34
MAKALAH TRANSFUSI DARAH Penyakit Akibat Transfusi Darah Oleh Amalia Astrini Ari Safriansyah Desi Rushariandini Hani Laili Katari Hilya Kadeq N. Prajawanti Kurnia Rizki Laela Marjani Aisum KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES

Penyakit Akibat Transfusi Darah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

darah

Citation preview

Page 1: Penyakit Akibat Transfusi Darah

MAKALAH TRANSFUSI DARAH

Penyakit Akibat Transfusi Darah

Oleh

Amalia Astrini Ari Safriansyah

Desi Rushariandini Hani Laili Katari

Hilya Kadeq N. Prajawanti

Kurnia Rizki Laela Marjani Aisum

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES

PRODI DIV JURUSAN ANALIS KESEHATAN MATARAM

2015

Page 2: Penyakit Akibat Transfusi Darah

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena

berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat penulis selesaikan. Dalam makalah ini

penulis membahas mengenai “PENYAKIT AKIBAT TRANSFUSI DARAH”

Makalah ini dibuat dalam rangka untuk mengetahui bagaimana Penyakit

Akibat Transfusi Darah. Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya penulis

mendapat bimbingan, arahan, dan pengetahuan, untuk itu rasa terima kasih yang

mendalam kami ucapkan kepada :

Ibu Gunarti selaku Dosen pembimbing mata kuliah

Immunohematologi/Transfusi Darah

Semua pihak yang telah memberikan masukan untuk makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik

dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan

pengalaman kami. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami

harapkan.

Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat bagi penulis

khususnya dan pembaca pada umumnya

ii

Page 3: Penyakit Akibat Transfusi Darah

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................................2

C. Tujuan................................................................................................................2

BAB II.....................................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................3

A. Definisi Transfusi Darah....................................................................................3

B. Macam-Macam Reaksi Transfusi.......................................................................4

C. Resiko Transfusi Darah terhadap Penerima........................................................6

D. Tindakan Pencegahan dan Reaksi dari Transfusi Darah.....................................7

E. Komplikasi dari Transfusi Darah........................................................................9

BAB III..................................................................................................................18

PENUTUP...................................................................................................................18

A. Kesimpulan......................................................................................................18

B. Saran................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

iii

Page 4: Penyakit Akibat Transfusi Darah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transfusi darah secara universal dibutuhkan untuk menangani pasien

anemia berat, pasien dengan kelainan darah bawaan, pasien yang mengalami

cedera parah, pasien yang hendak menjalankan tindakan bedah operatif dan pasien

yang mengalami penyakit liver ataupun penyakit lainnya yang mengakibatkan

tubuh pasien tidak dapat memproduksi darah atau komponen darah sebagaimana

mestinya.

Pada negara berkembang, transfusi darah juga diperlukan untuk

menangani kegawatdaruratan melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang berujung

pada anemia berat (WHO, 2007). Tanpa darah yang cukup, seseorang dapat

mengalami gangguan kesehatan bahkan kematian. Oleh karena itu, tranfusi darah

yang diberikan kepada pasien yang membutuhkannya sangat diperlukan untuk

menyelamatkan jiwa. Angka kematian akibat dari tidak tersedianya cadangan

tranfusi darah pada negara berkembang relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan

ketidakseimbangan perbandingan ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional.

Di negara berkembang seperti Indonesia, persentase donasi darah lebih

minim dibandingkan dengan negara maju padahal tingkat kebutuhan darah setiap

negara secara relatif adalah sama. Indonesia memiliki tingkat penyumbang enam

hingga sepuluh orang per 1.000 penduduk. Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan

dengan sejumlah negara maju di Asia, misalnya di Singapura tercatat sebanyak 24

orang yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk, berikut juga di Jepang

tercatat sebanyak 68 orang yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk

(Daradjatun, 2008).

Indonesia membutuhkan sedikitnya satu juta pendonor darah guna

memenuhi kebutuhan 4,5 juta kantong darah per tahunnya. Sedangkan unit

transfusi darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI) menyatakan bahwa pada

tahun 2008 darah yang terkumpul sejumlah 1.283.582 kantong. Hal tersebut

1

Page 5: Penyakit Akibat Transfusi Darah

menggambarkan bahwa kebutuhan akan darah di Indonesia yang tinggi tetapi

darah yang terkumpul dari donor darah masih rendah dikarenakan tingkat

kesadaran masyarakat Indonesia untuk menjadi pendonor darah sukarela masih

rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa kendala misalnya karena masih

kurangnya pemahaman masyarakat tentang masalah transfusi darah, persepsi akan

bahaya bila seseorang memberikan darah secara rutin. Selain itu, kegiatan donor

darah juga terhambat oleh keterbatasan jumlah UTD PMI di berbagai daerah, PMI

hanya mempunyai 188 unit tranfusi darah (UTD). Mengingat jumlah

kota/kabupaten di Indonesia mencapai sekitar 440.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan transfusi darah?

2. Apa saja macam-macam reaksi transfusi?

3. Bagaimanakah resiko transfusi darah terhadap penerima?

4. Bagaimana tindakan pencegahan dan reaksi dari transfusi darah?

5. Bagaimanakah komplikasi dari transfusi darah?

C. Tujuan

1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan transfusi darah

2. Dapat mengetahui macam-macam reaksi transfusi

3. Dapat mengetahui bagaimana resiko transfusi darah terhadap penerima

4. Dapat mengetahui bagaimana tindakan pencegahan dan reaksi dari

transfusi darah

5. Dapat mengetahui bagaimana komplikasi dari transfusi darah

2

Page 6: Penyakit Akibat Transfusi Darah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Transfusi Darah

Transfusi darah adalah proses mentransfer darah atau darah berbasis

produk dari satu orang ke dalam sistem peredaran darah orang lain. Transfusi

darah dapat menyelamatkan jiwa dalam beberapa situasi, seperti kehilangan darah

besar karena trauma, atau dapat digunakan untuk menggantikan darah yang hilang

selama operasi. Transfusi darah juga dapat digunakan untuk mengobati anemia

berat atau trombositopenia yang disebabkan oleh penyakit darah. Orang yang

menderita hemofilia atau penyakit sel sabit mungkin memerlukan transfusi darah

sering. Awal transfusi darah secara keseluruhan digunakan, tapi praktek medis

modern umumnya hanya menggunakan komponen darah.

Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis utama tergantung pada

sumber mereka:

Transfusi homolog, atau transfusi darah yang disimpan menggunakan

orang lain. Ini sering disebut Allogeneic bukan homolog.

Autologus transfusi, atau transfusi menggunakan darah pasien sendiri

disimpan.

Donor unit darah harus disimpan dalam lemari es untuk mencegah

pertumbuhan bakteri dan memperlambat metabolisme sel. Transfusi harus dimulai

dalam 30 menit setelah unit telah diambil keluar dari penyimpanan dikendalikan.

Darah hanya dapat diberikan secara intravena. Karena itu membutuhkan insersi

kanula sekaliber cocok. Sebelum darah diberikan, rincian pribadi pasien

dicocokkan dengan darah untuk ditransfusikan, untuk meminimalkan risiko reaksi

transfusi. Kesalahan administrasi merupakan sumber signifikan dari reaksi

transfusi dan upaya telah dilakukan untuk membangun redundansi ke dalam

proses pencocokan yang terjadi di samping tempat tidur.

3

Page 7: Penyakit Akibat Transfusi Darah

Sebuah unit (hingga 500 ml) biasanya diberikan selama 4 jam. Pada

pasien dengan risiko gagal jantung kongestif, banyak dokter mengelola diuretik

untuk mencegah overload cairan, suatu kondisi yang disebut Transfusi Overload

Peredaran Darah Terkait atau taco. Acetaminophen dan / atau antihistamin seperti

diphenhydramine kadang-kadang diberikan sebelum transfusi untuk mencegah

jenis lain reaksi transfusi. Darah ini paling sering disumbangkan sebagai seluruh

darah dengan memasukkan kateter ke dalam vena dan mengumpulkan dalam

kantong plastik (dicampur dengan antikoagulan) melalui gravitasi. Darah yang

dikumpulkan ini kemudian dipisahkan menjadi komponen-komponen untuk

membuat penggunaan terbaik dari itu. Selain dari sel darah merah, plasma, dan

trombosit, produk darah yang dihasilkan komponen juga termasuk protein

albumin, faktor pembekuan konsentrat, kriopresipitat, berkonsentrasi fibrinogen,

dan imunoglobulin (antibodi). Sel darah merah, plasma dan trombosit juga dapat

disumbangkan individu melalui proses yang lebih kompleks yang disebut

apheresis.

Di negara maju, sumbangan biasanya anonim kepada penerima, namun

produk dalam bank darah selalu individual dapat dilacak melalui siklus seluruh

donasi, pengujian, pemisahan menjadi komponen-komponen, penyimpanan, dan

administrasi kepada penerima. Hal ini memungkinkan pengelolaan dan

penyelidikan atas penularan penyakit transfusi diduga terkait atau reaksi transfusi.

Di negara berkembang donor kadang-kadang khusus direkrut oleh atau untuk

penerima, biasanya anggota keluarga, dan pemberian segera sebelum transfusi.

B. Macam-Macam Reaksi Transfusi

Transfusi darah kadang menyebabkan reaksi transfusi. Ada jenis reaksi

transfusi yang buruk dan ada yang moderat. Reaksi transfusi bisa segera terjadi

setelah transfusi dimulai, namun ada juga reaksi yang terjadi beberapa hari atau

bahkan lebih lama setelah transfusi dilakukan.

Untuk mencegah terjadinya reaksi yang buruk, diperlukan tindakan

pencegahan sebelum transfusi dimulai. Jenis darah diperiksa berkali-kali, dan

dilakukan cross-matched untuk memastikan bahwa jenis darah tersebut cocok

dengan jenis darah dari orang yang akan mendapatkannya. Setelah itu, perawat

4

Page 8: Penyakit Akibat Transfusi Darah

dan teknisi laboratorium bank darah mencari informasi tentang pasien dan

informasi pada unit darah (atau komponen darah) sebelum dikeluarkan. Informasi

ini dicocokkan sekali lagi di hadapan pasien sebelum transfusi dimulai.

a. Reaksi Alergi

Alergi merupakan reaksi yang paling sering terjadi setelah transfusi

darah. Hal ini terjadi karena reaksi tubuh terhadap protein plasma dalam darah

donor. Biasanya gejala hanya gatal-gatal, yang dapat diobati dengan antihistamin

seperti diphenhydramine (Benadryl).

b. Reaksi Demam

Orang yang menerima darah mengalami demam mendadak selama atau

dalam waktu 24 jam sejak transfusi. Sakit kepala, mual, menggigil, atau perasaan

umum ketidaknyamanan mungkin bersamaan dengan demam. Acetaminophen

(Tylenol) dapat meredakan gejala-gejala ini.

Reaksi-reaksi tersebut terjadi sebagai respon tubuh terhadap sel-sel darah

putih dalam darah yang disumbangkan. Hal ini lebih sering terjadi pada orang

yang pernah mendapat transfusi sebelumnya dan pada wanita yang pernah

beberapa kali mengalami kehamilan. Jenis-jenis reaksi juga dapat menyebabkan

demam, dan pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa

reaksi ini hanya demam. Pasien yang mengalami reaksi demam atau yang

beresiko terhadap reaksi tranfusi lainnya biasanya diberikan produk darah yang

leukositnya telah dikurangi. Artinya, sel-sel darah putih telah hilang setelah

melalui filter atau cara lainnya.

c. Reaksi Hemolitik Kekebalan Akut

Ini adalah jenis yang paling serius dari reaksi transfusi, tetapi sangat

jarang terjadi. Reaksi hemolitik kekebalan akut terjadi ketika golongan darah

donor dan pasien tidak cocok. Antibodi pasien menyerang sel-sel darah merah

yang ditransfusikan, menyebabkan mereka mematahkan (hemolyze) dan

melepaskan zat-zat berbahaya ke dalam aliran darah.

Pasien mungkin menggigil, demam, nyeri dada dan punggung bawah, serta mual.

5

Page 9: Penyakit Akibat Transfusi Darah

Ginjal dapat rusak parah, dan dialisis mungkin diperlukan. Reaksi hemolitik dapat

mematikan jika transfusi tidak dihentikan segera saat reaksi dimulai.

d. Reaksi Hemolitik Tertunda

Reaksi ini terjadi ketika tubuh perlahan-lahan menyerang antigen

(antigen selain ABO) pada sel-sel darah yang ditransfusikan. Sel-sel darah

mengalami pemecahan setelah beberapa hari atau minggu transfusi dilakukan.

Biasanya tidak ada gejala, tetapi sel-sel darah merah yang ditransfusikan hancur

dan dan jumlah sel darah merah pasien mengalami penurunan. Dalam kasus yang

jarang ginjal mungkin akan terpengaruh, dan pengobatan mungkin diperlukan.

Seseorang mungkin tidak mengalami jenis reaksi seperti ini kecuali

mereka pernah mendapat transfusi di masa lalu. Orang-orang yang mengalami

jenis reaksi hemolitik tertunda ini perlu menjalani tes darah khusus sebelum

menerima transfusi darah kembali. Unit darah yang tidak memiliki antigen yang

menyerang tubuh harus digunakan.

C. Resiko Transfusi Darah terhadap Penerima

Ada risiko yang terkait dengan menerima transfusi darah, dan ini harus

seimbang terhadap manfaat yang diharapkan. Reaksi samping yang paling umum

untuk transfusi darah adalah”non-hemolitik demam reaksi transfusi”, yang terdiri

dari demam yang menyelesaikan sendiri dan tidak menyebabkan masalah abadi

atau efek samping.

Reaksi hemolitik termasuk menggigil, sakit kepala, sakit punggung,

dispnea, sianosis, nyeri dada, takikardi dan hipotensi. Produk darah jarang dapat

terkontaminasi dengan bakteri, risiko infeksi bakteri parah dan sepsis

diperkirakan, pada 2002, sekitar 1 dalam 50.000 transfusi trombosit, dan 1 dalam

500.000 transfusi sel darah merah.

Ada resiko bahwa transfusi darah diberikan akan mengirimkan infeksi

virus ke penerima. Seperti tahun 2006, risiko tertular hepatitis B melalui transfusi

darah di Amerika Serikat adalah sekitar 1 dalam 250.000 unit transfusi, dan risiko

tertular HIV atau hepatitis C di Amerika Serikat melalui transfusi darah

6

Page 10: Penyakit Akibat Transfusi Darah

diperkirakan pada 1 per 2 juta unit transfusi . Risiko ini jauh lebih tinggi di masa

lalu sebelum munculnya tes generasi kedua dan ketiga untuk transfusi penyakit

menular. Pelaksanaan Pengujian Asam Nukleat atau “NAT” di 00-an telah lebih

jauh mengurangi risiko, dan dikonfirmasi infeksi virus melalui transfusi darah

sangat langka di negara maju.

Transfusi paru terkait cedera akut (TRALI) adalah suatu peristiwa yang

merugikan semakin diakui berhubungan dengan transfusi darah. TRALI adalah

sindrom gangguan pernapasan akut, sering dikaitkan dengan demam, non-

kardiogenik edema paru, dan hipotensi, yang mungkin terjadi sesering 1 tahun

2000 transfusi. Gejala dapat berkisar dari ringan sampai mengancam nyawa, tetapi

kebanyakan pasien sembuh sepenuhnya dalam waktu 96 jam, dan tingkat

kematian dari kondisi ini adalah kurang dari 10% .. Meskipun penyebab TRALI

tidak jelas, telah konsisten dikaitkan dengan antibodi anti HLA. Karena anti HLA

sangat berkorelasi dengan kehamilan, beberapa organisasi transfusi (darah dan

Bank Jaringan Cantabria, Spanyol, National Health Service di Inggris) telah

memutuskan untuk hanya menggunakan plasma dari laki-laki untuk transfusi.

Risiko lain yang terkait dengan menerima transfusi darah termasuk

kelebihan volume, kelebihan zat besi (dengan beberapa transfusi sel darah merah),

transfusion-associated graft-versus-host penyakit, reaksi anafilaksis (pada orang

dengan kekurangan IgA), dan reaksi hemolitik akut (yang paling umumnya karena

administrasi jenis darah tidak cocok).

D. Tindakan Pencegahan dan Reaksi dari Transfusi Darah

Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya reaksi selama transfusi,

dilakukan beberapa tindakan pencegahan. Setelah diperiksa ulang bahwa darah

yang akan diberikan memang ditujukan untuk resipien yang akan menerima darah

tersebut, petugas secara perlahan memberikan darah kepada resipien, biasanya

selama 2 jam atau lebih untuk setiap unit darah. Karena sebagian besar reaksi

ketidakcocokan terjadi dalam15 menit pertama, maka pada awal prosedur,

resipien harus diawasi secara ketat.

Setelah itu, petugas dapat memeriksa setiap 30- 45 menit dan jika terjadi

reaksi ketidakcocokan, maka transfusi harus dihentikan. Sebagian besar transfusi

7

Page 11: Penyakit Akibat Transfusi Darah

adalah aman dan berhasil; tetapi reaksi ringan kadang bisa terjadi, sedangkan

reaksi yang berat dan fatal jarang terjadi. Reaksi yang paling sering terjadi adalah

demam dan reaksi alergi (hipersensitivitas), yang terjadi sekitar 1-2% pada setiap

transfusi. Gejalanya berupa:

gatal-gatal

kemerahan

pembengkakan

pusing

demam

sakit kepala.

Gejala yang jarang terjadi adalah kesulitan pernafasan, bunyi mengi dan

kejang otot. Yang lebih jarang lagi adalah reaksi alergi yang cukup berat.

Walaupun dilakukan penggolongan dan cross-matching secara teliti, tetapi

kesalahan masih mungkin terjadi sehingga sel darah merah yang didonorkan

segera dihancurkan setelah ditransfusikan (reaksi hemolitik). Biasanya reaksi ini

dimulai sebagai rasa tidak nyaman atau kecemasan selama atau segera setelah

dilakukannya transfusi.

Kadang terjadi kesulitan bernafas, dada terasa sesak, kemerahan di wajah

dan nyeri punggung yang hebat. Meskipun sangat jarang terjadi, reaksi ini bisa

menjadi lebih hebat dan bahkan bisa berakibat fatal. Untuk memperkuat dugaan

terjadinya reaksi hemolitik ini, dilakukan pemeriksaan untuk melihat apakah

terdapat hemoglogin dalam darah dan air kemih penderita. Resipien bisa

mengalami kelebihan cairan. Yang paling peka akan hal ini adalah resipien

penderita penyakit jantung, sehingga transfusi dilakukan lebih lambat dan

dipantau secara ketat.

8

Page 12: Penyakit Akibat Transfusi Darah

E. Komplikasi dari Transfusi Darah

Pada umumnya komplikasi transfusi ini dibagi menjadi :

1. REAKSI IMUNOLOGI

A. Reaksi Transfusi Hemolitik

Reaksi transfusi hemolitik merupakan reaksi yang jarang terjadi tetapi

serius dan terdapat pada satu diantara dua puluh ribu penderita yang mendapat

transfusi (8).

Lisis sel darah donor oleh antibodi resipien.

Hal ini bisa terjadi dengan cara :

a. Reaksi transfusi hemolitik segera

b. Reaksi transfusi hemolitik lambat.

Tanda-tanda reaksi hemolitik lain ialah menggigil, panas, kemerahan pada

muka, bendungan vena leher , nyeri kepala, nyeri dada, mual, muntah, nafas cepat

dan dangkal, takhikardi, hipotensi, hemoglobinuri, oliguri, perdarahan yang tidak

bisa diterangkan asalnya, dan ikterus. Pada penderita yang teranestesi hal ini sukar

untuk dideteksi dan memerlukan perhatian khusus dari ahli anestesi, ahli bedah

dan lain-lain.

Tanda-tanda yang dapat dikenal ialah takhikardi, hemoglobinuri, hipotensi,

perdarahan yang tiba-tiba meningkat, selanjutnya terjadi ikterus dan oliguri.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya hemoglobinemi dan hemoglobinuri.

Urine menjadi coklat kehitaman sampai hitam dan mungkin berisi hemoglobin

dan butir darah merah.

Terapi reaksi transfusi hemolitik : pemberian cairan intravena dan

diuretika. Cairan digunakan untuk mempertahankan jumlah urine yang keluar.

Diuretika yang digunakan ialah:

Manitol 25 %, sebanyak 25 gr diberikan secara intravena kemudian

diikuti pemberian 40 mEq Natrium bikarbonat.

Furosemid

Bila terjadi hipotensi penderita dapat diberi larutan Ringer laktat, albumin dan

darah yang cocok. Bila volume darah sudah mencapai normal penderita dapat

9

Page 13: Penyakit Akibat Transfusi Darah

diberi vasopressor. Selain itu penderita perlu diberi oksigen. Bila terjadi anuria

yang menetap perlu tindakan dialisis.

Cara menghindari reaksi transfusi :

a. Tes darah, untuk melihat cocok tidaknya darah donor dan resipien.

b. Memilih tips dan saringan yang tepat.

ada transfusi darurat :

PBanyak situasi terjadi dimana kebutuhan darah sangat mendesak sebelum

dilakukan pemeriksaan cocok tidaknya darah secara lengkap. Dalam situasi

demikian tidak perlu dilakukan pemeriksaan secara lengkap, dan jalan singkat

untuk melakukan tes bisa dikerjakan sebagai berikut :

1. Type-Specific, Partially Crossmatched Blood

Bila kita menggunakan darah “un-crossmatched”, maka paling sedikit

harus diperoleh tipe ABO-Rh dan sebagian “crossmatched”.

2. Tipe-Specific, Uncrossmatched Blood.

Untuk penggunaan tipe darah yang tepat maka tipe ABO-Rh harus sudah

ditentukan selama penderita dalam perjalanan ke rumah sakit.

3. O Rh-Negatif (Universal donor) Uncrossmatched Blood

Golongan darah O kekurangan antigen A dan B, akibatnya tidak dapat

dihemolisis baik oleh anti A ataupun anti B yang ada pada resipien. Oleh sebab itu

golongan darah O kita sebut sebagai donor universal dan dapat digunakan pada

situasi yang gawat bila tidak memungkinkan untuk melakukan penggolongan

darah atau “crossmatched”. Tetapi bagaimanapun juga pemberian darah golongan

inipun bukan tanpa resiko ( 1).

B. Reaksi Transfusi Non Hemilitik

a) Reaksi transfusi “febrile”

Tanda-tandanya adalah sebagai berikut :

Menggigil, panas, nyeri kepala, nyeri otot, mual, batuk yang tidak

produktif.

b) Reaksi alergi

a. “Anaphylactoid” adalah Keadaan ini terjadi bila terdapat protein asing

pada darah transfusi.

10

Page 14: Penyakit Akibat Transfusi Darah

b. Urtikaria, paling sering terjadi dan penderita merasa gatal-gatal.

Biasanya muka penderita sembab.

Terapi yang perlu diberikan ialah antihistamin, dan transfusi harus distop.

Alergi yan berat jarang terjadi dan ini kita sebut reaksi anafilaksis, dengan tanda-

tanda sebagai berikut : sesak nafas, hipotensi, edema larings, nyeri dada, dan shok.

Reaksi anafilaksis ini disebabkan karena transfusi IgA kepada penderita yang

kekurangan IgA dan telah terbentuk anti IgA. Tipe reaksi ini tidak termasuk tipe

kerusakan sel darah merah, kejadiannya sangat cepat dan biasanya terjadi sesudah

mendapat transfusi darah atau plasma hanya beberapa ml. Penderita yang

menunjukkan tanda-tanda reaksi anafilaksis bila perlu mendapat darah, harus

diberi sel darah merah yang telah dibersihkan dari semua sisa donor IgA, atau

dengan darah yang sedikit mengandung protein IgA (1).

2. REAKSI NON IMUNOLOGI

A. Reaksi transfusi “Pseudohemolytic”

Termasuk disini ialah lisis terhadap sel darah merah tanpa reaksi antigen-

antibodi. Hemolisis ini dapat terjadi akibat obat, macam-macam keadaan

penyakit, trauma mekanik, penggunaan cairan dextrosa hipotonis, panas yang

berlebihan dan kontaminasi bakteri.

B. Reaksi yang disebabkan oleh volume yang berlebihan.

C. Reaksi karena darah transfusi terkontaminasi

D. Virus hepatitis.

Virus yang menyerang hati menyebabkan berbagai bentuk hepatitis.

Hepatitis merupakan penyakit yang paling umum ditularkan melalui transfusi

darah. Hasil dari sebuah penelitian 2009 terhadap hepatitis B dalam darah yang

disumbangkan mengemukakan bahwa risiko penularan virus ini sekitar 1 dalam

11

Page 15: Penyakit Akibat Transfusi Darah

setiap 350.000 unit, atau sekitar 1 dibanding 1,6 juta transfusi darah dapat

menularkan hepatitis C.

Berbagai penelitian terus dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi

tersebut. Dalam kebanyakan kasus tidak ada gejala, tetapi hepatitis kadang-kadang

dapat menyebabkan kegagalan hati dan masalah lainnya.

Beberapa langkah secara rutin telah dilakukan untuk mengurangi risiko

hepatitis dari transfusi darah. Para calon donor darah diajukan pertanyaan

sehubungan dengan faktor risiko hepatitis dan gejala hepatitis. Darah yang

disumbangkan juga diuji untuk menemukan virus hepatitis B, virus hepatitis C,

dan masalah hati yang mungkin menjadi tanda jenis hepatitis lainnya.

E. Lain-lain penyakit yang terlibat pada terapi transfusi misalnya

malaria, sifilis, virus CMG dan virus Epstein-Barr parasit serta

bakteri.

F. AIDS.

Salah satu rute utama penularan HIV adalah melalui kontak langsung

antara darah dengan darah yang terinfeksi HIV. Meskipun sebagian besar infeksi

HIV melalui darah terjadi melalui penggunaan suntikan narkoba, namun di

seluruh dunia sejumlah kasus penularan HIV terjadi melalui transfusi darah,

suntikan medis, limbah medis dan paparan kerja.

Pengujian HIV atas setiap unit darah yang disumbangkan mulai dilakukan

pada tahun 1985, dan semua darah yang disumbangkan hingga saat ini dites HIV.

Dengan pengujian yang semakin ditingkatkan dari waktu ke waktu, maka jumlah

kasus AIDS yang terkait dengna transfusi terus menurun. 

3. KOMPLIKASI YANG BERHUBUNGAN DENGAN TRANSFUSI

DARAH MASIF

a) Dilutional Coagulapathy

Darah simpan yang diberikan secara masif sering kekurangan faktor V dan

VIII. Mutu atau derajat faktor V pada darah simpan sampai 21 hari sekitar 30%

12

Page 16: Penyakit Akibat Transfusi Darah

atau lebih, sedangkan derajat yang dibutuhkan untuk hemostasis antara 15-50%.

Derajat faktor VIII pada darah simpan 21 hari berkisar antara 15-50%.

Jadi terdapat sedikit dasar kebenarannya untuk menyamakan penggunaan

FFP pada transfusi masif. Kenyataannya darah simpan kurang dari 10 hari masih

bisa memberikan faktor koagulasi yang cukup pada penderita.

Satu yang harus diingat ialah bahwa penggunaan FFP yang berlebihan

menambah transmisi penyakit pada penderita, misalnya hepatitis dan AIDS.

Kecenderungan terjadinya perdarahan biasanya sesudah penderita mendapat

transfusi banyak dan cepat dengan menggunakan campuran ACD. Ini terjadi bila

kita memberikan darah 20-30 unit, dan untuk penderita debil dan anak kecil lebih

berkurang lagi. Manifestasi kliniknya yaitu terdapatnya “oozing” pada daerah

operasi, perdarahan pada gusi, “petechiae” dan “echymosis”. Untuk mengatasi ini

biasanya penderita mendapat darah ACD lagi. Selama pemberian darah masif

tetap dengan bahan-bahan yang kekurangan faktor-faktor pembeku, maka selama

itu pula perdarahan akan timbul, dan demikian selanjutnya hingga merupakan

lingkaran setan.

Etiologi kecenderungan perdarahan ini kemungkinan adalah terjadinya

“dilutional thrombocytopenia”, kekurangan faktor-faktor labil, dan DIC.

Tujuan terapi disini ialah untuk mempertahankan faktor-faktor V dan VIII

mendekati 30%, sebab 20% faktor V dan 30% faktor VIII diperlukan untuk

hemostasis penderita yang dioperasi. Untuk mempertahankan faktor V dan VIII

pada derajat 30% maka kepada penderita diberikan 2-3 unit FFP (Fresh Frozen

Plasma) untuk tiap 10 unit “packed cells” dan transfusi “plasma protein

fracyion” . Setiap pemberian 5 unit darah perlu diperiksa jumlah platelet .

Trombositopenia Pada penderita yang mendapat transfusi darah 10 unit atau lebih

sering terjadi trombositopenia dan penderita perlu mendapat platelet.

a. Perdarahan selama operasi sering terjadi pada penderita dengan kadar

platelet kurang dari 100.000/ cumm (4,6,8). Untuk mempertahankan

jumlah platelet antara 50.000-100.000/cumm, maka penderita diberikan

platelet konsentrat sebanyak 6-8 unit tiap pemberian 20 unit darah, kalau

tidak bisa, penderita dapat diberi darah segar yang umurnya kurang dari 6

jam.

13

Page 17: Penyakit Akibat Transfusi Darah

b. Tiap unit platelet konsentrat menambah jumlah platelet sebanyak 10-12

ribu/cumm pada penderita muda dengan berat badan 70 kg.

c. Darah segar dapat mempertahankan kadar platelet pasca operasi di atas 90

ribu/cumm.

Perdarahan yang hebat akibat trombositopenia pada transfusi masif mulai

terjadi sesudah transfusi 10 unit darah atau lebih. Jadi tidak rasional bila kita

memberi darah lama pada penderita yang mendapat transfusi sebanyak 10-15 unit.

b) Disseminated intravascular coagulation (dic)

DIC sukar diidentifikasi pada penderita yang mendapat transfusi masif.

DIC merupakan kombinasi antara perdarahan dan trombosis, suatu hal dua

kejadian yang bertentangan. Untuk membantu keadaan yang bertentangan ini,

kecenderungan perdarahan diterapi dengan antikoagulan, yaitu heparin. Pada

jaringan hipoksia yang asidotik dengan bendungan aliran darah, baik langsung

ataupun lewat pelepasan beberapa toksin akan terjadi pelepasan tromboplastin

jaringan. Picu ini akan mempengaruhi proses koagulasi, menghasilkan faktor I, II,

VII, VIII dan platelet.

Seandainya trombus dan fibrin mengendap pada mikrosirkulasi organ-

organ vital, maka akan terganggu aliran darahnya.

Sesudah terjadi aktivasi sistem koagulasi yang tidak normal maka trombus

dan fibrin akan mengendap pada mikrosirkulasi Untuk mengatasikeadaan

hiperkoagulasi, maka sistem fibrinolitik diaktifkan sehingga melarutkan fibrin

yang berlebihan. Keadaan ini disebut fibrinolisis sekunder. Fibrinolisis primer

dapat juga terjadi pada waktu transfusi masif dengan tujuan untuk mengaktifkan

sistem fibrinolitik tanpa terjadi DIC. Pada fibrinolisis primer sejumlah besar

plasmin atau aktivator fibrinolitik dilepaskan, yang menyebabkan larutnya

penjendalan dan fibrin

Diagnosis didasarkan atas analisis laboratorium terhadap faktor koagulasi,

platelet, dan hasil fibrinolisis.

a. Tujuan utama terapi ialah untuk :

1. menghilangkan penyebabnya

2. mempertahankan volume normal

14

Page 18: Penyakit Akibat Transfusi Darah

3. mengganti faktor-faktor pembekuan yang cukup, dengan

demikian penderita dapat melanjutkan proses koagulasi.

4. Jangan memberikan terapi berlebih karena akan

menyebabkan pembekuan yang meluas.

5. Terapi adalah berupa :

6. Fresh Frozen Plasma dan platelet concentrate

7. Heparin : Penggunaannya pada DIC masih kontroversial

tetapi dapat mencegah terjadinya mikrotrombi.

8. EACA : Penggunaannya sangat jarang, terutama pada

fibrinolisis primer.

c) Intoksikasi sitrat (komplikasi yang jarang terjadi)

Sitrat mengikat kalsium dengan akibat terjadinya hipokalsemi, dan

hipokalsemi ini jarang terjadi.

Pemberian kalsium sebaiknya dibatasi sampai didapatkan bukti adanya

depresi miokard dan pada EKG terdapat tanda-tanda hipokalsemi, yaitu terjadinya

pemanjangan interval QT (1,7).

Konsentrasi ionisasi kalsium serum akan tetap normal bilamana kecepatan

infus tidak lebih dari 30 ml/kg BB/jam (2,3).

Hipokalsemi dapat terjadi pada penderita dengan penyakit hati berat atau

syok, karena kemampuan memetabolisme natrium sitrat berkurang (8).

d) Keadaan asam basa

Bila larutan ACD diberikan pada darah, maka pH-nya akan menurun

sampai 7.0, hal ini disebabkan terutama karena keasaman larutan ACD. pH darah

akan terus turun sampai kira-kira 6.5 sesudah sampai 21 hari disimpan, karena

adanya glikolisis yang terus menerus dan pembentukan asam laktat dan peruvat

oleh metabolisme sel. Lagi pula karena botol atau kantong plastik darah tidak

memungkinkan terjadinya mekanisme pelepasan CO2, maka PaCO akan naik dari

150 sampai 210 torr.

Howland dan Schweizer menganjurkan untuk tiap 5 unit darah ACD yang

ditransfusikan perlu diberikan 44.6 mEq natrium bikarbonat (5,6). Keasaman

15

Page 19: Penyakit Akibat Transfusi Darah

darah ACD hanya mempengaruhi penderita yang dalam keadaan syok atau

penderita dengan respirasi tidak normal, atau adanya kompensasi dari ginjal.

Miler berkesimpulan bahwa pemberian natrium bikarbonat secara empirik tidak

perlu dan bukan merupakan indikasi, sehingga tidak logis bila pemberian natrium

bikarbonat digunakan sebagai profilaksi untuk penderita yang tidak dapat kita

perkirakan keasamannya. Tiap pemberian natrium bikarbonat harus didasarkan

atas hasil analisis gas darah dan ini bisa dikerjakan setiap pemberian darah 5 unit

(1,2,8).

Asidosis terjadi sebagai akibat hipoksia sel darah merah selama

penyimpanan. Sesudah transfusi ion hidrogen dikembalikan ke sel darah merah

atau sebagai buffer oleh plasma resipien (8).

e) Hiperkalemi

Darah dari bank darah berisi ion K antara 17-24 meq/L pada

penyimpanan 21-33 hari (1). Hiperkalemia merupakan problem yang jarang

terjadi. Pada darah simpan akan terjadi pengurangan isi kalium pada eritrosit dan

kenaikkan dalam plasma.

f) Hipotermi

Transfusi masif yang menggunakan darah dingin dapat meningkatkan

pelepasan energi untuk menaikkan temperatur tubuh, menaikkan pemakaian O2,

afinitas hemoglobin dan O2, kebocoran ion K dari sel darah merah dan kerusakan

metabolisme sitrat.

Umumnya telah diketahui bahwa pemberian beberapa unit darah dingin

akan menurunkan temperatur resipien. Dengan cara memanaskan darah dari bank

darah sesuai dengan panas tubuh sebelum diberikan pada penderita, maka secara

bermakna akan mengurangi angka kejadian aritmi dan “cardiac arrest” selama

transfusi masif. Walaupun Bayan menekan bahwa pemanasan darah hanya untuk

transfusi masif, banyak yang percaya bahwa “whole blood” yang diberikan

beberapa unit juga perlu dipanaskan bila diberikan selama operasi.

Suatu penurunan temperatur pada esofagus sebanyak 0.5 –1 C dapat

mengakibatkan penderita menggigil sesudah operasi, sehingga menyebabkan

16

Page 20: Penyakit Akibat Transfusi Darah

peningkatan kebutuhan oksigen dan “cardiac out put”. Pemberian darah hangat

sesuai dengan panas tubuh juga dapat menghindari menurunnya kecepatan

metabolisme sitrat sehingga dapat mengurangi intoksikasi sitrat (6).

Transfusi dengan darah dingin sebanyak 5 unit dalam waktu 30 menit akan

dapat menurunkan temperatur 4 C. pada 33 C, hipotermi dapat menyebabkan

asidosis metabolik dan depressi “cardiac out put”. Perubahan posisi tubuh atau

respirasi dapat menyebabkan “cardiac arrest”. Darah harus dihangatkan terlebih

dahulu sebelum diberikan pada penderita dengan kecepatan tinggi dan dalam

jumlah besar (8).

g) Post transfusion hepatitis (PTH)

Penemuan yang penting yaitu adanya Australian Antigen (HAA) dan

hubungannya yang positif dengan hepatitis serum merupakan harapan baru untuk

mengurangi PTH.

Kebanyakan darah yang diberikan adalah darah yang dibeli dari setiap

orang sehingga penularan hepatitis bisa saja terjadi.

Semua Palang Merah perlu mengetes dan meniadakan donor positifnya

HAA. Virus cytomegalo dapat menular lewat transfusi darah dan merupakan salah

satu bagian yang bertanggung jawab untuk terjadinya PTH. Bila bukti-bukti

tampak meyakinkan, dimana dapat dideteksi bahwa darah mengandung virus

tersebut, maka transfusi dengan darah tersebut harus dihindari.

Cara lain untuk mengatasi PTH ialah dengan memberikan modifikasi

gamma globulin intravena sebelum pemberian darah.

17

Page 21: Penyakit Akibat Transfusi Darah

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Transfusi darah adalah proses mentransfer darah atau darah berbasis

produk dari satu orang ke dalam sistem peredaran darah orang lain. Transfusi

darah dapat menyelamatkan jiwa dalam beberapa situasi, seperti kehilangan darah

besar karena trauma, atau dapat digunakan untuk menggantikan darah yang hilang

selama operasi.

Beberapa macam reaksi transfusi, antara lain:

Reaksi Alergi

Reaksi Demam

Reaksi Hemolitik Kekebalan Akut

Reaksi Hemolitik Tertunda

Kesalahan dalam transfusi darah dari pendonor ke resipien juga dapat

menyebabkan berbagai macam penyakit seperti HIV, Hepatitis, dll.

B. Saran

Berdasarkan makalah ini kami berharap, jika kita akan melakukan

transfusi darah maka, sebaiknya dalam melakukan transfusi darah kita harus lebih

berhati-hati, karena jika terjadi kesalahan maka akan dapat menyebabkan keadaan

yang berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian.

18

Page 22: Penyakit Akibat Transfusi Darah

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Transfusi_darah

http://www.alodokter.com/selain-bermanfaat-transfusi-darah-juga-berisiko

http://ksrpmi-its.blogspot.co.id/2013/06/transfusi-darah-dan-beberapa-risiko.html

http://www.academia.edu/9045609/KOMPLIKASI_TRANSFUSI_DARAH

http://www.blogdokter.net/2010/10/18/sekelumit-tentang-transfusi-darah/

https://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0CC0QFjA

DahUKEwjn7eGQz-fIAhXJnpQKHbtuBcw&url=http%3A%2F

%2Fmedlinux.blogspot.com%2F2009%2F02%2Fkomplikasi-transfusi-darah-

dan.html&usg=AFQjCNHVFEi65JI2wvoCjrCQZ90ALgbniQ&bvm=bv.1061308

39,d.dGo

http://www.slideshare.net/riski_albughari/3-komplikasi-transfusi-darah

https://novidyawahyuningtyas.wordpress.com/2015/03/05/komplikasi-transfusi-

darah-imunohematologi/

http://buletinkeperawatan.blogspot.co.id/2014/03/komplikasi-transfusi.html

19