View
64
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Remaja Disabilitas di Kota Banda Aceh (2015106: Asmawati Ahmad)Materi Presenter PesertaSimposium Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA), Balai Kartini Jakarta 19-20 Agustus 2015
Citation preview
PENTINGNYA PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI REMAJA
DISABILITAS DI KOTA BANDA ACEH
ASMAWATI ACHMAD
PKBI DAERAH ACEH
Latar Belakang
• Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan seksual merupakan hak semua orang termasuk anak dan remaja.
• Faktanya ada remaja dari kelompok tertentu yang nyaris tidak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual , termasuk remaja disabilitas.
• Angka kekerasan seksual yang dialami oleh anak dan remaja disabilitas juga meningkat di Aceh
• PKBI Aceh selama 3 tahun telah membangun jaringan dengan kelompok dan lembaga yang bergerak di isu disabilitas merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu secara bersama.
LOKASI KEGIATAN
• Program dilaksanakan awal Juni 2014 yang dilaksanakan 2 SLB :
• SLB Yayasan Penyantun Penyandang Cacat (YPPC) Tingkat SMP dan SMA dengan jumlah siswa 55 orang.
• Kecamatan Baiturrahman
• SLB Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Tingkat SMP dan SMA dengan jumlah siswa 50 an orang.
• Kecamatan Kuta Alam
METODE
• Metode yang dibangun untuk mendukung pelaksanaan kegiatan adalah :
• Melakukan assessment untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa dan guru tentang pentingnya kesehatan reproduksi (FGD)
• Melakukan sosialisasi dengan Pengurus Yayasan dan para kepala sekolah
• Melakukan audiensi dan mengajukan dengan Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh , Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh dan Dinas Sosial Kota Banda Aceh
IMPLEMENTASI PROGRAM
• Menyerahkan surat rekomendasi Disdik dan Dinkes Kota untuk membangun koordinasi dengan SLB (YPPC dan YPAC) dan Puskesmas (Kuta Alam dan Baiturrahman).
• Sosialisasi dengan guru dan orang tua
• Pertemuan koordinasi guru , tim PKBI dan Puskesmas untuk menyusun rencana kegiatan bersama termasuk menyusun materi pemberian informasi.
• Diskusi dan pemberian informasi rutin bagi siswa oleh Tim PKBI dan Puskesmas (sebelumnya 2 minggu sekali , saat ini 1 minggu sekali)- Setiap kelas didampingi oleh guru.
IMPLEMENTASI PROGRAM
• Training Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Remaja
• Training Peer Educator , (Memunculkan PE di antara mereka)
• Talkshow di TV Lokal dan Radio Lokal (Pentingnya Kespro bagi Remaja Disabilitas dengan melibatkan Disdik, Dinkes dan sekolah)
• Pertemuan evaluasi dan koordinasi dengan seluruh stakeholder terkait (Dinkes, Disdik, Yayasan, guru, Puskesmas dan Tim PKBI)
HASIL
• Beberapa temuan penting selama program berjalan adalah :
• Persoalan kesehatan dasar belum banyak difahami oleh siswa apalagi terkait dengan kesehatan reproduksi dan seksualnya.
• Siswa tidak mengetahui bagaimana caranya agar mereka dapat terhindar dari kekerasan seksual.
• Orang tua masih menganggap kesehatan reproduksi dan Seksual bukan menjadi kebutuhan penting bagi anak dan remaja disabilitas.
• Belum semua guru faham tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak dan remaja.
HASIL
• Hasil dari pelaksanaan Program :
• Pengetahuan siswa tentang kesehatan dasar, kesehatan reproduksi dan seksual meningkat (Peningkatan pasrtisipasi mereka untuk bertanya saat diskusi kelompok).
• Siswa sudah mulai terbuka mendiskusikan persoalan kesehatan dirinya dengan guru dan pendamping.
• Ada 10 siswa perwakilan masing-masing sekolah yang sudah mendapatkan training tentang Kesehatan reproduksi dan seksual serta training PE.
• Ada 5 siswa yang sudah berani memfasilitasi diskusi dengan teman-temannya di Kelas., sedangkan 5 yang lain masih harus di dampingi oleh tim PKBI atau Puskesmas.
HASIL
• Guru dan orang tua tertarik untuk mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual dan berharap ada training buat guru dan orang tua.
• Tim PKPR Puskesmas ingin mendapatkan peningkatan kapasitas terkait teknik menyampaikan informasi untuk remaja disablitas.
• Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan berkomitmen terus mendukung kegiatan ini dan memperpanjang rekomendasi untuk pelaksanaan kegiatan selanjutnya serta usulan pengembangan ke SLB lainnya.
KESIMPULAN
• Program dapat berjalan baik jika ada dukungan dari seluruh pihak terkait (Dinkes, Disdik, Dinsos, Yayasan, Sekolah, Puskesmas dlsb)
• Penguatan kapasitas petugas dan pendamping juga sangat dibutuhkan untuk mampu memberikan informasi yang optimal kepada remaja disabilitas.
• Untuk memastikan keberlanjutan program, perlu di lakukan advokasi untuk memasukkan pendidikan kesehatn reproduksi dan seksual dalam kurikulum khusus pendidikan di SLB.
• Perlu alokasi anggaran khusus untuk mendukung pelaksanaan program serta penguatan kapasitas orang tua dan guru sehingga mampu menjadi pendamping remaja disabilitas untuk kesehatan reproduksi dan seksual baik dirumah dan disekolah.