Upload
dokhue
View
243
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT
PASCABANJIR (Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)
Assesment of Superstructure of Composite Bridge After Flooding (Case study: Keduang Bridge, Wonogiri Regency)
T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Untuk Mencapai Derajat Master
Disusun Oleh :
ENDAH AMBARWATI S 940 907 107
M A G I S T E R T E K N I K S I P I L K O N S E N T R A S I
TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL P R O G R A M P A S C A S A R J A N A
U N I V E R S I T A S S E B E L A S M A R E T S U R A K A R T A 2 0 0 9
PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT
PASCABANJIR (Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)
Assesment of Superstructure of Composite Bridge After Flooding (Case study: Keduang Bridge, Wonogiri Regency)
TESIS
Disusun Oleh :
ENDAH AMBARWATI S 940 907 107
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dosen Pembimbing :
ii
PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT
PASCABANJIR (Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)
Assesment of Superstructure of Composite Bridge After Flooding (Case study: Keduang Bridge, Wonogiri Regency)
TESIS
Disusun Oleh :
ENDAH AMBARWATI S 940 907 107
Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Pendadaran Program Studi
Magister Teknik Sipil pada hari Jumat, 30 Januari 2009
Dewan Penguji :
iii
INTISARI
Endah Ambarwati, 2009, PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT PASCABANJIR (Studi Kasus Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri), Magister Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta Banjir tanggal 26 Desember 2007 yang melanda wilayah DAS Bengawan Solo Hulu mengakibatkan kerusakan jembatan-jembatan pada ruas jalan nasional di Provinsi Jawa Tengah, salah satunya Jembatan Keduang (Nomor ruas: 24.109.006.0). Struktur atas merupakan komponen pertama yang langsung menerima beban sebelum diteruskan ke pilar dan pondasi. Kerusakan pada elemen struktur atas sering menimbulkan keraguan mengenai kinerja dan keamanan bangunan secara keseluruhan. Untuk lebih meyakinkan, apakah struktur atas mampu mendukung beban yang bekerja, perlu dilakukan penilaian kondisi strukturnya. Berdasarkan penilaian ini dapat dicari alternatif perbaikan struktur atas apabila ternyata kondisinya tidak aman untuk dioperasikan. Pemeriksaan kondisi jembatan pada penelitian ini dilaksanakan dengan melihat langsung struktur yang rusak secara visual sesuai prosedur pemeriksaan Bridge Management System (BMS). Pengukuran struktur jembatan menggunakan alat ukur Theodolite dan Waterpass. Perhitungan pembebanan struktur atas menggunakan kombinasi pembebanan maksimum berdasarkan daya layan dan daya ultimit sesuai dengan RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan, kemudian melakukan analisis kapasitas struktur atas jembatan. Analisis tersebut meliputi analisis gelagar, analisis lateral bracing, dan analisis perletakan jembatan. Hasil penilaian kondisi terhadap Jembatan Keduang menunjukkan bahwa jembatan dalam keadaan kritis. Hasil analisis stuktural menunjukkan gelagar jembatan tidak aman terhadap tegangan lentur, tetapi aman terhadap tegangan geser, lendutan dan torsi. Sambungan gelagar masih aman. Tegangan pada lateral bracing dan perletakan tidak aman. Tegangan lentur gelagar tepi 3793,2793 kg/cm2 > σijin (1900 kg/cm2) dan gelagar tengah 3511,6405 kg/cm2 >σijin (1900 kg/cm2). Tegangan geser gelagar tepi 633,8119 kg/cm < τijin (1100 kg/cm) dan gelagar tengah 632,2430 kg/cm < τijin (1100 kg/cm). Lendutan gelagar tepi = 47,46 mm < fijin (83,33 mm) dan gelagar tengah 46,76 mm < fijin (83,33 mm). Torsi gelagar 10390,8922 Nm < Tijin (2,3x105 Nm). Tegangan lateral bracing 1846,1158 kg/cm2 > σijin (1400 kg/cm2 ). Tegangan pada perletakan 174,4824 kg/cm2 > σijin (80 kg/cm2). Perbaikan lentur gelagar baja dapat dilakukan dengan menambah cover plate. Pemasangan cover plate dengan dimensi 300x8 mm pada flens dan webs dimensi 2x665x8 mm pada gelagar tepi dan 2x620x7 pada gelagar tengah mampu mengatasi kelebihan tegangan yang terjadi. Alternatif lain menggunakan prategang eksternal, dengan gaya prategang 81,6 ton pada gelagar tepi dan 82,5 ton pada gelagar tengah sudah mampu mengatasi kelebihan tegangan yang terjadi. Lateral bracing dilakukan penggantian dengan merubah dimensi dan meningkatkan mutu profil. Lateral bracing sudah aman dengan penggantian profil menggunakan double siku 90x90x13x13. Perletakan diperbaiki dengan mengganti beton dan memperbesar dimensi menjadi 600x500 mm atau meningkatkan mutu bahan dengan beton yang mempunyai tegangan minimal sama dengan kelebihan tegangan yang terjadi. Kata kunci : struktur atas, penilaian kondisi, beban maksimum , kapasitas
struktur, perbaikan
iv
ABSTRACT
Endah Ambarwati, 2009, ASSESSMENT OF SUPERSTRUCTURE OF COMPOSIT BRIDGE AFTER FLOODING (Case Study : Keduang Bridge, Wonogiri Regency, Magister Rehabilitation and Maintenance of Building, Postgraduate Program, Sebelas Maret University
Flood happened in 26th Decembers 2007 occurred in upper Bengawan Solo river resulted in bridges damage of the national road in Central Java. One of them is Keduang Bridge (path number: 24.109.006.0). Superstructure is the first component that receive load before transfered to substructure. Superstructure element damage often creates a question about safety and capacity of the entire structure. To ensure that the superstructure really supports the total amount of load, the researcher needs to analyze the superstructure condition and component. This research, therefore, tends to figure out the safety of the bridge.
The research was conducted by checking the damage structure usually utilized the Bridge Management System (BMS) procedure. Bridge structure measurement was carried out by using Theodolite and waterpass, to figure out the detail bridge structure condition. Load measurement done in this research using the combination of maximum load based on the service ability and ultimate bearing capacity to RSNI T-02-2005 about Load Standard for bridge. Then, super structure analyzing was conducted. The analysis covers girder analyzing, lateral bracing analyzing, and bearings capacity.
The result of the Keduang bridge superstructure analyzing shows that the bridge is critical. Superstucture analysis shows that girder is unsafe to bending stress, but safe to shearing stress, deflection and torsion. Connection of girder is still safe. Stress of lateral bracing and bearings is unsafe. Bending stress of side girder is 3793,2793 kg/cm2 more than allowable tensile stress ( 1900 kg/cm2) and middle girder is 3511,6405 kg/cm2 more than allowable tensile stress ( 1900 kg/cm2). Shearing stress of side girder is 633,8119 kg/cm less than allowable shearing stress ( 1100 kg/cm) and middle girder is 632,2430 kg/cm less than allowable shearing stress ( 1100 kg/cm). Deflection of side girder is 47,46 mm less than allowable deflection ( 83,33 mm) and middle girder is 46,76 mm less than allowable deflection ( 83,33 mm). Torsion of girder is 10390,8922 Nm less than allowable torsion ( 2,3x105 Nm). Lateral bracing stress is 1846,1158 kg/cm2 more than allowable tensile stress ( 1400 kg/cm2). Bearings capacity is 174,4824 kg/cm2, it is more than allowable stress ( 80 kg/cm2). Repairing of steel girder can be done by adding covers plate. Using cover plate at flens and web can reduce over stressing. Other alternative applies external prestress, with prestressed force 81,6 tons at side girder and 82,5 tons at middle girder have been can overcome excess of existing stress. Lateral bracing is replace by changing the dimension and increases the quality of profile.Lateral bracing is saved by replacement of profile with double rectangle 90x90x13x13. Bearings is repaired with changing concrete and increases the dimension to 600x500 mm or increases the quality of concrete material having minimum stress excess to the existing stress. Keyword : superstructure, assessment of condition, maximum load , structures
capacities, repairing
v
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : ENDAH AMBARWATI NIM : S 940907107 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul :
PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT
PASCABANJIR (Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 28 Januari 2009 Yang membuat pernyataan
Endah Ambarwati
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tesis dengan judul Penilaian
Kondisi Struktur Atas Jembatan Gelagar Baja Komposit Pascabanjir (Studi Kasus:
Jembatan Keduang Kabupaten Wonogiri) dapat tersusun. Tesis ini disusun
sebagai syarat untuk memperoleh derajat Magister dalam Ilmu Teknik Sipil
Program Pascasarjana pada Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dengan keikhlasan dan ketulusan hati, maka dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Pusbiktek, Departemen Pekerjaan Umum, yang telah memberikan program
beasiswa pendidikan kepada penulis.
2. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S., Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ir. Ary Setyawan, M.Sc. (Eng)., Ph.D selaku Sekretaris Program Studi.
5. S.A. Kristiawan, S.T., M.Sc. (Eng)., Ph.D. selaku Pembimbing Utama yang
telah memberikan banyak masukan, bimbingan, dan saran pada setiap tahapan
penyusunan tesis.
6. Ir. Mukahar, MSCE selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan
masukan, bimbingan dan saran yang sangat berharga dalam setiap tahapan
penyusunan tesis.
7. Segenap Staf Pengajar Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu penulis selama
menempuh perkuliahan.
vii
8. Pimpinan dan segenap staf Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, yang
telah membantu pengadaan data untuk penulisan tesis ini.
9. Pimpinan dan segenap staf Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah
Surakarta, yang telah membantu informasi dan data untuk penulisan tesis ini
10. Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen yang telah memberikan dukungan
kepada penulis selama melaksanakan pendidikan.
11. Pimpinan dan segenap staf Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen
12. Suami tercinta, Sri Harjanto, S.T., anakku tersayang Aqila Zahra Khoirunnisa,
yang dengan penuh pengertian dan kesabaran memberikan semangat sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
13. Bapak dan Ibu Orang Tua yang telah memberikan dorongan dan do’a dalam
menyelesaikan pendidikan ini.
14. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan
Bangunan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang selama ini menjadi
teman dan sahabat terbaik dalam menempuh pendidikan bersama .
15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak.
Penulis berharap mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak khususnya pihak-pihak yang berkecimpung di dunia teknik sipil dan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Surakarta, Januari 2009
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
INTISARI......................................................................................................... iv
ABSTRACT ....................................................................................................... v
PERNYATAAN............................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL............................................................................................ xvii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xx
DAFTAR SIMBOL.......................................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
E. Batasan Masalah ......................................................................... 5
F. Keaslian Penelitian...................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 7
BAB III LANDASAN TEORI........................................................................ ..9
A. Komponen Jembatan................................................................... ..9
B. Kerusakan Elemen Struktur Atas jembatan ................................ 11
C. Penilaian Kondisi Jembatan ........................................................ 14
D. Pembebanan Pada Jembatan ...................................................... 16
1. Aksi Tetap .............................................................................. 17
ix
a. Berat sendiri .................................................................... 17
b. Beban mati tambahan...................................................... 18
2. Aksi Transien ........................................................................ 18
a. Aksi lalu lintas ................................................................ 19
1) Beban lajur ”D”......................................................... 19
2) Gaya rem ................................................................... 22
3) Pembebanan untuk pejalan kaki................................ 23
b. Aksi lingkungan .............................................................. 23
Gesekan pada perletakan................................................. 23
Pengaruh temperatur/suhu............................................... 24
Beban angin..................................................................... 26
Beban aliran air ............................................................... 27
1) Kecepatan aliran ......................................................... 28
2) Beban akibat aliran ..................................................... 37
a) Beban aliran air ..................................................... 37
b) Benda hanyutan..................................................... 38
c) Tumbukan dengan batang kayu ............................ 39
3. Aksi Khusus (Beban Gempa)................................................ 40
a. Koefisen geser dasar (Celastis) .......................................... 42
b. Periode getar alami (“T”) ................................................ 43
E. Kombinasi Pembebanan.............................................................. 44
1. Kombinasi pada Keadaan Batas Layan................................. 45
2. Kombinasi pada Keadaan Batas Ultimit ............................... 45
F. Konsep Baja Komposit ............................................................... 48
1. Hubungan Tidak Komposit ................................................... 48
2. Hubungan Komposit Sempurna ............................................ 49
G. Analisis Gelagar Baja Komposit................................................. 51
1. Analisis Tampang Baja Komposit ........................................ 51
2. Analisis Tegangan Lentur ..................................................... 53
3. Analisis Tegangan Geser....................................................... 54
4. Analisis Torsi ........................................................................ 56
x
5. Analisis Lendutan.................................................................. 58
H. Analisis Sambungan.................................................................... 59
I. Analisis Batang Tekan ................................................................ 62
J. Analisis Perletakan (Bearings).................................................... 64
K. Perbaikan Struktur Atas Jembatan .............................................. 66
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN........................................................ 72
A. Lokasi Penelitian......................................................................... 72
B. Peralatan Penelitian..................................................................... 72
C. Peraturan yang Digunakan .......................................................... 73
D. Langkah-langkah Penelitian........................................................ 73
1. Tahap Persiapan Penelitian ................................................... 74
2. Tahap Pengumpulan Data ..................................................... 74
3. Penilaian Kondisi Jembatan .................................................. 75
4. Tahap Analisis Struktur Atas Jembatan ................................ 75
5. Pembuatan Konsep Alternatif Perbaikan dan Perkuatan
Struktur Atas Jembatan ......................................................... 76
6. Tahap Pembahasan................................................................ 76
E. Bagan Alir Penelitian .................................................................. 77
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ...................................... 79
A. Gambaran Umum........................................................................ 79
B. Hasil Pengukuran dan Pengujian Lapangan................................ 81
1. Mutu Beton ........................................................................... 82
C. Analisis Penyebab Kerusakan..................................................... 82
D. Penilaian Kondisi Jembatan ........................................................ 83
E. Analisis Pembebanan Jembatan Keduang................................... 85
1. Aksi Tetap ............................................................................. 86
a. Berat sendiri (PMS) .......................................................... 86
b. Beban mati tambahan (PMA)............................................ 92
2. Aksi transien ........................................................................ 96
xi
a. Beban Lalu Lintas ........................................................... 96
1) Beban lajur ”D”(TTD).................................................. 96
2) Beban rem (TTB) ......................................................... 99
3) Pembebanan untuk pejalan kaki ................................. 101
b. Beban Lingkungan .......................................................... 102
1) Gaya gesekan pada perletakan (TBF) .......................... 102
2) Beban akibat temperatur (TET).................................... 102
3) Beban angin (TEW) ...................................................... 105
4) Beban aliran air (TEF).................................................. 108
a) Analisis kecepatan aliran sungai .............................. 108
b) Analisis beban akibat aliran..................................... 115
i) Beban akibat aliran ............................................ 116
ii) Beban akibat hanyutan....................................... 116
3. Aksi Khusus (Beban Gempa)................................................ 117
a. Perhitungan beban gempa arah memanjang.................... 118
b. Perhitungan beban gempa arah melintang ...................... 120
4. Kombinasi Pembebanan........................................................ 123
F. Analisis Kapasitas Gelagar ......................................................... 136
1. Analisis Tegangan Lentur ..................................................... 136
2. Analisis Tegangan Geser....................................................... 141
3. Analisis Lendutan.................................................................. 143
4. Analisis Torsi ........................................................................ 144
G. Analisis Sambungan Gelagar Jembatan...................................... 147
H. Analisis Lateral Bracing.............................................................. 154
I. Analisis Perletakan...................................................................... 157
J. Konsep Alternatif Perbaikan Struktur Atas ................................ 159
1. Konsep Perbaikan Gelagar.................................................... 159
2. Konsep Perbaikan Lateral Bracing....................................... 176
3. Konsep Perbaikan Perletakan................................................ 178
xii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 181
A. Kesimpulan ................................................................................. 181
B. Saran............................................................................................ 182
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 183
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Beban lajur “D”........................................................................ 20
Gambar 3.2. Penyebaran pembebanan ”D” arah melintang.......................... 22
Gambar 3.3. Pembebanan untuk pejalan kaki............................................... 23
Gambar 3.4. Penggambaran Poligon Thiessen ............................................. 29
Gambar 3.5. Sketsa penetapan WF dan RUA serta Hidrograf
Satuan Gama I. ......................................................................... 37
Gambar 3.6. Prosedur analisis tahan gempa. ................................................ 41
Gambar 3 7. Struktur balok tidak komposit.................................................. 48
Gambar 3.8. Diagram regangan struktur balok tidak komposit ................... 49
Gambar 3.9. Struktur balok komposit........................................................... 50
Gambar 3.10. Diagram regangan struktur balok komposit............................. 50
Gambar 3.11. Metode penampang tertransformasi......................................... 52
Gambar 3.12. Penampang simetri dengan P bersudut α ................................. 54
Gambar 3.13. Diagram geser pada penampang profil I ................................. 55
Gambar 3.14. Balok I yang mengalami torsi dan warping ............................. 57
Gambar 3.15. Sambungan beririsan satu ........................................................ 59
Gambar 3.16 Sambungan beririsan kembar................................................... 60
Gambar 3.17. Diagram tegangan pada pelat perletakan ................................. 65
Gambar 3.18. Alur penentuan metode perbaikan .......................................... 67
Gambar 3.19. Perkuatan dengan memperbesar penampang bawah dengan
Pelat baja tambahan pada gelagar baja……………………….. 68
Gambar 3.20. Perkuatan dengan penambahan batang baja pada gelagar baja 68
Gambar 3.21 Perkuatan dengan pemasangan balok melintang ..................... 68
Gambar 3.22. Perkuatan dengan pemasangan diafragma ............................... 68
Gambar 3.23. Perkuatan dengan menambah elemen struktur gelagar ........... 69
Gambar 3.24. Perkuatan prategang eksternal pada gelagar baja..................... 69
Gambar 3.25. Perkuatan dengan steel plate bonding pada gelagar................. 70
Gambar 3.26. Perkuatan dengan lembaran CFRP .......................................... 70
Gambar 3.27. Perubahan sistem struktur menjadi menerus............................ 71
xiv
Gambar 3.28. Merubah sistem struktur dengan menambah sistem struktur
baru berupa jembatan rangka batang baru .............................. 71
Gambar 4.1. Lokasi penelitian ...................................................................... 72
Gambar 4.2. Bagan alir tahapan penelitian .................................................. 77
Gambar 5.1. Denah dan penampang memanjang Jembatan Keduang.......... 81
Gambar 5.2. Proses terjadinya kerusakan pada Jembatan Keduang............. 83
Gambar 5.3. Lajur pembebanan Jembatan Keduang .................................... 86
Gambar 5.4. Analisis pembebanan akibat berat sendiri jalur tepi ............... 88
Gambar 5.5. Analisis pembebanan akibat berat sendiri jalur tengah ........... 92
Gambar 5.6. Analisis pembebanan akibat beban mati tambahan jalur tepi .. 94
Gambar 5.7. Analisis pembebanan akibat beban mati tambahan
jalur tengah............................................................................... 95
Gambar 5.8. Analisis pembebanan akibat beban lajur ”D” jalur tepi ........... 98
Gambar 5.9. Analisis pembebanan akibat beban lajur ”D” jalur tengah ...... 99
Gambar 5.10. Pembebanan untuk pejalan kaki……………………………... 101
Gambar 5.11. Penampang melintang gelagar utama ...................................... 103
Gambar 5.12. Poligon Thiessen DAS Keduang.............................................. 110
Gambar 5.13. Hasil perhitungan kondisi genangan pada Jembatan Keduang
Dengan HEC-RAS 4.0 ............................................................. 114
Gambar 5.14. Beban aliran air pada gelagar jembatan ................................... 115
Gambar 5.15. Koefisien geser dasar “C” ....................................................... 119
Gambar 5.16. Gaya-gaya arah memanjang dan melintang gelagar ............... 122
Gambar 5.17. Tampang gelagar komposit sebelum dan sesudah
transformasi.............................................................................. 137
Gambar 5.18. Garis netral searah sumbu x pada tampang tertransformasi..... 137
Gambar 5.19. Garis netral searah sumbu y pada tampang tertransformasi..... 138
Gambar 5.20. Tegangan geser pada badan tampang gelagar .......................... 141
Gambar 5.21. Area penampang gelagar untuk mencari Qmaks ....................... 142
Gambar 5.22. Penampang gelagar yang mengalami torsi .............................. 144
Gambar 5.23. Penampang gelagar tertransformasi ......................................... 145
Gambar 5.24. Sambungan baut pada gelagar.................................................. 148
xv
Gambar 5.25. Sambungan baut badan gelagar................................................ 150
Gambar 5.26. Kondisi eksisting sambungan baut badan gelagar.................... 153
Gambar 5.27. Lateral bracing.......................................................................... 154
Gambar 5.28. Gaya pada 1 sway lateral bracing........................................... 155
Gambar 5.29. Kondisi eksisting lateral bracing............................................. 156
Gambar 5.30. Kondisi eksisting perletakan .................................................... 159
Gambar 5.31. Kelebihan momen pada gelagar tepi dan gelagar tengah......... 163
Gambar 5.32. Penambahan cover plate pada web dan flens ........................... 165
Gambar 5.33. Konfigurasi baut....................................................................... 167
Gambar 5.34. Perkuatan gelagar dengan prategang eksternal ....................... 176
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Sistem penilaian kondisi elemen ................................................ 15
Tabel 3.2. Kriteria skrining teknis jembatan ............................................... 16
Tabel 3.3. Berat isi untuk beban mati (kN/m³)............................................. 17
Tabel 3.4. Faktor beban akibat berat sendiri ................................................ 17
Tabel 3.5. Faktor beban mati tambahan ....................................................... 18
Tabel 3.6. Jumlah lajur lalu-lintas rencana .................................................. 20
Tabel 3.7. Koefisien gesekan perletakan...................................................... 24
Tabel 3.8. Temperatur jembatan rata-rata nominal ...................................... 25
Tabel 3.9. Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur ....................... 25
Tabel 3.10 Kecepatan angin rencana VW ...................................................... 27
Tabel 3.11 Koefisien seret CW. ..................................................................... 27
Tabel 3.12. Syarat Pemilihan Metode Frekuensi. .......................................... 30
Tabel 3.13. Tabel koefisien pengaliran. ......................................................... 34
Tabel 3.14. Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam
bentuk pilar. ................................................................................ 38
Tabel 3.15. Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu...................... 40
Tabel 3.16 Kategori kinerja seismik. ............................................................ 41
Tabel 3.17. Prosedur analisis berdasarkan kategori perilaku seismik (A-D) . 41
Tabel 3.18. Koefisien profil tanah (S)............................................................ 42
Tabel 3.19. Akselerasi PGA di batuan dasar.................................................. 42
Tabel 3.20. Kombinasi beban untuk keadaan batas daya layan ..................... 45
Tabel 3.21. Kombinasi beban umum untuk keadaan batas daya kelayanan
dan ultimit. .................................................................................. 46
Tabel 5.1. Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 5 dan level 4-3 .. 84
Tabel 5.2. Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 2 ........................ 84
Tabel 5.3. Nilai kondisi Jembatan Keduang level1...................................... 85
Tabel 5.4. Beban, tebal dan berat lapisan struktur yang termasuk
berat sendiri................................................................................. 86
xvii
Tabel 5.5. Beban, tebal dan berat lapisan struktur yang termasuk beban
mati tambahan ............................................................................. 92
Tabel 5.6. Distribusi hujan jam-jaman DAS Bengawan Solo...................... 111
Tabel 5.7. Koefisien pengaliran DAS Keduang........................................... 111
Tabel 5.8. Faktor-faktor DAS Keduang....................................................... 112
Tabel 5.9. Sub DAS Keduang ...................................................................... 113
Tabel 5.10. Puncak Banjir Kala Ulang 50 th pada DAS Keduang................ 113
Tabel 5.11. Elevasi gelagar Jembatan Keduang............................................. 115
Tabel 5.12. Rekapitulasi gaya arah vertikal ................................................... 124
Tabel 5.13. Rekapitulasi gaya arah lateral ..................................................... 124
Tabel 5.14. Rekapitulasi gaya searah sumbu memanjang gelagar................. 125
Tabel 5.15. Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban vertikal
setelah terdeformasi .................................................................... 125
Tabel 5.16. Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban vertikal
setelah dikalikan faktor beban..................................................... 126
Tabel 5.17. Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban vertikal
setelah dikalikan faktor beban..................................................... 126
Tabel 5.18. Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban lateral
setelah terdeformasi .................................................................... 127
Tabel 5.19. Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban lateral
setelah dikalikan faktor beban..................................................... 127
Tabel 5.20. Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban lateral
setelah dikalikan faktor beban..................................................... 128
Tabel 5.21. Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban searah
sumbu memanjang setelah terdeformasi ..................................... 128
Tabel 5.22. Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban searah
sumbu memanjang setelah dikalikan faktor beban ..................... 129
Tabel 5.23. Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban searah
sumbu memanjang setelah dikalikan faktor beban ..................... 129
Tabel 5.24. Rekapitulasi momen untuk kombinasi daya layan dan ultimit ... 130
xviii
Tabel 5.25. Rekapitulasi kombinasi gaya momen berdasarkan beban
daya layan .................................................................................. 131
Tabel 5.26. Rekapitulasi kombinasi gaya momen berdasarkan beban ultimit132
Tabel 5.27. Rekapitulasi geser untuk kombinasi daya layan dan ultimit....... 133
Tabel 5.28. Rekapitulasi kombinasi geser berdasarkan beban daya layan..... 134
Tabel 5.29. Rekapitulasi kombinasi geser berdasarkan beban ultimit ............135
Tabel 5.30. Jarak x dan y baut sambungan badan terhadap garis netral ........ 151
Tabel 5.31. Tabel pemilihan metode perbaikan ............................................. 160
Tabel 5.32. Distribusi momen pada gelagar................................................... 163
Tabel 5.33. Momen penahan dari cover plate ................................................ 165
Tabel 5.34. Jarak x dan y baut CP pada web terhadap garis netral ................ 167
Tabel 5.35. Hasil hitungan jumlah baut ......................................................... 168
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A DATA KONDISI JEMBATAN............................................... A-1
Gambar A.1. Dokumentasi kondisi Jembatan Keduang ................................ A-1
Lampiran B TABEL-TABEL....................................................................... B-1
Tabel B.1. Hirarki elemen dan pengkodean jembatan (BMS, 1993)......... B-1
Tabel B.2. Bahan dan jenis kerusakannya (BMS, 1993) ........................... B-3
Tabel B.3. Kerusakan elemen jembatan (BMS, 1993) ............................. B-4
Tabel B.4. Faktor agian Log Normal ......................................................... B-5
Tabel B.5. Penyimpangan K pada Log Pearson III ................................... B-6
Lampiran C LAPORAN MENDETAIL KERUSAKAN JEMBATAN ...... C-1
Lampiran D HASIL PENGUJIAN DAN PENGUKURAN LAPANGAN... D-1
Tabel D.1. Data hasil pengujian Hammer Test .......................................... D-1
Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai
Keduang .................................................................................. D-2
Lampiran E PERHITUNGAN PEMBEBANAN......................................... E-1
Tabel E.1. Perhitungan berat struktur baja ................................................ E-1
Tabel E.2. Analisa hidrologi...................................................................... E-4
Lampiran F GAMBAR ................................................................................ F-1
Gambar F.1. Denah pemasangan cover plate pada gelagar........................... F-1
xx
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan
Dimensi
A
b
bE
C
D
e
Es
Ec
f
fc’
L2 luas
lebar L
lebar efektif L
koefisien geser dasar gempa -
fy
g
G
h
I
JN
K
L
M
n
P
q
Q
RUA
SF
kerapatan jaringan sungai (km/km2) L/L2
Eksentrisitas
modulus elastisitas baja L
M/L2
modulus elastisitas beton M/L2
lendutan L kuat tekan beton rerata
tegangan leleh baja
kecepatan gravitasi
modulus elastisitas geser
tinggi
momen inersia
jumlah pertemuan sungai
konstanta torsi
panjang
momen lentur
angka ekivalensi
intensitas beban terpusat
intensitas beban merata
Debit
luas Sub DAS sebelah hulu (km2)
faktor sumber yaitu perbandingan antara
jumlah panjang sungai tingkat 1 dengan
jumlah panjang sungai semua tingkat
M/L2
M/L2
L/T2
M/L2
L
L4
-
-
L
ML
-
M
M/L
M/L3
L2
-
xxi
SN
frekuensi sumber yaitu perbandingan antara
jumlah segmen sungai-sungai tingkat 1
dengan jumlah sungai semua tingkat
kelandaian sungai rata-rata
torsi
gaya geser
lebar Sub DAS
jarak titik berat ke garis netral
perbadaan suhu
koefisien muai baja
koefisien gesekan
tegangan geser
S
-
-
T ML
V M
WF
y
∆T
L
L
-
α -
μ -
M/L2τ
σ
γ
εs
εT
tegangan lentur
berat jenis
M/L2
M/L3
regangan baja
koefisien perpanjangan akibat suhu
L
-
xxii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jembatan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan
penting dan merupakan investasi besar yang harus dijaga keandalannya.
Pertumbuhan pembangunan yang pesat mengakibatkan mobilisasi manusia dan
barang dari satu tempat ke tempat lain meningkat. Hal ini sangat membutuhkan
ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, salah satunya
adalah jembatan. Oleh karena itu jembatan yang sudah ada perlu dikelola dengan
baik agar kinerja jembatan dapat dipertahankan atau ditingkatkan selama masa
layannya.
Bencana alam merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan
kerusakan pada struktur jembatan. Seperti kejadian banjir tanggal 26 Desember
2007 yang melanda wilayah DAS Bengawan Solo Hulu telah mengakibatkan
kerusakan jembatan-jembatan pada ruas jalan nasional di Provinsi Jawa Tengah.
Salah satu jembatan yang mengalami kerusakan akibat banjir tersebut adalah
Jembatan Keduang (No. Ruas : 24.109.006.0) yang terletak di ruas Jalan
Ngadirojo-Giriwoyo-Pacitan.
Jembatan Keduang merupakan jembatan gelagar baja komposit dengan
sistem perletakan simple beam dan plat lantai beton bertulang sebagai struktur
atas. Sedangkan struktur bawah berupa kepala jembatan dari beton bertulang dan
1
2
mempunyai 2 pilar juga dari beton bertulang. Jembatan ini mempunyai 3 bentang
dengan panjang total 92,5 m.
Tekanan air akibat banjir mengakibatkan beban horizontal pada bangunan
atas dan memberikan momen tambahan pada bangunan bawah dan pondasi
sehingga mengakibatkan terjadinya pergerakan struktur jembatan. Apabila
kombinasi gaya yang bekerja melebihi kemampuan struktur maka akan terjadi
kerusakan pada struktur. Kerusakan ini dapat menyebabkan kekuatan, kekakuan
dan integritas struktur menjadi turun.
Struktur atas merupakan komponen pertama yang langsung menerima
beban sebelum diteruskan ke pilar dan pondasi. Kerusakan pada struktur atas
dapat menimbulkan keraguan mengenai kinerja dan keamanan bangunan secara
keseluruhan. Untuk lebih meyakinkan, apakah struktur atas masih mampu
mendukung beban yang akan bekerja, perlu dilakukan evaluasi kinerja struktur
atas. Berdasarkan jenis dan tingkat kerusakan struktur atas dapat ditentukan
alternatif perbaikan dengan teknik yang paling sesuai dengan kondisi bangunan,
peralatan dan kemampuan tenaga kerjanya. Sedangkan penelitian tentang evaluasi
struktur bawah dilakukan oleh Dedy H1). (2009).
Dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan kondisi jembatan secara utuh
dengan melihat langsung struktur yang rusak secara visual sesuai prosedur
pemeriksaan pada Bridge Management System (BMS). Disamping itu juga
dilakukan pengukuran struktur jembatan dan tampang sungai dengan
menggunakan alat ukur Theodolite dan Waterpass, sehingga diketahui kondisi
1) Mahasiswa Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil, Universitas Sebelas
Maret Surakarta
3
existing struktur jembatan secara mendetail. Pemeriksaan mutu beton dilakukan
dengan pengujian non destructive menggunakan alat Hammer Test. Analisis
perhitungan pembebanan struktur atas yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan kombinasi pembebanan maksimum berdasarkan beban layan dan
beban ultimit sesuai dengan RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk
Jembatan. Dari analisis ini dapat diketahui kapasitas eksisting struktur atas
jembatan pascabanjir untuk dipakai sebagai acuan dalam penentuan alternatif
perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi.
B. Rumusan Masalah
Banjir yang terjadi tanggal 26 Desember 2007 telah menyebabkan
kerusakan pada struktur Jembatan Keduang sehingga terjadi penurunan
kemampuan jembatan dalam menahan kombinasi beban yang terjadi. Penelitian
ini lebih difokuskan pada evaluasi struktur atas Jembatan Keduang pascabanjir 26
Desember 2007 dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1. pada elemen mana kerusakan yang terjadi dan berapa nilai tingkat kerusakan
pada struktur jembatan sesuai dengan prosedur pemeriksaan BMS?
2. apakah kapasitas eksisting struktur atas jembatan aman terhadap kombinasi
beban maksimum yang terjadi, sesuai dengan RSNI T-02-2005?
3. jenis dan metode perbaikan manakah yang dapat dilakukan untuk
memulihkan kapasitas struktur atas Jembatan Keduang?
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan di atas, yaitu :
1. mengetahui letak dan jenis kerusakan elemen struktur jembatan dan nilai
tingkat kerusakan struktur jembatan sesuai dengan prosedur pemeriksaan
BMS,
2. mengetahui keamanan kapasitas eksisting struktur atas jembatan terhadap
kombinasi beban maksimum yang terjadi, sesuai dengan RSNI T-02-2005,
3. menentukan jenis dan metode perbaikan yang mungkin dilakukan untuk
memulihkan kapasitas struktur atas Jembatan Keduang.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
a. Manfaat teoritis
Dapat memberikan tambahan wacana dan referensi di bidang rehabilitasi dan
pemeliharaan bangunan khususnya struktur atas jembatan tipe gelagar baja
komposit.
b. Manfaat praktis
Dapat menjadi bahan rujukan bagi Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah
dalam penanganan kerusakan yang terjadi di Jembatan Keduang akibat banjir
tanggal 26 Desember 2007.
5
E. Batasan Masalah
Penelitian ini lebih difokuskan pada evaluasi struktur atas Jembatan
Keduang pascabanjir 26 Desember 2007. Agar masalah dapat dikaji dan dibahas
secara mendalam, maka perlu diberi batasan sebagai berikut :
1. penentuan jenis dan tingkat kerusakan dilakukan secara visual sesuai standar
Interrurban Bridge Management System (IBMS) 1993,
2. melakukan analisis pembebanan menurut RSNI T-02-2005 tentang
pembebanan jembatan,
3. penentuan beban akibat aliran air dilakukan dengan perhitungan kecepatan
aliran saat banjir dengan kala ulang 50 tahun,
4. analisis debit banjir dilakukan dengan mengolah data hujan selama 18 tahun
terakhir menggunakan Metode Gamma I,
5. perhitungan kecepatan aliran dianalisis dengan program HEC-RAS versi 4.0,
6. elemen struktur atas yang dihitung kapasitasnya hanya elemen yang
mengalami kerusakan berdasarkan pengamatan visual (gelagar utama, bracing
dan perletakan),
7. alternatif perbaikan yang diusulkan hanya berupa konsep dasar tanpa disertai
dengan perhitungan struktural secara mendetail.
6
F. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian terdahulu untuk menganalisis kekuatan struktur
jembatan pernah dilakukan oleh Desniar H.Y. (2007) yang melakukan evaluasi
keamanan struktur jembatan beton bertulang akibat bencana gempa dengan
membandingkan kuat perlu (U) dan resistance (R) struktur jembatan akibat
bencana gempa menurut RSNI 2004 dan perkuatannya dengan Carbon Fiber
Reinforced Polymer (CFRP).
Penelitian mengenai penilaian kondisi pada Jembatan Keduang jenis gelagar
baja komposit pascabencana banjir tanggal 26 Desember 2007, dengan
menentukan kerusakan secara visual sesuai metode Bridge Management System
dan menentukan kapasitas gelagar terhadap tegangan lentur, geser, lendutan dan
torsi, serta kapasitas lateral bracing dan perletakan terhadap tegangan yang terjadi
akibat kombinasi pembebanan maksimum menurut RSNI T-02-2005 yang disertai
alternatif perbaikannya belum pernah dilakukan dan belum pernah
dipublikasikan.
7
BAB I I
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi jembatan menurut Bina Marga adalah bangunan pelengkap jalan
yang berfungsi sebagai penghubung atara dua ujung jalan yang terputus oleh
sungai, saluran, lembah, selat atau laut, jalan raya dan jalan kereta api.
Brigde Management System (BMS) merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan dalam mempertahankan kondisi jembatan melalui proses investigasi
berkala pasa suatu jembatan sehingga dapat menentukan tahap perawatan dan
perbaikan (Ryall, 2001).
Evaluasi kondisi jembatan pasca bencana alam seperti banjir sangat
diperlukan untuk memberikan informasi mengenai kerusakan pada komponen
jembatan. Penilaian kondisi jembatan dapat dilakukan secara visual dan analisis
pembebanan sangat membantu dalam menentukan jenis perbaikan ataupun
perkuatan yang diperlukan terhadap jembatan tersebut.
Manukoa (2006), dalam penelitiannya melakukan perhitungan
pembebanan lalu lintas menurut BMS 1992 dan RSNI 2004 yang terdiri atas
beban lajur “D” dan Beban Truk “T” pada struktur jembatan sederhana bentang 6
m sampai 30 m. Dari hasil penelitiaannya diketahui bahwa momen yang terjadi
pada jembatan sederhana akibat beban truk “T” akan lebih berpengaruh pada
kapasitas lentur batas dari pada beban lajur “D” untuk jembatan dengan bentang 6
m sampai 22 m, sedangkan untuk jembatan dengan bentang lebih dari 22 m
kapasitas lentur batas lebih ditentukan oleh beban lajur “D”.
7
8
Desniar H.Y. (2007) melakukan evaluasi keamanan struktur Jembatan
Panasan yang merupakan jembatan gelagar beton bertulang akibat bencana gempa
dengan bentang 22 m. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa akibat
bencana gempa terjadi beda elevasi pada lantai perkerasannya dan local settlement
pada pilar jembatan yang menimbulkan gaya tambahan pada komponen struktur
jembatan. Penambahan gaya tersebut kemudian dianalisa dengan membandingkan
kapasitas lentur dan kapasitas geser yang terjadi dan yang tersedia sesuai dengan
RSNI 2004. Perkuatan yang dilakukan sebagai alternatif perbaikan jembatan
Panasan adalah dengan menambah kapasitas momen lentur gelagar jembatan
dengan menggunakan 3 lapis CFRP produksi SIKA®. Perbaikan ini dapat
menaikkan kapasitas lentur gelagar sebesar 82 %.
Made Sukrawa dan L.G. Wahyu Widyarini (2006), meneliti pengaruh
perkuatan lentur dengan pelat baja terhadap perilaku balok jembatan. Hasilnya
menunjukkan bahwa penambahan pelat baja dapat meningkatkan kekakuan balok.
Lendutan yang terjadi pada balok perkuatan lebih kecil 71% dari balok kontrol
pada pembebanan 16,25 kN, lebih kecil 56,9% untuk pembebanan 32,5 kN dan
lebih kecil 36,04% untuk pembebanan 65 kN. Pada pembebanan ultimit, lendutan
balok perkuatan lebih kecil 45,6% dari lendutan balok kontrol. Beban retak
pertama pada balok perkuatan lebih besar 65,4% dari balok kontrol.
9
BAB III
LANDASAN TEORI
Dalam masa layannya jembatan sebagai prasarana transportasi yang
dibangun untuk kepentingan umum perlu dijaga keandalannya dengan baik.
Demikian halnya dengan Jembatan Keduang, terlebih pascabencana banjir yang
melanda DAS Bengawan Solo tanggal 26 Desember 2007, sehingga memerlukan
pemeriksaan khusus terhadap semua komponen struktur jembatan tersebut.
A. Komponen Jembatan
Menurut Bridge Management System (BMS) komponen jembatan terdiri
dari :
1. Komponen Struktur Atas
Yaitu komponen jembatan yang terletak di atas dukungan dengan komponen
terbawah adalah gelagar utama.
Komponen struktur atas terdiri dari :
a. lapisan permukaan/perkerasan (wearing surface), yang berfungsi sebagai
penahan kontak kendaraan yang melintas di atas jembatan dan
meneruskannya ke struktur di bawahnya,
b. deck yaitu merupakan luasan fisik dari jalan raya yang melintasi rintangan
yang harus dijembatani. Fungsi utama dari deck adalah mendistribusikan
9
10
beban sepanjang potongan melintang jembatan dan merupakan bagian
yang menyatu pada sistem struktural,
c. gelagar induk (primary member), yang berfungsi mendistribusikan beban
secara longitudinal (menahan lendutan),
d. gelagar sekunder (secondary member), yang berfungsi sebagai pengikat
antar gelagar induk berupa diafragma maupun bracing yang berfungsi
sebagai penahan deformasi lateral (lateral bracing).
2. Komponen Struktur Bawah
Yaitu komponen jembatan yang terletak pada bagian bawah komponen
struktur atas, yang terdiri dari :
a. abutment, yaitu komponen struktur penahan tanah yang mendukung
struktur atas pada bagian ujung-ujung jembatan. Seperti halnya dengan
dinding penahan tanah abutment menahan gaya longitudinal dari tanah di
bagian bawah ruas jalan,
b. pilar, yaitu bagian bawah jembatan yang berfungsi sebagai pembagi
bentang jembatan yang terlalu lebar, terdiri dari pondasi, kolom dan kepala
jembatan,
c. perletakan (bearings), yaitu sistem mekanikal yang berfungsi menyalurkan
beban vertikal dari struktur atas ke struktur bawah. Bearings terdiri dari
dua macam yaitu bearing yang menahan gerakan rotasi dan translasi
longitudinal disebut expansion joint dan bearings yang menahan gerakan
rotasi saja disebut fixed bearings,
11
d. dudukan/perletakan (pedestals) yaitu kolom pendek yang berada diatas
abutment atau pilar yang mendukung secara langsung gelagar utama
struktur atas,
e. dinding belakang (backwall) yaitu komponen utama dari abutment yang
berfungsi sebagai struktur penahan tanah,
f. dinding sayap (wingwall) yaitu dinding belakang abutment yang berfungsi
untuk menahan keruntuhan tanah di sekitar abutment,
g. pondasi, yaitu struktur bagian bawah yang berfungsi sebagai penerus
beban di atasnya ke tanah dasar.
3. Komponen pelengkap
Yaitu komponen jembatan yang berfungsi sebagai pelengkap dari suatu
struktur jembatan, yang termasuk dalam komponen ini adalah:
a. underdrain, yaitu fasilitas drainase yang terbuat dari pipa yang berfungsi
mengalirkan air di permukaan dari struktur,
b. pengaman lalu lintas, yaitu komponen pelengkap jembatan untuk
menghindari kecelakaan saat melintasi jembatan dapat terbuat dari beton
maupun baja yang disebut hand railing.
B. Kerusakan Elemen Struktur Atas Jembatan
Terdapat beberapa kerusakan yang tidak dihubungkan dengan bahan yang
dipakai, kerusakan ini dihubungkan dengan elemennya. Kerusakan elemen
struktur atas antara lain :
12
1. Kerusakan pada Landasan/perletakan
a. tidak cukupnya tempat untuk bergerak, landasan tidak bisa bergerak
apabila tempat geraknya terbatas,
b. kedudukan landasan yang tidak sempurna sehingga penyebaran beban dari
struktur atas ke struktur bawah tidak merata. Hal ini disebabkan adanya
kesalahan pengukuran maupun karena pilar bergeser sehingga tidak cukup
untuk tempat perletakan. Bila terjadi kesalahan maka gelagar akan jatuh,
c. mortar dasar retak atau rontok, terjadi bila landasan tidak rata atau terdapat
ikatan dengan permukaan yang dapat bergerak,
d. perpindahan atau perubahan bentuk yang berlebihan. Landasan akan
terlepas dari dudukannya apabila terjadi gerakan yang melebihi batas yang
diijinkan. Hal ini akan terjadi apabila sebelumnya posisi dari landasan
tidak betul pada waktu pelaksanaan atau adanya pergerakan pada
bangunan bawah,
e. landasan yang cacat (pecah, sobek atau retak), biasanya berhubungan
dengan dasar yang tidak rata, material yang jelek, maupun penanganan
yang buruk,
f. ada bagian yang longgar,
g. kurangnya pelumasan pada landasan logam. Semua landasan logam
memerlukan pelumasan. Ini harus terus dilakukan. Jika tidak dilumasi
maka landasan akan macet. Kekurangan pelumas juga akan menyebabkan
karatan.
13
2. Kerusakan pada gelagar baja
a. perubahan bentuk pada komponen, dapat terjadi akibat tumbukan sampah
di sungai,
b. retak, dapat terjadi pada komponen itu sendiri atau pada sambungan
seperti pada las,
c. sambungan yang longgar.
3. Kerusakan pada pelat dan lantai
a. kesalahan sambungan lantai memanjang. Sambungan antara dua bagian
lantai umumnya menjadi rusak karena gerakan yang tidak sama,
b. lendutan yang berlebihan, dapat terjadi pada arah lateral dan vertikal.
4. Kerusakan pada pipa drainase, pipa cucuran dan drainase lantai
a. pipa cucuran dan drainase lantai tersumbat,
b. elemen hilang atau tidak ada.
5. Kerusakan pada lapisan permukaan
a. permukaan licin, memungkinkan terjadi selip pada musim hujan,
b. permukaan kasar atau berlubang, dapat menimbulkan beban kejut
tambahan,
c. retak pada lapisan permukaan, Retak biasanya disebabkan oleh adanya
perbedaan pergerakan pada bagian-bagian elemen jembatan maupun
material lapisan perkerasan yang tidak memenuhi syarat,
d. lapisan permukaan yang bergelombang. Lapisan permukaan yang
berlebihan, dapat menambah besarnya beban mati pada jembatan.
14
6. Kerusakan pada trotoar
a. permukaan trotoar yang licin,
b. lubang pada trotoar,
c. ada bagian yang hilang.
7. Kerusakan pada exspansion joint
a. expansion joint yang tidak sama tinggi, mengakibatkan beban kejut
tambahan pada lantai jembatan dan bangunan atas,
b. kerusakan akibat terisinya joint, yang menyebabkan jembatan tidak dapat
bergerak,
c. bagian yang longgar, apabila pelat penutup terlepas/bergeser akan sangat
berbahaya bagi kendaraan yang lewat,
d. retak aspal pada sambungan yang bergerak. Kadang ada expansion joint
yang menggunakan baja, akan terjadi retak pada lapisan permukaan aspal.
Hal ini merupakan kerusakan yang serius bila pecahnya aspal dan lebar
retak > 10 mm atau berlubang.
C. Penilaian Kondisi Jembatan
Kegiatan pemeliharaan jembatan harus dilaksanakan secara rutin dan
periodik agar didapat informasi kerusakan pada struktur jembatan secara dini
sehingga kerusakan yang lebih parah dapat dihindari. Dalam Bridge Management
System telah diatur kegiatan pemeriksaan mulai pemeriksaan yang bersifat rutin,
berkala dan khusus. Dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian dianalisis
15
penyebab kerusakannya lalu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan khusus untuk
memeriksa secara detail penyebab kerusakan sehingga dapat diketahui cara
penanganannya yang tepat.
Prosedur pemeriksaan dan penilaian kondisi elemen jembatan menurut BMS
terbagi dalam 5 (lima) level. Kelima level dan pengkodean elemen dapat terlihat
secara lengkap pada Lampiran B-1.
Penilaian kerusakan pada BMS terbagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu
kerusakan material dan kerusakan elemen. Masing-masing kerusakan diberi kode
untuk keseragaman pemahaman dan kemudahan dalam entry data. Pembagian dan
penomoran jenis kerusakan dapat terlihat pada Lampiran B-2 dan B-3.
Sistem penilaian kerusakan jembatan menurut BMS dengan melihat kondisi
setiap elemen jembatan pada setiap level. Penilaian ini didasarkan pada tingkat
kerusakan yang terjadi, keberfungsian elemen dan pengaruhnya terhadap elemen
lainnya. Secara lengkap penilaian kondisi elemen dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Sistem penilaian kondisi elemen
Nilai Kriteria Nilai Kondisi
Berbahaya 1 Struktur (S) Tidak berbahaya 0 Parah 1 Kerusakan (R) Tidak parah 0 Lebih dari 50% 1 Kuantitas (K) Kurang dari 50% 0 Elemen tidak berfungsi 1 Fungsi (F) Elemen masih berfungsi 0 Mempengaruhi elemen lain 1 Pengaruh (P) Tidak berpengaruh pada elemen lain 0
NILAI KONDISI (NK) NK = (S+R+K+F+P) 0 s/d 5 (sumber: BMS, 1993)
16
Setelah didapat nilai kondisi jembatan yang ada kemudian dilakukan
penilaian secara teknis untuk ditentukan jenis penanganan indikatif yang harus
dilakukan. Pada Tabel 3.2 dapat dilihat kriteria teknis hasil penilaian jembatan
menurut BMS.
Tabel 3.2. kriteria skrining teknis jembatan
Nilai Nilai Katagori Penanganan Indikatif 0 - 2 Baik s/d rusak ringan Pemel. Rutin/berkala
3 Rusak berat Rehabilitasi Kondisi
4 atau 5 Kritis atau runtuh Penggantian 0 Cukup lebar Pemel. Rutin Lalulintas 5 Terlalu sempit Duplikasi, penggantian,
pelebaran 0 Mempengaruhi elemen lain Pemel. rutin Beban 5 Tidak berpengaruh pada
elemen lain Perkuatan atau penggantian
(sumber: BMS, 1993)
D. Pembebanan pada Jembatan
Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi
yang tertera dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang
digunakan. Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan
dengan percepatan gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan dalam
standar ini adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk
berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel 3.3.
Beban yang bekerja pada jembatan merupakan kombinasi dari beberapa
macam aksi rencana pembebanan. Aksi rencana pembebanan digolongkan
kedalam aksi tetap dan transien.
17
Tabel 3.3 Berat isi untuk beban mati (kN/m³)
No. Bahan Berat/Satuan Isi
(kN/m3)
Kerapatan Masa
(kg/m3)
1 Besi tuang 71.0 7200
2 Aspal beton 22.0 2240
3 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600
4 Batu pasangan 23.5 2400
5 Baja 77.0 7850
6 Air murni 9.8 1000 (sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
1. Aksi Tetap
Aksi tetap adalah aksi yang bekerja sepanjang waktu dan merupakan
beban yang secara tetap dipikul oleh jembatan. Menurut Peraturan Strandar
Pembebanan untuk Jembatan (RSNI T-02-2005), pembebanan akibat aksi tetap
terdiri dari:
a. Berat Sendiri
Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen
struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap,
seperti pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Faktor beban
FAKTOR BEBAN
JANGKA WAKTU
KSMS KU
MS
Biasa Terkurangi
Tetap
Baja, aluminium 1,0
Beton pracetak 1,0
Beton dicor ditempat 1,0
Kayu 1,0
1,1 0,9
1,2 0,85
1,3 0,75
1,4 0,7
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
18
b. Beban Mati Tambahan
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk
suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan
mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Faktor beban mati
tambahan ditunjukkan pada Tabel 3.5.
Dalam hal tertentu harga KSMA yang telah berkurang boleh digunakan
dengan persetujuan instansi yang berwenang, asal instansi tersebut mengawasi
beban mati tambahan sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan.
Tabel 3.5. Faktor beban mati tambahan.
FAKTOR BEBAN
JANGKA WAKTU
KSMA KU
MA
Biasa Terkurangi
Tetap Keadaan umum 1,0 (1)
Keadaan khusus 1,0
2,0 0,7
1,4 0,8
CATATAN : Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas (sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Beban mati tambahan yang biasa bekerja pada jembatan adalah berupa
beban perkerasan berupa aspal beton setebal 50 mm dan beban sarana lain
misalnya berat dari pipa untuk saluran air bersih, saluran air kotor dan lain
sebagainya yang bekerja pada jembatan harus ditinjau pada keadaan kosong
dan penuh untuk mendapatkan kondisi yang membahayakan. Besarnya beban
sarana lain jembatan adalah 0,5 kN (sumber: RSNI T-02-2005).
2. Aksi Transien
Aksi transien adalah aksi akibat pembebanan sementara dan bersifat
berulang ulang seperti beban lalu lintas (beban lajur “D” atau beban “T”), beban
rem, aliran air (banjir), dan lain sebagainya.
19
a. Aksi Lalu Lintas
Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri dari beban lajur
"D" dan beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur
kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan
suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D"
yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk "T"
adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa
posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak
pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat.
Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu-lintas rencana.
Secara umum, beban "D" akan menentukan dalam perhitungan yang
mempunyai bentang mulai dari sedang sampai panjang, sedangkan beban "T"
digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. Penggunaan beban
lajur lalu lintas dapat dipilih salah satu
Lajur lalu-lintas rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. Jumlah
maksimum lajur lalu-lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan
bisa dilihat dalam Tabel 3.6.
1) Beban lajur “D”
Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan
menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-
iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang
bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri (Tabel 3.6).
20
Tabel 3.6 Jumlah lajur lalu-lintas rencana
Tipe Jembatan (1) Lebar Jalur Kendaraan (m) (2)
Jumlah Lajur Lalu-lintas Rencana (nl)
Satu lajur 4,0 - 5,0 1
Dua arah, tanpa median
5,5 - 8,25
11,3 - 15,0
2 (3)
4
Banyak arah
8,25 - 11,25
11,3 - 15,0
15,1 - 18,75
18,8 - 22,5
3
4
5
6
CATATAN 1 Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu-lintas rencana harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang.
CATATAN 2 Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah.
CATATAN 3 Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyalip.
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang
digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Beban lajur “D”.
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
21
a) Beban Terbagi Rata
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana
besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti
berikut:
L ≤ 30 m : q = 8,0 kPa
L > 30 m : q = 8,0 ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
L155,0 kPa
dengan pengertian:
q = intensitas beban BTR L = panjang total jembatan yang dibebani
b) Beban Garis Terpusat
Beban garis terpusat (BGT) mempunyai dengan intensitas p kN/m
harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu-lintas pada
jembatan. Besarnya intensitas p adalah 44,0 kN/m. Untuk
mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan
menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi
dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.
Penyebaran beban "D" pada arah melintang harus disusun pada arah
melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum.
Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada
arah melintang harus sama. Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang
atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D" harus ditempatkan pada seluruh
jalur dengan intensitas 100 %. Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m,
beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu-lintas rencana (n1)
yang berdekatan (Tabel 3.5), dengan intensitas 100 %. Hasilnya adalah
22
beban garis ekuivalen sebesar n1 x 2,75 q kN/m dan beban terpusat
ekuivalen sebesar n1 x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja berupa strip
pada jalur selebar n1 x 2,75 m.
Lajur lalu-lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan
dimana saja pada jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan
pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %. Susunan
pembebanan ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Penyebaran pembebanan ”D” arah melintang (sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02 2005)
2) Gaya Rem
Pengaruh gaya rem diperhitungkan senilai dengan 5% dari beban
lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan
dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut
dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik
tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan.
Faktor beban akibat gaya rem menurut RSNI T-02-2005 sebesar 1,0
pada daya layan dan 2,0 pada daya ultimit.
23
3) Pembebanan untuk Pejalan Kaki
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang
langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5
kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus
direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti
pada Gambar 3.3. Faktor beban akibat beban pejalan kaki menurut RSNI
T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 2,0 pada daya ultimit.
Gambar 3.3 Pembebanan untuk pejalan kaki
b. Aksi lingkungan
1) Gesekan pada perletakan
Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari
perletakan elastomer. Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung
hanya menggunakan beban tetap, dan harga rata-rata dari koefisien
gesekan pada perletakan jembatan dapat dilihat pada Tabel 3.7.
24
Tabel 3.7 Koefisien gesekan perletakan
Jenis Tumpuan koefisien gesekan (μ)
A. Tumpuan Rol Baja 1. dengan 1 atau 2 rol 2. dengan 3 atau lebih B. Tumpuan Gesekan 1. antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja 2. antara baja dengan baja atau besi tuang 3. antara karet dengan baja/beton
0,01 0,05
0,15 0,25
0,15-0,18 (sumber: Bambang S.dan A.S. Muntohar, Jembatan, hal.46)
Faktor beban akibat beban gesekan tumpuan menurut RSNI T-02-
2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,3 pada daya ultimit normal dan 0,8
daya ultimit terkurangi.
2) Pengaruh temperatur/suhu
Kondisi temperatur/suhu sangat berpengaruh pada beban yang
bekerja pada jembatan karena akan berpengaruh pada kembang-susut
material jembatan. Faktor beban akibat beban gesekan tumpuan menurut
RSNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,2 pada daya ultimit
normal dan 0,8 daya ultimit terkurangi
Secara umum temperatur jembatan berbeda sesuai dengan tipe
bangunan atas yang digunakan (Tabel 3.8) dan sifat bahannya (Tabel 3.9).
Regangan termal εT akan sebanding dengan perubahan temperatur ∆T
sesuai persamaan :
TT Δ=αε ...............................................................................................(3.1)
25
Tabel 3.8 Temperatur jembatan rata-rata nominal
Tipe Bangunan Atas Temperatur Jembatan
Rata-rata Minimum
Temperatur Jembatan
Rata-rata Maksimum
Lantai beton di atas gelagar atau boks beton.
15°C
40°C
Lantai beton di atas gelagar, boks atau rangka baja.
15°C
40°C
Lantai pelat baja di atas gelagar, boks atau rangka baja.
15°C
45°C
CATATAN: Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut.
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Tabel 3.9 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur
Bahan Koefisien Perpanjangan Akibat Suhu (α)
Modulus Elastisitas
MPa
Baja 12 x 10-6 per °C 200.000
Beton:
Kuat tekan <30 MPa
Kuat tekan >30 MPa
10 x 10-6 per °C
11 x 10-6 per °C
25.000
34.000
Aluminium 24 x 10-6 per °C 70.000
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Momen akibat temperatur ditunjukkan persamaan :
hEIM Tε= ..............................................................................................(3.2.a)
hTEIM Δ
=α .......................................................................................(3.2b)
26
3) Beban Angin
Kondisi angin pada suatu tempat merupakan beban yang akan
bekerja pada struktur jembatan tertentu dan menjadi faktor yang
diperhitungkan pada rencana pembebanan . Faktor beban akibat beban
angin menurut RSNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,2 pada
daya ultimit.
Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin
tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut:
TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab [ kN ] .......................................................(3.3)
dengan pengertian :
VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau (Tabel 3.10)
CW = koefisien seret (Tabel 3.11) Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2)
Jika kendaraan melewati jembatan maka akan bekerja garis merata
dengan arah horisontal di permukaan lantai Menurut RSNI T-02-2005
besar kecepatan angin rencana (VW) pada kondisi tersebut ditentukan
dengan persamaan sebagai berikut:
TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 Ab [ kN ] ...................................................(3.4)
dengan pengertian :
VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau (Tabel 3.10)
CW = koefisien seret = 1,2
27
Tabel 3.10 Kecepatan angin rencana VW
Lokasi Keadaan Batas
Sampai 5 km dari pantai > 5 km dari pantai
Daya layan 30 m/s 25 m/s
Ultimit 35 m/s 30 m/s
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Tabel 3.11 Koefisien seret CW
Tipe Jembatan CW
Bangunan atas masif: (1), (2)
b/d = 1.0
b/d = 2.0
b/d ≥ 6.0
2.1 (3)
1.5 (3)
1.25 (3)
Bangunan atas rangka 1.2
CATATAN 1 b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran.
d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif.
CATATAN 2 Untuk harga antara dari b / d bisa diinterpolasi linier.
CATATAN 3 Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan sebesar 3 % untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5 %.
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
4) Beban aliran air
Konstruksi jembatan sangat rentan terhadap beban aliran air
khususnya beban air saat banjir. Saat banjir beban akibat aliran air dapat
bertambah besar akibat adanya penumpukan sampah dan tumbukan batang
kayu pada pilar jembatan.
28
a) Kecepatan aliran
Kecepatan aliran ini dapat diketahui dengan melakukan analisa
hidrologi. Berikut ini langkah-langkah untuk analisa hidrologi:
1. Analisa wilayah hujan
Analisa wilayah hujan dilakukan untuk menghitung besarnya
curah hujan berdasarkan daerah pengaruh dari setiap stasiun
pengamatan yang letaknya tersebar. Salah satu metode yang dapat
digunakan adalah Methode Thiessen.
Dalam Methode Thiessen Curah hujan daerah dapat dihitung
dengan persaman sebagai berikut:
n
nn
AAARARARA
R++++++
=....................
21
2211 ..............................................(3.5)
dengan pengertian:
A1, A2..... An = Luas daerah yang mewakili tiap stasiun pengamatan R1, R2..... Rn = hasil pencatatan curah hujan tiap stasiun pengamatan
Pembagian daerah A1, A2..... An ditentukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Cantumkan stasiun pengamatan di dalam dan di sekitar daerah
itu pada peta rupa bumi. Hubungkan semua stasiun pengamat
tersebut dengan garis lurus (dengan demikian akan terlukis
jaringan segitiga yang menutupi seluruh daerah).
b. Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalam poligon-poligon
yang dicatat dengan rnenggambar garis bagi tegak lurus pada
29
tiap sisi segitiga tersebut di atas. Curah hujan dalam tiap
poligon itu dianggap diwakili oleh curah hujan dari stasiun
pengamatan dalam tiap poligon itu (Gambar 3.4). Luas tiap
poligon itu diukur dengan planimeter atau dengan cara lain.
Gambar 3.4 Penggambaran Poligon Thiessen
(sumber: SK SNI M-18-1989-F)
2. Analisis frekuensi
Banyak metode yang digunakan dalam memperkirakan besarnya
debit banjir rancangan untuk sebuah bangunan air. Masing-masing cara
mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Penetapan cara hitungan
akan sangat bergantung dari data yang tersedia dan tingkat ketelitian
yang diinginkan. Ada beberapa metode yang banyak dipakai di
Indonesia antara lain Metode E.J. Gumbel, Log Pearson Type III,
Rasional, Log Normal, dan lain-lain.
Curah hujan rencana adalah curah hujan tersebar tahunan dengan
peluang tertentu yang mungkin terjadi disuatu daerah. Didalam
menentukan metode yang sesuai terlebih dahulu akan dihitung
30
besarnya parameter statistik yaitu Cs (skewness) dan Ck (kurtosis).
Adapaun persamaan yang digunakan adalah:
................. ...............................................(3.6) ( )( )( ) 3
3
21 SnnXXn⋅−⋅−
−⋅∑Cs =
( )
........ ................................................ (3.7)
Syarat pemilihan metode yang digunakan dalam penentuan besarnya
banjir rancangan adalah jika mempunyai nilai Cs dan Ck yang sesuai
dengan batasan yang ada. Adapun batasan yang dimaksud
sebagaimana terdapat pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12. Syarat Pemilihan Metode Frekuensi
Metode Ck Cs Gumbel 5,4002 1,196 Normal 3,0 0 Log Pearson Tipe III bebas Bebas
(Sumber : Sri Harto, 1993)
Apabila harga Cs dan Ck tidak memenuhi distribusi Gumbel dan
Normal maka digunakan metode Log Pearson Type III, karena metode
ini dapat dipakai untuk semua sebaran data. Adapun persamaan yang
dipakai adalah:
.................. .................................................(3.8)
...................... ...............................................(3.9)
( ) ( ) ( ) 4
42
321 SnnnXXn
k −⋅−⋅−−⋅
= ∑C
SXX ⋅+= loglog G
∑=
⋅= XX 1logn
iin 1
log
31
........... ...............................................(3.10) ( )
( )1
loglog1
2
−
−=∑i=
n
XXS
n
i
Selanjutnya setelah ditetapkan yang sesuai, maka harus dilakukan uji
kesesuaian distribusi yaitu untuk mengetahui kebenaran analisa curah
hujan
a. Distribusi Log Normal
Rumus : XT = x + K.Sx …………………..……..……...........(3.11)
dimana:
XT = hujan da!am periode ulang T tahun tertentu x = harga rata-rata Sx = standart deviasi
K = standart pariabel untuk periode ulang T tahun (Tabel 3.13)
Faktor agian log normal dapat dilihat pada Lampiran B-4.
b. Distribusi Gumbel
Penggambaran sebaran teoritis pada kertas Gumbel mengikuti
persamaan sebagai berikut :
XT = x + Sn
YnYt − Sx …………….………..……..…………….(3.12)
di mana: XT = hujan dalam periode ulang T tahun (mm) x = hujan rata-rata (mm) SX = standar deviasi Yt = reduced variate Yn = harga rata-rata reduced variate Sn = standar deviasi reduced variate
32
c. Distribusi Log Person III
Penggambaran sebaran teoritis pada kertas Log Person III
mengikuti persamaan berikut:
Log XT = Log x + K.S.Log x……………….…..…….............(3.13)
dimana :
Log XT = Logaritma Naturalis hujan dalam periode ulang T
Log x = 1
1
−
∑=
n
Logxin
i ……......…..….......................…............(3.13.a)
S Log x = Standar deviasi dari logaritma naturalis data
= 1
)(1
2
−
−∑=
n
LogxLogxin
i …….............…...........(3.13.b)
K = Faktor frekuensi tergantung nilai Cs dan T (Lampiran A-4)
Cs = 31
2
x)Log2)(s1)(n(n
x)Log xi(Log
−−−
−∑=
n
i …..................(3.13.c)
Cv = xLog xLog s ……….…..…..............................(3.13.d)
Tabel Faktor penyimpangan K pada distribusi Log Pearson Type
III dapat dilihat pada Lampiran B-5.
3. Uji distribusi Chi Kuadrat
Uji Chi kuadrat digunakan untuk menguji simpangan secara
vertikal apakah distribusi pengamatan dapat diterima oleh distribusi
teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan 3.14.
33
.....................................................(3.14)
( ) ( )∑
=
−=
k
ihit EF
OFEFX1
22
Jumlah kelas distribusi dihitung dengan rumus (Sri Harto, 1993):
k = + 3,22 log n ..................................................................(3.15)
Dk = k – (P + 1 ) ....................................................... .............(3.16)
dimana :
OF = Nilai yang diamati (observed frequency) EF = Nilai yang diharapkan (expected frequency) k = Jumlah kelas distribusi n = Banyaknya data Dk = Derajat kebebasan P = Banyaknya parameter sebaran chi kuadrat (ditetapkan = 2) Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 <
X2cr. Harga X2cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikasi
dengan derajat kebebasan (level of significant).
4. Analisa distribusi hujan jam-jaman.
Untuk menghitung hidrograf banjir rancangan dengan cara
hidrograf satuan (unit hydrograph) perlu diketahui dahulu sebaran
hujan jam-jaman dengan suatu interval tertentu.
Penelitian yang dilakukan oleh Sobriyah (2001), tentang
distribusi hujan jam-jaman dengan durasi tertentu untuk DAS
Bengawan Solo menunjukkan bahwa durasi terjadinya banjir sejak
kejadian hujan hingga terjadinya banjir adalah 1 - 4 jam.
5. Koefisien pengaliran
Pada saat hujan turun sebagian akan meresap ke dalam tanah dan
sebagian lagi akan menjadi limpasan permukaan. Koefisien pengaliran
34
merupakan suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah
pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut.
Berdasarkan kondisi fisik wilayah dan jenis penggunaan
lahannya besarnya nilai koefisien pengaliran ditentukan Tabel 3.13.
Tabel 3.13. Tabel koefisien pengaliran.
Kondisi SubDAS Angka Pengaliran
Pegunungan curam Pegunungan tersier/perbukitan Tanah bergelombang dan hutan Dataran Pertanian Persawahan Sungai di pegunungan Sungai kecil di daerah dataran
0.75 – 0.90 0.70 – 0.80 0.50 – 0.75 0.45 – 0.60 0.70 – 0.80 0.75 – 0.85 0.45 – 0.75
(sumber: Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda,1977)
6. Analisis Debit Banjir
Analisa debit banjir yang umum digunakan di Indonesia adalah
Metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I dikembangkan
berdasarkan penelitian Sri Harto BR, (1987), karena data yang
digunakan dalam penyusunan metode ini merupakan data riil kondisi
alam di Indonesia sehingga lebih mendekati kondisi sebenarnya.
HSS Gama I dibentuk oleh tiga komponen dasar yaitu waktu naik
(TR), debit puncak (Qp) dan waktu dasar (TB). Menurut SK SNI M-
18-1989-F perhitungan HSS gama I dilakukan dengan langkah sebagai
berikut:
35
a. Waktu naik
TR = 0,43 3
100SFL
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ + 1,0665 SIM + 1,2775…………........(3.17)
dengan pengertian:
TR = waktu naik (jam)
L = panjang sungai (km)
SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)
WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DAS yang diukur dari titik yang berjarak ¼ L dari titik tempat pengukuran
b. Debit Puncak
Qp = 0,1836 A0,5886 JN0,2381TR-0,4008 …..........………........(3.18)
dengan pengertian:
TR = waktu naik (jam)
JN = jumlah pertemuan sungai
c. Waktu Dasar
TB = 27,4132 TR0,1457 S-0,0956 SN0,7344 RUA0,257....................(3.19)
dengan pengertian:
TB = waktu dasar (jam)
S = kelandaian sungai rata-rata
SN = frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai-sungai tingkat 1 dengan jumlah sungai semua tingkat
TR = waktu naik (jam)
RUA = luas SubDAS sebelah hulu (km2)
36
Secara umum perhitungan pembagian wilayah WF dan RUA dapat
dilihat pada Gambar 3.5.
Hujan efektif didapat dengan cara metode ∅ indeks yang
dipengaruhi fungsi luas DAS dan frekuensi sumber SN dirumuskan
sebagai berikut:
∅ = 10,4903 – 3,589.10-6 A2 + 1,6985.10-13 (A/SN)4........................(3.20)
dengan pengertian:
∅ = indeks ∅ (mm/jam)
A = luas DAS (km2)
SN = frekuensi sumber
Aliran dasar dapat didekati sebagai fungsi luas DAS dan kerapatan
jaringan sungai yang dirumuskan sebagai berikut:
QB = 0,4751 A0,6444A D0,9430................................................................(3.21)
dengan pengertian:
QB = aliran dasar (m3/det)
A = luas DAS (km2)
D = kerapatan jaringan sungai (km/km2)
Hasil analisa hidrologi berupa data debit banjir dengan kala ulang tertentu
kemudian diolah hingga mendapatkan kecepatan aliran. Dengan bantuan
program komputer analisa kecepatan aliran dapat dengan mudah
dilakukan.
37
Sketsa Penetapan WF Sketsa Penetapan RUA
A
X
U WL
WU C
AU
X – A → 0,25 L
X – U → 0,75 L
WF ≈ LW
UW
RUA ≈ A
UA
TR
Qp
TB
Q
(m3/det)
t (jam)
Gambar 3.5 Sketsa penetapan WF dan RUA serta Hidrograf
Satuan Gama I. (sumber: SK SNI M – 18 – 1989 -F)
b) Beban akibat aliran
1) Beban aliran air
Beban akibat aliran menyebabkan gaya seret nominal ultimit
dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung kepada
kecepatan. Menurut RSNI T-02-2005 besarnya gaya seret dapat
dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
38
TEF = 0,5 CD ( Vs )2 Ad [ kN ] ..................................................(3.22)
dengan pengertian:
Vs = kecepatan air rata-rata (m/s)
CD = koefisien seret - lihat Tabel 3.14.
Ad = luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan
tinggi sama dengan kedalaman aliran.
Tabel 3.14. Koefisien seret dan angkat bermacam-macam bentuk pilar
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
2) Benda hanyutan
Menurut RSNI T-02-2005 besarnya gaya akibat benda
hanyutan dihitung dengan menggunakan persamaan:
TEF = 0,5 CD ( Vs )2 AL [ kN ] .................................................(3.23)
dengan pengertian:
Vs = kecepatan air rata-rata (m/s)
CD = koefisien seret = 1,04
AL = luas proyeksi benda hanyutan tegak lurus arah aliran (m2)
Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan
bisa dihitung seperti berikut:
39
a. untuk jembatan dimana permukaan air terletak dibawah bangunan
atas luas benda hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan
menganggap bahwa kedalaman minimum dari benda hanyutan
adalah 1,2 m dibawah muka air banjir. Panjang hamparan dari
benda hanyutan diambil setengahnya dari jumlah bentang yang
berdekatan atau 20 m, diambil yang terkecil dari kedua harga ini.
b. untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda
hanyutan diambil sama dengan kedalaman bangunan atas termasuk
railing atau penghalang lalu-lintas ditambah minimal 1,2 m.
Kedalaman maksimum benda hanyutan boleh diambil 3 m kecuali
apabila menurut pengalaman setempat menunjukkan bahwa
hamparan dari benda hanyutan dapat terakumulasi. Panjang
hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar diambil
setengah dari jumlah bentang yang berdekatan.
3) Tumbukan dengan batang kayu
Menurut RSNI T-02-2005 besarnya gaya akibat tumbukan
dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa batang
dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran
rencana harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan
lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan rumus:
TEF = M ( Va)2 / d [ kN ] ......................................................(3.24)
dengan pengertian: M = massa batang kayu = 2 ton
40
Va = kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau. dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram kecepatan aliran air dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs.
d = lendutan elastis ekuivalen (m) - lihat Tabel 3.15
Tabel 3.15. Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu
Tipe Pilar
d (m)
Pilar beton masif Tiang beton perancah Tiang kayu perancah
0.075 0.150 0.300
(sumber : Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Kombinasi gaya akibat aliran air harus melihat kondisi DAS
disekitar lokasi jembatan, sehingga kombinasi yang dilakukan benar-
benar sesuai dengan besarnya beban aliran yang akan terjadi.
3. Aksi Khusus (Beban Gempa)
Aksi khusus yang dianalisa sebagai beban yang bekerja pada struktur
jembatan adalah beban akibat gempa. Pemilihan prosedur perencanaan tergantung
pada tipe jembatan, besarnya koefisien akselerasi gempa dan tingkat kecermatan.
Terdapat empat prosedur analisis (Gambar 3.6), dimana prosedur 1 dan 2 sesuai
untuk perhitungan tangan dan digunakan untuk jembatan beraturan yang terutama
bergetar dalam moda pertama (kategori kinerja seismik A dan B). Prosedur 3
dapat diterapkan pada jembatan tidak beraturan yang bergetar dalam beberapa
moda sehingga diperlukan program analisis rangka ruang dengan kemampuan
dinamis (kategori kinerja seismik C). Prosedur 4 diperlukan untuk struktur utama
dengan geometrik yang rumit dan atau berdekatan dengan patahan gempa aktif.
41
(kategori kinerja seismik C).secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.16 dan
3.17.
ProsedurProsedurCara AnalisisCara Analisis
Statis-Semi dinamis / dinamis sederhanaStatis-Semi dinamis / dinamis sederhana
2. Spektral moda tunggal2. Spektral moda tunggal
3. Spektral moda majemuk3. Spektral moda majemukRangka ruang, Semi dinamisRangka ruang, Semi dinamis
4. Riwayat Waktu4. Riwayat WaktuDinamisDinamis
1. Beban seragam/ koefisien gempa1. Beban seragam/ koefisien gempa
ProsedurProsedurCara AnalisisCara Analisis
Statis-Semi dinamis / dinamis sederhanaStatis-Semi dinamis / dinamis sederhana
2. Spektral moda tunggal2. Spektral moda tunggal
3. Spektral moda majemuk3. Spektral moda majemukRangka ruang, Semi dinamisRangka ruang, Semi dinamis
3. Spektral moda majemuk3. Spektral moda majemukRangka ruang, Semi dinamisRangka ruang, Semi dinamis
4. Riwayat Waktu4. Riwayat WaktuDinamisDinamis
4. Riwayat Waktu4. Riwayat WaktuDinamisDinamis
1. Beban seragam/ koefisien gempa1. Beban seragam/ koefisien gempa
Gambar 3.6 Prosedur analisis tahan gempa (sumber: Peraturan Gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
Tabel 3.16 Kategori kinerja seismik Koefisien percepatan
puncak di batuan dasar (A/g)
Klasifikasi kepentingan I (Jembatan utama dengan faktor keutamaan 1,25)
Klasifikasi kepentingan II (Jembatan biasa dengan
faktor keutamaan 1) ≥0,30
0,20-0,29 0,11-0,19 ≤0,10
D C B A
C B B A
(sumber: Peraturan Gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
Tabel 3.17 Prosedur analisis berdasarkan kategori perilaku seismik (A-D) Jumlah bentang D C B A
Tunggal Sederhana 2 atau lebih Menerus 2 atau lebih dengan 1 sendi 2 atau lebih dengan 2 atau lebih sendi Stuktur Rumit
1 2 3 3
4
1 1 2 3
3
1 1 1 1
2
- - - -
1 (sumber: Peraturan Gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
Besarnya beban akibat gempa ditentukan oleh percepatan batuan sesuai
dengan konfigurasi lapisan tanah dan periode getar alami dari gempa itu sendiri.
42
a) Koefisien geser dasar (Celastis)
Percepatan/akselerasi puncak (PGA) zone gempa Indonesia dari dapat dilihat
pada Lampiran B.2. Konfigurasi tanah terbagi dalam tiga jenis: tanah teguh
dengan kedalaman batuan 0-3 m, tanah sedang dengan kedalaman batuan 3-
25 m, tanah lembek dengan kedalaman batuan melebihi 25 m secara rinci
konfigurasi geser tanah dapat dilihat pada Tabel 3.18.
Tabel 3.18 Koefisien profil tanah (S) S
(tanah teguh) S
(tanah sedang) S
(tanah lembek)
S1=1,0 S2=1,2 S3=1,5
(sumber: Peraturan Gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
Koefisien geser dasar Celastis juga dapat ditentukan dengan rumus berikut:
32
..2,1
T
SACelastis = dengan syarat ACelastis .5,2≤ ............................................(3.25)
dengan pengertian:
A = akselerasi puncak di batuan dasar (s), Tabel 3.19
T = perioda alami struktur (detik)
S = koefisien profil tanah, Tabel 3.18
Tabel 3.19 Akselerasi PGA di batuan dasar
Rentang akselerasi puncak PGA
Wilayah 1 0,53 – 0,60
Wilayah 2 0,46 – 0,50
Wilayah 3 0,36 – 0,40
Wilayah 4 0,26 – 0,30
Wilayah 5 0,15 – 0,20
Wilayah 6 0,05 – 0,10
(sumber: Peraturan Gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
43
b) Periode Getar Alami (“T”)
Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser
dasar harus dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan
yang memberikan kekakuan dan fleksibilitas dari sistem fondasi. Untuk
bangunan yang mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, rumus
yang digunakan:
T = 2 π P
W
gKTP ...............................................................................(3.26)
dengan pengertian :
T = waktu getar dalam detik
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
WTP = berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah setengah berat dari pilar (kN)
Kp = kekakuan gabungan sebagai gaya horisontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (kN/m)
Besar gaya geser yang dapat ditimbulkan oleh percepatan gempa di
permukaan batuan, dapat dirumuskan sebagai berikut:
Besar gaya geser (Heq) = C I S WT ......................................................(3.27)
dengan pengertian:
C = Koefisien geser dasar elastis
I = Faktor kepentingan (Tabel 3.18)
S = Koefisien profil tanah)
WTP = berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah setengah berat dari pilar (kN)
44
Akibat gaya gempa minimbulkan pergeseran pada struktur, jarak pergeseran
yang terjadi disimbolkan dengan Δh.
Δh = 250 Kh (“T”)2 ........................................................................(3.28)
dimana:
Kh = C . S .................................................................................(3.28.a)
dengan pengertian:
Kh = Koefisien geser gempa arah memanjang atau melintang
Jembatan mempunyai waktu getar yang berbeda pada arah memanjang
dan melintang sehingga beban rencana statis ekuivalen yang berbeda harus
dihitung untuk masing-masing arah.
B. Kombinasi Pembebanan
Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan
tipe yang berbeda dari aksi yang bekerja secara bersamaan. Aksi rencana
ditentukan dari aksi nominal, yaitu dengan mengalikan aksi nominal dengan
faktor beban. Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang
sama, apakah itu biasa atau terkurangi. Disini keadaan paling berbahaya
(maksimum) harus dijadikan acuan dalam perencanaan pembebanan.
Kombinasi pembebanan didasarkan pada batas daya layan dan batas daya
ultimit. Batas daya layan adalah kemampuan material elemen struktur menahan
beban yang bekerja. Batas daya ultimit adalah kemampuan material elemen
45
struktur menahan beban dengan mengalikannya dengan faktor beban sehingga
tegangan pada meterial setara dengan tegangan leleh.
1. Kombinasi pada Keadaan Batas Daya Layan
Kombinasi pada keadaan batas daya layan primer terdiri dari jumlah pengaruh
aksi tetap dengan satu aksi transien. Pada keadaan batas daya layan, lebih dari satu
aksi transien bisa terjadi secara bersamaan, seperti diberikan dalam Tabel 3.20.
Tabel 3.20 Kombinasi beban untuk keadaan batas daya layan Kombinasi primer Aksi tetap + satu aksi transien (1),(2)
Kombinasi sekunder Kombinasi primer + 0,7 × (satu aksi transien lainnya)
Kombinasi tersier Kombinasi primer + 0,5 × (dua atau lebih aksi transien)
CATATAN 1 Beban lajur "D" yaitu TTD atau beban truk "T" yaitu TTT diperlukan untuk membangkitkan gaya rem TTB dan gaya sentrifugal TB TR pada jembatan. Tidak ada faktor pengurangan yang harus digunakan apabila TTBB atau TTR terjadi dalam kombinasi dengan TTD atau TTT sebagai kombinasi primer.
CATATAN 2 Gesekan pada perletakan TBF bisa terjadi bersamaan dengan pengaruh temperatur TET dan harus dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi beban.
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
2. Kombinasi pada Keadaan Batas Ultimit
Kombinasi pada keadaan batas ultimit terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap
dengan satu pengaruh transien. Gaya rem atau gaya sentrifugal bisa digabungkan
dengan pembebanan lajur "D" yaitu TTD atau pembebanan truk "T" yaitu TTT.
Gesekan pada perletakan TBF dan pengaruh temperatur TET bisa juga digabungkan.
Pada keadaan batas ultimit, tidak diadakan aksi transien lain untuk kombinasi
dengan aksi gempa. Kombinasi pembebanan pada batas daya layan dan batas
ultimit ditunjukkan pada Tabel 3.21.
46
Tabel 3.21 Kombinasi beban umum untuk keadaan batas daya kelayanan dan ultimit Kelayanan (2) Ultimit (3)
Aksi 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Lihat Catatan dalam peraturan
Aksi Permanen :
Berat sendiri
Beban mati tambahan
X X X X X X X X X X X X
( 4 )
Aksi Transien :
Beban lajur “D“ atau beban truk “T”
X
O
O
O
O
X
O
O
O
O
Gaya rem atau gaya sentrifugal X O O O O X O O O ( 5 )
Beban pejalan kaki X X
Gesekan perletakan O O X O O O O O O O O ( 6 ) ( 7 )
Pengaruh suhu O O X O O O O O O O O ( 6 )
Aliran / hanyutan / batang kayu dan hidrostatik / apung O O X O O O X O O ( 8 )
Beban angin O O X O O O X O
Aksi Khusus :
Gempa
X ( 9 )
Beban tumbukan ( 10 )
Pengaruh getaran X X ( 11 )
Beban pelaksanaan X X
“ X ” berarti beban yang selalu aktip
“ O ” berarti beban yang boleh dikombinasi dengan beban aktif, tunggal atau seperti ditunjukkan.
Salah satu (1) = semua beban “x” + beban “o”
atau (2) = (1) + 0,7 beban “o”
atau (3) = (1) + 0,5 beban “o” + 0,5 beban “o”
Tiap satu dari beban “o” pada tingkat kelayanan boleh ditinjau bersama dengan beban aktif U.L.S “x” untuk menghasilkan hasil terburuk
47
Lanjutan Tabel 3.21 CATATAN 1 Perencana harus bisa mengenali dan memperhitungkan tiap kombinasi beban yang tidak tercantum dalam tabel untuk mana jembatan-
jembatan tertentu mungkin menjadi kritis. Untuk masing-masing kombinasi beban, seluruh aksi yang wajar terjadi bersamaan sudah dimasukkan. Disamping itu perencana harus menghitung pengaruh pada kombinasi beban akibat tidak memasukkan salah satu aksi yang memberi kontribusi dengan catatan aksi tersebut secara wajar bisa diabaikan.
CATATAN 2 Dalam keadaan batas daya layan pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban daya layan penuh. Butir dengan tanda o dimasukkan dengan faktor beban daya layan yang sudah diturunkan harganya.
CATATAN 3 Dalam keadaan batas ultimit pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban ultimit penuh. Butir dengan tanda o dimasukkan dengan harga yang sudah diturunkan yang besarnya sama dengan beban daya layan.
CATATAN 4 Beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan. Kombinasi beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan harga rencana maksimum dan minimum untuk menentukan pengaruh yang paling berbahaya.
CATATAN 5 Tingkat keadaan batas dari gaya sentrifugal dan gaya rem tidak terjadi secara bersamaan untuk faktor beban ultimit terkurangi untuk beban lalu-lintas vertikal dalam kombinasi dengan gaya rem.
CATATAN 6 Pengaruh temperatur termasuk pengaruh perbedaan temperatur di dalam jembatan, dan pengaruh perubahan temperatur pada seluruh jembatan. Gesekan pada perletakan sangat erat kaitannya dengan pengaruh temperatur akan tetapi arah aksi dari gesekan pada perletakan akan berubah, tergantung kepada arah pergerakan dari perletakan atau dengan kata lain, apakah temperatur itu naik atau turun. Pengaruh temperatur tidak mungkin kritis pada keadaan batas ultimit kecuali bersamaan dengan aksi lainnya. Dengan demikian temperatur hanya ditinjau sebagai kontribusi pada tingkat daya layan.
CATATAN 7 Gesekan pada perletakan harus ditinjau bila sewaktu-waktu aski lainnya memberikan pengaruh yang cenderung menyebabkan gerakan arah horisontal pada perletakan tersebut.
CATATAN 8 Semua pengaruh dari air dapat dimasukkan bersama-sama
CATATAN 9 Pengaruh gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit.
CATATAN 10 Beban tumbukan mungkin merupakan beban daya layan atau beban ultimit.
CATATAN 11 Pengaruh getaran hanya digunakan dalam keadaan batas daya layan.
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
48
E. Konsep Baja Komposit
1. Hubungan tidak komposit
Struktur komposit merupakan suatu bentuk struktur yang terdiri dua
bahan atau lebih yang bekerja bersama-sama dalam menahan beban yang
bekerja.Bahan yang berbeda itu disatukan oleh suatu penghubung geser yang
disebut shear conector. Penghubung geser memberikan interaksi yang
diperlukan bagi slab beton dan baja untuk bekerja bersama-sama.
Untuk memahami konsep perilaku komposit, pertama-tama ditinjau
balok yang tidak komposit seperti Gambar 3.7 berikut ini :
Gambar 3.7 Struktur balok tidak komposit
Jika gesekan antara pelat baja dan beton diabaikan, maka pelat baja
dan beton masing-masing akan memikul momen secara terpisah. Permukaan
bawah beton mengalami perpanjangan akibat deformasi tarik, sedangkan
permukaan atas baja mengalami perpendekan akibat deformasi tekan.Apabila
lekatan beton terhadap pelat baja diabaikan, maka tidak ada gaya geser
horisontal yang bekerja pada bidang kontak tersebut. Diagram tegangan-
regangan yang bekerja pada struktur tidak komposit disajikan pada Gambar
3.8 berikut ini :
49
Gambar 3.8 Diagram regangan struktur balok tidak komposit
Dengan memperhatikan distribusi regangan yang terjadi, terlihat
bahwa pada kasus ini terdapat dua garis netral. Garis netral pertama terletak
pada titik berat pelat beton, dan garis netral kedua terletak pada titik berat
pelat baja.
2. Hubungan komposit sempurna
Apabila struktur bekerja komposit sempurna, maka slip antara beton
dengan pelat baja tidak akan terjadi. Konsep analisis penampang komposit
penuh didasarkan pada dua kondisi, yaitu kondisi elastis dan non elastis.
Kondisi elastis adalah kondisi dimana baik beton maupun pelat baja masih
berada dalam batas-batas elastis. Pada kondisi inelastis, pembahasan dibatasi
pada keadaan plastis. Beberapa batasan dalam analisis struktur komposit ini
diantaranya adalah :
a. Defleksi vertikal mempunyai nilai yang sama untuk kedua elemen, hal ini
berarti tidak ada gap antara beton dan pelat baja;
b. Penampang tetap rata baik sebelum maupun sesudah dibebani, deformasi
geser antara dua elemen diabaikan;
c. Jarak antar penghubung geser adalah sama
50
d. Friksi antara beton dan pelat baja tidak diperhitungkan. Gaya geser pada
bidang batas sepenuhnya diambil oleh penghubung.
Gambar 3.9 Struktur balok komposit
Gambar 3.10 Diagram regangan struktur balok komposit
Struktur baja komposit pada jembatan terdiri dari gelagar berupa baja
dan lantai jembatan (slab) berupa beton seperti pada Gambar 3.9. Faktor
penting dalam komposit adalah bahwa ikatan antara beton dan baja tetap tak
terpecahkan. Pada balok komposit hanya ada satu garis netral, ditunjukkan
Gambar 3.10. Serupa dengan perlakuan terhadap penampang T pada beton
bertulang, lebar ekuivalen digunakan sebagai ganti dari lebar aktual, sehingga
teori balok biasa bisa digunakan. Lebar ekuivalen lantai harus digunakan
untuk menghitung besaran penampang gelagar komposit pada keadaaan batas
layan dan ultimit. Bila lantai beton meliputi kedua sisi badan gelagar, lebar
ekuivalen lantai harus diambil sebagai nilai terkecil dari :
a. 1/5 x panjang bentang gelagar untuk bentang sederhana atau 1/7 panjang
bentang gelagar untuk bentang menerus
b. Jarak pusat-pusat antara badan gelagar
51
c. 1/12 x tebal minimum lantai
Bila lantai beton hanya ada pada satu sisi dari gelagar, lebar efektif lantai
harus diambil sebagai setengah dari nilai yang dihitung dalam butir a, b, c di
atas.
F. Analisis Gelagar Baja Komposit
1. Analisis Tampang Baja Komposit
Metode penampang tertransformasi adalah alternatif untuk menganalisis
tegangan lentur pada balok komposit. Metode ini terdiri atas transformasi
penampang suatu balok komposit menjadi penampang ekivalen balok imajiner
yang terdiri atas hanya satu bahan. Penampang baru ini disebut penampang
tertransformasi. Selanjutnya, balok imajiner dengan penampang
tertransformasi dianalisis dengan cara biasa untuk balok dengan satu bahan.
Sebagai langkah akhir tegangan di balok tertransformasi diubah menjadi
tegangan di balok semula.
Sumbu netral penampang diperoleh dari kondisi bahwa gaya aksial
resultan di penampang adalah nol, sesuai dengan persamaan :
∫ ∫ =+1 2
21 0ydAEydAE .........................................................................(3.29.a)
Di dalam persamaan ini, integralnya menunjukkan momen pertama dari kedua
bagian penampang terhadap sumbu netral. Sekarang digunakan notasi :
1
2
EEn = ................................................................................................(3.29.b)
52
Di mana n adalah rasio modular. Dengan menggunakan notasi ini Persamaan
3.29a menjadi :
∫ ∫ =+1 2
0dAynydA .................................................................................(3.29)
Dari Persamaan 3.29 dapat dibuat penampang baru yang terdiri atas dua
bagian : (1) area 1 dengan dimensi tak diubah, dan (2) area 2 dengan lebarnya
( yaitu dimensi sejajar sumbu netral) dikalikan dengan n. Penampang baru ini
(penampang tertransformasi) ditunjukkan dalam Gambar 3.11 untuk kasus di
mana E2>E1 (sehingga n>1).
Gambar 3.11 Metode penampang tertransformasi
Momen inersia dari balok tertransformasi ini dapat dicari dengan cara yang
sama, yaitu :
21
2121 I
EEInIIIT +=+= ……………………………………………(3.30)
Selanjutnya, balok imajiner dengan penampang tertransformasi dianalisis
dengan cara biasa seperti balok satu bahan dengan menggunakan dimensi dan
momen inersia yang sudah ditransformasi.
53
2. Analisis Tegangan lentur
Analisis untuk momen lentur memanjang dan gaya geser serta reaksi
yang berkaitan, harus dihitung dengan menggunakan momen inersia
transformasi dari penampang komposit dengan menganggap:
a. Beton tidak retak dalam daerah momen positif maupun negatif.
b. Lantai beton mempunyai lebar efektif yang ditentukan seperti di atas
c. Beton telah mencapai kekuatan minimal 0,5 fc’ sebelum beban bekerja.
Suatu balok umumnya akan mentransfer beban vertikal sehingga
kemudian akan terjadi lenturan. Bagian atas dari garis netral tertekan dan
bagian bawah garis netral tertarik, sehingga pada bagian atas garis netral
terjadi perpendekan dan di bawah garis netral terjadi perpanjangan seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.9.
Menurut ilmu tegangan (strength of material), tegangan yang timbul di
titik yang berjarak z terhadap garis netral adalah :
σz = I
zM . ...........................................................................................(3.31)
dimana I = momen inersia terhadap garis netral
Apabila penampang simetri tetapi beban tidak pada sumbu simetri melainkan
bersudut α terhadap sumbu simetri seperti Gambar 3.12 maka besarnya
tegangan merupakan pengaruh arah x dan y.
Suatu penampang balok terlentur seperti Gambar 3.12, dibebani P bersudut α
terhadap sumbu y. Misalkan akan dicari tegangan di titik A maka P diurai ke
sumbu x dan y menjadi Px dan Py.
54
Gambar 3.12 Penampang simetri dengan P bersudut α
Karena Py timbul σ1 = yI
M
x
x ......................................................(3.32.a)
Karena Px timbul σ2 = xI
M
y
y ......................................................(3.32.b)
σA = σ1 + σ2 = yI
M
x
x + xI
M
y
y ......................................................(3.32)
Tegangan yang terbesar pada jarak z ialah yang terjauh dari garis netral. Untuk
keperluan perencanaan tegangan maksimum yang terjadi dibatasi oleh
tegangan ijinnya, sehingga :
σmax = I
zM . ≤ σb atau σmax = WM ≤ σb ...................................(3.33.a)
σmax = yI
M
x
x + xI
M
y
y ≤ σb ...........................................................(3.33)
3. Analisis Tegangan Geser
Apabila suatu balok dengan profil sayap (flens) mengalami gaya geser
dan momen lentur, maka tegangan normal dan geser akan terjadi di potongan
melintangnya.
55
Gambar 3.13 Diagram geser pada penampang profil I
Tegangan geser di flens suatu balok dapat bekerja pada arah horisontal dan
vertikal, tetapi tegangan arah horisontal jauh lebih besar dibanding arah
vertikalnya. Tegangan geser di badan balok flens lebar bekerja hanya di arah
vertikal, dengan tegangan terbesar terjadi di sumbu netral. Tegangan geser
diasumsikan bekerja sejajar sumbu y dan terdistribusi rata di seluruh tebal
badan seperti Gambar 3.13. Oleh karena itu rumus geser seperti pada balok
persegi masih berlaku, yaitu :
τ = IbQV ..............................................................................................(3.34)
Namun lebar b sekarang adalah tebal badan t, dan luas yang digunakan dalam
menghitung momen pertama Q adalah garis ef dan tepi atas penampang
(daerah yang diarsir) seperti yang ditunjukkan Gambar3.13. Selanjutnya
membagi daerah tersebut menjadi dua persegi panjang. Persegi panjang
pertama adalah flens itu sendiri, yang mempunyai luas
A1 = ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
221hhb ...................................................................................(3.35.a)
56
Persegi panjang kedua adalah bagian dari badan antara ef dan flens, yaitu
persegi panjang efcb, yang mempunyai luas
A2 = ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ − 1
1
2yht ...................................................................................(3.35.b)
Dimana t adalah tebal badan dan y1 adalah jarak dari sumbu netral k level ef.
Momen pertama Q dapat dicari dengan rumus :
Q = .........................................................................................(3.35.c) ii Ay∑
Q = ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
++⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
+22/
22/2/
211
1211
1yhyAhhhA ...................................(3.35)
Dengan memasukkan A1 dan A2 Persamaan 3.35 menjadi :
Q = ( ) ( 21
21
21
2 488
yhthhb−+− ) ............................................................(3.36)
Dengan demikian, tegangan geser τ di badan balok pada jarak y1 dari sumbu
netral adalah :
τ = ( )( 21
21
21
2 4(8
yhthhb )It
VIbQV
−+−= .............................................(3.37)
di mana momen inersia penampang adalah :
I = )(121
12)(
123
13
13
31
3
thbhbhhtbbh+−=
−− ......................................(3.38)
4. Analisis Torsi
Balok I pada Gambar 3.14 menerima momen torsi Mz (T), maka sayap
yang tertekan membengkok dengan arah lateral sedangkan sayap yang tertarik
membengkok ke dalam arah yang berlawanan. Kejadian ini disebut warping.
57
Pada Gambar 3.14 di mana balok ditahan terhadap puntir (twisting) pada
ujung-ujung perletakannya, tetapi sayap bagian atas melendut dengan arah
lateral sebesar uf. Ini merupakan lateral flange bending. Lenturan ini
menyebabkan tegangan-tegangan normal melintang lebar sayap maupun
tegangan-tegangan geser.
Gambar 3.14 Balok I yang mengalami torsi dan warping
Jadi puntir (torsion) dapat digambarkan sebagai gabungan dari dua bagian :
1) Rotasi dari elemen, sebagai bagian torsi murni,
2) Translasi yang menghasilkan lateral bending, sebagai bagian warping.
Sehingga torsi yang bekerja dapat ditulis sebagai berikut :
Ttot = T1 + T2 ..........................................................................................(3.39)
Ttot = zd
dIEdzdKG w 3
3φφ− .....................................................................(3.39.a)
dengan:
Iw ≈ yIh4
2
.......................................................................................(3.39.b)
Ttot = torsi yang bekerja T1 = komponen torsi yang mengakibatkan geser (torsi murni) T2 = komponen yang mengakibatkan warping G = modulus elastisitas geser = E/2(1+μ) Μ = Poisson’s ratio K = konstanta torsi
58
E = elastisitas bahan If = momen inersia sayap terhadap sumbu y Iw = momen inersia badan terhadap sumbu y
5. Analisis lendutan
Pada balok terlentur, selain tegangannya, juga lendutannya dibatasi
oleh lendutan ijin (lendutan maksimum yang diijinkan). Pembatasan pada
balok ini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
i. Kenyamanan pemakai
ii. Keselamatan
iii. Keindahan
iv. Psikologis
v. Perlindungan pada bagian bangunan lain dengan sifat bahan yang cukup
kenyal
vi. Memberi dukungan yang cukup, hingga suatu alat yang dipasang pada
elemen struktur tersebut dapat bekerja dengan baik
Lendutan dapat dihitung dengan menggunakan teori elastis dengan
menganggap interaksi penuh antara beton dan gelagar baja dan mengabaikan
beton yang tertarik.
Adapun besarnya lendutan :
f = EILP
EILq
.48.
.384..5 34
+ ........................................................................(3.40)
dengan :
L = panjang bentang q = beban merata pada balok P = beban terpusat pada balok E = modulus elastisitas bahan I = momen inersia bahan
59
G. Analisis Sambungan
Pada konstruksi baja dipakai beberapa macam alat sambung, yaitu :
i. Paku keling
ii. Baut
iii. Las
Baut sekrup lebih mahal daripada paku keling. Tetapi baut mempunyai
banyak keuntungan antara lain mudah pemasangannya sehingga ongkos
pemasangannya lebih murah dibandingkan dengan ongkos pemasangan paku
keling. Pada pemasangan paku keling dibutuhkan tenaga yang ahli dalam
pemasangan paku keling dan dalam jumlah banyak, karena pemasangan paku
keling memakan waktu jauh lebih lama dibanding pemasangan baut. Selain itu
sambungan baut mudah diganti dan mudah dilepas sehingga dapat
dipindahkan.
a. Sambungan dengan baut
Ada 2 macam sambungan, yaitu sambungan beririsan satu dan sambungan
beririsan kembar (ganda).
1) Sambungan beririsan satu
Gambar 3.15 Sambungan beririsan satu
Sambungan beririsan satu mempunyai satu bidang geser
Biasanya δ1 = δ2, bila δ1 ≠ δ2, maka diambil δ yang terkecil
60
2) Sambungan beririsan kembar (ganda)
Gambar 3.16 Sambungan beririsan kembar
Sambunagn beririsan kembar mempunyai dua bidang geser
Biasanya δ2 < 2δ1, diambil harga yang terkecil
b. Kemampuan sambungan baut
Kemampuan alat penyambung didasarkan pada kapasitas terhadap
keruntuhan geser dan keruntuhan tumpu.
1) Sambungan irisan tunggal
P = τπ 2
41 d .............................................................................(3.41)
P = tudσδ ...............................................................................(3.42)
Diambil harga yang terkecil
δ diambil yang terkecil dari δ1 dan δ2
τ = 0,6 σ
σtu = 1,5 σ untuk s1 ≥ 2d
σtu = 1,2 σ untuk 1,5d ≤ s1 < 2d
s1 adalah jarak baut yang terakhir terhadap ujung batang
2) Sambungan irisan kembar
P = τπ 2
21 d ..............................................................................(3.43)
P = tudσδ ................................................................................(3.44)
61
Diambil harga yang terkecil
δ diambil yang terkecil dari δ1 dan δ2
τ = 0,6 σ
σtu = 1,5 σ untuk s1 ≥ 2d
σtu = 1,2 σ untuk 1,5d ≤ s1 < 2d
c. Sambungan gelagar I yang terlentur
Gaya lintang pada gelagar I di tempat sambungan diterima oleh pelat
penyambung badan yang telah diperlemah oleh lubang-lubang baut.
Akibat momen luar pada baut maka timbul gaya-gaya reaksi tegak lurus
garis penghubung baut dengan pusat berat z (z = pusat berat kelompok
paku/baut). Besarnya gaya reaksi sebanding dengan jaraknya terhadap
pusat berat z. Karena dipakai baut yang ukurannya sama maka yang
ditinjau cukup yang paling berbahaya, yaitu baut yang terjauh dari z.
Dipakai momen kelembaman polar dengan z sebagai sumbu kutub.
Ip = Ix + Iy .......................................................................................(3.45.a)
Di mana dan ∑= 2.yFI x ∑= 2.xFIy ............................................(3.45.b)
Dipakai ukuran baut yang sama besar sehingga semua mempunyai luas
tampang yang sama, yaitu sebesar F, maka :
( )∑ += 22 yxFI p .............................................................................(3.45)
Besarnya tegangan yang terjadi sesuai persamaan berikut ini :
pIhM
=σ .............................................................................................(3.46)
62
Gaya P yang melalui pusat berat dipikul sama rata oleh kelompok baut.
Besarnya gaya vertikal yang dipikul baut adalah :
nPNV = ( n = banyaknya baut) ................................................(3.47)
Akibat momen dapat dicari besarnya gaya horisontal dan vertikal yang
ditahan baut. Besarnya NH dan NV dapat dicari dengan persamaan berikut
ini :
FxN σ= .........................................................................................(3.48)
( )∑ += 22 yx
MN y
H ............................................................................(3.49)
( )∑ += 22 yx
MN x
V .............................................................................(3.40)
Dengan demikian total gaya vertikal yang ditahan baut akibat P dan M
adalah :
( ) nP
yxM
N xVtotal +
+=∑ 22 .................................................................(3.41)
Besarnya gaya vertikal maksimum yang ditahan baut akibat P dan M
adalah :
22max VtotalH NNN += ≤ daya dukung baut yang diijinkan ................(3.42)
H. Analisis Batang Tekan
Batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin
stabilitasnya (tidak ada bahaya tekuk). Hal ini sesuai persamaan :
63
ω AN ≤ σ ............................................................................................(3.43)
dimana :
N = gaya tekan pada batang
A = luas penampang batang
σ = tegangan dasar (tegangan ijin)
ω = faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan (λ) dan jenis bajanya
Kelangsingan batang tekan (λ) tergantung dari jari-jari kelembamam (i)
dan panjang tekuk (Lk).
i : karena batang mempunyai 2 jari-jari kelembamam, umumnya akan
terdapat 2 harga λ dan yang menentukan ialah harga λ terbesar ( atau
dengan i yang terkecil)
Lk : panjang tekuk ini juga tergantung pada keadaan ujung-ujungnya,
apakah sendi, jepit, bebas, dan sebagainya.
Harga λ dapat ditentukan dengan persamaan :
λ = iLk dimana i =
FI ......................................................................(3.44.a)
λ g = π l
Eσ7,0
......................................................................................(3.44.b)
λ s =gλλ ...................................................................................................(3.44)
untuk λ s ≤ 0,163 → ω = 1
0,183 < λ s < 1 → ω = sλ−593,1
41,1
λ s ≥ 1 → ω = 2,281 λ s
64
I. Analisis Perletakan ( Bearings )
Sebelum beban struktur atas jembatan diteruskan ke pondasi melalui
pilar, beban terlebih dahulu diterima oleh pelat elastomer pada perletakan
yang berada di ujung pilar.
Luas pelat elastomer dapat dicari dari persamaan sebagai berikut :
F = L B σd .................................................................................................(3.45)
Di mana :
F = beban pada perletakan
L = panjang pelat elastomer
B = lebar pelat elastomer
σd = tegangan tekan ijin dari pilar
Pada perletakan terjadi gaya vertikal F dan momen M serta gaya
horisontal H. Gaya horisontal ini ditahan oleh geseran antara pelat elastomer
dan permukaan pilar, sehingga pada pelat elastomer hanya bekerja gaya F dan
M, dan ditulis :
σmax = AP ±
WM ............................................................................(3.46.a)
Momen M bekerja searah dengan panjang h, maka :
W = 2
61 hb ...........................................................................................(3.46.b)
Sehingga persamaan berubah menjadi :
σ = hb
F.
± 2
6bh
M .......................................................................................(3.46)
65
Harga σmax ini terdapat di ujung-ujung h, dan harga σmax ini tekan (+) dapat
pula tarik (-).
Gambar 3.17 Diagram tegangan pada pelat perletakan
σmax = 2
6hbM
hbF
±
hbF = σ1 2
6hbM = σ2 .....................................................................(3.47.a)
σmax = σ1 + σ2 .................................................................................(3.47)
σmin = σ1 - σ2 .................................................................................(3.48)
Keadaan Gambar 3.17 (a) :
2
6hbM
hbF
> ……………………………………………………................(3.49)
Berarti semua tegangan di bawah bidang pelat elastomer adalah tekan.
Keadaan Gambar 3.17 (b) :
2
6hbM
hbF
= …………………………………………………….................(3.50)
66
Berarti semua tegangan di bawah bidang pelat elastomer masih tekan semua
(di ujung kiri σmin = 0)
Keadaan Gambar 3.17 (c) :
2
6hbM
hbF
< ……………………………………………………….............(3.51)
Berarti ada tegangan tarik (-) dan tegangan tekan (+),σmin = tarik, σmax = tekan
Pada keadaan (a) dab (b) teoritis tidak perlu angker kecuali bila H tidak dapat
ditahan seluruhnya oleh gesekan antara pelat elastomer dan permukaan pilar.
Meskipun demikian secara praktis diberi 2 angker. Pada keadaan (c) mutlak
perlu angker untuk menahan tarikan.
J. Perbaikan Struktur Atas Jembatan
Perbaikan dan perkuatan struktur atau elemen struktur diperlukan
apabila terjadi kerusakan yang menyebabkan degradasi pada kekuatan, kekakuan,
stabilitas dan integritas serta ketahanan terhadap kondisi lingkungan.
Perbaikan pada struktur baja telah lama dikembangkan baik yang berupa
repairing maupun strengthening. Pemilihan metode perbaikan dipengaruhi oleh
jenis dan tingkat kerusakan, tujuan perbaikan, komponen struktur yang diperbaiki,
ketersediaan bahan, kemampuan pelaksana (peralatan dan tenaga), biaya, waktu
serta ruang yang tersedia (Triwiyono, 2005).
Setelah diketahui jenis dan penyebab kerusakan yang secara singkat telah
diuraikan di atas dan jembatan dapat diperbaiki atau diperkuat, maka langkah
67
selanjutnya adalah pemilihan metode perbaikan untuk masing-masing elemen
struktur. Hal tersebut ditunjukkan dengan Gambar 3.18.
Gambar 3.18 Alur penentuan metode perbaikan
Ada beberapa metode yang dapat diterapkan untuk perbaikan gelagar baja
pada jembatan, yaitu :
a. Perkuatan dengan memperbesar penampang
Perkuatan dengan memperbesar penampang pada struktur baja dapat
dilakukan dengan menambah pelat maupun profil, seperti pada Gambar 3.19
dan Gambar 3.20.
Graut
Tendon pratekan
Gambar 3.19 Perkuatan dengan memperbesar penampang bawah dengan pelat baja tambahan pada gelagar baja
68
Tiang batang atau baja tulangan
Hubungan las langsung
Gambar 3.20 Perkuatan dengan penambahan batang baja pada gelagar baja
b. Pendistribusian beban dengan balok melintang atau diafragma
Perkuatan dengan pendistribusian beban menggunakan balok melintang/
diafragma dilakukan untuk struktur jembatan yang terdiri dari gelagar yang
banyak. Perkuatan ini seperti ditunjukkan pada Gambar 3.21 dan Gambar
3.22.
Gambar 3.21 Perkuatan dengan pemasangan balok melintang
Sekrup pengencang
Batang transversal baja
Gambar 3.22 Perkuatan dengan pemasangan diafragma
c. Penambahan Elemen Struktur
Perkuatan dengan penambahan elemen struktur dilakukan untuk struktur
jembatan yang terdiri dari multi gelagar seperti pada Gambar 3.23. Dengan
penambahan gelagar akan terjadi perubahan gaya-gaya dalam pada gelagar.
69
Elemen gelagar tambahan ditempatkan diantara gelagar yang mendapatkan
beban berlebih.
Tambahan gelagar yang dibuat dari sistem rangka
Gambar 3.23 Perkuatan dengan menambah elemen struktur gelagar
d. Prategang Eksternal (PE)
Elemen utama pada jenis perkuatan ini adalah kabel baja prategang, angker
dan deviator. Perkuatan dengan PE menyederhanakan penerapan beban aksial
yang dikombinasikan dengan gaya angkat untuk meningkatkan kapasitas
lentur dan geser dari struktur balok atau komponen. Perkuatan dengan
prategang eksternal dapat dilihat pada Gambar 3.24.
TAMPAK BELAKANG TAMPAK SAMPING
Tiang sadel
Tendon tarik
Angkeryang dilas
Slot di bagian sayap
Gambar 3.24 Perkuatan prategang eksternal pada gelagar baja
e. Steel Plate Bonding
Pada dasarnya perkuatan dengan steel plate bonding merupakan perkuatan
dengan melakukan penambahan pelat baja yang dikompositkan dengan baja
menggunakan baut/angker. Perkuatan dengan steel plate bonding dapat
70
digunakan untuk perkuatan lentur maupun geser. Perkuatan ini ditunjukkan
dengan Gambar 3.25.
Gambar 3.25 Perkuatan dengan steel plate bonding pada gelagar
f. Lembaran Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP)
Pada dasarnya perkuatan dengan Lembaran Carbon Fiber Reinforced Polymer
(CFRP) sama dengan metode steel plate bonding yang merupakan perkuatan
dengan melakukan penambahan tulangan berupa serat karbon yang
dikompositkan dengan beton dengan menggunakan bahan perekat epoksi resin
(lihat Gambar 3.26). Perkuatan dengan Lembaran CFRP dapat digunakan
untuk perkuatan lentur maupun geser
Gambar 3.26 Perkuatan dengan lembaran CFRP
g. Perubahan sistem struktur
Metode perkuatan ini merupakan metode perkuatan yang relatif tanpa
melakukan penambahan struktur perkuatan, akan tetapi metode ini adalah
71
dengan cara merubah sistem struktur yang ada, sebagai contoh adalah sebagai
berikut :
1. Merubah sistem struktur gelagar yang minimal 2 bentang dengan
sistem simple beam menjadi menerus (lihat Gambar 3.27).
2. Merubah sistem struktur dengan cara menambah sistem struktur baru.
Metode perkuatan ini dilakukan dengan cara menambah sistem
struktur baru seperti sistem kabel, pelengkung dan rangka. (lihat
Gambar 3.28)
kabel di bagian balok kepala
kabel pada bagian momen di tengah b
balok pracetak kolom
Gambar 3.27 Perubahan sistem struktur menjadi menerus
Gambar 3.28 Merubah sistem struktur dengan menambah sistem struktur baru berupa jembatan rangka batang baru
72
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Jembatan Keduang yang terletak pada ruas
Jalan Nasional yang menghubungkan antara Ngadirojo-Giriwoyo-Pacitan. Denah
lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini :
Lokasi Jembatan Keduang
Gambar 4.1 Lokasi Penelitian
B. Peralatan Penelitian
Peralatan-peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
a. Theodolite
Alat ini digunakan untuk mengukur lokasi dan dimensi jembatan, penampang
sungai dan panjang sungai
72
73
b. Waterpass
Alat ini digunakan untuk mengukur deformasi struktur jembatan
c. Meteran
Alat ini digunakan untuk mengukur dimensi bagian jembatan yang sifatnya
detil dan tidak diukur dengan theodolite, misalnya dimensi kepala pilar
jembatan
d. Kamera digital
Alat ini digunakan untuk mengambil gambar kondisi kerusakan yang terjadi
pada jembatan
C. Peraturan yang Digunakan
Peraturan yang digunakan untuk analisis data pada penelitian ini adalah :
a. Standar Perencanaan Struktur Baja Untuk Jembatan, sesuai RSNI 2004,
b. Standar Pembebanan Untuk Jembatan, sesuai RSNI T-02-2005,
c. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Jembatan, sesuai RSNI 2004,
d. Managemen Jembatan sesuai dengan Interrurban Bridge Management System
(IBMS) 1993,
e. Standar Metode Perhitungan Debit Banjir, sesuai SK SNI M-18-1989-F.
D. Langkah-Langkah Penelitian
Guna mempermudah proses penelitian maka penelitian ini dibagi dalam
beberapa tahapan, yaitu: 1) tahap persiapan; 2) tahap pengumpulan data; 3)
74
tahapan penilaian kondisi jembatan; 4) tahapan analisis struktur atas Jembatan
Keduang; 5) pembuatan konsep alternatif perbaikan; 6) tahapan pembahasan.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Meliputi kegiatan perumusan masalah, pengkajian teori dan persiapan
peralatan-peralatan pengukuran yang dibutuhkan di lapangan
2. Tahap Pengumpulan Data
Dalam tahapan ini meliputi kegiatan pengambilan data baik data primer
maupun data sekunder.
a. Data primer,
Data primer diperoleh dari survey langsung di lokasi baik berupa
data visual dan pengukuran di lapangan terhadap kondisi Jembatan
Keduang.
b. Data sekunder,
Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait seperti Dinas Bina
Marga Provinsi Jawa Tengah, Balai Pelaksana Teknis Bina Marga
Wilayah Surakarta dan dari Balai Besar Bangawan Solo. Data tersebut
antara lain :
1) peta lokasi jembatan,
2) gambar rencana (shop drawing) Jembatan Keduang,
3) data desain Jembatan Keduang,
4) laporan data inventarisasi kerusakan Jembatan Keduang pascabanjir
tanggal 26 Desember 2007,
75
5) laporan pemeriksaan detail dari Dinas Bina Marga Provinsi Jawa
Tengah,
6) data curah hujan selama 18 tahun terakhir.
3. Penilaian Kondisi
Pada tahapan ini dilakukan penilaian kondisi jembatan secara visual
sesuai dengan moteode BMS.
4. Tahap Analisis Struktur Atas Jembatan
Pada tahapan ini data yang telah diperoleh dianalisis, diolah sesuai
dengan teori dan data yang diperoleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Analisis data yang dilakukan adalah:
a. Analisis Pembebanan Jembatan
Analisis pembebanan yang dilakukan antara lain :
1) menghitung besarnya semua beban yang mungkin terjadi pada
jembatan, yaitu beban akibat aksi tetap, aksi transien dan aksi khusus,
2) Menghitung kombinasi pembebanan menurut batas daya layan dan
batas ultimit sehingga dapat diketahui nilai maksimumnya termasuk
besarnya gaya momen dan gaya lintangnya. Nilai inilah yang
digunakan sebagai dasar perhitungan analisis struktur atas jembatan
(gelagar, lateral bracing, dan bearings)
b. Analisis Kapasitas Struktur Atas Jembatan
Bagian struktur atas jembatan yang dihitung kapasitasnya hanya
dilakukan pada elemen-elemen yang mengalami kerusakan. Adapun
analisis yang dilakukan antara lain :
76
1) Analisis kapasitas gelagar jembatan, meliputi analisis tegangan lentur,
tegangan geser, lendutan dan torsi.
2) Analisis kapasitas lateral bracing, berupa analisis tegangan karena
tekuk.
3) Analisis kapasitas perletakan (bearings), meliputi analisis tegangan,
kontrol kekuatan bautnya.
4) Analisis sambungan gelagar utama, berupa perhitungan kekuatan baut.
Hasil perhitungan kapasitas tersebut kemudian dibandingkan dengan
nilai yang diijinkan, sehingga dapat ditentukan elemen tersebut masih
aman atau tidak apabila bekerja beban maksimum. Apabila kapasitas yang
ada lebih kecil dari yang diijinkan berarti elemen tersebut tidak aman atau
sebaliknya.
5. Pembuatan Konsep Alternatif Perbaikan dan Perkuatan Struktur Atas
Jembatan
Berdasarkan hasil analisis kapasitas struktur atas Jembatan Keduang
yang telah dilakukan sebelumnya kemudian disusun konsep penanganan yang
dihitung berdasarkan kapasitas minimum yang diperlukan untuk menahan
beban yang bekerja.
6. Tahap Pembahasan
Pada tahapan ini dilakukan pembahasan terhadap data dan hasil
perhitungan yang ada untuk kemudian dirumuskan dalam sebuah kesimpulan .
77
E. Bagan Alir Penelitian
Untuk memperjelas alur kegiatan dalam penelitian ini dibuat bagan alir
penelitian seperti terlihat pada Gambar 4.2.
78
INPUT PROSES OUTPUT
``
`
`
Mulai
Identifikasi masalah
Survey dan pengukuran lapangan, dengan alat :
- theodolite - waterpass
Penilaian kondisi Berdasarkan BMS
Analisis pembebanan : - Aksi tetap - Aksi transien - Aksi khusus
Analisis kapasitas struktur : - Gelagar - Lateral bracing - Perletakan
Membandingkan kapasitas eksisting dengan kapasitas ijin
Konsep alternatif perbaikan
Kesimpulan dan saran
Selesai
Aman atau tidak
1. Data kerusakan secara visual 2. Dokumentasi dan sketsa
kerusakan 3. Detil kondisi struktur jembatan :
- Deformasi struktur atas - Kemiringan struktur atas - Penampang sungai
1. Besar beban - PMS -TBF - PMA - TET - TTD - TEW - TTB - TEF - TTP - TEQ
2. Kombinasi beban maksimum V, M
1. Gelagar : σmaks,τmaks, fmaks, Tmaks,
Pbaut flens + web 2. Lateral bracing : σmaks
3. Perletakan : σmaks, Pbaut angker
Dokumen : 1. peta lokasi jembatan, 2. gambar rencana (shop
drawing) Jembatan Keduang, 3. data desain Jembatan
Keduang, 4. laporan data inventarisasi
kerusakan Jembatan Keduang pascabanjir 26 Desember 2007,
5. laporan pemeriksaan struktural dari Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah,
6. IBMS 1993
Dokumen : 1. Standar Perencanaan
Struktur Baja Untuk Jembatan, sesuai RSNI 2004,
2. Standar Pembebanan Untuk Jembatan, sesuai RSNI T-02-2005,
3. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Jembatan, sesuai RSNI 2004
4. Tata cara Perhitungan banjir rencana
5. SK SNI M-18-1989-F 6. Data hujan tahun 1997-
2007
Tidak
Ya
Indek kerusakan
Gambar 4.2 Flowchart tahapan penelitian
79
BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Jembatan Keduang terletak pada ruas Jalan Wonogiri-Pacitan dan
melintasi Sungai Keduang yang bermuara di Waduk Gajah Mungkur. Jembatan
Keduang merupakan salah satu jembatan yang mengalami kerusakan akibat banjir
yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2007. Mengingat pentingnya peran
Jembatan Keduang sebagai rute penghubung Wonogiri-Pacitan maka diperlukan
penanganan segera supaya kondisinya aman untuk difungsikan.
1. Data teknis Jembatan Keduang adalah sebagai berikut :
a. Letak Jembatan :
Nama : Jembatan Keduang
Lokasi : Ruas Jalan Wonogiri-Pacitan
No. Jembatan : 24.109.006.0
b. Bangunan atas (Super Structure)
Tipe gelagar : Gelagar baja komposit tipe GBJ
Sistem : Simple beam
Pelat lantai : Beton bertulang
Jumlah bentang : 3 bentang
Panjang bentang : 92,2 m (BMS)
Jumlah jalur/lajur : 1 jalur / 2 lajur
79
80
Jumlah gelagar : 3 gelagar / bentang
Jumlah diafragma : 4 diafragma / bentang
c. Bangunan bawah (Sustructure)
Kepala jembatan : beton bertulang
Jumlah pilar : 2 pilar dari beton bertulang
Abutment : dinding penuh
2. Spesifikasi Material Jembatan:
a. Beton:
i) Berat jenis cγ = 2.400 kg/m3
ii) Kuat tekan rerata 'fc = 430,5 kg/cm2 = 43,05 MPa (sumber hasil
pemeriksaan Balai Teknis Jalan dan
Jembatan Provinsi Jawa Tengah)
iii) Kuat tekan analisis = 'fc -(1,64 x S)
= 43,05 – (1,64 x 3,1)
= 37,96 MPa
iv) Modulus Elastisitas, Ec = '700.4 fc = 28.96 Mpa
b. Baja struktural
i) Tegangan lentur ijin, σb = 1900 kg/cm2 = 190 MPa
ii) Tegangan geser ijin, τijin = 1100 kg/cm2 = 110 MPa
iii) Modulus Elastisitas, Es = 2,1 x 105 MPa
c. Baja tulangan
i) Tegangan lentur, σ = 1200 kg/cm2 = 120 MPa
81
ii) Tegangan geser, τ = 500 kg/cm2 = 50 MPa
iii) Tegangan leleh, fy = 23 σ = 180 MPa
d. Aspal:
i) Berat jenis = 2.200 kg/cm3
Gambar 5.1 Denah dan penampang memanjang Jembatan Keduang
B. Hasil Pengukuran dan Pengujian Lapangan
Pengukuran dan pengujian lapangan terhadap struktur Jembatan Keduang
bertujuan untuk mengetahui mutu beton dan kondisi eksisting jembatan, terutama
bangunan atas.
82
1. Mutu Beton
Data mutu beton yang digunakan pada penelitian ini merupakan data
sekunder hasil pemeriksaan dari Balai Jembatan dan Bangunan Pelengkap
Jalan, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang PU, Provinsi Jawa
Tengah. Pemeriksaan mutu beton dilakukan dengan menggunakan Hammer
Test. Hasil pemeriksaan kuat tekan rata-rata beton pada jembatan adalah 430,5
kg/cm2 dengan standar deviasi sebesar 3,1. Hasil pengujian Hammer Test
dapat dilihat pada Lampiran D-1.
2. Kondisi Bangunan
Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap Jembatan Keduang, dengan
menggunakan alat ukur Theodolite dan Waterpass, diperoleh data vertikalitas
bangunan. Pada arah sumbu x-x, terjadi pergerakan (α) sebesar 1o (16 cm)
terhadap sumbu vertikal pada pilar 1 dan pilar P2. Sedangkan pada sumbu y-y
tidak terjadi pergerakan baik pada pilar P1 maupun pada pilar P2. Hasil
pengukuran kondisi jembatan dapat dilihat pada Lampiran D-2.
C. Analisis Penyebab Kerusakan
Berdasarkan kondisi kerusakan yang ada, menunjukkan kerusakan yang
terjadi diakibatkan oleh muka air banjir hingga setinggi gelagar jembatan, dan air
menekan bagian dari bangunan atas ke arah hilir. Tekanan tersebut mengakibatkan
beban arah horisontal pada bangunan atas jembatan dan memberikan momen
tambahan pada bangunan bawah dan pondasi sehingga terjadi pergerakan pada
83
bangunan atas dan bawah ke arah hilir. Kondisi ini dapat diilustrasikan seperti
pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Proses terjadinya kerusakan pada Jembatan Keduang
D. Penilaian Kondisi Jembatan
Pemeriksaan sesuai standar BMS dilakukan dengan memeriksa semua
komponen struktur jembatan secara visual. Dari hasil pemeriksaan tersebut
kemudian dianalisis penyebab kerusakannya lalu ditindaklanjuti dengan
pemeriksaan khusus untuk memeriksa secara detail penyebab kerusakan sehingga
dapat diketahui cara penanganannya yang tepat.
Hasil penilaian untuk setiap level dapat dilihat pada Tabel 5.1, Tabel 5.2
dan Tabel 5.3. Sedangkan hasil lengkap penilaian BMS dapat dilihat pada
Lampiran C.
84
Tabel 5.1. Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 5 dan level 4-3
A/P/B X Y Z S R K F P NK S R K F P NK
4,212 Aliran air utama 501 endapan/lumpur berlebih P1 1 1 0 0 1 3 1 1 0 0 1 3P2 1 1 0 0 1 3 1 1 0 0 1 3
4,224Dinding penahan tanah 103 pas. batu runtuh A1 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4
A2 1 0 0 1 1 3 1 0 0 1 1 3
4,313Pondasi langsung 551 Pondasi mengalami penurunan P1 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4
P2 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4
4,323 Kepala jemb/dinding
551 mortal perletakan retak A1 1 1 0 0 0 2 1 1 0 0 0 2
A2 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4
4,322 Pilar kolom 511 Pilar mengalami pergerakan (miring)
P1 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4
P2 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4
4,411 Gelagar 511 Gelagar bergerak/bergeser B1 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4B2 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4
B3 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4
4,415Perkuatan ikatan angin 303 deformasi akibat beban berlebih B1 5 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3
9 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 312 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 313 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 316 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3
B2 3 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 35 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3
11 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3B3 4 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3
9 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 312 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 316 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3
4,601 Expansion joint 801 sambungan saling tindih akibat geser
B1 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3
B2 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3B3 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3
4,611 Perletakan baja 304 rusak/retak A2 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4
4,622 Sandaran horisontal
305 rusak akibat tertabrak B1 1 0 0 1 0 2 1 0 0 1 0 2
Bangunan atas
Lokasi
Aliran sungai/timbunan
Bangunan bawah
Level 5 Level 3 - 4
Kode Uraian Kode UraianNilai Kondisi Nilai Kondisi
Elemen yang rusak Kerusakan
(Sumber : Hasil pengamatan)
Tabel 5.2. Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 2
Kode Elemen S R K F P NK
2.200 Aliran Sungai / Timbunan 1 0 1 0 1 3
2.300 Bangunan Bawah 1 1 1 0 1 4
2.400 Bangunan Atas 1 1 1 0 1 4
LEVEL 2 Nilai Kondisi
(Sumber : Hasil perhitungan)
85
Tabel 5.3. Nilai kondisi Jembatan Keduang level 1
Kode Elemen S R K F P NK
1.000 Jembatan 1 1 1 0 1 4
LEVEL 1 Nilai Kondisi
(Sumber : Hasil perhitungan)
Hasil penilaian kerusakan Jembatan Keduang dengan metode BMS
diperoleh nilai kondisi 4 (Kritis atau Runtuh). Nilai ini menunjukkan bahwa perlu
dilakukan tindakan penggantian atau perkuatan pada Jembatan Keduang supaya
dapat difungsikan kembali dengan aman.
E. Analisis Pembebanan Jembatan Keduang
Menurut Peraturan Standar pembebanan untuk Jembatan RSNI T-02-2005
pembebanan yang bekerja pada jembatan merupakan merupakan kombinasi dari
beberapa macam aksi rencana pembebanan. Aksi rencana pembebanan terdiri dari
aksi tetap dan transien.
Perhitungan pembebanan dalam analisis ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
pembebanan bagian tepi dan tengah seperti yang terlihat pada Gambar 5.3.
Kondisi eksisting Jembatan Keduang mengalami pergeseran sebesar 1° ke
arah hilir, oleh karena itu beban-beban yang digunakan dalam analisis harus
merupakan beban-beban yang sudah dideformasi akibat kemiringan tersebut.
86
Gambar 5.3 Lajur pembebanan Jembatan Keduang
1. Aksi Tetap
Aksi tetap adalah aksi yang bekerja sepanjang waktu yang bersumber
pada sifat bahan jembatan, cara jembatan dibangun dan bangunan lain yang
menempel pada jembatan.
a. Berat Sendiri (PMS)
Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural
yang dianggap tetap. Berat sendiri yang diperhitungkan dalam
pembebanan Jembatan Keduang meliputi beban gelagar, slab beton,
diafragma, bracing dan trotoar.
Tabel 5.4 Beban, tebal dan berat lapisan struktur yang termasuk berat sendiri
Beban Berat (kg/cm3) Dimensi/Tebal (mm) Gelagar baja 7850 IWF 2500x300x10X8 Diafragma 7850 IWF 1000x250x14x8
Vertical bracing 1 7850 C 300x90x9x13 Siku130x130x9x9 Siku 100x100x10x10
Vertical bracing 1 7850 Siku 100x100x10x10 Siku 90x90x10x10
Horisontal bracing 7850 Double siku 90x90x10x10 Slab beton 2400 200 Perkerasan aspal 2200 50 Trotoar 2400 250
(Sumber : As built drawing jembatan Keduang)
87
1) Beban jalur tepi (bE = 2,6 m)
Beban jalur tepi terdiri dari:
a) Berat gelagar (PMS1)
L profil ( 2500x300x10x8) = 0,0296 m2---(Lampiran E-1)
PMS1 = L profil ( 2500x300x10x8) x الs x g
= 0,0296 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3
= 2,279 kN/m
b) Berat slab beton (PMS2)
PMS1 = bE x tc x g x الc
= 2,6 x 0,2 x 9,81 x 2400 x 10-3
= 12,243 kN/m
c) Berat diafragma (PMS3) → merupakan beban terpusat
L profil 1000x250x14x8 = 0,018 m2---(Lampiran E-1)
PMS3 = 0,5 x ( L profil ( 1000x250x14x8) x L x الs x g )
= 0,5 x 0,018 x 2,49 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3
= 1,726 kN
d) Berat vertical bracing 1 (PMS4) → merupakan beban terpusat
Σ(A x L) vertical bracing 1 = 0,0247 m3---(Lampiran E-1)
PMS4 = 0,5 x Σ(A x L) x الs x g
= 0,5 x 0,0247 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3
= 0,951 kN
e) Berat vertical bracing 2 (PMS5) → merupakan beban terpusat
Σ(A x L) vertical bracing 2 = 0,01592 m3---(Lampiran E-1)
88
PMS5 = 0,5 x Σ(A x L) x الs x g
= 0,5 x 0,01592 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3
= 0,613 kN
f) Berat horisontal bracing (PMS6) → merupakan beban terpusat
Σ(A x L) horisontal bracing = 0,0112 m3---(Lampiran E-1)
PMS6 = Σ(A x L) x الs x g
= 0,0112 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3
= 0,864 kN
g) Berat trotoar (PMS7)
vol. Beton sandaran + trotoar = 0,1275 m3---(Lampiran E-1)
PMS7 = (vol. Beton sandaran + trotoar) x g x الc
= 0,1275 x 9,81 x 2400 x 10-3
= 3,002 kN/m
dengan pengertian :
bE = lebar efektif (mm) tc = tebal slab beton (mm) g = percepatan grafitasi (9,81 m/dt2)
c = berat isi beton (kg/m3) الs = berat isi besi (kg/m3) ال
Beban-beban di atas dapat dituangkan pada model struktur seperti Gambar
5.4. Beban terpusat akibat beban bracing dan diafragma terletak simetris
pada gelagar, oleh karena itu dapat disederhanakan menjadi satu beban
terpusat yang terletak di tengah bentang pada perhitungan momen. Beban
terpusat yang berada tepat di atas perletakan tidak diperhitungkan dalam
89
perhitungan gaya momen dan geser gelagar karena tidak ada pengaruhnya
pada gelagar. Pengaruhnya hanya pada besarnya reaksi perletakan.
Momen maksimum akibat berat sendiri pada jalur tepi (MMS-1)
MMS-1 = (81 x QMS x L2) + (
41 x PMS x L)
= (81 x 17,524 x 302) + (
41 x 9,611 x 30)
= 1971,45 + 72,0825
= 2043,5325 kNm
Gaya geser maksimum akibat berat sendiri pada jalur tepi (VMS-1)
VMS-1 = (21 x QMS x L) + (
21 x PMS)
= (21 x 17,524 x 30) + (
21 x 9,611)
= 262,86 + 4,8055
= 267,6655 kN
Gambar 5.4 Analisis pembebanan akibat berat sendiri jalur tepi
90
2) Beban jalur tengah (bE = 2,7 m)
Beban jalur tengah terdiri dari:
a) Berat gelagar (PMS1)
L profil ( 2500x300x10x8) = 0,0296 m2---(Lampiran E-1)
PMS1 = L profil ( 2500x300x10x8) x الs x g
= 0,0296 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3
= 2,279 kN/m
b) Berat slab beton (PMS2)
PMS2 = bE x tc1 x g x الc
= 2,7 x 0,2 x 9,81 x 2400 x 10-3
= 12,714 kN/m
c) Berat diafragma (PMS3) → merupakan beban terpusat
L profil 1000x250x14x8 = 0,018 m2---(Lampiran E-1)
PMS3 = ( L profil ( 1000x250x14x8) x L x الs x g )
= 0,018 x 2,49 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3
= 3,452 kN
d) Berat vertical bracing 1 (PMS4) → merupakan beban terpusat
Σ(A x L) vertical bracing 1 = 0,0247 m3---(Lampiran E-1)
PMS4 = Σ(A x L) x الs x g
= 0,0247 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3
= 1,901 kN
e) Berat vertical bracing 2 (PMS5) → merupakan beban terpusat
Σ(A x L) vertical bracing 2 = 0,01592 m3---(Lampiran E-1)
91
PMS5 = Σ(A x L) x الs x g
= 0,01592 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3
= 1,2260 kN
f) Berat horisontal bracing (PMS6) → merupakan beban terpusat
Σ(A x L) horisontal bracing = 0,0224 m3---(Lampiran E-1)
PMS6 = Σ(A x L) x الs x g
= 0,0224 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3
= 1,728 kN
Beban-beban di atas dapat dituangkan pada model struktur seperti Gambar
5.5. Beban terpusat akibat beban bracing dan diafragma terletak simetris
pada gelagar, oleh karena itu dapat disederhanakan menjadi satu beban
terpusat yang terletak di tengah bentang pada perhitungan momen. Beban
terpusat yang berada tepat di atas perletakan tidak diperhitungkan dalam
perhitungan gaya momen dan geser gelagar karena tidak ada pengaruhnya
pada gelagar. Pengaruhnya hanya pada besarnya reaksi perletakan.
Momen maksimum akibat berat sendiri(MMS-2)
MMS-2 = (81 x QMS x L2) + (
41 x PMS x L)
= (81 x 14,993 x 302) + (
41 x 20,95 x 30)
= 1686,7125 + 157,125
= 1843,8375 kNm
Gaya geser maksimum akibat berat sendiri (VMS-2)
VMS-2 = (21 x QMS x L) + (
21 x PMS)
= (21 x 14,993 x 30) + (
21 x 20,95)
92
= 224,895 + 12,376
= 235,37 kN
Gambar 5.5 Analisis pembebanan akibat berat sendiri jalur tengah
b. Beban Mati Tambahan (PMA)
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk
suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan
mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Beban mati tambahan
yang diperhitungkan dalam pembebanan Jembatan Keduang meliputi
beban lapisan aspal, genangan air, dan berat tanda, lampu, pipa drainase.
Tabel 5.5 Beban, tebal dan berat lapisan struktur yang termasuk beban mati tambahan
Beban Berat (kg/m3) Tebal (mm)
Lapisan aspal 2200 50
Genangan air 1000 50
Lain-lain 0,5 (kN/m) -
(Sumber : RSNI T-02-2005)
93
Menghitung besarnya beban mati tambahan (PMA)
1) Beban jalur tepi (bE = 2,6 m)
Beban jalur tepi terdiri dari:
a) Beban perkerasan aspal (PMA1)
PMA1 = bE x ta xg x الa
= 2,6 x 0,05 x 9,81 x 2200 x 10-3
= 2,806 kN/m
b) Beban genangan air (PMA2)
PMA2 = bE x tw x g x الw
= 2,6 x 0,05 x 9,81 x 1000 x 10-3
= 1,275 kN/m
c) Berat tanda, lampu, pipa drainase (PMA3) = 0,5 KN/m
dengan pengertian :
ta = tebal perkerasan aspal (mm) tw = tebal genangan air (mm)
a = berat isi lapis perkerasan aspal (kg/m3) الw = berat isi genangan air (kg/m3) ال
Total beban mati tambahan (PMA) jalur tepi :
PMA = PMA1 + PMA2 + PMA3
= 2,806 + 1,275 + 0,5
= 4,581 kN/m
Momen maksimum akibat beban mati tambahan (MMA-1)
MMA-1 = 81 x PMA x L2
= 81 x 4,581 x 302
= 515,363 kNm
94
Gaya geser maksimum akibat beban mati tambahan (VMA-1)
VMA-1 = 21 x PMA x L
= 21 x 4,581 x 30
= 68,715 kN
Diagram momen dan geser ditunjukkan dengan Gambar 5.6.
Gambar 5.6 Analisis pembebanan akibat beban mati tambahan jalur tepi
2) Beban jalur tengah (bE = 2,7 m)
Beban jalur tepi terdiri dari:
a) Beban perkerasan aspal (PMA1)
PMA1 = bE x ta xg x الa
= 2,7 x 0,05 x 9,81 x 2200 x 10-3
= 2,914 kN/m
b) Beban genangan air (PMA2)
PMA2 = bE x tw x g x الw
= 2,7 x 0,05 x 9,81 x 1000 x 10-3
= 1,324 kN/m
95
Total beban mati tambahan (PMA) jalur tengah :
PMA = PMA1 + PMA2 + PMA3
= 2,914 + 1,324 + 0,5
= 4,738 kN/m
Momen maksimum akibat beban mati tambahan (MMA-2)
MMA-2 = 81 x PMA x L2
= 81 x 4,738 x 302
= 533,025 kNm
Gaya geser maksimum akibat beban mati tambahan (VMA-2)
VMA-2 = 21 x PMA x L
= 21 x 4,738 x 30
= 71,070 kN
Diagram momen dan geser ditunjukkan dengan Gambar 5.7.
Gambar 5.7 Analisis pembebanan akibat beban mati tambahan jalur tengah
96
2. Aksi transien
Aksi transien adalah aksi akibat pembebanan sementara dan bersifat
berulang ulang seperti beban lalu lintas (beban lajur “D” atau beban “T”),
beban rem, aliran air (banjir), dan lain sebagainya.
a. Beban lalu Lintas
1) Beban Lajur “D” (TTD)
Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan
menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu
iring-iringan kendaraan yang sebenarnya.
Beban lajur “D” terdiri dari:
1. Beban Terbagi Rata
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana
besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L. Pada
Jembatan Keduang dengan bentang L ≤ 30 m, maka q = 8,0 kPa
atau sama dengan 8,0 kN/m2.
2. Beban Garis Terpusat
Beban garis terpusat (BGT) mempunyai intensitas p kN/m harus
ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu-lintas pada jembatan.
Besarnya intensitas p adalah 44,0 kN. Dalam penerapannya BGT
harus dikalikan beban kejut (k)
Beban kejut, k = L+
+50
201 = 3050
201+
+ = 1,25
97
Perhitungan besarnya beban D :
Lebar lajur Jembatan Keduang 7 m, tanpa median.Berdasarkan
Gambar 3.2 untuk lebar lajur > 5,5 m besarnya q = 100%, maka :
1) Beban jalur tepi (bE = 2,15 m → tanpa trotoar)
QTD = bE x q
= 2,15 x 8
= 17,20 kN/m
PTD = bE x p x k
= 2,15 x 44 x 1,25
= 118,25 kN
Momen maksimum lajur tepi akibat beban lajur “D” (MTD-1)
MTD-1 = (81 x QTD x L2) + (
41 x PTD x L)
= ( 81 x 17,20 x 302) + (
41 x 118,25 x 30)
= 2821,875 kNm
Gaya geser maksimum lajur tepi akibat beban lajur “D” (VTD-1)
VTD-1 = (21 x QTD x L) + (
21 x PTD)
= (21 x 17,20 x 30) + (
21 x 118,25)
= 317,125 kN
Diagram momen dan geser ditunjukkan dengan Gambar 5.8.
98
Gambar 5.8 Analisis pembebanan akibat beban lajur “D” jalur tepi
2) Beban jalur tengah (bE = 2,7 m)
QTD = bE x q
= 2,7 x 8
= 21,6 kN/m
PTD = bE x p x k
= 2,7 x 44 x 1,25
= 148,5 kN
Momen maksimum lajur tengah akibat beban lajur “D” (MTD-2)
MTD-2 = (81 x QTD x L2) + (
41 x PTD x L)
= ( 81 x 21,6 x 302) + (
41 x 148,5 x 30)
= 3543,75 kNm
Gaya geser maksimum lajur tengah akibat beban lajur “D”(VTD-2)
VTD-2 = (21 x QTD x L) + (
21 x PTD)
= (21 x 21,6 x 30) + (
21 x 148,5)
= 398,25 kN
99
Diagram momen dan geser ditunjukkan dengan Gambar 5.9
Gambar 5.9 Analisis pembebanan akibat beban lajur “D” jalur tengah
2) Gaya Rem (TTB)
Pengaruh rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan
sebagai gaya memanjang. Gaya ini tidak tergantung lebar jembatan.
Berdasarkan RSNI T-02-2005 pengaruh ini diperhitungkan senilai
dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada
pada semua jalur lalu lintas.
Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu
jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai
kendaraan. Maka eksentrisitas gaya rem :
e1 = y + tc + ta+ 1800
= 1250 + 200 + 50 + 1800
= 3300 mm
dengan pengertian :
e1 = eksentrisitas gaya rem, dihitung dari garis netral gelagar
100
ke jarak 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan y = h/2, h : tinggi gelagar, y = 2,5/2 = 1250 mm tc = tebal slab beton (mm) ta = tebal perkerasan aspal (mm)
Perhitungan besarnya beban akibat gaya rem (TTB)
1) Beban jalur tepi
TTB = 5% x PTD-tepi
= 5% x (118,25 + (17,2 x 30))
= 31,7125 kN
Momen akibat gaya rem (MTB-1)
MTB-1 = TTB x e1
= 31,7125 x 3,3
= 104,6513 kNm
2) Beban jalur tengah
TTB = 5% x PTD-tengah
= 5% x (148,5 + (21,6 x 30))
= 39,825 kN
Momen akibat gaya rem (MTB-2)
MTB-2 = TTB x e1
= 39,825 x 3,3
= 131,4225 kNm
101
3) Pembebanan untuk Pejalan Kaki (TTP)
Intensitas beban akibat pejalan kaki pada jembatan diambil
berdasarkan luasan per m2 yang dibebani sesuai Gambar 5.10 di bawah
ini.
Gambar 5.10. Pembebanan untuk pejalan kaki
(Sumber : RSNI T-02-2005)
Pada Jembatan Keduang pejalan kaki bekerja pada totoar dengan lebar
0,45 m sepanjang bentang 30 m. Luasan yang terbebani = 0,45 x 30 =
13,5 m2. Berdasarkan Gambar 5.10 didapatkan intensitas beban pejalan
kaki = 5 kPa atau 5 kN/m. Beban ini hanya bekerja pada jalur
pembebanan tepi.
Momen maksimum akibat beban pejalan kaki (MTP)
MTP = 81 x QTP x L2
= 81 x 5 x 302
= 562,5 kNm
102
Gaya geser maksimum akibat beban pejalan kaki (VTP)
VTP = 21 x QTP x L
= 21 x 5 x 30
= 75 kN
b. Beban Lingkungan
1) Gaya Gesekan Pada Perletakan (TBF)
Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari
perletakan elastomer. Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung
hanya menggunakan beban tetap dikalikan harga rata-rata dari
koefisien gesekan. Koefisien gesekan pada perletakan Jembatan
keduang yang berupa besi tuang (μ) yaitu: 0,25.
Momen akibat gaya gesekan pada perletakan (MBF)
a) Beban jalur tepi (MBF-1) = (MMS-1 + MMA-1) x μ
= (2043,5325 + 515,363) x 0,25
= 639,7239 kNm
b) Beban jalur tengah (MBF-2) = (MMS-2 + MMA-2) x μ
= (1843,8375 + 533,025) x 0,25
= 594,2156 kNm
2) Beban Akibat Temperatur (TET)
Temperatur udara di sekitar jembatan akan berpengaruh pada
kembang-susut material jembatan. Dengan mengambil material baja
sebagai komponen material yang paling dominan, ketinggian gelagar
(h) 2,5 m, perbedaan temperatur 15 oC (sesuai perencanaan awal), nilai
103
modulus elastisitas baja (Es) sebesar 2,1x106 kg/cm2 dan koefisien
muai baja (α) sebesar 12 x 10-6 per oC maka gaya akibat temperatur
dapat dihitung.
Mencari Ix
Gambar 5.11 Penampang melintang gelagar utama
Karena penampangnya simetris maka garis netral searah sumbu x
terletak di tengah-tengah penampang.
Garis netral = y = 1,25 m
A1 = 0,3 x 0,008 = 0,0024 m2
A2 = 0,001 x 2,5 = 0,025 m2
A3 = 0,3 x 0,008 = 0,0024 m2
y1 = 2,496 m
y2 = 1,25 m
y3 = 0,004 m
Menghitung momen inersia (Ix)
Ix1 = I1 + A1. x2
= 121 bh3 + A1.( y1-y)
104
= (121 x 0,3 x 0,0083 )+( 0,0024 x (2,496 -1,25)2)
= 3,7261 x 10-3 m4
Ix2 = I2 + A2. x2
= 121 bh3 + A2.( y2-y)
= (121 x 0,01 x 2,4843 )+( 0,025 x (1,25 -1,25)2)
= 0 m4
Ix3 = I3 + A3. x2
= 121 bh3 + A1.( y1-y)
= (121 x 0,3 x 0,0083 )+( 0,0024 x (0,004 -1,25)2)
= 3,7261 x 10-3 m4
Ix = Ix1+ Ix2 + Ix3
= 3,7261 x 10-3 + 0 + 3,7261 x 10-3
= 7,4522 x 10-3 m4
Momen akibat temperatur (MET)
hTIE
M xsET
Δ=
α
5,21510.1210.4522,71010.1,2 6346 xxxxM ET
−−
=
= 1,1268 kNm
Gaya lintang akibat temperatur (VET)
ssET ATEV Δ= α
= 2,1.106 x 12.10-6 x 15 x 0,0298.104
= 11,2644 kN
105
3) Beban angin (TEW)
Kecepatan angin merupakan beban yang bekerja merata pada
struktur atas jembatan. Pada Jembatan Keduang yang berlokasi lebih
dari 5 km dari pantai kecepatan angin (Vw) yang digunakan menurut
RSNI T-02-2005 adalah sebesar 25 m/dt untuk batas layan dan 30 m/dt
untuk batas ultimit.
Besaran beban angin bergantung pada nilai koefisien seret (CW)
dan luas ekuivalen penampang samping jembatan (Ab).
Nilai CW diperoleh dengan melihat perbandingan nilai lebar
jembatan secara keseluruhan (b) terhadap tinggi bangunan atas (d).
Untuk jembatan Keduang perbandingan b/d adalah 2, maka dengan
melihat Tabel 3.11 diperoleh nilai CW = 1,5
Ab = d x L
= 3,95 x 30
= 118,5 m2
Beban angin yang bekerja pada gelagar adalah :
a) Keadaan batas layan
VWS = 25 m/dt
TEW1S = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab
= 0,0006 x 1,5 x (25)2 x 118,5
= 66,656 kN
b) Keadaan batas ultimit
VWU = 25 m/dt
106
TEW1U = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab
= 0,0006 x 1,5 x (30)2 x 118,5
= 95,985 kN
Jika kendaraan melewati jembatan maka akan bekerja garis merata
dengan arah horisontal di permukaan lantai.
a) Keadaan batas layan
QEW2S = 0,0012 x Cw x (Vw)2
dengan nilai Cw = 1,2 (RSNI T-02-2005)
QEW2S = 0,0012 x 1,2 x 252
= 0,9 kN/m
TEW2S = QEW2
S x L
= 0,9 x 30
= 27 kN
b) Keadaan batas ultimit
QEW2U = 0,0012 x Cw x (Vw)2
= 0,0012 x 1,2 x 302
= 1,296 kN/m
TEW2U = QEW2
U x L
= 1,296 x 30
= 38,88 kN
Sehingga beban angin total yang bekerja adalah:
a) TEWTS = TEW1
S + TEW2S
= 66,656 + 27
= 93,656 kN
107
b) TEWTU = TEW1
U + TEW2U
= 95,985 + 38,88
= 134,865 kN
Apabila dilihat dari satuannya beban angin merupakan beban
horisontal terpusat. Beban ini akan menimbulkan momen maksimum
apabila berada pada tengah bentang.
Momen total akibat beban angin (MEW)adalah :
a) Keadaan batas layan
MEWS =
41 x TEWT
S x L
= 41 x 93,656 x 30
= 702,42 kNm
b) Keadaan batas ultimit
MEWU =
41 x TEWT
U x L
= 41 x 134,865 x 30
= 1011,4875 kNm
Gaya geser maksimum akibat beban angin (VEW)
a) Keadaan batas layan
VEWS =
21 x TEWT
S
= 21 x 93,656
= 46,828 kNm
108
b) Keadaan batas ultimit
VEWU =
21 x TEWT
U
= 21 x 134,865
= 67,4325 kNm
4) Beban aliran air
Banjir merupakan salah satu beban yang sangat berpengaruh
terhadap kestabilan jembatan. Saat banjir beban akibat aliran air dapat
bertambah besar akibat adanya sampah yang terbawa air. Beban akibat
aliran air pada Jembatan Keduang ditentukan dengan
mempertimbangkan kondisi paling ekstrim saat banjir dengan
menganalisis aspek hidrologi daerah aliran sungai dimana jembatan
berada sehingga didapat nilai kecepatan aliran. Beban air akan bekerja
secara horisontal pada gelagar. Analisis hidrologi meliputi:
a) Analisis kecepatan aliran sungai
1. Analisis wilayah hujan
Data hujan yang akan dipakai untuk analisis hidrologi
diambil dari stasiun-stasiun pencatatan hujan yang terletak di
dalam daerah aliran sungai (DAS) yang bersangkutan. Untuk
DAS Keduang dipakai data curah hujan dari Stasiun Jatisrono,
Stasiun Jatiroto, Stasiun Girimarto, Stasiun Ngadirojo dan
Stasiun Slogohimo dengan lama pengamatan 18 tahun (1990
109
s.d. 2007), semua stasiun pencatatan curah hujan terletak dalam
DAS Keduang, kecuali data dari Stasiun Ngadirojo.
Analisis wilayah hujan untuk DAS Keduang dengan luas
379,4 km2 (sumber: Adiccon Mulya, P.T., 1992), menggunakan
Metode Polygon Thiessen (Gambar 5.6). Faktor bobot untuk
masing-masing subDAS sebagai berikut:
1. Luas SubDAS I (A = 62 km2)
Wilayah Slogohimo (A = 45 km2); faktor bobot = 0,73
Wilayah Jatiroto (A = 17 km2); faktor bobot = 0,27
2. Luas SubDAS II (A = 166,7 km2)
Wilayah Jatisrono (A = 22,1 km2); faktor bobot = 0,13
Wilayah Jatiroto (A = 96,1 km2); faktor bobot = 0,58
Wilayah Slogohimo (A = 48,5 km2); faktor bobot = 0,29
3. Luas SubDAS III (A = 280,8 km2)
Wilayah Jatisrono (A = 65,03 km2); faktor bobot = 0,23
Wilayah Jatiroto (A = 90,38 km2); faktor bobot = 0,32
Wilayah Girimarto (A = 95,01 km2); faktor bobot = 0,34
Wilayah Slogohimo (A = 30,38 km2); faktor bobot = 0,11
4. Luas SubDAS IV (A = 379,4 km2)
Wilayah Jatiroto (A = 27,91 km2); faktor bobot = 0,07
Wilayah Girimarto (A = 173,35 km2); faktor bobot = 0,46
Wilayah Ngadirojo (A = 178,14 km2); faktor bobot = 0,47
110
2. Analisis frekuensi
Analisis frekuensi bertujuan untuk memperkirakan besarnya
curah hujan atau banjir dengan kala ulang tertentu. Perkiraan
tersebut dinyatakan dengan suatu lengkung probabilitas dengan
persamaan matematis. Pemilihan persamaan yang dipakai
disesuaikan dengan jenis sebaran data. Kemudian dilakukan uji
distribusi dengan Metode Chi Square.
Gambar 5.12 Poligon Thiessen DAS Keduang
Hasil analisis analisis frekuensi terhadap sebaran data hujan pada
masing-masing SUBDAS sebagai berikut:
a. SubDAS I, jenis distribusi yang paling mendekati adalah hasil
Log Pearson type III menurut uji Chi Square;
b. SubDAS II , jenis distribusi yang paling mendekati adalah hasil
Log Normal menurut uji Chi Square;
c. SubDAS III, jenis distribusi yang paling mendekati adalah hasil
Log Pearson type III menurut uji Chi Square;
d. SubDAS IV, jenis distribusi yang paling mendekati adalah hasil
Log Pearson type III menurut uji Chi Square.
111
3. Analisis distribusi hujan jam-jaman.
Penelitian yang dilakukan oleh Sobriyah (2001) tentang
distribusi hujan jam-jaman dengan durasi tertentu untuk DAS
Bengawan Solo menunjukkan bahwa durasi terjadinya banjir sejak
kejadian hujan hingga terjadinya banjir adalah empat jam. Adapun
distribusi hujan jam-jaman sebagaimana terlihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Distribusi hujan jam-jaman DAS Bengawan Solo
1 0,4052 0,31253 0,14754 0,135
T (Jam) Ratio Hujan (%)
(Sumber: Sobriyah, 2001)
4. Koefisien pengaliran
Koefisien pengaliran merupakan suatu variabel yang
didasarkan pada kondisi daerah pengaliran dan karakteristik hujan
yang jatuh di daerah tersebut.
Koefisien pengaliran pada DAS Keduang adalah
sebagaimana pada Tabel 5.7.
Tabel. 5.7 Koefisien Pengaliran DAS Keduang
No Tata Guna Lahan CLuas
(Km2)*Prosen-
tase
C Rata2 (%)
1 Sawah 0,75 142,37 23,343 17,5072 Perkebunan/kebun 0,80 145,01 23,776 19,0213 Permukiman 0,82 151,95 24,914 20,4294 Hutan 0,75 85,96 14,094 10,5705 Tegalan/ladang 0,65 84,62 13,874 9,018
Jumlah 609,91 76,60 (Sumber: Workshop III JICA, 2005)
112
5. Analisis debit banjir Metode Hidrograf Satuan (HSS) Gama I
a. Faktor-faktor penting DAS
Faktor-faktor penting DAS yang diperlukan dalam
perhitungan hidrograf satuan sintetik Gama I didapat dari data
perencanaan Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai
Bengawan Solo, 1992 diperoleh data nilai-nilai DAS Keduang
sebagaimana pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8 Faktor-faktor DAS Keduang Wil. SUBDAS
No Faktor SubDAS SubDAS I SubDAS
II SubDAS
III SubDAS
IV 1 A - (km2) 62 166,7 280,8 379,4 2 L - (km2) 8 19 24 32 3 S 0,0612 0,0324 0,0267 0,0196 4 WF 1,975 0,777 0,608 2,054 5 RUA 0,54 0,511 0,667 0,521 6 SF 0,696 0,685 0,614 0,584 7 SN 0,711 0,653 0,772 0,746 8 JN 30 71 95 132 9 D - (km/km2) 1,274 1,248 1,129 1,131 (Sumber: Adiccon Mulya, P.T., 1992)
dengan pengertian: A = Luas DAS (km2)
L = panjang sungai utama (km)
S = kelandaian sungai rata-rata
WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DAS yang diukur dari titik yang berjarak ¼ L dari titik tempat pengukuran
RUA = luas DAS sebelah hulu (km2)
SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
SN = frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai-sungai tingkat 1 dengan jumlah sungai semua tingkat
113
JN = jumlah pertemuan sungai
D = kerapatan jaringan sungai (km/km2)
b. Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I
Hasil perhitungan HSS Gama I untuk keempat daerah
tinjauan adalah sebagaimana pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9 DAS Keduang
No Wil. SubDAS TR
QP(m2/dt
)
TB (jam)
K (jam)
Ø QB
1. SubDAS I 2,416 3,289 27,272 2,651 10,475 8,531 2. SubDAS II 1,710 8,300 28,395 3,530 10,383 15,825 3. SubDAS III 1,736 12,020 31,637 4,472 10,189 20,148 4. SubDAS IV 2,490 13,430 31,457 5,213 9,946 24,459
(Sumber: Hasil perhitungan)
c. Hidrograf Banjir
Perhitungan hidrograf banjir untuk seluruh subDAS ditinjau
untuk kala ulang 50 th (sesuai umur rencana jembatan). Hasil
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran E-2.
d. Puncak Banjir
Berdasarkan perhitungan hidrograf banjir diperoleh puncak-
puncak banjir sebagaimana pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10 Puncak Banjir Kala Ulang 50 th pada DAS Keduang
1 SubDAS I 340.47 2 SubDAS II 762.99 3 SubDAS III 569.42 4 SubDAS IV 404.87
2,077.76
Daerah TinjauanNo
Total
Kala Ulang 50 th
(Sumber : Hasil perhitungan)
114
Hasil perhitungan analisis hidrologi selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran E-2.
Perhitungan kecepatan aliran sungai dilakukan menggunakan
software HEC-RAS 4 pada kondisi steady flow dengan debit
puncak banjir kala ulang 50 tahun.
Pada Gambar 5.13 terlihat hasil simulasi genangan banjir
dan tabel hasil perhitungan (Bridge Output) pada kondisi Steady
Flow dengan debit banjir kala ulang 50 tahun.
Gambar 5.13 Hasil perhitungan kondisi genangan pada Jembatan Keduang dengan HEC-RAS 4.0
Pada HEC-RAS 4.0 kecepatan aliran air dianggap sama dalam
setiap piasnya. Hasil perhitungan kecepatan aliran sungai saat
banjir puncak dengan kala ulang 50 th adalah 5,02 m3/dt dan
elevasi genangannya 141,00.
115
b) Analisis beban akibat aliran
Besarnya gaya yang diakibatkan oleh aliran air sangat
bergantung pada luas bidang kontak yang terjadi.
Gambar 5.14 Beban aliran air pada gelagar jembatan
Luas bidang kontak aliran dengan struktur jembatan berbeda
sesuai dengan tinggi genangan saat banjir. Tabel 5.11
menunjukkan elevasi gelagar hasil pengukuran Jembatan Keduang
dengan menggunakan alat theodolite.
Tabel 5.11 Elevasi gelagar Jembatan Keduang
A1 P1 P2 A2
Flens kiri 143.2390 141.8260 141.0060 140.8560
Flens kanan 143.2170 141.6380 140.8620 140.9030
As Jembatan 143.2280 141.7320 140.9340 140.8795
ElevasiGelagar
(Sumber : Hasil pengukuran)
Berdasarkan Tabel terlihat bahwa muka air banjir hanya
mengenai gelagar antara pilar P2 dan abutment A2 dengan
ketinggian bidang kontak 0,324 m.
Beban akibat aliran pada Jembatan Keduang saat banjir
dengan kala ulang 50 tahun dilihat dari kondisi DAS yang ada
terdiri dari beban akibat aliran air dan beban akibat hanyutan,
116
sedangkan untuk beban akibat tumbukan kayu kecil kumungkinan
karena tidak adanya hutan disekitar DAS.
i) Beban akibat aliran (TEF1)
Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada gelagar akibat
aliran air tergantung kepada kecepatan sebagai berikut:
TEF1 = 0,5 CD ( Vs )2 Ad
dengan:
CD = 0,7 (Tabel 3.14)
Vs = 5,02 m/dt
h = 0,324 m
Ad = Luas sisi gelagar yang terkena banjir
= 30 x 0,324
= 9,72 m2
TEF1 = 0,5 x 0,7 x ( 5,02)2 x 9,72
= 85,7318 kN
ii) Beban akibat hanyutan (TEF2)
Perhitungan gaya seret akibat hanyutan aliran air (TEF2)
dilakukan dengan memperhatikan kondisi struktur jembatan
saat banjir. Pada jembatan Keduang saat banjir dengan periode
ulang 50 tahun, kondisi jembatan terendam sehingga luas
proyeksi benda hanyutan diambil setinggi 3 m sepanjang
setengah bentang jembatan.
TEF2 = 0,5 CD ( Vs )2 Ad
117
dengan:
CD = 1,04 (RSNI T-02-2005)
Vs = 5,02 m/dt
Ad = 3 x 15 = 45 m2
TEF2 = 0,5 x 1,04 x ( 5,02)2 x 45
= 589,6894 kN
Sehingga besar gaya akibat aliran air adalah:
TEF = TEF1 + TEF2
= 85,7318 + 589,6894 = 675,4212 kN
3. Aksi Khusus (Beban Gempa)
Beban akibat gempa merupakan aksi khusus yang dianalisis sebagai
beban yang bekerja pada struktur jembatan.
Bangunan bawah:
H = 9,5 m
A = 3,14 m2
Ix = Iy = 0,785 m4
fc’ = 37,966 MPa
Ec = 28960 MPa
Bangunan atas:
P = 92,2 m
L = 7,9 m
fc’ = 37,966 MPa
Ec = 28960 MPa
Berdasarkan RSNI T-02-2005, parameter beban gempa yang diperhitungkan
pada Jembatan Keduang yang berada pada zona gempa 3 adalah sebagai
berikut:
1. koefisien akselerasi (A) = 0,15
2. derajat kepentingan (I) = 1,25 (Jembatan Utama)
118
3. kategori prilaku siesmik (SPC) = B – (Tabel 3.16)
4. koefisien profil tanah (S) = 1,2 (sedang)
Berdasarkan parameter di atas cara analisis yang dipakai adalah prosedur
analisis statis-semi dinamis/dinamis sederhana, dengan prosedur 1 yaitu beban
seragam/koefisien gempa.
a. Perhitungan beban gempa arah memanjang
Besarnya beban gempa yang dipikul oleh suatu struktur ditentukan oleh
lamanya periode alami getaran (T) yang terjadi.
P
TPmemanjang Kg
WT
.2π=
WTP = PMS + PMA + ½ Wpilar +Wkepala pilar
PMS = 1550,556 kN (PMS yang ditahan 1 pilar)
PMA = 417 kN (PMA yang ditahan 1 pilar)
½ Wpilar = ½ (π x r2x h) x γc
= ½ x (3,14 x 12 x 9,5) x 2400 x 9,81 x 10-3
= 351,1588 kN
Wkepala pilar = ( Vol beton kepala pilar) x γc
= ((7,9 x 1 x 2) +( 0,5 x (7,9 + 2) x 0,43 x 2)) x 2.400 x
9,81x 10-3
= 472,2220 kN
WTP = 1550,556 + 417+ 351,1588 + 472,2220
= 2790,9368 kN
119
Kekakuan kolom 3
12)(Hpilar
EIK P =
= 35,91000785,02896012 xxx
= kN/m 2251,318184
2251,31818481,92790,93682x
Tmemanjang π=
= 0,19 detik
Gambar 5.15 koefisien geser dasar ”C” (RSNI T-02-2005)
Menggunakan grafik pada Gambar 5.15, untuk nilai T = 0,19 detik
diperoleh nilai koefisien geser dasar sebesar 0,18.
Koefisien gempa arah horisontal (Kh) = C . S
Kh = C . S
= 0,18 x 1,2
= 0,22
Akibat gaya gempa menimbulkan pergeseran pada struktur, jarak
pergeseran yang terjadi disimbolkan dengan Δh
120
Δh = 250 Kh (Tmemanjang)2
= 250 x 0,22 x(0,19)2
= 1,9855 mm
Besar gaya geser (Heq)
Heq = C I S WTP
= 0,18 x 1,25 x 1,2 x 2790,9368
= 753,5529 kN
b. Perhitungan beban gempa arah melintang
P
TPangmel Kg
WT
.2int π=
WTP = 2790,9368 kN
Kekakuan kolom 3
12)(Hpilar
EIK P =
= 2251,3181845,9
1000785,028960123 =
xxx kN/m
ikx
T angmel det19,02251,31818481,9
2790,93682int == π
Menggunakan grafik pada Gambar 5.15, untuk nilai T = 0,19 detik
diperoleh nilai koefisien geser dasar sebesar 0,18.
Koefisien gempa arah horisontal (Kh) = C . S
Kh = C . S
= 0,18 x 1,2
= 0,22
Veq =
Akibat gaya gempa minimbulkan pergeseran pada struktur, jarak
pergeseran yang terjadi disimbolkan dengan Δh
Momen total akibat beban gempa (Meq)adalah :
Beban gempa akan menimbulkan momen maksimum pada tengah bentang.
= 753,5529 kN
= 0,18 x 1,25 x 1,2 x 2790,9368
= 250 x 0,22 x(0,19)2
Δh = 250 Kh (Tmelintang)2
Meq =
Heq = C I S WTP
Besar gaya geser (Heq)
= 1,9855 mm
Gaya-gaya akibat aksi pembebanan pada gelagar Jembatan Keduang
secara lengkap terlihat pada Gambar 5.16.
Gaya geser maksimum akibat beban gempa (Veq)
= 376,7765 kNm
=
= 5651,6468 kNm
=
21
41 x Heq x L
41
21 x Heq
x 753,5529
x 753,5529 x 30
121
122
Gambar 5.16 Gaya-gaya arah memanjang dan melintang gelagar
4. Kombinasi Pembebanan
Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan
tipe yang berbeda dari aksi yang bekerja secara bersamaan. Aksi rencana
ditentukan dari aksi nominal, yaitu dengan mengalikan aksi nominal dengan
faktor beban. Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban
yang sama, apakah itu biasa atau terkurangi. Disini keadaan paling berbahaya
(maksimum) harus dijadikan acuan dalam perencanaan pembebanan.
Kombinasi pembebanan maksimum merupakan kombinasi pembebanan
akibat aksi tetap dengan aksi transien pada keadaan batas daya layan ataupun
pada batas daya ultimit. Batas daya layan adalah kemampuan material elemen
struktur menahan beban yang bekerja. Batas daya ultimit adalah kemampuan
material elemen struktur menahan beban dengan mengalikannya dengan faktor
beban sehingga tegangan pada meterial setara dengan tegangan leleh.
Hasil perhitungan pembebanan sesuai dengan RSNI T-02-2005 yang
bekerja pada Jembatan Keduang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.12,
Tabel 5.13, Tabel 5.14, Tabel 5.15, Tabel 5.16, Tabel 5.17, Tabel 5.18, Tabel
5.19, Tabel 5.20, Tabel 5.21, Tabel 5.22, Tabel 5.23. Sedangkan hasil
kombinasi pembebanan sesuai dengan RSNI T-02-2005 yang bekerja pada
Jembatan Keduang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.24, Tabel 5.25,
Tabel 5.26, Tabel 5.27, Tabel 5.28, Tabel 5.29.
123
124
Tabel 5.12 Rekapitulasi gaya arah vertikal Kemiringan
αq P q P ( °)
(kN/m) kN (kN/m) kN qx qy Px Py qx qy Px PyA Beban Tetap
1 Berat sendiri 17.5240 9.6110 14.9930 20.9500 0.3058 17.5213 0.1677 9.6095 0.2617 14.9907 0.3656 20.94682 Beban mati tambahan 4.5810 4.7380 0.0799 4.5803 0.0827 4.7373
B Beban Transien1 Beban lajur "D" 17.2000 118.2500 21.6000 148.5000 0.3002 17.1974 2.0637 118.2320 0.3770 21.5967 2.5917 148.47742 Beban pejalan kaki 5.0000 0.0873 4.99923 Pengaruh temperatur
No Aksi
Gelagar Setelah Terdeformasi
1
q (kN/m) P (kN)P (kN)q (kN/m)
Keadaan Gelagar MiringTepi TengahTepi Tengah
(Sumber : Hasil perhitungan)
Tabel 5.13 Rekapitulasi gaya arah lateral
Kemiringanα
q P q P ( °)(kN/m) kN (kN/m) kN qx qy Px Py qx qy Px Py
A Beban Transien1 Beban angin
- Ultimit 134.865 134.865 134.8445 2.3537 134.8445 2.3537 - Layan 93.656 93.656 93.6417 1.6345 93.6417 1.6345
2 Pengaruh aliran 675.4212 675.4212 675.3183 11.7877 675.3183 11.7877B Beban Khusus
1 Beban gempa (2)753.5529 753.5529 753.4381 13.1513 753.4381 13.1513
q (kN/m) P (kN)No Aksi
Keadaan Gelagar Miring Gelagar Setelah TerdeformasiTepi Tengah Tepi Tengah
q (kN/m) P (kN)
1
(Sumber : Hasil perhitungan)
125
Tabel 5.14 Rekapitulasi gaya searah sumbu memanjang gelagar
Kemiringanα
q P q P ( °)(kN/m) kN (kN/m) kN qx qy Px Py qx qy Px Py
A Beban Transien1 Beban rem 31.7125 39.82502 Gesekan perletakan
B Beban Khusus1 Beban gempa (3)
753.5529 753.5529
No Aksi
Keadaan Gelagar Miring Gelagar Setelah TerdeformasiTepi Tengah Tepi Tengah
q (kN/m) P (kN) q (kN/m) P (kN)
1
(Sumber : Hasil perhitungan)
Tabel 5.15 Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban vertikal setelah terdeformasi
Kemiringanα
( °)Tepi Tengah Tepi Tengah
Vx Vy Vx Vy Mx My Mx MyA Beban Tetap
1 Berat sendiri 267.6655 235.3700 2,043.5325 1,843.8375 4.6714 267.6247 4.1078 235.3342 35.6646 2,043.2213 32.1794 1,843.55672 Beban mati tambahan 68.7150 71.0700 515.3630 533.0250 1.1992 68.7045 1.2403 71.0592 8.9943 515.2845 9.3026 532.9438
B Beban Transien1 Beban lajur "D" 317.1250 398.2500 2,821.8750 3,543.7500 5.5346 317.0767 6.9504 398.1893 49.2485 2,821.4452 61.8470 3,543.21032 Beban pejalan kaki 75.0000 562.5000 1.3089 74.9886 9.8170 562.41433 Pengaruh temperatur 11.2644 11.2644 1.1268 1.1268 0.1966 11.2627 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266
(kN) (kNm) (kNm)V M M
1
No Aksi
Keadaan normal Deformasi
TengahTepiTengahTepi
V(kN)
(Sumber : Hasil perhitungan)
126
Tabel 5.16 Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban vertikal setelah dikalikan faktor beban
Faktor BebanDaya Layan
normal terkurangiVx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy
A Beban Tetap1 Berat sendiri 1.00 1.10 0.90 4.6714 267.6247 4.1078 235.3342 5.1385 294.3872 4.5186 258.8676 4.2043 240.8623 3.6970 211.80 2 Beban mati tambahan 1.00 2.00 0.70 1.1992 68.7045 1.2403 71.0592 2.3985 137.4091 2.4807 142.1184 0.8395 48.0932 0.8682 49.74
B Beban Transien1 Beban lajur "D" 1.00 2.00 N/A 5.5346 317.0767 6.9504 398.1893 11.0692 634.1534 13.9008 796.37872 Beban pejalan kaki 1.00 2.00 N/A 1.3089 74.9886 2.6179 149.97723 Pengaruh temperatur 1.00 1.20 0.80 0.1966 11.2627 0.0197 1.1266 0.2359 13.5152 0.0236 1.3520 0.1573 9.0101 0.0157 0.9013
KU Daya Layan UltimitFaktor Beban Ultimit V (kN)
No Aksi normal terkurangiTepi TengahTepi Tengah Tepi Tengah
(Sumber : Hasil perhitungan) Tabel 5.17 Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban vertikal setelah dikalikan faktor beban
Faktor BebanDaya Layan
normal terkurangiMx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My
A Beban Tetap1 Berat sendiri 1.00 1.10 0.90 35.6646 2,043.2213 32.1794 1,843.5567 39.2310 2,247.5434 35.3973 2,027.9123 32.0981 1,838.8991 28.9615 1,659.20 2 Beban mati tambahan 1.00 2.00 0.70 8.9943 515.2845 9.3026 532.9438 17.9886 1,030.5690 18.6051 1,065.8876 6.2960 360.6992 6.5118 373.06
B Beban Transien1 Beban lajur "D" 1.00 2.00 N/A 49.2485 2,821.4452 61.8470 3,543.2103 98.4970 5,642.8904 123.6939 7,086.42052 Beban pejalan kaki 1.00 2.00 N/A 9.8170 562.4143 19.6340 1,124.82873 Pengaruh temperatur 1.00 1.20 0.80 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266 0.0236 1.3520 0.0236 1.3520 0.0157 0.9013 0.0157 0.9013
AksiKU Daya Layan
normal terkurangiTengah
UltimitNo
Faktor Beban Ultimit
Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi
M (kNm)
(Sumber : Hasil perhitungan)
127
Tabel 5.18 Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban lateral setelah terdeformasi
Kemiringanα
( °)Tepi Tengah Tepi Tengah
Vx Vy Vx Vy Mx My Mx MyA Beban Transien
1 Beban angin - Ultimit 67.4325 67.4325 1,011.4875 1,011.4875 67.4222 1.1769 67.4222 1.1769 1,011.3334 17.6529 1,011.3334 17.6529 - Layan 46.8280 46.8280 702.4200 702.4200 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589
2 Pengaruh aliran 337.7106 337.7106 5,065.6590 5,065.6590 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939 5,064.8875 88.4079 5,064.8875 88.4079
B Beban Khusus1 Beban gempa 376.7765 376.7765 5,651.6468 5,651.6468 376.7191 6.5757 376.7191 6.5757 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348
No Aksi (kN)
Keadaan normal DeformasiV M V M
(kNm) (kN) (kNm)Tepi Tengah Tepi Tengah
1
(Sumber : Hasil perhitungan) Tabel 5.19 Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban lateral setelah dikalikan faktor beban
Faktor BebanDaya Layan
normal terkurangiVx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy
A Beban Transien1 Beban angin
- Ultimit 1.00 1.20 N/A 80.9067 1.4122 80.9067 1.4122 - Layan 1.00 N/A N/A 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173
2 Pengaruh aliran 1.00 2.00 N/A 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939 675.3183 11.7877 675.3183 11.7877
B Beban Khusus1 Beban gempa 1.00 N/A 376.7191 6.5757 376.7191 6.5757
TengahAksi
Faktor Beban UltimitKU Daya Layan
Tepiterkurangi
UltimitV (kN)
TengahTepinormal
TengahTepiNo
(Sumber : Hasil perhitungan)
128
Tabel 5.20 Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban lateral setelah dikalikan faktor beban
Faktor BebanDaya Layan
normal terkurangiMx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My
A Beban Transien1 Beban angin
- Ultimit 1.00 1.20 N/A 1,011.3334 17.6529 1,011.3334 17.6529 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 - Layan 1.00 N/A N/A 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589
2 Pengaruh aliran 1.00 2.00 N/A 5,064.8875 88.4079 5,064.8875 88.4079 10,129.7749 176.8159 10,129.7749 176.8159
B Beban Khusus1 Beban gempa 1.00 N/A 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348
Aksi
Faktor Beban Ultimit
TengahnormalNo
KU Daya Layan
Tepi
UltimitM (kNm)
terkurangiTengahTepiTengahTepi
(Sumber : Hasil perhitungan)
Tabel 5.21 Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban searah sumbu memanjang setelah terdeformasi
Kemiringanα
( °)Tepi Tengah Tepi Tengah
(3) Vx Vy Vx Vy Mx My Mx MyA Beban Transien
1 Beban rem 104.6513 131.4225 1.8264 104.6354 2.2936 131.40252 Gesekan perletakan 639.7239 594.2156 11.1647 639.6265 10.3705 594.1251
B Beban Khusus1 Beban gempa
1
(kN) (kNm)Tepi Tengah Tepi Tengah
DeformasiV M
No Aksi
Keadaan normalV M
(kN) (kNm)
(Sumber : Hasil perhitungan)
129
Tabel 5.22 Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban searah sumbu memanjang setelah dikalikan faktor beban
Faktor BebanDaya Layan
normal terkurangiVx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy
A Beban Transien1 Beban rem 1.00 2.00 N/A2 Gesekan perletakan 1.00 1.30 0.80
B Beban Khusus1 Beban gempa 1.00 N/A
No Aksi
Faktor Beban UltimitKU Daya Layan
normal
V (kN)Ultimit
terkurangiTengahTepi TepiTengahTepiTengah
(Sumber : Hasil perhitungan) Tabel 5.23 Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban searah sumbu memanjang setelah dikalikan faktor beban
Faktor BebanDaya Layan
normal terkurangiMx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My
A Beban Transien1 Beban rem 1.00 2.00 N/A 1.8264 104.6354 2.2936 131.4025 3.6528 209.2707 4.5873 262.80502 Gesekan perletakan 1.00 1.30 0.80 11.1647 639.6265 10.3705 594.1251 14.5141 831.5144 13.4816 772.3626 8.9318 511.7012 8.2964 475.30
B Beban Khusus1 Beban gempa 1.00 N/A
normalTengah
terkurangiNo Aksi
Faktor Beban UltimitKU
M (kNm)UltimitDaya Layan
Tepi Tengah TepiTengahTepi
(Sumber : Hasil perhitungan)
130
Tabel 5.24 Rekapitulasi gaya momen untuk kombinasi daya layan dan ultimit
Mx My Mx My Mx My Mx MyBerat Sendiri 35.6646 2,043.2213 32.1794 1,843.5567 39.2310 2,247.5434 35.3973 2,027.9123
Beban Mati Tambahan 8.9943 515.2845 9.3026 532.9438 17.9886 1,030.5690 18.6051 1,065.8876
Beban Lajur "D" 49.2485 282.1445 61.8470 354.3210 98.4970 564.2890 123.6939 708.6421
Beban rem - - - - - - - -
Beban pejalan kaki 9.8170 562.4143 - - 19.6340 1,124.8287 - -
Gesekan perletakan - - - - - - - -
Pengaruh temperatur 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266 0.0236 1.3520 0.0236 1.3520
Pengaruh aliran 506.4887 88.4079 506.4887 88.4079 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159
Beban angin 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835
Beban gempa - - - - 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348
AksiDaya Layan Ultimit
Tepi Tengah Tepi Tengah
(Sumber : Hasil perhitungan)
131
Tabel 5.25 Rekapitulasi kombinasi gaya momen berdasarkan beban daya layan
Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx MyBerat Sendiri 35.6646 2,043.2213 32.1794 1,843.5567 35.6646 2,043.2213 32.1794 1,843.5567 35.6646 2,043.2213 32.1794 1,843.5567 35.6646 2,043.2213 32.1794 1,843.5567 35.6646 2,043.2213 32.1794 1,843.5567 35.6646 2,043.2213 32.1794 1,843.5567
(x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x)Beban Mati Tambahan 8.9943 515.2845 9.3026 532.9438 8.9943 515.2845 9.3026 532.9438 8.9943 515.2845 9.3026 532.9438 8.9943 515.2845 9.3026 532.9438 8.9943 515.2845 9.3026 532.9438 8.9943 515.2845 9.3026 532.9438
(x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x)Beban Lajur "D" 49.2485 282.1445 61.8470 354.3210 49.2485 282.1445 61.8470 354.3210 49.2485 282.1445 61.8470 354.3210 49.2485 282.1445 61.8470 354.3210 49.2485 282.1445 61.8470 354.3210 49.2485 282.1445 61.8470 354.3210
(x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Beban rem - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
(x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Beban pejalan kaki 9.8170 562.4143 9.8170 562.4143 - - 9.8170 562.4143 - - 9.8170 562.4143 - - 9.8170 562.4143 - - 9.8170 562.4143 - -
(x) (x) (x) (x)Gesekan perletakan - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Pengaruh temperatur 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266 0.0197 1.1266
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Pengaruh aliran 506.4887 88.4079 506.4887 88.4079 506.4887 88.4079 506.4887 88.4079 506.4887 88.4079 506.4887 88.4079 506.4887 88.4079 506.4887 88.4079 506.4887 88.4079 506.4887 88.4079 506.4887 88.4079 506.4887 88.4079
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Beban angin 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589 702.3130 12.2589
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o)Beban gempa - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Kombinasi Primer 600.3961 2,929.0582 609.8177 2,819.2295 103.7244 3,403.0646 103.3289 2,730.8215 551.1476 2,840.6503 547.9707 2,730.8215 1,253.4606 2,929.0582 1,250.2837 2,819.2295 1,253.4606 2,852.9092 1,250.2837 2,743.0804 551.1476 2,646.9137 547.9707 2,464.9084
Kombinasi Sekunder 600.4099 2,929.8469 609.8314 2,819.2295 103.7381 3,403.0646 103.3289 2,731.6102 1,042.7667 2,902.5358 1,039.5898 2,792.7071 1,287.9346 2,937.6395 1,293.5766 2,827.8107 1,287.9346 2,914.7948 1,293.5766 2,804.9660 1,042.7667 2,655.4949 1,039.5898 2,473.4897
Kombinasi Tersier - - - - - - - - 926.9284 2,890.9837 930.0507 2,781.1549 1,278.0947 2,935.7510 1,281.2170 2,825.9222 1,278.0947 2,897.6765 1,281.2170 2,787.8477 902.3140 2,653.6065 899.1371 2,471.6012
Beban kombinasi max 600.4099 2,929.8469 609.8314 2,819.2295 103.7381 3,403.0646 103.3289 2,731.6102 1,042.7667 2,902.5358 1,039.5898 2,792.7071 1,287.9346 2,937.6395 1,293.5766 2,827.8107 1,287.9346 2,914.7948 1,293.5766 2,804.9660 1,042.7667 2,655.4949 1,039.5898 2,473.4897(tiap tipe kombinasi)
Momen maksimum kombinasi daya layan :Gelagar Tepi
Mx = 1,287.9346 kNmMy = 3,403.0646 kNm
Gelagar TengahMx = 1,293.5766 kNmMy = 2,827.8107 kNm
TengahTengah Tepi Tengah Tepi4 5 6
Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah TepiAksi1 2 3
(Sumber : Hasil perhitungan)
132
Tabel 5.26 Rekapitulasi kombinasi gaya momen berdasarkan beban ultimit
Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx My Mx MyBerat Sendiri 39.2310 2,247.5434 35.3973 2,027.9123 39.2310 2,247.5434 35.3973 2,027.9123 39.2310 2,247.5434 35.3973 2,027.9123 39.2310 2,247.5434 35.3973 2,027.9123 39.2310 2,247.5434 35.3973 2,027.9123 39.2310 2,247.5434 35.3973 2,027.9123
(x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x)Beban Mati Tambahan 17.9886 1,030.5690 18.6051 1,065.8876 17.9886 1,030.5690 18.6051 1,065.8876 17.9886 1,030.5690 18.6051 1,065.8876 17.9886 1,030.5690 18.6051 1,065.8876 17.9886 1,030.5690 18.6051 1,065.8876 17.9886 1,030.5690 18.6051 1,065.8876
(x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x)Beban Lajur "D" 98.4970 564.2890 123.6939 708.6421 98.4970 564.2890 123.6939 708.6421 98.4970 564.2890 123.6939 708.6421 98.4970 564.2890 123.6939 708.6421 98.4970 564.2890 123.6939 708.6421 98.4970 564.2890 123.6939 708.6421
(x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Beban rem - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
(x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Beban pejalan kaki 19.6340 1,124.8287 19.6340 1,124.8287 - - 19.6340 1,124.8287 - - 19.6340 1,124.8287 - - 19.6340 1,124.8287 - - 19.6340 1,124.8287 - -
(x) (x) (x) (x)Gesekan perletakan - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Pengaruh temperatur 0.0236 1.3520 0.0236 1.3520 0.0236 1.3520 0.0236 1.3520 0.0236 1.3520 0.0236 1.3520 0.0236 1.3520 0.0236 1.3520 - - - - 0.0236 1.3520 0.0236 1.3520
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Pengaruh aliran 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159 1,012.9775 176.8159
(o) (o) (o) (o) (x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Beban angin 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835 1,213.6001 21.1835
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o)Beban gempa 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348 5,650.7860 98.6348
(x) (x) (x) (x)
Kombinasi Primer 1,168.6942 4,019.2173 1,190.6739 3,979.2579 175.3506 4,967.2301 177.6964 3,802.4420 2,283.7973 4,019.2173 2,280.5801 3,979.2579 2,283.7973 3,863.5849 2,280.5801 3,823.6255 5,806.5027 3,941.0363 5,828.4824 3,901.0769 1,070.1972 3,454.9283 1,066.9800 3,270.6159
Kombinasi Sekunder 2,018.2143 4,034.0457 2,040.1940 3,994.0863 175.3672 4,968.1765 177.7129 3,803.3884 2,352.7452 4,034.0457 2,367.1659 3,994.0863 2,352.7452 3,987.3560 2,367.1659 3,947.3966 - - - - 1,919.7173 3,469.7567 1,916.5001 3,285.4443
Kombinasi Tersier 1,775.5060 4,030.4850 1,797.4858 3,990.5256 - - - - 2,333.0576 4,030.4850 2,342.4389 3,990.5256 2,333.0576 3,952.6688 2,342.4389 3,912.7094 - - - - 1,677.0090 3,466.1960 1,673.7918 3,281.8836
Beban kombinasi max 2,018.2143 4,034.0457 2,040.1940 3,994.0863 175.3672 4,968.1765 177.7129 3,803.3884 2,352.7452 4,034.0457 2,367.1659 3,994.0863 2,352.7452 3,987.3560 2,367.1659 3,947.3966 5,806.5027 3,941.0363 5,828.4824 3,901.0769 1,919.7173 3,469.7567 1,916.5001 3,285.4443(tiap tipe kombinasi)
Momen maksimum kombinasi beban ultimit :Gelagar Tepi
Mx = 5,806.5027 kNmMy = 4,968.1765 kNm
Gelagar TengahMx = 5,828.4824 kNmMy = 3,994.0863 kNm
Tepi TengahTepi Tengah Tepi TengahTepi Tengah Tepi TengahAksi1 2 3 4 5 6
Tepi Tengah
(Sumber : Hasil perhitungan)
133
Tabel 5.27 Rekapitulasi gaya geser untuk kombinasi daya layan dan ultimit
Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx VyBerat Sendiri 4.6714 267.6247 4.1078 235.3342 5.1385 294.3872 4.5186 258.8676
Beban Mati Tambahan 1.1992 68.7045 1.2403 71.0592 2.3985 137.4091 2.4807 142.1184
Beban Lajur "D" 5.5346 317.0767 6.9504 398.1893 11.0692 634.1534 13.9008 796.3787
Beban rem - - - - - - - -
Beban pejalan kaki 1.3089 74.9886 - - 2.6179 149.9772 - -
Gesekan perletakan - - - - - - - -
Pengaruh temperatur 0.1966 11.2627 0.0197 1.1266 0.2359 13.5152 0.0236 1.3520
Pengaruh aliran 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939 675.3183 11.7877 675.3183 11.7877
Beban angin 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173 80.9067 1.4122 80.9067 1.4122
Beban gempa - - - - 376.7191 6.5757 376.7191 6.5757
AksiUltimit
Tepi TengahTengahDaya Layan
Tepi
(Sumber : Hasil perhitungan)
134
Tabel 5.28 Rekapitulasi kombinasi gaya geser berdasarkan beban daya layan
Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx VyBerat Sendiri 4.6714 267.6247 4.1078 235.3342 4.6714 267.6247 4.1078 235.3342 4.6714 267.6247 4.1078 235.3342 4.6714 267.6247 4.1078 235.3342 4.6714 267.6247 4.1078 235.3342 4.6714 267.6247 4.1078 235.3342
(x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x)Beban Mati Tambahan 1.1992 68.7045 1.2403 71.0592 1.1992 68.7045 1.2403 71.0592 1.1992 68.7045 1.2403 71.0592 1.1992 68.7045 1.2403 71.0592 1.1992 68.7045 1.2403 71.0592 1.1992 68.7045 1.2403 71.0592
(x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x)Beban Lajur "D" 5.5346 317.0767 6.9504 398.1893 5.5346 317.0767 6.9504 398.1893 5.5346 317.0767 6.9504 398.1893 5.5346 317.0767 6.9504 398.1893 5.5346 317.0767 6.9504 398.1893 5.5346 317.0767 6.9504 398.1893
(x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Beban rem - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
(x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Beban pejalan kaki 1.3089 74.9886 1.3089 74.9886 - - 1.3089 74.9886 - - 1.3089 74.9886 - - 1.3089 74.9886 - - 1.3089 74.9886 - -
(x) (x) (x) (x)Gesekan perletakan - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Pengaruh temperatur 0.1966 11.2627 0.0197 1.1266 0.1966 11.2627 0.0197 1.1266 0.1966 11.2627 0.0197 1.1266 0.1966 11.2627 0.0197 1.1266 0.1966 11.2627 0.0197 1.1266 0.1966 11.2627 0.0197 1.1266
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Pengaruh aliran 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939 337.6592 5.8939
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Beban angin 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173 46.8209 0.8173
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o)Beban gempa - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Kombinasi Primer 349.0644 664.6687 349.9577 705.7093 12.7142 728.3945 12.2985 704.5827 343.7264 664.6687 343.0269 705.7093 390.3507 659.2998 389.8281 710.4765 390.3507 654.2232 389.8281 705.3999 343.5298 347.5920 343.0073 307.5200
Kombinasi Sekunder 349.2020 668.7944 349.9715 709.8350 12.8518 736.2784 12.3123 705.3713 376.5010 668.7944 375.8016 709.8350 394.2249 667.1837 394.6934 711.2652 394.2249 662.1071 394.6934 706.1886 376.3044 351.7177 375.7819 311.6457
Kombinasi Tersier - - - - - - - - 369.9041 668.0242 369.9126 709.0649 393.2163 667.8781 393.3132 711.4485 393.2163 662.8015 393.3132 708.9102 367.0385 350.9475 366.4275 310.8755
Beban kombinasi max 349.2020 668.7944 349.9715 709.8350 12.8518 736.2784 12.3123 705.3713 376.5010 668.7944 375.8016 709.8350 394.2249 667.8781 394.6934 711.4485 394.2249 662.8015 394.6934 708.9102 376.3044 351.7177 375.7819 311.6457(tiap tipe kombinasi)
Gaya geser maksimum kombinasi daya layan :Gelagar Tepi
Vx = 394.2249 kNVy = 736.2784 kN
Gelagar TengahVx = 394.6934 kNVy = 711.4485 kN
Aksi1 3
Tepi Tengah2
Tepi4
TepiTengah Tepi Tengah5 6
TengahTengah Tepi Tengah Tepi
(Sumber : Hasil perhitungan)
135
Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy Vx Vy VxBerat Sendiri 5.1385 294.3872 4.5186 258.8676 5.1385 294.3872 4.5186 258.8676 5.1385 294.3872 4.5186 258.8676 5.1385 294.3872 4.5186 258.8676 5.1385 294.3872 4.5186 258.8676 5.1385 294.3872 4.5186 2
(x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x)Beban Mati Tambahan 2.3985 137.4091 2.4807 142.1184 2.3985 137.4091 2.4807 142.1184 2.3985 137.4091 2.4807 142.1184 2.3985 137.4091 2.4807 142.1184 2.3985 137.4091 2.4807 142.1184 2.3985 137.4091 2.4807 1
(x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x) (x)Beban Lajur "D" 11.0692 634.1534 13.9008 796.3787 11.0692 634.1534 13.9008 796.3787 11.0692 634.1534 13.9008 796.3787 11.0692 634.1534 13.9008 796.3787 11.0692 634.1534 13.9008 796.3787 11.0692 634.1534 13.9008 7
(x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Beban rem - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
(x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Beban pejalan kaki 2.6179 149.9772 2.6179 149.9772 - - 2.6179 149.9772 - - 2.6179 149.9772 - - 2.6179 149.9772 - - 2.6179 149.9772 -
(x) (x) (x) (x)Gesekan perletakan - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Pengaruh temperatur 0.2359 13.5152 0.0236 1.3520 0.2359 13.5152 0.0236 1.3520 0.2359 13.5152 0.0236 1.3520 0.2359 13.5152 0.0236 1.3520 - - - - 0.2359 13.5152 0.0236 1
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Pengaruh aliran 675.3183 11.7877 675.3183 11.7877 675.3183 11.7877 675.3183 11.7877 675.3183 11.7877 675.3183 11.7877 675.3183 11.7877 675.3183 11.7877 675.3183 11.7877 675.3183 11.7877 675.3183 11.7877 675.3183
(o) (o) (o) (o) (x) (x) (x) (x) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o)Beban angin 80.9067 1.4122 80.9067 1.4122 80.9067 1.4122 80.9067 1.4122 80.9067 1.4122 80.9067 1.4122 80.9067 1.4122 80.9067 1.4122 80.9067 1.4122 80.9067 1.4122 80.9067 1.4122 80.9067
(o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (o) (x) (x) (x) (x) (o) (o) (o)Beban gempa 376.7191 6.5757 376.7191 6.5757 376.7191 6.5757 376.7191 6.5757 376.7191 6.5757 376.7191 6.5757 376.7191 6.5757 376.7191 6.5757 376.7191 6.5757 376.7191 6.5757 376.7191 6.5757 376.7191
(x) (x) (x) (x)
Kombinasi Primer 693.9246 1,079.4649 696.2184 1,209.1523 21.2241 1,215.9268 20.9001 1,197.3646 763.7620 1,077.7374 763.2242 1,209.1523 763.7620 1,067.3619 763.2242 1,198.7768 395.3253 1,072.5253 397.6192 1,203.9403 682.8554 443.5840 682.3176 4
Kombinasi Sekunder 750.5592 1,087.7163 752.8531 1,210.1409 21.3892 1,225.3875 20.9166 1,198.3110 771.5105 1,087.1981 772.9548 1,210.1409 771.5105 1,076.8226 772.9548 1,207.0282 - - - - 739.4900 444.5726 738.9522 4
Kombinasi Tersier 734.4958 1,086.0649 736.6835 1,210.5344 - - - - 769.4146 1,085.2011 770.1865 1,210.5344 769.4146 1,080.0134 770.1865 1,205.3467 - - - - 723.4267 451.0477 722.7827 414.
Beban kombinasi max 750.5592 1,087.7163 752.8531 1,210.5344 21.3892 1,225.3875 20.9166 1,198.3110 771.5105 1,087.1981 772.9548 1,210.5344 771.5105 1,080.0134 772.9548 1,207.0282 395.3253 1,072.5253 397.6192 1,203.9403 739.4900 451.0477 738.9522 4(tiap tipe kombinasi)
Beban kombinasi max. untuk analisa :Gelagar Tepi
Vx = 771.5105 kNVy = 1,225.3875 kN
Gelagar TengahVx = 772.9548 kNVy = 1,210.5344 kN
6Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah
53 4Aksi
1 2Tepi Tengah Tepi Tengah
Vy58.8676(x)
42.1184(x)
96.3787
-
-
-(o).3520(o)
11.7877(o)1.4122(o)6.5757
12.7736
13.7622
1557
14.1557
Tabel 5.29 Rekapitulasi kombinasi gaya geser berdasarkan beban ultimit
(Sumber : Hasil perhitungan)
136
F. Analisis Kapasitas Gelagar Jembatan Keduang
1. Analisis Tegangan Lentur
Unsur komposit Jembatan Keduang terdiri dari gelagar baja dan lantai
beton. Kekuatan lentur gelagar komposit ditentukan dengan cara rencana
keadaan batas ultimit. Lebar efektif lantai harus digunakan untuk menghitung
besaran penampang gelagar komposit.
a. Lebar efektif sayap beton
Diambil nilai terkecil dari :
i) 51 x panjang bentang gelagar =
51 x 30 = 6 m
ii) Jarak pusat-pusat antara badan gelagar = 2,7 m
Maka diambil bP = 2,7 m
b. Mencari dimensi baru (komposit)
Angka ekivalensi :
n = EbetonEbaja
n = 5
6
10896,2101,2x
x
n = 7,25
Luas beton ditransformasi ke luas baja
Atransformasi = n
Abeton
= 25,7
)2002700( x
= 74.482,7586 mm2
137
Dibuat lebar beton transformasi sama dengan lebar beton semula yaitu 2,7
m maka tebal beton setelah transformasi :
ttransformasi = 2700
7586,74482
= 27,5862 mm
Gambar 5.17 Tampang gelagar komposit sebelum dan setelah transformasi
c. Mencari garis netral
1) garis netral searah sumbu x (yx)
Gambar 5.18 Garis netral searah sumbu x pada tampang tertransformasi
A1 = 2,7 x 0,0276 = 0,0745 m2
A2 = 0,3 x 0,008 = 0,0024 m2
A3 = 0,001 x 2,5 = 0,025 m2
138
A4 = 0,3 x 0,008 = 0,0024 m2
y1 = 2,514 m
y2 = 2,496 m
y3 = 1,25 m
y4 = 0,004 m
ỹ = A
Qx
ỹ = 4321
)4.43.32.21.1(AAAA
yAyAyAyA+++
+++
=)0024,0025,00024,00745,0(
))004,00024,0()25,1025,0()496,20024,0()514,20745,0((+++
+++ xxxx
= 2,154 m (dari sisi bawah)
h1 = (2,5 + 0,0276 – 2,154)
= 0,3736 m
h2 = 2,154 m
2) garis netral searah sumbu y (yy)
Bentuk penampang terhadap sumbu y simetris maka garis netral searah
sumbu y berada di tengah penampang, sehingga :
x1 = x2 = 1,35 m
Gambar 5.19 Garis netral searah sumbu y pada tampang tertransformasi
139
d. Mencari inersia penampang tertransformasi
Dengan menggunakan teorema sumbu sejajar, kita dapat menghitung
momen inersia IT untuk keseluruhan penampang terhadap sumbu netral
sebagai berikut :
1) Momen Inersia searah sumbu x ( ITotal-x )
Ix1 = 30276,07,2121 xx + 2,7 x 0,0276 x (0,3736 -
20276,0 )2
= 0,0096 m4
Ix2 = 3008,03,0121 xx + 0,3 x 0,008 x (0,3736 – 0,0276 -
2008,0 )2
= 0,0003 m4
Ix3 = 3484,201,0121 xx + 0,01 x 2,484 x (2,154 – 0,008-
2484,2 )2
= 0,0331 m4
Ix4 = 3008,03,0121 xx + 0,3 x 0,008 x (2,154 -
2008,0 )2
= 0,0541 m4
ITotal-x = Ix1+ Ix2 + Ix3 + Ix4
= 0,0541 m4
2) Momen Inersia searah sumbu y ( ITotal-y )
Iy1 = 37,20276,0121 xx
= 0,0452 m4
Iy2 = 33,0008,0121 xx
= 0,00002 m4
Iy3 = 301,0484,2121 xx
140
= 0,0000002 m4
Iy4 = 33,0008,0121 xx
= 0,00002 m4
ITotal-y = Iy1+ Iy2 + Iy3 + Iy4
= 0,0453 m4
e. Mencari tegangan lentur maksimum yang terjadi
Syarat struktur masih aman digunakan apabila:
σmax ≤ σb ijin
σb ijin = 1900 kg/cm2 (SM 50 (JIS))
1) Gelagar Tepi
a) Tegangan lentur maksimum serat atas
σmaxt =
y
y
x
x
IxM
IhM 21 +
= 0453,0
35,11765,49680541,0
3736,05027,5806 xx+
= 188206,6211 kN/m2
= 1882,0662 kg/cm2 < σb ijin (1900 kg/cm2) → AMAN
b) Tegangan lentur maksimum serat bawah
σmaxb =
y
y
x
x
IxM
IhM 12 +
= 0453,0
35,11765,49680541,0
154,25027,5806 xx+
= 379327,9317 kN/m2
= 3793,2793 kg/cm2>σb ijin(1900 kg/cm2) →TIDAK AMAN
141
2) Gelagar Tengah
a) Tegangan lentur maksimum serat atas
σmaxt =
y
y
x
x
IxM
IhM 21 +
= 0453,0
35,10843,39940541,0
3736,04824,5828 xx+
= 159319,2746 kN/m2
= 1593,1927kg/cm2 < σb ijin (1900 kg/cm2) → AMAN
b) Tegangan lentur maksimum serat bawah
σmaxb =
y
y
x
x
IxM
IhM 12 +
= 0453,0
35,10863,39940541,0
154,24824,5828 xx+
= 351164,0489 kN/m2
= 3511,6405 kg/cm2>σb ijin(1900 kg/cm2) →TIDAK AMAN
2. Analisis Tegangan Geser
Gambar 5.20 Tegangan geser pada badan tampang gelagar
142
a) Mencari momen pertama (Qmaks)
Tegangan geser pada badan gelagar bekerja hanya di arah vertikal, dengan
tegangan geser maksimum terjadi di sumbu netral. Dalam mencari Qmaks
dapat ditinjau area di atas sumbu netral atau area di bawah sumbu netral,
dimana tinjauan itu akan menghasilkan angka yang sama.
Gambar 5.21 Area penampang gelagar untuk mencari Qmaks
Kita tinjau area di bawah sumbu netral :
Qmaks = { } { }⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −−
22)( 2
22
ff
ffw
thxtxb
thxthxt
= ( ) +⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
−2
008,0154,2008,0154,201,0 xx
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
2008,0154,2008,03,0 xx = 0,0282 m3
b) Mencari tegangan geser maksimum (τmax)
Syarat struktur masih aman digunakan apabila :
τmax ≤ τijin
τijin = 1100 kg/cm (SM 50 (JIS))
1) Gelagar Tepi
τmax = x
maksy
IQV
143
= 0541,0
0282,093,1215 x
= 633,8119 kN/m
= 633,8119 kg/cm < τijin (1100 kg/cm) → AMAN
2) Gelagar Tengah
τmax = x
maksy
IQV
= 0541,0
0282,092,1212 x
= 632,2430 kN/m
= 632,2430 kg/cm < τ τijin (1100 kg/cm) → AMAN
3. Analisis Lendutan
Lendutan ijin ( f )
f = L3601
= 300003601 x
= 83,33 mm
a. Lendutan pada gelagar tepi
Akibat beban vertikal
qy = 44,29825 kN/m = 44,29825 N/mm
Py = 127,8415 kN = 127841,5 N
L = 30 m = 30000 mm
E = 2,1x106 kg/cm2 = 2,1x105 N/mm2
Ix = 0,0541 m4 = 5,41x1010 mm4
144
f = EI
PLEI
qL48384
5 34
+
= 105
3
105
4
10.41,510.1,248300005,127841
10.41,510.1,23843000029825,445
xxx
xxxx
+
= 47,46 mm < fijin (83,33 mm) → AMAN
b. Lendutan pada gelagar tengah
Akibat beban vertikal
qy = 41,3247 kN/m = 41,3247 N/mm
Py = 169,4242 kN = 169424, 2 N
L = 30 m = 30000 mm
E = 2,1x106 kg/cm2 = 2,1x105 N/mm2
Ix = 0,0541 m4 = 5,41x1010 mm4
f = EI
PLEI
qL48384
5 34
+
= 105
3
105
4
10.41,510.1,248300002,169424
10.41,510.1,2384300003247,415
xxx
xxxx
+
= 46,76 mm < fijin (83,33 mm) → AMAN
4. Analisis Torsi
Gambar 5.22 Penampang gelagar yang mengalami torsi
145
G = )1(2 μ+
E
= )3,01(2
101,2 6
+x
= 807692,3077 kg/cm2
= 80769230769 N/m2
Gambar 5.23 Penampang gelagar tertransformasi
K = 3
31 tb∑
=(31 x 2,7 x 2,75863) + (
31 x 0,3 x 0,0083) x 2 + (
31 x 2,484 x 0,013)
= 1,98241x10-5 m4
T1 = G K dzdφ
dØ = KGdzT1
Ø = ∫L
dzKG
T
0
1
Ø = KGLT1 → Ø dalam radian
146
1° = xradπ2
360
rad = 360
21 πx = 0,0175
T1 = L
KGφ
= 30
1,98241x10x98076923076x0,0175 5−
= 931,0573 Nm
T2 = E Iw zd
d3
3φ
d3Ø = wIEzdT 3
2
Ø = zdIE
T L
w∫0
32
Ø = wIE
LT 32
T2 = 3LIE wφ
Iw = yIh4
2
= 62
10.53,44
2,249 x
= 0,0697 m6
T2 = 3
11
300697,0101,20175,0 xxx
= 9459,8350 Nm
147
Ttot = T1 + T2
= 931,0573 + 9459,8350
= 10390,8922 Nm < Tijin (2,3x105 Nm)
G. Analisis Sambungan Gelagar Jembatan Keduang
1. Momen inersia netto
I1 = 2 x 121 x 0,3 x 0,0093 + 2 x 0,3 x 0,009 x 1,2522 = 0,0085 m4
4 x 121 x 0,136 x 0,0093+ 2 x 0,136 x 0,009 x 1,2352 = 0,0075 m4
2 x 121 x 0,009 x 2,4843 = 0,0230 m4
∑ I1 = 0,0085 + 0,0075 + 0,0230
= 0,0389 m4
dikurangi :
I2 = 0,016 x 0,009 x 1,2522 x 8 = 0,00181 m4
0,016 x 0,009 x 1,2352 x 8 = 0,00176 m4
0,016 x 0,009 x 1,192 x 4 = 0,00082 m4
0,016 x 0,009 x 1,092 x 4 = 0,00068 m4
0,016 x 0,009 x 0,992 x 4 = 0,00056 m4
0,016 x 0,009 x 0,812 x 4 = 0,00038 m4
0,016 x 0,009 x 0,6752 x 4 = 0,00026 m4
0,016 x 0,009 x 0,542 x 4 = 0,00017 m4
0,016 x 0,009 x 0,4052 x 4 = 0,00009 m4
0,016 x 0,009 x 0,272 x 4 = 0,00004 m4
0,016 x 0,009 x 0,1352 x 4 = 0,00001 m4
148
∑ I2 = 0,0066 m4
Itotal = ∑ I1 - ∑ I2
= 0,0389 - 0,0066
= 0,0323 m4
Gambar 5.24 Sambungan baut pada gelagar
2. Sambungan flens (sayap)
Tegangan pada flens :
σ = totalI
yM 2 = 0323,0
252,15027,5806 x = 224792,3738 kN/m2
Gaya yang harus ditahan flens :
K = Fn flens x σ
= (0,3-(4 x 0,016)) x 0,009 x 224792,3738
= 477459,0020 N
Sambungan pada flens merupakan irisan kembar
Diameter baut = 16 mm
σ ijin = 1900 kg/cm2 = 1,9x108 N/m2
σ tu = 1,2 σ = 1,2 x 1,9x108 = 2,28x108 N/m2
τ = 0,6 σ = 0,6 x 1,9x108 = 1,14x108 N/m2
149
P = 21 πd2 x τ
= 21 x 3,14 x 0,0162 x 1,14x108
= 45818,88 N
P = δ x d x σ tu
= 0,008 x 0,016 x 2,28x108
= 29184 N
Diambil P = 29184 N
Pada pelat sambungan flens dipakai 36 baut, maka gaya yang ditahan oleh 1
baut :
F = nK
= 36
0020,477459
= 13262,7501 N < P (29184 N) → AMAN
3. Sambungan web (badan)
Statis momen terhadap sisi kiri
n1 = 19
n2 = 19
n3 = 6
n4 = 6
x1 = 0,038 m
x2 = 0,112 m
x3 = 0,187 m
150
x4 = 0,262 m
d baut = 16 mm
A = 41 π d2
= 41 π 0,0162
= 2,01 x 10-4 m2
x =∑
+++nA
xAnxAnxAnxAn )........( 44332211
4
4444
1001,2.50)262,0.1001,2.6187,0.1001,2.6112,0.1001,2.19038,0.1001,2.19(
−
−−−− +++x
xxxx
= 0,11 m (dari sisi kiri)
Gambar 5.25 Sambungan baut badan gelagar (ditinjau satu sisi gelagar)
Mx = 5806,5027 kNm
My = 4968,1765 kNm
Vx = 0,3858 kN
n = 50
151
Jarak x dan y masing-masing baut terhadap garis netral (titik berat kelompok
baut) dapat dilihat pada Tabel 5.30.
Tabel 5.30 Jarak x dan y baut sambungan badan terhadap garis netral
Baut x y x2 y2
1 -0.072 -1.19 0.005184 1.41612 -0.072 -1.19 0.005184 1.41613 0.078 -1.19 0.006084 1.41614 0.152 -1.19 0.023104 1.41615 -0.072 -1.09 0.005184 1.18816 -0.072 -1.09 0.005184 1.18817 0.078 -1.09 0.006084 1.18818 0.152 -1.09 0.023104 1.18819 -0.072 -0.99 0.005184 0.9801
10 -0.072 -0.99 0.005184 0.980111 0.078 -0.99 0.006084 0.980112 0.152 -0.99 0.023104 0.980113 -0.072 -0.81 0.005184 0.656114 -0.072 -0.81 0.005184 0.656115 -0.072 -0.675 0.005184 0.45562516 -0.072 -0.675 0.005184 0.45562517 -0.072 -0.54 0.005184 0.291618 -0.072 -0.54 0.005184 0.291619 -0.072 -0.405 0.005184 0.16402520 -0.072 -0.405 0.005184 0.16402521 -0.072 -0.27 0.005184 0.072922 -0.072 -0.27 0.005184 0.072923 -0.072 -0.135 0.005184 0.01822524 -0.072 -0.135 0.005184 0.01822525 -0.072 0 0.005184 026 -0.072 0 0.005184 027 -0.072 0.135 0.005184 0.01822528 -0.072 0.135 0.005184 0.01822529 -0.072 0.27 0.005184 0.072930 -0.072 0.27 0.005184 0.072931 -0.072 0.405 0.005184 0.16402532 -0.072 0.405 0.005184 0.16402533 -0.072 0.54 0.005184 0.291634 -0.072 0.54 0.005184 0.291635 -0.072 0.675 0.005184 0.45562536 -0.072 0.675 0.005184 0.45562537 -0.072 0.81 0.005184 0.656138 -0.072 0.81 0.005184 0.656139 -0.072 0.99 0.005184 0.980140 -0.072 0.99 0.005184 0.980141 0.078 0.99 0.006084 0.980142 0.152 0.99 0.023104 0.980143 -0.072 1.09 0.005184 1.188144 -0.072 1.09 0.005184 1.188145 0.078 1.09 0.006084 1.188146 0.152 1.09 0.023104 1.188147 -0.072 1.19 0.005184 1.416148 -0.072 1.19 0.005184 1.416149 0.078 1.19 0.006084 1.416150 0.152 1.19 0.023104 1.4161
∑ 0.37212 35.3083 (Sumber : Hasil perhitungan)
152
Mx = 5806,5027 kNm
My = 4968,1765 kNm
Vx = 0,3858 kN
n = 50
NH = ∑ + )( 22 yx
My
= )3083,353721,0(
1765,4968+
= 139,2410 kN
NV = ∑ + )( 22 yx
Mx
= )3083,353721,0(
5027,5806+
= 162,7364 kN
NV = n
Vx
= 503858,0
= 7,7151 kN
Nmax = 22 )(( NVNVNH ++
= 22 ))7151,77364,162(2410,139( ++
= 24,8557 kN
Sambungan pada web merupakan irisan kembar
Diameter baut = 16 mm
σ ijin = 1900 kg/cm2 = 1,9x108 N/m2
σ tu = 1,2 σ = 1,2 x 1,9x108 = 2,28x108 N/m2
153
τ = 0,6 σ = 0,6 x 1,9x108 = 1,14x108 N/m2
P = 21 πd2 x τ
= 21 x 3,14 x 0,0162 x 1,14x108
= 45818,88 N
P = δ x d x σ tu
= 0,008 x 0,016 x 2,28x108
= 29184 N
Diambil P = 29184 N
Nmax (24,8557 kN) < P (29,184 kN) → AMAN
Sambungan pada gelagar di lapangan tidak mengalami kerusakan,
seperti yang terlihat pada Gambar 5.26. Setelah dianalisis kapasitas
sambungan yang ada masih mampu menahan gaya yang terjadi sehingga
sambungan dapat dinyatakan masih aman.
Gambar 5.26 Kondisi eksisting sambungan baut badan gelagar
154
H. Analisis Lateral Bracing
1. Gaya pada lateral bracing
Gaya akibat beban lateral :
FH = ∑ Px = 1563,6009 kN
F’H = L
FH
= 30
6009,1563
= 52,1200 kN/m = 5212 kg/m
Gambar 5.27 Lateral bracing (tampak atas)
F = 0,5 x 30 x 1 = 15
Reaksi akibat beban lateral :
RH = F x F’H
= 15 x 52,1200
= 781,8005 kN
Reaksi akibat beban lateral tersebut ditahan oleh 6 sway bracing
RH 1 sway bracing, R’H = 68005,781 = 130,3001 kN
155
Gambar 5.28 Gaya pada 1 sway lateral bracing
Ndiagonal = φcos
P
= 7,2
68,33001,130 x
= 206,3170 kN = 20631,70 kg
2. Kontrol tegangan
Digunakan siku 2x90x90x10x10
A = 2 x 15,5 cm2
imin = 2,0819 cm
λ = miniLk
= 0819,2368 = 176,7611
λ g = π l
Eσ7,0
= π 14007,0101,2 6
xx
= 145,3538
156
λ s = gλλ
= 3538,1457611,176
= 1,2161 → ω = 2,281 λ s = 2,281 x 1,2161 = 2,7739
σ = ω AN
= 2,7739 x 5,15270,20631
x
= 1846,1158 kg/cm2 > σijin (1400 kg/cm2 ) → TIDAK AMAN
Kondisi lateral bracing setelah terjadi bencana banjir sebagian
mengalami tekuk seperti yang terlihat pada Gambar 5.29. hal ini terjadi karena
besarnya gaya lateral yang ditahan bracing melebihi kapasitasnya. Setelah
dianalisis ternyata memang tegangan yang terjadi melebihi tegangan yang
diijinkan sehingga lateral bracing itu dinyatakan tidak aman.
Gambar 5.29 Kondisi eksisting lateral bracing
157
C. Analisis Perletakan
1. Gaya yang ditahan perletakan
F = Reaksi perletakan
= 1225,3875 kN
M = momen akibat gaya gesekan pada perletakan
= 831,5144 kNm
Ukuran elastomer bearing pad 550x300x10 mm
σijin = 80 kg/cm2
hbF.
= 3,055,0
3875,1225x
= 7426,5909 kN/m2
2
6bh
M = 23,055,05144,8316
xx = 10078,9624 kN/m2
hbF.
< 2
6bh
M berarti ada tegangan tarik (-) dan tegangan tekan (+),σmin = tarik;
σmax = tekan. Keadaan ini mutlak perlu angker untuk menahan tarikan.
2. Kontrol tegangan
σ = AP ±
WM
σ = hb
F.
± 2
6bh
M
= 3,055,0
3875,1225x
± 23,055,05144,8316
xx
= 7426,5909 ± 10078,9624
158
σmax = 7426,5909 + 10078,9624
= 17448,24 kN/m2
= 174,4824 kg/cm2 > σijin (80 kg/cm2) → TIDAK AMAN
3. Kontrol kekuatan baut angker
Gaya yang dipikul baut angker = 392,6327 kN
σbaut(tarik) = 0,7 x 1900 = 1330 kg/cm2
Baut terpasang 2Ø36, maka gaya tarik yang ditahan 1 baut :
P = 21 x 392,6327
= 196,3164 kN = 19631,64 kg
σtarik = 1330 kg/cm2, maka luas tampang baut angker :
Abaut = tarik
Pσ
= 1330
19631,64 = 9,5213 cm2
dipakai Ø baut 36 mm, luas = 10,1787 cm2 > 9,5213 cm2 → AMAN
Kondisi perletakan mengalami kerusakan, beton perletakannya pecah
seperti yang terlihat pada Gambar 5.30. Setelah dianalisis memang tegangan
yang terjadi jauh melebihi tegangan yang diijinkan. Tetapi bautnya masih
dalam keadaan utuh (aman).
159
Gambar 5.30 Kondisi eksisting perletakan
I. Konsep Alternatif Perbaikan Struktur Atas Jembatan
Alternatif perbaikan yang dipilih harus mempertimbangkan banyak faktor,
antara lain material, teknologi dan cara pelaksanaan. Pada prinsipnya perbaikan
yang dilakukan harus dapat mengembalikan kapasitas Jembatan Keduang pada
kondisi aman.
1. Konsep Perbaikan Gelagar
Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas, gelagar Jembatan Keduang
masih aman terhadap geser, lendutan dan torsi tetapi tidak aman terhadap
lentur. Tegangan lentur gelagar yang ada melebihi tegangan lentur ijinnya,
untuk itu perlu adanya perkuatan lentur gelagar supaya dapat difungsikan
kembali dengan aman.Tegangan lentur yang terjadi (σmaxb) pada gelagar tepi
3793,2793 kg/cm2 dan gelagar tengah 3511,6405 kg/cm2, keduanya melebihi
tegangan ijin baja (σbaja =1900 kg/cm2). Kelebihan tegangan lentur yang terjadi
pada gelagar tepi 1.893,2793 kg/cm2 dan gelagar tengah 1.611,6405 kg/cm2.
Pemilihan alternatif perbaikan dipengaruhi banyak hal antara lain jenis
dan tingkat kerusakan, tujuan perbaikan, komponen struktur yang diperbaiki,
160
ketersediaan bahan, kemampuan pelaksana (peralatan dan tenaga), biaya,
waktu serta ruang yang tersedia. Oleh karena itu tidak semua jenis perbaikan
gelagar dapat diterapkan untuk perbaikan lentur gelagar Jembatan Keduang
seperti ditunjukkan Tabel 5.31.
Tabel 5.31 Pemilihan metode perbaikan
No Metode Perbaikan Penjelasan
1 Perkuatan dengan memperbesar penampang
Sesuai Penambahan luas penampang akan meningkatkan kekakuan gelagar karena momen inersianya meningkat sehingga dapat mereduksi momen yang terjadi.
2 Pendistribusian dengan balok melintang atau diafragma
Kurang sesuai Antar bagian badan gelagar yang ada diafragma tidak mengalami kerusakan (local buckling). Local buckling hanya terjadi pada bagian badan yang tidak ditahan diafragma. Ini berarti tidak perlu ada penambahan diafragma baru.
3 Penambahan elemen struktur (gelagar baru)
Kurang sesuai. Kekuatan yang diperlukan untuk perbaikan kecil tidak sebanding dengan sumbangan kekuatan yang diberikan oleh gelagar baru yang dipasang. Ini berarti tidak perlu ada penambahan gelagar baru. Teknik pemasangannya sulit.
4 Prategang eksternal (PE)
Sesuai PE menyederhanakan penerapan beban aksial yang dikombinasikan dengan gaya angkat untuk meningkatkan kapasitas lentur dan geser dari struktur balok atau komponen. PE tidak menyebabkan penambahan terhadap berat gelagar.
5 Cover plate Sesuai. Cover plate dapat menambah luas penampang sehingga kekakuan gelagar meningkat karena momen inersianya meningkat sehingga dapat mereduksi momen yang terjadi. Cover plate mempunyai sifat hampir sama dengan gelagar baja yang diperbaiki.
161
Tabel 5.31 Pemilihan metode perbaikan (lanjutan)
No Metode Perbaikan Penjelasan
6 CFRP Kurang sesuai CFRP tidak cocok untuk perbaikan struktur yang berada di tempat terbuka (di atas sungai) dan perlu perlindungan khusus. Kembang susut baja besar sehingga dapat mengganggu lekatan epoxy antara CFRP dan gelagar. Sebelum dipasang CFRP harus dijamin gelagar betul-betul bebas dari karat supaya lekatan antara CFRP dan baja tidak mudah lepas.
7 Perubahan sistem struktur
Kurang sesuai Kekuatan yang diperlukan untuk perbaikan kecil, tidak perlu merubah sistem struktur. Dengan sistem struktur yang ada masih memungkinkan untuk diperbaiki dengan metode yang lebih sederhana sehingga tidak perlu merubah sistem strukturnya.
Dari Tabel 5.31 terlihat bahwa metode yang mungkin untuk
memperbaiki lentur gelagar Jembatan Keduang adalah pemasangan cover
plate (termasuk memperluas tampang) dan prategamg eksternal. Akan tetapi
perlu juga dikaji atau dipertimbangkan efek setelah penerapan metode
tersebut.
a. menambah pelat baja (steel plate bonding)
Pada dasarnya perkuatan dengan pelat baja (coverl plate) dilakukan
dengan cara menambahkan pelat baja yang dikompositkan dengan gelagar
baja, menggunakan baut/angker.
Penambahan pelat baja (cover plate) merupakan salah satu alternatif
untuk memperbaiki lentur gelagar jembatan yang terbuat dari baja. Pelat
baja akan lebih tahan terhadap cuaca mengingat gelagar berada di tempat
terbuka. Gelagar baja akan mengalami perbedaan suhu yang besar antara
162
siang dan malam hari, oleh karena itu perlu material perbaikan yang dapat
mengantisipasi keadaan tersebut dan pelat baja merupakan alternatifnya
karena mempunyai sifat yang sama dengan material yang diperbaiki. Pelat
baja mudah didapatkan dan harganya relatif lebih murah. Pelaksanaannya
juga relatif lebih mudah, tidak memerlukan teknologi khusus yang
memerlukan biaya mahal.
Selain keuntungan tentu saja pemasangan pelat baja ini juga
mempunyai kekurangan, antara lain mudah terserang korosi, relatif berat
sehingga menambah berat sendiri, biaya perancah yang cukup tinggi dan
bagian sambungan (baut) merupakan perlemahan.
Menggunakan diagram momen satu satuan diperoleh besarnya
distribusi momen pada setiap segmen. Kondisi pembebanan yang simetris
menghasilkan diagram momen yang simentis dengan momen maksimal
berada di tengah bentang. Sehingga untuk analisa kapasitas lentur gelagar
dapat ditinjau setengah bentang. Pada Tabel 5.32 dilihat bahwa tegangan
lentur yang terjadi pada gelagar tepi di segmen 1 sampai 4 yang terjadi
(σmax = 1.756,29 kg/cm2) lebih kecil dari tegangan lentur ijin (σmax =
1.900 kg/cm2). Sedangkan pada segmen 4 sampai 15 tegangan lentur yang
terjadi lebih besar dari tegangan ijin. Tegangan lentur pada gelagar tengah
di segmen 1 sampai 4 yang terjadi (σmax = 1.756,29 kg/cm2) lebih kecil
dari tegangan lentur ijin (σmax = 1.900 kg/cm2) dan segmen 5 sampai 15
melebihi tegangan ijinnya.
163
Tabel 5.32 Distribusi momen pada gelagar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15129 250 361 463 557 641 716 783 841 889 929 960 982 996 1000
Momen X (kNm) 749.04 1,451.63 2,096.15 2,688.41 3,234.22 3,721.97 4,157.46 4,546.49 4,883.27 5,161.98 5,394.24 5,574.24 5,701.99 5,783.28 5,806.50
Momen Y (kNm) 640.89 1,242.04 1,793.51 2,300.27 2,767.27 3,184.60 3,557.21 3,890.08 4,178.24 4,416.71 4,615.44 4,769.45 4,878.75 4,948.30 4,968.18
σmaxt (kg/cm2) 242.79 470.52 679.43 871.40 1,048.31 1,206.40 1,347.56 1,473.66 1,582.82 1,673.16 1,748.44 1,806.78 1,848.19 1,874.54 1,882.07
σmaxb (kg/cm2) 489.33 948.32 1,369.37 1,756.29 2,112.86 2,431.49 2,715.99 2,970.14 3,190.15 3,372.23 3,523.96 3,641.55 3,725.00 3,778.11 3,793.28
Momen X (kNm) 751.87 1,457.12 2,104.08 2,698.59 3,246.46 3,736.06 4,173.19 4,563.70 4,901.75 5,181.52 5,414.66 5,595.34 5,723.57 5,805.17 5,828.48
Momen Y (kNm) 515.24 998.52 1,441.87 1,849.26 2,224.71 2,560.21 2,859.77 3,127.37 3,359.03 3,550.74 3,710.51 3,834.32 3,922.19 3,978.11 3,994.09
σmaxt (kg/cm2) 205.52 398.30 575.14 737.65 887.41 1,021.24 1,140.73 1,247.47 1,339.88 1,416.35 1,480.08 1,529.47 1,564.52 1,586.82 1,593.19
σmaxb (kg/cm2) 453.00 877.91 1,267.70 1,625.89 1,955.98 2,250.96 2,514.33 2,749.61 2,953.29 3,121.85 3,262.31 3,371.17 3,448.43 3,497.59 3,511.64
Jarak segmen (m)
TEPI
TENGAH
(Sumber: Hasil perhitungan)
Kelebihan tegangan lentur yang terjadi pada gelagar tepi :
Mlebih = yIσ
= 154,2
0541,010)190028,3793( 2 xx−
= 4.754,66 kNm
Menggunakan diagram momen satu satuan diperoleh besarnya distribusi
kelebihan momen pada setiap segmen. Dengan cara yang sama dapat
dihitung kelebihan tegangan pada gelagar tengah, selengkapnya dapat
dilihat pada Gambar 5.31.
Grafik Kelebihan Momen pada Gelagar
2000
2500
3000
3500
4000
4500
5000
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Segmen (m)
Mom
en (k
Nm
)
G. Tepi G. Tengah
Segmen 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15G. Tepi 2648.3456 3047.737 3404.337 3722.899 3998.669 4226.893 4417.0791 4564.474 4669.076 4735.64136 4754.66G. Tengah 2254.3149 2594.283 2897.827 3168.992 3403.732 3598 3759.8897 3885.354 3974.394 4031.05502 4047.244
Gambar 5.31 Kelebihan momen pada gelagar tepi dan gelagar tengah (Sumber : Hasil perhitungan)
164
Untuk menahan tegangan lentur yang terjadi diperlukan penambahan
kekakuan pada gelagar. Penambahan kekakuan dapat diperoleh dengan
memperluas penampang profil gelagar. Perluasan ini akan memperbesar
momen inersia penampang (I). Bertambahnya nilai I akan mereduksi
momen yang bekerja pada penampang, sehingga tegangan lentur (σ) yang
terjadi akan berkurang. Selain memperluas profil penampang, peningkatan
kekakuan gelagar dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu bahan
cover plate yang digunakan. Agar pemasangan cover plate lebih efektif,
maka dimensi cover plate disesuaikan dengan besarnya momen yang
terjadi pada setiap segmen.
Menggunakan cover plate BJ 52 (σ = 3.600 kg/cm2) pada bagian web
maupun flens seperti Gambar 5.32 diperoleh momen penahan terhadap
kelebihan tegangan lentur yang terjadi pada gelagar.
Gaya lateral akibat banjir menyebabkan lateral bracing tertekuk, hal
ini mengindikasikan terjadinya local buckling pada web gelagar bagian
bawah. Web bagian atas tidak mengalami local buckling karena diafragma
yang menahan web tidak mengalami kerusakan. Oleh karena itu cover
plate dipasang pada web bagian bawah untuk mencegah terjadinya local
buckling yang berlanjut.
Letak garis netral dan momen inersia penampang dapat dicari seperti
pada penampang komposit (F.1.c) dan (F.1.d).
165
Gambar 5.32 Penambahan cover plate pada web dan flens
Momen perlawanan dari cover plate terhadap kelebihan momen yang
terjadi pada gelagar tepi :
MCP = yIσ
= 486,1
0196,0103600 2 xx
= 4.755,451 kNm
Dengan cara yang sama dapat dihitung momen perlawanan dari cover
plate pada gelagar tengah. Dimensi cover plate ditentukan berdasarkan
momen perlawanan tersebut. Besarnya distribusi momen perlawanan dan
dimensi cover plate pada setiap segmen selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 5.33. Sedangkan gambar kebutuhan cover plate setiap segmen dapat
dilihat pada Lampiran F-1.
166
Tabel 5.33 Momen penahan dari cover plate
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
557 641 716 783 841 889 929 960 982 996 1000
Momen berlebih (kNm) 2,648.35 3,047.74 3,404.34 3,722.90 3,998.67 4,226.89 4,417.08 4,564.47 4,669.08 4,735.64 4,754.66
Momen CP (kNm) 2,680.06 3,062.82 3,408.28 3,746.34 4,016.66 4,230.73 4,417.97 4,579.24 4,672.77 4,742.41 4,755.45 dimensi cover plate- web (mm) 2x265x8 2x315x8 2x365x8 2x420x8 2x470x8 2x515x8 2x560x8 2x605x8 2x635x8 2x660x8 2x665x8- flens (mm) 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8
Momen berlebih (kNm) 2,254.31 2,594.28 2,897.83 3,168.99 3,403.73 3,598.00 3,759.89 3,885.35 3,974.39 4,031.06 4,047.24 Momen CP (kNm) 2,274.49 2,616.57 2,925.95 3,177.13 3,426.73 3,604.67 3,763.81 3,888.05 3,983.68 4,041.99 4,055.89
dimensi cover plate- web (mm) 2x255x7 2x305x7 2x355x7 2x400x7 2x450x7 2x490x7 2x530x7 2x565x7 2x595x7 2x615x7 2x620x7- flens (mm) 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8 300x8
Jarak segmen (m)
TEPI
TENGAH
Sumber : Hasil perhitungan
Cover plate dipasang pada web maupun flens dengan menggunakan
baut. Banyaknya baut yang digunakan disesuaikan dengan besarnya
momen yang terjadi pada tiap segmen. Sambungan pada web merupakan
irisan ganda dan pada flens irisan tunggal.
Apabila dipakai baut A490 diameter 22 mm, tarik minimum 1 baut
285 kN (sumber : Charles G.salmon dan John E.Johnson, Struktur Baja 1)
maka dapat dicari jumlah baut yang diperlukan.
Jumlah baut web yang diperlukan pada gelagar tepi (per m) :
n = 285
66,754.4
= 16,68 ≈ 17 buah
Konfigurasi baut ditunjukkan Gambar 5.33 berikut ini :
Gambar 5.33 Konfigurasi baut
167
Kontrol kekuatan baut :
M = 4.754,66 kNm
n = 17
Posisi baut simetris maka garis netral terletak di tengah-tengah baik pada
arah x maupun arah y. Jarak x dan y masing-masing baut terhadap garis
netral (titik berat kelompok baut) dapat dilihat pada Tabel 5.34
M = 4.754,66 kNm
n = 17
Sambungan pada web merupakan irisan kembar
σ ijin = 3600 kg/cm2 = 3,6x108 N/m2
σ tu = 1,2 σ = 1,2 x 3,6x108 = 2,28x108 N/m2
P = δ x d x σ tu
= 0,01 x 0,022 x 2,28x108 = 5.016 kN
Tabel 5.34 Jarak x dan y baut CP pada web terhadap garis netral
Baut x y x2 y2
1 -0.45 -0.2325 0.2025 0.05412 -0.27 -0.2325 0.0729 0.05413 -0.09 -0.2325 0.0081 0.05414 0.09 -0.2325 0.0081 0.05415 0.27 -0.2325 0.0729 0.05416 0.45 -0.2325 0.2025 0.05417 -0.32 0 0.1024 08 -0.18 0 0.0324 09 0 0 010 0.18 0 0.0324 011 0.32 0 0.1024 012 -0.45 0.2325 0.2025 0.054113 -0.27 0.2325 0.0729 0.054114 -0.09 0.2325 0.0081 0.054115 0.09 0.2325 0.0081 0.054116 0.27 0.2325 0.0729 0.054117 0.45 0.2325 0.2025 0.0541
∑ 1.4036 0.6487
0
(Sumber : Hasil perhitungan)
168
Nmax = ∑ + )( 22 yx
M
= )6486,04036,1(
66,754.4+
= 2.316,78 kN
Nmax (2.316,78 kN) < P (5.016 kN) → AMAN
Dengan cara yang sama dapat dihitung jumlah baut setiap segmen dari cover
plate pada gelagar tepi maupun tengah. Hasil hitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 5.35.
Tabel 5.35 Hasil hitungan jumlah baut
Segmen 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15Kelebihan momen (kNm) 2,648.35 3,047.74 3,404.34 3,722.90 3,998.67 4,226.89 4,417.08 4,564.47 4,669.08 4,735.64 4,754.66Jml baut 10 11 12 14 15 15 16 17 17 17 17
Kelebihan momen (kNm) 2,254.31 2,594.28 2,897.83 3,168.99 3,403.73 3,598.00 3,759.89 3,885.35 3,974.39 4,031.06 4,047.24Jml baut 8 10 11 12 12 13 14 14 14 15 15
TEPI
TENGAH
(Sumber : Hasil perhitungan)
Efek yang ditimbulkan setelah pemasangan cover plate perlu
dipertimbangkan, seberapa besar pengaruh penambahan berat cover plate
terhadap berat sendiri struktur. Selain itu perlu dipertimbangkan juga efek
perlemahan yang ditimbulkan oleh pemasangan baut cover plate supaya
kondisi struktur tetap aman.
b. Menggunakan prategang eksternal (PE)
Perkuatan dengan PE menyederhanakan penerapan beban aksial
yang dikombinasikan dengan gaya angkat untuk meningkatkan kapasitas
lentur dan geser dari struktur balok atau komponen. Prinsip dasar PE sama
seperti pada sistem prategang yang biasa dilakukan khususnya pada
jembatan beton pratekan, yaitu menerapkan suatu gaya tekan yang
169
dikombinasikan dengan momen eksentrisitas guna menambah kapasitas
lentur serta memperbaiki kondisi retakan dari suatu gelagar.
Pemberian tegangan dapat dilakukan dengan menggunakan kabel
prategang, baik yang berupa strand tunggal maupun gabungan. Pada
beberapa keadaan, pemberian tegangan dilakukan dengan menggunakan
batang baja kuat tarik tinggi yang dapat ditarik dengan dongkrak hidrolik
ataupun dengan sistem pengencangan baut.
PE merupakan salah satu alternatif untuk penanganan Jembatan
Keduang, karena pada saat pelaksanaan tidak perlu menutup arus lalu-
lintas, pelaksanaannya yang mudah dalam hal pemasangan peralatan yang
digunakan, kemudahan dalam pemeriksaan kabel dan angkernya yang
terpasang karena letaknya di luar struktur, kabel prategang dapat ditegang
ulang, dan kabel prategang direncanakan untuk dapat diganti kemudian
hari. PE juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain suatu penilaian
kondisi khusus pada jembatan yang lebih teliti dibandingkan dengan
metode lain, harus dilakukan terlebih dahulu guna menjamin bahwa lantai,
gelagar dapat memikul adanya penambahan tegangan. Selain itu kabel
prategang yang ditempatkan di luar menjadi lebih mudah terkena korosi
dan vandalisme. Pada saat dilakukan penegangan kabel pada gelagar
jembatan, akan terjadi sejumlah pergerakan pada komponen-komponen
lantai jembatan baik dalam arah vertikal maupun horisontal, sehingga
perlu diperhitungkan akan terjadi tegangan-tegangan sekunder yang dapat
merusak pelat lantai dan rangka jembatan.
170
Menggunakan diagram momen satu satuan diperoleh besarnya
distribusi momen pada setiap segmen, sehingga tegangan lentur tiap-tiap
segmen dapat diperoleh. Untuk menahan tegangan lentur yang terjadi
diperlukan perencanaan gaya penegangan tendon dan letak deviator.
Semakin tinggi letak deviator akan semakin tinggi gaya tekan yang
dihasilkan. Gaya tekan ini menimbulkan tegangan pada gelagar maka
harus diperhitungkan agar tidak melewati kapasitas ijin bahan gelagar.
Selain itu juga harus dipertimbangkan jarak ruang bebas di bawah
jembatan, dimana semakin tinggi deviator akan mengurangi ruang bebas
dan semakin tinggi pula resiko terhadap benda hanyutan.
Perhitungan perkuatan dengan prategang eksternal dapat ditentukan
beasarnya gaya prategang yang diperlukan untuk mengatasi kelebihan
tegangan sehingga setelah adanya perkuatan tersebut tegangan lentur
gelagar yang terjadi berada dalam batas aman. Setelah besarnya gaya
prategang diperoleh, harus dikontrol tegangan yang timbul pada serat atas
beton dan serat atas gelagar baja dalam kedaan bekerja momen maksimum
maupun momen minimum.Momen minimum terjadi apabila yang bekerja
han Perhitungan perkuatan dengan prategang eksternal seperti di bawah
ini :
σb ijin = 1900 kg/cm2
σb kapasitas = 1500 kg/cm2 (dengan pertimbangan umur jembatan yang
sudah tua)
171
1) Gelagar tepi
Momen maksimum = 5.828,4824 kNm = 58.065.027,0567 kgcm
Menggunakan data dari analisis tegangan lentur gelagar dapat dihitung
besarnya momen kapasitas gelagar.
a) Keadaan momen maksimum
Mkap gelagar = k
kapasitasb
Iyσ
= 8100541,04,2151500
xx = 37.668.863,6992 kg cm
Kelebihan momen = 20.396.163,3576 kg cm
Apabila tendon prategang terdiri dari 3 tendon yang masing-
masing merupakan strand gabungan 6 buah besi diameter 19 mm
(Luas total tendon = 5.100,93 mm2) dan diletakkan 2,5 m di bawah
garis netral seperti Gambar 5.32 maka gaya prategang yang
diperlukan untuk mengatasi kelebihan momen dapat dicari sebagai
berikut :
Pi = e
M
= 2105,23576,163.396.20
x = 81.584,6534 kg = 81,6 ton
Kontrol tegangan serat atas beton :
σt beton = k
t
k
t
s IcM
IceP
AP
−+−
= 82 100541,035,372506534,584.81
1093,100.56534,584.81
xxx
x+− −
172
8100541,035,370567,027.065.58
xx
−
= -1.859,5350 kg/cm2 < σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK
(masih dalam tegangan bahan baja)
= n5350,859.1
− = 25,75350,859.1
−
= -256,4876 kg/cm2 <σijin beton (258.3 kg/cm2) → OK
(berupa tegangan bahan beton)
Kontrol tegangan serat atas baja :
σt baja = k
t
k
t
s IcM
IceP
AP
−+−
= 82 100541,060,342506534,584.81
1093,100.56534,584.81
xxx
x+− −
8100541,060,340567,027.065.58
xx
−
= -1,840.3249 kg/cm2 < σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK
b) Keadaan momen minimum
Mminimum = 57,2197 kNm = 572.196,6338 kg cm
Kontrol tegangan serat atas beton :
σt beton = k
t
k
t
s IcM
IceP
AP
−+−
= 82 100541,035,372506534,584.81
1093,100.56534,584.81
xxx
x+− −
8100541,035,376338,196.572
xx
−
= -1.462,5103 kg/cm2 < σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK
( masih dalam tegangan bahan baja)
173
= n5103,462.1
− = 25,75103,462.1
−
= - 201,7256 kg/cm2<σijin beton (258.3 kg/cm2) → OK
(berupa tegangan bahan beton)
Kontrol tegangan serat atas baja :
σt baja = k
t
k
t
s IcM
IceP
AP
−+−
= 82 100541,060,342506534,584.81
1093,100.56534,584.81
xxx
x+− −
8100541,060,346338,196.572
xx
−
= -1.472,6200 kg/cm2 < σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK
2) Gelagar tengah
Momen maksimum = 5.828,4824 kNm = 58.284.824,3159 kgcm
Menggunakan data dari analisis tegangan lentur gelagar dapat dihitung
besarnya momen kapasitas gelagar.
a) Keadaan momen maksimum
Mkap gelagar = k
kapasitasb
Iyσ
= 8100541,04,2151500
xx = 37.668.863,6992 kg cm
Kelebihan momen = 20.615.960,6167 kg cm
Apabila tendon prategang terdiri dari 3 tendon yang masing-
masing merupakan strand gabungan 6 buah besi diameter 19 mm
(Luas total tendon = 5.100,93 mm2) dan diletakkan 2,5 m di bawah
174
garis netral seperti Gambar 5.34, maka gaya prategang yang
diperlukan untuk mengatasi kelebihan momen dapat dicari sebagai
berikut :
Pi = e
M
= 2105,26167,960.615.20
x = 82.463,8425 kg = 82,5 ton
Kontrol tegangan serat atas beton :
σt beton = k
t
k
t
s IcM
IceP
AP
−+−
= 82 100541,035,372508425,463.82
1093,100.58425,463.82
xxx
x+− −
8100541,035,373159,824.284.58
xx
−
= -1.876,7709 kg/cm2 < σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK
( masih dalam tegangan bahan baja)
= n7709,876.1
− = 25,77709,876.1
−
= - 253,8649 kg/cm2<σijin beton (258.3 kg/cm2) → OK
(berupa tegangan bahan beton)
Kontrol tegangan serat atas baja :
σt baja = k
t
k
t
s IcM
IceP
AP
−+−
= 82 100541,060,342508425,463.82
1093,100.58425,463.82
xxx
x+− −
175
8100541,060,343159,824.284.58
xx
−
= - 1.857,5607 kg/cm2 <σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK
b) Keadaan momen minimum
Mminimum = 54,0025 kNm = 540.024,7813 kg cm
Kontrol tegangan serat atas beton :
σt beton = k
t
k
t
s IcM
IceP
AP
−+−
= 82 100541,035,372508425,463.82
1093,100.58425,463.82
xxx
x+− −
8100541,035,377813,024.540
xx
−
= - 1.478,0061 kg/cm2 <σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK
( masih dalam tegangan bahan baja)
= n0061,478.1
− = 25,70061,478.1
−
= - 203,8629 kg/cm2<σijin beton (258.3 kg/cm2) → OK
(berupa tegangan bahan beton)
Kontrol tegangan serat atas baja :
σt baja = k
t
k
t
s IcM
IceP
AP
−+−
= 82 100541,060,342508425,463.82
1093,100.58425,463.82
xxx
x+− −
8100541,060,347813,024.540
xx
−
= - 1.488,2443 kg/cm2 <σb ijin (1.900 kg/cm2 ) → OK
176
Gambar 5.34 Perkuatan gelagar dengan prategang eksternal
Dari perhitungan di atas ternyata kelebihan momen di gelagar tepi
sebesar 20.396.163,3576 kg cm mampu diatasi dengan gaya prategang
sebesar 81,6 ton. Sedangkan kelebihan momen gelagar tengah sebesar
20.615.960,6167 kg cm mampu diatasi dengan gaya prategang sebesar
82,5 ton. Dengan gaya tersebut gelagar dalam keadaan aman pada kondisi
momen maksimum maupun minimum.
Mengingat adanya indikasi local buckling pada gelagar maka efek
yang ditimbulkan setelah pemasangan prategang eksternal perlu
dipertimbangkan. Karena jika local buckling benar-benar terjadi,
pemasangan prategang eksternal dapat memperbesar eksentrisitas pada
bagian buckling sehingga membahayakan struktur jika dibiarkan dalam
waktu yang lama.
177
2. Konsep Perbaikan Lateral Bracing
Kondisi lateral bracing yang mengalami tekuk sudah tidak aman
terhadap gaya lateral yang terjadi.Tegangan yang terjadi pada lateral bracing
(σ = 1846,1158 kg/cm2) melebihi tegangan ijinnya (σijin = 1400 kg/cm2 ).
Lateral bracing yang sudah mengalami tekuk harus dilakukan penggantian
supaya kapasitasnya mampu menahan beban maksimum yang ada.
Penggantian dilakukan karena secara material baja yang sudah mengalami
tekuk sudah kehilangan kekuatan sekalipun bracing itu sudah diluruskan.
Bracing yang tertekuk berarti sudah mengalami tegangan tarik yang besar,
apabila diluruskan berarti harus dikenai tegangan balik yang besar pula.
Bracing yang sudah mengalami tegangan tarik dan tegangan balik yang besar
ini secara struktural kapasitas tegangan sudah tereduksi.
Material lateral bracing pengganti yang digunakan bisa dengan mutu
yang sama dengan aslinya sehingga diperlukan profil dengan dimensi yang
lebih besar. Dapat pula dilakukan peningkatan mutu bahan lateral bracing
pengganti sehingga akan didapat dimensi profil yang lebih kecil apabila
dibandingkan dengan tanpa peningkatan mutu bahan.
Dengan menggunakan data dari analisis sebelumnya dapat dilakukan
perhitungan besarnya dimensi lateral bracing dengan cara coba-coba (trial and
error). Adapun data yang diperlukan sebagai berikut :
Digunakan material baja yang sama dengan lateral bracing awal.
σ ijin = 1400 kg/cm2
N = 20631,70 kg
178
Lk = 3,68 m
λ g = 145,3538
Trial 1 : Profil Double siku 90x90x13x13
A = 2 x 21,8 = 43,6 cm2
imin = 2,0612 cm
λ = miniLk
= 0612,2368 = 178,5334
λ g = π l
Eσ7,0
= π 14007,0101,2 6
xx
= 145,3538
λ s = gλλ
= 3538,1455334,178
= 1,2283 → ω = 2,281 λs = 2,281 x 1,2283 = 2,8017
σ = ω AN
= 2,8017 x 6,4370,20631
= 1325,7659 kg/cm2 < σijin (1400 kg/cm2 ) → AMAN
Penggantian lateral bracing dengan profil double siku 90x90x13x13 sudah
mampu menahan gaya yang terjadi.
179
3. Konsep Perbaikan Perletakan
Perletakan pada abutment A2 pecah dan sudah tidak dapat difungsikan
lagi. Kerusakan ini disebabkan tegangan yang terjadi (σmax = 174,4824
kg/cm2) melebihi tegangan ijin (σbeton = 80 kg/cm2). Kelebihan tegangan yang
terjadi sebesar 94,4824 kg/cm2.
Penanganan dilakukan dengan mengganti beton perletakan yang rusak
menggunakan beton baru yang luas bidang kontaknya lebih besar atau
meningkatkan mutu beton yang dipakai. Bidang kontak dapat diperluas
dengan cara mengubah dimensi perletakan sehingga dapat mengantisipasi
kelebihan tegangan yang terjadi. Apabila dilakukan peningkatan mutu beton
maka harus dipilih beton yang mempunyai σ minimal sama dengan tegangan
maksimum yang terjadi.
Bidang kontak dapat diperluas dengan cara mengubah dimensi
perletakan. Dengan menggunakan data dari analisis sebelumnya dapat
dilakukan perhitungan besarnya dimensi perletakan dengan cara coba-coba
(trial and error). Adapun data yang diperlukan sebagai berikut :
F = 1225,3875 kN
M = 831,5144 kNm
σbeton = 80 kg/cm2
σmax = 174,4824 kg/cm2
Kelebihan σ = 174,4824 – 80 = 94,4824 kg/cm2
Dicoba ukuran perletakan menjadi p : 600 mm dan l : 500 mm
180
Kontrol tegangan :
σmax = AP +
WM
σmax = hb
F.
+ 2
6bh
M
= 5,06,0
93,1215x
+ 25,06,05144,8316
xx
= 7379,1579 kN/m2
= 73,7916 kg/cm2 < σijin (80 kg/cm2) → AMAN
Dari hasil perhitungan perletakan dengan panjang 600 mm dan lebar 500 mm
sudah mampu menahan gaya maksimum yang terjadi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil analisis yang dilakukan terhadap kapasitas struktur atas Jembatan
Keduang, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. struktur atas yang mengalami kerusakan adalah gelagar, lateral bracing dan
perletakan. Nilai kondisi Jembatan Keduang 4 atau dalam kondisi kritis,
2. kapasitas gelagar aman terhadap geser, torsi dan lendutan, tetapi tidak aman
terhadap lentur. Pada bagian sambungan gelagar masih dalam kondisi aman.
Sedangkan lateral bracing dan perletakan tidak aman terhadap beban yang
bekerja.
3. konsep penanganan terhadap lentur gelagar dapat dilakukan dengan
penambahan cover plate atau prategang eksternal untuk memperbesar
kapasitasnya. Sedangkan kerusakan pada lateral bracing diperbaiki dengan
penggantian profil menggunakan dimensi lebih besar. Kerusakan pada
perletakan diatasi dengan mengganti dan memperbesar dimensinya.
181
182
B. Saran
Untuk menindaklanjuti penelitian ini diperlukan penelitian lanjutan yang
merupakan pengembangan tema maupun metodologi. Adapun saran untuk
penelitian selanjutnya antara lain :
1. perlu dilakukan perhitungan lebih detail terhadap alternatif perbaikan struktur
atas Jembatan Keduang baik secara analisis maupun pemodelan di
laboratorium, sehingga dapat ditentukan alternatif yang paling baik dan efisien
untuk diterapkan di lapangan,
2. perlu dikaji lebih jauh tentang teknis pelaksanaan terhadap alternatif perbaikan
struktur atas Jembatan Keduang.
3. beban banjir perlu diperhitungkan dalam perencanaan, sehingga apabila terjadi
banjir jembatan tidak mengalami overloading.
182
DAFTAR PUSTAKA
Addicon Mulya, P.T., 1992, Laporan Penunjang Vol. I Analisa Hidrologi, Analisa
Alur Sungai, Analisa dan Perhitungan Perencanaan, Rencana Anggaran Biaya, Rencana Pelaksanaan dan Spesifikasi Teknik, Surakarta,
Badan Standarisasi Nasional (BSN), Standar Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005, Jakarta,
Badan Standarisasi Nasional (BSN), Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya, RSNI 2005, Jakarta,
Badan Standarisasi Nasional (BSN), Metode Perhitungan Debit Banjir, SK SNI M-18-1989-F, Yayasan LPMB, Bandung,
Bambang, S. & Agus, S.M., 2007, Jembatan, Yogyakarta, Charles G. Salmon, dan, John E. Johnson, 1996, Struktur Baja Jilid 1, Erlangga,
Jakarta, Charles G. Salmon, dan, John E. Johnson, 1996, Struktur Baja Jilid 2, Erlangga,
Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Marga, 1993, Departemen Pekerjaan Umum, Bridge
Management System, Panduan Pemeriksaan Jembatan, Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Marga, 1993, Departemen Pekerjaan Umum, Bridge
Management System, Panduan Prosedur Umum IBMS, Jakarta, Dedy Hamdani, dkk., 2008, Identifikasi Kerusakan Jembatan dengan Metode Bridge
Managemen System (BMS) (Studi kasus: Jembatan Plupuh, Kabupaten Sragen), Tugas Mata Kuliah Rekayasa Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jembatan, Prodi MTRPBS-UNS, Surakarta,
Desniar, H. Y., 2007, Evaluasi Keamanan Struktur Jembatan Beton Bertulang (Studi Kasus: Jembatan Panasan, DI Yogyakarta), Tesis Pasca Sarjana MPSP UGM, Yogyakarta
Ichwan R. N., 2004, Hidrologi untuk Perencanaan Jembatan, USU Repository@2006,
183
184
James M. Gere, dan, Stephen P. Timoshenko, (Alih bahasa: Bambang Suryoatmono), 2000, Mekanika Bahan Jilid II, Erlangga, Jakarta,
James M. Gere, dan, Stephen P. Timoshenko, (Alih bahasa: Bambang Suryoatmono), 2000, Mekanika Bahan Jilid I, Erlangga, Jakarta,
JICA, 2005, The Study on Countermeasures for Sedimentation in The Wonogiri Multipurpose Dam Reservoir in The Republic of Indonesia, Progress Report (1), Surakarta,
Kusumastuti R., 2006, Perhitungan Aliran Permukaan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Model Data Raster (Studi Kasus DAS Keduang), Skripsi Teknik Sipil UNS, Surakarta,
Made Sukrawa, dan L.G. Wahyu W, 2006, Pengaruh Perkuatan Lentur dengan Pelat Baja Terhadap Perilaku Balok-T Jembatan, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 10, No. 2, Juli 2006, Denpasar,
Manukoa, J., 2007, Pemeriksaan Kapasitas Lentur Ultimit pada Jembatan Tipe Balok T Standar Bina Marga Tahun 1980 BM 100, Majalah Teknik Jalan dan Jembatan No. 109. hal. 22,
Nippon Koei Co., Ltd., 1978, Relocation Road and Bridge, Design Calculation, BBWS, Surakarta,
Oentoeng, 2004, Konstruksi Baja, Andi, Yogyakarta Rudy Gunawan, 1987, Tabel Profil Konstruksi Baja, Kanisius, Yogyakarta, Sika Indonesia, PT, 2004, Peningkatan Kapasitas Jembatan Beton, Lokakarya PU,
Jakarta, Sobriyah, 2001, Distribusi Hujan Jam-jaman dengan Durasi Tertentu untuk DAS
Bengawan Solo, Media Komunikasi Teknik Sipil, Vol. No. 3, Edisi XXI, Oktober 2001, Surakarta,
Suyono Sosrodarsono, 1977, Bendungan Type Urugan, Pradnya Paramita, Jakarta, Sri Harto, 1993, Analisis Hidrologi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Triwiyono, A., 2006, Evaluasi dan Rehabilitasi Jembatan, Diktat Kuliah MPSP
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
184
A-1
Lampiran A
DATA KONDISI JEMBATAN
Tabel A. Dokumentasi kondisi Jembatan Keduang
Elemen Gambar Keterangan
Pasangan batu kosong penahan tanah bagian hulu Abudment 1 runtuh
Abudment 1 (A1)
Kondisi pasangan batu kosong Abudment 1 bagian hilir runtuh
Kondisi abudment 2 yang masih baik
Stru
ktur
Baw
ah
Abudment 2 (A2) Pasangan batu
kosong penahan tanah bagian hulu pada abudment 2 masih dalam kondisi baik
A-2
Tabel A.Data Kondisi Jembatan Keduang (lanjutan)
Elemen Gambar Keterangan
Kondisi gelagar yang miring ke arah hilir
Lendutan pada gelagar
Tertekuknya lateral bracing mengindikasikan adanya local buckling
Stru
ktur
Ata
s
Gelagar
Sambungan pada gelagar yang masih dalam keadaan baik, tidak adabaut yang hilang dan tidak terjadi korosi
A-3
Tabel A.Data Kondisi Jembatan Keduang (lanjutan)
Elemen Gambar Keterangan
Profil baja diagfragma
Diafragma masih dalam kondisi baik
Profil baja vertikal bracing
Kondisi vertikal bracing tidak mengalami kerusakan
Stru
ktur
Ata
s
Profil baja lateral bracing
Lateral bracing mengalami tekuk pada beberapa tempat
A- 4
Tabel A. Data Kondisi Jembatan Keduang (lanjutan)
Elemen Gambar Keterangan
Expantion joint yang tumpang tindih pada A2 bagian hulu menunjukkan adanya pergerakan gelagar yang berlebih
Expansion joint
Expantion joint pada bagian pilar yang merenggang akibat pergerakan pilar
Mortar tumpuan A1 retak
Stru
ktur
Ata
s
Tumpuan
Mortar tumpuan A2 pecah
B-1
Lampiran B TABEL-TABEL
Tabel B.1. Hirarki Elemen dan Pengkodean Jembatan (BMS, 1993)
KODE ELEMEN KODE LEVEL 1 KODE LEVEL 2 KODE LEVEL 3 KODE LEVEL 4
1.000 Jembatan 2.200 Aliran Sungai/ 3.210 Aliran Sungai 4.211 Tebing Sungai
Timbunan 4.212 Aliran Air Utama
4.213 Daerah Genangan Banjir
3.220 Bangunan 4.221 Krib/Pengarah Arus Sungai
Pengaman 4.222 Bronjong dan Matras
4.223 Talud Beton
4.224 Pasangan Batu Kosong
4.225 Turap Baja
4.226 Sistem Fender
4.227 Dinding Penahan Tanah
4.228 Pengamanan dasar sungai
3.230 Tanah Timbunan 4.231 Timbunan Jalan Pendekat
4.232 Drainase - Timbunan
4.233 Lapisan Perkerasan
4.234 Pelat Injak
4.235 Tanah Bertulang
2.300 Bangunan 3.310 Fundasi 4.311 Tiang Pancang
Bawah 4.312 Fundasi Sumuran
4.313 Fundasi Langsung
4.314 Angker
4.315 Fundasi Balok Pelengkung
3.320 Kepala Jembatan / 4.321 Kepala Tiang
Pilar 4.322 Pilar Dinding/Kolom
4.323 Dinding Penahan tanah
(Kepala Jembatan)
4.324 Tembok Sayap
4.325 Balok Kepala
4.326 Balok Penahan Gempa
4.327 Penunjang/Pengaku
4.328 Penunjang Sementara
4.329 Drainase Dinding
2.400 Bangunan 3.410 Sistem Gelagar 4.411 Gelagar
Atas 4.412 Gelagar Melintang
4.413 Diafragma
4.414 Sambungan Gelagar
4.415 Perkuatan Ikatan Angin
4.416 Pelat Pengaku (Stiffener)
4.417 Pelat Penutup (Cover Plate)
3.420 Jembatan pelat 4.421 Pelat Beton Bertulang
4.422 Pelat BetonPracetak
4.423 Pelat Beton Prategang
4.424 Kabel Prategang Melintang
3.430 Pelengkung 4.431 Bagian Pelengkung
4.432 Dinding Tegak Pelengkung.
3.440 Balok Pelengkung 4.441 Gelagar Balok Pelengkung
4.442 Balok Pelengkung
4.443 Balok Vertikal
4.444 Balok Melintang
4.445 Balok Pengaku Mendatar
4.446 Sambungan Balok Pelengkung
3.450 Rangka 4.451 Panel Rangka (Bailey)
4.452 Gelagar Penguat (Bailey)
4.453 Rangka Pengaku (Bailey)
4.454 Raker- Penyokong (Bailey)
B-2
Tabel B.1. Hirarki Elemen dan Pengkodean Jembatan (BMS, 1993) (lanjutan) 4.455 Pin Panel/Surclip (Bailey)
4.456 Clamp (Bailey)
4.461 Batang tepi atas
4.461 Batang tepi atas
4.462 Batang tepi bawah
4.463 Batang Diagonal
4.464 Batang Vertikal (RBB, RBR)
4.465 lkatan Angin Atas
4.466 Ikatan Angin Bawah
4.467 Diaphragma
4.468 Gelagar Melintang
4.469 Sambungan / Pelat Buhul 4.470 Baut 4.471 Batang Tengah 4.472 Batang Diagonal Kecil (CH) 2.400 Bangunan 3.480 Jembatan 4.481 Kabel Pemikul Atas (Lanjutan) Gantung 4.482 Kabel Penggantung 4.483 Kabel Penahan Ayun 4.484 Kolom Pylon 4.485 Pengaku Pylon 4.486 Sadel Pylon 4.487 Balok Melintang (Gantung) 4.488 Ikatan Angin Bawah 4.489 Sambungan (Gantung) 3.500 Sistem Lantai 4.501 Gelagar Memanjang Lantai 4.502 Pelat Lantai ( kayu / beton / baja) 4.503 Pelat baja bergelombang 4.504 Balok Tepi 4.505 Jalur Roda Kendaraan (Lantai
K ) 4.506 Trotoir / Kerb 4.507 Pipa Cucuran 4.508 Drainase Lantai 4.509 Lapis Permukaan 3.600 Sambungan / Siar muai 4.601 Sambungan/siar muai Baja 4.602 Sambungan/siar muai Baja
P fil 4.603 Sambungan/siar muai Karet 4.604 Sambungan-sambungan 3.610 Landasan / Perletakan 4.611 Perletakan Baja 4.612 Perletakan Karet 4. 613 Perletakan Pot 4. 614 Bantalan Mortar/Pelat Dasar 4. 615 Baut Pengikat 3.620 Sandaran 4.621 Tiang Sandaran
4. 622 Sandaran Horisontal 4. 623 Penunjang Sandaran 4. 624 Parapet/Tembok Sedada 2.700 Perlengkapan 3.700 Bangunan Pelengkap 4.701 Batas-batas ukuran 4.711 Rambu-rambu dan tanda tanda 4.712 Marka Jalan 4.713 Papan Nama 4.714 Patung 4.721 Lampu Penerangan 4.722 Tiang Lampu 4.723 Kabel Listrik 4.731 Utilitas 4.741 Median 2.800 Gorong-gorong 3.801 Gorong gorong
P i
3.802 Gorong-gorong Pipa 3.803 Gorong-gorong
P l k
2.900 Lintasan Basah 3.901 Ferry Lintasan d
perkerasan 3.902 Lintasan Alam
B-3
Tabel B.2 Bahan dan Jenis Kerusakannya (BMS, 1993)
Kode kerusakan Bahan dan Kerusakan Pasangan Batu/Bata
101 Penurunan mutu dan retak 102 Penggembungan atau perubahan bentuk 103 Bagian yang pecah atau hilang
Beton
201 Kerusakan pada beton termasuk terkelupas, sarang lebah,
berongga, berpori dan kerusakan pada beton 202 keretakan 203 Korosi pada tulangan baja 204 Kotor, berlumut, penuaan atau pelapukan beton 205 Pecah atau hilangnya bahan 206 Lendutan
Baja
301 Penurunan mutu cat dan atau galvanis 302 karat 303 Perubahan bentuk pada komponen 304 retak 305 Pecah atau hilangnya bahan 306 Elemen yang tidak benar 307 Kabel jembatan yang aus 308 Sambungan yang longgar
Kayu
401 Cacat pada kayu 402 Hancur atau hilangnya bahan 403 Penyusutan 404 Penurunan mutu pelapis pengaman permukaan 405 Sambungan yang longgar
B-4
Tabel B.3 Kerusakan Elemen Jembatan (BMS, 1993)
Kode Elemen dan Kerusakan ALIRAN SUNGAI
501 Endapan/lumpur yang berlebihan 502 Sampah yang menumpuk dan atau hambatan aliran sungai 503 Pengikisan gerusan 504 Afflux yang berlebihan
BANGUNAN PENGAMAN
511 Bagian yang hilang atau tidak ada TIMBUNAN
521 Gerusan 522 Retak
TANAH BERTULANG
531 Penggembungan permukaan 532 Retak, rontok, atau pecahnya panel tanah bertulang
ANGKER - JEMBATAN GANTUNG DAN JEMBATAN KABEL
541 Tidak stabil KEPALA JEMBATAN DAN PILAR
551 Kepala Jembatan atau pilar bergerak LANDASAN PENAHAN GEMPA
561 Elemen longgar atau hilang LANDASAN/PERLETAKAN
601 Tidak cukupnya tempat untuk bergerak 602 Kedudukan landasan yang tidak sempuma 603 Mortar dasar retak atau rontok 604 Perpindahan atau Perubahan bentuk yang berlebihan 605 Landasan yang cacat (pecah sobek atau retak) 606 Bagian yang longgar 607 Kurangnya pelumasan pada landasan logam
B-5
Tabel B.3 Kerusakan Elemen Jembatan (BMS, 1993)
Kode Elemen dan Kerusakan PELAT DAN LANTAI
701 Pergerakan yang berlebih pada sambungan lantai arah memanjang 702 Lendutan yang berlebihan
PIPA DRAINASE, PIPA CUCURAN DAN DRAINASE LANTAI
711 Pipa cucuran dan drainase lantai yang tersumbat 712 Elemen hilang atau tidak ada
LAPISAN PERMUKAAN
721 Permukaan yang licin 722 Permukaan yang kasar/berlubang dan retak pada lapisan permukaan 723 Lapisan permukaan yang bergelombang 724 Lapisan permukaan yang berlebihan
TROTOAR/KERB
731 Permukaan trotoar yang licin 732 Lubang/retak/kasar pada trotoar 733 Bagian hilang
SAMBUNGAN /SIAR MUAI
801 Kerusakan sambungan lantai yang tidak sama tinggi 802 Kerusakan akibat terisinya sambungan 803 Bagian yang longgar 805 Bagian yang hilang 806 Retak pada aspal karena pergerakan pada sambungan
UKURAN
901 Kerusakan atau hilangnya batas-batas ukuran RAMBU-RAMBU LALU-LINTAS DAN MARKA JALAN
911 Tulisan tidak jelas 912 Elemen yang hilang
LAMPU, TIANG LAMPU DAN SALURAN LISTRIK
921 Rusaknya bahan/Penurunan mutu 922 Elemen yang hilang
UTILITAS
931 Tidak berfungsi
B-6
Tabel B.4. Faktor Frekuensi Agian Log Norma
Return PeriodT tahun
2 5 10 20 50 1000,050 -0,250 0,833 1,297 1,686 2,134 2,4370,100 -0,050 0,822 1,308 1,725 2,213 2,5490,150 -0,074 0,809 1,316 1,760 2,290 2,6610,200 -0,097 0,763 1,320 1,791 2,364 2,7720,250 -0,119 0,775 1,321 1,818 2,435 2,8810,300 -0,141 0,755 1,318 1,841 2,502 2,9870,350 -0,160 0,733 1,313 1,860 2,564 2,0890,400 -0,179 0,711 1,304 1,875 2,621 2,1870,450 -0,196 0,687 1,292 1,885 2,673 2,2200,500 -0,211 0,663 1,278 1,891 2,720 2,3670,550 -0,225 0,638 1,261 1,893 2,762 2,4490,600 -0,238 0,613 1,243 1,892 2,797 2,5240,650 -0,249 0,588 1,223 1,887 2,828 2,5930,700 -0,258 0,563 1,201 1,879 2,853 2,6560,750 -0,267 0,539 1,178 1,868 2,874 2,7120,800 -0,274 0,515 1,155 1,854 2,889 2,7620,850 -0,280 0,491 1,131 1,839 2,900 2,8060,900 -0,285 0,469 1,106 1,821 2,907 2,8440,950 -0,290 0,447 1,081 1,802 2,910 2,8761,000 -0,293 0,425 1,056 1,782 2,910 2,904
Cv
B-7
Tabel B.5. Faktor Penyimpangan K pada Distribusi Log Pearson Type III. Year 1,001 1,0526 1,111 1,25 2 5 10 25 50 100 200 1000
ZCs3,0 -0,667 -0,665 -0,660 -0,636 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,1502,9 -0,690 -0,688 -0,681 -0,651 -0,390 0,440 1,195 2,270 3,134 4,013 4,909 7,0302,8 -0,714 -0,711 -0,702 -0,666 -0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973 4,847 6,9202,7 -0,740 -0,736 -0,724 -0,681 -0,376 0,479 1,224 2,272 3,093 3,932 4,783 6,7902,6 -0,769 -0,762 -0,747 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 3,889 4,718 6,6702,5 -0,799 -0,790 -0,771 -0,711 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,5502,4 -0,832 -0,819 -0,795 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800 4,581 6,4202,3 -0,867 -0,850 -0,819 -0,739 -0,341 0,555 1,274 2,248 2,997 3,753 4,515 6,3002,2 -0,905 -0,882 -0,844 -0,752 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,1702,1 -0,946 -0,914 -0,869 -0,765 -0,319 0,592 1,294 2,230 2,912 3,656 4,372 6,0402,0 -0,990 -0,949 -0,895 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,9101,9 -1,037 -0,984 -0,920 -0,788 -0,294 0,627 1,310 2,207 2,881 3,553 4,223 5,7801,8 -1,087 -1,020 -0,945 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,6401,7 -1,140 -1,056 -0,970 -0,808 -0,268 0,660 1,324 2,179 2,815 3,444 4,069 5,5101,6 -1,197 -1,093 -0,994 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,3701,5 -1,256 -1,131 -1,018 -0,825 -0,240 0,690 1,333 2,146 2 .743 3,330 3,910 5,2301,4 -1,310 -1,168 -1,041 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,1001,3 -1,383 -1,206 -1,064 -0,838 -0,210 0,719 1,339 2,108 2,666 3,211 3,745 4,9601,2 -1,449 -1,243 -1,086 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,8101,1 -1,518 -1,280 -1,107 -0,848 -0,180 0,745 1,341 2,066 2,585 3,087 3,575 4,6701,0 -1,588 -1,317 -1,128 -0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,5300,9 -1,660 -1,353 -1,147 -0,854 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,3900,8 -1,733 -1,388 -1,166 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891 3,312 4,2400,7 -1,806 -1,423 -1,183 -0,857 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223 4,1000,6 -1,880 -1,458 -1,200 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,9600,5 -1,955 -1,491 -1,216 -0,856 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 3,041 3,8100,4 -2,029 -1,524 -1,231 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,6700,3 -2,104 -1,555 -1,245 -0,853 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 3,5200,2 -2,178 -1,586 -1,258 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,3800,1 -2,252 -1,616 -1,270 -0,846 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 3,2300,0 -2,326 -1,645 -1,282 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090-0,1 -2,400 -1,673 -1,292 -0,836 0,017 0,846 1,270 1,716 2,000 2,252 2,482 2,950-0,2 -2,472 -1,700 -1,301 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,954 2,178 2,380 2,810-0,3 -2,544 -1,726 -1,309 -0,824 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,670-0,4 -2,615 -1,750 -1,317 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,530-0,5 -2,686 -1,774 -1,323 -0,808 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400-0,6 -2,755 -1,797 -1,328 -0,800 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,270-0,7 -2,824 -1,819 -1,333 -0,790 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,140-0,8 -2,891 -1,839 -1,336 -0,780 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837 2,020-0,9 -2,957 -1,858 -1,339 -0,769 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,900-1,0 -3,020 -1,877 -1,340 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,790-1,1 -3,087 -1,894 -1,341 -0,745 0,180 0,848 1,107 1,324 1,435 1,518 1,581 1,680-1,2 -3,149 -1,910 -1,340 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,580-1,3 -0,321 -1,925 -1,339 -0,719 0,210 0,838 1,064 1,240 1,324 1,383 1,424 1,480-1,4 -3,271 -1,938 -1,337 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,390-1,5 -3,330 -1,951 -1,333 -0,690 0,240 0,825 1,018 1,157 1,217 1,256 1,282 1,310-1,6 -3,388 -1,962 -1,329 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197 1,216 1,240-1,7 -3,444 -1,972 -1,324 -0,660 0,268 0,808 0,970 1,075 1,116 1,140 1,155 1,170-1,8 -3,499 -1,981 -1,318 -0,643 0,282 0,799 0,945 1,035 1,096 1,097 1,097 1,110-1,9 -3,553 -1,989 -1,310 -0,627 0,294 0,788 0,920 0,996 1,023 1,037 1,044 1,050-2,0 -3,605 -1,996 -1,302 -0,609 0,307 0,777 0,895 0,956 0,980 0,990 0,995 1,000-2,1 -3,656 -2,001 -1,294 -0,592 0,319 0,765 0,869 0,923 0,939 0,946 0,949 0,950-2,2 -3,705 -2,006 -1,284 -0,574 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910-2,3 -3,753 -2,009 -1,274 -0,555 0,341 0,739 0,819 0,855 0,864 0,867 0,869 0,870-2,4 -3,800 -2,010 -1,262 -0,537 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832 0,833 0,833-2,5 -3,845 -2,012 -1,250 -0,518 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,800-2,6 -3,889 -2,013 -1,238 -0,499 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769 0,769 0,770-2,7 -3,932 -2,012 -1,224 -0,479 0,376 0,681 0,724 0,738 0,740 0,740 0,741 0,740-2,8 -3,973 -2,010 -1,210 -0,460 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714 0,714 0,714-2,9 -4,013 -2,007 -1,195 -0,440 0,390 0,651 0,681 0,683 0,689 0,690 0,690 0,690-3,0 -4,051 -2,003 -1,180 -0,420 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,670
2 1 0,5 0,150 20 10 499 95 90 80
(Sumber : Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda, 1977)
C-1
Lampiran C LAPORAN PEMERIKSAAN MENDETAIL JEMBATAN
No. Jembatan 2 4 1 0 9 0 0 6 0 0 0
Nama Jembatan : Keduang
Lokasi Jembatan Dari Wonogiri
Km 12,5
Tanggal Pemeriksaan: 31September 2008
Nama Pemeriksa: Endah Ambarwati
NIM: S940907107
DATA INVENTARISASI
Apakah Data Inventarisasi Betul? (lingkari jawaban) Ya Tidak
Apabila data tidak benar, perbaikan dapat dibuat pada Lapran Data Inventarisasi dengan tinta merah PEMERIKSAAN KHUSUS
Apakah Pemeriksaan Khusus Disarankan? (Lingkari Jawaban) Ya Tidak
Elemen-elemen yang memerlukan Pemeriksaan Khusus
Kode Elemen Lokasi Alasan untuk melakukan Pemeriksaan Khusus
Gelagar B1 &, B2 Gelagar miring ke arah hilir sungai
Bracing B1 & B2 Beberapa bracing bengkok
Expansion joint P1 & P2 Bergeser dan saling tumpang
Perletakan A2 Tumpuan perletakan rusak/retak
Pilar P1 & P2 Miring karena banjir
Dinding penahan tanah A1 & A2 Retak dan longsor
TINDAKAN DARURAT
Apakah Tindakan Darurat Disarankan? (lingkari jawaban) Ya
Tidak
Elemen-elemen yang memerlukan Tindakan Darurat
Kode Elemen Lokasi Alasan untuk melakukan Tindakan Darurat
P1 & P2
B1 & B2
Pembatasan lalu lintas yang melewati agar deformasi yang terjadi pada pilar dan gelagar tidak bertambah parah
Gambar dan Foto Ya Tidak Apakah Foto Memanjang (Sisi kiri / kanan) Jembatan telah Diambil ? √
Apakah Foto Tampak Depan (jalan masuk / keluar) Jembatan telah Diambil ? √
Apakah Foto Kondisi Lingkungan telah Diambil ? √
Apakah Foto Kondisi Aliran Sungai telah Diambil ? √
Apakah Foto Elemen yang mengalami kerusakan telah Diambil ? √
Hanya untuk Keperluan Kantor Saja Tanggal Memamsukkan Data Pemeriksaan Detail oleh
C-2
LAPORAN PEMERIKSAAN MENDETAIL JEMBATAN
C-3
No. Jembatan 2 4 1 0 9 0 0 6 0 0 0 EVALUASI ELEMEN
LEVEL 3 Nilai Kondisi (Harus Lengkap) Gambar
Y/T Foto (Y/T) Kuantitas Satuan Tindakan
Darurat Pemeriksaan
Khusus
Kode Elemen S R K F P NK
3,210 Aliran Sungai 1 0 0 0 1 3
3,220 Bangunan Pengaman 1 1 1 0 1 4
3,230 Tanah Timbunan 0 0 0 0 0 0
3,310 Pondasi 1 1 1 0 1 4
3,320 Kepala Jembatan/Pilar 0 0 0 0 1 1
3,410 Sistem Gelagar 1 1 1 0 1 4
3,420 Pelat 0 0 0 0 0 0
3,430 Pelengkung 0 0 0 0 0 0
3,440 Balok Pelengkung 0 0 0 0 0 0
3,450 Rangka 0 0 0 0 0 0
3,480 Sistem Gantung 0 0 0 0 0 0
3,500 Sistem Lantai 0 0 0 0 0 0
3,600 Sambungan Lantai 0 0 0 0 0 0
3,610 Landasan 0 0 0 0 0 0
3,620 Sandaran 1 0 0 1 0 2
3,700 Bangunan Pelengkap 0 0 0 0 0 0
3.80_ Gorong-gorong__ 0 0 0 0 0 0
3.90_ Lintasan Basah__ 0 0 0 0 0 0
LEVEL 2 Nilai Kondisi
(Pilihan)
Kode Elemen S R K F P NK
2,200 Aliran Sungai / Timbunan 1 0 1 0 1 3
2,300 Bangunan Bawah 1 1 1 0 1 4
2,400 Bangunan Atas 1 1 1 0 1 4
2,700 Perlengkapan
2,800 Gorong-gorong
2,900 Lintasan Basah
LEVEL 1 Nilai Kondisi
(Pilihan)
Kode Elemen S R K F P NK
1,000 Jembatan 1 1 1 0 1 4
LAPORAN PEMERIKSAAN MENDETAIL JEMBATAN
No. Jembatan 2 4 1 0 9 0 0 6 0 0 0
C-4
LAPORAN PEMERIKSAAN MENDETAIL JEMBATAN : JEMBATAN KEDUANG No. Jembatan 2 4 1 0 9 0 0 6 0 0 0
FOTO ELEMEN dan KERUSAKAN
Nomor Foto 1 Jenis Kerusakan
Endapan lumpur berlebih
Tanggal Pengambilan 30-9-2008 Nomor Foto 3 Jenis
Kerusakan
Penurunan mutu karat
Tanggal Pengambilan 21–07-2008
Nama elemen Aliran air utama
Kode Kerusakan 501 Nama
elemen Dinding
penahan tanah Kode
Kerusakan 103
Kode elemen 4.212 Nilai Kondisi 3 Kode elemen 4.224 Nilai Kondisi 4
Catatan: Endapan lumpur/pasir halus yang berlebihan akibat erosi di DAS keduang menutupi lebih dari setengah tinggi pilar (P1)
Catatan: Pasangan batu kosong penahan tanah pada A1 runtuh
Nomor Foto 2 Jenis Kerusakan
Endapan lumpur berlebih
Tanggal Pengambilan 30-9-2008 Nomor Foto 4 Jenis
Kerusakan
Penurunan mutu karat
Tanggal Pengambilan 21–07-2008
Nama elemen Aliran air utama
Kode Kerusakan 501 Nama
elemen Dinding
penahan tanah Kode
Kerusakan 103
Kode elemen 4.212 Nilai Kondisi 3 Kode elemen 4.224 Nilai Kondisi 4
Catatan: Endapan lumphalus yang berlebiakibat erosi di DAkeduang menutupi dari setengah tingg (P2)
ur/pasir han S lebih i pilar
Catatan: Pasangan batu penahan tanah pad k
kosong a A2 reta
C-5
FOTO ELEMEN dan KERUSAKAN
Nomor Foto 5 Jenis Kerusakan
Pondasi mengalami penurunan
Tanggal Pengambilan 30-9-2008 Nomor Foto 7 Jenis
Kerusakan Mortal
perletakan retak Tanggal Pengambilan 30-9-2008
Nama elemen Pondasi langsung
Kode Kerusakan 551 Nama
elemen Kepala
jemb/dinding Kode
Kerusakan 603
Kode elemen 4.313 Nilai Kondisi 4 Kode elemen 4.323 Nilai Kondisi 2
Catatan: settlement menyebabkan P1 miring
Catatan: Mortal perletakan pada A1 retak karena beban yang berlebih
Nomor Foto 6 Jenis Kerusakan
Pondasi mengalami penurunan
Tanggal Pengambilan 30-9-2008 Nomor Foto 8 Jenis
Kerusakan Mortal
perletakan retak Tanggal
Pengambilan 30-9-2008
Nama elemen Pondasi langsung
Kode Kerusakan 551 Nama
elemen Kepala
jemb/dinding Kode
Kerusakan 603
Kode elemen 4.313 Nilai Kondisi 4 Kode elemen 4.323 Nilai Kondisi 3
Catatan: settlement menyebabkan P2 miring
Catatan: Mortal perl pada A2 pecah karena beban yang berlebih
etakan
C-6
FOTO MEN dan KERUSAKAN
Nomor Foto 9 Jenis
Kerusakan Pilar bergerak
(miring) Tanggal
Pengambilan 008 Nomor Foto 11 Jenis Kerusakan
Gelagar bergeser dari
perletakan
Tanggal Pengambilan 8
ELE
30-9-2 30-9-200
Nama elemen Pilar kolom Kode Kerusakan 551 Nama
elemen Gelagar Kode Kerusakan 551
Kode elemen 4.322 Nilai Kondisi 4 Kode elemen 4.411 Nilai Kondisi 4
Catatan: Gaya lateral bermenyebabkan P
lebih 1 miring
Catatan: Kondisi expantion joint yang saling bertumpuk menandakan pergeseran gelagar yang berlebih pada semua bentang (B1, B2 dan B3)
Nomor Foto 10 Jenis Kerusakan
Pilar berger(miring)
Tanggal Pengambilan 30-9-2008 Nomor Foto 12 Jenis
Kerusakan
Gelagar bergeser dari
perletakan
Tanggal Pengambilan 30-9-2008 ak
Nama elemen Pilar kolom Kode Kerusakan 551 Nama
elemen Gelagar Kode Kerusakan 551
Kode elemen 4.322 Nilai Kondisi 4 Kode elemen 4.411 Nilai Kondisi 3
Catatan: Gaya lateral berlebih menyebabkan P1 miring
Catatan: Kondisi expantion joint yang saling bertumpuk menandakan pergeseran gelagar yang berlebih pada semua bentang (B1, B2 dan B3)
C-7
FOTO ELEMEN dan KERUSAKAN
Nomor Foto 13 Jenis Kerusakan
Deformasi akibat beban
berlebih
Tanggal Pengambilan 30-9-2008 Nomor Foto 15 Jenis
Kerusakan Rusak / retak Tanggal Pengambilan 30-9-2008
Nama elemen Ikatan angin Kode Kerusakan 303 Nama
elemen Bantalan
Mortar/Pelat Dasar
Kode Kerusakan 304
Kode elemen 4.415 Nilai Kondisi 3 Kode elemen 4.614 Nilai 4 Kondisi
Catatan: Gaya lateral berlebih menyebabkan ikatan angin bengkok. Bentang: B1= y5, y9, y12,y13,y16 B2 = y3, y5, y11 B3 = y4, y9,y12,y16
Catatan: Gaya lateral yang berlebih menyebabakan perletakan pecah
Nomor Foto 14 Jenis Kerusakan
Sambungan saling tindih akibat geser
Tanggal Pengambilan 30-9-2008 Nomor Foto 16 Jenis
Kerusakan Rusak Tanggal Pengambilan 30-9-2008
Nama elemen Expantion joint Kode Kerusakan 801 Nama
elemen Sandaran horisontal
Kode Kerusakan 305
Kode elemen 4.601 Nilai Kondisi 3 Kode elemen 4.622 Nilai Kondisi 2
Catatan: Expantion joint ybergeser berleb
ang ih
Catatan: Sandaran pada B1 rakibat tertabra
usak k
C-8
D-1
Tabel D.1 Data Hasil Pengujian Hammer Test
HASIL PENGUJIAN DAN PENGUKURAN LAPANGANLampiran D
D-2
LOKASI : Jemb. S. KeduangNO. PATOK : Hu. 5DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008
Sta Elv.0,000 146,569
35,871 143,21657,719 141,53481,688 141,16991,675 141,00792,774 140,73599,672 137,751
111,259 137,335119,197 137,003126,236 137,015135,137 136,676139,665 140,532144,656 142,501159,650 142,217164,484 144,940
LOKASI : Jemb. S. KeduangNO. PATOK : Hu. 4DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008
Sta Elv.0,000 149,5643,601 147,653
31,393 145,02751,347 143,02269,154 140,91789,947 139,54893,931 136,661
104,552 133,268114,636 133,564120,556 135,072130,762 136,856137,982 137,046145,158 139,467161,312 140,699185,631 140,767
LOKASI : Jemb. S. KeduangNO. PATOK : Hu. 3DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008
Sta Elv.0,000 146,808
16,905 146,80926,813 144,85141,665 143,59948,463 141,41855,315 141,19861,233 140,76775,887 138,71685,166 138,477
101,409 139,915107,631 141,727113,665 142,424119,652 145,883127,546 147,234
Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai Keduang
Gambar
Gambar
Gambar
Penampang Melintang Hu.5
136
138
140
142
144
146
148
0 50 100 150 200
Stasiun (m)
Elev
asi (
m)
Penampang Melintang Hu.4
132134136138140142144146148150152
0 50 100 150 200
Stasiun (m)
Elev
asi (
m)
Penampang Melintang Hu.3
138
140
142
144
146
148
0 20 40 60 80 100 120 140
Stasiun (m)
Elev
asi (
m)
D-3
LOKASI : Jemb. S. KeduangNO. PATOK : Hu. 2DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008
Sta Elv.0,000 142,127
11,774 141,69426,390 140,88635,330 139,33138,313 138,73540,305 137,50949,318 138,74765,310 137,48073,305 136,87681,275 135,57787,271 134,61595,097 133,431
103,243 133,639115,216 133,639121,174 132,786124,970 135,071137,329 139,510
LOKASI : Jemb. S. KeduangNO. PATOK : Hu. 1DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008
Sta Elv.0,000 141,4363,439 138,757
13,899 138,13316,703 135,89119,443 137,35631,354 136,84649,401 134,80454,341 134,46059,276 134,39365,200 134,22269,128 134,08075,053 132,61379,109 133,55079,789 136,23885,762 137,52689,907 138,40994,992 140,478
100,000 141,371104,990 141,784
LOKASI : Jemb. S. KeduangNO. PATOK : As. JembatanDIUKUR TGL : 31 Agustus 2008
Sta Elv.0,000 138,7134,977 137,377
11,907 136,86321,802 136,34928,787 135,90138,810 135,02245,777 133,18155,763 134,56259,739 132,09066,622 133,62374,680 135,79979,888 137,87089,966 137,82794,992 140,478
100,000 141,371
Gambar
Gambar
Gambar
Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai Keduang (lanjutan)
Penampang Melintang Hu.2
132
134
136
138
140
142
144
0 50 100 150
Stasiun (m)
Elev
asi (
m)
Penampang Melintang Hu.1
132
134
136
138
140
142
144
0 20 40 60 80 100 120
Stasiun (m)
Elev
asi (
m)
Penampang Melintang As. Jembatan
130
132
134
136
138
140
142
0 20 40 60 80 100 120
Stasiun (m)
Elev
asi (
m)
D-4
LOKASI : Jemb. S. KeduangNO. PATOK : Hi. 1DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008
Sta Elv.0,000 140,5698,496 137,167
16,007 137,34922,116 136,09729,484 135,72037,273 134,91445,100 133,74950,158 132,91957,352 133,21171,643 134,66077,930 137,49183,927 138,04889,999 140,111
100,985 141,731
LOKASI : Jemb. S. KeduangNO. PATOK : Hi. 2DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008
Sta Elv.0,000 138,3218,932 138,266
13,879 137,97215,849 136,82626,754 136,20634,693 135,70341,645 135,22252,547 133,88661,575 132,75368,564 132,19976,687 134,35582,931 137,49590,926 138,47496,874 139,642
102,839 140,842108,817 142,082
LOKASI : Jemb. S. KeduangNO. PATOK : Hi. 3DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008
Sta Elv.0,000 141,359
16,912 141,16226,810 142,47141,662 135,29248,431 135,97155,283 135,75161,201 135,32075,855 133,26985,134 133,030
101,414 134,468107,599 136,280113,633 136,977119,620 140,436127,514 141,787
Gambar
Gambar
Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai Keduang (lanjutan)
Gambar
Penampang Melintang Hi. 1
132
134
136
138
140
142
144
0 20 40 60 80 100 120
Stasiun (m)
Elev
asi (
m)
Penampang Melintang Hi. 2
130132134136138140142144
0 20 40 60 80 100 120
Stasiun (m)
Elev
asi (
m)
Penampang Melintang Hi. 3
132
134
136
138
140
142
144
0 20 40 60 80 100 120 140
Stasiun (m)
Elev
asi (
m)
D-5
LOKASI : Jemb. S. KeduangNO. PATOK : Hi. 4DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008
Sta Elv.0,000 140,192
12,566 139,71720,859 138,27727,857 138,29431,826 138,14435,617 134,52939,499 135,15246,416 134,43457,535 134,60467,687 134,93379,637 135,02290,846 137,97993,755 136,84099,847 137,356
LOKASI : Jemb. S. KeduangNO. PATOK : Hi. 5DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008
Sta Elv.0,000 146,553
22,763 143,32736,613 142,22745,172 141,54745,372 138,94446,094 138,68965,579 134,38174,311 134,23485,314 134,50792,473 134,079
102,617 134,432105,673 137,049158,478 137,427
LOKASI : Jemb. S. KeduangNO. PATOK : P.O (pengukuran posisi abudment dan pilar)DIUKUR TGL : 31 Agustus 2008
0 30,35 60,7 92,2 110
Flens kiri- Pengukuran 143,239 141,826 141,006 140,856 140,856- As build drawing 143,308 141,827 141,041 140,946 140,946
Flens kanan- Pengukuran 143,21699 141,638 140,862 140,903 140,903- As build drawing 143,308 141,827 141,041 140,946 140,946
As. Jembatan- Pengukuran 143,22799 141,732 140,934 140,8795 140,8795- As build drawing 143,308 141,827 141,041 140,946 140,946
StasiunElv. Segmen
Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai Keduang (lanjutan)
Gambar
Gambar
Penampang Melintang Hi. 4
134135136137138139140141
0 20 40 60 80 100 120
Stasiun (m)
Elev
asi (
m)
Penampang Melintang Hi. 5
132134136138140142144146148
0 50 100 150 200
Stasiun (m)
Elev
asi (
m)
E -1
Lampiran E PERHITUNGAN BERAT STUKTUR BAJA
1. Berat gelagar (PMS1)
L profil ( 2500x300x10x8)
= {((2,5-(2 x 0,008) x 0,01) + (0,3 x0,008 x 2)}
= (0,0248 + 0,0048) = 0,0296 m2
2. Berat diafragma (PMS3)
L profil ( 1000x250x14x8)
= (1,0 – (2 x 0,008) x 0,014) + (0,25 x0,008 x 2)
= (0,014 + 0,004) = 0,018 m2
3. Berat vertical bracing 1 (PMS4)
E -2
A1 = L profil ( 300x90x9x13)
= ( 0,3 – (2x0,013) x 0,009) + (2 x (0,09 x 0,013)
= (0,002466 + 0,00234)
= 4,806 x 10-3 m2
A2 = L profil ( L130x130x9x9) x 2
= ((( 0,13 – 0,009) x 0,009) + (0,13 x 0,009)) x 2
= (0,0011 + 0,0012) x 2
= 4,6 x 10-3 m2
A3 = L profil ( L100x100x10x10)
= ((0,1 – 0,01) x 0,01 + (0,1 x 0,01))
= (0,0009 + 0,001)
= 1,9 x 10-3 m2
Σ(A x L) = (A1 x L1) +( A2 x L2) + (A3 x L3)
= (4,806 x 10-3 x 2,36 + 4,6 x 10-3 x 1,936 + 1,9 x 10-3 x 2,36)
=(0,0113 + 0,00891 + 0,00448) = 0,0247 m3
4. Berat vertical bracing 2 (PMS5)
A1 = L profil ( L100x100x10x10)
= (( 0,1 – 0,01) x 0,01) + (0,1 x 0,01)
= (0,0009 + 0,001)
= 1,9 x 10-3 m2
A2 = L profil ( 90x90x10x10) x 2
= ( ( 0,09 – 0,01) x 0,01) + (0,09 x 0,01)) x 2
= (0,0008 + 0,0009) x 2
E -3
= 3,4 x 10-3 m2
A3 = L profil ( L 100x100x10x10)
= (( 0,1 – 0,01) x 0,01 + (0,1 x 0,01))
= (0,0009 + 0,001)
= 1,9 x 10-3 m2
Σ(A x L) =(A1 x L1) +( A2 x L2) + (A3 x L3)
=(1,9 x 10-3 x 2,36 + 3,4 x 10-3 x 2,046 + 1,9 x 10-3 x 2,36)
= (0,004484 + 0,006956 + 0,004484) = 0,01592 m3
5. Berat bracing horisontal (PMS6) → merupakan beban terpusat
A1 = L profil ( L90x90x10x10)
= ((0,09 – 0,01) x 0,01 + (0,09 x 0,01))
= (0,0008 + 0,0009)
= 1,7 x 10-3 m2
(A x L)= (1,7 x 10-3 x 1,65) = 0,002805 m3