57
DISERTASI PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN HEAD COIL DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSA DISLOKASI DISKUS SENDI TEMPOROMANDIBULAR SHOFIYAH LATIEF P0200312006 PROGRAM S3 ILMU KEDOKTERAN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017

PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

DISERTASI

PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)

MENGGUNAKAN HEAD COIL DALAM

MENEGAKKAN DIAGNOSA DISLOKASI DISKUS

SENDI TEMPOROMANDIBULAR

SHOFIYAH LATIEF

P0200312006

PROGRAM S3 ILMU KEDOKTERAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017

Page 2: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …
Page 3: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

DAFTAR TIM PENGUJI

Promotor : Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, SpRad (K)

Ko Promotor : Dr. drg. Bahruddin Thalib, SpPros (K)

Dr. dr. Mirna Muis, SpRad

Anggota : Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, SpRad (K)

Prof. Dr. dr. Triyono KSP, SpRad (K)

Prof. drg. Dharma Utama, PhD, SpPros (K)

Dr. dr. Burhanuddin Bahar, MS

drg. Muhammad Ruslin, SpBM (K), MKes

Page 4: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat dan hidayahNya yang telah dilimpahkan kepada penulis

hingga tahap akhir penyelesaian disertasi ini. Shalawat dan salam

tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat serta

para pengikutnya.

Ide penelitian ini muncul didasarkan pada kondisi dimana makin

meningkatnya penderita dengan keluhan gangguan internal sendi

temporomandibular dan pengklasifikasian kelainan ini merupakan salah

satu area yang masih sering diperdebatkan. Masih terdapat keterbatasan

dalam penelitian ini, namun diharapkan karya ini dapat bermanfaat dalam

menambah informasi ilmiah mengenai gangguan internal sendi

temporomandibular.

Banyak kendala yang penulis hadapi dalam menyelesaikan disertasi ini

namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak pada akhirnya

disertasi ini dapat diselesaikan. Oleh karenanya, pada kesempatan ini

dengan tulus penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi – tingginya kepada :

Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, SpRad (K) selaku Promotor yang telah

banyak memberikan bimbingan, kritik dan saran sejak masa persiapan

hingga penyelesaian akhir dari disertasi ini.

Dr. drg. Bahruddin Thalib, SpPros dan Dr. dr. Mirna Muis, SpRad selaku

Co Promotor yang telah banyak memberikan bimbingan, kritik dan saran

sejak persiapan hingga penulisan akhir dari disertasi ini.

Dewan Penguji : Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, SpRad (K), Prof. Dr. dr.

Triyono KSP, SpRad (K), Prof. drg. Dharma Utama, PhD, SpPros (K), Dr.

dr. Burhanuddin Bahar, MS, drg. Muhammad Ruslin, SpBM, MKes, PhD

yang telah meluangkan waktu serta memberikan bimbingan, kritik dan

saran demi penyempurnaan disertasi ini.

Ucapan terima kasih serta rasa hormat kepada : Prof. Dr. Dwia Aries Tina

Pulubuhu, MA selaku Rektor Universitas Hasanuddin (UNHAS), Prof. Dr.

dr. Andi Asadul Islam, SpBS selaku Dekan Fakultas Kedokteran UNHAS,

Prof. dr. Mochammad Hatta, PhD, SpMK (K) selaku Ketua Program Studi

Page 5: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Pascasarjana Ilmu Kedokteran UNHAS dan Prof. Dr. dr. Suryani As’ad,

MSc, SpGK (K) selaku Ketua Program Studi Pascasarjana yang telah

berkenan memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program

Pendidikan Doktor Ilmu Kedokteran.

Ucapan terima kasih serta rasa hormat kepada Prof. dr. H. Syarifuddin

Wahid, PhD, SpPA (K), SpF selaku Dekan Fakultas Kedokteran UMI, Dr.

dr. Nasrudin AM, SpOG, MARS selaku Wakil Dekan I FK UMI, dr. Suliati

P. Amir, SpM, M.Med-Ed selaku Wakil Dekan II FK UMI, dr. Shulhana

Mokhtar, M.Med-Ed dan Drs. M. Said, S.Ag selaku Wakil Dekan IV FK

UMI serta teman – teman sejawat Dosen FK UMI yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga dan rasa sayang kepada teman

sejawat dan rekan pegawai pada Clinical Education Unit (CEU) FKUMI

yang telah banyak memberikan bantuan dan semangat selama proses

pendidikan penulis berlangsung.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Direktur beserta seluruh

staf managemen Rumah Sakit Awal Bros dan Rumah Sakit Siloam

Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan ini.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga dan rasa sayang kepada teman

sejawat Dokter Spesialis Radiologi serta staf radiografer Rumah Sakit

Awal Bros dan Rumah Sakit Siloam Makassar. Khususnya kepada rekan

Ashar, Amd.Rad, Abdul Azis, Amd.Rad, Eunike Serfina Fajarini, AMR,

S.Si dan Purwanto, Amd.Rad, S.Si yang telah banyak membantu,

memberikan saran dan kritik sejak masa persiapan hingga penulisan akhir

dari disertasi ini.

Ucapan terima kasih dan rasa sayang yang tak terhingga kepada drg.

Muhammad Ikbal, SpPros, dr. Andy Visi Kartika, SpPA, M.Kes, Dr. dr.

Nurahmi, SpPK, M.Kes dan Dr. Andi Nilawati, SKM, M.Kes yang banyak

memberikan bantuan, dukungan dan semangat mulai dari awal masa

persiapan hingga penulisan akhir dari disertasi ini.

Ucapan terima kasih dan rasa sayang yang tak terhingga kepada adik –

adik Khansa Luthfiyyah, Akhmad Fadhiel Noor dan Rheza Rivaldi Salam

Page 6: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

yang banyak memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian

disertasi ini.

Dan pada akhirnya ucapan terimakasih serta rasa sayang dan

penghargaan yang setinggi – tingginya kepada ayahanda tercinta (Alm)

dr. H. Abdul Latief Data, SpRad, ibunda tercinta Dra. Hj. Sylvia Ibrahim,

suami tercinta dr. Andi Indra Gunawan, SpAn – KMN, anak – anakku yang

tersayang Andi Athifah Zhafirah Gunawan dan Andi Athillah Syahputra

Gunawan serta Adinda dr. Miftahul Akhyar Latief, Phd, SpM dan dr. Nur

Putri Irmayasari Akhyar yang telah banyak memberikan doa, dukungan,

perhatian dan pengertian selama masa pendidikan berlangsung.

Bantuan, bimbingan, dorongan, kebaikan dan doa orang – orang di sekitar

saya sangat memberikan kekuatan dan semangat dalam proses

penyelesaian pendidikan ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan

Rahmat dan KaruniaNya kepada kita semua. Amin ya Rabbal Alamin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, November 2017

Shofiyah Latief

Page 7: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

ABSTRAK

PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN

HEAD COIL DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSA DISLOKASI DISKUS SENDI TEMPOROMANDIBULAR

(Latief S, Murtala B, Thalib B, Muis M)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pemeriksaan MRI

menggunakan head coil terhadap kekuatan diagnosa dislokasi diskus sendi

temporomandibular dan mengetahui nilai diagnostik pemeriksaan klinis menurut

RDC dengan mempergunakan MRI sebagai Gold Standard.

Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan desain cross sectional. Uji diagnostik untuk menilai validitas MRI. Analisis prediktor dilakukan dengan uji multivariate regresi logistik.

Uji diagnostik hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sensitivitas pemeriksaan MRI 95% dengan spesifisitas 72.7%. Nilai duga positif 76% sementara nilai duga negatif 94% dengan akurasi sebesar 83.9 %.

Pada karakteristik sampel tampak bahwa frekuensi terbanyak untuk kelompok umur adalah 20 - 40 tahun baik pada kelompok asimptomatik (40.5%) maupun kelompok simptomatik (38.1%). Perempuan ditemukan lebih banyak dibandingkan laki – laki baik pada kelompok asimptomatik (40.5%) maupun simptomatik (35.7 %). Keluhan bunyi dan nyeri ditemukan sebesar 21.4%). Pasien dengan lama keluhan lebih dari satu tahun lebih banyak (38.1%) dibandingkan dengan yang kurang dari satu tahun (14.3%). Konfigurasi perubahan bentuk diskus artikularis untuk posisi diskus yang normal paling banyak ditemukan dari bentuk convex menjadi biplanar yaitu 10 (11.9%) dan pada dislokasi diskus ke anterior dengan reduksi paling banyak ditemukan perubahan dari bentuk folded ke biplanar yaitu 8 (9.5%).

Hasil analisis bivariat pada penelitian ini bahwa terdapat perbedaan antara hasil pemeriksaan MRI dan RDC dalam menegakkan diagnosa dislokasi diskus sendi temporomandibular. Gejala klinik berhubungan signifikan dengan kejadian dislokasi diskus sendi temporomandibular pada pemeriksaan MRI maupun RDC. Semua variabel pada pemeriksaan panoramik berhubungan signifikan dengan kejadian dislokasi diskus sendi temporomandibular untuk pemeriksaan MRI. Sementara untuk pemeriksaan RDC hanya variabel impaksi yang berhubungan signifikan dengan kejadian dislokasi diskus. Posisi kondilus asimetris pada pemeriksaan panoramik dan lama keluhan lebih dari 1 tahun pada pemeriksaan fisik adalah prediktor yang kuat bagi terjadinya dislokasi diskus.

Sebagai kesimpulan bahwa MRI memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mendeteksi dislokasi diskus sendi temporomandibular jika dibandingkan dengan RDC.

Kata kunci : Dislokasi diskus sendi temporomandibular, sensitivitas dan spesifisitas, Magnetic Resonance Imaging (MRI), The Research Diagnostic Criteria (RDC).

Page 8: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

ABSTRACT

The role of Magnetic Resonance Imaging (MRI) using a head coil in the diagnosis of disc displacement of

temporomandibular joint. (Latief S, Murtala B, Thalib B, Muis M)

This study is intended to determine the role of MRI using head coil

on diagnosis strength of temporomandibular joint disc displacement and to seek parallel examination with RDC by using MRI as the Gold Standard.

The type of research is observational analytic with cross sectional design. Diagnostic test to assess MRI validity. Predictive analysis was performed by multivariate logistic regression test. The diagnostic test results of this study showed a sensitivity of MRI examination about 95% with a specificity of 72.7%. Nominal value in 83,9%.

The sample characteristics showed that the frequency for the age group of 20-40 years old both in asymptomatic group (40,5%) and symptomatic group (38,1%). Women were found more than men in both asymptomatic (40.5%) and symptomatic (35.7%) groups. Complaints of noise and obesity found in 21.4%. Patients with longer complaints over one year found more (38.1%) compared with less than one year (14.3%). Biplanar shape change is 8 (9.5%). (9.9%) and in the disc displacement to anterior with reduction are heavily found in its folded form to biplanar is 8 (8.5%).

The results of bivariate analysis in this study : there is a difference between the results of MRI and RDC examination in establishing the diagnosis of displacement of temporomandibular joint disc. Clinical symptoms were significantly associated with temporomandibular joint disc displacement events on MRI and RDC examinations. All variables on panoramic examination were significantly associated with temporomandibular joint disc displacement events for MRI examination. As for the RDC examination only the impaction variables are significantly related to disc displacement events. The position of the asymmetric condyle on the panoramic examination and the duration of complaints over 1 year on physical examination is a strong predictor of the disc displacement.

MRI has some better ability in terms of displacement of temporomandibular joint discs when compared to RDC. Keywords: Disc displacement of temporomandibular joint, sensitivity and specificity, Magnetic Resonance Imaging (MRI), Research Diagnostic Criteria (RDC)

Page 9: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

DAFTAR ISI

ABSTRAK INDONESIA........................................................................... i

ABSTRACT ENGLISH.............................................................................ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. 16

DAFTAR TABEL ....................................................................................... 19

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1 A. Latar Belakang............................................................................1

B. Rumusan Masalah .....................................................................5

C. Tujuan Penelitian .......................................................................6

1. Tujuan Umum........................................................................6

2. Tujuan Khusus ......................................................................6

D. Manfaat Penelitian .....................................................................7

1. Manfaat Pengembangan Ilmu................................................7

2. Manfaat Aplikasi.....................................................................7

3. Manfaat bagi masyarakat.......................................................7

4. Manfaat bagi peneliti..............................................................7

5. Manfaat bagi professional......................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................8 2.1 Anatomi dan Fisiologi TMJ ........................................................8

2.1.1 Diskus Artikular ..................................................................9

2.1.2 Permukaan artikular

..........................................................12

2.1.3 Otot-otot mastikasi ............................................................14

2.2 Biomekanik sendi temporomandibular normal ........................14

2.2.1 Siklus translasi .................................................................16

2.2.2 Peranan oklusi..................................................................18

2.2.3 Adaptasi sendi tempero mandibular.................................20

2.2.4 Biomekanik disk displacement anterior dengan reduksi...21

2.2.5 Biomekanik disk displacement anterior tanpa reduksi ….22

Page 10: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

2.3 Temperomandibular disorder ................................................25 2.3.1 Etiologi......................................................................28

2.3.2 Pemeriksaan klinis TMJ ...........................................29

2.4 Perkembangan indeks............................................................32

2.5 The Research Diagnostic Criteria (RDC) ...............................33

2.6 Pencitraan Diagnostik.............................................................35

2.6.1 Radiografi Konvensional.............................................41

2.6.1.1 Radiografik Panoramik…………………………41 2.6.2 Ultrasonography (USG)..............................................48

2.6.3 Computed Tomography (CT) Scan ............................52

2.6.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI)...........................56

2.6.4.1 Gambaran pencitraan MRI TMJ Normal..........59

2.6.4.2 Gangguan internal TMJ....................................62

2.6.4.3 Arthritis Sendi temporomandibular ..................74

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS.........................76

A. Kerangka Teori.........................................................................76

B. Kerangka Konsep.....................................................................79

C. Hipotesis Penelitian .................................................................80

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN.....................................................81 4.1 Ruang Lingkup Penelitian.....................................................81

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................81

4.3 Jenis dan Rancangan Penelitian...........................................81

4.4 Populasi dan Sampel.............................................................81

4.5. Cara Sampling......................................................................83 4.6 Definisi operasional……………………………………………..83 4.7 Cara Kerja…………………………………………………….....85 4.8 Etika Penelitian………………………………………………….86

4.9 Alur Penelitian.......................................................................87

BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………88

5.1 Protokol Pemeriksaan MRI……………………………...……..89 5.2 Karakteristik Sampel..................................................... …....92

5.3 Karakteristik Diskus Artikularis………………….……………..93 5.3.1 Bentuk Diskus Artikularis………………………………….93

Page 11: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

5.3.2 Ukuran Diskus Arikularis…………………………………..94

5.3.3 Intensitas Diskus Artikularis………………………………,94

5.4 Distribusi Konfigurasi Perubahan Bentuk Diskus Artikularis pada Posisi Mulut Tertutup dan Terbuka……………………….....95 5.5 Frekuensi DD Berdasarkan Umur & Gejala Klinis…………....96

5.6 Frekuensi DD Berdasarkan Jenis Kelamin & Gejala Klinis….97

5.6.1 Analisis Bivariat Gejala Klinis dengan Kejadian Dislokasi

5.7 Analisis Gejala Klinis dan Pemeriksaan Panoramik dengan

Kejadian Dislokasi Diskus Artikularis Berdasarkan MRI….....98

5.7.1 Analisis Gejala Klinis dengan Kejadian Dislokasi Diskus

Artikularis Berdasarkan Pemeriksaan MRI……………....98

5.7.2 Analisis Pemeriksaan Panoramik dengan Kejadian

Dislokasi Artikularis Berdasarkan Pemeriksaan MRI……..…99

5.8 Analisis Gejala Klinis dan Pemeriksaan Panoramik dengan Kejadian Dislokasi Diskus Artikularis Berdasarkan Pemeriksaan RDC…………………………………………….……..99

5.8.1 Analisis Gejala Klinis dengan Kejadian Dislokasi Diskus Artikularis Berdasarkan Pemeriksaan RDC…………....100 5.8.2 Analisis Pemeriksaan Panoramik dengan Kejadian Dislokasi Diskus Artikularis Berdasarkan RDC……..….101

5.9 Analisis Pola Mengunyah Dominan dengan Kejadian Dislokasi Diskus Berdasarkan Pemeriksaan MRI………………………..…102 5.10 Analisis Gejala Klinis dan Lama Keluhan dengan Kejadian Efusi Sendi Berdasarkan Pemeriksaan MRI…………………..…102

5.10.1 Analisi Gejala Klinis dengan Kejadian Efusi Sendi Berdasarkan Pemeriksaan MRI………………..………103 5.10.2 Analisis Lama Keluhan dengan Kejadian Efusi Sendi Berdasarkan Pemeriksaan MRI………………………..103

5.11 Analisis Multivariat……………………..……………………..104 5.12 Nilai DIagnostik Pemeriksaan Klinis Menurut RDC dengan Menggunakan MRI sebagai Gold Standard……………...………105

BAB VI PEMBAHASAN..........................................................................106 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………..128

DAFTAR PUSTAKA……………………………………..……………….....130

Page 12: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Dislokasi Diskus

Tabel 5.1 Protokol Pemeriksaan MRI

Tabel 5.2 Karakteristik Sampel

Tabel 5.3 Karakteristik Diskus Artikularis

Tabel 5.3.1 Bentuk Diskus Artikularis

Tabel 5.3.2 Ukuran Diskus Artikularis

Tabel 5.3.3 Intensitas Diskus Artikularis

Tabel 5.4 Distribusi Konfigurasi Perubahan Bentuk Diskus Artikularis pada Posisi Mulut Tertutup dan Terbuka

Tabel 5.5 Frekuensi Dislokasi Diskus (DD) Berdasarkan Umur dan Gejala Klinis

Tabel 5.6 Frekuensi Dislokasi Diskus (DD) Berdasarkan Jenis Kelamin dan Gejala Klinis

Tabel 5.7 Analisis Gejala Klinis dan Pemeriksaan Panoramik dengan Kejadian Dislokasi Diskus Artikularis Berdasarkan Pemeriksaan MRI

Tabel 5.7.1 Analisis Gejala Klinis dengan Kejadian Dislokasi Diskus Artikularis Berdasarkan Pemeriksaan MRI

Tabel 5.7.2 Analisis Pemeriksaan Panoramik dengan Kejadian Dislokasi Diskus Artikularis Berdasarkan Pemeriksaan MRI

Tabel 5.8 Analisis Gejala Klinis dan Pemeriksaan Panoramik dengan Kejadian Dislokasi Diskus Artikularis Berdasarkan Pemeriksaan RDC

Tabel 5.8.1 Analisis Gejala Klinis dengan Kejadian Dislokasi Diskus Artikularis Berdasarkan Pemeriksaan RDC

Tabel 5.8.2 Analisis Pemeriksaann Panoramik dengan Kejadian Dislokasi Diskus Artikularis Berdasarkan Pemeriksaan RDC

Tabel 5.9 Analisis Pola Mengunyah Dominan dengan Kejadian Dislokasi Diskus Berdasarkan Pemeriksaan MRI

Tabel 5.10 Analisis Gejala Klinis dan Lama Keluhan dengan Kejadian Efusi Sendi Berdasarkan Pemeriksaan MRI

Tabel 5.10.1 Analisi Gejala Klinis dengan Kejadian Efusi Sendi Berdasarkan Pemeriksaan MRI

Tabel 5.10.2 Analisis Lama Keluhan dengan Kejadian Efusi Sendi Berdasarkan Pemeriksaan MRI

Tabel 5.11 Analisis Multivariat

Tabel 5,12 Nilai DIagnostik Pemeriksaan Klinis Menurut RDC dengan Menggunakan MRI sebagai Gold Standard

Page 13: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

DAFTAR SINGKATAN

TMJ : Temporomandibular Joint

TMD : Temporomandibular Disorders

AAOP : American Academy of Orofacial Pain

ADD : Anterior Disc Displacement

ADDWR : Anterior Disc Displacement with Reduction

ADDWoR : Anterior Disc Displacement without Reduction

DD : Disc Displacement

MRI : Magnetic Resonance Imaging

ID : Internal Derangement

LPM : Lateral Pterygoid Muscle

PGP : Processus Post Glenoid

AE : Articular Eminence

RDC : The Research Diagnostic Criteria

MPD : Myofascial pain and dysfunction

CT : Computed Tomography

USG : Ultrasonography

PD : Proton Density

Page 14: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 Potongan sagital sendi temporomandibular

2. Gambar 2 Klasifikasi konfigurasi diskus

3. Gambar 3 Biomekanik sendi temporomandibular normal

4. Gambar 4 Gambaran Videofluoroskopi dan Artrografi Hubungan

Diskus- Kondilus Normal

5. Gambar 5 Translasi normal dari kondilus mandibular dan posisi diskus

pada buka dan tutup mulut 6. Gambar 6 Biomekanik Dislokasi Diskus Anterior Disertai Reduksi

7. Gambar 7 Biomekanik Dislokasi Diskus Anterior Tanpa Reduksi

8. Gambar 8 Palpasi otot temporalis

9. Gambar 9 Palpasi otot masseter

10.Gambar 10 Radiografi Panoramik 11.Gambar 11 USG sendi temporomandibular 12.Gambar 12 USG sendi temporomandibular pada posisi mulut tertutup dan terbuka 13.Gambar 13 Gambaran MRI anatomi normal sendi temporomandibular 14.Gambar14 MRI spin-echo proton-density-weighted potongan sagittal oblique 15.Gambar 15 Posisi diskus normal 16.Gambar 16 Posisi diskus normal (A), Dislokasi diskus parsial (B), dan Dislokasi diskus komplit (C) 17.Gambar 17 Anterior displacement yang disertai reduksi 18.Gambar 18 Dislokasi diskus anterior tanpa disertai reduksi 19.Gambar 19 MRI potongan sagittal oblique spin-echo PD (posisi mulut tertutup) tampak dislokasi diskus anterior parsial

20.Gambar 20 MRI potongan sagittal oblique spin-echo proton-density- Weighted (posisi mulut terbuka)

21.Gambar 21 MRI potongan sagittal oblique spin-echo proton-density- weighted (posisi mulut tertutup) memperlihatkan

(bentuk mendatar) dislokasi diskus anterior parsial

22.Gambar 22 MRI potongan sagittal oblique spin-echo proton-density weighted (posisi mulut terbuka). Berhubungan dengan efusi sendi derajat 1 23.Gambar 23 MRI potongan sagittal oblique spin-echo proton-density weighted (posisi mulut tertutup) menunjukkan (penebalan) dislokasi diskus anterior komplit

Page 15: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

24.Gambar 24 MRI potongan sagittal oblique spin-echo proton-density weighted (posisi mulut terbuka) menunjukkan bahwa

diskus tetap berada pada posisi normal ketika kondilus bergerak

25.Gambar 25 MRI potongan Sagittal oblique spin-echo proton-density weighted (posisi mulut tertutup) menunjukkan dislokasi diskus anterior komplit 26.Gambar 26 MRI potongan sagittal oblique spin-echo proton-density weighted (posisi mulut terbuka) menunjukkan bahwa diskus tetap berpindah dari posisi normalnya disertai erosi kortikal kondilus 27.Gambar 27 MRI perpindahan diskus ke posterior 28.Gambar 28 MRI Stuck disk 29.Gambar 29 Gambaran MRI sagittal muskulus pterigeus lateral 30.Gambar 30 Juvenile idiopathic arthritis. 31.Gambar 31 Pemeriksaan MRI sendi temporomandibular pada pasien dengan keluhan bunyi dan nyeri; (A) dislokasi diskus kiri kearah anterior pada posisi mulut tertutup, (B) reduksi pada posisi mulut terbuka 32.Gambar 32 Pemeriksaan MRI sendi temporomandibular pada pasien dengan keluhan nyeri, (A) dislokasi diskus kearrah anterior dengan reduksi (B) kir dislokasi diskus kearah anterior dengan reduksi 33.Gambar 33 Pemeriksaan MRI sendi temporomandibular pada pasien dengan keluhan bunyi dan nyer (A dan C) dislokasi diskus bilateral ke ara anterior yang disertai efusi sendi (B dan D) mengalami reduksi pada posisi terbuka 34.Gambar 34 Pemeriksaan MRI sendi temporomandibular pada pasien tanpa keluhan (A) dislokasi diskus kanan kearah anterior pada posisi mulut tertutup (B) mengalami reduksi pada posisi mulut terbuka 35.Gambar 35 Pemeriksaan MRI sendi temporomandibular pada pasien tanpa keluhan, (A dan C) dislokasi diskus bilateral kearah anterior pada posisi mulut tertutup (B dan D) mengalami reduksi pada posisi mulut terbuka

Page 16: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Temporomandibular joint disorders (TMD) atau gangguan internal

sendi temporomandibular adalah istilah yang dipergunakan untuk

sekumpulan gejala atau tanda yang melibatkan gangguan pada system

muskuloskeletal, sendi temporomandibular ataupun keduanya. Selain

gangguan internal yang mengacu pada suatu perubahan jalur gerak sendi

temporomandibular normal yang sebagian besar melibatkan fungsi diskus

artikular, dapat pula disebabkan oleh berbagai faktor yang saling

berhubungan yaitu keadaan lokal yang terdiri dari hubungan kontak oklusi,

aktifitas dan respon dalam otot juga struktur sendi. Kelainan sendi ini

dapat bersumber pada komponen sendi atau diluar sendi, seperti gigi

termasuk jaringan periodontal, otot-otot mastikasi dan masalah

psikologis. (Bag 2014)

Keluhan yang ditimbulkan dapat berupa nyeri saat buka - tutup

mulut, nyeri tekan pada otot mastikasi hingga keterbatasan gerakan sendi

temporomandibular. Hal ini akan mempengaruhi fungsional seseorang

yang berhubungan dengan fungsi mengunyah, bicara maupun menelan.

Gejala ini ditemukan sekitar 12% - 68% pada populasi dan insidensi

paling banyak pada wanita muda dengan rasio 4:1 dibandingkan laki -

laki. Prevalensi menurut umur meningkat pada usia dibawah 40 tahun dan

Page 17: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

menurun pada usia diatasnya. (Aiken, Bouloux, and Hudgins 2012)

Gejala klinik yang bervariasi menyebabkan penegakan diagnosa

yang tepat sering kali susah dilakukan. Tanda atau gejala seperti nyeri,

nyeri tekan pada otot mastikasi atau sendi temporomandibular dan suara

selama pergerakan kondilus mandibula (popping, suara klik atau krepitus

pada rahang) serta keterbatasan pergerakan mandibula ditemukan

sekitar 12% - 68% pada populasi. Gejala paling sering berupa suara klik

pada sendi temporomandibular dengan prevalensi 8 - 50%. Gangguan

temporomandibular adalah penyebab paling umum dari nyeri kepala dan

wajah setelah sakit gigi. (Samara 2013; kraus 2017)

The Research Diagnostic Criteria (RDC) diterima secara luas

sebagai alat klasifikasi diagnostik dan validitasnya sudah teruji beberapa

kali sehingga sekarang dianggap sebagai standar baku oleh komunitas

peneliti, namun tetap memiliki nilai subyektivitas pada penilaian tersebut.

Sehingga diperlukan modalitas lain yang dapat menilai struktur sendi

temporomandibular dengan jelas. Untuk menegakkan diagnosa gangguan

sendi temporomandibular perlu dilakukan evaluasi pada pasien yang

meliputi anamnesa riwayat penyakit, pemeriksaan klinis sendi

temporomandibula, pemeriksaan klinis otot-otot pengunyahan,

pemeriksaan intraoral, analisa oklusi dan pemeriksaan radiologi. (Ahmad

et al. 2009)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan alat non invasif dan

non radiasi yang mempergunakan medan magnet serta radiofrekuensi

Page 18: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

untuk menghasilkan gambar. MRI memiliki kemampuan pencitraan yang

baik bagi soft tissue serta untuk evaluasi sendi. MRI memungkinkan

analisis trimatra dari sendi temporomandibular, memberikan penilaian

yang paling lengkap hubungan condylus mandibula, diskus artikular, fossa

mandibula dan eminensia artikular. Adanya berbagai teknik MRI

memungkinkan kita menganalisis posisi diskus baik koronal maupun

sagital berupa penilaian dinamika translasi condylar dan gerakan diskus

selama gerakan membuka dan menutup mulut. Dapat dengan baik menilai

diskus artikularis mulai dari perubahan bentuk dan intensitas sinyal atau

perpindahan diskus dengan tingkat akurasi yang tinggi (95 %), menilai

caput condylus, penebalan muskulus pterygoideus lateral (LPM),

pecahnya lapisan retrodiscal ataupun efusi sendi. (Alonso et al. 2014;

Turp 2016)

Dislokasi diskus (DD) adalah salah satu bentuk utama gangguan

internal sendi temporomandibular. Dislokasi diskus ke anterior dengan

reduksi dan dislokasi diskus ke anterior tanpa reduksi adalah dua bentuk

yang paling umum terjadi. (Larheim 2001; Tognini 2004)

Pengklasifikasian kelainan gangguan internal sendi

temporomandibular merupakan salah satu area yang sering

diperdebatkan. Satu dekade terakhir pengklasifikasian dibedakan atas

subkelompok myogenik dan subkelompok arthrogenik namun

pengelompokan ini tidak selalu jelas terpisah karena dapat terjadi

tumpang tindih antara subkelompok tersebut. American Academy of

Page 19: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Orofacial Pain (AAOP) untuk pertama kalinya membuat definisi diagnostik

secara jelas pada tahun 1990 yang direvisi pada tahun 1993 dan 1996.

Klasifikasi dibagi kedalam tiga kelompok yaitu kelompok dengan

kelainan sendi temporomandibular yang diagnosanya ditegakkan jika

ditemukan adanya kelainan struktur sendi temporomandibular (penyakit

degeneratif atau gangguan internal diskus), kelompok karena kelainan

otot mastikasi dan kelompok dengan kelainan perkembangan serta

kongenital. (Carlsson, 1999; Emshoff et al., 2003; Samara et al., 2012).

Pada tahap awal gangguan internal, diskus tetap mempertahankan

bentuk normalnya. Seiring dengan waktu, bagaimanapun, perpindahan

sendi akan mengalami deformitas berupa penebalan posterior band dan

penurunan ukuran anterior band serta daerah tipis di bagian tengahnya,

yang menyebabkan terbentuknya diskus bikonveks atau bulat. Gambaran

morfologi yang tidak teratur dan bulat maupun datar secara umum

dianggap menggambarkan adanya penyakit. (Tognini 2004; Westesson

2011)

Beberapa penelitian yang menilai tentang gangguan internal sendi

temporomandibular dan MRI telah dilakukan antara lain oleh Emshoff et

al, 2003;. Rao, 1995 menganggap bahwa MRI adalah modalitas

pencitraan pilihan pada gangguan temporomandibular karena alat ini

mampu memberikan informasi terperinci mengenai diskus, ruang sendi,

dan struktur jaringan lunak yang berdekatan. Tomas et al, 2014

menjelaskan pecahnya lapisan retrodiscal superior pada 2 pasien dengan

Page 20: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

dislokasi diskus ke anterior tanpa reduksi dan menduga bahwa hal ini

mungkin akan menyebabkan terjadinya ketidakstabilan diskus yang

signifikan. Roh, et al., setelah melakukan penelitian pada 254 pasien, juga

melaporkan bahwa kejadian efusi hampir dua kali lebih banyak ketika

ditemukan dislokasi diskus ke anterior dengan reduksi jika dibandingkan

dengan diskus normal dan lebih dari empat kali jika disertai dislokasi

diskus ke anterior tanpa reduksi. De Leeuw et al, melakukan penelitian (55

pasien) dan mendapatkan 75% dengan gejala gangguan internal sendi

temporomandibular yang kronik ditemukan adanya dislokasi diskus ke

anterior tanpa reduksi (Emshoff, Tomas, Roh, De Leeuw, Bag et al.,

2014).

Semakin meningkatnya jumlah penderita dengan keluhan

gangguan internal sendi temporomandibular serta masih kurangnya

penelitian yang terfokus pada dislokasi diskus khususnya pada bidang

radiologi di Indonesia, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai hal tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perbedaan diagnosa dislokasi diskus sendi

temporomandibular berdasarkan pemeriksaan MRI dan RDC?

2. Apakah gejala klinis berhubungan dengan diagnosa dislokasi diskus

sendi temporomandibular berdasarkan pada pemeriksaan MRI dan

RDC?

Page 21: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

3. Apakah hasil pemeriksaan panoramik berhubungan dengan diagnosa

dislokasi diskus sendi temporomandibular berdasarkan pada

pemeriksaan MRI dan RDC?

4. Apakah ada variabel predictor pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

panoramik untuk menegakkan diagnosa dislokasi diskus sendi

temporomandibular pada pemeriksaan MRI?

5. Bagaimana kemampuan MRI mendeteksi dislokasi diskus sendi

temporomandibular jika dibandingkan dengan RDC?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui peran pemeriksaan MRI menggunakan head coil

terhadap kekuatan diagnosa dislokasi diskus sendi

temporomandibular.

2. Tujuan Khusus

1. Analisis perbedaan diagnosa dislokasi diskus sendi

temporomandibular berdasarkan pemeriksaan MRI dan RDC.

2. Analisis hubungan antara gejala klinik dengan pemeriksaan MRI

dan RDC dalam menegakkan diagnosa dislokasi diskus sendi

temporomandibular.

3. Analisis hubungan antara hasil pemeriksaan panoramik dengan

pemeriksaan MRI dan RDC dalam menegakkan diagnosa dislokasi

diskus sendi temporomandibular.

Page 22: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

4. Analisis variabel predictor pemeriksaan panoramik dan

pemeriksaan klinis untuk menegakkan diagnosa dislokasi diskus

sendi temporomandibular pada pemeriksaan MRI

5. Analisis sensitivitas dan spesifisitas MRI dibandingkan dengan

RDC dalam menegakkan diagnosa dislokasi diskus sendi

temporomandibular.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Pengembangan Ilmu

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada

pengembangan ilmu dan teknologi kedokteran terutama di bidang

diagnostik radiologi dan kedokteran gigi.

2. Manfaat Aplikasi

Membantu penegakan diagnosa dan deteksi dini gangguan internal

sendi temporomandibular khususnya untuk menentukan adanya

dislokasi diskus.

3. Bagi masyarakat menjadi sumber informasi dan meningkatkan

kesadaran mengenai gangguan internal sendi temporomandibular

serta faktor - faktor penyebabnya.

4. Bagi peneliti dapat menyempurnakan pemeriksaan MRI sehingga

dapat menjadi standar nasional skrining gangguan internal sendi

temporomandibular.

5. Bagi profesional kesehatan lain, memudahkan proses skrining awal

pasien gangguan internal sendi temporomandibular

Page 23: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sendi Temporomandibular

Sendi temporomandibular merupakan sendi diarthrodial yang

terakhir tampak pada massa pertumbuhan janin dalam rahim dan namun

tidak pada daerah kraniofasial sampai usia kehamilan mencapai minggu

ke-8. Maksila, mandibula, otot-otot pengunyahan dan diskus bikonkaf

penyusun sendi temporomandibular, berkembang dari arcus branchial

pertama ketika usia kehamilan mencapai minggu ke-14. Saat lahir, sendi

temporomandibular kurang berkembang jika dibandingkan dengan sendi

diarthrodial lainnya sehingga rentan mengalami gangguan baik saat

perinatal maupun postnatal. Meskipun demikian, sendi ini akan terus

berkembang pada anak usia dini sebagai rahang yang akan digunakan

untuk gerakan mengisap dan akhirnya mengunyah. (Bag 2014)

Sebagai sendi diarthroidal sinovial yang kompleks, sendi

temporomandibular mampu melakukan gerakan translasi (sliding) dan

rotasi. (Omami 2013) Ia mempunyai kemampuan untuk beradaptasi

terhadap kebutuhan fungsional melalui proses remodeling progresif yang

mempertahankan bentuk dan fungsi, namun adanya beban yang

melampaui kemampuan untuk melakukan perbaikan akan mengakibatkan

kerusakan pada jaringannya. (Alomar 2007; Aiken, Bouloux, and Hudgins

2012; Bag 2014; Omami 2013)

Page 24: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

2.1.1 Diskus Artikular

Diskus artikular merupakan jaringan fibrokartilago yang mengandung

sedikit pembuluh darah dan saraf, berbentuk bulat oval, (Aiken, Bouloux,

and Hudgins 2012; Bag 2014) dan terletak diantara kondilus dan fossa

glenoidea (Gambar 1), berfungsi sebagai bantalan artikulasi antara

kondilus dan artikular eminens. (Aiken, Bouloux, and hudgins 2012; Sava

A. 2007; Vilanova et al. 2007).

Gambar 1. Potongan Sagital Sendi Temporomandibular

Sumber: (Bag. Gaddikeri et al. 2014)

Diskus artikularis terbagi atas tiga bagian, yaitu diskus pars anterior,

pars intermediate, dan pars media. (Aiken, Bouloux, and hudgins 2012;

Sava A. 2007; Vilanova et al. 2007) Struktur diskus pars anterior dan

posterior lebih tebal jika dibandingkan dengan diskus pada zona

intermediet (pars media). (Aiken, Bouloux, and hudgins 2012; Sava A.

Page 25: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

2007; Vilanova et al. 2007; Arayasntiparb, Tsuchimochi, and

Mitrirattanakul 2012) Oleh karena itu, morfologinya akan tampak bikonkaf

pada potongan sagital (Arayasantiparb, Tsuchimochi, and Mitrirattanakul

2012). Bentuk inilh yang akan mengakomodasi bentuk kondilus dan fossa

yang dibatasinya. (Aiken, Bouloux, and hudgins 2012; Sava A. 2007;

Vilanova et al. 2007)

Diskus pars anterior memiliki ketebalan sekitar 2 mm dan menyatu

dengan kapsula sendi. Sementara diskus pars posterior memiliki

ketebalan sekitar 3 mm yang berlanjut menjadi zona bilaminar (regio

retrodiscal dan lamina posterior). Zona ini terdiri dari lapisan fibroelastik

superior (lamina temporal) yang melekat pada processus postglenoidus

(PGP) dan lapisan fibrous inferior (juga lamina inferior) yang melekat pada

leher condylus posterior. Adanya lapisan superior akan mencegah diskus

tergelincir saat mulut terbuka lebar, dan lapisan inferior berfungsi untuk

mencegah rotasi diskus dari condylus secara berlebihan. (Aiken, Bouloux,

and hudgins 2012; Sava A. 2007; Vilanova et al. 2007, Arayasantiparb,

Tsuchimochi, and Mitrirattanakul 2012; Omami 2013) Kedua lamina

tersebut dipisahkan oleh serat elastis longgar yang mengandung

pembuluh darah dan saraf, melekat pada kapsula sendi posterior, dan

menambah retraksi diskus ketika mulut tertutup. Pita pada daerah medio-

lateral memiliki ukuran yang lebih panjang jika dibandingkan dengan pita

di daerah antero-posterior. (Arayasantiparb, Tsuchimochi, and

Mitrirattanakul 2012; Omami 2013) Pita anterior menempel ke kapsula

Page 26: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

sendi anterior, caput condylaris, dan Articular eminence (AE). Pada

beberapa keadaan, pasien memiliki lamina antero-medial tambahan di

bagian tengah otot pterygoideus lateral superior-nya. Tidak seperti halnya

pita anterior dan posterior, diskus tidak melekat pada kapsula sendi

medial dan lateral, sebaliknya, diskus akan melekat erat pada kondilus

mandibula bagian medial dan lateral, sehingga gerakan diskus dan

kondilus memungkinkan terjadi secara simultan. (Omami 2013)

Gambar 2. Klasifikasi Konfigurasi Diskus

Sumber: (Arayasantiparb, Tsuchimochi, and Mitrirattanakul, 2012

Seperti yang tampak pada gambar 2, terdapat 4 tipe bentuk diskus

yaitu bikonkaf, biplanar, konveks dan terlipat. Bentuk bikonkaf merupakan

bentuk diskus normal dimana bagian anterior dan posteriornya lebih tebal

dibandingkan intermediate. Bentuk biplanar didefinisikan sebagai bentuk

diskus dengan ketebalan yang sama diseluruh bagian anterior, tengah

dan posterior. Apabila bentuk diskus memilki permukaan yang cembung di

Page 27: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

bagian atas dan bawahnya atau dengan pita anterior atau posterior yang

lebih tebal dan bagian anteroposterior lebih panjang, maka, diskus

tersebut memiliki bentuk konfeks. Diskus dengan yang memiliki bagian

yang terlipat dikelompokan ke dalam diskus dengan bentuk terlipat.

(Arayasantiparb, Tsuchimochi, and Mitrirattanakul 2012)

2.1.2 Permukaan artikular

Permukaan artikular sendi temporomandibular dibagi menjadi

beberapa bagian. Bagian superior dibentuk oleh fossa glenoidalis (fossa

mandibula) dan artikular eminens tulang temporal, sementara bagian

inferiornya dibentuk oleh kondilus mandibula yang terletak pada fossa

mandibula tulang temporalis dan dipisahkan oleh diskus artikularis. Apa

yang membuat sendi ini menjadi unik adalah permukaan artikularnya yang

ditutupi oleh fibrokartilago, bukan ditutupi oleh tulang rawan hialin seperti

yang biasa kita temukan pada permukaan sendi lainnya. Selain itu, diskus

yang membatasi antara kondilus mandibula dan fossa mandibula tersebut

tidak mengalami ossifikasi sehingga memungkinkan sendi dapat bergerak

ke beberapa bidang.(Omami 2013)

Komponen mandibula sendi temporomandibular terdiri dari prosesus

kondilar yang berbentuk ovoid, ukuran 15-20 mm pada potongan

melintang dan 8-10 mm pada potongan antero-posterior dan kondilus

mandibula yang sangat bervariasi antara pasien dengan kelompok usia

berbeda. (Bag 2014)

Page 28: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Komponen cranial sendi temporomandibular terletak di bawah

bagian skuamosa tulang temporal anterior ke piringan timpani. Fossa

dibentuk seluruhnya oleh bagian skuamosa tulang temporal. Bagian

Posterior fossa artikular meninggi membentuk posterior artikular ridge.

Pada sebagian besar individu, posterior artikular ridge menjadi lebih tebal

di daerah lateral dan membentuk proyeksi berbentuk kerucut yang dikenal

sebagai processus postglenoidea (PGP). Tampak pula adanya fissura

tympanosquamosal yang terletak di bagian posterior dan lateral fossa

glenoideus, antara bagian skuamosa dan timpani tulang petrosa,

memisahkan permukaan artikular membentuk permukaan nonarticular

fossa glenoideus. Sepanjang sisi medial fossa glenoideus terdapat fisura

petrotympanic anterior dan fisura petrosquamous posterior. Fossa

glenoideus bagian anterior tampak dibatasi oleh articular eminence (AE).

(Omami 2013)

AE ini merupakan tulang berbentuk batang yang melintang dari

anterior ke fossa glenoideus dan dari medial ke margin posterior

processuss zygomaticus. Anterior slope AE dikenal sebagai preglenoid

plane (PEP), naik perlahan dari permukaan infratemporal tulang

skuamosa. Kondilus mandibula dan diskus artikularis berjalan ke anterior

untuk memposisikan AE ke PEP selama mulut membuka lebar. Anterior

slope ini memfasilitasi gerakan mundur kondilus dan diskus dari posisi

anterior kembali ke posisi netral dengan mulus. Tuberkel artikular adalah

tonjolan tulang kecil di daerah lateral AE, tempat dimana ligamen kolateral

Page 29: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

lateral melekat. Sementara itu, batas lateral fossa glenoid tampak sedikit

meninggi, bergabung dengan tuberkulum anterior dan PGP (Bag,

Gaddikeri et al. 2014).

2.1.3 Otot-otot mastikasi

Permukaan artikulasi sendi synovial memerlukan kontinyuitas

hubungan setiap saat untuk menjaga stabilitas. Hal ini dicapai dengan

kerja otot. (Ozkan, Altug et al,. 2012) Adapun otot-otot utama pada sistem

mastikasi meliputi otot masseter, temporalis, pterygoid medial dan lateral,

ditambah suprahyoid dan infrahyoid sebagai otot tambahan. (Bag,

Gaddikeri et al. 2014) Selain itu stabilitas sendi pada posisi istirahat dapat

dicapai dengan tonus otot elevator yang bekerja sesuai dengan gravitasi.

(Ozkan, Altug et al,. 2012)

2.2 Biomekanik Sendi Temporomandibular Normal

Page 30: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Gambar 3. Biomekanik Sendi Temporomandibular Normal

Sumber: (Ashley Aiken, Gary Bouloux et al., 2012)

Dua jenis pergerakan pada sendi temporomandibular dapat

dipisahkan menjadi: (1) gerakan menggelincir atau rotasi antara diskus

dan kondilus di kompartemen bawah dan (2) gerakan meluncur atau

translasi antara permukaan superior diskus dan eminensia artikular di

kompartemen atas (Gambar 3). Kombinasi kedua gerakan tersebut

merupakan karakteristik pergerakan mandibula, karena mandibula tidak

akan mampu untuk membuka penuh hanya dengan gerakan menggelincir

saja. Stabilitas selama pergerakan ini dibantu oleh rotasi diskus anterior

dan posterior yang menjaga zona intermediate diskus tetap terletak

diantara kondilus dan eminens. Lamina retrodiskal superior akan merotasi

diskus ke arah posterior dan otot pterygoideus lateral menggerakkan

diskus ke arah anterior (Gambar 4). (Ashley Aiken, Gary Bouloux et al.

2012)

Page 31: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Gambar 4. Gambaran Videofluoroskopi dan Artrografi Hubungan Diskus-

Kondilus Normal. (0) Lamina retrodiskal tebal terletak lebih ke superior kondilus

pada proses penutupan rahang. (1- 3) Kondilus bergerak secara progresif dari

fossa glenoideus ke puncak artikular eminens atau menggelincir ke bawah.

Sumber: (Ashley Aiken, Gary Bouloux et al. 2012)

2.2.1 Siklus translasi

Posisi diskus artikular pada kondilus mungkin merupakan faktor

yang terpenting untuk menjaga stabilitas sendi. Hal ini tergantung pada

self-centering contour diskus dan pergerakan antero-posterior diskus.

Faktor penting lainnya adalah tekanan interartikular antar kondilus dan

eminensia. Tekanan interartikular yang tercipta ketika otot skeletal

berkontraksi disebut sebagai tekanan aktif, dan tekanan yang ditimbulkan

sebagai hasil kerja tonus otot sesuai gravitasi dan dipengaruhi oleh

tekanan emosional, kelelahan, sakit dan umur disebut juga sebagai

tekanan pasif. Ketika bergerak, tekanan intra-artikular meningkat, ruang

antara kondilus dan eminens menjadi sempit, dan bagian tipis diskus

Page 32: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

berotasi ke antara kondilus dan eminensia. Keadaan sebaliknya terjadi

pada posisi istirahat; tekanan interartikular menurun, ruang diskus lebih

luas, dan bagian tebal diskus berotasi mengisi ruang kondilus dan

eminensia. (Ozkan, Altug et al., 2012)

Siklus translasi dimulai dari posisi istirahat yang terdiri atas fase

gerakan ke depan, yaitu pada saat kompleks diskus-kondilus bergerak ke

bawah dan ke depan sepanjang eminens. Fase gerakan kembali, yaitu

pada saat kompleks diskus-kondilus bergerak ke atas serta kembali pada

posisi istirahat. Zona intermediate diskus dijaga tetap berada diantara

kondilus dan eminens pada posisi istirahat dengan Lamina retrodiskal

posterior yang berelaksasi. Tetapi apabila kompleks diskus-kondilus

bergerak ke depan ke arah eminensia, lamina retrodiskal superior menjadi

aktif dan menarik diskus kembali ke posisi posterior kondilus. Siklus ini

mencegah agar diskus tidak bergeser ke anterior selama proses

pembukaan mulut maksimal. Selama fase pergerakan ke depan, lamina

pterygoideus posterior tidak aktif. namun Lamina pterygoideus superior

akan berkontraksi sehingga dapat merotasi diskus ke anterior kondilus.

Lamina pterygoideus superior juga menggunakan insersinya pada leher

kondilus untuk mengontrol pergerakan kompleks diskus-kondilus pada

fase pergerakan kembali (Peters 1995).

Disisi lain, otot temporalis dan pterygoideus lateral inferior bekerja

saling mempengaruhi selama siklus translasi untuk menjaga kompleks

diskus-kondilus dan eminensia tetap berhubungan. Ligamen temporo-

Page 33: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

mandibula yang tidak aktif akan memberikan dukungan stabilitas sendi

dan secara pasif membatasi pergeseran diskus ke inferior dan posterior

(Ozkan, Altug et al. 2012).

Gambar 5. Translasi Normal Kondilus Mandibula dan Diskus pada Proses

Buka-Tutup Mulut.

Sumber: (Ashley Aiken, Gary Bouloux et al. 2012)

Pada posisi buka mulut, kondilus bergerak ke anterior dari eminentia

artikularis. Demikian pula pada posisi mulut terbuka, diskus akan bergerak

ke anterior menempati posisi diantara eminence anterior dan kondilus

mandibular (gambar 5). (Ashley Aiken, Gary Bouloux et al. 2012)

2.2.2 Peranan oklusi

Oklusi tidak mempengaruhi fungsi sendi secara langsung karena

pergerakan mandibula tidak melibatkan kontak gigi-geligi, namun dapat

berfungsi sebagai alat untuk menjaga stabilitas pada posisi tonjolan

maksimum. Oklusi juga tidak terlalu berperan saat mandibula dalam

Page 34: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

keadaan istirahat, karena gigi-geligi tidak dalam posisi kontak, sementara

kondilus akan distabilkan oleh tonus otot. Namun, hubungan antara

mandibula dan maksila menjadi penting ketika gigi dalam keadaan oklusi,

seperti selama clenching. (Ozkan et al. 2012)

Okeson telah mendefinisikan bahwa posisi optimum

muskuloskeletal yang stabil adalah saat kondilus terletak paling supero-

anterior pada fossa artikular, bersandar pada cekungan artikular eminens.

Posisi ini juga merupakan posisi terbaik untuk mencegah kerusakan

struktur sendi ketika terdapat kekuatan besar yang membebani sendi.

Posisi ini sering disebut sebagai relasi sentris. (Ozkan et al. 2012)

Dikemukakan bahwa, oklusi sentris sebaiknya dihubungkan dengan relasi

sentris dan semua disharmoni diantara posisi ini merupakan faktor

penunjang gangguan sendi temporomandibular. Konsep ini menunjukkan

penggunaan keseimbangan oklusi untuk harmonisasi dua posisi sebagai

metode terapi sendi temporo mandibula yang lebih luas. Metode tersebut

juga dipakai sebagai profilaksis untuk menjaga gejala dan tanda-tanda

gangguan sendi temporomandibular. (Ozkan et al. 2012) Namun,

beberapa penelitian menunjukkan bahwa oklusi dan relasi oklusi hanya

berperan sekitar 15% dari populasi, meskipun kenyataannya 85% dari

populasi ketidakharmonisan dari kedua komponen tersebut terjadi pada

individu yang memiliki sistim pengunyahan yang sehat. Wilkinson

menyatakan bahwa stabilitas dan kualitas kontak oklusal dalam oklusi

sentris mungkin lebih penting daripada posisi oklusi dan relasi sentris.

Page 35: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Otot-otot pengunyahan mempunyai mekanisme kompensasi yang dapat

beradaptasi terhadap faktor oklusal, yang di dalamnya termasuk

gangguan sisi kerja dan non kerja serta relasi gigitan silang. (Ozkan et al.

2012)

2.2.3 Adaptasi sendi temporomandibular

Sendi temporomandibular, seperti sendi yang lainnya, dapat

beradaptasi secara fungsional serta mempunyai kapasitas remodeling.

Pada kartilago artikular yang menutupi kondilus dan eminensia

mempunyai kapasitas adaptasi yang lebih besar namun kapasitas

remodel bermacam-macam, tergantung pada beban yang diterima oleh

sendi, ada tidaknya penyakit sistemik, dan umur. Apabila kekuatan yang

menekan melebihi kemampuan, maka tidak mungkin terjadi remodeling

melainkan akan menimbulkan deformitas. Perubahan ini sering terjadi

pada aspek lateral sendi, yang merupakan lokasi load-bearing. Semua

kerusakan struktur sendi yang terjadi dapat mengganggu fungsi normal

dan menyebabkan disfungsi sendi temporomandibular. Dikatakan normal

apabila tidak ada nyeri atau disfungsi yang signifikan, meskipun seluruh

pergerakan sendi temporomandibular idealnya harus bebas dari friksi,

bunyi, dan nyeri, sedangkan apabila ada nyeri dan disfungsi, berarti telah

terjadi gangguan. (Okesone 2013)

Page 36: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

2.2.4 Biomekanik dislokasi diskus (DD) anterior dengan reduksi

Pada kasus dislokasi diskus anterior yang disertai reduksi, diskus

akan bergeser ke anterior oleh otot dan lamina retrodiskal superior

meregang. Apabila terjadi dalam jangka waktu lama, elastisitas lamina

dapat menurun atau bahkan sampai hilang. Semakin lama diskus tertarik

ke anterior dan medial, ligamen diskal lateral dan lamina retrodiskal

inferior juga akan memanjang. Perubahan bentuk diskus yang lebih besar

akan menyebabkan perubahan tarikan otot pterygoideus lateral superior

dan posisi kondilus, sehingga diskus akan tertarik ke ruang diskus dan

menyebabkan terjadinya kolaps sendi dan tekanan interartikular di ruang

diskus, sehingga diskus terjebak pada posisi ke depan. Selanjutnya, pada

saat translasi, kondilus terhambat oleh posisi diskus anterior dan medial.

Keadaan ini sering disebut dengan keterbatasan penutupan. Penderita

akan sering mengalami bunyi sendi ketika kondilus selip pada diskus saat

translasi normal. Karakteristik penderita dengan dislokasi diskus anterior

yang disertai reduksi adalah apabila terjadi keadaan keterbatasan

pembukaan maka penderita dapat mereduksinya sendiri tanpa bantuan.

(Okesone 2013)

Page 37: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Gambar 6. Biomekanik Dislokasi Diskus Anterior disertai reduksi

Sumber: (Aiken and Bouloux, 2012)

Seperti yang tampak pada gambar 6, (0) Kondilus dengan diskus

yang tidak aktif pada dislokasi diskus disertai reduksi saat rahang

menutup. (1-3) kondilus menangkap diskus pada siklus translasi, yang

secara klinis dapat dibuktikan dengan adanya bunyi clicking atau popping.

(Aiken and Bouloux 2012)

2.2.5 Biomekanik dislokasi diskus anterior tanpa reduksi

Pada keadaan ini, pasien akan mengaami hal yang sama seperti

pada kelainan yang dislokasi diskus anterior disertai reduksi. Terjadinya

nyeri, tergantung dari tingkat keparahan, lamanya keterbatasan, dan

integritas sendi temporo-mandibula. Apabila berlangsung terus-menerus

dan kronis, maka ligamen menjadi rusak dan kehilangan inervasinya.

Penderita pada keadaan ini akan mengalami keterbatasan pembukaan

Page 38: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

maksimal karena posisi diskus yang tidak mampu mengikuti kondilus yang

bertranslasi penuh, biasanya pembukaan interinsisial hanya 25-30 mm

dan hanya terjadi pada satu sendi temporomandibular, sedangkan sendi

yang lainnya normal. Defleksi mandibula terjadi bila penderita membuka

terlalu lebar. Deskripsi osteokinematik gerakan mandibula tampak berupa

protrusi, retrusi, lateral retrusi excursion, depresi, maupun elevasi. Semua

gerakan mandibula inilah yang digunakan selama proses

mastikasi.(Okesone 2013).

Gambar 7. Biomekanik Dislokasi Diskus Anterior tanpa reduksi

Sumber: (Aiken and Bouloux, 2012)

Pada gambar 7, (0) Diskus non reduksi yang sudah berubah

bentuk terletak di anterior kondilus. (1-3) Posisi dan/atau bentuk

diskus bergabung untuk mencegah terjadinya reduksi dan translasi.

(Aiken and Bouloux 2012)

Page 39: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Protrusi & Retrusi

Selama protrusi dan retrusi, kompleks kondilus mandibula serta

diskus akan bertranslasi tanpa rotasi bermakna. Protrusi ini merupakan

gerakan yang paling penting saat mulut membuka maksimal sedangkan

gerakan retrusi mandibula terjadi sebaliknya. Gerakan retrusi berperan

untuk mencegah mulut terbuka dan protrusi berlebihan. (Aiken, Bouloux,

and Hudgins 2012; Sava A 2007; Gaddikeri 2014)

Lateral Excursion

Pergerakan kearah lateral melibatkan perpindahan dari satu sisi ke

sisi lain kondilus dan diskus dalam fossa. Terjadinya rotasi multiplanar

merupakan tipe dari pergerakan lateral. Pada orang dewasa nilai

normalnya berkisar 11 mm. Gerakan ini sering berkombinasi dengan

gerakan translasi dan rotasi sendi. (Rammelsberg, Pospiech et al. 1997,

Ashley Aiken, Gary Bouloux et al. 2012, Sava and Scutariu 2012, Bag,

Gaddikeri et al. 2014)

Depresi & Elevasi

Pembukaan dan penutupan mulut terjadi dengan depresi maupun

elevasi mandibula. Saat terjadi depresi mandibula menyebabkan mulut

terbuka. Seorang dewasa dapat membuka mulut dengan rata-rata ukuran

40 mm yang merupakan jarak antara incisivus atas dan bawah. Pada saat

terjadi proses mastikasi, diperlukan pembukaan mulut sekitar 18 mm atau

sekitar 36% dari buka mulut maksimum (Bag, Gaddikeri et al. 2014).

Page 40: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

2.3. Temporomandibular Disorder (TMD)

Menurut American Academy of Orofacial Pain (AAOP),

Temporomandibular Disorder (TMD) didefinisikan sebagai sekumpulan

gejala dan tanda yang mencakup sejumlah masalah klinis yang

melibatkan otot-otot mastikasi dan atau sendi temporomandibular serta

struktur penunjangnya. Sendi temporomandibular kiri dan kanan berfungsi

bersama-sama pada saat yang sama, karena itu secara fungsional, sendi

ini harus dapat dilihat sebagai suatu kesatuan. Gerakan yang

dilakukannya berbeda dari sendi lain, yaitu kombinasi gerakan rotasi dan

translasi pada kondilus kiri dan kanan. Kelainan fungsi sendi

temporomandibular disebabkan oleh berbagai faktor yang saling

berhubungan, yaitu: keadaan lokal yang terdiri dari hubungan kontak

oklusi, aktifitas dan respon otot juga struktur sendi. Kelainan sendi ini

dapat bersumber pada komponen sendi atau diluar sendi, seperti gigi

termasuk jaringan periodontal, otot-otot mastikasi, dan masalah

psikologis. (Ahmad et al. 2009; Alonso et al. 2014)

Pada tahun 1992 The Research Diagnostic Criteria (RDC) yang

dikembangkan oleh Dworkin dan LeResche mengeluarkan kriteria

pendekatan Dual-Axis, Axis I berupa kondisi fisik dan Axis II adalah

masalah psikososial. Pendekatan RDC-TMD berupa alur diagnostik untuk

semua kelainan yang menyebabkan nyeri pada wajah. Axis I dibagi

menjadi beberapa kelompok, kelompok I dengan subkelompok Ia yaitu

miofasial pain, Ib miofasial pain dengan keterbatasan buka mulut.

Page 41: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Kelompok II dengan sub kelompok IIa internal dearangement dengan

reduksi, IIa dengan sub kelompok internal dearangement tanpa reduksi

disertai keterbatasan buka mulut, dan sub kelompok IIc internal

dearangement tanpa reduksi tanpa keterbatasan buka mulut. Kelompok III

dengan sub kelompok IIIa arthralgia, IIIb osteoarthritis, dan IIIc

osteoarthrosis. (Ahmad et al. 2009; Okesone 2013)

Gangguan sendi temporomandibular myofasial pada beberapa

penulis dikenal juga dengan istilah Myofascial pain and dysfunction

(MPD). Beberapa teori berkembang yang menganalisa penyebab

terjadinya gangguan sendi temporomandibular miofasial antara lain

penyakit psikofisiologis yang mengenai otot-otot pengunyah, ditandai oleh

nyeri tumpul yang menyebar, kelemahan otot, dan keterbatasan fungsi

atau keterbatasan gerakan mandibula. Teori lain menyebutkan sumber

penyebab masalah ini terletak pada otot pengunyah dalam keadaan

spasme. Penyebab tersering spasme tersebut adalah hiperaktivitas yang

disebabkan dari sentral atau berhubungan dengan bruksisme kronis.

Penyebab lainnya adalah overekstensi otot (membuka yang berlebihan)

dan overkontraksi otot (menutup yang berlebihan). (Ahmad et al. 2009;

okesone 2013)

Pada penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Loma Linda ditemukan sebanyak 58% mahasiswa menderita

disfungsi dan nyeri otot dengan sumber gejala khususnya disekitar otot

wajah dan pengunyahan yang meliputi rasa nyeri dan kelelahan, serta

Page 42: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

unilateral pada 70-80% kasus. Pasien tidak hanya mengeluh sakit otot

tetapi juga kekakuan rahang, terasa berat, dan kesulitan membuka mulut,

disertai keluhan lain seperti otalgia (82% dari pasien), dan tinnitus (33%

dari pasien). (Ahmad et al. 2009; okesone 2013)

Dari anamnesis didapatkan nyeri yang akan berulang terutama saat

mengunyah atau bicara berlebihan. Nyeri otot biasanya bersifat unilateral.

Berbeda dengan nyeri pada penyakit sendi yang terlokasir, nyeri pada

kelainan ini bersumber dari otot sehingga lebih menyebar, dan pasien

umumnya tidak dapat mengidentifikasi secara spesifik lokasi nyeri. Hal ini

dapat digunakan sebagai suatu kriteria diagnostik penting untuk

membedakan antara kelainan otot dan sendi. Keterbatasan sendi

temporomandibular yang ringan sampai berat dan keterbatasan

pergerakan mandibula adalah salah satu gejala utama gangguan sendi

temporomandibular miofasial. Pembukaan mulut terbatas, tetapi

pembukaan interinsisal jarang kurang dari 15 mm. Terdapat kapasitas

untuk menambah kemampuan membuka mulut dengan regangan pasif

oleh tekanan jari, juga sering disertai gerakan rahang yang terbatas, ragu-

ragu, dan terpatah-patah. (Ahmad et al. 2009; Devaraj and Pradeep 2014)

Klicking (suara ketuk) dapat ditemukan pada beberapa pasien

gangguan sendi temporomandibular miofasial yang sering dikaitkan

dengan spasme otot pterigoid lateral. Meskipun suara kliking intermiten

menyertai spasme otot pterigoid lateralis pada beberapa pasien,

perubahan friksional yang dimulai oleh kebiasaan kronis adalah faktor

Page 43: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

penyebab yang lebih umum. Oleh karena itu, ketika bunyi kliking dan

popping awalnya tidak selalu gejala, tetapi dapat terlambat ditemukan

pada beberapa pasien. Secara keseluruhan, hal yang paling penting

adalah tidak ditemukannya perubahan sendi temporomandibular secara

klinis, radiografis dan biokimia. (Ahmad et al. 2009; Okesone 2013)

Tahun 1997, pada penelitian epidemologis yang dilakukan oleh

Zambito didapatkan gejala berupa nyeri tumpul yang mengganggu dan

menyebar, yang tidak terlokalisasi dengan baik. Terdapat keterbatasan

gerak sendi yang sedang sampai berat, nyeri otot yang biasanya unilateral

dan mengenai otot pengunyah dan leher, ada suara kliking serta tidak

ditemukannya nyeri sendi pada palpasi lateral atau intrameatal, ataupun

perubahan radiografik pada sendi temporomandibular. (Ahmad et al.

2009; Okesone 2013)

2.3.1 Etiologi

Etiologi terjadinya dislokasi diskus adalah multi-faktorial dan

masih banyak diperdebatkan dalam literatur (Emshoff, Brandlmaier et al.

2003, Samara, Hadidy et al. 2012). Akan tetapi, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa dislokasi diskus (Kattzberg, Dolwick et al. 1980,

Tallents, Macher et al. 2002, Samara, Hadidy et al. 2012) dan gangguan

otot yang mempengaruhi sistem pengunyah merupakan penyebab paling

umum ditemukan (Carlsson 1999, Emshoff, Brandlmaier et al. 2003,

Samara, Hadidy et al. 2012).

Page 44: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Okeson mengindentifikasi lima faktor yang berhubungan dengan

gangguan sendi temporomandibular, yakni trauma, stres emosional, deep

pain input, aktifitas parafungsional, dan faktor oklusal. Meskipun pada

beberapa studi mengemukakan bahwa kondisi oklusal ini tidak selalu

dapat menyebabkan gangguan pada sendi temporomandibular. Faktor

trauma yang terjadi pada struktur wajah dapat menyebabkan kelainan

fungsional sistem mastikasi dan lebih mempengaruhi terjadinya kelainan

intracapsular daripada kelainan muscular. Trauma yang terjadi dapat

dibagi menjadi dua, yaitu macrotrauma (gaya tiba-tiba yang dapat

menyebabkan alterasi struktural, seperti benturan langsung ke muka) dan

microtrauma (gaya kecil yang terjadi berulang pada suatu struktur dalam

periode waktu yang lama). Peningkatan stress emosional dapat juga

mempengaruhi fungsi mastikasi. Sumber deep pain input akan

mempengaruhi fungsi otot, contohnya sakit gigi yang sampai

menyebabkan keterbatasan membuka mulut. Untuk aktifitas

parafungsional, seperti bruxism atau clenching akan menyebabkan otot

dan sendi menerima beban yang lebih besar. (Okeson 2013).

2.3.2. Pemeriksaan Klinis Sendi Temporomandibular

Kompleksitas sistem sendi temporomandibular mengharuskan

klinisi untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh, meliputi: saraf-saraf

kranial, mata, telinga, servikal, otot, sendi temporomandibular, dan gigi-

geligi. Palpasi otot merupakan salah satu metode untuk memeriksa nyeri

Page 45: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

otot. Otot- otot yang rutin dilakukan pemeriksaan adalah otot temporalis,

masseter, strenokleidomastoideus, dan trapezius. Selain itu perlu

dilakukan evaluasi pada otot pterigoideus medialis dan lateralis dengan

melakukan manipulasi fungsional. Otot temporalis harus diperiksa terlebih

dahulu dengan melakukan penekanan pada otot di sepanjang bagian

anterior, tengah dan posterior oleh jari (gambar 8). (Aiken and Bouloux

2012)

Gambar 8 Palpasi Otot Temporalis

Otot masseter dibagi menjadi dua bagian yakni bagian dalam dan

superfisial. Bagian dalam dipalpasi secara ekstraoral di bawah arcus

zigomatikus dan kurang lebih 10 mm di depan kaput kondilaris. Bagian

anterior superfisial dipalpasi dari origo ke insersio, dari satu sisi ke sisi

lainnya. (Aiken and Bouloux 2012)

Page 46: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Gambar 9. Palpasi Otot Masseter

Otot pterigoid lateral dipalpasi secara intraoral pada posterior

tuberkel, dengan tekanan ke arah atas dan medial (gambar 9). Sumber:

(Ashley Aiken, Gary Bouloux et al. 2012)

Pada pemeriksaan klinis dan evaluasi gangguan sendi

temporomandibular, pengukuran dan pencatatan gerakan mandibula

harus dilengkapi dengan seberapa jauh pasien dapat membuka mulut,

demikian pula dengan gerakan lateral dan protrusif. Menurut Okeson,

ukuran bukaan mulut yang dapat dilakukan oleh seseorang adalah 53-58

mm, sedangkan Dawson menyatakan ukuran normal buka mulut

seseorang berkisar 40-50 mm. Tanda dan gejala yang menyertai, rasa

nyeri, dan disfungsi sendi temporomandibular adalah hal yang harus

diperiksa pada saat melakukan pemeriksaan. Sakit dan nyeri dapat

ditentukan dengan palpasi pada saat sendi temporomandibular dalam

keadaan statis dan dinamis. (Iturriaga, 2012)

Page 47: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

2.4. Perkembangan Indeks

Perkembangan indeks gangguan sendi temporomandibular dimulai

dari klasifikasi yang diperkenalkan oleh Laskin pada tahun 1969. Laskin

memperkenalkan indeks yang dikenal sebagai Myofascial Pain

Dysfunction Syndrome (MPD). Indeks ini dibagi menjadi dua kelompok,

yakni: kelompok pertama terdiri dari nyeri pre-aurikular unilateral, nyeri

otot saat palpasi, bunyi sendi (clicking), dan keterbatasan membuka

mulut. Kelompok kedua mencakup tidak ada rasa nyeri pada sendi saat

palpasi melalui meatus auditori eksternal, tidak ada gejala klinis,

radiografis ataupu temuan biomekanik yang membuktikan adanya

penyakit sendi yang bersifat organik. (Hasan and Abdelrahman 2014)

Beberapa indeks telah dikemukakan sebelumnya, namun

semuanya terlalu kompleks untuk digunakan di Indonesia. Oleh karena itu,

pada tahun 2006 , Himawan LS dkk, memperkenalkan suatu indeks yang

cukup mudah dan sederhana untuk membantu klinisi dalam mendeteksi

gangguan sendi temporomandibular, dengan istilah Indeks Diagnostic

Temporomandibular Disorder (ID-TMD). Tujuannya adalah untuk

memperoleh suatu acuan yang mudah, sederhana, dan akurat dalam

mendeteksi secara dini adanya gangguan sendi temporomandibular oleh

dokter gigi dan tenaga medis professional lain. (Himawan, Kusdhany, and

Ariani 2007)

Uji validitas dan realibilitas ID-TMD memiliki hasil yang

memuaskan. Pengujiannya dilakukan dengan cara membagi kuesioner

Page 48: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

menjadi tiga kelompok berdasarkan gejala yang umum dialami oleh

penderita (11 pertanyaan), faktor predisposisi (12 pertanyaan), dan faktor

yang berhubungan dengan kebiasaan (21 pertanyaan). Uji realibilitas yang

dilakukan dengan menggunakan Alpha Cronbach Coefficient

menunjukkan bahwa ID-TMD valid dan dapat dipercaya untuk digunakan

sebagai alat diagnostik guna mengetahui gejala awal gangguan sendi

temporomandibular. Dengan menggunakan kuesioner ID-TMD ditemukan

tanda dan gejala TMD yang paling sering, yaitu: nyeri otot, telinga

berdengung tanpa sebab, dan kebiasaan mempertemukan gigi-geligi

rahang atas dan bawah. (Himawan, Kusdhany, and Ariani 2007; Park,

Kim, and Koh 2014)

Selanjutnya, pada tahun 2008 telah dilakukan penelitian untuk

mencari titik potong ID-TMD dengan menggunakan baku emas Helkimo

pada mahasiswa kedokteran gigi FKG UI. Hasilnya didapatkan nilai titik

potong 3 sebagai batas antara penderita TMD dan Non-TMD dengan nilai

sensitivitas dan spesifisitas 89,58% dan 33,33%. (Himawan, Kusdhany,

and Ariani 2007; Park, Kim, and Koh 2014)

2.5 The Research Diagnostic Criteria (RDC)

Selama tiga dekade terakhir, telah banyak dilakukan penelitian

mengenai cara mendiagnosis gangguan sendi temporomandibular.

Semenjak diperkenalkannya The Research Diagnostic Criteria (RDC)

pada tahun 1992, RDC telah diterima secara luas sebagai alat klasifikasi

Page 49: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

diagnostik yang dan validitasnya sudah teruji beberapa kali. Sehingga,

sekarang ini, RDC dianggap sebagai standar baku oleh komunitas

peneliti. Pendekatan sistematik RDC berpotensi membantu dokter gigi

dalam menghadapi masalah, terutama dalam menegakkan diagnosis dan

menentukan penatalaksanaannya. Tetapi, tampaknya penggunaan RDC

masih kurang disosialisasikan dan masih jarang digunakan dalam klinik

umum, sehingga, meskipun alat diagnostik ini sudah ada, masih banyak

dokter gigi umum yang bingung. (Ahmad et al. 2009)

RDC/TMD memiliki kriteria standar dengan dua aksis. Jadi, selain

dilakukan diagnosis fisik (aksis 1), pasien juga akan menerima diagnosis

psikososial (aksis 2). Aksis I merupakan penilaian klinis untuk

mengevaluasi parameter anamnesis dan klinik, sementara aksis II untuk

mendiagnosa keadaan psikososial pasien. Aksis I mencakup diagnosis

fisik dari tiga gangguan utama, yaitu: gangguan otot (grup 1), dislokasi

diskus (grup 2), dan gangguan sendi lainnya, seperti artralgia, osteoartritis

dan osteoartrosis (grup 3). Untuk diagnosis psikososial (aksis II), klinisi

akan melakukan evaluasi terhadap ketidakmampuan rahang, nyeri kronis,

dan depresi yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang sudah

divalidasi. Gangguan otot didiagnosis melalui anamnesis yaitu adanya

rasa nyeri pada otot mengunyah dan penilaian klinis nyeri otot saat

palpasi pada dua puluh otot di daerah fasial (sepuluh setiap sisi).

Dikatakan seseorang mengalami dislokasi diskus apabila diskus terletak

lebih ke anterior dari kondilus mandibula. Kelompok ini kemudian dibagi

Page 50: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

lagi menjadi tiga kelompok yang diidentifikasikan sebagai dislokasi diskus

dengan reduksi, dislokasi diskus tanpa reduksi dengan atau tanpa

keterbatasan dalam membuka mulut, dan kelompok diagnosis ketiga,

artralgia; osteoartritis; dan osteoartrosis; yang ditegakkan berdasarkan

palpasi sendi, apakah timbul rasa nyeri pada saat palpasi, terjadi krepitasi,

atau kombinasi keduanya. (Ahmad et al. 2009)

2.6 PENCITRAAN DIAGNOSTIK

Radiografi sendi temporomandibular memberikan informasi tentang

karakteristik morfologi komponen tulang sendi dan gabungan fungsional

tertentu antara kondilus, tuberkulum dan fossa sendi, namun tidak efisien

untuk mengevaluasi jaringan lunak. Beberapa faktor anatomis dan teknis

dapat menghalangi pencitraan radiografi sendi temporomandibular. Saat

memilih teknik pemeriksaan radiografi sendi temporomandibular yang

dibutuhkan, kita perlu mempertimbangkan identifikasi detail struktur

tulang, dugaan kelainan klinis spesifik, jumlah informasi gejala klinis yang

diperlukan untuk mendiagnosis, biaya pemeriksaan, dan dosis radiasi

yang diperlukan. Adapun teknik radiografi yang paling sering digunakan

dalam penanganan rutin TMD adalah radiografi panoramik, planigrafi, dan

radiografi transkranial. (Ferreira et al. 2016; Perumal, Bouckaert, and

Singh 2011)

Page 51: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Indikasi pemeriksaan pencitraan dalam mendiagnosis gangguan

sendi temporomandibular

Indikasi pemeriksaan pencitraan yang benar harus didasarkan

pada kebutuhan pasien sesuai keluhan, tanda, dan gejala klinis yang

diidentifikasi saat anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada pasien TMD,

pemeriksaan fisik palpasi, pengukuran gerakan, uji fungsional, dan

evaluasi suara sendi, adalah instrumen validitas diagnostik yang baik bila

dilakukan oleh profesional terlatih dan berpengalaman. Namun, adanya

tumpang tindih gejala pada otot dan sendi dapat mengganggu akurasi

diagnostik, dimana kedua kondisi tersebut sama-sama menunjukkan

kerusakan fungsional. Dalam kasus ini, dan dalam kasus dengan gejala

non-spesifik (misalnya: peradangan, neoplasia, dan trauma), pemeriksaan

pencitraan komplementer sangat penting untuk mengklarifikasi diagnostik

dan perencanaan terapi yang tepat. (Ferreira et al. 2016)

Terdapat beberapa faktor yang perlu dievaluasi sebelum memilihan

tes pencitraan yang akan diusulkan. Faktor-faktor tersebut meliputi:

kebutuhan untuk menentukan adanya penyakit dan prognosis, kualitas

dan kuantitas informasi klinis yang ada; ketidakpastian dalam diagnosis

banding; menentukan stadium perkembangan penyakit; kebutuhan untuk

dokumentasi legal; persiapan pra-operasi; evaluasi evolusi pengobatan;

dan keamanan dan ketepatan pemeriksaan yang diusulkan. (Ferreira et al.

2016; Niraj 2016; Pupo 2016) Masing-masing tes pencitraan memiliki

Page 52: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

indikasi khusus untuk membantu dalam menegakkan diagnosis gangguan

sendi temporomandibular. (Ferreira et al. 2016)

Pemeriksaan pencitraan yang paling sederhana sampai yang

paling kompleks memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas berbeda-

beda sehingga akan memberikan kekuatan diagnostik yang berbeda pula.

(Ferreira et al. 2016) Untuk membuat keputusan dalam memilih

pemeriksaan radiografi yang diusulkan juga harus mempertimbangkan

pengaruhnya terhadap diagnosis dan terapi. (Ferreira et al. 2016; Pupo

2016) Penggunaan teknik radiografi sederhana memiliki biaya dan dosis

radiasi yang lebih rendah, dapat diindikasikan untuk membantu penilaian

awal pada pasien dengan gejala yang kurang kompleks dan membantu

menyingkirkan kondisi inflamasi sebagai diagnosis banding dental-

maxillofacial TMD. Jika indikasi klinis adalah terapi konservatif yang dapat

mengendalikan gejala dalam jangka pendek, permintaan pencitraan dapat

dipertimbangkan. Apalagi ketika terapi konservatif gagal dan diindikasikan

terapi invasif, dipilihlah tes diagnostik yang sangat sensitif, seperti

Computed Tomography (CT) Scan dan Magnetic Resonance Imaging

(MRI). (Ferreira et al. 2016; Pupo 2016)

Rencana pengobatan yang rumit juga memerlukan imaging yang

lengkap dan akurat. Misalnya pada keadaan yang dicurigai ada fraktur,

CT, selain menetapkan diagnosis juga akan menggambarkan lokasi dan

ukuran dengan tepat, sehingga memungkinkan dilakukan pemilihan terapi

bedah yang tepat. Penalaran yang sama juga digunakan untuk penilaian

Page 53: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

kondisi neoplastik. Sebuah studi yang membandingkan keakuratan tes

pencitraan untuk deteksi tumor tulang menunjukkan bahwa tes diagnostik

kedokteran nuklir memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih besar

dibandingkan CT, MRI, dan penilaian radiografi. (Ferreira et al. 2016;

Pupo 2016)

Khusus untuk kondisi non-bedah, seseorang harus

mempertimbangkan risiko cedera dan keamanan teknik diagnostik.

Misalnya pada kasus yang disertai perforasi diskus, teknik pemeriksaan

arthrografi dapat dilakukan. Arthrography merupakan pemeriksaan intra-

artikular. Dengan menggunakan pemeriksaan ini, klinisi dapat

memvisualisasi perubahan diskus. Sayangnya metode ini dianggap invasif

dan berpotensi menimbulkan bahaya, sehingga ia digantikan oleh

pemeriksaan MRI yang relatif lebih aman namun memiliki efektifitas sama.

Kondisi inflamasi, posisi diskus sendi, dan struktur jaringan lunak lainnya

tetap dapat diidentifikasi dan dievaluasi menggunakan. (Ferreira et al.

2016; Niraj 2016; Pupo 2016)

Penelitian terbaru merekomendasikan ultrasound (US) sebagai

teknik diagnostik yang aman dan tidak invasif dengan akurasi yang cukup

besar dalam menentukan posisi diskus, terutama pada pasien-pasien

dengan kontraindikasi terhadap MRI atau diusulkan untuk intervensi real-

time, seperti arthrosintesis dan visco-supplementasi. Penggunaan US juga

dapat ditujukan untuk menyingkirkan diagnosis banding nyeri pada TMD

dan kelenjar liur mayor, serta pra- dan pasca evaluasi terapi infiltrasi.

Page 54: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Identifikasi yang tepat dan akses yang benar adalah faktor yang

berkontribusi terhadap keberhasilan teknik ini. (Ferreira et al. 2016; Niraj

2016; Pupo 2016)

Secara umum, MRI dan CT adalah metode yang memiliki akurasi

lebih tinggi bila dibandingkan dengan radiologi konvensional, karena

metode ini dapat memberikan resolusi anatomi yang lebih tinggi. CT

dianggap sebagai standar emas untuk menilai morfologi struktur tulang

dan merupakan metode pilihan untuk kasus-kasus kelainan tulang

degeneratif, trauma pada wajah, terutama CBCT karena memiliki dosis

radiasi lebih rendah disertai reduksi artefak. (Ferreira et al. 2016; Niraj

2016; Pupo 2016) Sedangkan MRI labih umum digunakan untuk

pemeriksaan jaringan lunak. Pada penelitian tentang perubahan sendi

temporomandibular, dua metode ini sering saling melengkapi satu sama

lainnya, dan sebagai alat penting untuk menegakkan diagnosis gangguan

otot maupun sendi. Meskipun mampu mendiagnosis semua perubahan

tulang pada area sendi temporomandibular, MRI dianggap terbatas jika

dibandingkan dengan akurasi CT yang tinggi untuk jaringan keras.

(Ferreira et al. 2016; Scheper-hughes and Lock 2013)

Namun demikian, seperti halnya pada radiografi konvensional, CT

harus hati-hati dipilih karena penyerapan radiasinya yang lebih tinggi,

walaupun CBCT memiliki waktu paparan radiasi lebih pendek bila

dibandingkan dengan CT heliks. Meskipun menimbulkan beberapa risiko,

tes yang menggunakan dosis radiasi lebih tinggi kadang-kadang

Page 55: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

diperlukan pada penentuan stadium penyakit dan sangat penting untuk

menentukan rencana pengobatan. Pemeriksaan kedokteran nuklir,

misalnya, diindikasikan untuk menilai perubahan metabolik pertumbuhan

dan penilaian metastasis. Namun, mereka masih memerlukan konfirmasi

jenis pertumbuhan melalui tes spesifik, seperti analisis histopatologi atau

imunohistokimia. Risiko jangka panjang dan kerusakan jaringan akibat

paparan juga harus dipertimbangkan. (Ferreira et al. 2016; Niraj 2016;

Pupo 2016)

Penggunaan uji low-technical-complexity mungkin memiliki akurasi

diagnostik yang tinggi, seperti pada kasus dengan catatan radiografi yang

menunjukan hiperekskursi kondilus pada pasien dengan gejala klinis

terminal joint clicking. Karakteristik ini mengarahkan ke diagnosis

hipermobilitas sendi, yang diverifikasi menggunakan imaging transkranial

atau planigrafi sederhana. Pada contoh ini, gambar yang diperoleh

memiliki sensitivitas tinggi, sementara data klinis spesifik, sehingga

menyingkirkan kemungkinan diagnostik lainnya. Perubahan morfologi

processuss styloideus, koronoideus, dan condylus dapat dievaluasi

dengan akurasi diagnostik yang tinggi melalui pemeriksaan radiografi

berbiaya rendah dan mudah dilakukan, seperti planigrafi dan sinar X

panoramik, meskipun CT adalah standar emas untuk menilai perubahan

ini. (Ferreira et al. 2016; Scheper-hughes and Lock 2013)

Page 56: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

2.6.1 Radiografi Konvensional

2.6.1.1 Radiografi Panoramik

Berbagai modalitas dapat digunakan untuk pencitraan sendi

temporomandibular, termasuk modalitas pencitraan non-invasif seperti

radiografi konvensional, Ultrasonography (USG), Computed Tomography

(CT) dan MRI sampai ke pencitraan yang lebih invasif seperti

arthrography. Setiap modalitas pencitraan tersebut memiliki kegunaannya

masing-masing (Bag, Gaddikeri et al. 2014). Radiografi konvensional,

dalam hal ini yang paling sering digunakan adalah Radiografi Panoramic,

memiliki keterbatasan dalam mengevaluasi sendi temporomandibular.

Modalitas pencitraan ini hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi

elemen tulang, tidak memberikan informasi yang berguna mengenai

elemen non-tulang seperti kartilago ataupun jaringan lunak disekitarnya.

Pemeriksaan ini juga tidak memberikan informasi yang berguna mengenai

efusi sendi, yang umumnya terkait dengan rasa sakit dan dislokasi diskus.

Kekurangan lainnya adalah adanya masalah superimposisi struktur yang

berdekatan. Banyak pendekatan yang berbeda seperti submento-vertex,

transmaxillary, dan transkranial yang digunakan untuk mengurangi adanya

superimposisi (Bag, Gaddikeri et al. 2014).

Page 57: PERAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) MENGGUNAKAN …

Gambar 10. Radiografi Panoramik Sumber Perschbacher S 2012

Radiografi panoramik ini juga merupakan salah satu teknik dalam

radiografi kedokteran gigi yang digunakan untuk menghasilkan sebuah

gambaran tomografi struktur wajah yang mencakup seluruh lengkung

rahang serta struktur anatomis maksila dan mandibula. Gambar yang

dihasilkan diperoleh dari gerakan resiprokal antara sumber sinar-x dan

reseptor pada sumbu atau bidang tertentu. (Perschbacher S 2012)

Radiografi panoramik memiliki berbagai keuntungan karena dapat

menghasilkan gambaran radiografi yang mencakup tulang wajah dan gigi-

geligi dengan radiasi yang rendah. Selain itu prosedur pengambilan

gambar mudah dilakukan sehingga memungkinkan dilakukan pada pasien

yang sulit membuka mulut. Pencitraan yang didapatkan mudah dimengerti

oleh pasien, sehingga dapat digunakan sebagai media untuk

mengedukasi pasien dan presentasi kasus. Radiografi panoramik

umumnya digunakan sebagai evaluasi awal yang dapat memberikan

gambaran umum atau membantu dalam menentukan perlunya proyeksi