Upload
duongdang
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
630 Unmas
Denpasar
PERAN OMBUDSMAN DALAM PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI
UNTUK MENUNJANG PELAYANAN PUBLIK
I Ketut S Lanang Putra Perbawa
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRAK
Pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum dilakukan dalam rangka
penyelenggaraan Negara dan pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
upaya untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik, bersih dan efisien (clean and good
Governance) guna meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan keadilan dan kepastian
hukum bagi seluruh warga Negara. Pengawasan pelayanan yang diselenggarakan oleh
penyelenggaraan Negara dan pemerintahan merupakan unsur penting dalam upaya
menciptakan Good Governance. Undang – Undang Republik Indonesia No 37 Tahun 2008
Tentang Ombudsman Republik Indonesia, mengatur tentang lembaga yang mempunyai
kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam Undang-Undang tersebut
Ombudsman Republik Indonesia diberi kewenangan mengawasi pemberian pelayanan umum
oleh penyelenggara negara dan pemerintah kepada masyarakat. Penyelenggara negara
dimaksud meliputi Lembaga Peradilan, Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pertanahan Nasional,
Pemerintah Daerah, Instansi Departemen dan Non-Departemen, BUMN, dan Perguruan
Tinggi Negeri, serta badan swasta dan perorangan yang seluruh/sebagian anggarannya
menggunakan APBN/APBD. Ombudsman sebagai lembaga negara yang mempunyai
kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan daerah. Jadi peran Ombudsman dalam penegakan
hukum administrasi dalam menunjang pelayanan public sangatlah penting.
Kata Kunci: Good Governance, Pelayanan Publik, Ombudsman
ABSTRACT
Service to the community and law enforcement carried out in the framework of the
implementation of state and government is an integral part of the effort to create better
governance, clean and efficient (clean and good governance) in order to improve the welfare
and creating fairness and legal certainty for all citizens. Service monitoring organized by the
organization of state and government is an important element in efforts to create good
governance. Law - Law of the Republic of Indonesia No. 37 of 2008 on the Ombudsman of
the Republic of Indonesia, set of institutions that have the authority to oversee the
implementation of public services. In the Act the Ombudsman of the Republic of Indonesia
given the authority to oversee the provision of public services by state officials and the
government to the public. Organizers of such countries include the Institute of Justice, the
Attorney General, the Police, the National Land Agency, Local Government, Department of
Agencies and Non-Department, state, and State Universities, and private entities and
individuals that whole / part of its budget using APBN / APBD. Ombudsman as a state
institution has the authority to oversee the implementation of public service both held by state
officials and local government. So the role of the Ombudsman in administrative law
enforcement in supporting the public service is very important.
Keyword: Good governance, Public Service, Ombudsman.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
631 Unmas
Denpasar
PENDAHULUAN
Pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum juga dilakukan dalam
rangka penyelenggaraan Negara dan pemerintahan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik, bersih dan
efisien (clean and good Governance) guna meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan
keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga Negara sebagai mana dimaksud dalam
UUD Negara RI Tahun 1945. Oleh karena itu pengawasan pelayanan yang
diselenggarakan oleh penyelenggaraan Negara dan pemerintahan merupakan unsur
penting dalam upaya menciptakan “Good Governance” aspirasi yang berkembang dalam
masyarakat mengharapkan agar terwujud aparatur penyelenggara Negara dan
pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, bersih, terbuka serta bebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN), maka perlu dibentuk lembaga Negara yang mengawasi
pengelenggaran pelayan publik, karena sudah cukup lama bangsa Indonesia merasa tidak
puas terhadap lembaga birokrasi pemerintahan, namun keluhan-keluhan atas jetidak
puasan tersebut tidak ditanggapi dan pada saat yang sama system penegakan hukum (yang
menjadi tujuan akhir memperoleh keadilan), sangat lamban mahal bersifat publik, dan
jauh dari kemudahan (not user friendly). Karena itulah Bangsa Indonesia mendambakan
perubahan dalam penyelenggaran pemerintahn dan pelayanan publik menjadi
pemerintahan yang bersih, efisien, dan ramah terhadap kepentingan masyarakat 1.
Undang – Undang Republik Indonesia No 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman
Republik Indonesia, mengatur tentang lembaga yang mempunyai kewenangan mengawasi
penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara
dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN serta
badan swasta atau perorangan yang diberi tugas mengelenggarakan pelayanan publik
tertentu yang sebagian atau seluruh dadanya berasal dari APBN dan/atau APBD.
Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas intern
dan pengawas ekstern. Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui
pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan
pengawasan oleh aparat pengawasan pengawasan fungsional sesuai dengan perundangan-
undangan.Sedangkan pengawasan ekstern penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan
melalui pengawasan oleh Ombudsman dan oleh pengawasan masyarakat.
Dalam Undang-Undang tersebut Ombudsman Republik Indonesia diberi
kewenangan mengawasi pemberian pelayanan umum olehpenyelenggara negara dan
pemerintah kepada masyarakat. Penyelenggaranegara dimaksud meliputi Lembaga Peradilan,
Kejaksaan, Kepolisian, BadanPertanahan Nasional, Pemerintah Daerah, Instansi Departemen
dan Non-Departemen, BUMN, dan Perguruan Tinggi Negeri, serta badan swasta
danperorangan yang seluruh/sebagian anggarannya menggunakan APBN/APBD.
Praktek pelanggaran administrasi atau mal-administrasi acapkali timbul karena
bertemunya faktor “niat atau kemauan dan kesempatan”, apabila ada niat kesempatan
tidak ada mal-administrasi tidak akan terjadi, begitu sebaliknya kesempatan ada namun
tidak ada niat maka tindakan mal-administrasi tidak terjadi. Ada dua faktor sebagai
1www.ombudsman.go.id, diakses 5 Agustus 2016
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
632 Unmas
Denpasar
sumber penyebab timbulnya mal-administrasi yaitu: pertama, faktor internal yakni faktor
pribadi orang yang melakukan tindakan mal-administrasi, misalnya niat, kemauan, dan
dorongan yang tumbuh dalam pribadi orang; kedua, faktor eksternal yaitu faktor yang
berada diluar diri pribadi orang yang melakukan tindakan mal-administrasi, misalnya
lemahnya peraturan, lemahnya pengawasan, dan lingkungan kerja yang memungkinkan
kesempatan untuk melakukan tindakan mal-administrasi.
Menurut Widodo2, mal-administrasi merupakan suatu praktek yang menyimpang
dari etika administrasi yang menjauhkannya dari pencapaian tujuan administrasi. Sedangkan
Nigro dan Nigro dalam (Widodo, 2001:259-262), mengemukakan terdapat delapan bentuk
mal-praktek (mal-administrasi) yaitu :
1. Ketidak-jujuran (dishonesty), yaitu suatu tindakan administrasi yang tidak jujur.
Misalnya; mengambil uang dan barang publik untuk kepentingan sendiri, menerima
uang suap dari langganan (client), menarik pungutan liar, dan sebagainya. Dikatakan
ketidak-jujuran karena tindakan ini berbahaya dan menimbulkan ketidak-percayaan
(dis-trust), dan merugikan kepentingan organisasi atau masyarakat.
2. Perilaku yang buruk (unethical behaviour), pegawai (administrator publik) mungkin
saja melakukan tindakan dalam batas-batas yang diperkenankan hukum, tetapi
tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai tidak etis, sehingga secara hukum tidak
dapat dituntut. Misalnya, kecendrungan pegawai untuk memenangkan perusahaan
koleganya dalam tender proyek; seorang pembesar minta kepada kepala personalia
supaya familinya diluluskan dalam seleksi pegawai. Tindakan ini jelas tidak etis
karena mengabaikan objektivitas penilaian.
3. Mengabaikan hukum (disregard of the law), pegawai (administrator publik) dapat
mengabaikan hukum atau membuat tafsiran hukum yang menguntungkan
kepentingannya. Misalnya pegawai menggunakan mobil dinas untuk keluarga,
padahal ia tahu fasilitas kantor yang secara hukum hanya diperuntukkan bagi pegawai
dan hanya untuk kepentingan dinas.
4. Favoritisme dalam menafsirkan hukum. Pejabat atau pegawai di suatu instansi tetap
mengikuti hukum yang berlaku, tetapi hukum tersebut ditafsirkan untuk
menguntungkan kepentingan tertentu. Misalnya “gubernur” sebagai pembina politik
di wilayahnya harus bersikap netral, namun dalam pemilu sebagai kader partai A
merasa terpanggil memenangkan partai tersebut.
5. Perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai. Pegawai diperlakukan secara tidak adil.
Misalnya bos menghambat pegawai yang berprestasi karena merasa disaingi.
6. Inefisiensi bruto (gross inefficiency). Betapapun bagus maksudnya, jika suatu instansi
tidak mampu melakukan tugas secara memadai, para administrator disitu dinilai
gagal, misalnya pemborosan dana secara berlebihan.
7. Menutup-nutupi kesalahan. Pimpinan atau pegawai menutupi kesalahannya sendiri
atau bawahannya, atau menolak diperiksa atau dikontrol oleh legislatif, atau melarang
pers meliput kesalahan instansinya.
2 Widodo, Joko. 2001. Good Governance, Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada
Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Insan Cendekia, Surabaya.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
633 Unmas
Denpasar
8. Gagal menunjukkan inisiatif. Sebagian pegawai gagal membuat keputusan yang
positif atau menggunakan diskresi (keleluasaan/kelonggaran) yang diberikan hukum
kepadanya.
Upaya untuk mencegah atau mengatasi tindakan mal-administrasi pada tubuh
birokrasi publik harus berupaya untuk tidak mempertemukan antara niat dan kesempatan
tadi. Maka skala prioritas untuk mencegah dan mengatasinya adalah dengan cara: pertama,
perlu kontrol internal; kedua, menjunjung tinggi dan menegakkan etika birokrasi pada jajaran
birokrasi publik; ketiga, kontrol eksternal dalam wujud adanya pengawasan baik pengawasan
politik, fungsional maupun pengawasan masyarakat.
Selain itu pada kenyataannya masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh
penyelenggara negara dan pemerintah dalam melaksanakan tugasnya, ditambah lagi
dengan kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang keberadaan
ombudsman sebagai lembaga negara yang memiliki tugas mengawasi penyelenggaran
negara dan pemerintah.
Peran Pemerintah Daerah untuk melayani kebutuhan masyarakat (publik service)
semakin penting, dimana pemerintah daerah dituntut untuk mengaktualisasi isi
otonominya agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.. Disamping itu tuntutan untuk
mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara efektif, efisien dan akuntabel
dituntut oleh masyarakat.
Clean and Good governance merupakan prasyarat untuk dapat mencapai
keberhasilan dalam melaksanakan tugas secara berkelanjutan, termasuk di dalamnya
adalah usaha untuk menjamin proses organisasi yang lebih etis dan transparan. Dalam
rangka meningkatkan citra, kerja dan kinerja organisasi menuju kearah profesionalisme
dan menunjang terciptanya pemeritahan yang baik dan bersih (clean and
goodgovernance), perlu penyatuan arah/ pandangan, perlu pedoman/ nilai acuanyang
menjadi pedoman arah yang dituju dalam mengemban tanggung jawab,strategi
pencapaiannya dalam melaksanakan tugas diseluruh unit organisasiyang secara terpadu
yang dinyatakan dalam visi, misi, dan strategi.
Dalam hubungannya Ombudsman sebagai lembaga negara yang mempunyai
kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan
oleh penyelenggara negara dan pemerintahan daerah. Jadi peran Ombudsman dalam
penegakan hukum administrasi dalam menunjang pelayanan public sangatlah penting.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian hukum normatif empiris ini pada dasarnya merupakan
penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai
unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum
normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi
dalam suatu masyarakat. Dalam penelitian jenis ini terdapat tiga kategori yakni:
a. Non judicial Case Study, merupakan pendekatan studi kasus hukum yang tanpa konflik
sehingga tidak ada campur tangan dengan pengadilan.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
634 Unmas
Denpasar
b. Judicial Case Study, pendekatan judicial case study ini merupakan pendekatan studi
kasus hukum karena konflik sehingga akan melibatkan campur tangan dengan pengadilan
untuk memberikan keputusan penyelesaian (yurisprudensi).
c. Live Case Study, pendekatan live case study merupakan pendekatan pada suatu peristiwa
hukum yang prosesnya masih berlangsung atau belum berakhir.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsep Negara Hukum di kembangkan antara lain oleh Imanuel Kant, Paul Laband,
Julius Stahl, Fichte, dan lainnya di Eropa Kontinental dengan menggunakan istilah Jerman
,yaitu “rechtstaat”3. Menurut Julius Sthal ,konsep Negara hukum yang disebutnya istilah
“rechtstaat” itu mencakup empat elemen penting yaitu4:
1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;
2. Negara didasarkan pada teori politika;
3. Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang;
4. Adanya peradilan administrasi yang bertugas menangani kasus perbuatan
melanggar hukum oleh pemerintah
Negara-negara yang tergolong penganut tradisi hukum continental menempatkan
“peraturan perundang-undanggan” sebagai sendi (dasar) utama bagi sistem
hukumnya5.Didalam peraturan perundang-undanggan terdapat suatu kewenangan untuk
membuat suatu kebijaksanaan dalam ilmu pengetahuan (hukum). Konsep good govermence
tidak terlepas dari adanya konsep governance yang menurut sejarahnya pertama kali
diadaptasi oleh praktisi dari lembaga pembangunan internasional yang mengandung konotasi
kinerja efektif terkait dengan management publik dan masalah korupsi6.
TUGAS DAN FUNGSI OMBUDSMAN
Ombudsman Republik Indonesia yang merupakan lembaga negara bersifat mandiri
dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara daninstansi pemerintahan
lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan
kekuasaan lainnya.Dalam rangka memperlancar tugas pengawasan penyelenggaraan tugas
negara di daerah, jika dipandang perlu Ketua Ombudman Nasional dapatmembentuk
Perwakilan Ombudsman di daerah provinsi, Kabupaten/Kota yangmerupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Ombudsman Nasional. Seluruhperaturan Perundang-undangan dan
ketentuan lain yang berlaku bagiOmbudsman Nasional berlaku pula bagi Perwakilan
Ombudsman di daerah.
Ombudsman sebagai lembaga negara yangmempunyai kewenangan mengawasi
penyelenggaraan pelayanan publik baik yangdiselenggarakan oleh penyelenggara negara
danpemerintahan, dihubungkan dengan Pasal 1 Undang – Undang Republik Indonesia No 37
Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang menyatakan :
3C.S.T Kansil, 2009, Hukum Administrasi negara, Jala Permata Aksara, Jakarta, hal 14 4Ibid 5 Solly M. Lubis, 2009, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, Mandar Maju, Bandung, Hal 7 6Ibid, hal 175
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
635 Unmas
Denpasar
1. Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnyadisebut Ombudsman adalah lembaga
negara yangmempunyai kewenangan mengawasipenyelenggaraan pelayanan publik
baik yangdiselenggarakan oleh penyelenggara negara danpemerintahan termasuk yang
diselenggarakan olehBadan Usaha Milik Negara, Badan Usaha MilikDaerah, dan
Badan Hukum Milik Negara serta badanswasta atau perseorangan yang diberi
tugasmenyelenggarakan pelayanan publik tertentu yangsebagian atau seluruh dananya
bersumber darianggaran pendapatan dan belanja negara dan/atauanggaran pendapatan
dan belanja daerah.
2. Penyelenggara Negara adalah pejabat yangmenjalankan fungsi pelayanan publik yang
tugaspokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negarasesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
3. Mal-administrasi adalah perilaku atau perbuatanmelawan hukum, melampaui
wewenang,menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yangmenjadi tujuan
wewenang tersebut, termasukkelalaian atau pengabaian kewajiban hukum
dalampenyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukanoleh Penyelenggara Negara
dan pemerintahan yangmenimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriilbagi
masyarakat dan orang perseorangan.
4. Laporan adalah pengaduan atau penyampaian faktayang diselesaikan atau
ditindaklanjuti olehOmbudsman yang disampaikan secara tertulis ataulisan oleh setiap
orang yang telah menjadi korbanMal-administrasi.
5. Pelapor adalah warga negara Indonesia ataupenduduk yang memberikan Laporan
kepadaOmbudsman.
6. Terlapor adalah Penyelenggara Negara danpemerintahan yang melakukan Mal-
administrasi yangdilaporkan kepada Ombudsman.
7. Rekomendasi adalah kesimpulan, pendapat, dansaran yang disusun berdasarkan hasil
investigasiOmbudsman, kepada atasan Terlapor untukdilaksanakan dan/atau
ditindaklanjuti dalam rangkapeningkatan mutu penyelenggaraan
administrasipemerintahan yang baik.
Kewenangan Ombudsman dalam mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan
pelayanan publik dalam rangka menuju Konsep good govermence sudah dipertegas dalam
Pasal 1 poin 13 Undang - UndangRepublik Indonesia No 25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik, yang menyatakan :
“Ombudsman adalah lembaga negara yangmempunyai kewenangan
mengawasipenyelenggaraan pelayanan publik, baik yangdiselenggarakan oleh
penyelenggara negara danpemerintahan termasuk yang diselenggarakan olehbadan
usaha rnilik negara, badan usaha milikdaerah, dan badan hukum milik negara
sertabadan swasta, rrlaupun perseorangan yang diberitugas menyelenggarakan
pelayanan publik tertentuyang sebagian atau seluruh dananya bersumberdari anggaran
pendapatan dan belanja negaradan/atau anggaran pendapatan dan belanjadaerah”.
Kata Ombudsman bisa diartikan dengan representative, agent, delegate, lawyer,
guardian or any other person who is authorized by others to act on their behalf and serve
their interest, yang berarti “Perwakilan, agen, delegasi, pengacara, pelindung atau orang-
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
636 Unmas
Denpasar
orang yang diminta oleh orang lainnya untuk melakukan mewakili kepentingan mereka
dan melayani keuntungan mereka.
Di bawah Undang Undang No 37 Tahun 2008, yang sebelumnya rekomendasi
Ombudsman bersifat tidak mengikat, kini rekomendasi itu wajib. Artinya, setiap instansi
yang menjadi pihak terlapor,wajib menjalankan rekomendasi kami.Jika rekomendasi tidak
dilaksanakan maka akan dikenakan sanksi administratif. Pengaturan Ombudsman dalam
undang-undang tidak hanya mengandung konsekuensi posisi politik kelembagaan, namun
juga perluasan kewenangan dan cakupan kerja ombudsman yang akan sampai di daerah-
daerah.
Selain itu Undang Undang No 37 Tahun 2008, memberi penambahan kewenangan
Ombudsman dalam menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan
para pihak (Pasal 8 ayat (1) huruf e). UU ini juga merampingkan komposisi Ombudsman
yang awalnya berdasarkan Keppres 44/2000 berjumlah 11 orang, menjadi hanya tujuh
orang. Masa jabatan ditetapkan berlaku selama lima tahun dan dapat dipilih kembali
hanya untuk satu kali masa jabatan tambahan.
Dalam menangani laporan, setiap pimpinan dan anggota Ombudsman diwajibkan
merahasiakan identitas pelapor. Kewajiban ini melekat terus meski pimpinan dan anggota
yang bersangkutan berhenti atau diberhentikan. Namun, kewajiban ini dapat
dikesampingkan dengan alasan demi kepentingan publik yang meliputi kepentingan
bangsa dan negara serta masyarakat luas.
Adapun yang menjadi tujuan dari dibentuknya Komisi Ombudsman Indonesia
menurut Pasal 4 Undang – Undang Republik Indonesia No 37 Tahun 2008 Tentang
Ombudsman Republik Indonesia, yaitu :
a. mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil,dan sejahtera;
b. mendorong penyelenggaraan negara danpemerintahan yang efektif dan efisien,
jujur,terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi,dan nepotisme;
c. meningkatkan mutu pelayanan negara di segalabidang agar setiap warga negara dan
pendudukmemperoleh keadilan, rasa aman, dankesejahteraan yang semakin baik;
d. membantu menciptakan dan meningkatkan upayauntuk pemberantasan dan
pencegahan praktekpraktekMal-administrasi, diskriminasi, kolusi,korupsi, serta
nepotisme;
e. meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaranhukum masyarakat, dan supremasi
hukum yangberintikan kebenaran serta keadilan.
Negara Indonesia yang merupakan salah satu negara demokratis hampir sama
seperti negara demokrasi lainnya di dunia, yakni menganut sistem trias politica. Sistem
trias politica ini membagi kekuasaan ke dalam legislatif, yudikatif dan eksekutif.
Ombudsman tidak mempunyai yurisdiksi terhadap cabang kekuasaan legislatif dan
yudikatif, namun mempunyai wewenang untuk melakukan investigasi atas keluhan
masyarakat terhadap lembaga eksekutif. Secara umum lembaga Ombudsman berhubungan
dengan keluhan masyarakat akan adanya malpraktik yang dilakukan oleh lembaga
penyelenggara pemerintahan untuk melakukan penyelidikan secara obyektif terhadap
keluhan-keluhan masyarakat mengenai administrasi pemerintahan. Sering kali
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
637 Unmas
Denpasar
Ombudsman juga mempunyai kewenangan untuk berinisiatif melakukan penyelidikan
walaupun tanpa adanya pengaduan.
MEKANISME PENANGANAN DUGAAN MAL-ADMINISTRASI
Istilahmal-administrasi diambil dari bahasa Inggris ”maladministration” yang
diartikan: Tata usaha burukdan Pemerintahan buruk7.Kata administrasi berasal dari
bahasa latin ”administrare” yang berarti to manage, devirasinya antara lain menjadi
”administratio” yang mengandung makna bersturing atau Pemerintah. Mal-administrasi
dalam Black Law Dictionary diartikan Poor Management Or Regulation dan dalam
kamus ilmiah lainnya mengandung arti ”administrasi yang buruk atau pemerintahan yang
buruk ”8.
Pengertian mal-administrasi sebagaimana dalam kamus Cambridge
mendefinisikan mal-administrasi sebagai lack of care, judgment or honesty, in the
management of something, atau dapat diartikan sebagai kekurangpedulian atau
ketidakjujuran seseorang dalam mengelola sesuatu. Sedangkan dalam Wikipedia
mendefinisikan mal-administrasi sebagai sesuatu yang memiliki makna yang luas dan
mencakup antara lain ;
1. Menunda - nunda pekerjaan;
2. Incorecct action or failure to take any action ( Kesalahan dalam bertindak atau
melayani );
3. Failure to folow procedurs or the law ( mengabaikan prosedur atau hukum yang
berlaku );
4. Failure to provide information ( kesalahan dalam memberikan informasi);
5. Inadequete record - keeping ( pencatatan yang tidak memadai );
6. Failure to investigate (kesalahan dalam penyelidikan );
7. Failure to reply ( kesalahan dalam menjawab );
8. Misleading or inaccurate statements ( pernyataan yang menyesatkan atau tidak
akurat );
9. Inadequate liaison (kurangnya penghubung );
10. Inadequte consultation (kurangnya konsultasi )
11. Broken promise ( ingkar janji)9.
Mal-administrasi merupakan salah satu kata yang sangat lekat dengan tugas dan
fungsi Ombudsman. Kata ini telah memasyarakat dan menjadi pembicaraansehari -hari
seiring dengan berita tentang kinerja Ombudsman RepublikIndonesia dalam mengawal
berlangsungnya reformasi birokrasi. Pada umumnya,masyarakat memahami ‘mal-
administrasi’ sebagai kesalahan administratif‘sepele‘ yang tidak terlalu penting (trivial
7Samedi “ Maladministrasi” (Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara ; Universitas Islam 45 Bekasi
) Diakses Jumat, 6 September 2015 8Philipus M.Hadjon dan Titiek Sri Djatmayati, 2005, ” Pengantar Hukum Administrasi Indonesia ”
(Yogyakarta; Gajah Mada University Press,hal. 15 9Erick. S. Holle “ Pelayanan Publik Melalui Electronic Government Upaya Meminimalisir Praktek
Maladministrasi Dalam Meningkatkan Public Service “, ( Jurnal Sasi Vol. 17.No 3. Bulan Juli - September
2011 ).
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
638 Unmas
Denpasar
matters). Padahal menurut pasal 1angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008
Tentang Ombudsman RepublikIndonesia, pengertian mal-administrasi tersebut sangat
luas dan mencakupbanyak hal yang dapat menimbulkan kerugian materiil maupun
immateriil sertasituasi ketidakadilan yang merugikan hak-hak warga negara.
Dalam hukum positif Indonesia ada 9 kriteria yang menjadi kategorimal-
administrasi
(1) Perilaku dan perbuatan melawan hukum
(2) Perilaku danperbuatan melampaui wewenang,
(3) Menggunakan wewenang untuk tujuanlain dari yang menjadi tujuan wewenang
tersebut,
(4) Kelalaian
(5) Pengabaiankewajiban hukum
(6) Dalam penyelenggaraan pelayanan publik
(7) Dilakukanoleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan
(8) Menimbulkan kerugian materiildan/atau immaterial
(9) Bagi masyarakat dan orang perseorangan. 10
PROSEDUR OMBUDSMAN DALAM MENANGANI DUGAAN MAL-
ADMINISTRASI
Secara umum mal-administrasi diartikan sebagai perilaku atau perbuatanmelawan
hukum dan etika dalam suatu proses administrasi pelayanan publik,yakni meliputi
penyalahgunaan wewenang/jabatan, kelalaian dalam tindakandan pengambilan keputusan,
pengabaian kewajiban hukum, melakukanpenundaan berlarut, tindakan diskriminatif,
permintaan imbalan, dan lain-lainyang dapat dinilai sekualitas dengan kesalahan tersebut.
Termasuk bentuk tindakan mal-administrasi adalah tindakan-tindakan
yangdilakukan aparatur pemerintah dikarenakan adanya:
1. Mis Conduct yaitu melakukan sesuatu di kantor yang bertentangan
dengankepentingan kantor.
2. Deceitful practice yaitu praktek-praktek kebohongan, tidak jujur terhadappublik.
Masyarakat disuguhi informasi yang menjebak, informasi yang tidaksebenarnya,
untuk kepentingan birokrat.
3. Korupsi yang terjadi karena penyalahgunaan wewenang yang dimilikinya,termasuk
didalamnya mempergunakan kewenangan untuk tujuan laindari tujuan pemberian
kewenangan, dan dengan tindakan tersebut untukkepentingan memperkaya dirinya,
orang lain kelompok maupun korporasiyang merugikan keuangan negara.
4. Defective Policy implementation yaitu kebijakan yang tidak berakhir
denganimplementasi. Keputusan-keputusan atau komitmen-komitmen politikhanya
berhenti sampai pembahasan undang-undang atau pengesahanundang-undang, tetapi
tidak sampai ditindak lanjuti menjadi kenyataan.
5. Bureaupathologis adalah penyakit-penyakit birokrasi ini antara lain:
10 Hendra Nurtjahjo, 2013, Memahamai Maladminitrasi, Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, hal
1
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
639 Unmas
Denpasar
a. Indecision yaitu tidak adanya keputusan yang jelas atas suatu kasus. Jadisuatu
kasus yang pernah terjadi dibiarkan setengah jalan, atau dibiarkanmengambang,
tanpa ada keputusan akhir yang jelas. Biasanya kasus-kasusseperti bila
menyangkut sejumlah pejabat tinggi. Banyak dalam praktikmuncul kasus-kasus
yang di peti es kan.
b. Red Tape yaitu penyakit birokrasi yang berkaitan dengan
penyelenggaraanpelayanan yang berbelit-belit, memakan waktu lama, meski
sebenarnya bisa
c. Cicumloution yaitu Penyakit para birokrat yang terbiasa menggunakan kata-
kataterlalu banyak. Banyak janji tetapi tidak ditepati. Banyak kata manis
untukmenenangkan gejolak masa. Kadang-kadang banyak kata-kata
kontroversiantar elit yang sifatnya bisa membingungkan masyarakat.
d. Rigidity yaitu penyakit birokrasi yang sifatnya kaku. Ini efek dari
modelpemisahan dan impersonality dari karakter birokrasi itu sendiri. Penyakit
ininampak, dalam pelayanan birokrasi yang kaku, tidak fleksibel, yang
pokoknyabaku menurut aturan, tanpa melihat kasus-perkasus.
e. Psycophancy yaitu kecenderungan penyakit birokrat untuk menjilat
padaatasannya. Ada gejala Asal Bapak senang. Kecenderungan birokrat
melayaniindividu atasannya, bukan melayani publik dan hati nurani. Gejala ini
bisajuga dikatakan loyalitas pada individu, bukan loyalitas pada publik.
f. Over staffing yaitu Gejala penyakit dalam birokrasi dalam bentukpembengkakan
staf. Terlalu banyak staf sehingga mengurangi efisiensi.
g. Paperasserie adalah kecenderungan birokrasi menggunakan banyak
kertas,banyak formulir-formulir, banyak laporan-laporan, tetapi tidak
pernahdipergunakan sebagaimana mestinya fungsinya.
h. Defective accounting yaitu pemeriksaan keuangan yang cacat. Artinyapelaporan
keuangan tidak sebagaimana mestinya, ada pelaporan keuanganganda untuk
kepentingan mengelabuhi. Biasanya kesalahan dalam keuanganini adalah mark
up proyek keuangan11.
Dalam hubungannya dengan penanganan mal-administrasi, Ombudsman
mempunyai tugas untuk menerima laporan masyarakat dalam kaitannya dengan mal-
administrasi , seperti yang terdapat dalam Pasal 7 Undang Undang Undang Undang No.
37 Tahun 2008 TentangOmbudsman RI, yang menyatakan :
Ombudsman bertugas:
a. menerima Laporan atas dugaan Mal-administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik;
b. melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;
c. menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalamruang lingkup kewenangan
Ombudsman;
11Hendra Nurtjahjo, Op cit, hal 12 - 13
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
640 Unmas
Denpasar
d. melakukan investigasi atas prakarsa sendiriterhadap dugaan Mal-administrasi
dalampenyelenggaraan pelayanan publik;
e. melakukan koordinasi dan kerja sama denganlembaga negara atau lembaga
pemerintahanlainnya serta lembaga kemasyarakatan danperseorangan;
f. membangun jaringan kerja;
g. melakukan upaya pencegahan Mal-administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik; dan
h. melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.
Pelaksanaan tugas dari Ombudsman juga didukung oleh wewenang yang
dimilikinya dalam rangka menuju prinsip Good Governece, yang terangkum dalam Pasal
8 Undang Undang No. 37 Tahun 2008 TentangOmbudsman RI, yang menyatakan :
(1) Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 dan
Pasal 7, Ombudsmanberwenang:
a. meminta keterangan secara lisan dan/atautertulis dari Pelapor, Terlapor, atau
pihak lainyang terkait mengenai Laporan yangdisampaikan kepada
Ombudsman;
b. memeriksa keputusan, surat-menyurat, ataudokumen lain yang ada pada Pelapor
ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaranvsuatu Laporan;
c. meminta klarifikasi dan/atau salinan ataufotokopi dokumen yang diperlukan
dariinstansi mana pun untuk pemeriksaanLaporan dari instansi Terlapor;
d. melakukan pemanggilan terhadap Pelapor,Terlapor, dan pihak lain yang terkait
denganLaporan;
e. menyelesaikan laporan melalui mediasi dankonsiliasi atas permintaan para
pihak;
f. membuat Rekomendasi mengenai penyelesaianLaporan, termasuk Rekomendasi
untukmembayar ganti rugi dan/atau rehabilitasikepada pihak yang dirugikan;
g. demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan
Rekomendasi.
(2) Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat(1), Ombudsman berwenang:
a. menyampaikan saran kepada Presiden, kepaladaerah, atau pimpinan
Penyelenggara Negaralainnya guna perbaikan dan penyempurnaanorganisasi
dan/atau prosedur pelayananpublik;
b. menyampaikan saran kepada DewanPerwakilan Rakyat dan/atau Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepaladaerah agar terhadap undang-
undang danperaturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam
rangka mencegah Mal-administrasi.
Sangat diperlukan bahwa Ombudsman perlu menambah kerjasama pengembangan
jaringan kerja sama dengan instansi-instansi pengawas lainnya atau (stakeholder) lainnya
untuk menciptakan Good Governance dan Clean Governance dimana jaringan kerja
dimaksud untuk dapat berbentuk kerjasama dalam hal pengawasan pelayanan publik,
pelatihan, peningkatan kapasitas kelembagaan, sosialisasi dan dalam penyebarluasan
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
641 Unmas
Denpasar
informasi. Serta pembentukan Lembaga Ombudsman perwakilan disetiap daerah di
Indonesia dapat meminimalisir mal-administrasi yang ada sehingga menjadi lebih efektif.
Bentuk keputusan dari Ombudsman tersebut berupa pengaturan Penutupa
Laporan/PengaduanMasyarakat yang bertujuan untuk memberikan kepastian terhadap
status laporan.Penutupan laporan/ pengaduan dalam
pemeriksaan/penyelesaianlaporan/pengaduan masyarakat dapat dilakukan pada setiap
klasifikasipenanganan/ penyelesaian terdiri atas:
i. Klasifikasi tidak memenuhi syarat formil.
ii. Klasifikasi Pelapor mencabut laporan.
iii. Klasifikasi tidak berwenang.
iv. Klasifikasi Klarifikasi.
v. Klasifikasi Investigasi.
vi. Klasifikasi Konsiliasi atau Mediasi.
vii. Klasifikasi Ajudikasi Khusus.
viii. Klasifikasi Saran.
ix. Klasifikasi Rekomendasi12.
Kehadiran Ombudsman untuk menangkalmal-administrasi, seperti diskriminasi
pada layanan publik. Pelayanan publik harus berdasarkan pada first come first
serve. pelanggaran terhadap hal ini misalnya mendahulukan orang-orang terpandang, atau
mengutamakan kepentingan orang atau kelompok tertentu, atau muncul konflik
kepentingan karena saudaranya, kerabatnya, atau yang dikenal dengan istilah nepotisme.
Hal terburuk yang akan terjadi jika mal-administrasi terus terjadi ialah negara ini bisa
bubar. Ketika negara ingin mewujudkan rasa keadilan bagi seluruh warganya, maka dapat
diawali dengan keadilan pemberian layanan.
SIMPULAN
1. Peran Ombudsman sangat penting dan perlu ditingkatkan dalam rangka penegakan
hukum dibidang administrasi dalam rangka meningkatkan kinerja pemerintah dan
pelayanan publik menuju pemerintahan yang clean dan good governance.
2. Mekanisme penegakan hukum oleh ombudsman agar lebih detail, komrehensif dan
dapat ditindak lanjuti oleh instansi pemerintah maupun penegak hukum lainnya dan
bisa diproses dalam criminal justice system bagi yang terbukti melakukan pelanggaran
pidana.
3. Perlunya meningkatkan peran masyarakat mengenai praktik mal-administrasi, yaitu
seperti partisipasi masyarakat dalam upaya memperoleh pelayanan umum yang
berkualitas dan efisien, penyelenggaraan peradilan yang adil, tidak memihak dan jujur,
dan tindakan penyalah gunaan wewenang (abuse of power), keterlambatan yang
berlarut-larut (unduedelay), serta diskresi yang tidak layak.
12 Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Bali.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
642 Unmas
Denpasar
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung. Citra Aditya Bakti,
2004.
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, Yogyakarta, Gajah Mad University Press, 2006.
Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.
Ali Achmad, Menguak Teori (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Jakarta:Prenada Media
Group, 2009.
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi, Telaah Filsafat Politik John Rawls, Kanisius,
cekan ke-5, Yogyakarta, 2005.
Appeldoorn LJ. van, Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan Supomo), (Jakarta:
PradnyaParamitha), cet. Ke-18, 1981.
Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2006
Arifin Firmansyah, Fulthony A.M., Lilis Mulyani, Mustafa Fakhri, Narwanto, Patra
M.Zein, Zaenal M. Hussein, Lembaga Negara dan sengketa Kewenangan antar
lembaga Negara , Konsorsium Reformasi Hukum Nasional bekerja sama dengan
mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2005.
Asshiddigie Jimly,. Pengantar Hukum Tata Negara Jilid I. Konstiusi Press. Jakarta, 2006.
---------------------, Hukum Tata Negara dan pilar-pilar demokrasi, Konstitusi Press,
Jakarta, 2006.
--------------------, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD
1945. FH. UH Press. Yogyakarta, 2004.
-------------------, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Penerbit Sekretaris Jendral
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. Jakarta, 2006.
-------------------, Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi , Sinar
Grafika, Jakarta, 2010.
Atmadja I Dewa Gede, Hukum Konstitusi –Problema Konstitusi Indonesia Setelah
Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, 2010.
…………………………, Ilmu Negara.
C.S.T Kansil, 2009, Hukum Administrasi negara, Jala Permata Aksara, Jakarta.
Colin P.H. , Dictionary of Law, Fourth edition, Blomsbury, London, England, 2004.
Dahl Robert A., On Democracy, New Haven, Yale University Press, 1988
Darmodiardjo Darji dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia, Jakarta,
2004. Cetakan kelima.
Erick. S. Holle “ Pelayanan Publik Melalui Electronic Government Upaya Meminimalisir
Praktek Maladministrasi Dalam Meningkatkan Public Service “, ( Jurnal Sasi Vol.
17.No 3. Bulan Juli - September 2011.
Finer Herman, The Major Governments of Modern Europe, University of Chicago,
Harper & Row Publisher, New York, 1926.
Freidman L, The Legal System, A Social Science Perspective, New York, Rusel Sage
Foundation, 1990.
Hendra Nurtjahjo, 2013, Memahamai Maladminitrasi, Ombudsman Republik Indonesia,
Jakarta.
Philipus M.Hadjon dan Titiek Sri Djatmayati, 2005, ” Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia ” (Yogyakarta; Gajah Mada University Press.
Samedi “ Maladministrasi” (Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara ; Universitas
Islam 45 Bekasi ) Diakses Jumat, 6 September 2015.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
643 Unmas
Denpasar
Solly M. Lubis, 2009, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, Mandar Maju, Bandung.
Wahyudi Kumurotomo, 2005, “Akuntabilitas Birokrasi Publik : Sketsa Pada Masa
Transisi” Magister Administrasi Publk (MAP) UGM dengan Pustaka
Belajar,Yogyakarta.
Widodo, Joko. 2001. Good Governance, Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol
Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Insan Cendekia, Surabaya
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Undang-undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Repubik Indonesia.
Peraturan Ombudsman RI