65
senan PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERADILAN AGAMA DI INDONESIA Tesis Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Hukum Islam (M. H. I) dalam Program Studi Hukum Islam Konsentrasi Peradilan Agama Oleh: M. KARSUL ASWI NIM. 070203091 PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN FATAH PALEMBANG 2014

PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

senan

PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERADILAN AGAMA

DI INDONESIA

TesisDiajukan untuk melengkapi salah satu syarat

guna memperoleh gelar Magister Hukum Islam (M. H. I) dalam Program Studi Hukum Islam

Konsentrasi Peradilan Agama

Oleh:M. KARSUL ASWI

NIM. 070203091

PROGRAM PASCASARJANAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN FATAH

PALEMBANG2014

Page 2: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

1

Bab. IPENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Islam mengatur seluruh aspek kehidupan sosial dengan seperangkat norma-norma yang

termasuk di dalam adalah norma hukum. Di dalam Alquran banyak menyebutkan

ketentuan-ketentuan norma hukum tersebut, dan Nabi Muhammad saw telah membentuk

struktur hukum dalam mengatur kehidupan masyarakatnya (Sumitro 2005, hlm.7). Hal

yang sama disampaikan oleh Abdul Halim dan Teguh Prasetyo bahwa sejak agama Islam

lahir ia telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Aturan-aturan tersebut kemudian

dirumuskan oleh Rasulullah saw menjadi sebuah struktur hukum yang berfungsi mengatur

kehidupan manusia.1 Dengan demikian penerimaan Islam sebagai agama serta tunduk pada

hukum Islam merupakan makna kaffah2dalam perintah perintah Allah SWT yang berbunyi:

)البقرة:ياايهاالذ ين امنواادخلوا في السلم كافة ولا تتبعوا خطوات الشيطان انه لكم عدو مبين (

Artinya:”Hai orang-orang beriman masuklah kamu kedalam Islam secara

keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan.

Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (Q.S. al-Baqarah: 208 ).

Ibnu Jarir al-Thabani mengutip pendapat banyak mufassir termuka, seperti Ibnu

’Abbas, Mujahid, Qatadah, al-Sudi, Ibnu Zaid dan al-Dhahhak yang memaknai al-Silm

dengan al-Islam. Pendapat ini juga dikuatkan oleh al-Thabrani dan al-Samarqandi. Dengan

demikian ayat ini dapat dimaknai sebagai perintah agar memasuki Islam secara kaffah.

Seorang muslim berkewajiban masuk Islam secara totalitas, Islam harus diterima secara

utuh dengan tidak boleh ada bagian yang ditinggalkan, diabaikan bahkan ditolak. Termasuk

dalam hal ini adalah hukum Islam harus menjadi bagian dari totalitas tersebut. Hal inilah

1http://m-syarifuddin.blogspot.com/2009/06/tranformasi-hukum-islam-dan.html. 28.08.20092 Imam an-Nasafi menafsirkan bahwa kata kaaffah adalah haal (penjelasan keadaan) dari dlomir

(kata ganti) udkhuluu(masuklah kalian) yang bermakna jamii’an (menyeluruh/semuanya, dari kalanganmukminin). Imam Qurthubi, lafadz kaaffah adalah jamii’an (menyeluruh) atau ‘aammatan (umum). (TafsirQurthubiy, Juz III hal 18). (http://www.scribd.com/doc/28451306/001-Menjadi-Muslim-Kaffah #fullscreen:on13 Juli 2010.)

Page 3: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

2

paling tidak menjadi motivasi umat Islam untuk menjalankan hukum dalam kehidupan

mereka (http://www.khabarislam.)

Oleh sebab itu dapat dinyatakan bahwa keberadaan hukum Islam di Indonesia

adalah bersamaan dengan keberadaan Islam di Indonesia. Dalam sejarah masuknya Islam

ke Indonesia melalui kawasan nusantara adalah kawasan Utara Pulau Sumatera yang

kemudian dijadikan sebagai titik awal gerakan dakwah para pendatang muslim. Secara

perlahan gerakan dakwah itu kemudian membentuk masyarakat Islam pertama di Peureulak

Aceh Timur. Berkembangnya komunitas muslim di wilayah itu kemudian diikuti oleh

berdirinya kerajaan Islam pertama di tanah air pada abad ke-13 Masehi. Kerajaan ini

dikenal dengan nama Samudera Pasai yang terletak di wilayah Aceh Utara. Kemudian tidak

beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di pulau Jawa berdiri Kesultanan

Demak, Mataram dan Cirebon, selanjutnya di Sulawesi dan Maluku berdiri kerajaan Gowa

dan Kesultanan Ternate serta Tidore.3

Kesultanan-kesultanan tersebut menetapkan hukum Islam sebagai hukum positif

yang berlaku. Penetapan hukum Islam sebagai hukum positif di setiap kesultanan tersebut

tentu saja menguatkan pengamalannya yang memang telah berkembang di tengah

masyarakat muslim masa itu. Fakta-fakta itu dibuktikan dengan adanya literatur-literatur

fiqh yang ditulis oleh para ulama nusantara pada sekitar abad 16 dan 17 serta adanya

lembaga-lembaga seperti lembaga tahkim dan tauliyah dari ahlal-Halli wal Aqdi

mengokohkan kebenaran pernyataan ini. Pemberlakuan hukum Islam tersebut

menunjukkan bahwa hukum Islam menempati posisi penting dalam penyelesaian perkara

hukum (Barkatullah 2006, hlm. 69).

Walaupun para ahli sejarah masih berbeda pendapat tentang masuknya Islam ke

Indonesia, ada yang mengemukakan bahwa agama Islam masuk pada abad ke-1 Hijriyah (7

Masehi) dan ada pula yang berpendapat pada abad ke-7 Hijriyah (13 Masehi). Namun

dalam seminar Masuknya Islam ke Indonesia yang diselenggarakan di Medan pada Tahun

1963 disimpulkan bahwa ”Islam telah masuk ke Indonesia pada abad ketujuh/kedelapan

Masehi” (Lubis dkk 1995, hlm.6) Demikian pula pada seminar sejarah masuknya Islam di

Indonesia yang diadakan oleh IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tanggal 8-9 Juni

1993, para cendikiawan tidak puas terhadap metodelogi penulisan yang kebanyakan dari

orang-orang non muslim yang pemahaman Islamnya patut diragukan. Kendati demikian

3http://abulmiqdad.multiply.com/journal/item/13. 28.08.2009

Page 4: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

3

para pakar sejarah sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia juga sepakat pada abad ke VII

Masehi. Hamka menegaskan bahwa masuk Islam ke Indonesia bersamaan dengan

masuknya Islam ke tanah-tanah Melayu pada abad ke 1 Hijriyah, Islam masuk dengan jalan

damai dan berangsur-angsur diterima dengan sukarela oleh penduduk Indonesia walaupun

pada saat itu sudah ada agama Hindu dan Budha (Hamka 1961, hlm. 20)

Kemudian pada akhir abad ke 17 Masehi perusahaan dagang Belanda yang dikenal

dengan sebutan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) yang merupakan gabungan

perusahaan dagang Belanda Hindia Timur merapat di pelabuhan Banten Jawa Barat (fase

pertama dalam penjajahan). Kegiatan bisnis mereka didominasi oleh ambisi untuk

mengeksploitasi sebanyak dan secepat mungkin daerah-daerah penghasil bahan pertanian,

pada saat itu persoalan hukum masyarakat pribumi sama sekali tidak dipedulikan (Lokito

2008, hlm. 201). Sikap semacam ini sangat jelas dalam cara Belanda menangani persoalan

hukum Pribumi yakni hanya hukum-hukum yang sangat penting untuk kepentingan bisnis

mereka saja yang sengaja dibuat oleh Belanda selama periode kurang lebih dua abad dari

kekuasaannya di Nusantara (Ibid, hlm. 196).

Semula maksudnya hanya sekedar berdagang, namun perkembangan lebih lanjut

tujuan itu berubah haluan yaitu ingin menguasai kepulauan Indonesia, sehingga VOC

mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai pedagang dan sebagai badan pemerintahan. Dalam

rangka melaksanakan fungsi tersebut, VOC mempergunakan hukum Belanda untuk daerah-

daerah yang dikuasainya dan secara berangsur membentuk badan-badan peradilan.

Walaupun badan-badan peradilan tersebut tidak efektif karena tidak sesuai dengan hukum

yang hidup dan diikuti oleh masyarakat saat itu, oleh sebab itu ada beberapa kompromi

yang dilakukan VOC yaitu:

1)Dalam Statuta Batavia yang ditetapkan pada tahun 1642 oleh VOC dinyatakan bahwa

hukum kewarisan Islam berlaku bagi para pemeluk agama Islam.

2)Adanya upaya kompilasi hukum kekeluargaan Islam yang telah berlaku ditengah

masyarakat. Upaya ini diselesaikan pada tahun 1760 yang kemudian dikenal dengan

Compendium Freijer.

3)Adanya upaya Kompilasi serupa di berbagai wilayah lain seperti di Semarang, Cirebon,

Gowa dan Bone. Di Semarang misalnya hasil kompilasi itu dikenal dengan nama Kitab

Hukum Mogharraer (dari al-Muharrar). Namun kompilasi yang satu ini memiliki

Page 5: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

4

kelebihan dibandingkan Compendium Freijer karena ia juga memuat kaidah-kaidah

hukum pidana Islam.4

Perubahan sikap dari berdagang ke penjajahan itu semakin menjadi saat kendali atas

Nusantara berpindah dari tangan VOC ke tangan pemerintahan Belanda (fase kedua dalam

penjajahan), sebuah fase ketika pengalihan hukum sipil ke Nusantara menjadi lebih serius

seiring dengan perubahan pendekatan Belanda terhadap Nusantara dari sekedar

pendudukan ekonomi menjadi sepenuhnya jajahan. Menurut Ratno Lukito, bisa dibilang

bahwa kemunculan pertama tradisi hukum sipil di Nusantara pada dasarnya melekat pada

praktek penjajahan, dimana ideologi sentralisme hukumnya langsung mengukuhkan

keberadaannya dalam kehidupan masyarakat pribumi (Lokito 2008, hlm. 202). Sebagai

konsekwensinya, Belanda menegakkan tradisi sipil, yang mereka bawa dari negeri asalnya

untuk membangun ideologi hukum negara ditengah berbagai nilai hukum (hukum adat dan

hukum Islam) yang sebelumnya sudah berkembang dalam masyarakat. Dari sinilah hukum

Islam di Indonesia mulai mendapat porsi tersendiri walaupun dalam kerangka balutan

sebuah exspansi.

Perkembangan selanjutnya suasana di Hindia Belanda tidak begitu aman, karena

banyaknya terjadi pelanggaran-pelanggaran nilai-nilai manusiawi, dengan diterapkan

sistem culterstelsel, tidak adanya kepastian hukum dan berjalannya roda pemerintahan

yang terjadi banyak penyimpangan kewenangan di Hindia Belanda. Tentunya hal ini

menarik perhatian dari negeri induknya yakni Belanda. Banyak kecaman datang dari

kelompok liberalisme yang tidak menyetujui dengan gaya pengelolaan negara jajahan yang

tidak manusiawi itu. Untuk itu diperlukannya kebijakan-kebijakan baru dibidang hukum

dan pemerintahan di Hindia Belanda, agar adanya kepastian hukum bagi setiap warga serta

berjalannya roda pemerintahan yang fair. Beratnya tugas yang diemban oleh administrator-

administrator sehingga tidak menghasilkan hasil yang maksimal dan membuka banyak

peluang untuk terjadinya penyelewengan-penyelewengan wewenang, ditambah lagi

kurangnya pengawasan. Hal ini ditandai dengan adanya tugas-tugas kepolisian dan tugas-

tugas peradilan perdata maupun pidana yang harus dijalankan oleh administrator tersebut.

Maka untuk mengatasi semua masalah tersebut maka dikeluarkannya

Regereringsreglement 1854, sebuah upaya untuk menciptakan Hindia Belanda sebagai

negara hukum (rechtstaat) bukan negara yang berdasarkan kepada kekuasaan (machtstaat).

4http://abulmiqdad.multiply.com/journal/item/13. 28.08.2009

Page 6: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

5

Adapun inti dari kebijakan ini adalah memerintahkan agar pengelolaan pemerintahan di

Hindia Belanda dengan menggunakan azas trias politika dengan menyerahkan peradilan

kepada hakim yang bebas serta menerapkan azas legalitas untuk mendapat kepastian

hukum serta melarang pemidanaan yang menyebabkan seseorang akan kehilangan hak-hak

perdatanya. Dan kaum pribumi dilindungan semua hak-haknya dengan peraturan-peraturan

yang ada.

Cita-cita kaum liberal untuk mewujudkan kepastian hukum di Hindia Belanda yakni

dengan melakukan unifikasi hukum yang terkenal dengan kebijakan eenheidsbeginsel.

Dengan adanya ide ini, maka setiap masyarakat akan memperoleh hak yang sama dan roda

pemerintahan bisa berjalan dengan baik dan benar. Dengan adanya unifikasi hukum

tersebut maka akan hilangnya diskriminasi terhadap pribumi, karena hak-hak bagi pribumi

akan sama dengan hak-hak bagi kaum eropa, dengan membiarkan dualisme berjalan

ditengah kehidupan Hindia Belanda berarti sama saja dengan membiarkan diskriminasi

terus berjalan di Hindia Belanda.

Namun niat baik dari kaum liberal ini untuk melakukan unifikasi terbentur

dilapangan, karena selama ini masyarakat pribumi hidup dengan menjalankan dualisme

hukum, masyarakat sudah terbiasa dengan hal-hal tersebut, apabila dilakukan juga unifikasi

hukum dengan segera, maka akan mengakibatkan hancurnya lembaga-lembaga adat

masyarakat pribumi yang telah hidup ditengah-tengah masyarakat. Namun secara pragmatis

dan realistik, dengan diterapkannya unifikasi hukum maka akan mengeluarkan biaya yang

banyak dan waktu yang cukup lama, karena banyak yang harus disiapkan untuk menuju

kesana.

Unifikasi mudah dalam cita-cita dan rekaan ideal, tetapi sungguh terasa sulit dalam

pelaksanaan. Lebih dari dua abad lamanya dualisme hukum telah dipertahankan

berlakunya, sehingga untuk melakukan unifikasi tidaklah mudah dan selalu terbentur

tembok keras kenyataan dilapangan. Untuk mewujudkannya memerlukan waktu dan harus

hati-hati dan tidak mengejutkan administrator yang bertanggung jawab ditataran

pemerintahan kolonial.

Maka diambillah jalan tengah yakni dengan menerapkan unifikasi maka

dikeluarkan kebijakan berupa vrijwillige onderwerping dan toepasselijk verklaring.

Vrijwillige onderwerping adalah upaya kecil-kecilan oleh para pencari keadilan bangsa

pribumi secara individual yang dimungkinkan oleh hukum untuk membuat pilihan hukum

Page 7: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

6

(antara hukum Eropa atau Adat), kebijakan toepasselijk verklaring adalah upaya besar-

besaran lewat wewenang Gubernur Jenderal untuk menerapkan peraturan perundang-

undangan Eropa tertentu ke golongan pribumi. Maka, dengan dikeluarkannya dua

kebijakan ini, hukum asli rakyat pribumi hanya akan dipakai oleh hakim sejauh hukum itu

tidak bertentangan dengan aturan-aturan yang ada. Ini merupakan bentuk kompromi dalam

melakukan unifikasi disatu sisi dan tetap mempertahankan dualisme hukum disisi yang

lain. Tetapi pada akhirnya dua kebijakan ini merupakan cikal bakal untuk menerapkan

unifikasi hukum untuk hukum-hukum tertentu seperti bidang tenaga kerja dan tanah.

Setelah 25 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, lahirlah Undang-undang Nomor

14 Tahun 1970, yang membagi kewenangan peradilan berdasarkan pada lingkungan

kewenangan yang dimiliki masing-masing berdasarkan diversity jurisdiction, kewenangan

tersebut memberikan kewenangan absolut pada masing-masing lingkungan peradilan sesuai

dengan subject matter of jurisdiction, sehingga masing-masing lingkungan berwenang

mengadili sebatas kasus yang dilimpahkan Undang-undang kepadanya. Lingkungan

kewenangan mengadili itu meliputi:

a. Peradilan Umum berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan

Umum, memeriksa dan memutus perkara dalam hukum Pidana (umum dan khusus) dan

Perdata (umum dan niaga);

b. Peradilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

Agama, memeriksa dan memutus perkara perkawinan, kewarisan, wakaf dan shadaqah;

c. Peradilan Tata Usaha Negera berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986

Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, memeriksa dan memutuskan sengketa Tata

Usaha Negara;

d. Peradilan Militer yang berwenang memeriksa dan memutus perkara perkara pidana yang

terdakwanya anggota TNI dengan pangkat tertentu.

Kendati masing-masing peradilan memiliki Undang-undang yang mengatur

kewenangannya, pada prakteknya masih ditemukan jenis perkara yang menjadi rebutan

lebih dari satu pengadilan untuk menangani jenis perkara tersebut atau pihak berperkara

punyak hak memilih hukum yang akan digunakan untuk menyelesaikannya yang lebih

dikenal sebagai hak opsi.

Page 8: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

7

Ada beberapa perkara yang memiliki pilihan hukum dalam penyelesainnya, baik itu

memang dicantumkan adanya pilihan hukum, maupun karena kedua pengadilan

(Pengadilan Umum/Negeri dan Agama) sama-sama dapat mengadilinya, diantaranya:

1) Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 diatur tentang pilihan hukum (hak opsi)

para pihak yang berperkara yaitu adanya kebebasan memilih hukum dalam

penyelesaian perkara waris. Pada penjelasan umum atas Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama pada penjelasan umum

poin 2 berbunyi: ”Bidang kewarisan ... para pihak sebelum berperkara dapat

mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang akan dipergunakan dalam

pembagian warisan”.5

Ketentuan hak opsi ini didahului oleh kalimat alinea yang menegaskan bahwa yang

dimaksud dengan bidang hukum kewarisan yang menjadi kewenangan lingkungan

Pengadilan Agama mengadili perkaranya bagi mereka yang beragama Islam meliputi aspek

hukum penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan harta peninggalan,

penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan pelaksanaan pembagian harta peninggalan

bilamana pewarisan tersebut dilakukan berdasarkan hukum Islam. Penjelasan inilah yang

ditimpali alinea keenam dengan ketantuan hak opsi para ahli waris dalam memilih hukum

waris yang mereka sukai. (Daud 2002. Hlm. 35).

2) Dalam perkara harta bersama yang diajukan oleh mantan suami isteri yang non muslim

dan diperoleh saat dalam pernikahan yang dilaksanakan saat keduanya beragama Islam

dan baru pindah agama setelah keduanya bercerai juga menjadi wilayah titik singgung

Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri dengan alasan pada satu sisi pihak yang

berperkara adalah non muslim namun di sisi lain jenis perkara harta bersama tersebut

adalah akibat dari hubungan perdata secara Islam yakni perkawinan secara agama

Islam.

Terkait wilayah titik singgung tersebut pihak yang mengajukan perkara harus teliti

melihat pokok perkara kemana harus diajukan. Bila salah memasukkan, maka perkara

dianggap cacat formil dan tidak dapat diterima oleh Pengadilan atau Majelis Hakim. Dan

bagi pihak lawan dapat menggunakan lembaga “eksepsi absolut” untuk memohon kepada

Majelis Hakim dalam persidangan agar perkara tersebut tidak menerima.

5 Lihat. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Page 9: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

8

Bila kedua belah pihak tidak menyadari atau tidak mengetahui mengenai

kewenangan sebuah Pengadilan maka dalam pemeriksaan, seorang hakim diberikan

wewenang secara ex officio untuk menyatakan pengadilan tersebut tidak berwenang

meskipun tidak ada eksepsi dari Tergugat. Begitu detailnya pengaturan mengenai

kewenangan absolut tersebut dimaksudkan untuk menghindari kekacauan atau

ketidakpastian hukum bagi pencari keadilan oleh karenanya Yahya Harahap menyebut

kewenangan absolut adalah termasuk public order (kepentingan umum)

(http://www.padompu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=245: 22

Januari 2014)

3) Demikian pula pada perkara pengangkatan anak (Adopsi), dalam Undang-undang

Nomor. 3 Tahun 2006 memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk

mengadili permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam, namun Undang-

undang tersebut tidak mencabut kewenangan Pengadilan Negeri untuk mengadili

permohonan pengangkatan anak bagi pemohon beragama Islam, sehingga bagi

Pemohon yang beragama Islam ada 2 (dua) Pengadilan yang mempunyai kewenangan

untuk memeriksa dan menyidangkan perkara permohonan pengangkatan anak, yaitu

Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama.

Adanya kewenangan absolut yang sama-sama dimiliki Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Agama terhadap perkara permohonan pengangkatan anak, dapat mengakibatkan

persinggungan kewenangan antara kedua lembaga pengadilan tersebut. Mungkin saja

terhadap permohonan tersebut, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama menyatakan

sama-sama berwenang untuk mengadili, dan bisa pula kedua lembaga pengadilan tersebut

menyatakan tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut.

4) Lahirnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-undang

Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama telah membawa perubahan besar

dalam eksistensi lembaga Peradilan Agama saat ini. Salah satu perubahan yang

mendasar adalah penambahan wewenang lembaga Peradilan Agama (PA) dalam

bidang ekonomi syariah. Berdasarkan pasal 49 huruf (i) Undang-undang Nomor 3

Tahun 2006 ditegaskan bahwa, Peradilan Agama memiliki kewenangan dalam

memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara termasuk ekonomi syariah.

Namun dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan dalam

Pasal 52 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah huruf b

Page 10: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

9

membuka peluang adanya pilihan hukum dalam penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah ke

badan non litigasi dan peradilan umum.

Didalam hukum perdata, pilihan hukum terdapat pada kontrak, jika para pihak tidak

menentukan sendiri pilihan hukum, pilihan forum dan pilihan domisilinya, maka sektor

hukum dalam hal ini menyediakan kaidahnya untuk mengatur hal tersebut, yakni mengatur

bahwa dalam kasus yang demikian, hukum manakah yang berlaku pengadilan mana yang

berwenang, atau domisili mana yang dipakai. Tidak begitu banyak menjadi soal jika para

pihak dalam kontrak tersebut berasal dari hukum yang sama, atau berasal dari wilayah

pengadilan yang sama, atau hanya memiliki 1 (satu) domisili. Akan tetapi, akan menjadi

suatu masalah yuridis untuk menentukan hukum mana yang berlaku jika terhadap para

pihak berlaku hukum yang berbeda, misalnya karena masing-masing pihak berasal dari

negara yang berbeda. Pengadilan mana yang berwenang untuk mengadilinya jika

terdapat perselisihan yang berkenaan dengan kontrak, yakni jika para pihak

bertempat tinggal atau berdomisili dari 2 (dua) wilayah pengadilan yang berbeda.

Sebagai konsekuensi logis dari diberlakukannya prinsip kebebasan berkontrak

(freedom of contract), maka para pihak dalam suatu kontrak dapat juga menentukan sendiri

hal-hal sebagai berikut:

- Pilihan hukum (choice of law), dalam hal ini para pihak menentukan sendiri dalam

kontrak tentang hukum mana yang berlaku terhadap interpretasi kontrak tersebut.

- Pilihan forum (choice of jurisdiction), yakni para pihak menentukan sendiri dalam

kontrak tentang pengadilan atau forum mana yang berlaku jika terjadi sengketa di

antara para pihak dalam kontrak tersebut.

- Pilihan domisili (choice of domicile), dalam hal ini masing-masing pihak melakukan

penunjukkan di manakah domisili hukum dari para pihak tersebut.

Ketika para pihak melakukan pilihan hukum, pilihan forum dan pilihan domisili,

tentu hal tersebut dilakukan dengan berbagai pertimbangan dengan untung rugi yang sudah

dipertimbangkan masak-masak. Jika tidak dilakukan pilihan hukum, pilihan forum dan

pilihan domisili, akan menjadi persoalan yuridis yang serius di mana sektor hukum

haruslah memberikan jawaban terutama terhadap pertanyaan, hukum mana yang berlaku

dan pengadilan mana yang berwenang. Sedangkan mengenai domisili mana yang berlaku

juga sering kali menjadi faktor yang digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai

Page 11: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

10

pengadilan mana yang berwenang dalam hubungannya dengan kompetensi absolut atau

kompetensi relatif dari pengadilan tersebut.

Yang pertama sekali dilihat untuk menentukan hukum mana yang berlaku terhadap

suatu transaksi adalah apakah para pihak ada menentukan sendiri dalam kontrak tentang

hukum mana yang berlaku jika sengketa. Dalam hal ini, memang kepada para pihak

diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri hukum mana yang berlaku terhadap kontrak

tersebut, Inilah yang disebut dengan prinsip kebebasan berkontrak, yang dalam bahasa

Inggris disebut dengan istilah "Party Autonomy" atau "Freedom of Contract". Meskipun

begitu, pilihan hukum oleh para pihak dalam kontrak bukannya tanpa batas. Batas-batas

tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tidak melanggar ketertiban umum;

b. Hanya di bidang hukum kontrak;

c. Tidak boleh mengenai hukum kontrak kerja;

d. Tidak boleh mengenai ketentuan perdata dengan sifat publik.

Penempatan klausula pilihan hukum dalam suatu kontrak mempunyai arti penting

disebabkan hal-hal sebagai berikut :

a. Sebagai sarana untuk menghindari ketentuan hukum memaksa yang tidak efisien;

b. Untuk meningkatkan persaingan yurisdiksial;

c. Memecahkan masalah peraturan berbagai negara.

Tiap-tiap negara memiliki batasan tersendiri sampai sejauh mana hukum dari negara lain

dapat diberlakukan di negara tersebut. Hukum di Amerika Serikat misalnya, sebagaimana

diatur dalam Restate-ment Second menentukan bahwa hakim di sana dapat menolak

pemberlakuan klausula pilihan hukum (menolak pilihan hukum) jika terdapat salah satu di

antara alasan-alasan sebagai berikut :

(1) Tidak mempunyai alasan yang cukup bagi pilihan hukum para pihak;

(2) Tidak mempunyai hubungan yang substansial dengan transaksi yang bersangkutan.

Yang dimaksudkan dengan hubungan yang substansial di sini adalah:

(a) Place of contract formation;

(b) Place of performance;

(c) Domiciles of the licensor and licensee;

(d) Licensor's and licensee's place Tof incorporation, place of corporate

headquarters and place of branch offices.

Page 12: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

11

(3) Pilihan hukum melanggar ketertiban umum dari negara bagian yang mempunyai the

most significant relationship;

(4) Negara bagian yang mempunyai the most significant relationship mempunyai suatu

materially greater interest dalam pemecahan masalah khusus dibandingkan dengan

negara bagian yang dipilih.

Di Ontario, Kanada, pilihan hukum asing dapat dibenarkan dengan rambu-rambu

sebagai berikut:

a. Pilihan hukum tersebut sah menurut hukum di negara asing yang bersangkutan;

b. Pilihan hukum tersebut bukan untuk mengelak dari berlakunya hukum memaksa yang

akan diberlakukan oleh pengadilan-pengadilan di Ontario;

c. Pilihan hukum tersebut tidak bertentangan dengan asas ketertiban umum;

d. Pemberlakuan hukum asing tersebut berkenaan dengan masalah fakta hukum.

Pilihan hukum asing bukanlah pernyataan kedaulatan dalam pengertian politik oleh

negara asing tersebut. Yang dimaksud dengan kontrak dengan penetapan waktu adalah

suatu kontrak yang meskipun kontraknya sudah ditandatangani, tetapi prestasi dari salah

satu atau kedua belah pihak baru akan dilaksanakan pada waktu tertentu di kemudian hari.

Lahirnya pilihan hukum dari zaman Penjajahan Belanda yang kemudian setelah

kemerdekaan bertransformasi pada beberapa perkara di peradilan agama merupakan bagian

dari perubahan-perubahan zaman yang diikuti dengan perubahan sosial tata aturan

termasuk didalamnya perkembangan norma atau nilai-nilai yang menjadi kesepakatan

universal yang harus ditaati sebagai patokan hubungan antar manusia, dengan alam dan

dengan Tuhan, dimana beberapa hal tersebut diatas selalu berjalan beriringan. Dinamika

sejarah dan faktor-faktor penggerak yang menyebabkan gerak maju masyarakat biasanya

dirumuskan dalam suatu cara pemikiran tertentu. Beberapa teori yang berkaitan dengan

gerak sejarah adalah:

- Teori Rasial;

Menurut teori ini, ras-ras tertentu merupakan penyebab utama kemajuan sejarah.

Beberapa ras mampu menciptakan budaya dan peradaban, sedang ras lain tidak memiliki

bakat semacam itu. Beberapa ras memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan,

falsafah, kesenian, keterampilan, dan moralitas, sementara ras-ras lainnya hanya

merupakan konsumen produk-produk ras-ras tertentu.

Page 13: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

12

- Teori Geografis;

Menurut teori ini, faktor utama penyebab terciptanya perbedaan dan budaya serta

perkembangan industri ialah lingkungan fisik. Perangai-perangai moderat dan pikiran-

pikiran kuat berkembang di kawasan-kawasan beriklim sedang. Menurut Ibn Sina dalam

bukunya, al-Qanun, faktor lingkungan fisik adalah ragam pemikiran, rasa, dan segi-segi

kejiwaan lainnya dari kepribadian manusia.

- Teori Peranan Jenius dan Pahlawan;

Menurut teori ini, seluruh perubahan dan perkembangan ilmiah, politik, teknologi, dan

moral sepanjang sejarah ditimbulkan oleh orang-orang jenius. Perbedaan antara manusia

dan hewan-hewan lainnya adalah bahwa, dari sudut pandang biologis, seluruh hewan

lainnya adalah sama dalam hal kemampuan-kemampuan alamiah. Sebaliknya, individu-

individu manusia memiliki perbedaan-perbedaan besar dalam hal kemampuan dan bakat

alami. Para jenius setiap masyarakat merupakan individu-individu luar biasa yang

memiliki kemampuan-kemampuan istimewa yang berupa daya berpikir, rasa, kehendak,

dan kreativitas luar biasa. Hampir selalau ada sekelompok kecil individu kreatif pada

hampir semua masyarakat, yang bertindak sebagai pemimpin, pelopor, pembaru dan

penemu, yang menciptakan gagasan-gagasan baru, cara-cara baru dan teknologi baru.

- Teori Ekonomi;

Menurut teori ini, ekonomi merupakan faktor penggerak sejarah. Semua ragam

masyarakat dan sejarah setiap bangsa, termasuk segi-segi budaya, agama, politik,

militer, dan masyarakat, mencerminkan ragam dan hubungan-hubungan produksi suatu

masyarakat. Perubahan apa pun dalam dasar ekonomi suatu masyarakat, secara

keseluruhan, mengubahnya dan membawanya maju. Orang-rang jenius, yang peranan

mereka telah dibahas sebelumnya, merupakan ungkapan-ungkapan kebutuhan ekonomi,

politik, dan sosial masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan ini, pada gilirannya,

mempengaruhi perubahan-perubahan sarana produksi.

- Teori Keagamaan;

Menurut teori ini, semua kejadian di dunia berasal dari Tuhan dan ditentukan oleh

kebijaksanaan sempurna Tuhan. Segala evolusi dan perubahan yang terjadi dalam

sejarah merupakan perwujudan-perwujudan kehendak Tuhan dan Kebijaksanaan

Sempurna Tuhan. Jadi, penggerak dan pengubah sejarah ialah Kehendak Tuhan. Drama

sejarah ditulis dan diarahkan oleh Kehendak Tuhan.

Page 14: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

13

- Teori Alam;

Ada teori ketiga yang dapat disebut 'teori sifat manusia'. Menurut teori ini, manusia

memiliki sifat-sifat melekat tertentu, yang bertanggung jawab atas watak evolusioner

kehidupan masyarakat. Salah satu sifat semacam itu ialah kemampuan mengumpulkan

dan menyimpan pengalaman-pengalaman hidup. Segala yang telah diperoleh melalui

pengalaman disimpan sehingga menjadi dasar bagi pengalaman-pengalaman

selanjutnya. Sifat kedua manusia adalah kemampuannya untuk belajar lisan dan tulisan.

Pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang telah dicapai orang lain dikomunikasikan

melalui lisan dan tulisan. Sifat ketiga manusia adalah bahwa ia mampu bernalar dan

mencipta. Sifat ketiga ini membuatnya mampu mencipta dan menemukan, yang

merupakan perwujudan dari daya ciptanya (Murtadha Muthahhari, 1986:208-215)

Dalam teori lain yang dikemukakan Fatum, bahwa manusia pada dasarnya sama

dengan jagad raya, alam. Manusia disebut mikro-cosmos (alam kecil), jagad raya disebut

makro-cosmos (alam raya). Baik alam raya maupun alam kecil tunduk pada suatu hukum

yang dinamakan hukum alam yang telah ditetapkan yakni nasib/fatum. Perjalanan hidup

matahari, bintang, manusia dan sebagainya, tidak menyimpang dari jalan/lingkaran yang

ditentukan oleh nasib/fatum. Menurut Santo Agustinus bahwa sejarah adalah epos

perjuangan antara dua unsur yang saling bertentangan, yakni yang baik dan yang jahat atau

civitas dei dengan civitas diaboli (diaboli = setan, iblis). Sedangkan Menurut Ibnu Khaldun

dengan teori progresif-linear menyatakan bahwa sejarah adalah berdasarkan pada

kenyataan dan tujuan sejarah adalah agar manusia sadar akan perubahan masyarakat.

Seluruh peristiwa dalam panggung sejarah kemanusiaan itu adalah suatu garis menaik dan

meningkat ke arah kemajuan dan kesempurnaan. Menurut Oswald Spengler dengan

bukunya yang berjudul Der Untergang des Abendlandes (Decline of the West = keruntuhan

dunia barat-eropa) ia bertindak laksana seorang ahli nujum dan meramalkan keruntuhan

eropa.

Menurut Arnold J. Toynbee dalam karangannya ”A Study of History” yang

didasarkan pada penyelidikan 21 kebudayaan sempurnah seperti Yunani-Roma, Maya

(Amerika Tengah), Hindu, Barat (Eropa), Eropa Timur dan seterusnya dan 9 kebudayaan

tidak sempurnah seperti Eskimo, Sparta, Polynesia, Turki dan lain-lain. Kesimpulannya

adalah bahwa dalam gerak sejarah tidak terdapat hukum tertentu yang menguasai dan

mengetur timbul tenggelamnya kebudayaan-kebudayaan dengan pasti.

Page 15: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

14

Menurut Pitirim Sorokin dengan teorinya Fluctuation from age to age yaitu naik

turun, pasang surut, timbul tenggelam dengan berganti-ganti. Ia menyatakan tentang

adanya cultural universe atau alam kebudayaan dan didalam alam kebudayaan itu terdapat

masyarakat-masyarakat dan aliran-aliran kebudayaan dan menurut William H. Frederick

dengan tiga teorinya; teori perputaran yang mengatakan bahwa pola kejadian dan ide

mengenai manusia terbatas sama sekali dan diulangi lagi pada selang-selang waktu

tertentu; teori takdir yang menganggap bahwa semua sebab-penyebab berasal dari ikut

campurnya takdir atau Allah; teori kemajuan, yang berpusatkan kepada sebab-penyebab

kejadian mengenai manusia, dan selanjutnya bahwa dengan berlakunya waktu, peradaban

manusia dalam keseluruhan secara otomatis mengalami perbaikan.

Berdasarkan uraian tentang sejarah lahirnya hukum Islam dalam kehidupan

masyarakat Islam Indonesia yang kemudian lahirnya Peradilan Agama menunjukkan

antusiasme umat Islam dalam upaya menerapkan hukum Islam dan gambaran akan

kebutuhan mereka terhadap hukum tersebut. Sejak lahirnya pilihan hukum pada zaman

penjajahan sampai kemudian terdapat pada beberapa perkara Peradilan Agama lahir dan

dihapusnya hak memilih hukum menjadi warna tersendiri dalam perkembangan hukum

Islam di Indonesia. Tulisan ini mencoba menelaah tentang ”Penghapusan Hak Memilih

Hukum dalam Penyelesaian Perkara Waris, Adopsi Anak, Pembagian Harta Bersama dan

Ekonomi Syari’ah di Indonesia dikaitkan dengan asas-asas Peradilan, teori sejarah dan

dampaknya pada perkembangan hukum Islam di Indonesia.

Rumusan Masalah:

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka masalah pokok yang akan dibahas dalam

tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah yang melatarbelakangi lahirnya pilihan hukum dalam perkara di

Peradilan Agama di Indonesia?

2. Mengapa hak memilih hukum dihapuskan dalam perkara Peradilan Agama di Indonesia?

3. Apa dasar penetapan hukum waris, pengangkatan anak, pembagian harta bersama dan

ekonomi syari’ah sebagai wewenang absolut Peradilan Agama di Indonesia?

Page 16: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

15

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui sejarah yang melatarbelakangi lahirnya pilihan hukum dalam

perkara di Peradilan Agama di Indonesia.

2. Untuk mengetahui alasan dihapusnya pilihan hukum dalam perkara di Peradilan

Agama di Indoensia.

3. Untuk mengetahui dasar hukum penetapan waris, pengangkatan anak, pembagian

harta bersama dan ekonomi syari’ah sebagai wewenang absolut Peradilan Agama di

Indonesia.

Tinjauan Pustaka

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-undang Nomor 3

Tahun 2006 sebagai amandemen pertama dan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009

amandemen kedua Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dari penelusuran

penulis tidak banyak dibahas secara khusus oleh para pemikir dan pemerhati perkembangan

hukum Islam di Indonesia khususnya tentang penghapusan hak memilih hukum dalam

perkara waris, pengangkatan anak, pembagian harta bersama dan ekonomi syari’ah.

Sebagai contoh dalam buku ”Hukum Waris Islam (Lengkap & Praktis)” karangan

Suhrawardi K. Lubis, S.H dan Komis Simanjuntak, S.H pada halaman 16 dan 17

dipaparkan analisa singkat tentang penetapan secara tegas dalam pasal 49 ayat (2) huruf b

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 bahwa bagi rakyat yang beragama Islam lembaga

peradilan yang berwenang untuk memutus perkara warisnya hanya Pengadilan Agama,

akan tetapi undang-undang tersebut masih membuka kemungkinan dengan adanya hak opsi

(hak para ahli waris untuk memilih hukum waris mana yang mereka sukai untuk

menyelesaikan perkara warisan mereka).

Suhrawardi dan kawan-kawan berpendapat bahwa pembuat Undang-undang ini

sebenarnya masih ragu-ragu (belum konsekuen), sebab dengan adanya hak opsi ini maka

ketentuan yang terdapat di dalam pasal 49 ayat (2) huruf b tersebut telah dianulir. Namun

demikian apabila ditinjau dari sudut ilmu hukum ”hak opsi” ini sebenarnya sudah tepat,

sebab masalah kewarisan termasuk dalam lingkup hukum perdata (hukum privat),

sedangkan hukum privat itu selalu ”bersifat mengatur atau aanvullrenrecht.

Page 17: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

16

Di dalam buku ”Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia” karangan

Sulaikun Lubis dan kawan-kawan diterangkan 42 perubahan namun juga tidak membahas

secara khusus tentang penghapusan hak opsi dimaksud. Hanya pada bab V halaman 61

sampai 62 ada pembahasan tentang asas-asas umum yang terdapat dalam Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1989 di antaranya adalah asas personalitas keislaman. Asas ini bermakna

bahwa yang tunduk dan yang dapat ditundukkan kepada kekuasaan lingkungan Peradilan

Agama hanya mereka yang beragama Islam. Dengan perkataan lain, seorang non muslim,

tidak tunduk dan tidak dapat dipaksakan tunduk kepada kekuasaan Peradilan Agama.

Namun Prof. Abdul Gani Abdullah6 dalam buku yang sama di halaman berikutnya

menyatakan bahwa ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang asas

personalitas keislaman lebih menekankan pada asas agama pihak pengaju perkara tanpa

memperdulikan agama pihak lain.

Kerangka Teori

Pengadilan Agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia, ikut

memikul tugas pelayanan, penegakan hukum dan keadilan bidang-bidang hukum tertentu

yang diberikan Undang-undang. Tugas pokoknya adalah “Menerima, memeriksa dan

mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya”, di dalamnya terkandung

apa yang disebut proses peradilan. Hukum yang mengatur bagaimana cara-cara pengadilan

menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara yang diterima adalah hukum

acara.

Hukum acara perdata merupakan norma-norma imperatif prosuderal untuk dipatuhi

oleh Hakim dan penegak hukum lainnya seperti panitera pengganti, juru sita, advokat,

kuasa insidental dan pihak-pihak lainnya. Di dalam norma-norma tersebut terdapat asas-

asas yang juga harus patuhi dalam proses peradilan misalnya asas umum peradilan, asas

badan peradilan, asas pada hakim dan pejabat peradilan dan asas dalam pemeriksaan

perkara. Pilihan hukum bersentuhan langsung dengan asas-asas dimaksud misalnya, Asas

mengadili menurut hukum, Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

tentang Kekuasaan Kehakiman, “Peradilan mengadili menurut hukum dengan tidak

membedakan orang”, Asas Nondiskriminasi Kategoris (asas yang melarang membeda-

6 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia,Penyunting Subhan dan Neng Djubaedah (Jakarta: Gema Insani Press, 1994) hlm. 50-52. Lihat pula A. GaniAbdullah dalam Mimbar Hukum no. 12 Tahun V/1994, hlm. 46-48.

Page 18: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

17

bedakan perlakuan pelayanan berdasarkan status sosial, ras, agama, suku, jenis kelamin dan

budaya), Asas hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya, dalam

Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama ada asas personalitas keislaman, asas Lex Specialis

derogate legi generali (aturan yang khusus mengalahkan aturan yang umum), lex

posteriori derogate lex priori (aturan yang lama [yang berlaku terdahulu]

dikalahkan/dibatalkan aturan yang baru [berlaku belakangan]), lex superiori derogat legi

inferiori (aturan yang lebih tinggi hirarkinya mengalahkan yang lebih rendah).

Transformasi pilihan hukum dapat dilihat dari aspek sejarah, dalam teori sejarah,

beberapa ahli mengemukanan diantaranya Ibnu Khaldun dengan teorinya progresif-linear,

berdasarkan kenyataan. Menurut Ibnu Khaldun bahwa seluruh peristiwa dalam panggung

sejarah kemanusiaan itu adalah suatu garis menaik dan meningkat ke arah kemajuan dan

kesempurnaan. Sedangkan menurut Pitirim Sorokin berpendapat bahwa gerak sejarah

terutama menunjukan fluctuation from age to age yaitu naik turun, pasang surut, timbul

tenggelam dengan berganti ganti. Sementara menurut Musthada Mutachari gerak sejarah

ditentukan beberapa hal sebagai berikut: ras, geografis, jenius dan pahlawan, ekonomi,

keagamaan dan alam.

Metodologi Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian deskriftif dengan pendekatan

sejarah.7 Menurut Mohammad Nazir (1988; hlm. 55-62) metode sejarah mempunyai

perspektif historis yang banyak sekali macamnya, tapi secara umum dapat dibagi atas

empat jenis, yaitu: Penelitian sejarah komparatif, penelitian yuridis atau legal, penelitian

biografis dan penelitian bibliografis.8

Dalam penelitian ini penekanannya kepada jenis penelitian yuridis atau legal

metode yaitu menggunakan sejarah diinginkan untuk menyelidiki hal-hal yang menyangkut

7 Sejarah adalah deskripsi yang terpadu dari keadaan-keadaan atau fakta-fakta masa lampau yangditulis berdasarkan penelitian serta studi yang kritis untuk mencari kebenaran (Nevin, 1933). Penelitiandengan menggunakan metode sejarah penyelidikan yang kritis terhadap keadaan-keadaan, perkembangan,serta pengalaman dimasa lampau dan menimbang secara cukup teliti dan hati-hati tentang bukti validitas darisumber sejarah serta interpretasi dari sumber-sumber keterangan tersebut.

8Pertama: Penelitian sejarah komparatif metode sejarah dipergunakan untuk membandingkan factor-faktor dari fenomena-fenomena sejenis pada suatu periode masa lampau. Kedua: Penelitian yuridis atau legalmetode sejarah diinginkan untuk menyelidiki hal-hal yang menyangkut dengan hukum, baik hukum formalataupun hukum nonformal masa yang lalu. Ketiga: Penelitian biografis metode sejarah yang digunakan untukmeneliti kehidupan seseorang dan hubungannya dengan masyarakat dinamakan penelitian biografis.

Page 19: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

18

dengan hukum, baik hukum formal ataupun hukum nonformal masa yang lalu. Dan oleh

karena penelitian ini bersifat penelitian pustaka, maka untuk menuju hasil yang akan

dicapai penelitian ini menggunakan metode studi perpustakaan, yaitu mencari teori-teori

dan konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan

dilakukan (Suryabrata 1997, hlm.16).

Namun jika dilihat dari segi kegunaan atau menfaatnya, penelitian ini dapat

dikategorikan sebagai jenis penelitian terapan (applied research), yakni jenis penelitian

yang dilakukan dalam rangka menjawab kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah

praktis, sehingga jenis penelitian ini dapat juga disebut dengan operational research

(penelitian operasi) atau action research (penelitian kerja) (Supardi 2005, hlm.26).

Pendekatan

Sedangkan pendekatan yang dipakai dalam menjawab persoalan yang telah dirumuskan

adalah menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan

konseptual (conceptual approach). Pendekatan Undang-undang (statute approach)

dilakukan dengan cara menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan

masalah yang sedang diteliti (Marzuki 2005, hlm.93). Pendekatan konseptual (conceptual

approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang yang

selanjutnya akan menjadi sandaran argumentasi dalam memecahkan permasalahan (Ibid,

hlm.95).

Sumber Data

Sumber data primer penelitian ini diambil dari ayat-ayat Alquran dan hadis-hadis yang ada

kaitannya dengan waris dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 perubahan atas Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang

pelaksanaan Pengangkatan anak, Buku Pelaksanaan tugas dan administrasi Pengadilan

dalam empat lingkungan peradilan, buku II edisi 2007 tentang peradilan umum, terbitan

mahkamah agung RI tahun 2009 pada alinea 2 angka 7. Sedangkan sumber data sekunder

diambil dari buku: ”Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah

Syari’ah di Indonesia” yang ditulis oleh Dr. Drs. H. M. Fauzan, SH., M.M., M.H.,

”Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia” dan ”Hukum Islam dan

Page 20: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

19

Peradilan Agama (Kumpulan Tulisan)” yang ditulis oleh Mohammad Daud Ali,

”Pelaksanaan Hukum Islam di Indonesia” yang ditulis oleh Bustanul Arifin serta buku-

buku lain yang ada kaitannya dengan pembahasan.

Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini merupakan penelitian perpustakan, maka dalam kegiatan

pengumpulan data peneliti mencari dan mengumpulkan sumber-sumber data yang ada pada

perpustakaan. Selanjutnya dari sumber-sumber tersebut dicari bagian-bagian yang ada

relevansinya dengan penelitian yang akan dilakukan, kemudian dikelompokkan

berdasarkan pokok-pokok bahasan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Teknik Pengolahan

Data yang diperoleh akan dianalisa secara deskriftif kualitatif, yaitu dengan cara

memberikan interpretasi terhadap data yang diperoleh secara rasional dan obyektif,

kemudian menggambarkan hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lain yang

diteliti kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas dan kaeidah-kaidah hukum

yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga dapat menggambarkan fenomena yang ada

secara lebih konkret dan terperinci.

Sistematika Pembahasan

Dalam kajian ini penulis mensistematisasikan pembahasan ke dalam beberapa bab yang

pada dasarnya merupakan suatu kesatuan utuh. Tulisan ini terdiri dari empat bab, yaitu;

Bab pertama menyajikan latar belakang munculnya masalah yang akan diteliti, pokok

permasalahan yang menjadi fokus kajian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,

kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua akan membahas eksistensi dan sejarah penerapan hukum Islam di

Indonesia. Pada bab ini akan dipaparkan fakta pada tiap fase sejarah tentang eksistensi

hukum Islam di Indonesia dengan perkembangan situasi politik dan sosial masyarakat

Indonesia sampai pada sekarang dan sampai pada lahir dan dihapusnya pilihan hukum.

Bab ketiga merupakan inti pembahasan yang membahas secara mendalam tentang

masalah hukum waris, pengangkatan anak, pembagian harta bersama dan ekonomi syari’ah

dan pilihan hukum yang menyertainya baik sejak kemunculannya maupun dihapusnya

Page 21: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

20

pilihan hukum tersebut dikaitkan dengan beberapa asas-asas umum peradilan, asas badan

peradilan, asas pada hakim dan pejabat peradilan dan asas dalam pemeriksaan perkara,

kemudian akan dilihat dari sisi filosofi hukum, sosiologi hukum dan uridis hukumnya serta

dalam kontek pengaruhnya pada eksistensi hukum Islam di Indonesia. Dalam bab ini juga

data yang diperoleh dari penelitian, disusun dan ditulis dalam bentuk deskripsi dan

dianalisa dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif, yakni dengan memberikan

interpretasi terhadap data yang diperoleh secara rasional dan obyektif, kemudian

menggambarkan hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lain yang diteliti agar

dapat menggambarkan fenomena yang ada secara lebih konkret dan terperinci.

Bab keempat, sebagai bab penutup dari kajian ini, yang berisikan penegasan

jawaban terhadap pokok-pokok permasalahan yang telah diuraikan pada bab pendahuluan.

Selain itu juga akan dikemukakan pula sejumlah saran serta rekomendasi dan implikasi

sebagai pijakan untuk melakukan aksi lebih lanjut berkenan dengan obyek yang dikaji lebih

dalam penelitian ini.

Page 22: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

21

Bab. II

EKSISTENSI DAN SEJARAH PENERAPAN HUKUM ISLAM

DI INDONESIA

Pengertian Hukum Islam

Ada banyak pendapat para pakar hukum tentang defenisi hukum di antaranya adalah

menurut Pertama, Tullius Cicerco (Romawi) dalam “de legibus” Hukum adalah akal

tertinggi yanng ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang

boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kedua, Hugo Grotius (Hugo De Grot) dalam

“De Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan Damai), 1625: Hukum adalah aturan tentang

tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar. Ketiga, J.C.T. Simorangkir, SH dan

Woerjono Sastropranoto mengatakan bahwa: Hukum adalah peraturan-peraturan yang

bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat

yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib. Keempat, Thomas Hobbes dalam

“Leviathan” 1651: Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan

untuk memerintahkan dan memaksakan perintahnya kepada orang lain. Kelima, Rudolf von

Jhering dalam “Der Zweck Im Recht” 1877-1882. Hukum adalah keseluruhan peraturan

yang memaksa yang berlakku dalam suatu negara. Keenam, Plato. Hukum merupakan

peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat. Ketujuh,

ArisToteles. Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat

masyarakat tetapi juga hakim. Kedelapan, Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum,

Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional” (1976:15): Pengertian hukum yang memadai

harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas

yang mengatur kehidupan manusia dalam masyrakat, tetapi harus pula mencakup lembaga

(institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan

(http://putracenter.net)

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia ada empat pengertian, (1) peraturan atau adat

yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah;(2)

Undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; (3) patokan

(kaidah, tertentu) mengenai peristiwa (alam dsb) yang tertentu, (4) keputusan

Page 23: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

22

(pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan); vonis

(http://kamusbahasaindonesia.org/hukum)

Kata hukum berasal dari bahasa Arab hukm yang berarti putusan (judgement) atau

ketetapan (provision). Dalam buku Ensiklopedi Hukum Islam, hukum berarti menetapkan

sesuatu atau meniadakannya (Hafiz 1997, hlm. 571) Sementara dalam A Dictionary of Law

dijelaskan tentang pengertian hukum sebagai berikut:

“Law is the enforceable body of rules that govern any society or one of the rules making up

the body of law, such as Act of Parliament”(Elizabeth 1997, hlm. 259)

Artinya: “Hukum adalah suatu kumpulan aturan yang dapat dilaksanakan untuk mengatur/

memerintah masyarakat atau aturan apa pun yang dibuat sebagai suatu aturan

hukum seperti tindakan dari Parlemen.”

Bagi kalangan muslim, jelas yang dimaksudkan sebagai hukum adalah Hukum

Islam, yaitu keseluruhan aturan hukum yang bersumber pada Alquran dan untuk kurun

zaman tertentu lebih dikonkretkan oleh Nabi Muhammad dalam tingkah laku Beliau yang

lazim disebut Sunnah Rasul. Di dalam Alquran dan al-Sunnah tidak ditemukan istilah al-

hukm al-Islam, yang digunakan adalah kata syari’at yang dalam penjabarannya kemudian

lahir istilah fiqh (Rofiq 1995, hlm. 3)

Sementara itu Rifyal Ka’bah9 mengemukakan bahwa hukum Islam adalah

terjemahan dari istilah Syariat Islam (asy-syari’ah al-Islamiyyah) atau figh (al-Fiqh al-

Islami). Syariat Islam dan figh Islam adalah dua buah istilah otentik Islam yang berasal dari

perbendaharaan kajian Islam sejak lama. Kedua istilah ini dipakai secara bersamaan atau

silih berganti di Indonesia dari dahulu sampai sekarang dengan pengertian yang kadang-

kadang berbeda, tetapi juga sering mirip. Hal ini sering menimbulkan kerancuan-kerancuan

di kalangan masyarakat bahkan diantara para ahli.

Hasbi Ash-Shiddieqi memberikan defenisi bahwa hukum Islam adalah koleksi daya

upaya para ahli hukum untuk menerapkan syari’at atas kebutuhan masyarakat (Syarifuddin

1993, hlm.18) Dalam khasanah ilmu hukum di Indonesia, istilah hukum Islam dipahami

sebagai penggabungan dua kata, hukum dan Islam. Hukum adalah seperangkat peraturan

tentang tindak tanduk atau tingkah laku yang diakui oleh suatu negara atau masyarakat

yang berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya.10 Kemudian kata hukum disandarkan

kepada kata Islam. Jadi dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah peraturan yang9 Ulusan berikut dikutif dan disarikan dari, Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia,Buletin

Dakwah, 19 Mei 2006.

Page 24: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

23

dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku Mukallaf

yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam (Syarifuddin, op.cit.,

hlm.18)

Pelaksanaan Hukum Islam di Indonesia

Sejarah hukum Islam di Indonesia pernah mengakar sebelum masuknya kolonialisasi di

Indonesia. Masa ini terjadi pada masa kerajaan-kerajaan Islam ke Indonesia yang

memberlakukan hukum Islam dan corak pemerintahan Islam (Gani 1983, hlm. 20) Proses

Islamisasi hukum Islam terjadi pada awalnya dilakukan oleh saudagar-saudagar Arab dan

masyrakat Indonesia dengan cara kontak dagang dan perkawinan. Kontak dagang dan

perkawinan dengan orang Indonesia dilakukan berdasarkan kaedah-kaedah nilai-nilai Islam

yang disesuaikan dengan budaya setempat. Pembentukan keluarga Islam inilah kemudian

menjadi masyarakat Islam Indonesia.

Setelah hukum Islam mengakar kemudian tugas saudagar digantikan oleh ulama

untuk melaksanakan syiar Islam di Indonesia, dari ulama inilah kemudian raja-raja belajar

Islam dan selanjutnya memberlakukan hukum Islam walaupun tidak secara penuh (Hamka

1961, hlm. 53) Hukum Islam berlaku setapak demi setapak tanpa paksaan dan tanpa

menimbulkan bentrokan dengan budaya dan adat asli Indonesia yang telah lama hidup,

bukan dengan cara penaklukan atau “Par Conques” akan tetapi hukum Islam dapat

diterima oleh masyarakat Indonesia dengan bijaksana, penetrasi damai dan menghargai

budaya asli Indonesia.

Transformasi sosial yang bercorak Islam ini kemudian diberlakukan oleh raja-raja

di Indonesia. Hukum Islam diberlakukan oleh raja-raja dengan cara mengangkat ulama-

ulama untuk menyelesaikan sengketa. Bentuk peradilannya berbeda-beda tergantung

bentuk peradilan adat. Karena pelaksanaan peradilan yang bercorak Islam dilakukan

dengan cara mencampurkan (mengawinkan) dengan bentuk peradilan adat di Indonesia

pada kerajaan-kerajaan di Jawa pada pelaksanaannya ahli hukum Islam memilki tempat

yang terhormat yang kemudian dikenal dengan sebutan penghulu dimana tugasnya di

samping sebagai ulama juga menyelesaikan perkara-perkara perdata, perkawinan dan

kekeluargaan yang prosesnya diselesaikan di masjid (Ali 1984, hlm.6)

10McDonald menggambarkan hukum Islam itu sebagai pengetahuan tentang semua hal baik bersifat manusiawi maupun ketuhanan, Development of Muslim Theology, Jurisprudence and Constitutional Theory, Khayats Oriental Reprints No. 10. Beirut, 1965, hlm. 66.

Page 25: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

24

Hukum Islam di Indonesia lahir dari hasil perkawinan antara hukum Islam normatif

(syari’ah) dengan muatan-muatan lokal Indonesia. Oleh karenanya untuk melihat hukum

Islam di Indonesia secara utuh, penggunaan perspektif historis sangatlah penting. Sejarah

pemberlakuan hukum Islam di Indonesia terbagi menjadi tiga periode yaitu sebagai berikut:

Pertama Masa Kerajaan, sebelum Islam datang ke Indonesia, di Indonesia telah ada dua

macam peradilan, yakni peradilan pradata dan peradilan padu. Peradilan pradata yang

mengurusi perkara-perkara yang menjadi urusan raja dan peradilan padu yang mengurusi

perkara-perkara yang bukan menjadi urusan agama. Dilihat dari segi materi hukumnya,

pengadilan pradata bersumber pada hukum Hindu, sedangkan pengadilan padu berdasarkan

pada hukum Indonesia asli. Selain berbeda sumbernya, dua macam pengadilan tersebut

juga berbeda lingkungan kekuasaannya. Aturan-aturan hukum pradata dilukiskan dalam

Papakem atau kitab hukum sehingga menjadi hukum tertulis, sedangkan hukum padu

bersumber pada hukum kebiasaan dalam praktik sehari-hari, sehingga merupakan hukum

tidak tertulis (Departemen Agama 2004, Hlm. 303-304)

Setelah Islam masuk ke Indonesia dan berdirilah beberapa kerajaan Islam, maka

saat periode ini hukum Islam berlaku secara penuh terhadap orang Islam karena mereka

memeluk agama Islam yang lebih dikenal dengan teori Receptie in complexu. Ini terjadi

sejak adanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sampai zaman VOC. Untuk masuk

kepada sejarah kerajaan-kerajaan Islam dimaksud ada 3 teori tentang masuknya Islam ke

Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Menemukan

Sejarah dikemukakan teori-teori sebagai berikut:

1. Teori Gujarat

Teori ini berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13 dan

pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay) India. Dasar dari teori ini adalah:

a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di

Indonesia;

b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia-

Cambai-Timur Tengah-Eropa;

c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik al-Saleh tahun 1297 yang

bercorak khas Gujarat.

Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF. Stutterheim dan Bernard

H.M.Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat lebih memusatkan perhatiannya

Page 26: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

25

kepada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudera Pasai. Hal

ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Vanesia (Italia) yang pernah singgah ke

Peureulak tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Peureulak sudah banyak penduduk yang

memeluk agama Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan agama

Islam.

2. Teori Makkah

Teori ini muncul sebagai sanggahan terhadap teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat

bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari bangsa

Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah:

a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat

perkampungan Islam (Arab) dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah

mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke 4. Hal ini juga sesuai dengan

berita Cina;

b. Kerajaan Samudera Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, pengaruh mazhab Syafi’i

terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Makkah, sedangkan Gujarat/India

penganut mazhab Hanafi;;

c. Raja-raja Samudera Pasai menggunakan gelar al-Malik, gelar tersebut berasal dari

Mesir.

Pendukung teori ini adalah Hamka, van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang

mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 telah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi

masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar

terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.

3. Teori Persia

Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke 13 dan pembawanya

berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya

masyarakat Islam Indonesia seperti:

a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husien cucu

Nabi Muhammad saw, yang sangat dijunjung oleh orang syi’ah/Islam Iran. Di

Sumatera Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut.

Sedangkan di Pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur syuro.

b. Kesamaan ajaran Syufi yang dianut Syaikh Seti Jennar dengan Syufi dari Iran yaitu

al-Hallaj;

Page 27: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

26

c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda

bunyi Harakat;

d. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik;

e. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah

satu pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husien dan P.A. Husien Jayadiningrat.

Ketiga teori tersebut pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan

kelemahan masing-masing. Maka dapat disimpulkan dari ketiga teori tersebut dapatlah

disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke 7 dan

mengalami perkembangannya pada abad ke 13. Sebagai pemegang peranan dalam

penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).

Sejarah telah membuktikan bahwa beberapa kerajaan-kerajaan Islam Indonesia

telah memberlakukan hukum Islam secara penuh di antaranya adalah:

Pertama, Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan initelah memberlakukanhukum Islam secara

penuh terhadap orang Islam. Mengenai awal dan tahun berdirinya kerajaan ini tidak

diketahui dengan pasti. Akan tetapi menurut Prof. A. Hasyim berdasarkan naskah tua yang

berjudul Izharul Haq yang ditulis oleh al-Tashi dikatakan bahwa sebelum Samudera Pasai

berkembang sudah ada pusat pemerintahan Islam di Peureulak (Perlak) pada pertengahan

abad ke-9.

Perlak berkembang sebagai pusat perdagangan, tetapi setelah keamanannya tidak

stabil maka banyak pedagang yang mengalihkan kegiatannya ketempat lain yakni ke Pasai,

akhirnya Perlak mengalami kemunduran. Dengan kemunduran Perlak maka tampillah

seorang penguasa lokal yang bernama Marah Silu dari Samudera yang berhasil

mempersatukan daerah Samudera dan Pasai. Dan kedua daerah tersebut dijadikan sebuah

kerajaan dengan nama Samudera Pasai.

Kerajaan Samudera Pasai terletak di Lhokseumauwe, Aceh Utara yang berbatasan

dengan Selat Malaka. Posisi Samudera Pasai sangat strategis karena terletak dijalur

perdagangan Internasional yang melewati Selat Malaka. Dengan kondisi itu Samudera

Pasai berkembang menjadi kerajaan Islam yang cukup kuat, dan di pihak lain Samudera

Pasai berkembang sebagai bandar transito yang menghubungkan para pedagang Islam yang

datang dari barat dan para pedagang Islam yang datang dari arah timur. Keadaan ini

mengakibatkan Samudera Pasai mengalami perkembangan yang cukup pesat pada masa itu

baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Page 28: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

27

Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik al-Saleh

sebagai raja pertama yang memerintah tahun 1285-1297. Pada masa pemerintahannya

datang seorang musafir dari Vanetia (Italia) tahun 1292 yang bernama Marcopolo, melalui

catatan perjalanan Marcopolo-lah maka dapat diketahui bahwa raja Samudera Pasai

bergelar Sultan. Setelah sultan Malik al-Saleh wafat, maka pemerintahannya digantikan

oleh keturunannya yaitu Sultan Muhammad yang bergelar Sultan Malik al-Tahir (1297-

1326). Pengganti Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik

al-Tahir II (1326-1348). Pada masa ini pemerintahan Samudera Pasai berkembang pesat

dan terus menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab.

Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batu-lah seorang utusan dari Sultan Delhi tahun

1345 dapat diketahui bahwa Samudera Pasai merupakan pelabuhan yang penting da

istananya disusun dan diatur secara India dan Fatihnya bergelar Amir.

Pada masa selajutnya pemerintahan Samudera Pasai tidak banyak diketahui karena

pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir III kurang

begitu jelas. Menurut sejarah Melayu, kerajaan Samudera Pasai diserang oleh kerajaan

Siam. Dengan demikian karena tidak adanya data sejarah yang lengkap, maka runtuhnya

Samudera Pasai tidak diketahui secara jelas.

Hukum Islam sudah mulai diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat Islam

Indonesia pada saat itu. Meski didominasi oleh fiqh Syafi’iyah karena lebih dekat dengan

kepribadian Indonesia. Namun lambat laun pengaruh mazhab Hanafy mulai diterima.

Penerimaan dan pelaksanaan hukum Islam sudah bahkan diberlakukan secara resmi sebagai

hukum negara. Misalnya di Aceh atau pada saat pemerintahan Sultan Agung, hukum Islam

telah diberlakukan walau masih tampak sederhana (Wahid 1991, hlm; 229-230)

Kedua, Kerajaan Demak. Demak pada masa sebelumnya sebagai suatu daerah yang

dikenal dengan nama Bintoro atau GelagahWangi yang merupakan daerah Kadipaten

dibawah kekuasaaan Majapahit. Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Fatah

salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) yaitu Raja Majapahit.

Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak berkembang sebagai kota dagang

dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk

melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit.

Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di

pulau Jawa yang dipimpin rajanya Raden Fatah. Kerajaan Demak secara geografis terletak

Page 29: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

28

di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya didaerah Bintoro di muara sungai Demak,

yang dikelilingi daerah rawa yang luas diperairan laut Muria. Sekarang laut Muria sudah

merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi.

Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara. Bergola

adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa

Syailendara), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi

kerajaan Demak. Lokasi kerajaan Demak sangat strategis untuk perdagangan nasional,

karena menghubungkan perdagangan anatara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia

bagian Timur, serta keadaan Majapahit yang sudah hancur, maka Demak berkembang

sebagai kerajaan besar di pulau Jawa dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Fatah. Ia

bergelar Sultan Alam Akbar al-Fatah (1500-1518).

Pada masa pemerintahannya, Demak memiliki peranan yang penting dalam rangka

penyebaran agama Islam khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil menggantikan

peranan Malaka setelah jatuh ke tangan Portugis (1511). Kehadiran Portugis di Malaka

merupakan ancaman bagi Demak di pulau Jawa. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka

pada tahun 1513, Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka yang

dipimpin oleh Adipati Unus atau terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.

Serangan Demak terhadap Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak

tetap berusaha membendung masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan

Adipati Unus (1518-1521), Demak melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka

sehingga Portugis kekurangan makanan.

Puncak kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521-

1546) karena pada masa pemerintahannya Demak memiliki kekuasaan yang luas dari Jawa

Barat sampai Jawa Timur. Daerah kekuasaan Demak berhasil dikembangkan anatar lain

karena Sultan Trenggono melakukan penyerangan terhadap daerah-daerah kerajaan-

kerajaan Hindu yang mengadakan hubungan dengan Portugis seperti Sunda Kelapa

(Pajajaran) dan Blambangan.

Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan

budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam. Sebagai pusat

penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga,

Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar. Para wali tersebut memiliki peranan yang

penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi

Page 30: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

29

penasehat bagi Raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara

raja/bangsawan-para wali/ulama dengan rakyat.

Hubumgan erat tersebut tercipta melalui pembinaan masyarakat baik pembinaan

agama maupun pembinaan sosial yang diselenggarakan di masjid maupun pondok

pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau ukhuwah islamiyah (persaudaraan di antara

orang-orang Islam).

Ketiga, Kerajaan Banten. Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi tentang

kerajaan Demak, bahwa daerah ujung barat pulau Jawa yaitu Banten dan Sunda Kelapa

dapat direbut oleh Demak, di bawah pimpinan Fatahillah, daerah tersebut berada dibawah

kekuasaan Demak. Setelah Banten di-Islamkan oleh Fatahillah maka daerah Banten

diserahkan kepada putranya yang bernama Hasanuddin, sedangkan Fatahillah sendiri

menetap di Cirebon dan lebih menekuni keagamaan. Dengan diberikannya Banten kepada

Hasanuddin, maka Hasanuddin meletakkan dasar-dasar pemerintahan kerajaan Banten dan

mengangkat dirinya sebagai raja pertama yang memerintah pada tahun 1552-1570.

Lokasi kerajaan Banten terletak di wilayah Banten sekarang, yaitu di Tepi Timur

Selat Sunda yang strategis dan sangat ramai untuk perdagangan nasional. Pada masa

pemerintahan Hasanuddin, Banten dapat melepaskan diri dari kerajaan Demak, sehingga

Banten dapat berkembang cukup pesat dalam berbagai bidang kehidupan.

Berkembangnya kerajaan Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja yang

memerintah di Banten, dan selain Banten berusaha melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan

Demak, Banten juga berusaha memperluas kekuasaannya di Jawa Barat yaitu menduduki

Pajajaran pada tahun 1519. Dengan dikuasainya Pajajaran, maka seluruh daerah Jawa Barat

berada dibawah kekuasaan Banten. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Raja

Panembahan Yusuf. Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad, perluasan wilayah

Banten diteruskan ke Sumatera yaitu berusaha menguasai daerah-daerah yang banyak

menghasilkan lada seperti Lampung, Bengkulu dan Palembang. Lampung dan Bengkulu

dapat dikuasai Banten, tetapi Palembang mengalami kegagalan, bahkan Maulana

Muhammad meninggal ketika melakukan serangan ke Palembang.

Dengan dikuasainya pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa Barat dan beberapa

daerah di Sumatera, maka kerajaan Banten semakin ramai untuk perdagangan, bahkan

berkembang sebagai kerajaan maritim. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan

Ageng Tirtayasa. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng, Banten mencapai puncak

Page 31: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

30

keemasannya karena sebagai kerajaan maritim, Banten menjadi pusat perdagangan yang

didatangi oleh berbagai bangsa seperti Arab, Cina, India, Portugis dan Belanda. Pada masa

pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa ini juga berhasil menyatukan hukum Islam dan

hukum adat sehingga tidak ada beda diantara keduanya (Rofiq 1995, hlm. 13).

Belanda pada awal datangnya ke Indonesia, mendarat di Banten pada tahun 1596,

tetapi karena kesombongannya para pedagang Belanda tersebut diusir dari Banten dan

menetap di Jayakarta. Di Jayakarta Belanda mendirikan kongsi dagang (VOC) tahun 1602

bahkan setelah itu mendirikan benteng dan akhirnya menetap dan mengubah nama

Jayakarta menjadi Batavia tahun 1619.

Adanya kekuasaan Belanda di Batavia menjadi saingan bagi Banten dalam

perdagangan. Persaingan tersebut berubah menjadi pertentangan politik, sehingga Sultan

Ageng Tirtayasa sangat anti kepada VOC, sampai memerintahkan untuk perang gerilya dan

perampokan terhadap Belanda di Batavia. Akibat tindakan tersebut Belanda menjadi

kewalahan menghadapi Banten. Untuk itu Belanda mengadakan politik adu domba (Devide

et Impera) antara Sultan Ageng dengan putranya yaitu Sultan Haji.

Akibat politik adu domba tersebut, maka terjadilah perang saudara di Banten,

sehingga Belanda dapat ikut campur dalam perang saudara tersebut. Belanda memihak

kepada Sultan Haji yang akhirnya perang tersebut dimenangkan oleh Sultan Haji. Dengan

kemenangan tersebut, Sultan Ageng ditawan dan dipenjarakan di Batavia sampai

meninggal pada tahun 1692. Konsekwensi bantuan Belanda terhadap Sultan Haji maka

Banten harus membayar mahal dengan penandatanganan perjanjian oleh Sultan Haji

dengan VOC pada tahun 1684. Perjanjian tersebut sangat memberatkan dan merugikan

kerajaan Banten, sehingga Banten kehilangan kendali atas perdagangan bebasnya, karena

Belanda sudah memonopoli perdagangan di Banten. Akibat terberatnya adalah kehancuran

kerajaan Banten karena VOC/Belanda mengatur dan mengendalikan kekuasaan raja

Banten. Raja-raja sejak saat itu berfungsi sebagai boneka.

Dibidang ekonomi kerajaan Banten terletak di ujung barat pulau Jawa dan di tepi

Selat Sunda merupakan jalur lalu-lintas pelayaran dan perdagangan khususnya setelah

Malaka jatuh tahun 1511, menjadikan Banten sebagai pelabuhan yang ramai dikunjungi

oleh para pedagang dari berbagai bangsa. Pelabuhan Banten juga cukup aman, sebab

terletak disebuah teluk yang terlindungi oleh Pulau Panjang dan di samping itu Banten juga

merupakan daerah penghasil ekspor seperti lada. Selain perdagangan kerajaan Banten juga

Page 32: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

31

meningkatkan kegiatan pertanian dengan memperluas areal sawah dan ladang serta

membangun bendungan dan irigasi. Kemudian membangun terusan untuk memperlancar

arus pengiriman barang dari pedalaman ke pelabuhan.

Kehidupan masyarakat Banten yang berkecimpung dalam dunia pelayaran,

perdagangan dan pertanian mengakibatkan masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat

terbuka karena bergaul dengan pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa. Para

pedagang lain tersebut banyak yang menetap dan mendirikan perkampungan di Banten,

seperti perkampungan Keling, perkampungan Pekoyan (Arab), perkampungan Pecinan

(Cina) dan sebagainya. Di samping perkampungan seperti tersebut di atas, ada

perkampungan yang dibentuk berdasarkan pekerjaan seperti kampung Pande (para pandai

besi), kampung Panjunan (kampung pembuat pecah belah).

Dengan adanya perkampungan tersebut, membuktikan bahwa kehidupan

masyarakatnya teratur dan berlangsung dengan baik bahkan kehidupan masyarakat Banten

dipengaruhi ajaran Islam. Ini dibuktikan dengan adanya akulturasi kebudayaan antara

Hindu, Islam dan Eropa.

Keempat, Kerajaan Mataram. Pada awal perkembangannya kerajaan Mataram

adalah daerah kadipaten yang dikuasai oleh Ki Gede Pamanahan. Daerah tersebut diberikan

oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yaitu raja Pajang kepada Ki Gede Pamanahan

atas jasanya membantu mengatasi perang saudara di Demak yang menjadi latar belakang

munculnya kerajaan Pajang.

Ki Gede Pamanahan memiliki putra bernama Sutawijaya yang juga mengabdi

kepada raja Pajang sebagai komando pasukan pengawal raja. Setelah Ki Gede Pamanahan

meninggal tahun 1575, maka Sutawijaya menggantikannya sebagai Adipati di Kota Gede

tersebut.

Setelah pemerintahan Hadiwijaya di Pajang berakhir, maka kembali terjadi perang

saudara antara Pangeran Benowo putra Hadiwijaya dengan Arya Pangiri, Bupati Demak

yang merupakan keturunan dari Raden Trenggono. Akibat dari perang saudara tersebut,

maka banyak daerah yang dikuasai Pajang melepaskan diri, sehingga hal inilah yang

mendorong Pangeran Benowo meminta bantuan kepada Sutawijaya. Maka atas bantuan

Sutawijaya tersebut perang saudara tersebut dapat di atasi dank arena ketidak-mampuannya

maka secara sukarela Pangeran Benowo menyerahkan tahtanya kepada Sutawijaya. Dengan

Page 33: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

32

demikian berakhirlah kerajaan Pajang dan sebai kelanjutannya muncullah kerajaan

Mataram.

Lokasi kerajaan Mataram tersebut berada di Jawa Tengah bagian Selatan dengan

pusatnya di kota Gede yaitu disekitar kota Yogyakarta sekarang. Sedangkan pendiri

kerajaan Mataram adalah Sutawijaya yang bergelar Panembahan Senopati, memerintah

pada tahun 1586-1601. Pada awal pemerintahannya ia berusaha menundukkan daerah-

daerah seperti Ponorogo, Madiun, Pasuruan dan Cirebon serta Galuh. Sebelum usahanya

untuk memperluas dan memperkuat kerajaan Mataram, Sutawijaya digantikan oleh

putranya yaitu Mas Jolang yang bergelar Sultan Anyakrawati tahun 1601-1613.

Sebagai raja Mataram ia juga berusaha meneruskan apa yang telah dilakukan oleh

Panembahan Senopati untuk memperoleh kekuasaan Mataram dengan menundukkan

daerah-daerah yang melepaskan diri dari Mataram. Akan tetapi sebelum usahanya selesai

Mas Jolang meninggal tahun 1613 dan dikenal dengan sebutan Panembahan Sedo Krapyak.

Untuk selanjutnya yang menjadi raja Mataram adalah Mas Rangsang yang bergelar Sultan

Agung Senopati Ing Alogo Ngabdurrahman yang memerintah tahun 1613-1645.

Sultan Agung merupakan raja terbesar. Pada masa pemerintahannya Mataram

mencapai puncaknya, karena ia seorang raja yang pemberani, cakap dan bijaksana. Pada

saat itu Sultan Agung memindahkan Mataram yang pada mulanya berada di Kerta

kemudian dipindahkan ke Plered. Sultan Agung bercita-cita mempersatukan seluruh pulau

Jawa dibawah kekuasaan Mataram. Maka pada tahun 1625 hampir seluruh pulau Jawa

dikuasainya kecuali Batavia dan Banten. Dalam rangka mempersatukan itu ditempuh

beberapa cara di antaranya melalui ikatan perkawinan antara adipati-adipati dengan putri-

putri Mataram, bahkan sultan Agung sendiri menikah dengan putrid Cirebon sehingga

daerah Cirebon juga mengakui kekuasaan Mataram.

Di samping mempersatukan berbagai daerah-daerah di pulau Jawa, sultan Agung

juga berusaha mengusir VOC/Belanda dari Batavia. Untuk itu sultan Agung melakukan

penyerangan terhadap VOC ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629 akan tetapi penyerangan

tersebut mengalami kegagalan. Penyebab kegagalan itu antara lain karena jarak tempuh

dari pusat Mataram ke Batavia terlalu jauh, kira-kira membutuhkan waktu 1 bulan untuk

berjalan kaki, sehingga bantuan tentara sulit diharapkan dalam waktu singkat. Dan daerah-

daerah yang dipersiapkan untuk mendukung pasukan sebagai lumbung padi yaitu Kerwang

dan Bekasi dibakar oleh VOC/Belanda, sebagai akibatnya pasukan Mataram kekurangan

Page 34: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

33

bahan makanan. Dampak pembakaran lumbung padi maka tersebar wabah penyakit yang

menjangkiti pasukan Mataram, sedangkan pengobatan belum sempurna. Hal inilah yang

menimbulkan korban dari pasukan Mataram. Di samping itu juga sitem persenjataan

Belanda lebih unggul dibandingkan pasukan Mataram.

Walaupun penyerangan terhadap Batavia gagal namun sultan Agung tetap berusaha

memperkuat penjagaan terhadap daerah-daerah yang berbatasan dengan Batavia, sehingga

pada masa pemerintahannya VOC sulit menembus masuk ke pusat pemerintahan Mataram.

Setelah wafatnya sultan Agung tahun 1645, Mataram tidak memiliki raja-raja yang

cakap dan berani seperti sultan Agung, bahkan putranya sendiri yaitu Amangkurat I dan

cucunya Amangkurat II merupakan raja-raja yang lemah. Kelemahan raja-raja Mataram

setelah sultan Agung dimanfaatkan oleh penguasa daerah untuk melepaskan diri dari

kekuasaan Mataram juga VOC. Akhirnya VOC berhasil juga menembus ke ibu kota

dengan cara mengadu domba sehingga kerajaan Mataram berhasil dikendalikan VOC.

Bukti berhasilnya VOC dengan politik devide et impera, kerajaan Mataram terbelah

dua melalui perjanjian Gianti tahun 1755. Sehingga Mataram yang luashampir meliputi

seluruh pulau Jawa akhirnya terpecah belah menjadi 2 wilayah kerajaan yaitu:

1. Kesultanan Yogyakarta, dengan Mangkubumi sebagai raja yang bergelar Sultan

Hamengkubuwono I;

2. Kesunanan Surakarta yang diperintah oleh Sunan Paku Buwono III.

Belanda ternyata belum puas memecah belah kerajaan Mataram. Akhirnya melalui

politik devide et impera kembali pada tahun 1757 diadakan perjanjian Salatiga. Mataram

terbagi 4 wilayah, yaitu sebagian Surakarta diberikan kepada Mangkunegara selaku Adipati

tahun 1757, kemudian sebagian Yogyakarta juga diberikan kepada Paku Alam selaku

Adipati tahun 1813.

Letak kerajaan Mataram di padalaman, maka Mataram berkembang sebagai

kerajaan agraris yang menekankan dan mengandalkan bidang pertanian. Sekalipun

demikian kegiatan perdagangan tetap diusahakan dan dipertahankan, karena Mataram juga

menguasai daerah-daerah pesisir yang mata pencariannya sebagai pelayaran dan

perdagangan.

Sebagai kerajaan agraris, maka masyarakat Mataram disusun berdasarkan sistem

Feodalisme. Dengan sistem tersebut maka raja adalah pemilik tanah kerajaan beserta

isinya. Untuk melaksanakan pemerintahannya, raja dibantu oleh seperangkat pegawai dan

Page 35: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

34

keluarga istana yang mendapatkan upah atau gaji berupa tanah lungguh atau tanah garapan.

Sultan memiliki kedudukan tinggi juga dikenal sebagai Panatagama yaitu sebagai pengatur

agama.

Kelima, Kerajaan Gowa-Tallo. Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat beberapa

kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Masing-masing

kerajaan tersebut membentuk persekutuan mereka masing-masing. Salah satunya adalah

kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan

kerajaan yang lebih dikenal dengan sebwutan kerajaan Makasar. Nama Makasar

sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai

nama ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis daerah Sulawesi Selatan

memiliki posisi yang sangat strategis karena berada dijalur pelayaran (perdagangan

nasional). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang

berasal dari Indonesia Timur maupun berasal dari Indonesia Barat. Dengan posisi strategis

tersebut maka kerajaan Makasar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas

jalur perdagangan nusantara.

Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Rebandang dari

Sumatera, sehingga pada abad ke 17 agam Islam berkembang pesat di Sulewesi Selatan,

bahkan raja Makasar pun memeluk agam Islam. Raja Makasar pertama yang memeluk

agama Islam adalah Karaeng Matoaya (raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang

memerintah Makasar pada tahun 1593-1639 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (raja Tallo)

sebagai Mangkubumi yang bergelar Sultan Abdullah.

Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan

maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Malekul Said (1639-1653).

Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai masa kebesarannya pada masa pemerintahan

Sultan Hasanuddin (1653-1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil

memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yanh subur

serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Perluasan

daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.

Sultan Hasanuddin sangat menentang dominasi asing dalam hal ini VOC yang telah

berkuasa di Ambon, sehingga terjadi perperangan di daerah Maluku yang memporak

porandakan pasukan Belanda dan atas keberaniannya Belanda memberikan julukan sebagai

Ayam Jantan dari Timur.

Page 36: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

35

Belanda kembali menggunakan politik adu domba antara Makasar dengan kerajaan

Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone Aru Palaka yang merasa dijajah oleh

Makasar meminta bantuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari Makasar. Akhirnya

persekutuan itu mengakibatkan Belanda dapat menguasai kerajaan Makasar yang

kemudian melahirkan perjanjian Bongaya tahun 1667 yang berisi antara lain:

1. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar;

2. Belanda dapat mendirikan Benteng di Makasar;

3. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau

diluar Makasar;

4. Aru Palaka di akui sebagai raja Bone.

Perlawanan Makasar terus dilakukan sampai kepada pengganti Sultan Hasanuddin

yaitu Mapasomba (putra Hasanuddin) sehingga memaksa Belanda mengerahkan pasukan

secara besar-besaran yang mengakibatkan berakhirnya kerajaan Makasar.

Di samping letak yang strategis, kerajaan Malaka memiliki pelabuhan yang baik

dan didukung oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan

banyak pedagang-pedagang pindah ke Indonesia Timur. Sebagai pusat perdagangan,

Makasar berkembang sebagai pelabuhan Internasional dan banyak disinggahi pedagang-

pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk

berdagang di Makasar.

Dalam mencapai kehidupannya masyarakat Makasar memiliki kebebasan walaupun

mereka juga sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma

kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut

pangadakkang. Di Wajo misalnya, hukum waris menggunakan hukum Islam dan hukum

adat, keduanya menyatu dan hukum adat itu menyesuaikan diri dengan hukum Islam (Rofiq

1995, hlm. 13)

Keenam, Kerajaan Ternate–Tidore. Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di

kepulauan Maluku yang berada antara Pulau Sulawesi dan Irian. Pulaunya berjumlah

ratusan dan berbentuk bergunung-gunung yang sangat subur. Keadaan Maluku yang subur

dan diliputi oleh hutan rimba, maka daerah Maluku terkenal sebagai penghasil rempah

seperti cengkeh dan pala.

Cengkeh dan pala merupakan komoditi perdagangan rempah-rempah yang terkenal

pada masa itu, sehingga pada abad 12 ketika permintaan rempah-rempah sangat meningkat,

Page 37: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

36

maka masyarakat Maluku mulai mengusahakan perkebunan dan tidak hanya mengandalkan

hasil dari hutan.

Perkebunan cengkeh banyak terdapat dikepulauan Buru, Seram dan Ambon. Dalam

rangka mendapatkan rempah-rempah tersebut, banyak pedagang-pedagang yang datang ke

kepulauan Maluku. Salah satunya pedagang Islam dari Jawa Timur. Dengan demikian

melalui jalur perdagangan tersebut agama Islam masuk ke Maluku, khususnya daerah-

daerah perdagangan seperti Hitu di Ambon, Ternate dan Tidore. Selain melalui

perdagangan, penyebaran Islam di Maluku dilakukan oleh para mubaligh (penceramah)

dari Jawa, salah satunya Mubaligh yang terkenal yaitu Maulana Hussain dari Jawa Timur

yang sangat aktif menyebarkan Islam di Maluku sehingga pada abad 15 Islam sudah

berkembang pesat di Maluku.

Dengan berkembangnya Islam di kepulauan Maluku, maka rakyat Maluku baik dari

kalangan atas atau rakyat umum memeluk agama Islam, sebagai contohnya raja Ternate

yaitu Sultan Marhum, bahkan putra mahkotanya yaitu Sultan Zaenal Abidin pernah

mempelajari Islam di pesantren Sunan Giri, Gresik, Jawa Timur sekitar abad 15. Dengan

demikian di Maluku banyak berkembang kerajaan-kerajaan Islam.

Kepulauan Maluku adalah penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Rempah-

rempah tersebut menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran dan perdagangan pada

abad 15 -17. Demi kepentingan penguasaan perdagangan rempah-rempah tersebut maka

terbentuklah persekutuan Ulilima (Ternate, Obi, Bacan, Seram dan Ambon) dan

Ulisiwa(Tidore, Makayan, Jailolo dan pulau-pulau yang terletak di kepulauan Halamhera

sampai Irian Barat).

Antara persekutuan ini terjadi persaingan yang diperparah dengan datangnya

Portugis (1512) dengan misi penguasaan perdagangan dan penyebaran agama Katolik yang

kemudian bersekutu dengan Ternate dan Spanyol yang bersekutu dengan Tidore.

Persaingan tersebut menyebabkan perperangan yang melibatkan kedua sekutu yang

akhirnya dimenangkan oleh kerajaan Ternate yang dibantu Portugis. Keterlibatan Spanyol

dan Portugis dalam peperangan antara Ternate dan Tidore ini menyebabkan Paus turun

tangan mendamaikan dengan mengeluarkan dekrit yang berjudul Inter Caetera Devinae

yang berarti Keputusan Ilahi pada tahun 1494 di Thordessilas yang kemudian dikenal

dengan Perjanjian Thordessilas. Dan selanjutnya setelah adanya persoalan Maluku, kembali

Paus mengeluarkan dekrit kedua yang disebut Perjanjian Saragosa 1528.

Page 38: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

37

Kedua perjanjian tersebut pada intinya menetapkan garis batas kekuasaan antara

Portugis (garis Selatan) dan Spanyol (garis Utara). Hasil dari Perjanjian Saragosa tersebut

menyebabkan Portugis tetap berkuasa di Maluku, sementara Spanyol harus meninggalkan

Maluku dan berkonsentrasi di Philipina.

Portugis semakin berkuasa dan semakin menunjukkan keserakahannya untuk

menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Tindakan sewenang-

wenang ini melahirkan kebencian rakyat Ternate bahkan bersama-sama rakyat Tidore dan

rakyat di pulau-pulau lainnya bersatu melawan Portugis. Perlawanan pertama sekali

dipimpin oleh Sultan Hairun dari Ternate dan berhasil mengepung benteng Portugis. Dalam

keadaan terkepung Portugis menawarkan perundingan yang sesungguhnya merupakan

siasat untuk membunuh Sultan Hairun. Dengan terbunuhnya Sultan Hairun ternyata

menambah kebencian rakyat Maluku dan kembali menyerang Portugis yang dipimpin oleh

Sultan Baabullah pada tahun 1575 sehingga dapat menguasai benteng Sao Paolo Portugis

serta menyebabkan Portugis menyerah bahkan meninggalkan Maluku.

Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah 1570-1583 kerajaan Ternate mencapai

kejayaannya karena daerah kekuasaannya meluas terbentang dari Sulawesi sampai Irian

dan Mindanau sampai Bima, sehingga Sultan Baabullah mendapat julukan Tuan dari 72

Pulau.

Secara yuridis raja-raja di Indonesia memberlakukan hukum Islam akan tetapi tidak

dalam konteks peraturan atau perUndang-undangan kerajaan. Hukum Islam diberlakukan

dalam konteks ijtihad ulama, permasalahan-permasalahan yang terjadi terkadang tidak bisa

diselesaikan oleh perUndang-undangan kerajaan, maka ditanyakan kepada ulama. Saat

itulah ulama melakukan ijtihad atau menyandarkan pendapatnya kepada kitab-kitab fiqh.

Dengan pola ini mazhab Imam Syafi’ei, Hanafi, Maliki dan Hambali berkembang di

Indonesia hingga saat ini (Ali 1990, hlm. 189)

Walaupun kurang terpupuk dengan secara baik hukum Islam pada masa kerajaan

Islam (sebelum era penjajahan) merupakan fase penting dalam sejarah hukum Islam di

Indonesia. Hal itu disebabkan bahwa setelah kerajaan Hindu dan Budha runtuh dan

digantikan dengan sistem kerajaan Islam (kesultanan), secara realistis hukum Islam telah

eksis secara formal sebagai hukum positif disebagian wilayah kepulauan Nusantara pada

waktu itu. Hal tersebut diindikasikan dengan jelas melalui prilaku yang sudah menjadi

tradisi kerajaan yang syarat dengan nilai-nilai kegamaan (Islam). Sebagai contohnyo, kita

Page 39: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

38

lihat dibeberapa kerajaan Islam yang sekarang masih hidup (walaupun kecil) melaksanakan

ritual yang berhubungan dengan Islam, seperti grebek di kesultanan Yogyakarta dan

Surakarta. Pemberian gelar Sultan kepada raja juga menunjukkan bahwa raja adalah

seorang pemimpin yang memberlakukan hukum agama. Ini juga menunjukkan bahwa

agama dan pemerintahan saat itu adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh

karena itu dapat dikatakan sebelum Belanda menjajah Indonesia hukum Islam adalah

hukum yang berdiri sendiri dan tealah ada dalam kehidupan masyarakat, tumbuh dan

berkembang di samping kebiasaan atau adat masyarakat yang mendiami kepulauan

Nusantara.

Sistem hukum Islam itu terus berjalan bersamaan dengan sistem hukum adat di

Indonesia hingga masuknya kolonialisasi yang dilakukan oleh negara-negara Barat di

Indonesia. Semula pedagang dari Portugis, kemudian Spanyol, disusul oleh Belanda dan

Inggris (Gani 1983, hlm. 20)

Jika dilihat seccara kronologis tentang pemberlakuan hukum Islam secara

menyeluruh, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Statuta Batavia 1642 menyebutkan bahwa: “Sengketa warisan antara orang pribumi

yang beragama Islam harus diselesaikan dengan menggunakan hukum Islam, yakni

hukum yang dipakai oleh rakyat sehari-hari”. (Mohammad Daud Ali 2002, hlm; 71)

Untuk keperluan ini D.W. Freijer menyusun Compendium (buku ringkasan) mengenai

hukum perkawinan dan kewarisan Islam, yang setelah direvisi dan disempurnakan para

penghulu, kemudian diberlakukan didaerah jajahan VOC. Compendium ini dikenal

kemudian dengan sebutan Compendium Freijer.

- Selain itu dipergunakan juga kitab Muharrar dan Papekam Cirebon serta peraturan yang

dibuat oleh B.J.D. Clootwijk untuk daerah Bone dan Gowa di Sulawesi Selatan. Jadi

selama VOC berkuasa (1602-1800) selama dua abad, kedudukan hukum Islam tetap

seperti semula, berlaku dan berkembang dikalangan ummat Islam Indonesia. Kenyataan

ini dimungkinkan karena jasa Nuruddin al-Raniri yang hidup pada abad ke 17 di Aceh.

Ia menulis buku Sirat al-Mustaqim (jalan lurus) tahun 1628 M. Kitab ini merupakan

kitab pertama yang disebarkan ke seluruh wilayah Indonesia untuk menjadi pegangan

umat Islam.

Kitab ini oleh mufti Banjarmasi, Syekh Aarsyad al-Banjari, yanng dikomentari

(disyarahkan) dalam suatu kitab yang diberi judul Sabil al-Muhtadi (jalan orang yang

Page 40: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

39

mendapat petunjuk). Buku ini dijadikan pegangan dalam menyelesaikan sengketa antara

umat Islam di daerah kesultanan Banjar.

Di daerah Kesultanan Palembang dan Banten juga diterbitkan beberapa kitab hukum

Islam yanng dijadikan pegangan dalam masalah hukum keluarga dan warisan. Juga

diikuti oleh kerajaan-kerajaan Demak, Jepara, Tuban, Gresik dan Ngampel.

- Pada tanggal 25 Mei 1960 VOC mengeluarkan peraturan senada yang disebut dengan

Resolutie der Indesche Regeering.

- Permulaan abad ke -19 telah mulai muncul sikap-sikap curiga dari sementara pejabat

kolonial. Scholtlen van Oud Harlem, ketua Mahkamah Agung Belanda, menasehati agar

pemerintah berhati-hati. Namun sejauh itu, ia tetap menegaskan agar bagi kaum muslim

tetap diberlakukan hukum agamanya (pasal 75 Regeering Reglement 1854).

- Salomon Keyzer (1823-1868) dan Christian van den Berg (1845-1927) menyatakan

hukum mengikuti agama yang dianut seseorang.

- Sebagai klimaksnya, karena pengadilan Belanda tidak mampu menerapkan Undang-

undang agama bagi bumi putra, maka dibentuklah Pengadilan Agama dengan nama

yang salah, yaitu Priesterraad atau pengadilan pendeta, melalui stbl. 1882 No. 152.

Priesterraad ini dibentuk di setiap wilayah Landraad atau pengadilan negeri. Adapun

wewenangnya meliputi perkara-perkara antara orang Islam diselesaikan menurut hukum

Islam.

Sebelum keluarnya Stbl. 1882 No. 152 tersebut, Belanda telah mencoba melakukan

pengawasan terhadap jalannya hukum Islam, meski disisi lain sesungguhnya justru

merupakan pengakuan sejarah terhadap eksistensi hukum Islam. Dijelaskan oleh Munawir

Sjadzali, bahwa langkah-langkah tersebut dituangkan:

1. Pada bulan September 1808 ada suatu instruksi dari

pemerintah Hindia Belanda kepada para bupati yang berbunyi: “Terhadap urusan-urusan

agama orang Jawa tidak akan dilakukan gangguan-gangguan, sedangkan pemuka-

pemuka agama mereka dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara tertentu dalam

bidang perkawinan dan kewarisan dengan syarat bahwa tidak ada penyalahgunaan dan

banding dapat dimintakan kepada hakim banding.”

2. Pada tahun 1820 melalui stbl. No. 22 pasal 13

ditentukan bahwa bupati wajib memperhatikan soal-soal agama Islam dan untuk

menjaga supaya para pemuka agama dapat melakukan tugas mereka sesuai dengan adat

Page 41: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

40

kebiasaan orang Jawa seperti dalam soal perkawinan, pembagian pusaka dan yang

sejenis. Dari istilah bupati, dalam ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

peradilan agama telah ada di seluruh pulau Jawa.

3. Pada tahun 1823 dengan resolusi gubernur jenderal

tanggal 3 Juni 1823 No. 12 diresmikan Pengadilan Agama di Palembang yang diketuai

oleh Pangeran Penghulu. Sedangkan banding dapat dimintakan kepada Sultan.

Wewenang Pengadilan Agama meliputi: a) perkawinan, b) perceraian, c) pembagian

harta, d) kepada siapa diserahkan anak apabila orang tua bercerai, e) apa hak-hak orang

tua terhadap anak tersebut, f) pusaka dan wasiat, g) perwalian, h) perkara-perkara

lainnya yang menyangkut agama.

4. Pada tahun 1835 melalui resolusi tanggal 7 Desember

1835 yang dimuat dalam Stbl. 1835 No. 58 pemerintah mengeluarkan penjelasan tentang

pasal 13 Stbl. 1820 No. 20 yang isinya sebagai berikut: “Apabila terjadi sengketa antara

orang-orang Jawa satu sama lain mengenai soal-soal perkawinan, pembagian harta dan

sengketa-sengketa yang sejenis, yang harus diputus menurut hukum Islam, para pemuka

agama memberi keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembayaran yang timbul dari

keputusan para pemuka agam itu harus dimajukan kepada pengadilan-pengadilan biasa”.

Kedua Masa Penjajahan, sejarah pemberlakuan hukum Islam di Indonesia pada

periode ini sangat tergantung pada penerimaan hukum adat yang kemudian disebut teori

receptie. Teori ini seperti yang telah disampaikan sebelumnya mengandung pengertian

bahwa hukum Islam itu berlaku apabila diterima atau dikehendaki oleh hukum adat. Teori

ini diberi dasar hukum dalam Undang-undang Dasar Hindia Belanda yang menjadi

pengganti RR, yaitu Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie (IS). Oleh karena itu,

tahun 1929 melalui IS yang diundangkan dalam Stbl. Nomor. 212 hukum Islam dicabut

dari lingkungan tata hukum Hindia Belanda. Belanda ingin menguatkan kekuasaannya di

bumi Nusantara serta berusaha menjauhkan hukum Islam dari masyarakat Islam dengan

dasar teori tersebut. Dan upaya ”pembatasan” hukum Islam dalam kehidupan Umat Islam

Indonesia terus dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda secara perlahan dan sistematis.

Karena memang di samping tujuan kolonialisme mereka juga datang untuk tujuan

misionaris. Ini terdapat pada 3 misi Belanda datang ke nusantara yaitu; gold

(emas/kekayaan), glory (kekuasaan) dan gospel (kristenisasi).

Page 42: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

41

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa cikal bakal penjajahan Belanda

terhadap kawasan nusantara dimulai kehadiran Organisasi Perdagangan Belanda di Hindia

Timur yang lebih dikenal dengan VOC. VOC memiliki dua fungsi sekaligus, satu sisi

berperan sebagai organisasi perdagangan dan pada sisi lain merupakan perpanjangtangan

pemerintah Hindia Belanda dengan menggunakan hukum yang mereka bawa. Walaupun

pada kenyataannya menemukan kesulitan karena masyarakat pribumi memegang teguh

dengan apa yang telah mereka jalankan selama ini. Oleh sebab itulah lahirlah kompromi-

komproni antara pihak VOC dan masyarakat pribumi seperti yang telah diuraikan

sebelumnya yang sekaligus sesungguhnya ini merupakan bentuk pengakuan terhadap

eksistensi hukum Islam di Indonesia.

Proses ini terus berlanjut sampai menjelang peralihan kekuasaan dari kerajaan

Inggris kepada kerajaan Belanda kembali. Setelah Thomas Stanford Raffles menjabat

sebagai gubernur selama 5 tahun (1811-1816) dan Belanda kembali memegang kekuasaan

terhadap wilayah Hindia Belanda dan semakin nampak bahwa pihak Belanda berusaha

keras mencengkramkan kekuasaanya di Indonesia. Namun sekali lagi mereka menemui

kesulitan akibat perbedaan agama antara sang penjajah dengan rakyat jajahannya,

khususnya umat Islam yang mengenal konsep dar al-Islam dan dar al-Harb. Itulah

sebabnya, pemerintah Belanda mengupayakan ragam cara untuk menyelesaikan

permasalahan itu di antaranya dengan (1) menyebarkan agama Kristen kepada rakyat

pribumi, dan (2) membatasi pemberlakuan hukum Islam hanya pada aspek bathiniyah

(spritual) saja.

Kehadiran Belanda di Indonesia sejak awal sudah ditentang dengan kerajaan-

kerajaan Islam di Indonesia, bahkan dari kerajaan Banten (Jawa Barat) mendapat protes

sangat keras, sikap seperti ini diikuti oleh kerajaan-kerajaan lainnya di nusantara. Akan

tetapi dengan politik liciknya Belanda dengan dalih sebagai pedagang berhasil menguasai

bumi Indonesia, sejak itulah Indonesia menjadi tanah jajahan (daerah koloni) pemerintah

Hindia Belanda.

Pada tahun 1742 Belanda yang dikenal dengan VOC dalam statuta Jakarta

memperkenalkan sistem peradilan di Indonesia. Badan peradilan dibentuk maksudnya di

samping berlaku untuk orang-orang Belanda juga diupayakan diberlakukan untuk orang-

orang pribumi Indonesia. Akan tetapi usaha Belanda (VOC) tidak berhasil karena mendapat

reaksi keras dari masyarakat Islam di Indonesia, sehingga kemudian Belanda membiarkan

Page 43: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

42

lembaga-lembaga yang hidup dimasyarakat pribumi berjalan seperti biasa, di antaranya

hukum perkawinan Islam dan waris Islam.

Untuk melegakan umat Islam di Indonesia seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, VOC pada tahun 1760 menerbitkan Compendium Frijer yang isinya

menghimpun hukum perkawinan Islam dengan hukum kewarisan Islam yang diberlakukan

di pengadilan-pengadilan guna menyelesaikan sengketa umat Islam di Indonesia.

Diterbitkan pula kitab “Muharrar” untuk pengadilan di Semarang yang memuat hukum-

hukum Jawa yang dijiwai hukum Islam. Di Cirebon diterbitkan Kitab “Papekam” yang

berisikan hukum-hukum Jawa kuno dan untuk luar Jawa untuk daerah Goa dan Bone.

Demikian hukum Islam diberlakukan penuh hingga dari tahun 1602 – 1800 M (Artikel

1992, hlm. 4-5)

Setelah VOC mengakhiri masa kekuasaannya di Indonesia kemudian diteruskan

sepenuhnya oleh pemerintahan Belanda, pada masa ini kekuasaan kolonialnya diperluas

sampai seluruh nusantara. Sejak inilah hukum Islam mengalami pergesaran dan

pengikisan, tahun 1848 pemerintah Belanda membentuk panitia kodifikasi yang diketua

oleh Mr. C. J. Scholten van Oudh Aarlem. Tujuan dibentuknya panitia kodifikasi hukum ini

adalah mencari persesuaian hukum di negeri Belanda dengan hukum yang hidup di

Indonesia (Kansil t.t. hlm.212)

Hukum kekeluargaan Islam khususnya hukum perkawinan dan waris tetap diakui

oleh Belanda. Bahkan VOC mengakuinya dalam bentuk peraturan Resolutio der Indische

Regeering tanggal 25 Mei 1760 yang kemudian oleh Belanda diberi dasar hukum dalam

Regeering Reglement (RR) tahun 1885.

Politik hukum Belanda berupa azas dualisme hukum yang berlaku di Indonesia satu

sisi hukum perdata barat diberlakukan untuk golongan Eropa yang kemudian diberlakukan

pula bagi Pribumi dan golongan Timur Asing dengan azaz sukarela, sesungguhnya ini

merupakan pengkebirian hukum adat dan hukum Islam di Indonesia dengan tunduknya

kepada hukum perdata barat yang jelas-jelas tidak sesuai dengan kondisi masyarakat

Indonesia. Dan tentunya ini akan mempermudah pemerintah Belanda menguasai bumi

Indonesia dengan kedudukan sangat kuat sebagai penguasa dan rakyat Indonesia sebagai

pribumi selamanya.

Menurut analisa Sudirman (editor hukum Islam) yang dikutip Dedi Supriyadi

mengatakan bahwa:

Page 44: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

43

- “Status minoritas politik Islam dan kekejaman sejarah Belanda terhadap hukum Islam

terefleksi dalam status sekunder kedudukan lembaga hukum Islam. Di Jawa, asal muasal

pengadilan agama dapat ditelusuri dari penghulu atau kepala administrasi masjid daerah

yang mengurusi urusan keluarga serta warisan dari sejak abad ke-16, saat itu pengadilan

dilaksanakan di serambi masjid dan keputusannya didasarkan pada mazhab Syafi’I

melalui kerajaan tahun 1835, pemerintah kolonial secara formal mengakui kekuasaan

penghulu untuk memutuskan segala masalah dalam masyarakat Jawa berkenaan dengan

perkawinan, warisan dan semua yang berkaitan dengannya, namun aturan pelaksanaan

keputusannya tetap dibawah aturan hukum yang terpisah” (Supriyadi 2007, hlm. 302)

Sejarah politik hukum pada zaman penjajahan Belanda menjadi faktor penting

dalam pembentukan hukum di Indonesia. Rezim kolonial di Indonesia selama tiga setengah

abad telah berhasil merekayasa secara ilmiah hukum di Indonesia sedemikian rupa

sehingga terjadi pembenturan antara tiga sistem hukum, yaitu hukum Islam, hukum adat

dan hukum barat (Belanda). Hukum Islam sebagai hukum yang hidup dan diterapkan oleh

masyarakat ketika itu dipengaruhi bahkan sedikit demi sedikit disingkirkan. Kenyataan ini

dapat diinterpretasikan dari aturan-aturan yang dikeluarkan oleh mereka

(http//serbasejarah.wordpress.com)

Sedikitnya ada dua aturan yang secara jelas bertujuan untuk menghambat hukum

Islam. Pertama, ketentuan pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) dan kedua adalah pasal

131 ketentuan serupa. Di ketentuan pertama, yakni pasal 163 IS mereka membagi

penduduk kepada tiga kelompok, golongan Eropa, golongan Timur Asing dan golongan

Bumi Putera. Pembagian kelompok ini tentu berimbas kepada bidang hukum yang berlaku

bagi masing-masing kelompok.

Golongan Eropa terdiri dari orang-orang Belanda, orang Eropa lain diluar Belanda,

orang Jepang, semua orang yang berasal dari wilayah lain dengan ketentuan wilayah itu

tunduk kepada hukum keluarga yang secara substansial memiliki azas hukum yang sama

dengan hukum Belanda. Kemudian ditambah dengan anak sah yang diakui dengan Undang-

undang serta anak-anak klasifikasi golongan Eropa dimaksud yang lahir di tanah jajahan.

Adapun golongan Timur Asing terdiri dari semua orang yang bukan golongan Eropa

maupun penduduk asli tanah jajahan, mereka itu di antaranya adalah orang Arab, India dan

China. Sedangkan golongan terakhir yakni golongan Bumi Putera terdiri dari orang

Page 45: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

44

Indonesia asli. Pengelompokkan seperti ini sekali lagi berimbas kepada bidang hukum yang

berlaku bagi tiap-tiap kelompok. Sebagaimana diatur pada pasal 131 IS bahwa bagi

golongan Eropa hukum yang berlaku adalah hukum yang berlakku dinegeri Belanda,

sementara golongan Timur Asing berlaku hukumnya sendiri

(http//serbasejarah.wordpress.com)

Selanjutnya bagi golongan terakhir yaitu golongan Bumi Putera, hukum yang

berlaku adalah hukum adat. Jika kepentingan sosial menghendaki maka hukum Eropa dapat

berlaku lintas golongan. Keberlakuan ini selanjutnya disebut sebagai penundukkan diri

terhadap hukum Eropa, baik secara sempurna maupun sebagian saja. Penundukan

sempurna dipahami bahwa ketentuan hukum Eropa berlaku utuh bagi setiap subjek hukum

yang melakukan suatu perbuatan hukum. Dengan kata lain, subyek hukum tersebut

dianggap sama dengan golongan Eropa sehingga hukumnya juga hukum Eropa. Berbeda

halnya dengan jenis penundukan hukum yang disebutkan terakhir. Pada penundukan ini

hukum Eropa baru berlaku ketika perbuatan hukum yang dilakukan oleh golongan lain

tersebut tidak dikenal dalam hukum mereka. Pemberlakuan hukum adat bagi golongan

Bumi Putera sudah tentu menimbulkan masalah. Karena hukum adat di Indonesia sangat

beraneka-ragam sesuai dengan etnis, kondisi sosial budaya, maupun agamanya. Paling

tidak dengan adanya ketentuan tertulis akan menimbulkan bias negatif terhadap hukum

agama yang dianut oleh bangsa Indonesia yang mayoritas Islam. Bias negatif itu adalah

membenamkan hukum Islam dibawah bayang-bayang hukum adat. Hal ini sudah tentu

dapat dimengerti, bagaimana juga bangsa penjajah selalu berusaha agar ideologi mereka

bisa diikuti oleh bangsa jajahannya (http//serbasejarah.wordpress.com)

Seiring dengan upaya menanamkan ideologi ini, ada tiga teori yang diperkenalkan.

Dua teori pertama diperkenalkan oleh bangsa Belanda dan satu teori terakhir dilontarkan

oleh orang Indonesia. Teori terakhir ini merupakan teori bantahan sekaligus teori pematah.

Ketiga teori itu secara berurut adalah: Receptie in Complexu oleh van den Berg (1854-

1927), Receptie Theorie oleh Snouck Hurgronje (1857-1936), dan Receptie a Contrario

oleh Sayuti Thalib. Walaupun ada beberapa ahli hukum yang berpendapat lebih dari ketiga

teori di atas, seperti pendapat Dedi Supriyadi, Ichtianto dan lain-lain.

Pengaruh politik hukum Hindia Belanda terhadap peradilan agama di Indonesia

cukup besar baik pada masa Indonesia sebelum merdeka dan setelah Indonesia merdeka

dimana hukum Islam dalam perjalanannya selalu dibayangi teori Receptie, terbukti dengan

Page 46: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

45

lahirnya beberapa Undang-undang yang masih menyudutkan hukum Islam sebagai

peradilan kelas dua, hal ini terlihat dengan pelaksanaan eksekusi putusan peradilan hingga

tahun 1989 masih dibutuhkan pengukuhan dari pengadilan negeri (Executoir Verklaring)

(http://smujiono.wordpress.com.sejarah-hukum-islam-di-indonesia)

Maka secara kronologis upaya pembatasan pemberlakuan hukum Islam oleh

pemerintah Hindia Belanda adalah sebagai berikut:

- Pada pertengahan abad 19, pemerintahan Hindia Belanda melaksanakan politik hukum

yang sadar; yaitu kebijakan yang secara sadar ingin menata kembali dan mengubah

kehidupan hukum di Indonesia dengan hukum Belanda;

- Atas dasar nota yang disampaikan oleh Mr. Scholten van Oud Haarlem, pemerintah

Belanda menginstruksikan penggunaan Undang-undang agama, lembaga-lembaga dan

kebiasaan pribumi dalam hal persengketaan yang terjadi diantara mereka, selama tidak

bertentangan azaz kepatutan dan keadilan yang diakui umum. Klausa terakhir ini

kemudian menempatkan hukum Islam dibawah subordinasi dari hukum Belanda;

- Atas dasar teori Receptie yang dikeluarkan oleh Snouck Hurgronje, pemerintah Hindia

Belanda pada tahun 1922 kemudian membentuk komisi untuk meninjau ulang

wewenang peradilan agama di Jawa dalam memeriksa kasus-kasus kewarisan (dengan

alasan ia belum diterima oleh hukum adat setempat);

- Pada tahun 1925, dilakukan perubahan terhadap pasal 134 ayat 2 Indesche

Staatsregeling (yang isinya sama dengan pasal 78 Regerringsreglement), yang intinya

perkara perdata sesama muslim akan diselesaikan dengan hakim agama Islam jika hal

itu telah diterima oleh hukum adat dan tidak ditentukan lain oleh sesuatu ordonansi.

Lemahnya posisi hukum Islam ini terus terjadi hingga menjelang berakhirnya

kekuasaan Hindia Belanda di wilayah Indonesia pada tahun 1942

(http://balianzahab.wordpress.com)

Setelah Jendral Ter Poorten menyatakan menyerah tanpa syarat kepada panglima

militer Jepang untuk kawasan Selatan pada tanggal 8 Maret 1942, segera Pemerintah

Jepang mengeluarkan berbagai peraturan. Salah satu di antaranya adalah Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1942, yang menegaskan bahwa Pemerintah Jepang meneruskan segala

kekuasaan yang sebelumnya dipegang oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda. Ketetapan

baru ini tentu saja berimplikasi pada tetapnya posisi keberlakuan hukum Islam

sebagaimana kondisi terakhirnya di masa pendudukan Belanda.

Page 47: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

46

Meskipun demikian, Pemerintah Pendudukan Jepang tetap melakukan berbagai

kebijakan untuk menarik simpati umat Islam di Indonesia, di antaranya adalah:

1. Janji Panglima Militer Jepang untuk melindungi dan memajukan Islam sebagai agama

mayoritas penduduk pulau Jawa.

2. Mendirikan Shumubu (Kantor Urusan Agama Islam) yang dipimpin oleh bangsa

Indonesia sendiri.

3. Mengizinkan berdirinya ormas Islam, seperti Muhammadiyah dan NU.

4. Menyetujui berdirinya Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) pada bulan

oktober 1943.

5. Menyetujui berdirinya Hizbullah sebagai pasukan cadangan yang mendampingi

berdirinya PETA.

6. Berupaya memenuhi desakan para tokoh Islam untuk mengembalikan kewenangan

Pengadilan Agama dengan meminta seorang ahli hukum adat, Soepomo, pada bulan

Januari 1944 untuk menyampaikan laporan tentang hal itu. Namun upaya ini kemudian

“dimentahkan” oleh Soepomo dengan alasan kompleksitas dan menundanya hingga

Indonesia merdeka.

Dengan demikian, nyaris tidak ada perubahan berarti bagi posisi hukum Islam

selama masa pendudukan Jepang di tanah air. Namun bagaimanapun juga, masa

pendudukan Jepang lebih baik daripada Belanda dari sisi adanya pengalaman baru bagi

para pemimpin Islam dalam mengatur masalah-masalah keagamaan. Abikusno

Tjokrosujoso menyatakan bahwa kebijakan pemerintah Belanda telah memperlemah posisi

Islam. Islam tidak memiliki para pegawai di bidang agama yang terlatih di masjid-masjid

atau pengadilan-pengadilan Islam. Belanda menjalankan kebijakan politik yang

memperlemah posisi Islam. Ketika pasukan Jepang datang, mereka menyadari bahwa Islam

adalah suatu kekuatan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan.

Ketiga Masa Kemerdekaan, yaitu fase pemberlakuan hukum yang berlaku bagi

rakyat adalah hukum agamanya yang kemudian dikenal dengan teori Receptie a contrario

atau Receptie Exit, sekaligus bahkan berlakunya hukum adat jika tidak bertentangan dengan

hukum agama dengan ditandai lahirnya UUD 1945 setelah Indonesia merdeka. Pasca

proklamasi kemerdekaan, tanggal 17 Agustus 1945 berdasarkan pada Pasal II Aturan

Peralihan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “Segala badan negara dan peraturan

yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-

Page 48: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

47

undang Dasar ini”, kemudian dipertegas dengan Peraturan Presiden Nomor 2 pada tanggal

10 Oktober 1945 dalam Pasal 1 dijelaskan bahwa “Segala badan-badan negara yang ada

sampai berdirinya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 selama belum

diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar, maka tetap berlaku asal saja tidak

bertentangan dengan Undang-undang tersebut" Dengan demikian Peradilan Agama sebagai

produk hukum kolonial Hindia Belanda masih dipergunakan di Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka, untuk pertama kalinya lahir Undang-undang Hukum

Islam, berdasarkan pertimbangan bahwa peraturan nikah, talak, dan rujuk seperti yang

diatur dalam Huwelijksordonantie S. 1929 No. 348 jo. S. 1931 No. 467, Vorszenlandsche

Hueelijksordonantie Buitengewesten S. 1932 No. 482 tidak sesuai lagi dengan keadaan,

sedangkan pembuatan peraturan baru mengenai hal tersebut tidak mungkin dilaksanakan

dalam waktu singkat, maka sambil menunggu peraturan baru untuk memenuhi keperluan

yang sangat mendesak, pada tanggal 21 November 1946 disahkan dan diundangkanlah

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk.

Undang-undang ini hanya berlaku untuk Jawa dan Madura. Pada saat ini telah terjadi

pergeseran beberapa bagian hukum Islam ke arah tertulis dan termuat dalam beberapa

bagian penjelasan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946. Dijelaskan pula bahwa pada saat

itu hukum perkawinan sedang dikerjakan oleh Penyelidik Hukum Perkawinan yang

dipimpin oleh Mr. Teuku Mohammad Hasan.

Meskipun pendudukan Jepang memberikan banyak pengalaman baru kepada para

pemuka Islam Indonesia, namun pada akhirnya, seiring dengan semakin lemahnya langkah

strategis Jepang memenangkan perang yang kemudian membuat mereka membuka lebar

jalan kemerdekaan untuk Indonesia, Jepang mulai merubah arah kebijakannya. Mereka

mulai melirik dan memberi dukungan kepada tokoh-tokoh nasionalis Indonesia. Dalam hal

ini nampaknya Jepang lebih mempercayai kelompok nasionalis untuk memimpin Indonesia

dimasa akan datang. Maka tidak mengherankan jika beberapa badan dan komite negara,

seperti Dewan Penasehat (Sanyo Kaigi) dan BPUPKI (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai)

kemudian diserahkan kepada kubu nasionalis. Hingga Mei 1945, komite yang terdiri dari

62 orang ini, 11 di antaranya yang mewakili kelompok Islam. Atas dasar itulah, Ramly

Hutabarat menyatakan bahwa “BPUPKI bukanlah badan yang dibentuk atas dasar

pemilihan yang demokratis, meskipun Soekarno dan Muhammad Hatta berusaha agar

Page 49: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

48

anggota badan ini cukup representatif mewakili berbagai golongan dalam masyarakat

Indonesia” (http://balianzahab.wordpress.com)

Banyak upaya yang dilakukan untuk memasukkan kembali hukum Islam kedalam

tata hukum Indonesia kembali terbuka luas setelah terbentuknya BPUPKI (Badan

Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan bersidang pada zaman

penjajahan Jepang. Para pemimpin Islam memperjuangkan kembali hukum Islam dengan

kekuatan hukum Islam itu sendiri tanpa hubungannya dengan hukum adat. Karena anggota

BPUPKI bukanlah orang Islam semuanya, ada yang termasuk dalam kategori “Nasionalis

Islami” dan ada pula yang masuk kategori “Nasionalis Sekuler”. Oleh karena itu sebagai

jalan komprominya terbentuklah Piagam Jakarta.

Kalimat kompromi yang paling penting dalam Piagam Jakarta adalah terutama

terdapat pada kalimat “Negara berdasarkan atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan

syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Menurut Muhammad Yamin menjadikan

Indonesia merdeka bukan sebagai negara sekuler dan bukan pula negara Islam

(http://balianzahab.wordpress.com)

Dapat dipahami bahwa dengan rumusan ini mestinya mengharuskan adanya

Undang-undang untuk melaksanakan syari’at Islam bagi pemeluknya. Tetapi rumusan

kompromis Piagam Jakarta itu akhirnya gagal ditetapkan saat akan disahkan pada tanggal

18 Agustus 1945 oleh PPKI. Ada banyak kabut berkenaan dengan penyebab gagalnya hal

itu. Tapi semua versi mengarah kepada Muhammad Hatta yang menyampaikan keberatan

golongan Kristen di Indonesia Timur. Hatta mengatakan bahwa ia mendapat informasi

tersebut dari seorang opsir angkatan laut Jepang pada sore hari pada tanggal 17 Agustus

1945. Namun letkol Shegeta Nishijima satu-satunya opsir angkatan laut Jepang yang

ditemui Hatta pada saat itu, menyangkal hal tersebut. Ia bahkan menyebutkan justru

Latuharhary yang menyampaikan keberatan itu. Keseriusan tuntutan itu lalu perlu

dipertanyakan mengingat Latuharhary bersama dengan Maramis, seorang tokoh Kristen

dari Indonesia Timur lainnya telah menyetujui rumusan kompromi itu saat sidang PUPKI.

Pada akhirnya di periode ini, status hukum Islam tetaplah samar-samar. Isa Ashary

mengatakan, kejadian mencolok mata sejarah ini dirasakan oleh umat Islam sebagai suatu

“permainan sulap” yang masih diliputi kabut rahasia sekaligus sebagai bentuk pengepungan

cita-cita umat Islam. Hukum Islam pada masa kemerdekaan periode revolusi hingga

keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1950 selama hampir 5 tahun setelah proklamasi

Page 50: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

49

kemerdekaan, Indonesia memasuki masa-masa revolusi (1945-1950). Menyusul kekalahan

Jepang oleh tentara-tentara sekutu, Belanda ingin kembali menduduki kepulauan nusantara.

Dari beberapa pertempuran, Belanda berhasil menguasai beberapa wilayah Indonesia,

dimana kemudian Belanda mendirikan negara-negara kecil yang dimaksudkan untuk

mengepung Republik Indonesia. Berbagai perundingan dan perjanjian kemudian dilakukan,

hingga akhirnya tidak lama setelah perjanjian Linggarjati, lahirlah apa yang disebut dengan

Konstitusi Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949. Dengan berlakunya

konstitusi RIS tersebut maka UUD 1945 dinyatakan berlaku sebagai konstitusi Republik

Indoensia yang merupakan satu dari 16 bagian negara Republik Indoesia Serikat.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa konstitusi RIS bukanlah konstitusi

yang menampung aspirasi hukum Islam. Karena sekali lagi muqoddimah konstitusi ini

misalnya sama sekali tidak menegaskan posisi hukum Islam sebagaimana rancangan UUD

1945 yang disepakati oleh BPUPKI. Demikian pula pada batang tubuhnya yang bahkan

dipengaruhi oleh paham liberal yang berkembang di Amerika dan Eropa Barat, serta

rumusan deklarasi HAM versi PBB.

Namun saat negara bagian RIS pada awal tahun 1950 hanya tersisa negara

Sumatera Timur dan Indonesia Timur saja, salah seorang tokoh umat Islam Muhammad

Natsir mengajukan apa yang kemudian dikenal sebagai “Mosi Integral Natsir” subagai

upaya untuk melebur negara-negara bagian yang tersisa. Akhirnya pada tanggal 19 Mei

1950 semuanya sepakat untuk membentuk kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Proklamasi 1945. Dan dengan demikian, konstitusi RIS dinyatakan tidak

berlaku, digantikan UUD Sementara 1950.

Jika dikaitkan dengan hukum Islam, perubahan ini tidaklah membawa dampak yang

signifikan, sebab ketidakjelasan posisinya masih ditemukan, baik dalam muqoddimah

maupun dalam batang tubuh UUD Sementara 1950, kecuali pada pasal 34 yang

rumusannya sama dengan pasal 29 UUD 1945, bahwa “Negara berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa” dan jaminan negara terhadap kebebasan setiap penduduk menjalankan

agamanya masing-masing. Juga pada pasal 43 yang menunjukkan keterlibatan negara

dalam urusan-urusan keagamaan. Kelebihan lain dari UUD Sementara 1950 ini adalah

terbukanya kembali peluang untuk merumuskan hukum Islam dalam wujud peraturan dan

perUndang-undangan. Peluang ini ditemukan dalam ketentuan pasal 102 UUD Sementara

1950. Peluang inipun sempat dimanfaatkan oleh wakil-wakil umat Islam saat mengajukan

Page 51: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

50

rancangan Undang-undang tentang perkawinanumat Islam pada tahun 1954. Meskipun

pada akhirnya gagal karena “hadangan” kaum nasionalis yang juga mengajukan rancangan

Undang-undang perkawinan nasional. Dan setelah itu semua tokoh politik nyaris tidak lagi

memikirkan pembuatan materi Undang-undang baru, karena konsentrasi mereka tertuju

pada bagaimana mengganti UUD Sementara 1950 itu dengan Undang-undang yang bersifat

tetap.

Perjuangan menggantikan Undang-undang sementara 1950 itu kemudian

diwujudkan dalam Pemilihan Umum untuk memilih dan membentuk Majlis Konstituante

pada akhir 1955. Majelis yang terdiri dari 514 orang itu kemudian dilantik oleh Presiden

Soekarno pada tanggal 10 November 1959. Namun delapan bulan sebelum batas akhir

masa kerjanya, Majelis ini dibubarkan melalui Dekrit Presiden yang dikeluarkan pada

tanggal 5 Juli 1959. Hal penting terkait dengan hukum Islam dalam peristiwa Dekrit ini

adalah konsiderannya yang menyatakan bahwa “Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni

menjiwai UUD 1945” dan merupakan “satu kesatuan dengan konstitusi tersebut”. Hal ini

tentu saja mengangkat dan memperjelas posisi hukum Islam dalam UUD, bahkan menurut

Anwar Harjono lebih dari sekedar sebuah “dokumen historis”.

Pada tataran aplikasi penentunya adalah faktor politik atau yang lebih dikenal

dengan political will. Oleh sebab itu pada periode ini terjadi beberapa pemberontakan

bernuansa Islam, di antaranya di Jawa Barat adalah gerakan DI/TII yang dipelopori oleh

Kartosuwirjo yang telah memproklamirkan negara Islamnya pada tanggal 14 Agustus 1945.

Kemudian dia melepas aspirasinya dan bergabung kembali dengan Republik Indonesia.

Namun ketika kontrol RI terhadap wilayahnya semakin merosot akibat agresi Belanda,

terutama setelah diproklamirkan Negara Boneka Pasundan dibawah kontrol Belanda, ia pun

kembali memproklamirkan berdirinya negara Islam pada tahun 1948. Namun pada

akhirnya ini menjadi pemicu konflik yang berakhir pada tahun 1962 dan mencatat 25.000

korban tewas itu, bahkan menurut sebagian peneliti lebih banyak dari itu, diakibatkan oleh

kekecewaan Kartosuwirjo terhadap strategi para pemimpin pusat dalam mempertahankan

diri dari upaya pendudukan Belanda kembali, dan bukan atas dasar apa yang mereka sebut

dengan “kesadaran teologis-politis”nya.

Pada zaman kemerdekaan hukum Islampun melewati dua periode, pertama, periode

penerimaan hukum Islam secara persuasive, kedua, penerimaan hukum Islam sebagai

sumber outoritatif. Sumber persuasive (persuasive source) dalam hukum konstitusi ialah

Page 52: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

51

sumber hukum yang baru diterima orang apabila telah diyakini. Dalam konteks hukum

Islam, Piagam Jakarta sebagai salah satu hasil sidang BPUPKI merupakan persuasive

source bagi gront wet-interpretatie dari UUD 1945 selama 14 tahun (sejak tanggal 22 Juni

1945 ketika ditandatangangi gentelment agreement antara pemimpin Nasionalis Islami

dengan Nasionalis Sekuler sampai 5 Juli 1959 sebelum Dekrit Presiden diundangkan

(Mahfud 1993, hlm. 19)

Hukum Islam baru menjadi autoritatif source (sumber hukum yang telah

mempunyai kekuatan hukum) dalam hukum tata negara ketika ditempatkannya Piagam

Jakarta dalam Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sebagaimana dapat disimak dalam

konsideran Dekrit tersebut ini: “bahwa Kami (Presiden RI) berkeyakinan bahwa Piagam

Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 dan adalah merupakan suatu

rangkaian kesatuan dalam konstitusi tersebut”.

Kata “menjiwai” berarti bahwa tidak dibuat aturan perundangan yang bertentangan

dengan syari’at Islam. Kata ini juga dapat berarti pemeluk Islam diwajibkan menjalankan

syari’at Islam. Oleh karena itu harus dibuat Undang-undang yang akan memberlakukan

hukum Islam dalam hukum nasional. Pendapat ini sesuai dengan keterangan Perdana

Menteri Juanda tahun 1959 yang berbunyi pengakuan adanya Piagam Jakarta sebagai

dokumen historis bagi pemerintah berarti pengakuan pula akan pengaruhnya terhadap UUD

1945. Jadi pengakuan tersebut tidak hanya terhadap pembukuaan UUD 1945 saja, tetapi

juga mengenai pasal 29 UUD 1945, pasal mana selanjutnya harus menjadi dasar bagi

kehidupan hukum dibidang keagamaan.

Hal yang sama disampaikan oleh Hazairin karena memang sangat realistis sejalan

dengan bukti-bukti historis yang ada. Di Aceh misalnya, masyarakatnya menghendaki agar

soal-soal perkawinan dan mengenai harta termasuk kewarisan diatur menurut hukum Islam.

Di Sumatera Barat, Minangkabau dikenal sangat kuat adatnya, disini sangat dikenal

pepatah-petitih Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah (Adat bersendi syara’ dan

syara’ bersendi Kitabullah).

Menurut analisa Daud Ali, hukum Islam yang berlaku di Indonesia dapat dipilah

menjadi dua. Pertama, hukum Islam yang berlaku secara formal yuridis, yaitu hukum Islam

yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya dan benda yang disebut hukum

Muammalat (perdata). Bagian ini menjadi hukum positif berdasarkan atau ditunjuk oleh

peraturan perUndang-undangan, seperti perkawinan, warisan, dan wakaf. Kedua, hukum

Page 53: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

52

Islam yang bersifat normatif, yang mempunyai sanksi atau padanan kemasyarakatan. Ini

bisa berupa ibadah murni atau hukum pidana.

Sejak munculnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

menurut Prof. Mahadi, telah sampailah ajal teori Receptie tersebut. Ia mengutip pasal 1 ayat

(1) yang menyatakanbahwa: “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut ketentuan

hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu”. Dengan demikian, hukum Islam

menjadi sumber hukum yang langsung tanpa harus melalui hukum adat dalam menilai

apakah suatu perkawinan sah atau tidak. Jadi secara yuridis formal, hukum Islam dalam

perkawinan dan segala akibat hukum yang diakibatkannya telah berlaku. Dari sinilah

Muhammad Daud Ali menyimpulkan bahwa sejak tahun 1974, 1) Secara formal yuridis

hukum Islam dapat berlaku langsung, tanpa melalui hukum adat. 2) Hukum Islam sama

kedudukannya dengan hukum adat dan hukum barat, dan 3). Republik Indonesia dapat

mengatur suatu masalah sesuai dengan hukum Islam sepanjanng pengaturan itu untuk

memenuhi kebutuhan hukum khusu umat Islam dan berlaku hanya bagi umat Islam seperti

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Wakaf Tanah Milik.

Sesungguhnya sejak tahun 1970 dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 14

Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman usaha

menempatkan hukum Islam sebagai subsistem hukum nasional telah dilakukan. Pada tahun

1974 melalui Undang-undang Perkawinan, sebagian usaha itu mulai tampak, kendati

keputusan Pengadilan Agama harus dikukuhkan oleh Pengadilan Negeri. Pada tahun 1989

setelah melalui usaha keras dan perjuangan panjang, akhirnya lahirlah Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Meski di dalamnya lebih banyak memuat

hal-halyang bersifat teknis dan beracara di Pengadilan Agama, di dalamnya

mengisyaratkan bahwa hukum Islam telah diterima dan diberlakukan bagi umat Islam,

meski diakui di dalamnya terdapat juga pilihan atau alternatif kepada subyek hukum.

Misalnya dalam soal warisan, pihak yang berperkara dapat memilih beracara di Pengadilan

Agama atau Pengadilan Negeri yang kemudian dalam tulisan ini disebut dengan hak opsi

dalam perkara waris. Undang-undang ini kemudian disempurnakan dengan lahirnya

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 perubahan pertama dan Undang-undang Nomor 50

Tahun 2009 perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama yang kesemuanya mengarah pada pemberlakuan teori ReceptieExit atau Receptie a

Contrario.

Page 54: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

53

Bab. IV

KESIMPULAN

Page 55: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

54

rumusanAdopsi

1) Perubahan sikap dari berdagang ke penjajahan yang mengharuskan pemerintahan

Belanda menerapkan ideologi sentralisme hukum guna mengukuhkan keberadaannya

dalam kehidupan masyarakat pribumi yang telah hidup dengan hukum adat dan hukum

Islam maka asas Vrijwillige onderwerping (penundukan diri terhadap hukum tertentu

secara sukarela atas dasar keinginan yang bersangkutan sendiri) yang kemudian

terealisasi dengan cara memilih hukum adalah sebuah solusi mempertahan eksistensi

hukum yang telah lama diterapkan oleh pribumi. Namun setelah kemerdekaan RI

tepatnya sejak lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama maka dalam proses itu terjadilah tumpang tindihnya hukum dengan peradilan

umum yang telah lama berdiri. Dan terjadi kesalahpahaman terhadap asas kebebasan

berkontrak (freedom of contract) pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka

yang membuatnya” maka lahirlah pilihan hukum pada beberapa perkara di peradilan

agama di Indonesia;

2) Salah satu tuntutan reformasi hukum adalah menghapuskan tumpang tindih hukum

yang berdampak pada lahirnya pilihan hukum dan berakibat melahirkan ketidakpastian

hukum dalam masyarakat dan bertentang dengan salah satu fungsi hukum sebagai

social control. Kemudian diantara ciri-ciri hukum modern itu adalah adanya

spesialisasi dan hukum itu dilaksanakan oleh orang-orang yang berkompeten, maka

dalam perkara ekonomi syari’ah misalnya saja memang spesialisasi Hakim Peradilan

Agama. Selanjutnya pilihan hukum itu bertentangan dengan hakekat memilih hukum

Islam yang yakini berdimensi dunia akhirat.

3) - Adopsi atau Pengangkatan Anak, yang menjadi dasar penetapannya menjadi

wewenang absolut Peradilan Agama adalah Asas Personalitas Keislaman dalam

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1978 tentang Peradilan Agama, Pasal 171 huruf h

Kompilasi Hukum Islam yang memberikan defenisi anak angkat, SEMA Nomor 6

Tahun 1983 isi petitum permohonan pengangkatan anak harus bersifat tunggal yang

menyatakan sahnya pengangkatan anak, dan tidak boleh memuat petitum lain

seperti petitum menyatakan anak angkat sebagai ahli waris, Undang-undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya pasal 39 ayat 2 menyatakan

bahwa Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak

Page 56: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

55

memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya,

denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan Undang-undang

Nomor 3 Tahun 2006 pasal 49;

- Sengketa Waris, Asas Personalitas Keislaman dalam Undang-undang Nomor 7

Tahun 1978 tentang Peradilan Agama, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 pada

penjelasan umum alenia ke dua dinyatakan “...Para Pihak sebelum berperkara dapat

mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam

pembagian warisan”, dinyatakan dihapus”. Dan dipertegas dengan Asas Lex

speciali derogate legi generali artinya aturan yang khusus mengalahkan aturan yang

umum, serta asas lex posteriori derogate lex priori artinya aturan yang lama (yang

berlaku terdahulu) dikalahkan/dibatalkan aturan yang baru (berlaku belakangan)

- Sengketa Perbankan Syari’ah, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 pasal 49 yang

menyertakan ekonomi syari’ah sebagai salah satu wewenang absolut peradilan

agama, Pasal 55 ayat (2) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah yang menentukan Pengadilan Agama sebagai lembaga yang berwenang

untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah, Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 93/PUU-X/2012 menyatakan bahwa penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-

undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bertentangan dengan

UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan akan

menyebabkan adanya tumpang tindih kewenangan.

- Pembagian Harta Bersama, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dan nomor 3

Tahun 2006 pasal 49 huruf a nomor 10 “penyelesaian harta bersama”, dalam pasal

97 KHI disebutkan: “Janda atau duda cerai hidup, masing-masing berhak seperdua

dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.”

Gugatan terhadap pembagian harta bersama ini diajukan ke Pengadilan Agama di

wilayah tergugat tinggal bagi yang beragama Islam dan Pengadian Negeri di

wilayah tergugat tinggal bagi Non Muslim dan pengadilanlah yang akan mensahkan

tentang pembagian harta bersama tersebut (asas tempat tergugat)

Daftar Referensi

Page 57: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

56

Abdullah, M. Amin 1995, “Falsafah Kalam di Era Postmodernisme”, Yogyakarta, Pustaka

Pelajar, Cet. I. Yogyakarta.

Abdullah, M. Amin 1995, “Hukum Acara Umum”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cet. I.

Yogyakarta.

Abdurrahman 1992, “Kompilasi Hukum Islam di Indonesia” Cet, ke-1, Akademika

Pressindo. Jakarta.

Ahmad Noeh, Zaini dan Abdul Basit Adnan 1993, “Sejarah Singkat Peradilan Agama

Islam di Indonesia”, Bina Ilmu. Surabaya.

Ahmad Warson Munawir Al-Munawir 1992, “Kamus Arab Indonesia”, Pondok Pesantren

Al-Munawir. Yogyakarta.

AF, Hasanudin dkk 2004, “Pengantar Ilmu Hukum”, Pustaka Al-Husna Baru, Jakarta.

Ali, Mohammad Daud 2002. Hukum Islam dan Peradilan Agama (Kumpulan Tulisan), PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Ali, Mohammad Daud 1984. Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia,

Yayasan Risalah, Jakarta.

Ali, Mohammad Daud 1990. Asas-asas Islam (Hukum I), Pengantar Ilmu Hukum dan Tata

Hukum Islam di Indonesia, RajaWali Press, Jakarta.

Aladip, Machfuddin t.t, Terjemahan Bulughul Maram, CV. Toha Putra, Semarang.

Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial, 1994, Bandung, Mizan.

Al-Khin, Musthafa Sa’id, Dirasat Taribiyyat lilfiqh wa Ushulih, Damsyiq: Syirkat al

Muttahidat.

Arifin, Bustanul 1983. Pelaksanaan Hukum Islam di Indonesia” al-Mizan Nomor 3

Tahun I.

Page 58: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

57

Arifin, Bustanul 1999. “Trasformasi Syariah ke dalam Hukum Nasional” (Bertenun

dengan Benang-Benang Kusut), Yayasan al-Hikmah. Jakarta.

Artikel 1992. Hukum Islam di Indoneisa dari Masa-Kemasa, Majalah UNISIA no. 16 th

TW V.

Amrullah Ahmad, SF. Dkk., “Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum

Nasional” (Jakarta: Gema Insani Press, 1966), h. Ix

Anwar, Syamsul t.t, Kerangka Epistemologi Hukum Islam, Makalah Tidak Diterbitkan.

Anderson, N.J,Islamic Law in the Muslim World (New York: New York University Press,

1956)

Attamimi, A.Hamid S 1996, “Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional” Gema

Insani, Jakarta.

Barkatullah, Abdul Halim dan Teguh Prasetyo 2006, Hukum Islam Menjawab Tantangan

Zaman Yang Terus Berkembang, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Basyir,Ahmad Azhar 1983, “Hukum Adat Bagi Umat Islam”, Nur Cahaya,Yogyakarta

BJ. Boland. Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970, 1985, Jakarta: Grafiti Pers.

Bisri, Cik Hasan (penyunting) 1999, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama Dalam

Sistem Hukum Nasional, Logos, Jakarta.

Darmodiharjo, Darji dan Shidarta, “Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana

Filsafat Hukum Indonesia”

Daniel S. Lev 1990, “Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan”,

Jakarta: LP3S.

Departemen Agama 2004, “Himpunan Peraturan PerUndang-undangan dalam

Lingkungan Peradilan Agama”. Proyek Peningkatan Pelayanan Aparatur Hukum,

Jakarta.

Page 59: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

58

Djazuli, H.A 2006, “Kaidah-kaidah Fikih”, Prenada Media Group, Jakarta.

Effendi, Bahtiar 1998, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik

Islam di Indonesia, Jakarta, Paramadina.

Elizabeth A. Martin (editor) 1997. a Dictionary of Law, New York: Oxford University

Press, Fourth Edition.

Esposito, Women, in Muslim Family Law (Syracouse: Syracouse University Press: 1982)

Fauzan 2013, ”Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah

Syari’ah di Indonesia” Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke-4, Jakarta.

Gani, Roeslan Abdul 1983. Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia,Antar Kota,

Jakarta.

Habiburrahman 2011. ”Rekonstruk Hukum Kewarisan Islam di Indonesia”, Fajar

Interpratama Offset, Jakarta.

HA. Hafizh Dasuki 1997. Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiar Baru van Hoeve,

VIKIMA. Jakarta.

Hadikuma, H. Hilman 1991. “Hukum Waris Indonesia Menurut Perundangan, Hukum

Adat, Hukum Agama Hindu, Islam”. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

http://notary-herman.blogspot.com/2009/03/hukum-waris-islam-di-indonesia.html.

04.11.2009

http://click-gtg.blogspot.com/2008/06/ perubahan – kewenangan – pengadilan - agama.

html.30.10.2008.

http://yofikapratiwi.blogspot.com/2013/05/makalah-hukum-waris.html/22.07.2013

http: //www.scribd.com/ doc/ 28451306/ 001- Menjadi- Muslim- Kaffah# fullscreen: on 13

Juli 2010.

http://putracenter.net/2009/02/16/definisi-hukum-menurut-para-ahli. 27 Februari 2012.

Page 60: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

59

http://kamusbahasaindonesia.org/hukum. 27 Februari 2012.

http://www.google.co.id/search?q=UU+no+50+tahun+2009&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls

=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a 27 Februari 2012. UU no 50 2009,

http://smujiono.wordpress.com/2011/03/17/sejarah-hukum-islam-di-indonesia/ 29 Februari

2012.

http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukum-islam/hukum-islam-dalam-

sejarah/29022012

http://digilib.sunan-ampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptiain-gdl-s1-

2005nurkhamim2-136

http//serbasejarah.wordpress.com/2009/04/09/politik-hukum-kolonial-belanda-pengaruhnya

-terhadap-pelaksanaan-hukum-islam.

http://ryono.multiply.com/journal/item/4. 12.02.2010

http://arifsubarkah.wordpress.com/2010/01/02/pembagian-hukum/04.05.2012

http://zfikri.wordpress.com/2007/08/03/jimly-asshiddiqie-hukum-islam-reformasi-hukum-

nasional/.22.01.2010.

http://lindadewiwulan.blogspot.com/2013/04/hukum-adat-waris.html/22.07.2013

http://www.padompu.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=245:dualisme-peradilan-pada-perkara-

pengangkatan-anak-yang-diajukan-oleh-pemohon-beragama-

islam&catid=49:opini&Itemid=78. Tanggal 22 Januari 2014

Page 61: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

60

http://www.badilag.net/raker-badilag-2012/315-berita-kegiatan/16996-lima-peristiwa-

penting-di-akhir-agustus-2013-mengenai-peradilan-agama-dan-ekonomi-syariah-

59.html 25012014.

http://hidayatpratama.blogspot.com/2012/03/pengertian-hukum-asas-norma-dan-kaidah.

html, 13 Mei 2014.

Harahap, M. Yahya 2001, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama Undang-

undang Nomor. 7 Tahun 1989, Sinar Grafika, Jakarta.

Harahap, M. Yahya 2007, “Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama

Undang-undang nomor 7 tahun 1989”, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Jakarta.

Hamka, 1961, Sejarah Umat Islam, N. V. Nusantara, Bukit Tinggi.

Harjono, Dr. Anwar 1968, “Hukum Islam, Keluasaan dan Keadilan”, Bulan Bintang,

Jakarta.

Hazairin, 1974, “Kewarisan Bilateral Menurut Alquran dan Hadis”, Tintamas, Cetakan

ke-III, Jakarta.

Hutagalung, Mura P 1985, “Hukum Islam Dalam Era Pembangunan”, Cetakan Pertama,

Ind Hill co, Jakarta.

Huijber, Theo 1982, “Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah”, Kanisius, Yogyakarta.

Ibnu Majah al-Daraquthni dan Al-Hakim yang dikutip dari Sayid Sabiq 1973, “Fiqh

Sunah”, Juz. 3 Cet. Ke-4, Darul al-Fikr, Beirut, Libanon.

Ichtijanto 1994, Pengembangan Teori Berlakunya Hukum Islam di Indonesia, dalam

hukum Islam di Indonesia, Remaja Rosdakarya cet. ke-2, Bandung.

Kamali, Mohammad Hasyim 1996, Prinsip dan Teori-teori Hukum Islam, alih bahasa

Noorhadi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Page 62: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

61

Kansil, C. S. T. t.t, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,

Jakarta.

Koesnoe, Moch. 1980, Mengenai hukum Islam, hukum adat, hukum Eropa yang berlaku di

Indonesia dewasa ini, Perbandingan antara Hukum Islam, Hukum Eropa dan Hukum

Adat. Seminar Pembinaan Kurikulum Hukum Islam di Perguruan Tinggi, Badan

Kerjasama PTIS, Kaliurang.

Kompas, Tajuk rencana, Selasa 19 Juni 1984

Lokito, Ratno 2008, Tradisi hukum Indonesia, Cet.1, Teras, Yogyakarta.

Lubis, Suhrawardi K dan Komis Simanjuntak 1995, Hukum Waris Islam (Lengkap &

Praktis), Cetakan Pertama, Sinar Grafika Offset, Jakarta.

Lubis, Sulaikin, Wismar ’ain Marzuki dan Gemala Dewi 2006, Hukum Acara Perdata

Peradilan Agama di Indonesia, Cetakan Kedua, Fajar Interpratama Offset, Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud 2005. Penelitian Hukum, Edisi Pertama, cet. Ke-2, Kencana,

Jakarta.

Mas’adi, Ghufron A 1997, Pemikiran Fazlur Rahman tentang: Metodologi Pembaruan

Hukum Islam, Manajemen PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Muchsin t.t, Kontribusi Hukum Islam Terhadap Perkembangan Hukum Nasional, ...?

Muchsin 2004,”Masa Depan Hukum Islam di Indonesia”,BP. IBLAM, Jakarta.

Mulkhan, Abdul Munir 1994, Paradigma Intelektual Muslim, SIPRESS, Yogyakarta.

Muhthohhar, Abdul Hadi 2003.Pengaruh Mazhab Syafi’i di Asia Tenggara, Fiqh dalam

Peraturan PerUndang-undangan tentang Perkawinan di Indonesia, Brunei dan

Malaysia. Semarang: 2003. Aneka Limit.

Page 63: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

62

Mahfud, Moh. (Editor) 1993, “Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata

Hukum Indonesia, dalamPeradilan Agama dan KHI dalam Tata Hukum Indonesia”

Yogyakarta. UII Press.

Muttaqien, Dadan (Editor) 1999, “Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam

Tata Hukum Indonesia”, UII Press edisi II, Yogyakarta.

M. Arsjad Th. Lubis 1953, ”Ilmu Pembagian Pusaka” Toko Buku Islamiyah, Medan.

Musthofa 2008, “Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama” Cetakan Pertama

Kencana, Jakarta.

Notosusanto, Lihat 1963. Organisasi dan Jurisprudensi Peradilan Agama di Indonesia,

B.P. Gadjah Mada, Yogyakarta.

Nasution 2002, Metode Research, Bumi Aksara, Jakarta.

Praja, Juhaya S t.t, Hukum Islam di Indonesia ..., p. Xviii

Ranulyo, Mohd. Idris 1995, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara

Peradilan Agama dan Zakat, Sinar Grafika, Cetakan Pertama, Jakarta.

Rahim, Husni 1978, “Hukum Perkawinan”. Bulan Bintang, Jakarta.

Rahardjo, Satjipto 1983, “Hukum dan Perubahan Sosial”, Bandung.

Redaksi Sinar Grafika 2006, “Amandemen Undang-undang Peradilan Agama (Undang-

undang RI No. 3 Th. 2006)”, Cetakan pertama, Sinar Grafika Offset, Jakarta.

Rofiq, Ahmad 2001, Pembaruan Hukum Islam di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta.

Rofiq, Ahmad 1995,“Hukum Islam di Indonesisa”, RajaWali Pers, PT. RajaGrafindo

Persada, Jakarta.

Sabiq, Sayyid 1983, “Fiqhus Sunah”, Jil. 3, Dar al-Fikr, Bayrut.

Page 64: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

63

Sabiq, Sayyid, sebagaimana dikutip oleh Amir Syarifuddin 1985, “Pelaksanaan Hukum

Waris dalam Lingkungan Minangkabau” Gunung Agung, Jakarta.

Subekti 1995, “Aneka Perjanjian” PT. Aditya Bakti. Bandung.

Sumitro, Warkum 2005. Perkembangan Hukum Islam di tengah Kehidupan Sosial Politik

di Indonesia. Bayumedia Publishing, Malang

Suma, M.Amin 2004, Himpunan Undang-undang Perdata Islam dan Peraturan

Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Suryabrata, Sumadi 1997. Metode Penelitian, PT. Rajagravindo Persada, Jakarta.

Suparman, Eman 2007, “Hukum Waris Indonesia, dalam Perpsektif Islam, Adat dan B.W”,

PT. Repika Aditama, Bandung.

Supardi 2005. Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis, Cet 1, UII Press, Yogyakarta.

Syamsul Anwar, Kerangka Epistemologi Hukum Islam, makalah tidak diterbitkan.

Syarifuddin,Amir 1984, “Pelaksanaan Hukum Kewarisan dalam Lingkungan Adat

Minangkabau”, Gunung Agung, Jakarta.

Syarifuddin,Amir 1993, “Pembaruan Pemikiran dalam Hukum Islam”, Angkasa Raya,

Cet.2, Padang.

Syafe;i, Rachmat 2007, “Ilmu Ushul Fiqh untuk UIN, STAIN, PTAIS” Pustaka Setia, Cet.

III, Bandung.

Supriyadi, Dedi 2007. Sejarah Hukum Islam. CV. Pustaka Setia,Bandung.

Shihab, M. Quraish 2007, “Tafsir al-Misbah” Lentera Hati, Jakarta.

Thalib,Cf. Sajuti 1982.Receptie A Contrario (Hubungan Hukum Adat dengan Hukum

Islam).Bina Aksara, Jakarta.

Page 65: PENGHAPUSAN HAK MEMILIH HUKUM DALAM PENYELESAIAN …repository.radenfatah.ac.id/6579/1/Pak Izom OK.pdf · 2020. 3. 4. · beberapa jauh dari Aceh berdirilah kesultanan Malaka, di

64

Wahid, Abdurrahman 1991. “Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia” Rosda Karya,

Bandung.

Wahid, Abdurrahman 1992. “Kompilasi Hukum Islam di Indonesia” Humaniora Utama

Press.

Zuhdi,Masjfuk 1983.“Pelaksanaan Hukum Faraid di Indonesia”, Al-Mizan, Nomor 2

Tahun I.