14
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016 630 Unmas Denpasar PERAN OMBUDSMAN DALAM PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI UNTUK MENUNJANG PELAYANAN PUBLIK I Ketut S Lanang Putra Perbawa Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum dilakukan dalam rangka penyelenggaraan Negara dan pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik, bersih dan efisien (clean and good Governance) guna meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga Negara. Pengawasan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan Negara dan pemerintahan merupakan unsur penting dalam upaya menciptakan Good Governance. Undang Undang Republik Indonesia No 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, mengatur tentang lembaga yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam Undang-Undang tersebut Ombudsman Republik Indonesia diberi kewenangan mengawasi pemberian pelayanan umum oleh penyelenggara negara dan pemerintah kepada masyarakat. Penyelenggara negara dimaksud meliputi Lembaga Peradilan, Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Daerah, Instansi Departemen dan Non-Departemen, BUMN, dan Perguruan Tinggi Negeri, serta badan swasta dan perorangan yang seluruh/sebagian anggarannya menggunakan APBN/APBD. Ombudsman sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan daerah. Jadi peran Ombudsman dalam penegakan hukum administrasi dalam menunjang pelayanan public sangatlah penting. Kata Kunci: Good Governance, Pelayanan Publik, Ombudsman ABSTRACT Service to the community and law enforcement carried out in the framework of the implementation of state and government is an integral part of the effort to create better governance, clean and efficient (clean and good governance) in order to improve the welfare and creating fairness and legal certainty for all citizens. Service monitoring organized by the organization of state and government is an important element in efforts to create good governance. Law - Law of the Republic of Indonesia No. 37 of 2008 on the Ombudsman of the Republic of Indonesia, set of institutions that have the authority to oversee the implementation of public services. In the Act the Ombudsman of the Republic of Indonesia given the authority to oversee the provision of public services by state officials and the government to the public. Organizers of such countries include the Institute of Justice, the Attorney General, the Police, the National Land Agency, Local Government, Department of Agencies and Non-Department, state, and State Universities, and private entities and individuals that whole / part of its budget using APBN / APBD. Ombudsman as a state institution has the authority to oversee the implementation of public service both held by state officials and local government. So the role of the Ombudsman in administrative law enforcement in supporting the public service is very important. Keyword: Good governance, Public Service, Ombudsman.

PERAN OMBUDSMAN DALAM PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI …lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/74.-peneltian_I-Ketut... · Upaya untuk mencegah atau mengatasi tindakan mal-administrasi

Embed Size (px)

Citation preview

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

630 Unmas

Denpasar

PERAN OMBUDSMAN DALAM PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI

UNTUK MENUNJANG PELAYANAN PUBLIK

I Ketut S Lanang Putra Perbawa

Universitas Mahasaraswati Denpasar

ABSTRAK

Pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum dilakukan dalam rangka

penyelenggaraan Negara dan pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

upaya untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik, bersih dan efisien (clean and good

Governance) guna meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan keadilan dan kepastian

hukum bagi seluruh warga Negara. Pengawasan pelayanan yang diselenggarakan oleh

penyelenggaraan Negara dan pemerintahan merupakan unsur penting dalam upaya

menciptakan Good Governance. Undang – Undang Republik Indonesia No 37 Tahun 2008

Tentang Ombudsman Republik Indonesia, mengatur tentang lembaga yang mempunyai

kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam Undang-Undang tersebut

Ombudsman Republik Indonesia diberi kewenangan mengawasi pemberian pelayanan umum

oleh penyelenggara negara dan pemerintah kepada masyarakat. Penyelenggara negara

dimaksud meliputi Lembaga Peradilan, Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pertanahan Nasional,

Pemerintah Daerah, Instansi Departemen dan Non-Departemen, BUMN, dan Perguruan

Tinggi Negeri, serta badan swasta dan perorangan yang seluruh/sebagian anggarannya

menggunakan APBN/APBD. Ombudsman sebagai lembaga negara yang mempunyai

kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh

penyelenggara negara dan pemerintahan daerah. Jadi peran Ombudsman dalam penegakan

hukum administrasi dalam menunjang pelayanan public sangatlah penting.

Kata Kunci: Good Governance, Pelayanan Publik, Ombudsman

ABSTRACT

Service to the community and law enforcement carried out in the framework of the

implementation of state and government is an integral part of the effort to create better

governance, clean and efficient (clean and good governance) in order to improve the welfare

and creating fairness and legal certainty for all citizens. Service monitoring organized by the

organization of state and government is an important element in efforts to create good

governance. Law - Law of the Republic of Indonesia No. 37 of 2008 on the Ombudsman of

the Republic of Indonesia, set of institutions that have the authority to oversee the

implementation of public services. In the Act the Ombudsman of the Republic of Indonesia

given the authority to oversee the provision of public services by state officials and the

government to the public. Organizers of such countries include the Institute of Justice, the

Attorney General, the Police, the National Land Agency, Local Government, Department of

Agencies and Non-Department, state, and State Universities, and private entities and

individuals that whole / part of its budget using APBN / APBD. Ombudsman as a state

institution has the authority to oversee the implementation of public service both held by state

officials and local government. So the role of the Ombudsman in administrative law

enforcement in supporting the public service is very important.

Keyword: Good governance, Public Service, Ombudsman.

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

631 Unmas

Denpasar

PENDAHULUAN

Pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum juga dilakukan dalam

rangka penyelenggaraan Negara dan pemerintahan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari upaya untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik, bersih dan

efisien (clean and good Governance) guna meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan

keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga Negara sebagai mana dimaksud dalam

UUD Negara RI Tahun 1945. Oleh karena itu pengawasan pelayanan yang

diselenggarakan oleh penyelenggaraan Negara dan pemerintahan merupakan unsur

penting dalam upaya menciptakan “Good Governance” aspirasi yang berkembang dalam

masyarakat mengharapkan agar terwujud aparatur penyelenggara Negara dan

pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, bersih, terbuka serta bebas dari korupsi,

kolusi dan nepotisme (KKN), maka perlu dibentuk lembaga Negara yang mengawasi

pengelenggaran pelayan publik, karena sudah cukup lama bangsa Indonesia merasa tidak

puas terhadap lembaga birokrasi pemerintahan, namun keluhan-keluhan atas jetidak

puasan tersebut tidak ditanggapi dan pada saat yang sama system penegakan hukum (yang

menjadi tujuan akhir memperoleh keadilan), sangat lamban mahal bersifat publik, dan

jauh dari kemudahan (not user friendly). Karena itulah Bangsa Indonesia mendambakan

perubahan dalam penyelenggaran pemerintahn dan pelayanan publik menjadi

pemerintahan yang bersih, efisien, dan ramah terhadap kepentingan masyarakat 1.

Undang – Undang Republik Indonesia No 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman

Republik Indonesia, mengatur tentang lembaga yang mempunyai kewenangan mengawasi

penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara

dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN serta

badan swasta atau perorangan yang diberi tugas mengelenggarakan pelayanan publik

tertentu yang sebagian atau seluruh dadanya berasal dari APBN dan/atau APBD.

Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas intern

dan pengawas ekstern. Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui

pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan

pengawasan oleh aparat pengawasan pengawasan fungsional sesuai dengan perundangan-

undangan.Sedangkan pengawasan ekstern penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan

melalui pengawasan oleh Ombudsman dan oleh pengawasan masyarakat.

Dalam Undang-Undang tersebut Ombudsman Republik Indonesia diberi

kewenangan mengawasi pemberian pelayanan umum olehpenyelenggara negara dan

pemerintah kepada masyarakat. Penyelenggaranegara dimaksud meliputi Lembaga Peradilan,

Kejaksaan, Kepolisian, BadanPertanahan Nasional, Pemerintah Daerah, Instansi Departemen

dan Non-Departemen, BUMN, dan Perguruan Tinggi Negeri, serta badan swasta

danperorangan yang seluruh/sebagian anggarannya menggunakan APBN/APBD.

Praktek pelanggaran administrasi atau mal-administrasi acapkali timbul karena

bertemunya faktor “niat atau kemauan dan kesempatan”, apabila ada niat kesempatan

tidak ada mal-administrasi tidak akan terjadi, begitu sebaliknya kesempatan ada namun

tidak ada niat maka tindakan mal-administrasi tidak terjadi. Ada dua faktor sebagai

1www.ombudsman.go.id, diakses 5 Agustus 2016

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

632 Unmas

Denpasar

sumber penyebab timbulnya mal-administrasi yaitu: pertama, faktor internal yakni faktor

pribadi orang yang melakukan tindakan mal-administrasi, misalnya niat, kemauan, dan

dorongan yang tumbuh dalam pribadi orang; kedua, faktor eksternal yaitu faktor yang

berada diluar diri pribadi orang yang melakukan tindakan mal-administrasi, misalnya

lemahnya peraturan, lemahnya pengawasan, dan lingkungan kerja yang memungkinkan

kesempatan untuk melakukan tindakan mal-administrasi.

Menurut Widodo2, mal-administrasi merupakan suatu praktek yang menyimpang

dari etika administrasi yang menjauhkannya dari pencapaian tujuan administrasi. Sedangkan

Nigro dan Nigro dalam (Widodo, 2001:259-262), mengemukakan terdapat delapan bentuk

mal-praktek (mal-administrasi) yaitu :

1. Ketidak-jujuran (dishonesty), yaitu suatu tindakan administrasi yang tidak jujur.

Misalnya; mengambil uang dan barang publik untuk kepentingan sendiri, menerima

uang suap dari langganan (client), menarik pungutan liar, dan sebagainya. Dikatakan

ketidak-jujuran karena tindakan ini berbahaya dan menimbulkan ketidak-percayaan

(dis-trust), dan merugikan kepentingan organisasi atau masyarakat.

2. Perilaku yang buruk (unethical behaviour), pegawai (administrator publik) mungkin

saja melakukan tindakan dalam batas-batas yang diperkenankan hukum, tetapi

tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai tidak etis, sehingga secara hukum tidak

dapat dituntut. Misalnya, kecendrungan pegawai untuk memenangkan perusahaan

koleganya dalam tender proyek; seorang pembesar minta kepada kepala personalia

supaya familinya diluluskan dalam seleksi pegawai. Tindakan ini jelas tidak etis

karena mengabaikan objektivitas penilaian.

3. Mengabaikan hukum (disregard of the law), pegawai (administrator publik) dapat

mengabaikan hukum atau membuat tafsiran hukum yang menguntungkan

kepentingannya. Misalnya pegawai menggunakan mobil dinas untuk keluarga,

padahal ia tahu fasilitas kantor yang secara hukum hanya diperuntukkan bagi pegawai

dan hanya untuk kepentingan dinas.

4. Favoritisme dalam menafsirkan hukum. Pejabat atau pegawai di suatu instansi tetap

mengikuti hukum yang berlaku, tetapi hukum tersebut ditafsirkan untuk

menguntungkan kepentingan tertentu. Misalnya “gubernur” sebagai pembina politik

di wilayahnya harus bersikap netral, namun dalam pemilu sebagai kader partai A

merasa terpanggil memenangkan partai tersebut.

5. Perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai. Pegawai diperlakukan secara tidak adil.

Misalnya bos menghambat pegawai yang berprestasi karena merasa disaingi.

6. Inefisiensi bruto (gross inefficiency). Betapapun bagus maksudnya, jika suatu instansi

tidak mampu melakukan tugas secara memadai, para administrator disitu dinilai

gagal, misalnya pemborosan dana secara berlebihan.

7. Menutup-nutupi kesalahan. Pimpinan atau pegawai menutupi kesalahannya sendiri

atau bawahannya, atau menolak diperiksa atau dikontrol oleh legislatif, atau melarang

pers meliput kesalahan instansinya.

2 Widodo, Joko. 2001. Good Governance, Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada

Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Insan Cendekia, Surabaya.

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

633 Unmas

Denpasar

8. Gagal menunjukkan inisiatif. Sebagian pegawai gagal membuat keputusan yang

positif atau menggunakan diskresi (keleluasaan/kelonggaran) yang diberikan hukum

kepadanya.

Upaya untuk mencegah atau mengatasi tindakan mal-administrasi pada tubuh

birokrasi publik harus berupaya untuk tidak mempertemukan antara niat dan kesempatan

tadi. Maka skala prioritas untuk mencegah dan mengatasinya adalah dengan cara: pertama,

perlu kontrol internal; kedua, menjunjung tinggi dan menegakkan etika birokrasi pada jajaran

birokrasi publik; ketiga, kontrol eksternal dalam wujud adanya pengawasan baik pengawasan

politik, fungsional maupun pengawasan masyarakat.

Selain itu pada kenyataannya masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh

penyelenggara negara dan pemerintah dalam melaksanakan tugasnya, ditambah lagi

dengan kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang keberadaan

ombudsman sebagai lembaga negara yang memiliki tugas mengawasi penyelenggaran

negara dan pemerintah.

Peran Pemerintah Daerah untuk melayani kebutuhan masyarakat (publik service)

semakin penting, dimana pemerintah daerah dituntut untuk mengaktualisasi isi

otonominya agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.. Disamping itu tuntutan untuk

mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara efektif, efisien dan akuntabel

dituntut oleh masyarakat.

Clean and Good governance merupakan prasyarat untuk dapat mencapai

keberhasilan dalam melaksanakan tugas secara berkelanjutan, termasuk di dalamnya

adalah usaha untuk menjamin proses organisasi yang lebih etis dan transparan. Dalam

rangka meningkatkan citra, kerja dan kinerja organisasi menuju kearah profesionalisme

dan menunjang terciptanya pemeritahan yang baik dan bersih (clean and

goodgovernance), perlu penyatuan arah/ pandangan, perlu pedoman/ nilai acuanyang

menjadi pedoman arah yang dituju dalam mengemban tanggung jawab,strategi

pencapaiannya dalam melaksanakan tugas diseluruh unit organisasiyang secara terpadu

yang dinyatakan dalam visi, misi, dan strategi.

Dalam hubungannya Ombudsman sebagai lembaga negara yang mempunyai

kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan

oleh penyelenggara negara dan pemerintahan daerah. Jadi peran Ombudsman dalam

penegakan hukum administrasi dalam menunjang pelayanan public sangatlah penting.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian hukum normatif empiris ini pada dasarnya merupakan

penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai

unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum

normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi

dalam suatu masyarakat. Dalam penelitian jenis ini terdapat tiga kategori yakni:

a. Non judicial Case Study, merupakan pendekatan studi kasus hukum yang tanpa konflik

sehingga tidak ada campur tangan dengan pengadilan.

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

634 Unmas

Denpasar

b. Judicial Case Study, pendekatan judicial case study ini merupakan pendekatan studi

kasus hukum karena konflik sehingga akan melibatkan campur tangan dengan pengadilan

untuk memberikan keputusan penyelesaian (yurisprudensi).

c. Live Case Study, pendekatan live case study merupakan pendekatan pada suatu peristiwa

hukum yang prosesnya masih berlangsung atau belum berakhir.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Negara Hukum di kembangkan antara lain oleh Imanuel Kant, Paul Laband,

Julius Stahl, Fichte, dan lainnya di Eropa Kontinental dengan menggunakan istilah Jerman

,yaitu “rechtstaat”3. Menurut Julius Sthal ,konsep Negara hukum yang disebutnya istilah

“rechtstaat” itu mencakup empat elemen penting yaitu4:

1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;

2. Negara didasarkan pada teori politika;

3. Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang;

4. Adanya peradilan administrasi yang bertugas menangani kasus perbuatan

melanggar hukum oleh pemerintah

Negara-negara yang tergolong penganut tradisi hukum continental menempatkan

“peraturan perundang-undanggan” sebagai sendi (dasar) utama bagi sistem

hukumnya5.Didalam peraturan perundang-undanggan terdapat suatu kewenangan untuk

membuat suatu kebijaksanaan dalam ilmu pengetahuan (hukum). Konsep good govermence

tidak terlepas dari adanya konsep governance yang menurut sejarahnya pertama kali

diadaptasi oleh praktisi dari lembaga pembangunan internasional yang mengandung konotasi

kinerja efektif terkait dengan management publik dan masalah korupsi6.

TUGAS DAN FUNGSI OMBUDSMAN

Ombudsman Republik Indonesia yang merupakan lembaga negara bersifat mandiri

dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara daninstansi pemerintahan

lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan

kekuasaan lainnya.Dalam rangka memperlancar tugas pengawasan penyelenggaraan tugas

negara di daerah, jika dipandang perlu Ketua Ombudman Nasional dapatmembentuk

Perwakilan Ombudsman di daerah provinsi, Kabupaten/Kota yangmerupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari Ombudsman Nasional. Seluruhperaturan Perundang-undangan dan

ketentuan lain yang berlaku bagiOmbudsman Nasional berlaku pula bagi Perwakilan

Ombudsman di daerah.

Ombudsman sebagai lembaga negara yangmempunyai kewenangan mengawasi

penyelenggaraan pelayanan publik baik yangdiselenggarakan oleh penyelenggara negara

danpemerintahan, dihubungkan dengan Pasal 1 Undang – Undang Republik Indonesia No 37

Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang menyatakan :

3C.S.T Kansil, 2009, Hukum Administrasi negara, Jala Permata Aksara, Jakarta, hal 14 4Ibid 5 Solly M. Lubis, 2009, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, Mandar Maju, Bandung, Hal 7 6Ibid, hal 175

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

635 Unmas

Denpasar

1. Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnyadisebut Ombudsman adalah lembaga

negara yangmempunyai kewenangan mengawasipenyelenggaraan pelayanan publik

baik yangdiselenggarakan oleh penyelenggara negara danpemerintahan termasuk yang

diselenggarakan olehBadan Usaha Milik Negara, Badan Usaha MilikDaerah, dan

Badan Hukum Milik Negara serta badanswasta atau perseorangan yang diberi

tugasmenyelenggarakan pelayanan publik tertentu yangsebagian atau seluruh dananya

bersumber darianggaran pendapatan dan belanja negara dan/atauanggaran pendapatan

dan belanja daerah.

2. Penyelenggara Negara adalah pejabat yangmenjalankan fungsi pelayanan publik yang

tugaspokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negarasesuai dengan ketentuan

peraturan perundangundangan.

3. Mal-administrasi adalah perilaku atau perbuatanmelawan hukum, melampaui

wewenang,menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yangmenjadi tujuan

wewenang tersebut, termasukkelalaian atau pengabaian kewajiban hukum

dalampenyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukanoleh Penyelenggara Negara

dan pemerintahan yangmenimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriilbagi

masyarakat dan orang perseorangan.

4. Laporan adalah pengaduan atau penyampaian faktayang diselesaikan atau

ditindaklanjuti olehOmbudsman yang disampaikan secara tertulis ataulisan oleh setiap

orang yang telah menjadi korbanMal-administrasi.

5. Pelapor adalah warga negara Indonesia ataupenduduk yang memberikan Laporan

kepadaOmbudsman.

6. Terlapor adalah Penyelenggara Negara danpemerintahan yang melakukan Mal-

administrasi yangdilaporkan kepada Ombudsman.

7. Rekomendasi adalah kesimpulan, pendapat, dansaran yang disusun berdasarkan hasil

investigasiOmbudsman, kepada atasan Terlapor untukdilaksanakan dan/atau

ditindaklanjuti dalam rangkapeningkatan mutu penyelenggaraan

administrasipemerintahan yang baik.

Kewenangan Ombudsman dalam mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan

pelayanan publik dalam rangka menuju Konsep good govermence sudah dipertegas dalam

Pasal 1 poin 13 Undang - UndangRepublik Indonesia No 25 Tahun 2009 Tentang

Pelayanan Publik, yang menyatakan :

“Ombudsman adalah lembaga negara yangmempunyai kewenangan

mengawasipenyelenggaraan pelayanan publik, baik yangdiselenggarakan oleh

penyelenggara negara danpemerintahan termasuk yang diselenggarakan olehbadan

usaha rnilik negara, badan usaha milikdaerah, dan badan hukum milik negara

sertabadan swasta, rrlaupun perseorangan yang diberitugas menyelenggarakan

pelayanan publik tertentuyang sebagian atau seluruh dananya bersumberdari anggaran

pendapatan dan belanja negaradan/atau anggaran pendapatan dan belanjadaerah”.

Kata Ombudsman bisa diartikan dengan representative, agent, delegate, lawyer,

guardian or any other person who is authorized by others to act on their behalf and serve

their interest, yang berarti “Perwakilan, agen, delegasi, pengacara, pelindung atau orang-

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

636 Unmas

Denpasar

orang yang diminta oleh orang lainnya untuk melakukan mewakili kepentingan mereka

dan melayani keuntungan mereka.

Di bawah Undang Undang No 37 Tahun 2008, yang sebelumnya rekomendasi

Ombudsman bersifat tidak mengikat, kini rekomendasi itu wajib. Artinya, setiap instansi

yang menjadi pihak terlapor,wajib menjalankan rekomendasi kami.Jika rekomendasi tidak

dilaksanakan maka akan dikenakan sanksi administratif. Pengaturan Ombudsman dalam

undang-undang tidak hanya mengandung konsekuensi posisi politik kelembagaan, namun

juga perluasan kewenangan dan cakupan kerja ombudsman yang akan sampai di daerah-

daerah.

Selain itu Undang Undang No 37 Tahun 2008, memberi penambahan kewenangan

Ombudsman dalam menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan

para pihak (Pasal 8 ayat (1) huruf e). UU ini juga merampingkan komposisi Ombudsman

yang awalnya berdasarkan Keppres 44/2000 berjumlah 11 orang, menjadi hanya tujuh

orang. Masa jabatan ditetapkan berlaku selama lima tahun dan dapat dipilih kembali

hanya untuk satu kali masa jabatan tambahan.

Dalam menangani laporan, setiap pimpinan dan anggota Ombudsman diwajibkan

merahasiakan identitas pelapor. Kewajiban ini melekat terus meski pimpinan dan anggota

yang bersangkutan berhenti atau diberhentikan. Namun, kewajiban ini dapat

dikesampingkan dengan alasan demi kepentingan publik yang meliputi kepentingan

bangsa dan negara serta masyarakat luas.

Adapun yang menjadi tujuan dari dibentuknya Komisi Ombudsman Indonesia

menurut Pasal 4 Undang – Undang Republik Indonesia No 37 Tahun 2008 Tentang

Ombudsman Republik Indonesia, yaitu :

a. mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil,dan sejahtera;

b. mendorong penyelenggaraan negara danpemerintahan yang efektif dan efisien,

jujur,terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi,dan nepotisme;

c. meningkatkan mutu pelayanan negara di segalabidang agar setiap warga negara dan

pendudukmemperoleh keadilan, rasa aman, dankesejahteraan yang semakin baik;

d. membantu menciptakan dan meningkatkan upayauntuk pemberantasan dan

pencegahan praktekpraktekMal-administrasi, diskriminasi, kolusi,korupsi, serta

nepotisme;

e. meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaranhukum masyarakat, dan supremasi

hukum yangberintikan kebenaran serta keadilan.

Negara Indonesia yang merupakan salah satu negara demokratis hampir sama

seperti negara demokrasi lainnya di dunia, yakni menganut sistem trias politica. Sistem

trias politica ini membagi kekuasaan ke dalam legislatif, yudikatif dan eksekutif.

Ombudsman tidak mempunyai yurisdiksi terhadap cabang kekuasaan legislatif dan

yudikatif, namun mempunyai wewenang untuk melakukan investigasi atas keluhan

masyarakat terhadap lembaga eksekutif. Secara umum lembaga Ombudsman berhubungan

dengan keluhan masyarakat akan adanya malpraktik yang dilakukan oleh lembaga

penyelenggara pemerintahan untuk melakukan penyelidikan secara obyektif terhadap

keluhan-keluhan masyarakat mengenai administrasi pemerintahan. Sering kali

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

637 Unmas

Denpasar

Ombudsman juga mempunyai kewenangan untuk berinisiatif melakukan penyelidikan

walaupun tanpa adanya pengaduan.

MEKANISME PENANGANAN DUGAAN MAL-ADMINISTRASI

Istilahmal-administrasi diambil dari bahasa Inggris ”maladministration” yang

diartikan: Tata usaha burukdan Pemerintahan buruk7.Kata administrasi berasal dari

bahasa latin ”administrare” yang berarti to manage, devirasinya antara lain menjadi

”administratio” yang mengandung makna bersturing atau Pemerintah. Mal-administrasi

dalam Black Law Dictionary diartikan Poor Management Or Regulation dan dalam

kamus ilmiah lainnya mengandung arti ”administrasi yang buruk atau pemerintahan yang

buruk ”8.

Pengertian mal-administrasi sebagaimana dalam kamus Cambridge

mendefinisikan mal-administrasi sebagai lack of care, judgment or honesty, in the

management of something, atau dapat diartikan sebagai kekurangpedulian atau

ketidakjujuran seseorang dalam mengelola sesuatu. Sedangkan dalam Wikipedia

mendefinisikan mal-administrasi sebagai sesuatu yang memiliki makna yang luas dan

mencakup antara lain ;

1. Menunda - nunda pekerjaan;

2. Incorecct action or failure to take any action ( Kesalahan dalam bertindak atau

melayani );

3. Failure to folow procedurs or the law ( mengabaikan prosedur atau hukum yang

berlaku );

4. Failure to provide information ( kesalahan dalam memberikan informasi);

5. Inadequete record - keeping ( pencatatan yang tidak memadai );

6. Failure to investigate (kesalahan dalam penyelidikan );

7. Failure to reply ( kesalahan dalam menjawab );

8. Misleading or inaccurate statements ( pernyataan yang menyesatkan atau tidak

akurat );

9. Inadequate liaison (kurangnya penghubung );

10. Inadequte consultation (kurangnya konsultasi )

11. Broken promise ( ingkar janji)9.

Mal-administrasi merupakan salah satu kata yang sangat lekat dengan tugas dan

fungsi Ombudsman. Kata ini telah memasyarakat dan menjadi pembicaraansehari -hari

seiring dengan berita tentang kinerja Ombudsman RepublikIndonesia dalam mengawal

berlangsungnya reformasi birokrasi. Pada umumnya,masyarakat memahami ‘mal-

administrasi’ sebagai kesalahan administratif‘sepele‘ yang tidak terlalu penting (trivial

7Samedi “ Maladministrasi” (Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara ; Universitas Islam 45 Bekasi

) Diakses Jumat, 6 September 2015 8Philipus M.Hadjon dan Titiek Sri Djatmayati, 2005, ” Pengantar Hukum Administrasi Indonesia ”

(Yogyakarta; Gajah Mada University Press,hal. 15 9Erick. S. Holle “ Pelayanan Publik Melalui Electronic Government Upaya Meminimalisir Praktek

Maladministrasi Dalam Meningkatkan Public Service “, ( Jurnal Sasi Vol. 17.No 3. Bulan Juli - September

2011 ).

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

638 Unmas

Denpasar

matters). Padahal menurut pasal 1angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008

Tentang Ombudsman RepublikIndonesia, pengertian mal-administrasi tersebut sangat

luas dan mencakupbanyak hal yang dapat menimbulkan kerugian materiil maupun

immateriil sertasituasi ketidakadilan yang merugikan hak-hak warga negara.

Dalam hukum positif Indonesia ada 9 kriteria yang menjadi kategorimal-

administrasi

(1) Perilaku dan perbuatan melawan hukum

(2) Perilaku danperbuatan melampaui wewenang,

(3) Menggunakan wewenang untuk tujuanlain dari yang menjadi tujuan wewenang

tersebut,

(4) Kelalaian

(5) Pengabaiankewajiban hukum

(6) Dalam penyelenggaraan pelayanan publik

(7) Dilakukanoleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan

(8) Menimbulkan kerugian materiildan/atau immaterial

(9) Bagi masyarakat dan orang perseorangan. 10

PROSEDUR OMBUDSMAN DALAM MENANGANI DUGAAN MAL-

ADMINISTRASI

Secara umum mal-administrasi diartikan sebagai perilaku atau perbuatanmelawan

hukum dan etika dalam suatu proses administrasi pelayanan publik,yakni meliputi

penyalahgunaan wewenang/jabatan, kelalaian dalam tindakandan pengambilan keputusan,

pengabaian kewajiban hukum, melakukanpenundaan berlarut, tindakan diskriminatif,

permintaan imbalan, dan lain-lainyang dapat dinilai sekualitas dengan kesalahan tersebut.

Termasuk bentuk tindakan mal-administrasi adalah tindakan-tindakan

yangdilakukan aparatur pemerintah dikarenakan adanya:

1. Mis Conduct yaitu melakukan sesuatu di kantor yang bertentangan

dengankepentingan kantor.

2. Deceitful practice yaitu praktek-praktek kebohongan, tidak jujur terhadappublik.

Masyarakat disuguhi informasi yang menjebak, informasi yang tidaksebenarnya,

untuk kepentingan birokrat.

3. Korupsi yang terjadi karena penyalahgunaan wewenang yang dimilikinya,termasuk

didalamnya mempergunakan kewenangan untuk tujuan laindari tujuan pemberian

kewenangan, dan dengan tindakan tersebut untukkepentingan memperkaya dirinya,

orang lain kelompok maupun korporasiyang merugikan keuangan negara.

4. Defective Policy implementation yaitu kebijakan yang tidak berakhir

denganimplementasi. Keputusan-keputusan atau komitmen-komitmen politikhanya

berhenti sampai pembahasan undang-undang atau pengesahanundang-undang, tetapi

tidak sampai ditindak lanjuti menjadi kenyataan.

5. Bureaupathologis adalah penyakit-penyakit birokrasi ini antara lain:

10 Hendra Nurtjahjo, 2013, Memahamai Maladminitrasi, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, hal

1

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

639 Unmas

Denpasar

a. Indecision yaitu tidak adanya keputusan yang jelas atas suatu kasus. Jadisuatu

kasus yang pernah terjadi dibiarkan setengah jalan, atau dibiarkanmengambang,

tanpa ada keputusan akhir yang jelas. Biasanya kasus-kasusseperti bila

menyangkut sejumlah pejabat tinggi. Banyak dalam praktikmuncul kasus-kasus

yang di peti es kan.

b. Red Tape yaitu penyakit birokrasi yang berkaitan dengan

penyelenggaraanpelayanan yang berbelit-belit, memakan waktu lama, meski

sebenarnya bisa

c. Cicumloution yaitu Penyakit para birokrat yang terbiasa menggunakan kata-

kataterlalu banyak. Banyak janji tetapi tidak ditepati. Banyak kata manis

untukmenenangkan gejolak masa. Kadang-kadang banyak kata-kata

kontroversiantar elit yang sifatnya bisa membingungkan masyarakat.

d. Rigidity yaitu penyakit birokrasi yang sifatnya kaku. Ini efek dari

modelpemisahan dan impersonality dari karakter birokrasi itu sendiri. Penyakit

ininampak, dalam pelayanan birokrasi yang kaku, tidak fleksibel, yang

pokoknyabaku menurut aturan, tanpa melihat kasus-perkasus.

e. Psycophancy yaitu kecenderungan penyakit birokrat untuk menjilat

padaatasannya. Ada gejala Asal Bapak senang. Kecenderungan birokrat

melayaniindividu atasannya, bukan melayani publik dan hati nurani. Gejala ini

bisajuga dikatakan loyalitas pada individu, bukan loyalitas pada publik.

f. Over staffing yaitu Gejala penyakit dalam birokrasi dalam bentukpembengkakan

staf. Terlalu banyak staf sehingga mengurangi efisiensi.

g. Paperasserie adalah kecenderungan birokrasi menggunakan banyak

kertas,banyak formulir-formulir, banyak laporan-laporan, tetapi tidak

pernahdipergunakan sebagaimana mestinya fungsinya.

h. Defective accounting yaitu pemeriksaan keuangan yang cacat. Artinyapelaporan

keuangan tidak sebagaimana mestinya, ada pelaporan keuanganganda untuk

kepentingan mengelabuhi. Biasanya kesalahan dalam keuanganini adalah mark

up proyek keuangan11.

Dalam hubungannya dengan penanganan mal-administrasi, Ombudsman

mempunyai tugas untuk menerima laporan masyarakat dalam kaitannya dengan mal-

administrasi , seperti yang terdapat dalam Pasal 7 Undang Undang Undang Undang No.

37 Tahun 2008 TentangOmbudsman RI, yang menyatakan :

Ombudsman bertugas:

a. menerima Laporan atas dugaan Mal-administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan

publik;

b. melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;

c. menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalamruang lingkup kewenangan

Ombudsman;

11Hendra Nurtjahjo, Op cit, hal 12 - 13

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

640 Unmas

Denpasar

d. melakukan investigasi atas prakarsa sendiriterhadap dugaan Mal-administrasi

dalampenyelenggaraan pelayanan publik;

e. melakukan koordinasi dan kerja sama denganlembaga negara atau lembaga

pemerintahanlainnya serta lembaga kemasyarakatan danperseorangan;

f. membangun jaringan kerja;

g. melakukan upaya pencegahan Mal-administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan

publik; dan

h. melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

Pelaksanaan tugas dari Ombudsman juga didukung oleh wewenang yang

dimilikinya dalam rangka menuju prinsip Good Governece, yang terangkum dalam Pasal

8 Undang Undang No. 37 Tahun 2008 TentangOmbudsman RI, yang menyatakan :

(1) Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 dan

Pasal 7, Ombudsmanberwenang:

a. meminta keterangan secara lisan dan/atautertulis dari Pelapor, Terlapor, atau

pihak lainyang terkait mengenai Laporan yangdisampaikan kepada

Ombudsman;

b. memeriksa keputusan, surat-menyurat, ataudokumen lain yang ada pada Pelapor

ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaranvsuatu Laporan;

c. meminta klarifikasi dan/atau salinan ataufotokopi dokumen yang diperlukan

dariinstansi mana pun untuk pemeriksaanLaporan dari instansi Terlapor;

d. melakukan pemanggilan terhadap Pelapor,Terlapor, dan pihak lain yang terkait

denganLaporan;

e. menyelesaikan laporan melalui mediasi dankonsiliasi atas permintaan para

pihak;

f. membuat Rekomendasi mengenai penyelesaianLaporan, termasuk Rekomendasi

untukmembayar ganti rugi dan/atau rehabilitasikepada pihak yang dirugikan;

g. demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan

Rekomendasi.

(2) Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat(1), Ombudsman berwenang:

a. menyampaikan saran kepada Presiden, kepaladaerah, atau pimpinan

Penyelenggara Negaralainnya guna perbaikan dan penyempurnaanorganisasi

dan/atau prosedur pelayananpublik;

b. menyampaikan saran kepada DewanPerwakilan Rakyat dan/atau Presiden,

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepaladaerah agar terhadap undang-

undang danperaturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam

rangka mencegah Mal-administrasi.

Sangat diperlukan bahwa Ombudsman perlu menambah kerjasama pengembangan

jaringan kerja sama dengan instansi-instansi pengawas lainnya atau (stakeholder) lainnya

untuk menciptakan Good Governance dan Clean Governance dimana jaringan kerja

dimaksud untuk dapat berbentuk kerjasama dalam hal pengawasan pelayanan publik,

pelatihan, peningkatan kapasitas kelembagaan, sosialisasi dan dalam penyebarluasan

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

641 Unmas

Denpasar

informasi. Serta pembentukan Lembaga Ombudsman perwakilan disetiap daerah di

Indonesia dapat meminimalisir mal-administrasi yang ada sehingga menjadi lebih efektif.

Bentuk keputusan dari Ombudsman tersebut berupa pengaturan Penutupa

Laporan/PengaduanMasyarakat yang bertujuan untuk memberikan kepastian terhadap

status laporan.Penutupan laporan/ pengaduan dalam

pemeriksaan/penyelesaianlaporan/pengaduan masyarakat dapat dilakukan pada setiap

klasifikasipenanganan/ penyelesaian terdiri atas:

i. Klasifikasi tidak memenuhi syarat formil.

ii. Klasifikasi Pelapor mencabut laporan.

iii. Klasifikasi tidak berwenang.

iv. Klasifikasi Klarifikasi.

v. Klasifikasi Investigasi.

vi. Klasifikasi Konsiliasi atau Mediasi.

vii. Klasifikasi Ajudikasi Khusus.

viii. Klasifikasi Saran.

ix. Klasifikasi Rekomendasi12.

Kehadiran Ombudsman untuk menangkalmal-administrasi, seperti diskriminasi

pada layanan publik. Pelayanan publik harus berdasarkan pada first come first

serve. pelanggaran terhadap hal ini misalnya mendahulukan orang-orang terpandang, atau

mengutamakan kepentingan orang atau kelompok tertentu, atau muncul konflik

kepentingan karena saudaranya, kerabatnya, atau yang dikenal dengan istilah nepotisme.

Hal terburuk yang akan terjadi jika mal-administrasi terus terjadi ialah negara ini bisa

bubar. Ketika negara ingin mewujudkan rasa keadilan bagi seluruh warganya, maka dapat

diawali dengan keadilan pemberian layanan.

SIMPULAN

1. Peran Ombudsman sangat penting dan perlu ditingkatkan dalam rangka penegakan

hukum dibidang administrasi dalam rangka meningkatkan kinerja pemerintah dan

pelayanan publik menuju pemerintahan yang clean dan good governance.

2. Mekanisme penegakan hukum oleh ombudsman agar lebih detail, komrehensif dan

dapat ditindak lanjuti oleh instansi pemerintah maupun penegak hukum lainnya dan

bisa diproses dalam criminal justice system bagi yang terbukti melakukan pelanggaran

pidana.

3. Perlunya meningkatkan peran masyarakat mengenai praktik mal-administrasi, yaitu

seperti partisipasi masyarakat dalam upaya memperoleh pelayanan umum yang

berkualitas dan efisien, penyelenggaraan peradilan yang adil, tidak memihak dan jujur,

dan tindakan penyalah gunaan wewenang (abuse of power), keterlambatan yang

berlarut-larut (unduedelay), serta diskresi yang tidak layak.

12 Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Bali.

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

642 Unmas

Denpasar

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung. Citra Aditya Bakti,

2004.

Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, Yogyakarta, Gajah Mad University Press, 2006.

Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem

Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.

Ali Achmad, Menguak Teori (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)

Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Jakarta:Prenada Media

Group, 2009.

Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi, Telaah Filsafat Politik John Rawls, Kanisius,

cekan ke-5, Yogyakarta, 2005.

Appeldoorn LJ. van, Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan Supomo), (Jakarta:

PradnyaParamitha), cet. Ke-18, 1981.

Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2006

Arifin Firmansyah, Fulthony A.M., Lilis Mulyani, Mustafa Fakhri, Narwanto, Patra

M.Zein, Zaenal M. Hussein, Lembaga Negara dan sengketa Kewenangan antar

lembaga Negara , Konsorsium Reformasi Hukum Nasional bekerja sama dengan

mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2005.

Asshiddigie Jimly,. Pengantar Hukum Tata Negara Jilid I. Konstiusi Press. Jakarta, 2006.

---------------------, Hukum Tata Negara dan pilar-pilar demokrasi, Konstitusi Press,

Jakarta, 2006.

--------------------, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD

1945. FH. UH Press. Yogyakarta, 2004.

-------------------, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Penerbit Sekretaris Jendral

dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. Jakarta, 2006.

-------------------, Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi , Sinar

Grafika, Jakarta, 2010.

Atmadja I Dewa Gede, Hukum Konstitusi –Problema Konstitusi Indonesia Setelah

Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, 2010.

…………………………, Ilmu Negara.

C.S.T Kansil, 2009, Hukum Administrasi negara, Jala Permata Aksara, Jakarta.

Colin P.H. , Dictionary of Law, Fourth edition, Blomsbury, London, England, 2004.

Dahl Robert A., On Democracy, New Haven, Yale University Press, 1988

Darmodiardjo Darji dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia, Jakarta,

2004. Cetakan kelima.

Erick. S. Holle “ Pelayanan Publik Melalui Electronic Government Upaya Meminimalisir

Praktek Maladministrasi Dalam Meningkatkan Public Service “, ( Jurnal Sasi Vol.

17.No 3. Bulan Juli - September 2011.

Finer Herman, The Major Governments of Modern Europe, University of Chicago,

Harper & Row Publisher, New York, 1926.

Freidman L, The Legal System, A Social Science Perspective, New York, Rusel Sage

Foundation, 1990.

Hendra Nurtjahjo, 2013, Memahamai Maladminitrasi, Ombudsman Republik Indonesia,

Jakarta.

Philipus M.Hadjon dan Titiek Sri Djatmayati, 2005, ” Pengantar Hukum Administrasi

Indonesia ” (Yogyakarta; Gajah Mada University Press.

Samedi “ Maladministrasi” (Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara ; Universitas

Islam 45 Bekasi ) Diakses Jumat, 6 September 2015.

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

643 Unmas

Denpasar

Solly M. Lubis, 2009, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, Mandar Maju, Bandung.

Wahyudi Kumurotomo, 2005, “Akuntabilitas Birokrasi Publik : Sketsa Pada Masa

Transisi” Magister Administrasi Publk (MAP) UGM dengan Pustaka

Belajar,Yogyakarta.

Widodo, Joko. 2001. Good Governance, Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol

Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Insan Cendekia, Surabaya

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan

Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Undang-undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Repubik Indonesia.

Peraturan Ombudsman RI