30

Pengujian Bioburden

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bioburden Test

Citation preview

I. Pengujian BioburdenI.1 Pengertian Menurut FDA Compliance program 7382.845, Inspections of Medical Device Manufacturers, Part IV, - Pengujian bioburden harus dilakukan sesuai dengan pedoman yang diberikan dalam ISO 11737-1, Sterilization of medical devices Microbiological methods Part I: Estimasi populasi mikroorganisme pada produk. Metodologi yang digunakan untuk memperkirakan bioburden adalah untuk divalidasi. Dua puluh produk digunakan untuk pengujian. (FDA Compliance Program, 2011)Istilah "bioburden" umumnya digunakan untuk menggambarkan populasi mikroorganisme yang hadir pada material atau produk yang tidak steril. Jumlah bioburden dan jenis organisme bioburden ini dapat berdampak pada proses sterilisasi bahan atau produk. Hal ini penting untuk mengembangkan prosedur yang menyediakan pengukuran yang akurat, tepat, dan dapat direproduksi dari populasi bioburden terkait dengan materi atau produk. Ada beberapa pendekatan untuk menghilangkan mikroorganisme dari perangkat medis. Beberapa contoh metode recovery ini meliputi: filtrasi dilanjutkan dengan plating; ultrasonik/shaking dilanjutkan dengan filtrasi kemudian ditempatkan pada media agar; Stomaching/membilas/pembilasan dilanjutkan dengan filtrasi dan plated pada media agar; jika semuanya gagal dapat dilakukan direct swabbing atau contact plate. (Pharmaceutical Microbiology Manual, 2014)Estimasi bioburden dari perangkat medis umumnya terdiri dari empat tahap yang berbeda:1. Pengumpulan mikroorganisme dari perangkat medis. 2. Enumerasi koleksi sampel yang mengandung mikroorganisme yang tumbuh.3. Karakterisasi bioburden.4. Penerapan faktor koreksi (s) ditentukan selama studi recovery bioburden untuk menghitung estimasi bioburden dari jumlah presterilization baku. (PDA Technical Report, 1990)Tahap ini tidak mungkin dilakukan untuk menentukan teknik pengumpulan mikroba tunggal karena berbagai bahan yang digunakan dalam produk perawatan kesehatan. Selanjutnya, pemilihan kondisi enumerasi akan dipengaruhi oleh jenis kontaminasi mikroba yang dapat diantisipasi. (PDA Technical Report, 1990)

I.2 Persyaratan Bioburden pada Proses SterilisasiBioburden dari tiap produk harus diketahui sebelum dilakukan proses sterilisasi, baik dengan sterilisasi akhir maupun dengan filtrasi aseptik. Kedua metode sterilisasi tersebut mempunyai keterbatasan. Filter untuk sterilisasi dengan ukuran partikel 0,22 m biasanya hanya mampu menahan bioburden tidak lebih ari 107 CFU/cm2 sebagai fungsi dari area permukaan filter, sedangkan sterilisasi akhir biasanya mampu mereduksi log 106 dari bioburden. Tren analisis dari bioburden produk akan menentukan jika tren dalam peningkatan bioburden mungkin terjadi dan uji ini mungkin menjadi kontributor jika terjadi peningkatan tren kegagalan pada uji sterilitas dari waktu ke waktu (Akers, Michael J. et, al. 2003).

I.3 Metode Pengujian Bioburden TestPengujian bioburden produk membutuhkan data jumlah dan identitas dari mikroorganisme. Identifikasi mikroorganisme tersebut tidak perlu terlalu dalam, namun data tentang jenis bakteri gram apa dengan genusnya memberikan informasi yang berguna dan dapat digunakan untuk pengawasan perubahan mikroorganisme dan sebagai perbandingan data mikroorganisme yang muncul kembali selama monitoring lingkungan. Evaluasi bioburden dilakukan dengan cara memilih 10 kemasan secara acak dari satu lot produk yang baru diproduksi. Jumlah sampel dapat diturunkan menjadi 5 kemasan jika harga produk sangat mahal. Produk percobaan dapat digunakan dengan syarat terbuat dari bahan dan proses pembuatan yang sama. Produk yang ditolak selama proses pembuatan dapat pula digunakan selama produk tersebut diperlakukan pada semua langkah produksi. Produk yang sudah kadaluarsa atau sudah lama tidak dapat digunakan karena tidak dapat mewakili keadaan produk yang baru diproduksi.(Booth, Anne F., 2001)Metode yang digunakan untuk pengujian bioburden harus divalidasi agar diketahui hubungan antara jumlah estimasi dengan jumlah mikroorganisme yang ada sebenarnya. Metode apapun yang digunakan haruslah reproduksibel sehingga dapat dibandingkan dengan data yang dibuat kemudian. Semua perlakuan harus menghindari hal-hal yang dapat mempengaruhi kemampuan bertahan hidup dari mikroorganisme, seperti kenaikan temperature, pengocokan, ataupun kejutan osmotik (osmotic shock). (Booth, Anne F., 2001)Estimasi bioburden terdiri dari tiga fase:1. Pemindahan mikroorganisme dari produk dengan teknik ekstraksi, seperti ultrasonifikasi, agitasi mekanis, pencampuran vortex, pembilasan, contact plating, dan lain-lain. Surfaktan dapat digunakan untuk memfasilitasi pemindahan mikroorganisme.2. Pemindahan mikroorganisme ke media kultur dengan cepat; metode yang digunakan di antaranya adalah filtrasi membrane, pour plating, spread plates, dan lain sebagainya. Kondisi inkubasi yang tepat harus diperhatikan, seperti pada bakteri aerob pada 30-35C selama dua hari, ragi dan kapang pada 20-25C selama 5-7 hari, dan bakteri anaerob pada 30-35C selama 3-5 hari.3. Perhitungan koloni.

II. Uji SterilitasII.1 Sampling dan Preparasi sampelDalam Industri Manufaktur farmasi, banyak sterilitas dari produk parenteral diperiksa dengan prosedur pengambilan sampel yang valid secara statistik. Setelah bertahun-tahun pengalaman, sebagian besar produsen produk parenteral akan melakukan uji sterilitas dengan menggunakan 10 sampai 20 unit produk per lot/bets. Jumlah unit yang diuji dapat dua kali lipat ketika volume sediaan 1 ml atau kurang. Jumlah unit sampel tergantung pada jumlah unit dalam batch, volume cairan per wadah, metode sterilisasi, penggunaan sistem indikator biologis, dan persyaratan cara pembuatan yang baik dari badan pengawas untuk produk tertentu. (Akers, Michael J. et, al. 2003)Sebagai contoh, jika ukuran bets lebih besar dari 500 produk, minimal 20 unit sampel. Jika ukuran batch akhir adalah antara 100 dan 500, maka tidak kurang dari 10 dari produk yang dilakukan uji sterilitas, meskipun ada persyaratan minimum untuk pengujian sterilitas biologis. Untuk produk parenteral bervolume besar (LVP) (volume 100 ml per wadah), minimal 2% dari batch atau 10 wadah, meskipun kurang, tetap diambil sebagai sampel. Persyaratan Sampling sebagaimana ditentukan dalam USP dan Pharmacopeia Eropa (EP) dapat dilihat pada tabel di bawah ini. (Akers, Michael J. et, al. 2003)

Departemen pengendalian mutu (Quality Control Departements) farmasi menggunakan perencanaan sampling yang disebut acceptance sampling untuk banyak prosedur pengujian pengendalian mutu (quality control) yang tidak bisa diterima pada 100% pengujian akhir. Acceptance sampling dalam pengujian sterilitas didasarkan pada pembuatan kurva operating characteristic (OC) yaitu plot tentang probabilitas terhadap persentase kontaminasi. Kurva operating characteristic (OC) untuk ukuran sampel dari 10 dan 20 unit ditunjukkan pada Gambar. 1.1 dan 1.2, masing-masing (L. K. Randolph, 1980). Kurva ini diambil dari serangkaian perencanaan pengambilan sampel yang didukung pemerintah yang disebut MIL-STD-414 (Anonim, 1963).

Bentuk kurva tergantung pada lima kriteria:1. Tingkat kualitas yang dapat diterima/ acceptable quality level (AQL), yang merupakan persentase tertinggi unit yang diterima yang rusak (nonsteril).2. Tingkat kualitas yang tidak dapat diterima/unacceptable quality level (UQL), yang merupakan persentase unit nonsteril yaitu probabilitas terendah yang diterima.3. Faktor alpha (), yaitu probabilitas penolakan terhadap suatu bets yang bagus (steril).4. Beta () error, yang merupakan probabilitas penerimaan dari bets yang buruk (nonsteril).5. Ukuran sampelDengan semua kriteria (1) sampai (5) yang konstan, kemiringan kurva OC akan menjadi lebih curam karena ukuran sampel meningkat. Demikian pula, dengan kriteria yang konstan, kemiringan kurva akan menjadi lebih curam karena AQL menurun atau sebagai UQL yang menurun. Contoh dari kurva OC untuk sampling perencanaan di AQL = 1% untuk ukuran sampel yang berbeda terlihat pada Gambar. 1.3 (Lachman, 1970). Pada tingkat AQL yang diberikan, semakin besar ukuran sampel, semakin besar probabilitas untuk menerima banyak steril dan menolak banyak produk yang tidak steril. Setiap produsen farmasi untuk setiap jenis produk parenteral mengasumsikan AQL atau tingkat kontaminasi tertentu, sehingga memperbaiki titik acuan pada absis dari kurva OC. (Akers, Michael J. et, al. 2003).

Sampel acak dipilih secara optimal setiap unit kth, di mana k = total unit dalam batch per jumlah sampel yang dibutuhkan. Sebagai contoh, jika ukuran batch dari produk yang diisi secara aseptik adalah 10.000 unit dan 20 sampel yang diperlukan untuk uji sterilitas, maka sampel yang diambil setiap 500 unit termasuk yang pertama dan terakhir diisi. (Akers, Michael J. et, al. 2003).Pertimbangan utama dalam pengambilan sampel untuk pengujian sterilitas adalah penanganan yang tepat dari sistem kemasan untuk mencegah kontaminasi dari sampel ketika dikeluarkan dari wadah untuk pengujian. Misalnya, produk parenteral dikemas dalam ampul, vial, atau botol harus disampel secara aseptik menggunakan bahan steril dan teknik aseptik. Leher ampul atau permukaan penutupan karet harus didesinfeksi dengan larutan disinfektan cair sebelum mematahkan ampul atau menembus penutupan dengan jarum. Prosedur khusus harus dilaksanakan untuk sampel produk yang terdapat dalam aluminium foil, kertas, atau kantong plastik luar. (Akers, Michael J. et, al. 2003).Misalnya, bahan kimia padat disterilkan dengan etilen oksida -sebelum pencampuran aseptik- yang terkandung dalam kertas atau kantong plastik gas-permeable. Bahan kimia harus disampel dengan merobek kemasan, yang tidak mudah dilakukan karena potensi kontaminasi yang tidak disengaja. Sutura terdapat dalam kaca atau aluminium foil tutup harus didesinfeksi sebelum produk dikeluarkan. Sampling alat tanpa mengkontaminasi sampel juga adalah prosedur yang sangat sulit untuk dicapai. Meskipun kemasan dapat dirancang untuk mempertahankan sterilitas produk tanpa batas, itu jelas tidak ada nilainya jika isi dalam wadah tidak bisa dikeluarkan tanpa mengkontaminasi produk dan mengganggu kinerja pengujian esensial tertentu (J. Brewer, 1940).

II.2 Sterilitas dan Aspek RegulasiSterilitas adalah karakteristik yang paling penting dan benar-benar penting dari produk parenteral. Sterilitas berarti benar-benar tidak adanya semua mikroorganisme yang viable. Hal ini adalah istilah yang mutlak; artinya, suatu produk hanya steril atau tidak steril. Membangun sterilitas dari produk melalui validasi yang cermat mulai dari pembersihan, penyaringan, dan prosedur sterilisasi lebih disukai daripada pengujian untuk sterilitas produk yang mengalami proses produksi marginal atau tidak memadai. Uji sterilitas tidak boleh digunakan sebagai evaluasi dari proses sterilisasi. Sterilitas dan kualitas tidak dapat diujikan menjadi suatu produk; mereka hanya bisa menjadi komponendari proses terkontrol dari seluruh urutan produksi (J. E. Akers, et al. 1987). Uji sterilitas, bagaimanapun, harus digunakan sebagai yang terakhir dari beberapa pos pemeriksaan dalam mencapai kesimpulan bahwa proses produksi telah menghilangkan atau menghancurkan semua mikroorganisme hidup dalam produk (F. W. Bowman. 1969).USP Chapter 1 pada bagian injeksi menyatakan bahwa persiapan untuk injeksi memenuhi persyaratan berdasarkan "Sterility Test." Jika bukti pertumbuhan mikroba ditemukan, bahan diuji telah gagal memenuhi persyaratan tes untuk streilitas. Pengujian ulang hanya diperbolehkan jika ada bukti tegas bahwa hasil gagal adalah karena operator atau kontaminasi. FDA memiliki persyaratan ketat untuk pengujian sterilitas ulang. (Akers, Michael J. et, al. 2003)Bukti untuk pertumbuhan mikroba ditentukan oleh evaluasi visual dari wadah yang berisi sampel produk dalam volume yang tepat dan komposisi larutan nutrien. Asalkan kondisi pertumbuhan yang benar-benar optimal -nutrien, pH, suhu, atmosfer, waktu inkubasi yang cukup, dan sebagainya-setiap sel mikroba akan tumbuh dengan deret ukur sampai jumlah sel mikroba dan produk metabolisme mereka melebihi kemampuan solubilitas medium kultur. Kondisi "overgrowth" divisualisasikan dengan munculnya larutan keruh dari medium kultur. Bau berbahaya juga dapat menyertai penampilan keruh dari media terkontaminasi. Uji sterilitas dinyatakan gagal ketika produk yang diinkubasi menghasilkan kekeruhan dalam wadah medium kultur sedangkan banyak dari media yang sama tanpa sampel produk tidak menunjukkan penampilan kekeruhan. (Akers, Michael J. et, al. 2003).Uji sterilitas kemudian dalam edisi ke-11 dari USP dan dalam edisi keenam dari formularium Nasional (NF) pada tahun 1936. Selama 56 tahun lebih, perubahan yang signifikan dan perbaikan telah terjadi dalam persyaratan uji sterilitas resmi (Akers, Michael J. et, al. 2003). Di Indonesia, pengujian sterilitas dapat dilihat dalam Farmakope Indonesia.Selain kompendium resmi USP / NF, ada juga peraturan dua kelompok tertentu obat-obatan, biologis (vaksin, serum, racun, antitoxins, dan produk darah) dan antibiotik. Uji sterilitas untuk obat biologis dan antibiotik dijelaskan dalam Title 21 dari Code of Federal Regulations (Code of Federal Regulations).

II.3 Metode Pengujian SterilitasAda dua pendekatan yang dapat digunakana untuk melaksanakan uji sterilitas produk, yaitu: (Booth, Anne F., 2001)1. Pencelupan langsung atau inokulasi langsung produk pada medium kultur atau medium kultur ke produk, selanjutnya diinkubasi selama 14 hari. Pada proses ini perlu diperhatikan:a. Produk mungkin harus dibongkat sebelum terpapar ke media transfer atau secara aseptis dibagi terlebih dahulu sebelum dipindahkan ke wadah medium.b. Media kultur harus dapat menjamin kontak dengan keseluruhan bagian produk.c. Pengocokan atau agitasi setelah perpindahan di media kulturd. Mempertahankan kontak antara medium dengan produk selama masa inkubasi2. Pemindahan mikroorganisme dari produk dengan cara elusi dan filtrasi atau memisahkan mikroorganisme yang akan dipindahkan ke kondisi pertumbuhan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:a. Penggunaan teknik elusi mirip dengan yang digunakan pada proses estimasi bioburden.b. Penambahan surfaktan mungkin diperlukan untuk memperbaiki pemindahan mikroorganisme dengan melembabkan permukaan produkc. Filter membran yang digunakan berkisar pada 0,45 mikrond. Pemindahan filtrat ke media kultur dilakukan secara aseptisUmumnya hanya digunakan satu media kultur yang optimal untuk pengkulturan mikroorganisme aerobik dan fakultatif. Mediumsoybean-casein digest(tripicase soy broth) merupakan media yang paling umum digunakan dan sampel uji diinkubasi pada 28-32C selama 14 hari. Sampel harus diperiksa tiap hari dan dicatat hasil perkembangannyaMedium pertumbuhan harus diuji terlebih dahulu kualitasnya dalam menumbuhkan bakteri sebelum digunakan pada uji sterilisasi, dan efek produk terhadap kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh harus dievaluasi dengan uji bakteriostasis/fungistasis. Hasil uji akan dibandingkan dengan pertumbuhan mikroorganisme uji pada wadah dengan atau tanpa produk. (Booth, Anne F., 2001)Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi disain metode uji steriilitas adalah sebagai berikut:a. Bagian produk yang akan dibuat klaim sterilitasnyab. Sifat fisiko-kimia dari produkc. Kemungkinan tipe organisme yang akan mengontaminasi dan lokasinya pada atau di dalam produk.Metode yang digunakan untuk uji sterilitas selama validasi akan mempengaruhi hasil uji coba.(Booth, Anne F., 2001)

II.4 Media KulturUSP dan EP menjelaskan dua jenis utama dari media kultur yang akan digunakan dalam pengujian sterilitas produk parenteral. Salah satu jenis media tersebut adalah fluid thioglycollate (FTM), yang diperkenalkan oleh Brewer pada tahun 1949. (Akers, Michael J. et, al. 2003)FTM menyediakan baik lingkungan aerobik dan anaerobik dalam medium yang sama. Thioglycollate dan L-sistein merupakan antioksidan atau mengurangi agen yang menjaga anaerobiasis di tingkat yang lebih rendah dari tabung kultur. Larutan FTM memiliki penampilan dua warna. Warna merah muda dari bagian atas larutan adalah indikasi adanya resazurin natrium, indikator sensitif oksigen. Warna merah muda sebaiknya mengkonsumsi tidak lebih dari sepertiga dari volume media. Karena kebutuhan untuk dua lingkungan dalam tabung tes yang sama atau wadah, rasio permukaan sampai kedalaman media sangat penting. Untuk memberikan kedalaman yang cukup untuk penetrasi oksigen, volume 15 ml FTM harus terdapat dalam tabung reaksi dengan dimensi 20X150 mm. Volume 40 ml FTM harus terdapat dalam tabung test 25X200 mm, dan 75-100 ml FTM dalam tabung 38X200 mm . (Akers, Michael J. et, al. 2003)

II.5 Isolator (Isolation chamber)Isolator merupakan chamber yang kedap yang steril. Pada isolator, terdapat penyangga glove agar glove tidak jatuh ke dasar chamber saat proses sterilisasi. Saat proses sterilisasi, sampel, sterility tes kit, buffer, media dimasukkan kedalam chamber awal, lalu ke transefer chamber, baru dijalankan. Semuanya lalu ditransefer ke main chamber untuk dilakukan tes sterilitas. Chamber isolator disterilisasi dengan hidrogen peroksida karena lebih ramah lingkungan dan lebih mudah dinetralisir, dan mudah diubah menjadi air.II.6 Inkubasi, Interpretasi, dan Re-testInkubasi pada pengujian sterilitas dilakukan tidak kurang dari 14 hari. Interpretasi hasil pengujian sterilitas dilakukan dengan melihat terjadinya kekeruhan pada medium. Jika pertumbuhan mikroba ditemukan atau jika uji sterilitas dinilaitidak valid karena kondisi lingkungan yang tidak memadai,uji sterilitas dapat diulang. Berdasarkan FI IV, penafsiran uji sterilitas terdiri dari dua tahap:1. Tahap pertamaa.Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, amati isi semua wadah akan adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan /atau pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka bahan uji memenuhi syarat.b.Jika ditemukan pertumbuhan mikroba, tetapi peninjauan dalam pemantauan fasilitas pengujian steriitas, bahan yang digunakan, prosedur pengujian dan kontrol negatif menunjukkan tidak memadai atau teknik aseptik yang salah digunakan dalam pengujian, tahap pertama dinyatakan tidak absah dan dapat diulang.c.Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak terbukti, uji tahap pertama tidak absah, lakukan tahap kedua.2. Tahap KeduaJumlah spesimen uji yang diseleksi minimum dua kali jumlah dari jumlah tahap pertama. Volume minimum tiap spesimen yang diuji dan media dan periode inkubasi sama seperti yang tertera apada tahap pertamaa.Jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba, bahan yang diuji memenuhi syarat.b.Jika ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat.c.Jika dapat dibuktikan bahwa uji pada tahap kedua tidak absah karena kesalahan atau teknik aseptik tidak memadai, maka tahap kedua dapat diulang.II.7 Metode Monitoring Lingkungan, Personil, dan Ruang ProduksiDalam produksi sedian steril, monitoring lingkungan produksi harus secara berkala dilakukan. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menjamin kondisi steril ruang produksi dan menghindari adanya kontaminasi mikroba pada ruang produksi. Metode-metode yang dapat digunakan dalam monitoring lingkungan dan personel pada produksi sediaan steril diantaranya adalah :a. Contact plate

Metode ini biasanya digunakan untuk monitoring lingkungan pada area-area permukaan dengan menkontakkan langsung cawan yang telah berisi medium ke permukaan lantai, dinding dan permukaan datar lainnya dalam ruang produksi.b. Settle plateMetode ini digunakan untuk monitoring udara pada ruang produksi dengan menggunakan medium seperti Soybean Casein Digest Agar (SCDA) / Trypticase Soy Agar (TSA). Metode ini dilakukan dengan cara membiarkan medium terbuka selama 30-60 menit (waktu yang lebih lama dapat mengakibatkan medium menjadi kering atau rusak).c. Surface swabsPengujian dilakukan dengan menggunakan cotton swab yang disapukan pada area permukaan dinding ataupun lantai seluas maksimal 25cm2.Untuk setiap sesi produksi, sterilitas sarung tangan yang digunakan harus selalu dipantau begitupula dengan pakaian yang digunakan oelh personil selama proses produksi sediaan steril. monitoring dapat dilakukan dengan menggunakan glove print ataupun metode touch plate dengan cara menyentuhkan secara langsung sarung tangan ataupun pakaian ke dalam cawan petri yang berisi medium yang sesuai. (Microbiological Control Tests. Manufacture of sterile medicines Advanced workshop for SFDA GMP inspectors, 2009)II.8 Interpretasi Hasil, Trending, dan OOSPada monitoring lingkungan terhadap setiap ruang produksi, dikatakan memenuhi syarat jika :II.9 II.10 II.11 II.12 II.13 Jika pada monitoring lingkungan tidak memenuhi syarat maka dinyatakan atau dilaporkan sebagai OOS (Out of Specification) / diluar spesifikasi. Ketika terjadi OOS, maka harus dilakukan investigasi mulai dari pada proses pengujian sterilitas, apakah terdapat kesalahan apa tidak pada saat pengujian. Jika tidak kesalahan yang ditemukan pada proses pengujian sterilitas maka investigasi dilanjutkan pada saat proses produksi sediaan steril, apakah terdapat kesalahan apa tidak pada saat proses produksi. (Microbiological Control Tests. Manufacture of sterile medicines advanced workshop for SFDA GMP inspectors, 2009)II.14 Pengertian Media Fill dan Istilah-Istilah dalam Validasi Proses AseptisMedia fill (kadang-kadang dikenal sebagai "proses simulasi") adalah metode pengukuran kontaminasi yang potensial terjadi dalam keseluruhan proses produksi sediaan steril secara aseptis. Media fill merupakan validasi yang perlu dilakukan untuk memberikan jaminan sterilitas produk steril. Metodefirst lineuntuk produksi sediaan steril adalah metode sterilisasi akhir, bila tidak memungkinkan dilakukan metode ini, baru dilakukan metode aseptik. Hal ini disebabkan resiko kontaminasi metode aseptik lebih besar daripada metode sterilisasi akhir, tahapfilling dalam metode aseptik merupakan proses perlindungan pasif dari kontaminasi, sedangkan sterilisasi akhir merupakan proses aktif yang mengeradikasi mikroorganisme pada produk akhir. Oleh karena itu dilakukan proses simulasi atau media fill untuk menjamin sterilitas produk steril. Tes media fill berupa simulasi proses untuk membuktikan bahwa produk memiliki kualitas serta sterilitas yang konsisten, dalam tes ini, semua peraalatan, bahan kemas, prosedur, dan personil yang terlibat dan digunakan dalam proses rutin disimulasikan dengan akurat, benar-benar seperti proses produksi normal. (Validation Of Aseptic Processes, 2011)

II.15 Aspek Regulasi, Risk Assessement, Intervensi dan Worst Casecondition Pada Media FillVolume yang diisikan pada uji media fill sebaiknya disesuaikan dengan volume produk yang biasa diproduksi padalinetersebut, namun bila volume sampel terlalu banyak maka volume yang diisikan boleh lebih kecil, dengan syarat, pada saat penyimpana botol dibalik, sehingga media mengalami kontak dengan seluruh permukaan dalam botol/vial. Jumlah sampel yang difillingsebanyak menurut Japan Pharmacopeia, sebanyak 5000 botol, lalu diinspeksi sebanyak 4750 botol, sedangkan menurut PICS sampel yang difillingsebaiknya 5000-10000 botol. Namun apabila produksi yang biasa dilakukan pada lini tersebut < 5000, maka jumlah sampel yang difilling sebanyakbatchproduksi. Setelah ujimedia fillselesai dilaksanakan (hingga proses inspeksi), maka media yang telah difillingke dalam wadah harus disterilisasi kembali, baru boleh dibuang untuk menghindari terjadinya kontaminasi produk lain.Risk asssesment berkaitan dengan faktor-faktor resiko apa saja yang dapat mempengaruhi pada saat produksi sediaan steril termasuk jumlah sediaan yang diproduksi, ukuran/volume, kecepatan pengisian, dan lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan intervensi adalah situasi ketika operator melakukan hal yang tidak sewajarnya atau tidak sesuai prosedur, situasi tersebut dilaporkan dan diinvestigasi lebih lanjut untuk mengetahui hubungannya dengan sterilitas sediaan. Pada saat dilakukan proses media fill, dilakukan simulasi termasuk worst condition mulai dari dilakukan interupsi pada saat proses filling berlangsung seperti operator membuka cover mesin dan melakukan perbaikan setting volume. Ataupun Proses filling berhenti selama operator istirahat. Mesin filling dimatikan, hopper yang berisi ampul kosong ditutup. LAF tetap beroperasi.(Process Validation: Aseptic Processes for Pharmaceuticals, 2003)II.16 Media Fill Pada Berbagai Fasilitas ProduksiTes media fill berupa simulasi proses untuk membuktikan bahwa produk memiliki kualitas serta sterilitas yang konsisten, dalam tes ini, semua peraalatan, bahan kemas, prosedur, dan personil yang terlibat dan digunakan dalam proses rutin disimulasikan dengan akurat, benar-benar seperti proses produksi normal. Tes media fill berbeda-beda untuk setiap sediaan-sediaan.a. Produk Suspensi: Simulasikan seluruh proses yang normal sedekat mungkin, menggunakan serbuk steril atau dalam bentuk micronize dll (jika ini adalah bagian dari proses normal) dan bentuk suspensi, menggunakan media pertumbuhan cair steril dalam fasa cair normal dari produk suspensi.b. Produk freeze-drying : Pada prinsipnya media fill untuk produk freeze dry terdiri darisimulasi filling, simulasi transfer vials yang sudah difiling ke mesin lyophilisasi, dan proses lyophilisasi. Untuk produk freeze dry ada perbedaan sedikit dengan proses filling cairan biasa dimana setelah proses pengisian cairan diuapkan dengan alat freeze dry.c. Produk Semi-padat (misalnya Salep dan krim steril): Simulasikan siklus proses normal sedekat mungkin, mengisi media pertumbuhan cair steril dibuat dengan konsistensi yang sama seperti produk normal dengan penambahan, misalnya, agar (sekitar 4 g per liter) atau karboksi metil selulosa(Process Validation: Aseptic Processes for Pharmaceuticals, 2003)II.17 Pemilihan Media KulturPada umumnya media yang bersifat tidak seleltif, media yang biasa digunakan adalahSoybean Casein Digest Medium(SCDM) atau yang dikenal sebagaiTrypticase Soy Broth(TSB) yang, cocok untuk media pertumbuhan dari berbagai organisme. Untuk kontaminasi aerob dan anaerob digunakan mediaFluid Thioglycolate Medium(FTM).1. Komposisi Media SCDMFormulagm/litre

Pancreatic digest of casein17.0

Enzymatic digest of soya bean*3.0

Sodium chloride5.0

Dipotassium hydrogen phosphate2.5

Glucose2.5

pH 7.3 0.2 @ 25C

2. Komposisi Media FTMFormulagm/litre

Yeast extract5.0

Tryptone15.0

Glucose5.5

Sodium thioglycollate0.5

Sodium chloride2.5

L-cystine0.5

Resazurin0.001

Agar0.75

pH 7.1 0.2 @ 25C

II.18 Inkubasi, Interpretasi Hasil dan Re-ValidasiMedia yang telah difilling diinkubasikan pada temperature kamar selama 7 hari dan 7 hari berikutnya pada suhu 30-35oC atau 14 hari pada suhu 25-35oC. Uji Media Fill mempersyaratkan bahwa kontaminasi hanya boleh terjadi pada 0.1 % dari total sampel, sehingga bila memakai persyaratan Japan Pharmacopeia, dari 4750 vial, hanya boleh terkontaminasi 1 vial, sedangkan menurut PICS, dari 5000-10000 vial, hanya boleh terkontaminasi sebanyak 1 vial. Apabila sampel yang diisikan < 5000, sesuaibatchproduksi, maka tidak boleh terkontaminasi satupun. Lini produksi steril aseptis yag baru dapat lolos ujimedia fillsebanyak 3batchberturut-turut, sedangkan lini lama perlu melakukan tesmedia fillsecara rutin yaitu, sekali setahun untuk produk yang beresiko rendah dan menengah, sedangkan untuk produk beresiko tinggi, minimal dilakukan ujimedia filldua kali dalam setahun. Apabila uji media fill yang dilakukan gagal, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap metode aseptis yang dilaksanakan di lini tersebut, proses sanitasi, konstruksi bangunan, desaingowningyang kurang baik, sistem HVAC, efisiensi HEPAfilteratau adanya kegagalan mekanis.Validasi dianggap lulus dan dapat diterimaapabila hasil pengujian yang diperoleh memenuhi batasan spesifikasi. Jika ditemukan adanya kontaminasi bakteri, maka harus dilakukan identifikasi bakteri tersebut minimal sampai tingkat genus. Jika ditemukan lebih dari 0.1 % pertumbuhan mikroba maka dilakukan :1. Pemeriksaan ulang terhadap rekaman data, waktu dan suhu sterilitas wadah dan peralatan2. Lakukan media fill kembali sampai memenuhi syarat setelah dilakukan identifikasi dari penyebab kegagalan yang terjadi.(Process Validation: Aseptic Processes for Pharmaceuticals, 2003)II.14 Pengertian PirogenPirogen berasal dari kata pyro yang artinya keadaan yang berhubungan dengan panas, dan kata gen yang artinya membentuk atau menghasilkan. Pirogen adalah suatu produk mikroorganisme, terutama dari bakteri gram negatif dan dapat beruapa endotoksin dari bakteri. Endotoksin ini terdiri dari suatu senyawa komplek yaitu terdiri dari suatu lipopolisakarida yang pirogenic, suatu protein dan suatu lipid yang innert. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenispirogenyaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-produk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaituinterleukin-1 (IL-1),Tumor Necrosis Factor(TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) daninterleukin-11(IL-11). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh. (Sterile Dosage Form: 45), (Scovilles: 19)II.15 Uji Pirogenitas1. Uji pirogen pada kelinci (FI IV: 892)Uji pirogen menggunakan kelinci sehat yang telah dijaga dalam keadaan lingkunagan dan makanan yang tepat sebelum dilakukan uji. Temperature normal atau temperature control diukur untuk tiap hewan yang akan digunakan. Temperatur ini digunakan sebagai dasar penentuan setiap kenaikan temperature yang ditimbulakan akibat dari penyuntikan larutan yang akan diuji. Kelinci-kelinci yang digunakan temperaturnya tidak boleh berbeda lebih dari 1o, satu dengan yang lainnya, dan temperature tubuh tersebut diperkirakan tidak akan meningkat. Ringkasan prosedur uji tersebut adalah sebagai berikut : (Ansel, 1989)a. Jadikanlah alat suntik, jarum dan alat gelas bebas pirogen dengan cara memanaskan pada temperature 250oC selama tidak kurang dari 30 menit atau dengan cara lain yang sesuai. Hangatkan produk yang akan diuji sampai temperature 37oC 2oC. b. Suntikkan produk yang akan diuji pada vena telinga setiap kelinci sebanyak 10 ml per kg berat badan, selesaikan tiap suntikan dalam waktu 10 menit dihitung dari awal pemberian. c. Catat temperature pada 1,2, dan 3 jam sesudah penyuntikan. Bila masing-masing kelinci tidak ada ynag temperaturnya meningkat 0,6oC atau lebih dari temperature control masing-masing, dan jika hasil penjumlahan kenaikan temperature dari 3 kelinci tidak lebih dari 1,4oC. Maka zat yang diuji memenuhi persyaratan bebas pirogen. Jika kelinci-kelinci menunjukkan kenaikan temperature 0,6oC atau lebih atau hasil penjumlahan kenaikan temperature 3 kelinci lebih dari 1,4oC, ulangi dengan menggunakan 5 kelinci lain. Jika tidak lebih dari 3 dari 8 kelinci, masing-masing menunjukkan kenaikan temperature 0,6oC atau lebih dan jumlah kenaikan temperature 8 kelinci tidak lebih dari 3,7oC, maka larutan memenuhi persyaratan bebas pirogen. 2. Uji LAL (RPS 21th: 832)Baru-baru ini telah ditemui bahwa ekstrak sel darah ketam sepatu kuda (Limulus polyphemus) mengandung system enzim dan protein yang menggumpal bila ada liposakarida dalam jumlah kecil. Penemuan ini, merangsang perkembangan ujiLimulus Amebocyte Lysate(LAL) untuk mengetahui adanya pirogen dalam kerja penelitian dan pengawasan selama proses berlangsung. Usulan-usulan untuk uji produk akhir obat dengan LAL sedang dipertimbangkan oleh FDA. Uji LAL adalah metode spesifik untuk bakteri endotoksin, hanya untuk pirogen yang signifikan pada kebanyakan pabrik farmasetikal dan peralatan medis. Test didasarkan pada mekanisme primitive penggumpalan darah dari kepiting seperti Kuda Amerika (Limulus polyphemus).Berberapa enzim diletakkan pada sel darah amoeba kepiting yang dipicuh oleh endotoksin perpanjangan koagulasi enzimatik yang di akhiri dengan produksi di gel protenose. Test harus dihindarkan dari kontaminasi antimikroba sebelum dihindarkan, test ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada faktor campuran dalam sediaan, peralatan tidak menyerap endotoksin (seperti pada beberapa plastik) dan sensitifitas dari lisat diketahui.Reagen test LAL disediakan dengan lyopilisasi sel di mubasit limulus. Volume setara reagen LAL dan larutan test (0,1 mikron per masing-masing)dicampurkan dalam gelas tube test elipirogenasi. Tube diinkubasikan pada suhu 37oC selama 1 jam, setelah test wadah dibaca. Tube diambil dari incubator dan diubah. Bekuan oleh yang rusak mengandung energy padatan merupakan factor dari test positif. Ketika digunakan pada bagian ini bekuan gel uji awalnya, melewati test kegagalan dibatasi dan reagen sensitif LAL. Tambahan. Test ini spesifik untuk endotoksin gram negatif, dimana test pirogen kelinci sensitif untuk semua pirogen endotoksin dan sumber lain dibanding gram negatif. II.16 Metode Depyrogenasia. Inaktivasi1) Hidrolisis Asam BasaDespirogenasi menggunakan hidrolisis asam basa/alkali menurunkan atau menghilangkan aktivasi biologi dari lippolisakarida bakteri dengan aktivasi lemak A. Lemak A adalah rantaiinti polisakarida atau 2 keto 3 asam dioksiketon. Rantai asam 8 karbon asam gula khusus dari LPS bakteri Hidrolisis asam aktif pada asam labil ketosidik ini pada inti yang terpisah dari lemak A dari sisa molekul LPS.2) OksidasiPengetahuan tentang inaktivasi oksidasi dari endotoksin dapat ditemukan ketika Hanrd melaporkan bahwa sel Salmonella Typosa menghilangkan kapasitas produksi demam ketika dicuci dengan H2O2.Dari asam lemak yang dihasilkan dalam lemak A dari LPS dapat dianjurkan.3) AlkilasiEndotoksin dilaporkan dengan bahan pengalkil menurunkan pirogenitas endotoksin dihilangkan dengan asam anhidrat. Grup yang sama dilaporkan lapisan diturunkan ketika endotoksin digunakan dengan subsinat anhidrat. Disamping mekanisme reaksi ini secara perlahan dengan asetilasi.(1) Perlakuan dengan panas kering.(2) Perlakuan dengan panas lembab.(3) Radiasi ionisasi.(4) Poliniksin B(5) LAL (Limolas Amobacyte Lisate)b. Despirogenasi dengan Menghilangkan Endotoksin1) Pembilasan.2) Destilasi3) Ultrafiltrasi4) Osmosa bolak balik5) Karbon aktif6) Daya tarik elektrosatik dengan jalan modifikasi media7) Daya tarik hidrofobik pada media hidrofobik

GradeAir sample (CFU/m3)Settle plates (90mm diameter) (CFU/4hours)Contact plates (55mm diameter) (CFU/plate)Glove print (5 fingers) (CFU/glove)

A< 3< 3< 3< 3

B10555

C1005025-

D200100 50-