44
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung Pidato Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung Hak cipta ada pada penulis 13 Oktober 2012 Balai Pertemuan Ilmiah ITB Profesor Ade Sjafruddin PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH BERKELANJUTAN UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING EKONOMI NASIONAL

PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH BERKELANJUTAN …fgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/72-Pidato-ilmiah-Prof-Ade...PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH BERKELANJUTAN UNTUK MENINGKATKAN

Embed Size (px)

Citation preview

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Majel is Guru Besar

Inst itut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Pidato Ilmiah Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Hak cipta ada pada penulis

13 Oktober 2012Balai Pertemuan Ilmiah ITB

Profesor Ade Sjafruddin

PENGEMBANGAN

TRANSPORTASI WILAYAH BERKELANJUTAN

UNTUK MENINGKATKAN

DAYA SAING EKONOMI NASIONAL

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012Hak cipta ada pada penulis92

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Pidato Ilmiah Guru Besar

Institut Teknologi Bandung13 Oktober 2012

Profesor Ade Sjafruddin

PENGEMBANGAN

TRANSPORTASI WILAYAH BERKELANJUTAN

UNTUK MENINGKATKAN

DAYA SAING EKONOMI NASIONAL

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012ii iii

PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH BERKELANJUTAN

UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING EKONOMI NASIONAL.

Disampaikan pada sidang terbuka Majelis Guru Besar ITB,

tanggal 13 Oktober 2012.

Judul:

PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH BERKELANJUTAN

UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING EKONOMI NASIONAL

Disunting oleh Ade Sjafruddin

Hak Cipta ada pada penulis

Data katalog dalam terbitan

Bandung: Majelis Guru Besar ITB, 2012

vi+78 h., 17,5 x 25 cm

1. Rekayasa Transportasi 1. Ade Sjafruddin

ISBN 978-602-8468-54-1

Hak Cipta dilindungi undang-undang.Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara

elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam atau dengan menggunakan sistem

penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis.

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu

ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama

dan/atau denda paling banyak

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual

kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama

dan/atau denda paling banyak

7 (tujuh)

tahun Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

5

(lima) tahun Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Ade Sjafruddin

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin, segala puji dan syukur bagi Allah

SWT, yang atas rakhmat dan berkah-Nya penulis dapat menuliskan

naskah pidato ilmiah ini dan menyampaikannya pada Sidang Terbuka

Majelis Guru Besar ITB. Terima kasih kepada Pimpinan dan anggota

Majelis Guru Besar atas kehormatan yang diberikan kepada penulis untuk

menyampaikan isi naskah ini.

Naskah dengan judul

ini

merupakan ungkapan pemikiran penulis atas berbagai pengalaman dan

kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi selama penulis mengabdi sebagai

dosen ITB. Sesuai dengan bidang keilmuan Perencanaan dan Ekonomi

Transportasi, isi naskah ini membahas aspek-aspek strategis perencanaan

transportasi wilayah serta kegiatan penelitian yang menjadi perhatian

penulis selama ini. Semoga gagasan dan usulan yang disampaikan dapat

memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan Rekayasa

Transportasi dan bermanfaat untuk masyarakat.

Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan

kepada seluruh hadirin yang telah meluangkan waktu untuk hadir dan

mendengarkan penyampaian pidato dari naskah ini.

Bandung, 13 Oktober 2012

“Pengembangan Transportasi Wilayah

Berkelanjutan untuk Meningkatkan Daya Saing Ekonomi Nasional”

Ade Sjafruddin

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iv

1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

2. ISU PERKEMBANGAN WILAYAH DAN TRANSPORTASI ........ 3

3. ARAH PEMBANGUNAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

DAN TANTANGAN GLOBAL .......................................................... 9

4. PROGRAM PENELITIAN UNTUK MENDUKUNG SISTEM

TRANSPORTASI BERKELANJUTAN ............................................... 15

4.1 Kerangka Penelitian ..................................................................... 15

4.2 Beberapa Hasil Penelitian ........................................................... 17

4.2.1 Pemodelan Kebutuhan Transportasi Penumpang Antar

Kota antara Jawa – Sumatra .............................................. 17

4.2.2 Pemodelan Kebutuhan Transportasi Barang Regional di

Pulau Jawa ........................................................................... 29

4.2.3 Kajian Kebijakan Jaringan Transportasi Multimoda untuk

Transportasi Barang Antar Pulau di Indonesia .............. 40

5. PETA JALAN MENUJU SISTEM TRANSPORTASI

BERKELANJUTAN .............................................................................. 51

6. PENUTUP .............................................................................................. 56

7. UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................. 58

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 60

CURRICULUM VITAE .............................................................................. 65

v

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

PENGEMBANGAN

TRANSPORTASI WILAYAH BERKELANJUTAN

UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING EKONOMI NASIONAL

1. PENDAHULUAN

Isu kebijakan pengembangan sistem transportasi sekarang dan ke

depan adalah bagaimana setiap negara memainkan perannya dalam

bingkai sistem transportasi berkelanjutan .

Wacana ini berawal dari keprihatinan akan interaksi antara transportasi

dan lingkungan. Kesadaran bahwa kualitas lingkungan telah terpengaruh

secara luar biasa oleh aktivitas transportasi, yang terus berakumulasi

dengan berjalannya waktu, membangkitkan perhatian banyak kalangan

akan “kekeliruan” yang telah dipraktekkan selama ini dalam penentuan

kebijakan dan perencanaan. Praktek pengelolaan infrastruktur

transportasi di satu pihak serta kebutuhan masyarakat untuk

melaksanakan aktivitasnya di pihak lain tidak mungkin diteruskan

seperti sebelumnya, melainkan perlu diamati dengan “kacamata” yang

berbeda. Biaya yang harus ditangggung oleh masyarakat dalam

melakukan perjalanan tidak hanya sekedar , melainkan

juga dampaknya terhadap kondisi sosial dan lingkungan. Ide

pengembangan transportasi berkelanjutan merupakan bagian esensial

dari masalah pembangunan berkelanjutan .

Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa membangun

(sustainable transportation)

out-of-pocket costs

(sustainable debevelopment)

1vi

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 20122 3

terus infrastruktur yang dibutuhkan tidak selalu menjadi solusi yang

terbaik. Setiap pembangunan infrastruktur transportasi membawa

dampak lingkungan, namun wilayah memiliki batas kapasitas

lingkungan tertentu untuk menerima dampak yang muncul. Di samping

itu pembangunan jaringan jalan, khususnya, yang hanya mengikuti

tuntutan kebutuhan cenderung mendorong peningkatan penggunaan

kendaraan pribadi yang tidak efisien. Pertumbuhan kebutuhan

transportasi perlu dikendalikan agar seimbang dengan

kemampuan penyediaan jaringan serta kendala lingkungan.

Dalam konteks nasional, tantangan yang dihadapi sangat besar

mengingat Indonesia memiliki jumlah pulau lebih dari 17.000 dan jumlah

penduduk saat ini lebih dari 240 juta, dengan pertumbuhan penduduk

dan ekonomi relatif tinggi, sehingga kebutuhan transportasi ke depan

akan terus meningkat. Permasalahan transportasi yang dihadapi dengan

kondisi spesifik wilayah (geografi, geologi, iklim tropis, ekonomi-sosial-

budaya, karakteristik lahan-lingkungan, risiko bencana gempa, banjir,

dan sebagainya) yang ada harus dapat diatasi dengan baik karena kinerja

sistem transportasi nasional sangat terkait dengan daya saing ekonomi

nasional serta pemerataan pembangunan. Disamping itu tantangan global

seperti pemanasan global dan perubahan iklim juga perlu menjadi

perhatian dalam pengembangan sistem transportasi yang berkelanjutan

.

Tulisan ini membahas aspek-aspek perencanaan transportasi wilayah

(demand)

(supply)

(environmentally sustainable transport)

yang berkaitan dengan kebijakan dan strategi pengembangan wilayah

dan sistem transportasi, isu-isu pembangunan keberlanjutan

yang perlu diperhatikan, terutama yang berkaitan dengan

pengembangan sistem trasportasi wilayah, langkah-langkah strategis

untuk mengatasi permasalahan transportasi ke depan, serta kegiatan

penelitian yang menjadi perhatian penulis, baik yang telah dilakukan

maupun usulan ke depan.

Interaksi perkembangan wilayah dengan sistem transportasi

merupakan hubungan yang tak terpisahkan yang mana pengaruhnya

terakumulasi sejalan dengan waktu. Suatu wilayah dengan segala

karakteristiknya menawarkan daya tarik tertentu bagi berlangsungnya

suatu aktivitas, sementara sistem transportasi menyediakan aksesibiltas

yang sangat diperlukan agar aktivitas-aktivitas yang diinginkan bisa

dilaksanakan dan berkembang. Isu-isu utama perkembangan wilayah

yang signifikan dikaitkan dengan permasalahan transportasi, terutama di

negera berkembang seperti Indonesia, menyangkut di antaranya:

• pertumbuhan penduduk dan urbanisasi relatif tinggi,

• perkembangan bentuk perkotaan relatif cepat,

• perkembangan jenis aktivitas/tata-guna lahan relatif cepat,

• kebijakan dekonsentrasi fungsi-fungsi wilayah dan otonomi

daerah,

(sustainability)

2. ISU PENGEMBANGAN WILAYAH DAN TRANSPORTASI

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 20124 5

• pertumbuhan ekonomi relatif tinggi.

Berbagai aspek perkembangan wilayah di atas memunculkan

permasalahan transportasi yang meliputi aspek-aspek operasional

jaringan, finansial, ekonomi, lingkungan, dan keselamatan. Indikasi dari

permasalahan yang timbul dalam aspek-aspek tersebut terlihat dari

kemacetan lalu-lintas, proporsi penggunaan pribadi yang terus

meningkat, tingkat kecelakaan yang tinggi, konsumsi bahan bakar yang

tidak efisien, dan sebagainya. Isu-isu perkembangan wilayah ini

mengingatkan bahwa permasalahan transportasi memerlukan pemikiran

dan penanganan yang komprehensif dengan kesadaran bahwa fokus

perlu diberikan terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas

infrastruktur yang ada, serta optimalisasi sumber daya yang terbatas

untuk pengembangan sistem transportasi dalam mengantisipasi

perkembangan wilayah.

Rencana pembangunan Indonesia ke depan dalam upaya meningkat-

kan kesejahteraan masyarakat menempatkan pembangunan infrastruktur

sebagai salah satu bidang prioritas rencana pembangunan sebagaimana

dirumuskan dalam RPJP 2005-2025 (Rencana Pembangunan Jangka

Panjang) dan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah). RPJM

2010-2014 menetapkan 11 bidang prioritas nasional yang salah satunya

adalah bidang Infrastruktur (termasuk transportasi) dengan tujuan

“pembangunan infrastruktur nasional yang memiliki daya dukung dan

daya gerak terhadap pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan

dan mengutamakan kepentingan masyarakat umum di seluruh bagian

negara kepulauan Republik Indonesia dengan mendorong partisipasi

masyarakat”.

Kebijakan Pemerintah terkait dalam rangka pelaksanaan RPJP

Nasional 2005 – 2025 ditetapkan melalui Perpres No. 32/2011 tentang

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI) 2011-2025. Perpres ini memberikan arahan strategis melalui

pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang dilakukan

dengan mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus

(KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai

dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi

dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi

serta infrastruktur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat

pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor

Ekonomi Indonesia, yang ditetapkan terdiri dari 6 koridor ekonomi, yang

merupakan salah satu dari tiga strategi (pilar) utama. Dua strategi utama

lainnya adalah Penguatan Konektivitas Nasional dan Peningkatan

Kemampuan SDM dan IPTEK Nasional. Konektivitas Nasional

merupakan pengintegrasian 4 elemen kebijakan nasional yang terdiri dari

Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS), Sistem Transportasi Nasional

(SISTRANAS), Pengembangan Wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi

Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar

dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu.

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 20126 7

Untuk mendukung pelaksanaan MP3EI Pemerintah selanjutnya

mengeluarkan Perpres No. 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan

Sistem Logistik Nasional sebagai salah satu prasarana dalam membangun

daya saing nasional. Perpres ini merumuskan Strategi dan Program, serta

Peta Panduan dan Rencana Aksi dalam pengembangan Sistem

Logistik Nasional ke depan. Biaya logistik nasional yang tinggi serta

rendahnya kualitas pelayanan menjadi perhatian yang perlu diatasi.

Beberapa indikator menunjukkan permasalahan ini, misalnya bahwa

biaya logistik nasional di Indonesia diperkirakan sekitar 27% dari PDRB

dibandingkan dengan angka di negara-negara maju yang berkisar 10-17%.

Dan, menurut World Bank, (LPI) Indonesia

pada tahun 2010 berada pada peringkat ke-75 (skor = 2,76 dari maksimum

5) dari 155 negara yang disurvey. Index-nya membaik pada tahun 2012

menjadi peringkat 59 (skor = 2,94). Dari 6 aspek yang dinilai

, infrastruktur menempati peringkat terendah (dari 69 pada

tahun 2010 menjadi 85 pada tahun 2012). Sampai dengan tahun 2025 Cetak

Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional menargetkan beroperasi

nya Sistem Logistik Nasional secara efektif dan efisien yang terkoneksi

dengan jejaring logistik global dengan skor LPI Indonesia menjadi 3,5.

Sementara (GCI) Indonesia menurut

World Economic Forum (2010, 2011) pada tahun 2010-2011 berada pada

peringkat ke 44 (skor = 4,4 dari maksimum 7) dari 139 negara yang dinilai.

(Road Map)

Logistics Performance Index

(customs,

infrastructure, international shipments, logistics competence, tracking & tracing,

timeliness)

-

Global Competitiveness Index

Peringkat GCI Indonesia pada tahun 2011-2012 turun sedikit ke 46 (skor =

4,38) dari 142 negara. Namun, dari sisi tahap perkembangan

Indonesia pada perioda 2011-2012 dipandang mengalami

kemajuan dan masuk ke tahap yang pada perioda

sebelumnya masih pada tahap (dari ke

) dan dinilai sebagai salah satu negara dengan kinerja terbaik di

kawasan .

GCI dinilai berdasarkan total 12 pilar penilaian, yang terdiri dari 4

pilar untuk (40,0%), 6 pilar untuk Efficiency Enhancers

(50,0%), dan 2 pilar untuk (10,0%).

, yang menjadi salah satu pilar dari ,

mendapat peringkat ke 3 terendah dari total 12 pilar tersebut, yaitu

perigkat ke 82 (skor = 3,5) pada tahun 2010-2011 dan menjadi peringkat ke

75 (skor = 3,8) pada tahun 2011-2012.

Peluang Indonesia untuk meningkatkan perannya dalam jaringan

perdagangan dan logistik internasional dipandang oleh berbagai lembaga

dunia cukup besar. Posisi Indonesia berada pada jalur jalur utama

pelayaran petikemas dunia antara Europa-Afrika denganAsia-Pasifik dan

Amerika. Suatu lembaga kajian (TRANSNET, 2012) memperkirakan

pertumbuhan tahunan volume petikemas di pelabuhan dunia tahun 2003-

2008 sekitar 9,5 %, dan khusus di kawasan Asia selatan dan timur sekitar

9,2 – 12,8 %. ADB (2011) melihat potensi penggerak utama pertumbuhan

ekonomi dunia ke depan di antaranya ada kawasan serta

(stage of

development)

efficiency driven

transition factor driven efficiency

driven

Developing Asian

Basic Requirements

Innovation and Sophistication Factors

Infrastructure Basic Requirements

Developing Asia

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 20128 9

interaksi Selatan-Selatan. Prediksi PricewaterhouseCoopers (2009)

menyebutkan bahwa melihat keterbatasan pasokan energi dan masalah

emisi ke depan akan mendorong perkembangan koridor perdagangan

baru antara Asia dan Afrika, Asia dan Amerika Selatan, serta antar sesama

Asia dan hal ini akan mengubah pola rantai pasok global. Posisi Indonesia

dalam jaringan logistik global ini menjadi tantangan yang perlu dijawab

dengan pengembangan jaringan transportasi dan logistik nasional yang

efektif untuk meningkatkan daya saing globalnya.

Dalam konteks pengembangan jaringan transportasi nasional yang

terkait erat dengan sistem logistik, Menteri Perhubungan menetapkan

Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda Tahun 2010 – 2030 (KM

15/2010) dalam rangka mewujudkan transportasi antarmoda/multimoda

yang handal sebagai salah satu perwujudan dari Sistem Transportasi

Nasional. Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda memberikan

arah pengembangan transportasi antarmoda/multimoda dalam rangka

kelancaran arus barang dan arus penumpang serta mendukung sistem

logistik nasional yang efektif dan efisien. Dokumen ini juga merumuskan

program dan rencana aksi pengembangan transportasi antarmoda/

multimoda dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang

yang dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan transportasi

multimoda pada simpul-simpul 25 pelabuhan, 7 terminal khusus, 14

bandar udara, 9 kota metropolitan, serta 183 kabupaten daerah tertinggal.

3. ARAH PEMBANGUNAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

DAN TANTANGAN GLOBAL

Pengertian yang paling mendasar dari pembangunan berkelanjutan

adalah bahwa dalam konteks global setiap

pembangunan ekonomi dan sosial seyogyanya memperbaiki, bukan

merusak, kondisi lingkungan (Newman dan Kenworthy, 1999).

Brundtland Report (dikutip oleh Newman dan Kenworthy, 1999)

mengemukakan empat prinsip yang menjadi dasar pendekatan untuk

keberlanjutan global yang harus diterapkan secara simultan, yaitu : (1)

penghapusan kemiskinan, terutama di dunia ketiga, adalah penting tidak

hanya atas alasan kemanusiaan melainkan juga sebagai isu lingkungan,

(2) negara-negara maju mesti mengurangi konsumsi sumber-sumber

alamnya dan produksi limbahnya, (3) kerjasama global dalam hal isu

lingkungan tidak lagi merupakan pilihan sukarela , dan (4)

perubahan menuju keberlanjutan dapat terlaksana hanya dengan

pendekatan komunitas yang melibatkan budaya lokal

secara sungguh-sungguh.

Newman dan Kenworthy (1999) mengedepankan bahwa konsep

keberlanjutan pembangunan pada dasarnya adalah mencoba untuk

secara simultan mewujudkan kebutuhan yang paling pokok, yaitu : (1)

kebutuhan akan pembangunan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan; (2)

kebutuhan akan perlindungan lingkungan bagi udara, air, tanah, dan

keragaman hayati; dan (3) kebutuhan akan keadilan sosial dan keragaman

(sustainable development)

(soft option)

(community-based)

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201210 11

budaya untuk memungkinkan masyarakat lokal menyampaikan nilai-

nilainya dalam memecahkan isu-isu tersebut.

Secara lebih spesifik untuk sektor transportasi, sebuah lembaga

penelitian yang fokusnya tentang masalah transportasi berkelanjutan, The

Centre for Sustainable Transportation (1997), merumuskan suatu definisi

bahwa transportasi berkelanjutan adalah suatu sistem yang:

• memungkinkan kebutuhan akses yang sangat mendasar dari individu

dan masyarakat untuk dipenuhi dengan selamat dan dengan cara

yang konsisten dengan kesehatan manusia dan ekosistem, dan

dengan kesetaraan di dalam serta di antara generasi;

• terjangkau, beroperasi secara efisien, memberikan pilihan moda-

moda transportasi, dan mendukung perkembangan ekonomi;

• membatasi emisi dan limbah yang masih dalam kemampuan bumi

untuk menyerapnya, meminimasi konsumsi sumber-sumber yang tak

terbarukan, menggunakan dan mendaur ulang komponen-

komponennya, dan meminimasi penggunaan lahan serta produksi

kebisingan.

Orientasi pengembangan transportasi dalam konteks ketahanan

energi menjadi perhatian tersendiri mengingat sumber-sumber energi

fosil makin terbatas dan harganya meningkat terus. Polutan yang

dihasilkan dari sisa pembakaran energi fosil terus meningkat dan

menyebabkan kualitas lingkungan menurun. Sedangkan, transportasi

merupakan salah satu sektor yang dominan mengkonsumsi energi fosil

dan menghasilkan polutan. Di lain pihak keterbatasan akses terhadap

transportasi dan energi diyakini memberikan kontribusi signifikan

terhadap kemiskinan. Oleh karena itu peningkatan efisiensi energi dan

pengembangan sumber-sumber energi baru dan terbarukan perlu

didorong untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan.

Upaya global pada tahap awal untuk menjawab isu keberlanjutan

muncul di di

Sockholm tahun 1972 yang menekankan perlunya mulai membersihkan

lingkungan dan terutama untuk mulai proses penanganan isu lingkungan

secara global mengingat masalah-masalah polusi udara, polusi air, dan

kontaminasi kimia tidak mengenal batas. Selanjutnya, suatu pertemuan

para ahli lingkungan di tahun 1990

di Berkeley, California, mendiskusikan kebutuhan akan agenda

lingkungan untuk masa yang akan datang mengenai keberlanjutan kota-

kota. Hal ini kemudian diikuti dengan bangkitnya agenda-agenda

keberlanjutan secara international; setiap wilayah dan kota mencoba

untuk mengaitkan isu tersebut secara simultan ketika berusaha mengatasi

masalah-masalah ekonomi dan sosial agar sejalan dengan pertimbangan

ekologi. Pada tahun 1992 yang diselenggarakan di Rio de

Janeiro, yang melibatkan 179 negara atau merepresentasikan 98 % dunia,

telah disepakati agenda-agenda lingkungan global; di antaranya adalah

dan yang merinci rencana-rencana aksi.

(sustainability) UN Conference on the Human Environment

The First International Ecocity Conference

Earth Summit

the Rio Declaration Agenda 21

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201212 13

Selanjutnya melalui Kyoto Protocol

, 11 Desember 1997, lebih dari 160 negara

telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca

, di antaranya komitmen 40 negara industri untuk mengurangi emisi

5,2 % di bawah level pada 1990 sebelum tahun 2012. Pada

berikutnya ( , Johannesburg,

South Africa, September 2002) dirumuskan langah-langkah untuk

memperkuat komitmen global terhadap ,

khususnya berkaitan dengan and , dan

komitmen spesifik oleh Pemerintahan dalam rangka pencapaian

di bidang kemiskinan, pendidikan dasar,

gender, anak-anak, kesehatan ibu, pemberantasan penyakit, kelestarian

lingkungan, dan kemitraan global. Isi-isu strategis lebih lanjut yang

menyangkut perubahan iklim dirumuskan di Bali (

2007, 180 negara) yang menghasilkan Bali Roadmap

yang terdiri dari beberapa keputusan yang memberikan arahan untuk

mencapai kondisi iklim yang lebih aman pada masa yang akan datang.

(CCC, Desember 2009, 193 negara) sebagai

tindak lanjut dari Konferensi Bali dilaksanakan untuk menyepakati

protokol baru - - untuk menggantikan

dalam upaya mencegah pemanasan global dan perubahan iklim dengan

target mengurangi emisi dunia setengahnya sampai dengan 2050. CCC

gagal menyepakati suatu kesepakatan yang mengikat

(To The United Nations Framework

Convention On Climate Change)

(green house

gases)

Earth Summit

World Summit On Sustainable Development

sustainable development

Agenda 21 the Rio Declaration

Millennium Development Goals

United Nations Climate

Change Conference,

Copenhagen Climate Conference

Copenhagen Protocol Kyoto Protocol

(a legally binding

pact)

Green Climate Fund Climate Technology Center

Kyoto Protocol

Kyoto Protocol, Bali Action

Plan, Cancun Agreements

Kyoto Declaration for the

Promotion of Environmentally Sustainable Transport (EST) in Cities

“integrated policies, strategies,

and programmes addressing key elements of EST such as public health; land-use

planning; environment- and people-friendly urban transport infrastructure;

public transport planning and transport demand management (TDM); non-

motorized transport (NMT); social equity and gender perspectives; road safety

and maintenance; strengthening road side air quality monitoring and assessment;

traffic noise management; reduction of pollutants and greenhouse gas emission;

and strengthening the knowledge base, awareness, and public participation”

, namun muncul kesepakatan 193 negara peserta untuk mengurangi

emisi gas rumah kaca untuk mencegah kenaikan suhu global tidak lebih

dari 2 C menjelang 2020 yang mana negara-negara peserta secara

individual menetapkan targetnya masing-masing. Pertemuan lanjutan

dilaksanakan di Cancun, Mexico (Desember 2010), yang merumuskan

dan , serta berusaha untuk

mendapatkan komitmen untuk perioda ke-dua bagi .

Pertemuan berikutnya dilaksanakan di Durban, Afrika Selatan, Desember

2011, untuk merumuskan langkah lanjut atas

dan .

Di tingkat Asia, 44 kota telah menyepakati

(24 April

2007) berupa komitmen untuk menerapkan

.

Masalah keberlanjutan pembangunan merupakan isu yang setiap

negara dituntut untuk memberikan fokus pada agenda global ini.

Bersangkutan dengan masalah transportasi wilayah, isu keberlanjutan

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201214 15

merupakan konsekuensi logis yang keterkaitannya sangat langsung,

karena perkembangan wilayah dan tata guna lahan secara fundamental

dipengaruhi oleh jaringan transportasi. Evolusi dari perkembangan

sistem transportasi memberikan bentuk dasar terhadap karakteristik tata

guna lahan, meskipun prosesnya dipengaruhi oleh pertimbangan-

pertimbangan ekonomi, sosial, dan politik. Oleh karena itu kebijakan yang

diterapkan dalam mengelola perkembangan sistem transportasi menjadi

bagian sentral dalam konteks pembangunan berkelanjutan.

Keterkaitan antara transportasi dengan lingkungan meliputi

spektrum yang sangat lebar. Dampak yang timbul bisa akibat keberadaan

dari infrastruktur transportasi yang secara fisik mempengaruhi

lingkungan sekitarnya atau akibat pengoperasian fasilitas tersebut. Faktor

–faktor yang terkait dengan pengoperasian moda-moda transportasi

bersifat sangat dinamis karena tingkat gangguannya tergantung dari

volume penggunaan, jenis moda, dan teknologi yang digunakan. Dampak

lingkungan yang dirasakan akibat pengoperasian transportasi ini yang

umumnya menjadi isu-isu yang berkepanjangan karena terus

berkembang seiring dengan perkembangan aktivitas manusia.

Pada lingkup makro, tingkat dan skala gangguan terhadap

lingkungan akibat transportasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang

saling berkaitan, yaitu kondisi perekonomian global dan nasional,

kebijakan transportasi (sistem pengadaan, standar lingkungan, dsb),

struktur sektor transportasi (moda-moda yang dioperasikan, kelem-

bagaan, keterlibatan swasta dan pemerintah, karakteristik pasar, dan

sebagainya), serta aspek-aspek operasional dari kegiatan transportasi

(sistem manajemen, tingkat penggunaan, penerapan teknologi, dan

sebagainya). Oleh karena itu kebijakan pengembangan sistem trans-

portasi menjadi bagaian penting dalam mengarahkan pengembangan

ekonomi dan wilayah.

Kerangka umum program penelitian yang diusulkan dan

dilaksanakan oleh penulis secara garis besar ditunjukkan pada Gambar 1

dengan tema “Pengembangan Sistem Transportasi Wilayah

Berkelanjutan”. Tujuan dari tema penelitian ini adalah mengembangkan

metoda perencanaan dan model analisis untuk sistem transportasi

wilayah dalam rangka meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya,

meminimasi biaya transportasi, meminimasi dampak lingkungan dan

kecelakaan, dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Hasil-hasil

dari kerangka penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

yang berarti dalam pengembangan keilmuan Rekayasa Transportasi serta

menjadi masukan kebijakan dalam upaya menciptakan sistem

transportasi nasional yang berdaya saing dan berkeadilan.

4. PROGRAM PENELITIAN UNTUK MENDUKUNG SISTEM

TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

4.1 Kerangka Penelitian

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201216 17

Network Analysis�

Freight networkPassenger network

Demand Analysis�

basedProvincial basedIsland basedInter-island basedInternational

Kabupaten

� Network Modeling- Single mode- Inter/Multimodal- Transfer point

� Cost Function- Link- Transfer

Policy Evaluation�

Network (link, node) developmentDemand developmentFinancial policyEnvironmental impactsRegulation- Management-Operation- Tariff- Technology- etc.

Gambar 1. Kerangka Penelitian Pengembangan Sistem Transportasi Wilayah

Berkelanjutan.

Penelitian untuk mendukung pengembangan sistem transportasi

wilayah berkelanjutan merupakan kegiatan yang bersifat berulang untuk

mempertahankan validitas hasil-hasilnya sesuai dengan dengan

perkembangan sistem dan kondisi sosio-ekonomi wilayah terkait dan

dengan memperhatikan perioda ulang perencanaannya.

Program penelitian yang perlu dilaksanakan pada dasarnya terkait

dengan dua aspek, yaitu aspek kebutuhan dan aspek penyediaan

, baik transportasi barang maupun penumpang. Terkait dengan

aspek kebutuhan, penelitian mencakup pengembangan metoda analisis

dan pemodelan untuk mengkaji karakteristik dan perilaku kebutuhan

transportasi. Dalam konteks transportasi wilayah perlu diperhatikan

bahwa karakteristik dan isu permasalahannya berbeda dengan

transportasi perkotaan, sehingga pendekatan analisisnya perlu

(demand)

(supply)

disesuaikan. Dalam lingkup aspek penyediaan, kegiatan penelitian

terutama menyangkut pemodelan jaringan transportasi, baik modal

tunggal maupun multimoda, dengan memperhatikan lingkup wilayah

serta atribut-atribut kinerja jaringan. Model analisis yang terkait aspek

kebutuhan maupun penyediaan diarahkan agar dapat diterapkan untuk

mengevaluasi perubahan kebijakan yang direpresentasikan dengan

berbagai variabel model. Masing-masing konteks kajian kebijakan

hendaknya dapat dijelaskan dengan model analisis yang spesifik yang

mampu memperhitungkan pengaruh yang terjadi akibat perkembangan

faktor-faktor kebutuhan ataupun penyediaan. Hasil dari kajian kebijakan

selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan dalam proses

pengambilan keputusan.

Pada bagian-bagian berikut ini disampaikan beberapa hasil penelitian

yang telah dilakukan penulis, khususnya yang terkait dengan kerangka

penelitian di atas.

Penelitian ini (Sjafruddin, 1997) mengembangkan model kebutuhan

transportasi penumpang antar kota yang dikalibrasi terhadap data pada

perjalanan antar kota Jawa dengan Sumatra. Empat bentuk model

dirumuskan dan dikalibrasi. Kalibrasi atas model-model tersebut

4.2 Beberapa Hasil Penelitian

4.2.1 Pemodelan Kebutuhan Transportasi Penumpang Antar Kota

antara Jawa - Sumatra

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201218 19

dilaksanakan atas sejumlah set data yang merepresentasikan area studi.

Penentuan atribut pelayanan moda didasarkan atas jaringan transportasi

yang ada pada saat data dikumpulkan dengan mempertimbangkan

berbagai aspek yang terkait dengan data seperti ketersediaan data untuk

tujuan kalibrasi, sumber data, dan asumsi-asumsi yang diambil dalam

pengembangan model.

Pendekatan pemodelan kebutuhan transportasi yang baku dikenal

dengan sebutan Model Empat Tahap . Pendekatan

pemodelan ini terdiri dari sub-sub model (1) , memper-

kirakan jumlah perjalanan total yang dihasilkan oleh dan

tertarik ke setiap unit wilayah analisis (biasanya disebut

zona); (2) , memperkirakan asal-tujuan perjalanan, yaitu

distribusi jumlah perjalanan total zona-zona menurut setiap pasang zona

asal-tujuan; (3) , memperkirakan distribusi perjalanan

terhadap setiap jenis moda yang tersedia pada setiap pasang zona asal-

tujuan; dan (4) , memperkirakan jumlah perjalan yang

melalui rute-rute yang ada dalam jaringan transportasi. Model 4-tahap

sejak diperkenalkan melalui studi di Amerika Serikat (Detroit, Chicago)

tahun 1950-an banyak diterapkan untuk analisis transportasi perkotaan.

Penerapan model tersebut kebanyakan dilakukan secara berurutan

, yaitu keluaran dari sub-model pertama dijadikan

masukan bagi sub-model kedua, dan seterusnya.

Sebagai alternatif dari pemodelan berurutan adalah pemodelan

(Four-stage Model)

Trip Generation

(trip production)

(trip attraction)

Trip Distribution

Modal Split

Trip Assignment

(sequential modeling)

simultan ( atau kadang-kadang disebut juga

) yang mana keempat sub-model di atas digabungkan menjadi

satu model. Model simultan secara tidak langsung menampilkan

keseimbangan antara tujuan perjalanan, moda, serta rute yang tersedia

dalam jaringan transportasi (Elangovan dan Crouch, 1989, Lewis, et.al,

1990). Dengan model simultan dihasilkan perkiraan jumlah perjalanan

antara sepasang kota asal-tujuan yang menggunakan moda tertentu dan

melalui rute tertentu. Model simultan banyak diterapkan untuk studi

transportasi antar kota (misalnya : Quandt & Baumol, 1966, McLynn &

Woronka, 1969, Monsod, 1966, 1967, Soliman, 1990, Sjafruddin, 1992),

namun tidak banyak diterapkan untuk transportasi perkotaan (Kraft &

Wohl, 1967).

Model simultan pada dasarnya secara eksplisit memasukkan tiga sub-

model, yaitu model tersebut memperhitungkan jumlah perjalanan antara

sepasang zona menurut moda-moda yang ada, tetapi tidak memberikan

indikasi mengenai rute yang dipilih. Pendekatan ini secara implisit

berasumsi bahwa pada setiap pasang zona asal-tujuan hanya tersedia satu

rute untuk setiap moda. Asumsi ini cukup realistis untuk diterapkan

untuk transportasi antar kota karena antara kota-kota yang letaknya relatif

berjauhan jarang tersedia lebih dari satu rute untuk setiap moda yang

beroperasi.

Model kebutuhan transportasi antar kota dapat berupa model moda-

abstrak atau moda-spesifik .

simultaneous modeling direct

modeling

(Abstract-Mode Model) (Mode-Specific Model)

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201220 21

Model moda-spesifik merupakan model yang pada variabel dan

parameternya mementingkan nama dan subskrip atribut dari masing-

masing moda yang ditinjau didalamnya. Dengan demikian dalam model

ini mengandung parameter atau variabel spesifik dari moda-moda

yang ditinjau dalam model. Sedangkan model moda-abstrak, yang

pertama kali digunakan oleh Quandt & Baumol (1966), merupakan model

yang mementingkan karakteristik atribut modanya, bukan nama dan

subskrip dari parameter modelnya. Dengan demikian pada model moda-

abstrak parameter-parameternya tidak mengandung subskrip atau

dengan kata lain hanya ada satu set parameter yang sama untuk setiap

moda yang ditinjau.

Keuntungan dari model moda-spesifik adalah, bahwa model ini dapat

menjelaskan perilaku perjalanan yang diamati dan keistimewaan-

keistimewaan kualitatif kaitannya dengan pemilihan moda yang tidak

diperhitungkan didalam variabel model. Sebaliknya model moda-spesifik

tidak dapat digunakan untuk meramalkan perjalanan untuk moda baru

dan pengenalan teknologi baru yang pada saat itu tidak ada dan tidak

termasuk dalam proses kalibrasi. Inilah kelemahan moda-spesifik, yang

tidak dimiliki oleh model moda-abstrak.

Sifat dasar dari model yang dikembangkan pada penelitian ini adalah

model abstrak-simultan. Dengan demikian moda-moda transportasi yang

dianalisis dinilai melalui atribut-atribut pelayanannya, seperti waktu

dummy

a. Formulasi Model

tempuh, ongkos, dan sebagainya, dan tidak dinilai melalui “nama” dari

moda-moda tersebut. Dari sisi formulasi, model simultan merupakan

pengembangan dari model gravity, terutama dengan memasukkan model

distribusi moda dalam persamaannya. Bentuk dasar dari model simultan

bisa dituliskan sebagai berikut:

Tijm = K . f(.) . g(.) . h(.) (1)

di mana :

Tijm : jumlah perjalanan antara kota i dan j yang menggunakan

moda m

K : suatu konstanta,

f(.) : fungsi dari karakteristik sosio-ekonomi,

g(.) : fungsi hambatan perjalanan ,

h(.) : fungsi distribusi moda .

Fungsi-fungsi f(.), g(.), h(.) bisa sangat bervariasi tergantung dari

jumlah dan jenis variabel yang dimasukkan dan bentuk persamaan

matematisnya. Namun masing-masing fungsi tersebut belum tentu mucul

secara ekplisit, melainkan bisa muncul dalam bentuk kombinasinya.

Karaketristik dari sosio-ekonomi yang dimasukkan dalam model

adalah populasi kota dan tingkat pendapatan. Populasi merupakan faktor

penjelas yang paling utama yang mempengaruhi jumlah perjalanan

antara dua kota. Variabel populasi muncul dalam model sebagai fungsi

dari perkalian populasi kota i dengan populasi kota j. Formulasi seperti ini

berimplikasi bahwa jumlah perjalanan total adalah fungsi dari jumlah

(general impedance)

(modal split)

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201222 23

pasangan potensial individu-individu antara populasi kedua kota.

Variabel pendapatan dipilih untuk merepresentasikan daya beli

masyarakat. Variabel pendapatan ini muncul dalam model sebagai

pendapatan rata-rata terbobot kedua kota

dengan populasi sebagai bobotnya. Untuk merepresentasikan

karakteristik pelayanan moda tiga variabel digunakan, yaitu waktu

perjalanan, ongkos, dan frekuensi pelayanan (yang terakhir ini sebagai

dari tingkat kemudahan perjalanan . Atribut moda

tersebut muncul dalam model dengan beberapa variasi sebagaimana

terlihat pada bagian berikut.

Empat model diformulasi dibawah ini yang berupa model moda-

abstrak. Model-model ini dikalibrasi dengan set data yang sama. Hasil

kalibrasi keempat model ini dibandingkan satu terhadap yang lainnya

atas dasar uji statistik dan kemampuan peramalan .

(weighted averaged income)

proxy (convenience)

(forecasting capability)

9

ija

ijm

8

ija

ijm

7

ija

ijm6ija

5ija

4ija

3ij

2ji

1ijm F

F

H

H

C

C=T FHCIPPe

���

������ (2)

9

ija

ijm

8

ija

ijm

7

ija

ijm6ija

5ija

4

ija

A3ij

2ji

1ijm

F

F

H

H

C

C=T FHCIPPe

���

������� (3)

(4)

(5)

���

����

������

M

1k

3

ijk

2

ijk1

ijk

3ijm

2ijm

1ijm

4M

1k

3ijk

2ijk

1ijk

3ij

2ji

1ijm

FH

FHCFHIPPe

C

C=T

���

����

�����

��

M

1k

3ijk

2ijk

1ijk

3ijm

2ijm

1ijm

4M

1k

3

ijk

2

ijk1

ijk

A32

ji

1ijm

FH

FHCFHIPPe

C

Cij=T

di mana :

T : jumlah perjalanan pulang-pergi antara kota i dan j dengan

moda m,

P : populasi kota i (dalam ribuan),

I = (P I + P I )/(P + P ) : ,

C : ongkos perjalanan antara i dan j dengan moda m,

H : waktu perjalanan antara i dan j dengan moda m,

F : frekuensi pelayanan antara i dan j dengan moda m,

H : waktu perjalanan rata-rata antara i dan j dengan moda-moda

yang ada,

C : ongkos rata-rata antara i dan j dengan moda-moda yang ada,

F : frekuensi rata-rata antara i dan j, kecuali mobil pribadi,

a, , : parameter-parameter model,

A : dummy variable, A=1 untuk pesawat udara, A=0 untuk moda

lain,

M : jumlah moda yang dianalisis.

Model (2) dan (3) diadaptasi dari model Quandt-Baumol (1966)

sedangkan model (4) dan (5) dari model McLynn (1969). Namun, beberapa

modifikasi telah dibuat sebagaimana dijelaskan berikut ini.

Dalam persamaan (2) dan (3) rata-rata waktu perjalanan, rata-rata

ongkos, dan rata-rata frekuensi digunakan sebagai pengganti dari nilai-

nilai “terbaik” yang digunakan dalam model Quandt-Baumol. Dengan

demikian kebutuhan akan perjalanan dari suatu moda tertentu menjadi

ijm

i

ij i i j j i j

ijm

ijm

ijm

ija

ija

ija

weighted averaged income

� �

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201224 25

fungsi dari atribut seluruh moda yang ada yang berarti suatu moda

berkompetisi dengan moda-moda lainnya, tidak hanya berkompetisi

dengan moda “terbaik”. Disamping itu

digunakan sebagai pengganti pada semua model. Suatu

Adigunakan pada model (3) untuk menangkap perbedaan

perilaku dari moda pesawat udara dari moda lain. Penggunaan A adalah

suatu usaha untuk merepresentasikan keadaan yang mana orang lebih

suka terbang daripada perjalanan moda lain untuk alasan-alasan yang

tidak dimasukkan dalam model, misalnya kenyamanan. Fenomena ini

khususnya terjadi pada orang-orang berpendapatan tinggi. Dengan kata

lain, karena A dimasukkan sebagai pangkat dari pendapatan, hal ini

menyatakan suatu hipotesis bahwa elastisitas terhadap pendapatan bagi

perjalanan udara mungkin berbeda secara signifikan dari elastisitas bagi

perjalanan dengan moda-moda lain.

Model (4) dan (5) bisa dianggap sebagai versi moda-abstrak dari

model McLynn karena semua parameter diset sama untuk semua moda.

A juga digunakan sebagai pangkat dari pendapatan pada

model (5)

Metoda kalibrasi yang digunakan untuk estimasi parameter model-

model di atas adalah . Dalam kalibrasi non-

linear ini, prosedur iterasi menggunakan algoritma Gauss-Newton (lihat

Bates dan Watts, 1988).

Data perjalanan yang terklasifikasi menurut moda-moda yang ada

weighted average of incomes

product of incomes

dummy variable

Dummy variable

non-linear least squares method

terutama didapat dari Laporan Survey Asal-Tujuan Perjalanan Nasional

1988 (Saltrannas, 1988, 1989) serta data perjalanan dengan bus untuk

perjalanan antar Jawa-Sumatra dari data perjalanan ferry yang

menghubungkan Jawa-Sumatra dan data dari Direktorat Jenderal

Perhubungan Darat. Kalibrasi model dilakukan atas dasar data perjalanan

antar kota-kota utama (Ibu Kota Provinsi) antara Jawa dengan Sumatera.

Tiga kelompok kalibrasi menurut maksud perjalanan telah dilakukan,

yaitu semua perjalanan, perjalanan bisnis, dan perjalanan non-bisnis.

Hasilnya disajikan pada Tabel 1 untuk semua jenis perjalanan, serta Tabel 2

untuk perjalanan bisnis dan non-bisnis. Hasil kalibrasi ini menunjukkan

beberapa hasil yang cukup menarik untuk dibahas berikut ini.

Pertama-tama menyangkut estimasi parameter, model (2) dan (3)

selalu mempunyai paling tidak satu tanda salah (diharapkan positif

namun diperoleh negatif, atau sebaliknya) pada seluruh ketiga jenis

perjalanan, model (4) hasilnya bervariasi, sedangkan model (5)

memperoleh semua tanda yang benar.

Dalam hal variabel sosio-ekonomi, elastistisitas terhadap populasi

dan pendapatan memperoleh tanda yang benar. Untuk perjalanan antar

Jawa-Sumatra, elastisitas terhadap populasi didapat 0,05 - 0,16, dan

elastisitas terhadap pendapatan 0,53 - 1,53. Umumnya elastisitas populasi

dan pendapatan memiliki t-rasio yang secara statistik signifikan pada

tingkat 0,05.

b. Estimasi Parameter

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201226 27

Menyangkut sebagai pangkat dari pendapatan pada

model (3) dan (5), nilai diperoleh positif untuk semua kelompok data dan

umumnya signifikan pada tingkat 0,05. Hal ini bisa diartikan bahwa

elastisitas terhadap pendapatan bagi perjalanan udara adalah lebih tinggi

dibanding bagi moda lain, dan bisa disimpulkan bahwa kenaikan

pendapatan menyebabkan sebagian perjalanan bus dan KA beralih ke

udara. Kesimpulan ini memdukung observasi umum bahwa pesawat

udara adalah bukan pilihan inferior terhadap moda-moda lain.

Menyangkut parameter dari atribut moda, model (2) dan (3)

memperoleh paling tidak satu tanda salah. Tanda yang salah terutama 5

(untuk waktu rata-rata) dan secara statistik tidak begitu siginifikan. Pada

semua kelompok data 4 dan 5 berkorelasi cukup tinggi yang mana

mungkin menjadi penyebab dari salah tanda. Pada model (4) dan (5) nilai-

nilai umumnya memperoleh tanda yang benar, kecuali 1 dan 4 pada

perjalanan semua jenis (gabungan) dan bisnis. Hampir semua nilai

sangat signifikan.

Secara umum untuk semua model, dalam hal R dan F-statistik, hasil

regresi telah berhasil secara substabsial menjelaskan variasi yang ada dan

secara statistik signifikan pada tingkat 0,01, namun dalam hal estimasi

parameter model (4) dan (5) telah menunjukkan hasil lebih baik dibanding

model (2) dan (3). Disamping itu tidak ada multikolinearitas antar

parameter pada model (4) dan (5). Di antara semua model, model (5) telah

menunjukkan paling konsisten terhadap semua kelompok data, terutama

dummy variable

� �

� � �

2

dalam hal kemasukakalan dari estimasi parameter (sesuai

dengan yang diharapkan), meskipun angka F-nya tidak selalu yang

tertinggi. Hal terakhir ini bisa berarti bahwa penggunaan

bagi perjalanan udara telah meningkatkan kinerja dari model.

Beberapa hal menarik bisa dilihat yang terkait dengan klasifikasi

perjalanan bisnis dan non-bisnis. Elastisitas terhadap pendapatan ( 3 ,

dengan tanda yang benar ) dari bisnis diperoleh lebih tinggi daripada non-

bisnis, dengan kekecualian hanya pada model (3). Hal ini berarti kenaikan

pendapatan akan meningkatkan perjalanan bisnis lebih tinggi daripada

non-bisnis.

(reasonableness)

dummy varible

Tabel 1

Estimasi Parameter Model Semua Maksud Perjalanan Antar Kota Jawa-Sumatera

Perjalanan

Model

Parameter

Gabungan Bisnis dan Non-Bisnis

(2) (3) (4) (5)

1 5,67 -1,15 16,49 4,15

2 + 0,09 0,16 0,05 0,15

3 + 0,69 0,53 1,15 0,74

4 - -3,48 -2,09

5 - 3,58 2,44

6 + 1,21 1,07

7 - -0,06 -3,35

8 - -0,74 0,29

9 + 0,98 1,07

1,03 0,38

1 - 0,62 -1,24

2 - -0,75 -0,67

3 + 1,70 1,65

4 + -1,52 0,16

R 0,987 0,996 0,992 0,995

F-stat 637,7 1845,2 1326,4 1986,1

�2

Catatan: Angka pada sel berwarna adalah parameter bertanda“salah”

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201228 29

Tabel 2

Estimasi Parameter Model Perjalanan Bisnis dan Non Bisnis Antar Kota Jawa-Sumatera

Perjalanan

Model

Parameter

Bisnis

(2) (2)(3) (3)(4) (4)(5) (5)

Catatan: Angka pada sel berwarna adalah parameter bertanda“salah”

Non-Bisnis

1 -6,47 -2,83 -3,78 -4,46 2,21 -3,19 4,14 4,20

2 + 0,49 0,42 0,39 0,44 0,09 0,11 0,14 0,16

3 + 1,46 0,11 1,71 0,94 0,71 0,75 0,80 0,73

4 - -2,20 -2,73 -1,35 -0,39

5 - 1,56 2,65 1,43 0,72

6 + 0,68 0,78 1,04 1,02

7 - 0,72 -4,00 -0,67 -2,57

8 - -1,35 0,09 -0,68 0,13

9 + 1,02 0,99 0,83 1,05

1,43 0,53 0,70 0,16

1 - 1,75 -1,18 -0,44 -0,95

2 - -1,98 -0,92 -0,82 -0,69

3 + 1,74 1,12 1,35 1,44

4 + -0,39 0,26 0,16 0,19

R 0,997 0,997 0,994 0,997 0,996 0,998 0,997 0,997

F-stat 2311,0 2545,4 1756,5 3059,0 1912,2 3253,3 3203,4 3023,8

�2

Membandingkan nilai mutlak dari parameter (dengan tanda yang

benar) dari ongkos relatif ( 7 pada model (2) dan (3)) atau ongkos ( 1 pada

model (4) dan (5)) terlihat bahwa nilai-nilainya untuk bisnis lebih rendah

dari non-bisnis pada semua situasi. Namun, hal sebaliknya terjadi pada

parameter waktu relatif ( 8 ) atau waktu ( 2 ). Dengan demikian model

merefleksikan suatu pola bahwa pelaku perjalanan bisnis yang

menganggap ongkos kurang penting, tetapi waktu lebih penting,

daripada anggapan pelaku perjalanan non-bisnis. Hal ini adalah suatu

fenomena yang secara intuisi diharapkan akan terjadi.

� �

� �

Model kebutuhan transportasi penumpang antar kota di atas yang

dikalibrasi dengan data pada koridor Jawa Sumatra telah menunjukkan

hasil yang secara statistik signifikan dan telah berhasil menjelaskan variasi

yang tedapat pada data. Analisis lebih mendalam terhadap hasil kalibrasi,

terutama dalam hal kemasukakalan dan perbandingan nilai parameter

yang diperoleh, mengarah pada kesimpulan bahwa model yang

dikembangkan sebagai varian dari Model McLynn menunjukkan kinerja

yang lebih baik daripada model lainnya. Percobaan kalibrasi dengan

klasifikasi perjalanan bisnis dan non-bisnis memberikan hasil yang cukup

baik dalam hal model yang dikembangkan bisa mereplikasi fenomena

umum yang diharapkan.

Karakteristik transportasi barang dalam beberapa hal berbeda dari

transportasi penumpang. Hal paling mendasar adalah motivasi

transportasi barang bisa dikatakan murni berdasarkan ekonomi,

sedangkan transportasi penumpang sedikit banyak dipengaruhi faktor-

faktor seperti selera, persepsi, “status”, dan sebagainya. Oleh karena itu

penerapan konsep-konsep ekonomi dalam analisis transportasi barang

akan lebih sesuai mengingat variasi yang tak bisa dijelaskan

relatif kecil, meskipun tidak berarti hilang sama sekali.

Dilihat dari sisi transportasi barang sebagai suatu “kebutuhan”, hal

4.2.2 Pemodelan Kebutuhan Transportasi Barang Regional di

Pulau Jawa

(unexplainable)

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201230 31

tersebut merupakan murni suatu kebutuhan turunan ,

karena barang yang dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain tidak

memperoleh kepuasan apa-apa dari kegiatan transportasi tersebut.

Pemindahan tersebut bertujuan agar barang yang dipindahkan

memperoleh nilai lebih tinggi dengan keberadaannya di tempat yang

baru, sedangkan kegiatan transportasi dipandang sebagai ongkos.

Transportasi barang dihasilkan dari keputusan yang dibuat oleh

sektor-sektor ekonomi yang menyangkut produksi, konsumsi, dan

pemasaran/penjualan. Jika faktor-faktor lainnya sama, jumlah pergerakan

barang tergantung dari tingkat produksi dan konsumsi. Dua daerah akan

saling bertukar komoditi dimana terdapat keuntungan komparatif

, yaitu berupa perbedaan harga absolut antara

kedua daerah tersebut. Keuntungan komparatif ini terdiri dari

keuntungan produksi dan keuntungan transportasi

.

Formulasi umum model simultan kebutuhan angkutan barang dapat

dituliskan seperti pada persamaan (1). Namun, jika diperlukan subskrip

tambahan k dapat ditambahkan pada notasi T untuk menunjukkan jenis

komoditi tertentu k yang diproduksi di daerah i dan dikirim ke daerah j

dengan menggunakan moda m. Fungsi-fungsi f(.), g(.), h(.) pada

persamaan (1) dapat dikembangkan untuk dapat menangkap

karakteristik angkutan barang serta hubungan kausal yang terjadi antar

variabel yang terkait. Variabel-variabel yang digunakan terutama

(derived demand)

(comparative advantage)

(production advantage)

(transport advantage)

ijmk

didasarkan atas pendekatan ekonometrika, misalnya atribut-atribut

demografi dan ekonomi wilayah serta atribut pelayanan sistem

transportasi.

Pengembangan jumlah dan jenis variabel, misalnya, dilakukan oleh

Perle (1965) dan Mathematica Inc. (1967-1969) (lihat Kanafani, 1983, hal.

297). Salah satu bentuk model simultan yang mirip, dengan pendekatan

, dikembangkan oleh Soliman, et.al (1990, 1991) untuk

memodelkan kebutuhan transportasi barang di Kanada. Model

Mathematica dirumuskan sebagai berikut.

T = K P P Y Y M M N (T ) (T ) (C ) (C ) (6)

di mana:

T : volume arus barang dari i ke j dengan moda m,

P , P : populasi dari i dan j,

Y , Y : gross regional product dari i dan j,

M , M : Indeks karakteristik industri dari i dan j,

T : waktu tempuh pengiriman terpendek dari i ke j,

T : perbandingan waktu tempuh dengan moda m dengan

waktu tempuh terpendek dari i ke j,

C : biaya pengiriman termurah dari i ke j,

C : perbandingan biaya pengiriman moda m dengan biaya

pengiriman termurah dari i ke j,

Nij : jumlah moda yang melayani pengiriman dari i ke j,

K, , , dan : parameter model.

abstract-mode model

ijm i j i j i j ij ijb ijmr ijb ijmr

ijm

i j

i j

i j

ijb

ijm

ijb

ijm

� � � � � � � � � � �1 2 3 4 5 6 7 1 2 1 2

r

r

� � �

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201232 33

Manfaat dari model di atas, yang merupakan model agregat serta

menggunakan data agregat, terutama adalah sebagai alat untuk

mengevaluasi dampak dari perubahan kebijakan terhadap sistem yang

ada dan tidak terlalu mengutamakan perkiraan angka absolut dari jumlah

kebutuhan transportasi barang.

Model kebutuhan transportasi barang yang dikembangkan untuk

Pulau Jawa (Sjafruddin, et.al., 1999) dirumuskan dengan 2 pendekatan,

yaitu model moda spesifik dan moda abstrak.

Bentuk dasar model moda spesifik adalah sebagai berikut.

T = f (X , X , Y ), k = 1 ..K, n = 1..N (7)

di mana:

T : volume arus barang dari kota i ke j menggunakan moda m

(ton/th),

X , X : variabel sosial-ekonomi kota asal i dan tujuan j,

Y : atribut pelayanan transportasi moda m,

K : jumlah variabel social-ekonomi yang digunakan,

N : jumlah atribut pelayanan yang digunakan.

Dan bentuk dasar model moda abstrak adalah sebagai berikut.

T = f (X , X , Y , Y ), k = 1 ..K, n = 1..N (8)

di mana:

Y : atribut moda terbaik (tercepat atau termurah),

Notasi lain : sama seperti sebelumnya.

ijm ik jk mn

ijm

ik jk

mn

ijm ik jk mn bn

b

Bentuk matematis yang digunakan adalah fungsi pangkat dengan dua

varian sebagai berikut.

T = (X ) (X ) ... (Y ) (Y ) (9)

atau

T = (X X ) (X X ) ... (Y ) 1 (Y ) (10)

Berbagai kombinasi variabel dicoba dalam kalibrasi model. Variabel-

variabel yang didigunakan mencakup:

P : jumlah penduduk (dalam 1.000),

N : PDRB (Produk Domestik Regional Bruto, dalam milyar Rp),

I : PDRB per kapita (dalam ribuan Rp/orang),

M : PDRB sektor industri manufaktur (dalam milyar Rp),

M’ : indeks industri (rasio PDRB industri terhadap PDRB total, %),

S , D : Surplus barang kota i, dan Defisit

kota j (ton/th),

H : waktu perjalanan dari kota i ke j dengan moda tertentu

(menit),

C : biaya perjalanan dari kota i ke kota j dengan moda tertentu

(Rp/ton)

Data untuk kalibrasi model dikompilasi sesuai dengan sistem zona

yang ditetapkan. Data tersebut terdiri dari data pergerakan barang, data

sosio-ekonomi, serta data atribut sistem transportasi dan pelayanan

moda. Sistem zona Pulau Jawa ditetapkan terdiri dari 79 zona sesuai

ijm 0 i1 j1 m1 m2

ijm 0 i1 j1 i2 j2 m1 m2

i j

ij

ij

� �

� � � �

� � �

1 2 1 2

1 2 2

(Trip production) (Trip

Attraction)

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201234 35

dengan karakteristik wilayah kabupaten/kota yang ada. Data pergerakan

angkutan barang diperoleh dari hasil Survey O-D

Nasional 1996 yang terdiri dari data pergerakan antar kabupaten tahunan

yang dalam hal terdiri dari data dengan moda jalan, pesawat, dan laut.

Data pergerakan dengan kereta api pada saat dilaksanakan penelitian

tidak dapat diperoleh sehingga tidak dimasukkan dalam kalibrasi model.

Data yang tersedia hanya dalam jumlah total pergerakan dan tidak

terklasifikasi menurut jenis komoditi, sehingga hal ini juga membatasi

tingkat representasi model yang dihasilkan. Data sosio-ekonomi didapat

dari data statistik kabupaten/kota tahunan, sedangkan data atribut

pelayanan moda transportasi diperoleh melalui wawancara terhadap

sejumlah operator transportasi yang ada.

Model dikalibrasi dengan metoda untuk masing-

masing moda jalan (truk), udara, laut, dan moda abstrak sesuai dengan

ketersediaan data. Berbagai kombinasi variabel dicoba pada kalibrasi

model dan 5 di antaranya yang terbaik untuk masing-masing moda

disajikan di bawah ini. Evaluasi terhadap hasil estimasi parameter

dilakukan atas dasar kriteria statistik standar ( t-ratio, R , nilai F) dan

kemasukakalan nilai parameter.

Tabel 3 memperlihatkan hasil kalibrasi terbaik untuk moda jalan.

(Origin-Destination)

linear least squares

a. Hasil Kalibrasi Model

b. Moda Jalan

2

Nilai-nilai R nya tidak terlalu tinggi yang kemungkinan disebabkan oleh

data angkutan barang yang besar variasinya, namun hasil uji F

menunjukkan bahwa hasil regresi siginifikan pada tingkat 0,01.

2

1 2,03 2,20 2,07 3,17 5,55

2 (+) 1,33 1,29 1,56

3 (+) 0,83

4 (+) 0,32 0,48 1,25

5 (+) 0,20 0,31 0,07 0,07

6 (-) -1,85 -1,84 -1,85 -1,69 -1,80

0,50 0,49 0,49 0,41 0,49

134,86 176,34 176,30 122,24 168,79

Intercept

Pi Pj

Ni Nj

Ii Ij

Mi' Mj'

Hij

R

F-stat

2

Tabel 3

Estimasi Parameter Model untuk Moda Jalan

VariabelNoNilai

parameter (1) (2) (3) (4) (5)

Alternatif Model

Nilai-nilai parameter menunjukkan tanda yang sesuai dengan

harapan yang artinya model akan menghasilkan estimasi yang kecen-

derungannya masuk akal jika digunakan untuk mengevaluasi dampak

dari perubahan variabel-variabel penjelasnya. Berdasarkan pertimbangan

di atas, model (1) relatif lebih baik dari model-model lainnya.

Hasil kalibrasi terbaik untuk moda udara ditunjukkan pada Tabel 4

yang nilai-nilai R nya relative lebih baik dari pada moda jalan. Nilai F

menunjukkan semua hasil regresi signifikan pada tingkat 0,01. Model (3)

menghasilkan R tertinggi, tetapi parameter untuk indeks industri (M’)

mendapat tanda yang tidak sesuai. Pada semua model, kecuali model (3),

c. Moda Udara

2

2

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201236 37

parameter untuk biaya (C ) bernilai positif, sedangkan yang diharapkan

negatif karena peningkatan biaya transport diperkirakan akan

mengurangi volume barang yang diangkut. Situasi ini akan terjadi pada

umumnya moda-moda yang berkompetisi satu sama lain. Namun, dalam

hal transportasi udara situasinya bisa berbeda, di mana moda udara

cenderung menjadi lebih dominan pada transportasi jarak jauh. Pasar

moda udara cenderung naik dengan meningkatnya jarak tempuh hingga

suatu jarak tertentu di mana tidak ada kompetisi lagi dari moda lainnya.

Model (5) dapat dianggap terbaik untuk moda udara.

Hasil kalibrasi alternatif model untuk moda laut (Tabel 5) umumnya

siginifikan pada tingkat 0,05, kecuali model (4) and (5). Model (1)

mendapat nilai R tertinggi, tetapi parameter untuk indeks industri tidak

sesuai tandanya dan terdapat multikolinearitas antara Hij dan Cij yang

menyebabkan tanda untuk parameter H menjadi “salah”. Model (2) dapat

dianggap yang terbaik meskipun nilai R bukan yang tertinggi.

ij

2

ij

2

d. Moda Laut

1 -10,765 -14,693 -8,090 -13,635 -9,751

2 (+) 1,196

3 (+) 1,094

4 (+) 0,978

5 (+) 0,543 0,796

Intercept

Pi

Pj

PiPj

Ni

Tabel 4

Estimasi Parameter Model untuk Moda Udara

VariabelNoNilai

parameter (1) (2) (3) (4) (5)

Alternatif Model

6 (+) 0,333 0,830

7 (+) 0,839

8 (+) -0,146

9 (+) 0,905

10 (+) -0,639

11 (+) 0,269 0,191 0,140

12 (+) 0,673) 0,603 0,559

13 (+) 0,416 0,535

14 (-) 2,3745

15 (-) 1,646 2,034 -0,989 1,566 0,937

0,692 0,688 0,732 0,716 0,717

7,303 10,295 3,075 6,057 6,078

Nj

NiNj

Mi'

Mj'

Mi'Mj'

Si

Dj

SiDj

Hij

Cij

R

F-stat

2

VariabelNoNilai

parameter (1) (2) (3) (4) (5)

Alternatif Model

Catatan: Angka pada sel berwarna adalah parameter bertanda“salah”

Alternatif model untuk moda abstrak dilakukan dengan

memasukkan 3 jenis moda, yaitu jalan, udara, dan laut sesuai dengan

ketersediaan data. Dengan demikian model yang dihasilkan

merepresentasikan suatu kompetisi antara moda-moda tersebut

mengingat atribut dari moda terbaik muncul pada model disamping

aribut moda tertentu. Hasil pada Tabel 6 menunjukkan nilai R2 yang

hampir sama dan semua hasil regresi signifikan pada tingkat 0,01.

Perpedaan utama adalah model (1), (2), dan (5) mendapat nilai parameter

yang tidak sesuai. Model (3) oleh karena itu dianggap lebih baik dari pada

yang lain.

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201238 39

Catatan: Angka pada sel berwarna adalah parameter bertanda“salah”

Menarik untuk diperhatikan bahwa hasil kalibrasi terbaik pada Tabel

6 muncul dengan hanya satu atribut moda, yaitu biaya perjalanan (Cij).

Atribut moda yang lain, waktu perjalanan (Tij), tidak dapat muncul pada

saat yang sama tanpa mengurangi kinerja model, baik berupa penurunan

nilai R atau menyebabkan tanda parameter menjadi “salah”.2

Secara prinsip model akan lebih berguna untuk meramalkan dampak

dari perubahan kebijakan jika lebih dari satu atribut moda dimasukkan

dalam model. Situasi ini terutama akibat adanya multikolinearitas antara

biaya dan waktu perjalanan. Kemungkinan penyebab lain adalah

keterbatasan data angkutan barang yang tidak terklasifikasi menurut jenis

komoditi. Kategori komoditi sangat esensial untuk mengembangkan

model transportasi multimoda mengingat kompetisi antar moda sangat

tergantung pada jenis komoditi yang diangkut. Oleh karena itu model-

model tersebut perlu dikembangkan lebih lanjut jika data angkutan per

komoditi dapat diperoleh.

1 -28,253 -11,053 -10,166 -8,444 -4,258

2 (+) 0,215

3 (+) 0,901

4 (+) 1,115 0,176

5 (+) -0,149

6 (+) 0,371

7 (+) 0,055

8 (+) -0,889

9 (+) -1,917

10 (+) -1,247

11 (+) 1,216 1,188

12 (+) 0,942 0,231

13 (+) 1,078 1,209 1,197

14 (-) 6,890

15 (-) -6,590 -0,410 -0,291 -0,182 -0,056

0,704 0,583 0,560 0,663 0,589

3,803 4,300 4,240 1,684 2,298

Intercept

Pi

Pj

PiPj

Ni

Nj

NiNj

Mi’

Mj’

Mi’Mj’

Si

Dj

SiDj

Hij

Cij

R

F-stat

2

Tabel 5

Estimasi Parameter Model untuk Moda Laut

VariabelNoNilai

parameter (1) (2) (3) (4) (5)

Alternatif Model

Catatan: Angka pada sel berwarna adalah parameter bertanda“salah”

VariabelNoNilai

parameter (1) (2) (3) (4) (5)

Alternatif Model

1 Intercept 1,522 -0,664 0,682 3,816 4,730

2 Pi (+) 1,992 3,337 1,201

3 Pj (+) 0,727 0,110 1,089

4 Ni (+) -1,345 0,650 0,713

5 Nj (+) 0,617 0,661 0,690

6 Ii (+) -1,345

7 Ij (+) 0,617

8 Mi’ (+) -0,601

9 Mj’ (+) -0,323

10 Cij (-) -2,411 -2,411 -2,420 -2,413 -2,422

11 Cijb (+) 0,343 0,343 0,299 0,257 0,284

R2 0,791 0,791 0,787 0,784 0,786

F-stat 38,532 38,532 58,224 57,222 37,247

Tabel 6

Estimasi Parameter Model untuk Moda Abstrak

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201240 41

4.2.3 Kajian Kebijakan Jaringan Transportasi Multimoda untuk

Transportasi Barang Antar Pulau di Indonesia

Penelitian ini (Sjafruddin, et.al., 2010) mengkaji pengembangan

metodologi untuk mengevaluasi sistem jaringan transportasi optimum

dalam konteks .generalized transport cost

Land Use System

Socio-Economic

Condition

National

Transport System

Freight Transport

System

Network System Network Dbase

Freight Transport

Pattern

Freight Transport

Demand Model

Evaluation

of Network

STAN

Alternative

Policy Scenario

Simulation

Gambar 2. Kerangka Umum Penelitian

Model dikembangkan agar kondisi jaringan dan jumlah kebutuhan

saling terkait satu sama lain. Suatu sistem multimoda dan model biaya

dikembangkan sesuai dengan kondisi dan karakteristik pelayanan

multimoda agar memungkinkan digunakan untuk mengevaluasi

perubahan kebijakan yang terkait dengan jaringan transportasi. Kerangka

penelitian secara garis besar disajikan npada Gambar 2. Perangkat lunak

STAN ( , INRO Consultants, 1997, Guelat,

et.al., 1990) yang memiliki kemampuan analisis jaringan multimoda

secara komprehensif digunakan dalam penelitian ini.

Model kebutuhan angkutan barang antar pulau dalam studi ini

adalah suatu model ekonometrika yang dikalibrasi dengan asumsi dasar

bahwa jumlah pergerakan komoditi antara sepasang zona adalah fungsi

karakteristik sosio-ekonomi dari zona-zona tersebut. Bentuk umum yang

digunakan adalah sebagai berikut.

Alternatif 1: T = (X .X) (Y .Y) (11)

Alternatif 2: T = (X .X) (12)

Alternatif 3: (13)

di mana :

T : volume komoditi k diprouksi di zona i dan diangkut ke

zona j (ton/th),

X , X : jumlah penduduk di zona i dan zona j (dalam 1,000),

Y , Y : PDRB total atau PDRB sektor industri dari zona i dan zona

(milyar Rp), dan

, , : parameter model.

Strategic Transportation ANalysis

a. Model Kebutuhan (Demand)

ijk i j i j

ijk i j

ijk

i j

i j

� � �

� �

�T = (Y .Y)ijk i j

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201242 43

Data pergerakan komoditi antar pulau didapat dari suatu hasil studi

transportasi laut domestic (JICA, 2003). Studi ini mengklasifikasi

komoditi atas 13 jenis

dengan 4 cara pengangkutan, yaitu

dan . Hasil studi memberikan

estimasi asal-tujuan (O-D) tahunan angkutan barang antar pulau

berdasarkan masing-masing pelabuhan.

Model kebutuhan yang dibuat pada penelitian ini mencakup model

untuk 5 jenis komoditi, yaitu

.

Pemilihan atas 5 komoditi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa jenis-

jenis komoditi ini adalah jenis yang tersebar luas dan berkaitan dengan

konsumsi masyarakat umum serta dapat dilayani oleh umumnya

pelabuhan umum di Indonesia. Jenis komoditi lainnya

tidak dimodelkan mengingat komiditi-

komoditi ini terkait dengan lokasi dan industri tertentu dan umumnya

dilayani oleh pelabuhan khusus. Matriks O-D dibuat atas dasar data

tersebut dan didisagregasi terhadap 42 zona yang tersebar di seluruh

wilayah Indonesia. Tiap zona merupakan suatu hinterland pelabuhan

yang mencakup satu atau lebih area kabupaten. Matriks O-D menurut

masing-masing komoditi kemudian digunakan untuk mengkalibrasi

model kebutuhan transportasi barang antar pulau.

(Petroleum, CPO, Other Liquid, Coal, Other Mines, Rice,

Agri Grains, Fertilizer, Cement, Other Grains, Fresh Products, Forestry

Products, and Others (General Cargo))

container, break bulk, dry bulk, liquid bulk

CPO+Other Liquid, Rice+Agri Grains, Other

Grains+Fresh Product, Forestry Product, dan Others (General Cargo)

(petroleum, coal,

other mines, fertilizer, and cement)

Sejumlah kombinasi model diuji, dan berdasarkan uji statistika serta

kemasukakalan nilai parameter dipilih model terbaik unutk masin-

masing komoditi (Tabel 7). Model kebutuhan ini digunakan untuk

mengestimasi transportasi barang antar pulau untuk tahun dasar analisis

2006 dan tahun-tahun selanjutnya.

KomoditiNo Model R2 Variabel

1 CPO + other Tij = 0,01 x 10 (Xi Xj) (Yi Yj) 0,66 Populasi,

PDRB Industri

2 Rice + Agri Tij = 0,10 x 10 (Xi Xj) (Yi Yj) 0,46 Populasi,

PDRB Industri

3 Other Grains + Tij = 2,40 x 10 (Xi Xj) (Yi Yj) 0,64 Populasi,

PDRB Industri

4 Forestry Product Tij = 0,123 (Xi Xj) (Yi Yj) 0,58 Populasi,

PDRB Industri

5 Others Tij = 1,106 (Xi Xj) (Yi Yj) 0,60 Populasi,

PDRB Industri

-3 0,51 0,69

-3 0,45 0,74

-3 0,15 0,63

0,45 0,30

0,28 0,38

liquid

Grains

Fresh Product

(General Cargo)

Tabel 7

Model Kebutuhan Transportasi Barang Antar Pulau Menurut Jenis Komoditi

Network Model, Cost Function, Assignment Procedureb.

Model jaringan dibentuk dengan pendekatan sebagai berikut.

Komponen dasar dari model jaringan merepresentasikan infrastruktur

dan pelayanan yang menjadi pembentuk sistem , moda angkutan

yang merepresentasikan kondisi bagaimana kegiatan dilaksanakan,

simpul dan ruas yang merepresentasikan struktur ruang dari

sistem transportasi, dan transfer yang menunjukkan karakteristik

operasional dari perpindahan antar moda. Sedangkan kebutuhan

supply

(node) (link)

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201244 45

Fungsi berkaitan dengan tiap produk dan pada tiap

, yang mana:

s (v) :

s (v) :

s (v) :

s (v) :

v , v :

, yaitu total biaya dari arus dari semua

produk pada jaringan multimoda adalah fungsi F sebagai berikut.

(16)

Model pembebanan pada jaringan dari arus multimoda-

multiproduk dilakukan denngan meminimasi

sebagaimana dituliskan pada persamaan (16).

Pada penelitian ini dinyatakan sebagai fungsi dari

dan , yang

dituliskan sebagai berikut.

C = + + (t + t ) (17)

di mana:

C : (Rp/ton)

: (Rp/ton)

tp : (Rp/ton)

: (Rp/jam/ton)

link (transfer) link

(transfer)

total cost of the flow on the link,

total cost of the flow on the transfer point,

unit cost of product p on the link,

unit cost of product p on the transfer point,

the flow of product p on the link, or on the transfer point.

Total generalized system cost

(assignment)

total generalized system cost

unit generalized cost

unit link cost, unit transfer cost, travel time value of commodity

unit generalized cost

unit link cost

unit transfer cost

value of time of product p

a

t

a

t

a t

p lp tp p l t

p

lp

p

p

p

p p

� � �

Pp

pa

paa v)v(s)v(s

Pp

pt

ptt v)v(s)v(s

Pp Aa Tt

pt

pt

pa

pa vvsvvsF

Є

Є

Є

(demand)

total generalized system cost

Total cost

total

cost

diidentifikasi sebagai produk atau kelompok produk, jumlah

produksi dan konsumsi per satuan wilayah analisis, dan jumlah

pergerakan kebutuhan atas komoditi tertentu dari satu tempat ke tempat

lain.

Elemen-elemen jaringan yang disimulasi sesuai dengan prosedur

STAN. Setiap elemen jaringan dirinci dengan atribut tertentu, serta

dengan hirarki tertentu, yang menentukan bagaimana elemen-elemen

tersebut berinteraksi satu sama lain.

Model optimisasi jaringan yang digunakan untuk simulasi dalam

STAN adalah pembebanan multimoda multiproduk non-linear yang

meminimasi dari pengangkutan seluruh

produk dari asal ke tujuan melalui moda-moda yang memungkinkan

dengan tetap memperhatikan keseimbangan jumlah arus dan kendala

non-negatif. Kendala kapasitas pada moda-moda yang ada diperhitung-

kan dengan fungsi volume/tundaan dan suatu pinalti.

dari arus pada busur a, a A (suatu set busur), untuk produk

p, p P (set seluruh produk), adalah hasil perkalian (s (v).v ) , dan

dari arus pada transfer t, t T (set transfer), adalah (s (v).v ).

Kemudian akan diperoleh persamaan sebagai berikut.

(14)

dan

(15)

p p

p p

a a

t t

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201246 47

� �

l

t

ap p a p a

ap

p

p

a

a

: (jam)

t : (jam)

Dengan asumsi bahwa suatu atau dapat

direpresentasikan sebagau suatu link (atau ), pada

suatu transfer link dapat dituliskan sebagai berikut.

c = l + t (18)

di mana:

c : (Rp/ton) at link a

: (Rp/ton/km)

: (Rp/ton/jam)

t : (jam)

l : (km), la = 1

Paramater-parameter model untuk fungsi biaya serta nilai waktu di

ruas dan titik transfer menggunakan parameter yang dikembangkan

Frazila (2005).

Simulasi dilakukan untuk menguji efek dari beberapa skenario

kebijakan strategis terhadap biaya transportasi total (tahun dasar 2006

dipilih sebagi waktu simulasi). Fokusnya adalah pergerakan komoditi

antar pulau yang menggunakan pelabuhan sebagai titik-titik transfer.

Jaringan jalan dan rel menjadi bagian dari jaringan multimoda yang dalam

hal ini dimasukkan sebagai jalur akses ke pelabuhan.

travel time at link

transfer time at node

node transfer point

transfer link cost function

generalized cost

fare at a transfer link

value of time

travel time at link

length of link a for transfer link

c. Evaluasi Kebijakan

Skenario kebijakan pengembanagn jaringan transportasi yang dikaji

terdiri dari 3 sub-sistem jaringan, yaitu 1) jaringan intra Pulau Jawa, 2)

jaringan intra Pulau Sumatra, dan 3) jaringan antar pulau Indonesia.

Skenario pengembangan di Pulau Jawa adalah sebagai berikut :

, di mana kondisi jaringan jalan lebih baik dari

pulau-pulai lainnya. Jaringan rel menghubungkan hampir semua

kota-kota penting, meskipun sebagian ruas relative rendah kualitas

pelayanannya.

yang menghubungkan semua

semua kota propvinsi dan meningkatkan kapasitas jaringan jalan,

terutama di koridor pantai utara. Jaringan jalan tol ini terdiri dari ruas-

ruas yang ada plus 6 ruas baru (Cikampek-Semarang, Semarang-

Demak, Demak-Solo, Solo-Surabaya, Surabaya-Malang, Gempol-

Banyuwangi).

, merupakan suatu peningkatan kapasitas

dengan membangun rel ganda di seluruh lintas, termasuk akses ke

pelabuhan, dan peningkatan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan.

Skenario pengembangan di Pulau Sumatra adalah sebagai berikut :

, di mana jaringan jalan menjadi jaringan antar kota

yg utama. Jaringan rel hanya ada di 3 kawasan yang tidak terhubung

satu sama lain.

, untuk

meningkatkan kapasitas jaringan terutama pada lintas barat, tengah,

A1. Existing condition

A2. Trans Java Toll Roads Development,

A3. Java Railway Development

B1. Existing condition

B2. Improvement of Trans Sumatera Highway Network

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201248 49

dan timur.

, terdiri

dari peningkatan rel yang ada dan pembangunan baru untuk

menghubungkan semua provinsi di Sumatra, serta peningkatan

pelayanan. Pengembangan ini memerlukan penambahan sekitar 13

ruas rel baru.

Skenario pengembangan jaringan antar pulau adalah sebagai berikut:

, yaitu

Medan, Batam, Palembang, Padang, Bengkulu, Jakarta, Surabaya,

Cilacap, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Bitung, Makassar,

Ambon, and Sorong. Hal ini untuk merepresentasikan penataan

hirarki pelabuhan, di mana pelabuhan lainnya sebagai .

hanya sebagian dari

C2 yang diimplementasi, yaitu Medan, Batam, Palembang, Jakarta,

Surabaya, Banjarmasin, Makassar,Ambon, and Sorong.

seperti padaA2.

seperti

pada B3.

Simulasi dilakukan untuk menentukan kondisi optimum dari

masing-masing scenario berdasarkan . Hasilnya

disajikan pada Gambar 3 – Gambar 5.

B3. Development of A Fully-connected Trans Sumatera Railways

C1. Existing condition.

C2. Implementation of Hub-Spoke Ports with 15 hubs (Figure 5)

C3. Implementation of Hub-Spoke Ports with 9 hubs,

C4. Development of Trans Java Toll Roads

C5. Development of A Fully Connected Trans Sumatera Railways

feeder

total generalized system cost

Gambar 3 Intra-Java, Biaya Sistem Transportasi Optimum Menurut Skenario

Kebijakan

Gambar 3 menunjukkan bahwa pembangunan rel ganda di Jawa

secara signifikan mengurangi biaya sistem yang pengaruhnya jauh lebih

besar dari pembangunan . Hal ini terkait dengan

operasi rel yang lebih efisien. Saat rel ganda tersedia, mayoritas

pada jalur darat dan akses ke pelabuhan teratasi, serta bagian yang cukup

besar dari angkutan jalan yang ada beralih ke rel. Manfaat penggunaan rel

juga meningkat dengan kenaikan jarak angkut. Dampak dari

tidak sebesar skenario jaringan rel ganda.

Pada Gambar 4 skenario secara

signifikan menurunkan biaya total sistem dari tarsportasi intra pulau.

Sama seperti di Jawa, penurunan biaya terkait dengan operasi rel yang

lebih efisien. Disampuing itu, sebagian dari angkutan jalan yang ada

beralih ke rel, khususnya untuk angkutan jarak jauh. Perbaikan sistem

Trans Java Toll Roads

bottlenecks

Trans Java

Toll Roads

Trans Sumatera Railway development

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201250 51

juga terjadi pada transfer antar moda mengingat simulasi jaringan rel juga

termasuk menyediakan akses langsung ke pelabuhan antar pulau dari

pusat-pusat produksi di Sumatra.

Gambar 4 Intra-Sumatera, Biaya Sistem Transportasi Optimum Menurut Skenario

Kebijakan

Gambar 5 Inter-island Indonesia, Biaya Sistem Transportasi Optimum Menurut

Skenario Kebijakan

Peningkatan jaringan transportasi darat yang disimulasi, baik

maupun , juga turut

mendukung peningkatan kinerja jaringan antar pulau karena menyedia-

kan akses yang lebih baik ke pelabuhan.

Pembangunan infrastruktur transportasi berkelanjutan merupakan

Trans

Java Toll Roads Trans Sumatera Railways Development

5. PETA JALAN MENUJU SISTEM TRANSPORTASI

BERKELANJUTAN

Kinerja jaringan antar pulau meningkat akibat penataan sistem

pelabuhan yang lebih baik. Penerapan 9-hub seperti terlihat pada

Gambar 5 menghasilkan biaya total sistem yang lebih rendah dipandang

sistem 15-hub, yang mengindikasikan bahwa lebih banyak hub belum

tentu memberikan sistem pelabuhan antar pulau yang lebih efisien.

Perbaikan sistem pelabuhan juga merepresentasikan

peningkatan sistem hirarki pelabuhan yang menyebabkan peningkatan

efisiensi jaringan transportasi antar pulau akibat perbaikan transfer

hub-

spoke

hub-spoke

intermoda maupun antar moda di pelabuhan. Skenario ini juga

mengurangi ruas-ruas langsung yang tidak efisien dan menyebabkan

peningkatan skala ekonomi baik pada ruas-ruas utama maupun .feeder

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201252 53

upaya yang komprehensif dari berbagai dimensi sektoral, wilayah,

keterlibatan para aktor, dan substansinya. Gambar 6 memperlihatkan

suatu usulan langkah-langkah strategis menuju penataan sistem

transportasi yang berkelanjutan. Pembangunan infrastruktur transportasi

merupakan bagian integral dalam setiap elemen perwujudan langkah-

langkah yang diperlukan tersebut, karena hal ini akan sangat menentukan

efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sistem yang ada. Penataan yang

menyangkut aspek sistem jaringan, teknologi, regulasi, dan perilaku

pengguna perlu diberi prioritas. Strategi implementasi perlu dirumuskan

untuk mencapai kondisi yang lebih berkelanjutan dalam hal operasional,

ketersediaan sistem yang lebih ramah lingkungan, serta penggunaan

sumber daya. Pendidikan bagi publik perlu digalakkan untuk

meningkatkan partisipasi publik ke arah yang diinginkan.

Wilayah Indonesia yang relatif berkembang cepat dibanding negara

maju, terutama dalam hal pertumbuhan populasi, urbanisasi, dan

ekonomi yang memicu pertumbuhan kebutuhan aktivitas sosial ekonomi,

tidak mempunyai pilihan lain dalam memandang masa depannya, kecuali

segera merespons tuntutan global mengenai keberlanjutan wilayah yang

layak hidup. Sejumlah kebijakan dasar harus dirumuskan agar arah yang

diambil dapat secara tepat dan efektif menjawab permasalahan. Beberapa

hal pokok diuraikan di bawah ini.

Masalah kesiapan kelembagaan dan regulasi merupakan salah satu

isu sentral. Bagaimana kelembagaan terkait merespons tanggung jawab

global – permasalahan lingkungan yang muncul tak mengenal batas –

namun secara tepat menerapkannya sesuai dengan permasalahan lokal.

Partisipasi dari semua pemangku kepentingan – Pemerintah,

lembaga penelitian dan akademisi, lembaga swada masyarakat, penegak

hukum, masyarakat, profesional dan praktisi – perlu ditingkatkan dalam

proses penentuan kebijakan.

(stakeholders)

Gambar 6 Suatu Peta Jalan Menuju Sistem Transportasi Berkelanjutan (Sumber:

Sjafruddin, 2011)

Dalam konteks otonomi daerah, peran Pemerintah Daerah perlu

diberdayakan sehingga aspirasi daerah dapat lebih disuarakan. Peran

kelembagaan ini akan memberikan fokus pada instrumen-instrumen

kebijakan yang diterapkan. Sebagai contoh, penerapan “instrumen

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201254 55

teknologi” untuk memilih teknologi dalam mengurangi dampak

lingkungan, “instrumen ekonomi” berupa kebijakan tarif untuk membuat

masyarakat sadar akan ongkos yang harus ditanggung (biaya langsung

maupun biaya dampaknya), dan “instrumen perencanaan” transportasi

dan pengembangan wilayah yang mengarahkan pada pengurangan

ketergantungan pada mobil pribadi.

Berkaitan dengan aspek regulasi, yang perlu mendapat perhatian

adalah baik yang menyangkut tahap perencanan dan pembangunan

infrastruktur maupun sistem operasinya. Perencanaan yang parsial dan

terfragmentasi secara sektoral harus dihilangkan. Standar perencanaan

dan desain perlu dikembangkan dan disesuaikan dengan tuntutan masa

depan atas . Misalnya, penetapan baku mutu

lingkungan perlu diikuti dengan pembuatan peraturan-peraturan yang

mendukung dan penegakan hukum yang konsisten, baik pada level pusat

maupun daerah.

Kesiapan sosial budaya juga memerlukan perhatian. Penyesuaian

kebijakan dan langkah-langkah pendekatan yang diambil dengan

permasalahan dan kebutuhan lokal menjadi sangat penting. Dalam

konteks kebutuhan transportasi, permasalahannya adalah bagaimana

mengendalikan ketergantungan pada mobil pribadi dan pengendalian

kebutuhan, dan ini memerlukan perubahan sikap dan persepsi

masyarakat. Dalam hal transportasi barang, di Pulau Jawa misalnya,

ketergantungan terhadap jalan begitu besar yang bukan pilihan

green infrastructures

notabene

yang efisien, sedangkan transportasi rel yang kinerjanya lebih baik kurang

berkembang. Peningkatan kebutuhan tidak sepenuhnya harus diikuti

oleh penyediaan, melainkan perlu dicari keseimbangan yang harmonis

antara kebutuhan dan penyediaan. Sesuai dengan prinsip dasar bahwa

transportasi adalah kebutuhan ikutan , maka yang

penting orang dan barang, bukan kendaraan, yang berpindah dengan

kualitas pelayanan yang memadai. Edukasi publik menjadi bagian yang

tak terpisahkan dalam upaya menciptakan perilaku bertransportasi yang

berkelanjutan. Dalam implementasinya program edukasi publik perlu

terintegrasi dengan program peningkatan kelembagaan dan regulasi yang

melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

Setiap langkah yang akan dilakukan menuntut adanya suatu

perencanaan terpadu. Keterpaduan suatu sistem transportasi paling tidak

ditinjau dari sisi-sisi kebijakan, rencana dan program, pendanaan, dan

pelayanan. Keterpaduan sistem tersebut diarahkan agar meningkatkan

kemudahan penggunaan oleh masyarakat, meningkatkan efisiensi

penggunaan sumber daya, meningkatkan interaksi antar kawasan,

meningkatkan partisipasi masyarakat, termasuk peran swasta, dan

menurunkan pencemaran lingkungan dan tingkat kecelakaan. Semua

pihak terkait perlu melakukan koordinasi yang efektif untuk mencapai hal

ini. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan dilaksanakan sesuai

tanggung jawab institusi yang bersangkutan. Dalam hal pendanaan, baik

yang menyangkut sumber-sumber pembiayaan dan alokasinya untuk

(derived demand)

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201256 57

setiap program disusun secara transparan dan akuntabel pada seluruh

proses.

Yang juga perlu mendapat perhatian adalah bahwa langkah-langkah

yang dibahas di atas perlu didukung dengan riset pada berbagai bidang

yang terkait. Penerapan hasil-hasil riset yang dikembangkan di negara

lain dapat dilakukan sepanjang sesuai dengan kondisi dan situasi

setempat. Berbagai disiplin ilmu terkait dituntut untuk memberikan

kontribusi positif dalam kerangka kerja yang saling melengkapi. Dalam

konteks ini, setiap lembaga riset, perguruan tinggi, dan industri memiliki

tanggung jawab bersama untuk mampu menjawab berbagai tantangan

tersebut secara sistematis dan berkelanjutan.

Dari pembahasan di atas dapat diberikan beberapa catatan berikut:

• Kebijakan dalam menangani permasalahan transportasi wilayah

perlu didekati baik dari sisi penyediaan maupun dari sisi

kebutuhan secara komprehensif. Tidak ada “obat mujarab”

yang dengan satu tindakan tertentu akan bisa menyelesaikan semua

persoalan transportasi, melainkan perlu tindakan-tindakan yang

terpadu dan berkelanjutan.

• Isu-isu mengenai pembangunan berkelanjutan

dan khususnya transportasi berkelanjutan

6. PENUTUP

(supply)

(demand)

(sustainable

development) (sustainable

transportation) telah menjadi isu global yang setiap negara dituntut

menunjukkan tanggung jawabnya sesuai dengan permasalahan dan

kebutuhan lokal. Indonesia sebagai bagian dari komunitas global

perlu secara pro-aktif menunjukkan respons terhadap tantangan-

tantangan keberlanjutan yang dihadapi.

• Langkah-langkah antisipasi perlu diwujudkan dengan persiapan

yang diperlukan dalam hal kelembagaan, regulasi dan penegakan

hukum, serta peningkatan persepsi dan partisipasi publik yang

semuanya disusun melalui suatu kerangka perencanaan yang

terpadu.

• Pengembangan rencana makro sistem jaringan dan kebijakan pilihan

teknologi adalah bagian yang tak terpisahkan untuk menciptakan

sistem transportasi wilayah yang optimum yang dalam hal ini juga

perlu didukung dengan program penelitian yang komprehensif serta

mempertimbangkan seluruh aspek yang terkait. Penelitian untuk

mendukung pengembangan sistem transportasi wilayah berke-

lanjutan merupakan kegiatan yang bersifat berulang untuk

mempertahankan validitas hasil-hasilnya sesuai dengan dengan

perkembangan sistem dan kondisi sosio-ekonomi wilayah terkait dan

dengan memperhatikan perioda ulang perencanaannya.

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201258 59

7. UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin, segala puji dan syukur bagi Allah

SWT, yang atas rakhmat dan berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan

naskah ini.

Terima kasih dan peghargaan sebesar-besarnya penulis sampaikan

kepada Pimpinan dan anggota Majelis Guru Besar ITB yang telah

memberi kesempatan untuk menyampaikan pidato atas isi naskah ilmiah

ini di muka publik. Terima kasih dan penghargaan sebesarnya-besarnya

juga penulis haturkan kepada Pimpinan ITB yang telah mendukung dan

membantu proses pengusulan penulis menjadi Guru Besar ITB serta

kepada Pimpinan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Prof. Ir.

Suprihanto Notodarmojo, Ph.D., Dr. Ir. Puti Farida M., Dr. Ir. Saptahari M.

Soegiri P., Dr. Ir. Dwina Roosmini, MS, Ir. R. Muslinang Moestopo, MSEM,

Ph.D., dan Ir. Krisnaldi Idris, Ph.D.

Ucapan terima kasih secara khusus ditujukan kepada para Guru Besar

yang telah memberikan rekomendasi dan dorongan dalam pengusulan

penulis menjadi Guru Besar, yaitu Prof. Dr. Ir. Enri Damanhuri, Prof. Dr. Ir.

Bambang Sugeng, Prof. Ir. R. Bambang Boediono, ME, Ph.D., Prof. Ir. Ofyar

Z. Tamin, M.Sc., Ph.D., dan Prof. Dr. Techn. Ir. Danang Parikesit, M.Sc.

(UGM).

Kepada rekan-rekan dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB,

terutama Program Studi Teknik Sipil dan KK Rekayasa Transportasi,

penulis sampaikan terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya selama

ini, dan khususnya kepada rekan-rekan yang sering melaksanakan

kegiatan penelitian bersama dalam lingkup keilmuan Perencanaan dan

Pemodelan Transportasi, yaitu Prof. Ir. Ofyar Z. Tamin, M.Sc., Ph.D., Ir.

Harun Al-Rasyid S. Lubis, M.Sc., Ph.D., Ir. Russ Bona Frazila, MT, Ph.D.,

dan lain-lain. Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada para

mahasiswa S1, S2, dan S3 serta para karyawan di Lab Rekayasa Jalan dan

Lalu Lintas, yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,

atas bantuan dan kerja sama yang diberikan selama penulis melaksanakan

berbagai kegiatan akademik di ITB. Tak lupa penuliskan haturkan terima

kasih dan penghargaan kepada rekan-rekan peneliti yang aktif di Forum

Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT) yang secara bersama-

sama telah berusaha meningkatkan atmosfir penelitian yang baik di

Indonesia, khususnya di bidang Transportasi. Terima kasih dan

penghargaan juga penulis tujukan kepada berbagai pihak baik di

lingkungan ITB mapun di instansi-instansi lain, yang namanya tidak

dapat disebutkan satu per satu, atas berbagai dukungan dan kerja sama

yang diberikan selama ini.

Terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada almarhum

ayah, Rachmat Sukamihardja, S.H, dan ibu, Emmy Suheimi, yang telah

mencurahkan kasih sayang, tenaga, dan perhatiannya bagi kemajuan

pendidikan putra-putrinya.

Terima kasih khusus penulis haturkan kepada istri, Sri Siswanti

Naskah dan pidato ilmiah ini penulis

persembahkan untuk ayah dan ibu tercinta.

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201260 61

Agustina, dan kedua anak kami, Azis Hakim Sjafruddin dan Asri Nurani

Sjafruddin, yang tanpa lelah telah mencurahkan dukungan, motivasi, dan

kasih sayang kepada penulis untuk terus berkarya. Kepada kakak dan

adik serta segenap kerabat penulis haturkan terima kasih dan hormat

yang sedalam-dalamnya atas segala dukungan dan dorongan semangat

yang diberikan untuk terus maju dalam pendidikan dan karir selama ini.

ADB (2011). Asian Development Outlook 2011, South–South Economic

Links

Bates, D.M., Watts, D.G. (1988). Nonlinear Regression Analy¬sis and Its

Application. John Wiley & Sons, New York

Crow, RT, Young, K.H., Cooley, T. (1973). Alternative Demand Functions

for "Abstract" Transportation Modes. Transporta¬tion Research, Vol.

7, pp. 335-354

Crainic, T.G., Florian, M., Guelat, J., Spess, H. (1990). Strategic Planning of

Freight Transportation: STAN, An Interactive Graphic System.

Transportation Research Record, 1283, 97-124.

Departemen Perhubungan and Deptartemen Pekerjaan Umum (1986).

Report on the 1982 Survey of Interurban Road Traffic Origins and

Destinations in Indonesia. Vol. 1

Departemen Perhubungan Republik Indonesia (1988). Survey Asal-

Tujuan Transportasi Nasional (SALTRANNAS), Laporan Akhir, Buku

III-1 dan III-2

DAFTAR PUSTAKA

Elangovan, T., Crouch, F.O. (1989). Towards Simplified Transport

Planning Techniques for Cities in Developing Countries. Proceeding

of Seminar M, PTRC 17th SummerAnnual Meeting, pp. 11-25

Frazila, R.B. (2005). Optimization of Freight Transportation Network,

Ph.D. Dissertation, Hiroshima University, Japan.

Guelat, J., Florian, M., Crainic, T.G. (1990). A Multimode Multiproduct

Network Assignment Model for Strategic Planning of Freight Flows.

Transportation Science, 24 (1), 25-39.

INRO Consultants Inc. (1997). STAN User’s Manual Software Release 5,

Montreal.

JICA (2003) STRAMINDO (Study on the development of domestic sea

transportation and maritime industry in the Republic of Indonesia),

Final Report.

Kanafani, A. (1983). Transportation Demand Analysis. Mc¬Graw-Hill,

New York

Keputusan Menteri Perhubungan No.15/2010 tentang Cetak Biru

TransportasiAntarmoda/Multimoda Tahun 2010 – 2030

Kraft, G. and Wohl, M. (1967). New Directions for Pas¬senger Demand

Analysis and Forecasting. Transportation Research, Vol. I, pp. 205-230

Kraft, G. et.al. (1971). The Role of Transportation in Regional Economic

Develop¬ment. Lexington Book, London

Lewis, S, P. Cook, M. Minc (1990). Comprehensive Trans¬porta¬tion

Models: Past, Present and Future. Transportation Quarterly, Vol. IV/2,

April, pp. 297-316

Lubis HAS., Isnaeni M., Sjafruddin A, Dharmowijoyo (2005). Multimodal

Transport in Indonesia, Recent Profile and Strategy Development,

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201262 63

Proceeding EASTS Conference, Bangkok

Mayberry, JP (1970). Structural Requirements for Abstract-Mode Models

of Passenger Transportation. In Quandt, RE (ed). The Demand for

Travel: Theory and Measurement. Heath Lexington Books, pp. 103-125

McLynn, JM and T. Woronka (1969). Passenger Demand and Modal Split

Models.Arthur Young and Company, Bethesda

Monsod, S.C. (1966). A Cross-sectional Model of the Demand for Rail

Passenger Service in the Northeast Corridor. Studies in Travel

Demand, Mathematica, Vol. II, 157-178

Monsod, S.C. (1969). Relative Shares Model. Studies in Travel Demand,

Mathemati¬ca, Vol. V, pp. 66-87

Newman, P., Kenworthy, J. (1999). Sustainability and Cities Overcoming

Automobile Dependence, Island Press

Perpres No.26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik

Nasional

Perpres No.32/2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025

PricewaterhouseCoopers (2009), Transportation & Logistics 2030

Quandt, R.E., Baumol, W.J. (1966). The Demand for Abstract Transport

Modes: Theory and Measurement. Journal of Regio¬nal Science, Vol.6,

pp. 13-26

Quandt, R.E., Baumol, W.J. (1969). The Demand for Abstract Transport

Modes: Some Hopes. Journal of Regional Science, Vol. 9/1, pp. 159-162

Sjafruddin, A. (1992). Intercity Transport in Indonesia, Passenger Travel

Demand Modelling, Report No. 67, Institute of Roads, Transport and

Town Planning, Technical University of Denmark

Sjafruddin, A. (1997). Pengembangan Model Transportasi Penumpang

Antar Kota Pada Koridor Jawa – Sumatra, Jurnal Teknik Sipil - ITB,

Volume 4 No.2

Sjafruddin, A. (2011). Pembangunan Infrastruktur Transportasi untuk

Menunjang Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ilmu Pengetahuan,

Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) X, Lembaga Ilmu

Pengetahuan nasional, November 2011

Sjafruddin, A., Astuti, R.D., Frazilla, R.B. (1997), Model Mode-Specific

Transportasi Barang sebagai Alat untuk Mengevaluasi Kebijaksanaan

Pengembangan Jalan, Prosiding Konferensi Regional Teknik Jalan ke-

5, 22-24 September 1997

Sjafruddin, A., Pujianto, B. (1997), Pemodelan Kebutuhan Transportasi

Barang Regional Non-Jalan di Pulau Jawa dengan Model Simultan,

Warta Penelitian Departemen Perhubungan, No. 5,6

Sjafruddin,A., Frazila, R.B.,Astuti, R.D. (1999). Regional Freight Transport

Demand Modeling in the Java Island. Journal of the Eastern Asia

Society for Transportation Studies, Vol.3, 303-313.

Sjafruddin, A., Lubis, H.A.R. (2003). Modeling Inter-island Freight

Transportation Network in Indonesia, 8th JSPS Seminar on Marine

Transportation Engineering, Hiroshima

Sjafruddin, A., Lubis HAS., Frazila R.B., Dharmowijoyo, D. (2010). Policy

Evaluation of Multimodal Transportation Network, the Case of Inter

Island Freight Transportation in Indonesia, Asian Transport Studies

(ATS), Vol.1 Issue 1, Eastern Asia Society for Transportation Studies

(EASTS)

Sjafruddin, A., Lubis, HAS, Widodo, P.(2000). Sistem Transportasi

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

CURRICULUM VITAE

Nama : ADE SJAFRUDDIN

Tmpt & tgl lahir : Bandung, 3-9-1960

Istri : Sri Siswanti Agustina

Anak : 1. Azis Hakim Sjafruddin

2. Asri Nurani Sjafruddin

KK : Rekayasa Transportasi Fakultas

Teknik Sipil dan Lingkungan

6564

RIWAYAT PENDIDIKAN:

RIWAYAT PENUGASAN DI ITB

• 1967-1972 : SDN Ibu Dewi VI Cianjur/ SDN Jatayu III Bandung

• 1973-1976 : SMPN IX Bandung

• 1977-1980 : SMAN II Bandung

• 1980-1985 : Sarjana Teknik Sipil ITB

• 1988-1990 : M.Sc. , Transportation Engineering, The Technical

University of Denmark

• 1990-1993 : Ph.D. , Transportation Engineering, The Technical

University of Denmark

• Sept. 2011 : Profesor bidang Rekayasa Transportasi, FTSL

• Jan 2011 – skrg. : Wakil Dekan Bidang Akademik FTSL

• 2009 – 2010 : Pimpinan Unit Implementasi Proyek

Development of ITB (III) - JICA Loan

Berkelanjutan dan Masalah Dampak Lingkungan Transportasi

Perkotaan, Simposium Nasional dan Civil Expo 2000, HMS - Jurusan

Teknik Sipil ITB

Soliman, A.H., Gadi, A.M., Wyatt, D.A., Easa, S.M. (1991). Regulatory

Reform and Freight Mode Choice. Transportation 18, 261-284.

Soliman, A.H., Wyatt, D.A., Gadi, A.M., Sabounghi, R.L. (1990). Modal

Shift in Canadian Freight Transportation. Transportation Quarterly,

Vol.44, No.2, 283-301

The Centre for Sustainable Transportation (1997). Definition and Vision of

Sustainable Transportation

TRANSNET (2012). Regional Growth in Container Traffic 2003 – 2008

World Bank (1995). Sustainable Transport: Priority for Policy Reform

World Bank (2010). Connecting to Compete 2010 Trade Logistics in the

Global Economy, The Logistics Performance Index and Its Indicators

World Bank (2012). Connecting to Compete 2012 Trade Logistics in the

Global Economy, The Logistics Performance Index and Its Indicators

World Economic Forum (2010). The Global Competitiveness Report

2010–2011

World Economic Forum (2011). The Global Competitiveness Report

2011–2012

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 20126766

• 2009 – skrg. : Anggota Board of Reviewer LPPM

• 2008 – skrg. : Komisi Program Pascasarjana (KPPs)-FTSL

• 2007 – 2010 : Anggota Komisi Penelitian, LPPM

• 2003 – 2005 : Ketua Departemen Teknik Sipil

• 2002 – 2003 : Sekretaris Departemen Teknik Sipil

• 2001 – 2002 : Koordinator Sub-Departemen Rekayasa

Transportasi, Departemen Teknik Sipil

• 1998 – 2002 : Koordinator Pengutamaan Rekayasa

Transportasi, Program S2 Teknik Sipil

• 1993 - 1997 : Anggota Komisi Penelitian, Lembaga Penelitian

• 1993 - skrg. : Staf Pengajar pada Program S2 - STJR, S2/S3

Transportasi, S2/S3 Teknik Sipil

• 1993 - 2001 : Proyektan pada Proyek ITB (P2T)

• 1987 - skrg. : Staf Pengajar Program Sarjana Teknik Sipil

• 1983 - 1987 : Asisten di Departemen Teknik Sipil

1. Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI) - Bersertifikat

2. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI)

3. Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT)

4. EasternAsia Society for Transportation Studies (EASTS)

ORGANISASI PROFESI

POSISISUMBER DANA &

TAHUNNO.

HIBAH PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN

1. Ketua Tim

2. Ketua Tim

3. Ketua Tim

4. Anggota

5. Anggota

6. Ketua Tim

7. Anggota

8. Ketua Tim

9. Ketua Tim

Pengaturan Lalu-lintas di

Kawasan Alun-alun Bandung,

Pemodelan Kebutuhan

Transportasi Barang Regional di

Pulau Jawa

Metoda Pemecahan Masalah

Secara Komprehensif

Dynamic Origin-Destination (O-

D) Matrices Estimation from Real-

Time Traffic Count Information

Simulating Driver’s Route Choice

and Traffic Control Interaction

Evaluasi Kebutuhan Jumlah

Armada Taksi di Wilayah DKI

Jakarta

Optimasi Jaringan Perangkutan

Barang Nasional: Multi Moda dan

Multi Komoditi

Kajian/Evaluasi Komponen Biaya

Operasi dan Sistem Pentaripan

Taksi

Evaluasi Kebutuhan Ruang Parkir

dan Kelembagaan pada Pusat

Kegiatan di DKI

LPM – ITB, 1996

Hibah Bersaing V

Dikti, 1997-1998

Program Pening-

katan Relevansi PT

(PRF), 1999

Graduate Team

Research Grant

–Dikti, 1999-2000

Graduate Team

Research Grant

–Dikti, 1998-1999

Hibah Kerjasama LP

ITB - Bappeda DKI,

2002

Hibah Bersaing

Dikti, 2001

Hibah Kerjasama LP

ITB - Bappeda DKI,

2003

Hibah Kerjasama LP

ITB - Bappeda DKI,

2004

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201268 69

10. Ketua Tim

11. Ketua Tim

12. Ketua Tim

13. Ketua Tim

14. Ketua Tim

15. Ketua Tim

Analisis Kebijakan Transportasi

Barang di Era Otonomi Daerah

(Studi Kgasus Prov. NAD)

Sistem Jaringan Optimum

Transportasi Barang Antar Pulau

Kajian Penerapan Road Fund

Untuk Jalan Kabupaten dan Jalan

Kota

Model Pemilihan Angkutan

Penumpang Berbasis Aktivitas

Optimasi Perancangan Jaringan

Infrastruktur Transportasi Barang

Multimoda di Indonesia

Optimasi Jaringan Angkutan

Barang di Wilayah Perkotaan

Riset KK ITB, 2006

Hibah Bersaing

Dikti, 2006–2007

Riset Unggulan ITB,

2008

Hibah Pasca Dikti,

2008-2009

Riset Strategis

Nasional, Dikti,

2009

Riset Strategis

Nasional, Dikti,

2010

POSISISUMBER DANA &

TAHUNNO. JUDUL PENELITIAN

PENGHARGAAN

• 2003 Satyalancana Karya Satya 10 tahun

• 2009 The Best Paper Award for Enlightening Asia Specific

Topic, The 8 International Conference of Eastern Asia

Society for Transportation Studies (EASTS)

• 2012 Satyalancana Karya Satya 20 tahun

• 2012 Penghargaan Pengabdian 25 Tahun ITB

th

PUBLIKASI JURNAL DAN SEMINAR INTERNASIONAL

Sjafruddin, A

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A

Sjafruddin, A

Sjafruddin, A

Suraharta, I.H., ., Frazila, R.B., Driejana, D. (2012).

Modelling of Freight Transportation Network for Urban Area,

Proceedings of 1st International Conference on Regional Economic

Development Through Science Technology andArt, Medan

Sulistyorini, R., Tamin, O.Z., (2011). The Estimation of

Combined Model Parameter Based On Traffic Count in Equilibrium

Assignment and Study the Factors Affecting of These Accuracy,

Proceedings of the Eastern Asia Society for Transportation Studies,

Vol.8

Driejana, D., Riqqi, A., , Amri, S., Sofiyanti, I. (2011).

Spatial Mapping of CO2 Emissions from Major Roads in Bandung

City, Indonesia, Proceedings of the Eastern Asia Society for

Transportation Studies, Vo.8

., Lubis, H.A.S., Frazila R.B., Dharmowijoyo, D. (2010).

Policy Evaluation of Multimodal Transportation Network, the Case of

Inter Island Freight Transportation in Indonesia, Asian Transport

Studies (ATS), Vol.1 Issue 1, Eastern Asia Society for Transportation

Studies (EASTS)

Saleh., M S., Tamin O.Z, ., Frazila, R.B. (2009). Reducing

Road Maintenance Cost Caused of Overloading Truck With

Multimodal Freight Transportation Policy., Proceedings of The

EasternAsia Society for Transportation Studies., Vol. 7.

Sulistyorini, R., Tamin O.Z., . (2009). The Development

of Combined Gravity-Multinomial Logit Estimated From Traffic

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201270 71

Count Under Equilibrium Condition, Proceedings of The Eastern Asia

Society for Transportation Studies., Vol. 7.

Saleh M. S., Tamin O.Z., ., Frazila R.B. (2009),

Sustainable Transport Infrastructure Through Multimodal Freight

Transportation Policy, Proceedings The 1th International Conference

on Sustainable Infrastrukture and Built Environment in Developing

Countries, Bandung

Najid, Tamin, OZ., , Santoso I. (2005). Determination

Priority Road Improvement Alternatives Based on Region

Optimalization Case Study : Bandung City Indonesia, Proceedings of

The EasternAsia Society for Transportation Studies., Vol. 5

Lubis H.A.S., Isnaeni M., ., Dharmowijoyo, D. (2005).

Multimodal Transport In Indonesia Recent Profile and Strategy

Development, Proceedings of The Eastern Asia Society for

Transportation Studies., Vol. 5

, Lubis, H.A.S. (2003). Modeling Inter-island Freight

Transportation Network in Indonesia, 8 JSPS Seminar on Marine

Transportation Engineering, Hiroshima.

Lubis, H.A.S, , Putra, A.I., Pramono, D. (2003).

Developing Eastern Indonesia Multimodal Freight Transport

Network, 8 JSPS Seminar on Marine Transportation Engineering,

Hiroshima

Lubis, H.A.S, ., Sukirno, P., Isnaeni, M. (2003).

Sustainable Urban Transport and Land Use Planning: A Case Study of

Bandung Metropolitan Area, The 4 Ministers’ Forum on

Sjafruddin, A

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A

th

th

th

Infrastructure Development in the Asia-Pacific Region, The Expert

Meeting, Jakarta

Najid, Salim, H.T., Tamin, O.Z., . (2003). How

Transportation Influences the Interaction Residential and Business

Allocation in Bandung City Indonesia. Proceedings of the EasternAsia

Society for Transportation Studies, Vol.4

Tamin, O.Z., ., Purwanti, O. (2003). Public Transport

Demand Estimation by Calibrating, the Combined Trip Distribution -

Mode Choice (TDMC) Model from Passenger Counts : ACase Study in

Bandung, Indonesia. Proceedings of the Eastern Asia Society for

Transportation Studies, Vol.4, October 2003

, Lubis, H.A.R. (2002). Frazila, R.B. Indonesia’s Freight

O-D Data for the Transportation Demand Prediction, 7 JSPS Seminar

on Marine Transportation Engineering, Hiroshima, Oktober 2002.

Widodo, P., Kurniati, P. (2001). Demand Rate and

Elasticity of the Urban Taxi Service Based on the Stated Preference

Data, Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies,

Vol.4

Lubis, H.A.R., ., Karsaman R.H., Armijaya H.,

Munandar A.S. (2001). Developing Performance Indicators for Road

Development in Indonesia. Proceedings of the Eastern Asia Society for

Transportation Studies, Hanoi, Vol.3

Tamin, O.Z., ., and Hidayat, H. (2001). The Development

of Real Time Traffic Information System (RTTIS) for Bandung

(Indonesia). Proceedings of the 9 World Conference on Transport

Research (WCTR), Seoul.

Sjafruddin, A

Sjafruddin, A

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.,

Sjafruddin, A

Sjafruddin, A

th

th

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201272 73

Tamin, O.Z., and Okita, I.O. (2000). Impact of

Resolution of Zoning System and Road Network Definition on Route

Choice and Road Network Performance: A Case Study in Bandung

(Indonesia). Proceedings of the 2 Asia Pacific Conference and

Exhibition on Transportation and the Environment, Vol. 2

Tamin, O.Z., ., and Okita, I.O. (2000). The Impact of

Intersection Delay on Route Choice Behaviour in Urban Area.

Proceedings of the International Conference on Traffic and Transport

Psychology, Berne

, Astuti, R.D., Frazila, R.B. (1999). Regional Freight

Transport Demand Modeling in the Java Island, Journal of the Eastern

Asia Society for Transportation Studies, Vol.3, No.3

Prahara, E., Lubis, HAS, . (1999). Development of

Instantaneous Car Fuel Consumption Model, Journal of the Eastern

Asia Society for Transportation Studies, Vol.3, No.1

Tamin, OZ, , Hidayat, H. (1999). Dynamic Origin-

Destination (O-D) Matrices Estimation from Real-Time Traffic Count

Information, Journal of the Eastern Asia Society for Transportation

Studies, Vol.3, No.6

. (1992). Intercity Transport in Indonesia, Passenger

Travel Demand Modelling, Report No. 67, Institute of Roads,

Transport and Town Planning, Technical University of Denmark

Herry, P., Rahman, H., Hariyadi, E.S. (2012).

Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Berdasarkan Tinjauan

Sjafruddin, A.,

Sjafruddin, A

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A

PUBLIKASI JURNAL DAN SEMINAR NASIONAL

Sjafruddin, A.,

nd

Kondisi Struktural dan Fungsional Jalan (Studi Kasus : Jalan Lintas

Timur Sumatera). Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan, FTSL

– ITB (akan terbit 2012)

(2011). Pembangunan Infrastruktur Transportasi

untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ilmu

Pengetahuan, Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) X,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesi

Budiarto, A., , Santoso, I., Lubis, H.A.S (2010). Strategi

Peningkatan Pangsa Pasar Angkutan Umum di Kota Surakarta, Jurnal

Transportasi, Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi

(FSTPT), Vol 10, No. 3

Saleh, M.S., Tamin O.Z., , Frazila, R.B. (2010). Kebijakan

Sistem Transportasi Barang Multimoda di Provinsi Nangroe Aceh

Darussalam, Jurnal Transportasi, Forum Studi Transportasi antar

Perguruan Tinggi (FSTPT), Vol 10, No. 1

Suraharta, I.M., ., Santoso, I., Kusumawati, A. (2010).

Optimasi Jaringan Angkutan Barang di Perkotaan, Prosiding

Simposium XIII FSTP, Semarang

Kusumawati, A., Situmorang, S.P.F (2009), Strategi

Pemeliharaan Jalan Kabupaten/Kota dan Dampaknya Terhadap

Penghematan Biaya Pengguna Jalan (Studi Kasus Jalan Kota Bandung

dan Kabupaten Subang), Prosiding Seminar Nasional Kerjasama Tiga

Universitas UI-ITB-UGM, Bandung

Ramadhayanti, H., , Kusumawati, A. (2009), Kajian

Penerapan Instrumen untuk Pemeliharaan

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin A.

Sjafruddin, A

Sjafruddin, A.,

Sjafruddin, A.

Road Maintenance Fund

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201274 75

Jalan Kabupaten / Kota (Studi Kasus : Jalan Kota Bandung dan Kab.

Subang ) Prosiding Simposium XII FSTP, Surabaya

Haryoseno, , Mulyono A.T. (2009), Evaluasi Defisiensi

Infrastruktur Jalan Terhadap Keselamatan Lalu Lintas (Studi Kasus

Jalan Kolektor Primer Kabupaten Gunung Kidul), Prosiding

Simposium XII FSTP, Surabaya

Saleh, M.S., , Tamin, O.Z., Frazila, R.B. (2009). Pengaruh

Muatan Truk Berlebih Terhadap Biaya Pemeliharaan Jalan, Jurnal

Transportasi, Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi

(FSTPT), Vol 9. No. 1

Wirahadikusumah, RD, Haryoyudanto, A, Amalia, N.

(2008). Model Pemilihan Moda atas Pelayanan Monorel Jakarta

berdasarkan Data Stated Preference (SP). Jurnal Transportasi, Forum

Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT), Vol 8. No. 3

Rahardjo A., Armijaya, H., Munandar A. (2008).

Sensitivity Analysis of Transportation Production Cost In Indonesia,

Jurnal Transportasi, Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi

(FSTPT), Vol 8. No. 2.

Budiarto A., (2008). Kajian Terhadap Model Pemilihan

Moda Konvensional vs Model Pemilihan Moda Berbasis Aktivitas,

Simposium FSTPT XI, Semarang

, Lubis, HAS, Setiawan, B. (2007). Model Pemilihan

Moda Angkutan Penumpang Pesawat Terbang dan Kapal Cepat

dengan Data SP (Stated Preference) (Studi Kasus: Rute Palembang -

Batam), Jurnal Teknik Sipil ITB, Juni 2007

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.,

Sjafruddin, A.,

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin A.,

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

, Tamin O.Z., Saleh S.M. (2007). Analisis Pola

Transportasi Barang di Era Otonomi Daerah (Studi Kasus Propinsi

Naggroe Aceh Darussalam), Jurnal Teknik Sipil Unsyiah, Volume 6

Tahun VI No. 1

Budiarto A., (2007). Pemilihan Moda Angkutan

Penumpang Perkotaan Berbasis Aktivitas, Jurnal Transportasi –

FSTPT, Oktober 2007

Sugiyanto, G., , Siswosubroto, BI. (2007). Kajian

Pengaruh Penerapan Biaya Kemacetan (Congestion Charging)

Terhadap Penggunaan Angkutan Umum Studi Kasus: Koridor

Malioboro, Yogyakarta. Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan,

FTSL– ITB, Juli 2007,

Oetomo S.M., Santoso I. (2006). Kajian Instrumen

Pungutan Bagi Pengguna Jalan Untuk Dana Pemeliharaan di Propinsi

Jawa Barat, Jurnal Teknik Sipil, Januari 2006

Saleh. M.S., Tamin O.Z., (2006). Peran Jalan Alternatif

dan Analisis Transportasi Barang Pasca Tsunami di Prop. Naggroe

Aceh Darussalam, Jurnal Transportasi, FSTPT, Vol. 6 No. 2

Kusdian D., Salim A., Tamin O.Z., (2005). Penggunaan

Distribusi Normal dalam Memodelkan Sebaran Persepsi Biaya

Perjalanan dan Transformasi Box-Muller pada Pengambilan Sampel

Acak Model Pemilihan Rute dan Pembebanan Stokastik, Jurnal

Transportasi, FSTPT, Vol. 5 No. 2

et.al (2004). Agenda Reformasi Kebijakan Jalan Tol.

Seminar Nasional Pengembangan Jalan Tol di Era Otonomi Daerah,

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201276 77

Jakarta,April 2004.

Kusdian, D., Tamin, O.Z., Ridwan, A.S., (2003).

Penggunaan Fuzzy Logic untuk Pengembangan Pemodelan

Pemilihan Rute. Prosiding Simposium V Forum Studi Transportasi

Perguruan Tinggi (FSTPT), Makassar.

Najid, Salim, H.T., Tamin, O.Z., ., Interaksi Alokasi

Penduduk dan Retail (Bisnis) Didasarkan Efek Transportasi, Studi

Kasus : Kota Bandung. Prosiding Simposium V Forum Studi

Transportasi Perguruan Tinggi (FSTPT), Makassar.

Soedirdjo, T.L., Kadarsa (2002). Kebisingan Arus Lalu

Lintas Pada Jalan Tol Jakarta Tangerang, Konferensi Regional Teknik

Jalan ke-7, Denpasar

Purwanti O., Tamin O.Z., (2002), Pengembangan Model

Kombinasi Sebaran Pergerakan dan Pemilhan Moda Dengan

Memanfaatkan Informasi Arus Lalu Lintas, Konferensi Regional

Teknik Jalan ke-7, Denpasar

, Karsaman,. R.H., Munandar, A.S.(2001). Evaluasi

Kebutuhan Jumlah Armada Taksi (Studi Kasus di Wilayah DKI

Jakarta), Warta Penelitian Perhubungan, No. 03/THN XIII/2001

Yosritzal, Widodo P., (2001), Model Pemilihan dan

Tingkat Kebutuhan Angkutan Taksi di Kota Bandung, Jurnal Teknik

Sipil Vol 8 No.1 Januari 2001. ISSN 0853-2982

Indriany, S., , Tamin, O.Z. (2000). Studi Dampak

Pembebanan Elastis Dengan Kurva Permintaan Dan Capped Matrix

Terhadap Arus Lalu Lintas di Kotamadya Bandung, Prosiding

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A

Sjafruddin A.,

Sjafruddin A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Simposium III Forum Studi Transportasi Perguruan Tinggi (FSTPT),

Yogyakarta.

Murtedjo, T., Tamin, O.Z., (2000). Studi Penentuan

Time Slice Optimum Dalam Perhitungan MAT Dinamis untuk

Kotamadya Bandung, Prosiding Simposium III Forum Studi

Transportasi Perguruan Tinggi (FSTPT), Yogyakarta.

Oka, P., Tamin, O.Z., (2000). Estimasi Model Kombinasi

Sebaran Pergerakan dan Pemilihan Moda Berdasarkan Informasi Data

Arus Lalu Lintas, Prosiding Simposium III Forum Studi Transportasi

Perguruan Tinggi (FSTPT), 15 November 2000, UGM, Yogyakarta.

Tamin, O.Z., (2000). Konsep Pemanfaatan Data Arus

Lalulintas (IRMS) Untuk Menghasilkan MatriksAsal-Tujuan Nasional

dan Potensi Penggunaannya dalam Pengembangan Sistem Jaringan

Jalan. Prosiding Simposium II, Forum Studi Transportasi antar

Perguruan Tinggi (FSTPT), Surabaya

, Lubis, H.A.R.S., Widodo, P. (2000), Sistem

Transportasi Berkelanjutan dan Masalah Dampak Lingkungan

Transportasi Perkotaan, Prosiding Simposium Nasional & Civil Expo

2000, Bandung

, Widodo, P., Soedirdjo T.L. (2000), Tingkat dan

Elastisitas Kebutuhan Angkutan Taksi Perkotaan. Konferensi

Nasional Teknik Jalan Ke 6, Jakarta

Frazila, R.B., Validitas Suatu Model Kebutuhan

Transportasi Barang Antar Kota, Jurnal Transportasi, Forum Studi

TransportasiAntar Perguruan Tinggi, No.1 Tahun I

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.,

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 2012

Prof. Ade Sjafruddin

13 Oktober 201278 79

Astuti, R.D., (1998). Pemodelan Kebutuhan

Transportasi Barang Moda Jalan di Pulau Jawa, Prosiding Simposium

I Forum Studi TransportasiAntar Perguruan Tinggi, Bandung

, Pujianto, B. (1997), Pemodelan Kebutuhan

Transportasi Barang Regional Non-Jalan di Pulau Jawa dengan Model

Simultan, Warta Penelitian Departemen Perhubungan, No. 5,6

.,Astuti, R.D., Frazilla, R.B. (1997). Model Mode-Specific

Transportasi Barang sebagai Alat untuk Mengevaluasi Kebijaksanaan

Pengembangan Jalan, Prosiding Konferensi Regional Teknik Jalan ke-

5, September 1997

(1997). Pengembangan Model Transportasi

Penumpang Antar Kota Pada Koridor Jawa - Sumatra, Jurnal Teknik

Sipil - ITB, Vol. 4 No.2

(1995). Penerapan untuk

Mengantisipasi Perkembangan Perkotaan, Seminar 75 Tahun

Perkembangan Rekayasa Sipil di Indonesia, Bandung

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A

Sjafruddin, A.

Sjafruddin, A. Transport Demand Management