95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 03 JATEN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Oleh: IKA SETYANINGSIH X7107035 SKRIPSI Ditulis dan Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Ilmu Pendidikan FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 i

PENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA

Embed Size (px)

Citation preview

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    PENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN

    MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)

    PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 03 JATEN KARANGANYAR

    TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011

    Oleh:

    IKA SETYANINGSIH

    X7107035

    SKRIPSI

    Ditulis dan Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan

    Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

    Jurusan Ilmu Pendidikan

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2011

    i

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    ABSTRAK

    Ika Setyaningsih. PENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN

    SOAL CERITA PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIC

    MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA SISWA KELAS IV SD

    NEGERI 03 JATEN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011,

    Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas

    Maret Surakarta. 2011

    Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam

    menyelesaikan soal cerita pecahan di kelas IV SD Negeri 03 Jaten Karanganyar

    dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).

    Variabel yang menjadi sasaran perubahan dalam penelitian tindakan kelas

    ini adalah peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita

    pecahan, sedangkan variabel tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Bentuk penelitian ini adalah

    penelitian tindakan kelas sebanyak 2 siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan,

    yaitu : perencanaan, pelaksanaan tindakan observasi, dan refleksi. Sebagai subjek

    adalah siswa kelas IV SD Negeri 03 Jaten Karanganyar yang berjumlah 39 anak.

    Teknik pengumpulan data digunakan teknik observasi, tes, wawancara, dan

    dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif

    yang mempunyai tiga buah komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan

    penarikan kesimpulan atau verifikasi.

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

    matematika melalui pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) efektif

    meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa

    kelas IV SD Negeri 03 Jaten Karanganyar. Hal ini terbukti pada kondisi awal

    sebelum dilaksanakan tindakan nilai rata-rata siswa 47,18 dengan persentase

    ketuntasan klasikal sebesar 33,33%, siklus I nilai rata-rata kelas 70,52 dengan

    persentase ketuntasan klasikal sebesar 71,79% dan siklus II nilai rata-rata kelas

    meningkat menjadi 81,54 dengan presentase ketuntasan klasikal sebesar 87,18%.

    Dengan demikian, dapat diajukan suatu rekomendasi bahwa pembelajaran

    matematika dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education

    (RME) dapat meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita pecahan

    pada siswa kelas IV SD Negeri 03 Jaten Karanganyar tahun pelajaran 2010/2011.

    iv

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    ABSTRACT

    Ika Setyaningsih. IMPROVING THE STUDENTS CAPABILITY IN

    SOLVING STORY PROBLEM OF FRACTION THROUGH REALISTIC

    MATHEMATICS EDUCATION (RME) APPROACH IN THE FOURTH

    GRADE STUDENTS OF SDN O3 JATEN KARANGANYAR IN

    ACADEMIC YEAR 2010/2011. Minithesis. Surakarta : Teacher Training and

    Educational Faculty.Sebelas Maret University. 2011.

    The purpose of this research is to improve students capabiltiy in solving

    the story problem of fraction topic in fourth grade students of SDN 03 Jaten

    Karanganyar by using Realistic Mathematics Educational (RME) Aproach.

    Variable as the target of the change of this research in improving the

    students capability in doing fraction story problem, while the action variable used

    is Realistic Mathematics Education (RME) approach. This research approach is

    classroom action research with two cycles. Each cycle is conducted 4 phases:

    planning, observation action realization and reflection. The subjects of this

    research is students ( 39 students ) of fourth grade of SDN 03 Jaten Karanganyar.

    Data of capability improvement of story problem finishing is collected techniques

    of this research are observation , test and documentation. The data was analyzed

    by using an interactive model with three components; data reduction, data

    presentation, and conclucion or verification.

    Conclucion can be drawn based on the result of the research ;

    Mathematic learning through Realistic Mathematics Education (RME) aproach

    can improve the students capability to finish the fraction story problem of fourth

    grade students of SDN 03 Jaten Karanganyar. It is proven on the condition

    before the action where the average grade was 47.18 with the percentage of

    classical completeness is 33.33%, cycle 1 indicated the averaged grade of class is

    70.52 with the classical completeness precentage of 71.79% and cycle II it

    increased become 81.54 with the classical completeness precentage of 87.18%

    Therefore a recommendation can be addressed that mathematic learning by using

    Realistic Mathematics Education (RME) approach can improve the students

    capability to finish the fraction story problem in fourth grade of SDN 03 Jaten

    karanganyar in 2010/2011 academic year.

    v

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    MOTTO

    Untuk mencapai kesuksesan kita jangan hanya bertindak, tapi juga perlu

    bermimpi, jangan hanya berencana tapi juga perlu untuk percaya.

    ( Anatole France)

    Membenci orang lain, sama seperti membakar rumah sendiri demi mengusir tikus.

    (Harry Emerson Fosdick )

    Semua mimpi kita dapat menjadi nyata, jika kita memiliki keberanian untuk

    mengejarnya.

    ( Penulis)

    vi

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    PERSEMBAHAN

    Dengan penuh cinta kasih teriring doa dan ungkapan syukur

    kehadirat Allah SWT tak lupa Sholawat senantiasa Kulantunkan untuk-Mu

    Kupersembahkan karya sederhana ini kepada :

    Ayah dan Ibunda Tercinta

    Dengan segala baktiku terima kasih atas kasih sayang

    yang Ayah dan Ibu berikan padaku yang tak pernah terhenti untukku sampai

    mengantarku menjadi seperti sekarang ini. Ayah menjadi inspirator hidupku untuk

    lebih maju lagi, Ibu seorang motivator hidupku yang selalu memberi semangat

    kekuatan lahir batin, menguatkan hati dan mentalku menghadapi cobaan hidup.

    Doa-doa Ayah dan Ibu tulus terucap penuh harap agar aku dapat

    menggapai cita-cita dan masa depanku nanti

    Semua sahabat sejatiku dan keluarga besar SIBO7

    Terima kasih selalu menemani dan tak jenuh memberikan semangat, dorongan

    dan motivasi, semoga silaturahmi kita tetap terjaga

    vii

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya

    sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

    Skripsi dengan judul Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita

    Pecahan Melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Pada Siswa

    Kelas IV SD Negeri 03 Jaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2010/2011 ini

    diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

    Banyak hambatan dalam penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari

    berbagai pihak maka hambatan ini dapat diatasi. Oleh sebab itu pada kesempatan

    yang baik ini diucapkan terima kasih yang tulus kepada :

    1. Prof.Dr.HM. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas

    Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

    Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

    Surakarta.

    3. Drs. Kartono, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas

    Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    4. Drs. Hasan Mahfud, M.Pd. selaku Sekretaris Program Studi PGSD

    Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

    Surakarta.

    5. Dr. Peduk Rintayati, M.Pd. selaku Pembimbing I yang telah memberikan

    bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

    6. Dra. Sularmi, M.Pd. selaku Pembimbing II yang telah memberikan

    dorongan, semangat dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

    7. Hj. Endang Widowati, S.Pd selaku kepala sekolah SD Negeri 03 Jaten

    Karanganyar yang telah memberikan ijin penelitian.

    8. Widodo, A.Ma.Pd selaku guru kelas IVA yang telah merelakan waktunya

    untuk berkolaborasi dengan peneliti dalam penelitian.

    viii

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    9. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi

    ini.

    Disadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk

    itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan. Semoga

    skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat menjadi

    bahan bacaan yang menarik dan mudah dipahami.

    Surakarta, April 2011

    Penulis

    ix

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

    HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii

    HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii

    HALAMAN ABSTRAK ..................................................................................... iv

    HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vi

    HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ x

    DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii

    DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

    A. Latar Belakang ................................................................................... 1

    B. Perumusan Masalah ........................................................................... 5

    C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5

    D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 5

    BAB II LANDASAN TEORI.............................................................................. 7

    A. Kajian Pustaka .................................................................................. 7

    1. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan.. ......... 7

    2. Hakikat Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) .. 18

    B. Hasil Penelitian yang Relevan ........................................................ 32

    C. Kerangka Berfikir ........................................................................... 33

    D. Pengajuan Hipotesis Tindakan ....................................................... 34

    BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 35

    A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 35

    B. Subjek dan Objek Penelitian ........................................................... 35

    C. Bentuk Penelitian ............................................................................ 35

    D. Sumber Data ................................................................................... 36

    E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 36

    x

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    F. Validitas Data ................................................................................. 38

    G. Teknik Analisis Data ...................................................................... 38

    H. Prosedur Penelitian ......................................................................... 40

    I. Indikator Ketercapaian.................................................................... 45

    BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................... 46

    A. Diskripsi Lokasi Penelitian ............................................................ 46

    B. Diskripsi Permasalahan Penelitian ................................................. 47

    1. Diskripsi Pra Siklus .............................................................. 47

    2. Diskripsi Siklus I .................................................................. 49

    3. Diskripsi Siklus II ................................................................. 60

    C. Diskripsi Hasil Penelitian ............................................................... 73

    D. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................... 75

    BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN .......................................... 78

    A. Simpulan......................................................................................... 78

    B. Implikasi ......................................................................................... 78

    C. Saran ............................................................................................... 80

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 82

    LAMPIRAN ...................................................................................................... 85

    xi

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Hasil Evaluasi Nilai Pra Siklus ............................................................. 47

    Tabel 2. Hasil Tes Pra Siklus .............................................................................. 49

    Tabel 3. Hasil Observasi Aktivitas Guru siklus I ................................................ 54

    Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I .............................................. 55

    Tabel 5. Hasil Evaluasi Nilai Siklus I ................................................................. 57

    Tabel 6. Perkembangan Nilai Pra Siklus dan Siklus I ........................................ 59

    Tabel 7. Hail Observasi Aktiviyas Guru Siklus II .............................................. 66

    Tabel 8. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ........................................... 67

    Tabel 9. Hasil Evaluasi Nilai Siklus II ................................................................ 69

    Tabel 10. Perkembangan Nilai Siklus I dan Siklus II ......................................... 71

    Tabel 11. Perkembangan Nilai Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II ...................... 76

    xii

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Kerangka Berpikir ............................................................................. 34

    Gambar 2. Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman ................................ 40

    Gambar 3. Siklus Penelitian Tindakan Kelas ...................................................... 41

    Gambar 4. Grafik Data Nilai Pra Siklus ............................................................. 48

    Gambar 5. Grafik Data Nilai Siklus I.................................................................. 57

    Gambar 6. Grafik Pekembangan Nilai Pra Siklus dan Siklus I........................... 59

    Gambar 7. Grafik Data Nilai Siklus II ................................................................ 69

    Gambar 8. Grafik Perkembangan Nilai Siklus I dan siklus II............................. 72

    Gambar 9. Grafik Perkembangan Nilai Pra Siklus, Siklus I, dan siklus II ......... 77

    xiii

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Jadwal Waktu Penelitian .............................................................. 85

    Lampiran 2. Pedoman Wawancara Untuk Guru Sebelum Penerapan RME ..... 86

    Lampiran 3. Pedoman Wawancara Untuk Guru Setelah Penerapan RME ....... 87

    Lampiran 4. Silabus Kelas IV .......................................................................... 89

    Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ............................... 91

    Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II .............................. 103

    Lampiran 7. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 1 ................. 115

    Lampiran 8. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1 ............. 119

    Lampiran 9. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 2 .................. 122

    Lampiran 10. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 2 ............ 126

    Lampiran 11. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 1 .............. 129

    Lampiran 12. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1 .......... 133

    Lampiran 13. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 2 ............... 136

    Lampiran 14. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 2 ........... 140

    Lampiran 15. Tes Pra-Siklus ............................................................................. 143

    Lampiran 16. LKS dan Tugas Siklus I Pertemuan 1......................................... 144

    Lampiran 17. LKS dan Tugas Siklus I Pertemuan 2......................................... 148

    Lampiran 18. LKS dan Tugas Siklus II Pertemuan 1 ....................................... 152

    Lampiran 19. LKS dan Tugas Siklus II Pertemuan 2 ....................................... 156

    Lampiran 20. Perolehan Hasil Tes Evaluasi Pra-Siklus ................................... 160

    Lampiran 21. Perolehan Hasil Tes Evaluasi Siklus I ......................................... 162

    Lampiran 22. Perolehan Hasil Tes Evaluasi Siklus II ....................................... 164

    Lampiran 23. Kisi-Kisi soal ................................................................................ 166

    Lampiran 24. Foto Kegiatan Pembelajaran......................................................... 169

    Lampiran 25. Surat Ijin Penelitian ...................................................................... 176

    xiv

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang

    semakin pesat, pelaksanaan pendidikan perlu ditingkatkan baik pendidikan

    nonformal (masyarakat), pendidikan formal (sekolah) maupun pendidikan

    informal (keluarga). Terutama pendidikan formal yang memberikan kontribusi

    yang cukup besar pada seseorang dalam hal kemampuan akademis, sehingga

    berbagai upaya meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas pendidikan sangat

    diperlukan.

    Kalangan dunia pendidikan menyadari bahwa proses pembelajaran akan

    lebih efektif apabila siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Dengan

    berpartisipasi, siswa akan mengalami, menghayati, dan menarik dirinya untuk

    membelajarkan suatu pelajaran. Hasil belajar yang demikian akan lebih baik,

    disamping tentu saja kualitas siswa dibina dan dikembangkan.

    Kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berlangsung dengan baik,

    apabila ada komunikasi timbal balik antara guru dengan siswa. Oleh karena itu,

    komunikasi harus diciptakan sehingga pesan yang disampaikan dalam bentuk

    materi pelajaran dapat diterima oleh siswa. Guru diharapkan mampu membimbing

    aktivitas dan kreativitas siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan

    menggunakan model pembelajaran atau pendekatan yang sesuai.

    Matematika sebagai salah satu ilmu dasar yang memiliki ciri objek yang

    abstrak, pola pikir deduktif dan konsisten, juga tidak dapat dipisahkan dari

    perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terbukti dengan banyaknya

    permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan Matematika

    dan pembahasannya. Pentingnya belajar Matematika tidak lepas dari perannya

    dalam segala jenis dimensi kehidupan. Banyak persoalan kehidupan yang

    memerlukan kemampuan menghitung dan mengukur. Menghitung mengarah pada

    aritmatika dan mengukur mengarah pada geometri merupakan fondasi atau dasar

    dari Matematika.Menurut GBPP mata pelajaran Matematika di SD (1994:70),

    1

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    2

    tujuan khusus pengajaran Matematika yaitu menumbuhkan dan mengembangkan

    ketrampilan berhitung sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari serta

    mengembangkan pengetahuan dasar Matematika untuk bekal belajar lebih lanjut.

    Namun kenyataannya menunjukkan bahwa masih banyak siswa sekolah dasar

    yang masih rendah kemampuan berhitungnya. Berbagai persepsi mengenai mata

    pelajaran Matematika menjadi beban psikologis yang menjangkiti para siswa di

    setiap jenjang pendidikan. Matematika menjadi ditakuti karena dianggap sulit.

    Hampir semua pokok bahasan dalam mata pelajaran Matematika selalu

    ada soal cerita. Sebuah model soal sering menjadi momok bagi sebagian besar

    siswa. Oleh karena itu, maka setiap guru mata pelajaran Matematika perlu

    berusaha mencari gagasan guna mencari solusinya agar siswa tidak merasa

    kesulitan dalam mengerjakan soal yang berbentuk cerita.

    Pada umumnya siswa mengalami hambatan ketika mereka diberi tugas

    oleh guru untuk menyelesaikan soal cerita. Mereka mengalami kesulitan dalam

    memahami soal dan membuat kalimat Matematikanya. Fenomena semacam ini

    terjadi di SD Negeri 03 Jaten Karanganyar, dari hasil wawancara dengan guru

    kelas IV SD Negeri 03 Jaten dan dikuatkan oleh hasil observasi peneliti di kelas

    IVA menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita

    pokok bahasan pecahan tergolong masih rendah. Hal ini teridentifikasi dari tahun

    tahun sebelumnya yang menunjukkan nilai yang dicapai siswa masih rendah, dan

    dikuatkan oleh hasil tes awal yang diberikan guru yang menunjukkan bahwa nilai

    rata-rata siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan mencapai 47,18 dan

    siswa yang tuntas hanya 13 siswa atau 33,33 % dari 39 siswa, jadi 26 siswa atau

    66,67% masih mendapatkan nilai di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

    Fakta diatas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran yang

    dilaksanakan guru masih kurang optimal dan tidak sesuai harapan. Menurut hasil

    pengamatan peneliti dan wawancara dengan guru di SD Negeri 03 Jaten,

    rendahnya kemampuan menyelesaikan soal cerita pada pokok bahasan pecahan ini

    disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (a) kesulitan memahami soal cerita yang

    terdiri dari kesulitan menentukan yang diketahui dan ditanyakan dari soal pecahan

    yang disebabkan siswa kurang memahami bahasa soal karena kemampuan bahasa

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    3

    yang lemah dan kurangnya diberi latihan soal cerita dengan langkah

    penyelesainya; (b) kesulitan membuat kalimat Matematika yang terdiri dari

    kesulitan dalam menuliskan langkah penyelesaian yang jelas karena siswa kurang

    memperhatikan kejelasan langkah jawabannya dan terbiasa menjawab hanya

    langsung hitung saja; (c) kesulitan dalam menyelesaikan soal pecahan yang

    disebabkan siswa kurang memahami konsep pecahan; (d) kesulitan menyelesaikan

    soal pecahan yang senilai yang disebabkan siswa kurang paham konsep pecahan

    senilai juga kurangnya latihan soal; dan (e) guru belum menemukan metode atau

    pendekatan yang tepat untuk mengajarkan materi secara menarik dan

    menyenangkan bagi siswa.

    Berbagai hal yang muncul tersebut terkait dengan kesulitan siswa dalam

    menyelesaikan soal cerita pecahan. Untuk itu perlu diterapkan suatu keadaan yang

    membangun motivasi siswa untuk belajar dikarenakan apabila kesulitan siswa

    tidak diatasi maka siswa akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal

    cerita pecahan di jenjang kelas selanjutnya. Salah satu cara untuk membangun

    motivasi siswa untuk belajar tersebut adalah dengan menerapkan metode atau

    pendekatan yang efektif dan dapat menunjang kegiatan pembelajaran.

    Metode atau pendekatan pembelajaran yang bermacam-macam

    menyebabkan guru harus selektif dalam memilih metode pembelajaran yang

    digunakan. Metode atau pendekatan yang efektif untuk mengajarkan suatu materi

    belum tentu efektif untuk mengajarkan materi lain. Setiap materi mempunyai

    karakteristik dan turut menentukan metode yang digunakan untuk menyampaikan

    materi tersebut. Begitu pula dalam pembelajaran soal cerita pecahan, guru harus

    bisa memilih dan menggunakan metode atau pendekatan yang sesuai dengan

    materi yang diajarkan.

    Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) di Indonesia dikenal

    dengan istilah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Menurut

    Supinah & Agus D.W (2009:71) secara garis besar PMRI atau RME adalah suatu

    teori pembelajaran yang telah dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep

    matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan

    matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    4

    meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya

    nalar.

    Pendekatan ini dipandang sebagai pendekatan yang banyak memberikan

    harapan bagi peningkatan hasil pembelajaran matematika. Pendekatan ini

    didasarkan pada anggapan Hans Freudental dalam Nyimas Aisyah, dkk (2007:7-3)

    bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan

    aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan

    dengan kehidupan nyata sehari-hari. Menurut pendekatan ini kelas Matematika

    bukan merupakan tempat memindahkan Matematika dari guru kepada siswa,

    tetapi tempat siswa menemukan kembali konsep Matematika melalui eksplorasi

    masalah-masalah nyata. Masalah ini bukan masalah yang selalu kongkrit dilihat

    oleh mata tetapi termasuk halhal yang mudah di bayangkan oleh siswa. Siswa

    tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk

    menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Selain

    itu, dalam penerapannya RME (PMR) memadukan berbagai pendekatan

    pembelajaran lain yang dianggap unggul seperti pemecahan masalah,

    konstruktivisme, dan pendekatan pembelajaran yang berbasis lingkungan

    (Suwarsono, 2001: 5-7).

    RME mampu membuat siswa aktif dan guru hanya berperan sebagai

    fasilisator, motivator, dan pengelola kelas yang dapat menciptakan suasana belajar

    yang menyenangkan. Setiap siswa bebas mengemukakan dan

    mengkomunikasikan idenya dengan siswa lain. RME sangat membantu siswa

    untuk berpikir dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak. Hal ini membuat

    pemahaman dan penguasaan siswa terhadap suatu konsep matematika dapat

    ditingkatkan sehingga kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah

    yang berkaitan dengan soal cerita Matematika juga akan lebih meningkat.

    Dari gambaran di atas menunjukkan bahwa pembelajaran Matematika

    perlu diperbaiki guna peningkatan kemampuan menyelesaikan soal cerita.

    Mengingat pentingnya Matematika dan kompleksitas permasalahan dalam

    Matematika. Idealnya usaha ini dimulai dari pembenahan proses pembelajaran

    yang dilakukan guru dengan menawarkan suatu pendekatan pembelajaran yang

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    5

    dapat lebih membuat siswa aktif dalam pembelajaran pada umumnya dan

    meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pada khususnya. Salah satu

    cara menerapkan pendekatan pembelajaran realistik (RME / Realistic Mathematic

    Education).

    Sehubungan dengan latar belakang di atas, peniliti tertarik untuk

    melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul Peningkatan Kemampuan

    Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Melalui Pendekatan Realistic

    Mathematic Education (RME) Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 03 Jaten

    Karanganyar Tahun Pelajaran 2010/2011.

    B. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas dapat

    dirumuskan masalah sebagai berikut, Apakah penggunaan pendekatan Realistic

    Mathematic Education (RME) dapat meningkatan kemampuan siswa dalam

    menyelesaikan soal cerita pecahan di kelas IV SD Negeri 03 Jaten Karanganyar

    tahun pelajaran 2010 / 2011 ?

    C. Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan judul penelitian ini, tujuan penelitian yang dilakukan adalah

    sebagai berikut :

    Untuk meningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan

    melalui pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) pada siswa kelas IV

    SD Negeri 03 Jaten Karanganyar tahun pelajaran 2010 / 2011.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Teoretis

    a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

    dan masukan bagi penelitian sejenis.

    2. Praktis

    a. Bagi Kepala Sekolah

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    6

    Memberikan masukan kepada kepala sekolah tentang pendekatan Realistic

    Mathematic Education (RME), sehingga dapat mengarahkan pada guru

    supaya mempraktekkannya.

    b. Bagi Guru

    1) Memperoleh sumbangan pemikiran dalam proses pembelajaran

    Matematika terutama pada soal cerita pokok bahasan pecahan.

    2) Memberikan informasi bagi guru untuk menentukan metode atau

    pendekatan pembelajaran yang tepat demi meningkatnya kemampuan

    siswa dalam menyelesaikan soal cerita pokok bahasan pecahan.

    3) Sebagai masukan bagi guru untuk melibatkan siswa secara aktif

    sehingga berdampak pada meningkatnya kualitas pembelajaran.

    c. Bagi Siswa

    Meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami dan menyelesaikan

    soal cerita pokok bahasan pecahan.

    d. Bagi Sekolah

    Memberika sumbangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui

    penerapan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    7

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Kajian Pustaka

    1. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan

    a. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita

    Sesuai dengan pembentukan kata kemampuan berasal dari kata

    dasar mampu yang berarti bisa atau sanggup

    (http://www.artikata.com/arti-mampu.php diakses pada 1 Maret 2011).

    Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu.

    Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu yang

    harus ia lakukan. Menurut Chaplin ability (kemampuan, kecakapan,

    ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan)

    untuk melakukan suatu perbuatan, sedangkan menurut Robbins

    kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau

    merupakan hasil latihan atau praktek (http://www.digilib.petra.ac.id

    diakses pada 4 Januari 2011).

    Akhmat Sudrajat menghubungkan kemampuan dengan kata

    kecakapan. Setiap individu memiliki kecakapan yang berbeda-beda

    dalam melakukan suatu tindakan. Kecakapan ini mempengaruhi

    potensi yang ada dalam diri individu tersebut. Proses pembelajaran

    mengharuskan siswa mengoptimalkan segala kecakapan yang dimiliki

    (http://www.akhmadsudrajat.wordpress.com diakses pada 4 Januari

    2011).

    Jadi kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan

    sesuatu. Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda beda

    dalam melakukan suatu tindakan. Kemampuan ini mempengaruhi potensi

    yang ada dalam diri individu.

    Menyelesaikan adalah (1) menyudahkan (menyiapkan) pekerjaan

    dsb, menyempurnakan (kalimat dsb); (2) menjadikan berakhir;

    menamatkan (http://www.artikata.com/arti-377303-menyelesaikan.php

    7

    http://www.artikata.com/arti-mampu.phphttp://www.digilib.petra.ac.id/http://www.akhmadsudrajat.wordpress.com/http://www.artikata.com/arti-377303-menyelesaikan.php

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    8

    diakses pada 1 Maret 2011). Menyelesaikan merupakan suatu tindakan

    yang dilakukan oleh seseorang untuk mengakhiri suatu pekerjaan yang

    telah dimulainya.

    Soal cerita adalah persoalan dalam Matematika yang biasanya

    diwujudkan dalam kalimat dimana di dalam kalimat tersebut tersembunyi

    suatu persoalan (permasalahan). Soal cerita merupakan salah satu bentuk

    dari soal tes uraian dimana tes uraian ini akan berfungsi untuk

    mendiagnosis kesulitan yang dialami siswa. Permasalahan matematika

    yang berkaitan dengan kehidupan nyata biasanya dituangkan melalui soal-

    soal berbentuk cerita (verbal).

    Menurut Abidia dalam Marsudi Raharjo (2009: 2), soal cerita

    adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang

    diungkapkan dapat merupakan masalah kehidupan sehari-hari atau

    masalah lainnya. Bobot masalah yang diungkapkan akan mempengaruhi

    panjang pendeknya cerita tersebut. Makin besar bobot masalah yang

    diungkapkan, memungkinkan semakin panjang cerita yang disajikan.

    Sementara itu, menurut Haji dalam Marsudi Raharjo (2009 : 2), soal yang

    dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang

    Matematika dapat berbentuk cerita dan soal bukan cerita/soal hitungan.

    Dalam hal ini, soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal perhitungan

    yang berkaitan dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa. Soal

    cerita yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah soal Matematika

    yang berbentuk cerita yang terkait dengan berbagai pokok bahasan yang

    diajarkan pada mata pelajaran Matematika.

    Dalam soal cerita siswa dituntut kemampuannya untuk

    mengorganisir jawaban yang meliputi beberapa langkah yang harus

    dilakukan sehingga soal cerita dapat digunakan sebagai indikator

    ketidakmampuan/kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan

    seperangkat tes soal cerita.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    9

    Haji dalam Marsudi Raharjo (2009: 2) mengungkapkan bahwa

    untuk menyelesaikan soal cerita dengan benar diperlukan kemampuan

    awal, yaitu kemampuan untuk:

    1) menentukan hal yang diketahui dalam soal,

    2) menentukan hal yang ditanyakan,

    3) membuat model matematikanya,

    4) melakukan perhitungan,

    5) menginterpretasikan jawaban model kepermasalahan semua.

    Hal ini sejalan dengan langkah menyelesaikan soal cerita

    sebagaimana yang dituangkan dalam Pedoman Umum Matematika

    Sekolah Dasar dalam Marsudi Raharjo (2009: 2), yaitu:

    1) membaca soal dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan

    yang ada dalam soal,

    2) menuliskan kalimat matematika,

    3) menyelesaikan kalimat matematika, dan

    4) menggunakan penyelesaian untuk menjawab pertanyaan.

    Dari kedua pendapat di atas terlihat bahwa hal yang paling utama

    dalam menyelesaikan suatu soal cerita adalah pemahaman terhadap suatu

    masalah sehingga dapat dipilah antara yang diketahui dengan yang

    ditanyakan. Hudoyo dan Surawidjaja dalam Marsudi Raharjo (2009: 3)

    memberikan petunjuk:

    1) baca dan bacalah ulang masalah tersebut,

    2) pahami kata demi kata, kalimat demi kalimat,

    3) identifikasikan apa yang diketahui dari masalah tersebut,

    4) identifikasikan apa yang hendak dicari,

    5) abaikan hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan, dan

    6) jangan menambahkan hal-hal yang tidak ada sehingga masalahnya

    menjadi berbeda dengan masalah yang dihadapi.

    Pendapat-pendapat di atas sejalan dengan pendapat Soedjadi

    dalam Marsudi Raharjo (2009: 3), bahwa untuk menyelesaikan soal

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    10

    Matematika umumnya dan terutama soal cerita dapat ditempuh langkah-

    langkah:

    1) membaca soal dengan cermat untuk menangkap makna tiap kalimat,

    2) memisahkan dan mengungkapkan apa yang diketahui dalam soal, apa

    yang diminta/ditanyakan dalam soal, operasi pengerjaan apa yang

    diperlukan,

    3) membuat model Matematika dari soal,

    4) menyelesaikan model menurut aturan-aturan matematika sehingga

    mendapatkan jawaban dari model tersebut, dan

    5) menuliskan jawaban akhir sesuai dengan permintaan soal.

    Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa apabila siswa tidak

    mampu/salah dalam menyelesaikan masing-masing tahap diatas maka

    hasil akhir dari penyelesaian soal cerita akan salah.

    Dari berbagai uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

    kemampuan menyelasaikan soal cerita merupakan suatu kesanggupan,

    kecakapan, kekuatan, atau potensi diri sendiri yang dimiliki oleh seseorang

    untuk mengakhiri persoalan dalam Matematika yang tersembunyi didalam

    suatu kalimat dengan segala pengetahuan dan pengalaman yang dimiliknya

    terdahulu atau sebelumnya.

    b. Hakikat Pecahan dalam Pembelajaran Matematika

    1) Pengertian Pembelajaran

    Pembelajaran berasal dari kata belajar, merupkan kegiatan untuk

    mengubah seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi

    bisa baik perubahan dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar

    juga untuk memproleh pengalaman-pengalaman dan pengetahuan yang

    berguna bagi dirinya.

    Sedangkan pembelajaran merupakan upaya sistematis untuk

    memfasilitasi dan meningkatkan proses belajar. Menurut Corey dalam

    Nyimas Aisyah (2007.1.3) Pembelajaran adalah suatu proses dimana

    lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia

    turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    11

    terhadap situasi tertentu. Menurut Oemar Hamalik (1999:57)

    pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur

    manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling

    mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Suprapto (2003:9)

    berpendapat bahwa pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau

    proses membelajarkan subjek didik yang direncanakan atau didesain,

    dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik dapat

    mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

    Pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa, agar

    mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya

    (http://www.google.co.id/gwt/n?q=pengertian+pembelajaran&

    hl/frustanti.html diakses pada 5 Januari 2011).

    Dari pengertianpengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

    pembelajaran adalah suatu proses yang sengaja menciptakan suatu

    lingkungan sehingga terjadi proses belajar secara efektif dan efisien.

    2) Pengertian Matematika

    Dalam Ensiklopedia Indonesia (2005:251), Istilah Matematika

    berasal dari bahasa Yunani Mathematikos secara ilmu pasti, atau

    Mathesis yang berarti ajaran, pengetahuan abstrak dan deduktif,

    dimana kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman keindraan,

    tetapi atas kesimpulan yang ditarik dari kaidahkaidah tertentu melalui

    deduksi. Pada hakikatnya matematika merupakan ilmu deduktif yang

    mana tidak menerima generalisasi yang berdasarkna pada observasi,

    eksperimen, coba-coba sebagaimana ilmu pengetahuan yang lain.

    Melainkan kebenaran dalam generalisasi matematika harus dapat

    dibuktikan secara deduktif (http: //www.google.co.id/ gwt/n?eos r= on &

    q= Hakikat +Belajar+Matematika diakses pada 5 Januari 2011).

    Menurut Johnson dan Myklebust dalam Mulyono Abdurrahman

    (2003:252), Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya

    untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan,

    sedangkan fungsi teoratisnya adalah untuk memudahkan berfikir.

    http://www.google.co.id/gwt/n?q=pengertian+pembelajaran&http://www.google.co.id/gwt/n?eosr=on&q=Hakikat+Belajarhttp://www.google.co.id/gwt/n?eosr=on&q=Hakikat+Belajar

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    12

    Menurut Johnson dan Myklebust dalam Mulyono Abdurrahman

    (2003:252), Matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga

    merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan,

    mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenahi elemen dan kuantitas.

    Taylor dan Francis Group (2008) dalam International Journal of

    Education in Science and Technology: Mathematics is pervanding

    every study and technique in our modern world. Bringing ever more

    sharpy into focus the responsibilities laid upon those whose task it is

    to tech it. Most prominent among these is the difficulty of presenting

    an interdisciplinary approach so that one professional group may

    benefit from the experience of others. Matematika mencakup setiap

    pelajaran dan teknik di dunia modern ini. Matematika memfokuskan

    pada teknik pengerjaan tugastugasnya. Hal yang sangat mencolok

    yaitu mengenai kesulitan dalam mengaplikasi pendekatan

    interdisciplinary (antar cabang ilmu pengetahuan), oleh karena itu

    para pakar bisa memperoleh pengetahuan dari cabang ilmu lain.

    (www.tandf.co.uk/.../0020739x.asp diakses pada 29 Desember 2010)

    Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

    Matematika adalah ilmu deduktif dan universal yang mengkaji benda

    abstrak, disusun dengan menggunakan bahasa simbol untuk

    mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan yang mendasari

    perkembangan teknologi modern dan memajukan daya pikir manusia

    serta berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

    3) Pembelajaran Matematika

    Menurut Nyimas Aisyah (2007:1.4) Pembelajaran Matematika

    adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan

    suasana lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa

    belajar Matematika di sekolah. Menurut Bruner dalam Nyimas Aisyah

    (2007:21.5) Pembelajaran Matematika adalah pembelajaran mengenai

    konsep-konsep dan struktur-struktur Matematika yang terdapat di dalam

    materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan

    struktur-struktur Matematika itu. Sistem matematika berisikan model-

    model yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan nyata.

    Manfaat lain yang menonjol adalah matematika dapat membentuk pola

    pikir orang yan mempelajarinya menjadi pola pikir matematis yang

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    13

    sistematis, logis, kritis dengan penuh kecermatan (http://

    www.google.co.id/ gwt/ n?u=http// www.banjar-.go.id diakses pada 29

    Desember 2010).

    Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

    pembelajaran Matematika adalah proses yang dirancang dengan tujuan

    untuk menciptakan suasana yang memungkinkan siswa mempelajari

    hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur Matematika.

    4) Teor Belajar dalam Pembelajaran Matematika

    Menurut Nyimas Aisyah (2007:1.4), pembelajaran matematika adalah

    proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana

    lingkungan yang memungkinkan seseorang (pelajar) melaksanakan

    kegiatan belajar matematika dan proses tersebut berpusat pada guru.

    Supaya dalam pembelajaran matematika dapat mencapai tujuan maka

    perlu memperhatikan teori belajar dalam pembelajaran matematika

    menurut para ahli.

    Menurut Brunner dalam Nyimas Aisyiah (2007:1.5) menyatakan, bahwa

    dalam belajar Matematika ada tiga tahapan yaitu : a) Enaktif, b) Ikonik,

    c) Simbolik.

    a) Enaktif

    Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak

    secara langsung terlibat langsung dalam memanipulasi (mengotak-

    atik) objek. Anak belajar sesuatu pengetahuan yang dipelajari secara

    aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret (nyata). Dalam

    tahap ini anak memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan

    sesuatu tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata.

    b) Ikonik

    Tahap Ikonik yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengalaman

    yang dipresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual

    (visual imaginary), gambar atau diagram yang menggambarkan

    kegiatan konkret atau situasi konkret pada tahap Enaktif

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    14

    c) Simbolik

    Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-

    lambang objek tertentu. Anak sudah mampu menggunakan notasi

    tanpa tergantung pada objek nyata. Pembelajaran direprentasikan

    dalam bentuk simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan

    kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik

    simbol verbal, lambang-lambang matematika maupun lambang

    abstrak yang lain.

    Dari teori pembelajaran matematika di atas dapat disimpulkan

    bahwa pembelajaran matematika di SD pada dasarnya berawal dari

    konkrit ke abstrak dan dari sederhana ke kompleks.

    5) Hakikat Pecahan

    a) Pengertian Pecahan

    Pecahan menurut Moch Ichsan dalam bukunya yang berjudul

    Pembelajaran Pecahan di SD adalah: (1) bilangan yang digunakan

    untuk menyatakan bagian-bagian benda utuh yang dibagi menjadi dua

    bagianbagian yang sama besar (panjang, luas, dan besar), (2)

    bilangan untuk menyatakan suatu bilangan. Menurut Sukayati

    (2003:1) pecahan yang dipelajari anak ketika di SD sebetulnya

    merupakan bagian dari bilangan rasional yang dinotasikan dalam

    bentuk

    dengan a dan b bilangan bulat, b tidak sama dengan 0, a

    disebut sebagai pembilang dan b sebagai penyebut.

    Menurut Kennedy dalam Sukayati (2003:1), menyebutkan

    bahwa makna dari pecahan dapat muncul dari situasisituasi sebagai

    berikut: (1) Pecahan sebagai bagian yang berukuran sama dari yang

    utuh/keseluruhan, (2) Pecahan sebagai bagian dari kelompok

    kelompok yang beranggotakan sama banyak/juga menyatakan

    pembagian, (3) pecahan sebagai perbandingan. Bentuk dari suatu

    pecahan tidak selalu di notasikan dengan

    (pecahan biasa), tetapi

    dapat dinyatakan pula dengan desimal, persen, dan ada pula pecahan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    15

    campuran. Pecahan campuran terdiri atas bilangan bulat dan pecahan

    biasa.

    Dari pendapatpendapat di atas dapat di simpulkan bahwa

    pecahan adalah bilangan yang digunakan untuk menyatakan bagian-

    bagian benda yang biasanya dinotasikan dalam bentuk

    dengan a dan

    b bilangan bulat, b tidak sama dengan 0, a disebut sebagai pembilang

    dan b sebagai penyebut.

    b) Operasi Hitung Pecahan

    (1) Penjumlahan Pecahan

    Contoh :

    Abid mempunyai seutas tali yang panjangnya

    meter. Marbun

    juga mempunyai seutas tali dengan panjang

    meter. Jika kedua

    tali tersebut disambung, berapakah panjangnya?

    Jawab :

    Panjang tali Abid

    meter

    Panjang tali Marbun

    meter

    Panjang semua tali adalah

    meter +

    meter =

    meter

    Jadi panjang tali Mabid dan Marbun adalah

    meter

    Contoh :

    Adi mempunyai

    keju, di beri oleh Nenek

    keju. Berapa jumlah

    keju Adi sekarang?

    Jawab:

    Keju Adi

    Keju Nenek

    Total keju Adi adalah

    +

    =

    Jadi total keju Adi adalah

    Contoh:

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    16

    Ema dimintai tolong ibu untuk membelikan bahan-bahan pembuat

    kue. Ema membeli

    kg gula dan

    kg tepung. Berapa berat gula

    dan tepung terigu yang dibeli Ema tersebut?

    Jawab:

    Berat gula

    kg

    Berat tepung

    kg

    Penyebut pecahan adalah 5 dan 4, dengan KPK 20

    +

    =

    ( ) ( )

    =

    =

    kg

    berat total belanjaan Ema adalah

    kg

    Contoh :

    Ema mempunyai pita sepanjang

    meter. Diberi Menik

    meter.

    Berapa meter pita ema sekarang?

    Jawab:

    Pita Ema

    meter diberi Menik

    Penyebut pecahan adalah 4 dan 12, dengan KPK 12

    +

    =

    ( )

    +

    =

    =

    meter

    Jadi panjang pita Ema adalah

    meter

    Ingat :

    (a) Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama dilakukan dengan

    menjumlahkan pembilang-pembilangnya. Sedangkan

    penyebutnya tidak dijumlahkan.

    (b) Pecahan yang penyebutnya berbeda.

    1. Samakan penyebut dengan KPK kedua bilangan (mencari

    bentuk pecahan yang senilai).

    2. Jumlahkan pecahan baru seperti pada penjumlahan pecahan

    berpenyebut sama.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    17

    (2) Pengurangan Pecahan

    Contoh:

    Pedagang beras itu mempunyai

    ton persediaan beras. Dalam sehari telah

    terjual sebanyak

    ton beras, berapa beras yang belum terjual?

    Jawab:

    ton persediaan beras. Dalam sehari telah terjual sebanyak

    ton beras,

    berapa beras yang belum terjual?

    -

    =

    ton

    Jadi sisa beras yang belum terjual adalah

    ton

    Contoh:

    Ayah Marbun mengecat kayu yang panjangnya

    meter dengan warna hijau

    dan kuning. Sepanjang

    meter dicat berwarna hijau. Berapa meter panjang

    kayu yang dicat kuning?

    Jawab:

    Panjangnya kayu

    meter,di cat warna hijau

    meter sisanya kuning.

    Penyebut kedua pecahan adalah 10 dan 2, dengan KPK 10

    -

    =

    ( )

    =

    ( )

    =

    meter

    Jadi kayu yang di cat kuning adalah

    meter

    Contoh:

    Abid dan Marbun memetik

    keranjang buah mangga. Sebanyak

    keranjang

    mangga telah dibagikan kepada para tetangga. Berapa bagian buah mangga

    yang masih ada?

    Jawab:

    Abid dan Marbun memetik

    keranjang, Sebanyak

    buah keranjang mangga

    telah dibagikan kepada para tetangga. Berapa bagian buah mangga yang

    masih ada?

    Penyebut kedua pecahan adalah 6 dan 9, dengan KPK 18

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    18

    -

    =

    ( ) ( )

    =

    =

    keranjang

    Jadi buah mangga yang masih ada adalah

    keranjang.

    Ingat:

    (a) Pengurangan pecahan yang berpenyebut sama dilakukan dengan

    mengurangkan pembilang-pembilangnya. Sedangkan penyebutnya tidak

    dikurangkan.

    (b) Pecahan yang penyebutnya berbeda.

    1. Samakan penyebut dengan KPK kedua bilangan (mencari bentuk

    pecahan yang senilai).

    2. Kurangkan pecahan baru seperti pada pengurangan pecahan

    berpenyebut sama.

    2. Hakikat Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

    a. Hakikat Pendekatan

    Menurut Sanjaya dalam Supinah & Agus D.W (2009:25)

    pendekatan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses

    pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang

    terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Strategi dan

    metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung

    dari pendekatan tertentu. Sedangkan menurut Akhmad Sudrajat

    pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut

    pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada

    pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat

    umum (http://akhmadsudrajat.wordpress.com diakses pada 8 Maret

    2001). Pendekatan adalah Sebuah cara yang telah diatur dalam berfikir

    baik-baik untuk mencapai suatu maksud dam merupakan cara kerja untuk

    memudahkan pendididk atau fasilitator agar peserta dididk ingin belajar

    untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan

    (http://prari007luck.wordpress.com/2008/10/08/pendekatan-dalam-

    pendidikan-luar-sekolah/ diakses pada 8 Maret 2011).

    http://akhmadsudrajat.wordpress.com/http://prari007luck.wordpress.com/2008/10/08/pendekatan-dalam-pendidikan-luar-sekolah/http://prari007luck.wordpress.com/2008/10/08/pendekatan-dalam-pendidikan-luar-sekolah/

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    19

    Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan

    adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran,

    dan merupakan suatu siasat dalam mengajar yang digunakan untuk

    memaksimalkan hasil pembelajaran, memilih pendekatan disesuaikan

    dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan

    pembelajaran.

    b. Hakikat Realistic Mathematic Education (RME)

    Pada pembelajaran matematika istilah realistik dikenal sebagai

    pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dan di Indonesia

    dikenal dengan istilah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

    (PMRI). Menurut Supinah & Agus D.W (2009:71) secara garis besar

    PMRI atau RME adalah suatu teori pembelajaran yang telah

    dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realistik ini

    sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di

    Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan

    pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar.

    Realistic Mathematics Education (RME) yang artinya pendidikan

    matematika realistik. Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya

    adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami siswa untuk

    memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai

    tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang

    dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat

    diamati atau dipahami siswa lewat membayangkan, sedangkan yang

    dimaksud dengan lingkungan adalah tempat siswa berada baik

    lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat.

    (http://prari007luck.wordpress.com/2008/09/13/pendekatan-

    pembelajaran-matematika-realistik/ diakses pada 8 Maret 2011).

    DevrimUzel and Sevinc Mert UyangOR (2006) dalam

    International Journal of Mathematics education: RME theory is a

    promising direction to improve and enhance learners

    understandings in mathematics (http://m-hikari.com/imf-37-40-

    2006/uzel diakses 28 Januari 2011). Teori RME merupakan arah

    http://prari007luck.wordpress.com/2008/09/13/pendekatan-pembelajaran-matematika-realistik/http://prari007luck.wordpress.com/2008/09/13/pendekatan-pembelajaran-matematika-realistik/http://m-hikari.com/imf-37-40-2006/uzelhttp://m-hikari.com/imf-37-40-2006/uzel

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    20

    yang menjanjikan untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajar

    di bawah klasemen dalam matematika.

    Jadi Realistic Mathematic Education (RME) adalah teori

    pembelajaran yang mengaitkan antara matematika dengan dunia nyata

    atau kongret siswa sehingga dalam proses pembelajaran matematika

    dapat mencapai tujuan secara lebih baik.

    Menurut Yusuf Hartono dalam Nyimas, dkk. (2007:7-3) Realistic

    Mathematics Education (RME) diterjemahkan sebagai pendidikan

    matematika realistik yaitu sebuah pendekatan belajar matematika yang

    pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun

    1970 oleh Institute Freudenthal. Pendekatan ini didasarkan pada

    anggapan Hans Freudental dalam Nyimas Aisyah, dkk (2007:7-3) bahwa

    matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan

    aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan

    relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Menurut pendekatan ini

    kelas Matematika bukan merupakan tempat memindahkan Matematika

    dari guru kepada siswa, tetapi tempat siswa menemukan kembali konsep

    Matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Siswa tidak

    dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk

    menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan

    guru.

    Pendekatan Realistic Mathemathic Education (RME) merupakan

    suatu pendekatan yang berasumsi perlu adanya pengkaitan antara

    Matematika dengan realitas yang ada dan dapat dijumpai dalam

    kehidupan seharihari. Masalah ini bukan masalah yang selalu kongkrit

    dilihat oleh mata tetapi termasuk halhal yang mudah di bayangkan oleh

    siswa. Selain itu, dalam penerapannya RME (PMR) memadukan

    berbagai pendekatan pembelajaran lain yang dianggap unggul seperti

    pemecahan masalah, konstruktivisme, dan pendekatan pembelajaran yang

    berbasis lingkungan (Suwarsono, 2001: 5-7).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    21

    Menurut pandangan matematika realistik dalam Asep Jihad

    (2008:149), matematika merupakan lawan dari matematika mekanistik di

    Belanda, suatu proses kegiatan manusia yang aktif atau a human activity

    dan bukan merupakan teori pendidikan matematika yang statis dan sudah

    selesai serta berkaitan dengan dunia siswa atau realita, menekankan

    siswa melakukan reinvention, melalui penyajian situasi masalah dalam

    konteks. Istilah realistik tidak selalu terkait dengan dunia nyata, tetapi

    penyajian masalah dalam konteks yang dapat dijangkau siswa; konteks

    dapat dunia nyata, dunia fantasi, atau dunia matematika formal asalkan

    nyata dalam alam fikiran siswa.

    Dalam RME dunia nyata (real world) dapat dimanfaatkan sebagai

    titik awal pengembangan konsep dan ide Matematika. Blum dan Nissa

    dalam Sutarto (2010:2) dikutip oleh Fadjar Shadiq menyatakan : Real

    world is the world outside mathematics, such as subject matter other than

    mathematics, or our daily life and environment. Dunia nyata adalah

    segala sesuatu di luar Matematika seperti pada pelajaran lain selain

    Matematika, adalah kehidupan seharihari dan lingkungan sekitar kita.

    Pendekatan dalam PMR bertolak dari masalah-masalah

    kontektual, siswa aktif, guru berperan sebagai fasilitator, anak bebas

    mengeluarkan idenya, siswa sharing ide-idenya, siswa dengan bebas

    mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain. Guru membantu

    membandingkan ide-ide tersebut dan membimbing siswa mengambil

    keputusan tentang ide terbaik untuk mereka.

    RME has played a role in eliciting and addressing

    alternative conceptions of learners in this intervention This has been

    done firstly through the application of the principle of guided

    reinvention in the design of contextual problems

    (http://.up.ac.za/dspace/bitstream diakses pada 22 Januari 2011).

    RME telah memainkan peran dalam memunculkan dan membahas

    konsep-konsep alternatif dari siswa. Hal ini telah dilakukan terlebih

    dahulu melalui penerapan prinsip penciptaan kembali dipandu dalam

    perancangan masalah kontekstual.

    http://.up.ac.za/dspace/bitstream

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    22

    Titik awal proses belajar dengan pendekatan Matematika realistik

    menekankan pada konsepsi yang sudah dikenal oleh siswa. Setiap siswa

    mempunyai konsep awal tentang ide-ide Matematika. Setelah siswa

    terlibat secara bermakna dalam proses belajar, maka proses tersebut dapat

    ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi. Pada proses pembentukan

    pengetahuan baru tersebut, siswa bertanggung jawab terhadap proses

    belajarnya sendiri. Peran guru hanya fasilitator belajar. Idealnya, guru

    harus mampu membangun pengajaran yang interaktif. Guru harus

    memberi kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada

    proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam

    menafsirkan persoalan real.

    Upaya mengaktifkan siswa dapat diwujudkan dengan cara (1)

    mengoptimalkan keikutsertaan unsur-unsur proses mengajar belajar, dan

    (2) mengoptimalkan keikutsertaan seluruh siswa. Pengoptimalan seluruh

    siswa sangat terkait dengan bagaimana siswa merespon setiap persoalan

    yang dimunculkan guru dalam kelas, baik respon secara lesan, tertulis

    atau bentuk-bentuk representasi lain seperti demonstrasi. Selain itu untuk

    mengoptimalkan keikutsertaan seluruh siswa juga diperlukan komunitas

    Matematika yang kondusif, dalam arti bahwa lingkungan belajar yang

    mempercakapkan tentang Matematika tersebut harus mampu

    membangkitkan setiap siswa untuk berpartisipasi aktif.

    Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka peneliti dapat

    menyimpulkan bahwa pendekatan Realistic Mathematics Education

    (RME) adalah pendekatan pembelajaran yang memandang matematika

    sebagai kegiatan manusia dan harus dikaitkan dengan realitas sehingga

    siswa dapat melakukan proses penemuan kembali secara terbimbing.

    c. Prinsip Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

    Menurut Marpung (2009:2) dalam Fadjar Shadiq (2010:10) Tiga

    prinsip dasar yang mengawali RME, yaitu : guided reinvention and

    progressive mathematization, didactical phenomenology, serta self -

    developed models :

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    23

    1) Guided Re-invention atau Menemukan Kembali Secara Seimbang

    Memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan

    Matematisasi dengan masalah kontekstual yang realistik bagi siswa

    dengan bantuan dari guru. Siswa didorong atau ditantang untuk aktif

    bekerja bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun

    sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya. Pembelajaran tidak

    dimulai dari sifat-sifat atau definisi atau teorema dan selanjutnya

    diikuti contoh-contoh, tetapi dimulai dengan masalah kontekstual atau

    real/nyata yang selanjutnya melalui aktivitas siswa diharapkan dapat

    ditemukan sifat, definisi, teorema, ataupun aturan oleh siswa sendiri.

    2) Didactical Phenomenology atau Fenomena Didaktik

    Topik-topik Matematika disajikan atas dasar aplikasinya dan

    kontribusinya bagi perkembangan Matematika. Pembelajaran

    Matematika yang cenderung berorientasi kepada memberi informasi

    atau memberitahu siswa dan memakai Matematika yang sudah siap

    pakai untuk memecahkan masalah, diubah dengan menjadikan

    masalah sebagai sarana utama untuk mengawali pembelajaran

    sehingga memungkinkan siswa dengan caranya sendiri mencoba

    memecahkannya. Dengan masalah kontekstual yang diberikan pada

    awal pembelajaran, dimungkinkan banyak/beraneka ragam cara yang

    digunakan atau ditemukan siswa dalam menyelesaikan masalah.

    Dengan demikian, siswa mulai dibiasakan untuk bebas berpikir dan

    berani berpendapat, karena cara yang digunakan siswa satu dengan

    yang lain berbeda atau bahkan berbeda dengan pemikiran guru tetapi

    cara itu benar dan hasilnya juga benar ini suatu fenomena didaktik.

    Marpaung dalam Supinah & Agus D.W (2009:37) Dengan

    memperhatikan fenomena didaktik yang ada di dalam kelas, maka

    akan terbentuk proses pembelajaran Matematika yang tidak lagi

    berorientasi pada guru, tetapi diubah atau beralih kepada

    pembelajaran Matematika yang berorientasi pada siswa atau bahkan

    berorientasi pada masalah

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    24

    3) Self-delevoped Models atau model dibangun sendiri oleh siswa

    Pada waktu siswa mengerjakan masalah kontekstual, siswa

    mengembangkan suatu model. Model ini diharapkan dibangun sendiri

    oleh siswa, baik dalam proses matematisasi horisontal ataupun

    vertikal. Kebebasan yang diberikan kepada siswa untuk memecahkan

    masalah secara mandiri atau kelompok, dengan sendirinya akan

    memungkinkan munculnya berbagai model pemecahan masalah

    buatan siswa. Soedjadi dalam Supinah & Agus D.W (2009:74) dalam

    pembelajaran Matematika realistik diharapkan terjadi urutan situasi

    nyata model dari situasi itu model kearah formal

    pengetahuan formal. Inilah yang disebut bottom up dan

    merupakan prinsip RME yang disebut Self-delevoped Models

    Prinsip RME menurut Van Den Heuvel-panhuizen dalam Supinah

    & Agus D.W (2009:75) yang dikutip oleh Fadjar Shadiq adalah sebagai

    berikut :

    1) Prinsip aktivitas, yaitu Matematika adalah aktivitas manusia.

    Pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam

    pembelajaran Matematika.

    2) Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogyanya dimulai dengan

    masalah-masalah yang realistik atau dapat dibayangkan oleh siswa.

    3) Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar Matematika siswa melewati

    berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi

    suatu masalah kontekstual atau realistik secara informal, sampai

    mampu menemukan solusi suatu masalah matematik secara formal.

    4) Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam Matematika

    jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah,

    tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan

    antara materi-materi itu secara lebih baik.

    5) Prinsip interaksi, yaitu Matematika dipandang sebagai aktivitas

    sosial. Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan

    strateginya dalam menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    25

    untuk ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan

    strateginya menemukan itu serta menanggapinya.

    6) Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan terbimbing

    untuk menemukan (re-invention) pengetahuan Matematika.

    d. Karakteristik Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

    Menurut De Lange dalam Marpaung dikutip Fadjar Shadiq (2010:11)

    karakteristik RME mencakup :

    1) Penggunaan konteks dalam eksplorasi fenomenologis

    Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari dunia

    nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata

    bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai

    dengan pengalaman mereka.

    2) Penggunaan model untuk mengkonstruksi konsep

    Model harus sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di

    sini model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa,

    seperti cerita-cerita lokal atau bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal

    siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan

    yang juga ada di sekitar siswa.

    3) Penggunaan kreasi dan kontribusi siswa

    Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam

    proses Matematika. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk

    mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata

    yang diberikan oleh guru.

    4) Sifat aktif dan interaktif dalam proses pembelajaran

    Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa

    maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam

    pembelajaran Matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama

    dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi

    pekerjaan mereka.

    5) Kesaling terkaitan ( intertwinement) antar aspek/unit Matematika

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    26

    Hubungan di antara bagian-bagian dalam Matematika dengan disiplin ilmu

    lain, dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan

    yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.

    Beberapa karakteristik pendekatan Matematika realistik menurut Suryanto

    dalam Nyimas Aisyah dkk (2007:7-7) adalah sebagai berikut:

    1) Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems) digunakan

    untuk memperkenalkan ide dan konsep Matematika kepada siswa.

    2) Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model matematika

    melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan guru

    atau temannya.

    3) Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap masalah yang

    mereka temukan.

    4) Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan

    apa yang telah dihasilkan, baik hasil kerja mandiri maupun hasil diskusi.

    5) Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran Matematika yang

    memang ada hubungannya.

    6) Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan hasil-hasil

    dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip matematika yang

    lebih rumit.

    7) Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi atau hasil

    yang siap pakai. Mempelajari Matematika sebagai kegiatan paling cocok

    dilakukan melalui learning by doing (belajar dengan mengerjakan).

    Menurut Yusuf Hartono dalam Nyimas Aisyah dkk (2007:7-7) Beberapa

    hal yang perlu dicatat dari karakteristik pendekatan Matematika realistik di atas

    adalah bahwa pembelajaran Matematika realistik.

    1) termasuk cara belajar siswa aktif karena pembelajaran Matematika

    dilakukan melalui belajar dengan mengerjakan;

    2) termasuk pembelajaran yang berpusat pada siswa karena mereka

    memecahkan masalah dari dunia mereka sesuai dengan potensi mereka,

    sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator;

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    27

    3) termasuk pembelajaran dengan penemuan terbimbing karena siswa

    dikondisikan untuk menemukan atau menemukan kembali konsep dan prinsip

    Matematika;

    4) termasuk pembelajaran kontekstual karena titik awal pembelajaran

    Matematika adalah masalah kontekstual, yaitu masalah yang diambil dari

    dunia siswa;

    5) termasuk pembelajaran konstruktivisme karena siswa diarahkan untuk

    menemukan sendiri pengetahuan Matematika mereka dengan memecahkan

    masalah dan diskusi.

    Dari beberapa pendapat di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa secara

    prinsip pendekatan matematika realistik merupakan gabungan pendekatan

    konstruktivisme dan kontekstual dalam arti memberi kesempatan kepada siswa

    untuk membentuk (mengkonstruksi) sendiri pemahaman mereka tentang ide dan

    konsep matematika, melalui penyelesaian masalah dunia nyata (kontekstual).

    e. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan RME( PMR)

    1) Kelebihan RME

    a) Pendekatan RME/PMR memberikan pengertian yang jelas dan

    operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara Matematika

    dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan Matematika

    pada umumnya bagi manusia

    b) Pendekatan RME/PMR memberikan pengertian yang jelas dan

    operasional kepada siswa bahwa Matematika adalah suatu bidang

    kajian yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh

    siswa.

    c) Pendekatan RME/PMR memberikan pengertian yang jelas dan

    operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian sesuatu masalah

    tidak harus tunggal, dan tidak perlu sama antara sesama siswa

    bahkan dengan gurunyapun.

    d) Pendekatan RME/PMR memberikan pengertian yang jelas dan

    operasional kepada siswa bahwa proses pembelajaran merupakan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    28

    sesuatu yang utama. Tanpa kemauan menjalani proses tersebut,

    pembelajaran tidak akan bermakna.

    e) RME/PMR memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai

    pendekatan pembelajaran yang lain yang dianggap unggul seperti

    pendekatan pemecahan masalah, dll.

    Sedangkan menurut Asep Jihad (2008:150), keuntungan

    Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) antara lain sebagai

    berikut:

    a) Melalui penyajian masalah kontekstual, pemahaman konsep siswa

    meningkat dan bermakna, mendorong siswa melek matematika dan

    memahami keterkaitan matematika dengan dunia sekitar.

    b) Siswa terlibat langsung dalam proses doing math sehingga mereka

    tidak takut belajar matematika.

    c) Siswa dapat memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya dalam

    kehidupan sehari-hari dan mempelajari bidang studi lainnya.

    d) Memberikan peluang untuk mengembangkan potensi dan

    kemampuan berpikir alternatif.

    e) Kesempatan cara penyelesaian yang berbeda.

    f) Melalui belajar kelompok, terjadi pertukaran pendapat dan interaksi

    antar guru-siswa dan antar siswa, saling menghormati pendapat

    yang berbeda dan menumbuhkan konsep diri siswa.

    g) Melalui matematisasi vertical, siswa dapat mengikuti

    perkembangan matematika sebagai suatu disiplin.

    h) PMRI memberikan peluang berlangsungnya 4 pilar pendidikan dari

    UNESCO yaitu learning to know, learning to do, learning to be

    dan learning to live together.

    2) Kelemahan RME

    Menurut Suwarsono dalam Muhamad Toyib (2009:21)

    kelemahan RME adalah sebagai berikut:

    a) Pemahaman tentang RME dan pengimplementasian RME

    membutuhkan paradigma, yaitu perubahan pandangan yang

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    29

    sangat mendasar mengenai berbagai hal. Perubahan paradigma ini

    mudah diucapkan tetapi tidak mudah untuk dipraktekkan karena

    paradigma lama sudah begitu kuat dan lama mengakar.

    b) Pencarian soal-soal yang kontekstual tidak selalu mudah untuk

    setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa.

    c) Adanya tantangan dalam mendorong siswa untuk menemukan

    cara penyelesaian tiap soal.

    d) Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa dengan

    memulai soal-soal kontekstual, proses matematisasi horizontal

    dan proses matematisasi vertikal juga bukan merupakan sestuatu

    yang sederhana sehingga kecermatan guru sangat diperlukan.

    e) Perlunya kecermatan dalam memilih alat peraga yang bias

    membantu proses berpikir siswa.

    f) Penilaian (assessment) dalam RME lebih rumit daripada dalam

    pembelajaran konvensional.

    g) Kepadatan materi pembelajaran dalam kurikulum perlu dikurangi

    secara substansial, agar proses pembelajaran siswa bisa

    berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip RME.

    f. Langkah Langkah Pembelajaran Dengan Pendekatan RME

    Menurut Zulkardi dalam Nyimas Aisyah (2007:7-20) Secara

    umum langkah-langkah pembelajaran Matematika realistik dapat

    dijelaskan sebagai berikut:

    1) Persiapan

    Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar

    memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang

    mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.

    2) Pembukaan

    Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran

    yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata.

    Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut

    dengan cara mereka sendiri.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    30

    3) Proses pembelajaran

    Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah

    sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan

    maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok

    mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain

    dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil

    kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya

    diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa

    untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau

    prinsip yang bersifat lebih umum.

    4) Penutup

    Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui

    diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat

    itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi

    dalam bentuk Matematika formal.

    Sedangkan menurut Nyimas Aisyah, dkk (2007: 7.27), langkah-

    langkah pembelajaran matematika realistik yaitu :

    1) Persiapan

    a) Menentukan masalah kontekstual yang sesuai dengan pokok

    bahasan yang akan diajarkan.

    b) Mempersiapkan model atau alat peraga yang dibutuhkan.

    2) Pembukaan

    a) Memperkenalkan masalah kontekstual kepada siswa.

    b) Meminta siswa menyelesaikan masalah dengan cara mereka

    sendiri.

    3) Proses Pembelajaran

    a) Memperhatikan kegiatan siswa baik secara individu ataupun

    kelompok.

    b) Memberi bantuan jika diperlukan.

    c) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menyajikan hasil kerja

    mereka dan mengomentari hasil kerja temannya.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    31

    d) Mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik untuk

    menyelesaikan masalah.

    e) Mengarahkan siswa untuk menentukan aturan atau prinsip yang

    bersifat umum.

    4) Penutup

    a) Mengajak siswa menarik kesimpulan tentang apa yang telah

    mereka lakukan dan pelajari.

    b) Memberi evaluasi berupa soal matematika dan pekerjaan rumah.

    g. Peran Guru dan Siswa dalam Pendekatan RME

    1) Peran Guru

    Dalam pendekatan tradisional guru dianggap sebagai pemegang otoritas yang

    mencoba memindahkan pengetahuannya kepada siswa, dalam pendekatan

    Matematika realistik ini guru dipandang sebagai fasilitator, moderator, dan

    evaluator yang menciptakan situasi dan menyediakan kesempatan bagi siswa

    untuk menemukan kembali ide dan konsep Matematika dengan cara mereka

    sendiri. Oleh karena itu, guru harus mampu menciptakan dan

    mengembangkan pengalaman belajar yang mendorong siswa untuk memiliki

    aktivitas baik untuk dirinya sendiri maupun bersama siswa lain. Akibatnya

    guru tidak boleh hanya terpaku pada materi dalam kurikulum dan buku teks,

    tetapi harus terus menerus memutakhirkan materi dengan masalah-masalah

    baru dan menantang. Peran guru dalam pendekatan Matematika realistik

    dapat dirumuskan sebagai berikut:

    a) Guru harus berperan sebagai fasilitator belajar;

    b) Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;

    c) Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif memberi

    sumbangan pada proses belajarnya;

    d) Guru harus secara aktif mengaitkan kurikulum Matematika dengan dunia

    nyata, baik fisik maupun sosial.

    2) Peran Siswa

    Dalam pendekatan Matematika realistik, siswa dipandang sebagai individu

    (subjek) yang memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai hasil

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    32

    interaksinya dengan lingkungan. Selanjutnya, dalam pendekatan ini diyakini

    pula bahwa siswa memiliki potensi untuk mengembangkan sendiri

    pengetahuannya, dan bila diberi kesempatan mereka dapat mengembangkan

    pengetahuan dan pemahaman mereka tentang Matematika. Melalui eksplorasi

    berbagai masalah, baik masalah kehidupan sehar-hari maupun masalah

    Matematika, siswa dapat merekonstruksi kembali temuan-temuan dalam

    bidang matematika. Menurut Hadi dalam Supinah & Agus D.W (2009:76)

    konsepsi siswa dalam pendekatan RME adalah sebagai berikut:

    a) Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide Matematika

    yang mempengaruhi belajar selanjutnya;

    b) Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan

    itu untuk dirinya sendiri;

    c) Siswa membentuk pengetahuan melalui proses perubahan yang meliputi

    penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan

    penolakan ;

    d) Siswa membangun pengetahuan baru untuk dirinya sendiri dari beragam

    pengalaman yang dimilikinya;

    e) Siswa memiliki kemampuan untuk memahami dan mengerjakan

    Matematika tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin.

    B. Hasil Penelitian Yang Relevan

    Penelitian yang akan dikemukakan oleh peneliti sekarang ini mengacu

    pada penelitian yang telah ada sebelumnya.

    Frida Mayferani dalam skripsinya berjudul Keefektifan Implementasi

    Model Pembelajaran RME Pada Pokok Bahasan Segi Empat Bagi Siswa Kelas

    VII Semester 2 SMP Negeri 4 Kudus Tahun Siswaan 2006/ 2007. Memperoleh

    hasil penelitian bahwa kemampuan pemecahan masalah Matematika siswa yang

    diajar menggunakan model pembelajaran RME lebih baik dibandingkan

    kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajar dengan model pembelajaran

    menggunakan media Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam metode discovery maupun

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    33

    dengan model pembelajaran ekspositori pada pokok bahasan segi empat bagi

    siswa kelas VII semester 2 SMP Negeri 4 Kudus.

    Ari Munarsih (2008) dalam penelitian yang berjudul Upaya Peningkatan

    Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan Realistic Mathematic Education

    (RME) (PTK pembelajaran matematika kelas III SDN karangnongko II

    Boyolali), menyimpulkan bahwa pendekatan RME meningkatkan hasil

    pembelajaran Matematika.

    Rina Natalia (2010) dalam penelitian yang berjudul Peningkatan

    Pemahaman Konsep JaringJaring Bangun Ruang Melalui Pembelajaran Realistic

    Mathematic Education (RME) Pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Malangjiwan

    Colomadu Karanganyar. Menyimpulkan bahwa pendekatan RME meningkatkan

    pemahaman konsep jaring jaring bangun ruang.

    C. Kerangka Berpikir

    Pada kondisi awal siswa kelas IV SDN 03 Jaten mengalami kesulitan dalam

    menyelesaikan soal cerita pokok bahasan pecahan, terbukti dari tes awal yang

    menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa mencapai 47,18 dan siswa yang tuntas

    hanya 13 atau 33,33% dari 39 siswa. Hal ini masih jauh dari KKM yang

    ditentukan dari sekolah dan terjadi karena guru masih menggunakan metode yang

    konvensional serta kurang menarik sehingga membuat siswa menjadi bosan ketika

    mengikuti pelajaran.

    Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh guru kelas

    IV beserta siswanya adalah dengan menggunakan pendekatan Realistic

    Mathematic Education (RME). Pendekatan Realistic Mathematic Education

    (RME) merupakan suatu pendekatan yang berasumsi perlu adanya pengkaitan

    antara matematika dengan realitas yang ada dan dapat dijumpai dalam kehidupan

    seharihari. Masalah ini bukan masalah yang selalu kongkrit dilihat oleh mata

    tetapi termasuk halhal yang mudah di bayangkan oleh siswa. RME dijadikan

    sebagai solusi terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran dengan

    demikian melalui konsep ini dapat dipastikan bahwa penggunaan pendekatan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    34

    Realistic Mathematic Education (RME) dapat meningkatkan kemampuan siswa

    dalam menyelesaikan soal cerita pokok bahasan pecahan.

    Bertolak dari kerangka berpikir tersebut, maka pembelajaran dengan

    penerapan Realistic Mathematics Education (RME) dapat meningkatkan

    kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan.

    Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat dengan jelas pada

    Gambar 1 di bawah ini :

    Gambar 1. Kerangka Berpikir

    D. Pengajuan Hipotesis Tindakan

    Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan, dapat

    diajukan sebuah hipotesis tindakan bahwa penggunaan Pendekatan Realistic

    Mathematic Education (RME) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

    menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri 03 Jaten

    Karanganyar.

    Kondisi Awal Guru belum menggunakan

    Pendekatan Realistic

    Mathematic

    Education(RME) dan masih

    menggunakan metode

    konvensional

    metode konvensional

    Kemampuan

    menyelesaikn

    soal cerita

    pecahan

    di kelas IV

    rendah

    rendah

    Siklus I Tindakan

    Dalam pembelajaran guru

    menggunakan Pendekatan

    Realistic Mathematic

    Education(RME) Siklus II

    Diduga melalui Pendekatan Realistic

    Mathematic Education(RME) dapat

    meningkatkan kemampuan siswa

    dalam menyelesaikan soal ceita pecahan.

    Kondisi Akhir

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    35

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 03 Jaten Karanganyar yang

    beralamat di Jalan Solo-Tawangmanggu Km 09. Sekolah ini dipimpin oleh Ibu

    Hj. Endang Widowati, S.Pd dan secara khusus penelitian dilakukan di kelas IVA.

    Alasan pemilihan sekolah adalah pertama peneliti sudah memiliki

    hubungan baik dengan Bapak Widodo, A.Ma.Pd selaku guru kelas IVA di

    sekolah tersebut. Kedua, sekolah tersebut pernah digunakan sebagai objek

    penelitian yang sejenis, sehingga terhindar dari kemungkinan penelitian ulang.

    Ketiga, siswa kelas IVA memiliki kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita

    pokok bahasan pecahan yang masih rendah.

    Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan yaitu mulai bulan Desember

    2010 hingga April