Upload
others
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROYEK PERUBAHAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL
BERBASIS PARTISIPASI PUBLIK
Disusun oleh :
Nama : Laksmi Wijayanti NDH : 14 Instansi : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Mentor : Alue Dohong SE, MSc., PhD Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
DIKLAT KEPEMIMPINAN NASIONAL TINGKAT I ANGKATAN XLVI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
November 2020
2
ABSTRAK
Selama 10 tahun terakhir, upaya Pemerintah untuk dapat menaikkan kualitas lingkungan hidup nasional mengalami kondisi relatif stagnan. Ditunjukkan lewat ukuran Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Nasional yang secara umum merepresentasikan kualitas air pada badan-badan air permukaan terhadap pencemaran, kualitas udara terbuka terhadap pencemaran, dan kualitas tutupan lahan melalui tingkat kesehatan vegetasi dan kerusakan terhadap ekosistemnya; Indonesia belum pernah mencapai nilai 70 atau kondisi "Baik". Pada periode 2014-2019, Pemerintah menargetkan pencapaian nilai 68,5 atau "Cukup Baik", namun secara rata-rata hanya bisa mencapai nilai sekitar 66 dengan capaian akhir tahun 2019 adalah 66,55. Hal yang menjadi perhatian penting adalah bahwa proporsi pencemaran lingkungan yang sangat signifikan adalah sumbangan limbah domestik dari kegiatan masyarakat. Proporsi ini mengalami kecenderungan terus meningkat dan sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan ekonomi. Mengingat seyogianya pencemaran limbah domestik diatasi dengan pelayanan infrastruktur pengendalian pencemaran, situasi ini memperlihatkan bagaimana Pemerintah mengalami tekanan sangat berat. Kecenderungan kesenjangan layanan yang membesar mengimplikasikan daya ungkit Pemerintah semakin kecil, walaupun upayanya terus menerus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Keterbatasan sumber daya menunjukkan bagaimana pengendalian pencemaran dari masyarakat ini harus juga diatasi oleh masyarakat sendiri. Berdasarkan Visi Indonesia Emas 2045 yang akan menjadi landasan Rencana Pembangunan Jangka Panjang baru, Indonesia harus memastikan perbaikan kualitas lingkungan yang signifikan agar modal pembangunannya tidak tergerus dan tidak berkualitas. Komitmen politik ini menjadi pemicu dibutuhkannya terobosan-terobosan untuk memecah stagnasi dan keterbatasan sumber daya dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup, mengingat dukungan akan diberikan apabila upaya-upaya keras dapat meyakinkan publik untuk mengubah keadaan. Alasan-alasan diatas menjadi dasar dibutuhkannya inovasi kebijakan dan strategi untuk memastikan publik dapat menjadi motor penggerak utama dan peningkatan kualitas lingkungan hidup nasional. Terobosan ditujukan untuk membentuk atmosfer "pengungkit" atau enabling condition yang disiapkan pemerintah. Skenario pembentukan atmosfer pengungkit ini diharapkan mencakup 3 (tiga) hal perubahan, yaitu : mengubah pendekatan pengendalian pencemaran dari "Atur dan Awasi" (mandatory command & control) menjadi "Atur Diri Sendiri" (voluntary self-regulate); menerapkan mekanisme pasar sebagai instrumen pengendalian; dan mengkonsolidasikan inisiatif-inisiatif publik yang selama ini terpecah-pecah agar daya dorongnya besar. Berdasarkan konsep skenario dimaksud, maka terobosan inovasi yang diusulkan mencakup 2 (dua) hal penting, yaitu : mengembangkan kebijakan insentif ekonomi yang diterapkan
3
secara komprehensif, serta menyiapkan platform simpul konsolidasi komunikasi sebagai pendukung pelaksanaannya. Proyek perubahan ini menjadi strategis, karena diusulkan pada beberapa kondisi politik yang berpotensi membentuk momentum penggerak, yaitu : baru dimulainya periode pembangunan jangka menengah (dimulai tahun 2020), dan baru ditetapkannya upaya politik melakukan harmonisasi regulasi untuk memperbaiki tata kelola kegiatan ekonomi guna investasi penciptaan lapangan kerja dalam rangka mencapai Visi Indonesia Emas 2045 melalui UU Cipta Kerja. Namun demikian, nilai strategis proyek perubahan ini juga dipengaruhi pada situasi luar biasa yang kemudian melanda dunia, yaitu adanya Pandemi COVID-19 yang memaksa perilaku setiap orang berubah, serta melumpuhkan berbagai sisi perekonomian dan membuat seluruh dunia mengalami resesi, termasuk Indonesia. Momentum perubahan yang fundamental seperti ini bisa saja berpotensi menggagalkan semua perencanaan visioner pemerintah, namun terobosan yang tepat justru dapat menjadikannya sebagai kesempatan. Dalam disain proyek perubahan ini, kebijakan insentif menjadi menemukan maknanya karena elemen-elemennya ternyata dapat langsung diintegrasikan ke dalam upaya-upaya penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Disisi lain, terbuka kesempatan konsolidasi inisiatif masyarakat ketika tatanan kehidupan baru (New Normal) memaksa banyak kelompok masyarakat mengubah pola hidupnya. Masyarakat menjadi terbiasa dengan menggunakan perangkat digital sehingga justru semakin tersambung karena adanya kesulitan jarak yang teratasi. Disisi lain, pola hidup yang banyak terpusat di rumah masing-masing menciptakan kesempatan bisnis baru dan kemandirian baru banyak rumah tangga, sehingga akibatnya masyarakat relatif lebih terbuka pada hal-hal baru yang dapat langsung memberikan manfaat. Dalam memanfaatkan situasi tersebut, proyek perubahan ini mengalami beberapa adaptasi perubahan untuk memastikan semua risiko terkelola, sekaligus memanfaatkan setiap momentum sebagai kesempatan emas. Rencana pengembangan kebijakan insentif dilaksanakan melalui pendekatan induktif. Daripada memperkenalkan konsep yang komprehensif namun kompleks sehingga menimbulkan kesan ketidakpraktisan sebagaimana persepsi banyak pihak sebelum ini, kebijakannya "dipecah" menjadi pengembangan instrumen-instrumen spesifik yang ditujukan kepada kelompok sasaran spesifik yang nantinya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi membentuk hasil akhir yang diharapkan. Selama periode jangka pendek, kebijakan insentif yang diusung terlebih dahulu adalah perannya sebagai alternatif pembiayaan dan penciptaan kemudahan. Memanfaatkan kebijakan refocussing APBN dan mengedepankan model belanjanya sebagai "stimuli", insentif diperkenalkan sebagai pengalokasian APBN untuk program-program peningkatan kualitas lingkungan hidup yang diberikan berdasarkan kinerja dan ditujukan langsung kepada individu. Konsep ini antara lain diwujudkan dalam perbaikan perencanaan Dana Alokasi Khusus bidang Lingkungan Hidup untuk periode 2021-2024 dan rangkaian diskusi pengembangan pembiayaan alternatif untuk lingkungan hidup seperti dana insentif daerah dan transfer fiskal. Kesempatan untuk mewujudkannya sebagai
4
dana pemulihan program padat karya melalui insentif pengelolaan sampah sempat digulirkan namun diputuskan belum dilaksanakan pada tahun 2020. Secara terpisah, pembicaraan dengan dunia usaha kemudian memperkenalkan paket insentif kemudahan dan fasilitas pembentukan jasa keuangan. Rangkaian diskusi dengan beberapa K/L dan stakeholder bisnis memperkenalkan konsep fasilitas transfer risiko atau asuransi lingkungan hidup sebagai insentif. Kesempatan pengembangan perangkat peraturan turunan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja kemudian menjadi momentum amat penting. Insentif penting tentang pendanaan diusulkan dimasukkan dalam bagian peraturan tersebut, yaitu perbaikan dan revisi muatan PP No. 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan, yang disesuaikan dengan muatan UU Cipta Kerja dalam memperbaiki ekosistem investasi. Pengalaman penting dalam pelaksanaan proyek perubahan jangka pendek tentu adalah implementasi strategi komunikasinya. Seluruh rangkaian "policy marketing" yang dilaksanakan dalam waktu pendek dan dalam situasi penuh ketidakpastian telah membuat pilihan komunikasi lebih informal dan bahkan cenderung personal. Koneksi hubungan keahlian dan minat membuka kesempatan komunikasi-komunikasi seperti ini untuk berkembang dan pada akhirnya memberikan kesempatan penambahan promoter dan defender baru. Hal seperti yang dapat membantu mengatasi kendala-kendala seperti penyelenggaraan rapat maupun pertemuan yang tidak memungkinkan. Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam pelaksanaan awal proyek perubahan ini terjadi perbaikan pendekatan yang signifikan, yaitu dari pengembangan kolaborasi berbasis kesamaan kepentingan, menjadi kolaborasi berbasis kepercayaan (trust) dan semangat (passion). Diharapkan kolaborasi model ini berandil dalam menjamin keberlanjutannya ke depan. Semua pengalaman ini kemudian memberikan sari penting pembelajaran kepemimpinan, yang intinya kepemimpinan bukan lagi persoalan pencapaian kompetensi yang tinggi dan kehebatan pencapaian, namun kepada daya tahan untuk memberdayakan pihak lain, memelihara keterbukaan dan demokrasi, serta selalu rajin mengkonsolidasikan berbagai bentuk dinamika yang terbentuk dalam perjalanan panjang pencapaian target.
5
DAFTAR ISI
ABSTRAK 2
DAFTAR ISI 5
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR 6
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan 7
B. Tujuan dan Manfaat Proyek Perubahan 11
BAB II DESKRIPSI PROYEK PERUBAHAN
A. Skenario Perubahan dan Terobosan Inovasi 15
B. Output Kunci 18
C. Peta Sumber Daya 20
D. Tahapan Pelaksanaan dan Adaptasi Perencanaan 22
E. Tata Kelola Proyek Perubahan 27
F. Manajemen Kolaborasi dan Strategi Komunikasi 29
G. Solusi Kendala dan Risiko 34
BAB III PELAKSANAAN PROYEK PERUBAHAN
A. Hasil Capaian Proyek Perubahan Jangka Pendek 36
B. Perubahan Sikap Stakeholders 49
C. Faktor Kunci Keberhasilan 52
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 55
B. Lesson Learnt Kepemimpinan 57
6
LAMPIRAN 60
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Tabel 1. Rencana Pentahapan per Agustus 2020 23
Tabel 2. Perubahan Rencana Pentahapan per September 2020 25
Tabel 3. Capaian Penyusunan Rancangan Kebijakan Insentif 36
Tabel 4. Capaian Penyusunan Strategi Sosialisasi Kebijakan dan
Kampanye 45
Tabel 5. Percepatan Formulasi Regulasi 49
Gambar 1. Hasil Survey Persepsi Oktober 2020-Nomor 1 37
Gambar 2. Hasil Survey Persepsi Oktober 2020-Nomor 2 38
Gambar 3. Hasil Survey Persepsi Oktober 2020-Nomor 3 38
Gambar 4. Hasil Survey Persepsi Oktober 2020-Nomor 4 39
Gambar 5. Hasil Survey Persepsi Oktober 2020-Nomor 5 39
Gambar 6. Hasil Survey Persepsi Oktober 2020-Nomor 6 40
Gambar 7. Contoh Materi Virtual Meeting tentang Konsep Instrumen
Kompensasi/Imbal Jasa dan Pembayaran Jasa Lingkungan 40
Gambar 8. Contoh Materi Virtual Meeting tentang Asuransi LH 41
Gambar 9. Contoh Materi Portofolio Ekonomi Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup 42
Gambar 10. Contoh Materi Usulan DAK Bidang Lingkungan Hidup dan
Kehutanan TA 2021 43
Gambar 11. Contoh Materi Redisain Proses Bisnis 2020-2024 45
Gambar 12. Contoh Survey Persepsi Online 46
Gambar 13. Contoh Materi Webinar 1 47
Gambar 14. Contoh Materi Webinar 2 47
Gambar 15. "Mock-up" Disain Platform Simpul Komunikasi 48
Gambar 16. Contoh Draft RPP PPLH turunan UU No. 11/2020 50
Gambar 17. Peta Stakeholders Tahap Perencanaan 52
7
Gambar 18. Peta Stakeholders Setelah Pelaksanaan Jangka Pendek 53
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Survey persepsi publik yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada bulan Oktober 2020 menunjukkan bahwa hanya sekitar 25% masyarakat menilai terjadi perbaikan kualitas udara dan bahkan hanya 20% yang menilai terjadi perbaikan kualitas air. Walaupun faktor geografis mempengaruhi persepsi tersebut, dimana umumnya responden masyarakat perkotaan cenderung lebih skeptis dan pesimis dalam menilai kualitas lingkungan hidup, namun sentimen persepsi ini relatif tersebar cukup merata.
Studi OECD "Tinjauan OECD Terhadap Kebijakan Pertumbuhan Hijau Indonesia 2019" menyatakan bahwa Indonesia perlu memperbaiki strategi pengendalian pencemarannya serta meningkatkan kinerja tata kelolanya untuk mengatasi stagnasi peningkatan kualitas lingkungan hidupnya. Pertimbangan tersebut didasari atas kajian bahwa sebenarnya masih terbuka ruang yang besar untuk melakukan perbaikan karena belum optimalnya penggunaan kesempatan melakukan terobosan kebijakan dan inovasi tata kelola. Dalam evaluasi-evaluasi pembangunan jangka menengah yang disarikan dari Buku I RPJMN 2010-2014 maupun RPJMN 2015-2019, secara umum disebutkan bahwa permasalahan yang menyebabkan kurang optimalnya upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup nasional dapat dibagi menjadi dua hal penting, yaitu situasi tantangan yang sangat kompleks, dan sangat terbatasnya kapasitas pemerintah dalam melaksanakan tata kelola pengendalian pencemaran di Indonesia.
1. Kinerja capaian perbaikan kualitas lingkungan hidup mengalami kecenderungan stagnasi
Kualitas lingkungan hidup di Indonesia selama ini diukur dalam instrumen yang disebut Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH). Indeks ini merepresentasikan kualitas air pada badan-badan air permukaan terhadap pencemaran, kualitas udara terbuka terhadap pencemaran, dan kualitas tutupan lahan melalui tingkat kesehatan vegetasi dan kerusakan terhadap ekosistemnya. Dalam satuan ukuran tersebut, disebutkan bahwa kondisi yang baik
8
direpresentasikan dalam angka 70 ke atas. Target RPJMN 2014-2019 menetapkan nilai IKLH sebesar 68,5 (Cukup Baik) di akhir periode, dan target tersebut sempat bisa tercapai di tahun 2018. Namun pada prakteknya, diakui bahwa durasi pencapaian tersebut sangat berat untuk dipertahankan, karena relatif nilainya naik turun dengan kecenderungan nilai rata-rata selama 5 tahun adalah stagnan di angka 66 dengan capaian tahun 2019 hanya 66,55. Padahal, dalam RPJMN 2020-2024, ditetapkan kembali target IKLH menjadi 69,7, atau sudah harus secara rata-rata stabil menuju ke kondisi "Baik".
Apabila dirinci ke dalam IKLH provinsi atau bahkan kabupaten/kota, angka yang stagnan secara nasional ini bahkan menunjukkan penurunan pada daerah-daerah strategis, seperti wilayah perkotaan Jabodetabek dan umumnya wilayah yang tumbuh di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
2. Proporsi pencemaran lingkungan yang berasal dari sumbangan limbah domestik kegiatan masyarakat sangat besar dan cenderung terus meningkat
Data menunjukkan bahwa sumber pencemar yang sangat signifikan di Indonesia adalah limbah domestik ke badan air. Sebagai gambaran, studi mendalam memperlihatkan bahwa komposisi beban pencemaran Sungai Citarum adalah 62% berasal dari limbah domestik. Kegiatan pertanian yang menjadi hajat hidup mayoritas penduduk Indonesia menyumbangkan sekitar 20% beban pencemaran air sedangkan industri adalah sisanya atau sekitar 18%. Hal ini menjadikan kegiatan masyarakat merupakan kontributor pencemaran lingkungan yang signifikan. Refleksi kondisi sungai Citarum diatas kurang lebih mewakili sebagian besar sungai-sungai besar di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Dari sisi pencemaran udara, kota-kota besar di Indonesia terus mengalami kecenderungan penurunan jumlah hari dengan kualitas udara baik. Studi di Jakarta menunjukkan bahwa kontributor emisi karbon, SOx dan NOx adalah kendaraan bermotor dengan laju kenaikan terbesar dari motor roda dua yang kemudian berkontribusi pada kenaikan jumlah hari dalam kondisi buruk pada tahun 2020 yang hampir 4 kali lipat dari kondisi tahun 2017.
9
3. Kapasitas pemerintah dalam mengendalikan pencemaran semakin tertekan, dimana perbandingan tambahan upaya dan kenaikan tingkat keberhasilan cenderung semakin senjang
Keadaan "tercemar" menggambarkan situasi dimana "buangan" polutan ke media lingkungan tidak mampu lagi dinetralisir secara alamiah. Hal tersebut berimplikasi pada dua dimensi, yaitu pertama, timbulan polutan yang berlebihan dan kedua, dibutuhkannya intervensi pengolahan untuk membantu lingkungan menetralisir buangan. Dalam tata kelola pengendalian pencemaran, sumber pencemaran dikelola dengan pendekatan "demand" sedangkan intervensi pengelolaan polutan didekati sebagai "supply". "Supply" dalam hal ini mencakup penyediaan infrastruktur pengendalian pencemaran seperti instalasi pengolahan air limbah (IPAL), sistem pembuangan sampah, infrastruktur sanitasi masyarakat, dan upaya-upaya keras pemerintah untuk melakukan penegakkan hukum dan aturan sebagai alat kendali. Persoalan pencemaran di Indonesia yang terjadi adalah pertumbuhan "demand" yang tinggi seiring dengan pertumbuhan ekonomi sulit dikejar pertumbuhan "supply" yang memadai.
Saat ini, pemerintah menerapkan prioritas pengendalian pencemaran pada kegiatan usaha, manufaktur dan industri yang porsi beban pencemaran air maupun udaranya mencapai sekitar 18% dari total pencemaran. Pendekatan "command and control" diterapkan melalui pemberian izin yang dibekali syarat-syarat, pengawasan, dan penaatan hukum. Untuk memperkuat daya kontrolnya, pemerintah kemudian tidak saja melakukan pengawasan pada kegiatan-kegiatan produksi namun juga melebar ke produk-produk yang dihasilkan sektor usaha tersebut (misalnya mengatur teknologi yang memperkecil buangan emisi kendaraan bermotor atau mengatur produk-produk konsumsi "hijau" yang memberikan dampak pencemaran lebih rendah saat dibuang). Hal ini menyebabkan sumber daya Pemerintah yang dibutuhkan bukan saja sangat besar, namun juga harus terus meningkat agar tidak kehilangan daya ungkitnya.
Beban pencemaran dari kegiatan pertanian maupun aktivitas domestik masyarakat dikelola pemerintah melalui upaya penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan limbah. Namun volume dan cakupan yang begitu besar dan luas di berbagai pelosok menyebabkan pemerintah tidak dapat dengan cepat mengejar "gap" kebutuhan. Saat ini ada sekitar 62 juta penduduk yang belum memperoleh layanan sanitasi yang layak, dan apabila bergantung sepenuhnya pada sumber
10
daya pemerintah saja, kesenjangan ini dikhawatirkan baru bisa tertutup sekitar 20-25 tahun lagi dengan asumsi tidak ada pertumbuhan kebutuhan baru.
Akibatnya, seluruh sungai-sungai besar strategis di Indonesia berada pada kondisi tercemar, bahkan di Jawa masuk kategori tercemar berat. Kualitas udara kota-kota besar Indonesia terus memburuk seiring dengan tumbuh pesatnya penggunaan kendaraan bermotor, terutama kendaraan roda dua. Daya "rusak" pencemaran ini ke dalam perekonomian nasional bahkan mampu mengoreksi angka pertumbuhan ekonomi sesungguhnya hingga sekitar 2%.
KLHK yang memiliki unit teknis portofolio pengendalian pencemaran saat ini baru bisa memanfaatkan sebagian besar sumber dayanya untuk penanganan command and control kelompok usaha, dan sebagian kecil untuk kampanye yang ditujukan kepada masyarakat. Walau porsi anggaran terus diupayakan dinaikkan setiap tahun, pada kenyataannya KLHK baru mampu membangun infrastruktur pemantauan kualitas lingkungan udara stasioner real-time di 10 kota dan secara sangat terbatas membangun sarana pemantauan kualitas sungai stasioner hanya di beberapa titik pada sungai-sungai besar prioritas nasional. Bahkan ketika seluruh sumber daya K/L lainnya (misalnya pengembangan prasarana sanitasi masyarakat Kementerian PUPR) dan Pemda disatukan, tetap masih muncul kesenjangan pelayanan pengendalian pencemaran yang serius.
4. Komitmen Pemerintah untuk meningkatkan kualitas lingkungan pada RPJMN 2020-2024 harus dipastikan tercapai agar terwujud Visi Indonesia Emas 2045
Semakin besarnya biaya pencemaran dan kerusakan lingkungan membebani pertumbuhan ekonomi nasional menyebabkan pemerintah menetapkan target sangat ambisius untuk membalik keadaan. Dalam RPJMN 2020-2024, target IKLH nasional yang dipatok adalah di angka 69,7 pada akhir periode dengan rata-rata tidak boleh kurang dari 69 dan harus diupayakan mencapai 70.
Mempertimbangkan faktor risiko pelemahan ekonomi global akibat pandemi, kemampuan pendanaan pemerintah untuk mengejar ketertinggalan tersebut diperkirakan tidak akan bisa bertambah terlalu besar dari yang sudah berjalan saat ini. Oleh sebab itu, kondisi ideal yang dibutuhkan adalah mengecilnya kesenjangan sisi "demand" dan "supply" dengan cara menekan sisi "demand" secara lebih agresif tanpa mengorbankan kesempatan pertumbuhan
11
ekonomi. Dibutuhkan situasi dimana masyarakat mampu meregulasikan dirinya masing-masing untuk dapat menekan potensi buangan polutan ke badan air maupun udara bahkan malah dapat berkontribusi melakukan pemantauan bersama-sama pemerintah.
Di sisi lain, pemerintah juga membutuhkan lebih banyak porsi pihak lain untuk mengisi kekosongan penyediaan sarana dan prasarana pengendalian pencemaran. Dengan makin banyaknya pihak non pemerintah berkontribusi dan berpartisipasi, diharapkan inovasi juga makin subur tumbuh. Hal ini tidak saja berpotensi membuka peluang efisiensi kebutuhan sumber daya, namun juga membuka cakrawala baru pengendalian pencemaran yang selama ini tidak pernah terpikirkan.
B. TUJUAN DAN MANFAAT PROYEK PERUBAHAN
Tujuan
Tujuan umum proyek perubahan ini adalah melakukan terobosan inovasi kebijakan dan strategi untuk memastikan publik menjadi motor penggerak utama dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup nasional. Cakupan tujuan tersebut adalah :
1. Menyiapkan kebijakan insentif kepada seluruh lapisan masyarakat sebagai enabler percepatan peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup; dan
2. Mengkonsolidasikan proses-proses komunikasi antar pihak dan masyarakat dalam platform bersama agar dapat memfasilitasi percepatan peningkatan kesadaran dan partipasi masyarakat dengan jangkauan luas.
Dalam implementasi pelaksanaan Proyek Perubahan, tujuan umum tersebut dirinci berdasarkan periodisasinya sebagai berikut :
a. Tujuan Jangka Pendek
1) Mengevaluasi pembelajaran pelaksanaan pengendalian pencemaran yang diukur dari persepsi publik dan evaluasi kinerja pemerintah.
2) Menyusun alternatif-alternatif kebijakan yang dapat menjadi penggerak percepatan peningkatan kesadaran dan partisipasi publik.
12
3) Menyusun rancangan kebijakan insentif kepada publik yang dapat menjadi terobosan upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup.
4) Menyusun strategi sosialisasi umum dan desain awal kampanye untuk membangkitkan minat partisipasi publik.
b. Tujuan Jangka Menengah
1) Mengembangkan kerjasama teknis dengan beberapa K/L terkait dan Pemerintah Daerah terpilih untuk potensi penerapan kebijakan yang akan diusulkan.
2) Membuka kolaborasi dengan dunia usaha dan beberapa kelompok masyarakat untuk membangun platform komunikasi yang menjembatani partisipasi publik dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup.
3) Menetapkan usulan rancangan strategi dan kebijakan yang disusun agar dapat menjadi regulasi.
4) Menyiapkan sarana dan prasarana pengembangan platform partisipasi publik yang direncanakan, khususnya sistem crowdmapping masyarakat dan integrasinya ke dalam sistem pemantauan pemerintah.
5) Melaksanakan sosialisasi umum dengan fokus pengenalan "branding" partisipasi publik untuk pengendalian pencemaran
c. Tujuan Jangka Panjang
1) Menggalang seluruh K/L terkait dan Pemerintah Daerah pada lokasi prioritas untuk secara efektif mulai menerapkan kebijakan insentif yang mendorong masyarakat berpartisipasi aktif meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
2) Mengoperasionalkan platform komunikasi yang terbentuk untuk mewadahi dan mengkonsolidasikan inisiatif-inisiatif yang terbangun di kelompok masyarakat dan dunia usaha.
3) Menjembatani integrasi crowdmapping masyarakat ke sistem pemantauan pemerintah melalui platform yang dibangun.
4) Mempromosikan "branding" dan mengkampanyekan partisipasi publik dalam pengendalian pencemaran secara nasional
Manfaat
Dari sisi manfaat, maka manfaat utama proyek perubahan ini mencakup 3 (tiga) hal, yaitu :
13
1. Dapat ditekannya kebutuhan penambahan penganggaran pemerintah melalui upaya memperbesar penggunaan sumber-sumber pendanaan dari masyarakat, dunia usaha, maupun dunia permodalan. Bila dirinci cakupannya secara spesifik, bentuk manfaat ini dapat berupa:
a. Manfaat internal KLHK: meningkatkan kepercayaan dan kerjasama berbagai pihak dan masyarakat kepada institusi, memberikan jalan untuk menerapkan kebijakan yang telah ada secara lebih efektif, mendukung scale-up program yang ada dengan cakupan luas, dan memastikan target-target ambisius yang telah ditetapkan dapat tercapai.
b. Manfaat eksternal: terjadi konsolidasi antar inisiatif dan bentuk-bentuk partisipasi yang selama ini berjalan sendiri-sendiri di tingkat perusahaan maupun kelompok masyarakat sehingga sumber daya yang ada menjadi lebih efisien dimanfaatkan sementara daya ungkitnya jauh lebih besar.
2. Dapat dioptimalkannya peningkatan kualitas lingkungan hidup melalui kemampuan meregulasi diri sendiri (self-regulate) setiap individu masyarakat maupun dunia usaha dalam melakukan tindakan yang berakibat pada pencemaran. Bila dirinci cakupannya secara spesifik, bentuk manfaat ini dapat berupa:
a. Manfaat internal KLHK : mengefisiensikan pemanfaatan sumber daya dan memperbaiki tata kelola pelaksanaan kegiatan, khususnya di tahap penaatan yang selama ini sangat menguras sumber daya.
b. Manfaat eksternal : publik menjadi lebih "berdaya" dan berpengetahuan yang diharapkan di jangka panjang menjadi awal perubahan gaya hidup.
3. Terciptanya atmosfir partisipasi yang memberikan lebih banyak kesempatan mendapatkan inovasi cara dan teknik baru untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
a. Manfaat internal KLHK : terbentuk feedback system yang dinamis dan terkini akan perkembangan standar-standar manajemen dan teknologi yang ada
b. Manfaat eksternal : dunia usaha tergerak untuk berinovasi ke arah penciptaan produk barang dan jasa yang ramah lingkungan akibat terbentuknya pasar dan dukungan yang besar dari publik, sementara
14
publik sendiri menjadi semakin teredukasi dan kreatif dalam berkontribusi atas keinginannya sendiri.
Dampak yang diharapkan bukan hanya pada perbaikan kualitas lingkungan hidup secara signifikan, melainkan juga berkelanjutannya perbaikan yang terjadi akibat meningkatnya partisipasi masyarakat, terbentuknya budaya dunia usaha yang bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup (corporate environmental governance), dan membaiknya proses bisnis serta sistem birokrasi Pemerintah dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup secara nasional.
15
BAB II DESKRIPSI PROYEK PERUBAHAN
A. SKENARIO PERUBAHAN DAN TEROBOSAN INOVASI
Skenario Perubahan
Skenario perubahan yang diusulkan mencakup 3 (tiga) hal, yaitu :
1. Mengubah pendekatan dari "Atur dan Awasi" (Mandatory Command and Control) menjadi "Atur Diri Sendiri" (Voluntary Self-Regulate)
Skenario ini ditujukan untuk mengubah "mindset", khususnya pola pikir yang menganggap masyarakat hanya sebagai "obyek" yang harus diatur dan diawasi terus menerus oleh pemerintah. Pola pikir tersebut menyebabkan masyarakat hanya menjadi "penerima perintah" sementara pelaksana utama peningkatan kualitas lingkungan hidup adalah pemerintah. Hal inilah yang dinilai banyak pihak menguras sumber daya pemerintah namun daya ungkitnya kurang sesuai dengan harapan. Mengubah pendekatan mandatory menjadi voluntary selama ini tidak menjadi pilihan banyak pihak karena besarnya risiko ketidakberhasilan akibat faktor-faktor kunci kesuksesannya belum tersedia. Terobosan inovasi kebijakan yang dipilih harus memastikan faktor-faktor tersebut tersedia agar skenario perubahan ini berjalan.
2. Meringankan beban pemerintah melakukan penegakan hukum sebagai instrumen penaatan utama menjadi banyak ditopang oleh mekanisme pasar sebagai instrumen penaatan alternatif
Walau intensitas pengawasan dan penegakkan hukum tidak akan berkurang, namun skenario perubahan yang diharapkan adalah bergesernya proporsi beban dari hanya bergantung pada upaya pemerintah menjadi ditopang penuh oleh upaya yang terbentuk akibat tekanan pasar. Perubahan proporsi pemanfaatan instrumen pasar tidak saja diharapkan untuk secara komplementer mendukung penegakkan hukum, tetapi juga menguatkan posisi upaya penegakkan hukum dalam rantai pengawasan bersama pemerintah dan publik.
16
3. Mengkonsolidasikan upaya-upaya dan inisiatif-inisiatif publik yang telah ada namun terfragmentasi pelaksanaannya menjadi upaya bersama yang terkoordinir sehingga menjadi gerakan
Tidak dapat dipungkiri bahwa inisiatif masyarakat untuk berkontribusi bahkan juga mengambil peran advokasi pengendalian pencemaran dan peningkatan kualitas lingkungan hidup adalah bukan hal baru. Gerakan partisipasi publik dalam pengelolaan lingkungan hidup secara aktif di Indonesia bahkan sudah hidup sejak 40 tahun yang lalu. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan persoalan yang kompleks membuat inisiatif yang baik tersebut tidak secara merata terlaksana dan bahkan cenderung terfragmentasi.
Masyarakat yang dimobilisasi untuk melakukan peningkatan kualitas lingkungan banyak yang masuk dalam niche spesifik, seperti adanya masyarakat yang peduli kelestarian alam dan hutan, secara terpisah ada masyarakat yang fokus pada advokasi keadilan sumber daya alam, kemudian kelompok yang sifatnya "kasual" cenderung hanya terbatas mengkampanyekan kebersihan, sedangkan keragaman geografis Indonesia melahirkan champion-champion lokal yang keahliannya cenderung hanya spesifik di daerahnya dan kerap kali tidak terpublikasi baik.
KLHK sendiri sebenarnya sangat aktif mengembangkan program-program kemitraan lingkungan yang kemudian membentuk komunitas-komunitas yang spesifik. Komunitas pemberdayaan masyarakat adat dan penggiat kearifan lokal banyak ditargetkan pada kelompok sasaran masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dan pedalaman. Sementara itu pendidikan lingkungan yang mengambil isu-isu pencemaran perkotaan dimobilisasi tersendiri. Hal ini cukup efektif dalam perluasan partisipasi, namun terkadang masih terfragmentasi dan terikat pada target masing-masing satuan kerja yang berwenang melaksanakannya. Kelemahan yang masih dapat ditemui adalah sulitnya warga masyarakat yang memiliki inisiatif tersendiri difasilitasi oleh KLHK maupun K/L karena tidak sama "menu"-nya. Akibatnya sering terjadi inisiatif tersebut menjadi surut karena merasa "dilempar-lempar" antar unit maupun antar K/L pada saat mengajukan usul.
Skenario perubahan yang direncanakan adalah mendorong inisiatif-inisiatif yang terfragmentasi tersebut dapat terkonsolidasi dalam satu platform. Apabila terkonsolidasi, maka kolaborasi yang terbentuk diharapkan bersifat organik atau
17
alamiah tanpa perlu menunggu intervensi pemerintah untuk memaksa pembentukannya.
Terobosan Inovasi
Berdasarkan konsep skenario perubahan yang disampaikan diatas, maka diusulkan terobosan inovasi sebagai berikut :
1. Inovasi Strategi Strategi yang diusulkan adalah mendorong pengembangan kebijakan, penyusunan tata laksana, penyiapan fasilitas dan pelaksanaan komunikasi publik untuk mengadvokasi penerapan "Atur Diri Sendiri" kepada masyarakat (public self-regulation). Strategi ini mengedepankan upaya pendekatan dari sisi "demand" dengan kelompok sasaran utama warga masyarakat sebagai motor percepatan peningkatan kualitas lingkungan hidup nasional.
2. Inovasi Kebijakan Terobosan kebijakan untuk menopang pelaksanaan strategi Atur Diri Sendiri adalah penyediaan insentif ekonomi. Insentif dapat dilaksanakan dalam bentuk insentif moneter atau insentif non moneter secara khusus kepada : 1) kelompok sasaran dunia usaha untuk mendorong keterlibatan aktif dan upaya inovasi pengendalian pencemaran; 2) kelompok sasaran masyarakat untuk mendorong penerapan regulasi diri sendiri dalam menekan jumlah polutan yang dihasilkannya; dan 3) kelompok sasaran Pemerintah Daerah untuk menciptakan atmosfer inovasi dan keterlibatan publik dalam pengendalian pencemaran di daerahnya masing-masing.
3. Inovasi Komunikasi Mengoptimalkan partisipasi publik mensyaratkan strategi komunikasi yang tepat dan pemanfaatan teknologi informasi yang optimal agar akses pembentukan jaringan, kolaborasi, dan pertukaran informasi antar warga maupun antara masyarakat, dunia usaha dengan pemerintah terbentuk baik. Strategi komunikasi yang disusun akan mengandalkan "keluwesan" para pihak untuk saling memberi inspirasi dengan pesan yang mengena dan memanfaatkan nilai-nilai yang universal. Untuk itu, strategi demikian harus mengandalkan aplikasi digital sebagai platform agar jangkauannya luas dan mudah. Platform komunikasi yang dibentuk diharapkan menjembatani berbagai pihak di masyarakat yang selama ini tidak saling terhubung dalam
18
pelaksanaan pengendalian pencemaran. Sebagai contoh, platform digital ini dapat dimanfaatkan untuk mengkonsolidasikan crowdmapping masyarakat dalam melaporkan kondisi kualitas lingkungan di wilayahnya, pintu masuk penggalangan pendanaan untuk proyek-proyek personal skala rumah atau komunitas kecil atau sebagai balai kliring dan wadah pertukaran informasi praktik baik, termasuk inovasi teknologi, dalam menyelesaikan persoalan pencemaran di tingkat tapak. Sejalan dengan berkembangnya teknologi smart-assistant untuk setiap individu (misalnya lemari es "pintar", televisi "pintar", dan lain sebagainya) dan makin membudayanya pola kerja fleksibel, platform ini juga dapat digunakan untuk mengembangkan aplikasi self-regulate. Beberapa contoh menarik misalnya adalah aplikasi kualitas udara yang memberi arahan kapan waktu terbaik untuk bersepeda atau melakukan kegiatan outdoor, atau sebaliknya kapan waktu yang disarankan untuk beraktivitas di rumah saja guna menurunkan potensi emisi kendaraan pribadi.
B. OUTPUT KUNCI
Output kunci dari proyek perubahan ini terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok besar, yaitu :
1. Rancangan Kebijakan dan Instrumen Pengaturan
Keluaran penting ini diproyeksikan untuk disusun dan diuji pada periode proyek perubahan jangka pendek agar dapat menjadi instrumen regulasi pada jangka menengah atau panjang. Adapun muatan kebijakan yang diharapkan dapat dikeluarkan adalah :
a. Regulasi teknis penerapan insentif ekonomi untuk pengendalian pencemaran kepada Pemerintah Daerah
b. Regulasi teknis pemberian insentif ekonomi dalam pengendalian pencemaran kepada dunia usaha
c. Regulasi teknis pemberian insentif ekonomi dalam pengendalian pencemaran kepada masyarakat selaku konsumen
Dalam pelaksanaan proyek perubahan ini, output kelompok ini kemudian diperkenalkan sebagai sebuah paket rangkaian kebijakan tidak terpisahkan
19
yang diberi brand nama "Insentif Tiga Lapis". Branding atas kelompok output ini dinilai penting untuk memberikan pemahaman bahwa penerapan insentif tidak akan lengkap bila hanya satu persatu dijalankan, dan bahwa stakeholder yang harus berperan bukan hanya salah satu, melainkan semuanya.
2. Rancangan Kampanye Tematik (Thematic Advocacy)
Keluaran penting ini diproyeksikan untuk dirancang dan disepakati pada periode proyek perubahan jangka menengah. Penetapan key message dan branding diharapkan mulai dapat tersusun dan tersedia pada periode tersebut agar pelaksanaan kampanye secara penuh dapat terlaksana efektif pada jangka panjang. Adapun muatan kampanye tematik yang diharapkan dapat dikeluarkan adalah :
a. Strategi dan keputusan key message dan branding untuk mendorong gerakan pengurangan limbah dari rumah dan penurunan emisi dari kendaraan
b. Strategi dan keputusan key message dan branding untuk mendorong gerakan self-monitoring atau pantau kualitas lingkungan sebagai bentuk partisipasi mengisi kesenjangan kemampuan pemerintah untuk memantau kualitas lingkungan
Dalam pelaksanaan proyek perubahan periode jangka pendek, belum dilakukan upaya penetapan key message dan branding utama kampanye tersebut, namun sebagai awal disepakati agar istilah "Atur Diri Sendiri" dijadikan jargon awal yang akan dikembangkan menjadi kampanye tematik berikutnya.
3. Pembentukan platform komunikasi berbasis digital bersama
Keluaran penting ini diharapkan dapat tersedia sekurang-kurangnya dalam jangka menengah, dan efektif dimanfaatkan secara meluas di jangka panjang. Bentuk platform yang diharapkan adalah :
1) Platform komunikasi yang berfungsi seperti "marketplace" atau "hub" atau SIMPUL dimana masyarakat dapat bertukar informasi atau bahkan berkontribusi dalam mendokumentasikan contoh-contoh praktik baik, hasil-hasil inovasi, materi edukasi, dan bahkan inisiatif-inisiatif kegiatan di bidang pengendalian pencemaran
20
2) Aplikasi untuk "self-monitoring & self-reporting" masyarakat mengenai kualitas lingkungan yang dapat diintegrasikan ke sistem pemantauan kualitas lingkungan pemerintah
3) Aplikasi "self-educate" atau bahkan "self-regulate" seperti COUNT OUR EMISSION yang secara sederhana dapat memobilisasi masyarakat untuk menghitung beban polutan maupun beban emisi yang dihasilkannya
C. PETA POTENSI SUMBER DAYA
Potensi sumber daya yang terpetakan dalam melaksanakan proyek perubahan ini terbagi menjadi 5 (lima) bagian besar, yaitu :
1. Momentum politik dan komitmen Pemerintah
Dalam perencanaan jangka menengah 2020-2024 dan dalam persiapan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang baru yang bervisi Indonesia Emas 2045, banyak sekali momentum politik yang dapat dimanfaatkan untuk menggulirkan konsep besar perubahan paradigma pengendalian pencemaran ini, yaitu diantaranya :
a. Menguatnya pesan global untuk meningkatkan kualitas lingkungan, yaitu diantaranya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Perubahan Iklim, Pengurangan Sampah Plastik, Pengembangan Kota-kota Sehat, bahkan hingga kampanye di kalangan bisnis global untuk mengeluarkan produk-produk konsumsi yang berkelanjutan dan rendah emisi
b. Pembenahan besar ekosistem berusaha di Indonesia yang diwujudkan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai bagian dari strategi pemerintah untuk menyiapkan sumberdaya manusia dan penciptaan lapangan kerja guna menampung bonus demografi yang memberikan kesempatan pengarusutamaan pemulihan lingkungan sekaligus public empowerment.
c. Ambisi birokrasi pemerintah Indonesia untuk menjadi birokrasi kelas dunia yang membuka peluang terbentuknya agile bureaucracy hingga tingkat tapak yang dapat memberdayakan dan mengedukasi masyarakat secara efektif di bidang pengendalian pencemaran.
21
d. Upaya pemulihan ekonomi nasional dalam menghadapi resesi akibat pandemi COVID-19 yang ditujukan pada pemberian stimuli anggaran pemerintah secara langsung kepada masyarakat melalui bantuan ekonomi produktif dan peningkatan daya beli. Pemberian stimuli yang sebenarnya merupakan satu bentuk insentif tersebut adalah wahana yang paling tepat untuk "menitipkan" insentif dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
2. Kewenangan dan "power" dalam implementasi
Kewenangan kuat melalui undang-undang yang diberikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta penguatan peran Pemerintah Daerah yang diamanahkan untuk menjadikan pengendalian pencemaran sebagai urusan wajib adalah juga merupakan potensi sumber daya. Seluruh provinsi dan kabupaten/kota memiliki Dinas Lingkungan Hidup yang dapat diberdayakan.
Posisi kewenangan yang kuat memberikan konsekuensi positif, yaitu terhubungnya KLHK dengan jaringan pengetahuan dan keahlian dan legitimasinya sebagai focal point pada skala hubungan internasional.
3. Potensi pendanaan dan akses informasi
Selain memiliki sumber pendanaan tersendiri dalam fungsi sebagai Staf Ahli Menteri dan bekerjasama dengan unit eselon I teknis KLHK yang terkait (Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan), potensi pendanaan dapat digalang melalui kolaborasi dengan dunia usaha dan bahkan berbagai organisasi kemasyarakatan. Hal ini diyakini sangat berpotensi karena pesan kunci proyek perubahan ini banyak didukung berbagai kalangan.
Sejak diluncurkannya konsep blended financing sebagai terobosan pembiayaan pemerintah pada tahun 2017, pemodal dan investor kapital melihat pembiayaan untuk program lingkungan hidup dan pengendalian perubahan iklim sebagai primadona investasi masa depan yang sangat prospektif. Apabila Indonesia mampu menunjukkan bahwa warga bangsa dan negara ini memiliki kesamaan nilai dan tujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dan bersedia meningkatkan kualitas lingkungan sebagai bagian dari jasa ekosistemnya kepada dunia, maka akses pembiayaan alternatif terbuka sangat lebar dan menjadi potensi sumber daya yang handal.
22
4. Dukungan jaringan dan penerimaan para pihak di skala global
Gerakan masyarakat yang sadar dan peduli lingkungan, kolaborasi dunia usaha akan hal yang sama dan dukungan kuat jaringan akademisi sebenarnya telah tersedia. Sayangnya hingga hari ini sifat inisiatifnya cenderung sporadis, terfragmentasi, dan terlalu fokus pada kepentingannya masing-masing. Namun demikian kuatnya jaringan yang telah terbentuk menjadi potensi sumber daya yang sangat berharga yang akan sangat bermanfaat bila berhasil dikonsolidasikan.
Sebagai gambaran, saat ini terjadi perubahan tren konsumsi masyarakat dunia ke produk ramah lingkungan. Sejak beberapa tahun yang lalu, World Economic Forum selalu meletakkan masalah lingkungan sebagai risiko global yang mengancam kelangsungan bisnis, sekaligus juga menempatkannya sebagai kesempatan pengembangan bisnis model baru. Implikasi hal tersebut menyebabkan terjadi pertumbuhan kebutuhan transformasi gaya hidup yang lebih ramah lingkungan yang diikuti oleh inovasi produk barang dan jasa yang sesuai yang dalam waktu singkat menjadi pemain pasar yang kuat. Kecenderungan kuat seperti ini menyebabkan agenda penguatan publik sebagai aktor utama peningkatan kualitas lingkungan hidup akan selalu mendapatkan penerimaan sangat positif dan baik di internasional.
5. Posisi team leader
Team leader memiliki keunikan keunggulan sumber daya, yaitu selain menjadi Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam juga merupakan National Focal Point Indonesia dalam kerjasama regional Asia Pacific Regional Forum on Health and Environment serta dalam keseharian menjalankan fungsi sebagai pelaksana tugas Inspektur Jenderal. Hal ini sangat membantu perluasan jaringan dan peningkatan kepercayaan dari mitra dan stakeholders.
D. TAHAPAN PELAKSANAAN DAN ADAPTASI PERENCANAAN
Rencana Pentahapan
Dalam perencanaan awal, proyek perubahan ini direncanakan diselenggarakan dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu jangka pendek selama 2,5 bulan dari 25 Agustus sampai dengan 27 November 2020, jangka menengah selama
23
sekitar 12 - 15 bulan dari Januari 2021, serta jangka panjang yang diperkirakan efektif mulai dari tahun 2022. Tahap pendek dimaksudkan sebagai tahap persiapan dengan milestones tersusunnya rancangan awal kebijakan insentif maupun strategi komunikasinya. Tahap menengah dimaksudkan sebagai tahap penyediaan faktor pendukung, yaitu penyiapan regulasi dan pembentukan kerjasama formal dengan stakeholders utama. Tahap panjang adalah tahap pelaksanaan atau tahap implementasi.
Tabel 1. Rencana Pentahapan yang Diusulkan pada Agustus 2020
MILESTONE PENDEK
OUTPUT KEGIATAN WAKTU
Penyusunan rancangan kebijakan insentif
Tim efektif/agile team • Pembentukan tim dan agenda kerja
• 25/8/20 s.d 4/9/20
Laporan "Lesson Learnt" untuk masukan konsep strategi dan kebijakan
• Rapat untuk evaluasi dan reviu bagi penyusunan "lesson learnt"
• 1/9/20 s.d. 30/9/20
Rancangan kebijakan insentif
• Rapat penyusunan rancangan kebijakan
• 1/10/20 - 13/11/20
Penyusunan strategi sosialisasi kebijakan
Dokumen strategi sosialisasi kebijakan insentif
• Rapat penyusunan strategi sosial
• 1/10/20 - 13/11/20
Penyusunan strategi kampanye
Dokumen strategi kampanye partisipasi publik
• Rapat penyusunan strategi kampanye
• 1/10/20 - 13/11/20
Disain awal "brand" kampanye
• Rapat penyusunan disain "branding" kampanye
• 1/10/20 - 13/11/20
MILESTONE MENENGAH
OUTPUT KEGIATAN WAKTU
Penetapan kesepakatan kerjasama K/L dan Pemda prioritas
MoU antar K/L • Rapat penyusunan dan finalisasi MoU
• Penandatanganan dengan pejabat eselon I terkait
• Desember 2020 • Januari 2021
MoU dengan Pemprov DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Pemkot/kab Jabodetabek
• Rapat penyusunan dan finalisasi MoU
• Penandatanganan dengan Kepala Dinas terkait
• Desember 2020 • Januari 2021
Rencana Kerja Tahunan Kesepakatan Kerjasama
• Rapat penyusunan dan finalisasi rencana kerja
• Januari - Februari 2021
Penetapan kolaborasi dengan stakeholders
Agenda kerjasama dan rencana kerja
• Rapat penyusunan dan finalisasi rencana kerja
• Desember 2020 - Januari 2021
24
Penetapan regulasi Peraturan Menteri • Rapat finalisasi rancangan peraturan menteri
• Desember 2020 - Desember 2021
Penyelesaian disain platform partisipasi publik
Rancangan disain platform dan branding
• Rapat finalisasi rancangan disain platform
• Februari - Maret 2021
Aplikasi platform • Konstruksi • Launching
• April - Mei 2021 • Juni 2021
Pelaksanaan sosialisasi awal peraturan
Paket informasi Peraturan Menteri
• Pelaksanaan sosialisasi tatap muka dan daring
• Juni - Desember 2021
MILESTONE PANJANG
OUTPUT KEGIATAN WAKTU
Pelaksanaan efektif kebijakan insentif
Peraturan Menteri • Penerapan efektif dengan pemantauan utama pada daerah prioritas
• Semester I 2022
Pengoperasian platform komunikasi partisipasi publik
Aplikasi platform • Pengoperasian dan pengelolaan platform
• Promosi dan "penjualan" platform
• Semester II 2022
Update Aplikasi platform
• Evaluasi keberhasilan dan perbaikan
• November 2022
Kampanye partisipasi publik dlm pengendalian pencemaran
Paket sosialisasi, kampanye dan promosi
• Sosialisasi dan kampanye
• Fasilitasi masyarakat yang mulai memanfaatkan platform untuk inisiatif mandiri
• Penyelenggaraan award untuk penghargaan
• Semester II 2022 • Semester II 2022 • Tahun 2023
Adaptasi Pentahapan dan Implementasi Jangka Pendek
Gagasan proyek perubahan yang disusun pada bulan Agustus 2020 didasarkan pada sentimen sebagai berikut :
• Proyeksi kurva penularan COVID-19 melandai pada bulan September-Oktober 2020 dan pembatasan sosial dapat dicabut pada triwulan III dan IV tahun anggaran 2020
• Kontraksi ekonomi Indonesia diproyeksikan tetapi di zona positif, walau tingkat pertumbuhannya sangat kecil atau nyaris nol. Pada bulan April 2020 Bank Dunia memproyeksikan Indonesia hanya tumbuh sekitar 2% di tahun 2020, dan pemerintah Indonesia memproyeksikan tumbuh 1%
25
Pada kenyataannya terjadi dinamika kondisi yang memaksa harus dilakukannya penyesuaian kembali seluruh perencanaan yang telah disusun, yaitu:
• Terjadi kenaikan laju penularan COVID-19 yang memaksa kota-kota besar di Indonesia kembali menerapkan PSBB secara ketat dan sebagian besar institusi lembaga menerapkan metoda kerja work from home atau bekerja pada kapasitas 50%.
• Pelandaian kurva gelombang I (first wave) baru mulai muncul di akhir bulan Oktober 2020 dan saat ini dikhawatirkan akan kembali muncul kenaikan gelombang II (second wave) sejalan dengan kembali mulai diterapkannya relaksasi PSBB di kota-kota epicentrum penularan
• Indonesia jatuh dalam situasi resesi, dimana terjadi kontraksi -5,32% pada triwulan II dan -3,49% pada triwulan III.
• Sejalan dengan miskalkulasi proyeksi kasus Covid dan kontraksi ekonomi, maka selama periode jangka pendek September hingga Oktober 2020 seluruh K/L melakukan perombakan perencanaan, refocussing anggaran, dan mobilisasi terfokus untuk menjalankan stimuli ekonomi.
Situasi seperti ini kemudian memaksa adaptasi rencana pelaksanaan proyek perubahan menjadi :
Tabel 2. Perubahan Rencana Pentahapan per September 2020
MILESTONE PENDEK
OUTPUT KEGIATAN WAKTU
Penyusunan rancangan kebijakan insentif
Tim efektif/agile team • Pembentukan tim dan agenda kerja
Minggu I September 2020
Policy Brief kebijakan insentif
• Virtual meeting dengan pihak terkait
Minggu I September - Minggu IV Oktober
Penyusunan strategi sosialisasi kebijakan dan kampanye
Policy Brief strategi sosialisasi kebijakan insentif dan kampanye publik
• Virtual meeting dengan pihak terkait
• Dialog semi-formal melalui media grup chat, media sosial, webinar FGD
Minggu I September - Minggu IV Oktober
"Brand" sosialisasi dan kampanye tahap awal disepakati sebagai : • "ATUR DIRI
SENDIRI" • "INSENTIF TIGA
LAPIS"
• Langsung ditetapkan pada rapat tim efektif
Minggu I September 2020
26
MILESTONE MENENGAH
OUTPUT KEGIATAN WAKTU
Penetapan kesepakatan kerjasama K/L dan Pemda prioritas
MoU antar K/L • Rapat penyusunan dan finalisasi MoU
• Penandatanganan dengan pejabat eselon I terkait
• Maret 2021
MoU dengan Pemprov DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Pemkot/kab Jabodetabek
• Rapat penyusunan dan finalisasi MoU
• Penandatanganan dengan Kepala Dinas terkait
• April - Mei 2021
Rencana Kerja Tahunan Kesepakatan Kerjasama
• Rapat penyusunan dan finalisasi rencana kerja
• April - Mei 2021
Penetapan kolaborasi dengan stakeholders
Agenda kerjasama dan rencana kerja
• Rapat penyusunan dan finalisasi rencana kerja
• April - Mei 2021
Penetapan regulasi Peraturan Menteri • Rapat finalisasi rancangan peraturan menteri
• Desember 2021
Penyelesaian disain platform partisipasi publik
Rancangan disain platform dan branding
• Rapat finalisasi rancangan disain platform
• Juli-Agustus 2021
Aplikasi platform • Konstruksi • Launching
• Juli - Agustus 2021 • September 2021
Pelaksanaan sosialisasi awal peraturan
Paket informasi Peraturan Menteri
• Pelaksanaan sosialisasi tatap muka dan daring
• Oktober- Desember 2021
MILESTONE PANJANG
OUTPUT KEGIATAN WAKTU
Pelaksanaan efektif kebijakan insentif
Peraturan Menteri • Penerapan efektif dengan pemantauan utama pada daerah prioritas
• Semester II 2022
Pengoperasian platform komunikasi partisipasi publik
Aplikasi platform • Pengoperasian dan pengelolaan platform
• Promosi dan "penjualan" platform
• Semester II 2022
Update Aplikasi platform
• Evaluasi keberhasilan dan perbaikan
• Semester I 2023
Kampanye partisipasi publik dlm pengendalian pencemaran
Paket sosialisasi, kampanye dan promosi
• Sosialisasi dan kampanye
• Fasilitasi masyarakat yang mulai memanfaatkan platform untuk inisiatif mandiri
• Penyelenggaraan award untuk penghargaan
• Semester I 2023 • Semester I 2023 • Tahun 2024
27
E. TATA KELOLA PROYEK PERUBAHAN
Tata kelola proyek disusun berdasarkan kebutuhan mobilisasi sumber daya manusia dan sumber-sumber daya pendukung yang memadai. Potensi sumber daya yang ada dimanfaatkan dengan baik, sehingga struktur pengelolaan proyek ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Tim Pengelolaan Proyek
Tim yang akan mengelola administrasi dan pendanaan ini terdiri dari staf-staf di bagian tata usaha dan administrasi di lingkungan Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, dan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL). Anggaran utama untuk pelaksanaan administrasi rutin Staf Ahli berasal dari Sekretariat Jenderal, sementara pelaksanaan kegiatan yang bersifat teknis akan dikerjasamakan dengan Ditjen PPKL selaku eselon I teknis portofolio dan sebagian dari Inspektorat Jenderal selaku eselon I yang bertanggungjawab dalam membina sistem pengendalian internal dan penilaian akuntabilitas kinerja.
Sebagai catatan, karena sebagian besar kegiatan yang semula didisain dalam bentuk rapat, FGD, konsinyiring dan perjalanan ke lapangan harus diubah menyesuaikan dengan kebijakan pembatasan sosial, maka alokasi sumber daya menjadi sangat efisien karena hanya ditujukan pada penyelenggaraan pertemuan secara virtual.
2. Tim Penggerak (Agile Team)
Tim ini dibentuk dengan beberapa pertimbangan khusus, yaitu : a. Harus terdiri dari individu dengan kapasitas baik dan terbiasa bekerja cepat,
terbuka, kolaboratif dan memiliki kemampuan berpikir keluar kotak (out of the box)
b. Sebagian berasal dari berbagai unit di internal KLHK yang tidak terkungkung dalam penjara tugas fungsi atau kotak nomenklatur masing-masing
c. Sebagian berasal dari kalangan profesional di luar organisasi KLHK yang memiliki kapasitas memadai sebagai bagian dari agile team
Sesuai dengan penamaannya sebagai agile team, maka tim ini tidak hanya bekerja sesuai perintah pimpinan tim, namun juga diberikan kesempatan besar untuk berkontribusi kepada perencanaan dan metoda implementasi kegiatan. Sistem bekerja akan diatur secara fleksibel, yaitu sistem "bagi habis"
28
pekerjaan bila diperlukan, atau saat diperlukan kombinasi kerja bersama dalam model gugus tugas terpadu. Kebebasan akan diberikan dalam penyampaian dan pencapaian keluaran-keluaran. Atas pertimbangan diatas, maka agile team ini akan terdiri dari perwakilan eselon II, III, dan staf terpilih di KLHK; profesional swasta di bidang instrumen ekonomi, pengendalian pencemaran, teknologi informasi, dan kampanye publik; narasumber ahli/akademisi di bidang ilmu terkait, terutama insentif ekonomi; praktisi usaha/masyarakat yang bergerak di bidang pengendalian pencemaran, teknologi informasi dan kampanye publik. Bagian dari agile team yang bekerja secara rutin dalam mendukung proyek perubahan ini dimasukkan dalam Surat Keputusan pembentukan Tim Efektif, sementara yang bekerja saat dibutuhkan diselenggarakan sebagai narasumber. Susunan tim tersebut adalah sebagai berikut : Penanggung jawab proyek perubahan :
Laksmi Wijayanti selaku Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam/Plt. Inspektur Jenderal
Pengarah dan mentor proyek perubahan : Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Anggota : 1. Ir. Sigit Reliantoro, MSc 2. Fitri Harwati, S.Si, MAS 3. Tulus Laksono, SH 4. Erik Teguh Primiantoro, S.Hut, MES 5. Sasmita Nugroho, SE 6. Ir. Rahayu Riana, MSc 7. Siti Rachma Utami Dewi, S.Si, M.Si 8. Sulistianingsih Sarassetiawati, SE, M.Sc 9. Dr. Ir. Murdiyono, MM 10. Widodo, S.Hut, M.Si 11. Marjoko, S.Sos, M.Hum
29
F. MANAJEMEN KOLABORASI DAN STRATEGI KOMUNIKASI
Kolaborasi utama yang diharapkan terbentuk dalam proyek perubahan ini adalah antara : a. KLHK dengan Pemerintah Daerah sebagai subyek enabler pertama, yang
untuk bisa terlaksana baik juga harus mendapat dukungan dari Kementerian Dalam Negeri selaku pembina dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas selaku koordinator perencanaan nasional;
b. KLHK dengan K/L yang berada dalam kelompok kebijakan keuangan dan perekonomian, khususnya Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Keuangan, untuk memastikan kebijakan insentif dapat dikembangkan;
c. KLHK dengan sektor usaha dengan kapasitas pembiayaan tinggi, yang dalam hal ini adalah produsen tingkat korporasi dengan potensi kapital pendanaan Corporate Social Responsibility (CSR) tinggi serta kelompok usaha investasi keuangan maupun jasa keuangan;
d. KLHK dengan sektor usaha produsen barang dan jasa konsumsi masyarakat sebagai subyek enabler kedua, yang dalam hal ini mencakup usaha skala besar hingga tingkat mikro;
e. KLHK dengan komunitas masyarakat champion yang memiliki potensi dan kapasitas untuk menjadi pemimpin di kelompoknya, dapat menjadi pionir, pelaku kampanye yang aktif, dan advokat edukasi dan peningkatan kesadaran yang efektif;
f. Dunia usaha dengan kelompok masyarakat, baik dalam konteks hubungan produsen-konsumen, maupun dalam konteks penyumbang inovasi dan trendsetter.
Kolaborasi-kolaborasi yang diharapkan terbentuk diatas diharapkan berkelanjutan, sehingga diperkirakan harus terbentuk secara organik atau "alamiah" karena sama-sama merasa saling membutuhkan. Bentuk kolaborasi yang diintervensi terlalu banyak atau dipaksakan oleh pemerintah terkadang bersifat semu dan hanya sementara. Hal ini menyebabkan target formal tercapainya kolaborasi tidak diletakkan di jangka pendek, melainkan di jangka menengah atau panjang.
Atas dasar pertimbangan diatas, maka manajemen kolaborasi yang dilakukan dapat secara garis besar dijelaskan di bawah ini.
30
Manajemen Kolaborasi
Kolaborasi formal diselenggarakan antara KLHK dengan stakeholder yang dibutuhkan ikatan kerjasamanya dalam penyelenggaraan kebijakan, penggunaan sumber daya dan pengendaliannya. Bentuk kolaborasi untuk hal tersebut mencakup pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman atau koordinasi antar lembaga yang diformalkan dalam program pemerintah dengan dasar hukum yang jelas dan pasti. Bentuk kolaborasi formal yang dirancang terutama adalah kerjasama penyusunan kebijakan insentif antara KLHK dengan Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Kolaborasi formal lainnya dibutuhkan saat komitmen penggunaan sumber daya bersama atau cost-sharing harus diikat agar berkelanjutan. Kolaborasi ini dapat dilaksanakan KLHK dengan lembaga pendanaan atau dengan pihak atau asosiasi dunia usaha yang akan menjadi mitra pelaksana utama.
Kolaborasi semi-formal diselenggarakan KLHK dengan stakeholder masyarakat yang diproyeksikan menjadi local champion dan influencer bagi komunitas sekitarnya. Kolaborasi semi-formal diwujudkan dalam komitmen keikutsertaan kedua belah pihak pada agenda kegiatan bersama dengan tujuan yang disepakati.
Kolaborasi organik yang terjalin berdasarkan kesepakatan dua belah pihak adalah tujuan utama dibangunnya platform komunikasi yang berbentuk "hub" atau simpul jaringan. Kolaborasi alamiah yang diharapkan adalah antara kelompok masyarakat dengan seluruh stakeholders.
Berdasarkan tipe-tipe kolaborasi yang diharapkan tersebut diatas, maka pengelolaan kolaborasi yang akan dilaksanakan mencakup :
• penyusunan strategi komunikasi spesifik kepada stakeholder yang diharapkan berdasarkan peta posisinya terhadap isu yang diusulkan
• pembentukan mekanisme yang sesuai, dimana kolaborasi antar institusi yang formal diselenggarakan berdasarkan birokrasi kerjasama yang telah ditetapkan (melalui Sekretaris Jenderal atau Direktur Jenderal yang
31
berkepentingan), sementara kolaborasi semi-formal diselenggarakan sebagai bagian dari penyelenggaraan kegiatan satuan kerja
• penyiapan wahana kolaborasi, yaitu dapat berbentuk kesepakatan penggunaan platform komunikasi tertentu atau media tertentu. Di era digital, wahana kolaborasi umumnya diwujudkan dalam bentuk pembuatan website bersama.
Rincian implementasi manajemen kolaborasi diatas dijabarkan dalam strategi komunikasi di bawah ini.
Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi yang dikembangkan dan kemudian dipraktekkan terbagi dalam beberapa elemen, yaitu:
1. Branding dan Pesan Kunci
Pesan kunci untuk mengkomunikasikan proyek perubahan ini dipilih dari penggunaan istilah sederhana namun relatif familiar. Di kalangan praktisi lingkungan hidup, paradigma "Atur Diri Sendiri" telah lama dikampanyekan oleh tokoh pemikir konservasi dan lingkungan hidup ternama, almarhum Prof. Dr. Otto Soemarwoto. Konsep Prof. Otto Soemarwoto secara jelas menekankan bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang efektif adalah melalui upaya sendiri-sendiri, atau dapat diartikan sebagai internalisasi ke dalam budaya sehari-hari.
Mengingat istilah ini sepenuhnya mewakili muatan substansi dan tujuan proyek perubahan ini serta juga dinilai mudah diingat dan menarik maka pesan kunci yang dipilih dalam kegiatan ini adalah "ATUR DIRI SENDIRI".
Selain ATUR DIRI SENDIRI sebagai "brand" proyek perubahan ini, substansi keluaran utama berupa kebijakan insentif juga perlu secara efektif dikomunikasikan. Mengingat paket kebijakan ini relatif kompleks karena berupa rangkaian berbagai instrumen yang diterapkan kepada tiga kelompok sasaran berbeda, maka disepakati disusun "brand" yang dapat menyederhanakan pemahaman umum akan keluaran tersebut. Atas pertimbangan tersebut diputuskan bahwa keluaran utama proyek perubahan ini diberi nama "INSENTIF TIGA LAPIS". Penamaan tersebut diharapkan dapat menjelaskan seluruh elemen keluaran tersebut, yaitu kebijakan insentif yang diberikan kepada tiga kelompok
32
sasaran yang diselenggarakan secara sekuensial untuk menguatkan capaian akhir.
Dalam proses pelaksanaan jangka pendek, pesan kunci ini harus disesuaikan dengan kepentingan penyampaian spesifik pada setiap kelompok sasaran. Untuk itu, survey persepsi sangat penting untuk dilaksanakan dan harus dijadikan dasar dalam membangun pesan-pesan kunci turunan berikutnya.
2. Metoda pendekatan
Metoda pendekatan yang dilakukan dalam proses komunikasi pada proyek perubahan ini sangat dipengaruhi oleh dinamika situasi nasional yang terjadi. Pandemi dan dampaknya bagi masyarakat maupun penyelenggaraan negara menyebabkan metoda pendekatan komunikasi diubah menjadi personal, penuh empati (karena kebanyakan masyarakat dan stakeholders sedang mengalami tekanan dan krisis). Pembentukan "minat" dan "interest" yang dilakukan secara halus tersebut mengutamakan diskusi-diskusi personal di berbagai ruang grup chat dan media sosial.
Pada saat melakukan sosialisasi, diupayakan selain diselenggarakan di bawah agenda tunggal proyek perubahan ini, juga sebaiknya diintegrasikan dengan isu dan agenda aktual yang sedang menjadi perhatian masyarakat. Sebagai gambaran, isu resesi yang kemudian membuat pemerintah mengedepankan stimuli APBN sebagai cara memulihkan perekonomian dapat digunakan sebagai agenda payung memperkenalkan insentif pembiayaan pemerintah untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran. Agenda-agenda aktual yang dapat dipilih untuk mengintegrasikan sosialisasi proyek perubahan ini diantaranya adalah : refocussing anggaran untuk pemulihan ekonomi nasional, program Padat Karya, perbaikan ekosistem berusaha/investasi, dan bahkan Undang-undang Cipta Kerja.
3. Mekanisme dan perangkat pelaksanaan
Pelaksanaan komunikasi untuk dapat mendorong terbentuknya kolaborasi yang organik diselenggarakan diatas platform yang dapat menjembatani banyak pihak yang selama ini jarang terhubung. Atas dasar tersebut, maka perangkat pelaksanaan komunikasi ini diwadahi oleh platform yang berfungsi sebagai "simpul". Platform yang bersifat simpul tidak boleh mengambil
33
alih dominasi penyiapan konten, melainkan harus mampu memfasilitasi siapa saja yang relevan untuk menyumbang isi konten dengan harapan mendapat tanggapan dari pihak-pihak lain. Untuk itu, perangkat platform tersebut didisain seperti browser pencari, browser marketplace, dan forum pertukaran informasi.
Dalam penyelenggaraannya, komunikasi ditujukan untuk memelihara dan bahkan meningkatkan komitmen pihak-pihak yang termasuk dalam kelompok promoters, mendorong agar pihak latents bisa berubah menjadi promoters dan semaksimal mungkin tidak membiarkan pihak apathetics bertambah atau bahkan melakukan tindakan yang kontraproduktif dan mengancam keberhasilan proyek perubahan. Untuk itu mekanisme yang dipilih adalah :
a. Mendorong penguatan dukungan promoters Strategi komunikasi yang disusun bagi kelompok ini mencakup :
• Melibatkan langsung sebagai bagian dari tim pelaksana atau agile team • Membuat kelompok kerja yang melaksanakan kegiatan-kegiatannya
secara terjadwal dan terstruktur baik • Membuat forum komunikasi yang interaksinya dipelihara baik dan
bahkan dikembangkan • Memberikan komitmen untuk mendukung balik langkah-langkah mitra
sehingga tercipta rasa saling percaya dan saling membantu
b. Mendorong penguatan peran defenders Strategi komunikasi yang disusun bagi kelompok ini mencakup :
• Membuatkan jalur komunikasi tersendiri, baik dalam bentuk kanal komunikasi melalui media sosial maupun forum yang secara teratur diberikan informasi-informasi terbaru
• Membuat kegiatan-kegiatan yang melibatkan atau ditujukan kepada mitra
• Memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan informasi atau dukungan kepada mitra, terutama ketika kegiatannya berkontribusi pada proyek perubahan
c. Membangun komitmen dukungan pihak latents Strategi komunikasi yang disusun bagi kelompok ini mencakup :
• Mengintensifkan lobi, negosiasi, ataupun upaya berkomunikasi yang bersifat personal dan mengutamakan tatap muka
34
• Menyiapkan kanal komunikasi khusus yang diisi dengan informasi-informasi yang dapat menarik minat dan dukungan mitra
• Menyiapkan dan menyelenggarakan event-event khusus yang memang ditujukan kepada kelompok ini
d. Mengelola potensi risiko dan dampak yang dapat ditimbulkan pihak apathetic Strategi komunikasi yang disusun bagi kelompok ini mencakup :
• Mengintensifkan penyebaran informasi terkini secara rutin dan reguler melalui kanal-kanal komunikasi atau media yang biasa digunakan kelompok ini.
G. SOLUSI KENDALA DAN RISIKO
Pertimbangan risiko yang harus dipertimbangkan adalah pada periode jangka pendek dimana seluruh persiapan harus mulai dilaksanakan. Khusus tahun 2020, risiko penting yang harus diperhatikan adalah dampak pandemi COVID-19. Situasi dimana Indonesia sedang berada pada status Darurat Nasional dan belum akan dicabut sampai dengan waktu yang belum ditentukan menyebabkan seluruh upaya terancam risiko tidak terselenggara dengan optimal. Risiko eksternal yang demikian penting dipastikan menyebabkan naiknya risiko organisasi, baik dari sisi strategis maupun risiko operasional. Beberapa bentuk risiko yang akan mengancam langsung adalah :
1. Perpanjangan Pembatasan Sosial yang meluas di berbagai wilayah Indonesia dan pelemahan ekonomi yang berlanjut ke triwulan III dan triwulan IV
Risiko eksternal yang secara masif dirasakan semua pihak di seluruh Indonesia ini tidak bisa dihilangkan, melainkan dikelola agar dampaknya tidak memberatkan. Dari sisi proyek perubahan ini, kondisi ini sangat berpotensi melemahkan komitmen stakeholders bahkan menganggap misi proyek perubahan ini tidak prioritas.
Strategi yang dilakukan untuk mengelola risiko ini adalah dengan menekankan metoda komunikasi yang dialogis, penuh empati, dan banyak ditujukan untuk membantu penyelesaian persoalan-persoalan yang sedang dihadapi para stakeholders dengan dibungkus pada pesan-pesan kampanye maupun ajakan pengendalian pencemaran.
35
2. Perubahan struktur organisasi yang diikuti mutasi cukup ekstensif pejabat-pejabatnya sehingga berpotensi mengganggu jalannya kegiatan
Risiko ini memiliki potensi "kemacetan" pelaksanaan kegiatan selama pola kerja sangat menggantungkan pada pembagian tugas fungsi yang kaku. Strategi untuk mengatasi risiko ini disusun dengan memperhatikan kesempatan adanya redisain program dan anggaran yang gencar digaungkan pemerintah, yaitu membuat program tidak dilekatkan pada tugas fungsi nomenklatur eselonisasi tertentu. Perampingan program yang diikuti dengan penyederhanaan proses bisnis yang eksekusinya fleksibel secara lintas unit eselon I, II bahkan III membuat proyek perubahan ini harus dibangun diatas penyederhanaan proses bisnis pengendalian pencemaran di KLHK dan membuka ruang kemudahan perubahan unit yang akan dilibatkan secara aktif apabila terjadi restrukturisasi organisasi.
3. Komitmen pelaksanaan yang melemah akibat benturan prioritas yang saat ini sangat difokuskan pada upaya pengendalian dampak COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional
Isu risiko ini sangat kuat didengungkan karena arahan percepatan penanganan dampak COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional diikuti dengan fokus pengawasan ketat dari Presiden. Oleh sebab itu, banyak unit organisasi yang seluruh sumberdayanya dikerahkan untuk mengejar target tersebut dan berisiko menurunkan prioritas pelaksanaan kegiatan lainnya.
Dalam manajemen proyek perubahan, kondisi ini akan dicoba diatasi dengan membentuk agile team. Tim ini merupakan tim efektif, namun sesuai dengan karakternya, terdiri dari personil yang memiliki kualifikasi tinggi, memiliki komitmen dan minat besar terhadap proyek, yang tidak selalu harus terikat dengan mindset bekerja sektoral atau dalam silo. Agile team ini akan bekerja secara fleksibel dan diberikan kebebasan untuk memodifikasi sistem kerja-kerjanya. Tim seperti ini terutama sangat bermanfaat untuk penyusunan produk yang berkaitan langsung dengan partisipasi publik dan kampanye.
36
BAB III PELAKSANAAN PROYEK PERUBAHAN
A. HASIL CAPAIAN PROYEK PERUBAHAN JANGKA PENDEK
Berdasarkan penyesuaian perencanaan yang terutama berefek pada pelaksanaan jangka pendek, maka rangkaian proses pelaksanaan periode ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Penyusunan rancangan kebijakan insentif
Langkah-langkah proses pelaksanaan untuk pencapaian keluaran ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Capaian Penyusunan Rancangan Kebijakan Insentif
KEGIATAN OUTPUT WAKTU STAKEHOLDERS Pembentukan tim dan agenda kerja
SK Inspektur Jenderal dalam pembentukan tim efektif/agile team
Minggu IV Agustus - Minggu I September 2020
• Dirjen PPKL KLHK • Sekjen KLHK • Irjen KLHK • Kepala BP2SDM • Kepala BLI
Rapat dan FGD model webinar untuk evaluasi kondisi baseline dan penyiapan materi
Dokumentasi bahan dan hasil rapat
Minggu II - Minggu V September 2020
• Kemenko Perekonomian
• Komisi IV DPR RI • Dirjen PPKL KLHK • Deputi SDA
Bappenas • BKF Kemenkeu
Pelaksanaan survey persepsi publik
Dokumentasi hasil survey dengan jumlah responden 465 orang
Minggu II - Minggu III Oktober 2020
• Kelompok masyarakat binaan KLHK
• Kelompok profesi • Kelompok akademi • Praktisi lingkungan
Formulasi policy brief konsep insentif
Policy Brief Konsep Insentif untuk Pengendalian Pencemaran
MInggu IV Oktober 2020 • Wakil Menteri LHK • Dirjen PPKL • Dirjen PSLB3
Formulasi integrasi konsep insentif ke dalam rencana anggaran KLHK 2020-2021
Persetujuan Komisi IV DPR RI tentang usulan pengajuan DAK Lingkungan Hidup 2021
MInggu I - II September 2020
• Sekjen c.q. Biro Perencanaan KLHK
• Komisi IV DPR RI
37
Penetapan Renstra KLHK 2020-2024 yang memuat perbaikan proses bisnis pengen-dalian pencemaran
Minggu I September - Minggu IV Oktober 2020
• Sekjen c.q. Biro Perencanaan KLHK
• Kepala BP2SDM • Kepala BLI • Dirjen PPKL
Negosiasi Country Partnership 2021
Minggu I Oktober - Minggu II November '20
• Country Director Worldbank Jakarta
Exercise pengembangan insentif asuransi lingkungan hidup untuk dunia usaha
Dokumentasi bahan dan hasil rapat
MInggu I Oktober - Minggu IV Oktober 2020
• Kemenko Perekonomian
• Dirjen PKTL KLHK • Asosiasi asuransi
umum Indonesia
Keluaran-keluaran dalam menyusun rancangan kebijakan insentif yang dihasilkan dalam periode pendek ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
a) Survey persepsi publik
Survey persepsi publik dilaksanakan pada bulan Oktober 2020 atas dasar kebutuhan untuk mengidentifikasi ketepatan penerapan insentif yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat untuk mengubah perilakunya. Survey yang diselenggarakan secara online ini diikuti oleh 465 responden dengan pokok-pokok penting sebagai berikut :
• Masyarakat awam ternyata sangat beragam dalam melihat isu lingkungan hidup. Distribusi proporsi yang relatif rata (tidak ada persepsi dominan) dapat menunjukkan literasi pengetahuan dan/atau kesadaran yang berbeda-beda
Gambar 1. Hasil Survey Persepsi Oktober 2020 - Nomor 1
38
• Ternyata lebih dari 67% masyarakat menganggap kondisi kualitas lingkungan hidup saat ini sudah pada tahap mengancam kesejahteraan hidupnya
Gambar 2. Hasil Survey Persepsi Oktober 2020 - Nomor 2
• ternyata sebagian besar masyarakat menilai kondisi udara memburuk, justru saat sedang dilanda Pandemi COVID-19. Hal ini menarik karena indikator menunjukkan ada perbaikan kualitas udara akibat menurunnya emisi kendaraan bermotor, sementara publik berpersepsi sebaliknya
Gambar 3. Hasil Survey Persepsi Oktober 2020 - Nomor 3
39
Gambar 4. Hasil Survey Persepsi Oktober 2020 - Nomor 4
• persepsi masyarakat tentang pencemaran air ternyata "bias" kepada limbah kegiatan (industri) atau cenderung menganggap pencemaran adalah persoalan eksternal dari kesehariannya.
Gambar 5. Hasil Survey Persepsi Oktober 2020 - Nomor 5
40
Gambar 6. Hasil Survey Persepsi Oktober 2020 - Nomor 6
b) Policy Brief Insentif Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
Policy Brief yang menjadi pengantar susunan prosiding beberapa pertemuan untuk memberikan masukan tentang instrumen insentif pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan terbagi menjadi beberapa keluaran, yaitu:
• Konsep Instrumen Kompensasi/Imbal Jasa dan Pembayaran Jasa Lingkungan yang disampaikan pada beberapa event zoom dengan praktisi dan akademisi
Gambar 7 Contoh Materi Virtual Meeting tentang Konsep Instrumen Kompensasi/Imbal Jasa dan Pembayaran Jasa Lingkungan
Tony WilsonProgrammer
Anastasia Designer
Internalisasi (dan koreksi) oleh pemerintah
dan pelaku kegiatan ekonomi
Ada jaminan pemulihan pasca operasi oleh usaha/kegiatan,
alokasi pemerintah untuk penanggulangan, dan akuntabilitas
untuk hibah
Penaatan, reward & punishment, inovasi, distribusi resiko dan dampak,
beyond compliance, penerapan sustainable consumption & production
JenisInstrumenEkonomi LH
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN KEGIATAN EKONOMI
INSENTIF/ DISINSENTIF
PENDANAAN LH
5. Dana JaminanPemulihan
6. Dana Penanggu-langanPencemaran& Kerusakan
7. Dana Amanah/ Konservasi
1. NeracaSDALH
2. PDB/PDRB LH3. Kompensasi/
Imbal JLH4. Internalisasi
Biaya LH
8. Label ramah LH9. Pengadaan barang
& jasa ramah LH10. Pajak, retribusi,
subsidi LH11. Lembaga
keuangan & pasar modal
12. Perdagangan izin limbah/emisi
13. Asuransi LH14. Pembayaran
jasa LH15. Penghargaan
kinerja
41
* Rincian lengkap berada pada Lampiran
• Arsitektur Asuransi Lingkungan Hidup yang dibahas dalam 2 rangkaian FGD dengan Kementerian Perekonomian, Kementerian Keuangan, pakar jasa keuangan dan Asosiasi Asuransi Umum di bulan September dan Oktober 2020
Gambar 8. Contoh Materi Virtual Meeting tentang Asuransi Lingkungan Hidup
Business as Usual
Pertanian ramahlingkungan, berbasis pohon, agroforestri
Perubahan perilakuPenyedia jasa lingkungan
JasaLingkungan /
Ekosistem
Insentiffinansial - non-finansial
Kontribusi dan kesadaranPemanfaat jasa lingkungan
Konsep PembayaranJasa Lingkungan
q Sukarela (bukanregulasi tapi perlupayung hukum)
q Berbasis performa(tidak sekedarkegiatan CSR danbukan penggelontorandana lingkungan)
q Beyond regulation
PRINSIP DISTRIBUSI DAN REDISTRIBUSI BEBAN/RISIKO DAN MANFAAT OLEH PEMERINTAH
1. Memastikan keadilan akses masyarakat rentan pada sumber dayaalam, layanan dari ekosistem, dan keberlanjutan DDDTLH
2. Memastikan stressor utama terhadap kerusakan lingkunganmenanggung beban atas dampak dan risiko yang ditimbulkannya
3. Memastikan risiko ketidakpastian yang tercipta akibat rantaidampak dari kerusakan diminimalkan dan penanggung risikodilindungi
4. Memastikan risiko ketidakpastian yang tercipta dari upaya-upayaperbaikan terhadap kerusakan diminimalkan dan penanggung risikodilindungi
5. Memastikan pemerintah menjalankan kebijakan fiskal yang adilberdasarkan perspektif lingkungan hidup
42
* Rincian lengkap berada pada Lampiran
• Portofolio Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang disampaikan dalam Webinar yang diselenggarakan REESA Institut Pertanian Bogor dengan audiens civitas academica, mahasiswa dan pengamat pada akhir Agustus 2020
Gambar 9. Contoh Materi Portofolio Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
PAYUNG PENGATURAN ASURANSI LINGKUNGAN HIDUP
REGULASI TENTANG PERASURANSIAN
REGULASI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP
REGULASI TENTANG PENGENDALIAN
USAHA/KEGIATAN
• Bentuk asuransi• Program asuransi• Lingkup pengusahaan
asuransi• Penyelenggaraan usaha
asuransi• Tata kelola dan
kelembagaan• Peningkatan kapasitas dan
keprofesian• Pengendalian• Perlindungan hak dan
kewajiban• Pengawasan dan
penegakan hukum
• Lingkup dan proses bisnisperlindungan dan pengelolaan LH
• Instrumen pengendalianpencemaran dan kerusakan LH
• Indikator pencemaran dan kerusakan LH
• Pembagian kewenanganperlindungan dan pengelolaan LH
• Pengawasan dan penegakan hukum
• Lingkup dan jenis usahadan/atau kegiatan
• Tata Kelola usaha dan/ataukegiatan
• Pengaturan hak dan kewajiban
• Klasifikasi dan jenis ketentuanteknis yang melekat
• Ketentuan pengendalian, termasuk perizinan, pemantauan dan pengawasan
• Pembagian kewenanganpengaturan
• Penegakan hukum
Lingkup Portofolio ESDA* KLHK
Insights & Advisory
”Mainstreaming”Instruments &
Methods
Institution Outputs
Kajian dan studi berbasisriset- Memberikan pertimbangan-
pertimbangan untuk pengambilankeputusan (policy assessment)
- Memberikan masukan untukpenyusunan kebijakan (research-based inputs)
Perangkat dan metoda untukditerapkan dalam kebijakan- Mengembangkan regulasi dan NSPK- Mengembangkan model fasilitasi
penerapan (misalnya sosialisasi, harmonisasi antar lembaga, sampaidengan demo piloting dan edukasi)
- Dilaksanakan sebagai bagian dari mandat peraturan perundangan
Output langsung institusisesuai mandat- Mengelola penerimaan negara bukan
pajak (PNBP) sektor hutan dan lingkungan hidup
- Melakukan pengaturan dan fasilitasiuntuk mengoptimalkan sektor usahadi bidang lingkungan dan kehutanan
- Melakukan pengaturan dan fasilitasiuntuk meminimalkan eksternalitas daripenggunaan dan pemanfaatansumber daya alam dan ekosistemnya
- Mengelola aset ekosistem denganfungsi konservasi
* ESDA : ekonomi sumber dayaalam dan lingkungan hidup
43
* Rincian lengkap berada pada Lampiran
c) Usulan Dana Alokasi Khusus Lingkungan Hidup 2021 yang diterima oleh Komisi IV DPR-RI pada Rapat Kerja Tanggal 14 September 2020
Gambar 10. Contoh Materi Usulan DAK Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan TA 2021
• Kelompok insentifekonomi berbasis jasalingkungan
• Kelompok valuasisumber daya alam, ekosistem dan jasanya
• Kelompok valuasipencemaran dan kerusakan lingkungan
• Kelompok safeguard instruments untukusaha dan kegiatan
• Kelompokperdagangan
• Kelompok pendanaan
• Pelaksanaan Kajian Lingkungan HidupStrategis untukkebijakan, rencana dan program
• Pengembanganpenelitian sosialekonomi perubahaniklim
• Pengembanganpenelitianperekonomian hutan
• Pengembanganpenelitian dampakpencemaran & kerusakan lingkungan
• PNBP dari pemanfaatandan penggunaan kawasanhutan
• PNBP dari pelayanansarpras pengendalianpencemaran dan kerusakan LH
• Kontribusi pertumbuhanekonomi dari sektor usahahutan (hulu hilir)
• Kontribusi distribusikesejahteraan masyarakatmelalui perhutanan sosial
• Kontribusi ekonomi sektorpariwisata dan perekonomian daerah
INSTRUMENTS & METHODS
KAJIAN DAN PENELITIAN
KELUARAN KUNCI INSTITUSI
01 02 03
MENU DAK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TA 2021
20
Sarpras Ekonomi ProduktifProvinsi yang memilikikelembagaan KTH Madya dan KUPSgold/silver
Early Warning System (EWS)
Kriteria : desa penangan stunting,15 DAS, 15 Danau Prioritas, dansungai yang tercemar berat, lokusrencana aksi penanganan merkuri,dan memiliki laboratorium.
RHL dan Sipil TeknisKriteria : Provinsi dengan lahankritis (fokus daerah tangkapan air),memiliki kelembagaan hutan kota,daerah yang telah menyiapkan prakondisi sumber benih unggul.
Pengelolaan Sampah dan Sarpras Pendukungnya
Kriteria : telah menyusun danmenetapkan Jakstrada, desapenanganan stunting, venue PONPapua 2021, 10 destinasipariwisata prioritas.
Sub Bidang Lingkungan HidupRp 350.000.000.000,-
Sub Bidang KehutananRp 350.000.000.000,-
44
* Rincian lengkap disampaikan dalam bentuk hardcopy
d) Perbaikan proses bisnis Renstra KLHK 2020-2024 yang dibahas internal selama Agustus-September 2020
Gambar 11. Contoh Materi Redisain Proses Bisnis 2020-2024
RINCIAN MENU DAK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TA 2021
21
SUB BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
SUB BIDANGKEHUTANAN
• Bank Sampah Induk Kapasitas 3 Ton/hari• Rumah Kompos Kapasitas 1 Ton/Hari• Biodigester Kapasitas 1 Ton/Hari• Mesin Press Hidrolik• Mesin Pencacah Organik• Alat Angkut Sampah Motor Sampah Roda 3• Alat Angkut Sampah Gerobak Sampah• Alat Angkut Sampah Dump Truck• Alat Angkut Sampah Arm Roll• Pusat Daur Ulang Sampah Kapasitas 10Ton/Hari
• Kontainer Sampah Arm Roll Truck• Onlimo• Alat laboratorium uji kualitas air dan merkuri
• Rehabilitasi Mangrove• Penanaman Hutan Rakyat• DAM Penahan• Gully Plug• Sumur Resapan• Pembuatan Hutan Kota• Pembangunan Sumber Benih Unggul• KTH Madya (tergantung komoditas)• KUPS gold/silver (tergantung komoditas)
7
Sasaran Makro Pembangunan RPJMN 2020 – 2024
Prioritas Nasional terkait LHK 1 (Ekonomi), 2 (Wilayah), 3 (SDM), 6 (Lingkungan Hidup)
Isu Strategis Tata Kelola dan kelembagaan Sosial Lingkungan Ekonomi
VISI KLHK
MISI KLHK
1. Pilar Ekologi 2. Pilar Sosial 3. Pilar Ekonomi 4. Pilar Tata Kelola
IKU 1-6 IKU 7-9 IKU 10-12 IKU 13-20
SasaranStrategis
IKU
Bisnis Proses KLHKPendukungSubstansi(BLI dan
BP2SDM)
DukunganManajemen
(Sekjen, Itjen)
Proses Utama ( 9 ditjen)
KSDAE PHPL PSKL DAS HL PSLB3 PPKL PPI GAKKUMPKTL
Program PengelolaanHutan Berkelanjutan
Program PeningkatanKualitas Lingkungan
Hidup
Program Riset, Inovasi dan IPTEK
Program Pendidikan danPelatihan Vokasi
Program KetahananBencana dan Perubahan
IklimProgram Dukungan
Manajemen
• Pertumbuhan investasi 6,6-7,0 persen• Defisit transaksi berjalan 1,7 persen• Pertumbuhan ekspor non migas 7,4 persen• Tingkat kemiskinan 6,0-7,0 persen• Indeks pembangunan manusia 75,54
• Tingkat pengangguan terbuka 3,6-4,3 persen• Rasio gini 0,360-0,374 • Penurunan emisi gas rumah kaca 27,3 persen
menuju target 29 persen di 2030• Indeks kualitas lingkungan hidup sebesar 69,7
45
* Rincian lengkap disampaikan dalam bentuk hardcopy dan rangkuman eksekutifnya dalam Lampiran
2. Strategi sosialisasi kebijakan dan kampanye
Langkah-langkah proses pelaksanaan untuk pencapaian keluaran ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Capaian Penyusunan Strategi Sosialisasi Kebijakan dan Kampanye
KEGIATAN OUTPUT WAKTU STAKEHOLDERS Pelaksanaan survey persepsi publik
Dokumentasi hasil survey dengan jumlah responden 465 orang
Minggu II - Minggu III Oktober 2020
• Kelompok masyarakat binaan KLHK
• Kelompok profesi • Kelompok akademi • Praktisi lingkungan
Diskusi melalui grup chat dan partisipasi sebagai narasumber berbagai forum webinar profesi dan perguruan tinggi
Partisipasi dalam diskusi informal jaringan Humas pemerintah, praktisi komunikasi dan corporate public relation pada kegiatan "Kopi Darat PR"
Minggu I September - Minggu II November 2020
• Praktisi komunikasi profesional
• Komunitas jaringan PR perusahaan
• Komunitas jaringan humas K/L dan Pemda
Basis Kelola Lingkungan/KehutananRegulasi (UU No 41/1999, UU No 32/2009, RUU Cipta Kerja
Isu SosialKesejahteraan masyarakat berbasis Sumber
Daya Hutan (SDH) dan LingkunganHidup (LH), terdiri dari:
1. Perhutanan Sosial2. TORA3. Kesenjangan Antar Wilayah4. Akses Pasar dan Permodalan
Tata Kelola dan lembagaanTata kelola Sumber Daya Hutan (SDH) dan Lingkungan Hidup (LH) yangmantap, terdiri atas:1. Pemantapan Kawasan Hutan2. MainstreamingPerubahan Iklim3. Enabling Condition4. SDM Unggul dan Berdaya Saing5. Pengarusutamaan Gender
Isu EkonomiKontribusi Sumber Daya Hutan (SDH) dan
Lingkungan Hidup (LH) terhadapperekonomian nasional, terdiri atas:
1.Peningkatan HHK2.Peningkatan HHBK3.TSL dan Biosprospecting4.Jasa Lingkungan5.Circular Economy
Isu LingkunganKelestarian fungsi ekosistem dalampembangunan berkelanjutan, terdiri dari:1. Ketahanan Air2. Pengelolaan Sampah, B33. Kerusakan Lingkungan4. Kualitas Udara5. Kehati6. Kesehatan Masyarakat7. Pendidikan Lingkungan
TERWUJUDNYA KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA HUTAN DAN LINGKUNGAN HIDUP UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT, DALAM MENDUKUNG ”TERWUJUDNYA INDONESIA MAJU YANG BERDAULAT, MANDIRI DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG-ROYONG “
1. Mewujudkan Hutan Yang Lestari Dan Lingkungan Hidup Yang Berkualitas2. Mengoptimalkan Manfaat Ekonomi Sumber Daya Hutan Dan Lingkungan Yang Berkeadilan Dan Berkelanjutan3. Mewujudkan Keberdayaan Masyarakat Dalam Akses Kelola Hutan4. Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
VISI
MISI
2020-
2024
Terwujudnya lingkungan hidup danhutan yang berkualitas sertatanggap terhadap perubahan iklim
Terjaganya keberadaan, fungsidan distribusi manfaat hutan yang Berkeadilan dan berkelanjutan
Terselenggaranya tata kelola dan inovasiPembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang baik, serta kompetensiSDM LHK yang berdaya saing
SS1. Pilar EKOLOGI SS2. Pilar EKONOMI SS3. Pilar SOSIAL SS4. Pilar TATA KELOLATercapainya optimalisasi pemanfaatansumber daya hutan dan lingkungansesuai dengan daya dukung dan dayatampung lingkungan
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH)
Penurunan Emisi GRK yang terverifikasipada Sektor Kehutanan dan Limbah
Penurunan Laju Deforestasi
1
3
Indeks Kinerja Pengelolaan Sampah4
Luas Lahan dalam DAS yang dipulihkan kondisinya
2
5
Luas Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (HCV)6
KontribusiSektor LHK terhadap PDB Nasional
KontribusiSektor LHK terhadap PDB NasionalNilai Ekspor Hasil Hutan, TSL, dan Bioprospecting
Peningkatan Nilai PNBP Fungsional KLHK
7
9
8
10
11
Luas Kawasan Hutan dengan Status Penetapan
Luas Kawasan Hutan yang dilepas untukTORA
Luas Kawasan Hutan yang Dikelola olehMasyarakat12
Indeks Efektifitas Pengelolaan Kawasan Hutan
Jumlah Kasus LHK yang Ditangani Melalui Penegakan Hukum
Indeks Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik
Hasil Litbang yang Inovatif dan/ atau Implementatif
Indeks Produktivitas dan Daya Saing SDM KLHK
Nilai Kinerja Reformasi Birokrasi
Opini WTP atas Laporan Keuangan KLHK
Level Maturitas SPIP KLHK
13
20
19
18
17
15
14
16
Indikator Kinerja Utama:Indikator Kinerja Utama :Indikator Kinerja Utama:Indikator Kinerja Utama :
46
Narasumber pada webinar SAPPK Institut Teknologi Bandung, Forum Mahasiswa IPB, dan Ikatan Ahli Perencanaan. Program PWK Univ Trisakti diundur menjadi Desember 2020
Minggu II Oktober - Minggu I November 2020
• SAPPK ITB • Ikatan Ahli
Perencana • Himpunan
Mahasiswa Program SDA IPB
• Program PWK Univ Trisakti (TBA)
Formulasi policy brief strategi sosialisasi dan pembentukan platform
Policy Brief dan desain "mock-up" awal platform bersama
MInggu IV Oktober - Minggu I November 2020
• Tim efektif eksternal KLHK (desainer platform dan praktisi komunikasi)
Keluaran-keluaran dalam menyusun rancangan strategi sosialisasi yang dihasilkan dalam periode pendek ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
a) Survey persepsi publik
Survey persepsi publik dilaksanakan pada bulan Oktober 2020 atas dasar kebutuhan untuk mengidentifikasi ketepatan penerapan insentif yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat untuk mengubah perilakunya dan mengukur tingkat literasinya agar dapat disusun strategi komunikasi yang tepat.
Gambar 12. Contoh Survey Persepsi Online
* Rincian pada Lampiran
47
b) Komunikasi Agenda
Komunikasi agenda dilaksanakan dalam bentuk penyampaian tujuan peningkatan partisipasi publik dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup namun diselipkan pada tematik yang spesifik bagi audiens terpilih. Yang dilaksanakan selama periode pendek adalah sebagai berikut :
• Konsep pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan serta insentifnya dalam pembangunan perkotaan dan tata ruang pada Webinar Plano Talks Menyambut 100 Tahun ITB tanggal 30 September 2020
Gambar 13. Contoh Materi Webinar
* Rincian pada Lampiran
• Forum diskusi dalam grup chat Jaringan Humas Pemerintah dan Public Relation Korporasi beserta praktisi komunikasi lainnya (termasuk tokoh media dan akademisi)
• Sosialisasi Portofolio Ekonomi Sumber Daya Alam bersama REESA IPB pada zoom meeting tanggal 26 Agustus 2020
Gambar 14. Contoh Materi Webinar
PERSPEKTIFLINGKUNGAN HIDUP
Laksmi WijayantiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jakarta, 30 September 2020
Webinar Visit to Corporation
PORTOFOLIO EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
48
c) Pembuatan konsep dan ide Platform Simpul Komunikasi selama bulan September hingga November 2020
Gambar 15. Mock Up Disain Platform
3. Percepatan formulasi regulasi insentif
Konsep kebijakan insentif semula direncanakan baru akan dikembangkan dalam bentuk formulasi NSPK dan regulasi secepat-cepatnya pada periode jangka menengah, atau dimulai pada tahun 2021. Namun munculnya momen penetapan UU No. 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta dikucurkannya dana APBN Perubahan untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional kepada KLHK pada bulan Oktober 2020 menyebabkan hadirnya kesempatan untuk segera memformulasikan sebagian konsep kebijakan insentif ke dalam regulasi yang sedang disusun.
Langkah-langkah percepatan yang menyebabkan keluaran ini dapat ditarik lebih cepat menjadi bagian dari capaian jangka pendek adalah:
Tabel 5. Percepatan Formulasi Regulasi (Perubahan capaian dari jangka menengah menjadi jangka pendek)
KEGIATAN OUTPUT WAKTU STAKEHOLDERS Penyusunan RPP turunan UU Cipta Kerja untuk muatan persyaratan lingkungan
Revisi muatan PP No. 46 Tahun 2020 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup dengan topik khusus kelompok instrumen pendanaan
Minggu III Oktober - Minggu I November 2020
• Eselon I KLHK
49
Bentuk keluaran signifikan dari integrasi konsep kebijakan insentif ke bentuk regulasi adalah dimasukkannya ke dalam rancangan RPP Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup turunan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang saat laporan ini disusun sudah pada posisi finalisasi.
Gambar 16. Contoh Draft RPP PPLH Turunan UU No. 11/2020
B. PERUBAHAN SIKAP STAKEHOLDERS
Pada tahap perencanaan, identifikasi stakeholders dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria berikut :
1. Mitra penerima manfaat dan/atau dampak
Mitra penerima manfaat adalah pihak-pihak yang diuntungkan dengan terselenggaranya proyek perubahan ini, sementara penerima dampak negatif adalah sebaliknya. Berdasarkan tipe manfaat yang diperoleh, maka kelompok ini terbagi menjadi mitra yang mendapatkan manfaat karena bebannya diringankan, yaitu umumnya unsur-unsur K/L dan Pemerintah Daerah, serta mitra yang mendapatkan manfaat karena perannya dioptimalkan, yaitu umumnya unsur-unsur masyarakat dan dunia usaha. Sedangkan berdasarkan tipe dampak yang diperoleh, maka terbagi menjadi kelompok penerima dampak negatif (atau yang berpersepsi akan mendapat dampak negatif) dan penerima dampak positif.
Dalam pemetaan stakeholders, mitra-mitra ini dikelompokkan berdasarkan tingkat pengaruhnya (influence) dan berdasarkan tingkat kepentingannya (interest).
- 215 -
Draft 14 RPP Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
145. Pasal 247 dihapus.
146. Pasal 248 dihapus.
147. Pasal 249 dihapus.
148. Pasal 250 dihapus.
149. Pasal 251 dihapus.
150. Pasal 252 dihapus.
151. Pasal 253 dihapus.
152. Pasal 254 dihapus.
153. Mengubah ketentuan Tabel 4 Lampiran I Peraturan
Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun sehingga menjadi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.
BAB V
DANA JAMINAN PEMULIHAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 154
Dalam rangka memberikan jaminan terhadap kelestarian
fungsi lingkungan hidup Peraturan Pemerintah ini mengubah,
menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
228).
Ketentuan Pasal 21 sampai dengan Pasal 25 terkait dengan
Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen
Ekonomi Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 228) diubah, sehingga berbunyi
sebagai berikut:
- 136 -
Draft 14 RPP Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(4) Tekanan yang menyebabkan perubahan lingkungan
(pressure) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
meliputi:
a. penggunaan sumber daya;
b. emisi langsung dan tidak langsung ke udara, air, dan
tanah;
c. jumlah limbah yang dihasilkan;
d. tingkat kebisingan; dan
e. radiasi dan tingkat gangguan.
(5) Status dan kondisi lingkungan (state) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c diukur dengan Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup yang terdiri dari:
a. indeks kualitas air;
b. indeks kualitas air laut;
c. indeks kualitas udara; dan
d. indeks kualitas lahan yang terdiri dari indeks kualitas
tutupan lahan dan indeks kualitas Ekosistem
Gambut.
(6) Dampak dari perubahan lingkungan (impact) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi perubahan
lingkungan, daya dukung dan daya tampung,
kebencanaan, dan perubahan sosial ekonomi yang
disebabkan oleh perubahan lingkungan.
(7) Respon (response) terhadap perubahan lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e meliputi
perubahan kebijakan untuk mengatasi tekanan dan
dampak dari perubahan lingkungan.
(8) Tata Cara penghitungan Indeks Kualitas Lingkungan
Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 150
(1) Sistem Pelaporan Elektronik Perizinan Bidang Lingkungan
Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 huruf b
untuk pelaporan bagi penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dengan resiko menengah tinggi dan tinggi.
(2) Pelaporan dalam SIMPEL meliputi laporan pelaksanaan:
a. Persetujuan Lingkungan;
b. pengendalian pencemaran air;
c. pengendalian pencemaran udara;
d. pengelolaan Limbah B3; dan
e. pengendalian kerusakan lingkungan.
- 1 -
Draft 14 RPP Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …..
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA
KERJA BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (4),
Pasal 24 ayat (6), Pasal 26 ayat (3), Pasal 28 ayat (3), Pasal
34 ayat (5), Pasal 35 ayat (3), Pasal 55 ayat (4), Pasal 59 ayat
(7), Pasal 61 ayat (3), Pasal 71 ayat (4), Pasal 76 ayat (2) dan
Pasal 82C ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja Bidang
Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 245)
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA BIDANG PERLINDUNGAN
DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
BAB I
KETENTUAN UMUM
50
Identifikasi awal yang dilakukan membuahkan hasil sebagai berikut : a) Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan (PPKL) KLHK selaku eselon I portofolio penanggungjawab b) Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) KLHK
selaku eselon I portofolio sampah dan limbah c) Gubernur selaku pemegang kewenangan pengendalian pencemaran
tingkat provinsi d) Bupati/Walikota selaku pemegang kewenangan pengendalian
pencemaran tingkat kabupaten/kota e) Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi dan Kabupaten/Kota f) Kamar Dagang dan Industri Nasional sebagai perwakilan asosiasi
dunia usaha g) Organisasi masyarakat dan partai politik yang mengusung advokasi
pengendalian pencemaran bagi konstituennya h) Warga masyarakat secara umum i) Warga masyarakat yang kesehariannya bersinggungan langsung
dengan isu pencemaran
2. Mitra yang pengaruhnya menentukan keberhasilan proyek perubahan
Mitra dalam kelompok ini adalah pihak-pihak yang belum tentu akan menerima manfaat atau dampak secara langsung, namun pengaruh keberadaan dan keterlibatannya sangat menentukan proyek perubahan ini.
Dalam pemetaan stakeholders, mitra-mitra ini dikelompokkan berdasarkan tingkat pengaruhnya (influence) dan berdasarkan tingkat kepentingannya (interest).
Identifikasi awal yang dilakukan membuahkan hasil sebagai berikut : a) Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam
Negeri selaku eselon I portofolio penanggungjawab pembina Pemda b) Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan c) Direktur Jenderal Pembiayaan Kementerian Keuangan d) Kalangan akademisi dan perguruan tinggi, e) Asosiasi profesi terkait dengan pengendalian pencemaran f) Partai politik g) Tokoh politik, tokoh agama dan tokoh masyarakat h) DPRD terutama di lokus-lokus prioritas i) Media massa
51
Hasil identifikasi ini membagi pemangku kepentingan ke dalam 4 (empat) kelompok, yaitu :
• Kelompok Promoters (Pengaruh Besar – Minat Kepentingan Tinggi) • Kelompok Latents (Pengaruh Besar – Minat Kepentingan Rendah) • Kelompok Defenders (Pengaruh Kecil – Minat Kepentingan Tinggi) • Kelompok Apathetics (Pengaruh Kecil – Minat Kepentingan Rendah)
Dalam pelaksanaan jangka pendek, tidak semua stakeholders dapat dirangkul karena sebagian besar diantaranya lebih relevan untuk dilibatkan pada pelaksanaan jangka menengah dan panjang. Oleh sebab itu, intervensi kegiatan komunikasi dan pemetaan penerimaan stakeholders tersebut lebih ditujukan pada identifikasi kelompok pihak yang mengalami perubahan sikap dan adanya tambahan identifikasi kelompok stakeholder baru.
Gambar 17. Peta Stakeholders Pada Tahap Perencanaan
DIRJEN ANGGARAN KEMENTERIAN KEUANGANDIRJEN PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KEUANGANDPRD JABODETABEKMEDIA MASSA
DIRJEN PPKL – KLHKDIRJEN PSLB3 – KLHKDIRJEN BANGDA KEMDAGRIGUBERNUR DKI JAKARTA, BANTEN DAN JABARWALIKOTA JABODETABEKDINAS LH PROV & KAB/KOTA JABODETABEKKADIN DAN ASOSIASI USAHALEMBAGA ORMAS DAN PARPOLLEMBAGA DONOR
TOKOH MASYARAKAT TERTENTUKALANGAN PEMERHATI TERTENTULEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT TERTENTUKELOMPOK MASYARAKAT TERTENTU
KALANGAN AKADEMISIKALANGAN PEMERHATI INFLUENCERORGANISASI LINGKUNGAN HIDUPLEMBAGA SWADAYA MASYARAKATPERGURUAN TINGGI DAN SEKOLAHASOSIASI PROFESITOKOH MASYARAKAT
PROMOTERS
DEFENDERS
LATENTS
APATHETICS
52
Gambar 2 Peta Stakeholders Setelah Pelaksanaan Kegiatan Jangka Pendek
Identifikasi promoter dan defender baru yang sebelumnya tidak direncanakan merupakan hal penting. Pesan kunci penerapan insentif dan ajakan untuk membangun platform komunikasi bersama ternyata sangat menarik perhatian beberapa kelompok praktisi dan profesi. Hadirnya organisasi-organisasi pembiayaan (funds and financing organization) untuk menjadi promoter baru menunjukkan bahwa konsep investasi kapital di sektor lingkungan sebenarnya sudah lama diincar dan hanya menunggu pemerintah memperjelas sikap dan kebijakannya. Munculnya asosiasi humas, praktisi komunikasi dan profesi public relation sebagai defender baru terjadi juga karena tersampaikannya informasi ajakan penyaluran pembiayaan bersama sebagai bagian dari insentif kepada publik. Perusahaan yang selama ini punya kesulitan menyalurkan dana CSR-nya kemudian mendapat kesempatan untuk bergabung dengan pemerintah. Sementara itu, konsep insentif yang disediakan untuk dunia usaha juga cukup menarik dan banyak pihak ingin terlibat dalam proses pengembangannya. Hal terakhir ternyata telah menarik minat asosiasi profesi insinyur perencana dan jaringan akademis maupun bisnisnya untuk bergabung mengembangkan dan menerapkan insentif-insentif ekonomi dalam praktek pekerjaannya.
PERPINDAHAN DARI KELOMPOK APATHETIC :
TOKOH MASYARAKAT TERTENTULSM TERTENTU
PERPINDAHAN DARI KELOMPOK LATENT :
ANGGOTA DPR DAN PARPOLPERPINDAHAN DARI KELOMPOK APATHETIC :
KOMUNITAS MASYARAKATPROMOTER BARU :
LEMBAGA DAN ORGANISASI PENDANAAN/ INVESTASIDONOR INTERNASIONAL
TIDAK TERIDENTIFIKASI PENAMBAHAN KELOMPOK APATHETIC BARU
DEFENDER BARU :
KELOMPOK PROFESI HUMAS DAN PUBLIC RELATIONKELOMPOK PROFESI PERENCANA PEMBANGUNANKELOMPOK ASOSIASI PELAKU USAHA JASA KEUANGAN (ASOSIASI ASURANSI UMUM)
LATENTS PROMOTER
DEFENDER APATHETICS
53
F. FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN
Beberapa faktor kunci keberhasilan adalah sebagai berikut :
1. Dukungan Pimpinan (Menteri-Wakil Menteri)
Jumlah stakeholders yang banyak, dan dibutuhkannya upaya untuk menggiring kelompok Latents menjadi Promoters menyebabkan peran pimpinan, yaitu Menteri dan Wakil Menteri sangat besar.
2. Kepemimpinan Pelaksana selaku Team Leader dan Tambahan "Ruang Gerak"
Team Leader harus menampilkan kapasitasnya untuk dapat tegas (agar stakeholder yang banyak bisa dikoordinir dengan baik), konsisten dan tanggung jawab (agar seluruh jadwal yang direncanakan terwujud dan tidak meleset), dapat dipercaya (agar pendukung makin banyak), inklusif atau mau mendengarkan orang lain (agar semua pihak merasa dilibatkan dan punya rasa tanggung jawab), fleksibel dan open-mind (agar saat butuh modifikasi rencana atau berjumpa hal-hal yang tidak diperkirakan dapat segera teratasi tanpa mengorbankan pencapaian tujuan dan sasaran).
Faktor lain yang ternyata sangat mempengaruhi penyelenggaraan kepemimpinan dalam proyek perubahan ini adalah adanya tambahan ruang gerak akibat posisi jabatan yang dirangkap. Team leader selain menjadi Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam juga merupakan National Focal Point Indonesia dalam kerjasama regional Asia Pacific Regional Forum on Health and Environment serta dalam keseharian menjalankan fungsi sebagai pelaksana tugas Inspektur Jenderal. Hal ini sangat membantu perluasan jaringan dan peningkatan kepercayaan dari mitra dan stakeholders.
3. Ketepatan strategi komunikasi dan sosialisasi yang digunakan
Kemungkinan untuk masuknya promoters baru yang sebelumnya tidak terdeteksi selalu ada. Bahkan, stakeholderspun bisa menjadi pembuka jalan masuknya jaringan kerja baru. Untuk itu, dalam setiap pertemuan dan kegiatan dengan stakeholders, selalu dilakukan upaya komunikasi dan sosialisasi yang tepat kepada jaringan stakeholders tersebut agar ikut menjadi bagian dari proyek perubahan ini.
54
4. Hubungan kerja yang hangat dan baik dengan kolega eselon I teknis KLHK maupun dengan stakeholders utama
Proyek perubahan ini butuh didukung eselon I teknis, termasuk sumber daya manusia, dana, dan jaringannya. Membangun kelompok kerja atau tim secara formal tidak cukup untuk mendorong optimalisasi pelaksanaan. Untuk itu, bentuk kerjasama yang baik dan hangat menjadi faktor kunci.
Bagi stakeholders, dibutuhkan upaya keras membangun trust melalui keterbukaan komunikasi, transparansi seluruh informasi yang dibutuhkan, konsisten dan komitmen dengan semua janji, dan kemauan untuk memperkecil jarak melalui komunikasi yang hangat.
5. Kecekatan Tim Pelaksana (Agile Team)
Tim ini harus melibatkan pejabat eselon II, III, IV dan staf yang memang selama ini telah terbukti solid, sangat baik bekerjasama, dan profesional. Agar semakin efektif, Tim diajak untuk berkontribusi pemikiran dalam Proyek Perubahan bahkan juga dapat mengusulkan perbaikan cara dan kegiatan, sehingga bahkan anggota tim efektifpun memiliki ownership tinggi terhadap Proyek Perubahan ini.
6. Nilai dan Pesan Kunci yang Jelas
Proyek perubahan ini pada dasarnya mengedepankan nilai-nilai TRUST, karena banyak stakeholder yang diajak, pola hubungannya satu sama lain cukup kompleks, dan sasaran yang ingin dicapai tidak mudah. Untuk itu, membangun kepercayaan dan secara rutin terus membuka komunikasi yang terbuka, hangat dan aktual adalah hal yang harus terus dilaksanakan.
Instrumen penting yang membantu penyebaran nilai-nilai kepercayaan kepada stakeholder adalah pesan kunci yang jelas. Sebagaimana telah diuraikan bahwa pesan kunci sederhana namun mudah dipahami yang dipilih, yaitu ATUR DIRI SENDIRI dan INSENTIF TIGA LAPIS memudahkan para stakeholders untuk segera memahami tujuan yang ingin dicapai dan bersedia bekerjasama.
55
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN DAN CATATAN SARAN
Proyek perubahan ini merupakan latihan kepemimpinan yang terselenggara disaat tepat, yaitu hadir saat dimulainya periode pembangunan jangka menengah baru namun sekaligus juga hadir saat terjadi kondisi luar biasa Darurat Nasional akibat pandemi COVID-19. Proyek perubahan ini telah memaksa semua stakeholders berpikir kreatif, karena semua bentuk proses bisnis dipaksa harus berubah akibat terselenggaranya protokol baru yang menuntut perubahan perilaku, sekaligus juga karena seluruh dunia mengalami resesi yang parah dan berkepanjangan.
Kebutuhan mobilisasi partisipasi publik untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup menemukan konteks pada situasi yang sedang dihadapi, dimana kekhawatiran global akan kesehatan masyarakat menuntut perbaikan lingkungan hidup yang masif, namun sulit terlaksana akibat menyusutnya sumber daya yang selama ini ada.
Walaupun kegiatan jangka pendek relatif kurang optimal akibat keterbatasan-keterbatasan yang ada, secara garis besar dapat dipastikan terjadinya perubahan pola pikir sebagian besar stakeholders penting dalam pengelolaan lingkungan. Keputusan untuk mengedepankan proyek perubahan ini dengan memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi nasional dan terbitnya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja justru menjadikan tantangan dan kendala sebagai sebuah kesempatan.
Selama periode jangka pendek, kebijakan insentif yang selama ini kurang terkonsolidasi karena dianggap tidak praktis dan payung regulasinya kurang lengkap justru menemukan momentum untuk dipercepat penyelesaian dan pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan hambatan struktural tumpang tindih pengaturan dan kekosongan hukum diselesaikan melalui harmonisasi masif omnibus law cipta kerja yang ditetapkan sebagai undang-undang saat periode jangka pendek ini berlangsung. Beberapa jenis insentif lainnya seperti bantuan pembiayaan juga mendapatkan momentum akibat dilakukan refocussing APBN untuk menjadi stimuli peningkatan pendapatan rakyat melalui penyaluran langsung ke warga. Konteks ini menjadi relevan dan mendapat dukungan dari
56
DPR yang tercermin dalam postur perencanaan anggaran 2021 yang saat periode jangka pendek ini dilangsungkan justru sedang intensif dibicarakan dan kemudian diputuskan.
Secara umum, berbagai "kebetulan" yang terjadi menunjukkan bahwa adaptasi cepat atas situasi yang ada serta selalu melihat kendala dan tantangan sebagai kesempatan adalah hal yang mutlak harus dimiliki birokrasi pemerintah Indonesia saat ini.
Terdapat beberapa catatan saran dan masukan yang disampaikan selama proyek perubahan jangka pendek yang perlu ditulis dalam laporan ini, yaitu :
1. Memelihara perkembangan inovasi ikutan secara organik
Melakukan inovasi strategi akan bermakna bila manfaat dan efek perubahannya berlanjut (sustainable). Hasil cepat atau quick win dari penerapan kebijakan insentif selaku pengungkit mungkin hanya akan terfokus pada perubahan pola konsumsi dan gerakan advokasi terlebih dulu. Namun demikian, diperkirakan perubahan pola tersebut akan menyebabkan tumbuhnya inovasi baru di kalangan masyarakat itu sendiri, baik yang sifatnya "trendy" atau justru mendobrak norma lama. Pada tahap demikian, pemerintah tidak lagi bisa hanya mengkategorikan penerapan instrumen ini sebagai insentif untuk lingkungan hidup, melainkan juga bisa menjadi insentif pendidikan, teknologi, pasar produk, nilai tambah jasa, bahkan juga menjadi insentif budaya. Atas alasan tersebut, maka platform komunikasi harus terus dipelihara sebagai simpul untuk secara rutin mengkonsolidasikan kembali segala bentuk inisiatif dan inovasi turunan yang baru yang dimensinya makin kaya.
2. Menginvestasikan penyamaan visi dalam menjaga komunikasi dengan stakeholders
Proses pencapaian milestone jangka pendek yang hanya beberapa bulan memang terlalu singkat untuk mengklaim persepsi stakeholder akan secara permanen dapat dipengaruhi. Namun demikian praktek menunjukkan bahwa walau persepsi stakeholder dapat mudah digoyahkan di satu pihak sementara dalam konteks lain sama sekali tidak bergeming, proses komunikasi yang mengedepankan upaya penyamaan visi dipastikan akan menghasilkan suatu kemajuan, walau mungkin tidak seperti yang diharapkan. Sebagian besar komunikasi yang bisa menggiring tambahan promoter baru atau pindahnya
57
kelompok latent ke kelompok promoter dengan cepat adalah ketika yang dikomunikasikan adalah hal-hal visioner, bukan teknis.
3. Secara kritis memahami bahwa perbaikan tata kelola masih sangat diperlukan
Bagian terberat dari proses jangka pendek proyek perubahan ini adalah membuat stakeholder internal introspektif. Ketika gagasan dilontarkan dan dianalisis kesenjangannya, reaksi pertama yang terbentuk di kalangan internal adalah reaksi defensif karena merasa dinilai tidak mampu menjalankan tugas-tugasnya. Inovasi strategi dapat mengajak stakeholders tersebut maju melakukan perubahan karena umumnya hanya mengimplikasikan perubahan bisnis proses dan penerapan instrumen yang menyederhanakan mekanisme kerja. Namun seringkali justru hal yang harus diatasi tidak tersampaikan dengan baik, misalnya karena ada kelemahan dalam peraturan perundangan. Peningkatan kualitas lingkungan hidup di Indonesia masih banyak diwarnai kelemahan struktural, yang artinya perombakan tata kelola yang besar masih tetap menjadi kebutuhan. Hal tersebut harus tetap terus dikomunikasikan, walau solusi yang diberikan mungkin tidak selalu diterima.
4. Perbaikan sistem kelembagaan terkait di KLHK
Kebutuhan perbaikan tata kelola saat masyarakat menuntut harus diantisipasi KLHK. Sebagai contoh, pembagian kerja kelembagaan yang ada saat ini butuh dikuatkan. Selain sumber daya yang terbatas, eselon I yang bertanggung jawab di bidang pengendalian pencemaran relatif tidak punya perpanjangan tangan di tingkat regional, sehingga perlu dipertimbangkan dibuat Unit Pelaksana Teknis.
B. LESSON LEARNT KEPEMIMPINAN
Pembelajaran penting soal kepemimpinan dari pengalaman pelaksanaan proyek perubahan jangka pendek ini adalah sebagai berikut :
1. Pemimpin harus menjalankan peran pemberdayaan semaksimal mungkin
Proyek perubahan ini mengajarkan hal penting, yaitu kesuksesan birokrasi pemerintah sangat bergantung pada tingkat dan kualitas partisipasi masyarakatnya. Dalam lingkup lebih kecil, yaitu di internal organisasi, pemimpin
58
yang memberdayakan tim dan organisasinya jauh lebih berhasil daripada pemimpin serba bisa yang lebih suka menjalankan tugasnya sendiri daripada mengajak orang lain. Peran-peran kolaboratif adalah unsur agile bureaucracy yang paling penting saat ini, dan akan sulit diwujudkan apabila pemimpinnya tidak memiliki mental passion untuk memberdayakan pihak lain.
2. Pemimpin harus memastikan terselenggaranya demokrasi sebagai platform pelaksanaan tugas-tugasnya
Sebagaimana pemimpin harus kolaboratif dan mampu memberdayakan orang lain agar dapat membawa gerbong yang besar untuk mencapai tujuan, maka platform kepemimpinannya harus dipastikan demokratis. Penerapan nilai dan praktek demokrasi, yaitu membangun kepercayaan, transparan, matang dan terbuka dalam dialog, komunikatif, dan peka dipastikan akan membuat kolaborasi semakin berkualitas dan partisipasi cepat terbentuk. Untuk jangka panjang bahkan dapat mendorong terbentuknya masyarakat dan bangsa yang agile dan mampu menang dalam situasi apapun.
3. Pemimpin harus terus menerus melakukan konsolidasi dan memelihara perubahan dan perkembangan yang terjadi
Proyek perubahan ini memberikan pembelajaran bahwa inovasi tidak harus selalu menciptakan sesuatu yang benar-benar baru dari nol. Inovasi dapat diperoleh melalui peran konsolidasi dari berbagai inisiatif yang terpisah-pisah. Inisiatif masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, namun karena berjalan terpisah-pisah dan kurang terkoordinir maka daya ungkitnya tidak memadai. Konsolidasi yang terencana baik dan adil serta terus secara kontinyu dilakukan akan membuat harmonisasi dan penyatuan inisiatif beserta seluruh sumber dayanya memiliki daya ungkit besar dan bertahan lama. Pemimpin yang baik harus dapat menjalankan peran "simpul" dan "jembatan" untuk memastikan sumber daya menjadi lebih efisien dan efektif untuk dimanfaatkan.
59
Terdapat beberapa catatan khusus pembelajaran bersifat personal bagi penulis yang terkait langsung dengan pelaksanaan proyek perubahan ini, yaitu :
1. Kualitas kepemimpinan seorang team leader setingkat Eselon I
Hampir semua stakeholders memberikan kontribusi dan dukungannya karena impresi kepercayaan pada team leader dan tim efektif, baru kemudian melihat reputasi kelembagaan institusinya. Faktor yang personal seperti ini membuat kerja yang ilakukan didasari standar norma keterbukaan, kejujuran, kehangatan individu dan rasa tolong menolong. Penerapan rasa sensitivitas tinggi disertai kemauan berpikir positif membantu terjadinya perpindahan persepsi stakeholders.
Sebagai seorang pemimpin setingkat eselon I, kapasitas utama yang dibutuhkan adalah mampu menggerakkan pihak lain, bukan terjebak untuk melakukan segalanya sendiri. Pemimpin tidak harus memiliki kapasitas serba bisa, namun harus mampu menciptakan atmosfer yang menarik pihak-pihak yang menguasai substansi untuk bekerja membantunya.
2. "Agility" dari Tim Efektif
Produktivitas dan hasil tim efektif bukan hanya tergantung dari kompetensi individu anggotanya, tetapi justru dari semangat kebersamaan dan rasa kepemilikan yang tinggi. Dalam tim efektif yang dibentuk, justru individu yang penempatan unit organisasinya tidak berhubungan langsung dengan pekerjaan yang dibutuhkan, atau dinilai kompetensinya tidak tepat, malah memberikan kontribusi yang nyata karena memiliki semangat dan komitmen tinggi. Tim yang "agile" seperti ini umumnya terbentuk karena bekerja dengan atmosfer introspeksi yang positif, diberi banyak ruang untuk berkreasi maupun berinteraksi tanpa harus dicampuri team leader, namun dikelola secara terstruktur melalui perencanaan yang matang dan pola kerja yang berorientasi pada hasil.
60
61
62
AKSES LAMPIRAN
1. Data Pendukung Kebijakan Insentif
https://drive.google.com/drive/folders/1fzebKhT1TwFQ7xRjkT3Uqw0Z0qpge36L?usp=sharing
2. Data Pendukung Strategi Komunikasi
• Kumpulan materi saat webinar, virtual meeting, grup chatting https://drive.google.com/drive/folders/1jpPak86brgx1NtjyjdVZpmig6-B76l7J?usp=sharing • Survey Persepsi Publik Oktober 2020 https://docs.google.com/forms/d/1-bijZRO07jTxn1wj7I_nQlNhzN4Ss7UY4B38MpUtEZo/edit#responses
3. Data Pendukung Formulasi Regulasi
https://drive.google.com/drive/folders/1Aidfh7twm5B1MpfJbyWO-2tSxXmCLZna?usp=sharing
4. Data Administrasi Penyelenggaraan Proyek Perubahan Jangka Pendek
https://drive.google.com/drive/folders/1H93memkPo7b_V22Cqch9Gvqqc8XyzwKx?usp=sharing
5. Dokumentasi dan Video
https://drive.google.com/drive/folders/1enYcsmNmENbEGyv-PGzFJuHMZ9MXkhxM?usp=sharing