Upload
lamliem
View
243
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN HIGHER ORDERTHINKING SKILLS FISIKA SMA MENGGUNAKAN
MODEL INKUIRI TERBIMBING
(Tesis)
Oleh
ABDUL MALIK
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN FISIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2018
iii
ABSTRACT
DEVELOPMENT OF HIGHER ORDER THINKING SKILLS ASSESSMENTINSTRUMENT OF PHYSICS SENIOR HIGH SCHOOL
BY GUIDED INQUIRY MODEL
By
Abdul Malik
This research aims to development a higher order thinking skills (HOTS)assessment of high school by guided inquiry model. Research design used theresearch and Development method by Borg and Gall (1989) model implementedin 7 stages, consisting of: (1) preliminary research, (2) planning, (3) productdesign, (4) product validation, (5) product revisions (6) product trials, and (7)final items. The research was conducted at SMA Negeri 1 Kotagajah in Novemberuntil December 2016. The subject of product development consists of materialexperts, instrument experts, and languages. Test material experts to evaluate thecontent of learning materials, test instrument and language experts to evaluateconstruction and language. The product tested is a class taken as a sample ofresearch that represents the target population for the HOTS assessment. Datawere analyzed descriptively quantitative. The conclusions of the study were:Assessment instruments developed on the ability to analyze, evaluate, and createfor direct current electric materials. Assessment instruments have characteristicsas a qualified instrument used to measure, ie: fulfilling the material contentvalidity of 83%, 85% construction and 84% language. Reliability 0.96, itemdifficulty 0.28 - 0.78, item discrimination 0.44 - 1.00. Students who are taught byguided inquiry models average HOTS better than students who are taught bydiscovery model.
Keywords: Assessment, Higher Order Thinking Skills, Guided Inquiry
ii
ABSTRAK
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN HIGHER ORDERTHINKING SKILLS FISIKA SMA MENGGUNAKAN
MODEL INKUIRI TERBIMBING
Oleh
Abdul Malik
Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan instrumen asesmenHigher Order Thinking Skills (HOTS) fisika SMA menggunakan model InkuiriTerbimbing. Desain pengembangan yang digunakan adalah metode Research andDevelopment dengan model pengembangan Borg and Gall (1989) yangdilaksanakan dalam 7 tahap, terdiri atas: (1) penelitian pendahuluan, (2)perencanaan, (3) desain produk, (4) validasi produk, (5) revisi produk (6) uji cobaproduk, dan (7) produk Akhir. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Kotagajahpada bulan Nopember sampai Desember 2016. Subjek pengembangan produkterdiri dari ahli materi, ahli instrumen, dan bahasa. Uji ahli materi untukmengevaluasi isi materi pembelajaran, uji ahli instrumen dan bahasa untukmengevaluasi konstruksi dan bahasa. Subjek uji coba produk yaitu satu kelasyang diambil sebagai sampel penelitian yang mewakili populasi target untukasesmen HOTS. Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Kesimpulanpenelitian adalah: Instrumen asesmen dikembangkan pada kemampuanmenganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi pada materi listrik arus searah.Instrumen asesmen memiliki karakteristik sebagai instrumen yang memenuhisyarat digunakan untuk mengukur, yakni: memenuhi validitas isi materi 83%,konstruksi 85% dan bahasa 84%. Reliabilitas 0,96, tingkat kesulitannya 0,28 -0,78, daya beda 0,44 - 1,00. Siswa dengan pembelajaran model inkuiri terbimbingmempunyai rata-rata HOTS lebih baik dibandingkan siswa dengan pembelajaranmodel diskoveri..Kata kunci: Asesmen, Higher Order Thinking Skills, Inkuiri Terbimbing.
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN HIGHER ORDERTHINKING SKILLS FISIKA SMA MENGGUNAKAN
MODEL INKUIRI TERBIMBING
Oleh
Abdul Malik
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Magister Pendidikan FisikaJurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sekayu, Kecamatan Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin,
Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 03 Maret1968 dari ayah yang bernama
Nurdin dan ibu bernama Asiah. Penulis merupakan anak ke-2 dari 7 bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Tebenan Kecamatan
Betung Musi Banyuasin Sumatera Selatan pada tahun 1981, dan melanjutkan
pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Sekayu Musi Banyuasin
Sumatera Selatan dan menyelesaikannya pada tahun 1984. Pada tahun 1987 pe-
nulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Sekayu
Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Pada tahun 1992 penulis menyelesaikan
pendidikan jenjang sarjana (S1) di Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung. Pada tahun 2014, penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Fisika Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Pada tahun 1993 penulis diangkat sebagai CPNS DPK pada SMA YPI Metro yang
ditugaskan di SMA Negeri 1 Bukitkemuning Lampung Utara, kemudian mutasi
ke SMA Negeri 1 Kotagajah tahun 2006 hingga saat ini.
ix
MOTTO
“ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
(QS. Ash-Sharhh (94): 5-6)
x
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SWT serta shalawat dan salam
atas Rasulullah Muhammad SAW dan dengan kerendahan hati penulis memper-
sembahkan tesis untuk pihak-pihak di bawah ini.
1. Ibu dan Ayah penulis tercinta yang dengan tulus senantiasa berdoa kepada
Allah SWT demi kelancaran dan kesuksesanku.
2. Istri penulis, Sarwoko Meti dan anak penulis; Amal Nur Ikhsan, Aqil Dany
Sucahyo, Ikhwan Hakim Satriojati, dan Rizqy Syaifullah, yang selalu
mengingatkan, memberikan semangat dan menantikan keberhasilan penulis.
3. Para pendidik yang penulis hormati, yang telah mendidik dan mencurahkan
ilmunya dengan penuh kesabaran.
4. Keluarga besar SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah.
5. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Magister Pendidikan Fisika
2014, terima kasih atas persahabatannya selama ini.
6. Almamater tercinta.
xi
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul “Pengembangan Instrumen Asesmen Higher Order Thinking Skills Fisika
SMA Menggunakan Model Inkuiri Terbimbing”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Prof. Dr. Agus Suyatna, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister
Pendidikan Fisika Universitas Lampung.
4. Bapak Dr. Undang Rosidin, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing I sekaligus
selaku Pembimbing Akademik yang tidak pernah lelah untuk memberikan
motivasi, semangat, dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis
ini.
5. Bapak Dr. Chandra Ertikanto, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memotivasi, membimbing, dan mengarahkan penulis selama penulisan tesis
ini.
xii
6. Ibu Dr. Herpratiwi, M.Pd. selaku pembahas I yang banyak memberikan
masukan dan kritik yang bersifat positif dan membangun.
7. Ibu Dr. Kartini Herlina, M.Si. selaku pembahas II yang banyak memberikan
masukan dan kritik yang bersifat positif dan membangun.
8. Bapak dan Ibu Dosen Magister Pendidikan Fisika Universitas Lampung yang
telah membimbing penulis dalam pembelajaran di Universitas Lampung.
9. Bapak Drs. H. Dasiyo P, M.Pd. selaku Kepala Sekolah di SMA Negeri 1
Kotagajah selama penulis melaksanakan penelitian terimakasih atas
bimbingan dan pemberian izin selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini.
10. Rekan-rekan guru, staf TU, seluruh siswa, dan seluruh anggota keluarga
di SMA Negeri 1 Kotagajah yang penulis banggakan.
11. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Magister Pendidikan Fisika
2014: Pak Payudi, Pak Anwar, Pak Budi, Bu Eka, Bu Emil, Bu Fera, Pak
Hans, Bu Lika, Pak Najam, Bu Surya, Bu Indah, Pak Pardi, Bu Susi, Pak
Taufik, Pak Trian, Pak Vira, Pak Wayan, Bu Yuliana, Bu Zulimah, dan Pak
Heri, terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.
12. Kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tesis ini.
Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala
di sisi Allah SWT dan semoga tesis ini dapat bermanfaat. Amin.
Bandar Lampung, 12 Januari 2018
Penulis,
Abdul Malik
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xx
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xxi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 7
C. Rumusan Masalah ............................................................................ 8
D. Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
E. Manfaat Penelitian ........................................................................... 9
F. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis ............................................................................ 111. Pembelajaran fisika .................................................................... 112. Higher Order Thinking Skills (HOTS) ...................................... 143. Inkuiri Terbimbing ..................................................................... 194. Penilaian Dalam Pembelajaran Fisika ....................................... 25
a. Pengertian Asesmen dan Jenisnya ........................................ 25b. Langkah Pengembangan Tes ............................................... 29c. Langkah-Langkah Penyusunan Soal HOTS ....................... 30d. Karakteristik Soal HOTS ..................................................... 32
B. Penelitian Yang Relevan .................................................................. 33
C. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 35
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ............................................................................. 37
B. Subjek Pengembangan Produk ........................................................ 38
C. Prosedur Pengembangan .................................................................. 381. Penelitian Pendahuluan .............................................................. 402. Perencananaan Produk ............................................................... 40
xiv
3. Pengembangan Produk Awal ..................................................... 404. Uji Coba Tahap Awal ................................................................ 415. Revisi Produk ............................................................................ 416. Uji Coba Lapangan .................................................................... 427. Produk Akhir ............................................................................. 42
D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 431. Teknik Angket ........................................................................... 432. Teknik Tes ................................................................................. 44
E. Teknik Analisis Data ....................................................................... 451. Validasi Ahli .............................................................................. 452. Uji Coba Instrumen .................................................................... 463. Uji Validitas Instrumen............................................................... 474. Uji Reabilitas Instrumen ............................................................. 485. Tingkat Kesukaran...................................................................... 496. Daya Beda................................................................................... 507. Pengujian Hipotesis ................................................................... 51
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Pengembangan ...................................................... 541. Analisis Penelitian dan Analisis Kebutuhan............................... 542. Pengembangan Produk (Asesmen HOTS).................................. 56
a. Penentuan Tujuan Tes .......................................................... 56b. Penyusunan Kisi-kisi ........................................................... 57c. Penulisan Soal ...................................................................... 59d. Penelaahan Soal (Reviu dan Revisi Soal) ............................ 61e. Uji Satu Lawan Satu ............................................................ 67f. Uji Coba Soal ....................................................................... 68g. Pengukuran .......................................................................... 72
B. Pembahasan ..................................................................................... 731. Sebaran Butir Soal ..................................................................... 742. Karakteristik Instrumen ............................................................. 75
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .......................................................................................... 89
B. Saran ................................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 91
xv
LAMPIRANLampiran 1 Kisi-Kisi Angket Analisis Kebutuhan Guru............................ 96Lampiran 2 Angket Analisis Kebutuhan Guru ........................................... 97Lampiran 3 Hasil Angket Kebutuhan Guru ................................................. 100Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen Validasi Ahli Materi ................................ 104Lampiran 5 Angket Validasi Ahli Materi .................................................... 105Lampiran 6 Surat Keterangan Validasi Ahli Materi .................................... 114Lampiran 7 Hasil Analisis Validasi Ahli Materi ......................................... 115Lampiran 8 Kisi-Kisi Instrumen Validasi Ahli Konstruksi ........................ 116Lampiran 9 Instrumen Validasi Ahli Konstruksi ........................................ 117Lampiran 10 Surat Keterangan Validasi Ahli Konstruksi ............................ 125Lampiran 11 Hasil Validasi Ahli Konstruksi ................................................ 126Lampiran 12 Kisi-Kisi Instrumen Validasi Ahli Bahasa ............................... 127Lampiran 13 Instrumen Validasi Ahli Bahasa............................................... 128Lampiran 14 Surat Keterangan Validasi Ahli Bahasa ................................... 134Lampiran 15 Hasil Validasi Ahli Bahasa....................................................... 135Lampiran 16 Kisi-Kisi Angket Uji Perseorangan untuk Guru....................... 137Lampiran 17 Angket Uji Perseorangan untuk Guru ...................................... 138Lampiran 18 Hasil Analisis Angket Uji Perseorangan untuk Guru............... 141Lampiran 19 RPP Kelas Eksperimen ............................................................ 142Lampiran 20 RPP Kelas Kontrol .................................................................. 168Lampiran 21 Kisi-Kisi Soal HOTS ............................................................... 192Lampiran 22 Instrumen Soal HOTS ............................................................. 200Lampiran 23 Pedoman Penskoran ................................................................ 212Lampiran 24 Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Asesmen ........................... 214Lampiran 25 Uji Normalitas dan Uji Beda (SPSS)........................................ 221Lampiran 26 Surat Keterangan Penelitian ..................................................... 229
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Taksonomi Bloom ........................................................................... 172.2 Langkah-Langkah Metode Inkuiri Terbimbing.............................. 242.3 Taksonomi Unit Pengajaran ............................................................ 263.1 Peskoran Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi siswa ...... 473.2 Kriteria Tingkat Validitas Instrumen Asesmen HOTS.................... 483.3 Tabel Kriteria Reliabilitas ............................................................... 484.1 Sebaran Item Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ....................... 574.2 Sebaran Jumlah Soal........................................................................ 594.3 Hasil Telaah Aspek Materi .............................................................. 624.4 Revisi Instrumen Berdasarkan Masukan Ahli Materi ..................... 634.5 Hasil Telaah Aspek Konstruksi ....................................................... 644.6 Revisi Instrumen Berdasarkan Masukan Ahli Konstruksi .............. 654.7 Hasil Telaah Aspek Bahasa ............................................................. 664.8 Revisi Instrumen Berdasarkan Masukan Ahli Bahasa .................... 674.9 Rekapitulasi Tanggapan Guru ......................................................... 684.10 Rekapitulasi Tingkat Kesukaran .................................................... 704.11 Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi siswa ................................... 734.12 Sebaran Jumlah Soal........................................................................ 744.13 Rekapitulasi Tingkat Kesukaran .................................................... 784.14 Uji Normalitas Data Hasil Belajar................................................... 844.15 Uji Mann-Whitney Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi .............. 86
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran Asesmen HOTS................................................ 353.1 Langkah Pengembangan Yang diadaptasi dari Borg and Gall .... 394.1 Grafik Korelasi Butir Soal............................................................. 694.2 Grafik Daya Pembeda Soal .......................................................... 714.3 Grafik Sebaran Soal HOTS........................................................... 744.4 Grafik Hasil Validasi..................................................................... 764.5 Grafik Proporsi Tingkat Kesukaran Soal ...................................... 784.6 Grafik Capaian HOTS Kelas Kontrol ........................................... 824.7 Grafik Capaian HOTS Kelas Eksperimen..................................... 834.8 Grafik Perbandingan Capaian HOTS ........................................... 83
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hasil supervisi dan evaluasi hasil belajar Sekolah Menengah Atas yang telah
dilakukan oleh Direktorat Pembinaan SMA pada tahun 2015, menunjukkan bahwa
sebagian besar pendidik SMA sasaran dalam menyusun butir soal Ujian Sekolah
cenderung mengukur kemampuan berpikir tingkat rendah atau Lower Order
Thinking Skills (LOTS) dan soal-soal yang dibuat tidak kontekstual. Soal-soal
yang disusun oleh pendidik umumnya mengukur kemampuan mengingat. Bila
dilihat dari konteksnya sebagian besar menggunakan konteks di dalam kelas dan
sangat teoretis, serta jarang menggunakan konteks di luar kelas (kontekstual).
Sehingga tidak memperlihatkan keterkaitan antara pengetahuan yang diperoleh
dalam pembelajaran dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Kemampuan berpikir pada level Higher Order Thinking Skills (HOTS) telah
menjadi prioritas dalam pembelajaran fisika. Tuntutan kompetensi pengetahuan,
bahwa peserta didik diharapkan mampu memahami, menerapkan, dan
menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan. Begitu juga pada
kompetensi inti, keterampilan peserta didik diharapkan mampu mengolah,
menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
2pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara
efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Permendikbud. Nomor 23 tahun 2016 menjelaskan penilaian hasil belajar oleh
pendidik terhadap kompetensi pengetahuan meliputi tingkatan kemampuan
dimensi pengetahuan kognitif yang terdiri dari: pengetahuan faktual, pengetahuan
konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif.
Karakteristik soal-soal yang diharapkan dalam Kurikulum 2013, mengarahkan
peserta didik untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, cerdas, kreatif.
Pengembangan penilaian tersebut dituangkan dalam bentuk standar penilaian,
yang digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi. Komptensi dasar pada
materi listrik arus searah yang mancakup materi Hukum Ohm dan Hukum
Kirchoof, merupakan pengetahuan strategis dalam pengetahuan metakognitif.
Tuntutan kompetensi pada komptensi dasar menganalisis prinsip kerja peralatan
listrik arus searah atau direct current (DC) dalam kehidupan sehari-hari, dalam
taksonomi Bloom merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk mengukur
ketercapaian indikator pada materi ini diperlukan asesmen HOTS.
Penilaian pembelajaran Fisika diharapkan dapat membantu peserta didik untuk
meningkatkan HOTS, karena HOTS dapat mendorong peserta didik untuk
berpikir secara luas dan mendalam tentang materi pelajaran.
Sebagian besar pendidik SMA dalam menyusun butir soal cenderung hanya
mengukur LOTS dan soal-soal yang dibuat tidak kontekstual. Soal-soal yang
disusun oleh pendidik umumnya mengukur kemampuan mengingat. Bila dilihat
dari konteksnya sebagian besar menggunakan konteks di dalam kelas dan sangat
3teoretis, serta jarang menggunakan konteks di luar kelas. Sehingga tidak
memperlihatkan keterkaitan antara pengetahuan yang diperoleh dalam
pembelajaran dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Evaluasi dan penilaian merupakan kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk
membangun kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah. Kegiatan dapat dirancang
oleh pendidik, melalui situasi yang direkayasa dalam kegiatan tertentu sehingga
peserta didik melakukan aktifitas antara lain: menganalisis data, mengelompokan,
membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi atau mengestimasi dari
diskusi atau praktik. Hasil kegiatan mencoba dan mengasosiasi memungkinkan
peserta didik berpikir tingkat tinggi atau HOTS hingga berpikir metakognitif.
Pembelajaran fisika diharapkan peserta didik dapat mengembangkan diri dalam
berpikir. Menurut Brickman et.al., (2009). Pembelajaran yang dapat membangun
literasi sain adalah dengan pembelajaran inkuiri. Peserta didik dituntut tidak
hanya memiliki kemampuan berpikir tingkat rendah atau LOTS, tetapi sampai
pada kemampuan berpikir tingkat tinggi atau HOTS. Sehingga peserta didik harus
terbiasa mengahadapi permasalahan yang memerlukan higher order thinking
skills. Karena higher order thinking skills adalah kemampuan berpikir untuk
memeriksa, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek situasi dan
masalah. Termasuk di dalamnya mengumpulkan, mengorganisir, mengingat, dan
menganalisa informasi. Berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan membaca
dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi yang dibutuhkan dan tidak
dibutuhkan. Kemampuan menarik kesimpulan yang benar dari data yang
diberikan dan mampu menentukan ketidakkonsistenan dan pertentangan dalam
sekelompok data merupakan bagian dari keterampilan berpikir tingkat tinggi.
4Permendikbud nomor 22 tahun 2016 menyebutkan bahwa: Ilmu Fisika merupakan
(1) proses memperoleh informasi melalui metode empiris, (2) informasi yang
diperoleh melalui penyelidikan yang telah ditata secara logis dan sistematis, dan
(3) suatu kombinasi proses berpikir kritis yang menghasilkan informasi yang
dapat dipercaya dan valid. Fisika sebagai proses inkuiri meliputi cara berpikir
dengan langkah kegiatan saintis untuk menghasilkan produk ilmu pengetahuan
ilmiah, seperti observasi, pengukuran, merumuskan dan menguji hipotesis,
mengumpulkan data, bereksperimen, dan prediksi. Hasil penelitian Hendryarto,
(2013) bahwa penerapan pembelajaran inkuiri dapat melatih kemampuan berpikir
tingkat tinggi peserta didik.
Menurut Anderson dan Krathwohl, (2001), dalam taksonomi Bloom yang telah
direvisi kemampuan berpikir, dibagi menjadi dimensi pengetahuan kognitif
tingkat rendah atau LOTS dan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau HOTS.
Kemampuan yang termasuk kemampuan berpikir tingkat rendah adalah
kemampuan mengingat, memahami, dan menerapkan, sedangkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi meliputi kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan
mengkreasi.
Kenyataan di lapangan, soal-soal cenderung lebih banyak menguji aspek ingatan.
Banyak buku yang menyajikan materi dengan mengajak peserta didik belajar
aktif, sajian konsep sangat sistematis, tetapi sering diakhiri soal evaluasi yang
kurang melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Melatih peserta
didik untuk terampil ini dapat dilakukan pendidik dengan cara melatihkan soal-
5soal yang sifatnya mengajak peserta didik berpikir dalam level menganalisis,
mengevaluasi dan mengkreasi.
Hasil penelitian Crawford, (2007), bahwa pendekatan inkuiri cara untuk menilai
peserta didik dalam berbagai situasi, dimana pendidik dapat menilai peserta didik
secara efektif.
Jensen, et.al., (2014) menjelaskan bahwa banyak pendidik yang gagal dalam
mengukur kemampuan berpikir peserta didik, karena hanya memberikan
pertanyaan tentang isi. selanjutnya untuk mengetahui keterampilan berpikir
peserta didik, maka harus dibuat pertanyaan yang benar-benar mengukur
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Pengukuran kemampuan berpikir tingkat
tinggi adalah faktor kunci dalam mendorong peserta didik untuk secara efektif
memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai materi.
Untuk mengetahui kemampuan berpikir peserta didik, soal-soal untuk menilai
hasil belajar dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik menjawab soal
melalui proses berpikir yang sesuai dengan kata kerja operasional dalam
taksonomi Bloom. Di dalam pembelajaran dinyatakan bahwa kemampuan peserta
didik bukan hanya untuk menguasai sekumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan, berarti peserta didik harus selalu diajak untuk belajar dengan
menggunakan proses berpikir untuk menemukan konsep-konsep tersebut.
Berdasarkan hasil survei di SMA Negeri 1 Kotagajah, 50 % pendidik fisika
dalam menyusun butir soal cenderung hanya mengukur kemampuan berpikir
tingkat rendah atau LOTS dan soal-soal yang dibuat tidak kontekstual. Soal-soal
6yang disusun oleh pendidik 75 % mengukur kemampuan mengingat atau recall.
Bila dilihat dari konteksnya sebagian besar menggunakan konteks di dalam kelas
dan sangat teoretis, serta jarang menggunakan konteks di luar kelas.
Menurut Kartowagiran (2012), asesmen yang digunakan oleh pendidik harus
dapat meningkatkan penalaran peserta didik. Hasil studi internasional PISA
menunjukkan prestasi literasi sains yang dicapai peserta didik Indonesia sangat
rendah. Pada umumnya kemampuan peserta didik Indonesia sangat rendah dalam:
memahami informasi yang kompleks, teori, analisis dan pemecahan masalah,
pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah, dan melakukan investigasi.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, maka perlu adanya perubahan sistem
dalam pembelajaran dan penilaian. Instrumen penilaian yang dikembangkan oleh
pendidik diharapkan dapat mendorong peningkatan kemampuan berpikir tingkat
tinggi, meningkatkan kreativitas, dan membangun kemandirian peserta didik
untuk menyelesaikan masalah. SMA Negeri 1 Kotagajah adalah sekolah rujukan
terakreditasi A dengan intake sisiwa yang baik, maka perlu dikembangkan target
kompetensi dasar yang lebih tinggi hingga C5 dan C6 dari tuntutan kompetensi
dasar.
Hasil observasi di SMA Negeri 1 Kotagajah, hasil analisis angket yang diberikan
kepada pendidik fisika tentang asesmen HOTS, hanya 25 % pendidik dalam
penilaian pengetahuan peserta didik sampai pada level menganalisis (C4),
mengevaluasi (C5) dan mengkreasi (C6). 100% pendidik belum pernah
menggunakan dan mengalami kesulitan dalam membuat perangkat asesmen
HOTS. Asesmen yang digunakan dalam pembelajaran Fisika di SMA Negeri 1
7Kotagajah, kurang merangsang peserta didik untuk berpikir secara sistematis,
kritis, logis, dan analitis. Asesmen tes yang digunakan sebagian besar hanya
berupa soal-soal pada level pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan atau
aplikasi (C3). sehingga peserta didik tidak terbiasa menjawab soal pada level
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5) dan mencipta (C6). Berdasarkan hasil ini,
maka perlu dikembangkan asesmen sampai pada level HOTS.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, penulis
mengidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut:
1. Soal-soal yang dibuat pendidik umumnya mengukur kemampuan tingkat ren-
dah atau LOTS.
2. Kemampuan peserta didik dalam memahami informasi yang kompleks, teori,
analisis, pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah rendah.
3. Terdapat banyak model yang dapat digunakan dalam pembelajaran fisika,
akan tetapi pendidik belum menggunakan model pembelajaran secara
bervariasi.
4. Proses pembelajaran belum optimal sehingga proses pembelajaran bersifat
teacher center.
5. Peserta didik kurang diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep
yang akan diajarkan.
6. Diperlukan suatu asesmen yang sesuai dengan karakter fisika dan memenuhi
tujuan fisika menganalisis, mengevaluasi, mengkreasi, dan kontekstual dengan
8model pembelajaran yang mengajak peserta didik birpikir ilmiah agar hasil
belajar dan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik meningkat.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang Penelitian yang dijelaskan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut :
1. Seperti apakah karakteristik instrumen asesmen HOTS Fisika yang dikem-
bangkan?
2. Bagaimanakah validitas dan reliabilitas instrumen asesmen HOTS Fisika
yang dikembangkan?
3. Apakah ada perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau HOTS fisika
peserta didik menggunakan model inkuri terbimbing dan diskoveri?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini
adalah:
1. Mendeskripsikan karakteristik instrumen asesmen HOTS Fisika yang dikem-
bangkan?
2. Mendeskripsikan validitas dan reliabilitas instrumen asesmen HOTS Fisika
yang dikembangkan?
3. Mendeskripsikan perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau HOTS
Fisika peserta didik menggunakan model inkuri terbimbing dan diskoveri?
9E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut:
1. Membantu pendidik dalam pengembangan instrumen asesmen HOTS Fisika.
2. Mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen asesmen HOTS Fisika yang
dikembangkan.
3. Instrumen asesmen HOTS Fisika yang dikembangkan dapat digunakan untuk
mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika peserta didik SMA.
4. Instrumen asesmen HOTS Fisika yang dikembangkan diharapkan dapat
melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi Fisika peserta didik.
5. Instrumen asesmen HOTS Fisika yang dikembangkan diharapkan dapat
merangsang peserta didik dalam meningkatkan kemampuan berpikir.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk membatasi agar tidak meluasnya penelitian pengembangan ini, ruang ling-
kup penelitian ini sebagai berikut:
1. Pengembangan dalam penelitian ini adalah pembuatan Instrumen asesmen
HOTS Fisika menggunakan model pengembangan yang diadaptasi dari
prosedur pengembangan menurut Borg & Gall, (1989: 784-785)
2. Instrumen asesmen HOTS Fisika yang dimaksud adalah Instrumen asesmen
keterampilan berpikir tingkat tinggi.
3. Instrumen asesmen HOTS yang digunakan pada level menganalisis (C4),
mengevaluasi (C5) dan mengkreasi (C6), menurut Anderson & Krathwohl
(2001)
104. Bentuk tes adalah uraian dan pilihan ganda akan dibuat instrumen yang
dibatasi pada materi penerapan peralatan listrik arus searah dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Teknik penilaian tes yang digunakan adalah tes tertulis.
6. Uji instrumen penelitian pengembangan ini dilakukan oleh ahli materi, ahli
instrumen dan bahasa, uji coba produk.
7. Uji coba instrumen dilakukan pada peserta didik kelas MIPA di SMA Negeri
1 Kotagajah Lampung Tengah.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Pembelajaran Fisika
Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam yang merupakan usaha
sistematis dalam rangka membangun dan mengorganisasikan pengetahuan dalam
bentuk penjelasan-penjelasan yang dapat diuji dan mampu memprediksi gejala
alam. Dalam memprediksi gejala alam diperlukan kemampuan pengamatan yang
dilanjutkan dengan penyelidikan melalui kegiatan metode ilmiah.
Standar isi fisika SMA, pada ruang lingkup materi prinsip kerja peralatan listrik
arus searah dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi yang yang diharapkan,
mengembangkan sikap rasa ingin tahu, jujur, tanggung jawab, logis, kritis,
analitis, dan kreatif melalui pembelajaran fisika. Merumuskan permasalahan yang
berkaitan dengan fenomena fisika, merumuskan hipotesis, mendesain dan
melaksanakan eksperimen, melakukan pengukuran secara teliti, mencatat dan
menyajikan hasil dalam bentuk tabel dan grafik, menyimpulkan, serta melaporkan
hasilnya secara lisan maupun tertulis. Menganalisis konsep, prinsip, dan hukum
kelistrikan, serta menerapkan metakognisi dalam menjelaskan fenomena alam dan
12penyelesaian masalah kehidupan. Menciptakan produk sederhana berkaitan
dengan penerapan konsep listrik arus searah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan nomor 59 tahun 2014: Ilmu Fisika
merupakan (1) proses memperoleh informasi melalui metode empiris, (2)
informasi yang diperoleh melalui penyelidikan yang telah ditata secara logis dan
sistematis; dan (3) suatu kombinasi proses berpikir kritis yang menghasilkan
informasi yang dapat dipercaya dan valid. Fisika sebagai proses atau penyelidikan
meliputi cara berpikir, sikap, dan langkah-langkah kegiatan saintis untuk
memperoleh produk-produk ilmu pengetahuan ilmiah, misalnya observasi,
pengukuran, merumuskan dan menguji hipotesis, mengumpulkan data,
bereksperimen, dan prediksi. Dalam konteks itu fisika bukan sekadar cara bekerja,
melihat, dan cara berpikir. Fisika sebagai proses juga dapat meliputi
kecenderungan sikap atau tindakan, keingintahuan, kebiasaan berpikir, dan
seperangkat prosedur. Sementara nilai-nilai fisika berhubungan dengan tanggung
jawab moral, nilai-nilai sosial, manfaat fisika dalam kehidupan manusia, serta
sikap dan tindakan seseorang dalam belajar atau mengembangkan fisika.
Fisika merupakan bagian dari sains. Seperti yang diungkapkan oleh Koes
(2003:4), hakikat fisika sama halnya dengan membicarakan hakikat sains karena
fisika merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sains. Oleh karena itu,
karakteristik fisika pada dasarnya sama dengan karakteristik sains pada umumnya.
Kaitannya dalam pembelajaran fisika, objek yang diajarkan adalah fisika.
Sedangkan fisika pada dasarnya sama dengan karakteristik sains pada umumnya,
maka dalam belajar fisika tidak terlepas dari penguasaan konsep-konsep dasar
13fisika, teori, atau masalah baru yang memerlukan jawaban melalui pemahaman
sehingga ada perubahan dalam diri peserta didik.
Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan nomor 59 tahun 2014
menyebutkan bahwa, tujuan pembelajaran fisika diantaranya adalah,
mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun
kuantitatif, juga menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai
keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal
untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kompetensi yang ingin dicapai dalam pemebelajaran, merupakan bagian yang
integral dari sistem pembelajaran. Tujuan pembelajaran tersebut akan
menghasilkan perolehan hasil belajar setelah terjadi proses pembelajaran. Hasil
belajar merupakan data yang diperoleh melalui tes hasil belajar yang dapat
mengukur tingkat pencapaian kompetensi. Penilaian hasil belajar Fisika diperoleh
dari tes berupa pertanyaan yang diberikan kepada peserta didik, selain itu bukan
hanya dilihat dari nilai tes, namun dinilai dari peserta didik mampu mengamati,
pemahaman konsep serta aplikasi dalam kehidupan serta respon emosional selama
proses pembelajaran. Hasil belajar dalam penelitian ini diperoleh dari tes untuk
mengetahui tingkat kemampuan ranah kognitif peserta didik, ranah afektif, dan
ranah psikomotor yang dilihat selama proses pembelajaran dengan inkuiri
terbimbing.
14
2. Higher Order Thinking Skills (HOTS)
Kemampuan berpikir tingkat tinggi atau dikenal dengan istilah Higher Order
Thinking Skills (HOTS) pada Taksonomi Bloom, merupakan dimensi proses
kognitif dari tingkat rendah ke tinggi. Agar lebih relevan digunakan dalam dunia
pendidikan abad ke-21. Taksonomi Bloom versi lama berupa kata benda yaitu:
pengetahuan, pemahaman, terapan, analisis, sintesis, evaluasi. Setelah direvisi
menjadi kata kerja: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, dan mencipta.
Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang
tidak sekadar mengingat, menyatakan kembali, atau merujuk tanpa melakukan
pengolahan. Soal-soal HOTS pada konteks asesmen mengukur kemampuan: 1)
transfer satu konsep ke konsep lainnya, 2) memproses dan menerapkan informasi,
3) mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda, 4) menggunakan
informasi untuk menyelesaikan masalah, dan 5) menelaah ide dan informasi
secara kritis. Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal
yang lebih sulit daripada soal mengingat.
15Pengertian kemampuan berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking skills
menurut Brookhart ( 2010:5);
Higher order thinking conceived of as the top end of the Bloom’scognitive taxonomy. The teaching goal behind any of the cognitivetaxonomies is equipping students to be able to do transfer. “Being able tothink” means students can apply the knowledge and skills they developedduring their learning to new contexts. “New” here means applicationsthat the student has not thought of before, not necessarily somethinguniversally new. Higher order thinking is conceived as students being ableto relate their learning to other elements beyond those they were taught toassociate with it.
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa; Berpikir tingkat tinggi merupakan
kemampuan pada level atas taksonomi kognitif Bloom, tujuan pembelajaran
berdasarkan taksonomi kognitif Bloom melengkapi peserta didik untuk dapat
menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk konteks baru. Maksudnya
adalah penerapan konsep yang oleh peserta didik belum terpikirkan sebelumnya,
ini berarti belum tentu sesuatu yang baru. Berpikir tingkat tinggi berarti
kemampuan peserta didik untuk menghubungkan pembelajaran mereka untuk hal-
hal lain di luar yang pernah dipelajari.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam taksonomi Bloom, menurut Brookhart,
(2010:5); Higher order thinking is approached as the “top end” of Bloom’s (or
any other) taxonomy: Analyze, Evaluate, and Create, or, in the older language,
Analysis, Synthesis, and Evaluation.
Berdasarkan pengertian tersebut berarti, berpikir tingkat tinggi merupakan
kemampuan berpikir menurut taksonomi Bloom, yang meliputi: menganalisis
(analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mengkreasi (create). Peringkat kognitif
Bloom. Menurut Moore, dan Stanley, (2010), taksonomi Bloom yang mencakup;
16menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi merupakan level kognitif tingkat
tinggi. Selanjutnya, Moore, dan Stanley, (2010), menambahkan bahwa level 4
sampai 6 the higher level of thinking. Hal ini senada dengan pendapat Thomas, &
Thorne, (2007) yang mengatakan;
“HOT is thinking on a higher level than memorizing facts or tellingsomething back to someone exactly the way the it was told to you. When aperson memorizes and gives back the information without having to thinkabout it, we call it rote memory. That's because it's much like a robot; itdoes what it's programmed to do, but it doesn't think for itself.”
Kemampuan berpikir tingkat tinggi, merupakan proses berpikir yang tidak hanya
sekedar, menghafal dan menyampaikan kembali informasi yang diketahui yang
diperlukan dalam pembelajaran fisika. Seperti yang dijelaskan Rofiah, dkk.,
(2013), bahwa; Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan
menghubungkan, memanipulasi, dan mentransformasi pengetahuan serta
pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam
upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi baru.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat dikatakan bahwa proses
penyampaian informasi dalam pembelajaran sains khususnya fisika ditekankan
pada pemberian pengalaman secara langsung. Pengalaman secara langsung dapat
diperoleh dengan cara melakukan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
(student center) dan pendidik berperan sebagai fasilitator agar peserta didik dapat
berpikir, memahami, dan menghayati pesan yang disampaikan. Pada pemberian
pengalaman secara langsung, peserta didik diharapkan dapat membentuk sikap
ilmiah seperti ditunjukkan oleh para ilmuwan sains terdahulu, mengembangkan
kompetensi, dan menumbuhkan kemampuan berpikir.
17Berdasarkan hasil penelitian Heong, et al., (2011), bahwa; students need to learn
thinking skills, especially higher order thinking skills to help them solve problems
in learning and enhance their academic results. Berdasarkan pendapat tersebut,
bahwa peserta didik membutuhkan kemampuan berpikir, terutama kemampuan
berpikir tingkat tinggi untuk membantunya dalam menyelesaikan masalah dalam
belajar.
Pengembangan soal HOTS memerlukan berbagai kriteria baik dari segi bentuk
soalnya maupun konten materi subjeknya. Teknik penulisan soal-soal HOTS baik
yang berbentuk pilihan ganda atau uraian secara umum sama dengan penulisan
soal tingkat rendah, tetapi ada beberapa ciri yang membedakannya dalam Tabel
2.1.
Tabel 2.1 Taksonomi Bloom
No.Level
Taksonomi
Kata KerjaOperasional yang
Dapat DiukurDeskripsi Perilaku
1. Mengingat 1. Mengidentifikasi2. Menyebutkan3. Mendaftar4. Menunjukkan5. Mendevinisikan6. Melabel
Mengingat atau menyadariinformasi.
2. Memahami 1. Menjelaskan2. Mendeskripsikan3. Mengklasifikasi4. Mencontohkan5. Meringkas6. Mengelompokkan
Memahami makna,menetapkan kembali dalamkata-kata sendiri,menafsirkan, ekstrapolasi,menerjemahkan,merangkum, membuatringkasan.
3. Menerapkan 1. Menggunakan2. Menerapkan3. Memecahkan4. Mengubah5. Menanggapi6. Menentukan
Menggunakan ataumenerapkan pengetahuan,mempraktikkan teori,menggunakan pengetahuandalam menanggapi keadaannyata, merespon yangdipahami.
18
No.Level
Taksonomi
Kata KerjaOperasional yang
Dapat DiukurDeskripsi Perilaku
4. Menganalisis 1. Menganalisis2. Menguji3. Mengukur4. Membandingkan5. Menafsirkan6. Membagi
Menafsirkan elemen,prinsip-prinsip organisasi,struktur, konstruksi,hubungan internal, kualitas,keandalan komponenindividu, menyeleksi hasilpenerapannya.
5. Mengevaluasi 1. Menilai2. Meninjau3. Menyelidiki4. Mengelola5. Membenarkan6. Mempertahankan
Menilai efektivitas seluruhkonsep, dalam hubungannyadengan nilai-nilai output,khasiat, kelangsunganhidup; berpikir kritis,perbandingan strategis danreview; penghakiman yangberkaitan dengan kriteriaeksternal, mengontrol.
6. Mencipta 1. Merencanakan2. Merevisi3. Mengembangkan4. Membangun5. Mengintegrasikan6. Memodivikasi
Mengembangkan strukturunik baru, sistem, model,pendekatan, ide-ide, berpikirkreatif.
(Anderson & Krathwhol 2001)
Kemampuan berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking skill (HOTS)
adalah kemampuan mengananlisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan
mencipta (create). Kemampuan ini ditunjukkan dalam menyelesaikan persoalan
dengan menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Kemampaun ini
sebenarnya sudah dibiasakan dalam fisika, karena fisika melatih peserta didik
dalam mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, objektif, memutuskan
sesuatu berdasarkan data yang tetap dengan menggunakan metode ilmiah, dan
kemampuan untuk komunikasi ilmiah.
Kemampuan berpikir peserta didik melibatkan dimensi pengetahuan yang berupa
pengetahuan faktual, “peserta didik dapat mendefinisikan istilah-istilah dengan
19bahasa mereka sendiri”. pengetahaun konseptual, “peserta didik dapat
menjelaskan apa yang terjadi pada jumlah arus listrik ketika dilakukan perubahan-
perubahan pada rangkaian, misalnya dua baterai dirangkai dalam hubungan seri
diubah jadi paralel”. Pengetahuan prosedural, “peserta didik dapat menggunakan
rumus Ohm untuk menghitung tegangan jika diketahui arus dan hambatannya”.
Pengetahuan konseptual, “peserta didik dapat meumuskan cara-cara untuk
menambah terang lampu dalam sebuah rangkaian istrik tanpa mengubah
baterainya”. Pengetahuan metakognitif, “peserta didik dapat memilih rencana
yang paling sesuai dengan tingkat pemahamannya untuk menyelesaikan masalah
yang menyangkut rumus Ohm”.
3. Inkuiri Terbimbing
Pembelajaran inkuiri pada hakikatnya merupakan proses penemuan atau
penyelidikan. Tujuan utamanya adalah untuk mendorong peserta didik dalam
mengembangkan keterampilan berfikir dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Proses
pembelajaranya berubah dari dominasi pendidik menjadi dominasi oleh peserta
didik, karena dalam model Guided Inquiry yang lebih aktif belajar adalah peserta
didik, sedangkan pendidik bertindak sebagai fasilitator atau pembimbing saja.
Inkuiri merupakan pembelajaran yang menekankan pada proses mencari dan
menemukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Cleaf dalam Putrayasa, (2007: 2)
inkuiri adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, yang mendorong
peserta didik untuk menyelidiki masalah dan menemukan informasi. Dengan
20strategi ini, peserta didik dapat mengembangkan proses berpikir sehingga peserta
didik aktif untuk belajar.
Joyce at al., (2000 : 194) menjelaskan “ The general goal of inquiry training is to
help student develop the intellectual discripline and skill necessary to raise
question and search out answer stemming from their curiosity”. bahwa tujuan
umum dari inkuiri adalah membantu peserta didik mengembangkan disiplin
intelektual dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk membangkitkan pertanyaan
dan mencari jawaban yang berasal dari rasa keingintahuannya.
Inkuiri termasuk ke dalam kategori model kelompok pengolahan informasi.
Model-model pembelajaran pengolahan informasi pada dasarnya menitikberatkan
pada cara-cara memperkuat dorongan internal manusia untuk memahami dunia
dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah
dan mengupayakan jalan pemecahannya.
Beberapa model dalam kelompok ini memberikan kepada para peserta didik
sejumlah konsep, sebagian lagi menitikberatkan pada pembentukkan konsep dan
pengujian hipótesis, sebagian lainnya memusatkan perhatian pada pengembangan
kemampuan kreatif.
Beberapa model telah dirancang untuk memperkuat kemampuan intelektual
umum. Pembelajaran inkuiri melibatkan peserta didik dalam masalah yang
sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan peserta didik pada bidang
penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau
21metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara
dalam mengatasi masalah.
Joyce at al., (2000 :172). ”Tugas pendidik adalah untuk membimbing penelitian
dengan menekankan pada proses penelitian dan mengajak peserta didik untuk
merefleksikannya pada kerangka pokok dan harus mendorong tingkat ketelitian
yang baik dalam penelitian”.
Joyce at al., (2000 : 185). Hasil pembelajaran utama dari penelitian adalah proses
yang melibatkan observasi, mengumpulkan dan mengatur data, mengidentifikasi
dan mengontrol variabel, membuat hipotesis, menyusun penjelasan dan
menggambarkan kesimpulan.
Joyce at al., (2000:186), menjelaskan bahwa model inkuiri terbimbing, adalah
pembelajaran yang diarahkan pada pencapaian indikator kompetensi dasar.
Pembelajaran inkuiri bermakna bahwa peserta didik dilibatkan dalam
pembelajaran dengan bertanya dan menjawab pertanyaan, mencari informasi
dapat dilakukan dengan kegiatan diskusi, dan melakukan penyelidikan yang
dilakukan dengan kegiatan ekperimen. Selanjutnya disebutkan bahwa strategi
inkuiri dapat melibatkan peserta didik melakukan penyelidikan untuk memperoleh
informasi. Pembelajaran ini sangat baik diterapkan dalam pembelajaran Fisika
yang memiliki tuntutan kurikulum untuk memberikan pengalaman langsung yang
berupa melakukan demonstrasi, eksperimen serta sikap ilmiah lainnya.
Sanjaya (2008: 196) memberikan definisi pembelajaran inkuiri, yaitu;
Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan
22pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban dari masalah yang dipertanyakan.
Berdasarkan penjelasan di atas terdapat lima ciri penting dari inkuiri, yaitu (1)
pertanyaan ilmiah yang akan melibatkan para peserta didik; (2) bukti yang
didapatkan oleh peserta didik mampu digunakan untuk mengembangkan dan
memecahkan permasalahan yang dihadapi; (3) penjelasan (explanation)
dikembangkan berdasarkan bukti yang didapat; (4) evaluasi dari suatu penjelasan
dijadikan salah satu alternatif yang mencerminkan pemahaman ilmiah; (5)
mengkomunikasikan hasil yang diperoleh.
Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan peserta didik
secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara
logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3) mengembangkan sikap
percaya diri peserta didik tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri. Hal
tersebut membutuhkan suatu kondisi yang sangat mendukung. Adapun kondisi
umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi peserta didik
adalah (1) aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang peserta
didik berdiskusi; (2) inkuiri berfokus pada hipotesis; dan (3) penggunaan fakta
sebagai bukti.
Inkuiri merupakan cara terbaik untuk mencapai literasi sains karena dengan model
inkuri memberikan peserta didik kesempatan untuk mendiskusikan dan
perdebatan gagasan ilmiah, peserta didik ditantang untuk memecahkan suatu
masalah tertentu dengan observasi, yaitu kesempatan untuk membuat dan menguji
23prediksi, melalui eksperimen yang direncanakan seperti yang jelaskan oleh
Crawford, (2007):
“Teaching science as inquiry must be both feasible and viable in the mind ofthe teacher. Teachers need to see that things can work, that it is possible tocarry out inquiry-based instruction in actual classrooms; and be able toevaluate their current beliefs for effectiveness (e.g., to approach see thatchildren may not develop understandings of scientific inquiry and of scientificconcepts by a simple transmission). This study raises questions aboutproviding ways to assess students in varying settings, which can informteachers about the effectiveness and appropriateness of using inquiry basedapproaches.”
Tujuan utama pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan keinginan dan
motivasi peserta didik untuk mempelajari prinsip dan konsep sains,
mengembangkan keterampilan ilmiah peserta didik, sehingga mampu bekerja
seperti layaknya seorang ilmuwan dan membiasakan peserta didik bekerja keras
untuk memperoleh pengetahuan.
Adapun langkah-langkah yang diterapkan dalam pembelajaran dengan
menggunakan aktivitas inkuiri terbimbing dapat dilihat pada Tabel 2.2. Proses
pembelajaran ini mencakup aktivitas pendidik dan peserta didik. Langkah-langkah
model pembelajaran inkuiri terbimbing terdiri dari beberapa tahapan, yaitu
introduction (pembukaan), questioning (pertanyaan), planning (perencanaan),
implementing (pengimplementasian), concluding (penyimpulan), dan reporting
(pelaporan).
24
Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Inkuiri Terbimbing (Wenning; 2007)
Tahapan PembelajaranAktivitas
Pendidik Peserta didikIntroduction (pembukaan) Memperkenalkan dan
mengarahkan pesertadidik terhadap topik yangakan dipelajari. Menemukan pengetahuan
awal yang dimilikipeserta didik terhadaptopik.
Memperhatikanapa yangdisampaikanoleh pendidik.
Menjawabpertanyaan yangdiajukanpendidik.
Questioning (permasalahan) Menuntun peserta didikmerumuskanpermasalahan danhipotesis.
Merumuskanpermasalahandan hipotesis.
Planning (perencanaan) Menuntun peserta didikuntuk merencanakaneksperimen denganbeberapa pertanyaan. Apa bahan dan alat yang
kalian butuhkan?
Apa prosedur yang akankalian lakukan untukmengumpulkan data?
Bagaimana kalianmelakukan observasi danmerekam data?
Membuatprosedureksperimen.
Menentukanalat dan bahanyang akandigunakan.
Menentukanteknik observasiyang akandilakukan.
Menentukanteknik merekamdata
Implementing(pengimplementasian)
Menuntun peserta didikdalam menggunakan alatdan bahan. Menuntun peserta didik
dalam melakukanprosedur eksperimen. Menuntun peserta didik
dalam mengobservasidan merekam data.
Menggunakanalat dan bahan.
Melakukanprosedureksperimen.
Melakukankegiatanobservasi danmerekam datayang diperoleh.
25
Tahapan PembelajaranAktivitas
Pendidik Peserta didikConcluding (penyimpulan) Menuntun peserta didik
untuk merumuskan suatukesimpulan berdasarkanbukti-bukti yang di dapatdan hipotesis yang telahdirumuskan.
Merumuskansuatukesimpulanberdasarkanbukti-buktiyang di dapatdan hipotesisyang telahdirumuskan.
Reporting (pelaporan) Menuntun peserta didikdalam melaporkan hasileksperimen yang telahdilakukan melaluikegiatan diskusi.
Melaporkanhasil yang telahdiperoleh dalambentuk makalah,dandipresentasikankepada teman-temannya.
4. Penilaian dalam Pembelajaran Fisika
a) Pengertian Asesmen dan jenisnya
Pengertian asesmen (assessment) dijelaskan oleh Stiggins, (2004) sebagai
penilaian proses, kemajuan, dan hasil belajar peserta didik (outcomes). Asesmen
dijelaskan oleh Kumano dalam Kuncoro, (2012) sebagai “ The process of
collecting data which shows the development of learning”. Asesmen merupakan
istilah yang tepat untuk penilaian proses belajar peserta didik. Proses belajar
peserta didik merupakan hal penting yang dinilai dalam asesmen, tapi hasil
belajar juga tetap tidak dapat dikesampingkan. Penilaian hasil belajar oleh
pendidik adalah proses pengumpulan informasi atau bukti tentang capaian
pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial,
kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara
terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran.
26
Penilaian Hasil Belajar oleh pendidik memiliki fungsi untuk memantau kemajuan
belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar
peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian hasil belajar peserta didik
dilaksanakan berdasarkan standar penilaian pendidikan yang berlaku secara
nasional. Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi
persyaratan:
1) Substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai,
2) Konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk
instrumen yang digunakan, dan
3) Bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta
komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
Penilaian pengetahuan merupakan penilaian untuk mengukur kemampuan peserta
didik berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif, serta
kemampuan berpikir tingkat rendah sampai tinggi. Pada asesmen HOTS dan
pengkategorian proses-proses kognitif, seperti pada tabel 2.3.
27Tabel 2.3 Tabel Taksonomi untuk Pembelajaran Hukum Ohm
DimensiPengetahuan
Dimensi Proses Kognitif
1Mengingat
2Memahami
3Mengaplikasikan
4Mengana
lisis
5Mengeva
luasi
6Mencipta
APengetahuanFaktual
x x
BPengetahuanKonseptual
x x x x
CPengetahuanProsedural
x x x
DPengetahuanMetakogtif
x x
(Anderson & Krathwhol 2001)
Teknik penilaian kompetensi pengetahuan dalam Permendikbud nomor 23 tahun
2016: Teknik yang biasa digunakan adalah tes tertulis, tes lisan, dan penugasan.
namun tidak menutup kemungkinan digunakan teknik lain yang sesuai, misalnya
portofolio dan observasi.
Tes tertulis adalah tes dengan soal dan jawaban disajikan secara tertulis untuk
mengukur atau memperoleh informasi tentang kemampuan peserta tes. Tes tertulis
menuntut respons dari peserta tes yang dapat dijadikan sebagai representasi dari
kemampuan yang dimiliki. Instrumen tes tertulis dapat berupa soal pilihan ganda,
isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Pengembangan
instrumen tes tertulis mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
1) Menetapkan tujuan tes, yaitu untuk seleksi, penempatan, diagnostik,
formatif, atau sumatif.
282) Menyusun kisi-kisi, yaitu spesifikasi yang digunakan sebagai acuan
menulis soal. Kisi-kisi memuat rambu-rambu tentang kriteria soal yang
akan ditulis, meliputi KD yang akan diukur, materi, indikator soal, bentuk
soal, dan nomor soal. Dengan adanya kisi-kisi, penulisan soal lebih terarah
sesuai dengan tujuan tes dan proporsi soal per KD atau materi yang
hendak diukur lebih tepat.
3) Menulis soal berdasarkan kisi-kisi dan kaidah penulisan soal.
4) Menyusun pedoman penskoran sesuai dengan bentuk soal yang digunakan.
Pada soal pilihan ganda, isian, menjodohkan, dan jawaban singkat
disediakan kunci jawaban karena jawaban dapat diskor secara objektif.
Sedangkan untuk soal uraian disediakan pedoman penskoran yang memuat
alternatif jawaban atau rubrik dengan rentang skor.
5) Melakukan analisis kualitatif (telaah soal) sebelum soal diujikan.
Bentuk soal tes tertulis, yaitu:
a) Memilih jawaban, dapat berupa:
1) pilihan ganda
Menurut Mardapi, (2012: 74-75), Tes pilihan ganda terdiri atas:
pernyataan (pokok soal) atau stem dan alternatif jawaban dan pengcoh.
Pokok soal merupakan kalimat yang berisi keterangan atau
pemberitahuan tentang suatu materi yang belum lengkap yang harus
dilengkapi dengan memilih jawaban yang tesedia. Kunci jawaban
adalah salah satu alternatif jawaban yang merupakan pilihan benar,
sedangkan pengecoh merupakan alternatif jawaban yang bukan kunci
jawaban.
292) dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
3) menjodohkan
4) sebab-akibat
b) Mensuplai jawaban, dapat berupa:
1) isian atau melengkapi
2) jawaban singkat atau pendek
3) uraian
Tes ranah kognitif berfokus pada pengetahuan dan pemahaman mengenai fakta,
konsep, prinsip, hukum, dan penyelesaian masalah, serta prilaku yang
berhubungan dengan kegiaan berpikir peserta didik. Dengan kata lain, kognitif
adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak) berupa kemampuan
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan kreasi. Hasil belajar
ranah kognitif diperoleh dari hasil tes untuk mengukur tingkat pencapaian setelah
suatu materi pembelajaran diberikan kepada peserta didik.
b) Langkah pengembangan Tes
Menurut Mardapi, (2008; 88), ada sembilan langkah yang perlu ditempuh dalam
mengembangkan tes hasil atau prestasi belajar, yaitu: (1) menyusun spesifikasi
tes, (2) menulis soal tes, (3) menelaah soal tes, (4) melakukan uji coba tes, (5)
menganalisis butir soal, (6) memperbaiki tes, (7) merakit tes, (8) melaksanakan
tes, (9) menafsirkan hasil tes.
30c) Langkah-Langkah Penyusunan Soal HOTS
Untuk menulis butir soal HOTS, penulis soal dituntut untuk dapat menentukan
perilaku yang hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar
pertanyaan (stimulus) dalam konteks tertentu sesuai dengan perilaku yang
diharapkan. Selain itu uraian materi yang akan ditanyakan (yang menuntut
penalaran tinggi). Oleh karena itu dalam penulisan soal HOTS, dibutuhkan
penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (kontruksi soal), dan
kreativitas pendidik dalam memilih stimulus soal.
Berikut ini langkah-langkah penyusunan soal-soal HOTS.
1) Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS
Memilih Kompetensi Dasar yang dapat dibuatkan soal-soal HOTS. Tidak
semua Kompetensi Dasar dapat dibuatkan model-model soal HOTS.
2) Menyusun kisi-kisi soal
Kisi-kisi menurut Kartowagiran (2012: 4) adalah panduan atau acuan
dalam menyiapkan bahan ajar, menyelenggarakan pembelajaran, dan
mengembangkan butir-butir soal uji. Kisi-kisi soal tes yang berisi
kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran, penilaian, waktu,
dan sumber belajar. Hal yang harus diperhatikan dalam menyusun kisi-kisi
adalah indikator jabaran dari Kompetensi Dasar (KD), kompetensi dasar
jabaran dari Kompetensi Inti (KI)
, kompetensi inti jabaran dari standar kompetensi lulusan mata pelajaran,
dan standar kompetensi lulusan mata pelajaran jabaran dari standar
kompetensi lulusan satuan pendidikan, dan standar kompetensi lulusan
satuan pendidikan jabaran dari Tujuan Pendidikan Nasional.
31
Kisi-kisi penulisan soal-soal HOTS bertujuan untuk membantu dalam
menulis butir soal HOTS. Secara umum, kisi-kisi tersebut diperlukan
untuk memandu dalam:
a) Memilih KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS,
b) Memilih materi pokok yang terkait dengan KD yang akan diuji,
c) Merumuskan indikator soal, dan
d) Menentukan level kognitif.
3) Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual
Stimulus yang digunakan hendaknya menarik, artinya mendorong peserta
didik untuk membaca stimulus. Stimulus yang menarik umumnya baru,
belum pernah dibaca oleh peserta didik. Sedangkan stimulus kontekstual
berarti stimulus yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-
hari, menarik, mendorong peserta didik untuk membaca.
4) Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal
Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir soal
HOTS. Kaidah penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan kaidah
penulisan butir soal pada umumnya. Perbedaannya terletak pada aspek
materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa relatif sama.
5) Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban
Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan
pedoman penskoran atau kunci jawaban. Pedoman penskoran dibuat untuk
bentuk soal uraian. Sedangkan kunci jawaban dibuat untuk bentuk soal
pilihan ganda, pilihan ganda kompleks, dan isian singkat.
32d) Karakteristik Soal HOTS
Soal-soal HOTS untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk
kemampuan untuk memecahkan masalah, keterampilan berpikir kritis, berpikir
kreatif, kemampuan berargumen, dan kemampuan mengambil keputusan.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kompetensi penting
dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap peserta didik. Berikut ini
dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS, yaitu:
1) Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi
The Australian Council for Educational Research (ACER) menyatakan
bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses;
menganalisis, merefleksi, memberikan argumen, menerapkan konsep pada
situasi berbeda, menyusun, dan menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat
tinggi bukanlah kemampuan untuk mengingat, mengetahui, atau
mengulang. Dengan demikian, jawaban soal-soal HOTS tidak tersurat
secara eksplisit dalam stimulus.
2) Berbasis permasalahan kontekstual
Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam
kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan
konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah.
Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini
terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa,
serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek
kehidupan. Pengertian tersebut termasuk pula bagaimana kemampuan
peserta didik untuk menghubungkan, menginterpretasikan, menerapkan
33dan mengintegrasikan ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas
untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata.
B. Penelitian yang relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya penelitian
yang dilakukan oleh: Istiyono, (2013), penelitiannya berjudul “Pengembangan
Instrumen untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dalam Mata
Pelajaran Fisika di SMA” dengan hasil penelitian, Instrumen PhysTHOTS
dikembangkan pada kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan
untuk materi fisika gerak, gaya, usaha dan energi, serta momentum dan impuls.
Pembelajaran model inkuiri membangkitkan motivasi bagi peserta didik, untuk
mendorong higher order thinking seperti hasil penelitian, Rooney (2012),
berjudul “How am I using inquiry-based learning to improve my practice and to
encourage higher order thinking among my students of mathematics. Kesimpulan
penelitian, 1) Motivation is key to encouraging higher order thinking. 2) Inquiry
based learning helps to encourage higher order thinking. 3) The students enjoyed
inquiry based learning more than traditional didactic approaches. Senada dengan
Chang, et.al. (2003), pembelajaran dengan inkuiri sangat efektif untuk
berkolaborasi, penelitian dan pemahaman konsep.
Penelitian Heong (2011), berjudul “The Perception of Student on Mastering The
Level of Higher order thinking Skills in Technical education Subjects”, hasil
penelitian students also perceived that they have moderate level of HOTS
knowledge and participating in HOTS related activities. Therefore, students need
34to learn thinking skills, especially higher-order thinking skills to help them solve
problems in learning and enhance their academic result.
Hasil penelitian Afra (2009). Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran
berbasis inkuiri lebih sukses dari pada pembelajaran tradisonal dalam
meningkatan pemahaman konseptual, maka penerapan model pembelajaran
inkuiri terbimbing menjadi salah satu solusi untuk mengasah kemampuan berpikir
tingkat tinggi peserta didik.
Selanjutnya hasil penelitian Heong (2011), dengan judul “The Level of Marzano
Higher Order Thinking Skills among Technical Education Students” ,
menunjukkan bahwa : This study illustrated the technical education students’
perceptions of Marzano HOTS levels in their academic and daily lives. Also, the
findings indicated there was a very low positive relationship between the level of
Marzano HOTS with gender, academic achivement and socio economic status.
Hasil penelitian Ertikanto, dkk., (2017), yang berjudul “ Development and
Evaluation of a Model-Supported Scientific InquiryTraining Program for
Elementary Teachers in Indonesia”. Menjelaskan bahwa dengan inkuiri akan
lebih mudah dalam pemahaman konsep dan persepsi tentang pengaajaran sains
dan proses penyelidikan. Selanjutnya hasil penelitian Isa, (2016), dengan judul
Keefektifan pembelajaran berbantuan multimedia menggunakan metode inkuiri
terbimbing untuk meningkatkan minat dan pemahaman siswa.
35C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Asesmen HOTS dengan Inkuiri Terbimbing
Materi:Listrik Arus Searah
Model Inkuiri TerbimbingP
erm
asal
ahan
Mer
umus
kan
Hip
otes
is:
Hub
unga
nI
dan
VS
ifat
rang
kaia
nse
rida
npa
rale
lH
ukum
Ida
nII
Kir
chof
f
Per
enca
naan
Mer
enca
naka
nP
enel
itia
n:M
embu
atpr
osed
urek
sper
imen
Pen
gim
plem
enta
sian
Mel
akuk
anke
giat
anek
sper
imen
dan
mer
ekam
data
yang
dipe
role
h
Pen
dahu
luan
Pen
gara
han
dan
men
emuk
anpe
nget
ahua
naw
al
PengetahuanHigher Order Thinking Skills
Menganlisis (C4)Mengevaluasi (C5)Mengkreasi (C6)
Pen
yim
pula
nM
erum
uska
nke
sim
pula
nbe
rdas
arka
nbu
kti-
bukt
iyan
gdi
dapa
tdan
hipo
tesi
sya
ngte
lah
diru
mus
kan
Pel
apor
anM
elap
orka
nha
sily
ang
tela
hdi
pero
leh
dala
mbe
ntuk
mak
alah
dan
dipr
esen
tasi
kan
AsesmenHigher Order Thinking Skills
Menganlisis (C4)Mengevaluasi (C5)Mengkreasi (C6)
361. Pembelajaran menganalisis penerapan peralatan listrik arus searah dalam
kehidupan sehari-hari dengan model inkuiri terbimbing, memiliki indikator-
indikator ketercapaian kompetensi yang akan diukur menggunakan aspek
kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik pada ranah pengetahuan
dengan teknik penilaian tes tertulis menggunakan bentuk soal pilihan ganda
dan soal uraian.
2. Berdasarkan kerangka berpikir yang sudah diuraikan, maka diasumsikan
bahwa asesmen HOTS dapat mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi
peserta didik pada pembelajaran pada materi penerapan peralatan listrik arus
searah dalam kehidupan sehari dengan model inkuiri terbimbing.
3. Ada perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika peserta didik dengan
pembelajaran menggunakan model inkuiri terbimbing dibandingkan dengan
model diskoveri.
37
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan asesmen Higher Order Thinking
Skills (HOTS) Fisika SMA dengan model Inkuri Terbimbing. Pengembangan
asesmen HOTS ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan
(research and development). Metode penelitian pengembangan digunakan untuk
menghasilkan sebuah produk tertentu dalam menguji kesesuaian, kemudahan, dan
kemanfaatan agar bermanfaat dalam pembelajaran Fisika.
Metode penelitian yang digunakan adalah research and development atau
penelitian dan pengembangan. Penelitian yang dilakukan diarahkan pada
pengembangan suatu produk yang berupa asesmen HOTS. Sebelum asesmen
HOTS ini diuji coba ke peserta didik, terlebih dahulu dilakukan uji validasi ahli.
Uji validasi ahli dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan produk yang
dihasilkan berdasarkan kesesuaian produk dilihat dari segi isi atau materi,
konstruksi dan bahasa. Sedangkan uji coba produk juga dilakukan untuk
mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas produk yang telah dihasilkan dari
penelitian pengembangan ini. Tingkat validitas dan reliabilitas tersebut dapat
dilihat dari hasil penilaian yang diberikan setelah uji coba penggunaan produk.
38B. Subjek Pengembangan Produk
Subjek pengembangan produk terdiri dari ahli bidang isi atau materi, ahli
instrumen, dan ahli bahasa. Uji ahli materi dilakukan oleh ahli bidang isi atau
materi yang bertujuan untuk mengevaluasi isi materi pembelajaran, uji ahli
instrumen dan bahasa penilaian untuk mengevaluasi konstruksi dan bahasa
instrumen. Subjek uji coba produk yaitu satu kelas yang diambil dari sampel
penelitian yang dapat mewakili populasi target untuk asesmen HOTS yang dibuat.
C. Prosedur Pengembangan
Menurut Borg & Gall, (1989:569) Educational research and development (R &
D) is the use of research findings to design new products and procedures,
followed by the application of research methods to field-test, evaluate, and refine
the products and procedures until they meet specified criteria of effectiveness,
quality, or similar standards.
Penelitian pengembangan ini menggunakan model pengembangan yang diadaptasi
dari prosedur pengembangan menurut Borg & Gall. Penelitian pengembangan
adalah penelitian yang berorientasi untuk mengembangkan dan memvalidasi
produk-produk yang digunakan dalam pendidikan. Langkah-langkah penelitian
Borg & Gall menjelaskan bahwa;
“The seven steps in the R & D cycle included: (1) research analysis, needsassessment, and proof of concept; (2) product planning and design; (3)preliminary product development; (4) preliminary field testing; (5) productrevision; (6) main field testing; (7) operational product revision; (8)operational field testing; (9) the final product revision; and (10)dissemination and implementation.”
39Sepuluh langkah yang dikembangkan oleh Borg & Gall, pada penelitian ini
implementasinya hanya sampai pada langkah ke tujuh. Hal ini dilakukan karena
keterbatasan peneliti, baik dari segi waktu maupun biaya pada penelitian ini.
Langkah-langkah prosedur pengembangan dari tujuh langkah dari model
pengembangan Borg & Gall dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.1 berikut:
Gambar 3.1 Langkah Pengembangan yang diadaptasi dari Borg & Gall (1989)
1. Pengumpulan Informasidan Data Awal
2. Perencanaan
3. Pengembangan DesainProduk Awal
4. Uji Coba Produk(Validasi)
5. Revisi Produk
6. Uji Coba Produk (UjiLapangan, )
7. Produk Akhir
Analisis Kebutuhan
Desain AsesmenHOTS
PengembanganAsesmen HOTS
Validasi Ahli
Uji Validitas danReliabelitas
Uji Coba 1Asesmen HOTS
Uji coba 2Asesmen HOTS
40Langkah-langkah penelitian pengembangan yang akan dilakukan:
1) Penelitian pendahuluan (research analysis, needs assessment)
Pada tahap ini telah dilakukan analisis kebutuhan tentang asesmen HOTS.
Pada tahap ini juga telah dilakukan studi pustaka, ini dilakukan untuk
pengenalan sementara terhadap produk yang akan dikembangkan. Studi
pustaka ini dengan melakukan analisis beberapa jurnal yang barkaitan
dengan rencana penelitian untuk mengumpulkan temuan riset dan informasi
lain yang bersangkutan dengan pengembangan produk yang direncanakan.
2) Perencanaan Produk (product planning)
Langkah berikutnya melakukan perencanaan yaitu desain produk berupa
asesmen HOTS pada pembelajaran fisika dengan menggunakan model Inkuiri
Terbimbing. Indikator ketercapaian kompetensi pembelajaran menjadi acuan
keberhasilan belajar peserta didik yang diukur dimensi pengetahuan pada
level HOTS yaitu menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi.
3) Pengembangan produk awal (preliminary product development ).
Pengembangan yang dihasilkan adalah teknik penilaian dan bentuk soal yang
dapat mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Ranah
kompetensi yang diukur adalah pengetahuan. Kompetensi pengetahuan diukur
dengan teknik penilaian tes tertulis. Bentuk soal tes tertulis yang digunakan
adalah soal uraian dan pilihan ganda. Indikator ketercapaian kompetensi
disesuaikan dengan pembelajaran fisika, sehingga pengembangan asesmen
hots dapat mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
41Berdasarkan uraian di atas, maka dikembangkan asesmen HOTS atau asesmen
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Langkah-langkah pengembangan butir soal
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penentuan tujuan tes,
b. Penyusunan kisi-kisi,
c. Penulisan soal,
d. Penelaahan soal (review dan revisi soal),
e. Uji coba soal, termasuk analisis dan perbaikan, dan
f. Perakitan soal menjadi perangkat tes
4) Uji coba tahap awal (preliminary field testing).
Setelah pengembangan produk dilakukan ujicoba tahap awal yaitu validasi
ahli seperti pada Lampiran 5 dan uji coba instrumen. Validasi ahli dilakukan
oleh beberapa ahli yang akan menilai sesuai atau tidak produk yang
dihasilkan sebagai alat ukur pembelajaran. Uji coba instrumen adalah
pengujian berupa uji instrumen diberikan kepada empat guru sebagai sampel
yang berupa pernyataan-pernyataan. Uji coba ini terdiri dari tiga aspek
pengujian, yang pertama adalah pengujian tentang aspek materi, aspek
konstruksi dan aspek bahasa dari instrumen asesmen HOTS.
5) Revisi Produk (product revision).
Validasi yang telah dilakukan digunakan untuk memperoleh data valid atau
tidaknya instrumen hots assesment yang dikembangkan berdasarkan
penilaian ahli instrumen. Data validasi diperoleh dengan cara memberikan
lembar validasi kepada ahli yang berperan sebagai validator sebagai
penilaian terhadap instrumen yang dikembangkan. Hasil validasi digunakan
42sebagai bahan pertimbangan untuk merevisi instrumen asesmen hots yang
dikembangkan. Valid atau tidaknya instrumen asesmen hots tersebut, yang
akan menentukan apakah instrumen asesmen hots sudah dapat digunakan
dalam pembelajaran.
6) Uji coba lapangan (main field testing).
Menurut Kartowagiran, (2012:5), ujicoba soal pada dasarnya adalah upaya
untuk mengetahui kualitas soal tes berdasarkan pada uji empirik atau respon
dari peserta tes. Hal ini dapat terwujud ketika dilakukan analisis empirik atau
analisis kuantitatif, baik menggunakan teori klasik maupun teori modern.
Ujicoba lapangan dilakukan setelah dilakukan revisi produk kemudian
dilakukan ujicoba lapangan adalah menguji asesmen HOTS dengan instrumen
yang sudah divalidasi. Uji coba terhadap pemakaian produk instrumen
asesmen HOTS diperoleh dari uji lapangan yang dilakukan secara langsung
kepada peserta didik. Uji validitas dan realibilitas instrumen asesmen HOTS
dilakukan dengan mencari rata-rata tiap aspek dalam lembar validasi asesmen
HOTS, hingga akhirnya diperoleh rata-rata total penilaian validator terhadap
instrumen asesmen HOTS.
7) Produk akhir setelah revisi (the final product revision).
Produk akhir adalah produk instrumen asesmen HOTS pada pembelajaran
fisika materi listrik arus searah dengan model inkuri terbimbing yang dapat
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
43D. Teknik Pengumpulan Data
Data pada penelitian ini diperoleh melalui dua cara, yaitu teknik angket dan teknik
tes.
1. Teknik Angket
Data dalam penelitian pengembangan ini diperoleh melalui instrumen angket yang
digunakan untuk menganalisis kebutuhan guru dalam menggunakan asesmen
HOTS sebagai instrumen asesmen. Instrumen angket uji ahli digunakan untuk
mengumpulkan data tentang kelayakan produk, berdasarkan kesesuaian isi materi,
konstruksi dan bahasa pada produk yang telah dikembangkan.
Instrumen angket respon pengguna digunakan untuk mengumpulkan data tentang
kesesuaian dan kemanfaatan produk, serta tanggapan guru terhadap produk.
Angket juga digunakan untuk mengukur validitas dan reliabilitas instrumen
asesmen HOTS. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang tingkat akurasinya
meyakinkan, dibutuhkan alat pengumpul data (angket) yang baik. Baik tidaknya
kualitas suatu alat pengumpul data (angket) ditentukan oleh dua kriteria utama
yaitu validitas dan reliabilitas. Mengetahui validitas dan reliabilitas suatu alat
pengumpul data, peneliti perlu melakukan uji coba terhadap alat pengumpul data
tersebut. Tujuan dari uji coba ini adalah untuk mengetahui kelemahan-kelemahan
yang mungkin terjadi, baik itu dalam pernyataan maupun dalam alternatif
jawaban. Sugiono, (2009: 97) menegaskan bahwa “Instrumen yang tidak diuji
validitas dan reliabilitasnya bila digunakan untuk penelitian akan menghasilkan
data yang sulit dipercaya kebenarannya”.
442. Teknik Tes
Data yang dikumpulkan merupakan data tentang hasil tes tertulis dengan bentuk
uraian dan pilihan ganda, yakni berupa hasil skor peserta didik. Data ini
digunakan untuk mengetahui bagaimana pemahaman peserta didik tentang
pembelajaran menganalisis penerapan peralatan listrik arus searah dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga dapat diperoleh data tentang ketuntasan belajar
peserta didik baik secara individu maupun klasikal. Namun, dalam hal ini
ketuntasan hasil belajar bukan menjadi ukuran utama keberhasilan penelitian
karena peneliti lebih fokus pada bagaimana proses pembelajaran menganalisis
penerapan peralatan listrik arus searah dalam kehidupan sehari-hari dengan model
inkuiri terbimbing untuk mengukur kemapuan berpikir tingkat tinggi peserta
didik.
Penyusunan soal adalah penilaian kompetensi pengetahuan menggunakan teknik
tes tertulis. Tes tertulis memiliki bentuk uraian dan pilihan ganda. Instrumen
berupa soal-soal dengan indikator pencapaian kompetensi: Menganalisis
penerapan peralatan listrik arus searah dalam kehidupan sehari-hari. yang dapat
mengukur tiga aspek kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
Asesmen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal-soal untuk
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking skills.
Asesmen tes terdiri dari soal berbentuk uraian dan pilihan ganda yang mengacu
pada indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi., indikator berpikir tingkat
tinggi yang digunakan adalah sebagai berikut:
451) Menganalisis
a. Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau
menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya.
b. Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari
sebuah skenario yang rumit.
c. Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan.
2) Mengevaluasi
a. memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan
menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk
memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
b. Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian
c. Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan
3) Mengkreasi
a. Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu
b. Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah
c. Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru
yang belum pernah ada sebelumnya.
E. Teknik Analisis Data
1. Validasi ahli
Setelah data hasil angket analisis kebutuhan guru diperoleh, data tersebut
digunakan untuk menyusun latar belakang dan tingkat kebutuhan produk yang
46akan dikembangkan. Data kesesuaian materi pembelajaran dan Asesmen pada
produk diperoleh dari ahli materi dan ahli instrumen penilaian melalui uji validasi
ahli. Data kesesuaian tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan
produk yang dihasilkan. Kesesuaian, dan kemanfaatan produk serta tanggapan
guru terhadap penerapan produk asesmen HOTS diperoleh dari uji lapangan yang
dilakukan secara langsung kepada peserta didik.
Analisis data yang dilakukan berdasarkan instrumen uji validasi ahli dan uji
lapangan, bertujuan untuk menilai sesuai atau tidak produk yang dihasilkan
sebagai salah satu instrumen asesmen. Pada instrumen angket penilaian uji
validasi ahli memiliki 5 pilihan jawaban yang sesuai dengan konten pertanyaan.
adalah (1) tidak valid, (2) kurang valid, (3) cukup valid, (4) valid, dan (5) sangat
valid atau ahli memberi masukan khusus terhadap produk yang telah dibuat.
2. Uji Coba Instrumen
Uji coba instrumen dilakukan pada peserta didik kelas MIPA SMA Negeri 1
Kotagajah. Uji ini dilakukan pada saat pengembangan instrumen penilaian. Uji
coba ini dilakukan pada rombel yang sudah menyelesaikan materi penerapan
listrik arus searah dalam kehidupan sehari-hari. Hasil uji coba dianalisis secara
deskriptif. Hal ini sebagai bahan perbaikan saat melakukan revisi perbaikan
instrumen asesmen HOTS.
Hasil tes untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik dilihat
dari skor yang diperoleh peserta didik dalam mengerjakan soal tes kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Skor yang diperoleh peserta didik, kemudian dihitung
47persentasenya untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sistem
penskoran tingkat penguasaan tersebut dibuat seperti pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Peskoran Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi peserta didik.
Skor Kriteria90 - 100 Sangat Baik80 - 89 Baik70 - 79 Sedang< 70 Rendah
Sumber: Mardapi, (2012: 104)
3. Uji Validitas Instrumen
Analisis data hasil validasi instrumen asesmen HOTS dilakukan dengan mencari
rata-rata tiap aspek dalam lembar validasi, hingga akhirnya didapatkan rata-rata
total penilaian validator terhadap masing-masing perangkat instrumen.
Analisis data hasil validasi instrumen asesmen HOTS dilakukan dengan mencari
rata-rata tiap kategori dan rata-rata tiap aspek dalam lembar validasi, hingga
akhirnya didapatkan rata-rata total penilaian validator terhadap masing-masing
instrumen hots assessment. Soal tes yang valid atau layak digunakan diukur
berdasarkan penilaian dosen ahli untuk menilai aspek materi, konstruksi, dan
bahasa di dalam soal. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah
melalui angket validasi yang diisi oleh dosen validator. Data yang diperoleh untuk
uji validasi dari validator berupa data kuantitatif. Data tersebut menggunakan skor
skala likert dengan 5 tingkatan yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 yang selanjutnya dianalisis.
Untuk menentukan kategori validitas suatu perangkat diperoleh dengan
mencocokkan rata-rata ( X ) total dengan kategori validitas instrumen asesmen
menurut Khabibah pada Tabel 3.2 berikut:
48Tabel 3.2. Kriteria pengkategorian tingkat validitas instrumen asesmen HOTS
Interval Skor Kategori validitas
4 ≤ VR ≤ 53 ≤ VR < 42 ≤ VR < 31 ≤ VR < 2
Sangat validValidKurang validTidak valid
Sumber : Khabibah (2006)
Keterangan :
VR adalah rata-rata total hasil penilaian validator terhadap perangkat instrumen
asesmen HOTS. Perangkat dikatakan valid jika interval skor pada semua rata-rata
berada pada kategori "valid" atau "sangat valid".
4. Uji Reliabilitas Instrumen
Pengujian dengan internal consistency, dilakukan dengan cara mencobakan
instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik
tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen.
Kriteria reabilitas instrumen asesmen HOTS seperti pada Tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3. Tabel Kriteria Reliabilitas
Koefisien Korelasi Kriteria Reabilitas
0,81 < r ≤ 1,000,61 < r ≤ 0,800,41 < r ≤ 0,600,21 < r ≤ 0,400,00 < r ≤ 0,20
Sangat tinggiTinggiCukupRendahSangat rendah
Sumber : Sugiono (2009)
Pendekatan untuk menghitung reliabilitas tes, menurut Kuder Richardson dan
Cronbach dalam Suprananto, (2012), menggunakan metode koefisien alpha.
Reliabilitas digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat
49dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu
sudah baik. Perhitungan reliabilitas digunakan rumus K-R 20 berikut:
2
2
SD
qi xpiSD
120-KR
k
k
Keterangan:
K = banyaknya butir tesSD2 = varian skor tes totalPi = proporsi jawaban benar pada sebuah butir tesqi = proporsi jawaban salah pada sebuah butir tes.
Sumber : Suprananto, (2012)
5. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran butir tes merupakan bilangan yang menunjukkan proporsi
peserta ujian yang dapat menjawab betul butir soal tersebut. Sedangkan tingkat
kesukaran perangkat tes adalah bilangan yang menunjukkan rata-rata proporsi
peserta ujian yang dapat menjawab seluruh perangkat tes tersebut.
Rumus :n
PPp
Keterangan:
Pp = tingkat kesukaran perangkat tesP = tingkat kesukaran tiap butirn = banyaknya butir tes
Tingkat kesukaran tiap butir, dihitung dengan Rumus :
n
nBP
Keterangan :
P = tingkat kesukaran butir tesnB = banyaknya subyek yang menjawab soal dengan betuln = jumlah subjek (testee) seluruhnya
50Kriteria tingkat kesukaran (P):
0,00 – 0,29 = sukar0,30 – 0,70 = sedang0,71 – 1,00 = mudah
Menurut Fernandes, tes yang baik adalah tes yang memiliki taraf kesukaran antara0,25 – 0,75.
Sumber : Koyan, (2012)
6. Daya Beda
Daya beda butir tes ialah kemampuan butir tes tersebut membedakan antara
peserta tes kelompok atas dan kelompok bawah. Daya beda perangkat tes adalah
rata-rata kemampuan tiap butir tes membedakan antara peserta didik kelompok
atas dan kelompok bawah.
Rumus untuk menghitung tingkat daya beda tes adalah sebagai berikut
n
PPD BA
p
Keterangan:Dp = Daya beda tesn = jumlah butir tes
Rumus untuk menghitung daya beda butir tes adalah sebagai berikut :
B
B
A
AB n
nB
n
nBD atau D = PA- PB
Keterangan:nBA = jumlah peserta didik yang menjawab betul pada kelompok atasnBB = jumlah subyek yang menjawab betul pada kelompok bawahnA = jumlah peserta didik kelompok atasnB = jumlah peserta didikk kelompok bawah
Kriteria Daya Beda (D):0,00 – 0,19 = kurang baik0,20 – 0,39 = cukup baik0,40 – 0,70 = baik0,71 – 1,00 = sangat baik
51Menurut Fernandes, jika “D” negatif, soal tersebut sangat buruk dan harusdibuang. Tes yang baik, apabila memiliki D antara 0,15 – 0,20 atau lebih.
Sumber : Koyan, (2012)
7. Pengujian Hipotesis
Data kemampuan berpikir tingkat tinggi yang diperoleh digunakan untuk
menguji hipotesis dengan melakukan (1) uji normalitas, (2) uji homogenitas,
dan (3) uji t dua sampel bebas.
a. Uji Normalitas
Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis data
berdistribusi normal, dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik
Kolmogrov-Smirnov. Data yang diuji kenormalitasannya adalah data hasil
tes kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika peserta didik. Dasar dari
pengambilan keputusan uji normalitas, dihitung menggunakan program
SPPS 17.0 dengan metode nonparametrik berdasarkan pada besaran
probabilitas atau nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test, nilai α yang digunakan adalah 0,05 dengan
demikian kriteria uji sebagai berikut: (1) jika nilai sig atau probabilitas <
0,05 maka H0 diterima dengan arti bahwa data tidak terdistribusi normal;
dan (2) jika nilai sig atau probabilitas ≥ 0,05 maka Ha diterima dengan arti
bahwa data terdistribusi normal.
52
2121
222
211
_____
2
____
1
11
2
)1()1(
nnnn
snsn
XXt
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel
penelitian berawal dari kondisi yang sama atau homogen, yang selanjutnya
digunakan dalam pengujian hipotesis. Kriteria uji yang digunakan melihat
nilai sig pada Based on Mean Test of Homogeneity of Variance adalah: (1)
jika nilai sig < α (0,05) maka data dari perlakuan yang diberikan tidak
berdistribusi normal; dan (2) jika nilai sig ≥ α (0,05) maka data dari
perlakuan yang diberikan terdistribusi normal.
c. Uji T untuk Dua Sampel Bebas (Independent Sample T Test)
Uji ini dilakukan untuk membandingkan dua sampel yang berbeda.
Independent Sample T Test digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan.
Menguji Independent Sample T Test dengan menggunakan bantuan
program komputer SPSS 17.0. Berpedoman berdasarkan nilai signifikansi
atau nilai probabilitas: (1) jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas >
0,05 maka Ho diterima; (2) jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas <
0,05 maka Ho ditolak (Priyatno, 2010: 32).
Rumus perhitungan Independent Sample T Test adalah sebagai berikut :
53Dimana t adalah t hitung. Kemudian t tabel dicari pada tabel distribusi t
dengan = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-2.
Setelah diperoleh besar hitungt dan tabelt maka dilakukan pengujian dengan
kriteria pengujian sebagai berikut :
Kriteria pengujian:
OH diterima jika - tabelt hitungt tabelt
OH ditolak jika - hitungt < - tabelt atau hitungt > tabelt
Pada penelitian ini jika data tidak terdistribusi normal maka untuk menguji
data dua sampel yang tidak berhubungan menggunakan Uji Mann-
Whitney.
89
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Instrumen Asesmen HOTS dikembangkan pada kemampuan menganalisis,
mengevaluasi, dan mengkreasi pada materi Prinsip Kerja Peralatan Listrik Arus
Searah atau DC dalam Kehidupan Sehari-hari. Instrumen Asesmen HOTS
memiliki karakteristik sebagai instrumen yang memenuhi syarat digunakan
untuk mengukur. Asesmen HOTS sangat tepat digunakan untuk mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika peserta didik
2. Validitas dan reliabelitas instrumen:
a) Validitas isi materi 83%, konstruksi 85% dan bahasa 84%.
b) Reliabilitas telah memenuhi syarat, bahkan termasuk tinggi dengan
koefisien reliabilitas lebih dari 0,80.
c) Tingkat kesulitannya termasuk baik berada pada rentang antara 0,28
sampai dengan 0,78.
d) Daya beda sangat baik, berada pada rentang 0,44 sampai 1,00.
3. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara peserta didik
dengan pembelajaran model inkuiri terbimbing dan peserta didik dengan
pembelajaran dengan model diskoveri. Peserta didik dengan model
pembelajaran inkuiri terbimbing mempunyai rata-rata higher order thinking
90
skills yang lebih baik daripada peserta didik yang dengan model pembelajaran
diskoveri.
B. Saran
Berdasarkan hasil akhir penelitian ini, maka peneliti menyarankan beberapa pihak
agar:
1. Instrumen asesmen HOTS dengan model inkuiri terbimbing ini dapat
digunakan sesuai kebutuhan pendidik dalam menilai kompetensi pengetahuan
peserta didik pada pembelajaran Fisika.
2. Perlu dikembangkan instrumen higher order thinking skills (HOTS) dengan
model inkuiri terbimbing pada kompetensi dasar Fisika yang berbeda,
dikarenakan keterbatasan kemampuan peneliti.
3. Instrumen higher order thinking skills (HOTS) dengan model inkuiri
terbimbing yang telah dikembangkan perlu diujicobakan pada skala yang lebih
luas, yaitu pada sekolah-sekolah lain dan peserta didik karena higher order
thinking skills (HOTS) dengan model inkuiri terbimbing yang dikembangkan
hanya dilakukan sampai uji coba pada skala terbatas.
4. Instrumen Asesmen higher order thinking skills (HOTS) dengan model inkuiri
terbimbing ini dapat diimplementasikan di lapangan, karena tahap
pengembangan dibatasi sampai pada tahap pengembangan, dan tidak dilakukan
penyebarluasan dikarenakan waktu dan biaya yang dimiliki oleh peneliti.
91
DAFTAR PUSTAKA
Afra, N. C., Osta, I., & Zoubeir, W. 2009. Students’ alternative conceptions aboutelectricity and effect of inquiry-based teaching strategies. Internationaljournal of science and mathematics education, 7(1), 103-132.
Anderson, L. W., Krathwohl, D. R.,. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching,and Asessing : a Revision of Bloom’s Taxonomy of EducationalObjectives. Addison Wesley Longman Inc..
Borg. W.R. & Gall, M.D. 1989. Educational Research: An Introduction. NewYork: Longman.
Brickman, P., Gormally, C., Armstrong, N., & Hallar, B. 2009. Effects of InquiryBased Learning on Students’ Science Literacy Skills and Confidence.International Journal for the Scholarship of Teaching andLearning, 3(2).1-24
Brookhart, S. M. 2010. How to Assess Higher Order Thinking Skills in YourClassroom. Alexandria: ASCD. 14.
Chang, K. E., Sung, Y. T., & Lee, C. L. 2003. Web‐based collaborative inquirylearning. Journal of computer assisted learning, 19(1), 56-69.
Crawford, B. A. 2007. Learning to Teach Science as Inquiry in The Rough andTumble of Practice. Journal of research in science teaching, 44(4). 613-642
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Peraturan Menteri Pendidikan DanKebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016, Tentang StandarProses. Jakarta. Depdikbud.
_______.Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik IndonesiaNomor 23 Tahun 2016, Tentang Standar Peniliaian. Jakarta. Depdikbud.
_______ Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik IndonesiaNomor 24 Tahun 2016. Tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi DasarPelajaran pada Kurikulum 2013. Jakarta. Depdikbud.
_______ Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik IndonesiaNomor 59 Tahun 2014. Tentang Pembelajaran pada Kurikulum 2013.Jakarta. Depdikbud.
92
Deta, U. A., & Widha, S. 2013. Pengaruh Metode Inkuiri Terbimbing dan Proyek,Kreativitas, Serta Keterampilan Proses Sains Terhadap Prestasi BelajarSiswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 9(1). 28-34
Ertikanto, C., Wahyudi, I., & Viyanti, V. 2015. Increasing Teachers InquiryAbility With Training Inquiry Ability Programme And Teaching Science.Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 4(2).142-148
Hendryarto, J. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri untuk MelatihKemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa pada Materi Pokok LajuReaksi (Implementation Inquiry Learning Model for Training HigherOrder Thinking Skills of The Students on Main Material of ReactionRate). UNESA Journal of Chemical Education, 2(2). 151-158
Heong, Y. M., Yunos, J. M., Hassan, R. B., Othman, W. B., & Kiong, T. T. 2011.The Perception of The Level of Higher Order Thinking Skills amongTechnical Education Students. In International Conference on SocialScience and Humanity journal. Faculty of Technical Education, UniversitiTun Hussein Onn Malaysia, 5( 2). 281-285
Isa, A. 2016. Keefektifan pembelajaran berbantuan multimedia menggunakanmetode inkuiri terbimbing untuk meningkatkan minat dan pemahamansiswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 6(1). 58-62
Istiyono, E., Mardapi, D., & Suparno, S. 2014. Pengembangan tes kemampuanberpikir tingkat tinggi fisika (pysthots) peserta didik SMA. JurnalPenelitian dan Evaluasi Pendidikan, 18(1), 1-12.
Jensen, J. L., McDaniel, M. A., Woodard, S. M., & Kummer, T. A. 2014.Teaching to the test… or testing to teach: Exams requiring higher orderthinking skills encourage greater conceptual understanding. EducationalPsychology Review, 26(2), 307-329.
Joyce, Bruce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun. 2000. Models of Teaching –Sixth Edition. Al¬lyn and Bacon
Kartowagiran, B. 2012. Penulisan butir soal. Makalah disampaikan padaPelatihan penulisan dan analisis butir soal bagi Sumber daya PNS Dik-Rekinpeg, di Hotel Kawanua Aerotel, Jakarta, 10.
Khabibah, S. 2006. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika denganSoal Terbuka untuk Meningkatkan Kreatifitas Siswa Sekolah Dasar,Disertasi, Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Surabaya.
Koes H., S. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Universitas Negeri Malang :JICA.
93
Koyan, W. 2012. Konstruksi Tes : Singaraja. Universitas Pendidikan GaneshaPress.
Kuncoro, M. W. 2012. Evaluasi Kualitas Tes Psikologi Kepribadian I. JurnalSosio Humaniora , 3(4). 58-75.
Kurniawati, I. D., & Diantoro, M. 2014. Pengaruh pembelajaran inkuiriterbimbing integrasi peer instruction terhadap penguasaan konsep dankemampuan berpikir kritis siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia,10(1), 36-46
Sanjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan. Jakarta:Kencana Prenada Media Grup.
Linn, R. L. 1999. Measurement and Evaluation in Teaching . New York:Macmillan Publishing Company
Lewy, L., Zulkardi, Z., & Aisyah, N. 2009. Pengembangan Soal untuk MengukurKemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Pokok Bahasan Barisan dan DeretBilangan di Kelas IX Akselerasi SMP Xaverius Maria Palembang. JurnalPendidikan Matematika, 3(2), 14-28.
Madhuri, G. V., Kantamreddi, V. S. S. N., & Prakash Goteti, L. N. S. 2012.Promoting higher order thinking skills using inquiry-based learning.European Journal of Engineering Education, 37(2), 117-123.
Mardapi. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta: MitraCendikia.
Mardapi. 2012. Pengukuran, Penilaian & Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta:Nuha Medika.
Mardapi, D., Hadi, S., & Retnawati, H. 2015. Menentukan kriteria ketuntasanminimal berbasis peserta didik. Jurnal Penelitian dan EvaluasiPendidikan,19(1), 38-45.
Moore, B., & Stanley, T. 2010. Critical thinking and formative assessments:Increasing the rigor in your classroom. Eye On Education.
Nitko, A. J. (1996). Educational assessment of students. Prentice-Hall OrderProcessing Center, PO Box 11071, Des Moines, IA 50336-1071
Priyatno, Duwi. 2010. Tehnik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis DataPenelitian dengan SPSS. Yogyakarta: Gava Media
Putrayasa, I. B., & Susana, A. 2007. Analisis kalimat (fungsi, kategori, danperan). Refika Aditama.
94
Puspita, A. T., & Jatmiko, B. 2013. Implementasi Model Pembelajaran InkuiriTerbimbing (Guided Inquiry) terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswapada Pembelajaran Fisika Materi Fluida Statis Kelas XI di SMA Negeri 2Sidoarjo. Inovasi Pendidikan Fisika, 2(3). 121 – 125
Rofiah, E., Aminah, N. S., & Ekawati, E. Y. 2013. Penyusunan Instrumen TesKemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika pada Siswa SMP. JurnalPendidikan Fisika, 1(2). 17-22
Rooney, C. 2012. How am I using inquiry-based learning to improve my practiceand to encourage higher order thinking among my students ofmathematics?. Educational Journal of Living Theories, 5(2), 99-127
Shidiq, A. S., Masykuri, M., & Van Hayus, E. S. 2014. Pengembangan InstrumenPenilaian Two-tier Multiple Choice untuk Mengukur KeterampilanBerpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking Skills) pada MateriKelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk Siswa SMA/MA Kelas XI.Jurnal Pendidikan Kimia, 3(4),.83-92.
Stiggin, R. J., Arter, J. A., Chappius, J & Chappius, S. 2004. ClassroomAssessment For Students Learning Doing It Right-Using It Well. UnitedState of America: Assessment Training institute, Inc.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R & D.Bandung : Alfabeta
Suprananto, K. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, Yogyakarta : GrahaIlmu
Suryabrata, S. 2000. Pengujian Signifikansi Hipotesis Nol dalam penelitianPsikologis. Buletin Psikologi, 8(2). 23-32.
Thorne, R. E., & Thomas, G. L. 2007. Herring and the “Exxon Valdez” oil spill:an investigation into historical data conflicts. ICES Journal of MarineScience, 65(1), 44-50.
Wenning, C. J. 2007. Assessing inquiry skills as a component of scientificliteracy. Journal of Physics Teacher Education Online, 4(2), 21-24.
Weiss, R. E. 2003. Designing problems to promote higher-order thinking. Newdirections for teaching and learning, 2003(95),. 25-31.
Witanecahya, S. Z., & Jatmiko, B. 2014. Penerapan Model Pembelajaran InkuiriTerbimbing (Guided Inquiry) untuk Mengurangi Miskonsepsi Siswa KelasX SMAN 2 Ponorogo pada Pokok Bahasan Perpindahan Panas. JurnalInovasi Pendidikan Fisika (JIPF). Vol, 3, 6-10.
95
Yen, T. S., & Halili, S. H. 2015. Effective teaching of higher order thinking(HOT) in education. The Online Journal of Distance Education and e-Learning, 3(2), 41-47.