Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGEMBANGAN KURIKULUM DALAM RANGKAPENGUATAN KAPASITAS PENYULUH KELUARGA BERENCANA
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
Oleh: Weni Kurniawati, RusmanPengembangan Kurikulum, Universitas Pendidikan Indonesia
Email : [email protected], [email protected]
Pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh Badan Kependudukan danKeluarga Berencana Nasional (BKKBN), salah satunya adalah pengembangankurikulum dalam rangka meningkatkan kapasitas para Penyuluh KeluargaBerencana (PKB). Berdasarkan hasil uji kompetensi sejumlah 14.920 PKB/PLKBtelah mengikuti uji kompetensi dengan metode Computer Assissted Test (CAT)melalui media aplikasi sertifikasi. Hasil yang diperoleh 29% PKB/PLKBterkategori di atas standar, 2% PKB terkategori sesuai standar dan 69% tindak lanjutpengembangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasipengembangan kurikulum yang dilakukan BKKBN dari berbagai konsep landasan,prinsip serta model pengembangan kurikulum. Metode yang digunakan dalampenelitian ini merupakan penelitian deskriptif melalui studi literatur dari berbagaisumber. Dalam pengembangan kurikulum untuk peningkatan kapasitas PKB ini,BKKBN menyesuaikan dengan landasan filosofis, landasan psikologis, landasansosial budaya dan landasan IPTEK. Adapun prinsip yang digunakan adalah prinsiprelevansi, prinsip fleksibilitas, prinsip kontinuitas, prinsip praktis, dan prinsipefektivitas. Sedangkan model pengembangan kurikulum yang digunakan lebihmengarah kepada model teknologi dan kurikulum yang berdasarkan kompetensiyang harus dimiliki oleh PKB. Kaitannya dengan teknologi informasi dankomunikasi, dalam kurikulum ini PKB telah dibekali dengan aplikasi untukmemudahkan kinerja di lapangan. Untuk ke depan, BKKBN diharapkan dapatmengembangkan kurikulum bagi PKB yang kompetensinya sudah sesuai standarsebagai bentuk penguatan.
Kata Kunci: Pengembangan Kurikulum, Penyuluh Keluarga Berencana (PKB),Teknologi Informasi dan Komunikasi.
AbstractCurriculum development carried out by the National Population and Family
Planning Board/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) is aneffort to increase the capacity of Family Planning Field Workers (PKB). Based onthe results of the competency test, a total of 14,920 PKB/PLKB have participatedin the competency test with the Computer Assissted Test (CAT) method throughapplication media certification. The results obtained by 29% PKB / PLKB iscategorized as Above Standards, 2% PKB is categorized as Meet the Standards, and69% is categorized as Need Follow-up Development. The purpose of this study isto identify curriculum development conducted by BKKBN from various conceptsof foundation, principles, and curriculum development models. The method used inthis study is descriptive research through the study of literature from various
sources. In developing the curriculum to improve the capacity of PKB, BKKBNadjusts the philosophical foundation, psychological basis, socio-cultural foundationwith science and technology foundation. The principles used were the principles ofrelevance, flexibility, continuity, practical, and effectiveness. While the curriculumdevelopment model used is more directed to the technology model and competency-based curriculum that must be mastered by PKB. In relation to information andcommunication technology, this curriculum PKB has been equipped withapplications to facilitate performance in the field. In the future, BKKBN is expectedto develop a curriculum for PKB whose competencies are in accordance with thestandards as a form of strengthening.
Keywords : curriculum development, family planning field workers (PKB),information and communication technology
Pendahuluan
Pada tahun 2017 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) mendapat amanah untuk mengelola sejumlah Penyuluh Keluarga
Berencana (PKB) yang dialihkan ke Pusat. Beralihnya status kepegawaian PKB
tersebut menjadi tanggung jawab BKKBN untuk menggerakkan kembali tenaga
PKB yang berada di daerah, karena BKKBN sebagai lembaga yang mengurus
kependudukan dan keluarga berencana. Sebagaimana undang-undanng nomor 23
tahun 2014 tentang pemerintah daerah dalam pasal 12 yang menyatakan bahwa
pengendalian penduduk dan keluarga berencana merupakan salah satu urusan
pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Sehingga dalam
implementasinya menyebabkan Penyuluh Keluarga Berencana/Penyuluh Lapangan
Keluarga Berencana (PKB/PLKB) kembali sentralisasi ke BKKBN. Menurut
undang-undang tersebut, kewenangan pengelolaan tenaga PKB/PLKB menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat tetapi pendayagunaannya tetap di Kabupaten/Kota.
Pengalihan status PKB ini juga merupakan implementasi dari peraturan kepala
badan kepegawaian negara nomor 6 tahun 2016 tentang pelaksanaan pengalihan
pegawai negeri sipil daerah kabupaten/kota yang menduduki jabatan fungsional
penyuluh keluarga berencana dan petugas lapangan keluarga berencana menjadi
pegawai negeri sipil badan kependudukan dan keluarga berencana nasional.
Proses lanjutan dari pengalihan tersebut BKKBN melaksanakan sertifikasi bagi
seluruh penyuluh KB yang status kepegawaiannya akan dialihkan ke Pusat.
“Sertifikasi Penyuluh KKBPK merupakan proses penilaian dan penetapan atas jenis
dan tingkat kompetensi yang dikuasai oleh Penyuluh KB berdasarkan hasil uji
kompetensi dengan mengacu kepada standar kompetensi” (Badan, Dan, &
Berencana, 2017). Sertifikasi ini dimaksudkan untuk memetakan kompetensi PKB
dengan metode menggunakan uji kompetensi berbasis online dengan penggunaan
sistem Computer Assisted Test (CAT). Sertifikasi ini dilaksanakan untuk menilai
dan menetapkan jenis dan tingkat kompetensi yang dikuasai oleh para penyuluh KB
dengan mengacu kepada standar kompetensi untuk mewujudkan tenaga lapangan
program KKBPK yang kompeten, berintegritas dan profesional.
Hasil sertifikasi sejumlah 14.920 PKB/PLKB yang mengikuti uji kompetensi
diperoleh 29% PKB/PLKB terkategori di atas standar, 2% PKB terkategori sesuai
standar dan 69% tindak lanjut pengembangan. Dari hasil tersebut, dapat dilihat
bahwa terdapat gap kompetensi yang harus ditingkatkan pengembangannya.
Pengembangan kompetensi yang berada pada tingkat tindak lanjut pengembangan
tersebut dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat). Dalam
pelaksanaan diklat tersebut harus didukung suatu perangkat diklat yang sesuai
dengan kebutuhan.
Untuk itu, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
(Pusdiklat KKB), mengembangkan kurikulum diklat teknis bagi penyuluh KB.
Kurikulum ini disusun sebagai acuan dan standar nasional dalam pengembangan
kompetensi penyuluh KB di seluruh Indonesia.
Berdasarkan hal di atas, penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi
pengembangan kurikulum yang dilakukan BKKBN dari berbagai konsep landasan,
prinsip serta model pengembangan kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum,
konsep yang digunakan sangat penting agar kurikulum yang dihasilkan bisa
menjawab kebutuhan dari BKKBN.
Kajian Pustaka
Menurut Ali, M (2017:66) mengemukakan bahwa “The curriculum is an essential
plan that guides teachers or practioners in organizing the educational process.
Therefore, the authors create a category of curriculum definition into : Curriculum
as a lesson plan or teaching materials, The curriculum as a learning experience,
The curriculum as a learning plan.” Berdasarkan pendapat di atas, dalam
pelaksanaan proses pendidikan kurikulum dapat dijadikan sebagai panduan bagi
guru maupun praktisi. Selanjutnya pengertian kurikulum ini dapat dibagi kedalam
3 kategori, yaitu : kurikulum sebagai rencana pembelajaran, kurikulum sebagai
pengalaman belajar, dan kurikulum sebagai rencana belajar. Kurikulum
mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu proses pembelajaran, baik
dalam lingkungan pendidikan maupun pelatihan. Karena, kurikulum merupakan
acuan dalam mencapai tujuan sebagaimana telah ditetapkan dalam penyusunan
standar capaian yang harus dikuasai oleh peserta didik.
Selain itu, kurikulum harus menyesuaikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berkembang sekarang ini. Peranan teknologi informasi dan komunikasi sangat
penting dalam ruang lingkup pekerjaan saat ini, sehingga akan sangat
mempengaruhi dengan kurikulum yang akan disusun atau dikembangkan. Menurut
Munir (2010:6-7) : “Perbedaan kurikulum berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) tampak pada pembahasan mengenai pembelajaran, seperti
manajemen kelas dan sumber belajar berbasis TIK, pemanfaatan internet dalam
pembelajaran, e-Learning, multimedia dan hypertext dalam pembelajaran”.
Kerangka Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dapat
digambarkan sebagai berikut :
Pembelajaran melalui TIK ini bertujuan agar peserta didik mempunyai kompetensi
dalam memanfaatkan teknologi informasi sebagai alat dalam mengolah data serta
teknologi komunikasi sebagai bahan komunikasi yang baik. Berdasarkan kerangka
di atas, pemanfaatan TIK dapat berupa manajemen kelas berbasis TIK, TIK dan
sumber belajar, pemanfaatan internet, e-learning, hypertext, multimedia, atau etika
pengguna TIK.
Hal penting lainnya dalam pengembangan kurikulum adalah landasan yang
mendasari dari kurikulum tersebut. Landasan kurikulum ini sangat penting sebagai
dasar pijakan dalam menentukan tujuan dan arah dari sebuah kurikulum.
Menurut Sukmadinata (2017:38) mengemukakan beberapa landasan utama dalam
pengembangan suatu kurikulum, yaitu :
1. Landasan Filosofis, disesuaikan dengan tujuan pendidikan. Dengan adanya
tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, maka akan
mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
2. Landasan Psikologis, sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana
perilaku peserta didik itu harus dikembangkan, berdasarkan psikologi belajar
dan psikologi perkembangan.
KurikulumBerbasis TIK
KonsepKurikulum
Pengembangan Materi
Pengembangan Tujuan
Pengembangan Strategi
Pengembangan Evaluasi
TIK dalamPembelajaran
Manajemen KelasBerbasis TIK
TIK dan Sumber Belajar
Pemanfaatan Internet
E-Learning
Hypertext
Multimedia
Etika Penggunaa TIK
3. Landasan Sosial Budaya, disesuaikan dengan harapan/kebutuhan masyarakat,
pemerintah, perkembangan dan perubahannya, kebudayaan manusia, hasil
kerja manusia berupa pengetahuan, agama, ekonomi. Landasan ini menjadi
salah satu pilar utama bagaimana kurikulum dibuat untuk mengakomodir
kebutuhan masyarakat, diharuskan mempunyai kepekaan terhadap perubahan-
perubahan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat
4. Landasan Perkembangan Ilmu dan Teknologi (IPTEK), perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara langsung maupun tidak langsung menuntut
perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah memberikan isi/materi atau bahan yang akan
disampaikan dalam pendidikan. Pengaruh tidak langsung adalah
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan perkembangan
masyarakat menimbulkan problema-problema baru yang menuntut pemecahan
dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan baru yang dikembangkan
dalam pendidikan.
Sedangkan menurut Wahyudin, D. (2014:34) menyatakan bahwa “ terdapat tiga
landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu landasan filosofi, landasan
psikologi, dan landasan sosiologi. Masing-masing landasan sangat berperan dalam
langkah pengembangan kurikulum”.
Pengembangan kurikulum harus didasari dengan landasan-landasan yang kuat, agar
kurikulum yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan. Landasan tersebut
dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulum sebagai pondasi atas
pertimbangan-pertimbangan mendasar serta menyeluruh.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum
pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu
kurikulum. Prinsip-prinsip ini harus digunakan dalam pengembangan kurikulum
yang dilakukan di berbagai tingkatan pendidikan. Teori prinsip pengembangan
kurikulum menurut Sukmadinata (2017:150), sebagai berikut:
1. Prinsip Relevansi, bahwa prinsip ini harus menyesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sesuai dengan kompetensi
yang dibutuhkan peserta didik serta sesuai dengan tuntutan yang ada di
masyarakat.
2. Prinsip Fleksibilitas, pada prinsip ini dalam pelaksanaannya dimungkinkan
adanya penyesuaian-penyesuaian yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
di daerahnya, waktu, serta latar belakang dan kemampuan peserta didik dengan
tetap mengacu pada tujuan dari kurikulum tersebut.
3. Prinsip Kontinuitas, artinya kesinambungan, dalam pengembangan kurikulum
perlu adanya keterkaitan yang saling menjalin antara tingkat pendidikan, jenis
program pendidikan dan bidang studi (bahan pembelajaran).
4. Prinsip Praktis, artinya mudah untuk dilaksanakan, yakni mengusahakan agar
dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan
sumber-sumber lain yang ada secara optimal sehingga hasilnya memadai,
tetapi tetap memperhatikan kualitas kurikulum yang dikembangkan agar sesuai
dengan tujuan.
5. Prinsip Efektifitas, dalam hal ini tujuan dari pengembangan kurikulum bisa
tercapai baik secara kualitas maupun kuantitas. Efektivitas disini juga harus
mempertimbangkan agar tujuan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh
pendidik dan peserta didik dapat berjalan dengan baik
Adapun menurut Abdulah Idi dalam Toenlioe (2017:31), mengemukakan “prinsip-
prinsip pengembangan kurikulum sebagai berikut: prinsip relevansi, prinsip
kontinuitas, prinsip fleksibilitas, prinrip efektivitas, dan prinsip efisiensi”.
Sedangkan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) perlu
memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip: (1) keimanan, nilai dan
budi pekerti luhur; (2) penguatan integritas nasional; (3) keseimbangan etika,
logika, estetika, dan kinestetika; (4) kesamaan memperoleh kesempatan; (5) abad
pengetahuan dan teknologi informasi; (6) pengembangan keterampilan untuk
hidup; (7) belajar sepanjang hayat; (8) berpusat pada peserta didik dengan penilaian
yang berkelanjutan dan komprehensif; (9) pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
(Depdikbud, 2002).
Prinsip-prinsip di atas mempunyai hubungan yang erat satu sama lain, sehingga
dalam penerapan pengembangan kurikulum prinsip tersebut saling melengkapi satu
sama lain. Prinsip sangat penting sebagai azas atau keyakinan yang harus
diperhatikan dalam pengembangan kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum, selain landasan dan prinsip, model
pengembangan kurikulum juga sangat berperan penting untuk tercapainya
kurikulum yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Model pengembangan kurikulum
merupakan suatu alternatif dalam rangka mendesain suatu kurikulum. Beberapa
ahli mengemukakan dari model-model pengembangan kurikulum ini. Salah satunya
adalah Mcneil (1999) dalam Ali, M (2017:74) bahwa “categorizes the curriculum
concepts into four kinds, namely (1) humanistic curriculum concepts, (2)
technological curriculum concepts, (3) concepts of social reconstruction
curriculum, and (4) academic curriculum concepts”.
Selanjutnya, dalam Hamalik (2009:143) mengemukakan bahwa “Kurikulum dapat
dikategorikan ke dalam empat kategori umum, yaitu humanistik, rekonstruksi
sosial, teknologi, dan akademik”.
Sedangkan menurut Sukmadinata (2017:81) macam-macam model konsep
kurikulum, antara lain :
1. Kurikulum Subjek Akademis, kurikulum subjek akademis bersumber dari
pendidikan klasik. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan, maka
pendidikannya lebih bersifat intelektual.
2. Kurikulum Humanistik, kurikulum humanistik bertolak pada siswa, dimana
siswa mempunyai peranan penting sebagai objek utama dalam pendidikan.
Siswa mempunyai potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang.
3. Kurikulum Rekonstruksi Sosial, kurikulum ini lebih memusatkan perhatian
pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Model ini
mendorong peserta didik agar mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
masalah-masalah sosial yang mendesak dan kerjasama atau bergotong royong
untuk memecahkannya.
4. Teknologi dan Kurikulum, inti dari pengembangan kurikulum teknologi adalah
penekanan pada kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media
pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program
pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi tertentu.
“Model kurikulum berfungsi memberikan arah dalam pendesainan pembelajaran
yang dapat membantu peserta didik mencapai berbagai tujuan dan/atau
kompetensi”. (Daoudi, 2000). Pendekatan model kurikulum yang digunakan juga
sangat mempengaruhi kualitas sebuah kurikulum, karena harus menyesuaikan
dengan model yang tepat tujuan dari kurikulum dapat tercapai dengan optimal.
Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas, pada kesimpulannya bahwa terdapat
empat model dalam pengembangan kurikulum, yaitu : model humanistik yang
berpusat pada peserta didik atau siswa, model teknologi yang menyesuaikan dengan
kompetensi peserta didik, model rekonstruksi sosial yang berpusat pada pemecahan
masalah yang berkembang di masyarakat, serta model akademik yang
mengutamakan peningkatan pengetahuan melalui perkembangan disiplin ilmu.
Pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh BKKBN, salah satunya erat
kaitannya dengan peningkatan sumber daya yang ada di tingkat lapangan yaitu
Penyuluh KB. Jabatan fungsional PKB sebagaimana tertuang dalam Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2018 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga
Berencana, “Pejabat Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana yang selanjutnya
disebut Penyuluh KB adalah PNS yang memenuhi kualifikasi dan standar
kompetensi serta diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh
oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, pelayanan,
penggerakan dan pengembangan Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan
Pembangunan Keluarga”. Dalam menjalankan tugasnya tentunya seorang PKB
harus memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh BKKBN.
Sesuai dengan peraturan kepala BKKBN nomor 2 Tahun 2017 tentang standar
kompetensi penyuluh KB, Standar Kompetensi penyuluh KB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 terdiri atas: Kompetensi Teknis (19 unit), Kompetensi
Manajerial (13 unit), dan Kompetensi sosial kultural (2 unit). Penyuluh KB harus
memiliki standar kompetensi berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
harus dipenuhi dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.
“Seluruh PKB harus memiliki standar kompetensi tersebut. Tujuannya adalah agar
ada pengakuan terhadap profesi PKB. Selain itu standarisasi PKB mempunyai
tujuan khusus sebagai berikut: 1) terwujudnya kesamaan pengertian, penafsiran dan
persepsi dalam pemahaman Standar Kompetensi PKB; 2) tersedianya acuan untuk
uji kompetensi dalam pelaksanaan sertifikasi PKB; 3) tersedianya acuan dalam
merancang program pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi bagi PKB; dan
4) tersedianya acuan dalam pengembangan karir PKB”. (Nurhajati, 2018).
Untuk menunjang kinerja para PKB di lapangan, maka perlu disusun suatu
kurikulum yang sesuai dengan kualifikasi dan standar kompetensi baik teknis,
manajerial maupun sosial kultural. Kurikulum juga harus sesuai dengan tuntutan
yang ada di masyarakat untuk mempermudah pengembangan Program
Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga. Dalam
pelaksanaannya, pengembangan tersebut harus mengacu pada konsep kurikulum.
Metode
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai konsep dalam
pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh BKKBN dari segi landasan, prinsip
serta model kurikulum. Dalam proses pelaksanaannya, penulis menggunakan
metode analisis deskriptif melalui studi literatur dari berbagai sumber yang relevan.
Selain itu, digunakan juga telaah dokumen, baik dokumen sumber hukum maupun
kurikulum yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum yang telah
dilaksanakan.
Pembahasan
Berdasarkan hasil sertifikasi penyuluh KB yang telah dilaksanakan, terdapat 5 jenis
kompetensi teknis yang berada pada level paling rendah dikuasai oleh para
penyuluh KB, yaitu : Pembinaan Kader IMP, Monitoring dan Evaluasi, Pembinaan
dan Fasilitasi Pembentukan Poktan (BKB, BKR, BKL, PIK R/M, UPPKS),
Pengembangan Media Advokasi, KIE dan Konseling, dan Pendataan IMP. Kelima
gap kompetensi tersebut merupakan dasar kebutuhan diklat yang dibutuhkan oleh
penyuluh KB. Komponen terkait, yaitu Direktorat Bina Lini Lapangan BKKBN
melakukan identifikasi pengembangan kapasitas bagi penyuluh KB sebagai bentuk
rekomendasi kepada Pusdiklat KKB dalam penyusunan perangkat diklat yang
dibutuhkan. Kriteria pengembangan kompetensi tersebut antara lain : Reposisi
Penyuluh KKBPK (perubahan mindset), Pelatihan Teknis Pembinaan IMP,
Pembentukan Karakter (soft kompetensi), Penggunaan Teknologi Informasi, dan
Pembinaan dan fasilitasi pembentukan poktan-poktan.
Dari kebutuhan identifikasi tersebut, Pusdiklat KKB bersama komponen terkait
kemudian mengembangkan kurikulum untuk penguatan kapasitas penyuluh KB dan
penggerakan mitra potensial berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Kurikulum ini bersumber pada tujuan dalam rangka meningkatkan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan Penyuluh KB untuk melakukan penyuluhan dan
penggerakan. Untuk menjawab salah satu gap kompetensi terkait penggunaan
teknologi informasi, maka dalam kurikulum ini dikembangkan berbagai media
berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Kurikulum ini juga berbasis pada
kompetensi yang menjadi kebutuhan para Penyuluh KB untuk ditingkatkan
kompetensinya.
Berikut ini merupakan bentuk struktur kurikulum yang dikembangkan oleh
BKKBN dalam rangka Penguatan Kapasitas Penyuluh KB berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi. Kurikulum ini disusun untuk kemudian dapat
diimplementasikan di setiap daerah di seluruh Indonesia.
No Materi Pelatihan
Jam Pelajaran (JPL)
T P L Jumlah
A Materi Dasar
1. Kebijakan dan Strategi Program KKBPK 2 - - 2
B Materi Inti
1. Penguatan tugas dan fungsi pokok Penyuluh
KB dan Pembinaan IMP
2. Pengetahuan teknis tentang metode dan alat
kontrasepsi beserta miskonsepsi terhadapnya
3. Strategi komunikasi dan perumusan pesan
kunci
4. Pemanfaatan TIK (Aplikasi KKBPK dan
SKATA) dan media KIE lainnya
5. Advokasi efektif untuk pengintegrasian
Program KKBPK dalam perencanaan dan
penganggaran di Tingkat Desa/Kelurahan
6. Penguatan mitra potensial lini lapangan
2
2
2
2
2
2
-
1
2
2
2
4
-
1
1
2
1
2
2
4
5
6
5
8
C Materi Penunjang
1. Building Learning Commitment (BLC) - 2 - 2
TOTAL 14 13 7 34
Berdasarkan struktur kurikulum di atas, dapat kita lihat dari segi materi pelatihan
yang harus dikuasai oleh peserta didik, BKKBN telah menjawab gap kompetensi
teknis yang harus ditingkatkan oleh Penyuluh KB sesuai hasil sertifikasi. Materi
tersebut terdapat pada materi inti, diantaranya :
1. Penguatan tugas dan fungsi pokok Penyuluh KB dan Pembinaan IMP;
2. Pengetahuan teknis tentang metode dan alat kontrasepsi beserta miskonsepsi
terhadapnya;
3. Strategi komunikasi dan perumusan pesan kunci;
4. Pemanfaatan TIK (Aplikasi KKBPK dan SKATA) dan media KIE lainnya;
5. Advokasi efektif untuk pengintegrasian Program KKBPK dalam perencanaan
dan penganggaran di Tingkat Desa/Kelurahan;
6. Penguatan mitra potensial lini lapangan.
Materi inti di atas merupakan bagian dari kompetensi teknis yang harus dimiliki
oleh Penyuluh KB. Kompetensi Teknis adalah kemampuan kerja setiap PNS yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang mutlak
diperlukan dalam melaksanakan tugas-tugas jabatannya (BKKBN, 2017).
Sehingga, pengembangan kurikulum ini merupakan kurikulum yang berstandar
pada kompetensi Penyuluh KB.
Menurut Sukmadinata & Erliana (2012:38), kurikulum berbasis kompetensi
merupakan salah satu model pengembangan kurikulum yang difokuskan pada
pengembangan kapasitas atau kompetensi dalam bidang pekerjaan masing-masing.
Bidang tugas yang dikembangkan tersebut sesuai dengan uraian tugas dan perannya
dalam suatu pekerjaan. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2005:2), kurikulum
berbasis kompetensi dapat digambarkan dalam pola sikap dan perilaku seseorang
yang merefleksikan hasil dari pemahaman suatu pengetahuan atau intelektual.
Berdasarkan pendapat di atas, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi fokus
tujuannya pada penguasaan kemampuan atau kompetensi-kompetensi khusus.
Penguasaan kompetensi-kompetensi tersebut berkenaan dengan tugas dan
peranannya dalam menjalankan pekerjaan. Sehingga, BKKBN dalam
pengembangan kurikulumnya, mengacu pada kompetensi-kompetensi yang harus
ditingkatkan oleh Penyuluh KB. Hal ini tertuang di dalam kurikulum sebagai
bentuk kemampuan yang diharapkan, sebagai berikut :
1. Kemampuan untuk menjelaskan tentang Tugas dan fungsi pokok Penyuluh
KB;
2. Kemampuan untuk menjelaskan tentang perangkat peraturan dan kebijakan
yang dapat mendukung program KB;
3. Kemampuan pemahaman tentang konten teknis alat dan metode kontrasepsi;
4. Inisiatif yang positif untuk mendorong bergulirnya mekanisme operasional
dalam hal promosi KB;
5. Kemampuan untuk meningkatkan Keterampilan PKB dalam mempromosikan
KB pada calon peserta KB;
6. Kemampuan untuk meningkatkan keterampilan PKB dalam strategi
komunikasi efektif dan pesan kunci untuk perubahan perilaku;
7. Kemampuan untuk meningkatkan keterampilan PKB dalam menggunakan alat
bantu promosi: Aplikasi KKBPK dan SKATA dan media KIE lainnya ;
8. Keterampilan melakukan fasilitasi Diklat Teknis Penguatan Kapasitas
Penyuluh Keluarga Berencana dalam Penyuluhan Keluarga Berencana dan
Penggerakan Mitra Potensial Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Landasan dalam Pengembangan Kurikulum yang dilakukan BKKBN
Menurut Munif Chatib, mengemukakan bahwa “the curriculum development base
consisting of philosophical, psychological, sociological, scientific and
technological foundations” (Foley, Haggerty, & Harrison, 2015). Hal tersebut
sesuai dengan landasan yang digunakan BKKBN dalam pengembangan kurikulum.
1. Landasan filosofis
Landasan filosofis disini disesuaikan dengan tujuan pendidikan secara umum
juga dikaitkan dengan filosofi BKKBN yang mempunyai visi menjadi lembaga
yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang
dan keluarga berkualitas. Serta sesuai misi BKKBN sebagai berikut:
a. Mengarusutamakan pembangunan berwawasan Kependudukan;
b. Menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi;
c. Memfasilitasi Pembangunan Keluarga;
d. Mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan Kependudukan,
Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga;
e. Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara konsisten.
(Nurhajati & Bachri, 2014).
Visi dan misi BKKBN ini merupakan dasar filosopi yang paling kuat dalam
menentukan arah pendidikan dan pelatihan yang akan dilaksanakan oleh
Pusdiklat KKB.
2. Landasan Psikologis
Landasan yang mendasari berkaitan erat dengan pribadi manusia yang dibentuk
dari hasil belajar. Peserta didik belajar melalui sebuah pelatihan sebagai
stimulus atau rangsangan agar dapat menjalankan tugasnya. Untuk itu, diklat
dilakukan untuk memberikan pengalaman belajar dalam rangka membentuk
perilaku peserta didik agar sesuai dengan peran dan fungsinya. Dalam hal ini
Penyuluh KB yang dibekali dengan diklat dapat berkembang dari segi
kompetensinya sehingga bisa menjalankan tugas jabatannya. Sebagaimana
tertera dalam Peraturan Kepala BKKBN nomor 2 Tahun 2017 tentang standar
kompetensi penyuluh KB, tugas jabatan Penyuluh KB yaitu melakukan
pengelolaan Program KKBPK yang meliputi penyuluhan, pelayanan,
penggerakan dan pengembangan di bidang pengendalian penduduk dan
keluarga berencana.
3. Landasan Sosial
Landasan yang dipakai menyesuaian dengan tuntutan yang ada di masyarakat
terhadap Penyuluh KB. Sebagai ujung tombak pelaksana program KB di
tingkat lini lapangan, maka Penyuluh KB harus mempunyai kompetensi yang
berkualitas. Selain kualitas, maka kuantitas dari Penyuluh KB juga harus
memenuhi rasio ideal yang harus melayani sekitar 81.813 desa/kelurahan (rasio
1:5). Sebagai wujud dari pondasi sosial ini, sesuai dengan pasal 37 Perka
BKKBN nomor 2 Tahun 2017 tentang standar kompetensi penyuluh KB, (1)
untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme, Penyuluh KB
diikutsertakan dalam pelatihan. (2) Pelatihan yang diberikan kepada Penyuluh
KB disesuaikan dengan hasil analisis kebutuhan pelatihan dan/atau
pertimbangan dari Tim Penilai Angka Kredit Penyuluh KB.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Untuk menjawab tantangan perkembangan teknologi yang sangat maju
sekarang ini dan untuk bersaing dengan ilmu pengatehuan yang serba canggih.
Tentunya kurikulum ini juga harus disesuaikan dengan kebutuhan sesuai
perkembangan IPTEK. Dalam hal ini BKKBN merancang beberapa aplikasi
sebagai dukungan bagi Penyuluh KB dalam melaksanakan pekerjaannya di
lapangan. Aplikasi tersebut dapat digunakan oleh Penyuluh KB sebagai sarana
penyampaian materi sesuai dengan kebutuhan kepada masyarakat di lapangan.
Prinsip yang digunakan dalam Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum yang dilaksanakan oleh BKKBN dalam rangka
penguatan kapasitas Penyuluh KB ini menerapkan prinsip-prinsip yang diyakini
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, beberapa prinsip tersebut antara lain :
1. Prinsip relevansi, sesuai prinsip ini kurikulum yang dikembangkan
menitikberatkan pada kebutuhan yang ada di masyarakat. Hal ini terlihat
dengan menitikberatkan pada materi-materi yang memang menjadi tuntutan
saat ini. Berdasarkan gap kompetensi tersebut, materi yang sangat dibutuhkan
saat ini adalah Penguatan tupoksi Penyuluh KB dan Pembinaan IMP,
Pengetahuan teknis tentang metode dan alat kontrasepsi, Strategi komunikasi,
Pemanfaatan TIK, Advokasi efektif, serta Penguatan mitra potensial lini
lapangan. Materi-materi ini akan disampaikan dalam bentuk pelatihan di
masing-masing daerah.
2. Prinsip Fleksibilitas, menurut prinsip ini kurikulum yang dikembangkan oleh
BKKBN akan digunakan secara nasional di seluruh Indonesia. Karena yang
menjadi sasaran pesertanya adalah para Penyuluh KB yang tersebar di seluruh
Indonesia. Pelaksanaan pelatihan berada di level Balai Pelatihan dan
Pengembangan (Balatbang) tingkat provinsi. Sebagai bagian dari modifikasi,
kurikulum dapat dikembangkan kembali di provinsi masing-masing dengan
mempertimbangkan kebutuhan di lapangan. Namun, acuan utama sebagai
rambu-rambu dalam kurikulum tetap berpatokan pada kurikulum yang sudah
disusun di pusat.
3. Prinsip Kontinuitas, dalam prinsip ini kurikulum harus berkesinambungan
dengan kurikulum selanjutnya. Baik pendidikan maupun pelatihan adalah
proses tahapan dan berkelanjutan yang berlangsung secara terus menerus. Dari
segi materi-materi di dalam kurikulum penguatan kapasitas Penyuluh KB
tersebut, disusun dengan mempertimbangkan kesinambungannya dengan
bidang pekerjaan. Setelah mengikuti pelatihan ini, para Penyuluh KB bisa
mengikuti jenis pelatihan lain dengan kurikulum yang berbeda yang
merupakan tahapan selanjutnya dari pembelajaran ini. Dalam peningkatan
kompetensi ini, selain peningkatan kompetensi teknis, Penyuluh KB juga harus
mengikuti peningkatan kompetensi manajerial dan sosio kultural.
4. Prinsip Praktis, dalam pengembangan kurikulum ini tentunya BKKBN
memperhatikan aplikasi di lapangan sesuai dengan situasi dan kondisi.
Pengembangan kurikulum mempertimbangkan implementasi agar dapat
mendayagunakan sumber daya pendidikan yang ada secara optimal, cermat,
dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip Efektivitas, berorientasi pada tujuan. Tujuan dari pengembangan
kurikulum untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan Penyuluh
KB untuk melakukan penyuluhan KB dan penggerakan mitra potensial dengan
menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Model Pengembangan Kurikulum Teknologi
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) ini membawa
potensi dan juga tantangan yang luar biasa untuk program KKBPK.
Perubahan lingkungan eksternal telah membawa konsekuensi pada berubahnya
cara bekerja di lapangan. Dalam upaya untuk mempersiapkan petugas lapangan
dengan sebaik-baiknya, BKKBN melalui Dana Alokasi Khusus (DAK
melakukan pengadaan smartphone untuk Penyuluh KB sejak Tahun 2016.
Penyuluh KB perlu dibangun kapasitasnya untuk dapat secara optimal
mengoperasikan smartphone dan aplikasi yang dimilikinya sehingga mampu
menggunakannya sebagai alat bantu mereka di lapangan dalam menyampaikan
informasi yang akurat tentang kontrasepsi.
Berikut ini adalah Sebelas (11) aplikasi yang ada dan dapat dimanfaatkan oleh
Penyuluh KB BKKBN, baik dalam fungsinya untuk kepegawaian, maupun
dalam fungsinya sebagai Penyuluh KB dan memerlukan bahan konten
pengayaan diri dan rujukan ketika berinteraksi dengan PUS. Sebelas aplikasi
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Aplikasi SIMSDM Untuk databasis kepegawaian;
2. Aplikasi SIPP - Untuk informasi pendapatan pegawai;
3. Aplikasi Sertifikasi PKB - Untuk pemetaan kompetensi PKB;
4. Aplikasi E-Visum - Untuk pelaporan kegiatan Operasional dan Penyuluhan;
5. Aplikasi SIGA - Untuk monitoring kinerja Program KKBPK;
6. Aplikasi Kampung KB - Untuk monitoring perkembangan Kampung KB;
7. Aplikasi Penyuluhan - Untuk media Penyuluhan PKB;
8. Aplikasi SKATA - Untuk informasi program KB;
9. Aplikasi Orangtua Hebat - Untuk Informasi menjadi orangtua hebat;
10. Aplikasi GenRe - Untuk Informasi program GenRe dan Lokasi PIK;
11. Aplikasi Lansia Tangguh - Untuk Informasi Lansia Tangguh.
Aplikasi Program KKBPK dan SKATA
Dalam mendukung kinerja Penyuluh KB di lapangan harus menyesuaikan dengan
perkembangan ilmu teknologi yang berkembang sekarang ini. Untuk itu, Penyuluh
KB dibekali dengan perangkat tablet pintar agar pelaksanaan kinerja di lapangan
bisa berjalan dengan optimal. Setiap hari para Penyuluh KB harus memperbaharui
kegiatan yang dilaksanakan dengan aplikasi E-visum. Selain itu mereka juga
dipermudah dengan adanya aplikasi penyuluhan KKBPK dan aplikasi SKATA.
Aplikasi ini sebagai alat bantu sosialisasi/penyuluhan dan alat bantu pembinaan
IMP.
Salah satu aplikasi yang digunakan adalah SKATA yang merupakan salah satu
alat bantu KIE tentang perencanaan keluarga yang berfungsi sebagai alat bantu
bagi keluarga di Indonesia untuk merencanakan keluarganya, kehamilan, dan
anak-anaknya. SKATA ini suatu alat bantu yang berbentuk aplikasi dan dapat
dengan mudah diakses baik bagi pengguna Android maupun Iphone. Visi dari
SKATA ini adalah membangun komunikasi antara pasangan untuk bersama-
sama merencanakan keluarga melalui misi menghadirkan informasi yang akurat
dan praktis terkait perencanaan keluarga dan menghubungkan keluarga dengan
fasilitas kesehatan yang terdekat dengannya.
SKATA adalah alat KIE yang dapat dipromosikan kepada PUS untuk
mendapatkan informasi yang akurat dan praktis serta mendalam terkait keluarga
berencana, kesehatan reproduksi, dan kontrasepsi. SKATA memudahkan
Penyuluh KB dalam melakukan penyuluhan KKBPK. Aplikasi KKBPK
bersama-sama dengan aplikasi publik SKATA diharapkan dapat saling
melengkapi sebagai media kreatif KIE baru, dimana penyuluh KKBPK dapat
merujukkan PUS pada aplikasi SKATA atau website-nya setelah selesai
dijangkau.
SKATA memiliki 7 (tujuh) fitur atau menu utama yaitu :
1. Artikel: membantu keluarga di Indonesia menemukan informasi yang
bermanfaat seputar perencanaan keluarga, pengasuhan anak, kesehatan
reproduksi, penjelasan metode kontrasepsi, dan komunikasi pasangan;
2. Metode kontrasepsi: memberikan informasi yang akurat dan praktis tentang
semua metode kontrasepsi yang ada di Indonesia, termasuk cara kerja,
manfaat, efek samping, dan rumor serta fakta mengenainya;
3. Cari petugas kesehatan: menghubungkan pengguna SKATA dengan petugas
kesehatan terdekat agar memudahkan seseorang dan pasangannya dalam
berkonsultasi dengan tenaga kesehatan;
4. Kuis uji pengetahuan: menghadirkan sejumlah topik pertanyaan untuk dapat
mengetes pengetahuan terkait kesehatan reproduksi dan perencanaan
keluarga. Kuis juga dilengkapi dengan jawaban yang benar dan penjelasannya;
5. Simulasi perencanaan keluarga: membantu keluarga di Indonesia dalam
memproyeksikan masa depan keluarga dan kebutuhan finansialnya;
6. Kalender menstruasi: membantu pengguna SKATA dalam memonitor jadwal
haidnya;
7. Tahapan kehidupan: memberikan penjelasan terkait tahapan kehidupan dan
pilihan yang dimiliki seseorang dan pasangannya terkait tahapannya tersebut.
Aplikasi SKATA dapat di download pada Apps Store atau Play Store dan juga
dapat di akses melalui website www.skata.info serta berbagai media sosial
lainnya seperti Facebook, Twitter, Instagram serta Youtube. Dilihat dari mdel
yang digunakan BKKBN telah menerapkan TIK dalam pembelajaran dengan
pemanfaatan internet sebagai dasar pengembangan teknologi. Pembelajaran
tersebut dibuat dalam bentuk aplikasi untuk mendukung kinerja Penyuluh KB di
lapangan.
Simpulan
Pengembangan kurikulum mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses
pendidikan dan pelatihan karena kurikulum merupakan deskripsi visi, misi, dan
tujuan pendidikan suatu bangsa pada umumnya maupun instansi pada khususnya.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) dalam hal ini
melaksanakan pengembangan kurikulum yang bertujuan meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk melakukan penyuluhan dan
penggerakan bagi Penyuluh Keluarga Berencana (PKB). Tujuan pengembangan
kurikulum ini dilaksanakan dengan mengacu pada standar kompetensi teknis yang
menjadi gap kompetensi. Terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mengembangkan suatu kurikulum, mulai dari pemahaman teori dan konsep
kurikulum, landasan kurikulum, prinsip kurikulum, berbagai model konsep
kurikulum, dan lainnya yang terkait dengan proses pengembangan kurikulum.
Sebagai pondasi dalam pengembangan kurikulum, BKKBN mengacu pada
landasan filsafat, landasan psikologi, landasan sosiologi, dan landasan teknologi.
Sedangkan prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan kurikulum,
menerapkan pada prinsip relevansi, prinsip kontinuitas, prinsip fleksibilitas, prinsip
praktis, dan prinsip efektivitas. Adapun terkait model kurikulum yang
dikembangkan fokus pada model teknologi. Sebagai bentuk pemanfaatan internet
dalam pembelajaran, aplikasi SKATA menjadi salah satu alat untuk mempermudah
penyuluhan yang dilakukan oleh Penyuluh KB.
Daftar Pustaka
Ali, M. (2017). Curriculum Development for Sustainability Education. Bandung:
UPI PRESS.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2017). Standar
Kompetensi Penyuluh Keluarga Berencana. Jakarta: BKKBN
Hamalik, Oemar. (2009). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia. (2018). Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana.
Jakarta: Menpan RB.
Mulyasa. (2010). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Munir. (2010). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. (2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Prenadamedia Group.
Sukmadinata & Erliana. (2012). Kurikulum & Pembelajaran Kompetensi.
Bandung: PT Refika Aditama.
Sukmadinata, Nana S. (2017). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Toenlioe, A. (2017). Pengembangan Kurikulum Teori, Catatan kritis, dan Panduan.
Bandung: PT Refika Aditama
Wahyudin, Dinn. (2014). Manajemen Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Daoudi, M. (2000). [ No Title ]. Journal of Visual Languages & Computing,
11(3), 287–301.
Foley, K. P., Haggerty, T. S., & Harrison, N. (2015). Curriculum development.
The International Journal of Psychiatry in Medicine, 50(1), 50–59.
https://doi.org/10.1177/0091217415592360
Islam, U., Syarif, N., & Jakarta, H. (2011). Pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi dan Strategi Pencapaian, 4(2), 1–7.
Nurhajati, W. A. (2018). Peningkatan Kompetensi Penyuluh Keluarga Berencana
Provinsi Jawa Timur Melalui Diklat Berbasis E-Learning. Proceedings of the
ICECRS, 1(3), 183–196. https://doi.org/10.21070/picecrs.v1i3.1395
Nurhajati, W. A., & Bachri, B. S. (2014). Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Dan Pelatihan ( Diklat ) Berbasis Kompetensi Dalam Membangun
Profesionalisme Pegawai Negeri Sipil ( Pns ).