Upload
buimien
View
242
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN KLASIKAL
OLEH GURU BK SMK PGRI 1 SALATIGA DI SEKOLAH
YANG TIDAK ADA JADWAL MASUK KELAS
ARTIKEL TUGAS AKHIR
Oleh :
Chyntia Ayung Sidhawati
132013026
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN KLASIKAL
OLEH GURU BK SMK PGRI 1 SALATIGA DI SEKOLAH YANG TIDAK
ADA JADWAL MASUK KELAS
Oleh:
Chyntia Ayung Sidhawati
(Program Studi Bimbingan dan Konseling-KFIP-UKSW)
Pembimbing:
Drs. Sumardjono Pm., M.Pd.
Yustinus Windrawanto, S.Pd., M.Pd.
(Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling-FKIP-UKSW)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang kelebihan dan kelemahan
penyelenggaraan layanan BK secara klasikal oleh Guru BK SMK PGRI 1 Salatiga
di sekolah yang tidak ada jadwal masuk kelas. Subjek penelitian ini sebanyak 4
orang diantaranya 1 Guru BK, 2 Siswa Pengurus OSIS dan 1 Kepala Sekolah.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dengan triangulasi sumber dengan melakukan kegiatan
wawancara terhadap informan yang dibantu dengan pedoman wawancara. Hasil
penelitian yang mengacu pada Petunjuk Teknis Layanan BK, Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 111 Tahun 2014 Pasal 6 ayat (3), dan Panduan
Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah
Kejuruan, Tahun 2016 sehingga diperoleh beberapa kelebihan dan kelemahan
penyelenggaraan layanan BK di sekolah ini dalam melaksanakan Layanan BK
diantaranya meskipun tidak ada jam khusus BK, layanan BK tetap berjalan
dengan baik.
Kata kunci: Layanan Klasikal, Tidak Terjadwal, SMK
PENDAHULUAN
Seperti yang dijelaskan
(Boharudin ,2011) bahwa sejarah
lahirnya Bimbingan dan Konseling di
Indonesia diawali dari
dimasukkannya Bimbingan dan
Konseling (dulunya Bimbingan dan
Penyuluhan) pada setting sekolah.
Pemikiran ini diawali sejak tahun
1960. Hal ini merupakan salah satu
hasil Konferensi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP,
yang kemudian menjadi IKIP) di
Malang tanggal 20 – 24 Agustus
1960. Perkembangan berikutnya
tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP
Malang mendirikan jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan.
Lahirnya Kurikulum 1975
untuk Sekolah Menengah Atas
didalamnya memuat Pedoman
Bimbingan dan Penyuluhan
(Tulus,2016). Didalam kurikulum
1975, fungsi utama bimbingan adalah
membantu murid dalam masalah
pribadi dan social yang berhubungan
dengan pendidikan dan pengajaran
atau penempatan menjadi perantara
dari dalam hubungannya dengan para
guru maupun tenaga administrasi.
Buku III C sebagai pedoman
Pelaksanaan Bimbingan dan
penyuluhan (BP), terlalu menekankan
program bimbingan untuk menangani
siswa yang bermasalah, fungsi kuratif
lebih menonjol, sehingga
menyebabkan program BP menjadi
tidak menarik, bahkan dihindari oleh
siswa sekolah maupun personil
sekolah (contoh : petugas BP/ sebutan
Guru BP pada kurikulum 75,
membimbing dan menyuluh kepala
sekolah dan guru-guru mata
pelajaran, hal ini sangat sensitif dan
belum dapat diterapkan diperbagai
sekolah, sehingga layanan bimbingan
klasikal tidak terselenggara dalam
kurikulum ini.
Penyempurnaan kurikulum
1975 ke kurikulum 1984 dengan
memasukkan bimbingan karir di
dalamnya. Selanjutnya Sisdiknas
membuat mantap posisi bimbingan
dan konseling yang kian diperkuat
dengan PP No. 20 Bab X Pasal
25/1990 dan PP No. 29 Bab X Pasal
27/1990 yang menyatakan bahwa
“Bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada siswa dalam rangka
upaya menemukan pribadi, mengenal
lingkungan dan merencanakan masa
depan. Pada kurikulum 1984 orientasi
layanan akan lebih fokus kepada
layanan bimbingan karir. Bimbingan
karir tidak hanya sekedar memberikan
respon kepada masalah-masalah yang
muncul, akantetapi juga membantu
memperoleh pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang diperlukan dalam
pekerjaan. Pada tahun 1984 bersama
dangan diberlakukanya Kurikulum
1984, bimbingan karir cukup terasa
mendominasi dalam layanan
bimbingan dan penyuluhan pada
tahun 1994. Bersama dengan
perubahan nama bimbingan
penyuluhan menjadi bimbingan dan
konseling pada kurikulum 1994,
bimbingan karir ditempatkan sebagai
salah satu bidang bimbingan.
Kurikulum 2013 merupakan tonggak
sejarah bagi bimbingan dan konseling
karena keberadaannya diatur secara
khusus dalam peraturan menteri yakni
Permendikbud Nomor 111 Tahun
2014. Sebelum peraturan menteri ini
diterbitkan sebenarnya kedudukan
Bimbingan dan Konseling juga sudah
jelas namun hanya dimasukkan ke
dalam lampiran peraturan menteri
sebelumnya.
Salah satu faktor penyebab
Guru Bimbingan dan Konseling di
SMA/SMK di Salatiga tidak
melakukan evaluasi program, tidak
menjalankan program karena salah
satu faktor yaitu tidak masuk kelas
karena terbatasnya waktu (Loekmono,
2014). Padahal dalam Layanan Dasar
Bimbingan dan Konseling (
Kurikulum Bimbingan ) perlu tatap
muka terjadwal dengan peserta didik
yang diprogramkan melalui Layanan
Bimbingan Klasikal/Bimbingan
Kelas. Seperti yang sudah tertera pada
Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 111 Tahun 2014
Pasal 6 ayat (3) yang diselenggarakan
di dalam kelas dengan beban belajar 2
(dua) jam perminggu. Ayat (5)
Layanan BK sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) yang diselenggarakan di
luar kelas dengan beban belajar 2
(dua) jam perminggu.
Program yang dirancang
menuntut konselor untuk melakukan
kontak langsung dengan peserta didik
di kelas. Secara terjadwal, konselor
memberikan pelayanan bimbingan
kepada para peserta didik. Kegiatan
bimbingan kelas ini berupa diskusi
kelas atau brain storming (curah
pendapat). Gysbers & Henderson
(2006) menjelaskan program
Bimbingan dan Konseling (BK) di
sekolah sebagai program
komprehensif. Terdapat empat
komponen dalam program BK
Komprehensif, yaitu Layanan Dasar,
Perencanaan Individual, Layanan
Responsif, dan Dukungan Sistem.
Berdasarkan uraian di atas
tentang perubahan kurikulum dari
masa ke masa dan hasil penelitian
yang sudah dilakukan bahwa salah
satu faktor penyebab Guru BK tidak
menjalankan program dengan baik itu
dikarenakan keterbatasan waktu,
yakni tidak ada jam khusus untuk
mengajar BK (Loekmono, 2014),
penulis ingin melakukan penelitian di
SMK PGRI 1 Salatiga karena tidak
memiliki jam khusus BK.
Berdasarkan hasil pra penelitian, rata-
rata Layanan BK diberikan pada saat
jam kosong pada mata pelajaran
tertentu. Berarti layanan ini tidak
terprogram dan tidak sistematik.
Akibatnya kebutuhan dan masalah
siswa tidak tuntas tertangani oleh
Guru BK.Hal ini mengakibatkan
kurang efektif Layanan BK di sekolah
tersebut sehingga memunculkan
kelebihan dan kelemahan dalam
penyelenggaraan Bimbingan Klasikal
di Sekolah ini.
LANDASAN TEORI
Peraturan Menteri Dinas dan
Kebudayaan No. 111 Tahun 2014
Pasal 6 ayat (3) Komponen layanan
BK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan bidang layanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dituangkan
kedalam program tahunan dan
semester dengan mempertimbangkan
komposisi dan proporsi serta alokasi
waktu layanan baik di dalam maupun
dilar kelas. Ayat (4) Layanan BK
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang diselenggarakan di dalam kelas
dengan beban belajar 2 (dua) jam
perminggu. Ayat (5) Layanan BK
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang diselenggarakan diluar kelas
dengan beban belajar 2 (dua) jam
perminggu.
Bimbingan dan konseling di
SMK diupayakan untuk
mengidentifikasi kebutuhan bidang
pribadi, sosial, belajar, dan karir yang
merupakan aktivitas esensial dalam
menghadapi rintangan dalam
mencapai prestasi sesuai potensi
masing-masing peserta didik/konseli.
Oleh karena itu, pemenuhan
kebutuhan pribadi, sosial, belajar, dan
karir merupakan kunci keberhasilan
bagi keberhasilan hidup peserta
didik/konseli selanjutnya (Panduan
Operasional Penyelenggaraan
Bimbingan dan Konseling Sekolah
Menengah Kejuruan, Tahun 2016).
Kebutuhan kehidupan saat ini
menghendaki adanya peranan layanan
bimbingan dan konseling yang
komprehensif pada satuan pendidikan
SMK, mengingat kompleksitas dan
keragaman program pendidikannya.
Sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik/konseli SMK,
kebutuhan akan layanan bimbingan
dan konseling semakin mendesak.
Ekspektasi kinerja guru bimbingan
dan konseling atau konselor di SMK
berbeda dengan guru bimbingan dan
konseling atau konselor di satuan
pendidikan sekolah menengah
lainnya.
Pembahasan Layanan BK
telah banyak dibahas diantaranya
skripsi tentang pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling di Madrasah
Aliyah Negeri 2 Banjarnegara
(Permana, 2015) dan kinerja konselor
pada sekolah yang tidak memiliki
alokasi jam masuk kelas (Prastiti,
2016). Oleh karena itu betapa
pentingnya Layanan BK di sekolah
sehingga dalam penelitian ini akan
membahas tentangpenyelenggaraan
bimbingan klasikal di sekolah yang
tidak ada jadwal masuk kelas.
METODE
Jenis penelitian yang
digunakan adalah deskriptif kualitatif,
yaitu penelitian yang menghasilkan
data deskriptif yang berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang dan
perilaku yang dapat diamati
(Moleong. 1991). Metode penelitian
ini dipilih oleh peneliti untuk
mengetahui penyelenggaraan
bimbingan klasikal di sekolah yang
tidak ada jadwal BK. Dalam subjek
penelitian ini, subjek I adalah Guru
BK SMK PGRI 1 Salatiga, subjek II
adalah satu orang siswa pengurus
OSIS SMK PGRI 1 Salatiga, subjek
III adalah satu orang siswi pengurus
OSIS SMK PGRI 1 Salatiga, dan
subjek IV adalah Kepala Sekolah
SMK PGRI 1 Salatiga. Instrument
dalam penelitian kualitatif adalah
orang atau human instrument, yaitu
peneliti sendiri (Sugiyono, 2009)
sehingga untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih luas, teknik
pengumpulan data yang diambil
dalam penelitian ini adalah dengan
triangulasi sumber dengan melakukan
kegiatan wawancara terhadap
informan yang dibantu dengan
pedoman wawancara. Berikut adalah
kisi-kisi pedoman wawancara tentang
Penyelenggaraan Bimbingan Klasikal
di Sekolah yang Tidak Ada Jadwal
Masuk Kelas dengan mengacu
Permendiknas No. 111 Tahun 2014
Pasal 6 Ayat 3 seperti yang sudah
dijelaskan pada bagian pendahuluan.
Kisi-kisi tersebut yaitu:
1. Apa yang dilakukan Guru BK
ketika mengetahui tidak ada
jam BK di Sekolah?
2. Seperti apa kebijakan dari
Sekolah itu sendiri mengenai
jam BK?
3. Seberapa penting Layanan BK
di Sekolah?
4. Apa rencana kedepan yang
dilakukan oleh Kepala Sekolah?
5. Apakah ada Program Layanan
BK di Sekolah?
Untuk analisis data yang telah
diperoleh dari model Miles and
Huberman (dalam Sugiyono, 2012),
maka data tersebut diolah dengan
langkah-langkah :
a. Data diseleksi dan
dikelompokkan sesuai dengan
kebutuhan untuk menjawab
masalah penelitian.
b. Data diolah sesuai dengan
masalah penelitian.
c. Analisis data dengan
menggunakan kata-kata yang
sederhana sebagai jawaban
terhadap masalah.
HASIL PENELITIAN
Berikut adalah intepretasi dari
hasil penelitian yang telah dilakukan
berdasarkan Petunjuk Teknis Layanan
BK, Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No. 111 Tahun 2014
Pasal 6 ayat (3), dan Panduan
Operasional Penyelenggaraan
Bimbingan dan Konseling Sekolah
Menengah Kejuruan, Tahun 2016
sehingga diperoleh beberapa aspek
yaitu :
1. Faktor yang Mempengaruhi Guru
BK Tidak Masuk Kelas
Jawaban yang diberikan oleh
subjek G dan K selaras sehingga
dapat dikatakan bahwa faktor
utama yang mempengaruhi Guru
BK tidak masuk kelas karena
adanya muatan kurikulum yang
mana sudah overload jam
mengajar (semua mata pelajaran)
per minggu maka Guru BK tidak
dapat masuk kelas untuk
memberikan layanan, tetapi selalu
memantau dan setiap hari hadir di
Sekolah.
2. Upaya Guru BK
Terdapat beberapa pernyataan
subjek yang menunjukkan bahwa
upaya Guru BK untuk tetap
memberikan layanan terdapat
pada kode jawaban G9, G10, Si5, Si7,
Si8, Si9, dan K14 dengan hasil
upaya Guru BK adalah sebagai
berikut :
a. Memberikan layanan klasikal
pada saat jam kosong.
b. Meminta jam mata pelajaran
lain yang standar kompetensi
nya sudah mencukupi target.
c. Mengikuti kegiatan
ekstrakulikuler.
d. Memanfaatkan waktu yang
diberikan dengan maksimal
untuk memberikan assesment
dengan cara menyuruh siswa
untuk menulis tentang
kehidupan siswa dalam satu
buku.
e. Melalui kegiatan Piket Guru
(setiap pagi), Guru BK
memperhatkan siswa.
f. Memanfaatkan waktu luang
(jam istirahat) dengan
memperhatikan siswa yang
bermasalah, jika sesuai dengan
indikator siswa yang
bermasalah, Guru BK akan
segera memanggil ke Ruang
BK.
g. Kolaborasi / kerja sama
dengan Guru lain misal
dengan bagian kesiswaan,
Guru Mata Pelajaran dan
warga sekolah lainnya.
h. Komunikasi dengan wali kelas
untuk melihat hasil belajar /
nilai siswa, untuk mengetahui
tindakan apa saja yang siswa
lakukan di dalam kelas.
3. Program Layanan BK
Dari hasil wawancara terhadap
subjek, subjek membuat program
sesuai dengan kebutuhan sekolah
tersebut. Hal itu jelas tertera pada
pernyataan subjek dengan kode
jawaban G13. Meskipun tidak ada
jam khusus masuk kelas, Guru
BK tetap membuat program dan
program tersebut dapat terlaksana
dengan baik.
4. Pelaksanaan Program BK
Dalam menjalankan /
melaksanakan program yang telah
dibuat oleh subjek G sudah baik.
Seperti yang dikatakan oleh
subjek G dan K dalam pernyataan
yang terdapat pada kode jawaban
G21, K18, dan K19 yang mana
menyatakan sudah berjalan
dengan baik.
5. Kendala Pelaksanaan Layanan BK
Kendala yang dirasakan
subjek ketika melaksanakan
Layanan BK adalah kendala
dalam hal waktu, transportasi dan
fisik yang ditunjukkan dalam
kode jawaban G27. Hal tersebut
dikarenakan jumlah Guru BK di
Sekolah tersebut hanya satu. Guru
BK tidak sebanding dengan
jumlah siswa di sekolah ini yang
semestinya satu Guru BK
membimbing 150 peserta didik
(Peraturan Menteri Dinas dan
Kebudayaan No. 111 Tahun 2014)
6. Pentingnya Layanan BK
Dapat diambil kesimpulan
bahwa jam masuk BK itu penting
karena hampir semua jawaban
menunjukkan betapa pentingnya
jam masuk BK, hal itu tertera
pada kode jawaban G22, G24, Si11
dan, Sa6.
7. Hasil Layanan BK
Hasil dari pelaksanaan
layanan BK di Sekolah ini sudah
baik. Hal ini dinyatakan dalam
pernyataan subjek dengan kode
jawaban G26, Sa10, dan Si14.
8. Tugas Guru BK
Bimbingan dan konseling di
SMK diupayakan untuk
mengidentifikasi kebutuhan
bidang pribadi, sosial, belajar, dan
karir yang merupakan aktivitas
esensial dalam menghadapi
rintangan dalam mencapai prestasi
sesuai potensi masing-masing
peserta didik/konseli. Oleh karena
itu, pemenuhan kebutuhan
pribadi, sosial, belajar, dan karir
merupakan kunci keberhasilan
bagi keberhasilan hidup peserta
didik/konseli selanjutnya
(Panduan Operasional
Penyelenggaraan Bimbingan dan
Konseling Sekolah Menengah
Kejuruan, Tahun 2016). Hal ini
sudah sesuai, dengan pernyataan
subjek dengan kode jawaban Sa5.
9. Peran Guru BK
Dalam Panduan Operasional
Penyelenggaraan Bimbingan dan
Konseling Sekolah Menengah
Kejuruan, Tahun 2016 dikatakan
bahwa Layanan Responsif adalah
pemberian bantuan kepada siswa
yang memiliki kebutuhan dan
masalah tertentu yang
memerlukan pertolongan segera
(immediate needs and concerns).
Hal ini juga telah dilaksanakan
oleh subjek G dengan menjunjung
tinggi asas kerahasiaan dalam
kegiatan konseling dan tertera
pada pernyataan subjek S dengan
kode jawaban Sa8, Si13, dan Sa9.
10. Peran Kepala Sekolah
Dalam hal ini peran Kepala
Sekolah sendiri sudah cukup baik
karena Sekolah juga tidak serta-
merta tidak memberikan jam
khusus BK. Tetapi Sekolah juga
memiliki kebijakan yang mana
Kepala Sekolah juga tidak
gegabah dalam mengambil
keputusan untuk tidak
memberikan jam khusus masuk
BK. Hal ini terdapat dalam
pernyataan subjek dengan kode
jawaban K16 dan K17.
11. Rencana Kedepan
Pihak sekolah selama ini
sudah memberikan upaya untuk
menambah jumlah personil Guru
BK, akan tetapi sampai saat ini
belum ada tanggapan yang pasti
mengenai hal tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara,
Kepala Sekolah belum bisa
menjamin apakah akan ada
tambahan atau tidak untuk jam
masuk kelas seperti pernyataan
K23 dan K27.
PEMBAHASAN
Berdasarkan interpretasi hasil
penelitian, dapat diambil kesimpulan
bahwa kebijakan sekolah mengenai
hal ini jika ditinjau berdasarkan
Permendiknas No, 111/2014) belum
nampak kejelasan apakah nantinya
tetap diselenggarakan layanan
klasikal di sekolah tersebut sesuai
dengan peraturan pemerintah.
Didalam Panduan Operasional
Penyelenggaraan Layanan BK di
SMK juga sudah jelas terdapat ruang
lingkup dan pelaksanaan BK di
sekolah, pemberian layanan BK
secara langsung maupun
menggunakan media, peminatan
peserta didik, kegiatan administrasi,
mekanisme pengelolaan dan lain-lain.
Akan tetapi pada realitasnya di
sekolah ini tidak sepenuhnya
melaksanakan tugas tersebut karena
tidak ada alokas jam BK. Akibatnya
kebutuhan siswa dalam
pengembangan karir, sosial, belajar
dan priibadi kurang diperhatikan
dengan maksimal, sehingga
profesionalitas Guru BK masih
dipertanyakan.
PENUTUP
Berdasarkan analisis hasil
penelitian, dapat diambil kesimpulan
bahwa Bimbingan dan Konseling itu
sangat penting untuk di selenggarakan
di setiap sekolah bahkan ketika
sekolah tidak ada jam untuk masuk
kelas sekalipun meskipun sudah
dikatakan dengan tegas dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Tahun 2014 Pasal 6 ayat
(3), Penyelenggaraan bimbingan
klasikal oleh Guru BK SMK PGRI 1
Salatiga di Sekolah yang tidak ada
jadwal masuk kelas memiliki
kelebihan dan kelemahan. Kelebihan
yang dapat disimpulkan adalah
sebagai berikut :
a. Meskipun tidak ada jam khusus
BK, layanan BK tetap berjalan
dengan baik.
b. Guru BK dapat memperoleh data
tentang siswa dengan lebih mudah
karena berkolaborasi dengan Guru
lain.
c. Guru BK tidak terpaku terhadap
waktu karena tidak ada jam yang
pasti untuk memberikan layanan.
d. Guru BK dapat dengan bebas
memberikan layanan BK. Misal
mengadakan konseling atau
bimbingan kelompok kapan saja
Sedangkan kelemahan yang dapat
disimpulkan adalah sebagai berikut :
a. Guru BK harus selalu siap untuk
mengisi jam BK kapan saja.
b. Guru BK harus selalu
menyediakan Rancangan
Pelaksanaan Layanan jika
sewaktu-waktu memberikan
layanan BK.
c. Guru BK harus selalu melihat
jadwal Guru Mata Pelajaran lain
jika ingin meminta jam pelajaran.
d. Belum tentu Guru Mata Pelajaran
lain mau untuk memberikan jam
pelajaran produktif nya untuk Guru
BK.
e. Jika tidak ada kolaborasi dengan
Guru lain, maka pekerjaan Guru
BK akan menjadi lebih berat
apalagi mengingat Guru BK di
Sekolah ini hanya terdapat satu
saja.
f. Guru BK sering dipandang remeh
karena seperti tidak ada pekerjaan
yang dikerjakan.
g. Intensitas Guru BK untuk bertemu
dengan siswa terbatas.
h. Guru BK harus lebih kreatif agar
layanan BK tidak monoton.
Saran untuk pihak sekolah
untuk segera menentukan kebijakan
dalam pelaksanaan program
mengingat pentingnya layanan BK di
Sekolah agar untuk waktu yang akan
datang lebih banyak mengembangkan
dan membuat program Bimbingan
dan Konseling yang lebih inovatif.
Untuk Guru BK agar lebih kreatif
dalam memberikan layanan BK
sehingga siswa tidak bosan dengan
kegiatan BK dan mengharap untuk
BK masuk kelas. Guru BK juga harus
selalu sedia dengan Rencana
Pelaksanaan Layanan Klasikal dan
tetap berjuang agar kebijakan dari
pihak Sekolah segera memberikan
hasil yang mana Bimbingan dan
Konseling mendapatkan alokasi jam
sesuai dengan Peraturan Pemerintah
yang telah ditetapkan. Saran penulis
untuk Mahasiswa BK, khususnya
untuk Mahasiswa yang nantinya
praktik ataupun bekerja dan kebetulan
mendapati sekolah tidak ada alokasi
jam BK agar menggunakan hasil
penelitian ini sebagai salah satu acuan
dalam melaksanakan layanan BK.
Bagi peneliti yang tertarik untuk
meneliti tentang upaya Guru BK
dalam melaksanakan layanan Klasikal
di Sekolah yang tidak ada jam masuk
BK penulis berharap hasil penilitian
ini dapat digunakan sebagai acuan
selanjutnya agar dikembangkan.
DAFTAR RUJUKAN
LN, Syamsu Yusuf dab Nurihsan, A.
Juntika. 2006. Landasan
Bimbingan dan Konseling.
Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi
Penelitian Kualitatif.
Bandung: Rosdakarya
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R &
D. Bandung: Alfabeta, CV
Sukardi, DK.2002. Manajemen
Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Bandung: Alfabeta
Winkel, W.S & M.M. Sri Hastuti.
2012. Bimbingan dan
Konseling di Institusi
Pendidikan. Yogyakarta:
Media Abadi
Sutoyo, Anwar. 2009. Pemahaman
Individu. Semarang: Widya
Karya
Salmawati, 2010. Kinerja Konselor
Dalam Menghadapi Siswa
Usia Pubertas Di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 3
Surabaya. Skripsi IAIN Sunan
Ampel
Loekmono, JT Lobby. 2014. Faktor
Penyebab Guru Bimbingan &
Konseling SLTA di Salatiga
Tidak Melakukan Evaluasi
Perencanaan Program. Hasil
Penelitian: UKSW
Novianto, dkk. 2013. Studi Tentang
Alokasi Jam Masuk Kelas
Bagi BK dan Dampaknya Di
Sekolah Menengah Negeri Se-
Kecamatan Sumberrejo
Bojonegoro. Jurnal Program
Studi Bimbingan dan
Konseling, UNESA
Prayitno dan Eman Amti. 2004.
Dasar-Dasar Bimbingan dan
Konseling. Jakarta: PT.Rineka
Cipta
ABKIN. 2013. Panduan Khusus
Bimbingan dan Konseling
Pelayanan Arah Peminatan
Peserta Didik. Jakarta:
Depdiknas
Ismanto, Heri Saptadi. 2013.
Meningkatkan Kinerja
Konselor dalam Pelaksanaan
Pelayanan Profesional BK di
Sekolah. Prosiding Seminar
Nasional
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 27 Tahun 2008
Lampiran Butir A
Direktorat Jendral PTK. 2013.
Panduan Umum Pelayanan
Bimbingan dan Konseling
Resminingsih. 2010. Layanan
Bimbingan Konseling yang
Komprehensif dengan
Dukungan Teknologi
Informasi (online), tersedia:
http://resminingsih.bizweb.co
.id/article/detail/layanan-
bimbingan-konseling-
yangkomprehensif-dengan-
dukungan-teknologi-
informasi-disampaikan-dalam-
seminar-terbatasoleh-prodi-
bk-fkip-universitas-sanata-
dharma
Permendikbud No. 111/2014. Jakarta:
Depdiknas
Ditjen Guru dan Tenaga
Kependidikan Kemdikbud.
Panduan Operasional
Penyelenggaraan Bimbingan
dan Konseling Sekolah
Menengah Kejuruan.2016.
Jakarta
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PS
IKOLOGI_PEND_DAN_BIMBINGAN/1966
11151991022-
YUSI_RIKSA_YUSTIANA/SAP,_RPP/rambu
-rambu_layanan_BKx.pdf
http://dhesimay.blogspot.co.id/2012/07
/bimbingan-dan-konseling-
komprehensif.html
http://bandono.web.id/files/Juknis_Laya
nan_Konseling.pdf