99

PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh
Page 2: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Hak Asuh Anak Akibat Istri Murtad Menurut

Penerepan Teori Maqasid Syari’ah” (Studi Putusan Nomor

2170/Pdt.G/2016/PA.Tng Dan Putusan Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU) telah

diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 09 Desember 2019.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Hukum (SH) pada Program Studi Hukum Keluarga.

Jakarta, 09 Desember 2019

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Ketua : Dr. Mesraini, M.Ag.

NIP. 197602132003122001

Sekretaris : Ahmad Chairul Hadi, MA.

NIP. 197205312007101002

Pembimbing : Hotnidah Nasution, MA.

NIP. 197106301997032002

Penguji I : Dr. H. Muchtar Ali, M. Hum.

NIP. 195704081986031002

Penguji II : Mara Sutan Rambe, M.H.

NIDN.2124058501

Page 3: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

ii

HAK ASUH ANAK AKIBAT ISTRI MURTAD MENURUT PENERAPAN TEORI

MAQASID AL-SYARI’AH (Studi Putusan Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng Dan

Putusan Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

VANIA UTAMI FIJRIYAH

NIM: 11150440000075

Dibawah Bimbingan:

Hotnidah Nasution, S.Ag., M.A.

NIP. 197101311997032010

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M / 1441 H

Page 4: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Vania Utami Fijriyah

NIM : 11150440000075

Fakultas : Syariah dan Hukum

Program Studi : Hukum Keluarga

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua narasumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya

atau merupakan hasil penjiplakan karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlalu di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Desember 2019

VANIA UTAMI FIJRIYAH

11150440000075

Page 5: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

iv

ABSTRAK

Vania Utami Fijriyah NIM 11150440000075 HAK ASUH ANAK AKIBAT

ISTRI MURTAD MENURUT PENERAPAN TEORI MAQASID SYARI’AH (Studi

Putusan Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng dan Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU).

Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H / 2019 M. Ix + 94 halaman + 2 halaman

lampiran

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam

putusan Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng dan Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU yang

memuat tentang cerai talak kumulasi hak asuh anak dimana salah satu diantara para pihak

ada yang keluar dari agama Islam (murtad) dan bagaimana hak asuh anak/ Hadhanah

yang diterapkan atas kedua putusan tersebut,.

Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan

studi yuridis normatif yakni, metode yang ditujukan dan dilakukan terhadap praktik

pelaksanaan hukum, terhadap putusan Peradilan Agama, Undang-Undang yang berlaku di

Indonesia, buku-buku, dan jurnal (library research) yang berhubungan dengan skripsi ini,

serta praktiknya yang dilengkapi dokumen-dokumen hukum yang ada di Indonesia,

analisis data yang sudah diolah dirumuskan dan dijadikan dasar pijakan dalam

menyeleseikan masalah agar bisa memberi jawaban atas persoalan sebab adanya hak

asuh anak akibat istri murtad, bagaimana hakim memutuskan perkara ini.

Hasil penelitian menunjukan pada putusan Nomor 2170/Pdt.G/2016/PATng

Majelis Hakim mengabulkan permohonan Pemohon dengan pertimbangan hak asuh anak

diberikan kepada Termohon yang mana sebagai mantan Isteri dari Pemohon yang

beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh anak

diberikan kepada Pihak kedua dengan ketentuan yang sudah diberikan. Putusan Nomor

0743/Pdt.G/2014/PA.JU Majelis Hakim mengabulkan permohonan Pemohon dengan

pertimbangan hak asuh anak diberikan kepada Pemohon selaku ayah kandungnya

dikarenakan Termohon keluar dari agama Islam. Bahwa dalam hak pengasuhan anak,

selain melihat agama orang tua yang akan mendapatkan hak asuh anak, tentu harus dilihat

juga dari perilaku orangtua. Dengan mempertimbangkan latar belakang dan gaya hidup

orangtua, pengadilan dapat memutuskan orangtua mana yang harus menjaga anaknya.

Kesamaan agama tidak menjadi satu-satunya faktor untuk menentukan hal yang terbaik

bagi si anak, pengadilan juga harus mempertimbangkan faktor-faktor lain yang ada

intinya bertujuan untuk kepentingan terbaik si anak.

Kata Kunci : Putusan, Pengadilan Agama, murtad, hak asuh anak

Pembimbing : Hotnidah Nasution, S.Ag., M.Ag

Daftar pustaka : 1972 s.d 2019

Page 6: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan

asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama

bagi mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah

Arab yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih

penggunaannya terbatas.

a. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar akasara Arab dan padanannya dalam aksara

Latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak Dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts te dan es ث

J Je ج

h} ha dengan garis bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

Page 7: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

vi

S Es س

Sy es dan ye ش

s} es dengan garis bawah ص

d} de dengan garis bawah ض

t} te dengan garis bawah ط

z} zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik diatas hadap ‘ ع

kanan

Gh ge dan ha غ

F Ef ف

Q Qo ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

apostrop ‘ ء

Y Ya ي

Page 8: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

vii

b. Vokal Pendek dan Vokal Panjang

Vokal Pendek Vokal Panjang

_____ ______ = a ىا = a>

_____ ______ = i ىي = i>

_____ ______ = u ىو = u>

c. Diftong dan Kata Sandang

Diftong Kata Sandang

al = )ال( ai = __ أ ي

al-sh = )الش( aw = __ أ و

-wa al = )وال(

d. Tasydid (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan

huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah.

Tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu

terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah.

Misalnya: al-Syuf’ah, tidak ditulis asy-syuf’ah

e. Ta Marbutah

Jika ta marbutah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat

contoh 1) atau diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta

marbûtah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta

marbûtah tersebut diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut

dialihasarakan menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

Page 9: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

viii

Kata Arab Alih Aksara

syarî ‘ah شريعة

al- syarî ‘ah al-islâmiyyah الشريعة الإسلا مية

Muqâranat al-madzâhib مقارنة المذا هب

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih

aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia

Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama tersebut

berasal dari Bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn

al-Rânîrî.

Istilah keislaman (serapan): istilah keislaman ditulis dengan berpedoman

kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai berikut contoh:

No Transliterasi Asal Dalam KBBI

1 Al-Qur’a>n Alquran

2 Al-H}adi>th Hadis

3 Sunnah Sunah

4 Nas{ Nas

5 Tafsi>r Tafsir

6 Fiqh Fikih

Dan lain-lain (lihat KBBI)

Page 10: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

ix

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan

kepada Tuhan semesta alam, Allah SWT. Sebuah kesyukuran yang mendalam atas

segala nikmat, ma’unah, hidayah serta karunia Allah kepada kita semua

khususnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan Judul “Hak Asuh Anak Akibat Istri Murtad Dalam Perspektif Maqasid al-

Syari’ah (Studi Putusan Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng Dan Nomor

0743/Pdt.G/2014/PA.JU). Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada

baginda besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa ummatnya menuju

jalan yang lurus dan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Penulis amat terharu, bersyukur dan gembira sekali, karena telah

menyelesaikan tugas akhir dalam jenjang pendidikan S1 ini, sehingga bisa

memperoleh gelar Sarjana Hukum lulusan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis juga meminta maaf yang sebesar-besarnya

apabila skripsi ini kurang berkenan bagi para pembaca, karena penulis menyadari

bahwa skripsi penulis jauh dari kata kesempurnaan.

Perlu diketahui bahwa selama penulis masih di bangku perkuliahan sampai

pada tahap akhir ini yakni penulisan skripsi, penulis mendapatkan banyak

pendidikan, arahan, bantuan, masukan, serta dukungan yang luar biasa dari para

pihak, oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya khususnya kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., Rektor Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H.M.H., Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berikut para

wakil Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

3. Mesraini, S.H,M.Ag., dan Chairul Hadi, S.H, M.A., selaku Ketua

Program Studi Hukum Keluarga dan Sekretaris Program Studi Hukum

Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum, atas jasa-jasa beliau berdualah

Page 11: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

x

yang membuat penulis bersemangat untuk menjadi mahasiswa yang

unggul dan bermanfaat, selalu mendukung penulis di tengah-tengah

kesibukannya serta memotivasi penulis untuk secepatnya memyelesaikan

penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Kamarusdiana, M.A., selaku Dosen Penasehat Akademik yang tak

kenal lelah membimbing penulis serta mendampingi penulis dengan

penuh keikhlasan dan kesabaran sampai pada tahap semester akhir di

Fakultas Syariah dan Hukum tercinta ini, khususnya pada penyelesaian

skripsi penulis.

5. Ibu Hotnidah Nasution S.Ag., M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi

penulis, yang selalu membimbing penulis dengan penuh kesabaran di

tengah kesibukan yang beliau hadapi, memberikan arahan serta masukan

yang sangat positif untuk perumusan dan penyusunan skripsi ini, sehingga

merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis karena telah

dibimbing oleh orang hebat seperti beliau.

6. Yang teristemewa saya ucapkan untuk keluarga saya Ayahanda Bpk.

Andi Inding, Ibu sayang Sri Herlina, yang senantiasa selalu memberikan

dukungan yang tiada hentinya untuk penulis dan selalu mendoakan

penulis dengan setulus hati kakak saya Putri Anastasya, beserta suaminya

yang senantiasa mendukung secara materil, dan Khoerul Ilham yang

senantiasa selalu memberi dukungan yang tak kenal lelah kepada penulis,

Terimakasih banyak yang sebesar-besarnya.

7. Kepada para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah mendidik

penulis dan memberikan keilmuannya sehingga skripsi ini dapat tuntas.

8. Kepada keluarga famsfir Regista, Kristina, Nabila, Irene, Acun dan

Firliana teman terbaik penulis di masa SMA.

9. Kepada sahabat-sahabat terbaik penulis, Mega yang selalu menjadi

tempat kedua penulis diciputat, isti, wiwi, kiki, ilah, yang menjadi tempat

curhat penulis, desi, omeh, mba utap dan teman-teman seperjuangan

penulis yang tidak bisa penulis ungkapan satu persatu.

Page 12: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

xi

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas jasa-jasa

mereka, kebaikan mereka, dan melindungi mereka baik di dunia maupun di

akhirat kelak, aamiin! Semoga skripsi ini membawa berkah dan banyak manfaat

bagi para pembaca walaupun masih banyak kekurangan dan belum sempurna,

karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Wallahu a’lam bi al-Showab.

Jakarta, 28 Desember 2019

Vania Utami F

Penulis

Page 13: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

xii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ii

ABSTRAK .......................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 4

C. Rumusan dan Pembatasan Masalah .................................................. 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 4

E. Metode Penelitian .............................................................................. 5

F. Kajian (Review Studi) Terdahulu ....................................................... 6

G. Sistematika Penulisan ....................................................................... 7

BAB II : HADHANAH DAN TEORI MAQASHID SYARI’AH

A. Hadhanah ........................................................................................ 9

1. Pengertian Hadhanah .............................................................. 10

2. Ketentuan dan Persyaratan Menjalankan Kuasa Orang Tua ... 10

a. Menurut Hukum Islam ...................................................... 10

b. Menurut Hukum Positif ................................................... 20

3. Hak-hak Nonmuslim Menjalankan Hadhanah Anak ............... 24

a. Menurut Hukum Islam ...................................................... 24

b. Menurut Hukum Positif .................................................... 30

Page 14: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

xiii

B. Teori Maqashid Syari’ah ................................................................... 32

1. Pengertian Maqashid Syari’ah ................................................. 32

2. Dasar Hukum Maqashid Syari’ah ............................................ 34

3. Kedudukan Maqashid Syari’ah ................................................ 37

4. Penetapan Teori Maqashid Syari’ah ........................................ 39

BAB III : DESKRIPSI PUTUSAN PADA NOMOR 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng

DAN NOMOR 0743/Pdt.G/2014/PA.JU

A. Deskripsi Perkara Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng ........................ 43

1. Posisi Kasus ............................................................................... 43

2. Duduk Perkara ............................................................................. 43

3. Amar Putusan .............................................................................. 48

B. Deskripsi Perkara Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU .......................... 49

1. Posisi Kasus ................................................................................ 49

2. Duduk Perkara ............................................................................ 50

3. Amar Putusan ............................................................................. 54

BAB IV : PEMBAHASAN DAN ANALISIS PUTUSAN Nomor

2170/Pdt.g/2017/PA.Tng dan 0743/Pdt.G/2014/PAJU

A. Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Tangerang Dan

Pengadilan Agama Jakarta Utara Tinjuan Hukum Islam dan Hukum

Positif ................................................................................................ 56

1. Nomor 2170/Pdt.G/2017/PA.Tng .................................................. 56

2. Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU ................................................... 60

B. Analisis Tinjauan Teori Maqashid Syari’ah...................................... 62

1. Nomor 2170/Pdt.G/2017/PA.Tng .................................................. 62

2. Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU .................................................... 65

BAB V PENUTUP

Page 15: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

xiv

A. Kesimpulan ........................................................................................ 69

B. Saran ................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 72

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 79

Page 16: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang

beragama Islam1, dan merupakan Peradilan khusus yang hanya menangani

perkara-perkara tertentu. Namun, dalam penerapan Hukum Perdata di

Pengadilan Agama disana sini sering muncul kontradiksi, di satu sisi ada

idealitas penegakkan hukum dalam tatanan dan semangat kesatuan

berbangsa dan bernegara yang harus dikedepankan tetapi di sisi lain juga

menuntut penegakan norma-norma dan idealitas yang ditekankan oleh

hukum Islam yang juga tidak dapat diabaikan, apalagi hukum acara

perdata yang berlaku saat ini sebagian besar masih didasarkan pada aturan

waris penjajah Belanda.2.

Perkara-perkara di bidang perkawinan, semisal sengketa perceraian

dan hak asuh anak, merupakan sengketa keluarga yang memerlukan

penanganan khusus sesuai dengan amanat Undang-Undang Perkawinan3.

Peristiwa perceraian tidak jarang mengakibatkan terlantarnya pengasuhan

anak. Tidak jarang terjadi perebutan mengenai hak asuh anak, masing-

masing bekas suami istri merasa paling berhak dan paling layak untuk

menjalankan hak asu anak.4.

Apabila terjadi perceraian maka sering kali anaklah yang menjadi

korbannya, untuk itu baik dalam hukum Islam maupun peraturan

perundang-undangan yang merupakan hukum positif yang berlaku di

1 Pasal 1 ayat ( 1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

sebagaimana yang diubah dengan dengan Undang-Undan Nomor 3 Tahun 2006. ( Selanjutnya

disebut UUPA ) 2 Sesuai dengan ketentuan Aturan Peralihan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945

yang di amandemen, bahwa segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku

selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini 3 Penjelasan Umum UUPA angka 5,6, dan 7 4 Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Kontemporer, ( Jakarta: Kencana, 2004,

Cet. Kedua ), h., 166.

Page 17: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

2

Indonesia, telah memberikan aturan tentang pemeliharaan anak baik ketika

masih dalam ikatan perkawinan maupun dalam perceraian.

Sebagai upaya memberikan kemashlahatan pada anak maka

ketentuan hukum positif telah memberikan perlindungan hukum terhadap

masalah pemeliharaan anak, sebagaimana yang telah terakomodasi di

dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan

dalam Kompilasi Hukum Islam maupun yang bersumber dari nash-nash

al-Qur’an dan al-Hadish serta aturan-aturan dalam fiqh yang telah

mengatur masalah pemilaharaan anak/hadhanah.

Munculnya persoalan hadhanah tersebut adakalanya disebabkan

oleh perceraian atau karena meninggal dunia dimana anak belum dewasa

atau tidak mampu mengurus diri mereka, oleh karena itu diperlukan

adanya orang-orang yang bertanggung jaab untuk mendidik dan merawat

anak tersebut.5

Sehubungan dengan masalah hadhanah yang terjadi akibat dari

perceraian, timbul permasalahan ketika hadhanah tersebut terjadi karena

majelis hakim telah menyetujui permohonan gugatan dari kedua orang tua

antara suami atau istri yang telah berpindah agama (murtad) yang

bersamaan diajukan permohonan hadhanah atas anak yang belum

mumayyiz dari hasil perkawinan antara suami istri yang pada akhirnya

permohonan hadhanah tersebut jatuh ke salah satu suami atau istri yang

murtad. Permasalahan kemudian adalah ketika seorang ibu murtad

Didalam KHI ada dua pasal yang mengatur tentang pengasuhan anak

(hadanah). Pasal 105 KHI mengatur mengenai kepada siapa anak itu

diasuh ketika anak itu mumayyiz atau belum mumayyiz. Sedangkan pasal

156 KHI mengatur tentang hak asuh anak ketika ibunya tidak ada

(meninggal). Dalam kedua pasal tersebut, kiranya belum menjawab

permasalahan di atas. Bahkan dalam pasal 116 (h) KHI menyebutkan

5 Andi Syamsu Alam dan M Fauzan, Hukum Pengangkatan Naka Perspektif Islam,

(Jakarta: Kencana, 2008) h,114-115

Page 18: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

3

bahwa salah satu tentang alasan perceraian adalah peralihan agama atau

murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan. Dalam pemahaman

terbalik bisa dikatakan jika kemurtadan tidak menimbulkan

ketidakrukunan, maka ibu yang murtad tadi boleh tidak bercerai dan

berhak mengasuh anaknya dalam suatu perkawinan yang sah.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, Pasal yang secara tegas mengatur

masalah kewajiban pemeliharaan anak jika terjadi perceraian hanya

terdapat di dalam pasal 105, dan 106. Pasal 105 selengkapnya berbunyi

sebagai berikut :

Dalam hal terjadinya perceraian:

Pemeliharaan Anak dalam Pasal 105 KHI

• Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 (dua

belas) tahun adalah hak ibunya.

• Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk

memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak

pemeliharaannya.

• Biaya pemeliharaan di tanggung oleh ayah.

Permasalahan mengenai Islam sebagai syarat bagi pelaku hadanah imam

an- Nawawi berpendapat bahwa hak asuh tidak diberikan kepada orang tua

yang kafir. Artinya, seorang ibu yang kafir (baik murtad maupun beda

agama) tidak berhak melakukan hadanah terhadap orang Islam, demikian juga

terhadap anak-anaknya. Sedangkan ulama mazhab lainnya sepakat bahwa ibu

yang kafir boleh melakukan hadanah. Dengan demikian murtad maupun beda

agama tidak dapat menggurkan hak bagi pelaku hadanah, dan kasih sayang

seorang ibu kepada anak tidak akan berpengaruh karena perbedaan agama.

Putusan Pengadilan Agama sebagai langkah akhir menyelesaikan sengketa

hadhanah bagi istri yang murtad kadang kala tidak memberikan putusan yang

seragam seperti di Pengadilan Agama Tangerang yang memberikan hak

Page 19: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

4

hadhanah ke ibu yang murtad, berbeda dengan Pengadilan Agama Cikarang

yang tidak memberikan hak hadhanah kepada istri yang murtad.

Melihat fenomena diatas penulis tertarik mengkaji perbedaan dua putusan

di atas dalam penelitian yang berjudul “ Hak Asuh Anak Akibat Istri Murtad

dan Penerapan Teori Maqashid Syari’ah ( Studi Perbandingan Putusan

Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng dan Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU )

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian yang ada pada latar belakang masalah tersebut, maka dapat

disebutkan identifikasi masalah di baah ini yang akan di jelaskan lebih lanjut

yaitu :

a. Bagaimana penetapan hak asuh anak menurut kompilasi hukum Islam ?

b. Bagaimana metode ijtihad hakim dalam penetapan hak asuh anak?

c. Bagaimana Penerapan teori maqashid syariah dalam penetapan hak asuh

anak?

d. Bagaimana analisi hukum putusan Nomor 2170/PdtG/2016/PA.Tng dan

Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU

C. Rumusan Masalah

a. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menetapan hak asuh anak pada

putusan Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng dan Nomor

0743/Pdt.G/2014/PA.JU Perspektif Hukum Islam dan Teori Maqasid

Syari’ah ?

b. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menetapan hak asuh anak pada

putusan Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng dan Nomor

0743/Pdt.G/2014/PA.JU dalam penerapan perspektif Hukum Positif ?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menetapkan hak asuh anak

dikedua pengadilan agama dengan memakai teori hukum Islam dan teori

Maqashid Syari’ah.

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menetapkan hak asuh anak

dengan memakai perspektif Hukum Positif.

Page 20: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

5

E. Manfaat Penelitian

1. Memberi informasi ilmiah kepada masyarakat, untuk memahami dan

mencegah terjadinya pernikahan di usia yang belum mencukupi umur

atau masih anak-anak

2. Memberi informasi ilmiah kepada masyrakat bagaimana, cara hakim

memutuskan perkara cerai talak kumulasi hak asuh anak dengan teori

maqashid syariah, hukum Islam dan hukum positif.

F. Tinjauan (Reiew) Kajian Terdahulu

Banyaknya karya ilmiah yang mengulas tentang Hukum Keluarga

dalam Khazanah hukum Islam di Indonesia. Begitu pula secara khusus

karya ilmiah yang membahas tentang hak asuh anak dari istri yang murtad

ini, dapat dikatakan sudah mulai beredar dan muncul, karya ilmiah

terdahulu tersebut, yang akan dipaparkan sebagai berikut:

1) Muhammad Karman, (10100108042) /2015 M /1436 H), dalam

penelitiannya berjudul : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak Asuh

Anak Dari Istri yang Murtad (Studi Analisis Putusan nomor

47/Pdt.G/2003/PA.Sal) kesimpulan : dalam perkara ini Majelis Hakim

mengabulkan permohonan Penggugat yang tak lain adalah suami dari

Tergugat untuk menjatuhkan hak asuh anak kepada Pemohon.

2) Ida Nur Rohmatin, (1123201035) /2015 M / 1436 H), dalam

penelitiannya skripsinya berjudul: Hak Hadhanah Istri Yang Murtad

Ditinjau Dari Hukum Fikih Dan Hukum Positif (Studi Analisis

Putusan Pengadilan Agama Purwokerto Nomor:

1516/Pdt.G/2013/PA.Pwt). Kesimpulan : meneliti lebih dalam kenapa

Majelis Hakim menjatuhkan hak asuh anaknya kepada istri yang

murtad dari pandangan hukum Islam dan hukum positif.

Perbedaan dengan penelitian penulis yaitu penelitian ini lebih di

fokuskan kepada Hak Asuh Anak Akibat Istri Murtad dan Penerapan Teori

Page 21: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

6

Maqashid Syariah dan Analisis perkara dari Pengadilan Agama Tangerang

dan Pengadilan Agama Jakarta Utara.

G. Metode Penelitian

Dalam membahas maslah penelitian ini, maka diperlukan suatu

metode ntuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang

akan dibahas secara jelas. Terdapat beberapa metode yang penulis

gunakan anatara lain:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini memakai penelitian normatif yaitu dilakukan dengan

memperlajari studi kepustakaan berupa buku-buku, perUndang-undangan

yang terkait dengan permasalahan yang ada lalu studi dokumenter yang

merupakan putusan itu sendiri.

2. Metode Pendekatan

Pendekatan Permasalahan ini adalah pendekatan kualitatif yuridis

normatif yaitu metode ini ditujukan dan di lakukan pada praktik

pelaksanaan hukum. terhadap undang-undang yang tertulis serta

praktiknya serta dokumen-dokumen hukum yang ada di indonesia.

3. Sumber data

a. Data Primer

Sumber dari data primer itu sendiri yaitu bahan hukum berupa

berkas-berkas surat permohonan penetapan hak asuh anak, hasil

penetapan di Pengadilan Agama Tangerang dan Pengadilan Agama

Jakarta Utara.

b. Data Sekunder

Sumber dari data sekunder yaitu datang yang didukung oleh buku-

buku ilmiah, artikel, Al-Qur’an dan hadits.

4. Teknik Pengumpulan Data.

Pengumpulan data terkait dengan penelitian ini adalah berupa studi

dokumenter yaitu mencari dan mengumpulkan data-data yang berkaitan

dengan judul penelitian penulis dari Pengadilan Agama Tangerang dan

Page 22: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

7

Pengadilan Agama Jakarta Utara dan studi kepustakaan yang data-

datanya didapat dari buku-buku ilmiah, jurnal dsb.

5. Teknis Analisis Data.

Data yang sudah diolah dan diuraikan dihubungkan sedemikian

rupa sehingga menjadi sistematis dalam menjawab permasalahan yang

ada. Dan data-data yang telah di analisis dan dirumuskan dijadikan

dasar pijakan dalam menyelesaikan masalah agar bisa memberi jawaban

atas persoalan yang telah diteliti yaitu sebab adanya hak asuh anak akibat

istri murtad, bagaimana hakim memutuskan perkara ini di Pengadilan

Agama Tangerang dan Pengadilan Agama Jakarta Utara.

6. Teknik Penulisan.

Metode penelitian ini merujuk pada pedoman penulisan skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas

Syariah dan Hukum tahun 2017.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka

penulis menyusun penulisan skripsi ini dengan sistematika sebagai berikut:

1. Bab kesatu : pada bab ini menjelaskan tentang pendahuluan yang meliputi

latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan

masalah, tujuan, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian,

Riview Studi terdahulu, sistematika penulisan dari pembahasan ini sebagai

pengantar untuk membaca agar mengetahui hal apa yang akan dibahas

dalam skripsi ini.

2. Bab kedua : Kajian Pustaka dibahas dalam bab ini disajikan data-data

hasil penelitian yang dikumpulkan secara akurat, beruipa gambaran

umum tentang pernikahan usia dini dalam hukum islam.

3. Bab ketiga : Kajian Pustaka pembahasan di bab ini tentang pemaparan

kajian Teori Maqashid Syariah dan metode ijtihad.

Page 23: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

8

4. Bab keempat: merupakan bab ini yaitu bahasan utama dalam skripsi ini,

yaitu menganalisis perkara cerai talak kumulasi hak asuh anak dan

bagaimana penanganan hakim dalam menetapkan putusan di Pengadilan

Agama Tangerang dan Pengadilan Agama Jakarta Utara dalam menangani

perkara tersebut.

5. Bab kelima : merupakan bab akhir dari penelitian ini, terdiri dari penutup

yang berisi kesimpulan dan saran-saran yang bersifat membangun bagi

penyempurnaan penelitian ini

Page 24: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

9

BAB II

HADHANAH DAN TEORI MAQASHID SYARIAH

A. Hadhanah

1. Pengertian Hadhanah

Hadhanah حضانة secara etimologi (bahasa) ialah jamak dari kata

(hidhn)حضن terambil dari kata (hudhun)حضن atau (ahdhan) احضان

yang berarti anggota badan yang terletak atau di bawah ketiak.1 Atau

juga bisa disebutnya dengan “meletakan sesuatu dekat tulang rusuk

atau pangkuan”. Maksudnya adalah pendidikan dan pemeliharaannya

anak sejak dari lahir sampai sanggup mandiri atau berdiri sendiri. 2

Secara termonologi, menurut Sayyid Sabiq, hadhanah adalah :

“Melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil laki-laki atau

perempuan ataupun yang sudah besar, tetapi belum tamyiz, atau yang

kurang akalnya, belum dapat membedakan antara yang baik dan yang

buruk, belum mampu dengan bebas mengurus diri sendiri dan belum

tahu mengerjakan sesuatu untuk kebaikannya dan memelihara dari

sesuatu yang menyakiti dan membahayakannya, mendidik serta

mengasuhnya, baik fisik ataupun mental atau akalnya agar mampu

menempuh tantangan hidup serta memikul tanggung jawab.3

Di dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan pengertian

hadhanah sebagai pemeliharaan anak atau dengan arti lain hadhanah

adalah kegiatan mengasuh, memelihara, dan mendidik anak hingga

dewasa atau mampu berdiri sendiri.4

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan hadhanah adalah hak yang berkaitan dengan seorang anak yang

1 Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir-Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Ponpes al-

Munawir), h.,296 2 Abd.Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta:Prenada Media, 2003), h.,175 3 Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah Jilid II, (Saudi Arabia: Dar al-Fatkh, 1999) hal.,436 4 Ketentuan Umum Pasal 1 huruf g Inpres No.1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

Page 25: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

10

masih kecil baik laki-laki maupun perempuan, ataupun yang sudah

besar tetapi belum mummayiz karena masih sangat membutuhkan

pemeliharaan, penjagaann, pendidikan serta kasih sayang agar menjadi

manusia yang dapat bertanggung jawab di masa depan.

2. Ketentuan dan Persyaratan Menjalankan Kuasa Orang Tua

a. Menurut Hukum Islam

1). Orang Yang Berhak Atas Hadhanah dan Urutannya.

Para fuqaha berselisih pendapat, menurut kalangan

Hanafiyah, Malikiyah, dan sebagian lainnya hadhanah

merupakan haknya hadhin (pemegang hadhanah) karena ia

berhak menggugurkan haknya meski tanpa pengganti. Jika

hadhanah itu menjadi hak hadhin, tentu hadhanah tidak akan

gugur dengan penggugurannya. Ulama lain berpendapat

bahwa hadhanah adalah hak si anak, bila ia

menggugurkannya, maka gugurlah hak hadhanah itu.

Adapun menurut pendapat ulama yang ahli di bidangnya,

hadhanah berkaitan dengan tiga hak bersamaan, yaitu hak

orang yang mengasuh, hak orang yang diasuh, hak ayah atau

orang yang bertindak selaku wakilnya, ketiganya harus

diwujudkan, bila saling bertentangan maka didahukukan hak

si mahdhun.10

Menurut al-Sayyid Al-Sabiq sebagaimana yang dikutip

oleh Aris Bintania, setiap ibu pengasuh dan anak yang diasuh

punya hak hadhanah, tetapi hak si anak lebih besar dari hak

ibu pengasuh sekalipun hak ibu pengasuh dilepaskan, hak

hadhanah anak tidak dapat gugur. Ibu diharuskan

melakukannya tetapi jika rela melakukan sementara ibunya

tidak mau, maka hak ibu gugur. Akan tetapi, jika anak

10 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, Terj. Abdul Hayyie al-

Kattani, dkk, h. 60-61.

Page 26: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

11

menyusui, meskipun ada yang menafkahinya, tidak dapat

menggugurkan kewajiban ibu mengasuhnya, tetap

ditangannya dan tidak dapat dilepas selama ia menyusui.11

Adapun hak atas hadhanah kalangan perempuan lebih

berhak menjalankannya ketimbang kalangan laki-laki, karena

mereka lebih dalam hal belas kasih, ketelatenan merawat,

kesabaran, dan lebih intens menjaganya. Urutan-urutan yang

berhak melaksanakan hadhanah menurut ulama fikih sebagai

berikut:12

a.) Kalangan Perempuan

(1) Hanafiyah: ibu kandung, ibu dari ibu (nenek),

saudari- saudari si anak, bibi dari ibu, putri-putri dari

saudari si anak, putri-putri dari saudara si anak, bibi

dari bapak dan selanjutnya ashabah sesuai sistem

kewarisan.

(2) Malikiyah: ibu kandung, nenek dari ibu, bibi dari

ibu, nenek dari bapak, saudari si anak, bibi dari

bapak, putri dari saudara si anak, kemudian penerima

wasiat yang lebih utama dari ashabah.

(3) Syafi’iyah: ibu kandung, nenek dari ibu, nenek

dari bapak, saudari-saudari si anak, bibi, putri-putri

saudara si anak, putri-putri saudari si anak, bibi dari

bapak, semua mahram waris sesuai tertib waris.

(4) Hanabilah: ibu kandung, nenek dari ibu terus ke

atas, nenek dari bapak terus ke atas, kemudian

saudari kandung, saudari

seibu, saudari sebapak, kemudian bibi dari ibu

11 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, Ed. 1,

Cet. 1, (Jakarta: RajawaliGrafindo, 2012), h. 211. 12 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani,

dkk, h. 63-64

Page 27: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

12

sekandung, bibi dari ibu seibu, bibi dari ibu sebapak,

kemudian bibi dari bapak, kemudian bibi ibu (saudari

nenek), kemudian bibi bapak (saudari nenek) sampai

ke atas, kemudian putri saudara si anak, kemudian

putri pamannya bapak selanjutnya tersisa ashabah

mulai dari yang terdekat.

Jika si anak tidak punya kerabat di antara

muhrim- muhrimnya di atas, atau punya tetapi tidak

pandai mengasuh, maka pindahlah tugas tersebut ke

para ashabah laki-laki. Bila tidak punya kerabat

sama sekali, maka pengadilan memutuskan siapa

orang yang patut melakukan dan melaksanakan

pengasuhan dan pendidikannya.

b). Kalangan Laki-Laki

Apabila tidak ada satu pun dari kalangan

perempuan di atas, maka hak hadhanah pindah ke

kalangan laki-laki sesuai ashabah kewarisan, yaitu:

bapak, kakek, terus ke atas, sudara dan putra-

putranya terus kebawah, paman-paman dan putra-

putranya. Tetapi tidak dapat diterima yang bukan

mahram, seperti putra paman atas anak perempuan

untuk menjaganya dari fitnah namun ia boleh

memelihara bayi.13

Apabila dari kalangan ashabah laki-laki juga

tidak ada, menurut Hanafiyah, hadhanah pindah ke

zu al-arham, pindah ke saudara ibu, putranya,

paman ibu, paman dari bapak sekandung kemudian

seibu, karena mereka berhak menjadi wali nikah

13 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h.216-

217

Page 28: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

13

sehingga juga berhak menjalankan hadhanah.

Begitu juga menurut Hanabilah, hadhanah pindah

ke zu al-arham laki-laki atau perempuan, yang

paling utama bapaknya ibu, kemudian ibunya bapak

ibu, saudara ibu, paman. Selanjutnya hakim

menyerahkan si anak ke orang kepercayaan pilihan

si anak.

Menurut Wahbah al-Zuhaili, yang lebih benar,

bila kalangan perempuan dan ashabah tidak ada,

dan ada kerabat laki-laki dari zu al-arham seperti

paman dan bapaknya ibu, tidak berhak hadhanah

karena kekerabatannya lemah, tidak berhak

hadhanah orang yang bukan ahli waris si anak dari

zul al-arham yaitu putra dari anak perempuan, putra

saudari, putra saudara ibu dan bapaknya ibu, paman

dari bapak dan dari ibu, karena hak hadhanah hanya

untuk orang yang kekerabatannya kuat yang tidak

ada pada zu al-arham laki-laki.14

Menurut Hanafiyah, bila kerabat yang berhak

hadhanah dalam satu tingkat lebih dari satu, seperti

dua orang paman dari bapak, didahulukan yang

lebih wara’ dan lebih tua, tidak fasik dan tidak

lemah akal. Menurut Malikiyah, didahulukan yang

punya kelebihan dalam hal belas kasih dan

perlindungan bila masih sama. Menurut Syafi’iyah

harus diundi karena tidak mungkin yang

menjalankan hadhanah semuanya karena tidak bisa

diistimewakan satu atas yang lain.15

2). Syarat-syarat Menjalankan Hadhanah

14 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 217 15 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 217-

218

Page 29: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

14

Pengasuhan anak berlaku antara dua unsur yang

menjadi rukun dalam hukumnya yaitu orang tua yang

mengasuh dan anak yang diasuh. Keduanya harus memenuhi

syarat yang ditentukan untuk wajib dan sahnya tugas

pengasuhan anak.16

a). Syarat Anak (al-mahdhun)

Apabila suami istri bercerai, dan mereka mempunyai

anak yang sudah baligh lagi berakal, maka ia bisa mandiri dan

tidak membutuhkan hadhanah dan kafalah, ia tidak dapat

dipaksa, tetapi hendaknya ia tidak memisah dan berhenti

berbuat baik kepada kedua orang tua. Tetapi, jika ia

perempuan perawan, makruh baginya tinggal sendiri karena

khawatir ada orang yang akan merusak dan menipu dirinya,

tetapi bila ia janda tidak dilarang karena ia sudah teruji dengan

laki-laki sehingga tidak khawatir akan ditipu. Menurut

Muhyiddin al-Nawawi sebagaimana yang dikutip oleh Aris

Bintania, anak perempuan yang sudah baligh lagi berakal

berarti telah terangkat dari pingitan di rumah sehingga ia

berhak tinggal sendiri tidak ada penghalang, sama juga jika ia

menikah kemudian bercerai. Bila si anak belum mumayiz, tujuh

tahun, atau gila dan lemah akal, maka wajib hadhanah atasnya

supaya tidak terlantar dan hancur.17

b). Syarat Pemegang Hadhanah

1. Baligh, anak kecil atau yang belum baligh tidak berhak

mendapatkan hak pengasuhan karena dia sendiri belum

mampu mengurus dirinya sendiri. 18

2. Berakal: tiada hadhanah bagi orang gila dan lemah akal

16 Amir Syariffudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), h.328 17 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 218-

219. 18 Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Terj. Khairul Amru Harahap

dan Faisal Saleh, Cet. 2, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 672.

Page 30: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

15

karena ia justru perlu orang lain yang mengurusi

dirinya.19

3. Mampu merawat: dapat mendidik, memelihara akhlak

dan kesehatan badan si anak. Orang yang uzur, sakit

atau sibuk tidak berhak hadhanah. Adapun karyawati

perusahaan atau pekerja yang pekerjaannya

menghambat perawatan anak tidak berhak hadhanah,

tetapi bila ia masih dapat menjaga dan mengurusi anak

maka tidak gugur haknya.20 Orang yang memiliki tabiat

suka marah kepada anak-anak meskipun kerabat anak

kecil itu sendiri dilarang menjadi orang yang

melaksanakan hadhanah.21

4. Mempunyai Sifat Amanah: tiada hadhanah bagi orang

yang tidak bisa dipercaya merawat dan membina akhlak

anak, seperti orang fasik, pemabuk, pezina, sering

melakukan perbuatan haram. Tetapi menurut Ibnu

Abidin ibu kandung yang fasik tetap berhak mengurus

anak selama umur anak belum dapat memikirkan dan

memahami sifat tercela ibunya, tetapi jika ia sudah

berakal hak itu dicabut. Adapun bagi laki-laki yang

fasik dan pemarah maka ia tidak berhak mengurus anak.

Dalam hal ini Malikiyah mensyaratkan tempat tinggal

yang aman, tiada hadhanah orang yang rumah atau

lingkungan sekitarnya penuh kefasikan karena

dikhawatirkan merusak anak atau hartanya dicuri dan

19 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 219-

220. 20 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani,

dkk, h. 67 21 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Cet. 5,

(Jakarta: Kencana, 2008), h. 426.

Page 31: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

16

dirampas.22

5. Islam: Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan Islam,

tiada hak dan kewenangan wanita kafir atas anak

muslim karena akan mempengaruhi agama si anak.

Menurut Zakariya al- Anshary, hadhanah ibu yang kafir

diterima karena hak hadhanah itu memang miliknya.

Menurut Abu Sa’id al- Istakhri dalam kitab Raudhatut

Thalibin sebagaimana yang dikutip oleh Aris Bintania,

boleh diserahkan ke orang kafir berdasarkan riwayat

Abdul Hamid ibn Salamah:23

Artinya: “Riwayat dari Abdul Hamid ibn Salamah dari

bapaknya, bahwa ia berkata: Bapakku masuk Islam

tetapi ibuku enggan, aku masih anak kecil, keduanya

memperebutkanku pada Nabi, Nabi berkata: Hai anak

pergilah kepada siapa kau kehendaki dari keduanya, jika

kau mau kepada bapakmu dan jika kau mau kepada

ibumu, maka aku menuju ibuku, melihatku begitu ku

dengar ia berkata, Ya Allah... tunjukilah dia, aku lantas

berbalik ke bapakku dan aku duduk di pangkuannya”.

Menurut al-Istakhri, ibu kafir zimmi lebih

berhak atas anak daripada bapaknya yang muslim

sampai anak berusia 7 tahun, setelah itu bapak berhak,

begitu juga anak kafir zimmi dalam hadhanah sama

seperti anak muslim, ibu lebih berhak atasnya. Tetapi

jika si anak menyifatkan dirinya dengan Muslim, maka

ia rebut dari orang kafir zimmi benar ataupun tidak

Islamnya.24

22 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani,

dkk, h. 67.

23 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h.

221-222.

24 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h.

222-223.

Page 32: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

17

Menurut Muhyiddin al-Nawawi sebagaimana

yang dikutip oleh Aris Bintania, hadhanah tidak boleh

diserahkan ke orang kafir karena tidak akan wujud

kesejahteraan anak, ia akan merusak agamanya dan itu

mudarat yang paling besar. Menurutnya hadis tersebut,

yang telah dijadikan dasar oleh Abu Hanifah, Ibnu

Qasim al-Maliki dan Abu Tsaur telah dimansukh,

karena jumhur telah berjimak bahwa anak muslim tidak

boleh diserahkan ke orang kafir. Hadis ini dari segi

sanad memang dapat jadi hujjah, tetapi tempat patokan

hujjah ada dua yaitu ibu yang kafir dan hak (anak)

memilih.25

Ibnu Qayyim berhujjah dengan firman Allah :

يكم نار""يا أيها الذين ا منوا قو أنفسكم وأهل . Sehingga

melindungi anak lebih didahulukan daripada haknya

memilih ataupun mencabut undi, karena untuk

kebaikannya. Diceritakan dari gurunya Ibnu

Taimiyah: bahwa dua orang tua memperebutkan

anak di depan hakim, hakim menyuruh anak

memilih sehingga si anak memilih bapaknya, sang

ibu bertanya apa sebab anak lebih memilih

bapaknya, maka hakim bertanya kepada si anak

yang menjawab; ibuku mengirimku setiap hari ke

juru tulis dan ahli fikih yang keduanya suka

memukulku,sementara bapakku membiarkanku

bermain bersama teman-temanku. Lantas hakim

memutus hadhanah untuk ibunya. Menurut Ibnu

Taimiyah, semangat syarak berkehendak menjaga

25 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h.223.

Page 33: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

18

kemaslahatan anak sehingga putusan hukum pun

adalah untuk kemaslahatan dunia dan akhirat.

Menurut al-Imrany tujuan kebahagiaan anak tidak

akan terwujud pada orang kafir, tidak dapat

dipercaya dia tidak akan mempengaruhi dan

merusak agamanya, ia berpandangan hadis ini tidak

begitu dikenal di kalangan penukil hadis, jika pun

benar, maka mestilah Nabi sudah tahu si anak bakal

memilih bapaknya makanya Nabi menyuruhnya

memilih, jadi hadis ini khusus untuk si anak tidak

dalam kasus yang lain.26

Menurut al-Sayyid al-Sabiq, wanita

nonmuslim tidak berhak hadhanah, tetapi golongan

Hanafi, Ibnu Qasim, bahkan Maliki serta Abu Tsaur,

berpendapat hadhanah tetap dapat dilakukan oleh

pengasuh yang kafir, sekalipun si anak muslim,

karena hadhanah itu tidak lebih dari menyusui dan

melayani, kedua hal ini boleh dilakukan oleh wanita

kafir. Meskipun begitu golongan Hanafi

mensyaratkan kafirnya bukan karena murtad, sebab

orang kafir karena murtad dapat dipenjara sampai ia

taubat dan kembali dalam Islam atau mati dalam

penjara, sehingga ia tidak boleh diberi kesempatan

mengasuh anak kecil, kecuali bila ia sudah taubat

dan kembali ke Islam.27

Hanafiyah dan Malikiyah tidak

mensyaratkan Islam, pemegang hadhanah boleh

26 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 224. 27 Al-Sayyid al-Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, (Beirut: Dar al-Kutub al Arabiy, tt), h. 343-

344.

Page 34: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

19

ahlul kitab atau agama lain baik ibunya atau yang

lain. Karena berdasarkan riwayat Abu Dawud dan

periwayat lain bahwa Nabi saw. menyerahkan pada

pilihan anak untuk memilih antara bapaknya yang

muslim atau ibunya yang kafir, si anak cenderung

memilih ibunya sehingga Nabi berdoa: Ya Allah

tunjukilah dia, maka si anak menuju bapaknya.

Selain itu menurut pendapat ini, kasih sayang dalam

hadhanah tidak akan berbeda dengan perbedaan

agama.28

Tetapi Hanafiyah dan Malikiyah berbeda

pendapat mengenai masa berakhirnya hadhanah

wanita nonmuslim, menurut Hanafiyah sampai

si anak berakal dalam agama di umur balighnya,

yaitu 7 tahun atau bila tampak indikasi

membahayakan agamanya seperti si wanita

nonmuslim mulai mengajarkan agamnya atau

mengajak anak ke rumah ibadahnya atau

kembali minum khamr, memakan daging babi.

29

Sementara menurut Malikiyah, hak

hadhanah wanita nonmuslim terus berlangsung

hingga berakhirnya masa hadhanah menurut

syarak, tetapi ia dilarang memberi anaknya

minuman khamr dan makan babi, jika ia

khawatir ia akan melakukan itu, maka ditunjuk

28 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 225. 29 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani,

dkk, h. 68

Page 35: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

20

seorang muslim yang diberi hak mengawasi si

anak dari kerusakan.30

Diperselisihkan juga pemegang

hadhanah laki-laki nonmuslim, menurut

Hanafiyah pemegang hadhanah laki- laki harus

Islam dan seagama, berbeda dengan wanita lain,

karena hadhanah termasuk persoalan

penguasaan atas diri, tiada kewenangan jika

berbeda agama, hak hadhanah didasarkan

sistem kewarisan dan laki-laki nonmuslim tidak

ada hubungan waris. Menurut Malikiyah

pemegang hadhanah laki-laki tidak harus

muslim, sama seperti wanita, karena hak

hadhanah tidak akan diberikan kepada mereka

selama masih ada kalangan perempuan yang

lebih baik melaksanakan hadhanah apalagi

hadhanah adalah hak kalangan perempuan.31

6. Merdeka: tiada hadhanah bagi orang yang tidak

merdeka.32

b. Menurut Hukum Positif

Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan

memelihara anak-anak mereka, pertumbuhan jasmani, rohani,

kecerdasan, dan pendidikan agamanya. Seseorang suami, sesuai

30 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani,

dkk, h. 68 31 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani,

dkk, h. 68 32 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 226.

Page 36: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

21

penghasilannya, menanggung biaya rumah tangga, perawatan,

pengobatan, dan pendidikan anak.33

Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak

mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri

sendiri, dan kewajiban itu terus berlaku meskipun perkawinan

kedua orang tua putus.34 Batas usia anak yang mampu berdiri

sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tidak bercacat

fisik maupun mental dan belum pernah melangsungkan

perkawinan.35Semua biaya penyusuan anak

dipertanggungjawabkan kepada ayahnya, apabila ayahnya telah

meninggal dunia, maka dibebankan kepada orang yang

berkewajiban menafkahi ayahnya atau walinya.36

Jika terjadi perceraian, pemeliharaan anak yang belum

mumayiz (belum berumur 12 tahun) adalah hak ibunya, sudah

mumayiz diserahkan kepada anak untuk memilih ayah atau ibunya

sebagai pemegang hak pemeliharaannya. Sedangkan biaya

pemeliharaan tetap ditanggung oleh ayahnya.37 Semua biaya

hadhanah dan nafkah anak tetap merupakan kewajiban ayah

sesuai kemampuannya terhadap anak-anaknya yang belum berusia

21 tahun.38

Anak yang belum mumayiz berhak mendapatkan hadhanah

dari ibunya, bila ibunya meninggal, maka kedudukannya secara

berurut digantikan oleh, wanita-wanita dalam garis lurus ke atas

dari ibu, ayah, wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah,

33 Lihat Pasal 80 Ayat (4b-c) Kompilasi Hukum Islam 34 Lihat Pasal 45 Undang-undang Perkawinan

35 Lihat Pasal 98 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam 36 Lihat Pasal 104 Kompilasi Hukum Islam 37 Lihat Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam 38 Lihat Pasal 149 huruf d dan Pasal 156 huruf d Kompilasi Hukum Islam; Pasal 41 Undang-

undang Perkawinan.

Page 37: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

22

saudara perempuan anak tersebut, wanita kerabat sedarah garis

samping dari ayah. Anak yang sudah mummayiz berhak memilih

untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya. Bila

pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan

jasmani dan rohani anak, meskipun biaya hadhanah telah dicukupi,

Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada

kerabat lain yang juga punya hak hadhanah. Semua biaya

hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut

kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa

dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun). Dan bilamana terjadi

perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, maka

Pengadilan Agama memberikan keputusan berdasarkan aturan-

aturan di atas, bahkan pengadilan dapat pula menetapkan nominal

biaya pemeliharaan dan pendidikan anak dengan mengingat

kemampuan ayah meskipun anak- anak itu tidak turut tinggal

bersamanya.39

Permohonan soal penguasaan anak dan nafkah anak dapat

diajukan bersama-sama dengan sengketa perceraian atau diajukan

secara tersendiri setelah terjadinya perceraian.40 Selama proses

seorang istri dapat meminta pengadilan menentukan hal-hal yang

perlu untuk dapat meminta pengadilan menentukan hal-hal yang

perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak. Karena

proses perceraian tidak bisa dijadikan alasan bagi suami istri untuk

melalaikan tugas mereka terhadap anak-anak, harus dijaga jangan

sampai harta kekayaan bersama, harta suami atau istri menjadi

terlantar atau tidak terurus dengan baik, karena tidak hanya akan

merugikan keduanya, tetapi juga pihak ketiga.41

39 Lihat Pasal 156 huruf a, b, c, d, e, f Kompilasi Hukum Islam. 40 Lihat Pasal 66 Ayat (5) Undang-undang Peradilan Agama. 41 Lihat Pasal 78 huruf b Undang-undang Peradilan Agama; Pasal 24 Ayat (2) PP No. 9/1975

Page 38: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

23

Kewajiban dan tanggung jawab orang tua adalah untuk

mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak.

Menumbuhkembangkan sesuai kemampuan, bakat, dan minatnya

dan mencegah terjadinya perkawinan usia dini. Apabila orang tua

tidak ada atau karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan

kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban itu dapat

dialaihkan ke keluarga.42

Namun bila orang tua justru melalaikan kewajibannya,

dapat dilakukan tindakan pengawasan bahkan kuasa orang tua

dapat dicabut melalui penetapan pengadilan.43 Permohonan

penetapan pengadilan ini dapat dimintakan oleh salah satu orang

tua, saudara kandung atau keluarga sampai derajat ketiga.

Pencabutan kuasa orang tua dapat juga diajukan oleh pejabat atau

lembaga yang berwenang, selanjutnya pengadilan dapat menunjuk

orang, yang harus seagama, atau lembaga pemerintah/masyarakat

sebagai walinya.44 Penetapan itu juga harus memuat pernyataan

bahwa perwalian tidak memutus hubungan darah antara anak

dengan orang tua kandungnya atau menghilangkan kewajiban

orang tua untuk membiayai anak dan adanya penyebutan batas

waktu pencabutan.45

Di antara asas penyelenggaraan perlindungan anak adalah

asas kepentingan terbaik bagi anak, artinya dalam semua tindakan

menyangkut dirinya, maka kepentingan terbaik baginya harus

menjad pertimbangan utama. Serta penghargaan terhadap pendapat

anak, yaitu penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi

dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan

42 Lihat Pasal 26 Undang-undang Perlindungan Anak 43 Lihat Pasal 30 Undang-undang Perlindungan Anak 44. Lihat Pasal 31 Undang-undang Perlindungan Anak 45 Lihat Pasal 32 Undang-undang Perlindungan Anak

Page 39: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

24

terutama jika menyagkut hal- hal yang memepengaruhi

kehidupannya.46

Mengenai penyelenggaraan perlindungan terhadap agama

anak, negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali

dan lembaga sosial harus menjamin setiap anak untuk beribadah

menurut agamanya dan sebelum anak dapat menentukan

pilihannya, disesuaikan dengan agama orang tuanya. Perlindungan

meliputi pembinaan, pembimbingan dan pengamalan ajaran

agama.47Anak dapat menentukan agama pilihannya setelah ia

berakal dan bertanggung jawab, serta memenuhi syarat dan tata

cara sesuai ketentuan agama pilihannya dan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.48

3. Hak-hak Nonmuslim Menjalankan Hadhanah Anak

a. Menurut Hukum Islam

Menurut hukum Islam, bedasarkan penelusuran pendapat

para ulama fikih, ternyata secara umum mereka terbagi kepada dua

pendapat, yaitu :

1). Nonmuslim Tidak Berhak Menjalankan Hadhanah

Kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan yang

menjalankan hadhanah harus beragama Islam, tiada hak dan

kewenangan wanita kafir atas anak muslim karena akan

mempengaruhi agama si anak. Menurut Muhyiddin al-Nawawi

sebagaimana yang dikutip oleh Aris Bintania, hadhanah tidak

boleh diserahkan ke orang kafir karena tidak akan wujud

kesejahteraan anak, ia akan merusak agamanya dan itu mudarat

yang paling besar. Menurut hadis Nabi yang menyerahkan anak

46 Lihat Pasal 2 dan Penjelasannya, Undang-undang Perlindungan Anak 47 Lihat Pasal 42-43 Undang-undang Perlindungan Anak 48 Lihat Penjelasan Pasal 42 Ayat (2) Undang-undang Perlindungan Anak

Page 40: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

25

pada pilihan anak antara orang tua yang muslim dan kafir yang

telah dijadikan dasar oleh Abu Hanifah, Ibnu Qasim al-Maliky,

dan Abu Tsaur telah dimansukh, karena jumhur telah berjimak

bahwa anak muslim tidak boleh diserahkan ke orang kafir.

Hadis ini dari segi sanad memang dapat jadi hujjah, tetapi

tempat patokan hujjah ada dua yaitu ibu yang kafir dan hak

(anak) memilih.49 Yang berhujjah nasakh menggunakan dalil-

dalil yang umum, misalnya firman Allah Swt., dalam surat An-

Nisa (4) ayat 141:

للكافرين على المؤمنين سبيل ولن يعل الله

Artinya : “... dan Allah tidak akan memberikan jalan kepada

orang-orang kafir menguasai orang-orang mukmim...”

Ibnu Qayyim berhujjsh dengan firman Allah :

Sehingga "يا أيها الذين امنوا قوا انفسكم وأهليكم نار"

melindungi anak lebih didahulukan daripada haknya memilih

ataupun mencabut pundi karena untuk kebaikkan. Diceritakan

dari gurunya Ibnu Taimiyah: bahwa dua orang tua

memperebutkan anak di depan hakim, hakim menyuruh anak

memilih sehingga si anak memilih bapaknya, sang ibu bertanya

apa sebab anak lebih memilih bapaknya, maka hakim bertanya

kepada si anak yang menjawab; ibuku mengirimku setiap hari

ke juru tulis dan ahli fikih yang keduanya suka memukulku,

sementara bapakku membiarkanku bermain bersama teman-

temanku. Lantas hakim memutus hadhanah untuk ibunya.

Menurut Ibnu Taimiyah semangat syarak berkehendak menjaga

kemaslahatan anak sehingga putusan hukum pun adalah untuk

kemaslahatan dunia dan akhirat. Menurut al-Imrany tujuan

49 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 250-

251

Page 41: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

26

kebahagiaan anak tidak akan wujud pada orang kafir, tidak

dapat dipercaya dia tidak akan mempengaruhi dan merusak

agamanya, ia berpandangan hadis ini tidak begitu dikenal

dikalangan penulis hadis, jikapun benar maka mestilah Nabi

sudah tau si anak akan memilih bapaknya maka nabu

menyuruhnya memilih, jadi hadis ini khusus untuk si anak

tidak dalam kasus yang lain. Begitu juga menurut al-Sayyid al-

Sabiq, wanita nonmuslim tidak berhak hadhanah.50

2). Nonmuslim Berhak Menjalankan Hadhanah

Hanafiyah dan Malikiyah tidak mensyaratkan Islam, pemegang

hadhanah boleh ahl al-kitab atau agama lain baik ibunya atau yang

lain. Karena berdasarkan riwayat Abu Dawud dan periwayat lain

bahwa Nabi saw. menyerahkan pada pilihan anak untuk memilih

antara bapaknya yang muslim dan ibunya yang kafir, si anak

cenderung memilih ibunya sehingga Nabi saw. berdoa: Ya Allah

tunjukilah dia, maka si anak menuju bapaknya. Selain itu menurut

pendapat ini, kasih sayang dalam hadhanah tidak akan berbeda dengan

perbedaan agama.51

Menurut Zakariya al-Anshary, hadhanah ibu yang kafir dapat

diterima karena hak hadhanah itu memang miliknya. Menurut Abu

Sa’id al-Istakhri, boleh diserahkan ke orang kafir berdasarkan riwayat

Abdul Hamid ibn Salamah bahwa bapaknya masuk Islam tetapi ibunya

enggan, sementara dia masih kecil, kedua orang tuanya

memperebutkan dirinya pada Nabi, Nabi berkata: Hai anak pergilah

kepada siapa kau kehendaki dari keduanya, jika kau mau kepada

bapakmu dan jika kau mau kepada ibumu, maka aku menuju ibuku,

50 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 251-

252 51 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 252.

Page 42: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

27

melihatku begitu ku dengar ia berkata, ya Allah... tunjukilah dia, aku

lantas berbalik ke bapakku dan duduk di pangkuannya.52

Menurut al-Istakhri, ibu kafir zimmi lebih berhak atas anak

daripada bapaknya yang muslim sampai anak berusia 7 tahun, setelah

itu bapak berhak, begitu juga anak kafir zimmi dalam hadhanah sama

seperti anak muslim, ibu lebih berhak atasnya. Tetapi jika si anak

menyifatkan dirinya sebagai muslim, maka ia direbut dari orang kafir

zimmi benar ataupun tidak Islamnya.53

Menurut al-Sayyid al-Sabiq, Hanafiyah, Ibnu Qasim, bahkan

Maliki serta Abu Tsaur, berpendapat hadhanah tetap dapat dilakukan

oleh pengasuhnya yang kafir, sekalipun si anak muslim, karena

hadhanah itu tidak lebih dari menyusui dan melayani, kedua hal ini

boleh dilakukan oleh wanita kafir. Meskipun begitu golongan Hanafi

mensyaratkan kafirnya bukan karena murtad, sebab orang kafir karena

murtad dapat dipenjara sampai ia taubat dan kembali dalam Islam atau

mati dalam penjara, sehingga ia tidak boleh diberi kesempatan

mengasuh anak kecil, kecuali bila ia sudah taubat dan kembali ke

Islam.54

Tetapi Hanafiyah dan Malikiyah berbeda pendapat mengenai

masa berakhirnya hadhanah wanita nonmuslim, menurut Hanafiyah

sampai si anak berakal dalam agama di umur balighnya yaitu 7 tahun

atau bila nampak indikasi membahayakan agamanya seperti si wanita

nonmuslim mulai mengajarkan agamanya atau mengajak anak ke

rumah ibadahnya atau kembali minum khamr, memakan daging babi.55

Sementara menurut Malikiyah hak hadhanah wanita

nonmuslim terus berlangsung hingga berakhirnya masa hadhanah

52 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 252. 53 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 252. 54 Al-Sayyid al-Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, h.343-344 55 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani,

dkk, h. 68

Page 43: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

28

menurut syarak, tetapi ia dilarang memberi anaknya minum khamr dan

makan babi, jika kita khawatir ia akan melakukan itu maka ditunjuk

seorang muslim yang diberi hak mengawasi si anak dari kerusakan.56

Dipersilahkan juga pemegang hadhanah laki-laki nonmuslim,

menurut hanafiyah pemegang hadhanah laki-laki harus Islam dan

seagama. hak hadhanah didasarkan sistem kewarisan dan laki-laki

nonmuslim tidak ada hubungan waris. Walaupun misalnya si anak

Kristen atau Yahudi memiliki dua saudara yang satu muslim yang satu

kafir maka hak hadhanah bagi yang nonmuslim. Sementara

menurut Malikiyah pemegang hadhanah laki-laki tidak harus muslim,

sama seperti wanita karena hak hadhanah tidak akan diberikan kepada

mereka selagi masih ada kalangan perempuan yang lebih baik

melaksanakan hadhanah apalagi hadhanah adalah hak kalangan

perempuan.57

Dua pendapat kalangan ulama yang saling bertentangan ini,

menurut Aris Bintania disebabkan berbedanya interpretasi terhadap

hadis Nabi yang memberi pilihan kepada anak untuk memilih antara

bapaknya yang muslim dan ibunya yang kafir. Bagi yang

membolehkan hadhanah wanita kafir atas anak muslim, hadis ini

merupakan bukti tak terbantahkan bahwa Nabi sendiri memberi

kesempatan kepada anak untuk memilih ibunya yang kafir, dan ketika

anak sudah dapat menentukan hadhanah merupakan hak anak. Di

samping itu, hadis Nabi ini konteksnya mengenai orang nonmuslim

yang masuk Islam terkait istri dan anaknya, faktanya yang pindah

agama adalah bapak sementara istrinya enggan, artinya ikatan

perkawinan antara keduanya didasarkan pada keyakinan sebelumnya

56 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani,

dkk, h. 68.

57 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, Terj. Abdul Hayyie al-

Kattani, dkk, h. 68.

Page 44: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

29

dan anak tersebut merupakan hasil dari ikatan perkawinan itu,

sehingga sewajarnya bila Nabi memberi kemungkinan pada si anak

untuk memilih ibunya yang sejak dahulu memang wanita kafir karena

bapaknya dahulu juga kafir bahkan si anak sebenarnya adalah anak

orang kafir. Bahwa si anak dan ibunya tidak ada keharusan untuk

tunduk dan terikat dengan hukum Islam karena mereka kafir zimmi.

Persoalannya, kalangan kaum ulama yang berpendapat ibu

kafir tidak berhak hadhanah atas anak muslim, sudah terlanjur

memandang si anak adalah muslim hanya karena bapaknya masuk

Islam, padahal si anak asalnya adalah anak orang kafir yang bapaknya

masuk Islam, tentulah si anak sebelum menyatakan keislamannya atau

sebelum ia sampai usia beragama harus dianggap nonmuslim.

Akan tetapi berbeda persoalannya jika salah satu dari suami

istri muslim masuk ke agama lain yang dalam Islam diistilahkan

murtad. Karena perkawinan mereka dilaksanakan secara Islam dan

dahulu sewaktu melangsungkan pernikahan keduanya Islam, maka si

anak merupakan buah dari ikatan perkawinan Islam sehingga anak

harus dianggap sebagai anak orang Islam sampai ia dapat

menentukan pilihan agamanya dan hak hadhanah tunduk kepada

hukum Islam, bahkan dalam Islam murtad adalah perbuatan tercela dan

orang Islam yang murtad juga ada sanksi hukumnya sehingga wajar

jika mayoritas ulama, bahkan Imam Hanafi sendiri berpendapat wanita

atau orang murtad tidak berhak menjalankan hadhanah.58

Di samping itu, dalam sistem peradilan untuk menentukan

kompetensi atau kewenangan absolut peradilan apabila terjadi sengketa

kewenangan mengadili, adalah dengan memandang kepada aturan

hukum apa suatu perbuatan hukum dilakukan.

Dalam hukum Islam, hal ini dinamakan dengan dalil hukum

istishab (teori kelangsungan hukum), bahwa status hukum suatu hal di

58 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h.

254-255.

Page 45: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

30

masa lalu terus berlangsung pada masa kini dan masa depan sejauh

belum ada dalil yang menentukan lain, yang dirumuskan dalam kaidah

hukum Islam, yang artinya “Asasnya adalah tetapnya sesuatu yang

telah ada itu sebagaimana adanya.”59

Meskipun Pengadilan Agama tidak berwenang mengadili

perkara selain di antara orang-orang Islam, dan meskipun si ibu pindah

agama tetapi karena pernikahan dilakukan di Kantor Urusan Agama

dan bukan di Catatan Sipil, maka tentulah Pengadilan Agama yang

berwenang sehingga penentuan hadhanah anak juga harus tunduk

kepada hukum positif yang berasal dari hukum material Isla, dan jika

belum ada aturan yang mengaturnya secara detail maka Hakim

berwenang melakukan penggalian hukum dari khasanah fikih Islam.60

b. Menurut Hukum Positif

Menurut Undang-undang Perlindungan Anak, segala tindakan

yang menyangkut diri anak harus selalu ditujukan untuk kepentingan

terbaik bagi anak, dan aspek kepentingan terbaik bagi anak harus

menjadi pertimbangan utama dalam setiap tindakan penyelanggaraan

perlindungan anak.61

Begitu juga dalam penyelenggaraan perlindungan terhadap

agama anak, yang meliputi pembinaan, pembimbingan dan

pengamalan ajaran agama, setiap anak harus dijamin untuk dapat

beribadah menurut agamanya. Namun selama anak belum dapat

menentukan pilihan agamanya, maka agamanya disesuaikan dengan

agama orang tuanya. Selanjutnya anak dapat menentukan agama

pilihannya setelah ia berakal dan bertanggung jawab serta memenuhi

syarat dan tata cara sesuai ketentuan agama pilihannya dan undang-

undang.62

59 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h.255.

60 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h.

255-256.

61 Lihat Pasal 2 dan Penjelasannya Undang-undang Perlindungan Anak.

62 Lihat Pasal 42-43 Undang-undang Perlindungan Anak

Page 46: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

31

Menurut ketentuan hukum positif yang berlaku di Pengadilan

Agama, pengasuhan anak diistilahkan dengan hadhanah yaitu berupa

kegiatan mengasuh, memelihara dan mendidik anak hingga dewasa

atau dapat berdiri sendiri,63yaitu sebelum berusia 21 tahun sepanjang

tidak cacat atau belum kawin.64 Kewajiban mengasuh dan

memelihara anak mulai dari pertumbuhan jasmani, rohani,

kecerdasan dan pendidikan agama harus dipikul oleh kedua suami

istri yang terus berlaku meskipun perkawinan keduanya telah putus.

Jika terjadi perceraian, pengasuhan anak yang belum tamyiz,

yaitu belum berusia 12 tahun, adalah hak ibunya dan setelah tamyiz

diserahkan pada anak untuk memilih ayah atau ibunya yang akan

mengasuhnya, sedangkan biaya pengasuhan tetap harus ditanggung

ayahnya.65Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), anak yang belum

tamyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, bahkan bila ibunya

tiada secara berurut digantikan oleh wanita-wanita dalam garis lurus ke

atas dari ibu, kemudian ayahnya dan setelah itu wanita-wanita dalam

garis lurus ke atas dari ayah, saudari si anak, wanita kerabat sedarah

garis menyamping dari ibu dan dari ayah.66 Apabila pemegang

hadhanah ternyara tidak dapat menjamim keselamatan jasmani dan

rohani anak, Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah

atas permintaan kerabat yang juga punya hak hadhanah,67 dan

bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak

maka Pengadilan Agama memberikan keputusan berdasarkan aturan-

aturan di atas.68

Menurut Undang-undang Pelindungan Anak, apabila orang tua

tidak atau karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan

63 Lihat Pasal 1 huruf g Kompilasi Hukum Islam. 64 Lihat Pasal 98 Kompilasi Hukum Islam

65 Lihat Pasal 105 huruf a, b, c Kompilasi Hukum Islam.

66 Lihat Pasal 156 huruf a Kompilasi Hukum Islam

67 Lihat Pasal 156 huruf c Kompilasi Hukum Islam.

68 Lihat Pasal 156 huruf e Kompilasi Hukum Islam.

Page 47: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

32

tanggung jawabnya, kewajiban itu dapat dialihkan ke keluarga.69

Namun jika orang tua justru melalaikan kewajibannya, dapat dilakukan

tindakan pengawasan bahkan sampai pada pencabutan kuasa orang tua

oleh pengadilan,70selanjutnya pengadilan dapat menunjuk orang yang

harus seagama dengan anak, atau lembaga pemerintah/masyarakat

sebagai walinya.71

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, jika terjadi

perceraian, pemeliharaan anak yang belum tamyiz, yaitu belum berusia

12 tahun mesti dalam pemeliharaan ibunya, kecuali ibunya tiada

maka dialihkan ke pemegang hadhanah yang lain. Jadi yang berhak

hadhanah pertama mutlak pada ibunya, tanpa memandang agama si

ibu. Di dalam ketentuan tersebut tidak terdapat perbedaan hak ibu

dalam hadhanah dari segi agama.

Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa jika ternyata

pemegang hadhanah tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan

rohani anak, maka Pengadilan Agama dapat memindahkan hak

hadhanah atas permintaan kerabat yang juga punya hak hadhanah.

Apa yang dimaksud dengan tidak dapat menjamin keselamatan

jasmani dan rohani anak, apakah ibu yang murtad dapat

dikualifikasikan sebagai ancaman terhadap keselamatan rohani anak,

sayangnya tidak ada penjelasan dalam ketentuan ini, sehingga jaminan

terhadap keselamatan jasmani dan rohani anak bersifat multitafsir dan

sangat relatif, tergantung penafsiran dan pemahaman hakim.

A. Teori Maqashid Syari’ah

1. Pengertian Maqashid Syari’ah

Secara etimologi, Maqasid al-Syari’ah merupakan istilah

gabungan dari dua kata yaitu maqasid dan syari’ah. Maqasid

69 Lihat Pasal 26 Ayat (2) Undang-undang Perlindungan Anak.

70 Lihat Pasal 30 Ayat (1) Undang-undang Perlindungan Anak

71 Lihat Pasal 31 Ayat (3) dan (4) Undang-undang Perlindungan Anak.

Page 48: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

33

merupakan bentuk jamak maqsud yang berasal dari kata kerja qasada

yang artinya menghendaki, menuju suatu arah, atau menuju jalan

lurus.72 Sedangkan Syari‘ah secara bahasa artinya jalan menuju

sumber air atau sumber pokok kehidupan. Secara terminologi, Syari‘ah

berarti hukum-hukum yang disyariatkan Allah untuk hambanya, baik

dari Alquran maupun Sunah Nabi Muhammad SAW.73

Istilah Maqasid al-Syari‘ah berkembang dari yang paling

sederhana sampai pada istilah yang menyeluruh dan holistik, dengan

berbagai macam variasi, definisi, dan makna dari para ulama usul fikih

mengindikasikan bahwa ada hubungan yang erat antara Maqasid al-

Syari‘ah dengan hikmah, ilat, niat, tujuan, dan kemaslahatan.74

Maqasid al-Syari‘ah menurut istilah dalam usul fikih adalah

maksud dan tujuan Allah beserta Rasul-Nya dalam merumuskan

hukum-hukum Islam.75 Di kalangan ulama usul fikih disebut juga

dengan Asrar al-Syari‘ah, yaitu rahasia-rahasia yang terdapat dibalik

hukum yang ditetapkan oleh syariat, berwujudkan kemaslahatan bagi

ummat manusia.76

Beberapa ulama klasik mendefinisikan Maqasid al-Syari‘ah

seperti misalnya al-Ghazali, mendefisikan bahwa Maqasid al-Syari‘ah

adalah menjaga tujuan syariat yang terdiri dari lima unsur yaitu

menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.77 Sementara menurut

Sayf al-Din Abu al-Hasan ‘Ali bin Abi Ali bin Muhammad al-Amidi,

Maqasid al-Syari‘ah adalah tujuan syariat yang mendatangkan

72 Ahmad Qorib, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: PT. Nimas Multima, 1997), Cet. 2, h.

170. 73 Abdul Manan, Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia, (Depok: Kencana, 2017),

Cet. 1, h. 70. 74 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas Fiqh Al-Aqalliyyat dan Evolusi Maqasid al-

syari’ah dari Konsep ke Pendekatan, (Yogyakarta: PT LKis Printing Cemerlang, 2010), Cet. 1, h.

179. 75 Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2017), Cet. 7, h. 213. 76 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve,

1997), cet. 1, h. 1108. 77 Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Al-Musthafa min ‘Ilm al-Ushul, (Lubnan: Dar al-

Huda, 1994), h. 481.

Page 49: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

34

kemaslahatan atau menolak kemafsadatan.78

Tahir bin Asyur dalam kitabnya Maqasid al-Syari’ah al-

Islamiyyah memberikan definisi Maqasid al-Syari‘ah sebagai makna-

makna atau hikmah-hikmah yang telah dijaga oleh Allah dalam segala

hal ketentuan hukum syariat baik yang kecil maupun yang besar dan

tidak ada pengkhususan dalam jenis tertentu dari hukum syariat.79

Meskipun beragam definisi yang dikemukakan oleh ulama usul

fikih mengenai Maqasid al-Syari‘ah berbeda-beda, akan tetapi maksud

dan tujuannya berangkat dari titik tolak yang hampir sama, beberapa

definisi Maqasid al-Syari‘ah saat ini lebih populer. dikemukakan oleh

ulama-ulama kontemporer.80 Salah satunya yaitu menurut Izzuddin bin

‘Abd a-Salam mengatakan bahwa Maqasid al-Syari‘ah adalah makna

dan kebijaksanaan yang dipelihara oleh syariat pada semua penetapan

hukum atau sebagian besarnya sekalipun tidak dikhususkan untuk

memeliharanya pada setiap jenis hukum dari hukum-hukum syariat.81

Selanjutnya menurut Imam al-Syatibi, Maqas}id al-Syari’ah

adalah tujuan Allah dalam menetapkan hukum untuk kemashlahâtan

hambanya di dunia dan akhirat. Syathibi menjelaskan lebih lanjut

bahwa beban-beban hukum sesungguhnya untuk menjaga maqasid

(tujuan) hukum dalam diri makhluk. Maqasid ini hanya ada tiga yaitu

dharuriyat, hajiyat, tahsiniyyat.82 Sementara Maqasid al-Syari’ah

menurut Wahbah al-Zuhaili adalah nilai-nilai dan sasaran syariat yang

dipandang sebagai tujuan dan rahasia dalam penetapan hukum.83

Dapat disimpulkan oleh penulis bahwa secara singkat Maqasid

78 Sayf al-Din Abu al-Hasan ‘Ali bin Abi Ali bin Muhammad al-Amidi, al-Ihkam fi Ushul

al-Ahkam, (Beirut: Mu’assasah al-Nur, 1388 H), h. 271. 79 Muhammad Tahir ibn Asyur, Maqashid al-Syari’ah al-Islamiyyah, (Yordania: Dar an-

Nafais, 2001), h. 187. 80 Ali Mutakin, Teori Maqashid al-Syari’ah Dan Hubungannya Dengan Metode Istinbath

Hukum, Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19 No. 3 Agustus 2017, h. 551. 81 Izzuddin bin ‘Abd al-Salam, al-Fawaid Fi Ikhtishari al-Maqashid Aw al-Qawaid al-

Shughra, (Dar El Fikr al-Mu’ashir. Beirut, Libanon & Dar al-Fikr. Damaskus, Syiria, 1416 H/1996

M), Cet. 1, h. 10. 82 Abu Ishaq al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Jilid 2, Vol. 3, (Kementerian

Agama Wakaf dan Dakwah: Kerajaan Saudi Arabia, 1997), h. 4. 83 Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, (Dar al-Fikri: Damaskus, 1986), h. 225.

Page 50: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

35

al-Syari’ah adalah sasaran dan tujuan syariat dari Allah SWT dan

Rasulnya kepada hambanya, dalam mewujudkan kemaslahatan yang

dibingkai dalam ketetapan hukum.

2. Dasar Hukum Maqasid al-Syari’ah

Dasar hukum Maqasid al-Syari’ah banyak tercantum di dalam

nas-nas Alquran dan Sunah Nabi SAW. Allah SWT mengutus para

rasul secara keseluruhan untuk menyampaikan syariat sebagai

pedoman manusia untuk diamalkannya.84 sebagaimana Allah SWT

berfirman:

عزيزا حكيمارسل مبش رين ومنذرين لئله يكون للنهاس على ة ب عد الرسل وكان الله الله حجه

(165: )النساء

Artinya: “(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa

berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan

bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu.

Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa:

165)

Kandungan ayat ini menunjukkan, bahwa Allah SWT dalam

menentukan hukum-hukumNya senantiasa menghendaki

kemaslahatan bagi manusia, dan agar manusia terhindar dari hal-hal

yang merugi.85

Kemudian dipertegas lagi tindak lanjut pelaksanaan syari’at

secara umum, yaitu dalam firman Allah SWT:

نس إله لي عبدون )الذاريات: (56وما خلقت النه وال

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan

84 Ahmad Qorib, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: PT. Nimas Multima, 1997), Cet. 2, h.

171.

85 Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van

Hoeve, 1997), cet. 1, h. 1109.

Page 51: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

36

supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

لوكم أيكم أحسن عمل وهو العزيز الغفور )الملك: الهذي خلق (2الموت والياة لي ب

Artinya: “(Dia) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu,

siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi

Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)

Kandungan ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia dibebani

kewajiban menjalankan syari’at Allah SWT. Allah akan menguji perbuatan

mereka, ketaatan mereka, keikhlasan mereka dalam menjalankan syariat, dan

Allah SWT akan membalas segala perbuatan mereka kelak.86

Adapun alasan-alasan yang terdapat di balik ketetapan hukum-hukum yang

ada dalam Alquran dan hadis tak terhitung banyaknya, misalnya firman Allah

SWT yang berkenaan dengan shalat:

(45)العنكبوت: وأقم الصهلة إنه الصهلة ت ن هى عن الفحشاء والمنكر

Artinya: “Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari

(perbuatan-perbuatan) keji dan munkar.” (QS: Al-Ankabut: 45)

Maksud dari ayat tersebut menjelaskan bahwa salat dapat mencegah

dari perbuatan keji dan mungkar, karena seorang hamba yang mendirikannya

yang menyempurnakan syarat dan rukunnya disertai sikap khusyu’ (hadirnya

hati) sambil memikirkan apa yang ia baca, maka hatinya akan bersih, imannya

bertambah, kecintaannya kepada kebaikan menjadi kuat, keinginannya kepada

keburukan menjadi hilang, sehingga jika terus menerus dilakukan, maka akan

membuat pelakunya mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Inilah

86 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Aqidah, syari’ah, dan Manhaj Jilid 15,

Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, (Depok: Gema Insani, 2014), Cet. 1, h. 36-37.

Page 52: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

37

hikmah dibalik syariat yang ditetapkan oleh Allah.87

Masih banyak lagi contoh lainnya yang penulis temukan yang secara

holistik membuktikan, bahwa syariat Islam diciptakan oleh Allah SWT untuk

kemaslahatan manusia baik bekal di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu

mempelajari Maqasid al-Syari’ah sangat penting, untuk mengetahui dan

memahami maksud dari nas-nas dalam Alquran maupun hadis. Sehingga

menjadi pedoman dan bekal bagi para peneliti untuk mengistinbatkan hukum

dan menerapkannya pada kasus-kasus yang tidak ditemukan nasnya.

3. Kedudukan Maqasid al-Syari’ah

Sepanjang perkembangan usul fikih, Maqasid al-Syari’ah mengalami

perkembangan besar melalui tiga tokoh yaitu: Imam al-Haramayn al-

Juaini Abu al-Ma'aly 'Abdullah al-Juwayni (w. 478 H), Abu Ishaq al-

Shatibi (w. 790 H), dan Muhammad al-Tahir ibn 'Ashur (w. 1379 H/ 1973

M). Penyebutan tiga tokoh ini tidak mesti serta merta menghilangkan

peran ulama fikih lain seperti Abu Bakr al-Qaffal al-Shashi, al-'Amiri, al-

Ghazali, dan lain sebagainya yang memiliki andil besar mempertegas

konsepsi Maqasid al-Syari’ah ini.88

Imam al-Haramayn yang pertama kali menggagas dasar kajian dan

proses awal terjadinya maslahah sebagai Maqasid al-Syari’ah dengan

tingkatan daruriyyah, hajiyyah, tah}siniyyah, ketiga tingkatan tersebut

menjadi asas atau prinsip Maqasid al-Syari’ah. Lalu dikembangkan

konsep tersebut oleh muridnya Al-Ghazali dengan menganalisis dan

mendalami prinsip tingkatan tersebut dengan membagi kepada lima hal

yang dikenal dengan daruriyyatu al-khamsah, lalu dilanjutkan dan

diperbarui oleh Imam Abu Ishaq al-Shatibi dengan meletakkan dasar-

dasar teoritik yang cukup matang tentang maqasid ini. Nama ketiga tokoh

tersebut menjadi tonggak penting dalam perumusan teori Maqasid al-

87 http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-ankabut-ayat-45-55.html, Diakses

pada tanggal 07 Januari 2019. 88 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Aqalliyat: Pergeseran Makna Fiqh dan Ushul Fiqh,

Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 48 No. 2 Desember 2014, h. 324.

Page 53: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

38

Syari‘ah.89

Pada saat itulah kajian mengenai Maqasid al-Syari’ah menjadi tema

tulisan para ulama fikih, salah satu yang menjadi topik utama ialah

Pembaharuan yang dilakukan oleh Imam al-Shatibi, yaitu kemampuannya

menyelesaikan Maqasid al-Syari’ah sebagai suatu teori yang komplit dan

menyeluruh yang dilengkapi dengan kerangka teori dan metodolologis

yang mapan. Ia telah melampaui apa yang dilakukan oleh ulama

sebelumnya yang hanya menggambarkan kondisi ideal Maqasid al-

Syari’ah. Imam al-Shatibi berhasil menjelaskan hal-hal baru, misalnya

hubungan antara tujuan mukallaf dengan tujuan syariat, hubungan

Maqasid al-Syari’ah dengan ijtihad, metodologi penetapan Maqasid al-

Syari’ah dan lain sebagainya yang merupakan dasar esensi dan nilai bagi

konsepsi Maqasid al-Syari’ah itu sendiri.90

Menurut Imam al-Syathibi, Maqasid al-Syari‘ah berorientasi pada

terwujudnya kemaslahatan kemanusiaan yang terdiri atas 3 bagian:91

primer (daruriyyah), sekunder (hajiyyah), dan tersier (tahsiniyyah), terdiri

dari lima pokok yang harus dilindungi dan dipelihara. Kelima hal pokok

itu ialah: 92 agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Kemaslahatan agama dan dunia ditegakkan melalui pemeliharaan

kelima hal pokok tersebut, begitu juga kebahagiaan manusia dapat

terwujud apabila kelima hal pokok itu terlindungi. Apabila kelima hal

pokok itu salah satunya rusak, maka hubungannya kepada Allah serta

tugasnya sebagai hamba akan sulit terlaksana dengan baik.

Demi mewujudkan harapan kebaikan di akhirat, maka kelima hal

pokok tersebut juga harus dipenuhi. Karena apabila akal tidak berfungsi,

maka pembelajaran tugas-tugas agama tidak akan terlaksana. Seandainya

89 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Aqalliyat: Pergeseran Makna Fiqh dan Ushul Fiqh,

Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 48 No. 2 Desember 2014, h. 325. 90 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Aqalliyat: Pergeseran Makna Fiqh dan Ushul Fiqh,

Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 48 No. 2 Desember 2014, h. 325. 91 Yusuf Qardhawi, Membumikan Islam: Keluasan dan Keluwesan Syariat Islam untuk

Manusia, Terj. Ade Nurdin & Riswan, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2018), Ed. 2, Cet. 1, h. 57. 92 Abu Ishaq al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Jilid 2, Vol. 3, (Kementerian

Agama Wakaf dan Dakwah: Kerajaan Saudi Arabia, 1997), h. 7-8.

Page 54: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

39

agama tidak ada, derajat pahala tidak ada artinya. Jika jiwa tidak ada,

tidak ada manusia yang memeluk agama. Kalau keturunan tidak ada,

maka kehidupan pun akan punah. dan seadainya harta tidak ada,

kehidupan akan terasa hampa.93

Untuk mengetahui kedudukan Maqasid al-Syari’ah, maka tolak

ukurnya ialah kemaslahatan. Karena pada intinya tujuan Maqasid al-

Syari’ah ialah mewujudkan kemaslahatan dan menghindari kemudaratan.

Oleh karena itu, maslahat harus bersandar pada dalil-dalil Alquran

maupun hadis. Jika maslahat berdiri sendiri, maka Maqasid al-Syari‘ah

tidak bisa diakui kedudukan dan keberadaannya.94

Penggalian maslahat oleh para mujtahid, dapat dilakukan melalui

berbagai metode ijtihad di saat menghadapi kasus-kasus yang penerapan

hukumnya tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Alquran maupun Sunah.

Terdapat dua metode ijtihad yang dikembangkan para mujtahid untuk

menggali sumber kemaslahatan, yaitu:95 metode ta’lili (metode analisis

substantif) yang terdiri dari qiyas dan istihsan. Yang kedua ialah metode

istislahi (metode analisis kemaslahatan) yang terdiri dari mas}lahah

mursalah dan sadd al-dzari’ah.

4. Penetapan Teori Maqasid al-Syari’ah

Istinbat hukum dapat dikembangkan melalui konsep Maqasid al-

Syari‘ah untuk menjawab permasalahan-permasalahan hukum Islam

kontemporer yang tidak terjawab dalam kandungan Alquran dan hadis

maupun dalil-dalil hukum Islam seperti ijma’, qiyas, istihsan, mas}lahah

mursalah, ‘urf, istis}hab, syar’u man qablana, dan sadd az-zari’ah.96

Menurut Thahir bin Asyur metode penetapan Maqasid al-Syari’ah ada

93 Yusuf Qardhawi, Membumikan Islam: Keluasan dan Keluwesan Syariat Islam untuk

Manusia, Terj. Ade Nurdin & Riswan, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2018), Ed. 2, Cet. 1, h. 58. 94 Ahmad Qorib, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: PT. Nimas Multima, 1997), Cet. 2, h. 174. 95 Ali Mutakin, Teori Maqashid al-Syari’ah Dan Hubungannya Dengan Metode Istinbath

Hukum, Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19 No. 3 Agustus 2017, h. 554. 96 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2017), Ed. 1, Cet. 3, h. 223.

Page 55: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

40

tiga macam cara yaitu:97

a. Meneliti kebijakan-kebijakan perbuatan hukum (Tasarrufat al-

Syari’ah), yang terdiri dari dua bentuk:

1. Meneliti hukum-hukum yang sudah diketahui ilatnya melalui

metode masalik al-illah, berguna untuk mempermudah

pemahaman kita dalam mengetahui hikmah dibalik perintah

atau larangan syariat. Sebagai contoh: pengharaman

muzabanah dan jual beli kurma basah. Maqasid yang dapat

diambil atas pelarangannya adalah: demi menghindari penipuan

(gharar) dalam transaksi. Contoh lainnya, dilarangnya

meminang wanita makhtubah (sedang dalam pinangan orang

lain). Maka maqasid yang dapat diambil dari pelarangan ini

adalah: demi menjaga kelangsungan ukhuwah di antara sesama

muslim.

2. Meneliti secara induktif dalil-dalil hukum yang mempunyai ilat

yang sama, sehingga memberi keyakinan bahwa ilat tersebutlah

yang dikehendaki oleh Maqasid al-Syari’ah. Sebagai contoh:

dilarang jual-beli makanan sebelum sampai ke tangan pembeli,

barter makanan dengan salah satunya dihutang atau dilarangnya

menimbun makanan. Maka dari ketiga persoalan tersebut dapat

ditarik satu ilat tasyri’ yang sama, yaitu demi mengkonsumsi

makanan secara sehat, hindari pembelian di pasaran walaupun

makanan dapat dengan mudah didapatkan. Sehingga ilat inilah

yang menjadi maqasid pelarangan ketiga kasus tersebut.

b. Memahami dalil-dalil quran yang dalalah-nya jelas dan tanpa

keraguan, walaupun kemungkinan adanya maksud lain selain yang

tampak dari dalil-dalil quran tersebut.

c. Memahami Sunnah mutawatiroh, Yang terdiri dari tawatir ma’nawi

dan tawatir ‘amali. Sementara menurut Imam al-Syatibi, ada 4 metode

97 Muhammad Tahir ibn Asyur, Maqashid al-Syari’ah al-Islamiyah, (Yordania: Dar an-

Nafais, 2001), hlm. 190-192.

Page 56: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

41

penetapan Maqasid al-Syari‘ah yaitu sebagai berikut:98

a. Mujarrad al ‘amr wa an nahy al ibtida’i at tasrihi, maksudnya

ialah sebuah metode dengan berupaya menganalisis ungkapan,

maksud atau rahasia eksplisit perintah dan larangan dalam suatu

nash yang eksistensi berdiri secara mandiri (ibtidai). Dengan

demikian, penetapan dengan metode ini bisa dikategorikan sebagai

penetapan berdasarkan literal nas, yang dibingkai dalam

pemahaman mendasar bahwa dalam perintah syari’at pasti terdapat

unsur maslahat dan dalam setiap larangan pasti ada unsur

mafsadat.

b. Menelaah konteks ilat dari setiap perintah dan larangan,

maksudnya ialah metode yang melakukan pelacakan ilat di balik

perintah dan larangan. Pada tataran ini, dijelaskan bahwa ilat itu

adakalanya tertulis secara jelas dalam nas ada juga yang tidak

tertulis. Jika ilatnya tertulis maka harus diikuti yang tertulis,

apabila ilat tidak tertulis maka harus dilakukan tawaqquf terlebih

dahulu agar tidak gegabah dalam menyimpulkan maksud dalam

nas.

c. Memperhatikan Maqasid turunan (at-tabi’ah), maksudnya adalah

mendalami syariat dengan cara mempertimbangkan tujuan yang

bersifat pokok (maqs}ud al ashli), lalu yang bersifat turunan

(Maqasid at tabi’ah). Dalam syariat nikah misalnya, yang menjadi

maqsud al ashli adalah kelestarian manusia lewat perkembang-

biakan (at-tanasul). Sementara setelahnya, terdapat beberapa

Maqasid turunan (tabi’ah) seperti mendapatkan ketenangan (al-

sakinah), tolong-menolong dalam kemaslahatan duniawi dan

ukhrawi, membentengi diri dari berbagai fitnah, dan lain-lain,

semua itu merupakan perhimpunan dari maqasid at tabi’ah dalam

98 Muhammad Aziz dan Sholikah, Metode Penetapan Maqashid al-Syariah: Studi

Pemikiran Abu Ishaq al Syatibi, Jurnal Ulul Albab Volume 14 No.2 Tahun 2013, h. 170-

172.

Page 57: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

42

syariat nikah.

d. Sikap diam terhadap syariat, maksudnya adalah tidak adanya

keterangan nas mengenai sebab hukum atau disyariatkannya suatu

perkara, baik yang memiliki dimensi ubudiyah maupun muamalah.

Maka menurut al-Syatibi, sesuatu yang didiamkan syariat tidak

secara otomatis bertentangan dengan syariat. Maka yang harus

dilakukan seseorang dalam menjernihkan permasalahan ini adalah

menelaah dimensi maslahat dan mudarat di dalamnya. Bila

terindikasi adanya maslahat, maka hal itu bisa diterima. Sebaliknya

bila terindikasi dimensi mudarat di dalamnya, secara otomatis hal

itu tertolak.

Masih banyak sekali metode penetapan hukum melalui Maqasid al-

Syari‘ah yang dikemukakan oleh ulama-ulama fikih, pada intinya seorang

mujtahid ketika berijtihad hendaknya mempertimbangkan akibat suatu hukum,

memprediksi hukum, menemukan hukum, lalu memutuskan hukum

berdasarkan kemaslahatan dan menghindari kemudaratan.99

Maka akan tercapai tujuan inti syariat sebagaimana yang diutarakan

oleh Syeikh Muhammad Abu Zahra dalam kitabnya Ushul Fikih mengenai

tiga tujuan kehadiran syariat yaitu: Membina setiap diri individu agar menjadi

pribadi yang baik dan menjadi sumber kebaikan bagi orang lain, menegakkan

keadilan dan persamaan dalam masyarakat baik sesama muslim maupun non

muslim, dan merealisasikan kemaslahatan ummat.100

99 Toriquddin, Teori Maqashid Syariah Perspektif Al-Syatibi, Jurnal Syariah dan Hukum

Vol. 6 No. 1 Juni 2014, h. 311. 100 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2017), Ed. 1, Cet. 3, h. 224.

Page 58: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

43

BAB III

DESKRIPSI PADA PUTUSAN NOMOR 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng dan

PUTUSAN NOMOR 0743/Pdt.G/2014/PA.JU

A. Deskripsi Perkara Pada Putusan Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng

1. Posisi Kasus

Pokok persoalan putusan ini adalah mengenai perkara cerai talak

kumulasi hak asuh anak. Cerai itu diajukan oleh Pemohon/Tergugat

(suami) berumur 39 tahun, beragama Islam, pendidikan S1, pekerjaan

karyawan swasta, dan bertempat tinggal di Kota Tangerang. Kemudian

Termohon/Penggugat (istri) berumur 37 tahun, beragama Kristen,

pendidikan SMA, pekerjaan karyawan swasta, dan bertempat tinggal di

Kota Tangerang. Sebelum periksaan perkara dilakukan Pemohon dan

Termohon telah melakukan mediasi oleh mediator yang ditunjuk oleh

Majelis Hakim bernama Drs.Uki mediator pada Pengadilan Agama

Tangerang.

2. Duduk Perkara

Perkara ini didaftarkan pada tanggal 01 Novrmber 2016 dengan

register nomor: 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng.1 Kronologinya adalah antara

Pemohon dan Termohon telah melangsungkan pernikahan yang sudah

dicatat oleh Pegawai Pencatatan Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan

Tangerang pada tanggal 28 Juni 2004.

Setelah menikah pemohon dan termohon hidup bersama sebagai

suami isteri dengan bertempat tinggal di Kabupaten Tangerang, selama

pernikahan antara Pemohon dan Termohon telah hidup rukun sebagaimana

layaknya suami isteri dan telah dikarunai 3 orang anak . Anak pertama

berumur 11 tahun, anak kedua berumur 9 tahun, anak ketiga berumur 3

tahun.

1 Salinan Putusan Pengadilan Agama Tangerang Nomor:2170/Pdt.G/2016/PA.Tng

Page 59: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

44

Dari segi ekonomi sejak pernikahan sampai dengan sekarang

Pemohon tidak mempunyai pekerjaan yang tetap sehingga untuk

membantu perekonomian dalam rumah tangganya Termohon bekerja di

Bank BCA.

Keadaan rumah tangga pemohon dan termohon semula berjalan

rukun dan harmonis, tetapi sejak juni 2016 muncul keretakan antara

hubungan rumah tangga mereka yang mengakibatkan Pemohon dan

Termohon pisah rumah, penyebab rumah tangga Termohon dan Pemohon

tidak rukun lagi Termohon pindah agan semula yaitu Kristen Protestan,

Termohon sudah tidak patuh lagi kepada Pemohon, sering bertengkar

karena perbedaan agama.

Dimata Pemohon, sebelum Termohon pindah agama, Termohon

tidak mau mengerjakan syariat Islam seperti melaksanakan sholat 5 waktu

dan apabila terjadi perselisihan Termohon suka bermain fisik seperti

memukul, mencakar dan lain sebagainya.

Akibat kejadian tersebut rumah tangga Pemohon dengan

Termohon sudah tidak dapat dibina dengan baik sehingga tujuan

perkawinan untuk membentuk rumah tangga yang sakinah mawaddah dan

warahma sangat sulit untuk dipertahankan kembali, dan karena masing-

masing dari kedua bela pihak tidak lebih jauh melanggar norma hukum

dan norma agama maka mereka berfikir perceraian merupakan jalan

terakhir bagi pemohon untuk menyelesaikan masalah diantara mereka

berdua.

a. Yang dimohonkan

1. Mengabulkan permohonan Pemohon

2. Memberi Ijin kepada Pemohon untuk menjatuhka talak satu raj’i

terhadap Termohon di hadapan sidang Pengadilan Agama

Tangerang.

3. Membebankan biaya perkara kepada Pemohon

Page 60: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

45

Subsidair : Apabila Pengadilan Agama Tangerang berpendapat

lain, mohon putusan lain yang seadil-adilnya (ex equo bono).102

b. Proses Persidangan

Pada hari persidangan yang telah ditetapkan, para Pemohon

hadir di muka persidangan dengan didampingi oleh Kuasa

Hukumnya dan Termohon secara in person, Kemudian dibacakan

surat permohonan para pemohon yang isinya tetap pada Pemohon

sebelumnya. Atas surat permohonan tersebut, termohon

memberikan jawaban yang pada pokoknya adalah sebagai berikut :

Pemohon menikahi Termohon pada tanggal 28 Juni 2004

dan telah dikaruniai tiga orang anak dari pernikahannya tersebut,

setelah menikah Pemohon dan Termohon berumah tangga,

mengambil tempat kediaman bersama terakhir di Kabupaten

Tangerang. Selama pernikahan antara Pemohon dengan Termohon

hidup rukun dan dikarunai tiga orang anak. Sejak tahun 2004

kehidupan rumah tangga antara kedua belah pihak mulai tidak

harmonis dengan adanya perselisihan antara Termohon dan

Pemohon yang terjadi secara terus menerus yang disebabkan

karena Termohon pindah ke agama semula yaitu Kristen Protestan,

Termohon sudah tidak patuh kepada Pemohon dan Termohon dan

Pemohon sering bertengkar karena faktor perbedaan agama.

Puncak keretakan hubungan rumah tangga antara

Termohon dan Pemohon terjadi pada Juni 2016 yang

mengakibatkan Pemohon dan Termohon pisah rumah, Dengan

kejadian tersebut rumah tangga kedua belah pihak tidak dapat lagi

dipertahankan. Pada hari sidang yang telah ditetapkan Majelis

Hakim berusaha mendamaikan akan tetapi tidak berhasil,

kemudian Majelis Hakim melanjutkan pemeriksaan perkara dan

membacakan gugatan dari pihak Pemohon dan terdapat jawaban

Rekonpensi dari pihak Termohon yang berisi ( Dalam

102Salinan Putusan PA Tangerang Nomor : 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng, h.2

Page 61: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

46

Rekonpensi) : Termohon memohon agar ketiga orang anak

ditetapkan pada Penggugat Rekonpensi sebagai ibu kandungnya

dikarenakan tiga orang anaknya masih dibawah umur dan masih

memerlukan perhatian dari ibunya, atas jawaban Termohon,

Pemohon menyampaikan replik secara lisan yang berisi ( Dalam

Konpensi ) :

1. Termohon tidak patuh kepada Pemohon dikarenakan Termohon tidak

mengajarkan syariat Islam.

2. Sampai saat ini Pemohon masih memberikan nafkah untuk kebutuhan

rumah tangga setiap bulannya dan dipotong dengan angsuran kredit

akan tetapi sisa gaji dari Pemohon tersebut, Termohon tidak mau

menerimanya.

Dalam Rekonpensi : Bahwa Pemohon/Tergugat Rekonpensi

mohon agar ketiga anak tersebut berada dalam pengasuhan

Pemohon/Tergugat Rekonpensi sebagai ayah kandungnya dikarenakan

Termohon telah kembali keagama semula yaitu Kristen.

Waktu dalam persidangan sebelum pembuktian antara pemohon

dan termohon telah tercapai kesepakatan perdamaian yang dibuat

dalam Surat Kesepakatan Perdamaian pada tanggal 18 Januari 2017

yang pada pokoknya adalah :

1. Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat ketiga anak tersebut

dibawah pengasuhan (hadhanah) pihak kedua dengan syarat yang

sudah disepakati.

2. Pihak Pertama dan Pihak Kedua wajib mencurahkan kasih

sayang, memberi pendidikan yang layak pada ketigak anaknya.

3. Pihak kedua tidak boleh melarang atau menghalangi pihak

pertama untuk bertemu atau mencurahkan kasih sayang selaku

ayah kandung dari ketiga anak tersebut.

4. Antara pihak pertama dan pihak kedua tidak dibenarkan

memaksakan agama/keyakinan/mengitimidasi anak agar

mengikuti keyakinan tersebut

Page 62: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

47

5. Pihak Pertama wajib memberikan nafkah untuk ketiga anaknya

sebesar Rp.2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) setiap

bulan dengan kenaikkan 10% kepada pihak kedua setiap tahun

diluar biaya pendidikan.

6. Antara kedua belah pihak sepakat atas isi kesepakatan ini untuk

dimuat ke dalam putusan Nomor:2170/Pdt.G/2016/PA.Tng103.

Untuk menguatkan dalil-dalil Permohonanannya, para Pemohon telah

mengajukan alat-alat bukti tertulis dan saksi sebagai berikut :

a. Bukti Surat

Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama Pemohon dan

Termohon, fotokopi kutipan Akta Nikah tanggal 28 Juni 2004 yang

dikeluarkan oleh KUA kecamatan Tangerang kota Tangerang

beramaterai sah Surat Keterangan Suami Istri atas nama Pemohon dan

Termohon, Fotokopi Kutipan Akta Kelahiran atas nama ketiga Anak

dari Pemohon dan Termohon yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas

Kependudukan Catatan Sipil Kota Tangerang

b. Bukti Saksi-Saksi

1). Saksi 1, yang merupakan ibu kandung dari Pemohon, menyatakan

dalam kesaksiannya bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami

isteri yang menikah pada bulan juni 2004, setelah menikah mereka

tinggal bersama di Kabupaten Tangerang dan dikaruniai tiga orang

anak. Sejak awal rumah tangga mereka memang sudah bermasalah

dikarenakan tidak mendapat restu dari ibu kandung Pemohon

dikarenakan beda agama sejak bulan Januari 2005 rumah tangga

mereka mulai tidak harmonis dan terjadi perselisihan, serta saksi

pernah melihat pertengkaran yang terjadi diantara kedua belah pihak.

Penyebab dari perselisihan tersebut diakibatkan faktor ekonomi dan

beda agama karena Termohon kembali ke agama semula yaitu Kriste

103Salinan Putusan Pengadilan Agama Tangerang Nomor 2170/Pdt.G/2017/PA.Tng, h. 3-

5.

Page 63: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

48

Protestan. Bahwa sejak Juni 2016 Pemohon dan Termohon sudah

pisah tempat tinggal hingga kini dan yang meninggalkan rumah

adalah Pemohon.

2). Saksi 2, yang merupakan ayah kandung dari Pemohon,

menyatakan dalam kesaksiannya rumah tangga mereka memang sudah

tidak harmonis lagi, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran.

Penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut

dikarenakan perbedaan agama dan faktor ekonomi yang kurang dari

Pemohon serta kekerasan yang pernah dilakukan oleh Pemohon.

Antara Pemohon dan Termohon sudah pisah rumah sejak bulan Juni

2016 yang sudah berlangsung selama 7 bulan hingga saat ini. Dari

saksi sudah berusaha untuk merukunkan dengan cara menasehati akan

tetapi usahanya tidak berhasil, akhirnya saksi sudah tidak sanggup lagi

merukunkan Pemohon dan Termohon104.

c. Kesimpulan

Bahwa para pihak menyampaikan kesimpulannya secara lisan

dihadapan sidang Pemohon pada permohonannya ingin tetap bercerai

dengan Termohon dan selanjutnya Termohon yang pada pokoknya

tetap pada jawabannya.105

3. Amar Putusan

Dalam Konpensi :

a. Mengabulkan permohonan Pemohon

b. Memfasakhkan perkawinan Pemohon (Pemohon/Tergugat

Rekonpensi) dengan Termohon (Termohon/Penggugat Rekonpensi)

c. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama untuk mengirimkan

salinan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada

Pegawai Pencatatan Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan

Tangerang untuk dicatatkan perceraian dalam daftar yang disediakan

untuk itu ;

104Salinan Putusan Pengadilan Agama Tangerang Nomor 2170/Pdt.G/2017/PA.Tng, h.8 105 Salinan Putusan Pengadilan Agama Tangerang Nomor 2170/Pdt.G/2017/PA.Tng, h.9

Page 64: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

49

Dalam Rekonpensi :

a. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi ;

b. Menetapkan anak-anak Penggugat Rekonpensi dan Tergugat

Rekonpensi dibawah hadhanah Penggugat Rekonpensi;

c. Menghukum Penggugat Rekonpensi untuk memberikan nafkah

untuk anak-anaknya dengan jumlah yang sudah ditetapkan.

Pemberian nafkah tersebut dilakukan sampai ketiga anaknya

berumur 21 tahun atau sudah mandiri;

d. Menghukum Penggugat Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi

untuk melaksanakan dan mentaati isi kesepakatan perdamaian

yang dibuat tanggal 18 Januari 2017

Dalam Konpensi dan Rekonpensi :

a. Membebankan Kepada Termohon dan Pemohon/Tergugat

Rekonpensi untuk membayar biaya perkara yang hingga kini

dihitung sejumlah Rp.356.000,-(tiga ratus lima puluh enam

ribu rupiah).106

B. Deskripsi Perkara pada Putusan Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU

1. Posisi Kasus

Perkara ini didaftarkan pada tanggal 23 Mei 2014 dengan register

nomor: 0743/Pdt.G/2014/PA.JU Secara subtansi, perkara ini sama dengan

yang perkara sebelumnya, yakni cerai talak kumulasi hak asuh anak.

Cerai itu diajukan Pemohon (suami) berumur 42 tahun, Agama Islam,

pekerjaan Pegawai Negeri Sipil dengan bertempat tinggal di Jakarta Utara

lalu Termohon (istri) yang berumur 34 tahun, Agama Islam, Pekerjaan

Pegawai Negeri Sipil, yang bertempat tinggal di Jakarta Utara yang

akhirnya memberi kuasa khusus kepada Busan & Partner Advokat &

106 Salinan Putusan PA Tangerang Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng, h.21-22

Page 65: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

50

Konsultan Hukum yang beralamat di Jalan Rawa Tembaga Kios Pemda

No.22 Kota Bekasi. Pemohon dengan surat permohonannya telah

mendaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Utara, dengan

register nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU pada tanggal 23 Mei 2014.107

2. Duduk Perkara

Perkara ini didaftarkan pada tanggal 23 Mei 2014 dengan nomor

register : 0743/Pdt.G/2014/PA JU Kronologinya adalah pada tanggal 3

Mei 2004 pemohon dengan termohon melangsungkan pernikahan yang

dicatat oleh pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama kecamatan

Cengkareng , Kota Jakarta Barat sebagai mana yang telah dicatatka dalam

duplikat Kutipan Akta Nikah yg sudah tertera. Setelah akad nikah

pemohon dan termohon hidup bersama sebagai suami istri. Selama

pernikahan antara pemohon dan termohon telah hidup rukun sebagaimana

layaknya suami istri dan telah dikaruniai 2 orang anak yang berumur 5.5

tahun dan anak kedua berumur 1 tahun.108

Keadaan rumah tangga pemohon dan termohon semula berjalan

rukun dan harmonis sebagaimana layaknya suatu rumah tangga yang baik,

akan tetapi sejak Maret tahun 2009 antara keduanya sering terjadi

perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus dan sulit untuk

didamaikan. Perselisihan antara Pemohon dan Termohon pada intinya

disebabkan karena Termohon bersifat egois dan selalu melawan saat

dinasehati, Termohon kerap mengajak anak-anak ke Gereja tanpa se ijin

dan sepengetahuan Pemohon dan diantara keduanya sering terjadi

perbedaan pemahaman dalam membangun rumah tangga.

Karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran tersebut, maka

rumah tangga Pemohon dan Termohon menjadi benar-benar tidak rukun

lagi dan puncaknya pada Januari 2014 mengakibatkan Pemohon dan

Termohon masih satu rumah namun pisah ranjang dan oleh karena itu

antara Pemohon dan Termohon sudah tidak melakukan hubungan suami

107 Salinan Putusan PA Jakarta Utara Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU, h. 2 108 Salinan Putusan PA Jakarta Utara Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU, h. 2-6

Page 66: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

51

istri lagi. Selama ini Pemohon yang dengan kemampuan Tarbiyahnya

mampu mendidik, mengasuh serta merawat kedua anaknya yang sangat

membutuhkan bimbingan Agama dari Pemohon selaku ayah kandungnya.

Pemohon sangat khawatir apabila hadhanah ditetapkan kepada Termohon

(istri) dikarenakan bahwasanya Termohon telah pindah Agama dan

kembali pada keyakinan semula yaitu Kristen.

Atas permasalahan tersebut Pemohon sudah tidak sanggup lagi

untuk mempertahankan perkawinan ini, oleh karena itu Pemohon sudah

mempunyai tekad yang kuat untuk bercerai dengan Termohon.

1. Yang Dimohonkan

1. Meminta mengabulkan Permohonan Pemohon

2. Memberi ijin kepada Pemohon untuk menjatuhkan ikrar talak

terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Jakarta

Utara.

3. Membebankan biaya perkara menurut yang berlaku

Subsidair

Apabila Pengadilan Agama Jakarta Utara berpendapat lain, mohon

putusan seadil-adilnya (ex aequo bono).109

2. Proses Persidangan

Pada hari Persidangan yang telah ditetapkan Termohon dan

Pemohon hadir dalam persidangan. Selanjutnya dibacakan surat

permohonan Pemohon tertanggal 23 Mei 2014 yang pada isinya tetap

dipertahankan oleh Pemohon yaitu permohonan Cerai Talak. Terhadap

surat permohonan Pemohon, Termohon telah menyampaikan jawaban

yang pada pokoknya:

Pemohon menikahi Termohon pada Termohon pada tanggal 3 Mei

2004 dan telah dikaruniai dua orang anak dari pernikahannya tersebut,

setelah menikah Pemohon dan Termohon hidup rukun dan harmonis.

Sejak Maret 2009 kehidupan rumah tangga kedua belah pihak tidak

109 Salinan Putusan PA Jakarta Utara Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU, h.3

Page 67: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

52

harmonis dengan adanya perselisihan antara Pemohon dan Termohon

yang disebabkan Termohon mengakui secara lisan bahwa ia (Termohon)

telah kembali ke Agama semula yaitu Kristen dan Termohon mengakui

bahwa dirinya pernah berselingkuh dengan pria lain. Termohon bersedia

bercerai dengan Pemohon namun meminta agar kedua anaknya tetap

dalam asuhan Termohon .

Pada hari sidang yang telah ditetapkan Majelis Hakim berusaha

mendamaikan akan tetapi tidak berhasil, kemudian Majelis Hakim

melanjutkan pemeriksaan perkara dan membacakan gugatan dari pihak

Pemohon dan terdapat jawaban Konpensi dari Termohon yang berisi (

Dalam Konpensi ) : Termohon menolak segala tuduhan yang diajukan

oleh Pemohon yang mana berisi :

a. Menyatakan bahwa Termohon egois dan selalu melawan

karena dinasehati.

b. Mengajak anak-anak ke Gereja tanpa se ijin Pemohon, itu tidak

benar faktanya Termohon ke Gereja apabila ada kebutuhan dan

harus bertemu dengan ibu Termohon dan Pemohon sangat

mengetahui hal tersebut.

c. Termohon pindah Agama adalah dalil yang mengada-ada,

karena sampai saat ini Agama yang di anut Termohon adalah

Islam. Termohon meminta Pemohon membuktikan dengan

surat/akte bahwa Termohon kembali menganut Agama Kristen

ke Gereja.

d. Punak keretakan antara Termohon dan Pemohon adalah pada

awal Januari 2014 karena sikap dari Pemohon yang melarang

Termohon untuk mengunjungi serta bermalam di rumah

orangtua Termohon.

e. Termohon menolak secara tegas dalil yang disampaikan

Pemohon yang menyatakan Pemohon memiliki kemampuan

tarbiyah/agama yang mampu mendidik, membimbing dan

Page 68: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

53

mengasuh anak karena pada faktanya Pemohon tidak dapat

menunjukkan perannya tersebut selaku imam dalam keluarga

yang tidak pernah mengajak Termohon untuk melakukan

ibadah Sholat, bahkan Pemohon sendiri jarang melakukan

ibadah Sholat tersebut dan mempunyai emosi yang tidak stabil,

selalu berkata kasar dalam memarahi anak-anak apabila anak

melakukan kesalahan seperti contohnya pada anak pertama

yang diancam oleh Pemohon menggergaji tangan anaknya

yang pertama tersebut ketika anak yang pertamanya merusak

barang milik Pemohon.

Dalam Rekonpensi bahwa selanjutnya Termohon akan disebut

juga sebagai Penggugat Rekonpensi/Termohon Konpensi dan Pemohon

disebut juga Tergugat Rekonpensi/Pemohon konpensi mengajukan

Gugatan Rekonpensi. Adapun dasar alasan Gugatan Rekonpensi ini adalah

sebagai berikut:

a. Bahwa apa yang disampaikan Penggugat Rekonpensi

dengan Tergugat Rekonpensi mohon diulang dan dianggap

satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam bagian ari

Rekonpensi tersebut.

b. Benar bahwa Pemohon dan Termohon adalah pasangan

suami isteri dan telah melangsungkan pernikahannya pada

tanggal 3 Mei 2004 yang dicatatkan di KUA Kecamatan

Cengkareng Jakarta Barat, dan setelah menikah Pemohon

dan Termohon bertempat tinggal di Jakarta Utara

c. Bahwa hasil dari pernikahan tersebut kedua belah pihak

dikaruniai dua orang anak yaitun anak pertama perempuan

lahir pada tanggal 10 Juli 2008 dan yang kedua laki-laki

yang lahir pada tanggal 12 April 2013

d. Sebelum melakukan pernikahan Pemohon membujuk

Termohon melalukan pernikahan secara Islam karena

Page 69: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

54

sebelumnya Pemohon menganut agama Kristen dengan

janji setelah melangsungkan pernikahan secara Islam

Pemohon bersedia melangsungkan pernikahan secara

Kristen dan adat Batak supaya Pemohon dapat diterima

dikeluarga Termohon. Bedasarkan hal tersebut Pemohon

bersedia menikahi Termohon.

e. Sejak awal berumah tangga yang didahalui dengan

kebohongan Termohon yaitu menikah diam-diam secara

Islam Pemmohon menerima dengan sabar dan ikhlas atas

tindakan yang dilakukan oleh Pemohon.

f. Sejak pernikahan tersebut Pemohon mempunyai kebiasaan

keluar malam untuk bertemu dengan rekan kerjanya bukan

karena pekerjaan tetapi hanya untuk bersenang-senang

sampai subuh.

g. Sejak pernikahan tersebut juga Pemohon sering berbohong

dengan mengatakan tidak bisa pulang kerumah dan harus

menginap di lokasi kerjanya di Pulau Seribu, tetapi setelah

Termohon memeriksa dan menanyakkan kepada rekan

kerjanya Pemohon, Pemohon tidak menginap dan sudah

pulang dari pulau.

h. Saat anak pertama lahir, Pemohon mempunyai sikap yang

janggal dengan sering mengurung diri sesudah pulang kerja

di dalam kamar selama 2 hari 2 malam tanpa Termohon

boleh mengetahui apa yang dilakukan oleh Pemohon.

i. Hingga sampai saat ini Termohon jarang sekali melihat

Pemohon melakukan ibadah Sholat, bahkan jarang

melakukan Sholat Jumat.

j. Pemohon mempunyai emosi yang sangat tidak stabil dan

tidak bis mengendalikan emosinya, sering tidak sabar

kepada anaknya tersebut seperti mengucap kata-kata kasar.

Page 70: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

55

k. Pada tanggal 11 Mei 2013 disaksikan oleh kedua pembantu

dan anak pertamanya Pemohon melakukan kekerasan

sehingga Termohon terluka dan dilaporkan ke Kantor

Kepolisian setempat. Pada saat ingin dilakukan visum,

Pemohon datang dan meminta maaf berjanji tidak akan

melakukan kesalahan tersebut.

l. Akibat kejadian tersebut sikap Pemohon sesekali tidak

berubah, bahkan sering menghina Termohon dan keluarga

Termohon miskin dan tidak memiliki rumah.

m. Puncak keretakan rumah tangga antara kedua belah pihak

terjadi pada awal bulan Januari 2014 karena sikap Pemohon

melarang Termohon untuk bermalam di rumah orangtua

Termohon. Melihat kedua anak mereka masih tinggal

bersama-sama memang diasuh, dirawat serta memerlukan

bimbingan dari Pemohon serta mengingat sikap Pemohon

yang tidak bisa mengendalikan emosinya maka Termohon

memohon kepada Pengadilan Agama Jakarta Utara Ketua

Majelis Hakim untuk memutus perkara ini dengan

menetapkan kedua anak Pemohon dan Termohon untuk

berada di bawah pengasuhan Termohon.

Dalam Konpensi menyerahkan keputusan

permohonan Pemohon menurut hukum dan rasa keadilan

Majelis Hakim yang mengadili dan menghukum Pemohon

untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara

tersebut.

Dalam Rekonpensi yang berisi :

a. Mengabulkan gugatan rekonpensi Termohon seluruhnya

b. Menetepkan kedua anak Termohon dan Pemohon dibawah

pemeliharaan Termohon selaku ibu kandungnya.

Page 71: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

56

c. Menghukum Tergugat Rekopensi Pemohon Konpensi untuk

memberikan biaya pemeliharaan (hadhanah)/nafkah anak serta

biaya pendidikan untuk kedua anaknya sebesar yang sudah

ditentukan setiap tanggal 25 kepada Penggugat

Rekonpensi/Termohon Konpensi.

d. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya pemeliharaan

(hadhanah)/nafkah terutang kedua anaknya tersebut secara tunai

saat ikrar talak diucapkan oleh Pemohon.

e. Menghukum Pemohon memberi nafkah iddah kepada Termohon

pada saat ikrar talak diucapkan dihadapan Majelis Hakim.

Atas jawaban dan gugatan balik tersebut Pemohon tetap pada dalil

semula, sedangkan tentang gugatan balik Pemohon menerangkan yang pada

pokoknya sebagai berikut :

Dalam Pokok Perkara Dalam Konpensi :

a. Pemohon tetap pada dalilnya memohon agar semua dalil yang sebelumnya

telah dikemukan dalam surat Permohonan Talak Pemohon

b. Menolak seluruh dalul Termohon yang dikemukakan pada jawabannya

kecuali hal yang tegas diakui kebenerannya.

c. Menolak alasan dan dalil jawaban Termohon point 3 huruf (a)-(d) karena

alasan yang kurang jelas dengan pertimbangan hakim yang sudah

dijelaskan.

d. Tidak benar alasan serta dalil-dalil Termohon yang mengatakan bahwa

Pemohon sangat egois tidak mengerti keluhan seorang isteri.

e. Bahwa benar Pemohon mampu mendidik, mengurus anak-anak secara

agama agar anak-anak terhindar dari perbuatan amoral yang dilakukan

oleh Termohon.

Dalam Rekonpensi nya Pemohon tidak pernah menjajikan pernikahan selain

Agama Islam dikarenakan Pemohon sebagai seorang muslim tidak ingin

menciderai ikatan suci perkawinan yang merupakan akad yang sangat kuat, tidak

Page 72: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

57

benar bahwa ikatan suci perkawinan didasarkan atas kebohongan belaka mungkin

itu perspektif Termohon yang menganggap ikatan suci perkawinan hanyalah

permainan belaka, Pemohon tidak membenarkan bahwa Pemohon sering keluar

malam bersama rekan kerja Pemohon itu hanya retorika dari Termohon untuk

menutupi Aib Termohon. Pada faktanya Pemohon sering kali pulang kerumah dan

hanya sesekali saja Pemohon pergi keluar rumah itupun apabila ada pekerjaan

dikantor yang tidak bisa diselesaikan dirumah, tidak membenarkan bahwa

Pemohon selalu mengurung diri di kamar dan tidak menjalankan kewajibannnya

ibadah Sholat Jum’at, Apakah kalau Pemohon Ibadah harus selalu melaporkan

kepada Termohon? Puncak keretakkan rumah tangga antara Pemohon dan

Termohon dikarenakan sikap Termohon yang sangat amoral, sikapnya tersebut

sudah diakui Termohon karena telah mengakui perselingkuhannya dengan

beberapa pria idaman lain. Tindakan perselingkuhan itupun berujung pada

persetubuhan pada pria lain.

Yang dimohonkan :

Dalam Pokok Perkara Dalam Konpensi :

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk mengabulkan ikrar talak.

2. Mencabut hak hadhanah Termohon kepada Pemohon atas kedua anaknya.

Dalam Rekonpensi :

1. Menyatakan Termohon Konpensi Nusyuz dengan segala akibat

hukumannya.

Dalam Konpensi dan Rekonpensi :

1. Menetapkan biaya perkara menurut hukum

Apabila Pengadilan Agama Jakarta Utara berpendapat lain, mohon putusan seadil-

adilnya (ex aequo bono)110

110 Salinan Putusan PA Jakarta Utara Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU, h.20

Page 73: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

58

Bukti Surat.

Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama Pemohon dan

Termohon, fotokopi kutipan Akta Nikah tanggal 3 Mei 2004yang

dikeluarkan oleh KUA kecamatan, Foto kopi kartu keluarga, SK

Gubernur DKI Jakarta tentang pemberian izin melakukan proses

persidangan, Kartu Keluarga atas nama Elentje Tumiar Situmorang

untuk menunjukkan silsilah keluarga besar Termohon yang

beragama Kristen Protestan, Akta kelahiran anak, hasil DNA atas

nama Anak pertama Pemohon dan Termohon yang dikeluarkan

oleh Yayasan Genneka Lembaga Fijkman Lab DNA Forensik,

Surat Keterangan Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian

Perkawinan, Surat Tanda Bukti Lapor, Surat panggilan atas nama

Termohon Siregar menunjukkan bahwa Termohon melakukan

perzinahan, Surat pernyataan yang ditanda tangani oleh Termohon

Siregar.

Bukti Saksi

1. Saksi 1 berumur 51 tahun beragama Islam, saksi bukan

merupakan keluarga ataupun teman kerja dari Pemohon

memberi kesaksiannya antara lain : Benar bahwa sejak

mereka mengajukan masalah rumah tangganya ke BP4

waktu saksi lupa, Pemohon cerita karena Termohon telah

kembali ke agama semula yaitu Kristen maka dari itu

Pemohon ingin menceraikan Termohon, kemudia

Termohon dipanggil dalam penasehatan tersebut Termohon

tetap pada pendiriannya tetap memeluk Agama Kristen

ditanya dalam masalah anak, Termohon sendiri datang dan

menyampaikan agar anak-anak ikut Termohon karena

mengakui bahwa secara biologis anak-anak tersebut bukan

Page 74: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

59

anak Termohon namun hasil perselingkuhan dengan pria

lain dan Termohon tidak mengaku nama pria tersebut.

2. Saksi 2 berumur 46 tahun, beragama Islam, yang

merupakan kakak ipar dari Pemohon memberi

kesaksiannya antara lain : membenarkan bahwa Ternohon

dan Pemohon adalah suami istri dan telah dikaruniai dua

orang anak, namun sejak 2009 Pemohon dan Termohon

mulai bertengkar karena Termohon pindah lagi ke Agama

semula yaitu Kristen dan yang paling memberatkan

Pemohon adalah anak yang pertama Pemohon dibawa ke

Gereja, saksi menyaksikan sendiri keadaan tersebut kadang

Pemohon dan Termohon bertengkar dirumah saksi,

sekarang Pemohon dan Termohon tinggal satu rumah lagi

karena sebelumnya mereka sempat pisah rumah beberapa

bulan, Termohon pulang kerumah orangtuanya dengan

anak-anak dan sejak bulan Oktober 2014 Termohon

kembali lagi tinggal di Sunter dengan anak-anak yang saksi

dengar Pemohon dan Termohon membuat perjanjian tapi

saksi tidak tahu isi ari perjanjian tersebut, Pengakuan dari

Termohon secara biologis anak-anak tersebut hasil

perselingkuhan dengan laki-laki yang berbeda, anak yang

pertama katanya dengan seorang pria yang bernama Roni

dan sedangkan anak yang kedua Termohon tidak mau

mengakui karena pria tersebut sudah meninggal, memang

benar anak-anak tersebut bukan anak biologis dari

Pemohon namun Pemohon sangat sayang dan sangat

bertanggung jawab terhadap anak tersebut, Keluarga sudah

berkali-kali merukunkan Pemohon dan Termohon namun

Termohon tetep pada pendiriannya memeluk Agama

Kristen sehingga mereka tidak dapat rukun kembali, pada

saat Pemohon dan Termohon menikah saksi tidak tahu

Page 75: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

60

karena sebelum menikah mereka berbeda agama sudah

diberitahu akan menjadi masalah tapi setelah 6 bulan

mereka datang lagi dan mengatakan sudah sepakat, benar

bahwa mereka sudah punya 2 orang anak, rumah tangga

mereka sedang ada masalah sempat pisah bulan 7 tahun

2014 dan kumpul satu rumah lagi awal November 2014.

3. Kesimpulan

Termohon menyampaikan kesimpulan yang pada pokoknya

keberatan bercerai sebab Pemohon beralih agama setelah punya

selingkuhan yang beragama Katolik, tentang kesanggupan

Pemohon Jika terjadi perceraian Termohon akan menyetujuinya.111

3. Amar Putusan

Dalam Konpensi

1. Mengabulkan permohonan Pemohon sebagian :

2. Memberi ijin kepada Pemohon untuk menjatuhkan ikrar talak satu Raj’i

kepada Termohon didepan sidang Pengadilan Agama Jakarta Utara setelah

keputusan berkekuatan tetap:

3. Menetapkan anak pertama berada dalam pengasuhan dan pemeliharaan

Pemohon.

4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Jakarta Utara untuk

mengirimkan salinan putusan kepada Pegawai Pencatat Nikah KUA

Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat dan PPN KUA Kec Tanjung Priuk

Jakarta Utara, untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu

5. Menolak permohonan Pemohon untuk selainnya :

Dalam Rekonpensi

111 Salinan Putusan PA Jakarta Utara Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU, h.12-25

Page 76: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

61

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian

2. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat yaitu uang

Mut’ah sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

3. Menetapkan anak kedua dalam pengasuhan dan pemeliharaan Penggugat

Rekonpensi/Termohon.

4. Memerintahkan Tergugat Rekonpensi untuk mmeberikan nafkah untuk

anak sesuai yang ditentukan diluar biaya pendidikan dan kesehatan;

5. Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi dan selebihnya.

Dalam Konpensi dan Rekonpensi

Membebankan Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.

791.000,- (tujuh ratus sembilan puluh satu rupiah).

Page 77: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

62

BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISIS PUTUSAN Nomor

2170/Pdt.G/2016/PA.Tng dan Nomor 0743/Pdt.G/2014/PAJU

A. Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Tangerang Dan

Pengadilan Agama Cikarang Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif

1. Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng

Sebagaimana diuraikan pada Bab III bahwa putusan Nomor:

329/Pdt.G/2016/PA.Tng adalah tentang cerai talak kumulasi hak asuh

anak yang didalamnya terdapat gugatan rekopensi Termohon yang

meminta penetapan hak asuh anak diberikan kepada Termohon selaku ibu

kandungnya dikarenakan ketiga anaknya tersebut masih dibawah umur dan

masih memerlukan perhatian seorang Ibu.

Dalam salinan Putusan Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng terdapat surat

kesepakatan perdamaian yang dimana terdapat point ibu mendapatkan hak

hadhanah. Berikut penulis akan menulis kembali isi dari Surat Kesepakat

perdamaian yang pada pokoknya adalah :

1. Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat ketiga anak tersebut

dibawah pengasuhan (hadhanah) pihak kedua dengan syarat yang

sudah disepakati.

2. Pihak Pertama dan Pihak Kedua wajib mencurahkan kasih sayang,

memberi pendidikan yang layak pada ketigak anaknya.

3. Pihak kedua tidak boleh melarang atau menghalangi pihak pertama

untuk bertemu atau mencurahkan kasih sayang selaku ayah kandung

dari ketiga anak tersebut.

4. Antara pihak pertama dan pihak kedua tidak dibenarkan

memaksakan agama/keyakinan/mengitimidasi anak agar mengikuti

keyakinan tersebut.

Page 78: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

63

5. Pihak Pertama wajib memberikan nafkah untuk ketiga anaknya

sebesar Rp.2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) setiap

bulan dengan kenaikkan 10% kepada pihak kedua setiap tahun diluar

biaya pendidikan.

6. Antara kedua belah pihak sepakat atas isi kesepakatan ini untuk

dimuat ke dalam putusan Nomor:2170/Pdt.G/2016/PA.Tng1.

Dari keterangan diatas Majelis Hakim telah menemukan fakta-fakta

dipersidangan yang pada pokoknya sebagai berikut :

Pemohon dengan Termohon adalah suami istri yang menikah pada tanggal

28 Juni 2004 dan telah dikaruniai 3 orang anak, setelah waktu berlalu rumah

tangga Pemohon dan Termohon tidak harmonis lagi sering terjadi pertengkaran

dan perselisihan terus menerus dalam waktu 7 bulan terakhir, akibat perselisihan

dan pertengkaran tersebut terutama karena Termohon pindah agama semua yaitu

Kristen Protestan dan faktor ekonomi yang mengakibatkan keduanya sudah tidak

menjalankan hak dan kewajiban sebagaimana suami istri dalam kehidupan rumah

tangga.

Jika dilihat dari amar putusan, Majelis Hakim pada pertimbangannya dalam

konpensi menetapkan anak-anak dari Penggugat Rekonpensi dan Tergugat

Rekonpensi berada dibawah hadhanah Penggugat Rekonpensi(istri yang murtad)

karena anak-anak tersebut masih dibawah umur dan dikarenakan Termohon dan

Pemohon sudah sepakat untuk memberikan hak hadhanah kepada Termohon

sesuai surat kesepakatan perdamaian.

Jika dilihat dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Pasal 41 huruf a tentang

Perkawinan bahwa: “Perceraian tidak menghapus kewajiban ayah dan ibu untuk

memelihara dan mendidik anak-anaknya, jika ada perselisihan mengenai

penguasaan anak-anak, pengadilan yang akan memberi keputusan.”

1Salinan Putusan Pengadilan Agama Tangerang Nomor 2170/Pdt.G/2017/PA.Tng, h. 3-5.,

Page 79: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

64

Pada pertimbangan Majelis Hakim dalam menetapkan hak asuh anak

kepada istri yang murtad dengan tidak mempertimbangkan apapun hanya melihat

dari usia kedua anak yang masih dibawah umur dan karena Termohon dan

Pemohon sudah menyepakati surat perdamaian untuk menetapkan hak asuh anak

kepada Termohon.

Dalam literatur fiqh klasik tidak ditemukan bahasa khusus dengan nama

perjanjian dalam perkawinan, yang ada dalam bahasan fiqh dan diteruskan dalam

sebagian kitab fiqh dengan maksud yang sama adalah “persyaratan dalam

perkawinan” kaitan antara syarat perkawinan dengan perjanjian dalam perkawinan

adalah karena perjanjian itu berisi syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang

melakukan perjanjian dalam arti pihak yang berjanji untuk memenuhi syarat yang

ditentukan. Menepati perjanjian itu menurut Al-qur’an adalah sesuatu yang

diperintahkan, sesuai dengan firman Allah dikahir ayat QS. Al-Isra (17):34

وأوفوا بلعهد إنه العهد كان مسئول

Artinya: “... dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggung

jawabannya.”2

Tafsir ayat ini ialah penuhilah janji terhadap siapapun kamu berjanji, baik kepada

Allah maupun kepada kandungan janji, baik tempat, waktu dan substansi yang

dijanjikan karena sesungguhnya janji yang kamu janjikan akan diminta

pertanggung jawabannya oleh Allah SWT kelak dikemudian hari atau diminta

kepada yang berjanu untuk memenuhi janjinya.3

Dalam pertimbangan Majelis Hakim yang salah satunya juga menetapkan

hak asuh anak kepada istri yang murtad, jika dilihat dari fiqh, menurut golongan

Hanafi, Ibnu Qasim bahkan Maliki serta Abu Tsaur berpendapat hadhanah tetap

dapat dilakukan oleh pengasuh yang kafir, sekalipun si anak muslim, karena

hadhanah itu tidak lebih dari menyusui dan melayani, kedua hal ini boleh

2 Departemen Agama RI, Syamil Al-Qur’an Terjemahan Perkata, (Bandung: CV Haekal

Media Center, 2007), h.285. 3 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 7, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h.83.

Page 80: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

65

dilakukan oleh wanita kafir. Meskipun begitu golongan Hanafi mensyaratkan

kafirnya bukan karena murtad, sebab orang kafir karena murtad dapat dipenjara

sampai ia taubat dan kembali dalam Islam atau mati dalam penjara, sehingga ia

tidak boleh diberi kesempatan mengasuh anak kecil, kecuali bila ia sudah taubat

dan kembali ke Islam.4

Hanafiyah dan Malikiyah tidak mensyaratkan Islam, pemegang

hadhanah boleh ahlul kitab atau agama lain baik ibunya atau yang lain.

Karena berdasarkan riwayat Abu Dawud dan periwayat lain bahwa Nabi saw.

menyerahkan pada pilihan anak untuk memilih antara bapaknya yang muslim

atau ibunya yang kafir, si anak cenderung memilih ibunya sehingga Nabi

berdoa: Ya Allah tunjukilah dia, maka si anak menuju bapaknya.5

Dalam hukum Islam, hal ini dinamakan dengan dalil hukum istishab

(teori kelangsungan hukum), bahwa status hukum suatu hal di masa lalu terus

berlangsung pada masa kini dan masa depan sejauh belum ada dalil yang

menentukan lain, yang dirumuskan dalam kaidah hukum Islam, yang artinya

“Asasnya adalah tetapnya sesuatu yang telah ada itu sebagaimana adanya.”6

Meskipun Pengadilan Agama tidak berwenang mengadili perkara selain

di antara orang-orang Islam, dan meskipun si ibu pindah agama tetapi karena

pernikahan dilakukan di Kantor Urusan Agama dan bukan di Catatan Sipil,

maka tentulah Pengadilan Agama yang berwenang sehingga penentuan

hadhanah anak juga harus tunduk kepada hukum positif yang berasal dari

hukum material Islam, dan jika belum ada aturan yang mengaturnya secara

detail maka Hakim berwenang melakukan penggalian hukum dari khasanah

4 Al-Sayyid al-Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, (Beirut: Dar al-Kutub al Arabiy, tt), h. 343-

344.

5Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 225.

6 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h.255.

Page 81: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

66

fikih IslamSelain itu menurut pendapat ini, kasih sayang dalam hadhanah tidak

akan berbeda dengan perbedaan agama.7

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, jika terjadi perceraian,

pemeliharaan anak yang belum tamyiz, yaitu belum berusia 12 tahun mesti

dalam pemeliharaan ibunya, kecuali ibunya tiada maka dialihkan ke

pemegang hadhanah yang lain. Jadi yang berhak hadhanah pertama mutlak

pada ibunya, tanpa memandang agama si ibu. Di dalam ketentuan tersebut tidak

terdapat perbedaan hak ibu dalam hadhanah dari segi agama.

Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa jika ternyata pemegang

hadhanah tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, maka

Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah atas permintaan kerabat

yang juga punya hak hadhanah. Apa yang dimaksud dengan tidak dapat

menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, apakah ibu yang murtad

dapat dikualifikasikan sebagai ancaman terhadap keselamatan rohani anak,

sayangnya tidak ada penjelasan dalam ketentuan ini, sehingga jaminan terhadap

keselamatan jasmani dan rohani anak bersifat multitafsir dan sangat relatif,

tergantung penafsiran dan pemahaman hakim.

2. Nomor 0743/Pdt.G/2014/PAJU

Sebagaimana diuraikan pada Bab III bahwa putusan Nomor:

0743/Pdt.G/2014/PAJU adalah tentang cerai talak kumulasi hak asuh anak

yang dilakukan oleh Pemohon sebagai suami yang beragama Islam dan

Termohon sebagai istri yang keluar dari agama Islam, didalamnya Pemohon

meminta Majelis Hakim menetapkan hak asuh hadhanah diberikan kepada

Pemohon sebagai ayah kandung dikarenakan Pemohon berpindah keyakinan.

Dalam salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara Nomor

0743/Pdt.G/2014/PAJU tentang Cerai talak, penulis uraikan kembali bukti

yang diajukan oleh para pemohon beserta pertimbangan Majelis Hakim,

diantaranya sebagai berikut:

7 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 225.

Page 82: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

67

Pemohon dengan Termohon adalah suami istri yang menikah pada tanggal

3 Mei 2004 dan telah dikaruniai 2 orang anak, sejak bulan Maret 2009 hubungan

rumah tangga mereka sering terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus

yang sulit didamaikan Penyebab perselisihan antara Termohon dan Pemohon

dikarenakan Termohon mengakui telah berpindah agama, Termohon bersifat

sangat egois dan selalu melawan saat dinasehati, Pemohon pernah memergoki

Termohon mengajak anak-anak ke Gereja, antara Pemohon dan Termohon kerap

terjadi perbedaan paham di dalam membangun rumah tangga. 8

Majelis Hakim pada pertimbangan hukumnyaa menetapkan anak

pertama yang berumur 5,5 tahun Pemohon dan Termohon jatuh kepada

Pemohon selaku ayah kandungnya dan anak kedua yang berumur 1,5 tahun

menetapkan kepada Termohon selaku ibu kandungnya,dikarenakan anak ke-II

masih berumur 1,5 tahun masih membutuhkan ASI dan belum bisa diajarkan

akidah dasar seperti basamallah dan lain sebagainya, belum seperti anak I

yang berumur 5,5 tahun yang sudah mengerti apabila diajarkan akidah dasar

agama Islam. Menurut hadist yang telah dijadikan dasar oleh Abu Hanifah,

Ibnu Qasim al-Maliki dan Abu Tsaur telah dimansukh, karena jumhur telah

berjimak bahwa anak muslim tidak boleh diserahkan ke orang kafir. Hadis ini

dari segi sanad memang dapat jadi hujjah, tetapi tempat patokan hujjah ada

dua yaitu ibu yang kafir dan hak (anak) memilih.9

Menurut Hukum Positif, Di antara asas penyelenggaraan perlindungan

anak adalah asas kepentingan terbaik bagi anak, artinya dalam semua tindakan

menyangkut dirinya, maka kepentingan terbaik baginya harus menjad

pertimbangan utama. Serta penghargaan terhadap pendapat anak, yaitu

penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan

pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyagkut hal- hal

yang memepengaruhi kehidupannya.10

8 Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara Nomor: 0743/Pdt.G/2014/PA.JU, h.2 9 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h.223 10 Lihat Pasal 2 dan Penjelasannya, Undang-undang Perlindungan Anak

Page 83: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

68

Mengenai penyelenggaraan perlindungan terhadap agama anak,

negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali dan lembaga sosial

harus menjamin setiap anak untuk beribadah menurut agamanya dan sebelum

anak dapat menentukan pilihannya, disesuaikan dengan agama orang tuanya.

Perlindungan meliputi pembinaan, pembimbingan dan pengamalan ajaran

agama.11Anak dapat menentukan agama pilihannya setelah ia berakal dan

bertanggung jawab, serta memenuhi syarat dan tata cara sesuai ketentuan

agama pilihannya dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.12

Undang-undang Perlindungan Anak Pasal 13 Ayat (1) tersebut memberikan

ketentuan dengan menggariskan bahwa selama anak yang dalam

pengasuhan orang tua ataupun wali berhak mendapat perlindungan dari

perlakuan; diskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; penelantaran;

kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; ketidakadilan; dan perlakuan salah

lainnya. Yang perlu diberikan tekanan lebih dalam perlakuan perlindungan anak

di sini adalah mengenai penelantaran. Ketika anak berada dalam asuhan atau

pemeliharaan orang tua wali, maka anak yang belum mumayiz mempunyai hak

jaminan pemeliharaan yang maksimal. Mulai dari pendampingan agama dan

belajar anak, pemenuhan kebutuhan sehari-hari, hingga tempat pengaduan

anak ataupun penyampaian aspirasi anak. Maka orang tua atau wali diharuskan

sosok yang selalu ada di samping anak. Artinya orang tua atau wali bukanlah

orang yang bertempat tinggal terpisah dengan anak. Jika hal itu terjadi maka

perlindungan serta pemeliharaan anak dapat berindikasi pada tindakan

penelantaran.

Kompilasi Hukum Islam sebagai aturan yang dianggap sebagai fikih

Indonesia seharusnya tidak mengurangi dan melenyapkan sifat-sifat dan nilai-nilai

normatif. Sebagai contoh, seharusnya di dalam Kompilasi Hukum Islam terutama

bab XIV tentang pemeliharaan anak (hadhanah) dipaparkan semua tentang hal-hal yang

11 Lihat Pasal 42-43 Undang-undang Perlindungan Anak 12 Lihat Penjelasan Pasal 42 Ayat (2) Undang-undang Perlindungan Anak

Page 84: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

69

menyangkut tentang hadhanah, seperti orang yang berhak mengasuh, biaya, masa

pengasuhan dan syarat-syarat pengasuh anak.

Bahwa Kompilasi Hukum Islam sebagai rujukan Pengadilan Agama dalam

memutuskan perkara, kurang sempurna karena belum menyebutkan secara

detail syarat muslim bagi pengasuh dan bagaimana hadhanah bagi istri yang

murtad. Akan tetapi dalam KHI pada bagian ketiga tentang akibat perceraian

pada Pasal 156 huruf (c) disebutkan “Apablila pemegang hadhanah ternyata

tidak menjamin keselamatan jasmanai dan rohani anak, meskipun biaya

hadhanah dan nafkah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang

bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada

kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula”.

Pasal di atas menjelaskan tentang salah satu syarat dari pemegang

hadhanah di antaranya adalah “Sanggup dan mampu menjamin keselamatan

jasmani dan rohani anak”. Dalam hal ini dapat diartikan sanggup dan mampu

menjamin keselamatan jasmani berupa makan, minum, tempat tinggal,

kesehatan dan juga dapat menjamin keselamatan rohani yang berupa

pendidikan, kasih sayang, juga dalam hal agama. Jadi apakah ibu yang

bepindah keyakinan atau murtad dapat dikualifikasikan sebagai ancaman

terhadap keselamatan rohani anak, sayangnya tidak ada penjelasan dalam

ketentuan ini, sehingga jaminan terhadap keselamatan jasmani dan rohani anak

bersifat multitafsir dan sangat relatif, tergantung penafsiran dan pemahaman

hakim. Kepastian hukum bersifat general sehingga menghendaki kesamaan

pada semua kasus.

Keadilan selalu bersifat kasuistis karena menghendaki keseimbangan

(kesetaraan) antara dua pihak atau lebih. Keadilan dalam suatu kasus belum

tentu sama dengan keadilan pada kasus yang lain karena sesungguhnya tidak

ada kasus yang sama persis melainkan hanya serupa tapi tak sama. Kepastian

hukum berada dalam ranah hukum wadl’i.13

13 Hukum Wadl’i adalah hukum yang berkaitan dengan sebab, syarat, rukun, sah,

batal, mani’, dan akibat mengenai status hubungan hukum satu sama lain. Amir

Page 85: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

70

Hukum wadl’i mengatur hubungan status hukum antar orang. Dalam ranah

ini tidak ada tempat untuk melakukan terobosan hukum. Keadilan berada dalam

ranah hukum taklifi.14 Hukum taklifi mengatur hubungan hak dan kewajiban

antar orang dalam ranah perdata. Dalam ranah inilah hakim dapat melakukan

terobosan hukum. Hakim sebagai profesionalis hukum dapat mendesain

hukum baru agar putusannya memenuhi rasa keadilan. Hakim itu seperti dokter

yang membuat resep untuk pasiennya, resep untuk setiap pasien selalu berbeda

karena disesuaikan dengan kondisi pasien.15

Dalam pelaksanaan penegakan hukum, wajib mengikuti ketentuan aturan

hukum, penegakan hukum yang tidak menurut ketentuan hukum dapat

berakibat batal demi hukum atau null and ovoid. Keharusan penegakan hukum

mengikuti ketentuan hukum, dimaksudkan untuk mencegah para penegak

hukum berlaku sewenang-wenang atau melampaui batas wewenang, sehingga

akan mengakibatkan ketidakpastian hukum dan menciderai rasa keadilan.

Undang- undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam

Pasal 4 Ayat 1 menyatakan bahwa “Pengadilan mengadili menurut hukum

dengan tidak membeda-bedakan orang”.16

Konsep tidak membeda-bedakan orang, karena alasan ketidaksetaraan,

alasan ras, suku, agama, maupun latar belakang budaya bukan hanya

berlaku di pengadilan, melainkan sesuai maka tidak membeda-bedakan

orang, juga berlaku dalam pelaksanaan penegakan hukum oleh para penegak hukum

Syarifuddin, Ushul Fiqih Jilid 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran,

2005), h. 362.

14 Hukum Taklifi adalah hukum yang mengatur hubungan hak dan kewajiban antara

hamba dengan Tuhannya, dan antara orang atau lembaga yang berkaitan dengan perbuata

mukallaf. Perbuatan mukallaf ini dapat diklasifikasikan menjadi 5 (lima) kategori, yaitu wajib,

sunah, mubah, makruh dan haram dengan bagian masing-masing. Amir Syarifuddin, Ushul

Fiqih Jilid 1, h. 310.

15 Mukri Arto, Pembaruan Hukum Islam Melalui Putusan Hakim, Cet. 1, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2015), h. 198-199 16 Syarif Mappiasse, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, Ed. 1, Cet. 1, h. 72.

Page 86: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

71

yang lain. Setiap aparat penegak hukum wajib memberikan pelayanan hukum dengan

tidak membeda-bedakan orang. Penyimpangan terhadap asas tidak membeda-bedakan

orang, hanya dapat dilaksanakan dengan alasan yang sangat sempit, sesuai prinsip due

processof law, yaitu apabila senyatanya penyimpangan tersebut demi keadilan dan

kemanfaatan bagi mereka yang dibedakan.

B. Analisis Tinjauan Teori Maqashid Syari’ah

1. Putusan Nomor: 2170/Pdt,G/2016/PA. Tng

Secara substansi dalam Putusan Pengadilan Agama Tangerang Nomor

2170/Pdt.G/2017/PATng Majelis Hakim Mengabulkan amar Pemohon dengan

menetapkan hak asuh anak kepada istri yang non muslim dengan tidak

mempertimbangkan apapun pada pertimbangan hukum pada perkara ini, hal

tersebut terjadi karena pada sebelumnya sudah ada kesepakatan perdamaian yang

telah dibuat oleh kedua belah pihak.

Anak yang lahir dari rahim ibunya, ia lahir dalam keadaan fitrah dan

kedua orangtua berkewajiban mengasuh, memelihara dan mendidik sebaik-

baiknya, sejahtera lahir batin serta berguna bagi semua orang. Para Ulama

menetapkan bahwa mengasuh anak hukumnya adalah wajib, sebab mengabaikan

berarti menghadapkan anak-anak kepada bahaya kebinasaan.17 Namun para

Ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang lebih berhak dalam mengasuh

anak. Menurut Mazhab Hanafi dan Maliki bahwa hak pengasuhan anak menjadi

hak ibunya sampai ia menggugurkan hak tersebut. Tetapi menurut Jumhur Ulama,

hak pengasuhan anak merupakan hak antara anak dan kedua orang tua.18

Tujuan Allah dalam menetapkan hukum adalah untuk kemaslahatan

hamba di dunia dan di akhirat. Menurut Al-Syatibi beban-beban hukum

sesungguhnya untuk menjaga maqashid (tujuan) hukum dalam diri makhluk ada

17 M.A Tihami dan Soharo Sahrani, Fiqh Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, ( Jakarta:

PT. RajaGrafindo Persada, 2009), h.217 18 Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Prenada Media Group, 2016),

h.128.

Page 87: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

72

tiga yaitu dhururiyat, hajiyat dan tahsiniyat. Dharuriyat harus ada untuk menjaga

kemashlahatan dunia dan akhirat. Jika hal ini tidak ada maka akan terjadi

kerusakan yang ditimbulkan adalah sejauh mana dharuriyat tersebut hilang.

Maqashid al-dharuriyat ini ada lima yaitu : menjaga agama, menjaga jiwa,

menjaga keturunan, menjaga harta dan menjaga akal.19 Menurut Al-Syatibi urutan

kelima dharuriyat ini bersifat ijtihad dan bukan naqly, artinya ia disusun

bedasarkan pemahaman para ulama terhadap nash yang diambil dengan istiqra’.

Dalam merangkai kelima al-Dharuriyat atau juga yang menyebutkan al-kulliyyat

al-khamsah, Al-Syatibi terkadang lebih mendahulukan aql (akal) dan terkadang

nasl (keturunan) lalu mal (harta) dan terakhir aql (akal). Namun dalam susunan

manapun al-Syatibi selalu mengawalinya dengan din (agama) dan nafs (jiwa)

terlebih dahulu.

Bedasarkan fakta-fakta dalam Putusan Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng

Majelis Hakim mengabulkan permohonan pemohon untuk cerai dan memberikan

hak asuh anak (hadhanah) terhadap Termohon sebagai ibu kandung karena

melihat dari surat perjanjian yang didalamnya sepakat bahwa hak asuh anak

diberikan kepada Termohon dengan ketentuan yang sudah disepakati antara

Pemohon dan Termohon, penulis merujuk dalam literatur fiqh klasik yang tidak

menemukan bahasa khusus dengan nama perjanjian dalam perkawian yang ada

dalam bahasa fiqh dan diteruskan sebagai kitab fiqh dengan maksud yang sama

adalah “persyaratan dalam perkawinan” kaitan antara syarat perkawinan dengan

perjanjian dalam perkawinan adalah karena perjanjian itu berisi syarat yang harus

dipenuhi oleh pihak yang melakukan perjanjian dalam arti pihak yang berjanji

memenuhi syarat yang ditentukan, menepati perjanjian itu menurut Al-qur’an

adalah sesuatu yang diperintahan, sesuai dengan firman Allah diakhir ayat Q.S

Al-Isra (17):34

أوفوا بلعهد إنه العهد كان مسئول و

19 Moh. Toriquddin, Teori Maqashid Syariah Perspektif Al-syatibi, de Jure Jurnal Syariah

dan Hukum, 6:1 (Juni 2014), h.35.

Page 88: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

73

Artinya : “.... dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggung

jawabannya.”

Bedasarkan amar yang sudah ditetapkan oleh Majelish Hakim yaitu

menetapkan hak asuh anak diberikan kepada ibunya dikarenakan anak masih

dibawah umur dan sesuai dengan kesepakatan perjanjian perdamaian yang telah

dibuat, dengan tidak mempertimbangkan apapun didalam pertimbangannya.

Terkait syarat beragama Islam bagi orang yang berhak mendapatkan hak asuh

terdapat perbedaan pendapat. Imam Husain al-Hanafiy mengatakan bahwa

seorang ibu majusi dan kitabiyah berhak mendapatkan hak pengasuh karena tidak

ada perbedaan dari segi agama, maka hadhanah lebih berhak didapatkan oleh

seorang istri sebagaimana dijelaskan di dalam kitab Raudhatu at-Thalibin :

Artinya:“Hanyalah ibu yang lebih baik berhak untuk mengasuh anaknya

dibandingkan dengan ayahnya selama anak tersebut belum tamyiz sedikitpun.”

Pendapat penulis pada putusan Nomor 1270/Pdt.G/2016/PA.Tng Majelis

Hakim yang menangani perkara ini seharusnya lebih mengedepankan kelayakan

seorang pengasuh untuk anakanya tersebut yaitu suami selaku Pemohon yang

telah memenuhi syarat-syarat sebagai pengasuh dan layak sebagai pemegang hak

asuh anak. Majelis Hakim dalam mengabulkan amar Pemohon dengan tidak

menetapkan pertimbangan apapun mengabulkan hak asuh anak kepada ibu yang

murtad, sebaiknya Majelis Hakim mempertimbangkan dengan mengacu pada

Ulama Syafi’iyah yang mensyaratkan bagi seorang pengasuh harus beragama

Islam dan Ulama Hanafiyah yang berpendapat baha seorang pemegang hadhanah

tidak murtad (keluar dari agama Islam), jika ia murtad, maka sejak itu gugurlah

haknya sebagai pemegang hadhanah. Menurut Al-Syatibi beban-beban hukum

sesungguhnya untuk menjaga maqashid (tujuan) hukum dalam diri makhluk ada

tiga yaitu dhururiyat, hajiyat dan tahsiniyat. Dharuriyat harus ada untuk menjaga

kemashlahatan dunia dan akhirat. Jika hal ini tidak ada maka akan terjadi

kerusakan yang ditimbulkan adalah sejauh mana dharuriyat tersebut hilang.

Maqashid al-dharuriyat ini ada lima yaitu : menjaga agama, menjaga jiwa,

Page 89: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

74

menjaga keturunan, menjaga harta dan menjaga akal.20 Menurut Al-Syatibi urutan

kelima dharuriyat ini bersifat ijtihad dan bukan naqly, artinya ia disusun

bedasarkan pemahaman para ulama terhadap nash yang diambil dengan istiqra’.

Dalam merangkai kelima al-Dharuriyat atau juga yang menyebutkan al-kulliyyat

al-khamsah, Al-Syatibi terkadang lebih mendahulukan aql (akal) dan terkadang

nasl (keturunan) lalu mal (harta) dan terakhir aql (akal). Namun dalam susunan

manapun al-Syatibi selalu mengawalinya dengan din (agama) dan nafs (jiwa)

terlebih dahulu.

2. Putusan Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU

Dalam kasus kedua putusan Nomor 0743/Pdt.G/2014/PAJU Pada

substansinya Majelis Hakim mengabulkan amar Pemohon dan menetapkan hak

asuh anak I kepada Pemohon selaku ayah kandungnya yang beragama Islam dan

anak ke II berumur 1,5 tahun jatuh kepada Termohon selaku ibu kandungnya.

Dihubungkan pengakuan Termohon dengan bukti-bukti bahwa ia

berpindah keyakinan/kembali ke keyakinan semula yaitu Kristen. Maka Majelis

Hakim berpendapat memberikan hak hadhanah kepada Termohon. Pada saat

terjadinya perceraian anak berumur 5,5 tahun dan 1,5 tahun yang mana anak

tersebut belum mummayiz. Menurut Kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah

mensyaratkan yang menjalankan hadhanah harus beragama Islam. Menurut

Muhyiddin al-Nawawi sebagaimana yang dikutip oleh Aris Bintania, hadhanah

tidak boleh diserahkan ke orang kafir karena tidak akan wujud kesejahteraan

anak, ia akan merusak agamanya dan itu mudarat yang paling besar.

Menurut hadis Nabi yang menyerahkan anak pada pilihan anak antara

orang tua yang muslim dan kafir yang telah dijadikan dasar oleh Abu Hanifah,

Ibnu Qasim al-Maliky, dan Abu Tsaur telah dimansukh, karena jumhur telah

berjimak bahwa anak muslim tidak boleh diserahkan ke orang kafir. Hadis ini dari

segi sanad memang dapat jadi hujjah, tetapi tempat patokan hujjah ada dua yaitu

20 Moh. Toriquddin, Teori Maqashid Syariah Perspektif Al-syatibi, de Jure Jurnal Syariah

dan Hukum, 6:1 (Juni 2014), h.35.

Page 90: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

75

ibu yang kafir dan hak (anak) memilih.21 Yang berhujjah nasakh menggunakan

dalil-dalil yang umum, misalnya firman Allah Swt., dalam surat An-Nisa (4) ayat

141:

للكافرين على المؤمنين سبيل ولن يعل الله

Artinya : “... dan Allah tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir

menguasai orang-orang mukmim...”

Ibnu Qayyim berhujjah dengan firman Allah :

"انفسكم وأهليكم نار "يا أيها الذين امنوا قوا Sehingga melindungi anak lebih

didahulukan daripada haknya memilih ataupun mencabut pundi karena untuk

kebaikkan. Diceritakan dari gurunya Ibnu Taimiyah: bahwa dua orang tua

memperebutkan anak di depan hakim, hakim menyuruh anak memilih sehingga si

anak memilih bapaknya, sang ibu bertanya apa sebab anak lebih memilih

bapaknya, maka hakim bertanya kepada si anak yang menjawab; ibuku

mengirimku setiap hari ke juru tulis dan ahli fikih yang keduanya suka

memukulku, sementara bapakku membiarkanku bermain bersama teman-

temanku. Lantas hakim memutus hadhanah untuk ibunya. Menurut Ibnu

Taimiyah semangat syarak berkehendak menjaga kemaslahatan anak sehingga

putusan hukum pun adalah untuk kemaslahatan dunia dan akhirat. Menurut al-

Imrany tujuan kebahagiaan anak tidak akan wujud pada orang kafir, tidak dapat

dipercaya dia tidak akan mempengaruhi dan merusak agamanya, ia berpandangan

hadis ini tidak begitu dikenal dikalangan penulis hadis, jikapun benar maka

mestilah Nabi sudah tau si anak akan memilih bapaknya maka nabu menyuruhnya

memilih, jadi hadis ini khusus untuk si anak tidak dalam kasus yang lain. Begitu

juga menurut al-Sayyid al-Sabiq, wanita nonmuslim tidak berhak hadhanah.22

21 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 250-

251 22 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 251-

252

Page 91: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

76

Menurut Penulis, Majelis hakim betul menetapkan hak asuh anak

diberikan kepada ibu dengan pertimbangan hukum ayah memiliki mudarat yang

lebih besar daripada maslahatnya sesuai pendapat Al-Syatibi beban-beban hukum

sesungguhnya untuk menjaga maqashid (tujuan) hukum dalam diri makhluk ada

tiga yaitu dhururiyat, hajiyat dan tahsiniyat. Dharuriyat harus ada untuk menjaga

kemashlahatan dunia dan akhirat. Jika hal ini tidak ada maka akan terjadi

kerusakan yang ditimbulkan adalah sejauh mana dharuriyat tersebut hilang.

Maqashid al-dharuriyat ini ada lima yaitu : menjaga agama, menjaga jiwa,

menjaga keturunan, menjaga harta dan menjaga akal.23 Menurut Al-Syatibi urutan

kelima dharuriyat ini bersifat ijtihad dan bukan naqly, artinya ia disusun

bedasarkan pemahaman para ulama terhadap nash yang diambil dengan istiqra’.

Dalam merangkai kelima al-Dharuriyat atau juga yang menyebutkan al-kulliyyat

al-khamsah, Al-Syatibi terkadang lebih mendahulukan aql (akal) dan terkadang

nasl (keturunan) lalu mal (harta) dan terakhir aql (akal). Namun dalam susunan

manapun al-Syatibi selalu mengawalinya dengan din (agama) dan nafs (jiwa)

terlebih dahulu. Dikhawatirkan apabila diberikan kepada orang yang murtad

penjagaan dalam agama anaknya ikut kepada orang yang murtad tersebut.

23 Moh. Toriquddin, Teori Maqashid Syariah Perspektif Al-syatibi, de Jure Jurnal Syariah

dan Hukum, 6:1 (Juni 2014), h.35.

Page 92: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bedasarkan hasil peneliti dari permasalahan yang penulis teliti, maka penulis

menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemohon dalam perkara cerai talak pada putusan Nomor :

2170/Pdt.G/2016/PA.Tng mengabulkan permohonan Pemohon oleh

Majelis Hakim dengan pertimbangan hak asuh anak diberikan kepada

Termohon sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

anak diberikan kepada Pihak kedua dengan ketentuan yang sudah

diberikan, Lalu dalam Putusan Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU

mengabulkan permohonan Pemohon menetapkan hak asuh anak/hadhanah

yang pertama jatuh kepada Pemohon selaku ayah kandungnya. Menurut

Hukum Positif, Di antara asas penyelenggaraan perlindungan anak adalah

asas kepentingan terbaik bagi anak, artinya dalam semua tindakan

menyangkut dirinya, maka kepentingan terbaik baginya harus menjadi

pertimbangan utama. Serta penghargaan terhadap pendapat anak, yaitu

penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan

pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyagkut hal-

hal yang memepengaruhi kehidupannya

2. Dalam putusan Nomor 2170/Pdt.G/2016/PA.Tng mengabulkan

permohonan Pemohon oleh Majelis Hakim dengan pertimbangan hak asuh

anak diberikan kepada Termohon sesuai dengan surat kesepakatan

perdamaian bahwa hak asuh anak diberikan kepada Pihak kedua dengan

ketentuan yang sudah diberikan, Dalam literatur fiqh klasik tidak

ditemukan bahasa khusus dengan nama perjanjian dalam perkawinan,

yang ada dalam bahasan fiqh dan diteruskan dalam sebagian kitab fiqh

dengan maksud yang sama adalah “persyaratan dalam perkawinan” kaitan

Page 93: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

78

antara syarat perkawinan dengan perjanjian dalam perkawinan adalah

karena itu berisi syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang melakukan

perjanjian dalam arti pihak yang berjanji untuk memenuhi syarat yang

ditentukan. Menepati perjanjian itu menurut Al-qur’an adalah sesuatu

yang diperintahkan, sesuai dengan firman Allah dikahir ayat QS. Al-Isra

(17):34

اوفوا بلعهد إنه العهد كان مسئول وأ

Artinya: “... dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggung

jawabannya.” Lalu pada putusan Nomor 0743/Pdt.G/2014/PA.JU mengabulkan

permohonan Pemohon Majelis Hakim pada pertimbangan hukumnya menetapkan

anak I Pemohon dan Termohon jatuh kepada Pemohon selaku ayah kandungnya,

dan anak ke II yang berumur 1,5 tahun jatuh kepada Termohon selaku ibu

kandungnya dikarenakan anak ke II dari Pemohon dan Termohon masih sangat

kecil belum mummayiz, Menurut Muhyiddin al-Nawawi sebagaimana yang

dikutip oleh Aris Bintania, hadhanah tidak boleh diserahkan ke orang kafir

karena tidak akan wujud kesejahteraan anak, ia akan merusak agamanya dan itu

mudarat yang paling besar. Menurut Al-Syatibi beban-beban hukum

sesungguhnya untuk menjaga maqashid (tujuan) hukum dalam diri makhluk ada

tiga yaitu dhururiyat, hajiyat dan tahsiniyat. Dharuriyat harus ada untuk menjaga

kemashlahatan dunia dan akhirat. Jika hal ini tidak ada maka akan terjadi

kerusakan yang ditimbulkan adalah sejauh mana dharuriyat tersebut hilang.

Maqashid al-dharuriyat ini ada lima yaitu : menjaga agama, menjaga jiwa,

menjaga keturunan, menjaga harta dan menjaga akal.135 Menurut Al-Syatibi

urutan kelima dharuriyat ini bersifat ijtihad dan bukan naqly, artinya ia disusun

bedasarkan pemahaman para ulama terhadap nash yang diambil dengan istiqra’.

Dalam merangkai kelima al-Dharuriyat atau juga yang menyebutkan al-kulliyyat

135 Moh. Toriquddin, Teori Maqashid Syariah Perspektif Al-syatibi, de Jure Jurnal

Syariah dan Hukum, 6:1 (Juni 2014), h.35.

Page 94: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

79

al-khamsah, Al-Syatibi terkadang lebih mendahulukan aql (akal) dan terkadang

nasl (keturunan) lalu mal (harta) dan terakhir aql (akal). Namun dalam susunan

manapun al-Syatibi selalu mengawalinya dengan din (agama) dan nafs (jiwa)

terlebih dahulu.

B. Saran

Bedasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan berupa

saran-saran sebagai berikut :

1. Hendaknya perkara hukum yang menyangkut kepentingan anak, hakim

sebelum memutus siapa yang berhak atas hak pengasuh anak dapat

meminta dan mempertimbangkan pendapat dari si anak. Hal ini juga tidak

terlepas dari kewajiban hakim untuk memutus suatu perkara dengan

seadil-adilnya dengan menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai

hukum dan rasa keadilan

2. Untuk para laki-laki yang menarik perempua non muslim untuk diajak

masuk Agama Islam dan menikah, maka kewajiban pertama yaitu

menjadikan istrinya muslimah yang baik, mengajarkan untuk beribadah

dan mematuhi segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah hingga

menjadi muslim yang kaffah. Sedangkan untuk perumpan yang hendak

masuk Islam, janganlah masuk Islam dengan maksud ingin menikah

dengan laki-laki muslim tetapi masuk Islamlah karena Islam itu sendiri.

Page 95: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

80

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abd.Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta:Prenada Media, 2003), h.,175

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van

Hoeve, 1997),cet. 1, h. 1108.

Abdul Manan, Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia, (Depok: Kencana,

2017), Cet. 1, h. 70.

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan

Agama, Cet. 5, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 426.

Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Al-Musthafa min ‘Ilm al-Ushul, (Lubnan: Dar

al-Huda, 1994), h. 481.

Abu Ishaq al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Jilid 2, Vol. 3,

(Kementerian Agama Wakaf dan Dakwah: Kerajaan Saudi Arabia, 1997),

h. 4.

Abu Ishaq al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Jilid 2, Vol. 3,

(Kementerian Agama Wakaf dan Dakwah: Kerajaan Saudi Arabia,

1997), h. 7-8.

Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Terj. Khairul Amru

Harahap

Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Aqalliyat: Pergeseran Makna Fiqh dan Ushul Fiqh,

Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 48 No. 2 Desember 2014, h. 324.

Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Aqalliyat: Pergeseran Makna Fiqh dan Ushul Fiqh,

Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 48 No. 2 Desember 2014, h. 325.

Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Aqalliyat: Pergeseran Makna Fiqh dan Ushul Fiqh,

Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 48 No. 2 Desember 2014, h. 325.

Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas Fiqh Al-Aqalliyyat dan Evolusi Maqasid

al-syari’ah dari Konsep ke Pendekatan, (Yogyakarta: PT LKis Printing

Cemerlang, 2010), Cet. 1, h. 179.

Ahmad Qorib, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: PT. Nimas Multima, 1997), Cet. 2, h. 170.

Page 96: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

81

Ahmad Qorib, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: PT. Nimas Multima, 1997), Cet. 2, h. 171.

Ahmad Qorib, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: PT. Nimas Multima, 1997), Cet. 2, h. 174.

Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir-Kamus Arab-Indonesia,

(Yogyakarta:Ponpes al-Munawir), h.,296

Ali Mutakin, Teori Maqashid al-Syari’ah Dan Hubungannya Dengan Metode

Istinbath Hukum, Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19 No. 3 Agustus 2017,

h. 551.

Ali Mutakin, Teori Maqashid al-Syari’ah Dan Hubungannya Dengan Metode

Istinbath Hukum, Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19 No. 3 Agustus 2017,

h. 554.

Al-Sayyid al-Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, (Beirut: Dar al-Kutub al Arabiy, tt),

h. 343-344.

Amir Syariffudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,

2007), h.328

Andi Syamsu Alam dan M Fauzan, Hukum Pengangkatan Naka Perspektif Islam,

( Jakarta:Kencana, 2008) h,114-115

Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-

Qadha, Ed. 1, Cet. (Jakarta: RajawaliGrafindo, 2012), h. 211-252

Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van

Hoeve, 1997),

Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2017), Ed. 1, Cet. 3, h. 223-224

Page 97: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

82

Satria Effendi M.Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer,

(Jakarta: Kencana, 2010), h.182-213

Sayf al-Din Abu al-Hasan ‘Ali bin Abi Ali bin Muhammad al-Amidi, al-Ihkam fi

Ushul al-Ahkam, (Beirut: Mu’assasah al-Nur, 1388 H), h. 271.

Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah Jilid II, (Saudi Arabia: Dar al-Fatkh, 1999)

hal.,436cet. 1, h. 1109.dan Faisal Saleh, Cet. 2, (Jakarta: Pustaka Azzam,

2007), h. 672.

M.A Tihami dan Soharo Sahrani, Fiqh Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009), h.217

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 7, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h.83.

Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Prenada Media Group,

2016), h.128.

Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, (Dar al-Fikri: Damaskus, 1986), h.

225.

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, Terj. Abdul Hayyie

al-Kattani, dkk, h. 37-68

Yusuf Qardhawi, Membumikan Islam: Keluasan dan Keluwesan Syariat Islam

untuk Manusia, Terj. Ade Nurdin & Riswan, (Bandung: PT Mizan

Pustaka, 2018), Ed. 2, Cet. 1, h. 57.

Yusuf Qardhawi, Membumikan Islam: Keluasan dan Keluwesan Syariat Islam

untuk Manusia, Terj. Ade Nurdin & Riswan, (Bandung: PT Mizan

Pustaka, 2018), Ed. 2, Cet. 1, h. 58.

Peraturan Undang-Undang

Departemen Agama RI, Syamil Al-Qur’an Terjemahan Perkata, (Bandung: CV

Haekal Media Center, 2007), h.285.

Ketentuan Umum Pasal 1 huruf g Inpres No.1/1991 tentang Kompilasi Hukum

Islam

Lihat Pasal 45 Undang-undang Perkawinan

Page 98: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

83

Lihat Pasal 66 Ayat (5) Undang-undang Peradilan Agama.

Lihat Pasal 78 huruf b Undang-undang Peradilan Agama; Pasal 24 Ayat (2) PP

No. 9/1975

Lihat Pasal 80 Ayat (4b-c) Kompilasi Hukum Islam

Lihat Pasal 98 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam

Lihat Pasal 98 Kompilasi Hukum Islam

Lihat Penjelasan Pasal 42 Ayat (2) Undang-undang Perlindungan Anak

Lihat Penjelasan Pasal 42 Ayat (2) Undang-undang Perlindungan Anak

Pasal 1 ayat ( 1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

sebagaimana yang diubah dengan dengan Undang-Undan Nomor 3 Tahun

2006. ( Selanjutnya disebut UUPA )

Penjelasan Umum UUPA angka 5,6, dan 7

Jurnal

Moh. Toriquddin, Teori Maqashid Syariah Perspektif Al-syatibi, de Jure Jurnal

Syariah dan Hukum, 6:1 (Juni 2014), h.35.

Moh. Toriquddin, Teori Maqashid Syariah Perspektif Al-syatibi, de Jure Jurnal

Syariah dan Hukum, 6:1 (Juni 2014), h.35.

Muhammad Aziz dan Sholikah, Metode Penetapan Maqashid al-Syariah: Studi

Pemikiran Abu Ishaq al Syatibi, Jurnal Ulul Albab Volume 14 No.2 Tahun

2013, h. 170-172.

Muhammad Tahir ibn Asyur, Maqashid al-Syari’ah al-Islamiyah, (Yordania: Dar

an-Nafais, 2001), hlm. 190-192.

Muhammad Tahir ibn Asyur, Maqashid al-Syari’ah al-Islamiyyah, (Yordania: Dar

an-Nafais, 2001), h. 187.

Toriquddin, Teori Maqashid Syariah Perspektif Al-Syatibi, Jurnal Syariah dan

Hukum Vol. 6 No. 1 Juni 2014, h. 311.

Internet

http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-ankabut-ayat-45-55.html, Diakses pada

tanggal 07 Januari 2019.

Page 99: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51796... · 2020. 8. 12. · beragama Kristen sesuai dengan surat kesepakatan perdamaian bahwa hak asuh

84