61
PENGEMBANGAN INSTRUMEN DETEKSI DINI RESIKO PNEUMONIA DI WILAYAH PUSKESMAS KOTA SEMARANG TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Oleh : Korsini Heru Setiawan Tolang 0106516016 PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2018

PENGEMBANGAN INSTRUMEN DETEKSI DINI RESIKO …

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PENGEMBANGAN INSTRUMEN DETEKSI DINI RESIKO

PNEUMONIA DI WILAYAH PUSKESMAS

KOTA SEMARANG

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Pendidikan

Oleh :

Korsini Heru Setiawan Tolang

0106516016

PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN

PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2018

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya

Nama : Korsini heru Setiawan Tolang

NIM : 0106516016

Program Studi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

menyatakan bahwa yang tertulis dalam tesis yang berjudul “Pengembangan

Instrumen Deteksi Dini Resiko Pneumonia di wilayah Puskesmas Kota

Semarang” ini benar-benar karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang

lain atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan

yang berlaku, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain

yang terdapat dalam tesis ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Atas pernyataan ini saya secara pribadi siap menanggung resiko/sanksi hukum

yang dijatuhkan apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan

dalam karya ini.

Semarang, ............................2018

Yang membuat pernyataan,

Korsini Heru Setiawan Tolang

NIM. 0106516016

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

“ Validitas dan reliabilitas merupakan inti dari pengembangan instrumen ”

Persembahan

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang maha esa, sehingga tesis ini dapat diselesaikan

dengan baik. Karya ini ku persembahkan kepada :

1. Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, sebagai tempat penulis

mendapatkan pendidikan Pascasarjana.

2. Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Pascasarjana Universitas

Negeri Semarang, sebagai program pendidikan yang penulis tempuh.

ABSTRAK

Korsini Heru Setiawan Tolang. 2018. Pengembangan Instrumen Deteksi Dini

Resiko Pneumonia Di Wilayah Puskesmas Kota

Semarang. Tesis. Program Studi Penelitian dan Evaluasi

Pendidikan. Pascasarjana. Universitas Negeri Semarang.

Pembimbing I Dr. Wiwi Isnaeni M.Si, Pembimbing II

Dr. Masrukan M.S

Kata Kunci: Pengembangan instrumen, deteksi dini, pneumonia

Penelitian ini dilatar belakangi oleh belum adanya instrumen deteksi dini resiko

pneumonia yang diuji validitas maupun reliabilitas. Instrumen tentang pneumonia

yang terdapat pada manajemen terpadu balita sakit mempunyai indikator kurang

terperinci yaitu hanya mencakup kecepatan napas.

Tujuan penelitian adalah menghasilkan instrumen deteksi dini resiko pneumonia

yang valid dan reliabel. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang

dilakukan di wilayah puskesmas ngemplak semarang.

Teknik pengambilan sampel untuk uji coba skala kecil dan skala besar yaitu

purposive sampling, subjek penelitian pada uji coba skala kecil sebanyak 35

responden dan skala besar sebanyak 100 responden. Uji validitas isi

menggunakan formula Aiken’s V dan uji reliabilitas menggunakan Hoyt. Pada uji

coba, reliabilitas dianalisis menggunakan Alpha Cronbach.

Pada uji validitas dan reliabilitas ahli butir instrumen valid lebih dari 0,3 untuk

setiap butir dan reliabilitas instrumen berada pada nilai 0,869 > 0,7. Uji validitas

konstruk menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) terbentuk 3 faktor

yaitu faktor 1 (tanda dan gejala), faktor 2 (perilaku individu) dan faktor 3

(lingkungan). Penelian ini menghasilkan instrumen yang valid dan reliabel.

Manfaat penelitian ini adalah instrumen yang sudah valid dan reliabel dapat

dijadikan panduan yang baku dalam mengetahui seberapa besar resiko seseorang

terkena pneumonia.

ABSTRACT

Korsini Heru Setiawan Tolang. 2018. “Development of pneumonia risk early

detection instruments in puskesmas area, semarang

city”. Thesis. Educational Research and Evaluation

Department. Postgradute. Universitas Negeri

Semarang. Adviser I Dr. Wiwi Isnaeni M.Si. Adviser

II Dr. Masrukan M.S

Keywords: instrument development, early detection, pneumonia

This research was motivated by the absence of an early detection instrument for

the risk of pneumonia that was tested for validity and reliability. Instruments

about pneumonia found in integrated management of sick toddlers have less

detailed indicators that only include breathing speed.

The aim of the study was to produce an instrument of early detection of the risk

of pneumonia that was valid and reliable. This research is a development research

conducted in the Puskesmas ngemplak in Semarang.

The sampling technique for small-scale and large-scale trials was purposive

sampling, the research subjects in the small-scale trial were 35 respondents and

large-scale as many as 100 respondents. Test content validity using the Aiken’s V

formula and test reliability using Hoyt. In the trial, the reliability was analyzed

using Alpha Cronbach

The construct validity test using Confirmatory Factor Analysis (CFA) formed 3

factors, namely factor 1 (signs and symptoms), factor 2 (individual behavior) and

factor 3 (environment). This study produces valid and reliable instruments. The

benefit of this study is that instruments that are valid and reliable can be used as a

standard guide in knowing how much a person is exposed to pneumonia

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan yang maha esa. yang telah

melimpahkan rahmatNya. Berkat karuniaNya, peneliti dapat menyelesaikan tesis

yang berjudul “Pengembangan Instrumen Deteksi Dini Resiko Pneumonia Di

Wilayah Puskesmas Kota Semarang”. Tesis ini disusun sebagai salah satu

persyaratan meraih gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Penelitian dan

Evaluasi Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.

Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tinggiya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian

penelitian ini. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan pertama kali kepada para

pembimbing Dr. Wiwi Isnaeni M.Si. (Pembimbing I) dan Dr. Masrukan, M.S.

(Pembimbing II) yang telah memberikan arahan dan masukan dalam analisis dan

penyusunan tesis ini.

Ucapan terimakasih peneliti sampaikan juga kepada semua pihak yang telah

membantu selama proses penyelesaian studi, diantaranya:

1. Direksi Pascasarjana Unnes, yang telah memberikan kesempatan serta arahan

selama pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis ini.

2. Ketua Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Pascasarjana Unnes

yang telah memberikan kesempatan dan arahan dalam penulisan tesis ini.

3. Bapak dan Ibu dosen Pascasarjana Unnes, yang telah banyak memberikan

bimbingan dan ilmu kepada peneliti selama menempuh pendidikan.

4. Kepala Puskesmas ngemplak dan petugas kesehatan dan responden yang

bersedia membantu peneliti.

Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

semua pihak. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan merupakan kontribusi

bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Semarang, ............................2018

Korsini Heru Setiawan Tolang

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ ii

MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

ABSTRACT .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x

BAB I ............................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1

1.2. Identifikasi Masalah .................................................................................. 5

1.3. Cakupan Masalah ...................................................................................... 5

1.4. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5

1.5. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5

1.6. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6

1.6.1. Manfaat Toeritis .................................................................................. 6

1.6.2. Manfaat Praktis ................................................................................... 6

1.7. Spesifikasi Produk yang dikembangkan ................................................... 6

BAB II ............................................................................................................. 7

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, DAN KERANGKA

BERPIKIR ...................................................................................................... 7

2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................ 7

2.1.1 Pengembangan Istrumen ...................................................................... 7

2.1.2 Pengukuran, Penilaian dan evaluasi ..................................................... 12

2.1.3 Deteksi Dini Pneumonia ...................................................................... 15

2.1.4 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ................................................... 30

2.2 Kerangka Teoritis ...................................................................................... 35

2.3 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 36

BAB III ............................................................................................................ 39

METODE PENELITIAN .............................................................................. 39

3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 39

3.2 Prosedur Pengembangan ........................................................................... 41

3.3 Sumber Data dan Subjek Uji Coba Penelitian ........................................... 47

3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpul Data .................................................... 48

3.5 Instrumen Pengumpulan Data ................................................................... 49

3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ..................................................................... 49

3.7 Teknik Analisis Data...................................................................... ............52

BAB IV ............................................................................................................ 53

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 53

4.1 Karakteristik Instrumen ........................................................................... 53

4.2 Validitas Isi ............................................................................................ 54

4.3 Reliabilitas Berdasarkan Ahli ................................................................. 55

4.4 Uji Coba Instrumen ……………..……………………………….... .......56

BAB V .............................................................................................................. 66

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 66

5.1. Simpulan ................................................................................................... 66

5.2. Implikasi ................................................................................................... 66

5.3. Saran ......................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 73

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Kisi – Kisi Instrumen ...................................................................... 42

Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Reliabilitas Ahli ................................................ 55

Tabel 4.3. KMO and Bartlett's Test dalam Uji Coba Skala Kecil ................... 56

Tabel 4.4. output Anti Image Correlation pada Uji Skala Kecil ...................... 57

Tabel 4.5. KMO dan Bartlett’s Test dalam Uji Coba Skala Besar .................. 58

Tabel 4.6. Hasil Anti Image Correlation ........................................................... 58

Tabel 4.7. Total Variance Explained .................................................................... 59

Tabel 4.8. Hasil Rotation Component Matrix ................................................... 60

Tabel 4.9. Component Transformation Matrix ................................................. 61

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teoritis ........................................................................... 36

Gambar 2. Kerangka Berpikir .......................................................................... 38

Gambar 3. Langkah Pengembangan Instrumen ............................................... 40

Gambar 4. Scree Plot ....................................................................................... 59

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kisi – Kisi Instrumen deteksi dini pneumonia ..........................73

Lampiran 2. Lembar Penilaian deteksi dini pneumonia….......................... ..74

Lampiran 3.Analisis Validitas Ahli................................................................77

Lampiran 4.Data Nilai Uji Coba Skala Kecil.................................................79

Lampiran 5.Data Nilai pada Uji Coba Skala Besar.........................................81

Lampiran 6.Hasil Validasi Ahli.......................................................................86

Lampiran 7.Surat Keterangan Penelitian.........................................................89

Lampiran 8. surat ijin Penelitian......................................................................90

Lampiran 9. surat balasan penelitian................................................................91

Lampiran 10. Dokumentasi puskesmas............................................................92

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut

yang mengenai bagian paru–paru (Depkes RI, 2004). Pada penderita pneumonia,

nanah dan cairan akan mengisi alveoli tersebut sehingga terjadi kesulitan

penyerapan oksigen dan mengakibatkan kesukaran bernapas (Depkes RI, 2007).

Pneumonia merupakan salah satu kasus penyebab kematian pada anak terbesar

terutama pada periode baru lahir (Campbell, 2013). Pneumonia merupakan

penyebab utama kematian balita di dunia, pneumonia menyebabkan kematian

lebih dari 2 juta balita setiap tahunnya. Pneumonia disebabkan oleh

peradangan paru yang membuat napas menjadi sakit dan asupan oksigen

sedikit (WHO, 2014).

Penyakit pneumonia di dunia sendiri merupakan salah satu penyebab

kematian tertinggi pada anak-anak. Menurut perkiraan dari badan kesehatan dunia

(WHO) bahwa penyakit ini memicu 15% dari seluruh kematian anak-anak di

bawah usia 5 tahun. Pada tahun 2015 saja sudah terdapat lebih dari 900,000 kasus

anak-anak yang meninggal dunia akibat penyakit pneumonia, yang menyebabkan

pneumonia masuk kedalam penyakit yang sangat berbahaya.

Pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) melaporkan hampir 6

juta anak balita meninggal dunia, 16% dari jumlah tersebut disebabkan oleh

pneumonia sebagai pembunuh balita nomor 1 di dunia. Berdasarkan data Badan

PBB untuk Anak-Anak (UNICEF), pada 2015 terdapat kurang lebih 14 persen

dari 147.000 anak di bawah usia 5 tahun di Indonesia meninggal karena

pneumonia. Berdasarkan data statistik tersebut dapat diartikan sebanyak 2-3 anak

dibawah usia 5 tahun meninggal karena pneumonia setiap jamnya. Hal tersebut

menyebabkan pneumonia sebagai penyebab kematian utama bagi anak di bawah

usia 5 tahun di Indonesia, tingginya angka kematian balita akibat

pneumonia mengakibatkan target MDG’s (Millennium Development Goals)

ke - 4 yang bertujuan menurunkan angka kematian anak sebesar 2/3 dari

tahun 1990 sampai 2014 tidak tercapai (WHO,2015)

Indonesia sendiri penyakit pneumonia berada di peringkat 10 penyakit

terbesar setiap tahunnya sebagai penyebab kematian bayi dan balita (Kemenkes

RI, 2013). Pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada balita di dunia,

diperkirakan ada 1,8 juta atau 20% dari kematian anak diakibatkan oleh

pneumonia melebihi kematian akibat AIDS, malaria dan tuberkolosis (WHO,

2006). Riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa kematian balita

diindonesia mencapai 15,5 % (Riskesdas, 2007).

Manajemen Terpadu Balita sakit (MTBS) adalah sebuah pendekatan untuk

mengurangi kematian, memperbaiki perkembangan dan kesehatan anak di

komunitas, fasilitas kesehatan, dan jenjang sistem kesehatan (J. A. Schellenberg et

al., 2004). Penilaian MTBS pada anak sakit merupakan kombinasi dari tanda

individu yang mengarah ke satu atau lebih klasifikasi, bukan untuk diagnosis

(UNICEF & WHO, 2004). Algoritma MTBS cukup kritis dalam memutuskan

apakah anak-anak batuk karena pneumonia atau tidak, sensitivitasnya mendeteksi

pneumonia cukup tinggi (97%) (Gove, 1997). Sehingga diharapkan prevalensi

kejadian pneumonia berat dapat dihindari. Menurunkan angka kejadian

pneumonia diperlukan peran aktif petugas Kesehatan, dalam menyampaikan

informasi terutama tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pneumonia.

Salah satu faktor yang perlu diketahui adalah cara pencegahan dan perawatan

pneumonia. Peran aktif petugas menyampaikannya informasi melalui promosi

kesehatan seperti perbaikan dan peningkatan gizi, perbaikan dan sanitasi

lingkungan, pemeliharaan kesehatan perorangan dan tindakan preventif seperti

isolasi penderita penyakit pneumonia dan pemberian imunisasi.

Petugas kesehatan harus mengetahui sejauh mana keluarga mengetahui

tentang pneumonia dan motivasi keluarga dalam pencegahan dan perawatan

pneumonia dirumah. Karena perilaku seseorang dipengarahi oleh sikap, kehendak,

motivasi dan niat (Notoatmodjo, 2003). Pencegahan pneumonia sendiri bisa

dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan penyuluhan tentang pneumonia,

survei epidemiologi dan menjaga kebersihan lingkungan rumah serta kecukupan

gizi. Ketika muncul gejala batuk segera diperiksa di puskesmas terdekat sehingga

penyakit tidak menjadi infeksi yang lebih parah. Kendala yang dihadapi dalam

pencegahan terjadinya penyakit pneumonia yaitu penderita atau keluarganya

menyepelekan penyakit tersebut yang gejala-gejalanya masih ringan. Instrumen

untuk mengetahui penderita pneumonia secara dini di puskesmas belum

dikembangkan sesuai kebutuhan lapangan sehingga petugas kesehatan sulit untuk

mencari data mengenai pneumonia.

Instrumen memegang peranan penting dalam menentukan mutu suatu

penelitian. Fungsi instrumen adalah mengungkapkan fakta menjadi data. data

merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat

pembuktian hipotesis, benar tidaknya data tergantung dari baik tidaknya

instrumen pengumpulan data. Untuk mengumpulkan data penelitian dan penilaian,

seseorang dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia atau biasa disebut

instrumen baku dan dapat pula dengan instrumen yang dibuat sendiri. Jika

instrumen baku tersedia maka seseorang dapat langsung menggunakan instrumen

tersebut namun jika instrumen tersebut belum tersedia atau belum baku maka

seseorang harus dapat mengembangkan instrumen buatan sendiri untuk dibakukan

sehingga menjadi instrumen yang layak sesuai fungsinya.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan 20 november 2017 dan studi

pendahuluan, informasi yang diperoleh dipuskesmas ngemplak Semarang belum

ada instrumen baku untuk mensurvei penderita pneumonia. Pedoman untuk

mengetahui pneumonia yang digunakan sekedar menghitung kecepatan napas per

menit, cara mendeteksi hanya menggunakan hitungan napas kurang memadai

karena penyakit pneumonia dapat terjadi oleh banyak faktor sehingga diperlukan

cara mendeteksi yang melibatkan penggalian info tentang banyak faktor. Faktor

yang dimaksud yaitu dimulai dari tanda dan gejala, perilaku atau kebiasaan dan

lingkungan yang menjadi faktor penyebab pneumonia.

Berdasarkan masalah tersebut perlu adanya pengembangan instrumen deteksi

dini pneumonia yang sudah teruji valid, reliabel dan melibatkan proses penggalian

informasi tentang banyak faktor penyebab pneumonia. Sehingga diharapkan dapat

mengidentifikasi lebih dini penderita pneumonia, menurunkan resiko kematian

akibat pneumonia, meningkatkan kewaspadaan dini bagi masyarakat dan

meningkatkan derajat kesehatan di masyarakat serta kesadaran akan bahaya

penyakit pneumonia terlebih kepada anak usia dibawah 5 tahun.

1.2 Identifikasi Masalah

1.2.1 Angka kejadian pneumonia masih sangat tinggi diwilayah puskesmas kota

Semarang

1.2.2 Instrumen deteksi dini tentang pneumonia belum ada sehingga tidak dapat

menjaring lebih banyak kasus secara dini.

1.2.3 Letak puskesmas yang jauh sehingga masyarakat di daerah terpencil tidak

dapat memeriksa langsung penyakit pneumonia yang diderita

1.2.4 Kurangnya sosialisasi atau penyuluhan tentang pneumonia di wilayah

puskesmas

1.3 Cakupan Masalah

1.3.1 Pengembangan Instrumen yang dilakukan hanya dibatasi pada instrumen

deteksi dini tentang pneumonia

1.3.2 Penelitian ini hanya dilakukan pada masyarakat di wilayah puskesmas kota

Semarang

1.4 Rumusan Masalah

1.4.1 Bagaimana karakteristik instrumen deteksi dini tentang pneumonia di

puskesmas kota Semarang?

1.4.2 Bagaimana validitas dan reliabilitas instrumen deteksi dini pneumonia

ditinjau dari expert judgement ?

1.4.3 Bagamana validitas konstruk dan reliabilitas instrumen deteksi dini

pneumonia ?

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Menganalisis karakteristik instrumen deteksi dini tentang pneumonia

1.5.2 Menganalisis validitas isi dan reliabilitas instrumen deteksi dini tentang

pneumonia yang ditinjau dari expert judgement

1.5.3 Menganalisis tingkat validitas konstruk dan reliabilitas instrumen deteksi

dini tentang pneumonia

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Secara teoritis

Manfaat secara teoritis dalam penelitian ini yaitu diharapkan menghasilkan tesis

tentang pengembangan instrumen deteksi dini resiko pneumonia yang

instrumennya teruji valid dan reliabel

1.6.2 Secara praktis

1.6.2.1 Bagi puskesmas

instrumen deteksi dini tentang pneumonia dapat digunakan sebagai pedoman

deteksi dini tentang pneumonia dan untuk puskesmas dapat digunakan sebagai

acuan kebijakan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan

1.6.2.2 Bagi peneliti

Instrumen deteksi dini tentang pneumonia dapat digunakan sebagai referensi

dalam pengembangan instrumen khususnya mengenai penyakit

1.7 Spesifikasi produk yang dikembangkan

Spesifikasi produk yaitu instrumen deteksi dini tentang penyakit pneumonia

dalam bentuk pedoman wawancara yang sudah valid dan reliabel.

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, KERANGKA

BERPIKIR

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengembangan Instrumen

Pengembangan instrumen adalah kegiatan membuat instrumen baru atau

mengembangkan instrumen yang sudah ada dengan mengikuti prosedur

pengembangan secara sistematis (Purwanto, 2007:99-100). Prosedur

pengembangan instrumen melibatkan kegiatan identifikasi variabel, deskripsi teori

atau materi, pengembangan spesifikasi uji coba dan kompilasi. Langkah-langkah

yang dilakukan peneliti dalam melakukan pengembangan instrumen yaitu

menentukan spesifikasi instrumen, menulis instrumen, menentukan skala

instrumen, menentukan sistem penskoran, menelaah instrumen, melakukan uji

coba, menganalisis instrumen, merakit instrumen, melaksanakan pengukuran dan

menafsirkan hasil pengukuran (Mardapi, 2016:132). Sebagai referensi pendukung

penelitian tentang pengembangan instrumen deteksi dini pneumonia, peneliti

mengutip penelitian terdahulu yang ada keterkaitan variabel yang diteliti. Adapun

penelitian terdahulu adalah sebagai berikut :

Ambarsari (2017) mengatakan hasil uji coba skala kecil pada instrumen

unjuk kerja memiliki koefisien reliabilitas yang berkategori sedang yaitu sebesar

0,57. Pada uji coba skala luas, koefisien reliabilitas sebesar 0,698 dan berkategori

tinggi. Selanjutnya, jumlah komponen (faktor) yang terbentuk pada instrumen

unjuk kerja sejumlah 4 faktor. Kepraktisan terletak pada angka 156 (praktis) untuk

8

instrumen penilaian unjuk kerja. Instrumen ini diharapkan guru tidak kesulitan

menilai reading aloud siswa pada pembelajaran Bahasa Inggris.

Febriyanti (2017) dalam penelitiannya menghasilkan produk tugas menulis

kreatif cerita fantasi yang layak dari segi validitas, reliabilitas, dan kepraktisan

produk, (2) menghasilkan panduan asesmen menulis kreatif cerita fantasi yang

layak dari segi validitas, reliabilitas, dan kepraktisan produk, dan (3) menguji dan

mendeskripsikan hasil uji coba produk instrumen asesmen keterampilan menulis

kreatif cerita fantasi yang layak dari segi validitas, reliabilitas, dan kepraktisan

produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk tugas menulis kreatif cerita

fantasi dan panduan asemen menulis kreatif cerita fantasi memiliki kualifikasi

layak dan siap untuk diimplementasikan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji

validasi pada ahli asesmen, ahli pembelajaran sastra, dan uji coba produk pada

siswa kelas VII SMP.

Khumaedi (2015) dalam penelitiannya menghasilkan instrumen yang valid,

reliabel dan praktis. Uji validitas isi menggunakan rata-rata hasil penilaian dan

perhitungan reliabilitas para ahli menggunakan anova satu jalur. Untuk

mengetahui hasil validitas konstruk dan reliabilitas secara empirik yaitu

menggunakan analisis faktor pendekatan exploratory dan alpha (α) cronbach.

Hasil validitas isi pengembangan instrumen penilaian unjuk kerja praktik menurut

para ahli masuk pada kategori sangat baik dan hasil perhitungan reliabilitas

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara ke-lima ahli dalam

menilai isi instrumen. Pengujian reliabilitas pada koefisien Alpha cronbach pada

uji coba 2 memiliki tingkat reliabilitas yang lebih tinggi.

9

Penelitian yang dilakukan Nur Kholis Majid, Tri joko Raharjo, Supriyadi

(2017) yang bertujuan untuk menghasilkan instrumen penilaian psikomotor IPA

yang valid, reliabel dan praktis. Instrumen penilaian diujicobakan pada siswa

kelas V SD tahun pelajaran 2015/2016 dengan melibatkan tiga guru sebagai rater

(penilai). Dihitung validitasnya menggunakan validasi ahli. Hasil analisis

menunjukkan guru menilai instrumen unjuk kerja memiliki subyektivitas 14,33

kesisteman 13,00, konstruksi 13,50, kebahasaan 15,00 dan kepraktisan 14,00,

sehingga instrumen dapat dikatakan praktis.

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam melakukan pengembangan

instrumen yaitu menentukan spesifikasi instrumen, menulis instrumen,

menentukan skala instrumen, menentukan sistem penskoran, menelaah instrumen,

melakukan uji coba, menganalisis instrumen, merakit instrumen, melaksanakan

pengukuran dan menafsirkan hasil pengukuran (Mardapi, 2016:132). Adapun

sepuluh langkah yang harus diikuti dalam pengembangan instrumen, yaitu:

2.1.1.1 Spesifikasi Instrumen

Menurut Mardapi (2016:133) dalam menyusun spesifikasi instrumen, ada

empat hal yang harus diperhatikan yaitu: a) menentukan tujuan instrumen; b)

menyusun kisi-kisi instrumen; c) menentukan bentuk instrumen; d) menentukan

panjang instrumen.

Langkah pertama yang dilakukan dalam spesifikasi instrumen adalah

menentukan tujuan instrumen. Setelah tujuan instrumen ditetapkan, kegiatan

berikutnya dalah menyususn kisi-kisi instrumen. Pada dasarnya kisi-kisi berisi

10

tentang definisi konseptual yang diambil dari teori-teori yang sudah ada.

Selanjutnya menentukan definisi operasional yaitu definisi yang peneliti buat

tentang aspek yang akan diukur. Setelah mencermati definisi konseptual dan

definisi operasional selanjutnya dijabarkan menjadi indikator dan dituliskan

kedalam kisi-kisi.

2.1.1.2 Penulisan Instrumen

Pada tahap ini peneliti mulai menyusun rancangan awal yang dikembangkan

berdasarkan spesifikasi instrumen dan kisi-kisi yang telah dibuat.

2.1.1.3 Skala Instrumen

Skala instrumen merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk

menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat

ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data

kuantitatif.

2.1.1.4 Penskoran Instrumen

Informasi yang didapat dari instrumen adalah skor. Skor menyimpan informasi

mengenai sesuatu yang diukur. Skor yang akurat dihasilkan oleh alat ukur yang

benar. Sistem penskoran sebuah instrumen ditentukan berdasarkan skala

pengukuran yang digunakan dalam penelitian.

2.1.1.5 Telaah Instrumen

Kegiatan dalam telaah instrumen adalah melihat instrumen dari beberapa aspek,

yaitu: a) apakah butir pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan indikator; b)

apakah bahasa yang digunakan sudah komunikatif dan mengandung tata bahasa

yang benar; c) apakah butir pertanyaan atau pernyataan tidak bias; dan d) apakah

11

butir instrumen sudah tepat sehingga tidak menjemukan untuk menjawabnya.

Telaah instrumen dilakukan oleh pakar yang sesuai dengan bidang

instrumen yang dikembangkan. Telaah instrumen juga dapat dilakukan oleh teman

sejawat jika yang dibutuhkan adalah masukan tentang bahasa dan format

instrumen. Hasil telaah instrumen selanjutnya digunakan untuk memperbaiki

instrumen.

2.1.1.6 Ujicoba Instrumen

Instrumen yang telah ditelaah dan diperbaiki, selanjutnya dirakit dan

diujicobakan. Ujicoba bertujuan untuk mengetahui karakteristik instrumen yang

dikembangkan. Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah waktu yang diperlukan

dalam menjawab instrumen yang ditanyakan kepada responden. Untuk

mengurangi rasa jenuh, pertanyaan-pertanyaan yang diberikan harus singkat dan

jelas namun mudah dimengerti oleh responden.

2.1.1.7 Analisis Instrumen

Analisis instrumen dilakukan setelah melakukan ujicoba. Ujicoba bertujuan

untuk mengetahui karakteristik instrumen, sedangkan karakteristik yang penting

adalah valid dan reliabel. Semakin besar variasi jawaban setiap butir maka akan

semakin baik instrumen ini. Bila variasi skor suatu butir sangat kecil berarti itu

bukan variabel yang baik.

2.1.1.8 Revisi

Revisi instrumen dilihat berdasarkan masukan-masukan dari validator dan

hasil analisis ujicoba lapangan. Peneliti mengemukakan masukan-masukan dan

hasil analisis ujicoba untuk merevisi instrumen. Jika perlu, peneliti akan

12

mengkonsultasikan lagi hasil perbaikan tersebut, sehingga diperoleh instrumen

yang benar-benar valid.

2.1.1.9 Merakit Instrumen

Setelah instrumen diperbaiki, langkah selanjutnya adalah merakit instrumen.

Merakit instrumen yaitu menentukan letak instrumen dan urutan pertanyaan atau

pernyataan menjadi sebuah format instrumen. Format instrumen harus dibuat

menarik dan tidak terlalu panjang, agar pemberi pertanyaan dan responden yang

menjawab pertanyaan tidak jenuh.

2.1.1.10 Evaluasi Produk Akhir

Evaluasi produk akhir secara keseluruhan dilakukan untuk memastikan

apakah seluruh butir instrumen yang dikembangkan sudah benar-benar sesuai

tujuan dan mampu mengukur indikator dari variabel yang hendak diukur.

2.1.2 Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi

Pengukuran, penilaian dan evaluasi sangat erat hubungannya satu sama lain

walaupun mempunyai arti yang berbeda. Pengukuran dapat diartikan sebagai

suatu cara membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran (Mardapi, 2016:3).

Menurut Mardapi (2016:6), pengukuran pada dasarnya merupakan kegiatan

penentuan angka bagi suatu objek secara sistemik. Penentuan angka ini

merupakan usaha untuk menggambarkan karakteristik suatu objek. Semua gejala

atau objek dinyatakan dalam bentuk angka atau skor dan objek yang diukur bisa

berupa fisik dan non fisik. Pengukuran terhadap fisik seperti tinggi badan, berat

badan, luas lapangan dan jumlah siswa dapat dilakukan secara langsung.

Pengukuran terhadap objek non fisik seperti prestasi belajar, kejujuran, sikap,

13

perilaku dan percaya diri dilakukan secara tidak langsung yaitu melalui pemberian

stimulus.

Pengukuran juga dinyatakan sebagai suatu proses untuk membuat

kuantifikasi prestasi individu, kepribadiananya, sikapnya, kebiasaannya dan

kecakapannya, kuantifikasi dilandasi oleh fenomena yang dapat diamati. (Basuki

dan Hariyanto, 2014:6). Penilaian adalah suatu proses atau kegiatan yang

sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses

dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan

pertimbanagan tertentu (Mardapi, 2016:6).

Penilaian juga merupakan suatu proses dalam mengumpulkan informasi dan

membuat keputusan berdasarkan informasi tersebut (Basuki dan Hariyanto,

2014:6). Dalam proses mengumpulkan informasi, tentunya tidak semua informasi

bisa digunakan untuk membuat sebuah keputusan. Informasi-informasi yang

relevan dengan apa yang dinilai akan mempermudah dalam melakukan sebuah

penilaian dalam kegiatan. Proses penilaian dalam penelitian ini sesuai dengan

hasil dari interview dan observasi penderita pneumonia.

Evaluasi menurut Suharsimi (2009:2), merupakan sebuah proses

pengumpulan data untuk mrenentukan sejauhmana, dalam hal apa, dan bagaimana

tujuan yang sudah dicapai. Evaluasi juga merupakan suatu proses penilaian untuk

mengambil keputusan yang menggunakan seperangkat hasil pengukuran dan

berpedoman kepada tujuan yang telah ditetapkan.

14

Pada umumnya evaluasi merupakan suatu keputusan tentang nilai

berdasarkan hasil pengukuran. Didalam melakukan evaluasi terdapat hasil

pengukuran dan penilaian. Berdasarkan hasil pengukuran dan penilaian ini, maka

dapat diketahui hasil yang sesuai dengan apa yang telah ditetapkan.

Instrumen penilaian merupakan alat bantu untuk mengumpulkan data dan

informasi yang dapat digunakan dalam mempermudah suatu pekerjaan atau tugas

seseorang (Suharsimi, 2009:5). Penduga/ deteksi merupakan suatu pernyataan

mengenai parameter populasi yang diketahui berdasarkan informasi dari sampel,

dalam hal ini sampel random, diambil dari populasi yang bersangkutan.

Berdasarkan pengertian instrumen dan deteksi tersebut maka instrumen deteksi

dapat diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan informasi melalui sebuah

prosedur sistematis yang digunakan untuk menyimpulkan karakteristik sampel.

Rusilowati Ani, Lina Kurniawati, Sunyoto E. Nugroho, Arif Widiyatmoko

(2016) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengembangkan alat evaluasi

keaksaraan ilmiah yang menguji validitas, reliabilitas, dan karakteristiknya.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 9 SMP di Kudus. Hasil uji validitas

menunjukkan bahwa instrumen memenuhi konten, konstruk, dan validitas

bersamaan dengan kategori yang valid, sangat valid, dan valid. Karakteristik

instrumen evaluasi yang dikembangkan menunjukkan bahwa instrumen memiliki

tingkat kesulitan yang proporsi sekitar 13% mudah, 67% tentang medium, dan

20% tentang yang sulit.

Penelitian yang dilakukan oleh Suyasa dan Divayana (2017) yang bertujuan

untuk membuat instrumen penilaian proses yang standar, sehingga dapat

15

digunakan sebagai acuan pelaksanaan penilaian di perkuliahan. Hasil uji validitas

yang dilakukan oleh pakar yang dianalisis menggunakan formula Gregory adalah

0,83. Nilai ini berada dalam kategori sangat tinggi

2.1.3 Deteksi dini Pneumonia

2.1.3.1 Pengertian deteksi dini pneumonia

Deteksi dini pneumonia yaitu suatu upaya yang dilakukan untuk mengenali

kondisi gangguan, terlebih gejala dan faktor atau pencetus yang bisa membuat

kondisi menjadi tidak sehat (terganggu) secara dini. Pneumonia merupakan salah

satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang mengenai bagian paru – paru

(jaringan alveoli) (Depkes RI, 2004) Pneumonia adalah suatu radang paru yang

disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda

asing yang mengensi jaringan paru (alveoli). (Depkes, 2006), biasanya disebabkan

oleh infeksi bakteri (stafilokokus, pneumokokus, atau streptokokus), atau virus

(respiratory syncytial virus) (Kathleen Morgan Speer, 2008).

Kelly (2015) menyimpulkan Virus pernapasan terdeteksi dari kebanyakan

anak yang dirawat di rumah sakit dengan ALRI di Botswana, tetapi hanya RSV

dan metapneumovirus yang lebih sering terjadi pada anak-anak tanpa ALRI.

Deteksi RSV dari anak-anak dengan ALRI diramalkan penyakit yang cenderung

lama namun angka kematian rendah dibandingkan dengan virus non-RSV.

Erbay (2004), menyatakan bahwa Mikroorganisme yang paling umum

diisolasi adalah Staphylococcus resisten methicillinaureus (30,4%). Tingkat

kematian lebih tinggi pada pasien dengan VAP (70,3%) dibandingkan pasien

kontrol (35,5%) (P <0,003), yang banyak ditemui penyebab pneumonia virus,

16

deteksi dini yang dilakukan terhadap suatu penyakit biasanya dilihat dari tanda

dan gejala baik yang dirasakan penderita maupun yang secara kasat mata dilihat

orang lain

2.1.3.2 tanda dan gejala

Gejala pneumonia pada umumnya antara lain :

a. Demam

b. Sesak napas

c. Napas dan nadi berdenyut lebih cepat

d. Dahak berwarna kehijauan atau seperti karet

Gejala tambahan yang sering dijumpai

e. Batuk kering

f. Sakit kepala

g. Ngilu diseluruh tubuh

h. Letih lesu selama 12 jam

2.1.3.3 Klasifikasi pneumonia

Berdasarkan kelompok umur program-program pemberantasan ISPA

mengklasifikasikan ISPA sebagai berikut :

Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas :

a. Pneumonia berat : apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya

penarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya

nafas cepat, frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih.

17

b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) : bila tidak ditemukan tanda

tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada

nafas cepat, frekuensi kurang dari 60 menit.

Kelompok umur 2 bulan - <5 tahun diklasifikasikan atas :

a. Pneumonia berat : apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya

tarikan dinding dada dan bagian bawah ke dalam.

b. Pneumonia : tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya

nafas cepat, frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 - <12 bulan

dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan-bulan - <5 tahun.

c. Bukan pneumonia : tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam, tidak ada nafas cepat, frekuensi kurang dari 50 kali per menit

pada anak umur 2- <12 bulan dan kurang dari 40 permenit 12 bulan -

<5 bulan.

2.1.3.4 Proses Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan

Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh

membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring,

dihangatkan dan dilembutkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh

rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus

akan terjerat dalam membran mukosa. Gerakan silia mendorong membran

mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring.

Secara umum efek pencemaran udara terhadap pernafasan dapat

menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan

18

dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan

akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat

sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan makrofage di

saluran pernafasan. Akibat dari dua hal tersebut akan menyebabkan

kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat

dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya

infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2008: 17), Penelitian Elza (2016)

menyimpulkan Faktor-faktor yang berhubungan dengan diagnosis pneumonia

pada usia lanjut adalah batuk.

2.1.3.5 Penyebab Pneumonia

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh

bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan

protozoa.

a. Bakteri

Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai

usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum

adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat.

Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri

segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi

pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah - engah dan denyut

jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).

b. Virus

19

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.

Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial

Virus (RSV). Meskipun virus - virus ini kebanyakan menyerang saluran

pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia

Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan

sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus

Influenz, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian

(Misnadiarly, 2008).

c. Mikoplasma

Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan

penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus

maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang

dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang

segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda.

Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati

(Misnadiarly, 2008).

d. Protozoa

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut Pneumonia

Pneumosistis . Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis carinii

Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang

prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu

sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari.

Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau

20

spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).

Asih (2011) menyatakan Frekuensi bacteremia 8,2% (36 pasien) dari 438

anak terkena pneumonia pneumonia. Faktor risiko bakteremia pada anak-anak

dengan pneumonia termasuk di bawah 1 tahun, gejala lebih dari 5 hari, malnutrisi

berat, anemia, jumlah leukospor kurang dari 5000 / mm3 dan lebih dari 20.000 /

mm3 dan paO2 kurang dari 80 mmHg.

2.1.3.6 faktor pendukung terjadinya penyakit infeksi saluran pernapasan akut

Menurut Depkes RI. (2004)

a. Kuman Penyakit

Penyakit Pneumonia disebabkan oleh kuman penyakit. Beberapa kuman ini juga

ditemui pada orang yang sehat, jika daya tahan tubuh melemah kuman ini dapat

sebagai pencetus timbulnya penyakit.

b. Daya Tahan Tubuh Penderita

Daya tahan tubuh penderita adalah kemampuan tubuh untuk mencegah masuk dan

berkembang biaknya kuman di dalam tubuh. Daya tahan tubuh dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu :

1. Gizi

Gizi sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh. Anak dengan gizi kurang

(buruk ) akan lebih rentan terhadap terjangkitnya penyakit menular. Lisa (2016)

dan mia (2016) dalam penelitiannya menyimpulkan terdapat hubungan yang kuat

antara status gizi anak dan kejadian pneumonia.

21

2. Kekebalan tubuh

Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kekebalan terhadap penyait Difteri dan

Campak sampai dengan usia 9 bulan. Kekebalan selanjutnya pada bayi harus

ditimbulkan dengan memberikan imunisasi kepada bayi. Tjitra (1996) anak balita

yang tidak diimunisasi lengkap (BCG, Polio 3, DPT 3, Campak) menderita

pneumonia, diare (gejala panas+batuk+nafas cepat+diare)

3. Keadaan Lingkungan

Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap terjadinya penyakit, termasuk penyakit

Pneumonia. Adapun keadaan lingkungan yang berpengaruh antara lain :

(a) Rumah dengan jendela yang tidak memenuhi syarat menyebabkan pertukaran

udara di dalam rumah tidak baik. Udara yang tidak baik seperti asap dapur, asap

rokok, debu yang terkumpul dalam rumah, apabila dihisap oleh bayi kan

memudahkan terjangkitnya penyakit ISPA.

(b) Rumah yang lembab dan basah, dimana kelembabannya cukup tinggi (>70 %)

mempermudah bayi terkena penyakit ISPA. Widowati (2013) yang menyatakan

bahwa kelembaban rumah berhubungan dengan keberadaan bakteri patogen dalam

rumah penderita pneumonia. David (2015) mengatakan kelembaban menunjukan

adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian pneumonia pada balita

(c) Rumah yang padat dan kotor, menyebabkan kuman mudah menjalar dari satu

tempat ke tempat lainnya, hal ini mempermudah bayi terkena penyakit ISPA.

Sejalan dengan penelitian Pramudiyani (2011) terdapat hubungan sanitasi rumah

dengan kejadian pneumonia.

22

Penelitian yang dilakukan Dewi (2015), bertujuan untuk mengetahui beberapa

faktor risiko pneumonia pada balita di Indonesia Maumere, Flores, NTT.

Penelitian melibatkan pengamatan langsung terhadap perumahan warga dan

wawancara dengan kesehatan penyedia perawatan dan penduduk setempat.

Populasi penelitian adalah anak balita dengan riwayat pneumonia, terdiri dari 152

anak. Data di alar dengan metode univariat. Hasil: Mayoritas responden dengan

pneumonia adalah laki-laki (53,3%), co-morbid dengan defisiensi besi anemia

(20,4%), berusia di bawah 12 bulan (69,1%), gizi baik (56,6%), dan menunggu 1-

3 hari di rumah sebelum pergi ke rumah sakit (47,5%). Pengamatan langsung

menunjukkan bahwa Maumere adalah daerah yang kering dan berdebu. Sebagian

besar atap rumah adalah seng, dengan lantai tanah bagian atas, ventilasi rumah

tidak diatur dengan benar, rumah pun berada lebih banyak penduduknya, dan

warga masih menggunakan kayu dan bensin untuk memasak. Warga memiliki

kepercayaan yang kuat akan hal yang adikodrati kekuatan.Kesimpulan: Faktor

risiko yang meningkatkan terjadinya pneumonia pada anak balita di Maumere

adalah usia, jenis kelamin, status gizi, dan karakteristik lingkungan.

Penelitian yang dilakukan Ida (2010) yang bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara suhu, derajat pneumonia, gambaran foto radiologi dada, jumlah

leukosit, dan CRP dengan pneumonia bakteri, metode penelitian retrospektif,

dengan desain potong lintang, data didapat dari rekam medis pasien rawat inap

dengan diagnosis pneumonia. Data yang diperoleh dilakukan analisis univariat

dan multivariat dengan tingkat kemaknaan 0,05 (IK95%).menyimpulkan bahwa

faktor pendukung yang menyebabkan pneumonia yaitu suhu

23

4. Umur dan Jenis Kelamin

Anak usia muda lebih sering menderita penyakit dari pada orang dewasa,

sedangkan Balita dengan jenis kelamin laki-laki ternyata 1,5 kali lebih sering

menderita penyakit Pneumonia di bandingkan Balita perempuan. Sukar (2015)

mengatakan usia kurang dari 5 tahun lebih beresiko terkena pneumonia.

5. Sosial Ekonomi

Tingkat sosial ekonomi yang rendah dalam keluarga pada umumnya berpengaruh

tidak langsung terhadap terjadinya penyakit Pneumonia pada Balita.

6. Musim

Musim kemarau dengan debu yang beterbangan dan udara yang dingin dimana

sirkulasi udara didalam rumah tidak lancar, cenderung sebagai pencetus penyakit

ISPA. Cahyadi (2014) menyimpulkan pengaruh langsung faktor meteorologis

(temperatur udara, kelembaban udara relatif, intensitas curah hujan, kecepatan

angin) dan konsentrasi partikulat (PM10) terhadap kejadian ISPA di Kecamatan

Banjarbaru Selatan Kota Banjarbaru yang signifikan adalah faktor kelembaban

udara relatif dan temperatur udara. persamaan dengan penelitian yang akan

dilakukan yaitu tentang infeksi saluran pernapasan akut dimana pneumonia

merupakan bagian dari penyakit ispa sedangkan perbedaannya yaitu penelitian ini

meneliti pengaruh faktor meteorologis terhadap infeksi saluran pernapasan akut

secara umum dan yang akan dilakukan yaitu menyakut instrumen deteksi dini

pneumonia.

7. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan serta tingkat pendidikan yang rendah akan menurunkan

24

kualitas pencegahan dan pengobatan Balita yang menderita penyakit Pneumonia.

Machmud (2009) dalam penelitiiannya menyatakan bahwa faktor ekonomi

(kemiskinan) berkontribusi terhadap kejadian pneumonia balita, sejalan dengan

Athena (2014) faktor ekonomi berpengaruh terhadap kejadian pneumonia.

2.1.3.7 Faktor risiko

Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor yang menyebabkan terjadinya ISPA

(Depkes RI,2007) yaitu :

a. Faktor individu

1. Status Gizi

Penyerapan gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat -zat yang tidak digunakan

untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal

dari organ - organ serta menghasilkan energi (Supariasa, 2013). Kebutuhan

zat gizi setiap orang berbeda - beda. Hal ini dikarenakan berbagai

faktor antara lain umur, jenis kelamin dan macam pekerjaan. Masukan zat

gizi yang berasal dari makanan yang dimakan setiap hari harus dapat

memenuhi kebutuhan tubuh karena konsumsi makanan sangat berpengaruh

terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh

memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat digunakan oleh

tubuh untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan,

produktivitas kerja serta daya tahan tubuh terhadap infeksi secara optimal

(Moehji, 2004). Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan

25

dalam tubuh, kecenderungan kenaikan prevalensi dan insidensi pada anak

dengan status gizi kurang (Dinkes, 2007). Menurut hasil penelitian Laura (2004)

sebanyak terdapat 52.5% balita meninggal dikarenakan status gizi yang tidak baik.

2. Umur

ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada semua

tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya tahan tubuh

balita lebih rentan dari orang dewasa sehingga mudah menderita ISPA. Umur

diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga

masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi (Dinkes, 2009). Wahyuni (2014)

mengatakan usia dibawah 5 tahun lebih rentan terkena influenza pneumonia

sejalan dengan penelitian Siti (2002) dan penelitian Prabawa (2017) usia dibawah

5 tahun lebih rentan, sedangkan penelitian Dalimunthe (2013) mengatakan bahwa

usia 2 – 23 bulan merupakan usia yang paling sering terjadi pneumonia.

3. Jenis Kelamin

Selama masa anak - anak, laki - laki dan perempuan mempunyai

kebutuhan energi dan gizi yang hampir sama. Kebutuhan gizi untuk usia 10

tahun pertama adalah sama, sehingga diasumsikan kerentanan terhadap masalah

gizi dan konsekuensi kesehatannya akan sama pula. Sesungguhnya, anak

perempuan mempunyai keuntungan biologis dan pada lingkungan yang

optimal mempunyai keuntungan yang diperkirakan sebesar 0,15 - 1 kali lebih

di atas anak laki -laki dalam hal tingkat kematian.

26

Sunyataningkamto (2004), menyimpulkan Asupan bahan bakar biomassa

rumah tangga dan asap rokok adalah faktor risiko pneumonia. Variabel lain

sebagai faktor risiko adalah riwayat mengi, jenis kelamin laki-laki, dan gizi

buruk. Hasil penelitian Souza (2015) menyatakan dari pasien yang termasuk

dalam penelitian ini, 32% didiagnosis denganVAP di ICU / UFU Dewasa selama

masa studi. Tingkat kematian di atas 35% pasien dengan VAP diamati. Pasien

didominasi laki-laki (74%), dengan rata-rata 49 ± 19 tahun, waktu rawat inap rata-

rata 35 ± 26 hari, dan rata-rata masuk APACHE II dan Nilai prognostikindeks

SAPS III masing-masing 19,5 ± 7,5 dan 61,9 ± 15. Hendra (2017) menyimpulkan

bahwa sebagian besar responden berumur ≥ 40 Tahun, lebih dari separuh

responden memiliki Pengetahuan baik tentang pneumonia balita.

Musdalipah (2017) menyimpulkan efektivitas terapi penggunaan antibiotik

cefotaxime sebesar 81,25% sedangkan gentamisin sebesar 85,71%. Nilai acer

cefotaxime sebesar 36,923 dan gentamisin sebesar 38,081. Berdasarkan nilai acer,

biaya pengobatan yang costeffective ialah cefotaxime. Rudan (2013) meyatakan

kejadian pneumonia masa kanak-kanak yang didapat masyarakat di negara

berpenghasilan rendah dan menengah pada tahun 2010, dengan menggunakan

definisi Organisasi Kesehatan Dunia, adalah sekitar 0,22 (kisaran interkuartil

(IQR) 0,11-0,51) episode per anak-tahun (e / cy), dengan 11,5% (IQR 8.0-33.0%)

kasus berlanjut ke episode berat. Ini adalah pengurangan hampir 25% selama

dekade terakhir, yang konsisten dengan pengurangan prevalensi faktor pneumonia

yang diamati di seluruh negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada

27

tingkat kejadian pneumonia, RSV adalah patogen yang paling umum, hadir pada

sekitar 29% dari semua kejadian, diikuti oleh influenza (17%).

Survei kesehatan rumah tangga tahun 2003 – 2004 mencatat bahwa anak

balita yang mempunyai gejala - gejala pneumonia dalam dua bulan survei

pendahuluan sebesar 7,7% dari jumlah balita yang ada (14.510) adalah anak

balita laki - laki. Sedangkan jumlah balita perempuan yang mempunyai

gejala– gejala pneumonia sebesar 7,4% (SDKI, 2003).

b. Faktor perilaku

1. Perilaku merokok

Asap rokok merupakan masalah bagi kesehatan pernapasan pada terutama

pada balita karena dapat langsung mengganggu pernapasan yang lebih rentan.

Sejalan dengan penelitian Sugihartono (2012) pengaruh rokok sangat beresiko

terhadap kejadian pneumonia pada balita dibawah 5 tahun. Braeken (2017)

mengatakan pasien PPOK yang merokok saat ini memiliki risiko CAP yang

sebanding (HR 0,92, 95% CI: 0,82-1,02), sedangkan kontrol merokok saat ini

memiliki risiko lebih tinggi (HR 1,23, 95% CI: 1,13-1,34) dibandingkan kontrol

yang tidak pernah merokok.

2. Kelengkapan Imunisasi

Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang Program

Pengembangan Imunisasi (PPI), maka anak diharuskan mendapat perlindungan

terhadap 7 jenis penyakit utama, yaitu penyakit TBC (BCG), difteria, tetanus,

batuk rejan, polimielitis, campak dan hepatitis (Dinkes, 2009). Whinie (2009)

28

mengatakan imunisasi balita berumur 12 – 59 bulan efektif menurunkan resiko

kejadian penyakit.

3. Pemberian ASI

Esklusif ASI adalah komponen yang paling utama bagi ibu dalam

memberikan pemeliharaan yang baik terhadap bayinya, untuk memenuhi

pertumbuhan dan perkembangan psikososialnya. Zat yang terkandung dalam

ASI sangat baik untuk pembentukan anti body menurunkan kemungkinan

bayi dan balita terkena penyakit infeksi, batuk, pilek dan penyakit alergi

(Kartasasmita, 2003). Penelitian Dian (2015) menyimpulkan bahwa balita yang

tidak mendapatkan ASI eksklusif berisiko 7,00 kali untuk terkena pneumonia,

penelitian Sundari (2014) menyimpulkan perilaku ibu yang tidak sehat yang

menjadi faktor resiko terjadinya ISPA pneumonia balita, sejalan dengan hasil

penelitian Yulia (2016) balita yang tidak mendapatkan ASI ekslusif lebih beresiko

terkena pneumonia.

4. Pemberian Vitamin A

Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa

pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kelangsungan kesehatannya.

(Kartasasmita, 2003), sejalan dengan hasil penelitian Meiry (2017) yang

menyimpulkan kurangnya asupan seng berpengaruh terhadap terjadinya

keparahan pneumonia.

c. Faktor lingkungan tempat tinggal

Lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan di sekitar yang sangat

berpengaruh terhadap terwujudnya status kesehatan meliputi perilaku hidup

29

bersih, tersedianya ventilasi yang baik dalam rumah (Noor, 2008). Hasil penelitian

Padmonobo (2012) menyatakan bahwa ventilasi rumah merupakan faktor risiko

kejadian pneumonia pada anak balita dengan OR sebesar 2,21, sedangkan

Masfufatun (2016) mengatakan bahwa variabel yang paling Dominan sebagai

penyebab kejadian pneumonia pada bayi di wilayah kerja puskesmas

Banjarmangu 1 kabupaten banjarnegara adalah Jenis dinding rumah dengan or =

4,584.

Dewi (2012) menyimpulkan bahwa lingkungan fisik rumah (jenis atap

rumah, jenis lantai rumah, luas ventilasi Rumah, kebiasaan membuka jendela,

tingkat kepadatan hunian) dan perilaku hidup sehat (kebiasaan mencuci Tangan,

kebiasaan merokok dalam rumah, kebiasaan Membersihkan rumah) menyebabkan

resiko pneumonia semakin tinggi. Sejalan dengan penelitian Misba (2009) faktor

resiko pneumonia lingkungan fisik rumah. Hasil penelitian Lenni (2009)

menyatakan kondisi rumah yang memiliki hubungan yang signifikan dengan

kejadian pneumonia adalah kualitas pencahayaan, indeks ventilasi dan tingkat

kepadatan hunian. Morris (2011) menyatakan bahwa penyakit menular

menyumbang 58% dari semua kematian di antara anak-anak berusia 5 sampai 14

tahun. Sekitar 18% kematian terjadi karena penyakit diare, 10% karena

pneumonia, 8% karena infeksi sistem saraf pusat, 4% karena campak, dan 12%

karena penyakit menular lainnya. Secara nasional pada tahun 2005 sekitar 59.000

dan 34.000 anak berusia 5 sampai 14 tahun meninggal dunia. Udupa (2011) dalam

penelitiannya yang dilakukan di Pusat Pelatihan Kesehatan Pedesaan di

Kabupaten Thane untuk menilai kemanjuran obat yang direkomendasikan untuk

30

pneumonia. Semua pasien dengan dugaan diagnosis pneumonia diminta menjalani

rontgen dada, mikroskop sputum dan jumlah leukosit, untuk melakukan diagnosis

pasti pneumonia. Sebanyak 31 pasien tidak ada perbedaan yang signifikan yang

terdeteksi mengenai keberhasilan klinis atau kematian, terlepas dari cakupan

atipikal atau antibakteri kelas dengan cakupan atipikal yang sama.

Heru (2012) menyimpulkan kasus pneumonia terjadi lebih banyak ketika

bayi penderita tinggal di rumah dengan kondisi fisik lebih buruk ( jenis dinding,

jenis lanatai, luas ventilasi, pencahayaan alami, suhu kamar, kelembaban kamar,

kepadaatan hunian kamar dan keberadaan sekat dapur ) dibanding kelompok

balita kontrol. Penelitian yang dilakukan Oktaviani (2013) bertujuan untuk

mengetahui faktor – faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian penyakit

pneumonia pada balita di Puskesmas Kecamatan Teluknaga. Menurut data di

Puskesmas Teluknaga jumlah pneumonia pada balita Tahun 2013 sebanyak 252

dengan proporsi 2,52%, pada tahun 2015 dari 10.841 populasi terdapat 627 kasus

pneumonia dengan proporsi 6,27 %. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan

kejadian pneumonia (19,4%), umur 0–36 bulan (19,6%), jenis kelamin laki – laki

(18,1%), status gizi baik (19,1%), status imunisasi tidak lengkap (22,9%).

Berdasarkan hasil analisa statistik dari empat variabel yang diteliti terdapat satu

variabel yang berhubungan yaitu status imunisasi tidak lengkap (p value 0,034)

dengan kejadian penyakit Pneumonia pada balita di Puskesmas Kecamatan

Teluknaga Kabupaten Tangerang Tahun 2015.

Penelitian yang dilakukan Sauria (2016), bertujuan melihat gambaran

penggunaan antibiotika dan evaluasi kesesuaian penulisan resep pada kasus ISPA

31

non pneumonia pada balita di Poli Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Puskesmas Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Evaluasi kesesuaian penulisan

resep ini bermanfaat untuk melihat presentase kesesuaian penulisan resep dengan

tatalaksana yang ada.. Hasil penelitian menunjukkan presentase penggunaan

antibiotika pada sampel sebesar 59,6% dimana antibiotika yang paling banyak

digunakan adalah amoksisilin. Berdasarkan hasil studi ini, dapat disimpulkan

bahwa penggunaan antibiotika pada balita batuk bukan pneumonia di Puskesmas

Cengkareng cukup tinggi dan kesesuaian penulisan resep dengan pedoman Buku

Bagan MTBS belum memadai. Hasil penelitian Bambang (2015) mendeskripsikan

penyebab pneumonia berhubungan dengan kualitas udara yang buruk.

2.1.4 Validitas dan Reliabilitas Instrumen

2.1.4.1 Validitas Instrumen

Validitas adalah suatu estimasi terhadap validitas sesungguhnya, namun

dengan cara pendekatan yang tepat dapat dilakukan estimasi guna melihat apa

yang sesungguhnya diukur oleh tes dan seberapa cermat hasil ukurnya (Azwar,

2016:131). Validitas instrumen didefinisikan sejauhmana instrumen mengukur

atau merekam apa yang dimaksud untuk diukur atau direkam. Ada tiga landasan

untuk melihat sejauh mana alat ukur mengukur apa yang diukur, yaitu a)

didasarkan pada isinya; b) didasarkan kesesuaiannya dengan konstruknya; dan c)

didasarkan kesesuaiannya dengan (Suryabrata, 2015:61).

Jenis-jenis validitas dibagi menjadi 3 macam yaitu validitas isi (content

validity), validitas konstrak (construct validity) dan validitas berdasarkan kriteria

32

(Azwar, 2016:110). Proses untuk mengetahui kevalidan instrumen, peneliti

menggunakan validitas isi dan validitas konstruk .

a. Validitas Isi

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap

kelayakan atau relevansi isi tes melalui analisis rasional oleh panel yang

berkompeten atau melalui Expert Judgment (Azwar, 2016:112). Validitas isi

ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir pertanyaan atau butir pernyataan

berdasarkan pendapat professional para penelaah. Validitas isi secara relatif lebih

mudah ditegakkan dibandingkan menegakkan kedua macam validitas lainnya

yaitu validitas konstruk dan validitas berdasarkan kriteria. Sebagai

pertanggungjawaban akademik peneliti wajib menginformasikan secara lengkap

proses penegakkan validitas isi ini, termasuk daftar cek yang digunakan dalam

proses validasi. Validitas isi dalam penelitian pengembangan instrumen

didasarkan pada penilaian para ahli atau pakar sebanyak n orang terhadap aitem,

yaitu dengan menggunakan formula Aiken’s V. Penilaian dilakukan dengan cara

memberikan angka antara 1 sampai 4 (Azwar, 2014:134).

Adapun formula tersebut adalah sebagai berikut:

V = ∑s

[ n ( c−1) ]

Keterangan:

s = r – lo

lo= Angka Asesmen validitas yang terendah (dalam hal ini = 1)

c = angka Asesmen validitas yang tertinggi (dalam hal ini = 4)

r = angka yang diberikan oleh seorang penilai

n = jumlah penilai

33

b. Validitas Konstruk

Selain validitas isi, perlu juga diuji validitas konstruk dengan analisis faktor.

Analisis faktor dapat diketahui apakah konsep konstruk yang dikembangkan

secara teoritik telah sesuia dengan konsep konstruk yang mendasarinya setelah

diuji coba lapangan. Analisis faktor adalah sebuah metode statistik yang biasa

dipergunakan, dalam pengembangan alat ukur, untuk menganalisis hubungan

diantara banyak sekali variabel. Sebuah faktor adalah kombinasi item-item tes

yang diyakini sebagai suatu kumpulan. Item-item yang berhubungan

dikelompokkan bersama membentuk sebagian konstruk dan dikelompokkan

bersama. Item-item yang tidak berhubungan dan tidak membentuk bagian dari

konstruk harus dikeluarkan dari kelompoknya (Azwar , 2016:123).

Analisis faktor yang digunakan pada penelitian ini yaitu Confirmatory Factor

Analysis (CFA). Prosedur analisis faktor dengan bantuan program SPSS Versi

16.0. Uji validitas konstruk dengan menggunakan analisis faktor dapat dijalankan

jika Nilai KMO > 0,5, Anti Image Corelation > 0,5, Eigenvalue ≥ 1 dan Factor

Loading ≥ 0,3.

2.1.4.2 Reliabilitas Instrumen

Setelah validitas instrumen, dalam pengembangan instrumen juga harus diuji

reliabilitas instrumen. Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability

yang menyatakan keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi

dan sebagainya, namun pada intinya konsep reliabilitas memiliki makna sejauh

mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Menurut Khumaedi (2012:26),

reliabilitas merupakan koefisien yang menunjukkan sejauhmana instrumen yang

34

digunakan dapat dipercaya, yang artinya apabila instrumen tersebut digunakan

berulang kali untuk mengukur suatu objek yang sama, maka hasilnya relatif stabil

atau konsisten. Secara empiris, tinggi rendahnya reliabilitas dapat dilihat dari nilai

koefisien reliabilitas. Besarnya koefisien reliabilitas berkisar antara 0-1 dimana

semakin tinggi koefisien reliabilitas berarti semakin konsisten hasil pengukuran.

Secara garis besar ada dua jenis reliabilitas yaitu reliabilitas eksternal dan

reliabilitas internal (Sugiyono, 2011:80). Reliabilitas eksternal diperoleh jika

ukuran atau kriteria tingkat reliabilitas berada diluar instrumen, Ada dua cara

menguji reliabilitas eksternal instrumen yaitu dengan metode parallel (equivalent

method) dan metode tes berulang yaitu memberikan tes pada sampel yang sama

dalam satu periode yang singkat (reliability test-retest). Reliabilitas internal

apabila kriteria maupun kriteria didasarkan pada data dari instrumen itu sendiri.

Reliabilitas internal bertujuan untuk melihat konsistensi antar item atau antar

bagian dalam tes itu sendiri. Untuk itu, setelah skor setiap item diperoleh dari

sekelompok subjek, tes dibagi menjadi beberapa belahan, bisa dua belahan, tiga

belahan dan bahkan belahan sebanyak item.

Reliabilitas internal diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali

pengumpulan data yang didasarkan dari sistem pemberian skor. Koefisien

reliabilitas pada taraf 0,70 atau lebih biasanya dapat diterima sebagai reliabilitas

baik. Penelitian pengembangan ini menggunakan reliabilitas isi dan reliabilitas

hasil uji lapangan. Reliabilitas isi ditentukan dengan menggunakan rumus

reliabilitas antarrater untuk mengetahui kesepakatan dari para ahli dalam

memberikan penilaian. Reliabilitas antarrater diuji menggunakan rumus Two Way

35

Anova/ Anova dua faktor yang dianalisis dengan menggunakan software SPSS

versi 16.0 dam selanjutnya hasil analisis Anova dianalisis kembali menggunakan

formula dari Hoyt (Mardapi, 2016:78).

rxx = 1 - S2 r

S2s

Keterangan:

S2r = varians residu yang pada anlisis treatment x subjek adalah mean kuadrat

interaksi antara item dan subjek MKis

S2s = varians subjek merupakan kuadrat antar subjek , yaitu MKs

Reliabilitas instrumen yang digunakan untuk menganalisis hasil uji di lapangan

menggunakan rumus alpha cronbach. Dalam perhitungan hasil ujicoba lapangan

menggunakan formula alpha cronbach.

r11 = (n

n−1) (

St2− ∑ piqi

St2 )

Keterangan :

pi = proporsi subyek yang menjawab item dengan benar

qi = proporsi subyek yang menjawab item dengan salah ∑ piqi = jumlah hasil perkalian antara pi dan qi

n = banyak item

St2 = Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)

2.2 Kerangka Teoritis

Pengembangan instrumen dilakukan dengan melalui tahap – tahap penting

diantaranya menentukan spesifikasi instrumen, penulisan instrumen, penskoran

instrumen, menentukan skala instrumen, telaah instrumen, melakukan ujicoba

instrumen, analisis instrumen, revisi, merakit instrumen, evaluasi produk akhir.

Instrumen yang akan dihasilkan sudah harus teruji valid dan reliabel sehingga

dalam uji coba instrumen tidak terlepas dari penilaian. Penilaian juga merupakan

36

suatu proses dalam mengumpulkan informasi dan membuat keputusan

berdasarkan informasi tersebut.

Pengembangan instrumen bertujuan untuk menghasilkan instrumen yang

valid dan reliabel dengan berdasarkan batasan – batasan teori tentang gejala dan

tanda pneumonia, sehinnga instrumen deteksi dini pneumonia yang akan

dikembangkan berpatokan pada teori. Dalam proses mengumpulkan informasi,

tentunya tidak semua informasi bisa digunakan untuk membuat sebuah keputusan.

Informasi-informasi yang relevan dengan apa yang dinilai akan mempermudah

dalam melakukan sebuah penilaian dalam kegiatan. Proses penilaian dalam

penelitian ini sesuai dengan hasil dari interview dan observasi penderita

pneumonia.

Validitas dan reliabilitas yang digunakan dalam pengembangan instrumen

pneumonia yaitu menggunakan validitas isi / expert judgement dimana para ahli

yang menilai isi instrumen yang dikembangkan dan validitas konstruk untuk

menguji konstruk teori, selanjutnya reliabilitas menggunakan reliabilitas antar

rater / antar penilai dan menggunakan reliabilitas alpha cronbach untuk reliabilitas

instrumen setelah dilakukan uji lapangan (Lihat Gambar 1).

37

Gambar 1. Kerangka teoritis pengembangan instrumen deteksi dini pneumonia

2.3 Kerangka Berfikir

Tugas pokok dan fungsi petugas teknis operasional pencegahan dan

pemberantasan penyakit yaitu melaksanakan kegiatan upaya-upaya pencegahan

penyakit, penyususnan rencana kegiatan dibidang pencegahan dan pemberantasan

penyakit, pengumpulan dan pengolahan data dalam rangka pencegahan dan

pemberantasan penyakit, penyelenggaraan kegiatan upaya-upaya pencegahan

pemberantasan penyakit, melaksanakan pengawasan dan pengendalian kegiatan

pencegahan dan pemberantasan penyakit dan penyusunan laporan kegiatan

pencegahan dan pemberantasan penyakit.

Masalah yang sering dijumpai petugas kesehatan dalam penelitian yang

akan dilakukan ini yaitu instrumen yang dibutuhkan untuk mengambil data

Pengembangan instrumen

validitas

Pneumonia

( Tanda dan gejala, lingkungan, individu )

Penilaian

evauasi pengukuran

reliabiltas

38

lapangan belum valid dan reliabel. Petugas kesehatan kesulitan melihat data apa

saja yang diperlukan untuk kepentingan program seperti pengendalian dan

pencegahan penyakit serta mencari penyebab suatu penyakit, guna melihat

seberapa besar resiko penyakit terjadi dimasyarakat. Situasi ini membuat petugas

sering kali tidak tepat dalam mengambil tindakan pencegahan atau

penanggulangan bahkan mendeteksi secara dini penyakit. Berdasarkan hasil

observasi serta wawancara di puskesmas, instrumen yang menjadi patokan gejala

dan tanda pneumonia hanya dilihat dari jumlah napas permenit sebelum dilakukan

diagnosa lebih lanjut.

Pengembangan instrumen merupakan solusi dalam penelitian yang akan

dilakukan, berdasarkan masukan dari para ahli yang menilai validitas isi serta

reliabilitasnya, kemudian instrumen diuji coba lapangan dan menguji konstruk

serta reliabilitas instrumen, diharapkan instrumen deteksi dini pneumonia yang

dihasilkan atau yang dikembangkan sudah memiliki ketepatan dan ketetapan

dalam penggunaannya untuk keperluan survei ( Lihat Gambar 2).

39

Gambar 2 . Kerangka berpikir pengembangan instrumen deteksi dini

pneumonia.

Ditemukan masalah

Belum ada instrumen baku

deteksi dini pneumonia,

instrumen yang digunakan

tidak mencakup gejala lain

selain jumlah napas / menit

Solusi

Melakukan Pengembangan

instrumen deteksi dini pneumonia

dan menguji validitas relibalitasnya

Hasil

Menghasilkan instrumen

deteksi dini pneumonia yang

valid dan reliabel

Tugas tenaga kesehatan

Petugas kesehatan

melakukan survey guna

menjaring kejadian

pneumonia

65

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka telah

diperoleh instrumen deteksi dini resiko pneumonia valid dan reliabel sehingga

dapat disimpulkan sebagai berikut:

5.1.1 Karakteristik Instrumen deteksi dini resiko pneumonia yang

dikembangkan yaitu instrumen deteksi dini pneumonia menekankan pada tanda

dan gejala, perilaku individu dan lingkungan, bentuk instrumen non tes berupa

pedoman wawancara terstruktur. Penskoran menggunakan nilai 1 sebagai nilai

tertinggi dan 0 terendah pada butir instrumen dan pengkategorian terdiri dari

resiko pneumonia rendah untuk skor 0-50, resiko pneumonia tinggi untuk skor 51-

100

5.1.2 Instrumen deteksi dini pneumonia yang dikembangkan valid dan reliabel

ditinjau dari expert judgement

5.1.3 Instrumen deteksi dini pneumonia yang dikembangkan valid secara

konstruk dan reliabel.

5.2 Implikasi

Instrumen deteksi dini resiko pneumonia disusun untuk membantu tenaga

kesehatan dan kader dalam proses deteksi resiko pneumonia dilapangan.

Instrumen yang digunakan selama ini masih merujuk pada buku saku manajemen

terpadu balita sakit (MTBS) dan leaflet, diharapkan dengan adanya instrumen

65

deteksi dini resiko pneumonia ini dapat membantu proses penjaringan, pelaporan

dan penanggulangan dini penyakit pneumonia.

5.3 Saran

5.3.1 Instrumen deteksi dini resiko pneumonia yang dikembangkan

menghasilkan 3 faktor yang terbentuk. Adapaun faktor-faktor tersebut yaitu tanda

dan gejala, perilaku individu dan lingkungan. Diharapkan dengan adanya

penelitian pengembangan ini, dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian

yang berkaitan dengan pengembangan instrumen khususnya pada penyakit.

5.3.2 Instrumen deteksi dini resiko pneumonia yang dikembangkan dapat

digunakan oleh tenaga kesehatan tidak hanya di Puskesmas ngemplak Semarang,

akan tetapi dapat digunakan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas seluruh

Indonesia.

65

DAFTAR PUSTAKA

Aditya Udupa. 2011. Antibiotic Therapy In Pneumonia: A Comparative Study Of

Oral Antibiotics In Arural Healthcare Centre. International Journal Of

Pharmacy And Pharmaceutical Sciences. Vol 3, Suppl 3, 2011

Ambarsari, Pipit . 2017. Pengembangan Instrumen Penilaian Unjuk Kerja pada

Reading Aloud Text Recount Siswa SMP pada Kurikulum 2013. Journal of

Educational Research and Evaluation

Ana Carolina Souza-Oliveira. 2016. Ventilator-associated pneumonia: the

influence of bacterial resistance, prescription errors, and de-escalation of

antimicrobial therapy on mortality rates. The Brazilian Journal of Infectious

Diseases.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Arikunto, Suharsimi., 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi

Revisi 6. Jakarta. Rineka Cipta.

Athena, Anwar. (2014). Pneumonia among Children Under Five Years of Age in

Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 8, Mei 2014

Azwar, Saifuddin. 2013. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, Saifuddin. 2014. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Azwar, Saifuddin. 2016. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bambang, sukana. 2015, The Effect of Forest Fire on Acute Respiratory Infection

and Pneumonia in Pulang Pisau District, Central Kalimantan. Jumal Ekologi

Kesehatan Vol. 14 No 3, September 2015 : 250 — 258

Basuki, I., & Hariyanto. 2014. Asesmen Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Budiono, Susilaningsih, E., & Fatmasari, D. (2014). Pengembangan Instrumen

Penilaian Kinerja Keterampilan Mencetak Rahang Bergigi Teknik

Mukostatik. Journal of Educational Research and Evaluation, 3(2), 49–56.

Retrieved from http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jere.

Campbell H, el Arifeen S, Hazir T, O’Kelly J, et al. Measuring Coverage in

68

MNCH: Challenges in Monitoring the Proportion of Young Children with

Pneumonia Who Receive Antibiotic Treatment. PLoS Medicine.

2013;10(5):1-6. doi:10.1371/journal.pmed.1001421.

Chang. 2013. “Service Quality, Trust, and Patient Satisfaction in Interpersonal-

Based Medical Service Encounters”. BMC Health Services Research,

13(22): 1-11.

Dalimunthe W, Daulay SR, Daulay MR.2013. Significant clinical features in

pediatric pneumonia. Paediatri Indonesia. 2013;53:37–41.

Darmadi, Hamid. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung :

Alfabeta

David Laksamana. 2015. Relationship betweenAmount Bacterial Pathogen in the

House with Incidence of Pneumonia on Children Under Five Years in

Working Areas Public Health Center Ngesrep Banyumanik Semarang 2014.

Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 14 No.1 / April 2015

Departemen Kesehatan RI. 2004. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit

ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI, 2007, Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan

Akut Yang Cenderung Menjadi Epidemi Dan Pandemi Di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan

Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita.

Jakarta: Depkes RI

Dewi sartika. 2012. Faktor lingkungan rumah dan praktik hidup orang tua yang

berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak balita di kabupaten

kubu raya tahun 2011. Jurnal kesehatan lingkungan Indonesia Vol. 11 no. 2,

oktober 2012

Dionne CW Braeken. 2017 . Risk of community-acquired pneumonia in chronic

obstructive pulmonary disease stratified by smoking status: a population-

based cohort study in the United Kingdom. International Journal of COPD

Djemari Mardapi, 2008 .Teknik Penyusunan Instrumen Tes Dan Non Tes,

Yogyakarta: Mitra Cendikia Prss.

Djemari Mardapi. 2012. Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Pendidikan.

Yogyakarta. Nuha Medika.

69

Dian Eka . (2015) The Risk Factors of Pneumonia Disesase at Babies Under Five

Years Old Based on Measles Imune Status and Breast Freeding Exclusive

Status.Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 69–81

Djojodibroto D, 2009. Respirology (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC

Elza febria. (2016). Factors Related to Diagnosis of Community-Acquired

Pneumonia in the Elderly. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 3, No. 4 |

Desember 2016

Gaol, P. L., Khumaedi, M., & Masrukan. (2017). Pengembangan Instrumen

Penilaian Karakter Percaya Diri pada Mata Pelajaran Matematika Sekolah

Menengah Pertama. Journal of Education Research and Evaluation, 6(1),

63–70.

Hendra.2017. Faktor - faktor yang berhubungan dengan Praktik penemuan

pneumonia balita oleh bidan. Unnes journal of public health 6 (3) (2017)

Heru. 2012. Hubungan faktor-faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian

pneumonia pada balita Di wilayah kerja puskesmas jatibarang kabupaten

brebes. Jurnal kesehatan lingkungan indonesia Vol. 11 no. 2 / oktober 2012

Hidayat, A. 2014. Penelitian Keperawatan dan Analisis Data. Jakarta: Salemba

Medika.

Ida bagus. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pneumonia Bakteri

pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 12, No. 3, Oktober 2010

Igor Rudan. 2013. Epidemiology and etiology of childhood pneumonia in 2010:

estimates of incidence, severe morbidity, mortality, underlying risk factors

and causative pathogens for 192 countries. Journal of global health.

Kartasasmita, C.R., 2003. ISPA Penyebab Kematian Balita Nomor Satu, Sinar

Harapan.

Kelly Ms, Smieja M, Luinstra K, Wirth Ke, Goldfarb Dm, Steenhoff Ap, Et Al.

2015. Association Of Respiratory Viruses With Outcomes Of Severe

Childhood Pneumonia In Botswana. Plos One 10(5): E0126593.

Doi:10.1371/Journal.Pone.0126593

Khumaedi, M. 2012. Reliabilitas Instrumen Penelitian Pendidikan. Jurnal

Pendidikan Teknik Mesin.

Laura E, Dkk. (2004). Undernutrition as an underlting cause of child deaths

associated with diarrhea, pneumonia, malaria, and measles 1’2’3. Jurnal The

American Journal of Clinical Nutrition, Volume 8 No. 1

70

Lenny arta. (2009). Analisis Kondisi Rumah Sebagai Faktor Risiko Kejadian

Pneumonia Pada Balita di Wilayah Puskesmas Sentosa Baru Kota Medan

Tahun 2008. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol.8 No.1 April 2009

Lestantiya, Anggie Febriyanti, Titik Harsiati, Taufik Dermawan. 2017.

Pengembangan Instrumen Asesmen Menulis Kreatif Cerita Fantasi untuk

Siswa Kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan 2(10), 1399-1408.

Lisa adhia. (2016). Hubungan Faktor Risiko dan Karakteristik Gejala Klinis

dengan Kejadian Pneumonia pada Balita. Global Medical and Health

Communication, Vol. 4 No. 1 Tahun 2016.

Misba, B., Hakim, H.A., Nawi, R., 2009, Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mattirobulu, Kabupaten Pinrang.

Medika 2009;35(8):516-519

Machmud R.2009. Pengaruh kemiskinan keluarga pada kejadian pneumonia balita

di Indonesia. Kesmas Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2009; 4(1):

36-41.

Mardapi, D. (2016). Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan.

Yogyakarta: Parama Publishing.

Margono. 2004. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Mairusnita. 2007. Karakteristik Penderita Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA) pada Balita yang Berobat ke Badan Pelayanan Kesehatan

Rumah Sakit Umum Daerah (BPKRSUD) Kota Langsa 2006.

Masfufatun. 2016. Hubungan faktor kualitas lingkungan rumah dengan kejadian

pneumonia pada Bayi di wilayah kerja puskesmas banjarmangu 1 kabupaten

banjarnegara. Jurnal kesehatan lingkungan indonesia 15 (1), 2016, 6 – 13.

Mercy Abbey. 2016. Community Perceptions And Practices Of Treatment

Seeking For Childhood Pneumonia: A Mixed Methods Study In A Rural

District, Ghana. Bmc Public Health.

Meiry Nasution. 2017. Low Zinc Intake as a Risk Factor of Severe Pneumonia

among Children Aged 12-59 Months. Gizi Indon 2017, 40(1):35-44.

Mia Nurnajiah (2016) . Hubungan Status Gizi dengan Derajat Pneumonia pada

Balita di RS. Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(1)

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada anak, orang

dewasa, usia lanjut, Pneumonia Atipik dan Pneumonia Atypik

71

Mycobacterium, Jakarta. Pustaka populer obor

Mukono, H.J. 2008. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan

Saluran Pernafasan.Cetakan Ketiga. Airlangga University Press. Surabaya.

Musdalipah. 2017. Analisis efektivitas biaya antibiotik Sefotaxime dan gentamisin

penderita Pneumonia pada balita di rsud kabupaten Bombana provinsi

sulawesi tenggara. Jurnal ilmiah ibnu sina, 3(1), 1-11

Nelson, Behrman, Kliegman . 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 vol 1.

Jakarta : EGC.

Notoatmodjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Novitasari, A., Ridlo, S., & Kristina, T. N. (2017). Instrumen Penilaian Diri

Kompetensi Klinis Mahasiswa Kedokteran. Journal of Education Research

and Evaluation, 6(1), 81–89.

Nugroho, B. S., Djuniadi, & Rusilowati, A. (2016). Pengembangan Penilaian

KInerja Teknik Potongan Di SMK Pada Kurikulum 2013. Journal of

Educational Research and Evaluation, 3(2), 36–40.

Nur Nasry Noor, 2008. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular,

Jakarta:Rineka Cipta.

Padmonobo H, Setiani O, Joko T. 2012. Hubungan faktor-faktor lingkungan fisik

rumah dengan kejadian pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Jatibarang,

Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 2012; 11(2):

190-8.

Prabawa, H. E., & Azinar, M. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Praktik Penemuan Pneumonia Balita Oleh Bidan. Unnes Journal of Public

Health, 6(3): 148-154.

Pramudiyani NA, Prameswari GN. 2011. Hubungan antara sanitasi rumah dan

perilaku dengan Kejadian pneumonia balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat.

2011; 6(2): 71–8.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa

Indonesia Departemen.Jakarta : Balai Pustaka.

Purwanto, N. 2007. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Retno Asih . 2011. Risk Factor Of Bacteremia In Children With Pneumonia.

Indonesian Journal Of Tropical And Infectious Disease

72

Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Riza Hakan Erbay. 2004. Costs and risk factors for ventilator-associated

pneumonia in a Turkish University Hospital's Intensive Care Unit: A case-

control Study. BMC Pulmonary Medicine

Rusilowati, Ani, Lina Kurniawati. 2016. Developing an Instrumen of Scientific

Literacy Asessment on the Cycle Theme. International Journal of

Environmental and Science Education. 11 (12), 5718-5727

Sugihartono, Nurjazuli. 2012. Analisis faktor risiko kejadian pneumonia pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam: risk factor

analysis of pneumonia incidence on under-five-year-old children in the

working area of public health center , Sidorejo, Pagar Alam City. Jurnal

Kesehatan Lingkungan Indonesia. 2012;11(1):82–6.

Susanti. 2015. “Pengaruh Appointment Registration System terhadap Waktu

Tunggu dan Kepuasan Pasien”. Global Medical and Health

Communication, 3(1): 40-47.

SDKI. 2003. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Shaun K. Morris. 2011. Diarrhea, Pneumonia, and Infectious Disease Mortality in

Children Aged 5 to 14 Years in India. PLoS ONE 6(5): e20119.

doi:10.1371/journal.pone.0020119

Siti Sundari. (2014). Perilaku Tidak Sehat Ibu yang Menjadi Faktor Resiko

Terjadinya ISPA Pneumonia pada Balita. Jurnal Pendidikan Sains Vol.2,

No.3, September 2014, Hal 141-147.

Siti Suraidah. (2002). Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita Kaitannya dengan

Tipe Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Lor dan Cebongan Kota

Salatiga. J Kesehat Lingkun Indones vol. 1 no. 2 oktober 2002.

Slamet, Juli Soemirat. 2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : UGM press

Speer, Kathlen Morgan. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan

Clinical Pathways, (Edisi 3). Jakarta : EGC.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

73

Sugihartono, S., Rahmatullah, P., Nurjazuli, N., 2012, Analisis Faktor Risiko

Kejadian Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo

Kota Pagar Alam.Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia,2012; 11(1): 2-9.

Suharsimi, A. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukar. (2015). Risk Of Suffering Pneumonic By Living Around Oil Refinery.

Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 43, No. 4, Desember 2015 : 265-27.

Suryabrata, S. 2015. Metodelogi Penelitian. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Supariasa, I.D.. 2013. Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Sunyataningkamto. 2004. The role of indoor air pollution and other factors in the

incidence of pneumonia in under-five children. Paediatrica Indonesiana

Tjitra E, Lubis A, Hapsari D, Budiarso R. Status Imunisasi dan Kesakitan Anak

Umur 1- 2 tahun (Batita), Analisis lanjut SDKI 1994, Bui. Penelit. Kesehat.

23 (2&3): 5-23, Jakarta, 1996.

Vivian Nanny Lia Dewi. 2016. Kejadian Pneumonia Balita Di Maumere Flores

Nusa Tenggara Timur. Media Ilmu Kesehatan

Widoyoko. 2016. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian ,Yogyakarta : Pustaka

Pelajar

Wahyuni indawati. 2014. Infeksi Influenza A dan B pada Anak dengan Influenza

Like Illness (ILI) atau Pneumonia di Jakarta. Sari Pediatri 2014;16(2):136-

42.

Wayan P. Arta Suyasa, Dewa Gede Hendra Divayana. 2017. Penilaian Proses

Berorientasi KKNI di Jurusan Pendidikan Teknik Informatika. Jurnal

Nasional Pendidikan Teknik Informatika 6(2), 206-217.

World Health Organization, 2006, The Forgotten Killer of Children, Pneumonia,

World Health Organization.

WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) Yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan. Pedoman Interim WHO.Alih Bahasa: Trust

Indonesia. Jakarta.

WHO. 2008. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan.

74

WHO, UNICEF. 2004. Global action plan for prevention and control of

pneumonia (GAAP). Diakses 10 April 2017.

http://wholibdoc.Who.Int/hg/2009/ Who Fch Cah Nch 09.04eng.pdf .

Widoyoko, Eko Putro. 2016. Teknik penyusunan Instrumen Penelitian.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Widoyono. 2008 Penyakit Tropik, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan

Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

Widowati, E . 2013. Faktor yang berhubungan dengan keberadaan streptococcus

di udara pada rumah susun kelurahan Bandarharjo kota Semarang tahun

2013. Unnes Journal of Public Health 2013.

Whinie Lestari. 2009. Dampak Status Imunisasi Anak Balita Di Indonesia

Terhadap Kejadian Penyakit. Media Peneliti dan Pengembang Kesehatan

Volume XIX Tahun 2009, Suplemen II.

Yudarmawan, IN. 2012. Pengaruh Faktor-Faktor Sanitasi Rumah Terhadap

Kejadian Penyakit ISPA Pada Anak Balita (Study Dilakukan pada

Masyarakat di Desa Dangin Puri Kangin Kecamatan Denpasar Utara Kota

Denpasar Tahun 2012). : Poltekkes Denpasar.

Yulia Efni. (2016) . Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian

Pneumonia pada Balita di Kelurahan Air Tawar Barat Padang. Jurnal

Kesehatan Andalas. 2016; 5(2)