Upload
others
View
34
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGOLAHAN CAMPURAN ONGGOK DAN MINYAK BIJI KARET
MENJADI LIQUID FUEL DENGAN METODE PIROLISIS
(Skripsi)
Oleh
TIKA DWI FEBRIYANTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
MENGGUNAKAN ZEOLIT-A BERBASIS SILIKA SEKAM PADI
DAN KALENG BEKAS ALUMINIUM SEBAGAI KATALIS
ABSTRAK
PENGOLAHAN CAMPURAN ONGGOK DAN MINYAK BIJI KARET
MENJADI LIQUID FUEL DENGAN METODE PIROLISIS
MENGGUNAKAN ZEOLIT-A BERBASIS SILIKA SEKAM PADI
DAN KALENG BEKAS ALUMINIUM SEBAGAI KATALIS
Oleh
TIKA DWI FEBRIYANTI
Telah dilakukan penelitian tentang pengolahan campuran onggok dan minyak biji
karet menjadi liquid fuel dengan metode pirolisis menggunakan katalis zeolit-A
berbasis silika sekam padi dan kaleng bekas aluminium. Katalis zeolit-A yang
digunakan tanpa kalsinasi dan dikalsinasi dengan variasi suhu 600, 700, 800, dan
900 °C. Berdasarkan hasil pirolisis campuran onggok dan minyak biji karet,
persen konversi terbesar diperoleh menggunakan katalis zeolit-A suhu kalsinasi
800 °C yaitu sebesar 76,74% dengan kandungan hidrokarbon 89,71%. Hasil
karakterisasi XRD menunjukkan bahwa struktur katalis terdiri dari campuran fasa
amorf dan kristalin. Hasil karakterisasi SEM menunjukkan bahwa morfologi
permukaan katalis bentuk dan ukuran berpori yang bervariasi. Hasil FTIR zeolit-
A menunjukkan bahwa tanpa kalsinasi dan suhu kalsinasi 600 °C memiliki situs
asam Bronsted-Lowry, sedangkan zeolit-A suhu kalsinasi 700, 800, dan 900 °C
memiliki situs asam Lewis serta teridentifikasi mengandung ikatan Si-O-Si, Si-O-
Al, O-Si-O and O-H sebagai penyusun zeolit-A. Hasil fraksinasi liquid fuel
mengunakan zeolit-A suhu kalsinasi 800 °C memiliki kandungan hidrokarbon
sebesar 96,46%, biogasoline 97,1%, dan 2,9% kerosene.
Kata Kunci: pirolisis, liquid fuel, zeolit-A, silika sekam padi, onggok, minyak
biji karet
ABSTRACT
THE PROCESSING OF MIXING CASSAVA SOLID WASTE AND
RUBBER SEED OIL INTO LIQUID FUEL WITH PYROLYSIS METHOD
USING ZEOLITE-A BASED ON HUSK OF SILICA RICE AND
WASTED ALUMINIUM CANS AS CATALYST
BY
TIKA DWI FEBRIYANTI
In this study, processing of mixed cassava solid waste and rubber seed oil into
liquid fuel with pyrolysis method using zeolite-A synthesized from rice husks
silica and used aluminum cans has been conducted. Uncalcined and calcined
zeolites at different temperatures of 600, 700, 800, and 900 °C were tested. The
experimental results show that the highest conversion was obtained from pyrolysis
using a zeolite-A calcined at 800 °C as catalyst, achieving the yield of 76.74%.
The results of GC-MS analysis showed that liquid fuel with the highest
hydrocarbon content (89.71%) was obtained using a zeolite-A calcined at 800 °C.
The XRD characterization results show that the catalyst structure consists of a
mixture of amorphous and crystalline phase. The results of SEM characterization
indicate that the catalyst surface morphology varies in shape and size. The FTIR
results showed the presence of Bronsted-Lowry acid site in the uncalcined and
calcined zeolite at 600 °C, while in the samples calcined at 700, 800, and 900 °C,
the presence of Lewis acid sites was detected. The presence of Si-O-Si, Si-O-Al,
O-Si-O and O-H groups were detected, confirming the formation of zeolite
structure. Fractionation of liquid fuel using zeolite-A calcined at 800 °C produced
light fraction with 96.46% hydrocarbon content and composed of 97.1%
biogasoline, and 2.9% kerosene.
Keywords: pyrolysis, liquid fuel, zeolite-A, silica rice husk, cassava solid waste,
rubber seed oil
PENGOLAHAN CAMPURAN ONGGOK DAN MINYAK BIJI KARET
MENJADI LIQUID FUEL DENGAN METODE PIROLISIS
Oleh
TIKA DWI FEBRIYANTI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
JURUSAN KIMIA
Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
MENGGUNAKAN ZEOLIT-A BERBASIS SILIKA SEKAM PADI
DAN KALENG BEKAS ALUMINIUM SEBAGAI KATALIS
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Tika Dwi Febriyanti , lahir di Bandar
Jaya pada tanggal 23 Februari 1997, sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara. Penulis merupakan buah kasih dari pasangan
Ayahanda Yunizar dan Ibunda Yustihanna. Penulis saat ini
bertempat tinggal di Jl. Yos Sudarso Dusun Anoman,
Poncowati, Lampung Tengah.
Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari Taman Kanak–Kanak Insan Kamil
Bandar Jaya Lampung Tengah lulus tahun 2003, SD Negeri 1 Poncowati
Terbanggi Besar Lampung Tengah lulus pada tahun 2009, SMP Negeri 1
Terbanggi Besar lulus pada Tahun 2011, SMA Negeri 1 Terbanggi Besar lulus
pada tahun 2014, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN 2014 dan berhasil menyelesaikan
S1 pada tahun 2018.
Selain belajar di bangku kuliah, penulis juga aktif berorganisasi. Organisasi yang
pernah penulis ikuti adalah Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA
Unila sebagai Kader Muda Himaki tahun 2014-2015 dan anggota Bidang
7
Kaderisasi periode 2016. Pada tahun 2017 penulis lolos pendanaan proposal
PKM-PE, penulis juga menjadi Finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah dalam acara
Scientific Vaganza “Indonesia Paper Competition” dan sebagai peserta
“Optimalisasi Peran Generasi Muda Untuk Menyongsong Bonus Demografi
Indonesia” di Universitas Negeri Semarang, penulis pernah mengikuti pelatihan
ISO/IEC 17025:2005 and Awareness ISO/IEC 17025:2017, dan penulis juga
pernah menjadi asisten praktikum Kimia Fisik tahun 2017 untuk mahasiswa
kimia.
Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan Karunia-Nya, sehingga terciptalah sebuah karya tulisku yang
kupersembahkan untuk:
Ayah dan mama tercinta yang telah mendidik dan membesarkanku atas segala Do’a, kesabaran, keikhlasan, limpahan kasih sayang, nasehat dan motivasi yang selalu
menguatkan dan mendukung dalam setiap langkahku menuju kesuksesan dan kebahagian.
Abang Tiza Octa Kurniawan, adik M. Tri Rizki Al-Kautsar,
dan nenek Hj. Masniah atas do’a dan dukunganya untuk kakak
Keluarga besar yang selalu mendoakan kesuksesan dan keberhasilanku
Pembimbing Penelitianku, Bapak Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D. dan Dr. Kamisah D. Pandiangan, M.Si.
Seluruh rekan-rekan saudara-saudariku keluarga besar kimia 2014 yang selalu berbagi kebahagiaan serta almamaterku
yang kubanggakan, Universitas Lampung
Motto
Start where you are, use what you have,
and do what you can
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya” (Q.S Al-Baqarah: 286)
“Orang yang menuntut ilmu berarti menuntut rahmat : orang yang menuntut ilmu berarti menjalankan Rukun Islam dan pahala yang diberikan kepadanya sama dengan para Nabi”
(H.R Dailani)
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT
atas segala rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang selalu taat
mengamalkan ajaran dan sunnahnya.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Sains pada Prodi Kimia FMIPA Unila. Tidak sedikit kendala yang
dihadapi penulis dalam pelaksanaan serta dalam penulisan tesis ini, namun
Alhamdulillah, Allah memberikan kemudahan melalui orang-orang untuk
membantu penulis, sehingga kendala tersebut dapat dihadapi. Pada kesempatan
ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang yang paling tersayang Ayah Yunizar, Mama Yustihanna, Nenek Hj.
Masniah, Abang Tiza Octa Kurniawan, dan adik M. Tri Rizki Al-Kautsar
yang selalu memberi cinta kasih, motivasi, dukungan, dan do‟a untuk
penulis.
2. Bapak Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D. selaku pembimbing utama
penelitian serta pembimbing akademik, guru, dan teladan bagi penulis, atas
11
segala bimbingan, motivasi, bantuan, nasihat, dan saran hingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Ibu Kamisah D. Pandiangan selaku pembimbing kedua dan guru bagi
penulis, atas bimbingan khususnya pada analisis data penelitian, bantuan,
nasihat, dan saran kepada penulis.
4. Bapak Dr. Hardoko Insan Qudus, M.S. selaku pembahas dan guru bagi
penulis, atas semua masukan, bimbingan dan saran kepada penulis.
5. Bapak Dr. Eng Suripto Dwi Yuwono., M.T. selaku Ketua Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Lampung.
6. Bapak Prof. Dr. Warsito D.E.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
7. Segenap staf pengajar dan karyawan khususnya Jurusan Kimia dan FMIPA
Universitas Lampung pada umumnya.
8. Partner penelitian penulis khususnya Mahliani Erianti dan Liana Hariyanti
yang telah membantu penulis dari awal penelitian hingga selesai, serta
teman-teman laboratorium Herliana, Khasandra, Lilian, Erwin, Ganjar,
Michael, dan Rizky yang telah membantu penulis selama penelitian.
9. Jomblo Fisabillah Heny Wijaya, Riza Umami, Nova Ariska, Ayisa
Ramadona, dan Reni Anggraini yang telah memberi semangat, nasihat, dan
motivasi dalam kuliah maupun penyelesaian skripsi.
10. Teman pance penulis Riri Aulia dan Rizka Ari Wandari yang selalu
memberikan yang telah memberi semangat, nasihat, dan motivasi dalam
kuliah maupun penyelesaian skripsi.
12
11. Sahabat SMA penulis Kristina Sinaga, Jariska Meidhania Wulandari, dan
Veronica Siahaan yang selalu menghibur dan memotivasi dalam kuliah
maupun penyelesaian skripsi.
12. Teman-teman jurusan kimia angkatan 2014 yang selalu memberi dukungan
pada penulis, serta teman-teman lain yang tidak dapat disebutkkan satu per
satu.
Atas segala kebaikan yang telah diberikan, semoga Allah SWT membalasnya
dengan pahala yang berlipat ganda, Aamiin. Penulis menyadari bahwa tesis ini
masih terdapat kekurangan, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat
dan berguna bagi rekan-rekan khususnya mahasiswa kimia dan pembaca pada
umumnya.
Bandar lampung, Oktober 2018
Penulis
Tika Dwi Febriyanti
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
C. Manfaat Penelitian .............................................................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pirolisis Biomassa ............................................................................... 8
1. Pirolisis ......................................................................................... 8
2. Bahan Bakar Cair (Liquid Fuel) Hasil Pirolisis Biomassa ........... 11
3. Bahan Baku Liquid Fuel .............................................................. 13
a. Minyak Biji Karet................................................................... 13
b. Onggok ................................................................................... 14
4. Karakteristik Liquid Fuel ............................................................. 15
a. Karakteristik Fisik .................................................................. 16
1. Titik Nyala ......................................................................... 16
2. Viskositas ........................................................................... 17
3. Densitas.............................................................................. 17
4. Angka Setana (Cetane Number) ........................................ 18
b. Analisis Komposisi Liquid Fuel dengan Gas
Chromatography-Gas Spetrometry (GC-CM) ....................... 18
B. Katalis Pirolisis ................................................................................... 20
C. Zeolit ................................................................................................... 22
1. Zeolit Alam ................................................................................... 23
2. Zeolit Sintetik ................................................................................ 24
3. Zeolit-A ........................................................................................ 26
D. Bahan Baku Zeolit-A .......................................................................... 27
1. Silika Sekam Padi ......................................................................... 27
2. Kaleng Bekas Aluminium ............................................................. 28
ii
E. Metode Sol-Gel ................................................................................... 29
F. Karakteristik Katalis Zeolit ................................................................. 31
1. X-Ray Diffraction (XRD) .............................................................. 31
2. Scanning Electron Miscroscopy (SEM) ........................................ 34
3. Fourier Transform Infra Red (FTIR) ............................................ 36
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 40
B. Alat dan Bahan ................................................................................... 40
1. Alat-Alat ...................................................................................... 40
2. Bahan-Bahan ............................................................................... 41
C. Prosedur Kerja .................................................................................... 41
1. Preparasi Minyak Biji Karet........................................................ 41
2. Ekstraksi Silika Sekam Padi ....................................................... 41
3. Preparasi Kaleng Bekas Aluminium ........................................... 42
4. Preparasi Onggok ........................................................................ 43
5. Pembuatan Katalis Zeolit-A ........................................................ 43
6. Uji Reaksi Perengkahan .............................................................. 43
7. Karakterisasi Produk Hasil Perengkahan .................................... 44
a. Analisis Titik Nyala (Flash Point) .......................................... 44
b. Analisis Viskositas .................................................................. 45
c. Analisis Densitas ..................................................................... 46
8. Karakterisasi Katalis Zeolit-A..................................................... 46
9. Fraksinasi Liquid Fuel Katalis Zeolit-A 800 °C ......................... 48
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Minyak Biji Karet ............................................................... 49
B. Ekstraksi Silika Sekam Padi ............................................................... 50
C. Preparasi Aluminium dari Kaleng Bekas ........................................... 52
D. Preparasi Onggok Singkong ............................................................... 53
E. Pembuatan Katalis Zeolit-A ............................................................... 53
F. Karakterisasi Katalis Zeolit-A ............................................................ 55
1. X-Ray Diffraction (XRD) ............................................................ 55
2. Scanning Electron Microscope Sectroscopy (SEM) ................... 61
3. Fourier Transform Infra Red (FTIR) .......................................... 64
G. Uji Reaksi Perengkahan ..................................................................... 69
H. Karakterisasi Produk Hasil Perengkahan ........................................... 72
1. Gas Chromatrography Mass Spectrometry (GC-MS) ................ 72
2. Karakteristik Fisik Liquid Fuel ................................................... 89
I. Fraksinasi Liquid Fuel Katalis Zeolit-A 800 °C ................................ 91
iii
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan............................................................................................. 95
B. Saran ................................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perbandingan sifat fisik dan kimia solar standar brazil dengan bio-oil
yang dihasilkan dari pirolisis ....................................................................... 12
2. Komposisi asam lemak minyak biji karet ..................................................... 14
3. Sifat fisik dan kimia minyak biji karet ......................................................... 14
4. Komposisi kimia onggok singkong .............................................................. 15
5. Contoh zeolit alam yang umum ditemukan .................................................. 23
6. Rumus kimia beberapa jenis zeolit sintetik................................................... 26
7. Hasil analisis kadar logam-logam dalam kaleng bekas minuman
dengan menggunakan SSA ........................................................................... 29
8. Nilai puncak-puncak 2θ pada difraktogram zeolit-A dibandingkan dengan
zeolit-A standar ............................................................................................. 60
9. Keasaman katalis zeolit-A ............................................................................ 64
10. Hasil uji perengkahan campuran onggok 50 g dan minyak biji karet 150
mL menggunakan katalis zeolit-A ................................................................ 71
11. Komposisi liquid fuel dari pirolisis campuran onggok 50 g dan minyak
biji karet 150 mL tanpa menggunakan katalis ............................................... 73
12. Komposisi Komposisi liquid fuel dari pirolisis campuran onggok 50 g dan
minyak biji karet 150 mL menggunakan katalis zeolit-A tanpa kalsinasi ..... 77
13. Komposisi liquid fuel dari pirolisis campuran onggok 50 g dan minyak biji
karet 150 mL menggunakan katalis zeolit-A 600 °C ..................................... 79
14. Komposisi liquid fuel dari pirolisis campuran onggok 50 g dan minyak biji
karet 150 mL menggunakan katalis zeolit-A 700 °C ..................................... 82
v
15. Komposisi liquid fuel dari pirolisis campuran onggok 50 g dan minyak biji
karet 150 mL menggunakan katalis zeolit-A 800 °C ..................................... 84
16. Komposisi liquid fuel dari pirolisis campuran onggok 50 g dan minyak biji
karet 150 mL menggunakan katalis zeolit-A 900 °C ..................................... 87
17. Rangkuman hasil GC-MS liquid fuel dari pirolisis campuran onggok 50 g
dan minyak biji karet 150 mL menggunakan katalis zeolit-A ...................... 89
18. Karakteristik fisik liquid fuel hasil pirolisis campuran onggok dan minyak
biji karet dengan katalis ................................................................................. 90
19. Komposisi liquid fuel dari hasil fraksinasi menggunakan katalis zeolit-A
800 °C ............................................................................................................. 92
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Peristiwa difraksi sinar-X ............................................................................... 32
2. Perangkat SEM .............................................................................................. 35
3. Skema alat Fourier Transform Infra Red ...................................................... 38
4. Rangkaian alat pirolisis .................................................................................. 44
5. NDJ-8S viscometer ........................................................................................ 45
6. Rangkaian alat fraksinasi ............................................................................... 48
7. Tahapan minyak biji karet .............................................................................. 50
8. Ekstraksi silika sekam padi ............................................................................ 51
9. Preparasi kaleng bekas aluminium ................................................................. 52
10. Preparasi onggok ............................................................................................ 53
11. Proses pembuatan zeolit-A ............................................................................. 54
12. Difraktogram XRD zeolit-A tanpa kalsinasi .................................................. 56
13. Difraktogram XRD zeolit-A suhu kalsinasi 600 °C ....................................... 57
14. Difraktogram XRD zeolit-A suhu kalsinasi 700 °C ....................................... 57
15. Difraktogram XRD zeolit-A suhu kalsinasi 800 °C ....................................... 58
16. Difraktogram XRD zeolit-A suhu kalsinasi 900 °C ....................................... 58
17. Difraktogram sinar-X zeolit-A standar .......................................................... 59
18. Mikrograf katalis zeolit-A tanpa kalsinasi perbesaran 2500x ........................ 61
19. Mikrograf perbesaran 2500x katalis zeolit-A suhu kalsinasi ......................... 62
vii
20. Spektrum FTIR zeolit-A tanpa kalsinasi dengan basa piridin ....................... 65
21. Spektrum FTIR zeolit-A suhu kalsinasi 600 °C dengan basa piridin ............ 66
22. Spektrum FTIR zeolit-A suhu kalsinasi 700 °C dengan basa piridin ............ 66
23. Spektrum FTIR zeolit-A suhu kalsinasi 800 °C dengan basa piridin ............ 66
24. Spektrum FTIR zeolit-A suhu kalsinasi 900 °C dengan basa piridin ............ 67
25. Spektrum FTIR zeolit-A tanpa kalsinasi ........................................................ 68
26. Spektrum FTIR zeolit-A suhu kalsinasi 800 °C ............................................. 68
27. Tahapan uji perengkahan ............................................................................... 70
28. Hasil uji nyala liquid fuel ............................................................................... 72
29. Kromatogram GC liquid fuel yang dihasilkan dari pirolisis campuran
onggok 50 g dan minyak biji karet 150 mL tanpa menggunakan
katalis ............................................................................................................. 73
30. Kromatogram GC liquid fuel yang dihasilkan dari pirolisis campuran
onggok 50 g dan minyak biji karet 150 mL menggunakan katalis
zeolit-A tanpa kalsinasi .................................................................................. 76
31. Kromatogram GC liquid fuel yang dihasilkan dari pirolisis campuran
onggok 50 g dan minyak biji karet 150 mL menggunakan katalis
zeolit-A 600 °C............................................................................................... 79
32. Kromatogram GC liquid fuel yang dihasilkan dari pirolisis campuran
onggok 50 g dan minyak biji karet 150 mL menggunakan katalis
zeolit-A 700 °C............................................................................................... 81
33. Kromatogram GC liquid fuel yang dihasilkan dari pirolisis campuran
onggok 50 g dan minyak biji karet 150 mL menggunakan katalis
zeolit-A 800 °C............................................................................................... 84
34. Kromatogram GC liquid fuel yang dihasilkan dari pirolisis campuran
onggok 50 g dan minyak biji karet 150 mL menggunakan katalis
zeolit-A 900 °C............................................................................................... 86
35. Tahapan proses fraksinasi .............................................................................. 91
36. Kromatogram GC liquid fuel hasil fraksinasi menggunakan katalis
zeolit-A 800 °C............................................................................................... 92
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Energi merupakan salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan manusia.
Sebagian besar kebutuhan energi masih dipasok dari sumber alam yang tidak
terbarukan seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara yang cepat atau lambat
pasti akan habis seiring dengan peningkatan jumlah konsumsi yang berlebihan
menyebabkan menipisnya cadangan minyak bumi, hal inilah yang menimbulkan
kekhawatiran terjadinya krisis bahan bakar. Kebutuhan minyak bumi yang
semakin besar merupakan tantangan yang perlu diantisipasi dengan pencarian
sumber energi alternatif, dan terbarukan, salah satunya adalah liquid fuel.
Liquid fuel merupakan bahan bakar alternatif terbarukan yang diproduksi dari
bahan baku organik yang diperoleh dari hasil perengkahan (pirolisis) biomassa.
Bahan bakar cair hasil pirolisis merupakan bahan bakar yang menarik perhatian
karena untuk produksinya tidak membutuhkan bahan baku spesifik, dalam arti
dapat diterapkan pada sembarang biomassa. Keunggulan di atas, metode pirolisis
telah diterapkan untuk menghasilkan bahan bakar cair dari berbagai bahan baku,
antara lain minyak kelapa dan minyak kelapa sawit (Twaiq et al., 2003; Twaiq et
al., 2004), biji tanaman kranji (Shadangi and Mohanty, 2013), tandan kelapa sawit
2
(Abnisa, 2013), minyak biji jarak kaliki (Satria, 2017), dan campuran minyak biji
karet dan bagas tebu (Simanjuntak et al., 2017).
Pada prinsipnya perengkahan adalah proses pemutusan ikatan molekul organik
yang kompleks atau biomassa menjadi molekul yang sederhana sehingga dapat
digunakan sebagai bahan bakar yang baik, salah satu caranya adalah dengan
perlakuan termal atau pirolisis. Secara ilmiah, pirolisis adalah proses dekomposisi
termal bahan organik pada temperatur sekitar 350-550 °C tanpa oksigen. Proses
ini melepas 3 jenis produk, yaitu cair (bio-oil), padat (arang), dan gas (CO, CO2,
H2, H2O dan CH4) (Heyerdahl and Geoffray, 2006). Produk cair yang menguap
mengandung tar dan poliaromatik hidrokarbon (Trianna dan Rochimoellah, 2002).
Produk cair (liquid fuel) hasil pirolisis memiliki banyak komponen yang harus
dikelompokan berdasarkan fraksi rantai karbon dan titik didihnya untuk
mendapatkan fraksi-fraksi sesuai dengan bahan bakar spesifik sesuai
keperluannya. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pirolisis biomassa yang
berwujud padat akan menghasilkan lebih sedikit liquid fuel dibandingkan
biomassa yang berwujud cair, sehingga untuk meningkatkan kuantitas liquid fuel
pada penelitian ini dilakukan pencampuran antara minyak biji karet dan onggok.
Minyak biji karet dipilih karena merupakan bahan baku yang terdapat dalam
jumlah melimpah di Indonesia secara umum dan Provinsi Lampung khususnya.
Menurut Ditjen Perkebunan (2016), Indonesia merupakan negara penghasil karet
kedua terbesar di dunia, dengan areal perkebunan karet terluas di dunia yaitu
sekitar 3,62 juta hektar, dan produksinya mencapai 3,1 juta ton. Provinsi
Lampung memiliki perkebunan karet dengan luas sekitar 244.295 hektar, dengan
3
produksi sebesar 135.742 ton (Lampung Dalam Angka, 2017). Pada lahan seluas
1 hektar dapat ditanami sebanyak 400 pohon karet, maka untuk lahan seluas 1
hektar diperkirakan dapat menghasilkan 5.050 kg biji karet per tahunnya (Siahaan
et al., 2011), sehingga produksi biji karet di Provinsi Lampung pada tahun 2016
mencapai 1.233.689 ton. Selama ini biji karet masih belum dimanfaatkan dan
dibuang sebagai limbah. Biji karet mengadung sekitar 40-50% minyak nabati
(Pandiangan et al., 2017) sehingga sangat berpotensial untuk diolah menjadi
liquid fuel.
Bahan baku lain yang digunakan adalah onggok atau ampas singkong. Singkong
merupakan produksi hasil pertanian pangan ke dua terbesar setelah padi di
Indonesia, sehingga singkong mempunyai potensi sebagai bahan baku yang
penting bagi berbagai produk pangan dan industri. Pengolahan ubi kayu menjadi
tepung tapioka menghasilkan ampas yang sering disebut dengan onggok .
Komposisi utama onggok adalah pati (65,5% berat kering), selulosa (8,1% berat
kering), hemiselulosa (2,8% berat kering), dan lignin (2,2% berat kering)
(Djuma‟ali, 2013). Onggok banyak dimanfaatkan dalam industri obat nyamuk,
saus, dan pakan ternak.
Pembuatan liquid fuel dengan metode pirolisis memerlukan katalis untuk
mempercepat jalannya reaksi. Pirolisis pada umumnya dilakukan pada rentang
suhu 500-800 °C (Akhtar and Saidina, 2012) . Tingginya suhu yang digunakan
dalam proses pirolisis, mengakibatkan biaya produksi yang tinggi. Upaya untuk
menekan biaya produksi pada proses pirolisis yang saat ini sedang dikembangkan
adalah dengan penggunaan katalis, yang telah diketahui bahwa salah satu sifat
4
dari katalis yaitu dapat menurunkan energi aktivasi. Beberapa katalis yang telah
digunakan dalam proses pirolisis antara lain NiO/T-Al2O3 (Nugraha dkk, 2013),
Ni/ZSM-5 (Akbar dan Sunarmo, 2013), fujasit (Nguyen et al., 2013), dolomit
(Jahirul et al., 2012), zeolit alam (Pratiwi dan Dahani, 2015) dan zeolit sintetik
dengan perbandingan Si/Al yang berbeda (Simanjuntak et al., 2017).
Zeolit adalah senyawa aluminosilikat berhidrat yang berbentuk tiga dimensi yang
tersusun dari [SiO4]4-
dan [AlO4]5-
berbentuk tetrahedral. Zeolit terdiri atas dua
macam, yaitu zeolit alam dan zeolit sintetik (Auerbach et al., 2003). Zeolit alam
secara alami ditemukan sebagai mineral dan tersebar di berbagai negara. Zeolit
alam juga telah lama digunakan sebagai katalis. Meskipun demikian, zeolit alam
memiliki beberapa kelemahan jika digunakan sebagai katalis yakni mengandung
banyak pengotor, kekuatan asam sukar untuk dikontrol, dan komposisinya
beragam (Breck, 1974). Kekurangan zeolit alam tersebut menjadi faktor
pendorong dalam pengembangan zeolit sintetik. Pada kemurnian yang tinggi,
komposisi yang sangat homogen, dan kandungan yang dapat divariasikan sesuai
dengan kebutuhan, penggunaan zeolit sintetik sebagai katalis lebih baik
dibandingkan dengan zeolit alam.
Kerangka zeolit sintetik yang spesifik untuk keperluan aplikasi tertentu dapat
diperoleh dalam sintesis zeolit melalui rekayasa reaksi. Proses rekayasa tersebut,
pertumbuhan kerangka zeolit dapat dikontrol. Pertumbuhan kerangka zeolit
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perbandingan komposisi
antara silika dan alumina. Komposisi silika dan alumina ini merupakan faktor
utama dalam proses pertumbuhan inti kristal dan menentukan hasil akhir zeolit
5
yang disintesis (Saputra, 2006). Pada penelitian sebelumnya (Simanjuntak et al.,
2013) melakukan penelitian pembuatan alumino silikat dari silika sekam padi dan
logam aluminium. Namun pada penelitian ini, penulis memanfaatkan kaleng
bekas aluminium sebagai sumber logam aluminium dan sekam padi sebagai
sumber silika.
Pemilihan kaleng bekas didasarkan pada kandungan aluminiumnya yang tinggi,
yakni 92,5-97,5% (Robertson, 2006). Kaleng minuman bekas merupakan sampah
anorganik yang tidak bisa didegradasi oleh bakteri dan tidak bisa diurai secara
alami karena terbuat dari paduan beberapa logam. Kaleng bekas merupakan salah
satu limbah yang mencemari tanah selain plastik, karet, botol, pestisida, dan
lainnya. Daur ulang kaleng bekas sampai saat ini diketahui belum optimal, perlu
adanya pengolahan kaleng bekas secara khusus untuk dimanfaatkan menjadi
bahan yang bermanfaat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kaleng aluminium
bekas dimanfaatkan menjadi salah satu sumber untuk membuat komposit
aluminosilikat.
Komponen lain dari zeolit adalah silika, salah satunya adalah silika dari sekam
padi. Sekam padi merupakan residu pertanian yang jumlahnya melimpah di
Indonesia, termasuk Provinsi Lampung. Menurut Biro Pusat Statistika (BPS)
Provinsi Lampung menunjukkan bahwa pada tahun 2016 produksi padi mencapai
4.020 ton. Hasil penelitian Widowati (2001) menunjukkan, sekitar 20% dari
gabah kering adalah sekam, dengan demikian potensi sekam padi yang ada di
Provinsi Lampung ada sekitar 804 ton. Oleh karena itu, pemanfaatan sekam padi
secara umum masih relatif rendah dan belum optimal. Silika sekam padi dipilih
6
dengan pertimbangan ketersediaannya yang melimpah, kemurnian silika sekam
padi (94-97%), bersifat amorf, dan mudah larut dalam larutan alkalis sehingga
dapat dimanfaatkan untuk pembuatan zeolit dengan metode sol-gel. Selain
didukung oleh jumlah yang melimpah, silika sekam padi dapat diperoleh dengan
sangat mudah dan biaya yang relatif murah (Kalapathy et al., 2000).
Pada penelitian ini, digagas pembuatan zeolit sintetik, yakni zeolit-A
menggunakan metode sol-gel dengan pencampuran sol kaleng bekas aluminium
dengan gel silika sekam padi dalam larutan alkalis. Metode sol-gel lebih disukai
untuk sintesis zeolit karena dapat menghasilkan hasil sintesis zeolit dengan
pembentukan kristal yang lebih teratur susunannya dan lebih baik karena dapat
membentuk sol-gel terlebih dahulu sebelum dilakukan hidrotermal. Berdasarkan
hal tersebut, menarik untuk dilakukan penelitian mengenai pengolahan liquid fuel
dari campuran onggok dan minyak biji karet dengan metode pirolisis
menggunakan katalis zeolit-A berbasis silika sekam padi dan kaleng bekas
aluminium.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain:
1. Mendapatkan zeolit-A dari bahan baku silika sekam padi dan kaleng bekas
aluminium dengan metode sol-gel.
2. Menguji aktifitas katalitik zeolit-A sebagai katalis pirolisis campuran
onggok dan minyak biji karet untuk menghasilkan liquid fuel.
7
3. Mengkarakterisasi zeolit-A menggunakan XRD, SEM, FTIR, dan uji
keasaman untuk menunjukkan keterkaitan antara karakteristik dengan unjuk
kerja zeolit sebagai katalis pada pirolisis.
4. Mengetahui karakteristik liquid fuel yang dihasilkan dengan GC-MS, serta
uji viskositas, densitas, dan titik nyala untuk melihat kelayakannya sebagai
bahan bakar cair.
5. Memfraksinasi salah satu sampel liquid fuel dengan rendemen produk cair
dan kadungan hidrokarbon tertinggi.
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini antara lain:
1. Mendapatkan nilai tambah dari pertanian padi, melalui pemanfaatan sekam
sebagai sumber silika.
2. Membantu penanganan masalah yang terkait dengan kaleng aluminium
bekas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pirolisis Biomassa
1. Pirolisis
Pirolisis merupakan salah satu teknologi yang paling cepat dalam
perkembangannya untuk pengolahan sumber daya dari materi limbah padat
maupun cair. Proses ini melibatkan dekomposisi termo-kimia bahan organik
karbon, dengan sedikit atau tanpa oksigen. Bahan organik mengalami perubahan
simultan dalam komposisi kimia dan keadaan fisik yang mengakibatkan
pembentukan gas, padatan, dan cairan (Caruso et al., 2008). Suatu produk gas
adalah gas sintetis (umumnya dikenal sebagai syngas), campuran karbon dioksida
(CO2), karbon monoksida (CO), metana (CH4) dan hidrogen (H2) gas, sedangkan
produk cair dan padat terdiri minyak pirolisis (bio-fuel) dan arang (Friends of
Earth, 2002). Produk-produk dari pirolisis semua dapat digunakan sebagai bahan
bakar. Syngas dan minyak pirolisis dapat digunakan untuk generasi langsung dari
panas dan tenaga listrik di pembangkit panas/listrik khusus. Selain itu, syngas
telah digunakan sebagai bahan baku industri kimia dan industri petrokimia.
Dalam prakteknya, proses pemanasan dapat dilangsungkan dengan tiga cara dan
berdasarkan cara tersebut, pirolisis dibedakan menjadi slow pyrolysis, fast
pyrolysis, dan flash pyrolysis:
9
1. Slow pyrolysis
Slow pyrolysis dilakukan pada laju pemanasan kurang dari 100 °C/menit. Produk
utama yang dihasilkan selama slow pyrolysis adalah char dan bio-oil. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh (Laursen and Grace, 2002), tentang pirolisis
minyak bunga matahari dengan cara slow pyrolysis menghasilkan bio-oil sebesar
24-43% dan char sebesar 34-63% pada suhu 500 °C dangan laju pemanasan 7
°C/menit. Penelitian lain diperoleh bio-oil maksimum sebesar 21,98% pada suhu
500 °C dengan laju pemanasan sebesar 30 °C/menit (Ucar and Karagoz, 2009),
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa slow pyrolysis kurang efesien dalam
menghasilkan liquid fuel.
2. Fast pyrolysis
Fast pyrolysis adalah proses dimana bahan baku dengan cepat dipanaskan sampai
450-600 °C tanpa okigen atau udara. Kondisi tersebut uap, gas, dan arang yang di
produksi. Uap dikondensasi menjadi bio-oil dengan rendamen sebesar 60-75%.
Karakter dasar dari fast pyrolysis adalah transfer panas yang tinggi dan laju
pemanasan tinggi, waktu penguapan yang singkat, cepat mendinginkan uap, dan
kontrol presisi dari suhu reaksi (Venderbosch and Prins, 2010; Chiaramonti et al.,
2003; Ward et al., 2014).
3. Flash pyrolysis
Flash pyrolysis merupakan proses pirolisis yang berlangsung sangat cepat dengan
temperatur yang lebih tinggi dari fast pyrolysis (Chhiti and Kemiha, 2013). Flash
pyrolysis adalah proses yang menjanjikan untuk produksi bahan bakar padat, cair
dan gas dari biomassa yang dapat mencapai hingga 75% dari hasil liquid fuel
10
(Demirbas, 2000). Proses ini ditandai dengan devolatilisasi yang cepat dalam
suasana inert, laju pemanasan dan suhu reaksi yang tinggi antara 450-1000 °C dan
waktu tinggal gas yang sangat singkat (kurang dari 1 s) (Aguado et al., 2002).
Namun demikian proses ini memiliki beberapa keterbatasan teknologi, misalnya:
stabilitas termal yang rendah, sifat korosif dari produk cair, padatan tersuspensi
dalam zat cair, peningkatan viskositas akibat pembentukan char, pemekatan alkali
dalam char yang terlarut dalam produk cair, dan produksi air secara pirolitik
(Cornelissen et al., 2008). Selain itu, flash pyrolysis memerlukan perangkat yang
lebih mahal dari dua cara yang lain, sehingga pemanfaatannya untuk produksi
liquid fuel sangat terbatas.
Dalam prakteknya diketahui bahwa proses pirolisis telah dilakukan menggunakan
berbagai jenis reaktor, dan yang paling umum digunakan adalah:
1. Fluidized bed reactor
Fluidized bed reactor adalah jenis reaktor kimia yang dapat digunakan untuk
mereaksikan bahan ke dalam banyak fase. Reaktor jenis ini menggunakan fluida
(cair atau gas) yang dialirkan melalui katalis dengan kecepatan yang cukup
sehingga katalis akan tertolak sedemikian rupa dan akhirnya katalis tersebut dapat
dianalogikan sebagai fluida juga. Proses ini dinamakan fluidisasi yang memiliki
lebih banyak keuntungan dibandingkan fixed bed reactor sehingga mulai banyak
diterapkan dalam dunia industri. Jenis reaktor ini telah digunakan oleh Jung et al.
(2008), yang meneliti pengolahan jerami padi menjadi bahan bakar cair dengan
suhu pirolisis 415-540 °C dan dihasilkan produk dengan suhu optimal 440-500 °C.
11
2. Fixed bed reactor
Fixed bed reactor adalah jenis reaktor kimia dengan suatu pipa silindrikal yang
dapat diisi dengan partikel-partikel katalis. Selama operasi, gas atau liquid atau
keduanya akan melewati pipa dan partikel-partikel katalis, sehingga akan terjadi
reaksi. Fixed bed reactor adalah reaktor yang dalam prosesnya mempunyai
prinsip kerja pengontakan langsung antara pereaktan dengan partikel-partikel
katalis. Fixed bed reactor biasanya digunakan untuk umpan (pereaktan) yang
mempunyai viskositas kecil. Nurjanah dkk (2010) melaporkan pirolisis minyak
sawit dengan reaktor fixed bed pada temperatur 350-500 °C dan laju alir gas N2
100-160 mL/menit selama 120 menit. Hasil pirolisis dianalisa dengan metode
gas kromatogramrafi. Hasil yang diperoleh untuk katalis HZSM-5 fraksi
biogasoline dengan yield tertinggi 28,87%, kerosene 16,70% dan diesel 12,20%
pada suhu reaktor 450 °C dan laju gas N2 100 mL/menit, dengan menggunakan
reaktor yang sama (Lima et al., 2004) melakukan pirolisis minyak jarak kaliki
dengan menggunakan katalis zeolit HZSM-5 pada rentang suhu antara 350-400
°C, destilat hasil pirolisis yang diperoleh pada suhu <80, 80-140, 140-200, >200
°C berturut-turut sebanyak 10, 15, 20, dan 60% berat.
2. Bahan bakar Cair (Liquid Fuel) Hasil Pirolisis Biomassa
Liquid fuel yang dihasilkan dengan metode pirolisis memang belum mencapai
tahap industri, namun untuk menghasilkan bahan bakar jenis liquid fuel terus
dilakukan penelitian secara intensif. Penelitian Lufina dkk (2013) meneliti
pirolisis minyak karet yang berasal dari getah karet kering menjadi bahan bakar
pada kompor rumah tangga. Pada penelitian tersebut minyak karet dipirolisis
12
menggunakan katalis zeolit dengan variasi 20%, 40%, dan 60% dari berat getah
karet yaitu 0,25 kg. Produk dihasilkan dalam waktu tersingkat pada penambahan
katalis 60% dan suhu 300 °C. Pirolisis terhadap minyak nabati juga pernah
dilakukan oleh Lima et al. (2004) yang menggunakan minyak kacang kedelai,
kelapa sawit dan jarak kaliki dalam pembuatan bahan bakar setara solar dengan
suhu reaksi 350 hingga 400 °C. Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa
pirolisis tiga minyak nabati yang berbeda menghasilkan bio-oil dengan
karakteristik yang setara dengan solar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 yang
merupakan perbandingan antara bio-oil dan solar standar Brazil.
Tabel 1. Perbandingan sifat fisik dan kimia solar standar Brazil dengan bio-oil
yang dihasilkan dari pirolisis
Parameter
Minyak Nabati Solar Standar
Brazil Kacang
Kedelai
Kelapa
Sawit
Jarak
Kaliki
Densitas (20 °C) (kg/m3) 844,0 814,4 882,3 820-880
Viskositas (40 °C) (cSt) 3,5 2,7 3,7 2,5-5,5
Angka Setana 50,1 52,7 30,9 45
Sulfur (wt.%) 0,008 0,010 0,013 0,20
Penelitian pirolisis campuran minyak biji karet dan bagas tebu dilakukan oleh
Hermayana (2017) dengan menggunakan katalis zeolit-A dengan suhu pirolisis
mencapai 450 °C menghasilkan komposisi hidrokarbon tertinggi yaitu 68% pada
zeolit-A suhu kalsinasi 600 °C. Penelitian lain juga dilaporkan liquid fuel yang
difraksinasi lebih lanjut untuk memisahkan liquid fuel berdasarkan fraksinya
seperti wang et al. (2017) melakukan penelitian pirolisis biomassa dari jerami
dengan katalis silika alumina dengan suhu pirolisis 500 °C memiliki kandungan
biogasoline 49,5%.
13
Tujuan dari fraksinasi adalah untuk memisahkan komponen-komponen yang
terdapat dalam liquid fuel berdasarkan titik didihnya agar menghasilkan produk
yang sesuai dengan kegunaannya. Liquid fuel dibagi menjadi 3 fraksi pada
umumnya yaitu biogasoline, kerosene, dan fraksi berat. Biogasoline mempunyai
titik didih 30-200 °C dengan rantai karbon C5–C12 (Wang et al., 2017). Fraksi ini
biasa digunakan sebagai bahan bakar sepeda motor, mobil, dan mesin-mesin
ringan. kerosene merupakan fraksi liquid fuel dengan titik didih 175-275 °C.
Fraksi ini merupakan hidrokarbon rantai panjang dengan jumlah ikatan C
sebanyak C12-C16. Fraksi berat merupakan fraksi liquid fuel yang terbentuk pada
titik didih antara 250-400 °C. Ikatan hidrokarbon fraksi ini tergolong panjang
yakni C15-C18. Fraksi berat digunakan sebagai bahan bakar mobil, alat berat, dan
mesin-mesin berat.
3. Bahan Baku Liquid Fuel
a. Minyak Biji Karet
Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Hevea brasiliensis.
Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia.
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi, besar dan berbatang cukup
besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman ini
mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Tanaman karet mulai
menghasilkan buah pada umur lima tahun dan akan semakin banyak setiap
pertambahan umur tanaman. Tanaman karet terdapat biji karet yang terdapat
dalam setiap ruang buah. Jumlah biji berkisar tiga dan enam sesuai dengan
14
jumlah ruang. Kulit biji memiliki warna coklat kehitaman dengan bercak-bercak
berpola yang khas.
Kandungan minyak pada biji karet yaitu sebesar 45-50% dengan komposisi 17-
22% asam lemak jenuh yang terdiri atas asam palmitat, stearat, arakhidat, serta
asam lemak tidak jenuh sebesar 77-82% yang terdiri asam oleat, linoleat, dan
linoleat. Selain itu, biji karet mengandung 27% protein, 40-45% lemak, 2,4%
abu, dan 3,6% air (Silam, 1998). Tabel 2 dan Tabel 3 merupakan komposisi asam
lemak dalam minyak biji karet dan sifat fisika dan kimia minyak biji karet.
Tabel 2. Komposisi asam lemak minyak biji karet (Setyawardhani et al., 2010)
Komposisi Persentase (%)
Asam Palmitat 13,11
Asam Stearat 12,66
Asam Arachidat 0,54
Asam Oleat 39,45
Asam Linoleat 33,12
Asam Lemak Lainnya 1,12
Tabel 3. Sifat fisik dan kimia minyak biji karet (Ikwuagwu et al., 2000)
Sifat Fisika-Kimia Nilai
Viskositas paada 30 °C (mm2/s) 37,85
Densitas pada 15 °C (g/cm3) 0,918
Bilangan asam (mg KOH/g) 1
Flash point (°C) 290
Cloud point (°C) -1,0
Kasarabu sulfat [% (mm/mm)] 0,02
Bilangan iod (g Iod/100 g) 142,9
b. Onggok
Limbah padat industri tapioka adalah ampas tapioka (onggok) yang bersumber
dari pengekstraksian dan pengepresan. Pada proses ekstraksi ini diperoleh
15
suspensi pati sebagai filtratnya dan ampas yang tertinggal sebagai onggok.
Menurut Badan Pusat Statistika (2017) produksi singkong di Provinsi Lampung
mencapai 6.481.382 ton. Komponen penting yang terdapat dalam onggok adalah
pati dan selulosa. Onggok juga mengandung air dan karbohidrat yang cukup
tinggi serta kandungan protein kasar dan lemak yang rendah. Jumlah kandungan
ini berbeda dan dipengaruhi oleh daerah tempat tumbuh, jenis ubi kayu, dan
teknologi pengolahan yang digunakan dalam pengolahan ubi kayu menjadi
tapioka. Pengetahuan dan teknologi yang dimiliki masih sangat rendah maka
onggok masih mengandung pati dengan konsentrasi yang cukup tinggi
(Chardialani, 2008). Berikut komposisi kimia onggok singkong dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia onggok singkong (A (Lamiya dan Mareta, 2010), B
(Prabawati, 2011), C (Wikanastri dan Aminah, 2012))
Komposisi Kimia (%) A B C
Air 20,00 60,00 14,51
Protein 1,57 1,0 8,11
Lemak 0,26 0,5 1,29
Abu - 1,0 0,89
Serat Kasar 10,00 2,5 15,20
Pati 68,00 35,00 60,00
4. Karakteristik Liquid Fuel
Liquid fuel yang dihasilkan dari pirolisis akan dikarakterisasi untuk mendapatkan
gambaran tentang karakteristik liquid fuel, meliputi karakteristik fisik dan
komposisi hidrokarbon yang terkandung dalam liquid fuel. Berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 7431:2008, beberapa parameter fisik sebagai acuan
16
kelayakan liquid fuel untuk digunakan adalah densitas, viskositas, angka setana,
dan titik nyala.
a. Karakteristik Fisik
1. Titik Nyala
Titik nyala adalah temperatur terendah di mana campuran senyawa dengan udara
pada tekanan normal dapat menyala setelah ada suatu inisiasi, misalnya dengan
adanya percikan api. Ada tiga macam uji untuk menentukan titik nyala dari suatu
bahan bakar, yaitu:
a. Alat uji cawan terbuka Cleveland (ASTM D 92-90) digunakan untuk
menentukan titik nyala dari minyak, kecuali minyak yang memiliki titik nyala
cawan terbuka di bawah 79 °C.
b. Alat uji cawan tertutup Pensky-Martens (ASTM D 92-80) digunakan untuk
menentukan titik nyala minyak bakar, pelumas, dan suspensi padatan.
c. Alat uji cawan tertutup Abel digunakan untuk menentukan titik nyala minyak
yang memiliki titik nyala antara -18 °C dan 71 °C.
Salah satu nilai titik nyala liquid fuel yaitu pada penelitian Heny dan Ariani
(2011) tentang pirolisis bagas tebu dalam reaktor unggun tetap, dimana pada
penelitian tersebut menunjukkan nilai titik nyala berada pada suhu 68 °C. Titik
nyala yang disarankan untuk liquid fuel berdasarkan SNI 7431:2008 yaitu
minimal 100 °C.
17
2. Viskositas
Viskositas merupakan suatu angka yang menyatakan besarnya perlawanan dari
suatu bahan cair untuk mengalir atau ukuran besarnya tahanan geser dari suatu
bahan cair. Semakin tinggi viskositasnya, makin kental dan semakin sukar
mengalir (Sinarep dan Mirmanto, 2011). Untuk pengukuran viskositas liquid fuel
disebut dengan viskositas kinematik. Satuan viskositas kinematik adalah stoke
dan centistoke (Moechtar, 1989). Viskositas merupakan parameter penting dalam
menentukan baku mutu suatu bahan bakar. Pada dasarnya, bahan bakar harus
memiliki viskositas yang relatif rendah agar mudah mengalir dan teratomisasi.
Jika harga viskositas terlalu tinggi maka akan menyebabkan gesekan di dalam
pipa akan semakin besar, kerja pompa akan berat, penyaringannya sulit, dan
kemungkinan besar kotoran ikut terendap, serta sulit mengabutkan bahan bakar
(Dyah, 2011). Viskositas yang disarankan untuk liquid fuel berdasarkan SNI
7431:2008 yaitu maksimum 36 mm2/s (cSt).
3. Densitas
Densitas adalah perbandingan antara bobot dan volume, yaitu sifat yang tidak
bergantung pada banyaknya bahan. Penurunan nilai densitas akan menyebabkan
nilai viskositas semakin kecil (Wahyuni, 2010). Densitas dipengaruhi oleh tahap
pemurnian karena tahap pemurnian yang kurang baik dapat menyebabkan densitas
liquid fuel mempunyai densitas bervariasi. Penelitian Sunarno dan Akbar (2013)
yaitu pirolisis tandan kosong sawit dengan zeolit HZSM-5, menunjukkan bahwa
densitas liquid fuel yang dihasilkan sebesar 1,008 g/mL. Pengukuran densitas
18
dapat dilakukan dengan menggunakan piknometer. Berdasarkan SNI 7431:2008
densitas yang disarankan untuk liquid fuel yaitu 900-920 kg/m3.
4. Angka Setana (Cetane Number)
Angka setana adalah suatu ukuran yang menunjukkan kinerja penyalaan bahan
bakar diesel yang diperoleh dari membandingkannya dengan bahan bakar
referensi yang digunakan pada uji mesin standar. Angka setana pada mesin diesel
dianalogikan sama dengan bilangan oktan pada mesin biogasoline, yakni suatu
parameter seberapa cepat bahan bakar akan menyala di dalam mesin. Angka
setana pada bahan bakar diesel dipengaruhi oleh struktur hidrokarbon
penyusunnya. Oleh karena itu, semakin rendah angka setana maka semakin
rendah pula kualitas penyalaan karena memerlukan suhu penyalaan yang lebih
tinggi (Hendartono, 2005).
Cara pengukuran angka setana umumnya menggunakan standar setana atau
hexadecane (C16H34) dengan angka setana CN=100, sebagai patokan tertinggi dan
2,2,4,4,6,8,8-heptamethylnonane yang juga memiliki komposisi C16H34 dengan
angka setana CN=15 sebagai patokan terendah (Hou and Jei, 2008). Standar
tersebut dapat dilihat bahwa hidrokarbon dengan rantai lurus lebih mudah terbakar
dibandingkan dengan hidrokarbon yang memiliki rantai bercabang.
b. Analisis Komposisi Liquid Fuel dengan Gas Chromatography-Mass
Spectrometry (GC-MS)
GC-MS merupakan suatu metode gabungan dari kromatogramrafi gas dan
spektrometri massa. Kromatogramrafi gas berfungsi untuk memisahkan
19
komponen-komponen sampel dan spektrometri massa sebagai detektor, yang akan
memberi informasi tentang bobot molekul dan fragmen molekul sesuai dengan
struktur komponen yang terdeteksi oleh MS.
Dalam GC-MS sampel yang diinjeksikan ke dalam perangkat GC akan dipisahkan
menjadi komponen-komponen tunggal berdasarkan bobot molekul, dimana
komponen dengan molekul terkecil akan keluar dari kolom terlebih dahulu.
Komponen yang sudah terpisah selanjutnya dialirkan ke dalam perangkat
spektrometri massa, dimana akan berlangsung beberapa tahapan. Tahap pertama
adalah ionisasi untuk mengubah senyawa induk menjadi kation. Tahap ini
berlangsung dengan cara memanaskan sampel hingga melebihi titik didihnya
sehingga berubah menjadi gas. Gas selanjutnya dialirkan ke dalam ruang ionisasi,
dimana partikel sampel tersebut akan ditembak dengan elektron berenergi tinggi
sehingga salah satu elektron dari molekul sampel terlepas dan mengubah molekul
31 menjadi bermuatan positif. Kemungkinan lain adalah pecahnya molekul
menjadi fragmen bermuatan positif dengan m/z yang lebih kecil (McLafferty,
1988).
Ion positif yang keluar dari ruang ionisasi kemudian akan melewati tiga celah.
Pada celah pertama ion akan dikenakan tegangan 1000 Volt sampai melewati
celah ketiga dengan tegangan 0 Volt. Celah kedua merupakan celah yang
memiliki tegangan diantara 1000-0 Volt. Semua ion yang melalui celah ini akan
dipercepat untuk mendapatkan berkas yang fokus. Ion positif yang bergerak cepat
tersebut selanjutnya akan dibelokkan dengan medan magnet. Pembelokan ini
menyebabkan adanya pemisahan fragmen ion sesuai dengan nilai m/z, dimana ion
20
dengan m/z yang kecil (ringan) akan mengalami pembelokan yang lebih kuat
dibandingkan ion yang berat. Setelah ion-ion dipisahkan berdasarkan nilai m/z,
maka selanjutnya akan diteruskan ke detektor sehingga menghasilkan signal yang
dicatat oleh sebuah rekorder dan ditampilkan dalam bentuk spektrum. Pada
prakteknya, sekarang tersedia sistem kepustakaan senyawa berdasarkan analisis
GC-MS, dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi komponen dalam sebuah
sampel dengan cara membandingkan spektrum massa sampel dengan spektrum
massa standar yang ada dalam sistem kepustakaan. Sejumlah besar senyawa
sudah dirangkum dalam suatu sistem kepustakaan yang sudah tersedia dalam
bentuk perangkat lunak komputer, diantaranya sistem kepustakaan Willey229 LIB
dan Nist12 LIB. Bantuan sistem kepustakaan ini identifikasi senyawa dalam
suatu sampel dapat dilakukan dengan membandingkan spektrum MS dari sampel
dengan spektrum MS senyawa yang sudah ada dalam sistem kepustakaan
(Aristiani, 2015).
B. Katalis Pirolisis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi-reaksi kimia pada suhu
tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu
katalis pirolisis berperan dalam reaksi tetapi bukan sebagai pereaksi ataupun
produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau
memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya
terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi
yang lebih rendah dan mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya
21
reaksi. Katalis pirolisis diharapkan dapat meningkatkan hasil dari liquid fuel
dengan suhu yang relatif rendah dan waktu yang lebih cepat.
Pada penelitian katalis yang digunakan untuk pirolisis French dan Czernik (2009)
menggunakan katalis zeolit yang berfungsi untuk mengeluarkan oksigen dari
senyawa organik dan mengubahnya menjadi hidrokarbon. Pada penelitian
tersebut menggunakan tiga biomassa yaitu selulosa, lignin, dan kayu dengan cara
fast pyrolysis pada suhu 400 °C sampai 600 °C dengan bantuan katalis ZSM-5
berdasarkan analisis molekul beam spektrometri massa (MBMS) yang digunakan
untuk menganalisis komposisi uap produk dan gas. Hasil tertinggi hidrokarbon
sekitar 16 wt.%, termasuk 3,5 wt.% Toluena dicapai dengan menggunakan nikel,
kobalt, besi, dan gallium tersubstitusi ZSM-5.
Pada penelitian katalis juga dilakukan oleh Syani (2017) menggunakan katalis
zeolit sintetik yang berbasis Si/Al yang digunakan untuk pirolisis campuran
ampas tebu dan minyak biji karet. Pada penelitian tersebut zeolit sintetik yang
memiliki aktivitas katalitik yang terbaik ditunjukkan oleh zeolit yang disintesis
dengan potensial 6 V dan waktu elektrolisis 3 jam (Zeo6:3) dan dikalsinasi pada
suhu 600 °C dengan persen hidrokarbon 85,58%, flash point 110 °C, densitas
0,8876 g/mL dan viskositas 3,8 cSt.
Nurjanah dkk (2010) melakukan penelitian menggunakan katalis HZSM-5 untuk
pirolisis minyak sawit. Pirolisis dilakukan dengan mikroreaktor fixed bed pada
temperatur 350-500 °C dan laju alir gas N2 100-160 mL/menit selama 120 menit.
Hasil pirolisis dianalisa dengan metode gas kromatogramrafi. Hasil yang
diperoleh untuk katalis HZSM-5 fraksi biogasoline dengan yield tertinggi 28,87%,
22
kerosene 16,70%, dan diesel 12,20% pada suhu reaktor 450 °C dan laju gas N2
100 mL/menit.
C. Zeolit
Salah satu penyangga katalis yang telah banyak digunakan dalam berbagai
aplikasi adalah zeolit. Zeolit adalah kristal aluminosilikat terhidratasi dari logam
alkali dan alkali tanah dengan struktur kristal tiga dimensi. Karakterisasi lainnya
adalah kemampuannya untuk menangkap dan menghilangkan air secara bolak-
balik dan untuk menukarkan beberapa unsur tertentu tanpa merubah strukturnya
secara nyata (Mumpton, 1999). Pada bidang industri, zeolit dimanfaatkan sebagai
penukar ion, bahan pengisi dalam detergen, katalis industri pertanian dan
peternakan, dan adsorben. Pada bidang teknologi pengolahan lingkungan, zeolit
telah dikenal luas sebagai bahan adsorben yang handal (Corrent et al., 2001).
Kelebihan zeolit adalah memiliki luas permukaan dan keasaman yang mudah
dimodifikasi karena merupakan kristal alumina silika tetrahidrat berpori yang
mempunyai struktur kerangka tiga dimensi terbuka yang mengandung kanal-kanal
dan rongga-rongga yang di dalamnya terisi oleh ion-ion logam. Zeolit banyak
dimanfaatkan sebagai absorben (logam berat, zat warna, zat beracun, polusi gas,
cair, dan padat), penukar ion, penyaring molekular, dan katalis (produksi biodiesel
dan perengkahan). Secara umum, zeolit dibagi menjadi dua, yakni zeolit alam
dan zeolit sintetik.
23
1. Zeolit Alam
Mineral zeolit telah diketahui sejak tahun 1756 oleh ahli mineralogi
berkebangsaan Swedia bernama F.A.F Constedt. Zeolit banyak dijumpai di alam
dalam lubang-lubang batuan lava dan dalam batuan sedimen terutama sedimen
piroklastik halus. Telah diketahui lebih dari 40 jenis mineral zeolit di alam, dari
jumlah tersebut hanya 20 jenis yang terdapat dalam batuan sedimen terutama
sedimen piroklastik. Zeolit alam ditemukan dalam bentuk mineral dengan
komposisi yang berbeda, terutama dalam nisbah Si/Al dan jenis logam yang
menjadi komponen minor, seperti diperlihatkan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Contoh zeolit alam yang umum ditemukan (Subagjo, 1993)
No. Zeolit Alam Komposisi
1 Analsim Na16(Al16Si32O96).16H2O
2 Kabasit (Na2,Ca)6(Al12Si24O72).40H2O
3 Klinoptilotit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O
4 Erionit (Na,Ca5K)(Al9Si27O72).27H2O
5 Ferrierit (Na2Mg2)(Al6Si30O72).18H2O
6 Heulandit Ca4(Al8Si28O72).24H2O
7 Laumonit Ca(Al8Si16O48).16H2O
8 Mordenit Na8(Al8Si40O96).24H2O
9 Filipsit (Na,K)10(Al10Si22O64).20H2O
10 Natrolit Na4(Al4Si6O20).4H2O
11 Wairakit Ca(Al2Si4O12).12H2O
Zeolit alam terbentuk karena adanya proses kimia dan fisika yang kompleks
dari batuan-batuan yang mengalami berbagai macam perubahan di alam. Para
ahli geokimia dan mineralogi memperkirakan bahwa zeolit merupakan produk
gunung berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik, batuan sedimen, dan
batuan metamorfosa yang selanjutnya mengalami proses pelapukan karena
pengaruh panas dan dingin (Lestari, 2010). Zeolit alam sebagai produk alam
24
diketahui memiliki komposisi yang sangat bervariasi, namun komponen
utamanya adalah silika dan alumina. Selain komponen utama ini, zeolit juga
mengandung berbagai unsur minor, antara lain Na, K, Ca (Bogdanov et al.,
2009), Mg, dan Fe (Akimkhan, 2012).
Terlepas dari aplikasinya yang luas, zeolit alam memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya mengandung banyak pengotor seperti Na, K, Ca, Mg, dan Fe serta
kristalinitasnya kurang baik. Keberadaan pengotor-pengotor tersebut dapat
mengurangi aktivitas dari zeolit. Cara untuk memperbaiki karakter zeolit alam
sehingga dapat digunakan sebagai katalis, adsorben, atau aplikasi lainnya,
biasanya dilakukan aktivasi dan modifikasi terlebih dahulu (Mockovciakova et
al., 2007).
2. Zeolit Sintetik
Zeolit sintetik adalah suatu senyawa kimia yang mempunyai sifat fisik dan kimia
yang sama dengan zeolit alam. Zeolit ini dibuat dari bahan lain dengan proses
sintetis. Karena secara umum zeolit mampu menyerap, menukar ion, dan menjadi
katalis (Saputra, 2006).
Zeolit sintetik dikembangkan untuk mengatasi kelemahan dari zeolit alam antara
lain karena komposisi mineral yang bervariasi dan ukuran pori-pori yang tidak
seragam. Pengembangan zeolit sintetik ini dapat dilakukan dengan mengatur
pori-porinya sehingga lebih spesifik pemanfaatannya (Saraswati dkk, 2015).
Zeolit sintetik dibuat dengan rekayasa yang sedemikian rupa sehingga
25
mendapatkan karakter yang sama dengan zeolit alam. Zeolit sintetik sangat
bergantung pada jumlah Al dan Si, sehingga ada 3 kelompok zeolit sintetik.
1) Zeolit sintetik dengan kadar Si rendah
Zeolit jenis ini banyak mengandung Al, berpori, mempunyai nilai ekonomi tinggi
karena efektif untuk pemisahan dengan kapasitas besar. Volume porinya dapat
mencapai 0,5 cm3 tiap cm
3 volume zeolit.
2) Zeolit sintetik dengan kadar Si sedang
Jenis zeolit modernit mempunyai perbandingan Si/Al = 5 sangat stabil, maka
diusahakan membuat zeolit-Y dengan perbandingan Si/Al = 1-3. Contoh zeolit
sintetis jenis ini adalah zeolit omega.
3) Zeolit sintetik dengan kadar Si tinggi
Zeolit jenis ini sangat higroskopis dan menyerap molekul non polar sehingga baik
untuk digunakan sebagai katalisator asam untuk hidrokarbon. Zeolit jenis ini
misalnya zeolit ZSM-5, ZSM-11, ZSM-21, ZSM-24 (Sutarti dan Rachmawati,
1994).
Perkembangan penelitian, dewasa ini telah dikenal beragam zeolit sintetik, dan
beberapa di antaranya disajikan dalam Tabel 6.
26
Tabel 6. Rumus kimia beberapa jenis zeolit sintetik (Georgiev et al., 2009)
Zeolit Rumus Kimia
Zeolit A Na2O.Al2O3.2SiO2.4,5H2O
Zeolit N-A (Na, TMA)2O.Al2O3.4,8SiO2.7H2O TMA – (CH3)4N+
Zeolit H K2O.Al2O3.2SiO2.4H2O
Zeolit L (K2Na2)O.Al2O3.6SiO2.5H2O
Zeolit X Na2O.Al2O3.2,5SiO2.6H2O
Zeolit Y Na2O.Al2O3.4,8SiO2.8,9H2O
Zeolit P Na2O.Al2O3.2-5SiO2.5H2O
Zeolit O (Na, TMA)2O.Al2O3.7SiO2.3,5H2O TMA – (CH3)4N+
Zeolit Ω (Na, TMA)2O.Al2O3.7SiO2.5H2O TMA – (CH3)4N+
Zeolit ZK-4 0,85Na2O.0,15(TMA)2O.Al2O3.3,3SiO2.6H2O
Zeolit ZK-5 (R,Na2)O.Al2O3.4-6SiO2.6H2O
3. Zeolit-A
Beberapa jenis zeolit berdasarkan rasio Si/Al antara lain, zeolit silika rendah
dengan perbandingan Si/Al 1-1,5 memiliki konsentrasi kation paling tinggi, dan
mempunyai sifat adsorpsi yang optimum, contoh zeolit silika rendah adalah zeolit
A dan X, zeolit silika sedang yang mempunyai perbandingan Si/Al adalah 2-5,
contoh zeolit jenis ini adalah mordernit, erionit, klinoptilolit, zeolit-Y, dan zeolit
silika tinggi, dengan perbandingan kadar Si/Al antara 10-100, bahkan lebih,
contohnya adalah ZSM-5. Proses pembuatan zeolit secara komersial terbagi
menjadi tiga kelompok yaitu pembuatan zeolit dari gel reaktif aluminosilika atau
hidrogel, konversi dari mineral tanah liat menjadi zeolit, dan proses berdasarkan
pada penggunaan material mentah zeolit yang sudah ada di alam (Ulfah, 2006).
Zeolit-A memiliki rumus kimia Na2O.Al2O3.2SiO2.4,5H2O. Zeolit-A banyak
dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi, salah satunya sebagai material penukar ion,
karenakan banyaknya jumlah kation penyeimbang yang memiliki sifat mudah
digantikan (exchangeable) oleh kation lain. Jumlah ion penyeimbang yang
27
banyak pada zeolit-A disebabkan oleh kadar silika dengan perbandingan Si
dengan Al sama dengan satu (Smart and Moore, 1993). Hal ini menunjukkan
bahawa jumlah atom Al yang tersubtitusi pada kerangka zeolit sebanding dengan
jumlah atom Si-nya, sehingga dihasilkan muatan negatif yang dinetralkan dengan
kation-kation yang mudah ditukarkan dengan zeolit lain. Pada umumnya, zeolit-
A sintetik memiliki bentuk serbuk dengan ukuran partikel yang kecil. Zeolit-A
dapat disintesis dari bahan alam sebagai bahan baku pembuatannya dari abu dasar
batubara menggunakan metode peleburan alkali diikuti dengan proses hidrotermal
(Said dan Widiastuti, 2008) dan sintesis glass wool menggunakan metode
hidrotermal sederhana (Rella dan Widiastuti, 2013).
D. Bahan Baku Zeolit-A
1. Silika Sekam Padi
Sekam padi sebagai limbah yang berlimpah khususnya di negara agraris,
merupakan salah satu sumber penghasil silika terbesar. Sekam padi mengandung
silika sebanyak 87%-97% berat kering setelah mengalami pembakaran sempurna.
Selain didukung oleh jumlah yang melimpah, silika sekam padi dapat diperoleh
dengan sangat mudah dan biaya yang relatif murah, yakni dengan cara ekstraksi
alkalis (Suka dkk, 2008). Metode ekstraksi didasarkan pada tingginya kelarutan
silika amorf dalam larutan alkalis seperti KOH, Na2CO3, atau NaOH, dan
pengendapan silika terlarut menggunakan asam, seperti asam klorida, asam sitrat,
asam asetat, dan asam oksalat.
Silika gel merupakan suatu bentuk dari silika yang dihasilkan melalui
28
penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2). Sol mirip agar-agar ini dapat
didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau butiran mirip kaca yang
bersifat tidak elastis. Sifat ini menjadikan silika gel dimanfaatkan sebagai zat
penyerap, pengering, dan penopang katalis. Silika gel merupakan produk yang
aman digunakan untuk menjaga kelembaban makanan, obat-obatan, bahan
sensitif, elektronik, dan film sekalipun. Produk anti lembab ini menyerap lembab
tanpa mengubah kondisi zatnya. Walaupun dipegang, butiran-butiran silika gel
ini tetap kering.
2. Kaleng Bekas Aluminium
Kaleng minuman merupakan suatu wadah logam yang didesain untuk menahan
sejumlah porsi larutan seperti minuman ringan berkarbonasi, minuman
beralkohol, teh, kopi, dan lain sebagainya. Sebanyak 75% produksi kaleng
minuman di dunia terbuat dari logam aluminium, sedangkan sisanya sebesar
25% terbuat dari timah berlapis baja (tin-plated stell). Kaleng minuman yang
diproduksi di Asia sebagian besar terbuat dari aluminium, sedangkan di
sejumlah bagian benua Eropa dan Amerika Serikat terbuat dari 55% baja dan
45% campuran aluminium. Bahan dasar kaleng minuman yang digunakan di
Asia terdiri dari campuran aluminium sebanyak 92,5-97,5%, magnesium 1%,
mangan 1%, besi 0,4%, silikon 0,2% dan tembaga 0,15% (Robertson, 2006).
Mariam dan Handajani (2013) melakukan analisis kadar logam pada beberapa
sampel kaleng bekas minuman sebagai langkah awal untuk membuat koagulan
tawas berbahan baku aluminium dari kaleng bekas. Adapun kadar logam yang
dianalisis meliputi kadar aluminium, magnesium, mangan, besi, silikon, dan
29
tembaga. Logam-logam tersebut dianalisis pada panjang gelombang masing-
masing dengan menggunakan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) yang dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil analisis kadar logam-logam dalam kaleng bekas minuman
dengan menggunakan SSA
Parameter
Jenis Kaleng
Pocari
Sweet
Larutan Cap
Kaki Tiga Greendsans CocaCola
Aluminium (Al) 96,38 89,74 90,87 93,28
Magnesium (Mg) 1,14 3,28 2,25 1,17
Mangan (Mn) 0,75 1,93 1,21 1,04
Besi (Fe) 0,51 1,79 1,52 1,72
Silikon (Si) 0,19 0,88 1,33 0,68
Tembaga (Cu) 0,19 2,36 1,92 1,26
D. Metode Sol-Gel
Metode sol-gel merupakan suatu metode sintesis padatan (termasuk material
oksida) dengan teknik temperatur rendah yang melibatkan fasa sol dan gel
(Ismunandar, 2006). Sol merupakan suatu partikel halus yang terdispersi dalam
suatu fasa cair membentuk koloid. Sedangkan, gel merupakan padatan yang
tersusun dari fasa cair dan padat. Namun, kedua fasa ini saling terdispersi dan
memiliki struktur jaringan internal. Proses sol-gel sendiri dapat didefinisikan
sebagai proses pembentukan senyawa anorganik melalui reaksi kimia dalam
larutan pada suhu yang rendah. Proses tersebut, terjadi perubahan fasa dari
suspensi koloid (sol) membentuk fasa cair kontinyu (gel).
Metode sol–gel memiliki beberapa keuntungan antara lain (Fernandez, 2011):
a. Kehomogenan yang lebih baik
b. Kemurnian yang tinggi
30
c. Suhu relatif rendah
d. Tidak terjadi reaksi dengan senyawa sisa
e. Kehilangan bahan akibat penguapan dapat diperkecil
Proses sol-gel terbagi ke dalam 4 tahap, yaitu hidrolisis, kondensasi, pematangan
(aging), dan kalsinasi (Alfaruqi, 2008):
1. Hidrolisis
Logam alkoksida merupakan suatu prekursor yang populer karena logam tersebut
bereaksi sangat cepat dengan air. Reaksi inilah yang disebut dengan reaksi
hidrolisis, karena ion hidroksil menyerang atom logam. Seperti reaksi berikut ini
(Brinker dan Scherer, 1990):
Si(OR)4 + H2O → HO-Si(OR)3 + ROH
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses hidrolisis yaitu rasio
air/prekursor. Peningkatan rasio pelarut/prekursor akan meningkatkan reaksi
hidrolisis. Reaksi berlangsung cepat sehingga waktu gelasi lebih cepat (Alfaruqi,
2008).
2. Kondensasi
Tahap ini terjadi suatu proses transisi dari sol menjadi gel. Reaksi kondensasi
melibatkan ligan hidroksil untuk menghasilkan polimer. Dibeberapa kasus,
produk samping dari reaksi ini berupa air atau alkohol (Alfaruqi, 2008).
Persamaan reaksinya yaitu (Brinker dan Scherer, 1990):
(OR)3Si-OH + HO-Si(OR)3 → (OR)3Si-O-Si(OR)3 + H2O
31
3. Pematangan (aging)
Proses pematangan gel atau bisa dikenal dengan aging. Pada proses pematangan
ini, terjadi reaksi pembentukan jaringan gel yang lebih kaku, kuat dan menyusut
di dalam larutan.
4. Kalsinasi
Tahap terakhir ialah proses penguapan larutan dan cairan yang tidak diinginkan
untuk mendapatkan struktur sol-gel yang memiliki luas permukaan yang tinggi
(Alfaruqi, 2008).
E. Karakteristik Katalis Zeolit
1. X-Ray Diffraction (XRD)
Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) dimaksudkan untuk mengidentifikasi fasa
suatu katalis dan untuk menentukan sifat kristal atau kristalinitas dari suatu
katalis. Kebanyakan dari katalis adalah berbentuk padatan kristal seperti oksida
logam, zeolit, dan logam yang berpenyangga. XRD menjadi teknik yang cukup
handal dan mendasar untuk mengevaluasi sifat-sifat fasa kristal and ukuran kristal
(Leofanti et al., 1997). Prinsip dasar XRD adalah mendifraksi cahaya yang
melalui celah kristal. Difraksi cahaya oleh kisi-kisi atau kristal ini dapat terjadi
apabila difraksi tersebut berasal dari radius yang memiliki panjang gelombang
yang setara dengan jarak antar atom, yaitu sekitar 1 Angstrom (Alfaruqi, 2008).
Fase padatan sintesis diidentifikasi dengan membandingkan langsung dengan
referensi yang diambil dari collection of simulatet XRD powder patterns for
zeolites (Treacy dan Higgins, 2001; Cheng, et al., 2005). Suatu kristal yang
32
dikenai oleh sinar-X tersebut berupa material (sampel), sehingga intensitas sinar
yang ditransmisikan akan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Berkas sinar-
X yang dihamburkan ada yang saling meniadakan (interferensi destruktif) dan ada
juga yang saling menguatkan (interferensi konstruktif) (Suryanarayana and
Norton, 1998).
Prinsip dari alat XRD adalah sinar-X yang dihasilkan dari suatu logam tertentu
memiliki panjang gelombang tertentu, sehingga dengan memvariasi besar sudut
pantulan maka terjadi pantulan elastis yang dapat dideteksi. Karakterisasi sampel
dengan metode XRD didasarkan pada interaksi sinar-X dan sampel, seperti
ditunjukkan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Peristiwa difraksi sinar-X
Dalam Gambar 1 di atas, d menyatakan jarak antar kisi kristal, A, B, dan C
merupakan berkas sinar-X dengan panjang gelombang = λ, dan mengenai sampel
dengan sudut datang = θ, A‟, B‟, dan C‟ merupakan sinar-X yang dipantulkan
degan sudut pantul = θ. Dari peristiwa tersebut, Bragg menurunkan hubungan
kuantitatif antara panjang gelombang dan karakteristik sampel, yang dikenal
sebagai Hukum Bragg, dan secara matematis dituliskan sebagai berikut:
33
n λ = 2d sin θ
di mana (n) adalah bilangan bulat yang menyatakan urutan pantulan. Berdasarkan
Hukum Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang
kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama
dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan
ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi.
Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas
pembiasan yang dihasilkannya.
Seberkas sinar-X dengan panjang gelombang λ (cahaya monokromatik) jatuh pada
struktur geometris atom atau molekul dari sebuah kristal pada sudut datang θ.
Jika beda lintasan antara sinar yang dipantulkan dari bidang yang berturut-turut
sebanding dengan n panjang gelombang, maka sinar tersebut mengalami difraksi.
Peristiwa difraksi mungkin terjadi karena jarak antar atom dalam kristal dan
molekul berkisar antara 0,15 hingga 0,4 nm, yang bersesuaian dengan spektrum
gelombang elektromagnet pada kisaran panjang gelombang sinar-X dengan energi
foton antara 3 hingga 8 keV. Sesuai dengan Hukum Bragg, dengan memvariasi
sudut θ diperoleh lebar antar celah yang berbeda dalam bahan polikristalin.
Kemudian, posisi sudut dan intensitas puncak hasil difraksi digrafikkan dan
diperoleh pola yang merupakan karakteristik sampel. Setiap kristal memiliki pola
XRD yang berbeda satu sama lain yang bergantung pada struktur internal bahan.
Pola XRD ini merupakan karateristik dari masing-masing bahan sehingga disebut
sebagai „fingerprint‟ dari suatu mineral atau bahan kristal.
34
Metode difraksi sinar-X adalah salah satu cara untuk mempelajari keteraturan
atom atau molekul dalam suatu struktur tertentu. Hal ini karena difraksi sinar-X
memberikan ilustrasi bahwa secara prinsip sifat-sifat gelombang sinar-X dan
interaksinya dengan material dapat dimanfaatkan untuk mengeksplorasi keadaan
mikroskopik material-material yang memiliki keteraturan susunan atom. Teknik
ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara
menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel.
Keuntungan utama penggunaan sinar-X dalam karakterisasi material adalah
kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X memiliki energi sangat tinggi akibat
panjang gelombangnya yang pendek.
Difraksi sinar-X dapat memberikan informasi tentang struktur sampel, termasuk
tentang keadaan amorf dan kristalin. Pola hamburan sinar-X juga dapat
memberikan informasi tentang konfigurasi rantai dalam kristal, perkiraan ukuran
kristal, dan perbandingan daerah kristalin dengan daerah amorf dalam sampel
polimer. XRD dapat juga digunakan untuk mengukur macam-macam keacakan
dan penyimpangan kristal, karakterisasi material kristal, identifikasi mineral-
mineral yang berbutir halus seperti tanah liat, dan penentuan dimensi-dimensi sel
satuan. Teknik-teknik yang khusus, XRD dapat digunakan untuk mendapatkan
data kuantitatif tentang struktur kristal dengan menggunakan metode Rietveld
refinement.
2. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk menganalisis komposisi
kimia suatu permukaan secara kualitatif dan kuantitatif suatu sampel katalis. Pada
35
SEM dapat diamati karakteristik bentuk, struktur, serta distribusi pori pada
permukaan bahan, sedangkan komposisi serta kadar unsur yang terkandung dalam
sampel dapat diamati dengan EDX (Sartono, 2007). Penggunaan elektron sebagai
sumber energi pada SEM menghasilkan resolusi dan kedalaman fokus yang lebih
tinggi dibandingkan mikroskop optik. Resolusi SEM yang tinggi, tekstur,
topografi, dan morfologi serta tampilan permukaan suatu sampel dapat terlihat
dalam ukuran mikron. Selain itu, SEM juga memberikan informasi dalam skala
atomik dari suatu sampel. Daya pisah SEM berkisar 0,5 nm dengan perbesaran
maksimum sampai 500.000 kali (Griffin and Riessen, 1991). Perangkat SEM
dilihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Perangkat SEM (Ayyad, 2011)
SEM dilengkapi dengan EDS (Energy Dispersive Spectroscopy) yang dapat
digunakan untuk menentukan unsur dan komposisi kimia dari suatu material
dengan memanfaatkan backscattered electron (BSE). BSE dihasilkan dari
pancaran elektron dengan inti yang menyebabkan adanya interaksi elektron.
36
Analisis visual mikrograf pada warna yang lebih terang menunjukkan unsur kimia
yang memiliki nomor atom lebih besar sementara warna gelap menunjukkan
unsur dengan nomor atom lebih rendah.
Elektron-elektron sekunder memiliki energi rendah yang mengakibatkan elektron
tersebut dapat dibelokkan membentuk sudut dan menimbulkan bayangan
topografi sedangkan sinar-X amat peka terhadap jumlah elektron, hal ini penting
untuk menunjukkan perbedaan dari perubahan komposisi kimia sampel. Selain
itu, intensitas sinar-X juga peka terhadap orientasi berkas sinar datang relatif
terhadap kristal. Efek yang ditimbulkan adalah perbedaan orientasi antar butir
dalam suatu sampel kristal yang dapat memberikan informasi kristalografi.
3. Fourier Transform Infra Red (FTIR)
FTIR adalah kependekan dari Fourier Transform Infra Red, yaitu metode analisis
material dengan menggunakan spektroskopi sinar inframerah. Sinar inframerah
memiliki rentang panjang gelombang dari 2,5 µm sampai 25 µm. Adapun
frekuensi sinar inframerah memiliki rentang dari 400 cm-1 sampai 4000 cm-1.
Pengujian FTIR memiliki 3 fungsi, yaitu (1) untuk mengidentifikasi material yang
belum diketahui, (2) untuk menentukan kualitas sampel, dan (3) untuk
menentukan intensitas suatu komponen dalam sebuah campuran. FTIR
menghasilkan data berupa grafik intensitas dan frekuensi. Intensitas menunjukkan
tingkatan jumlah senyawa sedangkan frekuensi menunjukkan jenis senyawa yang
terdapat dalam sebuah sampel (Alfaruqi, 2008).
Spektroskopi inframerah seperti halnya dengan tipe penyerapan energi yang lain,
37
maka molekul akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi bila menyerap
radiasi inframerah. Inti-inti atom yang terikat secara kovalen akan mengalami
getaran bila molekul menyerap radiasi inframerah dan energi yang diserap
menyebabkan kenaikan pada amplitudo getaran atom-atom yang terikat. Panjang
gelombang serapan oleh suatu tipe ikatan tertentu bergantung pada macam ikatan
tersebut, oleh karena itu tipe ikatan yang berlainan akan menyerap radiasi
inframerah pada panjang gelombang karakteristik yang berlainan. Akibatnya
setiap molekul akan mempunyai spektrum inframerah yang karakteristik pada
konsentrasi ukur tertentu, yang dapat dibedakan dari spektrum lainnya melalui
posisi dan intensitas pita serapan, sehingga dapat digunakan untuk penjelasan
struktur, identifikasi, dan analisis kuantitatif (Sastrohamidjojo, 1992).
Daerah inframerah dibagi menjadi 3 bagian, yakni: (1) daerah inframerah dekat: λ
= 0,75-2,5 µm, bilangan gelombang = 13.000-4.000 cm-1
(2) daerah inframerah
sedang: λ = 2,5-50 µm, bilangan gelombang = 4.000-200 cm-1
(3) daerah
inframerah jauh: λ = 50-1.000 µm, bilangan gelombang = 200-10 cm-1
. Pada
pembagian daerah inframerah tersebut, daerah panjang gelombang yang
digunakan adalah pada daerah inframerah pertengahan, yaitu pada panjang
gelombang 2,5–50 µm atau pada bilangan gelombang 4.000-200 cm-1
. Daerah
tersebut cocok untuk perubahan energi vibrasi dalam molekul. Daerah inframerah
jauh 400-10 cm-1
, berguna untuk molekul yang mengandung atom berat, seperti
senyawa anorganik tetapi lebih memerlukan teknik khusus percobaan. Setiap
molekul memiliki harga energi tertentu. Bila suatu senyawa menyerap energi dari
sinar inframerah, maka tingkatan energi di dalam molekul itu akan tereksitasi ke
tingkatan energi yang lebih tinggi sesuai dengan tingkatan energi yang diserap,
38
maka yang akan terjadi pada molekul itu adalah perubahan energi vibrasi yang
diikuti dengan perubahan energi rotasi
Prinsip kerja spektroskopi FTIR adalah adanya interaksi energi dengan materi.
Misalkan dalam suatu percobaan berupa molekul senyawa kompleks yang
ditembak dengan energi dari sumber sinar yang akan menyebabkan molekul
tersebut mengalami vibrasi. Sumber sinar yang digunakan adalah keramik, yang
apabila dialiri arus listrik maka keramik ini dapat memancarkan inframerah.
Vibrasi dapat terjadi karena energi yang berasal dari sinar inframerah tidak cukup
kuat untuk menyebabkan terjadinya atomisasi ataupun eksitasi elektron pada
molekul senyawa yang ditembak dimana besarnya energi vibrasi tiap atom atau
molekul berbeda tergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang
menghubungkannya sehingga dihasilkan frekuensi yang berbeda pula. Skema alat
FTIR dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Skema alat Fourier Transform Infra Red
Pada skema, sumber (source) akan memancarkan berkas radiasi sinar inframerah
dengan berbagai panjang gelombang. Radiasi ini selanjutnya dilewatkan melalui
39
monokromator untuk mendapatkan radiasi dengan panjang gelombang tertentu
(tunggal) dan berkas sinar inilah yang dilewatkan melalui pembagi (chopper)
yang berperan untuk membagi sinar menjadi dua berkas. Berkas pertama
diteruskan ke sampel dan berkas kedua akan diteruskan ke sebuah cermin yang
akan memantulkan berkas sinar yang tidak diserap oleh blanko melalui cermin
bercelah, sehingga kedua berkas menjadi satu. Berkas sinar inilah yang akhirnya
diteruskan ke detektor dan selanjutnya masuk ke pengolah data menghasilkan
spektrum. Karakterisasi FTIR pada zeolit digunakan untuk mengetahui adanya
vibrasi ikatan T-O (T = Si atau Al) asimetri dan simetri dalam zeolit.
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Maret sampai Juni 2018,
bertempat di Laboratorium Anorganik/Fisik FMIPA Universitas Lampung.
Analisis viskositas di SMTI Bandar Lampung, flash point dan densitas produk
liquid fuel dilakukan di Laboratorium Anorganik/Fisik FMIPA Universitas
Lampung. Analisis XRD dilakukan di BATAN Serpong Tanggerang, analisis
SEM UPT LTSIT Universitas Lampung, FTIR dilakukan di Universitas Islam
Yogyakarta, dan UPT LTSIT Univeristas Lampung serta analisis GC-MS
dilakukan di Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
B. Alat dan Bahan
1. Alat-Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, NDJ-8S viscometer,
piknometer, hotplate, waterbath, oven, teflon, pipet tetes, peralatan gelas, mesin
press hidrolik, mortar dan pastel, saringan mesh, perangkat pirolisis, furnace,
blender, neraca analitik, Scanning Electron Microscope (SEM), X-Ray Diffraction
(XRD), Fourier Transform Infra Red (FTIR), dan Gas Chromathography-Mass
Spectroscopy (GC-MS).
41
2. Bahan-Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, sekam padi, larutan
HNO3 10%, akuades, basa piridin, indikator universal, kertas saring, NaOH padat,
larutan NaOH 1,5%, onggok, kaleng bekas aluminium, dan minyak biji karet.
C. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Minyak Biji Karet
Buah karet dikumpulkan dan dipisahkan dari cangkangnya lalu diambil biji karet.
Daging biji karet dibelah menjadi empat bagian dan dijemur hingga kering. Lalu
dioven selama 2 jam dengan suhu 100 °C . Biji karet didinginkan pada suhu
kamar.
Biji karet yang telah kering dipress menggunakan alat press hidrolik untuk
memisahkan ampas biji karet dan minyak biji karet, lalu minyak tersebut disaring
menggunakan kertas saring agar diperoleh minyak biji karet murni.
2. Ekstraksi Silika Sekam Padi
Tahap ekstraksi silika diawali dengan merendam sekam padi dalam air panas
selama 2 jam untuk menghilangkan pengotor, lalu sekam padi dipisahkan antara
sekam padi yang mengambang di permukaan air dan memiliki kualitas kurang
baik dengan sekam padi yang terendam di bagian bawah dan mengandung silika.
Sekam padi yang mengandung silika kemudian dicuci kembali secara berulang
dengan air panas untuk menghilangkan pengotor yang diperkirakan masih
menempel pada permukaan sekam padi. Sekam padi yang telah bersih
42
selanjutnya dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Tahap
berikutnya yakni merendam sekam padi sebanyak 50 g yang telah bersih dan
kering dalam HNO3 10% sampai terendam semua dan didiamkan selama 24 jam.
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan lignin yang ada pada sekam padi
sehingga proses ekstraksi lebih maksimal dan silika yang didapat lebih banyak.
Sekam padi kemudian dicuci hingga bersih dan tidak berbau asam, lalu
dikeringkan. Sekam padi sebanyak 50 g yang telah kering kemudian diekstrak
dalam 500 mL larutan NaOH 1,5% dalam teflon dan dipanaskan sampai mendidih
selama 30 menit. Sampel kemudian disaring dan filtrat yang mengandung silika
terlarut ditampung. Cara mengendapkan silika, filtrat ditambahkan dengan
larutan asam HNO3 10% secara perlahan hingga menjadi gel dan pH mencapai
7,0. Silika gel kemudian didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar lalu disaring
dan dicuci dengan akuades panas hingga bersih. Silika gel yang telah bersih dan
bebas dari pengotor kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 90 °C selama 24
jam dan dihaluskan.
3. Preparasi Aluminium dari Kaleng Bekas
Kaleng bekas minuman aluminium dipotong tutup dan alasnya agar mudah
dibersihkan lalu diamplas untuk cat menggunakan amplas. Kaleng aluminium
yang telah bersih dicuci menggunakan sabun hingga bersih. Kaleng tersebut
digunting menjadi potongan kecil-kecil.
43
4. Preparasi Onggok Singkong
Onggok singkong dikeringkan dibawah matahari selama beberapa hari hingga
kering. Onggok singkong kering digiling hingga halus menggunakan mesin
penggiling.
5. Pembuatan Katalis Zeolit-A
Sebanyak 40 g NaOH dilarutkan dalam 250 mL aquades kemudian larutan NaOH
dibagi menjadi dua bagian, larutan NaOH 100 mL pertama dilarutkan 60 g silika
sekam padi dan larutan NaOH 150 mL kedua dilarutkan 27 g aluminium dari
kaleng bekas. Kedua larutan tersebut kemudian dicampurkan dan dihomogenkan
menggunakan blender, kemudian dimasukkan ke dalam botol polipropilen dan
dimasukkan ke dalam waterbath selama 24 jam. Zeolit-A dikeluarkan dari botol
polipropilen dan disaring dengan kertas saring serta corong gelas, lalu dikeringkan
dalam oven selama 24 jam. Selanjutnya, zeolit-A yang telah kering digerus lalu
di tanur pada suhu 600 °C, 700 °C, 800 °C, dan 900 °C selama 6 jam dan
dihaluskan kembali.
6. Uji Reaksi Perengkahan
Cara mendapatkan liquid fuel hasil pirolisis, langkah pertama yang dilakukan
yaitu mencampur 50 g onggok yang telah halus dengan 18,8 g katalis zeolit-A,
kemudian ditambahkan 150 mL minyak biji karet hingga tercampur rata.
Selanjutnya campuran tersebut dimasukkan ke dalam reaktor pirolisis yang telah
dirangkai pada alat pirolisis, kemudian dipanaskan hingga suhu 450 °C. Uap yang
44
terbentuk dialirkan dari reaktor kemudian didinginkan di dalam kondensor hingga
menghasilkan distilat yaitu liquid fuel. Pirolisis dilakukan selama 3 jam.
Uji reaksi perengkahan campuran onggok dan minyak biji karet menggunakan
reaktor pirolisis disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Rangkaian alat pirolisis
7. Karakterisasi Produk Hasil Perengkahan
Untuk menguji kelayakan liquid fuel sebagai bahan bakar aplikasi, sampel hasil
transesterifikasi dianalisis untuk menentukan beberapa parameter teknis meliputi
titik nyala (flash point), viskositas, dan densitas. Selain itu, karakterisasi liquid
fuel untuk mengidentifikasi komponen-komponen penyusun sampel dilakukan
dengan menggunakan Gas Chromatrography-Mass Spectrometry (GC-MS).
a. Analisis Titik Nyala (Flash Point)
Langkah-langkah untuk analisis flash point liquid fuel adalah sebagai berikut:
1. Cawan dibersihkan dan dikeringkan sebelum digunakan.
2. Sampel dimasukkan dalam cawan hingga batas yang telah ditentukan.
Penampung
distilat
Sensor suhu
Kondensor
Termokopel Reaktor pirolisis
45
3. Cawan dipanaskan dengan bunsen dan pada bibir cawan di bakar perlahan
sambil diukur temperatur sampel.
4. Proses ini dilakukan hingga muncul nyala api pada sampel.
5. Setelah muncul nyala, temperatur sampel dicatat sebagai titik nyala sampel.
b. Analisis Viskositas
Viskositas diukur untuk mengetahui kekentalan suatu sampel. Penelitian ini
menggunakan viskometer jenis NDJ-8S viscometer seperti ditunjukkan dalam
Gambar 5.
Gambar 5. NDJ-8S viscometer
Langkah-langkah untuk analisis viskositas sampel adalah sebagai berikut :
1. Siapkan sampel yang akan diukur.
2. Sampel dimasukkan dalam gelas piala dengan ukuran diameter lebih dari 70
mm dan tinggi minimum 125 mm.
3. Rotor dimasukkan kedalam gelas piala yang berisi sampel hingga terendam
sampai tanda batas.
4. Viskometer dihidupkan dan pengukuran akan berjalan.
5. Hasil pengukuran dicatat sebagai viskositas sampel.
46
c. Analisis Densitas
Langkah-langkah untuk analisis densitas liquid fuel adalah sebagai berikut:
1. Piknometer kosong dikeringkan di dalam oven kemudian ditimbang terlebih
dahulu.
2. Lalu piknometer diisi dengan sampel kemudian ditimbang kembali, berat
sampel sama dengan selisih antara piknometer kosong dengan piknometer
berisi sampel.
3. Densitas sampel kemudian dihitung dengan menggunakan rumus:
Densitas=berat sampel
volume sampel
8. Karakterisasi Katalis Zeolit-A
Karakterisasi zeolit akan dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffraction
(XRD) untuk menganalisis pengaruh suhu kalsinasi terhadap struktur kristalografi
sampel zeolit bersifat amorf atau kristalin. Analisis Scanning Electron
Microscopy (SEM) digunakan untuk mengetahui morfologi permukaan sampel
zeolit dan Fourier Transform Infra Red (FTIR) untuk mengetahui gugus fungsi
senyawa dari sampel menggunakan sinar radiasi inframerah. Selain itu,
karakterisasi fisik pada katalis berupa penentuan jenis dan jumlah situs asam .
Penentuan keasaman atau jumlah situs asam katalis dilakukan secara gravimetri.
Langkah-langkah untuk analisis keasaman katalis adalah sebagai berikut :
1. Sampel ditimbang sebanyak 0,2 g dan dimasukkan ke dalam cawan krus
berukuran 10 mL.
47
2. Cawan krus diletakkan ke dalam desikator bersama basa piridin sebanyak 5
mL yang ditempatkan dalam cawan terpisah.
3. Desikator kemudian ditutup selama 24 jam untuk memberikan waktu katalis
mengadsorpsi basa piridin.
4. Setelah 24 jam, katalis dikeluarkan dan dibiarkan di tempat terbuka selama
2 jam.
5. Katalis ditimbang untuk mendapatkan berat akhir.
6. Kemudian jumah situs asam yang terdapat pada katalis ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut :
keasaman=(w3 w2)
(w2 w1)BMx 1000 mmol gr
Keterangan :
w1 = berat wadah kosong (g)
w2 = berat wadah + sampel (g)
w3 = berrat wadah + sampel yang telah mengadsorpsi piridin
BM = berat molekut piridin
48
9. Fraksinasi Liquid Fuel Katalis Zeolit-A 800 °C
Pada fraksinasi dilakukan adalah liquid fuel dengan katalis zeolit-A suhu kalsinasi
800 °C. Hal ini dikarenakan pada katalis zeolit-A suhu kalsinasi 800 °C
menghasilkan rendemen liquid fuel terbanyak dan mengandung hidrokarbon
terbanyak. Rangkaian alat fraksinasi disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Rangkaian alat fraksinasi
Langkah-langkah untuk fraksinasi liquid fuel adalah sebagai berikut:
1. Sampel liquid fuel sebanyak 120 mL dimasukkan ke dalam labu bulat 250
mL dan ditambahkan batu didih sebanyak 4 buah.
2. Labu bulat diletakkan diatas heating mantle dipasangkan dalam rangkaian
alat fraksinasi.
3. Fraksinasi dilakukan selama 3 jam.
4. Hasil liquid fuel dipisahkan menggunakan corong pisah.
5. Masing-masing fraksi dilakukan diuji nyala.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Sintesis zeolit-A dari bahan baku silika sekam padi dan kaleng bekas
aluminium dengan metode sol-gel telah muncul puncak-puncak kristalin
pada analisis XRD yang sesuai dengan karakteristik dari zeolit-A standar
pada suhu kalsinasi 800 °C dan 900 °C.
2. Liquid fuel dari pirolisis campuran onggok dan minyak biji karet
menggunakan katalis zeolit-A tanpa kalsinasi lebih rendah dibandingkan
dengan rendemen produk cair dari pirolisis campuran onggok dan minyak
biji karet mengggunakan katalis zeolit-A suhu kalsinasi 600, 700, 800, dan
900 °C yang memiliki nilai rendemen produk cair yaitu berturut-turut
sebesar 32,18%, 33,68%, 39,81%, 76,74%, dan 38,55%.
3. Hasil yang paling optimum dalam penelitian ini adalah kemampuan
menghasilkan liquid fuel dari pirolisis campuran onggok dan minyak biji
karet dengan menghasilkan rendemen produk cair sebesar 76,74% dengan
kandungan hidrokarbon 89,71% yang dicapai dengan menggunakan katalis
zeolit-A suhu kalsinasi 800 °C.
96
4. Hasil karakterisasi katalis menggunakan XRD, menunjukkan bahwa zeolit-
A tanpa kalsinasi masih didominasi fasa amorf namun sudah terbentuk fasa
nepheline, cristobalite, albite, jadeite, dan faujasite dan pada zeolit-A suhu
kalsinasi 600, 700, 800 serta 900 °C semakin tinggi suhu kalsinasi maka
semakin meningkat kristalinitas katalis.
5. Hasil SEM menunjukkan bahwa zeolit-A memiliki pori dan bentuk
permukaan yang tidak sama dengan ukuran fasa yang bervariasi.
6. Hasil FTIR menunjukkan bahwa zeolit-A terdapat ikatan Si-O, Si-O-Al, Si-
O-Si, O-Al-O, dan OH dan situs asam tanpa kalsinasi serta suhu kalsinasi
600 °C merupakan situs asam Bronsted-Lowry dan zeolit-A suhu kalsinasi
700, 800, dan 900 °C merupakan situs asam Lewis.
7. Hasil fraksinasi liquid fuel zeolit-A 800 °C menghasilkan 9,2 mL dengan
kandungan hidrokarbon 96,46%, biogasoline 97,1%, dan kerosene 2,9%.
B. Saran
Beberapa hal yang disarankan pada penelitian selanjutnya antara lain :
1. Mempelajari pembuatan zeolit-A dengan proses kalsinasi tertutup dengan
menggunakan autoclave atau reaktor tertutup.
2. Mengkaji pengaruh jumlah katalis dan suhu pirolisis terhadap karakteristik
liquid fuel yang dihasilkan dari pirolisis campuran onggok dan minyak biji
karet.
3. Meningkatkan kualitas liquid fuel dengan menghilangkan komponen non-
hidrokarbon.
DAFTAR PUSTAKA
Abnisa, F., Daud, W.M.A.W., Ramalingam,S., Azemi, M.N.B.M., and Sahu,
J.N. 2013. Co-Pyrolysis of Palm Shell and Polystyrene Waste Mixtures to
Synthesis Liquid Fuel. Fuel. 108: 311-318.
Aguado, J., Serrano, P.D., Escola, M.J., and Garagorri. 2002. Catalytic
Conversion of Low Density Polyethylene Using a Continuous Screw Kiln
Reactor. Catalysis Today. 75: 257-262.
Ahmad, N., Abnisa, F., and Daud, W.M.A.W. 2018. Liquefaction of Natural
Rubber to Liquid Fuels Via Hydrous Pyrolysis. Fuel. 218: 227-235.
Akbar, F. dan Sunarmo. 2013. Sintesis Katalis Ni/ZSM-5 untuk Pirolisis
Cangkang Sawit Menjadi Bio-Oil. Jurnal Teknik Kimia. 11: 23-27.
Akhtar, J. and Saidina, A.N. 2012. A Review On Operating Parameters for
Optimum Liquid Oil Yield In Biomass Pyrolysis. Renewable and
Sustainable Energy Reviews. 6 (2): 510–5109.
Akimkhan, M. 2012. Structural and Ion-Exchange Properties of Natural Zeolite.
Licensee InTech Openscience. 261-282.
Alfaruqi, M.H. 2008. Pengaruh Konsentrasi Hidrogen Klorida (HCl) dan
Temperatur Perlakuan Hidrotermal Terhadap Kristalinitas Material
Mesopori Silika SBA-15. (Skripsi). Universitas Indonesia. Jakarta. 5-18.
Aristiani, V. 2015. Preparasi Katalis CaO/SiO2 dari CaCO3 dan Silika Sekam Padi
dengan Metode Sol Gel untuk Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Menjadi
Biodiesel. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 62.
Auerbach, S., Carrado, K., and Dutta, P. 2003. Handbook of Zeolite Science and
Technology. Marcel Dekker Inc. New York. 1-39.
Aurelia, I. 2005. Studi Modifikasi Glassy Carbon dengan Teknik Elektrodeposisi
Iridium Oksida untuk Aplikasi Sebagai Elektroda Sendor Arsen (III).
(Skripsi). Departemen Kimia FMIPA UI. Jakarta. 1-89.
Ayyad, O.F. 2011. Novel Strategies The Synthesis of Metal Nanoparticle and
Nanostructure . (Thesis). Universitas de Barcelona. Barcelona. 233.
98
Balasundram, V., Ibram, N., Kasmani, R.M., Isha, R., Hamid, M.K.A., and
Hasbullah, H. 2017. Catalityc Pyrolysis of Sugarcane Bagasse Using
Molibdenum Modified HZSM-5 Zeolite. Energy Procedia. 142: 793-800.
Bathia, S., Zabidi, N.A., Twaiq, M., and Farouq, A. 1999. Catalytic Conversion of
Palm Oil to Hydrocarbons : Performance of Various Zeolite Catalyst.
Microporous and Mesoporous Materials. 38 (9): 3230-3237.
Boey, P., Maniam, G.P., and Hamid, S.A. 2011. Performance of Calcium Oxide
as a Heterogeneous Catalyst in Biodiesel Production. Chemical Engineering
Journal.168 (1): 15-22.
Bogdanov, B., Georgiev, D., Angelova, K,. and Yaneva, K. 2009. Natural
Zeolites: Clinoptilolite Review. International Science conference,
Economics and Society development on The Base of Knowledge. Stara
Zagora. Bulgaria. 6-10.
Breck, D.W. 1974. Zeolite Molecular Sieves: Structure, Chemistry and Use.
London. John Wiley and Sons. 4.
Brinker, C.J. and Scherer, G.W. 1990. Sol-gel Science: The Physics and
Chemistry of Sol-Gel Processing. Academic Press. San Diego. 1-881.
Caruso, W., Sorenson, D., and Mossa, A. 2008. Alternative Energy Technologies:
Hitech Solutions for Urban Carbon Reduction. London Borough of Merton
Council. London. 1-21.
Chardialani, A. 2008. Studi Pemanfaatan Onggok Sebagai Bioimmobilizer
Mikrooerganisme dalam Produksi Biogas dari Limbah Cair Industri
Tapioka. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 1-64.
Chaiyaa, C. and Reubroycharoen, P. 2013. Production of Bio Oil from Para
Rubber Seed Using Pyrolysis Process. Energy Procedia. 34: 905-911.
Chen, K., Lin Y., Hsu, K., and Wang, H. 2012. Improving Biodiesel Yields from
Waste Cooking Oil by Using Sodium Methoxide and a Microwave Heating
System. Energy. 38 (1): 151-156.
Cheng, Y., Wang, L.J., Li, J.S., Yang, Y.C., and Sun, X.Y. 2005. Preparation and
Characterization of Nanosized ZSM-5 Zeolites in The Absence of Organic
Template. Materials Letters. 59: 3427-3430.
Chhiti, Y. and Kemiha, M. 2013. Thermal Conversion of Biomass, Pyrolysis and
Gasification: A Review. The International Journal of Engineering and
Science. 2 (3): 75-85.
99
Chiaramonti, D., Bonini, M., Fratini, E., Tondi, G., Gartner, K., Bridgwater, A.V.,
Grimm, H.P., Soldaini, I., Webster, A., and Baglioni, P. 2003.
Development of Emulsions from Biomass Pyrolysis Liquid and Diesel and
Their Use in Engines. Biomass Bioenergy. 25: 101–111.
Cornelissen, T.,Yperman, Y., Reggers,G., Schreurs, S., and Carleer, R. 2008.
Flash Co-Pyrolysis of Biomass with Polylactic Acid. Part 1: Influence on
Bio-Oil Yield and Heating Value. Fuel. 87: 1031–1041.
Corrent, S., Cosa, G., Scaiano, J.C., Galletera, M.S., Alvaro, M., and Garcia, H.
2001. Intrazeolite Photochemistry. 26. Photophysical Properties of
Nanosized TiO2 Clusters Included in Zeolites Y, β, and Mordenite.
Chemistry Mater. 13: 715–722.
Dehkhoda, A.M., West, A.H., and Ellis, N. 2010. Biochar Based Solid Acid
Catalyst for Biodiesel Production. Applied Catalysis A: General. 382 (2):
197-204. Demirbas, A. 2000. Conversion of Biomass Using Glycerine to Liquid Fuel for
Blending Gasoline as Alternative Engine Fuel. Energy Conversion and
Management. 41: 1741-1748.
Deng, X., Fang, Z., Liu, Y., and Yu, C. 2011. Production of Biodiesel from
Jatropha Oil Catalyzed by Nanosized Solid Basic Catalyst. Energy. 36 (2):
777-784.
Ditjen Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Karet Tahun
2014-2016. Direktorat Jendral Perkebunan, Kementrian Pertanian. Jakarta. 3.
Djuma‟ali. 2013. Biokonversi Onggok Menjadi Etanol dengan Menggunakan
Multi enzim. (Disertasi). Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Surabaya. 25-28.
Dyah, P.S. 2011. Produksi Biodiesel dari Mikroalga Chlorella sp dengan Metode
Esterifikasi In-Situ. (Tesis). Universitas Diponegoro. Jawa Tengah. 42–45.
Endalew, A.K., Kiros, Y., and Zanzi, R. 2011. Inorganic Heterogeneous Catalysts
for Biodiesel Production from Vegetable Oils. Biomass and Bioenergy. 35
(9): 3787-3809.
Erawati, E., Sediawan, W.B., dan Mulyono, P. 2013. Modifikasi Mekanisme
Koufopanos Pada Kinetika Reaksi Pirolisis Ampas Tebu (Bagasse). Jurnal
Rekayasa Proses. 7 (1): 14-19.
Fansuri, H. 2010. Modul Pelatihan Operasional XRF. Laboratorium Energi dan
Rekayasa LPPM ITS. Surabaya. 1-34.
100
Fernandez, B.R. 2011. Makalah Sintesis Nanopartikel. Prog Studi Kimia
Pascasarjana Universitas Andalas. 25-29.
French, R. and Czernik, S. 2010. Catalytic Pyrolysis of Biomass for Biofuels
Production. Fuel Processing Technology. 9: 25-32.
Friends of the Earth. 2002. Briefing: Pyrolysis and Gasification.
http://www.foe.co.uk/resource/briefings/gasification_pyrolysis.pdf. Diakses
pada tanggal 20 Desember 2017. 1-7.
Gougazeh, M. and Buhl, J. 2013. Synthesis and Characterization of Zeolite A by
Hydrothermal Transformation of Natural Jordanian Kaolin. Journal of the
Association of Arab Universities for Basic and Applied Sciences. 3: 1-8.
Gercel, H.F. 2011. Bio-Oil Production from Onopordum Acanthium L. by Slow
Pyrolisis. Journal of Analytical and Applied Pyrolisis. 92 (1): 233-238.
Georgiev, D., Bogdanov, B., Angelova, K., Markovska, I., and Hristov, Y. 2009.
Synthetic Zeolites - Structure, Clasification, Current Trends In Zeolite
Synthesis Review. Technical Studies. 7: 1-5.
Griffin, B. J. and Riessen, V.A. 1991. Scanning Electron Microscopy Course
Note. The University of Western Australia. Nedlands.1-8.
Hannus, I., Kirisci, I., Beres, A., Nagy, J. B., and Forster, H. 1995.
Characterization of Alkali Metal Cluster Containing Faujasites by Thermal,
IR, ESR, Multi-NMR and Test Reaction Studies. Study Surface Sciences
Catalysis. 315: 568 –570.
Hendartono, T. 2005. Pemanfaatan Minyak dari Tumbuhan untuk Pembuatan
Biodiesel. http://biodiesel.org. Diakses 22 Desember 2017.
Heny, D. dan Ariani. 2011. Pembuatan Bio-Oil dari Pirolisis Ampas Tebu dalam
Reaktor Unggun Tetap. Prosiding SENTIA 2011-Politeknik Negeri Malang.
3.
Hermayana, R.F.S. 2017. Pirolisis Campuran Bagas Tebu dan Minyak Biji Karet
dengan Perbandingan Reaktan yang Berbeda Menjadi Bahan Bakar Cair
Menggunakan Zeolit-A Berbasis Silika Sekam Padi Sebagai Katalis.
(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 62.
Heyerdahl, P.H. and Geoffrey, G. 2006. Distributed Biomass Conversion.
Norwegian University. Oslo. 52.
Hou, C.T. and Jei-Fu, F. 2008. Biocatalysis and Bioenergy. John Wiley and Sons
INC, Publication. USA. 86.
101
Houston, D.F. 1972. Rice Chemistry and Technology. American Association of
Cereal Chemistry, Inc. St. Paul. Minnesota. 537.
Ikwuagwu, O.E., Ononogbu, I.C., and Njoku, O.U. 2000. Production of Biodiesel
Using Rubber [Hevea brasiliensis (Kunth. Muell.)] Seed Oil. Industrial
Crops and Products. 12: 57–62.
Ismunandar. 2006. Padatan Oksida Logam :Struktur, Sintesis dan Sifat-Sifatnya.
ITB. Bandung.
Jahirul, M., Rasul, M.G., Chowdhury, A. A., and Ashwath, N. 2012. Biofuels
Production Through Biomass Pyrolysis-A Technological Review. Energies.
5: 4952-5001.
Jung, S., Kang, B., and Kim, J. 2008. Production of Bio-Oil from Rice Straw and
Bamboo Sawdust Under Various Reaction Condition in Fast Pyrolysis Plant
Equipped with a Fluidized Bed and a Char Separation System. Journal of
Analytical and Applied Pyrolisis. 82: 240-247.
Kalapathy, U., Proctor, A., and Schultz, J. 2000. A Simple Method for Production
of Pure Silika from Rice Hull Ash. Biores Technol. 73: 257.
Kusumaningtyas, R.D. dan Bachtiar, A. 2012. Sintesis Biodisel dari Minyak Biji
Karet dengan Variasi Suhu dan Konsentrasi KOH untuk Tahapan
Transesterifikasi. Indonesian Journal of Chemistry. 2303-0623.
Koswara, S. 2009. Teknologi pengolahan Singkong. FTP-IPB. Bogor.
Lamiya dan Mareta. 2010. Penyiapan Bahan Baku dalam Proses Fermentasi
untuk Pakan Ternak. http://eprints.undip.ac.id/11310/1/
Laporan_final_Lamiya%26Mareta.pdf. Diakses pada tanggal 3 Maret 2016.
Lampung Dalam Angka. 2017. Badan Pusat Statitisk Provinsi Lampung. 364.
Laursen, K. and Grace, J.R. 2002. Some Implications of Co-Combustion of
Biomass and Coal in A Fluidized Bed Boiler. Fuel Process. 76: 77-89.
Lee, M., Park, J., Kam, S., and Lee, C. 2018. Synthesis of Na-A Zeolite from Jeju
Island Scoria Using Fusion/Hydrothermal Method. Chemosphere. 1-16.
Leofanti, G., Tozzola, G., Padovan, M., Petrini, G., Bordiga, S., and Zecchina, A.
1997. Catalitic Today. 34: 329-352.
Lima, D.G., Soares, V.V.C., Ribeiro, E.B., Carvalho, D.A., Cardoso, E.C.F.,
Rassi, F.C., Mundim, K.C., Rubim, J.C., and Suarez, P.A.Z. 2004. Diesel-
Like Fuel Obtained by Pyrolysis of Vegetable Oils. Journal of Analytical
and Applied Pyrolysis. 71: 987-996.
102
Lufina, I., Susilo, B., dan Yulianingsih, R. 2013. Studi Pemanfaatan Minyak Karet
(Hevea brasiliensis) sebagai Bahan Bakar Pada Kompor Rumah Tangga
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 1 (1): 60-68.
Manurung, M. dan Ayuningtiyas, I.F. 2010. Kandungan Aluminium dalam
Kaleng Bekas dan Pemanfaatannya dalam Pembuatan Tawas. Jurnal Kimia.
4 (2): 180-186.
Mariam, N. dan Handajani, M. 2013. Kinetika Penyisihan Total Suspended Solid
(TSS) Pada Air Baku PDAM Tirtawening Kota Bandung Menggunakan
Koagulan Tawas Berbahan Dasar Aluminium dari Tutup Kaleng Bekas.
(Skripsi). Institut Teknologi Bandung. Bandung. 5-60.
McLafferty. 1988. Interpretasi Spektra Massa. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. 14-30.
Mockovciakova, Matik .Z., Orolinova, A., Hudec, P., and Kmecova, E. 2007.
Structural Characteristics of Modified Natural Zeolite. Journal Porous
Mate. 1: 6-10.
Moechtar. 1989. Farmasi Fisika. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Mumpton, F.A. 1999. La Roc Magica : Uses of Natural Zeolites In Agriculture
and Industry. http://www.Pubmen.com. Diakses 23 Desember 2017.
Murni, D. dan Helmawati. 2006. Studi Pemanfaatan Abu Sawit Sebagai Sumber
Silika Pada Sintesis Zeolit 4A. (Skripsi) . Universitas Riau. Pekanbaru.
Nguyen, T. S., Zabeti, M., Lefferts, L., Brem, G., and Seshan, K. 2013. Catalytic
Upgrading of Biomass Pyrolysis Vapours Using Faujasite Zeolite Catalysts.
Biomass and Bioenergy. 48: 100-110.
Nugraha, M.F., Wahyud. A., dan Gunardi. I. 2013. Pembuatan Fuel Dari Liquid
Hasil Pirolisis Plastik Polipropilen Melalui Proses Reforming dengan
Katalis NiO Γ- Al2O3. Jurnal Teknik Pomits. 2 (2): 2337-3539.
Nugrahaningtyas, K.D., Trisunaryanti, W., Triyono, Nuryono, Maruto,D.,
Yusnani, M.W.A., dan Mulyani. 2009. Preparasi dan Karakterisasi Katalis
Logam tak tersulfidasi: Ni/USY dan NiMo/USY.Indo. Journal Chemistry. 9
(2): 177-183.
Nurjannah., Roesyadi, A., dan Prajitno, D.H. 2010. Konversi Katalitik Minyak
Sawit untuk Menghasilkan Biofuel Menggunakan Silika Alumina dan
HZSM-5 Sintetis. Reaktor. 13 (1): 37-43.
103
Pandiangan, K.D., Simanjuntak, W., Rilyanti, M., Jamarun, N., and Arief, S.
2017. Influence of Kinetic Variables on Rubber Seed Oil Trans-
esterification Using Bifunctional Catalyst CaO-MgO/SiO2. Oriental Journal
of Chemistry. 33 (6): 2891-2898.
Prabawati, S. 2011. Manfaat Singkong. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian. Bogor.
Pratiwi, R. dan Dahani, W. 2015. Pengaruh Penggunaan Katalis Zeolit Alam
dalam Pirolisis Limbah Plastik Jenis HDPE Menjadi Bahan Bakar Cair
Setara Bensin. Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2015. 2460–8416.
Robertson, G, L. 2006. Food Packaging Principles and Practice. CRC Press.
Boca Raton. Florida
Saad, A., Ratanawilai, S., and Tongurai, C. 2015. Catalytic Conversion of
Pyrolysis Tar to Produce Green Gasoline-Range Aromatics. Energy
Procedia. 79: 471-479.
Said, N.F. dan Widiastuti, N. 2008. Adsorpsi Cu(II) Pada Zeolit A yang Disintesis
dari Abu Dasar Batubara PT Ipmomi Paiton. Jurnal Zeolit Indonesia. 7 (1):
1411-6723.
Saputra, R. 2006. Pemanfaatan Zeolit Sintesis Sebagai Alternatif Pengolahan
Limbah Industri. http://warmada.staff.ugm.ac.id/Articles/rodhie-zeolit.pdf .
Diakses pada 17 November 2017.
Saraswati, I.G.A., Diantariani, N.P., dan Suaryana, P. 2015. Fotodegradasi Zat
Warna Tekstil Congo Red dengan Fotokatalis ZnO-Arang Aktif dan Sinar
Ultraviolet (UV). Jurnal Kimia. 9 (2): 175-182.
Sartono, A.A. 2007. Scanning Electron Microscopy (SEM). Universitas
Indonesia. Jakarta. 8-12.
Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi. Liberty. Yogyakarta.
Satria, Y.A. 2017. Studi Pirolisis Minyak Biji Jarak Kaliki Menggunakan Zeolit
Sintetis Berbasis Silika Sekam Padi Sebagai Katalis. (Skripsi). Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 13.
Setyawardhani, D.A., Distantina, S., Henfiana, H., dan Dewi, A.S. 2010.
Pembuatan Biodiesel dari Asam Lemak Jenuh Minyak Biji Karet. Prosiding
Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 2010. Teknik Kimia Universitas
Diponegoro Semarang. 1-6.
Shadangi, K.P. and Mohanty, K. 2013. Thermal and Catalytic Pyrolisis of Karanja
Seed to Produce Liquid Fuel. Fuel. 7281: 1-9.
104
Siahaan, S., Setyaningsih, D., dan Hariyadi. 2011. Potensi Pemanfaatan Biji Karet
(Hevea Brasiliansis Muell. Arg) Sebagai Sumber Energi Alternatif
Biokerosin. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 19 (3): 145-151.
Silam. 2008. Ekstraksi Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) dengan Alat
Pengempa Berulir (Expeller) dan Karakteristik Mutu Minyaknya. Fakultas
Teknologi Pertanian IPB. Bogor. 11-48.
Simanjuntak, W., Sembiring, S., Manurung, P., Situmeang, R., and Low, I.M.
2013. Characteristics of Aluminosilicates Prepared from Rice Husk Silika
and Aluminium Metal. Ceramics International. 39 (8): 9369-9375.
Simanjuntak, W., Sembiring, S., Pandiangan, K.D., Pratiwi, E., and Syani, F.
2017. Hydrocarbon Rich Liquid Fuel Produced by Co-Pyrolysis of
Sugarcane Bagasse and Rubber Seed Oil Using Aluminosilicates Derived
from Rice Husk Silica and Aluminium Metal as Catalyst. Oriental Journal
of Chemistry. 33 (6): 3218-3224.
Simamora, R.F.H. 2017. Pirolisis Campuran Bagas Tebu dan Minyak Biji Karet
dengan Perbandingan Reaktan yang Berbeda Menjadi Bahan Bakar Cair
Menggunakan Zeolit-A Berbasis Silika Sekam Padi Sebagai Katalis.
(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 43.
Sinarep dan Mirmanto. 2011. Karakteristik Biodiesel Minyak Kelapa yang
Dihasilkan dengan Cara Proses Pirolisis Kondensasi. Jurnal Teknik
Rekayasa. 12 (1): 20-25.
Smart, L. and Moore, E. 1993. Solid State Chemistry. An Introduction Chapman
and Hall University and Professional Division. London.
Socrates, G. 1994. Infrared Spectrocopy. Chicester. John Willey& Son Ltd.
Standar Nasional Indonesia (SNI). 2008. Mutu dan Metode Uji Minyak Nabati
Murni Untuk Bahan Bakar Diesel Putaran Sedang. SNI Nomor: 7431:2008
Subagjo. 1993. Zeolit: Struktur dan Sifat-Sifatnya. Warta Insinyur Kimia. 7 (3):
17-23.
Suka, I.G., Simanjuntak, W., Sembiring, S., dan Trisnawati, E. 2008.
Karakteristik Silika Sekam Padi dari Provinsi Lampung yang Diperoleh
dengan Metode Ekstraksi. Jurnal Sains MIPA. 37 (1): 47-52.
Sunarno dan Akbar, F. 2013. Pirolisis Katalitik Tandan Kosong Sawit Menjadi
Bio-oil dengan Katalis HZSM-5. Jurnal Kimia. 11 (1): 1-4.
Suryanarayana, G. and Norton, M.G. 1998. X-ray Diffraction: A Practical
Approach. Microscopy and Microanalysis. 4: 513-515.
105
Sutarti, M. dan Rachmawati, M. 1994. Zeolit Tinjauan Literatur. Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI. Jakarta.
Swoboda, A. R. and Kunze, G.W. 2006. Infrared Study of Pyridine Adsorbed on
Montmorillonite Surface. Http://www.clays.org/journal/archive/volume
%2013/ 13-1-277.pdf. 277–288. Diakses pada 7 April 2018.
Tanabe, K. 1981. Solid Acid and Base Catalyst in Catalysis Science and
Technology.Springer-Link. Berlin. 231–273.
Treacy, M.M.J. dan Higgins, J.B. 2001. Collection of Simulated XRD Powder
Patterns for Zeolites Stucture. Commision of the International Zeolite
Association. Fourth Revised Edition.
Trianna, N.W. dan Mulyadi, E. 2006. Mekanisme Reaksi Dekomposisi Gambut,
Jurnal Hasil Penelitian Kimia dan Teknologi. 1: 216-1630. Trianna, N.W. dan Rochimoellah, M. 2002. Model Kinetika Reaksi Heterogen
pada Pirolisis. Prosiding Rekayasa Kimia dan Proses. UNDIP.
Twaiq, F.A., Mohamed, A.R., and Bhatia, S. 2003. Liquid Hydrocarbon Fuels
from Palm Oil by Catalytic Cracking Over Aluminosilicate Mesoporous
Catalyst with Various Si/Al Ratios. Microporous and Mesoporous
Materials. 64: 95-107.
Twaiq, F.A., Mohamed, A.R., and Bhatia,S. 2004. Performance of Composite
Catalyst in Palm Oil Cracking for The Production of Liquid Fuels and
Chemicals. Fuel Processing Technology. 85: 283-1300.
Ucar, S. and Karagoz, S. 2009. The Slow Pyrolisis of Pomegranate Seed: The
Effect of Temperature on The Product Yields and Bio-oil Properties.
Journal of Analytical and Applied Pyrolysis. 84 (2): 151-156.
Ulfah, E.M. 2006. Optimasi Pembuatan Katalis Zeolit X dari Tawas, NaOH dan
Water Glass Dengan Response Surface Methodology. Bulletin of Chemical
Reaction Engineering and Catalysis. Universitas Diponegoro Semarang.
Semarang. 26-32.
Venderbosch, R.H. and Prins, W. 2010. Review: Fast Pyrolysis Technology
Development. Biofuel. 4: 178–208.
Wahyuni, A. 2010. Karakteristik Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit
Berdasarkan Perlakuan Tingkat Suhu yang Berbeda Menggunakan Reaktor
Sirkulasi. http: www.scribd.com/doc/44827668/Pengaruh Suhu dan waktu
terhadap Kualitas Biodiesel. Diakses pada 22 Desember 2017.
106
Wang, T., Zhang, Q., Ding, M., Wang, C., Li, Y., Zang, Q., and Ma, L. 2017.
Bio-Gasoline Production by Coupling of Biomass Catalytic Pyrolysis and
Oligomerization Process. Energy Procedia. 105: 858-863.
Ward, J., Rasul, M.G., and Bhuiya, M.M.K. 2014. Energy Recovery from
Biomass by Fast Pyrolysis. Procedia Engineering. 90: 669–674.
Widowati, S. 2001. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi Dalam
Menunjang Sistem Agroindustri di Pedesaan. Bulletin AgroBio. 4 (1): 33-
38.
Wikanastri, H. dan Aminah, S. 2012. Karakteristik Kimia Tepung Kecambah
Serelia dan Kacang-Kacangan dengan Variasi Blanching Seminar Hasil
Penelitian. UNIMUS Press. Malang.