21
Pengembangan Inovasi Pertanian 2(3), 2009: 208-228 1) Naskah disampaikan pada Kongres Ilmu Pe- ngetahuan Nasional IX LIPI, tanggal 20-22 November 2007 di Jakarta. PENDAHULUAN Dalam pidato awal tahun, Presiden Yudho- yono (2007) menyatakan bahwa ada enam permasalahan mendasar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, dua di antara- nya adalah tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran. Selain enam permasa- lahan mendasar tersebut, Indonesia juga mengalami goncangan berat, yang meru- pakan external shocks berupa gempa bumi dan tsunami silih berganti, serta kejadian banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan. Pukulan eksternal lainnya yang secara langsung dirasakan masyarakat luas adalah meroketnya harga minyak dunia, yang dibarengi dengan meningkatnya harga kebutuhan pangan seperti beras, jagung, susu, dan minyak goreng. Dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta jiwa dan masih terus bertambah, su- dah selayaknya Indonesia harus mampu mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Tiga dimensi yang secara implisit terkandung di dalam ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan (food availability), stabilitas pa- ngan (food stability), dan keterjangkauan pangan (food accessibility). Namun, ke- nyataan yang ada justru cukup mence- maskan karena ketersediaan pangan secara nasional masih sangat kurang dengan indikasi tingginya volume impor komoditas strategis dan penting, seperti beras (se- kitar 1,5 juta ton), jagung (lebih dari 500 ribu ton), bungkil kedelai (hampir 100%), gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim kering sering terjadi puso namun pada saat panen raya harga jatuh dan berada di bawah biaya produksi. Se- mentara itu, tingkat kemiskinan yang masih tinggi menyebabkan banyak masyarakat kelaparan karena daya beli yang sangat rendah, walaupun tersedia di pasar. Untuk merespons situasi tersebut, pemerintah mengatasinya dengan tetap fokus pada pembangunan ekonomi, dengan mendorong pertumbuhan yang disertai pemerataan (growth with equity). Perkembangan ekonomi yang dibarengi dengan perbaikan pendidikan dan peru- bahan gaya hidup secara langsung akan mendorong peningkatan konsumsi ma- kanan yang lebih berkualitas, termasuk produk peternakan, telur, daging, dan susu. Pada tahun 1980-an, industri ayam ras di Indonesia tumbuh sangat pesat. Namun PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL 1) Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jalan Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor 16143

PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

208 Kusuma Diwyanto dan Atien PriyantiPengembangan Inovasi Pertanian 2(3), 2009: 208-228

1) Naskah disampaikan pada Kongres Ilmu Pe-ngetahuan Nasional IX LIPI, tanggal 20-22November 2007 di Jakarta.

PENDAHULUAN

Dalam pidato awal tahun, Presiden Yudho-yono (2007) menyatakan bahwa ada enampermasalahan mendasar yang dihadapibangsa Indonesia saat ini, dua di antara-nya adalah tingginya tingkat kemiskinandan pengangguran. Selain enam permasa-lahan mendasar tersebut, Indonesia jugamengalami goncangan berat, yang meru-pakan external shocks berupa gempa bumidan tsunami silih berganti, serta kejadianbanjir, kekeringan, dan kebakaran hutan.Pukulan eksternal lainnya yang secaralangsung dirasakan masyarakat luasadalah meroketnya harga minyak dunia,yang dibarengi dengan meningkatnyaharga kebutuhan pangan seperti beras,jagung, susu, dan minyak goreng.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 220juta jiwa dan masih terus bertambah, su-dah selayaknya Indonesia harus mampumewujudkan kemandirian dan ketahananpangan secara berkelanjutan. Tiga dimensiyang secara implisit terkandung di dalamketahanan pangan adalah ketersediaanpangan (food availability), stabilitas pa-

ngan (food stability), dan keterjangkauanpangan (food accessibility). Namun, ke-nyataan yang ada justru cukup mence-maskan karena ketersediaan pangan secaranasional masih sangat kurang denganindikasi tingginya volume impor komoditasstrategis dan penting, seperti beras (se-kitar 1,5 juta ton), jagung (lebih dari 500ribu ton), bungkil kedelai (hampir 100%),gandum (100%), susu (70%), dan dagingsapi (30%). Stabilitas pangan juga masihsangat mengkhawatirkan, terutama padasaat musim kering sering terjadi pusonamun pada saat panen raya harga jatuhdan berada di bawah biaya produksi. Se-mentara itu, tingkat kemiskinan yang masihtinggi menyebabkan banyak masyarakatkelaparan karena daya beli yang sangatrendah, walaupun tersedia di pasar.

Untuk merespons situasi tersebut,pemerintah mengatasinya dengan tetapfokus pada pembangunan ekonomi,dengan mendorong pertumbuhan yangdisertai pemerataan (growth with equity).Perkembangan ekonomi yang dibarengidengan perbaikan pendidikan dan peru-bahan gaya hidup secara langsung akanmendorong peningkatan konsumsi ma-kanan yang lebih berkualitas, termasukproduk peternakan, telur, daging, dan susu.

Pada tahun 1980-an, industri ayam rasdi Indonesia tumbuh sangat pesat. Namun

PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKANBERBASIS SUMBER DAYA LOKAL1)

Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti

Pusat Penelitian dan Pengembangan PeternakanJalan Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor 16143

Page 2: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

Pengembangan industri peternakan ... 209

perkembangan industri ayam ras ini sangatbergantung pada teknologi impor, terutamabibit (day old chick, DOC), pakan (bungkilkedelai, jagung, tepung ikan atau meatbone meal/MBM), serta obat dan vaksin.Pada saat krisis tahun 1998, industri inihampir bangkrut karena seluruh komponenimpor menjadi sangat mahal, sementaraharga jual telur dan daging sangat rendah.Peternakan ayam kampung yang padamulanya tidak mampu berkompetisi denganindustri ayam ras, ternyata pada saat itujustru mampu bertahan. Namun sejaktahun 2005, peternakan tradisional initergoncang terkena imbas wabah fluburung yang semula menyerang ayam ras.

Ke depan, Indonesia harus menjadinegara yang lebih maju dan modern,sehingga mampu memenuhi kebutuhanpangan, sandang, dan papan bagi seluruhmasyarakatnya, sesuai tujuan MDG’s 2015.Bahkan beberapa pakar saat ini telahmencanangkan visi Indonesia 2030 untukmenjadi negara maju yang unggul dalammengelola kekayaan alam, dan diharapkanIndonesia dengan jumlah penduduk 285juta jiwa nantinya dapat masuk dalam limabesar kekuatan ekonomi dunia (YIF 2007).Untuk mewujudkan cita-cita tersebut,sektor peternakan harus mampu bangkit,tumbuh dan berkembang, serta dapatmencukupi kebutuhan masyarakat. Panganhewani sangat diperlukan untuk mewu-judkan SDM yang sehat, cerdas, kuat, danproduktif, karena terdapat korelasi yangsangat nyata antara tingkat konsumsiprotein hewani dan kemajuan suatu bang-sa.

Makalah ini membahas upaya yangharus dilakukan untuk mewujudkan peter-nakan yang mandiri, tangguh dan handalsecara berkelanjutan, serta mampu merebutpeluang pasar domestik yang terustumbuh, dan mendorong ekspor agar

diperoleh devisa. Enam tantangan internaldan adanya ancaman perubahan iklimsebagai akibat pemanasan global harusdirespons dengan memanfaatkan sumberdaya domestik secara optimal melaluiinovasi ramah lingkungan, dan mewu-judkan good governance.

PETERNAKAN DI INDONESIA

Berbeda dengan komoditas pertanianlainnya, ternak mempunyai peran danfungsi yang sangat kompleks dalamkehidupan sosial budaya masyarakatIndonesia. Sebelum dekade 1970-an,sebagian besar petani memelihara ternaksecara sambilan atau hanya sebagaikepper atau user, dan hanya sebagian kecilsebagai producer, serta tidak ada yangsebagai breeder. Namun pada masa itu atausebelumnya, Indonesia justru berswa-sembada, bahkan mampu mengekspor sa-pi dan kerbau ke beberapa negara. Padamasa itu, fungsi dan peran ternak tidaksemata sebagai penghasil pangan, tetapijuga berperan penting dalam: (1) meng-akumulasi aset, tabungan atau asuransi;(2) meningkatkan status sosial pemiliknya,atau untuk keperluan sosial budaya dankeagamaan; (3) sebagai bagian integralusaha tani untuk tenaga kerja di sawahatau penarik pedati/kereta dan penghasilkompos; serta (4) sebagai hewan piaraanuntuk keperluan hobi, olah raga, atau he-wan kesayangan.

Perkembangan ekonomi dan arus glo-bal telah mendorong masyarakat me-ngonsumsi daging, telur, dan susu lebihbanyak. Peluang ini oleh perusahaanmultinasional telah direbut dengan me-masukkan produk (susu dan daging),inovasi (industri ayam ras, industri peng-olahan susu), dan bibit (ayam ras, babi,

Page 3: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

210 Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti

sapi). Kondisi ini menyebabkan perkem-bangan industri peternakan sangat ber-gantung pada impor bibit dan bakalan(ayam 100%, feeder cattle 400.000 ekor/tahun), pakan (kedelai, jagung, tepungikan, MBM), maupun teknologi peng-olahan dan pemasaran (susu). Hal ini ber-dampak pada: (1) langsung maupun tidaklangsung perkembangan usaha peternakanrakyat secara perlahan tapi pasti terhambatatau tergusur peranannya; (2) usaha peter-nakan semakin tidak mandiri dan rentanterhadap perubahan global; serta (3)margin per satuan unit usaha ternak se-makin kecil. Inovasi impor dan efisiensimenuntut ketersediaan modal dan pe-ningkatan skala usaha, yang ternyata sulitdigapai oleh peternak kecil atau petanitradisional yang biasanya miskin.

Dalam suatu tulisan Fatal Harvest(Kimbrell 2006), yang dapat diakses mela-lui internet, dikatakan bahwa saat ini pro-duksi pangan dunia mengalami kenaikanyang cukup pesat, namun jumlah orangkelaparan makin meningkat pula. Negaramaju dengan penguasaan iptek mampumeningkatkan produksi pangannya secarasangat fantastis. Dalam kurun waktu 35tahun, produksi pangan dunia naik 16%lebih cepat dibanding peningkatan popu-lasi. Negara maju juga mengekspor inovasidan paten ke negara berkembang, yangmengakibatkan usaha pertanian dan peter-nakan di negara berkembang menjadibergantung pada negara maju. Oleh karenaitu, disinyalir bahwa iptek dan inovasiimpor memang mampu meningkatkanproduksi, tetapi juga membuat masyarakatatau petani tradisional menjadi lebih miskin.Masyarakat di negara berkembang telahmeninggalkan sumber daya yang merekamiliki, bahkan berusaha melupakan tekno-logi tradisional yang lebih mandiri danramah lingkungan. Ayam kampung yang

menjadi korban wabah flu burung misal-nya, berpotensi musnah karena penyakitflu burung yang terbawa ayam ras dari luarnegeri. Ternak yang tidak resisten terhadapflu burung mati karena penyakit, sementaraayam yang resisten habis karena “dimus-nahkan oleh kebijakan yang pelaksana-annya kurang bijaksana”.

Sebagai ilustrasi, industri peternakandi Eropa dan Amerika Utara berkembangdengan sangat pesat seirama kemajuanteknologi dalam menghasilkan biji-bijianterutama kedelai dan jagung. Di AmerikaLatin, Australia, dan Selandia Baru, per-kembangan industri peternakan lebihmengandalkan pada ketersediaan padangrumput (pasture) yang sangat luas. Ke-unggulan komparatif ini, yang dibarengidengan kemajuan iptek serta kebijakanyang menguntungkan petani (subsidi dantarif) telah membuat produk peternakanmereka mampu memenuhi kebutuhandomestik dan menguasai pasar global(Syafa’at 2006). Sebaliknya di Indonesia,ternyata ketersediaan padang pangonanrelatif sangat terbatas, bahkan menurun 6%pada tahun 2001-2002 (Tabel 1). Sementaraitu, produksi biji-bijian, terutama padi danjagung, hanya mengalami pertumbuhanmasing-masing 1,04% dan 5,13% padatahun 2000-2005 (Tabel 2). Kinerja produksipadi menurun sangat signifikan pada ta-hun 1980-1990-an dan terus menurun padatahun 2000-an. Pada periode yang sama,produksi jagung juga mengalami penu-runan, namun meningkat pada periodetahun 2000-an. Hal ini menunjukkan bah-wa penggunaan biji-bijian bagi usaha pe-ternakan menjadi sangat terbatas. Di sisilain, produksi beberapa komoditas per-kebunan, baik perkebunan besar maupunperkebunan rakyat, menunjukkan pening-katan pada periode yang sama (Tabel 3).Ironisnya, kelimpahan biomassa (by pro-

Page 4: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

Pengembangan industri peternakan ... 211

duct) yang dihasilkan usaha pertanian atauindustri perkebunan dan dapat dipergu-nakan sebagai sumber pakan masih ter-abaikan, justru dianggap sebagai limbah(waste product), dan menjadi beban petanidan pekebun.

Kondisi tersebut memperlihatkandengan jelas bahwa pembangunan peter-nakan di Indonesia belum sepenuhnyadidasarkan pada potensi dan ketersediaansumber daya lokal (sumber daya genetik,pakan dan teknologi), tetapi justru meng-ikuti irama atau keunggulan kompetitifyang dikembangkan negara maju. Hal ini-lah kemungkinan yang menyebabkantingkat ketergantungan peternak (ayamras, penggemukan sapi) pada teknologi

dan bahan-bahan input dari luar negeriterus meningkat, seperti yang disinyalirKimbrell (2006) dalam Fatal Harvest.

Teknologi modern memang mampumeningkatkan produksi, tetapi sebagianbesar input (bibit, pakan, obat) secaranyata harus dibeli (diimpor), yang padagilirannya akan meningkatkan biayaproduksi dan memperkecil keuntunganyang akan diperoleh peternak. Kearifandan teknologi tradisional yang telahberkembang di masyarakat secara perlahantergusur oleh kemajuan iptek, sistem, danmodal yang berasal dari impor. Hal inilahyang mungkin juga berkontribusi, mengapaimpor kita semakin meningkat (Tabel 4),sementara kemiskinan dan kelaparan masih

Tabel 1. Luas penggunaan lahan di Indonesia, 1997-2002.

Jenis lahanLuas lahan (000 ha)

Pertumbuhan1997 1998 1999 2000 2001 2002 (%)

Sawah 8.490 8.505 8.106 7.487 7.780 7.749 - 9,56Tegalan/ladang 11.608 11.816 12.769 12.937 13.177 13.364 13,14Padang rumput 2.056 2.017 2.424 2.209 2.165 2.042 - 0,68Tanaman kayu 9.134 9.072 8.905 8.803 10.100 8.330 - 9,65Perkebunan 15.016 16.461 16.544 16.715 19.910 16.382 8,34

Sumber: Departemen Pertanian (2003).

Tabel 2. Produksi padi dan jagung di Indonesia, 1970-2005.

UraianProduksi (t)

1970-1979 1980-1989 1990-1999 2000-2005

PadiRata-rata pertumbuhan (%) 24.199.909 37.468.896 48.325.540 52.251.176

1,10 5,32 1,29 1,04JagungRata-rata pertumbuhan (%) 3.062.109 5.036.011 8.001.172 10.552.296

4,53 5,41 3,96 5,13

Page 5: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

212 Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti

terjadi. Oleh karena itu, perkembanganusaha dan industri peternakan di Indo-nesia harus dibangun berdasarkan po-tensi, kekuatan, dan peluang yang ter-sedia, serta sekaligus memperhatikantantangan, ancaman, dan kelemahan yangada. Pengembangan industri peternakan

yang terlalu mengandalkan inovasi darinegara maju, harus dipilah dan dicermati,karena dikhawatirkan peningkatan pro-duksi akan berbanding terbalik dengankemiskinan dan kelaparan yang akanmenimpa peternak kecil. SinyalemenKimbrell (2006) tentang kesalahan tujuh

Tabel 4. Volume impor barang konsumsi, 2001-2005.

Golongan barangVolume impor (000 mt) Pertumbuhan

2001 2002 2003 2004 2005 (%)

Bahan makanan dan 9.545 11.903 11.658 11.587 11.781 18,98hewan hidupMinuman dan 92 77 73 99 104 11,54tembakauLemak serta minyak 58 90 67 62 82 29,27hewan dan nabati

Sumber: BPS (2006).

Tabel 3. Produksi perkebunan menurut jenis tanaman, 2001-2005.

Jenis tanamanProduksi (000 t) Pertumbuhan

2001 2002 2003 2004 2005 (%)

Perkebunan besarKaret 398 404 396 404 405 1,73Kelapa 94 88 88 89 89 - 5,62Minyak kelapa sawit 5.016 6.196 6.924 8.365 9.250 45,77Inti sawit 1.138 1.210 1.529 1.835 2.082 45,34Kopi 27 27 29 32 32 15,63Kakao 58 48 57 56 56 - 3,57Teh 127 120 126 124 130 2,31

Perkebunan rakyatKaret 1.723 1.227 1.396 1.662 1.723 0,00Kelapa 3.069 3.011 3.136 3.191 3.176 3,37Minyak kelapa sawit 2.800 3.427 3.517 3.745 3.874 27,72Kopi 543 654 645 647 647 16,07Kakao 560 511 657 586 587 4,60Teh 40 42 47 47 48 16,67

Sumber: BPS (2006).

Page 6: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

Pengembangan industri peternakan ... 213

mitos pentingnya industri pertanian mo-dern perlu dicermati, walaupun tidaksepenuhnya tepat. Justru di sinilah pen-tingnya upaya untuk mensinergikan ke-unggulan komparatif dan inovasi lokal,serta mengkombinasikan pemikiran,teknologi, dan kekuatan Timur dan Barat,agar peternakan di Indonesia lebih berdayasaing, mampu memenuhi kebutuhan pasardomestik, dan dapat menyejahterakan parapeternak di pedesaan.

REVOLUSI PETERNAKAN:PENGALAMAN PADA AYAM RAS

Produk peternakan (daging, telur, dansusu), secara cita rasa dan fungsional amatberbeda dari produk tanaman pangansumber karbohidrat seperti ubi-ubian,beras, dan jagung. Berbeda denganpermintaan terhadap produk tanamanpangan yang bersifat inferior, yang tingkatkonsumsinya akan menurun seiramadengan peningkatan pendapatan konsu-men, permintaan terhadap produk peter-nakan bersifat elastis atau “mewah”, yangmeningkat cepat atau bahkan lebih cepatdari laju peningkatan pendapatan kon-sumen. Dengan demikian dapat diper-kirakan konsumsi per kapita produkpeternakan di Indonesia akan cenderungterus meningkat seirama dengan visiIndonesia 2030 (YIF 2007), sementarakonsumsi per kapita produk tanamanpangan cenderung menurun. Perubahanpola konsumsi ini bukan hanya dipenga-ruhi oleh perkembangan ekonomi, tetapijuga didorong oleh arus urbanisasi sertakesadaran akan gizi dan perubahan gayahidup masyarakat. Perpaduan antarapeningkatan konsumsi per kapita danpertambahan penduduk akan mendorongpermintaan terhadap produk peternakan

melonjak, meningkat dengan laju yangsemakin pesat. Kondisi ini merupakankekuatan penarik yang cukup besar seba-gai landasan terjadinya Revolusi Peter-nakan (Livestock Revolution) di negara-negara sedang berkembang, sebagaimanadikemukakan oleh Delgado et al. (1999).

Di Indonesia, Revolusi Peternakan diperkirakan telah berlangsung sejak dekade1980-an, sebagai akibat melonjaknyaproduksi dan konsumsi daging dan telurayam ras. Subsektor peternakan mem-berikan kontribusi yang terus meningkatterhadap Produk Domestik Bruto (PDB)sektor pertanian sejak awal Pelita I. Diban-dingkan dengan subsektor tanaman pa-ngan dan perkebunan yang memiliki kon-tribusi cukup besar, subsektor peternak-an memberikan sumbangan yang palingrendah. Namun, laju pertumbuhan sub-sektor peternakan menunjukkan nilai yangpositif sampai dengan periode terjadinyakrisis ekonomi di Indonesia, bahkan mam-pu tumbuh 23% pada periode 1998-2005(Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa te-lah terjadi perubahan struktur ekonomiterhadap penerimaan PDB di sektor per-tanian.

Pada periode 1998-1999, subsektorpeternakan terkena dampak yang palingbesar akibat krisis multidimensi, walaupunsaat ini sudah pulih ke level sebelum krisis.Pada saat krisis, laju pertumbuhan PDBsubsektor peternakan negatif 3,9%. Biladiperhatikan, ternyata akselerasi per-tumbuhan PDB subsektor peternakan pa-da saat sebelum maupun sesudah krisisdihela oleh industri perunggasan, teruta-ma industri ayam ras, yang sarat dengankomponen impor. Karena itu, pada saatrupiah mengalami depresiasi terhadap nilaidolar, PDB subsektor peternakan menurun.Produksi daging ternak lainnya tumbuhlambat, lebih kecil dari laju pertumbuhan

Page 7: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

214 Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti

daging ayam ras dan telur ayam (Tabel 6).Dengan demikian, Revolusi Peternakanyang pernah terjadi di Indonesia padadekade 1980-an lebih tepat disebut sebagaiRevolusi Peternakan Ayam Ras, karenaperkembangan yang terjadi hanya terbataspada industri peternakan ayam ras.

Perkembangan industri ayam ras yangbertumpu dan sangat bergantung padainovasi impor, ke depan harus diupayakanuntuk lebih mandiri dan handal. Pada saatwabah flu burung merebak di beberapanegara pemasok bibit (Grand ParentStock, GPS), Indonesia kesulitan untukmemperoleh replacement. Seandainyadalam jangka panjang hanya ada satunegara yang bebas flu burung, berarti akanterjadi ancaman keberlangsungan industriayam ras di Indonesia karena kelangkaanpasokan DOC. Demikian halnya denganpasokan bahan pakan, ketergantunganpada kedelai dan jagung impor juga sangatmengancam pabrik pakan sebagai industripendukung peternakan ayam ras. MenurutAnton J. Supit dari GPPI (Kompas, 5Oktober 2007), pasokan jagung dunia akansemakin langka sebagai akibat perkem-bangan industri bioetanol di Amerika dannegara produsen jagung lainnya. Kondisiini akan semakin parah di masa yang akandatang, karena diramalkan harga minyak

bumi akan melonjak sampai USD100/barelpada tahun 2008 (Kompas, 7 Oktober 2007).

Pada awal tahun 2007, harga jagung dipasar dunia hanya USD135/ton, dan padabulan Oktober 2007 telah meningkat duakali lipat menjadi USD270/ton. Hargajagung di dalam negeri juga meningkat dariRp1.000/kg (2006) menjadi Rp2.400-Rp2.600/kg (2007). Kenaikan harga jagungini oleh B. Soebijanto, Ketua GPMT, di-duga karena dua hal, yaitu kegagalan pa-nen sebagai akibat pemanasan global, danpeningkatan permintaan jagung untukkeperluan industri bioetanol (Kompas, 16Oktober). Kondisi tersebut menyebabkandampak berantai; harga pakan ternak naik,biaya produksi ayam meningkat, dan padagilirannya keuntungan peternak merosot.Di sini terlihat jelas, industri ayam ras diIndonesia sangat terpengaruh oleh: (1)pemanasan global yang menyebabkanperubahan iklim dan gagal panen; (2)peningkatan harga minyak dunia danproduksi bioetanol; serta (3) pengaruhcadangan pangan dan perdagangan globalbahan baku pakan ternak.

Gambaran tersebut di atas secara gam-blang mengingatkan bahwa bila Indonesiaakan mendorong perkembangan industriayam atau menyongsong Revolusi Pe-ternakan Ayam Ras kedua, maka diperlu-

Tabel 5. Sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor terhadap pertanian, 1968-2005.

SubsektorSumbangan PDB (%)

1968-1977 1978-1987 1988-1997 1998-2005

Tanaman pangan 59,4 58,9 56,6 57,8Perkebunan 17,8 17,4 16,3 18,2Peternakan 6,8 8,2 10,8 13,3

Sumber: Departemen Pertanian (2005).

Page 8: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

Pengembangan industri peternakan ... 215

Tabel 6. Kinerja produksi usaha peternakan di Indonesia, 1969-2006.

UraianPeriode tahun

1969-1978 1979-1988 1989-1996 1997-2000 2001-2006

Sapi potongPopulasiRataan (000 ekor) 6.291 8.208 10.991 11.464 10.813Pertumbuhan (%) -1,8 34,9 14,6 - 8,5 -2,8

ProduksiRataan (000 t) 202 225 302 336 373Pertumbuhan (%) 26,7 10,1 27,1 -4,1 12,9

DombaPopulasiRataan (000 ekor) 3.384 4.744 6.517 7.374 7.965Pertumbuhan (%) 17 30,1 23,5 -3,6 13,4

ProduksiRataan (000 t) 11,4 24,74 36,5 61,4 60Pertumbuhan (%) 32,2 44,8 17,4 -5,5 13,8

KambingPopulasiRataan (000 ekor) 6.970 9.244 12.140 13.248 12.973Pertumbuhan (%) 6,3 27,8 20,5 -12,7 12,3

ProduksiRataan (000 t) 16,8 50,3 61,4 50,1 55,3Pertumbuhan (%) 54,4 46,8 -5,5 -45,9 8,1

Ayam pedagingPopulasiRataan (000 ekor) NA 95,8 506,7 462,7 812,9Pertumbuhan (%) NA 88,8 65,2 -20,8 36,0

ProduksiRataan (000 t) NA 99,5 393 414,6 773,5Pertumbuhan (%) NA 80,7 65,2 -0,1 43,8

Ayam petelurPopulasiRataan (000 ekor) 3,3 28,7 56,3 56,1 83,5Pertumbuhan (%) 88,7 81,8 48,6 -1,8 26,5

ProduksiRataan (000 t) 22,1 187,8 366,5 376,0 659,7Pertumbuhan (%) 90,4 79,8 47,7 4,0 28,4

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan (2006, data diolah).

Page 9: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

216 Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti

kan upaya khusus untuk lebih mandiridalam mengembangkan industri hulu.Pengembangan industri bibit harus terusdiperkuat dan dibenahi. Bila saat ini di-impor GPS, ke depan mungkin harus di-impor Great-GPS dan kalau memungkin-kan impor pure line. Strategi tersebut ha-rus dibarengi dengan upaya untuk me-ngembangkan ayam kampung menjadiayam komersial yang produktif. Langkahini memerlukan visi jauh ke depan yangdibarengi dengan investasi dan kolaborasisemua pihak, mulai kegiatan riset, peng-kajian sampai pengembangan dan komer-sialisasi.

Sebagai negara kepulauan, Indonesiamemiliki keunggulan komparatif untukmembangun industri pembibitan di suatupulau yang terisolir agar ancaman penyakitdapat diminimalkan. Pulau-pulau yangtersebar tersebut juga dapat dimanfaatkanuntuk menyebarkan dan mengkonservasiunggas lokal agar tidak termusnahkan olehflu burung dan penyakit serupa.

Industri pakan juga harus didukungoleh pasokan bahan pakan secara kontinu,berkualitas, serta dengan harga terjangkaudan stabil. Pengembangan jagung harusterus dilakukan, di samping upaya untukmelakukan substitusi bahan pakan peng-ganti sumber energi dalam ransum. Pro-duksi kedelai dalam negeri juga harusditingkatkan, baik melalui intensifikasimaupun ekstensifikasi. Sumber proteindalam ransum yang berasal dari tepung ikanjuga sangat potensial untuk terus dikem-bangkan (Jiaravanon 2007), mengingatIndonesia adalah negara kepulauan de-ngan panjang garis pantai sekitar 80.000km dengan total luas laut yang sangatbesar (5,8 juta km2). Di sini terlihat bahwauntuk mendorong perkembangan usahaayam diperlukan dukungan pakan yang

harus disediakan oleh sektor atau sub-sektor lain.

PELUANG DAN TANTANGANDALAM REVITALISASI

PETERNAKAN

Laju pertumbuhan penduduk Indonesiasaat ini masih cukup tinggi, sekitar 1,3%/tahun. Pertambahan jumlah pendudukyang diiringi dengan peningkatan penda-patan dapat dipastikan akan mendorongpermintaan terhadap produk peternakansecara kuantitas maupun kualitas. Bila saatini rata-rata konsumsi produk peternakansangat rendah (Tabel 7), dapat dipastikanke depan akan terjadi lonjakan permintaansecara signifikan. Peluang ini harus di-manfaatkan untuk mendorong usaha danindustri peternakan yang lebih mengan-dalkan inovasi, potensi, dan kekuatandomestik, sekaligus untuk menciptakanlapangan kerja dan meningkatkan kese-jahteraan peternak.

Saat ini harga sebutir telur setaradengan harga sebatang rokok, namun rata-rata konsumsi telur di Indonesia barusekitar 60 butir/kapita/tahun. Rendahnyatingkat konsumsi ini bukan semata-matakarena daya beli yang rendah, tetapikarena minimnya sosialisasi sehinggakesadaran masyarakat mengenai manfaattelur bagi kesehatan dan pertumbuhananak sangat rendah. Masyarakat justrudidorong melalui promosi komersial agarmenghamburkan uang untuk mengon-sumsi rokok (1.000 batang/kapita/tahun)yang justru berpotensi merusak kesehatan.

Rata-rata konsumsi daging sapi jugamasih sangat rendah (1,7 kg/kapita/tahun),namun itu pun sebagian (30%) harus di-pasok dari impor berupa sapi bakalan

Page 10: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

Pengembangan industri peternakan ... 217

maupun dalam bentuk daging dan jeroanbeku. Bila pertumbuhan ekonomi semakinbaik, diperkirakan pada tahun 2020 rata-rata konsumsi daging akan melonjak 2-3kali lipat (Kasryno 2004). Hal ini olehpeneliti ACIAR (Quirke et al. 2003) dira-malkan akan menyebabkan ketergan-tungan pada daging impor menjadi sangattinggi (70%), bila tidak ada upaya tero-bosan yang signifikan.

Menurut data Direktorat Jenderal Pe-ternakan tahun 2007, pasokan daging didalam negeri dipenuhi dari unggas (56%),sapi (23%), babi (13%), kambing dandomba (5%), dan lain-lain (3%). Unggasdan babi saat ini sudah berswasembada,walaupun komponen input-nya masihsangat bergantung pada impor. Produksidaging sapi (dan kerbau) di dalam negerihanya mencukupi sekitar 70% permintaan,dan upaya berswasembada pada tahun2010 masih menghadapi tantangan yangbesar.

Susu yang merupakan sumber gizi sertasangat penting bagi pertumbuhan balita

dan kesehatan manusia ternyata jugajarang dikonsumsi masyarakat Indonesia.Saat ini rata-rata konsumsi susu hanyabeberapa tetes per hari (5-6 kg/kapita/ta-hun), dan itu pun sebagian besar sangatbergantung pada impor (70%). Kebiasaanminum susu segar hampir tidak ada.Umumnya konsumsi susu berupa susuolahan yang diproduksi oleh industripengolahan susu (IPS). Harga susu duniayang terus melambung akibat kekeringandi Australia telah mendorong IPS melirikproduksi lokal, namun hal ini masih sulitdipenuhi secara kuantitas maupun kualitasoleh peternak.

Posisi tawar IPS yang lebih kuatmenyebabkan harga susu yang diterimapeternak relatif rendah, tidak sesuai denganbiaya produksi akibat harga pakan yangmeningkat, dan hal ini menjadi salah satupenyebab produksi susu terus merosot(Kompas, 19 dan 20 Oktober 2007). Bilaharga susu yang diterima peternak setaradengan harga susu dunia, dapat dipastikanusaha sapi perah rakyat akan bergairah

Tabel 7. Rata-rata konsumsi daging, telur, dan susu di Indonesia, 1969-2006.

UraianKonsumsi (kg/kapita/tahun)

1969-1978 1979-1988 1989-1996 1997-2000 2001-2006

DagingRata-rata 3,10 4,55 6,96 5,36 6,40Pertumbuhan (%) 19,65 35,93 32,34 - 54,37 33,33

TelurRata-rata 0,46 1,73 2,78 2,99 5,24Pertumbuhan (%) 73,86 55,24 39,26 0,57 19,23

SusuRata-rata 2,27 3,74 4,71 4,23 6,54Pertumbuhan (%) 58,64 11,43 34,97 16,99 10,79

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan (2006, data diolah).

Page 11: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

218 Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti

kembali. Dengan demikian, kebijakan tataniaga susu di dalam negeri perlu dibenahi,antara lain melalui sosialisasi minum sususegar sejak dini. Langkah ini diharapkanakan memperbaiki harga susu di tingkatpeternak, dan di tingkat konsumen harga-nya lebih terjangkau. Dengan demikian,peningkatan produksi susu akan seiramadengan perbaikan kesejahteraan peternaksapi perah yang sebagian besar masihhidup miskin.

Produksi kambing dan domba (kado)sudah mampu mencukupi permintaan do-mestik, bahkan sudah diekspor walaudalam jumlah sangat terbatas. Rumahtangga di Indonesia sangat jarang mema-sak daging kado, kecuali pada hari-haribesar atau pada saat upacara adat dankeagamaan. Bila dalam 10 tahun ke depanada tambahan 10% keluarga muslim diIndonesia yang melaksanakan qurbanpada saat Lebaran Haji, maka hampirseluruh populasi kado yang layak akanhabis dipotong dalam satu hari. Kondisiini menggambarkan adanya peluang do-mestik yang sangat besar untuk pengem-bangan peternakan kado, selain per-mintaan Timur Tengah yang sampai saatini belum pernah tergarap.

Tujuan akhir dari revitalisasi peter-nakan yang dicanangkan Presiden padatahun 2005 adalah untuk meningkatkankesejahteraan masyarakat, sesuai MDG’s2015 yang antara lain mengamanatkanpemberantasan kemiskinan ekstrim dankelaparan. Oleh karena itu, agar tidak terjadimisleading dalam revitalisasi peternakan,pembangunan peternakan tidak hanyaterfokus pada upaya untuk mendorongkonsumsi protein hewani, meningkatkanproduksi, atau mewujudkan swasembada.Revitalisasi peternakan harus lebih dite-kankan pada upaya untuk mewujudkan

kemandirian, ketahanan pangan hewani,kesejahteraan peternak, dan keberlanjutanusaha.

Tantangan tersebut tidaklah ringan,mengingat sebagian besar peternak adalahpetani miskin dengan tingkat pendidikanyang rendah, serta tidak mempunyai aksesterhadap informasi, teknologi, dan modal.Sementara itu, peternak juga sering men-jadi pihak yang menjadi korban darikebijakan yang mengatasnamakan kebu-tuhan majoritas masyarakat. Pada saattertentu, harga melambung tinggi karenakenaikan harga input seperti bibit danpakan. Di sini peternak mendapatkantekanan untuk tidak menaikkan hargasehingga keuntungannya minimal. Padasaat yang sama, konsumen tetap harusmembayar harga yang tinggi, karena terlalupanjangnya rantai pemasaran, dan keun-tungan terbesar dinikmati pengecer ataukegiatan di sektor hilir. Bila kondisi ini terusterjadi maka banyak peternak yang akanmeninggalkan usahanya, pergi ke kotamencari pekerjaan yang semakin sulitdiperoleh (Jiaravanon 2007).

Tantangan lain yang harus diperha-tikan adalah ketergantungan pada bibitimpor yang berasal dari daerah temperateyang berhawa sejuk. Bibit yang bagus dinegara asalnya belum tentu mampu ber-produksi secara maksimal di lingkunganlembap tropis karena adanya interaksiantara genotipe dan lingkungan (genotypeenvironment interaction). Kondisi inidiperburuk dengan adanya indikasi akanterjadi peningkatan suhu permukaanglobal, sejalan dengan kenaikan konsen-trasi gas rumah kaca (GRK) dan padagilirannya akan menyebabkan terjadinyaperubahan iklim. Dengan demikian, sudahmenjadi keharusan untuk mengembangkaninovasi untuk menghasilkan bibit lokal

Page 12: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

Pengembangan industri peternakan ... 219

yang lebih adaptif dengan lingkungansetempat, serta dengan memperhatikankondisi sosial budaya masyarakat danpotensi pakan yang tersedia.

Faktor lain yang berpotensi menjadipenghambat berkembangnya usaha pe-ternakan di pedesaan adalah minimnyasarana dan prasarana, terutama infra-struktur transportasi seperti pelabuhandan kapal pengangkut yang tidak me-madai, jalan dan jembatan yang rusak, sertaadanya pungutan resmi maupun liar yangsangat memberatkan pelaku usaha. Kon-disi ini menyebabkan disparitas harga ditingkat produsen dan konsumen sangatlebar, yang berujung pada rendahnya ke-untungan yang diperoleh peternak. Infra-struktur lain yang masih menjadi perma-salahan dalam pengembangan peternakanadalah penyediaan air pada musim ke-marau. Sementara itu, perubahan iklimyang menyebabkan banjir atau kekeringanjuga merupakan faktor eksternal yang perlumendapat perhatian dalam revitalisasipeternakan, khususnya dalam penyediaanpakan murah secara berkelanjutan.

Pengamatan di lapang dalam satu tahunterakhir menunjukkan beberapa keber-hasilan masyarakat dalam merevitalisasikegiatan agribisnis peternakan berbasissumber daya lokal. Pertama, Puskud NTTbekerja sama dengan National Coopera-tive Bussiness Association/NCBA, USDA)telah berhasil menghimpun lebih dari 7.200petani miskin untuk melakukan kontrakfarming di daerah Kupang dan sekitarnya.Kegiatan yang dimulai sejak tahun 2002mendapat respons luar biasa dari masya-rakat karena mampu menciptakan lapangankerja dan meningkatkan pendapatankeluarga secara sangat signifikan. Dalamprogram ini, Puskud membantu pengadaansapi (2-8 ekor/KK) dan pendampingan,

sementara peternak harus mengikuti semuaaturan yang telah disepakati. Dalam limatahun terakhir telah tersalur lebih dari18.000 ekor sapi, dan sampai saat ini tidakada kredit macet.

Dalam kelanjutannya, lebih dari 2.000petani menunggu untuk dapat bergabungdalam program kemitraan yang 100%memanfaatkan sumber daya lokal (bibit,pakan, dan inovasi). Dalam kontrak farmingyang dilaksanakan dengan sistem mana-jemen sederhana dan mudah dipahami ini,petani mendapat bagian 70% dari keun-tungan (selisih harga jual dengan hargapembelian) yang diperoleh, dibayar secaratunai pada saat penjualan, dan tanpa po-tongan sedikit pun. Pendapatan yang di-peroleh petani dari setiap ekor sapi berkisarantara Rp1,2-Rp1,5 juta yang nilainya 5-10kali lipat dibanding kontrak farmingdengan pengusaha sebelumnya.

Kedua, program revitalisasi peternakanserupa sejak tahun 2006 juga dilaksana-kan di Klaten dan sekitarnya, dengan me-manfaatkan sapi lokal hasil IB. Kontrakfarming ini semula ditujukan untuk mem-bantu para petani korban bencana gempadi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta yangkehilangan pekerjaan. Dalam hal ini, Kope-rasi Jasa Usaha Bersama (KJUB)-Puspe-tasari Klaten bekerja sama dengan NCBAberperan sebagai inti yang menyalurkankredit dalam pengadaan sapi bakalan, pe-nyediaan pakan konsentrat, dan pendam-pingan. Sampai Desember 2006, baru be-berapa ratus sapi yang disalurkan, namunpetani sangat senang karena dalam waktuempat bulan mereka dapat memperoleh“keuntungan” sekitar 100% dari ongkoskonsentrat yang harus dibayar. Saat iniratusan petani telah mengajukan diri untukbergabung dengan program yang sangatsederhana ini.

Page 13: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

220 Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti

Ketiga, bisnis pakan dari suatu pabrikpakan mini di Grati Jawa Timur untuk usa-ha penggemukan sapi di Bali. Pakan yangdiproduksi feed mill ini memanfaatkanberbagai limbah yang saat ini masih di-abaikan atau terbuang dengan suatu ino-vasi sederhana, sehingga harga pakanyang dijual relatif murah. Kegiatan bisnisini mendorong petani dan pengusaha se-tempat untuk melakukan penggemukansapi Bali. Ternyata bisnis yang 100% me-manfaatkan sapi lokal ini berkembangpesat, dan sebagian besar telah meman-faatkan kredit komersial dari bank.

Dari ketiga contoh di atas, ada bebera-pa persamaan yang membuat kegiatanrevitalisasi peternakan tersebut sukses,yaitu: (1) program atau bisnis disusun de-ngan cara yang sederhana sehingga mudahdipahami masyarakat; (2) program diso-sialisasikan dengan baik, dan melibatkanmasyarakat sejak awalnya; (3) programdilaksanakan secara terbuka kepada siapasaja, konsisten, akurat, transparan danpenuh kejujuran, atau good governance;serta (4) semua kegiatan dilakukan denganpertimbangan bisnis yang adil dan mene-gakkan secara penuh reward and punish-ment atau law enforcement.

Untuk menjaga keberlanjutan perkem-bangan ketiga model kegiatan tersebutdiperlukan dukungan usaha cow-calfoperation di tingkat masyarakat. Programaksi perbibitan dan pengembangan villagebreeding center (VBC) dalam suatu kan-dang kelompok juga harus terus diting-katkan. Margin kegiatan cow-calf opera-tion yang relatif kecil dapat dikombinasi-kan dengan kegiatan pembesaran danpenggemukan, serta didukung denganintensifikasi kawin alam (InKA) dan IB.

INOVASI TEKNOLOGI BERBASISSUMBER DAYA LOKAL

Secara tradisional, peternakan di Indone-sia sampai dengan dekade 1970-an di-lakukan sebagai kegiatan sampingan, dankurang memperhatikan aspek bisnis. Usa-ha peternakan selalu diidentikkan denganmemelihara ternak, dan peternak hanyasekedar sebagai keeper dan user. Namunkenyataannya, justru dengan cara inilahmereka merasa tidak pernah dirugikan,walaupun kondisi ekonomi dan kesejah-teraannya tidak terlalu menggembirakan.Ternak yang banyak dipelihara secaratradisional ini merupakan hasil domesti-kasi masyarakat setempat dan sebagianmasih memiliki kerabat liar, antara lain ayamkampung dan sapi Bali.

Ayam kampung yang dipelihara ham-pir seluruh masyarakat di pedesaan tidakpernah mengalami perkembangan yangsignifikan. Sebagai sumber daya genetiklokal, beberapa kelompok ayam kampungternyata tahan terhadap berbagai pe-nyakit, seperti flu burung (Maeda 2005).Oleh karena itu, penelitian untuk mengem-bangkan ayam kampung sebagai galuryang tahan terhadap penyakit flu burungperlu dilakukan. Inovasi seperti inilah yangakan mampu memanfaatkan ayam kam-pung secara lestari. Dengan demikian, per-kembangan industri perunggasan ke de-pan tidak sepenuhnya hanya bergantungpada inovasi teknologi dan bibit impor.

Sejak dasawarsa terakhir, pemanfaatansumber daya genetik ayam lokal (ayamPelung) secara komersial sudah mulaitampak, sebagai upaya merespons permin-taan pasar yang menyukai resep tradisionalatau untuk keperluan lain (misalnya telur

Page 14: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

Pengembangan industri peternakan ... 221

ayam kampung untuk jamu). Komer-sialisasi ayam kampung ini perlu diaturdengan baik agar tidak berdampak padapersaingan bisnis yang tidak seimbangantara peternak kecil dan peternak besar.Dalam hal ini, peningkatan produksi dankualitas ayam kampung harus diupayakanjuga dapat dinikmati peternak tradisionalmelalui usaha kemitraan.

Sapi Bali sebagai sapi asli Indonesiaternyata merupakan salah satu bangsa(breed) sapi yang paling cocok dikem-bangkan di Indonesia (ACIAR 2003). Sapidengan ukuran badan yang relatif kecil inimempunyai keistimewaan seperti dayareproduksi sangat baik, kualitas karkas dandaging prima, mampu bertahan hidupdalam kondisi lembap tropis dengan kua-litas pakan yang kurang baik, serta tahanmenghadapi berbagai serangan parasit.Beberapa negara tetangga seperti Malay-sia sangat antusias untuk mengimpor bibitsapi Bali, sementara Indonesia justru belummemberi perhatian yang memadai. Saat iniPemda Bali telah menetapkan Pulau Balisebagai kawasan konservasi, sehinggapersilangan dengan sapi impor tidak diper-bolehkan.

Dengan makin terbatasnya sumberdaya dan tuntutan pasar yang makin besar,sejak tahun 1970-an pemerintah memper-kenalkan teknologi kawin suntik (insemi-nasi buatan, IB). Teknologi ini semuladiperkenalkan untuk tujuan persilangan(cross breeding) dengan menggunakansemen beku dari pejantan introduksi dariEropa (Bos taurus). Sapi hasil silangan inimempunyai ukuran yang lebih besar,mampu tumbuh cepat bila diberi pakanyang memadai, serta mempunyai harga jualyang tinggi. Saat ini IB menjadi salah satuprogram andalan nasional untuk mening-katkan produksi daging. Namun, tujuanprogram ini kurang fokus dan tidak jelas,

apakah ke arah pembentukan final stock,rotational crossing, up grading, ataumembentuk ternak komposit.

Anak hasil IB dengan semen Simmentalatau Limousin sangat disukai peternakkarena sangat baik dijadikan sapi bakalan.Namun bila yang terlahir anak betina dankemudian dijadikan replacement, peternaksering mengalami kekecewaan karenaharus memberi pakan yang lebih banyakdan mahal. Anak hasil silangan biasanyamempunyai ukuran tubuh besar mirippejantan (bapaknya). Karena kesulitanpakan pada musim kering, sapi hasilsilangan ini tampak kurus, tidak menun-jukkan gejala berahi, sehingga sulit dika-winkan dan bunting sehingga selang ber-anaknya (calving interval) menjadi pan-jang. Persilangan dengan teknologi IB telahmenjadi mode dalam pengembanganbeberapa jenis ternak, walaupun hasilnyabelum sepenuhnya memuaskan, sepertipenurunan fertilitas dan daya adaptasidengan lingkungan setempat.

Beberapa penyebab penurunan ferti-litas ternak hasil persilangan dua bangsa(breed) yang berbeda telah dikupas Har-djosubroto (2006, tidak diterbitkan). Ke-mungkinan yang menyebabkan hal ter-sebut adalah: (1) pada perkawinan antarakerbau lokal (kromosom 2n = 48) dengankerbau Murrah (kromosom 2n = 50), ke-turunan (F1) hasil persilangan akan mem-punyai jumlah kromosom yang tidak se-imbang, yaitu (2n + 1 = 49), yang biasanyafertilitasnya terganggu; (2) adanya per-bedaan bentuk kromosom pada otosommaupun ukuran kromosom-seks antarakedua tetua (kerbau lokal dan Murah)menghasilkan keturunan (F1) yang tidaksubur; (3) infertilitas yang diakibatkanproses spermatogenesis tidak berjalannormal, pada anak jantan hasil persilanganantara sapi Bali dan sapi Eropa, karena

Page 15: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

222 Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti

kromosom X pada sapi Bali memiliki suatuspindel; (4) terjadi translokasi kromosom(Robertsonian translocation 1/29) padaproses segregasi pada ternak hasil silang-an sapi Swedish Red dan White, sehinggasperma tidak fertil; serta (5) kemungkinanadanya perbedaan sekunder lain sepertipada kejadian persilangan sapi Bali denganBos taurus, akibat genotipe penyusunhemoglobin yang berbeda, yaitu Hb, HbA,dan HbX.

Untuk mengatasi persoalan tersebut,diperlukan suatu inovasi serta strategipemuliaan dan perkawinan agar diperolehhasil yang optimal. Inovasi bioteknologireproduksi yang saat ini sudah sampai padatataran komersial adalah aplikasi peman-faatan sperma hasil sexing yang dihasilkanBBIB Singosari. Teknologi sexing spermasudah diteliti cukup lama, dan di Indonesiamulai diteliti dan dikaji oleh LIPI, Balitnak,Universitas Brawidjaja, dan lainnya sejakdasawarsa yang lalu. Namun, terobosanpengembangan yang dilakukan BBIBSingosari memberi hasil yang sangat baik,terutama untuk sperma X (Diwyanto danHerliantin 2006). Pemanfaatan spermatozoaX berpeluang untuk dikembangkan secaraluas pada sapi perah untuk menambahternak produktif. Sebaliknya, penggunaanspermatozoa Y hanya cocok untuk meng-hasilkan final stock (commercial stock)serta perlu suatu perencanaan yang lebihmatang agar replacement dapat tetapterjaga. Kajian mendalam untuk mening-katkan akurasi sexing tetap perlu dila-kukan. Oleh karena itu, diperlukan du-kungan semua pihak agar teknologi ino-vatif ini dapat lebih bermanfaat dan ber-daya guna, khususnya untuk usaha cow-calf operation guna menghasilkan sapibakalan yang lebih kompetitif.

Inovasi teknologi pakan sudah banyakdihasilkan, terutama terkait dengan pe-

ngembangan lumbung pakan (feed bank),strategi pemberian pakan yang ekonomis(feeding strategy), pengkayaan pakan(feed enrichment), pengembangan legumetree, atau yang terkait dengan model tigastrata dan food feed system. Namun,pengembangan inovasi ini belum memberidampak yang memadai, karena impor ba-han pakan (unggas) justru makin besar,terutama bungkil kedelai, jagung, tepungikan, dan MBM. Harga jagung dunia yangterus meningkat sebagai akibat perkem-bangan industri bioetanol, telah membuatpeternak ayam ras kerepotan. Perkem-bangan usaha peternakan dan industripakan sangat bergantung pada pasokanbahan baku pakan yang berkualitas (stan-dar), kontinu, dan dengan harga kompeti-tif.

Ironisnya, dengan pertimbangan mem-peroleh devisa jangka pendek, justru be-berapa bahan pakan yang sangat diper-lukan usaha peternakan di dalam negeridiekspor, seperti wafer atau pucuk tebu,bungkil inti sawit, onggok atau gaplek, dantebon jagung atau silase jagung. Bahanpakan sumber serat juga banyak yangterbuang, dibakar dan bahkan menjadimasalah dalam usaha tani dan agroindustri,seperti jerami padi dan limbah sawit.Potensi pakan ini harus dimanfaatkansebagai basis pengembangan ternak, baikmelalui suatu inovasi teknologi, strategipengembangan, atau kebijakan yang lebihberpihak dalam menguatkan industripeternakan yang tangguh berbasis sumberdaya lokal. Pengembangan inovasi tekno-logi berbasis bibit dan pakan lokal diharap-kan mampu meningkatkan daya saingproduk peternakan, karena kontribusipakan dan bibit dalam biaya produksisekitar 70-80% atau lebih.

Pemanfaatan dan pengembangan tek-nologi inovatif yang telah tersedia hanya

Page 16: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

Pengembangan industri peternakan ... 223

dapat dilakukan apabila didukung kebi-jakan dan program pemerintah. Dalam halini, keterpaduan antara kegiatan penelitiandan penyuluhan, keterkaitan antara ke-giatan penelitian dan komersialisasi tek-nologi, kebijakan impor dan ekspor pakan,serta kerja sama antara peternak, penelitidan pengambil kebijakan harus benar-benar padu, dengan sasaran peternak lebihsejahtera.

CROP LIVESTOCK SYSTEM

Dalam rangka mewujudkan kemandiriandan ketahanan pangan hewani secara ber-kelanjutan dengan sasaran meningkatkankesejahteraan peternak dan daya saingproduk peternakan, Indonesia harus mam-pu mengembangkan model yang sesuaidengan kondisi agroekologi dan sosialbudaya masyarakat. Setiap konsep yangakan dikembangkan harus didasarkan padakajian, inovasi, dan pengalaman empiris,serta memperhatikan perkembangan glo-bal. Perdagangan komoditas pertanianyang saat ini masih sangat tidak adil dantransparan, penuh dengan rekayasa teknisdan hukum, harus dipergunakan sebagaibasis pemikiran bahwa kemandirian danketahanan pangan perlu segera diwujud-kan secara lestari.

Ketergantungan Indonesia pada sis-tem, inovasi, bibit, dan pakan impordisebabkan sejak awal pendidikan telah’diarahkan’ untuk berfikir seperti Eropa,Amerika, atau Australia. Inovasi Barat di-anggap sebagai model atau standar yangharus dijadikan acuan. Sangat jarangpengembangan industri peternakan dida-sarkan pada upaya untuk menggali tek-nologi tradisional dan kearifan lokal, dalamsuatu model pertanian terpadu. Konseppertanian terpadu atau sistem integrasi

tanaman-ternak sebenarnya sudah diper-kaya dan diterapkan kembali pada tahun1970-an berdasarkan hasil litbang yangdimulai oleh LP3- Bogor dengan mengacupada pola di IRRI (Manwan 1989). Sejaksaat itu secara bertahap muncul istilah-istilah pola tanam (cropping pattern), polausaha tani (cropping systems), sampaiakhirnya muncul istilah sistem usaha tani(farming systems), serta sistem integrasitanaman-ternak yang merupakan terjemah-an dari crop livestock systems atau CLS(Diwyanto et al. 2002).

Terdapat delapan keuntungan daripenerapan pola CLS bagi petani danpeternak kecil di pedesaan (Devendra1993), yaitu: (1) diversifikasi penggunaansumber daya produksi, (2) mengurangirisiko usaha karena faktor teknis maupunekonomis, (3) efisiensi penggunaantenaga kerja, (4) efisiensi penggunaaninput produksi atau mengurangi biayaproduksi, (5) mengurangi ketergantunganenergi kimia dan biologi serta masukansumber daya lainnya, (6) sistem ekologilebih lestari serta tidak menimbulkan polusisehingga ramah lingkungan, (7) mening-katkan produksi atau pendapatan keluarga,dan (8) mampu mengembangkan rumahtangga petani yang lebih mandiri dalam halpangan, energi (biogas), dan pendapatansecara berkelanjutan. Kedelapan keun-tungan tersebut diperoleh karena adanyasinergi antarkegiatan, yang pada giliran-nya hampir tidak ada sumber daya yangterbuang (zero waste). Implikasinya adalahbeberapa produk yang dihasilkan dapatdiperoleh tanpa biaya yang secara riilharus dikeluarkan petani/peternak (zerocost).

Diwyanto dan Haryanto (2002) me-nyatakan bahwa penerapan CLS yangdiinspirasi dari kearifan tradisional inimampu meningkatkan penghasilan petani

Page 17: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

224 Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti

hampir dua kali lipat lebih tinggi dibanding-kan dengan pola tanam padi IP-300 tanpaternak. Sekitar 40% dari hasil tersebutberasal dari pupuk organik yang diperolehdari ternak sapi. Hasil-hasil penelitian danpengkajian di berbagai tempat dan agro-ekologi juga menunjukkan bahwa padaumumnya integrasi ternak dengan tanam-an, baik itu tanaman pangan maupuntanaman perkebunan, memberikan nilaitambah yang cukup signifikan (Syam danSariubang 2004). Bahkan dalam beberapatahun terakhir, kegiatan Prima Tani yangdikoordinasi Badan Litbang Pertanian di200 lokasi, mengaplikasikan CLS dalambentuk sistem integrasi padi-ternak (SIPT),sistem integrasi sapi di kebun kelapa sawitAgricinal (SISKA), dan sebagainya, se-bagai salah satu model andalan dalam upa-ya meningkatkan kesejahteraan petani/peternak.

Hampir seluruh kawasan pertanianberpotensi sebagai daerah pengembanganternak. Di lahan irigasi, misalnya, setiapkali panen dapat diperoleh jerami sekitar5-8 t/ha. Jumlah ini bila dipergunakanuntuk usaha cow-calf operation, dapatmencukupi kebutuhan serat untuk 2 ekorinduk sepanjang tahun. Bila luas lahanpersawahan saat ini mencapai 7,7 juta ha,secara teoritis dapat mengakomodasi ju-taan ekor ternak sapi atau kerbau. Namunkenyataannya, beberapa daerah lumbungpadi justru masih menyia-nyiakan potensiini. Biasanya jerami padi dibakar ataudipergunakan untuk keperluan lain dankegiatan nonpertanian. Praktek seperti iniberpotensi menyumbang terjadinya pema-nasan global dan pemiskinan unsur haradi lahan persawahan.

Sementara itu, saat ini tersedia jutaanhektar kawasan perkebunan dan lahanpertanian lain di Sumatera, Kalimantan,Sulawesi, dan pulau lainnya yang relatif

kosong ternak. Padahal hasil sampingberupa biomassa yang dihasilkan setiaphektar jumlahnya sangat besar, yangdiperkirakan dapat mencukupi kebutuhanpakan sedikitnya untuk seekor ternakdewasa sepanjang tahun. Dengan inovasiteknologi, hasil samping dan limbahpertanian ini dapat diolah menjadi pakanmurah. Pada tanaman kelapa rakyat,misalnya, dari 3,6 juta ha hanya sekitar 0,7juta ha yang efektif dimanfaatkan bagiusaha budi daya kelapa. Hal ini menunjuk-kan bahwa hampir 80% lahan tersebutmempunyai peluang untuk dipergunakanuntuk pengembangan tanaman sela, (padigogo, jagung, ubi, dan palawija lainnya),yang selain menghasilkan produk utama,limbahnya dapat dimanfaatkan sebagaipakan ternak (Subagyono 2004), khusus-nya untuk usaha cow-calf operation.

Pengembangan perkebunan kelapasawit diperkirakan akan terus meningkat.Pada tahun 2007, luas arealnya telah men-capai lebih dari 5 juta ha. Apabila setiaphektar kebun mempunyai 130 pohon, danjika setiap pohon dapat menghasilkan 22pelepah/tahun, maka diperoleh 9 ton pe-lepah segar setiap tahun atau sekitar 0,66ton bahan kering. Jumlah tersebut dandikombinasi dengan limbah pabrik minyaksawit akan menghasilkan biomassa yangsangat besar, yang berarti setiap hektarkebun sawit mampu menampung 1-3 ekorsapi induk (Diwyanto et al. 2004). Pengem-bangan SISKA juga bermanfaat dalampengangkutan tandan buah sawit, kotor-annya diolah sebagai biogas, serta fungsisosial-ekonomi bagi pekebun. Oleh karenaitu, perluasan perkebunan kelapa sawit me-rupakan peluang yang sangat besar untukmengembangkan usaha cow-calf opera-tion. Pada gilirannya, usaha ini akan ber-dampak pada: (1) efisiensi dan daya saingproduk, (2) keberlanjutan terkait dengan

Page 18: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

Pengembangan industri peternakan ... 225

masalah kesuburan, (3) dampak lingkung-an dalam proses pengolahan sawit, serta(4) aspek sosial ekonomi yang berhu-bungan dengan penyediaan biogas se-bagai energi rumah tangga, dan kesejah-teraan pekerja maupun masyarakat se-kitarnya.

Konsep CLS dan pengalaman empirisdi beberapa tempat mempunyai benangmerah yang dapat ditarik dari hulu sampaike hilir, yaitu: (1) petani dan pekebuntermotivasi untuk tetap mempertahankankesuburan lahan pertanian dengan caramemperbaiki pola budi daya dan memper-tahankan kandungan bahan organik; (2)penggunaan pupuk kimia dilakukan se-cara benar dan diimbangi dengan penam-bahan bahan organik seperti kompos darikotoran ternak yang terbukti mampumeningkatkan efisiensi penggunaan pupukdan menurunkan biaya produksi; (3)penggunaan kompos membuka peluangpasar baru dan mendorong masyarakatpedesaan untuk mengembangkan industrikompos dengan memelihara sapi; (4) tek-nologi pakan dalam memanfaatkan limbahpertanian lainnya mampu mengurangibiaya usaha cow-calf operation, dengankompos sebagai produk andalan; (5) pedetmerupakan produk utama dari budi dayasapi, namun sebagian biaya pakan dapatdiatasi dengan penjualan kompos; serta (6)peternakan dapat dipandang sebagaiusaha investasi (tabungan) yang tidak ter-kena inflasi, mampu menciptakan lapang-an kerja yang memang tidak tersedia dipedesaan, dan menjadi bagian integral darisistem usaha tani dan kehidupan masya-rakat di pedesaan.

Saat ini secara komersial pengusaha diSolo Jawa Tengah telah mengembangkanbisnis sapi perah dengan prinsip zerowaste. Ternak diposisikan sebagai mesinuntuk menghasilkan pupuk organik dalam

bentuk cair maupun padat, dengan bahanbaku jerami dan limbah pertanian lainnya.Ternyata nilai kompos yang dihasilkantelah mampu menutupi biaya pemeliharaansapi, sehingga susu dan daging (pedet)yang dihasilkan dapat dipandang sebagaibonus, atau zero cost. Keberhasilan usahaini dilandasi dengan pengembangan ino-vasi fermentasi pakan dan pembuatan kom-pos, yang dilakukan secara sederhana,murah, dan mudah.

PENUTUP

Sebagai negara agraris dengan jumlahpenduduk yang sangat besar, Indonesiaharus mampu mewujudkan kemandiriandan ketahanan pangan selaras dengan tu-juan MDG’s 2015. Perkembangan ekonomidan pertambahan jumlah penduduk akanberpengaruh langsung terhadap kebutuh-an pangan berkualitas, antara lain daging,telur, dan susu.

Ketergantungan pada impor produkmaupun bahan baku industri peternakanyang masih cukup tinggi merupakantantangan, sekaligus peluang yang sangatbaik untuk merevitalisasi peternakan me-lalui pembangunan industri peternakanberbasis sumber daya lokal. Pembangunanpeternakan ke depan bukan hanya sekedarmeningkatkan produksi, tetapi juga harusmampu memperbaiki kesejahteraan peter-nak. Hal ini dapat terwujud bila ada kebi-jakan yang kondusif dan berpihak padapeternak, serta didukung aplikasi teknologiinovatif tepat guna.

Pembangunan peternakan akan ber-kembang secara berkelanjutan apabiladidukung oleh industri hulu yang handal,terutama jaminan ketersediaan bibit danpakan. Sekitar 70-80% biaya produksiusaha peternakan dipergunakan untuk

Page 19: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

226 Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti

bibit dan pakan. Dengan demikian, ke-tergantungan pada bibit dan pakan imporharus dipergunakan sebagai momentumuntuk mengembangkan industri di dalamnegeri. Industri bibit ayam ras harus dido-rong ke arah yang lebih up stream, denganmemberi insentif dan suasana kondusifbagi investor untuk mengembangkanGreat-GPS atau pure line. Sebagai kom-plemen, juga perlu didorong pengem-bangan industri pembibitan ayam kam-pung dengan melibatkan peternak yangsudah maju. Pemanfaatan ayam kampungini nantinya harus ditujukan untuk pem-berdayaan peternak kecil dengan mene-rapkan praktek pertanian yang baik.

Pengembangan pembibitan sapi danusaha cow-calf operation harus bertumpupada sumber daya genetik sapi lokal, na-mun juga dapat dikombinasikan denganternak introduksi secara selektif. Pema-nasan global akan berdampak buruk padasapi subtropis karena adanya interaksiantara genotipe dan lingkungan. Olehkarena itu, persilangan sapi lokal dengansapi Eropa harus direncanakan denganmatang untuk setiap lokasi spesifik. Pe-ngembangan bibit ternak lainnya sepertikerbau, kado, dan itik juga harus mem-perhatikan faktor lingkungan, agroekologi,dan sosial budaya masyarakat. Sementaraitu, aplikasi teknologi IB, sexing, danteknologi lainnya dapat dilakukan secaraselektif, dan harus diarahkan secara jelasagar hasilnya secara teknis layak dansecara ekonomis menguntungkan peter-nak secara berkelanjutan. Kondisi ling-kungan, infrastruktur, dan sosial ekonomiharus menjadi pertimbangan dalampengembangan dan implementasi inovasibioteknologi reproduksi.

Keterbatasan Indonesia dalam menye-diakan biji-bijian untuk pakan ternak dansemakin menciutnya areal padang peng-

gembalaan merupakan tantangan yangharus dijawab dengan pendekatan yanglebih komprehensif. Meningkatnya hargaminyak dunia dan berkembangnya industribioetanol serta perubahan iklim secaralangsung akan berdampak pada menyusut-nya pasokan jagung di pasar global. Olehkarena itu, kebutuhan bahan pakan sumberprotein dan energi untuk industri perung-gasan harus diupayakan dengan pening-katan produksi secara intensif maupunekstensif, serta upaya-upaya lain melaluisubstitusi. Intensifikasi jagung dan kedelaiharus dilakukan dengan menggunakanbenih unggul yang dihasilkan di dalamnegeri. Ekstensifikasi dapat dilakukandengan pola tumpang sari di kawasanperkebunan atau kehutanan, terutama padasaat peremajaan atau pembukaan lahanbaru. Substitusi sebagian sumber energidan protein dapat dilakukan degan meman-faatkan ubi-ubian atau hasil sampingindustri perkebunan, terutama kelapa sawitdan kelapa. Sebagai negara kepulauan,Indonesia mempunyai peluang yangsangat besar untuk mengembangkanindustri tepung ikan, dengan sasaranmeminimalkan impor tepung ikan danMBM.

Untuk pengembangan industri ternakruminansia seperti sapi potong, sapi pe-rah, kerbau, dan kado, sistem integrasitanaman-ternak atau crop livestock systemmenjadi suatu keharusan. Keberhasilansistem integrasi padi-ternak (SIPT), sapi-sawit (SISKA), dan model lainnya dapatdipergunakan sebagai pengembanganmodel usaha cow-calf operation di Jawabagian Barat, Sumatera, Kalimantan,Sulawesi, dan kawasan lain yang serupa,dengan memperhatikan:a. Aplikasi teknologi dan inovasi se-

derhana dalam pemanfaatan hasilsamping (limbah) pertanian dan per-

Page 20: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

Pengembangan industri peternakan ... 227

kebunan sebagai bahan pakan ternakmelalui pengkayaan pakan dan pe-ngembangan lumbung pakan.

b. Pengolahan kotoran ternak menjadibahan organik (padat maupun cair) danpengembangan biogas untuk keper-luan rumah tangga maupun industri,dengan teknologi yang lebih praktisdan efisien.

c. Penggunaan kompos untuk memper-baiki sifat fisik dan kimia lahan per-tanian, dengan pendekatan food feedsystem sehingga akan mengurangipemanasan global dan pencemaranlingkungan.

d. Pemanfaatan ternak besar dalam usahacow-calf operation sebagai tenagakerja secara terbatas, tanpa mengurangidaya produktivitasnya.

Pola integrasi ini dilatarbelakangi olehpendekatan low external input sustain-able agriculture (LEISA) yang bertujuanuntuk mencapai tingkat produksi yangstabil dan memadai dalam jangka panjangdengan memanfaatkan secara maksimalproses-proses alami. Pola CLS secara insitu dengan pendekatan zero waste danzero cost memungkinkan diperoleh food,feed, fertilizer dan fuel (4F) yang akanmenjamin kemandirian petani dalam halpangan, energi, dan pendapatan.

Pengembangan industri peternakanperlu didukung infrastruktur yang mema-dai, akses informasi dan permodalan,kegiatan off farm, terutama pascapanendan tata niaga, serta kebijakan yangberpihak kepada peternak. Ekspor bahanpakan yang sangat diperlukan untukmendukung industri sapi perah maupunsapi potong (seperti pucuk tebu, onggok/gaplek, bungkil inti sawit) harus diaturdengan baik agar kecukupan pakan didalam negeri terjamin. Sosialisasi konsumsisusu segar dan telur untuk anak balita dan

anak usia sekolah merupakan langkahstrategis dalam membatu pemasaran pro-duk peternakan. Dalam hal ini, kerja samaantarinstansi (Departemen Pertanian, De-partemen Kesehatan, Departemen Pendi-dikan Nasional, Departemen Koperasi, danyang terkait) serta antara kelompok pe-ternak, industri hulu, industri hilir, dankonsumen perlu terus dibina serta didu-kung dengan mewujudkan good govern-ance, seperti yang dilakukan Puskud NTTdan KJUB-Puspetasari Klaten.

DAFTAR PUSTAKA

ACIAR. 2003. Strategies to Improve BaliCattle in Eastern Indonesia. Proceed-ings No. 110. ACIAR, Canberra.

BPS. 2006. Statistik Indonesia 2005. BadanPusat Statistik, Jakarta.

Delgado, C., M. Rosegrant, H. Steinfeld,S. Ehui, and C. Courbois. 1999. Lives-tock to 2020. The Next Food Revolution.International Food Policy ResearchInstitute, Washington.

Departemen Pertanian. 2003. Statistik Per-tanian. Pusat Data dan Informasi Perta-nian, Departemen Pertanian, Jakarta.

Departemen Pertanian. 2005. StatistikPertanian. Pusat Data dan InformasiPertanian, Departemen Pertanian, Ja-karta.

Devendra, C. 1993. Sustainable animalproduction from small farm systems insouth east Asia. FAO Animal Produc-tion and Health Paper. FAO, Rome.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Pe-ternakan. 2006. Statistik Peternakan.Direktorat Jenderal Bina Produksi Pe-ternakan, Jakarta.

Diwyanto, K. dan B. Haryanto. 2002. Pa-kan alternatif untuk pembangunanpeternakan rakyat. Makalah disampai-kan dalam Rapat Koordinasi Pengem-

Page 21: PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN BERBASIS SUMBER … · gandum (100%), susu (70%), dan daging sapi (30%). Stabilitas pangan juga masih sangat mengkhawatirkan, terutama pada saat musim

228 Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti

bangan Model Kawasan AgribisnisJagung TA 2002. Direktorat JenderalBina Pengolahan dan Pemasaran HasilPertanian, Jakarta, 29 April 2002.

Diwyanto, K., B.R. Prawiradiputra, dan D.Lubis. 2002. Integrasi tanaman-ternakdalam pengembangan agribisnis yangberdaya saing, berkelanjutan dan ber-kerakyatan. Wartazoa 12(1): 1-8.

Diwyanto, K., D. Sitompul, I. Manti, I W.Mathius, dan Soentoro. 2004. Peng-kajian pengembangan usaha sistemintegrasi kelapa sawit-sapi. ProsidingLokakarya Nasional Sistem IntegrasiKelapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9-10September 2003. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian, PemerintahPropinsi Bengkulu, dan PT Agricinal,Bogor.

Diwyanto, K. dan Herliantin. 2006. Aplikasiteknologi inovatif sexing dalam pro-gram inseminasi buatan dan usaha cow-calf operation. Wartazoa 16(4): 171-180.

Jiaravanon, S. 2007. Masa Depan Agri-bisnis Indonesia: Perspektif seorangpraktisi. Orasi Ilmiah Doktor HonorisCausa di Institut Pertanian Bogor, 12September 2007.

Kasryno, F. 2004. Strategi PembangunanPertanian dan Perdesaan Indonesiayang Memihak Masyarakat Miskin.Agriculture and Rural DevelopmentStrategy Study. ADB, CASER-AARD-MoA, SEAMEO-SEARCA, CRESENT.

Kimbrell, A. 2006. Fatal Harvest: TheTragedy of Industrial Agriculture.Island Press.

Maeda. 2005. Polymorphism of Mx gene inAsia indigenous chicken population.Makalah pada Seminar Unggas LokalIII, Fakultas Peternakan, UniversitasDiponegoro, Semarang, 25 Agustus2005.

Manwan, I. 1989. Farming systems re-search in Indonesia: Its evolution andfuture outlook. In Sukmana et al. (eds).Development in Procedures for Farm-ing Systems Research. Proceedings ofan International Workshop. AARD,Jakarta.

Subagyono. 2004. Prospek pengembang-an ternak pola integrasi di kawasanperkebunan. Prosiding Seminar Na-sional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar 20-22 Juli 2004. Pu-sat Penelitian dan Pengembangan Pe-ternakan, Balai Pengkajian TeknologiPertanian Bali, dan Crop-AnimalSystem Research Network (CASREN),Bogor.

Syafa’at. 2006. Tinjauan Ekonomi: Per-dagangan ternak dan bantuan do-mestik (domestic support) pengem-bangan pembibitan. Disampaikan padaPertemuan Direktorat Jenderal Peter-nakan di Makasar, 5-7 Juni 2006.

Syam, A. dan M. Sariubang. 2004. Penga-ruh pupuk organik (kompos kotoransapi) terhadap produktivitas padi dilahan irigasi. Prosiding Seminar Na-sional Sistem Integrasi Tanaman-Ter-nak. Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Peternakan, Bogor.

Quirke, D., M. Harding, D. Vincent, and D.Garrett. 2003. Effects of Globalisationand Economic Development, on theAsian Livestock Sector. ACIAR Mo-nograph Series 97e.

YIF (Yayasan Indonesia Forum). 2007. Vi-si Indonesia 2030. Yayasan IndonesiaForum, Jakarta.

Yudhoyono, S.B. 2007. Mari, Kita Suk-seskan Program Pro-Rakyat. PidatoAwal Tahun Presiden Susilo BambangYudhoyono. Jakarta, 31 Januari 2007.