19
1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pencemaran udara adalah suatu substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti. Pencemaran udara pada saat ini sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, karena perkembangan dunia industri yang begitu pesat sejak awal revolusi industri pada abad ke-17, ditambah semakin meningkatnya populasi manusia, menjadikan potensi pencemaran udara semakin meningkat pula. Untuk pencemaran udara di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan, sifat konsumtif masyarakat Indonesia yang menjadikan kasus pencemaran udara di Indonesia tergolong tinggi. Pencemaran asap dari kendaraan bermotor, kegiatan industri, dan illegal logging adalah sumber utama pencemaran udara di Indonesia. Secara umum, terdapat dua sumber pencemaran udara, yang pertama, pencemaran akibat sumber alamiah (natural sources), seperti letusan gunung berapi, gas alam beracun, kebakaran hutan akibat kekeringan panjang dan sebagainya. Kedua, sumber pencemar yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic sources), seperti yang berasal dari transportasi, emisi pabrik, dan lain-lain. Di dunia, dikenal 6 jenis parameter pencemar udara utama yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic sources), yaitu Karbon monoksida (CO), oksida sulfur (SOx), oksida nitrogen (NOx), partikulat, hidrokarbon (HC), dan oksida fotokimia, termasuk ozon. Dampak dari parameter pencemar udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara yang dapat mengganggu kenyamanan, kesehatan dan dapat mengganggu keseimbangan iklim global. Di Indonesia, kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Menurut World Bank, dalam kurun waktu 6 tahun sejak 1995 hingga 2001 terdapat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia sebesar hampir 100%. Sebagian besar kendaraan bermotor itu menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik akibat dari perawatan yang kurang memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas

Pengendalian Pencemaran Partikulat

Embed Size (px)

Citation preview

1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pencemaran udara adalah suatu substansi fisik, kimia, atau biologi

di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia,

hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau

merusak properti. Pencemaran udara pada saat ini sudah mencapai tingkat

yang mengkhawatirkan, karena perkembangan dunia industri yang begitu

pesat sejak awal revolusi industri pada abad ke-17, ditambah semakin

meningkatnya populasi manusia, menjadikan potensi pencemaran udara

semakin meningkat pula. Untuk pencemaran udara di Indonesia sudah

sangat mengkhawatirkan, sifat konsumtif masyarakat Indonesia yang

menjadikan kasus pencemaran udara di Indonesia tergolong tinggi.

Pencemaran asap dari kendaraan bermotor, kegiatan industri, dan illegal

logging adalah sumber utama pencemaran udara di Indonesia.

Secara umum, terdapat dua sumber pencemaran udara, yang

pertama, pencemaran akibat sumber alamiah (natural sources), seperti

letusan gunung berapi, gas alam beracun, kebakaran hutan akibat

kekeringan panjang dan sebagainya. Kedua, sumber pencemar yang berasal

dari kegiatan manusia (anthropogenic sources), seperti yang berasal dari

transportasi, emisi pabrik, dan lain-lain. Di dunia, dikenal 6 jenis parameter

pencemar udara utama yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic

sources), yaitu Karbon monoksida (CO), oksida sulfur (SOx), oksida

nitrogen (NOx), partikulat, hidrokarbon (HC), dan oksida fotokimia,

termasuk ozon. Dampak dari parameter pencemar udara tersebut adalah

menyebabkan penurunan kualitas udara yang dapat mengganggu

kenyamanan, kesehatan dan dapat mengganggu keseimbangan iklim global.

Di Indonesia, kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi

udara di perkotaan. Menurut World Bank, dalam kurun waktu 6 tahun sejak

1995 hingga 2001 terdapat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di

Indonesia sebesar hampir 100%. Sebagian besar kendaraan bermotor itu

menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik akibat dari perawatan yang

kurang memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas

2

kurang baik. Sebagai contoh daerah dengan tingkat pencemaran udara yang

tinggi di Indonesia adalah Jakarta. Dari hasil studi World Bank pada tahun

1994 menunjukkan bahwa kendaraan di Jakarta memberikan kontribusi

timbal 100%, SPM10 42%, hidrokarbon 89%, nitrogen oksida 64% dan

hampir seluruh karbon monoksida sehingga World Bank menempatkan

Jakarta menjadi salah satu kota dengan kadar polutan/partikulat tertinggi

setelah Beijing, New Delhi dan Mexico City.

Hasil kajian yang dilakukan oleh World Bank, menemukan dampak

ekonomi akibat pencemaran udara di Indonesia sebesar Rp 1,8 trilyun yang

pada 2015 akan mencapai Rp 4,3 trilyun. Hal ini, menurut Gunawan tahun

1997, dengan metode wawancara yang dilakukan di kota Bandung dan

Surabaya, menyimpulkan bahwa setiap orang di Indonesia mengeluarkan

biaya kesehatan rata-rata Rp. 30.000 /orang /tahun akibat pencemaran udara

dan diproyeksikan pengeluaran untuk biaya kesehatan tersebut akan

semakin meningkat.

Memperhatikan kondisi di atas maka perlu dilakukan program

pengelolaan dan pengendalian pencemaran udara di daerah perkotaan.

Sebagai langkah awal dapat dilakukan kegiatan monitoring untuk

mengetahui sejauh mana tingkat pencemaran udara diperkotaan sehingga

dapat menentukan prioritas pengelolaan dan pengendalian yang harus

dilakukan. Kegiatan monitoring yang dilakukan lebih diutamakan kepada

pencemaran udara akibat kendaraan bermotor, terhadap parameter-

parameter : nitrogen oksida (Sox), ozon (O3), partikulat (SPM10) dengan

ukuran 10 mikron, dan total hidrokarbon (HC) serta kondisi lalu lintas.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah penulisan dalam pembuatan makalah ini adalah :

2.1 Apa sajakah jenis- jenis zat pencemar udara partikulat?

2.2 Apa yang menjadi sumber pencemar partikulat dan bagaimana pola

penyebaran pencemar partikulat?

2.3 Bagaimana dampak pencemar partikulat terhadap makhluk hidup dan

lingkungan?

2.4 Bagaimana cara pengendalian pencemar udara partikulat?

3

3. Tujuan

Adapun tujuan penulisan dalam pembuatan makalah ini adalah :

3.1 Mengetahui jenis-jenis zat pencemar udara partikulat

3.2 Mengetahui sumber dan pola penyebaran pencemar partikulat

3.3 Memahami dampak pencemar partikulat terhadap makhluk hidup dan

lingkungan

3.4 Mengetahui cara pengendalian pencemar udara partikulat

4

PEMBAHASAN

1. Pengertian Partikulat

Partikulat merupakan partikel dalam bentuk padat/liquid yang tersuspensi

dalam gas dengan diameter antara 0,0002-500 µm. Umumnya partikel terbentuk di

atmosfer melalui proses kondensasi atau transformasi dari gas-gas yang teremisi

seperti sulfur dioksida. Partikulat mempunyai ukuran yang mikroskopis atau

submikroskopis tetapi lebih besar dari dimensi molekul (Seinfield 1975).

Partikulat termasuk sumber pencemar udara yang utama karena keadaanya

tidak terlihat secara nyata dan terus berada pada atmosfer untuk waktu yang cukup

lama. Dampak negatif dari bahan-bahan ini biasanya berupa gangguan pada bahan-

bahan bangunan, tanaman, hewan serta manusia. Partikel memiliki level toleransi

paling rendah sebesar 375 µg/m3 dari empat konsentrasi polutan lainnya dan

toksisitas relatif tertinggi sebesar 106,7. Polutan yang paling berbahaya bagi

kesehatan adalah partikel, diikuti berturut – turut NOx, SOx, Hidrokarbon dan

karbonmonoksida.

Tabel 1 Konsentrasi Polutan di udara

Polutan Level Toleransi

Toksisitas relatif Ppm μg/m3

CO 32 40000 1

HC 19300 2.07

SOx 0.5 1430 28

Nox 0.25 514 77.8

Partikel 375 106.7

Sumber : Bobcock (1971)

2. Sumber Pencemar Partikulat

Sumber pencemaran dapat merupakan kegiatan yang bersifat alami dan

antropogenik. Contoh sumber alami adalah akibat letusan gunung berapi,

kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu, spora tumbuhan dan lain sebagainya.

Pencemaran akibat antropogenik (kegiatan manusia) secara kuantitatif sering lebih

besar, misalnya sumber pencemar akibat aktivitas transportasi, industri,

5

persampahan baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran dan rumah

tangga.

Berbagai proses alami, mengakibatkan penyebaran partikel di atmosfer,

misalnya letusan volkano dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas

manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk

partikel–partikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses

peleburan baja dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari

batu arang. Sumber partikel yang utama yaitu pembakaran bahan bakar dari

sumbernya, dikuti oleh proses-proses industri.

3. Jenis, Bentuk dan Sifat Partikel

Ukuran partikel dengan diameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan

dari proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan.

Partikel yang berukuran diameter diantara 1 – 10 mikron biasanya termasuk tanah,

debu, dan produk – produk pembakaran dari industri lokal dan pada tempat–tempat

tertentu juga terdapat garam laut. Partikel yang mempunyai diameter antara

0,1 – 1 mikron berasal dari sumber–sumber kebakaran. Berbagai jenis polutan

partikel dan bentuk–bentuknya yang terdapat di udara dapat dilihat pada Tabel

dibawah ini :

Tabel 2 Bentuk Partikel Pencemar Udara

Komponen Bentuk

Karbon

Besi Fe2O3,

Fe3O4 Magnesium MgO

Kalsium CaO

Aluminium Al2O3

Sulfur SO2

Titanium TiO2

Karbonat CO3

Silikon SiO2

Fosfor P2O5

Kalium K2O

Natrium Na2O

Sifat fisis partikel yang penting adalah ukurannya, yang diameternya

berkisar antara 0,0002 mikron sampai sekitar 500 mikron. Pada kisaran tersebut

6

partikel mempunyai umur dalam bentuk tersuspensi di udara antara beberapa detik

sampai beberapa bulan. Umur partikel tersebut dipengaruhi oleh kecepetan

pengendapan yang ditentukan dari ukuran dan densitas partikel serta aliran udara.

Sifat partikel lainnya yang penting adalah kemampuannya sebagai tempat

adsorbsi secara fisik atau kimia. Sifat lainnya adalah sifat optiknya. Partikel yang

mempunyai diameter kurang dari 0,1 mikron berukuran sedemikian kecilnya

dibandingkan dengan panjang gelombang sinar, sehingga partikel–partikel tersebut

mempengaruhi sinar seperti halnya molekul-molekul dan menyebabkan refraksi.

Demikian sebaliknya, untuk partikel yang ukurannya lebih dari satu mikron. Sifat

optik ini penting dalam menentukan pengaruh partikel atmosfer terhadap radiasi

dan visibilitas solar dan energi.

4. Pengaruh Partikulat terhadap Lingkungan

4.1 Pengaruh terhadap tanaman dan hewan

Pengaruh partikel terhadap tanaman terutama adalah dalam bentuk debu.

Debu–debu tersebut jika bergabung dengan uap air atau air hujan akan membentuk

kerak yang tebal pada permukaan daun dan tidak dapat tercuci dengan air hujan

kecuali digosok. Lapisan kerak tersebut akan menganggu proses fotosintesis pada

tanaman karena menghambat masuknya sinar matahari dan mencegah pertukaran

CO2 dengan atmosfer, akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi terganggu. Bahaya

lain yang ditimbulkan dari pengumpulan partikel pada tanaman adalah

kemungkinan bahwa partikel tersebut mengandung komponen kimia yang

berbahaya bagi hewan yang memakan tanaman tersebut.

4.2 Pengaruh terhadap manusia.

Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia melalui sistem pernafasan.

Oleh karena itu, pengaruh yang merugikan terjadi pada sistem pernafasan. Faktor

yang berpengaruh terhadap sistem pernafasan adalah ukuran partikel, karena

ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel kedalam sistem

pernafasan.

Sistem pernafasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang mencegah

masuknya pertikel – pertikel, baik berbentuk padat maupun cair kedalam paru –

paru, misalnya bulu hidung akan mencegah masuknya partikel yang berukuran

7

besar, sedang yang ukuran lebih kecil akan dicegah masuk oleh membran mukosa

yang terdapat di sepanjang sistem pernafasan dan merupakan tempat pertikel

menempel. Partikel yang mempunyai diameter lebih besar dari 5,0 mikron akan

berhenti dan terkumpul terutama didalam hidung dan tenggorokan. Partikel yang

berukuran 0,5 – 5,0 mikron dapat terkumpul di dalam paru-paru sampai pada

bronchioli dan hanya sebagian kecil yang sampai pada alveoli. Partikel yang

kurang dari 0,5 mikron dapat mencapai dan tinggal didalam alveoli.

Partikel – partikel yang masuk dan tertinggal didalam paru-paru berbahaya

bagi kesehatan karena partikel tersebut berpotensi beracun karena sifat–sifat kimia

dan fisiknya. Partikel tersebut bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi tertinggal di

dalam saluran pernafasan. Partikel–partikel tersebut juga dapat membawa molekul–

molekul gas yang berbahaya, baik dengan cara mengabsorbsi atau mengadsorbsi,

sehingga molekul-molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal di bagian

paru-paru yang sensitif.

4.3 Pengaruh terhadap bahan-bahan lain

Partikel – partikel yang terdapat di udara dapat mengakibatkan berbagai

kerusakan pada berbagai bahan. Jenis dan tingkat kerusakan yang dihasilkan oleh

partikel dipengaruhi oleh komposisi kimia dan sifat fisik partikel tersebut.

Partikel yang terdapat di atmosfer berpengaruh terhadap jumlah dan jenis

radiasi solar yang dapat mencapai permukaan bumi. Pengaruh ini disebabkan oleh

penyebaran dan absorbsi sinar oleh partikel. Salah satu pengaruh utama yaitu

penurunan visibilitas. Jumlah polutan partikel bervariasi dengan musim atau iklim.

Pada musim salju dan gugur, sistem pemanas di dalam rumah – rumah dan gedung

meningkat sehingga dibutuhkan tenaga yang lebih tinggi yang mengakibatkan

terbentuknya lebih banyak partikel. Pada Tabel 3 dibawah ini dapat dilihat partikel-

partikel logam yang berbahaya bagi kesehatan.

Tabel 3 Daftar Partikel yang berbahaya

Elemen Sumber Pengaruhnya terhadap

kesehatan

Nikel

Minyak diesel, minyak residu,

batu arang, asap tembakau, bahan

Kanker paru ( sebagai

karbonil )

8

kimia dan katalis, baja dan loga

lain

Berilium

batu karang, industri tenaga

nuklier

Keracunan akut, dan kronis ,

kanker

Boron

batu arang, bahan pembersih,

kedokteran, industri gelas dan

industri lain

tidak beracun kecuali dalam

bentuk boron

Germanium

batu arang, bahan pembersih,

kedokteran, industri gelas dan

industri lain keracunan ringan

Arsenik

batu arang, petrolium, detergent,

pestisida Kemungkinan kanker

Selenium batu arang, sulfur

Karang gigi, karsinogenik

pada tikus , penting pada

mamalia pada dosis rendah

Titrium batu arang, petrolium Karsinogenik terhadap tikus

jika kontak dalam waktu lama Merkuri Batu arang , baterai elektrik ,

industri lain .

kerusakan syaraf dan

kematian Vanadium Petroleum , kimia dan katalis ,

baja dan logam

tidak berbahaya pada

konsentrasi yang pernah ada

Kadmium

Batu arang, peleburan zink, pipa

air , asap tembakau

penyakit jantung dan

hipertensi pada manusia,

menganggu metabolisme zink

dan tembaga

Antomoni industri memperpendek umur tikus

Timbal

Buangan mobil (dari bensin) , cat

(sebelum 1948 )

kerusakan otak, konvulasi,

gangguan tingkah laku

kematian

Sumber : Anonim (1971)

5. Pengendalian pencemaran partikulat

Pengendalian pencemaran partikulat perlu dilakukan untuk memininimalisir

dampak negatif yang ditimbulkan akibat pencemar partikulat. Pengendalian

pencemaran partikulat dilakukan melalui beberapa langkah.

9

Langkah pertama dalam pengendalian pencemaran udara adalah dengan

melakukan pengkajian/identifikasi mengenal macam sumber, model dan pola

penyebaran serta pengaruhnya / dampaknya. Sumber pencemaran udara yang sering

dikenal dengan sumber emisi adalah tempat dimana pencemaran udara mulai

dipancarkan ke udara. Model dan pola penyebaran dapat diperkirakan melalui studi

mengenai kondisi fisik sumber (tinggi cerobong, bentuk, lubang pengeluaran dan

besarnya emisi) , kondisi awal kualitas udara setempat (latar belakang), kondisi

meteorologi, dan topografi. Studi dampak pencemaran udara dilakukan terhadap

kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan , material, estetika dan terhadap

kemungkinan adanya perubahan iklim setempat (lokal) maupun regional.

Langkah selanjutnya adalah mengetahui dan mengkomunikasikan tentang

pentingnya pengelolaan pencemaran udara dengan mempertimbangkan keadaan

sosial lingkungannya, yang behubungan dengan demografi , kondisi sosial

ekonomi, sosial budaya, dan psikologis serta, pertimbangan ekonomi. Pengendalian

pencemaran juga memerlukan dukungan politik, baik dari segi hukum, peraturan,

kebijakan maupun administrasi untuk melindungi pelaksanaan pemantauan,

pengendalian dan pengawasan.

Pengendalian pencemaran partikulat dapat dilakukan dengan cara teknis dan

non teknis. Cara teknis misalnya menggunakan teknologi, sedangkan cara non

teknis misalnya menggunakan peraturan hukum. Upaya ini dapat dilakukan melalui

Penelitian dan pemantauan.

5.1 Pengendalian Non-Teknis

Pengendalian dengan cara non teknis misalnya dengan hukum, peraturan

perundang-undangan, peraturan pemerintah, penetapan ISPU (indeks standar

pencemar udara), penetapan baku mutu emisi, penetapan baku mutu udara ambien,

penetapan baku mutu udara dalam ruangan, dan sanksi yang dapat berupa teguran

tertulis, disiarkan via media, dan cabut izin usaha, serta penghargaan misalnya

piagam, penyiaran oleh media, keringanan pajak, dan kemudahan administrasi.

Peraturan perundangan dalam kaitannya dengan upaya penanggulangan

pencemaran yang bersifat nasional adalah undang – undang no. 4 tahun 1982

tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan lingkungan Hidup. Selain itu, ada peraturan

10

pemerintah republik Indonesia nomor 41 tahun 1999 tentang pengendalian

pencemaran udara. Peraturan ini mencakup ketentuan umum, perlindungan mutu

udara, status mutu udara ambien, baku mutu emisi dan ambang batas emisi gas

buang, baku tingkat gangguan dan ambang batas kebisingan, indeks standar

pencemaran udara (ISPU), pengendalian pencemaran udara, pengawasan, dan

sanksi.

Beberapa peraturan tentang upaya pengendalian pencemaran diterapkan

untuk sektor industri, sektor pertambangan, sektor transportasi, dan teknologi

pengendalian pencemaran.

5.2 Pengendalian Teknis

Pengendalian dengan cara teknis adalah menggunakan teknologi.

Pengukuran lapangan dalam rangka pemantauan pencemaran udara memerlukan

metode pemilihan secara tepat sesuai dengan kemampuan jaringan pengamatan,

penempatan peralatan yang diperlukan untuk mengambil sampel dan kebutuhan

peralatan beserta ahlinya untuk keperluan analisis. Menurut Huboyo (2007),

pemilihan alat pengendali pencemaran udara didasaarkan pada ukuran partikel,

efisiensi penyisihan yang ingin dicapai, besarnya aliran gas, waktu pembersihan,

dan karakteristik partikel.

Teknologi pengendalian pencemaran partikulat dengan teknologi dapat

dilakukan melalui 5 pendekatan. 5 pendekatan ini adalah mengubah proses,

mengganti sumber energi, mengelola limbah, menambah alat baru, dan

perencanaan manajemen lalu lintas. Teknologi pengendalian pencemaran partikulat

terdiri dari alat pengendali partikulat kering dan alat pengendali partikulat basah.

5.2.1 Teknologi Pengendali kering

5.2.1.1 Gravity Settling Chamber

Gravity Settling Chamber merupakan peralatan pemisah debu dari gas

dengan menggunakan prinsip gaya gravitasi sebagai mekanisme pemisahan

utamanya. Setiap partikel memiliki kecepatan terminal, yakni kecepatan dimana

titik massa tersebut akan mencapai kondisi setimbang antara gaya gravitasi, gaya

gesek udara, dan gaya ke atas dari partikel tersebut. Settling chamber digunakan

11

untuk menyisihkan partikel berukuran besar yaitu lebih dari 50 mikron. Settling

chamber dapat berbentuk kotak (rectangular) yang panjang dan horizontal yang

dilengkapi dengan inlet, kamar pengendapan/ chamber, sistem outlet serta hopper

(Isa’i 2013).

Cara kerja alat ini adalah gas yang mengandung partikulat dialirkan ke suatu

ruang dengan kecepatan rendah. Kecepatan aliran gas dari boiler akan diturunkan

hingga mencapai kecepatan terminalnya. Penurunan kecepatan tersebut terjadi

akibat perubahan luas penampang aliran secara mendadak pada suatu ruang.

Kecepatan rendah ini memberikan waktu yang cukup bagi partikulat untuk

mengendap secara gravitasi ke pengumpul debu (hopper). Partikulat kemudian

mengendap di bagian pengumpul debu (hopper).

Settling chamber merupakan alat pengendali debu pertama, namun saat ini

sudah jarang digunakan karena memiliki efisiensi penyisihan yang rendah. Sisa

emisi tidak sesuai dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan. Kelebihan alat

ini adalah sederhana, konstruksi mudah, pemeliharaan mudah, dan biaya

pemeliharaan mudah. Kekurangan alat ini adalah ukuran besar sehingga

membutuhkan lahan yang luas, harus dibersihkan secara manual dalam kurun waktu

tertentu, dan hanya dapat menyisihkan partikel berukuran besar.

Gambar 1 Konstruksi alat gravity settling chamber

Sumber : http://ejurnal.its.ac.id/

5.2.1.2 Cyclone

Cyclone digunakan sebagai alat pretreatment untuk menyisihkan partikel

berukuran 5 – 20 mikron. Bagian-bagian cyclone terdiri dari inlet, body, sistem

pembuangan debu, dan outlet. Inlet dilengkapi dengan deflektor untuk memperkecil

12

dan mendorong aliran gas bergerak berlawanan dengan dinding. Fungsi inlet adalah

mentransformasikan aliran lurus menjadi sirkular. Bagian kedua, Body cyclone

berpengaruh dengan efisiensi penyisihan. Cyclone yang lebih panjang

mengakibatkan partikulat yang terkumpul semakin banyak. Bagian ketiga, sistem

pembuangan debu digunakan untuk pembuangan partikulat secara periodik dan

kontinu agar tidak menghambat kinerja cyclone. Bagian terakhir, yaitu outlet

berfungsi untuk pengeluaran gas.

Prinsip kerja alat ini berdasar pada gaya sentrifugal. Aliran udara yang

mengandung partikulat dimasukkan dengan kecepatan tinggi arah tangensial

sehingga dipaksa berputar secara spiral seperti siklon. Gaya momentum dan inersia

menyebabkan partikulat terlepas dari aliran gas dan mengenai dinding cyclone.

Selanjutnya partikulat terlempar dari pusaran dinding kemudian gaya gravitasi

menyebabkan partikulat jatuh ke hopper, sedangkan gas akan keluar melalui lubang

keluaran di bagian atas.

Kelebihan alat ini adalah biaya modal murah, bisa dioperasikan pada suhu

tinggi, dan pemeliharaan mudah. Kekurangan alat ini adalah biaya operasional

tinggi karena kehilangan tekanan dan efisiensi rendah untuk partikel berukuran

kecil. Efisiensi cyclone bergantung pada kadar partikulat di dalam gas yang masuk.

Gambar 2 Cyclone

Sumber : http://www.chayoy.com/ dan http://distantina.staff.uns.ac.id/

13

5.2.1.3 Electrostatic precipitator

Electrostatic precipitator (ESP) merupakan alat yang memanfaatkan

prinsip gaya elektrostatik dalam mengendalikan partikulat melalui presipitasi. ESP

digunakan untuk menyisihkan partikulat berukuran kurang dari 10 mikrometer.

Secara prinsip, ESP terdiri dari 2 jenis yaitu High Voltage Single-Stage (50 - 70 kV)

dan Low Voltage Two-Stage (12 – 13 kV). High Voltage Single Stage merupakan

jenis yang paling sering dan berhasil dipergunakan untuk berbagai jenis partikulat.

Alat ini mempunyai 4 Komponen. Komponen pertama adalah elektroda

pemberi muatan. Elektroda ini pada umumnya berupa kawat sebagai pembangkit

medan listrik kepada partikulat dengan membentuk korona. Komponen kedua

adalah elektroda pengumpul. Elektroda ini memiliki muatan yang berlawanan

dengan elektroda pemberi muatan. Hal ini berfungsi sebagai penangkap partikulat

yang telah diberi muatan hingga menempel pada permukaan elektroda yang

biasanya berbentuk tabung atau plat datar. Komponen ketiga adalah rapper. Rapper

digunakan untuk menjatuhkan partikulat yang telah terakumulasi di elektroda dan

bekerja dengan metode vibrasi. Komponen terakhir adalah hopper. Hopper

digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan partikulat yang telah dijatuhkan.

Prinsip kerja ESP menggunakan medan listrik tinggi untuk memberikan

muatan listrik pada partikulat. Komponen elektroda pemberi muatan, yang

ditempatkan ditengah collector berupa kawat bermuatan dengan voltase tertentu

(arus searah dan tegangan tinggi) sehingga menimbulkan efek corona. Efek ini

terlihat dari adanya cahaya biru luminescence disekitar kawat. Efek corona ini akan

mengionisasi udara di sekitar kawat dengan pelepasan elektron. Proses ini

kemudian akan membombardir partikulat dalam aliran udara, yang dapat

memberikan muatan negatif pada partikulat dalam aliran gas secara intensif. Setelah

partikulat terinisiasi muatan, maka partikulat yang bermuatan negatif akan bergerak

menuju dan menempel pada permukaan collector (collection electrode), yang

mempunyai muatan yang berlawanan. Partikulat yang menempel pada collector

akan mengalami proses getaran atau proses basah, kemudian getaran (rapping)

menyebabkan partikulat jatuh ke dalam hopper yang terletak di dasar ESP.

ESP banyak diterapkan pada PLTU dan juga industri semen. Kekurangan

penggunaan ESP adalah biaya pembuatan mahal, memakan banyak tempat, tidak

14

fleksibel karena sekali dipasang tidak dapat dirubah kondisinya, dan tidak bisa

untuk pengendalian pencemaran gas. Kelebihan penggunaan ESP adalah efisiensi

tinggi, bisa digunakan untuk kapasitas besar dengan tekanan rendah, dapat

digunakan untuk proses basah maupun kering, dapat didesain untuk berbagai suhu

(dapat mencapai 175 – 700o C), dan biaya operasional rendah.

Gambar 3 Electrostatic precipitator Gambar 4 Electrostatic precipitator

Sumber : http://www.chayoy.com/

5.2.1.4 Fabric filter

Fabric filter merupakan alat kontrol udara yang paling umum dipergunakan.

Alat ini menggunakan filter yang terbuat dari nilon atau wol. Partikulat yang telah

disisihkan/terkumpul kemudian dibersihkan dengan mekanisme pembersihan

tertentu.

Komponen alat ini adalah inlet, outlet, filter bag, dan hopper. Ada dua jenis

proses penyaringan pada fabric filter, yaitu filtrasi interior dan filtrasi eksterior.

Pada filtrasi interior, partikulat dikumpulkan pada bagian dalam dari bagian filter.

Gas yang mengandung partikulat memasuki fabric filter melalui bagian bawah dari

kolektor dan diarahkan ke dalam filter bag dengan menggunakan diffuser vanes

atau baffle dan juga cell plate. Pada filtrasi eksterior, partikulat dikumpulkan pada

bagian luar dari bagian filter. Proses penyaringan berlangsung dari luar bagian filter

kedalam bagian filter.

15

Gambar 5 Jenis proses filtrasi. kiri : filtrasi interior. kanan : filtrasi eksterior

Sumber : http://www.chayoy.com/

Mekanisme pengumpulan partikulat pada public filter umumnya melalui

tiga cara. Pertama impaction, partikel yang memiliki gaya inersia yang terlalu besar

untuk mengikuti aliran garis pada filter fiber akan tertumbuk pada permukaan filter.

Kedua interception, partikel yang mempunyai inersia yang sangat kecil (partikel yg

lebih kecil) akan berada pada aliran viscous, bergerak melambat dan menyentuh

barrier dan berhenti. Ketiga diffusion, partikel yang berukuran lebih kecil dai 1

mikron berada pada kisaran gerak Brown, sehingga terjadi gerakan random yang

akhirnya terintersepsi dengan dust cake.

Partikulat yang menempel pada permukaan filter bag perlu disisihkan.

Penyisihan partikulat ini dapat melalui beberapa cara diantaranya shaking, reverse

air, dan pulse jet. Shaking menggunakan motor penggerak yang dihubungkan

dengan filter bag. Gerakan terjadi di bagian atas frame tempat bag diletakkan. Lama

pembersihan 30 detik sampai dengan beberapa menit. Reverse air menggunakan

prinsip menghentikan aliran udara kotor dan mengalirkan udara bersih dengan arah

berlawanan. Partikulat selanjutnya akan jatuh ke hopper. Waktu pembersihan

selama 30 menit sampai dengan beberapa jam. Pulse jet menggunakan tekanan

tinggi dari udara yang diinjeksikan diatas kantung dan menggunakan sistem filtrasi

eksterior.

Kelebihan penggunaan public filter adalah efisiensi sangat tinggi, bahkan

untuk partikel yang halus, dapat digunakan untuk berbagai macam debu dan volume

gas yang besar, dan dapat dioperasikan pada tekanan rendah. Kerugian penggunaan

public filter adalah memerlukan tempat luas, bahan filter dapat rusak pada

16

temperatur tinggi atau bahan asam, tidak dapat beroperasi pada lingkungan yang

lembab, dan berpotensi kebakaran.

5.2.2 Teknologi Pengendalian Basah (Wet scrubber)

Wet scrubber merupakan alat dengan sistem pengendalian basah. Alat ini

dapat menyisihkan partikulat berukuran kurang dari 5 mikron dan kabut. Wet

scrubber menggunakan doplet air sebagai komponen utama. Komponen air

digunakan untuk penyisihan partikulat. Air dalam bentuk doplet disemprotkan ke

aliran gas buang sehingga terjadi tumbukan dan difusi.

Jenis-jenis pengendali partikulat basah diantaranya spray scrubber

(memakai energi aliran fluida), venturi scrubber (memakai aliran air yang

dipercepat pada venturinya), vertical spray rotor (memakai motor yang berputar),

dan moving bed scrubber (memakai media tertentu untuk membantu kontak yang

intensif). Efektifitas alat semacam ini dipengaruhi oleh tingkat kontak dan

interaksi atara fase cairan dengan kontaminan yang akan dibersihkan .

Gambar 6 Venturi scrubber

Sumber : http://www.chayoy.com/

17

Gambar 6 Vertical spray rotor

Sumber : http://www.chayoy.com/

Gambar 7 Moving bed scrubber

Sumber : http://www.chayoy.com/

Keuntungan penggunaan pengendalian basah adalah dapat digunakan untuk

menyisihkan partikel yang mudah terbakar dengan resiko kecil, dapat digunakan

untuk absorbsi gas dan partikel dalam satu unit, dapat mengatasi mist, dapat

mendinginkan gas panas, efisiensi penyisihan bervariasi, dan gas dan debu yang

korosif dapat dinetralkan. Kerugian penggunaan alat ini adalah biaya Operasional

tingi untuk efisiensi penyisihan yang tinggi, timbul masalah korosif. Timbul

pencemaran air, partikulat yang disisihkan tidak dapat direcycle, dan Pembuangan

sludge-nya mahal.

18

SIMPULAN

Zat pencemar udara partikulat memiliki beberapa jenis yaitu karbon, besi,

magnesium, kalsium, aluminium, sulfur, titanium, karbonat, silikon, fosfor, kalium,

natrium dll. Jenis zat ini akan berbeda-beda komposisinya pada suatu wilayah pada

rentang waktu tertentu. Sumber pencemaran udara berasal dari proses alami dan

antropogenik. Proses antropogenik memiliki peran terbesar terhadap peningkatan

pencemaran udara di suatu wilayah. Dampak pencemar partikulat dapat

membahayakan manusia, hewan, tumbuhan dan bahan lain. Hal ini dapat terjadi

jika kadar pencemarnya tinggi melebihi kemampuan toleransi makhluk hidup. Cara

pengendalian pencemar udara partikulat dibagi dua yaitu pengendalian non-teknis

dan teknis. Pengendalian non-teknis yaitu menegakkan peraturan perundang-

undangan pada level kebijakan pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam menekan

sumber pencemaran udara. Untuk kebijakan tekhnis dapat dibagi menjadi dua yaitu

teknologi pengendali kering (Gravity Settling chamber, Cyclon, Electrostatic

precipitator, Fabric filter) dan teknologi pengendali basah (spray scrubber, venturi

scrubber, vertical spray rotor dan moving bed scrubber). Pada kedua teknik ini

memiliki kelemahan dan kekurangannya masing-masing. Penggunaanya

tergantung dari kebutuhan dan kemampuan finansial.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, dkk. 1997. Analisis Kerugian Akibat Polusi Udara dan kebisingan lalu

lintas. Bandung: Puslitbang Jalan. p 30-31.

Isa’i A.M, Wawan A.W. 2013. Studi numerik karakterisasi aliran 3 dimensi

multifase (gas-solid) pada gravity settling chamber dengan variasi

kecepatan inlet dan diameter partikel pada aliran dilute phase.

Perry, R. H., and Chilton, C. H., 1984, “Chemical Engineer’s Handbook”, 6th

edition, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd : Tokyo.

19

R. D. Ratnani. 2008. Teknik Pengendalian Pencemaran Udara Yang Diakibatkan

Oleh Partikel. Momentum. 4(2) : 27-32.

Seinfield, H. J. 1975. Air Pollution Control, Phisical and Chemical Fundamental.

Mc. Graw-Hill. Inc. United States of America.

The World Bank Country Studi. 1994. Indonesia Environment and Development.

Washinton DC. p 67-93.