103
PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: Hary Restu Himawan Nim: 109048000006 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

  • Upload
    others

  • View
    33

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR

SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Hary Restu Himawan

Nim: 109048000006

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

Page 2: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …
Page 3: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …
Page 4: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …
Page 5: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

iv

ABSTRAK

Hary Restu Himawan NIM 109048000006. PERAN DPR DALAM HAL

PENGANGKATAN DUTA BESAR SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945.

Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah

dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2014 M. x +

84 halaman + halaman lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Peran DPR Dalam Hal Pengangkatan Duta

Besar Sebelum dan Sesudah Amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Deskriptif Analitis/Yuridis

Normatif dengan menggunakan sistem studi pustaka, serta menggunakan bahan-bahan

lainnya seperti makalah, jurnal, Disertasi, Thesis dan Skripsi terdahulu.

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah

memberikan kewenangan yang cukup besar kepada DPR untuk mengawasi jalannya

Pemerintahan. Dengan di Amandemennya Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 telah memberikan kewenangan kepada DPR untuk

melakukan Pertimbangan terhadap proses pengangkatan duta besar. Hal ini dilakukan agar

proses pengangkatan duta besar tidak lagi mengabaikan aspek kualitas dan kepentingan

diplomasi, mengingat pada masa lalu pengangkatan duta besar dilakukan secara tertutup

oleh Presiden. Secara yuridis sifat pertimbangan DPR terhadap proses pengangkatan duta

besar tidaklah mengikat, namun Presiden sangat dianjurkan untuk memperhatikan

pertimbangan yang diberikan oleh DPR mengenai Proses Pengangkatan duta besar.

Page 6: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

v

Kata kunci: Peran DPR Dalam Hal Pengangkatan Duta Besar Sebelum dan Sesudah

Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Pembimbing I : Dedy Nursamsi, SH, M.Hum

NIP. 196111011993031002

Pembimbing II : Drs. Subarkah, SH, M.H

NIP.

Daftar Pustaka : Tahun 1957 s.d. Tahun 2012

Page 7: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan limpahan rahmat serta nikmatnya, sehingga pada akhirnya penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “ PERAN DPR DALAM

HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR SEBELUM DAN SESUDAH

AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TAHUN 1945 ” ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh

gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses penulisan ini, penulis banyak sekali mendapat bimbingan,

bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA Selaku Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Arip Purkon, SH.I,

MA. Selaku Kepala dan Sekretaris Prodi Ilmu Hukum yang sudah

memberikan luang waktu, saran dan masukan terhadap kelancaran proses

penyusunan skripsi ini.

Page 8: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

vii

3. Bapak Dedy Nursyamsyi, SH, M.Hum Selaku dosen Pembimbing 1 yang

dengan sabar telah memberikan arahan dan masukan. Untuk waktu serta

bimbingan terhadap proses penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Subarkah, SH, M.H. Selaku dosen Pembimbing 2 yang

dengan ikhlas memberikan ide, gagasan dan masukan serta arahan

terhadap proses penyusunan skripsi ini.

5. Ayahanda Indratno dan Ibunda Saptanti Juli Astuti yang penulis

sayangi dan hormati, terima kasih yang tak terhinga atas kasih sayang,

doa, bimbingan, nasihat, ser ta materi yang telah diberikan. Skripsi ini

penulis persembahkan untuk Ayah dan Ibu.

6. Kepada kedua adik tercinta, Andy Prabowo Priambodo dan Intan Tri

Wulandari yang selama ini memberikan dukungan serta semangat, juga

untuk kasih sayang kalian kepada penulis.

7. Keluarga besar Hoemam dan kepada saudara-saudara yang tidak bisa

disebutkan satu persatu, yang selalu memberikan motivasi, semangat,

dan nasihat kepada penul i s . Terimakasih atas doanya semoga Allah

selalu melindungi kalian.

8. Kepada wanita yang selalu mendampingi penulis, Tri Kusuma Astuti, S.S

disaat senang maupun susah, yang telah memberikan suntikan semangat,

terima kasih atas semua waktu, kasih sayang, dan perhatian yang telah

engkau berikan.

Page 9: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

viii

9. Sahabat-sahabat prodi Ilmu Hukum khususnya angkatan 2009, terima kasih

sudah membantu, memotivasi, dan selalu menghibur . May Allah bless us!

10. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta

membalas kebaikan mereka (Amien).

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu,

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi

ini. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan

bagi para pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr, Wb.

Jakarta, Januari 2015

Penulis

Page 10: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

ix

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii

ABSTRAK.............................................................................................................iv

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI……………………………………………………………………....ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ........................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 6

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu.......................................... 7

E. Metode Penelitian........................................................................ 8

F. Analisis Data ............................................................................... 11

G. Sistematika Penulisan ................................................................. 11

BAB II TINJAUAN UMUM DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN

A. Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Sebelum Perubahan

UUD NRI Tahun 1945 ................................................................ 16

1. Fungsi Legislasi ................................................................... 17

2. Fungsi Anggaran .................................................................. 19

3. Fungsi Pengawasan .............................................................. 19

B. Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Sesudah Perubahan

UUD NRI Tahun 1945……………………… ............................ 20

1. Fungsi legislasi ………………………………………….. .. 22

2. Fungsi anggaran ................................................................... 23

3. Fungsi pengawasan .............................................................. 23

C. Prinsip Checks and Balance Antara Presiden dan DPR .............. 30

Page 11: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

x

BAB III TUGAS DAN KEDUDUKAN PERWAKILAN DIPLOMATIK

A. Pengertian Perwakilan Dilomatik ............................................... 33

B. Perwakilan Diplomatik Dalam Konvensi Wina Tahun 1961 ...... 34

1. Berlakunya € Hubungan€ Diplomatik ................................. 35

2. Tugas dan Fungsi Perwakilan Diplomatik ........................... 38

3. Kekebalan dan Keistimewaan Perwakilan Diplomatik ........ 44

4. Berakhirnya Fungsi Perwakilan Diplomatik ........................ 48

C. Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia ............................... 49

1. Perwakilan Diplomatik Menurut Undang-Undang Nomor

37

Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri ...................... 49

2. Perwakilan Diplomatik Menurut Keputusan Presiden

Nomor 108 Tahun 2003 Tentang Organisasi Perwakilan

Republik Indonesia di Luar Negeri ...................................... 51

D. Pengangkatan Duta Besar Sebelum Perubahan UUD NRI

Tahun

1945 ............................................................................................. 54

E. Kedudukan Perwakilan Diplomatik Dalam Struktur

Pemerintahan RI .......................................................................... 58

BAB 1V ANALISIS PERAN DPR DALAM PENGANGKATAN DUTA

BESAR SESUDAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG

DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

A. Menguatnya Kekuasaan DPR Dalam Fungsi Pengawasan ......... 66

B. Pengangkatan Duta Besar Setelah Perubahan UUD NRI Tahun

1945 ............................................................................................. 69

C. Mekanisme Pertimbangan DPR Dalam Pengangkatan Duta

Besar ............................................................................................ 72

D. Implikasi Hukum Pertimbangan DPR Dalam Pengangkatan

Duta

Besar Oleh Presiden .................................................................... 76

1. Aspek Politik ................................................................... 77

2. Aspek Historis ................................................................. 77

3. Aspek Hukum ................................................................. 78

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN ........................................................................... 84

B. SARAN ....................................................................................... 86

Page 12: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

xi

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 88

Page 13: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suasana perpolitikan nasional setelah tumbangnya rezim orde baru

disambut oleh semua kalangan sebagai masa kebebasan dalam berekspresi,

keadaan ini semakin bertambah seiring dengan dilakukannya perubahan terhadap

Undang-Undang Dasar 1945 yang di anggap turut melindungi kekuasaan otoriter

tersebut selama 32 tahun dan kerap melahirkan kekuasaan tanpa batas.

Nuansa kehidupan demokratis semakin terasa ketika para elit politik

kembali melakukan peran dan fungsinya masing-masing, sentralisasi kekuasaan

yang menumpuk pada lembaga eksekutif di masa lalu berubah menjadi

pemerataan kekuasaan dengan saling kontrol antar lembaga negara. Hal ini pula

yang memulihkan kembali peran lembaga perwakilan, lembaga yang merupakan

simbol dari keluhuran demokrasi di mana didalamnya terdapat orang-orang

pilihan yang dijadikan wakil rakyat yang memiliki integritas, tanggung jawab,

etika serta kehormatan yang kemudian dapat diharapkan menjadi perangkat

penyeimbang dan pengontrol terhadap kekuasaan eksekutif sebagai penggerak

roda pemerintahan.

Bagi negara yang menganut kedaulatan rakyat, keberadaan lembaga

perwakilan hadir sebagai suatu keniscayaan. Adalah tidak mungkin

membayangkan terwujudnya suatu pemerintah yang menjujung demokrasi tanpa

Page 14: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

2

kehadiran institusi tersebut. Karena melalui lembaga inilah kepentingan rakyat

tertampung kemudian tertuang dalam berbagai kebijakan umum yang sesuai

dengan aspirasi rakyat.

Untuk itu menurut kelaziman teori-teori ketatanegaraan, lembaga ini

berfungsi dalam tiga wilayah, yaitu wilayah legislasi atau pembuat peraturan

perundang-undangan, wilayah penyusunan anggaran, serta wilayah pengawasan

terhadap jalannya pemerintahan.1 Dalam UUD 1945 setelah perubahan,

pengaturan terhadap lembaga perwakilan di Indonesia ini dapat kita lihat pada

Pasal 1 ayat (2) dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri dari

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).2

Pada Pasal 20A ayat (1), DPR sendiri memiliki fungsi legislasi, fungsi

anggaran, dan fungsi pengawasan. Selanjutnya dalam melaksanakan fungsinya,

sebagaimana dijelaskan pada Pasal 20A ayat (2), DPR mempunyai hak

interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Selain itu setiap anggota

DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan, hak menyatakan usul dan

berpendapat sekaligus hak imunitas. kedudukan DPR sendiri sangat kuat, karena

presiden tidak dapat membekukan ataupun membubarkan DPR sebagai mana

tertera pada Pasal 7C.

Namun demikian keberadaan lembaga perwakilan tersebut belum dapat

berfungsi penuh sebagai mana mestinya, karna masih perlu di tindaklanjuti

1 C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia , Jakarta, Bumi Aksara, Cetakan

kedelapan, 1995, h. 213

2 Bintan.R.Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, Jakarta,

Gaya Media Pratama, 1988, h. 115

Page 15: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

3

dengan kesepakatan undang-undang yang akan menjadi payung hukum lembaga

tersebut. Sejalan dengan perubahan struktur sistem kelembagaan negara dengan

diamandemennya UUD 1945 serta perubahan dinamika perpolitikan yang terus

melangkah maju dengan kemudian menata kearah perpolitikan yang sehat dan

demokratis, maka pengamatan terhadap DPR sebagai salah satu lembaga

perwakilan dan sebagai lembaga politik sangatlah penting. Kenyataan yang

berkembang menunjukan adanya fenomena baru terhadap peran lembaga

perwakilan tersebut. Peran DPR seakan di sulap dari yang tak berdaya tatkala

berhadapan dengan pemerintah, mengalami perubahan menjadi lembaga yang

kuat terutama dalam fungsinya mengawasi lembaga eksekutif.

Secara legal formal peran DPR terlebih dalam fungsi pengawasan

mengalami Perubahan besar setelah di lakukan amandemen terhadap UUD 1945

yang dilakukan sejak Sidang Umum MPR 1999. Dengan fungsi pengawasan yang

dimiliki legislatif misalnya, menjadikan setiap kebijakan pemerintah yang akan di

buat maupun akan dilaksanakan harus terlebih dahulu mendapat persetujuannya.

Hak prerogatif yang dimiliki presiden semakin sempit, karena di sisi lain DPR

menempatkan diri sebagai lembaga penentu kata-putus dalam betuk memberi

persetujuan dan beberapa pertimbangan terhadap agenda-agenda pemerintah.3

Dalam pembuatan undang-undang, presiden kini hanya memiliki kekuasaan

mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU).

3 Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif , Jakarta, Aksara Baru, 1977, h. 45

Page 16: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

4

Kekuasaan untuk menetapkan suatu RUU menjadi Undang-Undang ada

di tangan DPR. Terkait hal pengangkatan duta, Presiden harus terlebih dahulu

memperhatikan pertimbangan DPR. Dalam Undang-undang No 37 Tahun 1999

tentang hubungan luar negeri, terdapat beberapa hak prerogatif presiden yang

harus melibatkan persetujuan atau pertimbangan dari DPR. Pasal 6 Undang-

undang No 37 Tahun 1999 menyatakan bahwa kewenangan penyelenggaraan

hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri pemerintah Republik

Indonesia berada ditangan presiden. Sedangkan dalam hal menyatakan perang,

membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain diperlukan persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat.

Mengenai fungsi pengawasan DPR terlihat pula dalam pengangkatan Duta

Besar Republik Indonesia (RI).4 Pasal 13 ayat (2) UUD 1945 setelah perubahan,

menyebutkan “Dalam hal pengangkatan duta, Presiden memperhatikan

pertimbangan DPR”. Menurut ketentuan yang baru tersebut menunjukkan bahwa

dalam pengangkatan Duta Besar (Dubes) tidak hanya merupakan hak prerogratif

Presiden namun juga melibatkan peran DPR untuk memberikan pertimbangan.5

Hal ini bertujuan supaya DPR sebagai lembaga perwakilan dilibatkan

dalam proses pengangkatan duta besar. Ini merupakan cerminan daripada fungsi

pengawasan DPR kepada Presiden, walaupun dalam hal ini DPR hanya

4 Dahlan Thaib, DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Yogyakarta, Liberty,

2000, h. 57

5 Abdy Yuhana, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945,

Bandung, Fokus Media, 2007, h. 85

Page 17: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

5

memberikan suatu bentuk pertimbangan, tetapi disini presiden sangat dianjurkan

untuk memperhatikannya secara seksama. Tujuan dari pertimbangan yang

diberikan DPR ini memiliki fungsi yang cukup penting, supaya duta besar yang

terpilih benar-benar mampu untuk membawa kepentingan Indonesia di kancah

internasional.

Sebelum diamandemennya Pasal 13 UUD 1945, ketentuan mengenai

pengangkatan duta besar merupakan hak prerogatife presiden yang mandiri. Dalam

hal ini presiden mengangkat duta besar tanpa perlu memperhatikan petimbangan

dari DPR selaku lembaga legislatif. Ini merupakan konsekuensi dari kedudukan

presiden sebagai kepala negara.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam berkenaan dengan hal ini,

sekaligus juga sebagai pemenuhan tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana

strata satu (S1) dengan mengangkat judul skripsi tentang “ Peran DPR Dalam

Hal Pengangkatan Duta Besar Sebelum Dan Sesudah Amandemen Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis memberikan batasan masalah hanya pada

ruang lingkup mengenai proses pengangkatan duta besar pada era orde baru

dan peran DPR dalam memberikan pertimbangan kepada presiden dalam hal

Page 18: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

6

pengangkatan duta besar sesudah amandemen Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka perlu dibuat

perumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana peran duta besar dalam hubungan diplomatik ?

b. Bagaimana mekanisme DPR dalam memberikan pertimbangan kepada

presiden tentang pengangkatan duta besar ?

c. Apa dampak hukum pertimbangan DPR dalam proses pengangkatan duta

besar oleh presiden ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berkenaan dengan pokok permasalahan diatas, maka tujuan penelitian

dapat dirumuskan sebagai berikut untuk :

a. Menjelaskan peran dari duta besar dalam hubungan diplomatik.

b. Menganalisis mekanisme DPR dalam memberikan pertimbangan kepada

presiden tentang pengangkatan duta besar.

c. Memahami dampak hukum dari pertimbangan DPR dalam proses

pengangkatan duta besar oleh presiden.

2. Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat

dari segi akademis dan praktis, yaitu :

Page 19: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

7

Secara akademis: dapat menjadi aspek pendukung dalam ilmu hukum

kelembagaan Negara, agar penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi

dan peningkatan wawasan akademis para akademisi di bidang hukum,

khususnya mengenai peran DPR dalam hal pengangkatan duta besar sebelum

dan sesudah amandemen Undang-undang Dasar tahun 1945.

Secara Praktis: memberikan informasi bagi para akademisi dan

masyarakat luas mengenai peran DPR dalam memberikan pertimbangan

kepada presiden dalam hal pengangkatan duta besar sebelum dan sesudah

amandemen Undang-undang Dasar Tahun 1945.

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Review kajian terdahulu ini akan memaparkan beberapa penelitian

yang sudah dilakukan, baik yang berupa skripsi, tesis, ataupun penelitian-

penelitian lainnya yang pernah membahas seputar kewenangan DPR sebagai

lembaga perwakilan pasca amandemen undang-undang dasar Negara republik

Indonesia tahun 1945, yaitu:

1. “Hubungan Antara Dewan Perwakilan Rakyat Dengan Presiden Pasca

Amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.” Skripsi ini ditulis oleh Hadi Utomo dari Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Malang. Dalam skripsi ini penulis memaparkan mengenai

hubungan koordinasi antara DPR dengan Presiden pasca amandemen Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mulai dari Bidang

Perancangan Undang-Undang, Penyusunan anggaran pendapatan dan belanja

Page 20: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

8

Negara, dan memberikan rekomendasi kepada presiden dalam mengangkat

pejabat tinggi Negara.

2. “Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan Undang-Undang

Dasar 1945.” Buku ini ditulis oleh Abdy Yuhana S.H, M.H, buku ini

dterbitkan pada tahun 2010. Dalam buku ini penulis membahas tentang sistem

perwakilan yang dianut di republik Indonesia dari perspektif ilmu hukum

ketatanegaraan. Dimana dibahas lebih lanjut mengenai tugas dan kedudukan

lembaga perwakilan di Indonesia pasca perubahan Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

E. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian

hukum kepustakaan.6 Penelitian hukum normatif didefinisikan sebagai

penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Disebut juga

penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data

sekunder.7 Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui

6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995, h. 23

7 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta,

Ghalia Indonesia, 1998, h. 10

Page 21: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

9

penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori

atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu

yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa

peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

2. Sumber Data

Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data sekunder adalah berupa bahan hukum, yang terdiri dari :

Bahan hukum primer, terdiri dari peraturan perundang-undangan

yang menjadi dasar hukum peran DPR dalam memberikan pertimbangan

kepada presiden dalam pengangkatan duta besar republik Indonesia, yaitu:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 Tentang

Hubungan Luar Negeri;

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2003 Tentang

Organisasi Perwakilan Republik Indonesia Di Luar Negeri;

e. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2014 Tentang Tata Tertib;

Page 22: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

10

f. Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor 02/A/OT/VIII/2005/01 Tahun

2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri dan

Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor 01/A/OT/I/2006/01 Tahun 2006

tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor

02/A/OT/VIII/2005/01 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Departemen Luar Negeri;

g. Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor

SK.06/A/OT/VI/2004/01 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia di Luar Negeri.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan

penjelasan tentang bahan hukum primer, antara lain adalah tulisan berupa

pendapat para pakar Hukum Tata Negara yang terdapat dalam buku-buku,

tesis, makalah, jurnal hukum.

Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan

informasi lebih lanjut terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder antara lain kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum, majalah,

artikel, koran dan lainnya.8

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh

8 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, “Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat,” Jakarta, Rajawali Pers, 1995, h. 33

Page 23: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

11

peneliti adalah teknik dokumentasi. Pada tahap dokumentasi, penulis

mengumpulkan buku-buku, majalah, artikel-artikel dan lain-lain untuk

memudahkan penulis dalam mencari teori-teori yang berkaitan dengan judul

skripsi.

F. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu setelah

data diklasifikasikan sesuai aspek data yang terkumpul lalu diinterpretasikan

secara logis.9 dengan melihat data-data yang diperoleh penulis melalui observasi

dan dokumentasi setelah itu dianalisis kemudian disusun dalam laporan

penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Buku pedoman yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah buku

pedoman skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, terbitan tahun 2012.

Untuk Mempermudah pemahaman dan memperoleh gambaran yang jelas

mengenai keseluruhan dari penulisan skripsi ini, berikut sistematikanya:

BAB I adalah Pendahuluan dengan uraian mengungkapkan latar belakang

masalah kajian skripsi ini, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

tinjauan kepustakaan, dan sistematika penulisan.

9 http://www.google.co.id/tanya/thread?tid=342186c09aff08b4. diakses pada

Tanggal 15 desember 2013

Page 24: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

12

BAB II adalah tinjauan umum tentang DPR sebagai lembaga perwakilan di

Indonesia. Pada bab ini penulis memaparkan mengenai kewenangan

DPR sebelum dan sesudah amandemen Undang-Undang Dasar NRI

1945, baik dalam bidang legislasi, bidang anggaran, dan bidang

pengawasan. Penulis juga mencantumkan penerapan prinsip check

and balance antara DPR dan Presiden.

BAB III adalah mengenai tugas dan kedudukan duta besar berdasarkan

Konvensi Wina dan Keputusan Presiden No 108 Tahun 2003, serta

kedudukan seorang duta besar dalam struktur Pemerintahan

Republik Indonesia.

BAB IV adalah merupakan bab pembahasan, pada bab ini penulis akan

berbicara mengenai mekanisme yang dilakukan oleh DPR dalam

memberikan pertimbangan kepada presiden tentang pengangkatan

duta besar sesudah amandemen Undang-undang Dasar 1945 serta

implikasi hukum dari proses pertimbangan DPR kepada Presiden

tentang pengangkatan duta besar.

BAB V bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan

saran dari penulis.

Page 25: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

13

BAB II

TINJAUAN UMUM DEWAN PERWAKILAN RAKYAT SEBAGAI

LEMBAGA PERWAKILAN

Dalam sebuah negara yang menganut prinsip-prinsip kedaulatan rakyat

adanya lembaga perwakilan rakyat merupakan suatu keharusan. Gagasan awal

terbentuknya badan perwakilan rakyat adalah ketika tidak dimungkinkan nya

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan persoalan rakyat dalam sebuah negara

yang mempunyai jumlah penduduk banyak dan letak geografis negara yang luas,

sehingga muncul pemikiran agar diwakilkan kepada sejumlah orang melalui lembaga

yang dibentuk lalu disebutlah lembaga tersebut sebagai lembaga perwakilan rakyat.

International Comission of Jurist merumuskan sistem politik yang demokrasi

sebagai suatu bentuk pemerintah dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan

politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh

mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan

yang bebas.10

Lembaga perwakilan rakyat dipandang sebagi suatu keniscayaan dalam

menjalankan system pemerintahan yang demokratis. Lembaga negara ini merupakan

badan yang berwenang sebagai pelaksana kekuasaan negara dalam hal menentukan

kebijakan umum yang mengikat seluruh rakyat.11

10

PSHK, Semua harus terwakili; Studi mengenai reposisi MPR, DPR, dan lembaga

Kepresidenan di Indonesia, Jakarta, PSHK, 2000, h. 339

11

Abdy Yuhana, “Sistem Ketatanegaraan Indonesia : Pasca Perubahan UUD 1945”

(Bandung: Fokusmedia, 2013), h. 57

Page 26: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

14

Secara fungsional, perwakilan (politik) yang berlaku dalam system

ketatanegaraan tidaklah terpisah dengan lembaga perwakilan sebagai suatu lembaga

yang dibangun dengan fungsi merealisasikan kekuasaan rakyat kedalam bentuk suatu

aspek lembaga dan proses pemerintahan.12

Lembaga perwakilan merupakan suatu

wadah terhimpunnya aspirasi rakyat, dimana didalamnya terdapat proses interaksi

antara wakil rakyat dengan rakyatnya. Dengan perwakilan itulah demokrasi tidak

langsung atau demokrasi perwakilan dilaksanakan.

Lembaga perwakilan rakyat, seperti yang tersebut dalam kepustakaan

mempunyai dua padanan terminologi yang berbeda, yaitu parlemen (Parliament) atau

legislatif (legislative). Kedua terminologi itu sebetulnya mempunyai pengertian yang

sama, yaitu sebagai tempat dimana para wakil rakyat menyampaikan aspirasi rakyat

dan kehendak rakyat. Perbedaan nya hanya terletak pada pemakaian terminologinya

yang dipadukan dengan sistem pemerintahan yang dianut oleh sebuah negara.13

Negara yang menganut sistem permerintahan parlementer lembaga perwakilan

rakyatnya disebut parlemen sedangkan negara yang sistem pemerintahan presidensiil

disebut legislatif.

Umumnya fungsi lembaga perwakilan ataupun lembaga legislatif diberbagai

negara berbeda-beda, meskipun dalam garis besarnya sama saja, yaitu:14

12

Dahlan Thaib, “DPR Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” (Yogyakarta:

Liberty,2000), h.2

13

I Gde Pantja Astawa, “Identifikasi Masalah Atas Hasil Perubahan UUD 1945 Yang

Dilakukan Oleh MPR dan Komisi Konstitusi”, Seminar Fakultas Hukum UNPAD bekerjasama

dengan PERSAHI, 2004, h. 105

14

Bintan R. Saragih, “Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia”, ( Jakarta : Gaya Media Pratama, 1988), h. 56

Page 27: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

15

1. Menentukan Undang-undang;

2. Di beberapa negaranya seperti Inggris misalnya, juga berwenang untuk

mewujudkan perubahan terhadap konstitusi;

3. Menempatkan dan mengawasi jalannya pemerintahan dengan hak interpelasi,

mosi, hak angket, dan sebagainya;

4. Menetapkan anggaran (keuangan) negara dengan menentukan cara-cara

memperoleh dan menggunakan dana serta melakukan pengawasan terhadap

anggaran tersebut (melalui Badan Pemeriksa Keuangan);

5. Di beberapa negara juga memberikan rekomendasi (mengusulkan) bagi jabatan-

jabatan penting negara, seperti anggota Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa

Keuangan, dan sebagainya;

6. Menentukan hubungan dengan negara-negara lain, termasuk juga menentukan

perang dan damai.

Secara teoritis, hak istimewa Presiden atau disebut dengan hak Prerogatif

Presiden adalah hak istimewa yang dimiliki oleh Presiden yang bersifat mandiri

dan mutlak, dalam arti tidak dapat diganggu gugat oleh lembaga lain.15

Dalam

sistem pemerintahan negara-negara modern, hak ini dimiliki oleh kepala negara

baik raja ataupun presiden dan kepala pemerintahan dalam bidang-bidang tertentu

yang dinyatakan dalam konstitusi.

Kekuasaan presiden sebagai kepala negara hanyalah kekuasaan

15

PSHK, Semua harus terwakili; Studi mengenai reposisi MPR, DPR, dan lembaga

Kepresidenan di Indonesia, Jakarta, PSHK, 2000, h. 321

Page 28: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

16

administratif, simbolis, dan terbatas yang merupakan suatu kekuasaan disamping

kekuasaan utamanya sebagai kepala pemerintahan. Di Indonesia, kekuasaan

presiden sebagai kepala negara diatur dalam UUD tahun 1945 pasal 10.

Kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan di Indonesia diatur dalam Pasal

4 ayat (1) UUD tahun 1945. Kekuasaan sebagai kepala pemerintahan sama

dengan kekuasaan eksekutif dalam konsep pemisahan kekuasaan yang membatasi

kekuasaan pemerintahan secara sempit pada pelaksanaan peraturan hukum yang

ditetapkan lembaga legislatif.

Kekuasaan eksekutif diartikan sebagai kekuasaan pelaksanaan pemerintahan

sehari-hari berdasarkan pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan.

Kekuasaan ini terbatas pada penetapan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan

politik yang berada dalam ruang lingkup fungsi administrasi, keamanan, dan

pengaturan yang tidak bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-

undangan. Dalam pelaksanaannya, kekuasaan ini tetap besar dan mendapat

pengawasan dari badan legislatif atau badan lain yang ditunjuk oleh konstitusi

untuk menjalankan fungsi pengawasan. Dalam UUD tahun 1945 fungsi

pengawasan pemerintahan sehari-hari dilaksanakan oleh DPR.

A. Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Sebelum Perubahan Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Menurut Undang-undang Dasar 1945 sebelum perubahan, peran dan fungsi

DPR hanya terbatas pada hak mengajukan rancangan Undang-undang. Peran DPR

Page 29: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

17

selama 32 tahun tidak lebih sebagai alat legitimasi dan sebagai corong eksekutif

khususnya dalam setiap rancangan Undang-undang yang diajukan oleh

pemerintah. Pengalaman DPR selama orde baru menunjukkan bahwa eksekutif

begitu dominan terhadap legislatif, sehingga DPR mandul dan tidak berdaya.

Berdasarkan Undang-undang dasar 1945, lembaga DPR memiliki tiga fungsi

utama yakni, fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.16

Pelaksanaan ketiga fungsi ini mengalami proses pasang surut sesuai dengan

sistem dan situasi politik secara nasional. Pada masa Presiden Soekarno misalnya

konstituante dibubarkan karena dinilai tidak mampu menyusun Undang-undang

Dasar. Sedangkan pada era pemerintahan Presiden Soeharto, DPR berada

dibawah dominasi eksekutif sehingga ketiga fungsinya tidak dapat berjalan secara

efektif.

Berikut ini diuraikan dinamika peran dan fungsi DPR sebelum amandemen

Undang-undang Dasar 1945 :

1. Fungsi Legislasi

Sebelum amandemen Undang-undang Dasar 1945, rumusan pasal 5 ayat

(1) Undang-undang Dasar 1945 dan penjelasannya tentang kekuasaan untuk

membentuk Undang-undang, telah menimbulkan persoalan mengenai

siapakah sebenarnya yang memegang kekuasaan menyusun dan menetapkan

Undang-undang. Ketentuan pasal tersebut bukan saja membingungkan tetapi

mengandung anomali. Presiden adalah pemegang dan pelaksana kekuasaan

16

Sri Soemantri, “Tentang Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD 1945”, ( Bandung :

Citra Aditya Bakti, 1993), h. 27

Page 30: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

18

eksekutif. Dalam sistem ketatanegaraan demokratis umumnya kekuasaan

menetapkan Undang-undang berada pada badan perwakilan rakyat sebagai

pemegang kekuasaan legislatif.17

Selama periode orde baru, fungsi legislasi dipegang oleh Presiden

sementara DPR hanya memberikan persetujuan. Dalam hal ini A. Hamid S.

Attamimi berpendapat, apabila ditafsirkan secara harfiah, ketentuan pasal 5

ayat (1) yang menyatakan bahwa “Presiden memegang kekuasaan membentuk

undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”, Presidenlah

yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang, sedangkan DPR

memberi (atau tidak memberi) persetujuan terhadap pelaksanaan kekuasaan

yang berada pada presiden tersebut.18

Dengan menggunakan teori kekuasaan R. Kranenburg, A. Hamid S.

Attamimi menambahkan, “memegang kekuasaan” dalam ketentuan Pasal 5

Ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 haruslah diartikan “memegang

kewenangan”, karena suatu kekuasaan (macht), dalam hal ini kekuasaan

membentuk undang-undang (wetgevendemacht), memang mengandung

kewenangan membentuk undang-undang.19

Karena argumentasi itu, dengan

17

T.A. Legowo, M. Djadijono, Dkk , “Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia: Studi dan Analisis Sebelum dan Setelah Perubahan UUD 1945”, (Jakarta: FORMAPPI, 2005), h. 81.

18

A. Hamid S. Attamimi, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan”, (Disertasi, Fakultas Pascasarjana UI, Jakarta, 1990), h. 146.

19

Ibid. h. 151

Page 31: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

19

menggunakan makna semantik, A. Hamid S. Attamimi menafsirkan

“bersama-sama” dalam melaksanakan legislative power, Presiden

melaksanakan kekuasaan pembentukannya dan DPR melaksanakan

(pemberian) persetujuan dengan berbarengan, serentak, bersama-sama.20

Dengan demikian menjadi jelas, tambah Attamimi, kewenangan

pembentukan undang-undang tetap pada Presiden, dan kewenangan

memberikan persetujuan tetap pada DPR. Agar undang-undang dapat

terbnetuk, kedua kewenangan tersebut dilaksanakan secara berbarengan.21

2. Fungsi Anggaran

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, fungsi anggaran dari DPR

tidak berjalan sebagaimana mestinya, sama seperti fungsi-fungsi DPR yang

lainnya. Anggaran Negara yang dikehendaki pemerintah tidak mendapat

reaksi apapun dari DPR. Mereka hanya memberikan persetujuan terhadap

rencana anggaran yang diajukan oleh pemerintah. Singkatnya fungsi anggaran

DPR hanya sekedar formalitas.22

3. Fungsi Pengawasan

Fungsi pengawasan DPR selama orde baru dapat dilihat melalui tiga

memorandum. Ketiga memorandum itu mencakup tentang masalah Taman

20

Ibid. h. 153 21

Ibid. 22

T.A. Legowo, M. Djadijono, Dkk , “Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia: Studi dan Analisis Sebelum dan Setelah Perubahan UUD 1945”, (Jakarta: FORMAPPI, 2005), h. 82.

Page 32: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

20

Mini Indonesia Indah dan hari depan generasi muda Indonesia, Penetapan

harga gula hasil panenan pada tahun 1972 dan rencana ekspor gula pada tahun

1974, serta memorandum tentang masalah beras.23

Sempat muncul hak interpelasi DPR tentang penerapan Normalisasi

Kehidupan Kampus (NKK) oleh pemerintah dan hak angket mengenai kasus

korupsi di pertamina. Meskipun hak angket ini ditolak oleh Fraksi Karya

Pembangunan dan Fraksi ABRI. Hanya sebatas itu lah potret fungsi

pengawasan yang dilakukan oleh DPR terhadap pemerintahan ORBA.

Mengenai proses pengangkatan duta besar sebelum amandemen sama sekali

tidak melibatkan peran DPR selaku lembaga legislatif. Pada masa itu

pengangkatan duta besar merupakan hak prerogatif presiden yang mandiri.

Sebagaimana yang termaktub pada pasal 29 ayat (1) Undang-undang No. 37

Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri “Duta Besar Luar Biasa dan

Berkuasa Penuh adalah pejabat negara yang diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden Selaku Kepala Negara”.

B. Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Setelah Perubahan Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif tidaklah

dinyatakan secara tegas, hanya di sebutkan bahwa DPR memegang Kekuasaan

membentuk Undang-undang (Pasal 20 Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara

23

Opini@Net, Kumpulan Aspirasi Masyarakat, yang disampaikan melalui www.mpr.go.id, diakses pada tanggal 18 Agustus 20014.

Page 33: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

21

Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Pertama),24

kemudian dalam pasal

20A Ayat (1) muncul ketentuan mengenai fungsi-fungsi anggaran dan control

disamping fungsi legislasi. Sehubungan dengan hal ini Bagir Manan berpendapat

bahwa ketentuan Pasal 20A Ayat (1) ini bukan saja overlapping tetapi juga

menimbulkan kerancuan, dalam hal penyebutan legislasi tidak konsisten dengan

kekuasaan membentuk Undang-undang.25

Pengertian (begrib) legislasi lebih luas

dari pengertian Undang-undang, kekuasaan membentuk Undang-undang adalah

satu-satunya fungsi DPR.

Perkembangan setelah Perubahan Undang-undang Tahun 1945, DPR sebagai

lembaga legislatif, tetapi bisa juga disebut sebagai penasehat Presiden. Dewan

Perwakilan Rakyat dapat dikatakan sebagai penasehat Presiden, oleh karena

Presiden dapat meminta pertimbangan DPR dalam hal-hal tertentu, seperti

berikut:

a. Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR

(Pasal 13 Ayat 2 UUD 1945 Perubahan Pertama), pada penggunaan istilah

“memperhatikan pertimbangan”.

b. Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan

pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat 3 UUD 1945 Perubahan Pertama), pada

penggunaan istilah “memperhatikan pertimbangan”.

24

Indonesia, “UUD 1945 Perubahan Pertama”, Pasal 20 ayat 1 25

Bagir Manan, “ DPD, DPR, dan MPR Dalam UUD 1945 Baru” (Yogyakarta: FH UII

Press, 2003), h. 33

Page 34: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

22

c. Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan

pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat 2 UUD 1945 Perubahan Pertama), pada

penggunaan istilah “memperhatikan pertimbangan”.

1. Fungsi Legislasi

Salah satu pilar pemerintah yang demokratis adalah menjunjung tinggi

supremasi hukum. Supremasi hukum dapat terwujud apabila didukung oleh

perangkat peraturan perundang-undangan yang dihasilkan melalui proses

legislasi. Oleh karena itu, fungsi legislasi DPR dalam proses demokrasi

sangatlah penting.

Menurut ketentuan konstitusi, rancangan Undang-undang (RUU) yang

akan dibahas di DPR dapat berasal dari pemerintah dan dapat pula berasal dari

DPR sebagai RUU usul inisiatif. Untuk masa yang akan datang jumlah RUU

yang berasal dari inisiatif DPR diharapkan semakin banyak. Hal ini

merupakan bagian penting dari komitmen reformasi hukum nasional dan

pemberian peran yang lebih besar kepada DPR secara konstitusional dalam

pembuatan Undang-undang.

Peningkatan peran tersebut merupakan hasil dari perubahan Undang-

undang Dasar Tahun 1945. Dalam naskah Undang-undang Tahun 1945

sebelum perubahan hak membuat Undang-undang berada pada tangan

Presiden, “ Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang ” (

Pasal 5 ayat 1). Setelah perubahan Undang-undang Dasar Tahun 1945 hak itu

Page 35: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

23

bergeser dari Presiden kepada DPR dan rumusan tersebut dituangkan dalam

Pasal 20 ayat (1) yang menyebutkan “DPR memegang kekuasaan membentuk

Undang-undang”.

2. Fungsi Anggaran

Untuk menjalankan fungsi pokok Dewan Perwakilan Rakyat di bidang

Anggaran diatur dalam Pasal 23 Undang-undang Dasar Tahun 1945 setelah

perubahan. Ditegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) ditetapkan tiap tahun dengan Undang-undang. Kedudukan Dewan

Perwakilan Rakyat dalam penyusunan APBN sangatlah kuat, karena apabila

Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan oleh

pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu.26

3. Fungsi Pengawasan

Tidaklah berlebihan, apabila rakyat Indonesia di semua tingkatan

memprediksikan potret DPR di era saat ini mengalami perubahan yang sangat

signifikan. Perubahan Undang-undang Dasar Tahun 1945 telah menggeser

paradigm executive heavy menjadi legislative heavy.

Pada era orde baru yang lalu, praktek ketatanegaraan lebih didominasi oleh

peran eksekutif atau pemerintah. Terlebih dominasi eksekutif pada waktu itu

mendapatkan legitimasi secara konstitusional, hal ini terlihat pada pasal-pasal

dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945 sebelum perubahan.27

Pada pasal 4

26

Dahlan Thaib, DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, ( Yogyakarta: Liberty, 2000), h. 96

27 Y. Hartono, Artikel, SI: Dari Supermasi Eksekutif ke Supermasi Legislatif ?, www. google.

com

Page 36: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

24

ayat (1) naskah asli Undang-undang Dasar Tahun 1945 menyatakan bahwa

“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut

Undang-Undang Dasar”. Kemudian pasal 5 ayat (1) Presiden membentuk

Undang-undang bersama DPR, Presiden juga dapat menetapkan peraturan

pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang ( Pasal 5 ayat 2 ). Menurut

Pasal 10 Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat,

Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Pasal 11 Presiden menyatakan perang,

membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, dengan persetujuan

DPR. Pasal 12 menyebutkan bahwa Presiden dapat menyatakan keadaan

bahaya menurut syarat-syarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang.

Dominasi kekuasaan eksekutif semakin bertambah ketika dengan

kekuasaannya melakukan monopoli penafsiran pada Pasal 7 Undang-Undang

Dasar Tahun 1945 sebelum perubahan. Penafsiran ini menimbulkan Implikasi

yang sangat luas karena Presiden dapat dipilih kembali untuk masa yang tidak

terbatas.28

Dengan diadakannya Perubahan terhadap Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 kini peran itu mulai bergeser dan berubah. Meskipun Presiden

masih memegang kekuasaan pemerintah, tetapi dengan adanya pergeseran ini,

Presiden tidak lagi mempunyai kekuasaan dibidang legislasi, sebab kekuasaan

tersebut sekarang berada pada tangan DPR. Pasal 20 ayat (1) menyebutkan

“Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-

Undang”. Sedangkan Presiden hanya memiliki hak mengajukan rancangan

28

Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta, Aksara Baru, 1977, h. 199-200

Page 37: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

25

Undang-Undang saja.

Dalam konteks pengawasan, Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun

1945 telah memberikan kewenangan yang cukup besar kepada DPR untuk

mengawasi jalannya pemerintahan. Pelaksanaan fungsi pengawasan DPR

dilakukan melalui mekanisme penggunaan beberapa hak yang sebelumnya

tidak digunakan, seperti hak interpelasi dan hak angket. Melalui hak

interpelasi, Presiden diminta untuk memberikan keterangan atau klarifikasi

atas kebijakan yang telah diambilnya. Sedangkan melalui hak angket, DPR

melakukan penyelidikan terhadap penyimpangan penggunaan anggaran

negara yang digunakan oleh Presiden.

Fungsi pengawasan DPR juga dilakukan melalui keterlibatan DPR dalam

proses pemilihan pejabat-pejabat publik yang ditetapkan oleh pemerintah

berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan peraturan perundang-

undangan lainnya. Dalam hal pengangkatan duta, penempatan duta negara

sahabat, pemberian amnesti, abolisi, Presiden harus mendengarkan

pertimbangan dari DPR. Selanjutnya tugas DPR dalam fungsi pengawasan

lainnya adalah menindak lanjuti hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan.

Tugas ini merupakan suatu bentuk sikap pro-aktif DPR untuk mendorong

penyelesaian kasus-kasus penyalahgunaan keuangan negara.

Pada akhirnya peningkatan peran DPR dalam bidang pengawasan bagian

dari upaya untuk menerapkan mekanisme checks and balance demi

terciptanya pemerintahan yang demokratis. Hal ini mengharuskan DPR untuk

bekerja secara optimal demi melaksanakan fungsi-fungsi konstitusionalnya,

Page 38: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

26

dengan menggunakan hak-hak nya secara maksimal.

4. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Setelah Perubahan Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Perubahan Undang-undang Dasar Tahun 1945 telah memberikan

kedudukan yang cukup kuat kepada Dewan Perwakilan Rakyat, hal ini

sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 7C Undang-undang Dasar tahun

1945 setelah perubahan yang menyebutkan “Presiden tidak dapat membekukan

dan atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat”. Hal ini sesuai dengan

prinsip presidensial sebagai sistem pemerintahan Indonesia yang dipertahakan

dan lebih disempurnakan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 setelah perubahan. Presiden dan DPR dipilih langsung

oleh rakyat, sehingga keduanya memiliki legitimasi yang sama dan kuat serta

masing-masing tidak bisa saling menjatuhkan.

Selain ditentukan dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945, ketentuan

fungsi dan wewenang DPR juga diatur dalam Peraturan DPR No 1 Tahun 2014

Tentang Tata Tertib dalam Pasal 4 ayat (1), disebutkan bahwa DPR memiliki

fungsi :29

a. Legislasi;

b. Anggaran; dan

c. Pengawasan.

Ketiga fungsi diatas dijalankan dalam rangka representasi rakyat dan juga

29

Pasal 4 ayat (1) Peraturan DPR No 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib

Page 39: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

27

untuk mendukung upaya pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.30

Kemudian untuk melaksanakan tugas dan wewenang tersebut sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), DPR memiliki beberapa hak yaitu :

a. Meminta keterangan kepada Presiden

b. Mengadakan Penyelidikan

c. Mengadakan perubahan terhadap rancangan Undang-undang

d. Mengajukan pernyataan pendapat

e. Mengajukan rancangan Undang-undang

f. Mengajukan seseorang untuk jabatan tertentu jika ditentukan oleh suatu

peraturan perundang-undangan

g. Menentukan anggaran DPR

h. Memanggil seseorang

Selain dari peraturan DPR No 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, yang

lebih lanjut mengatur tugas dan wewenang DPR, serta hak-hak yang dimiliki

oleh DPR, hal serupa juga terdapat dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2014

Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang dapat

dilihat dalam pasal 71 yakni sebagai berikut :31

Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai Tugas dan wewenang :

a. Membentuk Undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk

mendapat persetujuan bersama;

30

Ibid, Pasal 4 ayat (2)

31

Lihat UU No 17 Tahun 2014 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR,DPD, dan DPRD

Page 40: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

28

b. Memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap

peraturan pemerintah pengganti Undang-undang yang diajukan oleh

Presiden untuk menjadi Undang-undang;

c. Meneriman rancangan Undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan

dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan

pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam

dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan

perimbangan keuangan pusat dan daerah;

d. Membahas rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam

huruf c bersama Presiden dan DPD sebelum diambil persetujuan bersama

antara DPR dan Presiden;

e. Membahas rancangan Undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau

DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan

keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum

diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden;

f. Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan Undang-undang

tentang APBN dan rancangan Undang-undang yang berkaitan dengan

pajak, pendidikan, dan agama;

g. Membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD

dan memberikan persetujuan atas rancangan Undang-undang tentang

APBN yang diajukan oleh Presiden;

Page 41: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

29

h. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang dan

APBN;

i. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh

DPD terhadap pelaksanaan Undang-undang mengenai otonomi daerah,

pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan

daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,

pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;

j. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang,

membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat

perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan

mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan

negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-

undang;

k. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesty

dan abolisi;

l. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam mengangkat duta besar

dan menerima penempatan duta besar negara sahabat;

m. Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD;

n. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK;

o. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan

pemberhentian anggota Komisi Yudisial;

p. Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi

Page 42: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

30

Yudisial untuk ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden;

q. Memilih 3 (tiga) orang Hakim Konstitusi dan mengajukannya kepada

Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden;

r. Memberikan persetujuan atas pemindahtanganan asset negara yang

menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi

kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara;

s. Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi

masyarakat; dan

Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam Undang-undang.

C. Prinsip Check and Balance Antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat

Kamus hukum mendefinisikan prinsip check and balance sebagai sebuah

sistem aturan yang menegaskan adanya mekanisme saling mengawasi diantara

cabang kekuasaan baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Menurut Hamdan

Zoelva, pengertian sistem check and balance yaitu sistem yang saling

mengimbangi antara lembaga-lembaga kekuasaan negara. Sistem ini memberikan

pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara sesuai dengan Undang-Undang

Dasar Tahun 1945, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang terendah,

semuanya sama diatur dalam fungsinya masing-masing.32

Setelah amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pemerintah Indonesia

32

http://hamdanzoelva.wordpress.com/2008/04/28/sitem-perawakilan-rakyat-di-indonesia/ diakses pada tanggal 15 April 2014.

Page 43: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

31

menganut prinsip check and balance. Prinsip check and balance relatif masih baru

diadopsi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, utamanya setelah amandemen

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sehingga dalam praktiknya masih sering

timbul “konflik kewenangan” antar lembaga negara ataupun dengan komisi

negara yang ada.

Mekanisme check and balance merupakan tuntutan reformasi. Salah satu

tujuan utama mekanisme ini adalah untuk menghindari pemusatan kekuasaan

pada suatu lembaga saja. Mekanisme ini cocok diterapkan di Indonesia, karena di

Indonesia memiliki tiga cabang kekuasaan yakni, eksekutif, legislatif, dan

yudikatif. Mekanisme check and balance antara Presiden dan DPR terdapat dalam

berbagai bidang, yaitu bidang legislasi, bidang anggaran, dan bidang pengawasan.

Dalam bidang pengawasan yakni terhadap jalannya pemerintahan, pemberian

persetujuan dan keputusan terhadap agenda kenegaraan, pemberian pertimbangan

pada agenda kenegaraan, serta dalam pengisian dan pemilihan beberapa jabatan

strategis kenegaraan oleh DPR terhadap Presiden.

Mekanisme pengawasan dan perimbangan terhadap kekuasaan dan

kewenangan antara Presiden dan DPR dalam bidang legislasi dan anggaran diatur

dalam beberapa pasal pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sebagai berikut :

a. Pasal 5 ayat (1) “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang

kepada Dewan Perwakilan Rakyat”

b. Pasal 22 ayat (1) “ Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Presiden

berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”

c. Pasal 23 ayat (2) “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan

Page 44: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

32

belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan

Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan

Daerah”

Selanjutnya, mekanisme check and balance antara Presiden dan DPR dalam

bidang pengawasan, diatur dalam beberapa pasal pada Undang-Undang Dasar

Tahun 1945, yakni :

a. Pasal 7A “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa

jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan

Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum

berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat

lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi

syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”

b. Pasal 11 ayat (1) “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain”

c. Pasal 13 ayat (2) “Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan

Pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat”

Dengan demikian terlihat jelas bagaimana mekanisme check and balance atau

mekanisme pengawasan dan perimbangan terhadap kekuasaan dan kewenangan

yang erat antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam sistem

pemertintahan di Indonesia ini.

Page 45: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

33

BAB III

TUGAS DAN KEDUDUKAN PERWAKILAN DIPLOMATIK

A. Pengertian Perwakilan Diplomatik

Pengertian perwakilan diplomatic menurut bahasa berasal dari kata

“Diplomartic Mission” yang dikenal secara luas di dalam hubungan antar

negara.33

Undang-undang nomor 1 tahun 1982 tentang pengesahan Konvensi

Wina 1961 dan Konvensi Wina 1963 menerjemahkan kata diplomatic mission dan

diplomatic relations menjadi perwakilan diplomatic dan hubungan diplomatik.

Perwakilan diplomatic pada umumnya diartikan sebagai Kedutaan atau Kedutaan

Besar suatu Negara di Negara lain yang berfungsi mewakili kepentingan negara

pengirimnya dan kepentingan hubungan negaranya dengan negara tempatnya

diakreditasikan.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2003 tentang

Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri menyatakan bahwa

Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia adalah salah satu dari jenis atau

bentuk perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.34

Perwakilan Diplomatik

Republik Indonesia terdiri dari Kedutaan Besar Republik Indonesia dan Perurusan

33

G.R.Berridge, Alan James; editorial consultant, Sir Brian Barder, A Dictionary of Diplomacy. Library of Congress Cataloging-in-Publication Data Berrideg, Geoff, New York, 2001, h.68.

34

Keppres Nomor 18 tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia, Bab II, Jenis Perwakilan, Pasal 2.

Page 46: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

34

Tetap Republik Indonesia.

Kedutaan Besar Republik Indonesia adalah Perwakilan Diplomatik Republik

Indonesia yang mempunyai tugas pokok mewakili dan memperjuangkan

kepentingan Bangsa, Negara, dan Pemerintah Republik Indonesia serta

melindungi Warga Negara Indonesia, Badan Hukum Indonesia di Negara

Penerima atau Organisasi Internasional, melalui pelaksanaan hubungan

diplomatik dengan Negara Penerima atau Organisasi Intenasional, sesuai dengan

kebijakan politik dan hubungan luar negeri Pemerintah Republik Indonesia,

peraturan perundang-undangan nasional, hukum internasional, dan kebiasaan

internasional.35

Pengertian tersebut adalah sebagaimana dimaksud oleh Undang-

undang Nomor 1 tahun 1982 atau pengertian “Diplomatic Mission” dalam

Konvensi Wina tahun 1961, sedangkan dalam hubungan antara Indonesia dengan

negara lain pengertiannya adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia yang

ditempatkan atau diakreditasikan pada suatu negara.

B. Perwakilan Diplomatik dalam Konvensi Wina Tahun 1961

Pedoman dan landasan bagi hubungan diplomatik yang selama ini dianut dan

telah digunakan oleh Pemerintah Republik Indonesia adalah Konvensi Wina

tahun 1961 yang terdiri dari 53 pasal.36

Konvensi ini meliputi hampir semua

35

Ibid, Pasal 4 36

Soemaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik, Teori dan Kasus, edisi Pertama, Cetakan 1, Bandung: Penerbit Alumni, 1995 h. 14.

Page 47: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

35

aspek penting dari hubungan diplomatik secara permanen antar negara. Konvensi

Wina tentang hubungan diplomatik memuat ketentuan-ketentuan mengenai

perwakilan diplomatik secara garis besar, yaitu :

1. Berlakunya Hubungan Diplomatik

a. Pembukaan dan Perwakilan Diplomatik

Suatu negara yang merdeka dan diakui berdaulat berhak penuh

untuk mengirimkan perwakilan diplomatik (the right of legation) atau

wakil-wakil konsuler ke negara lain dan berkewajiban pula untuk

menerima perwakilan Diplomatik dan konsuler negara lain.37

Pembukaan

hubungan diplomatik sebagai tanda ada nya hubungan diplomatik harus

dilakukan dengan persetujuan bersama atau kesepakatan sebagaimana

yang dinyatakan secara tegas dalam pasal 2 Konvensi Wina yang

berbunyi:

“the establishment of diplomatic relations between states, and of

permanent diplomatic mission take place by mutual consent”

Karenanya, hukum internasional tidak mengharuskan suatu negara

membuka hubungan diplomatik dengan negara lain, seperti juga tidak ada

keharusan untuk menerima misi diplomatik asing di suatu negara.

Demikian juga suatu negara tidak mempunyai hak untuk meminta negara

37

Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi Ke-2, Penerbit PT Alumni, Jakarta: 2005, h. 520.

Page 48: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

36

lain untuk menerima wakil-wakilnya.38

b. Pengangkatan dan Penerimaan Perwakilan Diplomatik

Setiap negara menentukan sendiri persyaratan dan cara

pengangkatan serta penerimaan perwakilan diplomatik dan konvensi tidak

menentukan hal itu. Prosedur atau mekanisme pengangkatan dari

perwakilan diplomatik diatur baik oleh ketentuan hukum nasional maupun

hukum internasional. Negara pengirim harus mengusahakan persetujuan

dalam bentuk tertulis atau lisan kepada negara penerima untuk seorang

yang dicalonkan untuk menjadi kepala perwakilan diplomatik. Dalam hal

negara penerima menolak untuk memberikan persetujuan, negara

penerima tidak diwajibkan mengemukakan alasan penolakan tersebut.

Ketentuan ini terdapat dalam pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Konvensi Wina

tahun1961.

Apabila negara penerima menyatakan persetujuannya, maka Duta

Besar membawa surat kepercayaan (Letter of Credence) yang telah

ditanda tangani oleh kepala negaranya. Surat kepercayaan tersebut juga

dapat disertai dokumen-dokumen penting lainnya dan penyerahan surat

kepercayaan ini dilakukan dalam suatu upacara kenegaraan resmi.

Ketentuan mengenai penerimaan perwakilan diplomatik dan surat

kepercayaan ini dimuat dalam pasl 5, pasal 6, dan pasal 7 Konvensi Wina

38

Sir Ernest Satow, A Guide to Diplomatic Practice, Fourth Edition, Longman Green an Co Ltd, London and Harlow: 1957, h.116.

Page 49: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

37

tahun 1961.

Praktek tersebut dijalankan karena sifat dan fungsi perwakilan

diplomatik yang dibentuk untuk pemeliharaan hubungan yang permanen

antara negara pengirim dengan pemerintah, khusunya departemen luar

negeri dari negara penerima.

c. Mulai Berlakunya Fungsi Perwakilan Diplomatik

Ketentuan pasal 13 Konvensi Wina mengatur mengenai mulai

berlakunya fungsi perwakilan diplomatik yaitu baik pada saat wakil

tersebut menyerahkan surat kepercayaannya maupun pada saat ia

memberitahukan kedatangannya dan menyerahkan sebuah salinan asli dari

surat tersebut kepada Menteri Luar Negeri nega penerima atau menteri

lainnya yang ditunjuk sesuai dengan praktek kebiasaan yang berlaku

dinegara penerima yang harus diterapkan secara seragam. Urutan

penyerahan surat-surat kepercayaan atau sebuah salinan asli akan

ditentukan pada hari dan saat kedatangan kepala misi yang bersangkutan.

d. Hubungan dan Pemberitahuan Kepada Negara Penerima

Dalam melaksanakan tugas resmi perwakilan diplomatic mengenai

hubungan negara pengirim dan negara penerima, maka harus dilakukan

dengan melalui Kementerian Luar Negeri negara penerima atau

Kementerian lainnya yang disetujui. Pasal 10 Konvensi Wina

menyebutkan bahwa Negara penerima harus diberitahukan mengenai

orang-orang tertentu dari misi yaitu :

Page 50: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

38

1) Anggota-anggota misi atau perwakilan diplomatik yang mengenai

pengangkatannya dan keberangkatannya terakhir atau berakhirnya

fungsi-fungsi mereka di dalam misi.

2) Orang-orang yang termasuk keluarga dari seorang anggota misi yang

mengenai kedatangannya dan keberangkatannya terakhir meliputi juga

hal kenyataan bahwa seorang menjadi berakhir sebagai anggota

keluarga dari seorang anggota misi.

3) Pelayan pribadi yang bekerja pada anggota misi, mengenai

kedatangannya dan keberangkatannya yang terakhir dan juga

kenyataan bahwa mereka lepas dari pekerjaan pada orang-orang

tersebut.

4) Orang-orang yang berdiam di negara penerima sebagai anggota misi

atau pelayan pribadi yang berhak akan hak-hak istimewa dan

kekebalan hukum mengenai penugasan dan pemberhentian mereka.

2. Tugas dan Fungsi Perwakilan Diplomatik

Tugas dan fungsi perwakilan diplomatik disebutkan di dalam pasal 3 ayat

(1) Konvensi Wina adalah :39

1) Mewakili negara pengirim di negara penerima;

2) Melindungi kepentingan negara pengirim dan kepentingan warga

negaranya di negara penerima dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh

39 Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika

Global, Edisi ke-2, Penerbit PT Alumni, Jakarta, Tahun 2005, h.544.

Page 51: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

39

hukum internasional;

3) Melakukan perundingan dengan pemerintah negara penerima;

4) Memperoleh kepastian dengan semua cara yang sah tentang keadaan dan

perkembangan negara penerima dan melaporkannya kepada pemerintah

negara pengirim;

5) Meningkatkan hubungan persahabatan antara negara pengirim dan negara

penerima serta mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmu

pengetahuan.

Tugas para pejabat atau agen diplomatik bukan saja terbatas pada

pengamatan terhadap masalah-masalah politik, ekonomi, dan keamanan

negara akreditasi, mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmu

pengetahuan, tetapi juga dengan negara setempat ikut berusaha menangani

masalah-masalah yang bersifat regional maupun internasional.40

Era globalisasi yang dialami dunia dimana banyak dan meningkatnya

masalah yang telah melewati tapal batas negara seperti pemberantasan obat-

obat terlarang, penanganan masalah-masalah lingkungan hidup dan

perlindungan hak-hak asasi, tugas para diplomat tidak lagi terbatas pada

masalah-masalah bilateral tetapi dengan negara setempat dapat memberikan

sumbangan pemikiran untuk memecahkan masalah-masalah global yang

40

Ibid.

Page 52: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

40

menyangkut kepentingan bersama.41

Perwakilan diplomatik membawa sifat organ komunikasi utama antara

pemerintahan-pemerintahan negara dan menyebabkan kesulitan dalam

membatasi tugas dan fungsi perwakilan diplomatik dengan seksama dan lebih

rinci.42

Salah satu fungsi penting perwakilan diplomatik adalah fungsi

mewakili negara pengirim. Istilah fungsi ini tidak hanya digunakan dalam

pengertian hukum yang terbatas tetapi dimaksudkan sebagai keberadaan suatu

negara. fungsi ini tidak hanya fungsi yang paling penting diantara fungsi-

fungsi yang ada dalam Konvensi tetapi suatu fungsi sentral dari seluruh

struktur hukum diplomatik. Fungsi ini hanya dapat dilaksanakan oleh suatu

organ negara yang dinamakan kedutaan besar, karena tanpa organ tersebut

maka negara tidak dapat dinyatakan ada.43

Fungsi mewakili negara pengirim di negara penerima mempunyai

batasan-batasan antara lain yang dikemukakan oleh Gerhard Von Glahn dalam

bukunya “Law Among Nations”.44

“Seorang wakil diplomatik itu selain mewakili pemerintah negaranya, ia

41

Ibid. 42

Ludwik Dembinski, The Modern Law of Diplomacy, External Missions of States and International Organizations, Martinus Nijhoff Publishers, 1988, h. 40.

43

Ibid. 44

Syahmin A.K., Hukum Diplomatik dan Suatu Pengantar, Penerbit CV Armico, Bandung:, 1985, h.56.

Page 53: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

41

juga tidak hanya bertindak di dalam kesempatan ceremonial saja, tetapi juga

melakukan protes atau mengadakan penyelidikan (inquires) atau pertanyaan

dengan negara penerima. Ia mewakili kebijaksanaan politik pemerintah

negaranya”.

Dan menurut B.Sen di dalam bukunya “A diplomat’s handbook of

International Law and Practice” batasan representative itu ialah sebagai

berikut:45

“Fungsi yang utama dari seorang wakil diplomatik dalam mewakili negara

pengirim di negara penerima dan bertindak sebagai saluran penghubung

resmi antar pemerintah kedua negara. Bertujuan untuk memelihara

hubungan diplomatik antar negara yang menyangkut fasilitas perhubungan

kedua negara. Pejabat diplomatik seringkali melaksanakan fungsi

mengadakan perundingan dan menyampaikan pandangan-pandangan

pemerintahnya di dalam beberapa masalah penting kepada pemerintah

negara dimana ia diakreditasikan”.

Pemerintah Republik Indonesia memberikan batasan tentang tugas dan

fungsi mewakili negara tersebut yaitu, mewakili negara Republik Indonesia

secara keseluruhan di negara penerima seperti dinyatakan dalam Keputusan

Presiden Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik

Indonesia di Luar Negeri.

Fungsi melindungi kepentingan negara pengirim dan warga negaranya

45

Ibid.

Page 54: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

42

atas fungsi proteksi, Gerhard Von Glahn juga memberikan batasan yaitu: 46

“The diplomat has a duty to look after the interest persons and property of

citizens of his own state in the receiving state. He must be ready to assist

them, they get into trouble abroad, may have to take charge of their bodies

and effects if they happen to die on a trip and in general acts as a trouble

shooter for his fellow nationals in he receiving state”.

Fungsi perlindungan selain merupakan tugas perwakilan diplomatik

negara pengirim di negara penerima juga negara penerima harus memberikan

perlindungan kepada pejabat diplomatik negara pengirim terutama jika

mereka in transit di negara tersebut sebagaimana ketentuan yang disebutkan

pada pasal 40 Konvensi Wina.

Fungsi ketiga yaitu berunding dengan pemerintah negara penerima atau

fungsi negosiasi yang sudah lazim didalam hubungan internasional.

Perundingan-perundingan dapat diadakan antara dua negara atau lebih. Fungsi

perwakilan diplomatik sebagai utusan dalam perundingan yang mewakili

negaranya dengan negara penerima ditentukan dalam pasal 3 ayat (1 C)

Konvensi Wina.

Namun sering terjadi perundingan mengenai masalah tertentu dilakukan

oleh utusan-utusan khusus terutama jika hal tersebut mengenai masalah

tehnis, oleh karena itu fungsi mengadakan perundingan dikatakan Von

Glahn:47

46

Ibid. h. 42 47

Ibid. h. 60

Page 55: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

43

“The original reason for the rise of diplomats the intention of having a

representative in a foreign capital compowered to negotiate agreement

with the receiving state, was to “deal” directly with the foreign

government”.

Perundingan yang dilaksanakan oleh perwakilan diplomatik dapat berupa

pertukaran pendapat tentang masalah politik, social atau kebudayaan dan ilmu

pengetahuan, isu-isu tertentu sampai kepada maksud untuk mengadakan

persiapan atau melancarkan jalan guna mengadakan suatu perjanjian atau

persetujuan

Fungsi pelaporan sebagaimana yang dimaksud dalam Konvensi Wina

merupakan suatu tugas yang sangat berperan secara aktif bagi perwakilan

diplomatik, termasuk didalamnya tugas observasi dengan seksama atas segala

peristiwa yang terjadi di negara penerima. Fungsi ini bermanfaat selain untuk

menyampaikan pesan atau data yang diterima dari negara penerima, tetapi

juga untuk mengumpulkan informasi dari sumber-sumber yang berbeda,

menganalisis dan meneruskannya ke negara penerima atau kepentingan

negaranya. Mengenai hal ini dinyatakan oelh Von Glahn:48

“The basic duty of a diplomat is to report to his government on political

event, policies and other related matters”.

Fungsi yang terakhir disebutkan dalam Konvensi Wina adalah

meningkatkan hubungan persahabatan antar negara yang merupakan fungsi

yang paling penting dalam hubungan internasional antar negara, berupa

48

Ibid. h.61.

Page 56: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

44

kewajiban perwakilan diplomatik untuk selalu berusaha dalam menjaga

hubungan antar negara pengirim dan penerima serta meningkatkannya dengan

usaha-usaha dan cara-cara diplomasi. Cara-cara diplomasi Indonesia dalam

mengembangkan hubungan dengan negara lain adalah melalui diplomasi

politik, diplomasi ekonomi, diplomasi social budaya dan penerangan, serta

diplomasi hankam.

Selain fungsi tersebut diatas, perwakilan diplomatik dapat juga

menjalankan tugas dan fungsi konsuler, seperti pencatatan tentang kelahiran,

perkawinan, perceraian, dan pencatatan kematian serta mengenai masalah

harta waris dari semua warga negaranya yang berada di negara penerima.

Fungsi konsuler ini dapat ditemukan dalam pasal 5 Konvensi Wina tahun

1963 tentang hubungan konsuler.

3. Kekebalan dan Keistimewaan Perwakilan Diplomatik

Menurut sejarahnya kekebalan dan keistimewaan diplomatik yang

dipratekkan dalam hubungan antar negara bermula dari hukum kebiasaan

internasional yang memberikan keistimewaan dan kekebalan itu kepada

kepala negara yang berdaulat dari suatu negara sahabat yang memasuki

wilayah dalam kedaulatan negara lain. Kepala negara yang berdaulat tersebut

berhak mendapatkan hak-hak istimewa dan upacara kehormatan yang pantas

bagi status dan martabatnya dan mempunyai kekebalan penuh terhadap

jurisdiksi sipil dan pidana dari negara yang ia kunjungi. Kemudian dalam

Page 57: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

45

perkembangan sejarah hak-hak istimewa dan kekebalan ini diberikan kepada

Duta perwakilan yang mewakili negara-negara.49

Hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik ini menjadi dasar hubungan

diplomatik dan fungsi perwakilan diplomatik pertama diatur dalam suatu

undang-undang oleh Inggris pada tahun 1706 yang dikenal sebagai 7 Anne

Cap. 12-2, 706 yang menyatakan bahwa “ Setiap wakil asing haruslah

dianggap suci dan tidak dapat diganggu gugat” ( Inviolability). Para pejabat

diplomatik yang dikirimkan oleh setiap negara ke negara lainnya telah

dianggap memiliki suatu sifat suci yang khusus, sebagai konsekuensinya

maka mereka telah diberikan kekebalan dan keistimewaan diplomatik

tersebut.50

Kemudian pada abad pertengahan ke 18 aturan-aturan kebiasaan hukum

internasional mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah mulai

ditetapkan termasuk harta milik, gedung perwakilan dan komunikasi para

diplomat.51

Selanjutnya pada abad ke 19 setelah berhasilnya kongres Wina

tahun 1815 yang disusul dengan Kongres Aix-La-Chapelle pada tahun 1818

yang mengatur mengenai ketentuan-ketentuan diplomatik yang pada akhirnya

ketentuan-ketentuan mengenai hak kekebalan dan keistimewaan diplomatik

dikukuhkan dalam konvensi Wina tahun 1961, Konvensi Wina tahun 1963,

49

Sir Ernest Satow, A Guide to Diplomatic Practice, Fourth Edition, Longman Green an Co Ltd, London and Harlow, 1957, h. 5-17.

50 Soemaryo Suryokusumo, Hukum Dilomatik, Teori dan Kasus, Edisi Pertama, Cetakan

1, Bandung: Penerbit Alumni, 1995, h. 51. 51

Ibid. h. 52.

Page 58: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

46

dan Konvensi New York tahun 1969.

Di dalam Konvensi Wina tahun 1961 secara jelas disebutkan tujuan hak-

hak istimewa dan kekebalan diplomatik pada konsiderannya, yang

menyatakan:

“Tujuan hak-hak istimewa dan kekebalan kekebalan tersebut bukan untuk

menguntungkan orang perorangan tetapi untuk membantu pelaksanaan

yang efisien fungsi-fungsi misi diplomatik sebagai wakil dari negara”.52

Hak-hak kekebalan dan keistimewaan perwakilan diplomatik dalam Konvensi

Wina tahun 1961 antara lain: (1) Kekebalan pejabat atau agen diplomatik; (2)

Keistimewaan pejabat atau agen diplomatik.

Kekebalan pejabat atau agen diplomatik meliputi antara lain :53

1) Kekebalan terhadap jurisdiksi pidana di negara penerima;

2) Kekebalan terhadap jurisdiksi perdata di negara penerima;

3) Kekebalan terhadap perintah pengadilan setempat;

4) Kekebalan dalam mengadakan komunikasi, dan

5) Kekebalan gedung dan tempat kediaman perwakilan diplomatik.

Keistimewaan agen diplomatik atau perwakilan diplomatik yang

ditentukan dalam Konvensi Wina meliputi:54

Kebebasan dari kewajiban

membayar pajak; kebebasan dari kewajiban pabean; Hubungan diplomatik

52

Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi ke-2, Penerbit PT Alumni, Jakarta: Tahun 2005, h. 548.

53 Ibid.

54

Ibid.

Page 59: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

47

pada masa perang; fasilitas-fasilitas diplomatik. Dalam praktek hubungan

diplomatik antar negara penerapan keistiemawaan diplomatik berbeda, sebab

pada umumnya diatur didalam peraturan perundang-undangan nasional

masing-masing negara yang disesuaikan dengan kebiasaan internasional.

Untuk peraturan-peraturan pembebasan pajak maupun cara-cara prosedur

untuk memperolehnya berlainan antara satu negara dengan negara lainnya,

walau terdapat kesamaan-kesamaan pada prinsipnya.

Selain keistimewaan-keistimewaan yang telah dikemukakan diatas,

beberapa keistimewaan lainnya disebutkan di dalam konvensi Wina yang

terdapat dalam pasal 26 antara lain menyatakan, negara penerima harus

menjamin semua misi dalam bergerak dan bepergian diwilayahnya, namun

harus tunduk pada peraturan hukum yang melarang memasuki daerah tertentu

karena ada alasan-alasan keamanan nasional negara penerima. Pasal 20

konvensi menyatakan pula mengenai keistimewaan perwakilan diplomatik,

dinyatakan bahwa perwakilan dan kepala perwakilan diplomatik mempunyai

hak untuk menggunakan bendera dan emblem negara pengirim di gedung

misi, tempat kediaman kepala misi, dan alat-alat transportasi. Kekebalan dan

keistimewaan lainnya adalah bagi anggota keluarga pejabat atau agen

diplomatik, anggota staff administrasi dan tehnik, anggota staff pelayan misi

dan pelayan pribadi, dimuat dalam pasal 37 sampai dengan pasal 40 Konvensi

Wina.

Dengan demikian, pengertian mengenai hak kekebalan dan keistimewaan

Page 60: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

48

diplomatik telah berkembang dari masa ke masa. Hak kekebalan dan

keistimewaan diplomatik yang diberikan secara timbale balik memang mutlak

perlu dalam rangka mengembangkan hubungan persahabatan antar negara,

tanpa pandang sistem ketatanegaraan maupun sosial mereka yang berbeda.

Disamping itu, pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatik bukanlah

semata untuk kepentingan perseorangan tetapi untuk menjamin terlaksananya

tugas para pejabat diplomatik secara efisien, terutama tugas dari negara yang

diwakilinya.55

Lebih lanjut, mengenai pemberian hak kekebalan dan

keistimewaan diplomatik tersebut, pada hakikatnya merupakan bukti sejarah

diplomasi yang telah merupakan ketentuan hukum kebiasaan internasional.

4. Berakhirnya Fungsi Perwakilan Diplomatik

Fungsi perwakilan diplomatik berakhir apabila tugas yang diberikan

kepadanya telah diakhiri, atau yang bersangkutan ditarik kembali oleh negara

pengirimnya. Dalam Konvensi Wina berakhirnya fungsi perwakilan

diplomatik disebutkan dalam pasal 9 ayat (1) dan (2). Secara lebih tegas lagi

ditentukan didalam pasal 43, bahwa berakhirnya misi diplomatik seorang staf

perwakilan diplomatik apabila:56

1) Adanya pemberitahuan dari negara pengirim kepada negara penerima

55

Soemaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik, Teori dan Kasus, Edisi Pertama, Cetakan 1, Bandung: Penerbit Alumni, 1995, h. 60.

56

Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi ke-2, Penerbit PT Alumni, Jakarta, Tahun 2005, h. 538, berakhirnya fungsi seorang pejabat diplomatik secara rinci terdapat dalam buku Guide to Diplomatic Practice dari Sir Ernest Satow, Longmans, Green and Co Ltd, London and Harlow, Fourth edition, 1957, bab XXI, h. 274-302

Page 61: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

49

bahwa tugas dari pejabat diplomatik itu telah berakhir.

2) Adanya pemberitahuan dari negara penerima kepada negara pengirim

bahwa sesuai dengan pasal 9 ayat (2), negara tersebut menolak untuk

mengakui seorang pejabat diplomatik sebagai anggota perwakilan.

Begitu pula apabila negara penerima atau negara pengirim telah berhenti

sebagai subjek hukum internasional, tugas dari seorang anggota atau anggota-

anggota perwakilan diplomatik atau misi dapat berakhir.57

C. Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia

1. Perwakilan Diplomatik Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 1999

Tentang Hubungan Luar Negeri.

Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia memiliki peran yang cukup

penting dalam menjalin hubungan luar negeri dengan negara sahabat. Perwakilan

Diplomatik Republik Indonesia dituntut mampu melakukan politik luar negeri

melalui diplomasi yang aktif, kreatif, dan antisipatif, tidak sekedar hanya rutin

dan reaktif, teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes dalam

pendekatan.58

Dalam menjalankan politik luar negeri harus didasarkan pada

prinsip bebas dan aktif sesuai dengan ketentuan TAP MPR NO. IV/MPR/1999

Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

1.1 Tugas dan fungsi Perwakilan Diplomatik

57

Sumarsono Mestoko, Indonesia dan Hubungan Antarbangsa, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta: Tahun 1985, h. 46.

58

Pasal 4 Undang-Undang No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

Page 62: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

50

a. Representasi, yaitu selain mewakili pemerintah negaranya, ia juga

dapat melakukan protes, mengadakan penyelidikan dengan pemerintah

negara penerima. Ia mewakili kebijaksanaan politik pemerintah

negaranya.

b. Negosiasi, yaitu mengadakan perundingan dan pembicaraan baik

dengan negara tempat dimana ia diakreditasikan maupun dengan

negara-negara lainnya.

c. Observasi, yaitu menelaah dan meneliti setiap kejadian atau peristiwa

di negara penerima.

d. Proteksi, yaitu melindungi pribadi, harta benda, dan kepentingan-

kepentingan warga negaranya yang berada di negara penerima.

e. Persahabatan, yaitu meningkatkan hubungan persahabatan antara

negara pengirim dan negara penerima.

1.2 Tingkatan Perwakilan Diplomatik

a. Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (Ambassador), adalah tingkat

tertinggi dalam Perwakilan Diplomatik yang mempunyai kekuasaan

penuh dan luar biasa.

b. Duta (Gerzant), yaitu wakil diplomatik yang pangkatnya lebih rendah

dari duta besar.

c. Menteri Residen, seorang Menteri Residen dianggap bukan sebagai

wakil pribadi kepala negara. dia hanya mengurus urusan negara.

d. Kuasa Usaha (Charge d’ Affair), yaitu perwakilan tingkat rendah yang

Page 63: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

51

ditunjuk oleh Menteri Luar Negeri dari pegawai negeri lainnya.

e. Atase-atase, yaitu pejabat pembantu dari duta besar berkuasa penuh.

Atase terdiri dari beberapa bagian ;

a) Atase Pertahanan

b) Atase Teknis

2. Perwakilan Diplomatik Menurut Keputusan Presiden No 108 Tahun

2003 Tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri

2.1 Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi

Menurut Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi

Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, kedudukan, tugas pokok, dan

fungsi Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia sebagai berikut:59

a. Kedudukan

Kedutaan Besar Republik Indonesia adalah Perwakilan Diplomatik

yang berkedudukan di Ibu Kota Negara penerima atau di tempat kedudukan

Organisasi Internasional dan dipimpin oleh seorang Duta Besar Luar Biasa

dan Berkuasa Penuh yang bertanggung jawab kepada Presiden melalui

Menteri Luar Negeri.

b. Tugas Pokok

Tugas pokok Perwakilan Diplomatik adalah mewakili dan

59

Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri. Sebelumnya susunan Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1976 tentang pokok-pokok Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri dan telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2000 yang dianggap tidak sesuai lagi dengan tuntutan kebutuhan.

Page 64: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

52

memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan pemerintah Republik

Indonesia serta melindungi warga negara Indonesia, badan hukum

Indonesia di negara penerima dan organisasi internasional, melalui

pelaksanaan hubungan diplomatik dengan negara penerima atau organisasi

internasional, sesuai dengan kebijakan politik dan hubungan luar negeri

pemerintah Indonesia, peraturan perundang-undangan nasional, hukum

internasional, dan kebiasaan internasional.

c. Fungsi

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Perwakilan Diplomatik

Republik Indonesia menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:60

a) Peningkatan dan Pengembangan kerja sama politik dan keamanan,

ekonomi, social, dan budaya dengan negara penerima atau organisasi

internasional.

b) Peningkatan persatuan dan kesatuan, serta kerukunan antar sesama warga

negara Indonesia di luar negeri.

c) Pengayoman, pelayanan, perlindungan, dan pemberian bantuan hukum

dan fisik kepada warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia,

dalam hal terjadi ancaman atau masalah hukum di negara penerima, sesuai

dengan peraturan perundang-undangan nasional, hukum internasional, dan

kebiasaan internasional.

60

Lihat Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri

Page 65: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

53

d) Pengamatan, penilaian, dan pelaporan mengenai situasi dan kondisi negara

penerima.

e) Konsuler dan protokol.

f) Perbuatan hukum untuk dan atas nama negara dan pemerintah Republik

Indonesia dengan negara penerima.

g) Kegiatan manajemen kepegawaian, keuangan, perlengkapan, pengamanan

internal perwakilan, komunikasi, dan persandian.

h) Fungsi-fungsi lain sesuai dengan hukum dan praktek internasional.

2.2 Susunan Organisasi

Unsur-unsur susunan organisasi Perwakilan Diplomatik terdiri dari:61

a. Unsur Pimpinan yaitu Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh atau

Wakil Tetap Republik Indonesia, dan Kuasa Usaha Tetap, yang disebut

dengan Kepala Perwakilan Diplomatik.

b. Unsur Pelaksana yaitu :

1) Pejabat Diplomatik.

2) Atase Pertahanan atau Atase Teknis pada Perwakilan Diplomatik

tertentu.

c. Unsur penunjang yaitu Penyelenggara Administrasi dan

kerumahtanggaan Perwakilan Diplomatik.

Pada Perwakilan Diplomatik, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh

61

Ibid, Pasal 8

Page 66: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

54

atau Wakil Tetap Republik Indonesia dapat dibantu oleh Wakil Kepala

Perwakilan Diplomatik sebagai unsur Pimpinan sesuai dengan bobot misi dan

beban kerja, yang diatur dengan Keputusan Menteri Luar Negeri setelah

mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang

pendayagunaan aparatur negara.

Susunan organisasi Perwakilan tersebut diatas diperinci lagi didalam

Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor

SK.06/A/OT/VI/2004/01 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja yang

harus diperjuangkan oleh Perwakilan di negara penerima dan organisasi

internasional. Derajat hubungan adalah tingkat intensitas hubungan dan

kerjasama antara Indonesia dengan negara penerima dan organisasi

internasional yang didasarkan kepentingan nasional.62

D. Pengangkatan Duta Besar Sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 13 Undang-undang Dasar Tahun 1945 sebelum perubahan telah

menyebutkan bahwa kekuasaan mengangkat duta besar adalah kekuasaan

Presiden yang mandiri. Dimasa orde baru, pengisian jabatan duta besar pada

waktu itu dilakukan secara tertutup oleh Presiden dan tidak melibatkan sama

sekali peran DPR. Padahal kedudukan duta besar merupakan kedudukan yang

62

Ketentuan Umum, Pasal 1 Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor SK.06/A/OT/VI/2004/01 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia di Luar Negeri

Page 67: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

55

sangat penting dan memerlukan seleksi ketat secara terbuka dan didasarkan

pada kriteria standar yang diatur dengan jelas oleh peraturan perundang-

undangan. Didalam proses pelaksanaan pengangkatan duta besar yang

dilakukan secara tertutup itu diduga oleh banyak pihak sarat dengan

kepentingan politik dari eksekutif.

Jabatan duta besar terkadang di identikkan dengan penyingkiran seorang

tokoh politik dalam pentas politik nasional, karena beberapa kali terjadi

tokoh-tokoh politik yang “Vokal” dikirim ke luar negeri untuk dijadikan duta

besar. Di satu sisi pengangkatan duta besar pada masa orde baru diberikan

kepada tokoh politik yang pada waktu itu “pro” pada pemerintahan namun

tidak tertampung di dalam kabinet sehingga ia diberikan “Reward” menjadi

seorang duta besar untuk Republik Indonesia.

Pada bagian ini penulis akan memaparkan kasus pencalonan LetJen.

Herman Bernhard Leopold Mantiri mantan calon duta besar Republik

Indonesia untuk Australia. Sekitar bulan Maret tahun 1995 Pemerintah

Indonesia telah mencalonkan LetJen HBL Mantiri untuk menjadi duta besar

Republik Indonesia untuk Australia dan untuk itu telah dimintakan

persetujuan dari pemerintah Australia. Atas permintaan ini pemerintah

Australia pada tanggal 31 Mei telah memberikan persetujuannya kepada

Letnan Jenderal Mantiri. Persetujuan pemerintah Australia itu telah dipertegas

lagi pada tanggal 29 Juni 1995 oleh Perdana Menteri Australia Paul Keating

dengan menegaskan bahwa pemerintahannya tidak melihat situasi apapun

Page 68: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

56

dimana harus menolak pencalonan LetJen HBL Mantiri.

Tapi sebaliknya di Parlemen Australia yang terdiri dari tujuh belas

anggota yang mewakili baik golongan pemerintah maupun golongan oposisi

telah menyatakan keberatan atas pencalonan Letnan Jenderal HBL Mantiri

tersebut sebagai duta besar baru Indonesia di Canberra untuk menggantikan

yang lama. Dasar penolakan mereka karena keterlibatan Letnan Jenderal HBL

Mantiri pada peristiwa Dili 12 November 1991 yang mengakibatkan sejumlah

korban meninggal dalam peristiwa itu, yang diperkirakan berjumlah sekitar 50

sampai dengan 100 korban meninggal.63

Seperti diketahui Letnan Jenderal

HBL Mantiri adalah bekas Panglima Daerah Militer yang meliputi pula

Propinsi Timor-Timur. Walaupun sebenernya secara pribadi ia tidak terlibat

secara langsung dalam peristiwa tersebut, Jenderal HBL Mantiri sebagai

Panglima Militer tetap dianggap bertanggung jawab untuk wilayah Timor-

Timur, yang pada waktu itu oleh kelompok-kelompok hak azasi manusia

memang dianggap bertanggung jawab terhadap pembunuhan yang terjadi di

Dili pada tahun 1991.64

Penolakan seorang calon duta besar di suatu Negara memang banyak

kasusnya. Penolakan itu dapat dinyatakan bukan saja sebelum memperoleh

persetujuan (agreement) tetapi dapat pula terjadi setelah memperoleh

63

Hukum Diplomatik Kasus Pencalonan LetJen. Herman Bernhard Leopold Mantiri, mantan calon duta besar RI untuk Australia, Jakarta Post: Tanggal 3 Juli 1995

64

Ibid

Page 69: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

57

persetujuan (agreement) dari negara penerima. Bahkan calon duta besar yang

telah memperoleh persetujuan (agreement) dan telah sampai dinegara

penerima dan telah siap untuk menyerahkan surat-surat kepercayaannya dapat

pula mengalami kegagalan karena adanya peninjauan kembali atau

pertimbangan kembali terhadap pesetujuan (agreement) yang telah diberikan

oleh negara penerima.

Penolakan terhadap seorang calon duta besar dapat terjadi karena

persoalan kondisi-kondisi politik disuatu negara seperti kondisi hak azasi

manusia, kondisi lingkungan, dan kondisi demokrasi disuatu negara dapat

pula menjadi pertimbangan untuk penolakan seorang calon duta besar disuatu

negara.65

Selain itu negara penerima juga berhak melakukan penolakan

terhadap seorang calon duta besar berdasarkan penilaian perilaku maupun

kebijakan profesionalnya di masa lalu. Penolakan juga dapat terjadi apabila

seorang calon duta besar mempunyai sikap dan pandangan yang tidak

bersahabat terhadap negara penerima. Demikian pula jika calon duta besar

tersebut terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang anti negara setempat.

Hal ini terjadi pada kasus pencalonan Letnan Jenderal HBL Mantiri duta

besar Republik Indonesia untuk Australia , dimana pada waktu itu dia telah

mendapatkan persetujuan (agreement) dari pemerintah Australia, tetapi

ditengah proses tersebut Parlemen Australia melakukan peninjauan kembali

terhadap persetujuan (agreement) yang telah diberikan kepada Letnan

65

J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Vol. 2, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, h. 556

Page 70: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

58

Jenderal HBL Mantiri. Kemudian Parlemen Australia menolak terhadap

persetujuan (agreement) yang telah diberikan kepada Letnan Jenderal HBL

Mantiri dengan alasan latar belakang Letnan Jenderal HBL Mantiri yang

dianggap bertanggung jawab atas peristiwa di Dili pada 12 November tahun

1991 dimana terjadi pembunuhan yang memakan korban sekitar 50 sampai

100 jiwa.

E. Kedudukan Perwakilan Diplomatik Dalam Struktur Pemerintahan Republik

Indonesia

Penyelenggaraan hubungan luar negeri, pelaksanaan politik luar negeri serta

peranan diplomasi akan terlihat semakin jelas di masa yang akan datang. Oleh

karena itu, dunia diplomasi Indonesia tidak hanya membutuhkan pengelolaan dan

koordinasi antar berbagai stake actors melainkan juga dukungan dari semua pihak

pelaku hubungan internasional. Dalam hubungan ini, Undang-undang Nomor 37

Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-undang Nomor 24

Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, telah menegaskan kedudukan

Kementerian Luar Negeri untuk memainkan peranan utama dalam membantu

tugas-tugas Presiden menyelenggarakan hubungan luar negeri dan pelaksanaan

politik luar negeri.

Kedudukan ini menjadi penting mengingat tantangan pelaksanaan politik luar

negeri dan diplomasi Indonesia saat ini sangat kompleks dengan segala bentuk

Page 71: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

59

perubahan dalam dinamika hubungan internasional. Karena itu, Kementerian Luar

Negeri menyadari pentingnya memfokuskan kebijakan politik luar negeri pada

langkah-langkah yang mampu mewujudkan kepentingan nasional yang

diperjuangkan secara bersama. Upaya tersebut hanya dapat dilakukan secara

optimal dan efektif jika didukung oleh kemampuan dan kualifikasi sumber daya

manusia yang dibutuhkan sesuai dengan strategi kebijakan yang dilaksanakan.

Kementerian Luar Negeri terus melanjutkan proses benah diri yang juga

mencakup pengembangan kualitas sumber daya manusia sebagai penyelenggara

diplomasi utama yang handal dan profesional.

Terkait proses benah diri yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri,

sejak tahun 2002 pimpinan Kementerian Luar Negeri telah melancarkan

kebijakan “benah diri” dengan melakukan 3 (tiga) hal yaitu Restrukturisasi

Kementerian Luar Negeri, Restrukturisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar

Negeri dan Pembenahan Profesi Diplomat.66

Walaupun ketiga komponen tersebut

saling terkait, pengembangan sumber daya manusia dan pembinaan karir diplomat

merupakan hal-hal yang perlu memperoleh perhatian dan dukungan besar dan

dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, serta diperlukan langkah-langkah

pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia secara terus-

menerus dan komprehensif.

Kementerian Luar Negeri sebagai bagian dari perangkat pemerintah yang

66

Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Departemen Luar Negeri, “Organisasi Departemen Luar Negeri”, makalah disampaikan pada Diklat Sespim Tingkat III dan Sesdilu Angkatan XXXVI, (Pusdiklat Deplu, tanggal 5 Juni 2006), h.7

Page 72: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

60

menjalankan sebagian tugas pokok pemerintah, bertugas membantu Presiden

dalam menyelenggarakan hubungan luar negeri dan melaksanakan politik luar

negeri. Agar mampu melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensinya, dan

mencapai hasil sebagaimana diharapkan serta bersikap transparan dan akuntanbel

dalam pelaksanaan tugas tersebut, Kementerian Luar Negeri merumuskan

kebijakan dan strategi pencapaian tujuan dan sasarannya setelah melakukan

penilaian terhadap lingkungan strategic domestic (nasional) dan lingkungan

strategic eksternal (regional dan global).67

Dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar

Negeri ditetapkan bahwa Menteri Luar Negeri menyelenggarakan sebagian tugas

umum pemerintah dan pembangunan dalam bidang Hubungan Luar Negeri dan

Politik Luar Negeri. Hal yang sama juga ditegaskan dalam pasal 31 Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,

Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Luar Negeri Republik

Indonesia, bahwa Kementerian Luar Negeri memiliki tugas membantu Presiden

dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang politik luar

negeri dan hubungan luar negeri.

Untuk itu, Kementerian Luar Negeri memberikan nasehat kepada Presiden

dan memiliki tanggung jawab secara keseluruhan untuk memformulasikan dan

melaksanakan politik luar negeri Indonesia. Kementerian Luar Negeri merancang

67

Rencana Strategik Departemen Luar Negeri Republik Indonesia Tahun 2004-2009, Departemen Luar Negeri, h.13

Page 73: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

61

kepentingan-kepentingan luar negeri Indonesia, membuat rekomendasi atas

kebijakan atau politik dan tindakan di masa mendatang, serta mengambil langkah-

langkah yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan atau politik tersebut.

Kementerian Luar Negeri juga bertugas mempertahankan kontak dan hubungan

antara Indonesia dengan negara-negara lain, memberi nasehat pada Presiden atas

pengakuan negara baru dan pemerintahan baru, menegosiasikan perjanjian-

perjanjian serta kesepakatan dengan negara asing, dan berbicara atas nama

Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi internasional utama

lainnya. Selain itu, juga bertugas mempertahankan lebih dari 119 pos diplomatik

dan konsulat diseluruh dunia.

Salah satu program-program operasional Kementerian Luar Negeri dalam

kategori pemantapan organisasi Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan

Republik Indonesia di luar negeri. Kemudian, peningkatan koordinasi antara

Kementerian Luar Negeri dan instansi pemerintah pusat dan daerah dalam

penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri.68

Pemantapan organisasi Perwakilan Republik Indonesia terutama Perwakilan

Diplomatik Republik Indonesia dan peningkatan koordinasi antar depatemen dan

instansi pemerintah adalah sangat menentukan dan mempengaruhi kedudukan

Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia dalam struktur pemerintahan yang

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedudukan Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia secara resmi tertera

68

Ibid, h. 50

Page 74: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

62

di dalam Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003. Pada pasal 1 nomor (1)

menyatakan :

“Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, yang selanjutnya disebut

Perwakilan adalah Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsuler Republik

Indonesia yang secara resmi mewakili dan memperjuangkan kepentingan

Bangsa, Negara, dan Pemerintah Republik Indonesia secara keseluruhan di

Negara penerima atau pada Organisasi Internasional”.

Sedangkan nomor (4) menyatakan bahwa :

“Perwakilan Diplomatik adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia dan

Perurusan Tetap Republik Indonesia yang melakukan kegiatan diplomatik di

seluruh wilayah Negara penerima atau pada Organisasi Internasional untuk

mewakili dan memperjuangkan kepentingan Bangsa, Negara, dan Pemerintah

Republik Indonesia”.

Pasal 2 ayat (2) :

Perwakilan Diplomatik meliputi;

a. Kedutaan Besar Republik Indonesia;

b. Perurusan Tetap Republik Indonesia.

Pasal-pasal tersebut telah memberikan penjelasan dan uraian mengenai

Perwakilan Diplomatik dan kedudukannya. Lebih lanjut, pasal-pasal Keputusan

Presiden tersebut memberikan pula penjelasan yang berhubungan dengan

kedudukan Perwakilan Diplomatik dalam hubungan anatara dua negara atau

bilateral.

Page 75: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

63

Pasal 3 ayat (1) menyatakan:

“Perwakilan Diplomatik berkedudukan di Ibu kota Negara Penerima atau

ditempat kedudukan Organisasi Internasional, dipimpin oleh seorang Duta

Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh yang bertanggung jawab kepada

Presiden melalui Menteri Luar Negeri”.

Pasal 3 ayat (4) menyatakan:

“Pembinaan dan pengawasan terhadap Perwakilan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) secara operasional dan administratif

dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab Menteri Luar Negeri”.

Pasal 23 yang menyatakan :

“Penetapan susunan organisasi dan tata kerja masing-masing Perwakilan

ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri setelah mendapat persetujuan tertulis

dari Menteri yang bertanggung jawab dibidang pendayagunaan aparatur

negara berdasarkan kepentingan nasional, bobot misi, kegiatan, intensitas,

dan derajat hubungan Indonesia dengan negara penerima”.

Pasal 24 ayat (1) menyatakan :

“Pengawasan dan pengendalian terhadap tugas dan fungsi Perwakilan serta

hal-hal yang menyangkut penerimaan dan pengeluaran keuangan di

Perwakilan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku”.

Ayat (2) menyatakan pula :

“Kepala Perwakilan wajib melakukan pengawasan dan pengendalian internal

Page 76: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

64

untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja Perwakilan”.

Dari pasal-pasal yang disebutkan diatas, maka dapat dikemukakan bahwa :

1) Perwakilan Diplomatik adalah salah satu Perwakilan Republik Indonesia

di luar negeri yang merupakan aparatur negara yang mewakili kepentingan

Negara Republik Indonesia secara keseluruhan di negara lain dan

organisasi internasional.

2) Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia yang kegiatan nya meliputi

semua kepentingan negara Indonesia dan yang wilayah kerjanya meliputi

seluruh wilayah negara penerima adalah Kedutaan Besar Republik

Indonesia yang dipimpin oleh seorang Duta Besar Luar Biasa dan

Berkuasa Penuh yang bertanggung jawab kepada Presiden melalui

Menteri Luar Negeri.

3) Kedudukan Perwakilan Diplomatik dalam Struktur Organisasi

Pemerintahan menurut tugas dan fungsi pemerintahan Departemen adalah

dibawah pembinaan, pengawasan, serta tanggung jawab Menteri Luar

Negeri, yang merumuskan tugas, fungsi, jenjang, susunan organisasi dan

tata kerja masing-masing perwakilan setelah mendapatkan persetujuan

dari Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang penertiban dan

penyempurnaan aparatur negara.

Dari Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri

Luar Negeri Nomor SK.06/A/OT/VI/2004/01 merupakan tindak lanjut dari

Page 77: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

65

pengaturan Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia serta Perwakilan Republik

Indonesia lainnya dapat diketahui bahwa kedudukan Perwakilan Diplomatik

Republik Indonesia adalah sebagai suatu organisasi perwakilan pemerintah yang

tugas pokok dan fungsinya dirumuskan oleh Menteri Luar Negeri yaitu melalui

pelaksanaan hubungan diplomatik, mewakili, dan memperjuangkan kepentingan

Bangsa, Negara, dan Pemerintah Republik Indonesia serta melindungi segenap

Warga Negara Indonesia, Badan Hukum Indonesia di negara penerima atau di

organisasi internasional, sesuai dengan kebijakan politik dan hubungan luar

negeri Pemerintah Republik Indonesia, peraturan perundang-undangan nasional,

hukum internasional, dan kebiasaan internasional.

Kedudukan Perwakilan Diplomatik atau Kedutaan Besar Republik Indonesia

di dalam pemerintahan Kementerian sebagai lembaga eksekutif dalam sistem

pemerintahan negara akan berkaitan dengan tugas, fungsi, dan kedudukan

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia sebagai bagian dari pemerintah

Negara Republik Indonesia yang bertugas menyelenggarakan sebagian urusan

pemerintahan di bidang politik dan hubungan luar negeri.69

Semua tugas, fungsi,

dan kedudukan Perwakilan Diplomatik secara administrative dan teknis

operasional dirumuskan oleh Menteri Luar Negeri sebagai Pembina, pengawas,

dan penanggung jawab langsung Perwakilan Diplomatik kepada Presiden.

69

Pasal 2, Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor 02/A/OT/VIII/2005/01 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri dan Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor 01/A/OT/I/2006/01 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor 02/A/OT/VIII/2005/01 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri.

Page 78: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

66

BAB IV

ANALISIS PERAN DPR DALAM PENGANGKATAN DUTA BESAR

SESUDAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TAHUN 1945

A. Menguatnya Kekuasaan DPR dalam Fungsi Pengawasan

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan oleh MPR

bermakna besar dan meluas bagi penyelenggaraan tatanan kehidupan Bernegara

secara beradab dan demokratis. Penyempurnaan arti pemisahan kekuasaan

(separation of power) dan pembagian kekuasaan (distribution of power) sebagai

pijakan penyelenggaraan negara, pengembalian makna kedaulatan kepada rakyat

sepenuhnya, serta pengaturan secara lengkap hak asasi manusia dalam Undang-

Undang Dasar, telah menjadikan identitas bangsa Indonesia sebagai negara

hukum, negara konstitusional, dan negara yang berkedaulatan rakyat atau negara

demokrasi.

Di dalam negara yang menganut sistem demokrasi keberadaan lembaga

perwakilan hadir sebagai suatu keniscayaan. Keberadaan DPR sebagai salah satu

lembaga perwakilan di Indonesia merupakan komponen dalam politik dan

kekuasaan yang hadir sebagai bentuk kristalisasi dari kehendak rakyat serta

penyalur aspirasi rakyat, dengan memiliki fungsi dalam tiga wilayah yakni; fungsi

penyusunan anggaran, fungsi legislasi atau pembuatan Undang-Undang, dan

fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.

Page 79: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

67

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen fungsi DPR

tersebut semakin dipertegas dengan lebih menguatkan peran DPR dalam fungsi

legislasi dan fungsi pengawasan. Kenyataan ini terlihat dari keberadaan Presiden

yang tidak lagi memegang kekuasaan dalam membuat Undang-Undang

melainkan sudah berpindah tangan menjadi kekuasaan DPR. Presiden hanya

mempunyai hak untuk mengajukan rancangan Undang-Undang. Apabila

mengkaji perubahan itu dengan teori trias politica dari Montesquie dimana

lembaga legislatif merupakan pemegang Kekuasaan dalam bidang legislasi, maka

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 kecil artinya. Kranenburg 70

menjabarkan

trias politica dalam dua arti yaitu : functie (fungsi) dan organ (badan atau

lembaga). Berdasarkan pendapat itu, maka yang bergeser adalah fungsi nya,

sedangkan organ pembentuk Undang-Undang tetap sama yaitu, DPR dan

Presiden.

Sedangkan dalam fungsi pengawasan perubahan itu semakin nampak

dengan diberikan hak-hak kepada DPR guna menjalankan fungsi pengawasannya,

hak-hak tersebut yaitu ; hak angket, hak interpelasi, dan hak menyatakan

pendapat. Kemudian bagi setiap anggota DPR diberikan hak mengajukan

pertanyaan, hak menyatakan usul dan pendapat serta sekaligus hak imunitas.

Pengawasan DPR juga terlihat dari berbagai kebijakan dan agenda-agenda

70

Kranenburg dalam A. Hamid S. Attamimi, “Peran Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV”, (Disertasi, Pascasarjana UI, Jakarta, 1990), h. 166.

Page 80: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

68

pemerintah yang terkait dengan peran dan fungsi DPR. Ada yang melalui

persetujuan, pertimbangan, serta adapula yang pelaksanaannya ditentukan dengan

dibuatnya Undang-Undang yang tentunya melibatkan peran DPR.

Pengawasan DPR juga dilakukan melalui keterlibatan DPR dalam proses

pemilihan dan pengangkatan pejabat-pejabat publik yang ditetapkan oleh

pemerintah berdasarkan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-

Undang lainnya. Dalam pengangkatan duta besar dan penerimaan duta besar dari

negara sahabat, pengangkatan Gubernur BI, pengangkatan dan pemberhentian

panglima TNI, serta pengangkatan dan pemberhentian Kapolri harus terlebih dulu

melalui pertimbangan dan persetujuan DPR.

Untuk pengangkatan duta besar yang akan ditempatkan di negara sahabat,

Presiden terlebih dahulu meminta pertimbangan DPR. Ketentuan demikian adalah

isyarat dari pasal 13 ayat (2) amandemen Undang-Undang Dasar 1945, dimana

dalam hal pengangkatan duta besar tidak lagi hak prerogatif Presiden sepenuhnya

tetapi juga hak dari DPR untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan controlnya

terhadap pemerintah. Duta besar sebagai wakil negara guna melakukan tugas

hubungan dan politik luar negeri dengan membawa serta kepentingan bangsa

yang juga kepentingan rakyat secara keseluruhan. DPR sebagai lembaga

perwakilan yang dijadikan tempat untuk menyalurkan setiap kepentingan rakyat,

dianggap penting agar memberikan pertimbangan terhadap duta besar yang akan

bertugas untuk menjalin hubungan dan kerjasama di negara sahabat.

Page 81: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

69

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah memberikan Kekuasaan

yang cukup besar kepada DPR sebagai lembaga perwakilan, terutama dalam

fungsi pengawasannya. Kemudian perubahan Undang-Undang Dasar 1945 juga

telah menggeser paradigma dari executive heavy menjadi legislative heavy. Hal

ini dapat diperhatikan dari reduksi kekuasaan pasal-pasal mengenai presiden.

Sebaliknya terjadi penguatan kekuasaan dalam ketentuan pasal-pasal mengenai

DPR.

B. Pengangkatan Duta Besar Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Dalam pengangkatan duta besar yang akan ditempatkan di negara sahabat,

presiden terlebih dahulu mendengarkan pertimbangan DPR. Hal ini diatur dalam

perubahan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 13 ayat (2) yang menyatakan

“Dalam pengangkatan duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan

Perwakilan Rakyat”. Ini memungkinkan partisipasi DPR dalam pengangkatan

duta besar, sehingga Kekuasaan untuk mengangkat duta besar tidak semata-mata

hak prerogatif Presiden. Namun juga merupakan hak DPR dalam fungsi

pengawasan untuk mempertimbangkan setiap duta besar yang akan ditempatkan

di negara sahabat yang tentunya akan membawa kepentingan negara berarti juga

kepentingan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Adapun mekanisme pembahasan calon Duta Besar Republik Indonesia

untuk negara sahabat tertuang dalam pasal 203 Peraturan DPR No. 1 Tahun 2014

tentang Tata Tertib sebagai berikut :

Page 82: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

70

1. Surat mengenai pencalonan Duta Besar Republik Indonesia untuk negara-

negara sahabat yang disampaikan oleh Presiden, setelah diterima oleh

pimpinan dewan, segera diberitahukan atau diumumkan dalam Rapat

Paripurna tanpa menyebutkan nama negara penerima atau pengirim.

2. Hasil Pembahasan Komisi I dilaporkan kepada pimpinan dewan untuk

selanjutnya disampaikan kepada Presiden secara rahasia.71

Terlepas dari hal itu ketentuan pasal 13 ayat (2) tersebut menimbulkan

polemik dalam berbagai penafsiran. Bagi DPR Pasal ini dijadikan dasar untuk

melakukan dengar pendapat melalui penilaian uji visi dan misi kepada calon duta

besar yang dipilih presiden. Namun kemudian DPR melalui komisi I membuat

kriteria untuk mempertimbangkan keabsahan seorang calon duta besar. Kriteria

tersebut diantaranya ; Pertama, soal usia seorang calon duta besar. Kedua,

kemampuan diplomasi seorang calon duta besar. Ketiga, penampilan calon duta

besar. Keempat, kemampuan calon duta besar dalam menyampaikan visi dan

misi. Kelima, pengetahuan tentang materi politik luar negeri dan pengetahuan

tentang negara yang dituju. Dari kriteria tersebut dapat dijadikan acuan lulus atau

tidaknya calon duta besar. Sedangkan bagi Presiden menganggap bahwa peran

DPR hanya untuk mengesahkan calon duta besar yang dipilihnya.

Pengaturan lain tentang Duta Besar Republik Indonesia dapat dilihat

dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

71

Pasal 203 Peraturan DPR RI No 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib

Page 83: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

71

Pasal 6 menyebutkan kewenangan penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan

Pelaksanaan Politik Luar Negeri berada ditangan Presiden. Dalam pasal 29

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 disebutkan bahwa Duta Besar Luar Biasa

dan Berkuasa Penuh diangkat dan diberhentikan oleh presiden, dan merupakan

wakil negara dan bangsa serta menjadi wakil pribadi Presiden Republik

Indonesia.72

Dalam TAP MPR NO. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan

Negara (GBHN) pada bab IV mengenai arah kebijakan hubungan luar negeri.

Pada huruf C menyebutkan “Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar

negeri agar mampu melakukan diplomasi proaktif dalam segala bidang untuk

membangun citra positif Indonesia di dunia Internasional, memberikan

perlindungan dan pembelaan terhadap warga negara dan kepentingan Indonesia,

serta memanfaatkan setiap peluang positif bagi kepentingan nasional”. Sedangkan

dalam huruf D disebutkan bahwa “Meningkatkan kualitas Diplomasi guna

mempercepat pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional, melalui kerja sama

ekonomi regional maupun Internasional dalam rangka stabilitas, kerja sama, dan

pembangunan kawasan”.73

Bertitik tolak pada TAP MPR NO. IV/MPR/1999, adapun peningkatan

kualitas kinerja aparatur luar negeri dalam hal calon duta besar Republik

72

Lihat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri 73

Lihat Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999-2004

Page 84: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

72

Indonesia untuk ditempatkan di suatu negara sangatlah perlu dan penting, guna

mampu melakukan diplomasi proaktif dalam segala bidang untuk mengangkat

dan membangun citra Indonesia di dunia internasional. Calon duta besar juga

harus memiliki kualitas diplomasi, baik pemahaman maupun pengalaman dalam

bidang diplomasi. Hal ini bertujuan untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan

pembangunan nasional serta berbagai krisis yang dihadapi. Menurut Haslim

Djalal sebagai mantan duta besar Republik Indonesia berpendapat bahwa TAP

MPR NO. IV/MPR/1999 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mengenai

arah kebijakan hubungan luar negeri dapat dijadikan visi dan misi diplomasi

Indonesia.

C. Mekanisme Pertimbangan DPR Dalam Pengangkatan Duta Besar

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 13 ayat (1) dan (2) berbunyi

sebagai berikut :

(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.

(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan perimbangan Dewan

Perwakilan Rakyat.

Dari ketentuan pasal diatas yang menjadi dasar bagi DPR untuk berperan

dalam hal pengangkatan duta besar berupa pemberian pertimbangan terhadap

calon duta besar yang diajukan oleh Presiden. Kemudian DPR melalui pimpinan

dewan melimpahkan Kekuasaan tersebut kepada komisi, dalam hal ini komisi

yang membidangi masalah yang bersangkutan.

Komisi I sebagai alat kelengkapan DPR yang membidangi hubungan luar

Page 85: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

73

negeri, yang selanjutnya komisi ini menentukan agenda rapat, kemudian

memanggil calon duta besar untuk melakukan pembahasan melalui Rapat Dengar

Pendapat Umum (RDPU). Pada pasal 245 Peraturan DPR RI No. 1 Tahun 2014

tentang tata tertib disebutkan bahwa “Rapat Dengar Pendapat Umum ialah rapat

antara komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, atau panitia

khusus dan perseorangan, kelompok, organisasi atau badan swasta, baik atas

undangan pimpinan DPR maupun atas permintaan yang bersangkutan yang

dipimpin oleh pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Badan

Legislasi, pimpinan Badan Anggaran, atau pimpinan panitia khusus.” Dalam

Rapat Dengar Pendapat Umum itulah dilakukan clarification hearing, atau dengar

pendapat ataupun pembahasan bersama antara DPR dengan calon Duta Besar RI

sebelum dilakukan pertimbangan oleh DPR.

Dalam hal pelaksanaan diatas komisi I juga mengacu pada pasal 73 ayat

(1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 Tentang Susunan dan Kedudukan

anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dimana disebutkan bahwa “DPR dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta pejabat negara, pejabat

pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan

tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan bangsa dan negara.”74

Dalam prakteknya berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, didahului

oleh presiden mengajukan surat pencalonan duta besar kepada DPR untuk

mendengarkan pertimbangan dari DPR. Surat mengenai pencalonan Duta Besar

74

Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang No 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD

Page 86: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

74

RI untuk negara-negara sahabat yang disampaikan oleh Presiden, setelah diterima

oleh pimpinan Dewan, segera diberitahukan atau diumumkan dalam Rapat

Paripurna waktu terdekat tanpa menyebut nama dari negara penerima. Rapat

Paripurna kemudian langsung menugaskan kepada Komisi I untuk membahasnya

secara rahasia. Dalam pembahasan tersebut atau dalam melakukan dengar

pendapat dengan para calon duta besar, Komisi I wajib memberikan saran,

masukan terhadap prioritas yang harus dikerjakan, catatan atau keberatan, tetapi

bukan penolakan. Kemudian Komisi I melakukan diskusi internal untuk

memberikan penilaian yang nantinya akan dijadikan pertimbangan terhadap calon

duta besar yang diajukan oleh Presiden.

Berbeda dengan persetujuan, dalam hal pertimbangan yang dilakukan oleh

Komisi I ini tidak perlu dilakukan Fit and Proper Test terhadap calon yang akan

ditempatkan dalam suatu jabatan. Fit and Proper Test sendiri adalah uji

kelayakan ataupun kepatutan, misalnya pada calon Hakim Agung atau anggota

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM) mengenai data pribadi,

penjabaran terhadap visi dan misi kerja serta pengalaman dalam berkarir. Hasil uji

kelayakan itu sangat menentukan bagi lulus atau tidaknya terhadap calon yang

melakukan uji tersebut dan sifat dari persetujuan adalah mengikat.

Terdapat tujuh kriteria dan dasar pertimbangan yang disiapkan oleh

Komisi I untuk memberikan pertimbangan kepada presiden, kriteria tersebut

antara lain :

a. Memiliki kemampuan diplomasi yang mencakup komunikasi, konseptual, dan

Page 87: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

75

kemampuan argumentasi

b. Memiliki kemampuan bahasa asing, minimal bahasa Inggris dan atau bahasa

setempat

c. Memiliki latar belakang pendidikan minimal S1 (strata satu)

d. Memiliki kemampuan professional dan manajerial

e. Tidak cacat moral dan tidak ada indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme

f. Memiliki integritas dan loyalitas tinggi terhadap bangsa dan negara

g. Memiliki pengalaman yang panjang terhadap profesi dalam bidangnya

Kemudian seluruh hasil dari diskusi internal Komisi I berikut dengan

pertimbangannya tersebut dibawa ke Rapat Paripurna untuk pengesahan.

Mengingat seluruh fraksi terwakili di Komisi I, maka logikanya Rapat Paripurna

hanya merupakan tempat pengesahan. Setelah disahkan, lewat pimpinan Dewan

untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden secara rahasia.

Apapun hasil pembahasan di DPR itu tentunya tidak bersifat mengikat

bagi Presiden. Presiden dapat saja memperhatikan pertimbangan tersebut, ataupun

dengan berbagai perhitungannya Presiden dapat saja mengabaikan hasil

pertimbangan yang diberikan oleh DPR. Menurut kebiasaan diplomatik, setelah

mendapat hasil keputusan pertimbangan oleh DPR, kemudian Presiden melalui

Kementerian Luar Negeri RI mengajukan nama calon duta besar kepada negara

penerima untuk meminta persetujuan (agreement). Dalam kurun waktu yang tidak

lama, tentunya melalui proses verifikasi, negara penerima menyampaikan

persetujuan untuk menerima atau tidak menerima nama calon duta besar yang

Page 88: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

76

akan ditempatkan.

Dengan mendapat persetujuan dari negara penerima, maka calon duta

besar yang telah melewati prosedur yang telah dijelaskan diatas, sudah dapat

ditempatkan, dan dapat langsung menjalankan tugasnya secara maksimal untuk

menjalin hubungan dan kerjasama dengan negara penerima, yang tentunya

membawa misi bangsa dan negara serta kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

D. Implikasi Hukum Pertimbangan DPR dalam Pengangkatan Duta Besar oleh

Presiden

Pada naskah asli Undang-Undang Dasar 1945 pasal 13 ayat (1)

menyebutkan “Presiden mengangkat duta dan konsul”. Untuk itu pada masa lalu

pengangkatan duta besar merupakan hak prerogatif Presiden sepenuhnya, dimana

duta besar merupakan wakil dari Presiden, diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden serta merupakan bagian dari pemerintah yang berada dibawah

Kementerian Luar Negeri untuk melaksanakan politik dan hubungan luar negeri

sebagai wakil bangsa dan negara Republik Indonesia.

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 13 ayat (2)

menyebutkan “Dalam hal pengangkatan duta, Presiden memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan rakyat”. Makna dari pasal tersebut berarti telah

memberikan kewenangan kepada DPR untuk terlibat dalam pengangkatan duta

besar yang semula adalah hak prerogatif Presiden sepenuhnya. Keterlibatan peran

DPR sebagaimana yang tercantum pada pasal diatas adalah kewenangan

Page 89: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

77

memberikan pertimbangan terhadap calon duta besar yang telah diajukan oleh

Presiden sebelum penempatannya di negara sahabat. Kewenangan DPR tersebut

merupakan pelaksanaan dalam hal agenda pengangkatan pejabat-pejabat yang

memerlukan pembahasan bersama antara Presiden dengan DPR.

Sebelum kita menelaah lebih jauh mengenai peran DPR dalam

memberikan pertimbangan, terlebih dahulu kita lihat dari berbagai aspek yang

berbeda namun satu sama lain saling berkaitan sehingga dapat menjelaskan

maksud dari kewenangan DPR tersebut, yaitu; aspek politik, aspek historis, dan

aspek hukum.

1. Aspek politik, kedudukan DPR sebagai lembaga representasi rakyat

merupakan komponen utama politik dan kekuasaan, di sisi lain duta besar

yang bertugas untuk melaksanakan hubungan dan kerjasama dengan negara

lain sebagai wakil bangsa dan Negara Republik Indonesia, yang berarti juga

turut membawa serta kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Maka guna

mendapatkan sosok duta besar yang dapat mewakili dan mampu

memperhatikan serta memperjuangkan kepentingan rakyat secara sungguh-

sungguh, para calon duta besar yang akan ditempatkan di Negara sahabat

harus dilakukan hearing terlebih dahulu dengan DPR. Supaya duta besar yang

terpilih mengerti dan menangkap pesan-pesan politik rakyat Indonesia

sehingga mampu memperjuangkan kepentingan rakyat demi meningkatkan

kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Aspek historis, sebelum diamandemen nya pasal 13 ayat (2) Undang-

Page 90: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

78

Undang Dasar Tahun 1945, pengangkatan duta besar merupakan ajang

menyingkirkan dan pembuangan “lawan politik” dari pemerintah, sehingga

pada waktu itu ada istilah “di-dubes-kan”. Pengangkatan duta besar terkesan

merupakan pos akomodasi orang-orang tertentu sehingga aspek kualitas dan

kepentingan diplomasi itu terabaikan. Mengingat duta besar merupakan alat

negara untuk menjalin hubungan dan kerjasama dengan negara penerima baik

dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain. Begitu pentingnya arti

duta besar untuk kepentingan diplomasi bagi sebuah negara dan bangsa, agar

kedepan nya tidak terulang lagi pengangkatan duta besar sebagai tempat

pembuangan politik, pensiunan, dan militer. Untuk menghindari hal tersebut

diatas maka para wakil politik di MPR membuat kesepakatan bahwa demi

meningkatkan kualitas duta besar Negara Republik Indonesia, hendaknya

setiap calon duta besar yang diajukan oleh Presiden melibatkan juga peran

DPR untuk membahas bersama melalui proses pertimbangan. Hal ini

dilakukan agar tidak ada lagi istilah “di-dubes-kan” dan terciptanya kualitas

diplomasi yang baik serta mewujudkan politik luar negeri yang bebas-aktif.

3. Aspek hukum, peran DPR dalam memberikan pertimbangan kepada setiap

calon duta besar adalah hak yang diberikan oleh konstitusi. Hak ini diberikan

sebagai bagian dari tugas DPR dalam fungsi pengawasan terhadap setiap

kebijakan dan agenda-agenda pemerintah yang akan dijalankan. Di negara

Amerika Serikat yang menganut sistem presidensiil secara murni, sekalipun

dalam hal pengangkatan duta besar harus terlebih dahulu mendapat

Page 91: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

79

persetujuan dari parlemen. Untuk itu tepat kiranya bagi konstitusi Indonesia

untuk melibatkan peran DPR dalam pengangkatan duta besar sebelum

ditempatkan di negar-negara sahabat. Dengan adanya mekanisme

pengangkatan duta besar melalui pertimbangan DPR, diharapkan di masa

yang akan datang sosok duta besar RI adalah benar-benar orang yang

memiliki kemampuan menjalankan tugas dan peran nya secara maksimal

sebagai wakil bangsa di negara lain untuk memajukan hubungan dan

kerjasama antar kedua belah negara.

Dari ketiga sudut pandang tersebut peran DPR dalam memberikan

pertimbangan terhadap calon duta besar ternyata sangatlah perlu dan penting serta

dijamin secara konstitusional. Hal ini guna meningkatkan kualitas peran

diplomasi duta besar di dunia internasional.

Diplomasi sendiri merupakan usaha meyakinkan pihak atau negara lain

untuk dapat memahami, membenarkan, mendukung pandangan dan kepentingan

nasional kita dengan membutuhkan pengetahuan dan profesionalisme tanpa perlu

menggunakan kekerasan.

Dengan memperhatikan asas hukum, lex superion derogat legi in feriori,

maka dapat diketahui bahwa, semua peraturan perundang-undangan dibawah

Undang-Undang Dasar haruslah mengacu kepada Undang-Undang Dasar.

Kedudukan Undang-Undang Dasar sebagai hukum fundamental (Grundnorm)

untuk dijadikan dasar hukum bagi pengaturan sebuah negara, maka dalam

pelaksanaan pengangkatan duta besar Republik Indonesia pun harus merujuk pada

Page 92: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

80

dasar hukumnya, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Materi perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 pada pasal 13 ayat (2) yang berkaitan dengan pengangkatan duta

besar, dimana Presiden haruslah terlebih dahulu memperhatikan pertimbangan

DPR. Pada masa lalu pengangkatan duta besar merupakan hak prerogatif Presiden

yang tidak dapat dikontrol dan diawasi sehingga dalam pengangkatan duta telah

mengabaikan unsur professional dan tidak memperhatikan makna penting nya

duta di negara sahabat. Oleh sebab itu, Kekuasaan Presiden yang mutlak itu telah

direduksi dengan mengamanatkan perlunya memperhatikan pertimbangan DPR

dalam pengangkatan duta.

Pada tingkatan Undang-Undang hal mengenai pengangkatan duta besar

merupakan sepenuhnya hak prerogatif Presiden, sebagaimana yang termaktub

pada Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri.

Dalam Undang-Undang tersebut dikatakan bahwa kewenangan penyelenggaraan

Hubungan Luar Negeri dan Politik Luar Negeri berada ditangan Presiden.

Presiden dapat melimpahkan kewenangan tersebut kepada Menteri. Duta Besar

Luar Biasa dan Berkuasa Penuh diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, serta

merupakan wakil negara dan bangsa dan menjadi wakil pribadi Presiden Negara

Republik Indonesia.

Lebih jauh mengenai bentuk pertimbangan itu apakah sifatnya mengikat

Page 93: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

81

(Imperatif), atau sekedar sukarela (Fakultatif). Dengan pertimbangan yang

diberikan DPR apakah dapat menimbulkan akibat hukum tertentu apabila tidak

dilaksanakan oleh Presiden. Menurut Satya Arinanto,75

dari sudut pandang yuridis

sebuah pertimbangan tidaklah mengikat, artinya bisa saja Presiden setelah

memperhatikan pertimbangan tersebut kemudian membuat pertimbangan sendiri.

Lebih lanjut Satya mengatakan tidak ada kewajiban mentaati yang ditimbulkan

dari sebuah pertimbangan.

Kecuali itu memang terjadi pada setiap hasil dari pertimbangan DPR

tersebut selalu diperhatikan dan dilaksanakan oleh Presiden secara berulang-ulang

sehingga telah menjadi kebiasaan (konvensi) ketatanegaraan di Indonesia.

Menurut Ismail Suny,76

konvensi ketatanegaraan dapat diartikan sebagai

perbuatan ketatanegaraan yang dilakukan berulang-ulang sehingga dapat diterima

dan ditaati dalam praktek ketatanegaraan suatu negara, walaupun perbuatan

tersebut bukan hukum. Sedangkan K.C. Wheare berpendapat bahwa konvensi

merupakan suatu praktek tertentu dan berjalan untuk jangka waktu yang lama

bersifat persuasif, kemudian diterima sebagai suatu hal yang wajib.77

Dengan

demikian, suatu praktek ketatanegaraan yang berulang-ulang dapat menjadi

sesuatu yang wajib dan kemudian ditaati oleh penyelenggara negara sebagai

bentuk perkembangan penyelenggaraan negara.

75

Satya Arinanto, DPR Seharusnya Hanya Beri Pertimbangan, Kompas, 19 Juni 2002 76

Ismail Suny, “Pergeseran Kekuasaan Eksekutif “, Jakarta, Aksara Baru, 1977, h. 56 77

Ni’matul Huda, “Hukum Tata Negara ; Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap Konstitusi Indonesia” PSH. Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 1999, h. 180

Page 94: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

82

Namun demikian karena kewenangan DPR untuk memberikan

pertimbangan telah diatribusikan oleh konstitusi, dan hal itu bermakna sebagai

implementasi dari fungsi pengawasan DPR terhadap Presiden. Kemudian

mengingat pada masa lalu hak prerogatif Presiden dalam pengangkatan duta

dinilai tidak ada nya control dan pengawasan telah mengabaikan unsur

profesional dan pentingnya diplomasi suatu negara, untuk itu maka sebaiknya

Presiden tetap memperhatikan pertimbangan DPR tersebut. Dalam hal lain yang

harus diperhatikan oleh Presiden mengenai resiko politik yang harus ditanggung,

apabila misalnya calon duta besar yang oleh DPR disarankan untuk tidak

diangkat, tetapi dengan pertimbangan nya Presiden tetap mengangkat duta besar

tersebut. Hal ini seandainya ditengah-tengah tugasnya duta besar tersebut

melakukan kesalahan, tindakan lain yang telah merugikan bangsa dan negara atau

telah gagal menjalankan amanat negara, maka Presiden dapat dipertanyakan dan

dimintai pertanggung jawaban nya dalam hal itu, bahkan DPR bisa saja

menggunakan salah satu hak nya, yaitu mengajukan hak interpelasi terhadap

Presiden.

Presiden sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan yang

sebenarnya lebih menentukan dalam hal pengangkatan duta besar, ini lebih

dikarenakan diplomasi merupakan wilayah eksekutif. Presiden bersama dengan

Menteri Luar Negeri yang dianggap paling mengetahui dan mengerti tentang

politik dan hubungan luar negeri suatu bangsa. Akan tetapi diberbagai negara

seperti Amerika Serikat dalam hal pengangkatan duta besar turut pula melibatkan

Page 95: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

83

peran parlemen. Bagi setiap calon duta besar yang akan ditempatkan terlebih

dahulu dilakukan hearing ataupun dengar pendapat dengan parlemen, walaupun

peran parlemen sebatas exchange of views tentang prioritas yang harus dijalankan

dan diperhatikan oleh setiap calon duta besar.

Page 96: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

84

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari Perumusan masalah yang penulis kemukakan serta pembahasannya

baik yang berdasarkan teori maupun data-data yang penulis dapatkan selama

mengadakan penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagaimana telah diketahui, Perubahan Undang-Undang Dasar

1945 telah mengubah struktur ketatanegaraan secara mendasar.

Kekuasaan dalam negara pun telah bergeser dari executive heavy

menjadi legislative heavy, hal ini dapat kita lihat pada reduksi

kekuasaan dalam ketentuan pasal-pasal mengenai Presiden.

Sebaliknya terjadi penguatan kekuasaan dalam ketentuan pasal-

pasal mengenai DPR. Dalam proses pembuatan Undang-Undang

Presiden tidak lagi memegang kekuasaan, melainkan sudah

berpindah tangan kepada DPR. Presiden hanya memiliki hak

untuk rancangan Undang-Undang saja.

2. Fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPR pun sekarang

semakin menguat, terutama dalam hal mengawasi kebijakan yang

diambil oleh pemerintah. Salah satu fungsi pengawasan yang

dimiliki oleh DPR adalah memberikan pertimbangan kepada

Presiden terhadap pengangkatan duta besar, hal ini sebagaimana

Page 97: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

85

termaktub dalam pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Dasar

Tahun1945. Sebelum diamandemennya Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 proses pengangkatan duta besar sepenuhnya menjadi

kewenangan Presiden, hal ini menimbulkan duta besar yang

dipilih oleh Presiden mengabaikan aspek kualitas dan kepentingan

diplomasi.

3. Peran dari duta besar sendiri sangatlah penting, mengingat duta

besar bukan hanya sekedar sebagai wakil kepala negara di negara

sahabat tetapi seorang duta besar juga harus memiliki kemampuan

diplomasi yang handal dan harus mampu membawa kepentingan

rakyat Indonesia di dunia internasional. Dengan diadakannya

mekanisme hearing oleh DPR melalui komisi 1 selaku yang

membidangi hubungan luar negeri, diharapkan mampu

memberikan pertimbangan yang baik dan tepat kepada Presiden

untuk mengangkat duta besar yang memiliki kemampuan

diplomasi handal.

4. Dampak hukum dari sebuah pertimbangan yang diberikan oleh

DPR kepada Presiden dalam proses pengangkatan duta besar

tidaklah mengikat. Namun dalam hal ini Presiden sangat

dianjurkan untuk memperhatikan pertimbangan yang diberikan

oleh DPR. Ada hal yang diperlu diperhatikan dari sebuah

pertimbangan yang diberikan oleh DPR kepada Presiden terhadap

Page 98: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

86

pengangkatan duta besar, yaitu apabila duta besar yang diangkat

oleh Presiden telah mengabaikan pertimbangan dari DPR

dikemudian hari melakukan suatu kesalahan dan itu merugikan

kepentingan bangsa dan negara atau telah gagal menjalankan

amanat negara, maka Presiden dapat dipertanyakan dan dimintai

pertanggung jawabannya atas kebijakan yang telah diambilnya.

B. Saran

Beberapa saran yang penulis dapat berikan dengan melihat dari uraian

skripsi ini adalah sebagai berikut ;

1. Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah memberikan kekuasaan

yang cukup besar kepada DPR terutama dalam fungsi pengawasannya.

Kekuasaan yang dimiliki oleh DPR telah tercantum dalam Undang-Undang

Dasar Tahun 1945 yang merupakan The Suprime Law of The Land. Artinya,

apa yang dilakukan oleh DPR telah memiliki legitimasi secara konstitusional.

Dengan demikian perlu adanya optimalisasi kinerja dari DPR serta

menjadikannya lebih berani dalam menjalankan hak-hak kontitusionalnya.

2. Kewenangan DPR sesuai dengan pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 dalam hal memberikan pertimbangan kepada Presiden pada

pengangkatan duta besar harus disambut dengan baik dan positif. Pada masa

lalu pengangkatan duta besar merupakan hak prerogratif Presiden yang tidak

dapat dikontrol dan diawasi, sehingga aspek kualitas dan kepentingan

diplomasi sangat terabaikan. Dengan adanya ketentuan yang baru tersebut

Page 99: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

87

diharapkan terjalinnya kerjasama yang baik antara Presiden dengan DPR

dalam hal pengangkatan duta besar sehingga dapat meningkatkan

profesionalisme, kualitas diplomasi, dan netralitas kinerja duta besar RI.

Diharapkan untuk kedepannya duta besar RI yang diangkat oleh Presiden

melalui pertimbangan DPR, mampu membawa kepentingan rakyat Indonesia

didunia internasional.

3. Melihat dari sudut pandang yuridis, sebenarnya sebuah pertimbangan tidaklah

bersifat mengikat, tetapi ada baiknya Presiden tetap memperhatikan setiap

pertimbangan dari DPR. Hal ini disebabkan adanya beberapa hal yang harus

diperhatikan oleh Presiden terkait mengenai resiko politik, pertimbangan

sejarah, aspek kualitas, profesionalitas, dan pentingnya diplomasi dalam suatu

negara, serta supaya hubungan antara DPR dengan Presiden tetap terjalin

dengan baik melalui mekanisme checks and balances, untuk tetap saling

mengawasi, saling menjaga, serta saling mengkoreksi.

Page 100: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

88

DAFTAR PUSTAKA

A. Referensi Buku

Assiddiqie, Jimly. Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan

Dalam UUD RI Tahun 1945. Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas

Islam Indonesia Press, Tahun 2005.

. . . . . . . . . Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi.

Jakarta: Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi RI, Tahun 2006.

Kansil, CST. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, Cetakan

Kedelapan, Tahun 1995.

Saragih, R.Bintan. Lembaga Perwakilan Dan Pemilihan Umum di Indonesia,

Jakarta Gaya Media Pratama, Tahun 1998.

Sunny, Ismail. Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta: Aksara baru, Tahun

1997..

Thaib, Dahlan. DPR Dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia, Yogyakarta:

Liberty Tahun 2000.

Yuhana, Abdy. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945,

Bandung: Fokus Media, Tahun 2007.

Soekanto, Soerjono. Mamudji, Sri. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Tahun 1995.

. . . . . . . . . . . . Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta:

Rajawali Pers, Tahun 1995.

Soemitro, Hanitijo Ronny. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:

Ghalia Indonesia, Tahun 1998.

Ibrahim, Jhony. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normative. Malang :

Penerbit Bayu Media cetakan ketiga, 2007.

Astawa, Pantja Gede. Identifikasi Masalah Atas Hasil Perubahan UUD RI

Tahun 1945 Yang Dilakukan Oleh MPR dan Komisi Konstitusi. Seminar

Fakultas Hukum UNPAD bekerjasama dengan PERSAHI, Tahun 2004.

Soemantri, Sri. Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD RI Tahun

1945, Bandung: Citra Aditya Bakti, Tahun 1993.

Page 101: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

89

Djajiono, Legowo. Dkk. Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia: Studi

Analisis Sebelum dan Sesudah Perubahan UUD Tahun 1945, Jakarta:

FORMAPPI, Tahun 2005..

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas

Indonesia (UI press), 2008.

Pramudya, Yan. Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda Indonesia

Inggris. Semarang: CV Aneka, Tahun 1977.

Starke, J.G. Pengantar Hukum Internasional volume 2, Jakarta: Sinar Grafika,

Tahun 2007.

Manan. Bagir. DPD, DPR, dan MPR Dalam UUD RI Tahun 1945 Dalam Satu

Naskah. Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Press,

Tahun 2003.

Alan. James. Berridge, G.R. Editorial Consultant, A dictionary of Diplomacy

Library of Congress Cataloging-in Publication Data Berrideg, New York:

Tahun 2001.

Suryokusumo, Soemaryo. Hukum Diplomatik, Teori dan kasus Edisi Pertama,

Cetaka Kesatu, Bandung: Penerbit Alumni, Tahun 1995.

Mauna, Boer. Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam era

Dinamika Global edisi Kedua, Jakarta: Penerbit PT Alumni, Tahun 2005.

Satow, Ernest Sir. A Guide to Diplomatic Practice, Fourth Edition. London:

Long Man Green an Co Ltd, Tahun 1957.

Dembinski, Ludwik. The Modern Law of Diplomacy, External Missions of States

ana International Organizations. Marthinus Nijhoff Publisher, Tahun

1998.

A.K, Syahmin. Hukum Diplomatik dan Suatu Pengantar. Bandung: Penerbit CV

Armico, Tahun 1985.

Mestoko, Sumarsono. Indonesia dan Hubungan Antar Bangsa. Jakarta: Penerbit

Sinar Harapan, Tahun 1985.

Attamimi, A. Hamid S. Peran Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahaan Negara Suatu Study Analisis Mengenai

Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu

Pelita I Sampai Pelita IV. Disertasi, Jakarta: Pascasarjana Universitas

Indonesia, Tahun 1990.

Page 102: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

90

Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara; Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap

Konstitusi Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam

Indonesia, Tahun 1999.

B. Undang-Undang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri.

Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 18 Tahun 2003 Tentang

Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 1 Tahun 2014

Tentang Tata Tertib.

Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor 02/A/OT/VIII/2005/01 Tahun 2005

tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri dan

Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor 01/A/OT/I/2006/01 Tahun

2006 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor

02/A/OT/VIII/2005/01 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Departemen Luar Negeri.

Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor

SK.06/A/OT/VI/2004/01 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia di Luar Negeri.

C. Makalah, Artikel dan Jurnal

Rencana Strategik Departemen Luar Negeri Republik Indonesia Tahun 2004-

2009, Departemen Luar Negeri.

Satya Arinanto, DPR Seharusnya Hanya Beri Pertimbangan, Kompas, 19 Juni

2002

Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Departemen Luar Negeri,

“Organisasi Departemen Luar Negeri”, makalah disampaikan pada

Page 103: PERAN DPR DALAM HAL PENGANGKATAN DUTA BESAR …

91

Diklat Sespim Tingkat III dan Sesdilu Angkatan XXXVI, Pusdiklat

Deplu, tanggal 5 Juni 2006.

D. Sumber Website Online

http://www.google.co.id/tanya/thread?tid=342186c09aff08b4. diakses pada

Tanggal 15 desember 2013

Opini@Net, Kumpulan Aspirasi Masyarakat, yang disampaikan melalui

www.mpr.go.id, diakses pada tanggal 18 Agustus 20014

Y. Hartono, Artikel, SI: Dari Supremasi Eksekutif ke Supremasi Legislatif ?,

www.google.co.id

http://hamdanzoelva.wordpress.com/2008/04/28/sistem-perwakilan-rakyat-di-

indonesia/ diakses pada tanggal 15 April 2014

E. Lampiran

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan

Luar Negeri.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Tata tertib.