Upload
nita-damayanti
View
1.186
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas koas anak
Citation preview
JOURNAL READING
Penggunaan Koloid dan Kristaloid dalam Penanganan Sindrom Syok Dengue pada Anak-
Anak: Sebuah Ulasan Sistematik dan Meta-Analisis
Oleh:
Nita Damayanti S., S. Ked G0007015
Nurul Desiyana, S. Ked G0007121
Pembimbing :
Sri Martuti, dr., Sp. A, M. Kes
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2011
Penggunaan Koloid dan Kristaloid dalam Penanganan Sindrom Syok Dengue pada Anak-
Anak: Sebuah Ulasan Sistematik dan Meta-Analisis
Sharon Lyn R. Jalac,1 M.D., Michelle de Vera,1 M.D., and Marissa M. Alejandria,2 M.D.
AbstrakLatar belakang: Dasar utama bagi terapi Dengue Shock Syndrome adalah resusitasi volume plasma sirkulasi secara cepat dan agresif. Terdapat dua jenis utama cairan intravena yang sekarang digunakan dalam pengobatan DSS yaitu kristaloid dan koloid. Diskusi masih terus dilakukan untuk memutuskan cairan mana yang paling tepat untuk diberikan pada pasien kritis.Obyektif: Ulasan sistematik ini bertujuan untuk membandingkan efek terapetik antara koloid dan kristaloid dalam menurunkan rekurensi dari syok, kebutuhan cairan, kebutuhan diuretik, volume total cairan intravena yang diberikan, angka hematokrit, denyut jantung dan angka kematian anak-anak dengan DSS.Strategi Pencarian: Kami meninjau jurnal Medline mulai tahun 1966 hingga Agustus 2008, the Cochrane Controlled Trials Register (The Cochrane Library Issue 1, 2008), dan Philippines Herdin database 1964 to 2008. Jurnal lokal diteliti dan daftar referensinya diperiksa. Peneliti dan ahli di bidang ini dihubungi dalam peninjauan penelitian yang belum dipublikasi atau masih berjalan.Kriteria Seleksi: Penelitian yang diikutkan adalah penelitian dengan metode randomized controlled trials yang membandingkan penggunaan koloid dengan kristaloid pada anak-anak berusia di bawah 18 tahun dengan diagnosis DSS.Pengumpulan Data dan Analisis: Dua peninjau secara independen melakukan seleksi penelitian dan penilaian kualitas metodologi dengan menggunakan kriteria Cochrane Infectious Diseases Group. Dua peninjau yang lain secara terpisah mengekstraksi data dan menganalisisnya dengan menggunakan Review Manager Version 5.Hasil: Dari delapan penelitian yang ditinjau, empat memenuhi kriteria seleksi (N=694, koloid = 410, kristaloid = 284). Koloid dan kristaloid tidak memberikan hasil yang berbeda secara signifikan dalam menurunkan risiko rekurensi syok (RR 0.92, 95% CI 0.62 sampai 1.38), kebutuhan cairan (RR 0.90, 95% CI 0.70 hingga 1.16), volume total cairan intravena yang diberikan (WMD 0.80, 95% CI -1.68 hingga 3.28) dan kebutuhan diuretik (RR=1.17, 95% CI 0.84 hingga 1.64). Tetapi, terdapat perbedaan signifikan dalam penurunan angka hematokrit (WMD -3.37, 95% CI -5.94 hingga -0.80) dan denyut jantung (WMD -3.37, 95% CI -5.94 hingga -0.8) pada pasien yang diberikan koloid. Tes untuk heterogenitas tidak signifikan. Reaksi tipe alergi dijumpai pada pasien yang diberikan koloid. Satu anak meninggal pada kelompok koloid.Kesimpulan: Koloid menurunkan angka hematokrit dan denyut jantung pada anak-anak dengan DSS setelah dua jam pertama resusitasi cairan. Tetapi, tidak ada manfaat signifikan yang melebihi pemberian kristaloid dalam menurunkan rekurensi syok, kebutuhan cairan, jumlah total cairan, kebutuhan diuretik, dan dalam menurunkan angka kematian.
KATA KUNCI: Meta-analisis, Kristaloid, Koloid, Pediatri, Dengue shock syndrome (DSS)
1
Resusitasi cairan merupakan salah satu dasar penyelamatan dalam menangani syok pada
pasien yang sedang kritis. Dokter memiliki beberapa pilihan cairan intravena yang akan
digunakan, akan tetapi masih terdapat perdebatan mengenai cairan mana yang lebih bermanfaat.
Kondisi yang membutuhkan pemilihan cairan yang tepat adalah dengue shock syndrome
(DSS). DSS merupakan salah satu manifestasi paling serius dari demam berdarah dengue (DBD).
Penyakit ini tersebar paling banyak di Asia, di mana di beberapa negara dengue menyebabkan
banyak anak perlu dirawat. Diperkirakan sekitar 500.000 pasien dengan dengue dirawat inap
setiap tahun, sebagian besar adalah anak-anak. Sekitar 2.5% pasien meninggal, meskipun angka
yang sebenarnya bisa dua kali lebih tinggi. Masalah patofisiologi penting pada DSS adalah
peningkatan tiba-tiba dari permeabilitas vaskular yang mengakibatkan kehilangan plasma dari
kompartemen vaskular.2 Jadi, kunci dari penanganannya adalah pemulihan cepat dari volume
darah yang bersirkulasi.
Dua jenis cairan intravena yang kini digunakan dalam menangani DSS adalah kristaloid
dan koloid. Kristaloid adalah cairan dengan dasar air steril yang digabungkan dengan elektrolit
yang diformulasikan untuk menjadi cairan hipertonis, hipotonis atau isotonis jika dibandingkan
dengan plasma. Formula yang paling umum termasuk salin isotonis 0,9% yang dirancang untuk
mirip dengan plasma, dan cairan ringer laktat, yang hampir serupa dengan salin isotonis, tetapi
dengan tambahan laktat.3
Cairan koloid juga merupakan air yang mengandung elektrolit, tetapi dengan tambahan
zat yang sukar berdifusi melewati membran semipermeabel karena berat molekulnya yang tinggi.
Preparat albumin mengandung albumin serum manusia, penyumbang terbesar tekanan osmotik
koloid dalam darah manusia. Larutan hetastarch, yang terdiri atas 6% hetastarch dan 10%
pentastarch, merupakan derivat polisakarida yang dicampur dalam larutan dengan berbagai berat
molekul. Larutan dekstran menggunakan derivat protein dekstran sintetis. Larutan gelatin
mengandung komponen gelatin yang dirancang untuk kegunaan biologis.3
Panduan terbaru mengenai penanganan DSS termasuk pemberian cairan kristaloid
intravena dengan kecepatan 10-20 ml/kg dalam satu jam pada pasien dengan keadaan tanda vital
yang tidak stabil atau ada manifestasi syok. Penggantian dengan cairan koloid dapat dilakukan
jika dapat dibuktikan terjadi hemokonsentrasi meskipun telah diberikan sekitar 1 liter cairan
intravena awal. Saat telah terlihat perbaikan, koloid harus kembali diganti dengan kristaloid.2
2
Peningkatan permeabilitas vaskular pada DSS dan kecenderungan cairan kristaloid untuk
merembes melewati dinding vaskuler menyebabkan pasien membutuhkan volume yang masif
hingga hemodinamik pasien stabil. Hal ini menyebabkan munculnya kepercayaan, bahwa koloid
dengan berat molekul yang lebih tinggi dan kemampuan dalam mempertahankan atau
meningkatkan tekanan osmotik koloid, hanya membutuhkan volume yang lebih sedikit untuk
mencapai efek yang sama., sehingga dapat menjadi alternatif yang lebih baik daripada kristaloid
dalam fase awal resusitasi pada DSS.
Penelitian yang menyebutkan bahwa koloid lebih menguntungkan daripada kristaloid
pada pasien dengan syok masih terbatas. Penelitian besar, multi-center, double-blind,
randomized controlled trial mengenai evaluasi cairan salin dan albumin yang dilakukan pada
tahun 2004 membandingkan koloid albumin dan kristaloid salin isotonis untuk digunakan dalam
resusitasi pada 6.997 pasien ICU. Dalam penelitian itu, albumin dan salin dalam jangka 28 hari
memiliki angka kematian yang serupa.4 Ulasan sistematis mengenai kegunaan kristaloid maupun
koloid untuk resusitasi cairan pada pasien kritis tidak memberikan bukti bahwa koloid lebih
mampu menurunkan angka kematian.5 Meskipun jumlah pasien DSS yang kebanyakan anak-
anak terus meningkat, hanya ada beberapa penelitian yang membandingkan kegunaan koloid dan
kristaloid pada pasien-pasien ini.6-9
OBYEKTIF
Tujuan dari ulasan ini adalah untuk mensintesis data yang tersedia dari percobaan klinis
yang membandingkan koloid dan kristaloid dalam resusitasi anak-anak dengan DSS. Targetnya
adalah untuk memperkirakan efek koloid dibandingkan dengan kristaloid dalam parameter
berikut pada anak dengan DSS:
Rekurensi syok
Kebutuhan cairan intravena
Angka kematian
Volume total cairan intravena yang diberikan
Kebutuhan diuretik
Perubahan angka hematokrit
Perubahan pada denyut jantung
Penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan efek samping berbahaya yang
dihubungkan dengan pemberian koloid maupun koloid pada anak dengan DSS.
3
METODOLOGI PENCARIAN
Kriteria pemilihan penelitian untuk ulasan ini: Penelitian yang diikutkan dalam ulasan
ini adalah randomized controlled trial pada anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun yang
diberikan cairan koloid maupun kristaloid intravena dalam 2 jam pertama setelah didiagnosis
DSS. Diagnosis DSS berdasar pada kriteria WHO, seperti yang ditunjukkan dalam apendiks 2,
yaitu termasuk hemokonsentrasi akibat kebocoran plasma, adanya kompromisasi sirkulasi yang
ditandai oleh sistol dan diastol yang mendekat, hipotensi, perfusi menurun dan pengurangan
jumlah urin.
Kaidah pengukuran primer termasuk jumlah episode syok, kebutuhan cairan intravena
dan angka kematian. Kaidah pengukuran sekunder termasuk perubahan denyut jantung,
hematokrit, kebutuhan akan diuretik, volume total cairan intravena yang diberikan, dan efek
samping.
Strategi pencarian: Kami meninjau sumber data berikut untuk penelitian yang relevan:
Medline 1966 hingga Juni 2008; the Cochrane Central Register of Controlled Trials (The
Cochrane Library Issue 1, 2008) dan the Herdin database of the Philippines 1964-2008. Strategi
pencarian mengombinasikan istilah “pediatri”, “anak”, “anak-anak”, “dengue”, “ demam
berdarah dengue”, dan “cairan intravena” dengan the Cochrane Highly Sensitive Search Strategy
fase pertama dan kedua seperti yang ada di Cochrane Reviewer’s Handbook, seperti yang ada di
apendiks 3. Catatan konferensi dan jurnal lokal diteliti untuk mecari penelitian potensial yang
relevan. Daftar referensi dari artikel diperiksa untuk mengidentifikasi penelitian tambahan yang
relevan. Kami juga mencari di perpustakaan institusi, termasuk perpustakaan di universitas,
rumah sakit dan perusahaan farmasi. Kami menghubungi sejawat, ahli dan peneliti di bidang ini
untuk mendapatkan informasi tambahan mengenai penelitian yang belum dipublikasi atau masih
berjalan. Tidak ada batasan dalam bahasa.
Metode peninjauan: Dua orang peninjau secara independen menilai kelayakan suatu
percobaan yang relevan berdasar pada kriteria seleksi. Peninjau secara terpisah menilai kualitas
metodologi dari tiap percobaan menggunakan kriteria Cochrane Infectious Diseases Group.
Suatu penelitian dikatakan berkualitas tinggi jika terdapat randomisasi dan kerahasiaan
adekuat, terdapat blinding maneuver, dan dikerjakan analisis intent-to-treat. Penelitian dikatakan
berkualitas sedang bila terdapat bias yang lemah: alokasi yang tidak jelas, tidak ada blinding
4
maneuver, dan tidak ada analisis intent-to-treat. Penelitian dikatakan berkualitas rendah bila
terlihat bias seperti: randomisasi yang tidak adekuat dan alokasi concealment dan/atau perbedaan
yang signifikan antara tiap kelompok pengobatan dengan kelompok kontrol dalam perkiraan
hasil pengobatan; perbedaan nyata dalam kualitas pelayanan yang diterima oleh subyek di kedua
kelompok; perbedaan dalam laju drop-out; dan metode deteksi hasil yang berbeda dalam kedua
kelompok.
Dua peninjau secara terpisah mengabstraksi data dari penelitian termasuk karakteristik
dasar pasien, kriteria inklusi dan eksklusi, jenis intervensi atau cairan dalam penelitian, dan
regimen dosis. Informasi dari hasil yang didapat dan jumlah pasien yang terkena juga diambil.
Data kemudian dianalisis menggunakan Review Manager (RevMan) Version 5.0. Untuk
data dikotomik, rasio risiko, atau kemungkinan suatu kejadian akan terjadi dibedakan untuk
setiap pembanding. Kebutuhan diuretik, kebutuhan cairan, dan rekurensi syok dipertimbangkan
sebagai hasil dikotomik. Untuk data kontinyu, perbedaan rata-rata dibedakan. Penurunan
hematokrit dan denyut jantung dan volume total cairan intravena yang diberi semuanya dianalisis
sebagai data kontinyu.
Data yang hilang seperti standar deviasi didapatkan dari interval kepercayaan 95% yang
tersedia. Rumus untuk mengelompokkan data dan menghubungkan rata-rata setiap kelompok
dan standar deviasi tiap kelompok didapatkan dari Cochrane Handbook of Systematic Reviews.10
Kami menilai heterogenitas dengan menggunakan uji chi-square untuk heterogenitas
(nilai P <0.10 mengindikasikan signifikansi statistik) dan pengukuran I2 untuk menilai derajat
heterogenitas. Nilai I2 yang lebih dari 50% mengindikasikan derajat heterogenitas sedang; nilai
>75% mengindikasikan derajat heterogenitas yang besar antar penelitian. Untuk hasil dengan
heterogenitas yang signifikan, sumber heterogenitas dieksplorasi dengan melakukan analisis
sensitivitas sesuai kualitas metodologinya.
HASIL
Hasil pencarian: Seperti yang ditunjukkan dalam diagram, kami mengidentifikasi empat
penelitian potensial dengan randomized controlled dalam penggunaan koloid dan kristaloid
lewat Medline dan CENTRAL searches. Kami mengeluarkan dua penelitian: satu penelitian
menilai perbedaan diagnosis dengue secara klinis dan laboratorium, dan penelitian yang lain
memasukkan pasien dengan syok septik. Dalam ulasan mengenai daftar referensi dari artikel
yang relevan, didapatkan dua artikel, salah satu memenuhi kriteria seleksi sedangkan yang lain
5
dikeluarkan karena menggunakan kedua macam cairan untuk setiap subyek. Kami mendapatkan
dua penelitian tambahan dari sejawat. Satu penelitian dikeluarkan karena ia membandingkan
koloid dengan plasma darah.
Penelitian yang diikutkan: Empat penelitian randomized controlled tentang penggunaan
koloid dan kristaloid pada anak dengan DSS diikutkan dengan total jumlah sampel 964
(koloid=410, kristaloid=284).6-9 Semua penelitian menggunakan kriteria WHO dalam
mendiagnosis DSS.2
Partisipan: Pasien berusia di bawah 18 tahun, dengan usia berkisar antara 1-15 tahun.
Semua pasien adalah orang Asia: 655 di antaranya orang Vietnam dan 39 di antaranya dari
Indonesia. Dalam semua penelitian, tidak ada pasien yang mendapatkan cairan intravena
sebelum dilakukan percobaan. Satu penelitian mengikutkan pasien DHF derajat III dan IV9,
sedangkan dua yang lain hanya menyajikan data dari pasien derajat III.7-8 Penelitian oleh Wills
(2005) mengelompokkan pasien ini ke dalam kelompok syok sedang dan berat. Pasien dengan
syok berat tidak diberikan cairan kristaloid dan tidak dimasukkan dalam ulasan ini. Anak-anak
dikeluarkan dari penelitian bila mereka mengidap manifestasi perdarahan berat yang
membutuhkan transfusi7, juga yang mengidap penyakit kronis7, malnutrisi9, dan penyakit
jantung, ginjal, hati dan paru-paru. 9
Intervensi: Koloid yang digunakan adalah dekstran 706-8, gelatin7-8, dan pati hidroksietil.
6,9 Kristaloid yang digunakan adalah larutan ringer laktat9 dan salin isotonis7-8. Dalam tiga
penelitian6-8, cairan yang diberikan pada awalnya 20 ml/kg dalam 1 jam untuk DHF derajat III
dan 20 ml/kg dalam15 menit. Kemudian, cairan diberikan sesuai protokol penelitian: 20 ml/kg
pada jam berikutnya untuk DHF derajat IV7; 15 ml/kg selama 1 jam, lalu 10 ml/kg untuk satu
jam kedua6; dan 20 ml/kg untuk 1 jam, lalu 10 ml/kg untuk satu jam kedua8. Penelitian oleh
Prasetyo9 memberikan volume mula-mula 20 ml/kg untuk semua pasien.
Hasil: Hasil yang diukur adalah sebagai berikut: perubahan nilai hematokrit6-9 dan denyut
jantung7-9; total volume cairan yang dibutuhkan setelah resusitasi awal6,7 dan kebutuhan cairan
resusitasi lebih jauh6-8; volume total cairan intravena yang diberikan6,7,9; kebutuhan diuretik6-8;
dan jumlah pasien dengan rekurensi syok7-9. Parameter lain yang dievaluasi yaitu: perubahan
pada hemoglobin9, tekanan denyut8,9 dan waktu pemulihan tekanan denyut7; indeks kardiak8;
durasi syok8; waktu hingga episode syok ulangan7; waktu mondok dalam hari6; dan angka
kematian. 6-9
6
Penelitian oleh Prasetyo secara lebih jauh menentukan kelainan koagulasi darah,
parameter fungsi ginjal dan hati dan kesetimbangan asam-basa9. Penelitian oleh Wills
melaporkan kedalaman efusi pleura, perdarahan baru setelah penelitian, overload cairan klinis
dan volume asites. 6 Dua penelitian mengidentifikasi reaksi tipe alergi parah setelah infus cairan
intravena6,9. Karakteristik dari penelitian yang diikutkan diringkas dalam tabel 1.
Penelitian yang dikeluarkan: Penelitian yang tidak membandingkan kristaloid dan
koloid atau tidak digunakan pada pasien pediatri dengan DSS tidak dimasukkan dalam ulasan
ini11-14. Karakteristik penelitian ini diringkas dalam tabel 2.
Kualitas metodologi dari penelitian yang diikutkan: Dua penelitan dinilai berkualitas
baik. 6,7 Penelitian oleh Prasetyo memiliki alokasi yang tidak jelas dan tidak menyebutkan adanya
maneuver blinding atau analisis intent-to-treat, seperti yang ditunjukkan pada tabel 3. Penelitian
oleh Dung juga tidak menyatakan apakah analisis intent-to-treat dilakukan. Keduanya dinilai
berkualitas sedang. Meskipun melakukan randomisasi, penelitian oleh Nhan memiliki distribusi
pasien kritis yang tidak merata: kelompok dekstran memiliki lebih sedikit pasien dengan tekanan
denyut yang sangat rendah, tetapi memiliki pasien dengan rata-rata denyut jantung yang paling
rendah.
Hasil primer: Meta-analisis dari penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan dalam mengurangi rekurensi syok (3 percobaan, RR 0.92, 95% CI 0.62 hingga 1.38)
dan kebutuhan cairan (2 percobaan, RR 0.90, 95% CI 0.70 hingga 1.16) setelah resusitasi awal.
Uji heterogenitas tidak memberikan hasil yang signifikan, seperti yang ditunjukkan dalam
gambar 1 dan 2.
Semua partisipan sembuh dengan sempurna, kecuali untuk satu orang anak di kelompok
koloid (pati) yang meninggal akibat syok berat dan perdarahan gastrointestinal. 6
Hasil sekunder: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pasien yang menerima
koloid dan kristaloid dalam volume total cairan intravena yang diberikan selama resusitasi
(WMD 0.80 ml/kg, 95% CI -1.68 hingga 3.28) dan kebutuhan diuretik (RR=1.17, 95% CI 0.84
hingga 1.64). Uji heterogenitas tidak memberikan hasil yang signifikan, seperti yang ditunjukkan
pada gambar 3 dan 4.
Variabel hemodinamik: Di sisi lain, terdapat peningkatan yang signifikan dari nilai
hematokrit setelah dua jam pertama resusitasi cairan koloid (WMD -7.87, 95% CI -8.52 hingga -
7.22), tetapi dengan derajat heterogenitas yang besar, seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.
7
Analisis sensitivitas mengeluarkan penelitian Wills (2005), yang menggunakan median daripada
rata-rata, setelah heterogenitas dihilangkan, perbedaan yang signifikan dalam penurunan nilai
hematokrit tetap ada (WMD -3.37, 95% CI -5.94 hingga -0.80), seperti yang ditunjukkan dalam
gambar 5a. Penelitian Wills (2005) juga menunjukkan adanya penurunan yang signifikan dari
median nilai hematokrit dua jam setelah resusitasi (25% untuk kelompok dekstran dan 9% untuk
kelompok Ringer laktat, p<0.001). Denyut jantung juga menurun secara signifikan pada pasien
yang menerima koloid (WMD -3.37 denyut/menit, 95% CI -5.94 hingga -0.8). Uji heterogenitas
tidak signifikan, seperti yang ditunjukkan pada gambar 6.
Efek samping: Penelitian oleh Prasetyo memeriksa kondisi yang memburuk akibat
gangguan pada koagulasi darah, fungsi hepar dan ginjal, dan kesetimbangan asam-basa. 9 Tidak
ada perbedaan yang signifikan di antara antara kedua kelompok yang tertulis. Dalam penelitian
oleh Wills, 15 dari 193 pasien (8%) yang menerima dekstran mengalami reaksi hebat, termasuk
demam tinggi transien dan kekakuan tanpa masalah kardiorespirasi, yang terjadi dalam 6 jam
setelah pemberian cairan. 6 Ruam urtikaria tanpa demam terjadi pada pasien dalam kelompok pati
pada akhir pemberian infus. Semua pasien hanya berespon pada pengobatan simptomatis. Tidak
ada perbedaan di antara kedua kelompok cairan dalam munculnya manifestasi perdarahan baru,
overload cairan, tanda kebocoran vaskular, atau penggunaan diuretik.
DISKUSI
Dasar utama terapi DSS adalah resusitasi agresif dan cepat dari volume plasma dalam
sirkulasi. Jika volume adekuat cairan resusitasi diberikan sedini mungkin, syok biasanya menjadi
reversibel; pada kasus yang sedemikian parah atau pasien yang tidak mendapat cukup cairan,
syok dapat berkembang menjadi ireversibel dan kematian. 2 Panduan penanganan WHO
merekomendasikan penggantian cepat plasma yang hilang dengan cairan kristaloid isotonis dan
koloid sebagai penanganan untuk kasus yang sulit atau syok rekurens. 2 Panduan ini telah
diterima dengan luas dan telah lama digunakan, tetapi, sampai saat ini, belum ada perbandingan
yang dibuat secara acak yang dilakukan untuk menilai cairan mana yang paling optimal.
Ulasan sistematis ini menunjukkan bahwa kristaloid dan koloid sama-sama tidak
memiliki keunggulan nyata dalam mengatasi rekurensi syok, jumlah kebutuhan cairan setelah
resusitasi awal, kebutuhan diuretik dan jumlah total cairan yang diinfus.
Di sisi lain, nilai hematokrit menurun dengan signifikan pada pasien yang menerima
koloid sebagai cairan resusitasi awal. Pengukuran hematokrit serial merefleksikan kombinasi
8
dari efek cairan resusitasi dan kebocoran vaskular yang sedang terjadi. 15-16 Analisis kami
mengindikasikan bahwa koloid memberikan manfaat yang lebih pada hasil tersebut. Akan tetapi,
ketiga penelitian yang dibandingkan berbeda secara signifikan. 6-8 Penelitian Wills merupakan
outlier-nya. 6 Faktor yang berperan atas heterogenitas ini adalah penggunaan nilai median
hematokrit dan bukan rata-rata seperti yang digunakan dalam penelitian lain. Mereka juga hanya
memasukkan pasien yang digolongkan mengidap “syok sedang” dan mengeluarkan mereka yang
mengidap “syok berat” dalam analisis mereka, meskipun dapat di argumentasikan bahwa “syok
sedang” dapat dibandingkan dengan DHF derajat III yang dianalisis oleh dua penelitian yang
lain. Analisis sensitivitas dengan mengeluarkan penelitian Wills menghilangkan
heterogenitasnya, tetapi tetap menunjukkan penurunan hematokrit yang signifikan pada
kelompok koloid. Penelitian oleh Wills sendiri menunjukkan perbedaan yang signifikan dari
penurunan kadar hematokrit setelah resusitasi dengan dekstran. 6 Implikasi klinis dari hasil ini
masih belum pasti. Mungkin karena reduksi nilai hematokrit bersifat transien dan tidak
memprediksi hasil pengobatan secara klinis. Kenyataannya, walau koloid dihubungkan dengan
perkembangan yang baik dari nilai hematokrit setelah 1-2 jam resusitasi cairan6,8, terdapat
peningkatan kembali nilai hematokrit beberapa jam setelahnya6, dan akhirnya, tidak ada
perbedaan yang signifikan dari nilai hematokrit antara kedua kelompok secara keseluruhan8.
Meskipun terdapat perkembangan awal yang baik pada anak-anak yang menerima koloid, kami
tidak menemukan perbedaan antara kedua kelompok cairan dalam total cairan yang diinfuskan,
rekurensi syok, atau bukti overload cairan.
Temuan lain yang berbeda secara signifikan adalah perubahan pada denyut jantung.
Pasien yang menerima koloid sebagai cairan resusitasi awal mereka mengalami penurunan
frekuensi denyut jantung yang signifikan. Tetapi, penelitian yang melaporkan hasil seperti ini
memiliki cacat metodologi. 7-8 Penelitian Dung dinilai berkualitas sedang. Penelitian Nhan
memiliki perbedaan keparahan syok antar kedua kelompok cairan meskipun dilakukan maneuver
blinding dan randomisasi. Perbedaan dari keparahan syok di antara kedua kelompok
mengaburkan perbandingannya. Misalnya, pasien yang termasuk dalam kelompok ringer laktat
memberikan hasil yang lebih buruk. Tetapi, ini dapat dijelaskan oleh karena jumlah pasien
dengan syok berat dalam kelompok ini lebih banyak.
Dalam ulasan ini, tampak jelas bahwa faktor yang paling signifikan dalam menentukan
respon klinis pasien adalah tekanan denyut (i.e. perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik)
9
saat terjadinya syok. Menurut panduan WHO, pasien dengan DBD diperkirakan mengalami DSS
bila tekanan denyutnya menyempit hingga 20 mmHg atau kurang. Penelitian dalam ulasan kami
menggunakan kriteria ini untuk menggolongkan pasien. Tetapi, beberapa pengarang menduga
bahwa mungkin ada perbedaan pada efek pengobatan terhadap pasien yang mengalami
kardiovaskular kompromis—anak-anak dengan tekanan denyut 10 mmHg atau kurang. 7 Ini bisa
menjadi pertimbangan untuk penelitian di masa yang akan datang.
Kami merekomendasikan penelitian yang lebih besar, dengan penggolongan menurut
tekanan denyut. Pada populasi dengan tekanan denyut yang buruk, penanganan awal dengan
larutan koloid mungkin bisa memberikan hasil yang lebih baik dan mempercepat pemulihan.
Analisis mengenai efek samping dalam penelitian-penelitian tersebut menunjukkan tidak
ada perbedaan di antara kedua kelompok cairan dalam sebagian besar parameter yang diperiksa.
Reaksi yang bisa dipertimbangkan adalah respon alergi pada beberapa pasien yang mendapat
dekstran, yang semuanya menghilang setelah diberikan pengobatan simtomatis. Di atas
semuanya, hasil yang didapatkan begitu memuaskan dengan hanya satu kematian di antara
pasien yang diobati. 6 Hasil ini mungkin merefleksikan ketelitian dalam keseluruhan perawatan
medis dan paramedis dalam percobaan klinis seperti juga pengobatan spesifik yang digunakan.
Dalam teori, larutan koloid seharusnya dapat memberikan keuntungan pada pasien
dengan peningkatan permeabilitas vaskuler karena larutan ini menyebabkan ekspansi volume
melebihi jumlah cairan yang diinfuskan. 17-19 Akan tetapi, dalam ulasan ini, dimana pada pasien
DSS hanya cairan resusitasi yang diberikan, tidak tampak adanya keunggulan salah satu cairan.
Kristaloid isotonis yang digunakan dalam resusitasi awal sama efektifnya dengan pemberian
cairan koloid pada kebanyakan pasien.
KESIMPULAN
Cairan koloid, yang digunakan sebagai cairan resusitasi awal pada pasien anak dengan
DSS, memberikan penurunan denyut jantung dan hematokrit yang efektif. Akan tetapi, koloid
tidak memiliki keunggulan signifikan dibanding kristaloid dalam menurunkan rekurensi syok,
jumlah cairan yang dibutuhkan dan diuretik, dan menurunkan angka kematian.
Koloid dan kristaloid sama-sama digunakan secara luas dalam penanganan pasien anak
dengan DSS. Ulasan ini memberikan bukti bahwa koloid dapat digunakan dengan lebih banyak
manfaat untuk pasien DSS yang tampak mengalami instabilitas hemodinamik. Secara umum,
dokter dapat memberikan apapun dari kedua macam cairan intravena dengan keyakinan bahwa
10
mereka memberikan efek fisiologik yang hampir serupa. Faktor lainnya, seperti ketersediaan dan
biaya, dapat dipertimbangkan dalam mengambil keputusan.
Kurangnya penelitian yang bersifat randomized controlled trials terhadap DSS tampak
nyata dalam ulasan ini. Penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan cairan intravena terhadap
pasien pediatrik dengan DSS sangat dibutuhkan.
Study Flow Diagram (hal. 17)
Penelitian yang potensial relevan bersifat randomized controlled yang didapatkan
lewat pencarian lewat Medline, Herdin dan CENTRAL (n=4) Penelitian
dikeluarkan (n=2) Pasien syok septik ikut termasuk (n=1); menilai perbedaan
antara diagnosis klinis dan laboratorik pada pasien dengue (n=1)
Artikel yang didapat dari kolega (n=2) Penelitian dikeluarkan (n=1)
Menggunakan koloid dan kristaloid bersamaan pada satu pasien (n=1)
Artikel terkait dan referensi lain yang diperiksa Penelitian dikeluarkan (n=1)
Membandingkan koloid dengan plasma darah (n=1)
Penelitian bersifat randomized controlled yang membandingkan koloid dengan
kristaloid pada pasien dengan DSS (n=4)
Tabel 1. Karakteristik Penelitian yang diikutkan
Peneliti, Tahun Populasi Penelitian Intervensi Hasil Efek SampingNhan, 20017 230 anak Vietnam yang
didiagnosis DHF secara klinis; DHF derajat III=222; DHF derajat IV=8; usia 1-15 tahun
Cairan yang diberikan: RL, salin isotonis, dekstran, gelatin.Kecepatan infus:DHF derajat III: 20 ml/kg selama 1 jam.DHF derajat IV: 20 ml/kg dalam 15 menit, lalu 20 ml/kg satu jam berikutnya.
Data yang disajikan hanya dari pasien DHF derajat III: PPRT, rekurensi syok, waktu hingga rekurensi syok pertama, perubahan hematokrit dan denyut jantung, volume cairan yang diberikan, kebutuhan cairan, jumlah cairan yang diberi, kebutuhan
Tidak disebutkan
11
diuretik, angka kematian
Wills 20056 512 anak Vietnam dengan DSS klinisSyok sedang = 383Syok berat = 1292-15 tahun
Cairan penelitianRL, pati, dekstranKecepatan infus:15 ml/kg selama 1 jam, lalu 10 ml/kg satu jam kedua
Perubahan nilai hematokrit; volume total cairan yang diberikan setelah resusitasi awal, volume total cairan yang diberikan, kebutuhan resusitasi cairan lebih jauh, kebutuhan diuretik, angka kematian, lama mondok; kedalaman efusi pleura, perdarahan baru setelah ikut penelitian, overload cairan klinis, volume asites
Reaksi tipe alergi, demam tinggi transien dan kekakuan tanpa kompromis kardio-respirasi; ruam urtikaria
Dung 19998 50 anak Vietnam dengan DSS klinis5-15 tahun
Cairan penelitianRL, salin isotonis, dekstran, gelatinKecepatan infus:20 ml/kg selama 1 jam, lalu 10 ml/kg satu jam kedua
Perubahan nilai hematokrit, indeks kardiak, frekuensi denyut jantung dan tekanan denyut, kebutuhan cairan resusitasi lebih jauh, kebutuhan diuretik, durasi syok, episode rekurensi syok, angka kematian
Tidak disebutkan
Prasetyo 20089 39 anak Indonesia dengan DSS klinis1-13 tahun
Cairan penelitianRL, gelatinKecepatan infus:20 ml/kg sebagai volume awal cairan resusitasi
Perubahan nilai hematokrit, hemoglobin, frekuensi denyut dan tekanan denyut; volume
Reaksi hebat pada koagulasi, gangguan liver dan ginjal dan kesetimbangan asam-basa; reaksi
12
total cairan yang diberikan, episode rekurensi syok, angka kematian
tipe alergi hebat
DHF: dengue hemorrhagic fever
DSS: dengue shock syndrome
PPRT: pulse pressure recovery time
Tabel 2.Karakteristik Penelitian yang Dikeluarkan
Peneliti, Tahun Alasan EksklusiHung, 2006 Penelitian ini menggunakan koloid dan kristaloid secara bersamaan pada
semua pasien DSS.Martinez-Vega 2006 Penelitian ini tidak membandingkan koloid dan kristaloid; dasarnya adalah
perbedaan pada diagnosis dengue berdasar kriteria klinis dan laboratorikTatura 2008 Penelitian ini membandingkan larutan gelatin dengan plasma darahUpadhyay 2005 Penelitian ini mengikutkan anak dengan syok septik
Tabel 3. Kualitas Metodologi Penelitian yang Diikutkan
Peneliti, Tahun Randomisasi Allocation Concealment
Blinding Analisis Intent-to-treat
Dung, 19998 Adekuat Adequate-treatment pack numbers contained in opaque envelopes
Double-blind, setiap botol cairan ditutup dengan selotip hitam
Tidak dinyatakan
Nhan 20017 Randomisasi sekuensial
Adequate-treatment pack numbers contained in opaque envelopes
Double-blind Ya
Wills 20056 Adekuat, dibagi lagi menurut tekanan denyut
Computer generated random numbers, treatment packs prepared by independent staff
Double-blind Ya
Prasetyo 20089 Penilaian random, dibagi ke dalam DHF 3 atau 4
Tidak dinyatakan Tidak dinyatakan Tidak dinyatakan
Apendiks 1. Panduan WHO tentang Penangan DSS
13
Penggantian volume segera dan cepat*: terapi IV awal cairan kristaloid 10-20
ml/kg/jam selama 1 jam
Terapi IV dengan kristaloid
berturut-turut dikurangi dari
20 ke 10, lalu 6, lalu 3
ml/kg/jam
Oksigen
Apendiks 2. Kriteria WHO untuk Diagnosis DF dan DHF
14
Tanda vital tidak stabil
Tanda syok
Urin menurun
Ada perbaikan Tidak ada perbaikan
Perbaikan lebih lanjut Hematokrit naik Hematokrit turun
Hentikan pemberian cairan
intravena setelah 24-48 jam
Koloid IV (dekstran 40) atau
plasma 10 ml/kg/jam dalam
bentuj bolus intravena
(ulangi jika perlu)
Transfusi darah (10 ml/kg/jam)
jika hematokrit masih di bawah
35%
Terapi IV dengan kristaloid,
berturut-turut dikurangi dari
10 ke 6 ke 3 ml/kg/jam.
Hentikan setelah 24-48 jam
Perbaikan
DF/DHF Derajat* Gejala LaboratoriumDF Demam dengan dua atau lebih
gejala seperti sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia
Leukopenia, kadang trombositopenia, tidak ada bukti kebocoran plasma
DHF I Gejala di atas ditambah tes torniket (+)
Trombositopenia < 100.000, Hct naik ≥ 20%
DHF II Gejala di atas ditambah perdarahan spontan
Trombositopenia < 100.000, Hct naik ≥ 20%
DHF III Gejala di atas dengan kegagalan sirkulasi (denyut lemah, hipotensi, kelelahan)
Trombositopenia < 100.000, Hct naik ≥ 20%
DHF IV Syok dalam dengan denyut nadi dan tekanan darah yang tidak terdeteksi
Trombositopenia < 100.000, Hct naik ≥ 20%
DHF derajat III dan IV juga disebut DSS
15