13
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5 249 Bidang 6 : Rekayasa sosial, pengembangan pedesaan dan pemberdayaan masyarakat PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA)BERBASIS KEARIFAN LOKAL Mustasyfa Thabib Kariadi 1 , M. Riyanton 2 1 Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: 1) pembelajaran keterampilan berbicara berbasis budaya lokal pada mahasiswa program BIPA di Universitas Jenderal Soedirman; 2) kendala yang dialami dalam pembelajaran keterampilan berbicara pada mahasiswa program BIPA di Universitas Jenderal Soedirman; 3) upaya mengatasi kendala pembelajaran keterampilan berbicara pada mahasiswa program BIPA di Universitas Jenderal Soedirman. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi: (1) Informan, yakni pengajar, koordinator BIPA, dan peserta BIPA, (2) dokumen, meliputi perangkat mengajar yang meliputi silabus pembelajaran, buku-buku penunjang dalam proses belajar mengajar di BIPA, dan (3) kegiatan pembelajaran BIPA. Dalam penelitian ini, peneliti menggukan teknik purposive (selektif/sengaja) dalam melakukan pengambilan sampel. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kritis. Teknik pengambilan data yang diterapkan, yaitu: (1) observasi, (2) wawancara, dan (3) analisis dokumen. Uji validitas data dengan menggunakan triangulasi metode dan triangulasi sumber data. Hasil penelitian disimpulkan bahwa 1) pembelajaran keterampilan berbicara berbasis budaya lokal pada mahasiswa program BIPA di Universitas Jenderal Soedirman sudah berjalan dengan baik; 2) kendala-kendala dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Universitas Jenderal Soedirman dapat dibedakan ke dalam empat sumber kesulitan, yaitu: a) peserta didik yang sangat heterogen baik dari sisi budaya, kemampuan, dan karakter menyulitkan para pengajar untuk menyampaikan materi secara seimbang, b) budaya pemelajar yang masih belum dapat menyesuaikan dengan budaya Indonesia, c) minat dan motivasi pembelajar yang masih kurang dalam mempelajari bahasa Indonesia, dan d) penguasaan bahasa Indonesia yang dimiliki oleh para pemelajar sangat beragam; 3) upaya mengatasi kendala di atas, yaitu dengan a) membuat variasi pada metode, model, dan materi pembelajaran, b) memberikan materi yang bersinggungan dengan budaya-budaya di Indonesia, c) memberikan motivasi pada pembelajar secara intens. Kata kunci: Pembelajaran keterampilan berbicara, budaya lokal, BIPA

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

249

Bidang 6 : Rekayasa sosial, pengembangan pedesaan dan pemberdayaan masyarakat

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR

ASING (BIPA)BERBASIS KEARIFAN LOKAL

Mustasyfa Thabib Kariadi1, M. Riyanton2

1Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: 1) pembelajaran keterampilan

berbicara berbasis budaya lokal pada mahasiswa program BIPA di Universitas Jenderal Soedirman; 2)

kendala yang dialami dalam pembelajaran keterampilan berbicara pada mahasiswa program BIPA di

Universitas Jenderal Soedirman; 3) upaya mengatasi kendala pembelajaran keterampilan berbicara pada

mahasiswa program BIPA di Universitas Jenderal Soedirman. Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif kualitatif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif.

Sumber data dalam penelitian ini meliputi: (1) Informan, yakni pengajar, koordinator BIPA, dan peserta

BIPA, (2) dokumen, meliputi perangkat mengajar yang meliputi silabus pembelajaran, buku-buku

penunjang dalam proses belajar mengajar di BIPA, dan (3) kegiatan pembelajaran BIPA. Dalam

penelitian ini, peneliti menggukan teknik purposive (selektif/sengaja) dalam melakukan pengambilan

sampel. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kritis. Teknik pengambilan data

yang diterapkan, yaitu: (1) observasi, (2) wawancara, dan (3) analisis dokumen. Uji validitas data

dengan menggunakan triangulasi metode dan triangulasi sumber data. Hasil penelitian disimpulkan

bahwa 1) pembelajaran keterampilan berbicara berbasis budaya lokal pada mahasiswa program BIPA

di Universitas Jenderal Soedirman sudah berjalan dengan baik; 2) kendala-kendala dalam pembelajaran

bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Universitas Jenderal Soedirman dapat dibedakan ke dalam

empat sumber kesulitan, yaitu: a) peserta didik yang sangat heterogen baik dari sisi budaya,

kemampuan, dan karakter menyulitkan para pengajar untuk menyampaikan materi secara seimbang, b)

budaya pemelajar yang masih belum dapat menyesuaikan dengan budaya Indonesia, c) minat dan

motivasi pembelajar yang masih kurang dalam mempelajari bahasa Indonesia, dan d) penguasaan

bahasa Indonesia yang dimiliki oleh para pemelajar sangat beragam; 3) upaya mengatasi kendala di

atas, yaitu dengan a) membuat variasi pada metode, model, dan materi pembelajaran, b) memberikan

materi yang bersinggungan dengan budaya-budaya di Indonesia, c) memberikan motivasi pada

pembelajar secara intens.

Kata kunci: Pembelajaran keterampilan berbicara, budaya lokal, BIPA

Page 2: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

250

PENDAHULUAN

Proses berbahasa tidak mungkin lepas dengan konteks budaya yang melatarbelakanginya. Hal

tersebut sejalan dengan Thanasoulas (2001) yang menyebutkan bahwa bahasa tidak akan terpisah dari

budaya, maksudnya, bahasa merupakan perangkat sosial yang diwarisi dari praktik dan keyakinan

yang menentukan cara hidup masyarakat tertentu. Aitchison (2008: 21) menjelaskan dalam

menyampaikan makna atau pun informasi kepada seseorang, ujaran atau pun isyarat suara yang

digunakan merupakan hal yang telah disepakati sebelumnya. Jika tata cara berbicara seseorang tidak

sesuai norma sosial dan budaya, orang tersebut akan mendapatkan penolakan oleh masyarakat.

Oleh karena itu,

Pembelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan sebagai bahasa kedua membuat pengajaran

bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA) menjadi berbeda. Pengajaran BIPA lebih kompleks

disebabkan pembelajar berasal dari berbagai negara dan latar belakang budaya yang berbeda antara

satu dengan yang lain. Kondisi ini membuat pemelajar BIPA harus diberikan sistem pembelajaran yang

sesederhana mungkin agar pemelajar merasa nyaman dalam proses pemerolehan kosakata baru.

Tingkat kemampuan pemerolehan bahasa kedua seseorang dapat diukur melalui tes yang dinamakan

MLAT (Modern Language Aptitude Test) atau pun LAB (Language Aptitude Baterry) yang

meliputi tiga komponen bakat, yaitu (1) kemampuan mengingat kata-kata baru dalam bahasa asing; (2)

kemampuan untuk menganalisis struktur kata dalam bahasa asing; (3) kemampuan dalam

mengidentifikasi pola dan hubungan makna atau struktur kalimat (Carroll, 1973; Carroll & Sapon,

1959). Banyak faktor yang menjadikan pemelajar asing tertarik dalam mempelajari bahasa

Indonesia, seperti yang dikemukakan Agustina, Andayani, dan Wardani (2013) bahwa keadaan

Indonesia yang multikultural menjadi salah satu daya tarik bagi pemelajar asing untuk belajar

bahasa Indonesia karena bahasa adalah salah satu media terpenting yang harus dimiliki agar dapat

mengetahui keunikan bangsa Indonesia. Selanjutnya, Budiana, Indrowaty, dan Ambarastuti (2018: 109)

mengemukakan pemberlakuan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) berdampak besar pada

perkembangan minat program bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA). Indonesia yang

mempunyai keanekaragaman budaya dan wilayah yang strategis ditinjau dari segi ekonomi menjadi

sasaran bagi warga asing untuk memperluas kerjasama. Para investor atau pelaku kegiatan ekonomi

harus dapat menggunakan bahasa Indonesia dalam melakukan aktivitasnya di Indonesia. Hal ini

menyebabkan peningkatan jumlah pemelajar BIPA baik yang belajar di Indonesia maupun yang di luar

negeri. Permintaan yang semakin tinggi tersebut mendorong beberapa perguruan tinggi di Indonesia

dalam merencanakan program pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing secara lebih

serius.

Beberapa negara telah lama menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing, bahkan

program Indonesian Studies sudah dikembangkan juga di beberapa universitas di Australia dan

Cina. Di komunitas ASEAN sendiri, bahasa Indonesia memiliki posisi yang cukup penting. Dari

kalkulasi kuantitatif ada setidaknya ada 600 juta orang di Asia Tenggara, dimana 40% dari jumlah

tersebut berbahasa Indonesia (Antara News, 8 Mei 2017). Maka tidak heran ketika bahasa Indonesia

diusulkan untuk menjadi bahasa resmi negara-negara ASEAN (Kompas,10 Mei 2011).

Keadaan ini membuat bahasa Indonesia dalam lingkup internasional menduduki area penting.

Hal tersebut memengaruhi pada pengembangan kurikulum pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur

asing agar sesuai dengan standar Internasional dan kondusif dalam penyelenggaraannya. Dalam hal

ini, identitas kultural Indonesia semestinya diintegrasikan dalam pembelajaran. Dengan mempelajari

Page 3: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

251

konteks budaya, kehidupan sosial masyarakat Indonesia,

dan norma-norma sebagai nilai entitas masyarakat penutur asing dapat mempelajari karakter Indonesia

yang merupakan sine qua non (prasyarat mutlak). Hal ini dapat dipahami karena bahasa merupakan

salah satu cermin jati diri masyarakat sehingga kajian dan pembelajarannya tidak dapat dilepaskan dari

kehidupan masyarakat.

Bagi penyelenggara program BIPA, prinsip dasar pengajaran BIPA yang selama ini dimaksud

memang bukan sesuatu yang harus baku adanya. Namun, apabila akan mewujudkan bentuk pengajaran

BIPA sesuai dengan prosedur yang benar, maka acuan dasar pembelajaran tersebut menjadi persyaratan

penting dan seharusnya dipenuhi (Stern, 1987). Pengajaran BIPA memiliki tujuan kompetensi

tertentu, yaitu membentuk pemelajar BIPA memiliki kemampuan berbahasa secara baik dan benar.

Oleh karena itu, persoalan karakteristik personal pemelajar dan persoalan budaya ikut dilibatkan

dalam penciptaan pengajaran BIPA (Stern, 1987; Surajaya, 1996; Widodo, 1994). Pengajaran

BIPA sebagai sebuah program, tentu memiliki pijakan yang jelas sebagaimana tampak pada prinsip

dasar pembelajaran pada umumnya. Demikian pula, sebagai bentuk pembelajaran bahasa sudah

semestinya juga mendasarkan pada kaidah konseptual pembelajaran bahasa asing yang menjadi

landasan pendekatannya. Kaidah konseptual yang dimaksud terutama bersumber pada teori bahasa dan

teori pembelajaran bahasa (Spolsky, 1980; Stern, 1987). Mulyono (2004:41) mengemukakan bahwa

pembelajaran bahasa indonesia untuk pemelajar asing dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu kelas

pemula, menengah, dan atas.

Pengajaran bahasa Indonesia diharapkan tidak sekadar mengajarkan teori bahasa tetapi pemelajar

mampu berbicara bahasa Indonesia. Keterampilan berbicara termasuk keterampilan bahasa yang

sangat komplek karena tidak hanya sekadar paham terhadap masalah yang akan diinformasikan,

tetapi juga memahami kemampuan dalam menggunakan perangkat kebahasaan dan nonkebahasaan

(Muliastuti: 2010). Menurut Saddhono (2013) Pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing

(BIPA) bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa asing di Indonesia,

termasuk yang diselenggarakan di Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED).

Keberhasilan pengajaran tergantung dari berbagai unsur, diantaranya model, metode, dan

materi pembelajaran yang dipilih dalam proses pembelajaran. Pentingnya unsur-unsur tersebut

di dalam proses pembelajaran mengharuskan seorang guru mampu merancang rencana pembelajaran

sebelum melakukan proses pembelajaran.

Dari latar belakang tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian terkait pembelajaran

keterampilan berbicara berbasis budaya lokal pada mahasiswa BIPA di Uniersitas Jenderal

Soedirman.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian studi kasus juga peneliti gunakan dalam penelitian ini. Robert (2001)

menjelaskan bahwa studi kasus ialah strategi yang lebih cocok digunakan jika rumusan masalah

penelitian how atau why jika peneliti hanya memiliki sedikit kesempatan dalam mengontrol berbagai

peristiwa yang akan diselidiki dan apabila fokus penelitian terletak pada fenomena masa kini di

dalam kehidupan nyata.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka sampel cenderung lebih bersifat purposive

(selektif/sengaja) dari pada acak (Miles dan Huberman, 1992: 47). Pemilihan sampel secara

purposive sampling dilakukan dengan mengambil sampel memakai pertimbangan tertentu (Indriantoro

dan Supomo, 2002: 131). Teknik sampling bersifat selektif dilakukan dengan pertimbangan

Page 4: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

252

berdasarkan konsep teoritis yang digunakan, keingintahuan pribadi, karakteristik empiris yang

diarahkan bagi usaha generalisasi teoritis. Berdasarkan teknik sampling ini peneliti hanya akan memilih

informan yang dirasa mengetahui permasalahan pembelajaran BIPA khususnya keterampilan berbicara

berbasis budaya lokal di lembaga BIPA Wilayah . Peneliti memilih dari pembelajar di masing-masing

lembaga BIPA yang memiliki jenjang akademik berbeda-beda dan tujuan belajar yang berbeda-beda

pula, informan meliputi pengelola, pengajar, dan pembelajar BIPA di universitas negeri .

Sumber data yang digunakan untuk pengumpulan informasi dan data dalam penelitian ini ada

tiga. Ketiga sumber data tersebut, yaitu :

1. Informan

Informan yaitu seorang yang dapat memberikan informasi atau keterangan mengenai seluk-

beluk permasalahan yang diperlukan dalam penelitian. Sutopo (2005: 50) menjelaskan bahwa dalam

penelitian kualitatif, posisi narasumber sangat penting, sebagai individu yang memiliki informasi.

Sumber data yang berupa manusia di dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sebagai informan

daripada sebagai responden. Informan dalam penelitian ini adalah pengajar, koordinator BIPA, dan

mahasiswa BIPA.

2. Dokumen

Dokumen atau arsip merupakan bahan tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas

tertentu (Sutopo: 2002:54). Dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah perangkat mengajar

yang meliputi silabus pembelajaran, buku-buku penunjang dalam proses belajar mengajar.

3. Akftivitas peserta BIPA dan pengajar pada waktu melaksanakan kegiatan belajar mengajar

keterampilan berbicara. Kegiatan belajar mengajar yang diamati adalah kegiatan belajar mengajar yang

dilakukan oleh pengajar BIPA yang mengajarkan keterampilan berbicara.

Data di dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara, observasi, dan analisis

dokumen. Wawancara dilakukan terhadap pengajar dan peserta BIPA di Universitas Jenderal

Soedirman . Menurut Meolong (2007: 186) wawancara merupakan percakapan antar seseorang

yang bertujuan untuk mendapatkan informasi atau maksud tertentu. Wawancara digunakan untuk

memperoleh data yang berkenaan dengan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran,

hambatan yang dialami dalam pembelajaran, solusi instruktur untuk mengatasi hambatan dalam proses

pembelajaran, dan evaluasi proses pembelajaran. Teknik pengumpulan data melalui wawancara

dilakukan kepada informan yang diperlukan yaitu pengajar, pengelola BIPA di Universitas Jenderal

Soedirman , dan pembelajar BIPA. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan pertanyaan

terstruktur dan bersifat lentur guna menggali pandangan subjek penelitian tentang hal-hal yang sangat

dibutuhkan peneliti.

Dalam observasi ini, peneliti hanya bersifat pasif di lokasi dan sama sekali tidak berperan

sebagai apapun selain hanya sebagai pengamat, tetapi hadir dalam konteksnya (Sutopo, 2002: 66).

Peneliti mengamati langsung terhadap kegiatan pembelajaran, tingkah laku pembelajar dan pengajar.

Hal- hal yang diamati terutama yang berkaitan dengan masalah (1) bagaimana pengajar melaksanakan

pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia, (2) bagaimana pembelajar belajar keterampilan

berbicara bahasa Indonesia, dan (3) masalah- masalah yang muncul dari hasil interaksi keduanya.

Sugiyono (2011: 329) menyatakan bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu. Sedangkan teknik analisis dokumen dilakukan dengan cara mentranskip dokumen berupa

Page 5: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

253

administrasi yang berkaitan dengan sumber siswa yang diteliti, silabus, dan daftar nilai

keterampilan berbicara peserta BIPA terutama yang berkaitan dengan kebudayaan lokal.

Triangulasi sumber data dimaksudkan untuk: (1) membandingkan antara data hasil pengamatan

dengan hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan yang

dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Sementara itu, triangulasi metode dimaksudkan sebagai pengecekan derajat kepercayaan penemuan-

penemuan hasil penelitian melalui beberapa teknik pengumpulan data. (Moleong, 1995: 178).

Dengan demikian, triangulasi data mengarahkan peneliti agar dalam mengumpulkan data, wajib

menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Selain itu, untuk mendapatkan data yang valid,

peneliti melakukan review informan, teknik ini digunakan untuk menanyakan informan, apakah data

yang diperoleh dari hasil wawancara sudah valid atau belum.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis interaktif

(interactif model of analysis). Menurut Miles dan Huberman (1992: 20), teknik analisis ini

mencakup analisis kritis terhadap kelemahan dan kelebihan kinerja siswa dan guru dalam proses belajar

mengajar yang terjadi di dalam kelas selama penelitian berlangsung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pembelajaran Keterampilan Berbicara Berbasis Budaya Lokal

Keberhasilan pembelajaran BIPA di Universitas Jenderal Soedirman di dipengaruhi oleh banyak

faktor, di antaranya model pengajaran yang diterapkan pengajar. Dalam pengajaran BIPA, model

pengajaran yang sesuai dengan kondisi pemelajar dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dengan

cepat. Dalam kelas BIPA ada beberapa prinsip yang harus diterapkan, yaitu berbicaralah dengan semua

pemelajar dengan menggunakan bahasa Indonesia, diminimalisir penggunaan bahas Inggris (jangan

hanya berbicara dengan pemelajar yang paling fasih berbahasa Indonesia), bahasa Indonesia digunakan

sebagai bahasa pengantar proses belajar mengajar, perkenalkan pemelajar secara pribadi dengan

penutur asli atau melalui video, beri dorongan pemelajar untuk menggunakan bahasa Indonesia di

luar kelas secara mandiri, rancang aktivitas berbahasa yang melibatkan pembelajar secara pribadi,

lebih berfokus pada pengajaran bukan pada evaluasi, carilah cara yang efektif untuk memanfaatkan

media pengajaran yang sejalan dengan bahan pengajaran yang akan disajikan.

Sukses tidaknya suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh pemegang kendali pelaksana

belajar mengajar. Pengajar yang berkualitas cenderung menghasilkan pembelajaran yang berkualitas,

demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu, pengajar BIPA hendaknya tidak hanya memiliki kompetensi,

performansi, dan sikap keindonesian yang baik. Akan tetapi, juga memiliki wawasan yang luas,

terutama pada aspek budaya, baik yang bersifat lokal maupun internasional. Sehingga proses

pembelajaran dapat berjalan lebih bervariasi, memiliki kemampuan untuk meningkatkan motivasi para

pemelajar BIPA, relevan dengan konteks budaya bahasa Indonesia, serta memiliki khasanah yang luas.

Sebelum proses pembelajaran berlangsung salah satu yang harus dipahami pengajar adalah

model pembelajaran. Bagaimana seorang pengajar mampu menggunakan model pembelajaran

yang tepat disesuaikan dengan materi dan kondisi pemelajar. Sebagai pelaksana pembelajaran,

pengajar wajib menguasai komponen pembelajaran dan mampu menyajikannya materi yang

diajarkan kepada pemelajar BIPA secara efisien dan sederhana sehingga mereka mampu menyerap

dan menguasai dan menggunakan bahasa Indonesia sebagaimana tujuan dari pembelajaran BIPA

Page 6: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

254

tersebut.

Melalui temuan di lapangan dan dari hasil analisis data, peneliti menyimpulkan bahwa pengajar

telah menggunakan model yang menyenangkan seperti halnya model contextual teaching and learning,

yaitu pengajar membantu pemelajar untuk menghubungkan kegiatan dan bahan ajar dengan situasi

nyata yang ada dan mengambil materi tentang budaya lokal bagi pemelajar, yang dapat memotivasi

pemelajar untuk dapat menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari

para pemelajar BIPA, entah konteks lingkungan ketika mereka di Indonesia atau pun konteks

lingkungan yang berkaitan dengan negeri asal para pemelajar BIPA tersebut.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan para pemelajar ke dalam

proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan yang diharapkan.

Pembelajaran seharusnya memperhatikan kondisi individu pemelajar BIPA karena mereka yang

belajar, dan setiap mahasiswa tentunya memiliki kemampuan dan budaya yang berbeda-beda.

Masing-masing mahasiswa memiliki karakter yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Oleh

karena itu, pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan perbedaan setiap individu. Selama

ini masih sangat jarang hal-hal seperti ini diperhatikan. Kebanyakan guru/pendidik masih melihat

kemampuan anak didiknya dari satu sudut pandang saja.

Pembelajaran bahasa Indonesia meliputi beberapa keterampilan berbahasa (menyimak, membaca,

menulis, dan berbicara). Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sangat penting

dan menunjang ilmu-ilmu lainnya. Akan tetapi, selama ini masih memiliki porsi perhatian yang tidak

lebih dibandingkan keterampilan berbahasa lain (membaca, dan menulis).

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran BIPA

yang dilaksanakan oleh pengajar sudah mengarah pada empat aspek keterampilan berbahasa. Pola

pembelajaran berjalan dua arah, jadi pembelajar berperan aktif dalam proses pembelajaran tidak hanya

didominasi oleh pengajar. Kegiatan pembelajaran yang sudah mengarah pada kemampuan

berbahasa Indonesia ini terlihat dari beberapa kegiatan, yaitu presentasi pembelajar di dengan topik

tertentu baik secara kelompok maupun individu, diskusi antar pemelajar dan pengajar, tanya jawab antar

pemelajar dan dosen.

Dari sisi pemilihan model, model yang digunakan dalam proses pembelajaran merupakan salah

satu faktor yang menentukan keberhasilan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, pengajar harus

menguasai dan menggunakan model pengajaran yang tepat dan sesuai dengan materi dan kondisi

pembelajar. Begitu juga dengan pemilihan metode pembelajaran pengajar dalam pelaksanaan

pembelajaran BIPA tidak hanya menggunakan satu metode saja, tetapi menggunakan metode yang

bervariasi sehingga pembelajar merasa nyaman dan tidak bosan. Selain itu, menurut Andayani

(2012) keefektifan penerapan media interaktif dapat dilihat pada hasil kajian yang menyatakan

bahwa penerapan program media interaktif berusaha sungguh-sungguh dalam menciptakan

kegembiraan saat proses pembelajaran. Penelitian yang dilakukan Andayani menemukan bagaimana

cara mengarahkan kelas menjadi kelas dengan proses pembelajaran yang optimal dan dapat

mencapai semua jenis latar belakang murid. Selain itu, dapat membuat sekolah menjadi lebih produktif

dan menyenangkan bagi murid, Marrie (dalam Andayani: 2012)

Dalam menerapkan model atau metode yang dilakukan pengajar, faktor pemelajar tidak terlalu

berpengaruh, namun menurut pengajar yang menjadikan penentu tingginya motivasi dalam proses

pembelajaran adalah tingkat kesulitan materi. Penggunaan metode yang tidak bervariasi juga dapat

menimbulkan kejenuhan bagi pembelajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana (1986:69) bahwa

Page 7: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

255

dalam praktik mengajar metode yang baik digunakan adalah metode mengajar yang bervariasi/

kombinasi dari beberapa metode. Pernyataan Sudjana tersebut diperkuat oleh pendapat Djamarah

(1996:83), bahwa penggunaan metode yang tidak bervariasi akan mengakibatkan pengajaran

monoton dan membosankan. Apabila hal itu menjadikan minat belajar mahasiswa BIPA hilang.

Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Salah satu

metode dikatakan baik apabila menjadikan proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, sesuai

dengan materi yang disampaikan dan menjadikan pemelajar senantiasa termotivasi dalam proses

pembelajaran.

Metode pembelajaran yang bervariasi secara tidak langsung dapat menimbulkan semangat dan

motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran. Seperti halnya yang diungkapkan Asmani

(2011) memahami dan mempraktikakan metode mengajar adalah suatu keniscayaan, karena dari sini

guru dapat mengetahui metode mana yang bisa membuat proses pembelajaran menjadi aktif, kreatif,

efektif, dan menyenangkan. Selain itu, menurut Wojowasito (dalam Soegihartono: Prosiding The

4th

International Conference on Indonesian Studies:

“Unity, Diversity and Future”) pembelajaran BIPA dimaksudkan untukmemperkenalkan bahasa

Indonesia kepadapara penutur asing untuk berbagaikepentingan, baik pengajaran maupun komunikasi

praktis.

Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan tim pengajar,

dapat dilaporkan bahwa pengajar menggunakan metode yang bervariasi. Beberapa metode yang

digunakan adalah: (1) metode ceramah, (2) metode tanya jawab, (3) metode cooperative script, (4)

metode penugasan, (5) metode latihan, (6) metode demonstrasi dan (7) permainan.

Dilihat dari sisi media, pengajar sudah memanfaatkan media sehingga dapat memberikan

pengaruh positif bagi pembelajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media tersebut dapat digunakan

untuk memotivasi pembelajar agar lebih aktif dalam menggunakan bahasa Indonesia, memperjelas

informasi atau pesan pelajaran, memberikan penekanan pada bagian-bagian yang penting,

memberikan variasi proses pembelajaran, dan mengurangi rasa jenuh.

Dari sisi penilaian, penilaian pasti ada dalam setiap proses pembelajaran. Adanya penilaian

dimaksudkan sebagai suatu kegiatan untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan hasil belajar

pembelajar selama kegiatan pembelajaran. Suwandi (2005:3) mengatakan bahwa penilaian adalah suatu

proses untuk mengetahui apakah suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah

ditetapkan. Penilaian yang dilakukan dalam pembelajaran BIPA dapat dilakukan sebelum, saat, dan

sesudah kegiatan pembelajaran. Penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes.

Penilaian mempunyai tujuan untuk: (1) mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran, (2)

mengetahui kinerja belajar siswa, (3) mengetahui kesulitan belajar siswa, (4) memberikan

umpan balik terhadap peningkatan mutu program pembelajaran, (5) menjadi alat pendorong dalam

meningkatkan kemampuan siswa, (6) menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan jurusan,

kenaikan kelas, atau kelulusan, (7) menjadi alat penjamin, pengawasan, dan pengendalian mutu

pendidikan, dan (8) merupakan bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat

jika penilaian dilakukan secara sistematik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengajar, penilaian pembelajaran BIPA dilaksanakan

sebelum, saat, dan setelah proses pembelajaran berlangsung. Penilaian proses dilakukan dengan

mengamati aktivitas yang dilakukan pemelajar BIPA selama proses pembelajaran. Penilaian hasil

Page 8: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

256

dilakukan saat pengajar memberikan latihan atau tes pada siswa. Penilaian dilakukan dengan tes atau

nontes.

Penilaian yang dilakukan pengajar selain itu adalah penilaian kinerja pemelajar. Misalnya mereka

diminta untuk membuat kerangka penulisan ilmiah dan dipresentasikan lalu dievaluasi oleh

pengajar. Setelah mengalami revisi dari pengajar, pemelajar memperbaiki tulisannya, sampai

pada tahap sempurna.

2. Kendala yang Dihadapi dalam Pembelajaran BIPA

Setiap pelaksanaan pembelajaran pasti mengalami kendala. Begitu juga pelaksanaan pembelajaran

BIPA pada Universitas Jenderal Soedirman di pastilah terdapat beberapa kendala yang dihadapi

pengajar. Kendala-kendala pembelajaran yang sudah diidentifikasi oleh peneliti kemudian didiskusikan

dengan cara musyawarah antar pengajar untuk mencari solusinya. Dengan ditemukannya solusi atas

kendala-kendala yang menghambat pembelajaran di kelas BIPA, maka diharapkan agar pembelajaran

BIPA dapat berlangsung lebih baik dari sebelumnya, maka kendala-kendala yang dialami harus dicari

solusinya baik oleh pengajar maupun penyelenggara pendidikan.

Dari hasil wawancara dan observasi, tidak terdapat banyak kendala dari faktor pengajar. Kendala

yang ditemukan lebih banyak berasal dari faktor pemelajar BIPA. Adanya perbedaan kemampuan,

minat, dan budaya menjadikan pembelajaran BIPA harus dilaksanakan sedikit terhambat. Namun

demikian, dengan motivasi belajar bahasa yang berbeda-beda menjadikan proses pembelajaran

kurang bisa berjalan sesuai dengan harapan. Pemelajar yang memiliki tingkat motivasi lebih rendah

cenderung kurang memperhatikan, daripada mahasiswa yang memiliki tingkat akademik tinggi.

Kendala lain yang disampaikan oleh pemelajar yaitu kurangnya waktu yang tersedia.

Berkomunikasi dengan bahasa non formal menurut mereka dapat dilakukan dengan mudah namun yang

diperlukan waktu lebih adalah belajar bahasa yang formal. Seperti halnya hasil observasi peneliti,

mahasiswa Jepang dan Korea masih belum tepat dalam melafalkan kosa kata bahasa Indonesia.

Menurut pengajar, untuk memperbaiki pelafalan membutuhkan waktu yang lebih. Sehingga tidak

cukup dengan waktu yang tersedia harus memperbaiki pelafalan.

3. Upaya untuk Mengatasi Kendala dalam Pembelajaran BIPA

Berdasarkan temuan di lapangan, dapat dijabarkan beberapa upaya pengajar untuk mengatasi

kendala-kendala yang dihadapi pada pembelajaran keterampilan berbicara BIPA. Upaya yang

dilakukan mengatasi kendala yang berasal dari kondisi kelas yang sangat heterogen, bisa diatasi dengan

memberikan porsi yang sesuai antara mahasiswa yang akan lanjut studi dan yang hanya belajar bahasa.

Pengajar mencoba memilih materi yang sesuai dengan karakteristik pembelajar sehingga semua

dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Tidak ada yang merasa terlalu diperhatikan atau

sebaliknya. Pengajar juga menerapkan model, metode yang variatif sehingga tidak membosankan

pembelajar.

Upaya pengajar untuk mengatasi perbedaan budaya dari masing- masing pembelajar dan agar

pembelajar belajar memahami budaya di Indonesia, pengajar mencoba untuk menyelipkan materi-

materi tentang budaya sehingga sedikit demi sedikit mereka dapat memahami budaya satu dengan

yang lainnya. Lestyarini (2012) menyampaikan bahwa satu hal lagi yang menjadi bentuk kesadaran

sebagai bagian dari masyarakat internasional adalah pengembangan wawasan global yang menjadi

sarana dan upaya mengenal dan memahami negara lain. Upaya ini terus dilakukan untuk

mengharmonisasikan berbagai dimensi kehidupan yang tercermin dari sikap, perilaku, dan kebiasaan

Page 9: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

257

yang terpuji dalam proses pembelajaran di kelas maupun dalam keseharian hidup.

Upaya pengajar untuk mengatasi kurangnya minat dan motivasi pembelajar dalam mengikuti

proses pembelajaran dengan memberikan motivasi misalkan memberikan cerita-cerita, mencoba

mencari materi- materi yang menarik seperti budaya lokal yang dapat mereka nikmati secara langsung

sehingga dapat mengurangi kejenuhan dan menumbuhkan motivasi pembelajar, dan menjelaskan

manfaat belajar bahasa Indonesia.

Menurut Uno (2006:28), seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu akan berusaha

mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Sebaliknya,

apabila seseorang kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka dia tidak tahan lama belajar.

Dia mudah tergoda untuk mengerjakan hal yang lain. Hal tersebut berarti bahwa motivasi sangat

berpengaruh terhadap ketahanan dan ketekunan belajar serta hasil belajar siswa.

Selain itu, motivasi belajar penting bagi peserta didik dan guru. Bagi peserta didik pentingnya

motivasi belajar adalah sebagai berikut: (1) Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan

hasil akhir. (2) Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar. (3) Mengarahkan kegiatan belajar.

(4) Membesarkan semangat belajar. (5) Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan

kemudian bekerja (di sela-sela istirahat atau bermain) yang berkesinambungan; individu dilatih untuk

menggunakan kekuatannya sedemikian rupa sehingga dapat berhasil (Dimyati dan Mudjiono, 2002).

Pengajar memberikan waktu tambahan bagi mahasiswa yang merasa kurang puas atau ingin

menanyakan beberapa hal pada saat pembelajaran di luar jam pelajaran. Selain itu pengajar harus

selalu siap dengan berbagai macam materi sehingga ketika pembelajar belum siap untuk

melanjutkan materi sebelumnya, pengajar dapat mengganti sementara dengan yang lain. Hal

ini menghindari kejenuhan atau kebosanan pembelajar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan pengajar untuk mengatasi

kendala-kendala pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing, yaitu: a) kendala yang

diakibatkan penempatan peserta didik yang sangat heterogen sehingga tidak berimbang dapat

diatasi dengan membuat variasi pada metode, model, dan materi pembelajaran, b) kendala yang

diakibatkan budaya pembelajar yang masih belum dapat menyesuaikan dengan budaya Indonesia bisa

diatasi dengan memberikan materi yang bersinggungan dengan budaya- budaya di Indonesia, c)

kendala yang disebabkan motivasi pembelajar yang masih kurang dapat diatasi dengan memberikan

motivasi pada pembelajar secara intens, d) kendala yang disebabkan materi, pembelajar berusaha

menyediakan bermacam-macam materi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil temuan penelitian dan hasil analisis data, dapat disimpulkan sebagai

berikut.

1. Perencanaan pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing diawali dengan menyusun

silabus, pemilihan sumber ajar yang sesuai, setelah itu menentukan materi yang dapat

meningkatkan motivasi peserta BIPA dalam belajar bahasa Indonesia. Kurikulum dan silabus

sudah dipersiapkan dari pihak BIPA UNSOED sehingga pengajar hanya mempersiapkan RPP

yang dibuat secara sederhana. Pengajar tidak diwajibkan menyusun RPP, tetapi diwajibkan

menyusun laporan pembelajaran yang telah dilakukan.

2. Pembelajaran pada materi keterampilan berbicara bahasa Indonesia bagi penutur asing

senantiasa dilaksanakan dengan menghubungkan kegiatan dan bahan ajar yang berkaitan dengan

situasi nyata, dan tak jarang para pengajar menyelipkan materi budaya untuk dapat memotivasi

Page 10: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

258

pembelajar untuk menghubungkan antara budaya yang ada di Indonesia dengan budaya yang

ada di negara asal masing-masing dari mahasiswa BIPA, dan pengajar lebih sering menggunakan

model contextual teaching learning.

3. Kendala-kendala dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Universitas

Jenderal Soedirman di dapat dibedakan ke dalam empat sumber kesulitan, yaitu: a) peserta

didik yang sangat heterogen baik dari sisi budaya, kemampuan, dan karakter menyulitkan para

pengajar untuk menyampaikan materi secara seimbang, b) budaya pemelajar yang masih belum

dapat menyesuaikan dengan budaya Indonesia, c) minat dan motivasi pembelajar yang masih

kurang dalam mempelajari bahasa Indonesia, dan d) penguasaan bahasa Indonesia yang dimiliki

oleh para pemelajar sangat beragam sehingga komunikasi antara pengajar dan pemelajar sedikit

terhambat. Upaya yang dilakukan pengajar untuk mengatasi kendala-kendala pembelajaran

bahasa Indonesia bagi Penutur Asing, yaitu a) Peserta didik yang sangat heterogen baik dari sisi

budaya, kemampuan, dan karakter dapat diatasi dengan membuat variasi pada metode, model,

dan materi pembelajaran, b) budaya pemelajar yang masih belum dapat menyesuaikan

dengan budaya Indonesia dapat diatasi dengan memberikan materi yang bersinggungan

antara budaya-budaya yang ada di Indonesia dengan budaya asal mahasiswa BIPA di dalam

pembelajaran tersebut, c) kendala yang disebabkan minat dan motivasi dapat diatasi dengan

memberikan arahan tentang pentingnya mempelajari bahasa Indonesia dan mengajak berdiskusi

dengan tentang budaya di daerah asal mereka lalu dikaitkan dengan materi bahasa Indonesia,

d) kendala yang disebabkan materi, pembelajar berusaha menyediakan bermacam-macam materi,

terutama materi budaya lokal yang bisa mereka nikmati secara langsung.

DAFTAR PUSTAKA

Ades, S.. (2011). Model-model Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta

Aitchison, J. 2008. Linguistics. London : Hodder Headline.

Agustina, R. (2013). Implementasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing di UPT P2B,

Universitas Sebelas Maret. Tesis (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana, UNS Surakarta.

Akhadiah, S.dkk.(1992). Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Alwasilah, C. (1986). Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.

Antara News edisi B Mei 2011,. Wartawan Asean tentang Bahasa Indonesia

.http://www.antaraw.com/berita/25769a/wartawan-asean-tentang-bahasaindonesia.

Arsjad, A. G. dan Mukti U.S. (1991). Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta:

Erlangga.

Bashir, Marriam, Azeem, Muhammad, and Dogar, Ashiq H.. (2011). Factor Effecting Students’

English Speaking Skills. British Journal of Arts and Social Sciences. Vol.2 No.1

Bloofield, L.. (1993). Language. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Bora, F, D. (2012). The impact of emotional intelligence on developing speaking skills: From brain-

based perspective. Procedia-Social and Behavioural Sciences, 46, 2094-2098.

https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.05.434

Bovee, C. (1997). Business Comunication Today. New York: Prentice Hall.

Brecht, R. D. and Ingold, C.W. (1998). Tapping a National Resource: Heritage Languagesin the United

Page 11: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

259

States. Washington DC: National Foreign Language Center Occasional Paper (NFLC).

Brecht, R.D. and Walton, A.R. (1993) National Strategic Planning in the Less Commonly Taught

Languages. Washington DC: National Foreign Language Center Occasional Paper (NFLC).

Brown, Gillian, and George Y. (1983). Teaching the Spoken Language. Cambridge: Cambridge

University Press

Brown, H. D. (1994). Principles of language learning and teaching. 3rd edition. Englewood Cliffs,

NJ: Prentice Hall Regents.

Brown, H., Douglas. (2001). Teaching by Principles an Interactive Approach to Language

Pedagogy, New York: Pearson Education.

Bueno, A, D. M. and McLaren N., (eds). (2006) TEFL in Secondary Education. Granada: Editorial

Universidad de Granada.

Burn, Anne, and Hele J..(1997). Focus on Speaking,Sydney: Macquarie.

Bygate, M. 1998. “Theoretical perspectives on speaking” Annual Review of Applied Linguistics, 18:

20-42.

Carroll, J. B. (1973). Implications of aptitude test research and psycholinguistic theory for foreign

language teaching. International Journal of Psycholinguistics, 2(1), 5-14.

Carroll, J. B., & Sapon, S. M. (1959). Modern Language Aptitude Test: MLAT; manual. New

York: Psychological Corporation.

Celce-Murcia, M. (2013). Teaching English in the context of world Englishes. In M. CelceMurcia, D.

M. Brinton,& M. A. Snow (Eds.), Teaching English as a Second or Foreign Language (4th ed,

pp. 2-14). Boston, MA: National Geographic Learning/Cengage Learning.

Chalil, K. (2005). Kiat Sukses Menjadi Pembicara yang Menggugah dan Mengubah. Bandung: MQS

Publishing.

Chauhan, S.S. (1979). Innovations in Teaching Learning Process. New Delhi: Vikas Publishing House

PVT LTD.

Clark, R. E., Mayer, Richard. (2008). E-Learning – second edition. New York : Pfeiffer.

Daley, Kevin dan Caravella, Laura D.. (2005). Speaking Mastering: Menguasai Strategi Presentasi

yang Efektif. Jakarta: Bhuaba Ilmu Populer.

Eckard, R., & M. Kearny. (1981). Teaching Conversational Skills in ESL. Washington:

Center of Applied Linguistics

Florez, M. A. (1999). Improving Adult English Language Learners’ Speaking Skills. ERIC Digest.

(ERIC Document Reproduction Service No. ED: 435204)

Gagne, R.A. dan Driscoll, M.P. (1988). Essential of Learning for Instruction. New Jersey: Prentice

Hall Inc.

Gagne, Robert M. (1989). Kondisi Belajar dan Teori Pembelajaran. (terjemah Munandir). PAU

Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.

Gordon dan Guiltinan, J. (1994). Manajemen Pemasaran. (Terjemahan Agus Maulana). Edisi

6. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Gunter, M.A, Estes, T. H, & Schwab, J. H. (1990). Instruction: A model Approach. London: Allyn

and Bacon

Gutierrez, Alfonso, Tyner, and Kathleen. (2012). Media Education: Media Literacy and Digital

Competence. Scientific Journal of Media Education. Halaman 31,39.

Halim, A., Jazir B., and Haroen A. R. (1982). Ujian Bahasa. Jakarta: Wira Nurbakti. Harmer, Jeremy.

(2007). The Practice of English Language Teaching. London: Longman

Page 12: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

260

Harris, David P. (1969). Testing English as a Second Language. New York: McGra Hill

Company

Howarth, P. (2001). Process Speaking. Preparing to Repeat Yourself. MET, 10(1), 39-44.

Joyce, B., dan Weil, M. (1980). Model of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc

Kavaliauskienė, G.(2006). Good Practice in Teaching ESP Presentations. ESP

World.Vol.5,Issue2(13).

Kayi, H. (2006). Teaching Speaking: Activities to Promote Speaking in a Second Language.

University of Nevada. The Internet TESL Journal,XII(11).

Knight, B. (1992). Assessing speaking skills:. a workshop for teacher development. ELT Journal.

Volume 46/3. 295-296

Kompas edisi 10 Mei 2011". Bahasa Indonesia Wajar jadi Bahasa Asean.

http://oase.kompas.com/read/20II/05/1,0/235L4357/Bahasa.lndonesia.Wajaradi. Bahasa.ASEA

Kusmiatun, A. (2015). Mengenal BIPA dan Pembelajarannya. Yogyakarta: K- Media.

Krashen, S. (1982). Principles and Practice in Second Language Acquisition. Pergamon Press.

Lambert, W. (1975). Culture and language as factors in learning and education. In A. Wolfgang (ed.)

Education of Immigrant Students. Toronto: Ontario Institute for Studies in Education.

LaFromboise, T., Coleman, H. and Gerton, J. (1993). Psychological impact of biculturalism: Evidence

and theory. Psychological Bulletin 114 (3), 395–412

Lestyarini, B. (2012). Model Sintetik dan Analitik Berbasis Karakter Indonesia dalam

Pembelajaran BIPA di Era Global, (Prosiding Seminar Internatioanal ASLI 2012 & KIPBIPA

VII LTC-UKSW, Salatiga,2012)

Louma, S. (2004). Assessing Speaking (Cambridge Language Assessment). Cambridge:

Cambridge University Press.

Macaro, E. (1997). Target Language, Collaborative learning, and Autonomy Moden Language in

Practice. UK: Multilingual Matters, Ltd.

Madsen, H. S. (1983). Technique in Testing. Oxford : Oxford University Press.

Marno dan Idris, M. (2008). Strategi & Metode Pengajaran: MenciptakanKeterampilan

Mengajar yang Efektif dan Edukatif. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Morrell, E. dan Andrade, Jeffrey D.. (2006). Popular Culture and Critical Media Pedagogy in

Secondary Literacy Classrooms. Internatioanl Journal of Learning. Volume 12. Halaman 1.

Mudini & Agus S.. (2009). Pembelajaran Berbicara. Jakarta: PPPPTK

Muslich, M. (2006). Kesantunan Berbahasa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik. Makalah. Malang:

Universitas Negeri Malang.

Muliastuti, L. (2010). Linguistik Umum. Jakarta: Universitas Terbuka. Nadler (1986). Keterampilan

Belajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Nunan, D. (1991). Language Teaching Methodology a Textbook for Teachers. Prentice Hall:

Sydney

Nunan, D.(2010) Language Teaching Methodology, Prentice Hall: Sydney

Nurgiyantoro, B. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogjakarta:

BPFE.

Ounis, A. (2017). The Assessment of Speaking Skills at the Tertiary Level. International

Journal of English Linguistics; Vol. 7(No. 4), 96

Pateda, M. (1994). Linguistik (sebuah Pengantar). Bandung: Angksa

Robbins, S. P. (1995). Teori Organisasi. Terjemahan Yusuf Udaya. Jakarta: Acam.

Page 13: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI …

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

261

Ruben, Brent, D. dan Lea P. S.. (1998). Communication and Human Behavior. USA: Viacom Company

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:

PT. Rajagrafindo Persada.

Suwandi, S. (2011). Model-model Asesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka.

Sadhono, K. dan Slamet. (2012). Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Bandung: Karya

Putra Darwati

Suyitno. (2004). Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Universitas Negeri

Semarang

Suyitno, I. (2007). Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA)

berdasarkan Hasil Analisis Kebutuhan Pelajar. Wacana, Journal of The Humanities of

Indonesia. Volume 9 (1), 62-78.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: PT. Renika Cipta.

Soegihartono, A. (2012). Prosiding the 4th

International Conference on Indonesian Studies: “Unity,

Diversity, dan Future”.

Spolsky, Bernand. (1989). Conditions For Second Language Learning: Introduction to a General

Theory: Oxford Universuty Press

Sutrisno, A. K. (2014). Analisis Asesmen Keterampilan Berbicara dalam Pembelajaran

BIPA Program CLS 2013. NOSI Volume 2, No. 1, 2014.

Stern, H. H. (1987). Fundamental Concepts of Language Teaching. London: Oxford University Press.

Taftiaawati, M. (2013). Strategi Komunikasi Pembelajaran Asing Dalam Pembelajaran

BIPA Tingkat Dasar. (Tidak dipublikasikan), UPI. Bandung.

Tarigan, H. G. (1990). Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H. G. (1993). Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung :Angkasa

Badudu.

Thanasoulas, D. (2001). The Importance of Teaching Culture in The Foreign Language Classroom

dalam Radical Pedagogy. Tersedia pada

http://www.radicalpedagogy.org/radicalpedagogy/The_Importance_of_Teaching_Culture_in_th

e_Foreign_Language_Classroom.html. Diakses pada 19 Februari 2019 (online).

Thornbury, S. (2005). How to Teach Speaking, New York: Pearson Education Limited.

Wardhaugh, R. (2002). An introduction to sociolinguistics. (Fourth Ed.). Oxford: Blackwell Publishers.

Wallace, Trudy., Winifred E. Stariha., and Herbert J. Walberg. (2005). Teaching Speaking. Listening,

and Writing. Geneva: The International Academy of Education.

Widodo H. S. (1994). Meningkatkan Motivasi dan Pajanan Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi

Penutur Asing. Makalah KIPBIPA I (TISOL). Salatiga: UKSW

Widianto, E. (2016). Budaya Lokal Joglosemar dalam Pembelajaran Membaca Menulis Bagi

Pembelajar BIPA Tingkat Dasar. Prosiding SEMAR (Seminar Kepakaran) BIPA: Volume1.

APPBIPA Jawa Tengah Hal 102-108.

Yule, G. (1989). The Spoken Language. Annual Review of Applied Linguistics, 10(2), 163-173.

Zaremba, A. J. (2006). Speaking professionally. Canada