005), “A longitudinal and
multisource test of the work-family
conflict and job satisfaction
relationship”, Journal of Occupational
and Organisational Psychology, Vol. 78
No. 3, pp. 305-323.
Greenhaus, J. H., Collins, K. M. and Shaw, J.
D. (2003), “The relation between work–
family balance and quality of life”,
Journal of Vocational Behavior, Vol. 63
No. 3, pp. 510 – 531.
Hair, J., Hult, G.T.M, Ringle, C., and Sarstedt,
M. (2014). A Primer on Partial Least
Squares Structural Equation Modeling
(PLS-SEM). Los Angeles: SAGE
Publications, Incorporated.
Hanneman, R., Kposowa, A.J., and Riddle, M.,
(2013), Basic statistics for social
research, San Francisco, Wiley.
Kahn, R. L., Wolfe, D. M., Quinn, R., Snoek,
J. D. and Rosenthal, R. A. (1964),
Organization Stress, Wiley, New York.
PERANAN DUKUNGAN SUPERVISOR……………………………………………………………………....…. (Ambar)
Kelly, E.L, Moen, P, and Tranby, E., (2011),
“Changing Workplaces to Reduce
Work-Family Conflict: Schedule
Control in a White-Collar
Organization”, American Sociological
Review, Vol. 76 No. 2, pp. 265–290.
Lapierre, L. M. and Allen, T. D. (2006),
“Work-supportive family, family-
supportive supervision, use of
organisational benefits, and problem-
focused coping: Implications for work–
family conflict and employee well-
being”, Journal of Occupational Health
Psychology, Vol. 11 No. 2, pp. 169–
181.
Lavoie, M. (2004), “Post Keynesian consumer
theory: Potential synergies with
consumer research and economic
psychology”, Journal of Economic
Psychology, Vol. 25 No. 5, pp. 639-649.
Marks, S. P. and MacDermid, S. M. (1996),
“Multiple Roles and the Self: A Theory
of Role Balance”, Journal of Marriage
and Family, Vol. 58 No. 2, pp. 417-432.
O’Donnell, E.M, Berkman, L.F. , and
Subramanian, Sv., (2012), “Manager
support for work/family issues and its
impact on employee-reported pain in the
extended care setting”, Journal of
Occupational and Environmental
Medicine, Vol. 54 No. 9, pp. 1142–
1149.
Okeke, C.I. dan Mtyuda, P.N. (2017),
“Teacher job dissatisfaction:
implications for teacher sustainability
and social transformation”, Journal of
Teacher Education for Sustainability,
Vol. 19 No. 1, pp. 54-68.
Scandura, T. A. and Lankau, M. J. (1997),
“Relationships of Gender, Family
Responsibility and Flexible Work Hours
to Organisational Commitment and Job
Satisfaction”, Journal of Organisational
Behavior, Vol. 18 No. 4, pp. 377-391.
Shanock, L. R. and Eisenberger, R. (2006),
“When supervisors feel supported:
Relationships with subordinates'
perceived supervisor support, perceived
organisational support, and
performance”, Journal of Applied
Psychology, Vol. 91 No. 3, pp. 689-695.
Talukder, A.K.M, Vickers, M., and Khan, A.
(2016), “Supervisor support and work-
life balance: impacts on job
performance in the Australian financial
sector”, Personnel Review, Vol. 47 No.
3, pp. 727-744.
Thompson, C.A., Beauvais, L.L. and Lyness,
K.S. (1999), “When work family
benefits are not enough: The influence
of work-family culture on benefit
utilization, organisational attachment,
and work-family conflict”, Journal of
Vocational Behavior, Vol. 54 No. 3, pp.
392–415.