Upload
hoangtram
View
240
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL
DISCOVERY LEARNING UNTUK MENGEMBANGKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMPN 1 Seputih Agung
Tahun Pelajaran 2015/2016)
(Tesis)
Oleh
DENI EFENDI
MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRACT
DISCOVERY LEARNING-BASED MATHEMATICS TEACHING
MATERIAL DEVELOPMENT TO CONSTRUCT
CRITICAL THINGKING
(Study On The 8th Grade Students Of SMPN 1 Seputih Agung in The Even
Semester Of 2015/2016 School Year)
By
Deni Efendi
Critical thinking skill is necessarily needed in daily life. Yet, this skill cannot be
mastered on its own without any supporting efforts and facilities. Thus,
instructional materials are urgently required to develop students’ critical thinking
skill, and one of which is those integrated with Discovery Learning Model. This
research aimed to find out the validity and effectivity of Discovery Learning
Model-integrated mathematics instructional materials on SPLDV topic viewed
through critical thinking skill improvement and percentage of students’ critical
thinking skill. It occupied Reserach and Development utilizing procedures by
Borg and Gall, with only performing up to main field test. The research subject
was one class of the 8th
grade students of SMP Negeri 1 Seputih Agung, with
moderate to high skill characteristic. Meanwhile, data of students’ critical
thinking skill improvement were gained through pretest and posttest, using N-
Gain test. Eventually, the research result pointed out that validation of
mathematics instructional materials developed through Discovery Learning
Model on SPLDV topic attained good and effective interpretation. It was seen
through moderate-categorized calculation of N-Gain and accomplishment level of
students’ critical thinking skill result exceeding ideal accomplishment percentage
(75%).
Keywords:Instructional Material, Critical Thinking, Discovery Learning
ABSTRAK
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL
DISCOVERY LEARNING UNTUK MENGEMBANGKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMPN 1 Seputih Agung
Tahun Pelajaran 2015/2016)
Oleh
Deni Efendi
Keterampilan berfikir kritis sangat penting untuk kehidupan, tetapi keterampilan
tersebut tidak dapat terbentuk dengan sendirinya tanpa adanya upaya dan fasilitas
yang mendukung. Oleh karena itu diperlukan suatu bahan ajar yang dapat
mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa, salah satunya adalah bahan
ajar yang diintegrasikan dengan Model Discovery Learning. Penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar matematika dengan model Discovery
Learning pada pokok bahasan SPLDV yang valid dan efektif ditinjau dari
peningkatan keterampilan berpikir kritis dan persentase siswa yang mempunyai
keterampilan berpikir kritis. Jenis penelitian ini adalah Research and Development
dengan prosedur Borg and Gall, tetapi hanya dilakukan hingga tahap uji lapangan
terbatas (main field test). Subjek penelitian pada saat uji coba lapangan awal
adalah peserta didik sebanyak satu kelas di SMP Negeri 1 Seputih Agung dengan
karakteristik kemampuan peserta didik tingkat menengah ke atas. Data
peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik diperoleh melalui hasil tes
(pretes dan postes) dengan analisis data menggunakan uji N-gain. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil validasi bahan ajar matematika yang dikembangkan
dengan model Discovery Learning pada pokok bahasan SPLDV memperoleh
interpretasi sangat baik dan efektif. Hal tersebut dilihat dari perhitungan N-gain
yang masuk dalam katergori sedang dan persentase peserta didik yang
mempunyai keterampilan berpikir kritis melebihi persentase ideal (75%).
Kata kunci: Bahan Ajar, Berpikir Kritis, Discovery Learning.
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL
DISCOVERY LEARNING UNTUK MENGEMBANGKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMPN 1 Seputih Agung
Tahun Pelajaran 2015/2016)
Oleh
Deni Efendi
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
Pada
Program Studi Magister Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Deni Efendi, dilahirkan di Simpang Agung, Kecamatan Seputih
Agung Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 28 November 1991. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pernikahan ayah kandung yang
bernama Andi Lestari dengan ibu kandung Sri Rahayu.
Penulis menempuh pendidikan pertama kali di Taman Kanak-Kanak (TK) yakni
TK Pertiwi di Simpang Agung pada tahun 1996. Kemudian melanjutkan
pendidikan ke Sekolah Dasar (SD) yakni SD Negeri 3 Simpang Agung pada tahun
1997. Penulis melanjutkan pendidikan ke tahap sekolah menengah yakni SMP
Negeri 1 Seputih Agung pada tahun 2003 dan SMA Negeri 1 Terbanggi Besar
pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2009 penulis menempuh pendidikan
Strata 1 di Universitas Muhammadiyah Metro, Jurusan Pendidikan Matematika,
dan lulus pada tahun 2013.
Pada tahun 2014, penulis diterima sebagai Mahasiswa Pasca Sarjana di Program
Studi Magister Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
MOTO
___________________________
“Tidak Ada Yang Tidak Bisa Dicapai,
Yang Ada Hanyalah Berhenti Untuk Berusaha”
(Deni Efendi)
PERSEMBAHAN
___________________________
Teriring penghargaan, terima kasih, cinta dan ketulusan dari dalam diriku
persembahkan sebuah karya sederhana ini kepada
Kedua orang tuaku, Bapak Unen dan Ibu Sri Rahayu, yang selalu mendoakanku
dalam setiap kegiatanku hingga dapat menyelesaikan tesis ini.
Adiku, Diki Irawan, yang selalu mendoakan dalam proses penyelesaian tesis ini.
Sahabat-sahabatku tercinta, Darwanto, Kiki Herdiyansyah, As’ari Eka Mahendra,
M. Rafa’I Edoardo, Ujang Tatang, dan Imam Setioso.
Teman-teman Pasca Sarjana Pendidikan Matematika angkatan 2014 atas rasa
kekeluargaan yang terjalin selama ini.
Teman-teman seperjuangan di Bimbel Khalifah Edutainment dan di SMP Bina
Putra Seputih Agung yang selalu memberikan dukungan moral dan spiritual
dalam menyusun tesisi ini
Semua pihak yang telah membantu hingga tesis ini selesai dibuat.
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis dengan judul “Pengembangan bahan ajar matematika dengan model
Discovery Learning untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis
matematis peserta didik” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar
magister pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas
Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan
perhatian dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis.
2. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas Lam-
pung, beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak Dr. Caswita, M.Si, selaku ketua jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan di Pascasarjana Universitas Lampung dan selaku
pembimbing akademik serta pembimbing I atas kesediannya untuk
memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam penyusunan ini.
4. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku ketua program studi pendidikan
matematika di Pascasarjana Universitas Lampung dan selaku pembimbing II
atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam
penyusunan ini.
5. Bapak Dr. Budi Kustoro, M.Pd selaku penguji atas kesediannya untuk
membahas, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam penyusunan ini.
6. Bapak dan ibu dosen Program Studi Magister Pendidikan Matematika
Universitas Lampung yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang
bermanfaat.
7. Bapak Drs. Suharsono S, M.S., Msc., Ph.D., selaku ahli materi pada validasi
Bahan Ajar dalam penelitian ini yang telah banyak memberikan saran dan
masukan untuk memperbaiki modul ini agar menjadi lebih baik..
8. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku ahli desain pada validasi Bahan
Ajar dalam penelitian ini yang telah banyak memberikan saran dan masukan
untuk memperbaiki modul ini agar menjadi lebih baik..
9. Bapak Prof. Dr. Sudirman AM, M.Hum., selaku ahli bahasa pada validasi
Bahan Ajar dalam penelitian ini yang telah banyak memberikan saran dan
masukan untuk memperbaiki modul ini agar menjadi lebih baik..
10. Bapak H. Hadi Suhartanto,S.Pd, selaku kepala SMPN 1 Seputih Agung,
Lampung Tengah, yang telah memberikan izin untuk penelitian.
11. Ibu Suryani, S.Pd., selaku guru mata pelajaran matematika di SMPN 1
Seputih Agung, Lampung Tengah.
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada
penulis, mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga tesis
ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, 18 November 2016
Deni Efendi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori .......................................................................... 10
2.1.1 Karakteristik Peserta Didik ............................................... 10
2.1.2 Model Discovery Learning ............................................... 12
A. Pengertian Model Discovery Learning ........................... 12
B. Langkah Langkah Model Discovery Learning ............... 14
C. Kelebihan dan Kekurangan Model Discovery Learning 17
2.1.3 Bahan Ajar ........................................................................ 20
A. Pengertian Bahan Ajar .................................................... 21
B. Karakteristik Bahan Ajar ................................................ 22
C. Prinsip-Prinsip Penyusunan Bahan Ajar ......................... 24
D. Jenis Bahan Ajar ............................................................. 26
E. Bahan Ajar Cetak ............................................................ 27
F. Kriteria Bahan Ajar Yang Baik ....................................... 28
2.1.4 Keterampilan Berpikir Kritis Matematika ........................ 29
A. Keterampilan Berpikir Kritis .......................................... 29
B. Berpikir Kritis Matematika ............................................. 33
C. Pembelajaran Berpikir Kritis Matematika ...................... 36
2.1.5 Sistem Persamaan Linier Dua Variabel ............................ 40
2.2 Penelitian Yang Relevan ........................................................... 40
2.3 Definisi Operasional .................................................................. 42
2.4 Kerangka Pikir ........................................................................... 43
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................... 46
3.2 Subjek Penelitian ....................................................................... 49
3.3 Instrumen Penelitian .................................................................. 50
3.3.1 Instrumen Wawancara ...................................................... 50
3.3.2 Instrumen Uji Validasi Bahan Ajar .................................. 51
3.3.3 Instrumen Uji Keterampilan Berpikir Kritis ..................... 52
3.4 Teknik Analisis Data ................................................................. 58
3.4.1 Analisis Data Studi Pendahuluan ..................................... 58
3.4.2 Analisis Data Validasi Bahan Ajar ................................... 58
3.4.3 Analisis Data Keterampilan Berpikir Kritis ..................... 60
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan Validasi Bahan Ajar ............................ 63
4.1.1 Hasil Validasi Bahan Ajar Tahap I ................................... 63
4.1.2 Revisi Bahan Ajar Tahap I ............................................... 68
4.1.3 Hasil Validasi Bahan Ajar Tahap II ................................. 74
4.1.4 Revisi Bahan Ajar Tahap II .............................................. 76
4.1.5 Pembahasan Validasi Bahan Ajar ..................................... 77
4.2 Hasil dan Pembahasan Keterampilan Berpikir Kritis ............... 86
4.2.1 Hasil Keterampilan Berpikir Kritis ................................... 86
4.2.2 Pembahasan Keterampilan Berpikir Kritis ....................... 87
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................... 102
5.2 Implikasi .................................................................................... 103
5.3 Saran .......................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 105
LAMPIRAN ................................................................................................... 108
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ............................................... 54
3.2 Hasil Uji Validitas Butir Soal Keterampilan Berpikir Kritis ............... 55
3.3 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ............................................................ 56
3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes .................................... 57
3.5 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal Keterampilan Berpikir Kritis 57
3.6 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ........................................................... 58
3.7 Hasil Uji Daya Pembeda Soal Keterampilan Berpikir Kritis ................. 58
3.8 Interpretasi Data Validasi Bahan Ajar ................................................... 60
3.9 Kriteria Gain Ternormalisasi (N-Gain) .............................................. 61
4.1 Hasil Perolehan Validasi Ahli Materi Tahap I ....................................... 64
4.2 Hasil Perolehan Validasi Ahli Media Tahap I ....................................... 65
4.3 Hasil Perolehan Validasi Ahli Bahasa Tahap I ...................................... 67
4.4 Hasil Perolehan Validasi Ahli Materi Tahap II...................................... 75
4.5 Hasil Perolehan Validasi Ahli Media Tahap II ...................................... 75
4.6 Hasil Perolehan Validasi Ahli Bahasa Tahap II ..................................... 76
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Hasil Kerja Peserta Didik Pada Ulangan SPLDV Bagian 1 .................... 2
1.2 Hasil Kerja Peserta Didik Pada Ulangan SPLDV Bagian 2 .................... 3
1.3 Buku Ajar Matematika Kelas VIII SMP Negeri 1 Seputih Agung .......... 6
2.1 Unsur Kecakapan Berpikir Kritis ......................................................... 31
4.1 Desain Penelitian .................................................................................. 46
4.1 Cover Bahan Ajar Sebelum dan Setelah Revisi ..................................... 68
4.2 Penulisan Bahan Ajar Sebelum dan Setelah Revisi ............................... 69
4.3 Penamaan Dalam Bahan Ajar Sebelum dan Setelah Revisi................... 70
4.4 Permasalahan Dalam Bahan Ajar Sebelum dan Setelah Revisi ............. 70
4.5 Jenis Variabel Dalam Bahan Ajar Sebelum dan Setelah Revisi ............ 71
4.6 Page Border Dalam Bahan Ajar Sebelum dan Setelah Revisi ............... 72
4.7 Tata Letak Gambar Sebelum dan Setelah Revisi ................................... 72
4.8 Bentuk Tempat Pengisian Bahan Ajar Sebelum dan Setelah Revisi ..... 73
4.9 Kata Pengantar Bahan Ajar Sebelum dan Setelah Revisi ...................... 74
4.10 Kegiatan Peserta Didik Tahap Stimulasi ............................................ 94
4.11 Kegiatan Peserta Didik Tahap Problem Statement ............................. 96
4.12 Kegiatan Peserta Didik Tahap Data Collecting .................................. 97
4.13 Kegiatan Peserta Didik Tahap Data Processing ................................. 99
4.14 Kegiatan Peserta Didik Tahap Verification dan Generalization....... 100
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Instrumen Pedoman Wawancara Studi Pendahuluan ..............................109
2. Hasil Wawancara Studi Pendahuluan .....................................................110
3. Nilai Ulangan Harian Matematika Bab SPLDV TP 2014/ 2015 ............113
4. Instrumen Penilaian Kelayakan Materi Bahan Ajar ...............................114
5. Instrumen Penilaian Kelayakan Desain Bahan Ajar ..............................116
6. Instrumen Penilaian Kelayakan Kebahasaan Bahan Ajar ......................118
7. Kisi-Kisi Soal Keterampilan Berpikir Kritis Matematik ........................120
8. Soal Keterampilan Berpikir Kritis Matematik ........................................122
9. Alternatif Jawaban Soal Keterampilan Berpikir Kritis Matematik .........124
10. Rubrik Penskoran Keterampilan Berpikir Kritis Matematika .................127
11. Validitas Butir Soal .................................................................................128
12. Uji Reliabilitas ........................................................................................132
13. Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal ...........................................................133
14. Uji Daya Pembeda...................................................................................134
15. Hasil Uji Kelayakan Isi Bahan Ajar .......................................................135
16. Hasil Uji Kelayakan Penyajian Bahan Ajar ...........................................145
17. Hasil Uji Kelayakan Kebahasaan Bahan Ajar .......................................155
18. Analisis Validasi Bahan Ajar Ahli Materi .............................................160
19. Analisis Validasi Bahan Ajar Ahli Desain .............................................163
20. Analisis Validasi Bahan Ajar Ahli Bahasa ............................................166
21. Silabus Pembelajaran .............................................................................169
22. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ......................................................172
23. Draf Bahan Ajar Dengan Model Problem Based Learning ...................190
24. Analisis Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ....................225
25. Analisis Hasil Belajar Peserta Didik ......................................................228
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Belajar matematika berkaitan erat dengan aktivitas berpikir (Sabandar, 2008). Hal
tersebut juga diungkapkan Kowiyah (2012) yang menyatakan bahwa mempelajari
matematika diperlukan suatu proses berpikir karena matematika pada hakikatnya
berkenaan dengan stuktur dan ide abstrak yang disusun secara sistematis dan
logis melalui proses penalaran deduktif. Oleh karena itu dalam mempelajari
matematika kurang tepat bila dilakukan dengan cara menghafal, namun
seharusnya dilakukan dengan cara memecahkan masalah matematika. Dalam
proses memecahkan masalah tersebut diperlukan sebuah kegiatan berpikir, mulai
dari bagaimana merumuskan masalah, merencanakan penyelesaian, mengkaji
langkah-langkah penyelesaian, membuat dugaan bila data yang disajikan kurang
lengkap dan berujung pada sebuah penarikan kesimpulan.
Keterampilan berpikir merupakan keterampilan yang sangat penting untuk
kehidupan. Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya
antara lain ditentukan oleh keterampilan berpikirnya, terutama dalam hal
menyelesaikan masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Salah satu
keterampilan berfikir yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah
2
keterampilan berpikir kritis. Begitu pentingnya keterampilan berpikir kritis, maka
berpikir kritis merupakan bagian keterampilan berpikir yang tercantum dalam
salah satu Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran matematika yaitu
agar peserta didik memiliki keterampilan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis
dan kreatif (Depdiknas: 2006).
Keterampilan berpikir kritis itu penting, namun beberapa penelitian menunjukan
bahwa keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas VIII SMP di Indonesia
masih rendah. Rendahnya kemampuan ini menggambarkan rendahnya
kemampuan penalaran matematis peserta didik yang ditunjukan dengan
ketidakmampuan peserta didik Indonesia dalam menjawab soal-soal matematika
tidak rutin yang meliputi pengetahuan, aplikasi dan penalaran. Hal tersebut dapat
dilihat dari salah satu hasil kerja peserta didik pada ulangan harian bab Sistem
Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) kelas VIII A di SMP Negeri 1 Seputih
Agung Tahun Ajaran 2014/2015 berikut ini.
Gambar 1.1 Hasil Kerja Peserta Didik Pada Ulangan SPLDV Bagian 1
3
Gambar 1.2 Hasil Kerja Peserta Didik Pada Bab SPLDV Bagian 2
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, diperoleh rata-rata nilai ulangan harian
sebeser 68,9. Peserta didik yang mendapatkan nilai melampaui KKM sebanyak 10
orang dari seluruhnya 32 orang. Hal tersebut sesuai dengan studi yang dilakukan
oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun
2011 bahwa kemampuan matematika peserta didik kelas VIII SMP di Indonesia
berada pada peringkat ke 38 dari total 42 negara dengan skor 386 (Kemendikbud,
2012).
Keterampilan berfikir kritis tidak dapat tercapai dengan sendirinya tanpa adanya
upaya dan fasilitas yang mendukung. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu
melalui penerapan model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis peserta didik. Penerapan model pembelajaran di SMP
Negeri 1 Seputih Agung pada awal diberlakukannya kurikulum 2013 belum dapat
terlepas dari kurikulum sebelumnya, sehingga belum mengedepankan student
oriented dalam proses pembelajaran. Peserta didik hanya menerima apa yang
disampaikan oleh guru, tanpa dilibatkan dalam kegiatan yang dapat mengkostruk
4
pengetahuan yang harus mereka peroleh, akhirnya pengetahuan yang diperoleh
peserta didik tidak bertahan lama dalam ingatan mereka dan mengakibatkan nilai
pengetahuan matematika peserta didik rendah. Salah satu model pembelajaran
yang baru baru ini digunakan dalam penerapan kurikulum 2013 dengan
pendekatan saintifik adalah Discovery Learning. Menurut Budiningsih
(Kemendikbud, 2014: 30), Discovery Learning merupakan model pembelajaran
penemuan, dimana peserta didik memahami sendiri konsep, arti, dan hubungan
melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada kesimpulan. Berarti dengan
pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik melalui Model Discovery
Learning akan mengembangkan keterampilan berpikir kritis peserta didik dalam
pembelajaran, karena peserta didik menemukan sendiri suatu teori melalui
pengalaman ilmiah, mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui
pendekatan saintifik, yang meliputi kegiatan mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, hingga mengkomunikasikan.
Penerapan Model Discovery Learning dalam kegiatan pembelajaran melibatkan
langkah langkah pembelajaran yang harus diikuti oleh peserta didik. Langkah
langkah pembelajaran tersebut dapat disusun dalam bahan ajar yang nantinya
dapat digunakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Bahan ajar
merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran yang mendukung
peserta didik untuk mencapai standar kompetensi yang diinginkan. Bahan ajar
yang disusun dengan Model Discovery Learning akan menjadi bahan ajar yang
berorientasi kepada peserta didik dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis
peserta didik karena terdapat langkah langkah Discovery Learning yang
melibatkan peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran. Namun, hasil temuan di
5
lapangan tepatnya di SMP Negeri 1 Seputih Agung untuk kelas VIII, dari hasil
wawancara menunjukkan bahwa guru matematika di SMP Negeri 1 Seputih
Agung belum memiliki bahan ajar yang berorientasi kepada peserta didik untuk
membangun sendiri pengetahuan dan keterampilan matematisnya. Guru hanya
menyampaikan pengetahuan berdasarkan buku yang tersedia, tanpa memunculkan
masalah yang terkait matematika untuk merangsang aktivitas peserta didik dalam
membangun pengetahuan dan keterampilan matematis. Selain itu juga pemerintah
tidak menyediakan buku pelajaran kurikulum 2013 mata pelajaran matematika
untuk semester genap. Sehingga peserta didik kesulitan untuk belajar secara
mandiri dan mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya karena kurangnya
buku pelajaran sebagai sumber belajar dalam penerapan kurikulum 2013.
Selain itu, bahan ajar yang digunakan guru belum dapat merangsang peserta didik
untuk melakukan kegiatan yang dapat memunculkan keterampilan berpikir kritis
dan belum memunculkan contoh aplikasi-aplikasi nyata dalam kehidupan sehari-
hari. Buku pelajaran yang digunakan mayoritas sama dengan buku pelajaran yang
ada pada umumnya yaitu langsung memberikan materi, tanpa didahului oleh
permasalahan yang dapat membuat peserta didik menggali keterampilan berpikir
dalam proses pembelajaran.
6
Gambar 1.3 Buku Ajar Matematika Kelas VIII SMP Negeri 1 Seputih Agung
Bahan ajar yang ada hanya menyajikan permasalahan sederhana yang dimulai dari
contoh soal dan berakhir dengan latihan yang serupa. Soal soal tersebut kurang
melibatkan konsep konsep matematis yang lain sehingga peserta didik terbiasa
berfikir sederhana dan kurang dapat mengembangkan pengetahuan awalnya. Hal
ini dapat menyebabkan peserta didik kurang bersemangat dalam mempelajari
matematika sehingga menyebabkan rendahnya nilai matematika peserta didik di
SMP Negeri 1 Seputih Agung.
Dari uraian dan fakta di atas maka keperluan untuk melakukan penelitian yang
berfokus pada pengembangan bahan ajar matematika dengan Model Discovery
Learning untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis peserta didik,
merupakan langkah yang sangat perlu dan utama. Hal ini disebabkan bahan ajar
matematika yang memuat indikator indikator dan dapat mengembangkan
7
keterampilan berpikir kritis peserta didik belum pernah dikembangkan di SMP
Negeri 1 Seputih Agung baik oleh guru maupun pihak sekolah. Pencapaian itu
diawali dengan mengembangkan bahan ajar pada materi Persamaan Linier Dua
Variabel (SPLDV). Kompetensi Dasar 1.1 dan 1.2 kurikulum 2013 matematika
SMP kelas VIII. Kompetensi 1.1 Menentukan nilai variabel persamaan linear dua
variabel dalam konteks nyata. 1.2 Membuat dan menyelesaikan model matematika
dari masalah nyata yang berkaitan dengan persamaan linear dua variabel.
Pemilihan kompetensi dasar ini berdasarkan pertimbangan bahan ajar yang
digunakan saat ini belum memfasilitasi keterampilan berpikir kritis peserta didik
dan konten SPLDV yang dirasa sangat sesuai untuk pengembangan bahan ajar
dengan Discovery Learning guna menciptakan peran pembelajaran matematika
yang utuh dan bermakna dalam kehidupan sehari hari.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, selanjutnya permasalahan dapat dirumuskan
sebagai berikut.
a. Bagaimanakah tingkat validasi bahan ajar matematika yang dikembangkan
dengan Model Discovery Learning pada pokok bahasan SPLDV ?
b. Bagaimana efektivitas penggunaan bahan ajar matematika dengan model
Discovery Learning pada pokok bahasan SPLDV dalam mengembangkan
keterampilan berpikir kritis peserta didik?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut.
8
a. Mengetahui tingkat validasi bahan ajar matematika yang dikembangkan
dengan Model Discovery Learning pada pokok bahasan SPLDV.
b. Mengetahui efektifitas penggunaan bahan ajar matematika dengan Model
Discovery Learning pada pokok bahasan SPLDV dalam mengembangkan
keterampilan berpikir kritis peserta didik.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat teoritis dan praktis sebagai
berikut.
a. Manfaat Teoritis
Memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai tahapan dan proses
pengembangan bahan ajar matematika dengan Model Discovery Learning yang
kemudian dapat dijadikan salah satu acuan untuk mengembangkan bahan ajar
matematika.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi guru matematika
tentang pemilihan dan pengembangan bahan ajar matematika yang tepat untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
9
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memecahkan masalah yang ada dalam dunia
pendidikan saat ini sehingga akan didapatkan suatu model pembelajaran yang
efektif dalam pembelajaran matematika serta dapat menjadi bahan pertimbangan
dan referensi bagi para peneliti lain dalam upaya memecahkan masalah masalah
pendidikan saat ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Karakteristik Peserta Didik
Pemahaman terhadap karakteristik peserta didik merupakan salah satu kompetensi
yang harus dikuasai oleh seorang guru. Apabila guru mampu mengenal dan
memahami peserta didiknya maka ia memberikan pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik. Keadaan tersebut akan berimplikasi pada
peningkatan kemampuan peserta didik dengan tujuan pembelajaran tercapai. Oleh
karena itu, guru harus mampu memahami dan mengenal perkembangan fisik,
mental, dan intelektual peserta didiknya. Anak pada hakikatnya merupakan
makhluk individual yang memiliki karakteristik yang unik, variasi kelebihan dan
kekurangan, cita–cita, kehendak, perasaan, motivasi, serta kebutuhan yang
berbeda–beda satu dengan individu lainnya.
Perkembangan anak merupakan salah satu sasaran utama dalam kegiatan
pendidikan atau pembelajaran pada berbagai satuan, jenis, dan jenjang
pendidikan. Pelaksanaan kegiatan pendidikan harus memperhatikan karakteristik
perkembangan anak yang menjadi subjek didik. Masa usia sekolah menengah
pertama merupakan masa perkembangan anak yang penting bagi kesuksesan
11
perkembangan selanjutnya. Pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki oleh
peserta didik perlu didorong agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena
itu, guru di sekolah menengah pertama dituntut untuk memahami dan mengenal
karakteristik peserta didiknya. Peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Seputih
Agung berusia antara 13–15 tahun. Ciri pokok perkembangan pada tahap ini
adalah anak sudah mampu berfikir abstrak dan logis. Model berfikir ilmiah
dengan tipe hipotetico-deduktive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan
kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan, dan mengembangkan hipotesa.
Pada tahap ini kondisi anak sudah dapat bekerja secara efektif dan sistematis,
menganalisis secara kombinasi, berfikir secara proporsional, serta menarik
generalisasi secara mendasar pada satu macam isi (Budiningsih, 2005: 39).
Seorang guru harus mampu mengenal dan memahami karakterististik peserta
didiknya, agar dapat mengemas perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
sesuai dengan karakteristik peserta didik. Pada pelaksanaan Kurikulum 2013, guru
dituntut untuk dapat memberikan pembelajaran yang efektif, bermakna,
menyenangkan, aktif, dan mampu membangun karakter serta kompetensi yang
mumpuni melalui learning to know, learning to do, learning to be, dan learning
to life together.
Discovery Learning akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan sendiri suatu teori melalui pengalaman ilmiah, mengkonstruksi
konsep, hukum atau prinsip melalui pendekatan saintifik, yang meliputi kegiatan
mengamati, menanya, mencoba, mengolah, hingga mengkomunikasikan sehingga
akan timbul rasa ingin tahu dalam diri peserta didik serta melatih peserta didik
12
untuk berpikir kritis. Jadi dapat diketahui bahwa pendekatan saintifik melalui
Discovery Learning pada pembelajaran matematika dalam materi SPLDV sesuai
dengan karakteristik peserta didik kelas VIII sekolah menengah pertama memiliki
kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan, dan mengembangkan hipotesa.
2.1.2 Model Discovery Learning
A. Pengertian Model Discovery Learning
Pembelajaran menjadi lebih bermakna ketika peserta didik mengeksplorasi
lingkungan–lingkungan pembelajaran mereka dibandingkan secara pasif
mendengarkan guru menerangkan (Schunk, 2012). Menurut Budiningsih
(Kemendikbud, (2014: 30) Model Discovery Learning merupakan model
pembelajaran dimana peserta didik memahami sendiri konsep, arti, dan hubungan
melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada kesimpulan.
Bruner (Schunk, 2012) mengemukakan bahwa Model Discovery Learning
mengacu pada penguasaan pengetahuan untuk diri sendiri. Model Discovery
Learning melibatkan arahan guru untuk mengatur aktivitas-aktivitas yang
dilakukan peserta didik seperti mencari, mengolah, menelusuri, dan menyelidiki
meskipun model pembelajaran penemuan merupakan pendekatan pengajaran
dengan panduan yang minimal. Percakapan pembuka bab mempresentasikan
situasi penemuan. Peserta didik mempelajari pengetahuan baru yang relevan
dengan bidang studi dan keterampilan– keterampilan pemecahan masalah umum
seperti memformulasikan aturan, menguji hipotesis, dan mengumpulkan
informasi. Klahr & Simon (Schunk, 2012) menyatakan bahwa penemuan bukan
13
sekedar membiarkan peserta didik melakukan yang ingin mereka lakukan
melainkan suatu bentuk pemecahan masalah.
Model Discovery Learning terlaksana jika peserta didik tidak diberi informasi
atau pemahaman konsep secara langsung oleh guru melainkan peserta didik harus
menemukan informasi dan konsep secara mandiri melalui referensi yang tersedia
(Alfieri, 2011). Bruner (Alfieri, 2011) mengungkapkan bahwa pikiran peserta
didik harus disiapkan untuk belajar menemukan. Belajar dengan penemuan tidak
selalu menghasilkan perolehan informasi baru, penemuan dapat berupa wawasan
yang mengubah pengetahuan peserta didik untuk mengatur informasi yang telah
dipelajari sebelumnya.
Suatu pembelajaran disebut sebagai Model Discovery Learning jika pembelajaran
tersebut memenuhi tujuan dan karakteristik Model Discovery Learning. Tujuan
utama penggunaan Model Discovery Learning yaitu menjadikan peserta didik
berpikir untuk kebutuhannya, membantu peserta didik menemukan bagaimana
suatu pengetahuan dapat dibentuk, dan mendukung keterampilan berpikir tingkat
tinggi. Kriteria Model Discovery Learning yaitu guru mengatur pembelajaran agar
tercipta suasana penemuan, guru mengajak peserta didik berpikir, peserta didik
melakukan penyelidikan untuk penemuan, tingkat partisipasi dan interaksi peserta
didik tinggi, serta peserta didik dapat mengoperasikan keterampilan berpikir
tingkat tinggi yang diperoleh berupa kemampuan menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi (Cruickshank, 2009).
14
B. Langkah – Langkah Model Discovery Learning
Menurut Syah (Kemendikbud, 2014) untuk mengaplikasikan Model Discovery
Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilakukan, sebagai berikut.
1. Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan)
Pada tahap ini peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya atau menimbulkan masalah, kemudian dilanjutkan untuk
tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam
mengeksplorasi bahan. Sehingga, dari aktivitas pada tahap simulasi ini peserta
didik dapat menginterpretasikan masalah masalah yang mereka temui dan
akhirnya dapat mengkategorikan dan mempertimbangkan masalah masalah
tersebut.
2. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Pada Tahap ini guru memberi kesempatan pada peserta didik untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
3. Data collection (pengumpulan data)
Pada tahap ini berfungsi untuk mempertimbangkan dalam menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis (kesimpulan), dengan
demikian peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,
wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
15
4. Data Processing (pengolahan pata)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara,
observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan
pada tingkat kepercayaan tertentu.
5. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing. Verification bertujuan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia
jumpai dalam kehidupannya.
6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil
verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
Sedangkan Faridah (2010) menyatakan langkah-langkah Model Discovery
Learning sebagai berikut.
1. Orientasi, yaitu langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran
yang bersifat responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar peserta
didik siap melaksanakan proses pembelajaran.
2. Merumuskan masalah, yaitu langkah membawa peserta didik pada suatu
16
persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah
persoalan yang menantang peserta didik untuk berpikir memecahkan teka-
teki itu.
3. Mengajukan hipotesis, yaitu jawaban sementara dari suatu permasalahan yang
sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya.
Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah
dimiliki sejak individu itu lahir. Potensi berpikir itu dimulai dari kemampuan
setiap individu untuk menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu
permasalahan
4. Mengumpulkan data, yaitu aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Mengumpulkan data dalam
discovery learning, merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya
memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga
membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.
5. Menguji hipotesis, yaitu proses menentukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan
data. Hal terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat
keyakinan peserta didik atas jawaban yang diberikan.
6. Merumuskan kesimpulan, yaitu proses mendeskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
Sedangkan Amien (Asmadi, 2012) memaparkan tahapan yang dapat ditempuh
dalam penerapan Model Discovery Learning sebagai berikut.
1. Tahap diskusi yaitu tahap guru memberikan pertanyaan kepada peserta didik
17
untuk kemudian didiskusikan oleh peserta didik. Tahap ini bertujuan untuk
mengetahui konsepsi awal peserta didik.
2. Tahap proses yaitu tahapan dimana Guru mengarahkan peserta didik
melakukan percobaan untuk menemukan konsep yang benar.
3. Tahap pemecahan masalah yaitu tahap peserta didik diminta membandingkan
hasil diskusi sebelum observasi (konsepsi awal peserta didik) dengan hasil
kegiatan observasi
Berdasarkan pendapat para ahli, diambil kesimpulan langkah–langkah Model
Discovery Learning yang digunakan dalam penelitian ini adalah Orientation
(Orientasi), Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah), Data
Collection (Pengumpulan Data), Data Processing (Pengolahan Data), Verification
(Pembuktian) dan Generalization (Menarik kesimpulan/Generalisasi).
C. Kelebihan dan Kekurangan Model Discovery Learning
Keistimewaan Model Discovery Learning tidak hanya dalam mengkaji suatu
persoalan melainkan mampu mengkaji informasi dan fakta konkret mengenai
suatu hal yang dianggap penting. Menurut Illahi (2012: 68-69) keistimewaan
Model Discovery Learning adalah peserta didik tidak sekedar terampil dalam
mengkaji suatu persoalan melainkan juga kemampuan dalam mengkaji suatu
informasi dan fakta yang ada. Menurut Roestiyah (2008: 20-21) keunggulan
Model Discovery Learning adalah berpusat pada peserta didik sehingga guru
hanya sebagai fasilitator atau membantu peserta didik. Terdapat beberapa
keunggulan Model Discovery Learning menurut Kemendikbud (2014: 32) yaitu:
18
1. Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-
keterampilan dan proses kognitif,
2. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer,
3. Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa
memiliki dan berhasil,
4. Model ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai
dengan kecepatannya sendiri,
5. Menyebabkan peserta didik mengarah kegiatan belajanya sendiri dengan
melibatkan akalnya,
6. Berpusat pada peserta didik sehingga lebih bermakna,
7. Membantu peserta didik menghilangkan keragu-raguan,
8. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses
belajar yang baru,
9. Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja keras atas inisiatif sendiri,
10. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan hidup.
Suatu model pembelajaran yang ada selain mempunyai kelebihan juga
mempunyai kelemahan atau kekurangan. Berikut beberapa kekurangan Model
Discovery Learning menurut Kemendikbud (2014: 32-33) yaitu:
1. Menimbulkan dugaan bahwa terdapat kesiapan pikiran untuk belajar,
2. Tidak efisien untuk pembelajaran dengan jumlah peserta didik yang banyak,
3. Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini tidak dapat tercapai
apabila berhadapan dengan peserta didik dan guru yang telah terbiasa dengan
cara-cara yang lama,
19
4. Lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,
Menurut Hamdani (2011: 267) kelemahan Model Discovery Learning yaitu:
1. Proses mental terlalu meningkatkan proses pengertian saja,
2. Tidak memberikan kesempatan berpikir secara kreatif,
3. Para peserta didik harus memiliki kesiapan dan kematangan mental,
4. Apabila kelas teralu besar, penggunaan teknik ini kurang berhasil,
5. Bagi guru dan peserta didik yang sudah terbiasa pada pembelajaran tradisional
maka akan sulit diterapkan.
Faridah (2010) mengemukakan pendapatnya mengenai kelemahan Model
Discovery Learning yaitu:
1. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik,
2. Tidak mudah mendesainnya, karena terbentur pada kebiasaan peserta didik,
3. Terkadang dalam implementasinya memerlukan waktu yang panjang,
sehingga guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan,
4. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan peserta didik
menguasai materi pelajaran, maka strategi ini akan sulit diimplementasikan
oleh setiap guru,
5. Model ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar, misalnya sebagian
besar waktu dapat hilang karena membantu seorang peserta didik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Model Discovery Learning memiliki kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan Model Discovery Learning antara lain yaitu:
1. Mendorong peserta didik untuk berpikir kritis,
2. Berpusat pada peserta didik sehingga peserta didik akan memperoleh banyak
20
pengalaman,
3. Membantu peserta didik untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan,
4. Menyebabkan peserta didik mengarah kegiatan belajanya sendiri dengan
melibatkan akalnya,
5. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkembang dan maju
sesuai dengan kemampuan masing-masing,
6. Dapat membentuk dan mengembangkan diri peserta didik, sehingga peserta
didik dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide.
Sedangkan kelemahan Model Discovery Learning yaitu:
1. Para peserta didik harus memiliki kesiapan dan kematangan mental,
2. Bagi guru dan peserta didik yang sudah terbiasa pada pembelajaran tradisional
maka akan sulit diterapkan,
3. Model ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar,
4. Terkadang dalam implementasinya memerlukan waktu yang panjang,
Oleh karena itu, agar penerapan Model Discovery Learning dapat optimal
mencapai tujuan yang diinginkan, maka diperlukan upaya untuk mengurangi
bahkan mencegah munculnya kendala atau kelemahan Model Discovery
Learning
2.1.3 Bahan Ajar
Landasan teori yang menjadi acuan pengembangan bahan ajar antara lain sebagai
berikut: (1) pengertian bahan ajar, (2) karakteristik bahan ajar, (3) prinsip-prinsip
penyusunan bahan ajar, (4) bentuk bahan ajar, dan (5) bahan ajar cetak.
21
A. Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu pendidik
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas (Amri dan Ahmadi,
2010:159). Bahan ajar yang dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun tidak
tertulis. Bahan ajar tersebut berfungsi membantu pendidik dan peserta didik dalam
pembelajaran di kelas. Pannen (2001: 9) mengungkapkan bahwa bahan ajar
adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang
digunakan guru atau peserta didik dalam proses pembelajaran. Sementara itu,
Prastowo (2011: 17) mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan segala bahan
(baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang
menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan
digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan
penelaahan implementasi pembelajaran.
Lestari (2013) menjelaskan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi
pelajaran yang mengacu pada kurikulum yang digunakan dalam rangka mencapai
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan. Pendapat lain
juga dikemukakan oleh Widodo dan Jasmadi (2008: 40), bahan ajar adalah
seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran,
metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis
dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai
kompetensi atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar
adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dan peserta
22
didik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Bahan ajar sangat menentukan
dalam keberhasilan suatu pembelajaran. Bahan ajar harus dikuasai dan
dipahami oleh peserta didik karena membantu dalam pencapaian tujuan
pembelajaran.
B. Karakteristik Bahan Ajar
Bahan ajar yang akan dibuat tentu saja memiliki karakteristik yang harus
terkandung dalam bahan ajar tersebut, agar bahan ajar tersebut dapat menunjang
dengan baik proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas. Karakteristik
bahan ajar menurut Widodo dan Jasmadi (2008: 50), yaitu sebagai berikut.
1. Self instructional, bahan ajar harus memuat tujuan pembelajaran yang
jelas agar peserta didik dapat mengukur sendiri pencapaian hasil
belajarnya, sehingga melalui bahan ajar peserta didik dapat
membelajarkan dirinya sendiri.
2. Self contained, bahan ajar harus berisi satu kesatuan materi yang utuh.
3. Stand alone, bahan ajar yang dikembangkan dapat digunakan sendiri
tanpa harus melibatkan bahan ajar yang lain.
4. Adaptive, bahan ajar hendaknya menyesuaikan dengan perkembangan
teknologi yang ada serta sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. User friendly, bahan ajar haruslah sesuai dengan perkembangan
penggunanya sehingga peserta didik dapat dengan mudah memahami isi
bahan ajar tersebut.
Sebuah bahan ajar juga harus memenuhi standar kelayakan. Standar
kelayakan tersebut dapat dilihat dari isi, sajian, bahasa, dan grafika. Menurut
23
Muslich (2010) kelayakan isi memiliki tiga indikator yang harus
diperhatikan, yaitu kesesuaian materi dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar, keakuratan materi, dan materi pendukung pembelajaran.
Kelayakan penyajian meliputi teknik penyajian, penyajian pembelajaran,
dan kelengkapan penyajian. Kelayakan bahasa meliputi kesesuaian
pemakaian bahasa dengan tingkat perkembangan peserta didik, pemakaian
bahasa yang komunikatif, dan memenuhi syarat keruntutan dan keterpaduan
alur berpikir. Kelayakan kegrafikan meliputi bentuk, desain kulit, dan desain
isi.
Bahan ajar dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan
bahan ajar yang lainnya. Bahan ajar dalam penelitian ini digunakan dalam
mata pelajaran matematika untuk peserta didik SMP kelas VIII. Bahan ajar
disusun berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar dari kurikulum
yang berlaku, yaitu menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan urutan yang
tepat dan menggunakan bahasa yang efektif. Tujuan dari penyusunan bahan
ajar ini adalah agar peserta didik mampu mencapai tujuan pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran dapat diukur melalui indikator-indikator yang
dicapai.
Bahan ajar berorientasi kepada kegiatan belajar peserta didik sehingga bahan
ajar disusun berdasarkan kebutuhan dan motivasi peserta didik. Hal itu
bertujuan agar peserta didik lebih antusias dan semangat dalam proses
pembelajaran. Bahan ajar ini juga dapat digunakan peserta didik secara
mandiri tanpa harus melibatkan guru. Bagi guru, bahan ajar ini hendaknya
24
bisa mengarahkan guru dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran
di kelas. Pola sajian bahan ajar disesuaikan dengan perkembangan intelektual
peserta didik sehingga mudah dipahami.
C. Prinsip Prinsip Penyusunan Bahan Ajar
Penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran harus memperhatikan beberapa
prinsip. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran dalam Depdiknas
(2006) meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan.
1. Prinsip Relevansi
Materi pembelajaran hendaknya relevan atau terdapat kaitan antara materi
dengan pencapaian kompetensi inti dan kompetensi dasar. Begitu juga dalam
hal menyajikan konsep, definisi, prinsip, prosedur, contoh, dan pelatihan
harus berkaitan dengan kebutuhan materi pokok yang terkandung dalam
standar kompetensi dan kompetensi dasar sehingga peserta didik dapat dengan
mudah mengidentifikasi dan mengenali gagasan, menjelaskan ciri suatu
konsep, dan memahami prosedur dalam mencapai suatu sasaran tertentu.
2. Prinsip Konsistensi
Sebuah bahan ajar harus mampu menjadi solusi dalam pencapaian
kompetensi. Dalam penyusunan bahan ajar yang harus diperhatikan adalah
indikator yang harus dicapai dalam kompetensi dasar. Apabila terdapat dua
indikator maka bahan yang digunakan harus meliputi dua indikator tersebut.
25
3. Prinsip Kecukupan
Prinsip kecukupan artinya, materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai
dalam membantu peserta didik menguasai kompetensi yang diajarkan. Materi
tidak boleh terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak. Apabila materi yang
diberikan terlalu sedikit, maka peserta didik akan kurang dalam pencapaian
tujuan pembelajaran. Apabila materi yang diberikan terlalu banyak, maka
peserta didik akan merasa bosan dan pembelajaran membutuhkan waktu yang
banyak. Padahal yang dibutuhkan dalam pembelajaran adalah materi yang
sesuai dengan kompetensi dasar baik dalam segi isi maupun banyaknya
materi.
Pengembangan bahan ajar hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip dari
pemilihan bahan ajar. Prinsip pengembangan bahan ajar menurut Amri dan
Ahmadi, (2010: 160) sebagai berikut.
1. Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret
untuk memahami yang abstrak.
2. Pengulangan akan memperkuat pemahaman.
3. Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman
peserta didik.
4. Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan belajar.
5. Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan
mencapai ketinggian tertentu.
6. Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong peserta didik untuk
terus mencapai tujuan.
26
D. Jenis Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan pada satuan pendidikan saat ini sangat bervariasi,
mulai dari bahan ajar yang berbentuk cetak, sampai pada bahan ajar yang
berbasiskan teknologi komputer maupun berbasis web. Banyak bahan ajar yang
sudah tersedia di lapangan dan dapat digunakan untuk membantu proses
pembelajaran dalam kelas.
Prastowo (2011: 40) membedakan bahan ajar menjadi empat macam, yaitu
sebagai berikut.
1. Bahan ajar cetakBahan cetak dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk. Contohnya:handout, buku, modul, lembar kerja peserta didik, brosur.
2. Bahan ajar dengar atau audioBahan ajar audio adalah bahan ajar yang hanya dapat didengar olehpeserta didik. Contohnya: kaset, radio, piringan hitam, dan compactdisk audio.
3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual)Bahan ajar pandang dengar (audio visual) yaitu bahan ajar yang dapatdilihat dan dapat didengar oleh peserta didik, sehingga pesera didikakan lebih jelas untuk memahami materi, karena bukan hanya audiotetapi juga divisualisasikan kepada peserta didik. Contohnya: videocomapct disk, film.
4. Bahan ajar interaktifBahan ajar interaktif: CAI (Computer Assisted Instruction), CD(Compact Disk) multimedia pembelajaran interaktif dan bahanberbasis web (web based learning materials).
Bahan ajar cetak merupakan bahan ajar yang paling banyak tersedia saat ini.
Selain lebih mudah dalam proses pembuatan, bahan ajar cetak juga memiliki
harga yang relatif terjangkau dibandingkan bahan ajar lain. Selain itu bahan ajar
cetak juga lebih mudah digunakan dibandingkan dengan bahan ajar lain. Bahan
ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan ajar cetak untuk
menanamkan keterampilan berpikir kritis peserta didik.
27
E. Bahan Ajar Cetak
Bahan ajar cetak merupakan bahan ajar yang paling banyak tersedia saat ini.
Selain lebih mudah dalam proses pembuatan, bahan ajar cetak juga memiliki
harga yang relatif terjangkau dibandingkan bahan ajar lain. Selain itu bahan ajar
cetak juga lebih mudah digunakan dibandingkan dengan bahan ajar lain.
Ada empat aspek yang perlu diperhatikan dalam menulis buku menurut Pusat
Perbukuan Depdiknas (2004). Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut: a)
aspek isi atau materi, b) aspek penyajian materi, c) aspek bahasa dan
keterbacaan, dan d) aspek grafika.
1. Aspek Isi atau Materi
Aspek isi atau materi merupakan bahan pembelajaran yang harus spesifik,
jelas, akurat, dan mutakhir dari segi penerbitan. Informasi yang disajikan
tidak mengandung makna bias. Perincian materi harus mempertimbangkan
keseimbangan dalam penyebaran materi, baik yang berkenaan dengan
pengembangan makna dan pemahaman, pemecahan masalah, pengembangan
proses, latihan dan praktik, dan tes keterampilan maupun pemahaman.
2. Aspek Penyajian Materi
Aspek penyajian materi merupakan aspek tersendiri yang harus diperhatikan
dalam penyusunan buku, baik berkenaan dengan penyajian tujuan
pembelajaran, keteraturan urutan dalam penguraian, kemenarikan minat dan
perhatian peserta didik, kemudahan dipahami, keaktifan peserta didik,
hubungan bahan, maupun latihan dan soal.
28
3. Aspek Bahasa dan Keterbacaan
Aspek bahasa merupakan sarana penyampaian dan penyajian bahan seperti
kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana. Aspek keterbacaan berkaitan dengan
tingkat kemudahan bahasa (kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana) bagi
kelompok atau tingkatan peserta didik.
4. Aspek Grafika
Aspek grafika berkaitan dengan fisik buku, seperti ukuran buku, kertas,
cetakan, ukuran huruf, warna, ilustrasi, dan lain-lain. Pada umumnya penulis
buku tidak terlibat secara langsung dalam mewujudkan grafika buku, namun
bekerja sama dengan penerbit.
F. Kriteria Bahan Ajar yang Baik
Bahan ajar yang baik dan menarik mempersyaratkan penulisan yang
menggunakan ekspresi tulis yang efektif. Ekspresi tulis yang baik akan dapat
mengkomunikasikan pesan, gagasan, ide, atau konsep yang disampaikan dalam
bahan ajar kepada pembaca/pemakai dengan baik dan benar. Ekspresi tulis juga
dapat menghindarkan salah tafsir atau pemahaman.
Bahan ajar yang diberikan kepada peserta didik haruslah bahan ajar yang
berkualitas. Bahan ajar yang berkualitas dapat menghasilkan peserta didik yang
berkualitas, karena peserta didik mengkonsumsi bahan ajar yang berkualitas.
Menurut Furqon (2009) bahan ajar yang baik harus memenuhi beberapa kriteria
sebagai berikut.
1. Substansi yang dibahas harus mencakup sosok tubuh dari kompetensi atau sub
kompetensi yang relevan dengan profil kemampuan tamatan.
29
2. Substansi yang dibahas harus benar, lengkap dan aktual, meliputi konsep
fakta, prosedur, istilah dan notasi serta disusun berdasarkan hirarki/step
penguasaan kompetensi.
3. Tingkat keterbacaan, baik dari segi kesulitan bahasa maupun substansi harus
sesuai dengan tingkat kemampuan pembelajaran.
4. Sistematika penyusunan bahan ajar harus jelas, runtut, lengkap dan mudah
dipahami.
2.1.4 Keterampilan Berpikir Kritis Matematika
A. Keterampilan Berpikir Kritis
Menurut Solso (Kowiyah, 2012) berpikir adalah proses yang membentuk
representasi mental baru melalui transformasi informasi oleh interaksi
kompleks dari atribut mental yang mencakup pertimbangan, pengabstrakan,
penalaran, penggambaran, pemecahan masalah logis, pembentukan konsep
kreativitas dan kecerdasan. Hal senada tentang berpikir diungkapkan oleh Costa
(Kowiyah, 2012), yang menyatakan bahwa berpikir terdiri atas kegiatan atau
proses berikut: (1) menemukan hukum sebab akibat, (2) pemberian makna
terhadap sesuatu yang baru, (3) mendeteksi keteraturan diantara fenomena, (4)
penentuan kualitas bersama (klasifikasi), dan (5) menemukan ciri khas suatu
fenomena. Berdasarkan paparan para ahli tentang definisi berpikir di atas, dapat
diambil kesimpulan bahwa berpikir adalah suatu kegiatan atau proses kognitif,
tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan
agar mampu menemukan jalan keluar dan keputusan secara deduktif (umum ke
khusus), induktif (khusus ke umum) dan evaluative (menilai baik-buruknya, tepat
30
atau tidaknya suatu gagasan) sesuai dengan tahapannya.
Keterampilan berfikir merupakan keterampilan yang sangat penting untuk
kehidupan. Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya
antara lain ditentukan oleh keterampilan berfikirnya, terutama dalam hal
menyelesaikan masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Salah satu dari
keterampilan berfikir yang harus kita miliki adalah keterampilan berfikir kritis.
Menurut Lau & Chan (Yunarti, 2009) berpikir kritis adalah keterampilan untuk
berpikir secara jelas dan rasional. Berpikir kritis meliputi kemampuan untuk
terlibat dalam berpikir reflektif dan independen. Seseorang yang memiliki
keterampilan berpikir kritis akan siap untuk 1). memahami hubungan logis antar
ide, 2). mengidentifikasi, mengkosntruk, dan mengevaluasi perbedaan–perbedaan
pendapat, 3). memecahkan masalah masalah secara sistematis, 4).
mengidentifikasi ide ide yang relevan dan penting, 5). merefleksi ide ide yang
relevan dan penting, 6). merefleksikan kebenaran dari kepercayaan dan nilai nilai
yang diyakini seseorang.
Definisi berpikir kritis juga ditegaskan oleh Ennis (Kowiyah, 2012) yang
menyatakan bahwa, “Critical thinking is reasonable, reflective thinking that is
focused on deciding what to believe or do.” Berpikir kritis adalah pemikiran
yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti
dipercaya atau dilakukan. Watson dan Glaser (Kowiyah, 2012) menyatakan
bahwa berpikir kritis sebagai gabungan sikap, pengetahuan dan kecakapan.
Kompetensi dalam berpikir kritis direpresentasikan dengan kecakapan-
kecakapan berpikir kritis tertentu. Kecakapan-kecakapan berpikir kritis tersebut
31
antara lain yaitu: (1) inference, merupakan kecakapan untuk membedakan antara
tingkat-tingkat kebenaran dan kepalsuan. Inference mencakup kesimpulan yang
dihasilkan oleh seseorang observasi sesuai fakta tertentu, (2) pengenalan asumsi-
asumsi, adalah kecakapan untuk mengenal asumsi-asumsi. Asumsi merupakan
sesuatu yang dianggap benar; (3) deduksi, merupakan kecakapan untuk
menentukan kesimpulan-kesimpulan tertentu perlu mengikuti informasi di
dalam pertanyaan-pertanyaan yang diberikan, (4) interpretasi, merupakan
kecakapan menimbang fakta-fakta dan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan
berdasarkan pada data yang diberikan. Interpretasi adalah kecakapan untuk
menilai apakah kesimpulan secara logis berdasarkan informasi yang diberikan,
(5) evaluasi, merupakan kecakapan membedakan antara argumen yang kuat dan
relevan dan argumen yang lemah atau tidak relevan.
Selain Watson dan Glaser, Facione (Kowiyah, 2012) juga membagi proses
berpikir kritis menjadi enam kecakapan yaitu interpretasi, analisis, evaluasi,
inference, penjelasan dan regulasi diri.
Gambar 2.1 Unsur Kecakapan Berpikir Kritis
Berikut adalah penjelasan skema dari keenam kecakapan berpikir kritis
utama.
1. Interpretasi, menginterpretasi adalah memahami dan mengekpresikan makna
32
dari berbagai macam pengalaman, situasi, data, penilaian prosedur atau
kriteria. Interpretasi mencakup sub kecakapan mengkategorikan,
menyampaikan signifikasi dan mengklarifikasi makna.
2. Analisis, menganalisis adalah mengidentifikasi hubungan inferensial dan
aktual diantara pertanyaan-pertanyaan, konsep-konsep, deskripsi untuk
mengekpresikan kepercayaan, penilaian dan pengalaman, alasan, informasi
dan opini. Analisis meliputi pengujian data, pendeteksian argumen,
menganalisis argumen sebagai sub kecapakan dari analisis.
3. Evaluasi, berarti menaksir kredibilitas pernyataan-pernyataan atau representasi
yang merupakan laporan atau deskripsi dari persepsi, pengalaman dan
menaksir kekuatan logis dari hubungan inferensial, deskripsi atau bentuk
representasi lainnya. Contoh evaluasi adalah membandingkan kekuatan dan
kelemahan dari interpretasi alternatif.
4. Inference, berarti mengidentifikasi dan memperoleh unsur yang diperlukan
untuk membuat kesimpulan-kesimpulan yang masuk akal, membuat dugaan
dan hipotesis, mempertimbangkan informasi yang relevan dan
menyimpulkan konsekuensi dari data.
5. Eksplanasi/Penjelasan, berarti mampu menyatakan hasil-hasil dari
penalaran seseorang, menjustifikasi penalaran tersebut dari sisi konseptual,
metodologis dan konstektual.
6. Regulasi Diri, berarti secara sadar diri memantau kegiatan-kegiatan
kognitif seseorang, unsur-unsur yang digunakan dalam hasil yang diperoleh,
terutama dengan menerapkan kecakapan di dalam analisis dan evaluasi
untuk penilaiannya sendiri.
33
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
keterampilan berpikir kritis adalah suatu keterampilan melakukan kegiatan atau
proses kognitif dan tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan,
pemahaman dan keterampilan agar mampu menemukan jalan keluar dan
melakukan keputusan secara deduktif, induktif dan evaluatif sesuai dengan
tahapannya yang dilakukan dengan berpikir secara mendalam tentang hal-hal
yang dapat dijangkau oleh pengalaman seseorang, pemeriksaan dan
melakukan penalaran yang logis yang diukur melalui kecakapan
interpretasi, analisis, pengenalan asumsi-asumsi, deduksi, evaluasi inference,
eksplanasi/penjelasan, dan regulasi diri. Indikator kemampuan berpikir kritis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) menginterpretasi yaitu
mengkategorikan dan mangklasifikasi, (2) menganalisis yaitu menguji dan
mengidentifikasi, (3) mengevaluasi, yaitu mempertimbangkan dan
menyimpulkan, (4) menarik kesimpulan, yaitu menyaksikan data dan
menjelaskan kesimpulan, (5) Penjelasan, yaitu menuliskan hasil dan
menghadirkan argumen, (6) kemandirian, yaitu melakukan koreksi dan
melakukan pengujian.
B. Berpikir Kritis Matematika
1. Berpikir kritis Matematika
Russeffendi (Suherman, 2003: 16) menyatakan bahwa matematika lebih
menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain
lebih menekankan hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk
sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan
34
penalaran. Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan,
definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah
dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering
disebut ilmu deduktif. Sedangkan Johnson dan Rising (Suherman, 2003: 16)
mengemukakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan,
pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah
yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol
dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi.
Kline (Suherman, 2003: 17) berpendapat bahwa matematika itu bukan
pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi
adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan
menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Berdasarkan beberapa
pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika adalah bahasa
simbol yang terdefinisikan secara sistematik, antara satu konsep dengan konsep
yang lain saling berkaitan dan pembuktian matematika dibangun dengan
penalaran deduktif.
Pembelajaran matematika diperlukan pemahaman dan penguasaan materi
terutama dalam membaca simbol, tabel dan diagram yang sering digunakan dari
yang konkret sampai yang abstrak. Seorang yang belajar matematika diharapkan
dapat berkembang menjadi individu yang mampu berpikir kritis dan kreatif
untuk menjamin bahwa dia berada pada jalur yang benar dalam memecahkan
persoalan matematika yang dihadapi atau materi matematika yang sedang
dipelajarinya, serta menjamin kebenaran proses berpikir yang berlangsung.
35
Dengan senantiasa menjadi individu kritis dalam mempelajari matematika,
seseorang akan terpicu menjadi kreatif, karena untuk mendapatkan kejelasan atau
membedakan antara yang benar dan yang salah Schneider (Sabandar, 2008)
sehingga ia akan berusaha mencari solusi dengan menggunakan berbagai strategi
alternatif.
Berpikir kritis menuntut adanya usaha serta memerlukan adanya rasa peduli
tentang keakurasian dan adanya kemauan dan tidak mudah menyerah ketika
menghadapi tugas yang sulit Sternberg (Sabandar, 2008). Demikian juga dari
orang yang berpikir kritis ini diperlukan adanya suatu sikap keterbukaan terhadap
ide-ide baru. Memang hal ini bukan suatu yang mudah, namun harus dan tetap
dilaksanakan dalam upaya mengembangkan kemampuan berpikir. Sejalan dengan
hal tersebut, Glazer (Sabandar, 2008) menyatakan berpikir kritits dalam
matematika adalah kemampuan dan disposisi untuk melibatkan pengetahuan
sebelumnya, penalaran matematis, dan strategi kognitif untuk menggeneralisasi,
membuktikan atau mengevaluasi situasi matematis yang kurang dikenal dalam
cara yang reflektif.
Dalam dunia pendidikan berpikir kritis merupakan suatu hal yang penting untuk
dikembangkan. Berkenaan dengan hal tersebut ada 4 pertimbangan mengapa
berpikir kritis perlu dikembangkan di dalam dunia pendidikan menurut Tilaar
(2011), yaitu: (1) memberikan penghargaan kepada peserta didik sebagai pribadi
(respect as person), (2) mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan
kedewasaannya, (3) suatu cita-cita yang ingin dicapai melalui pelajaran ilmu-
36
ilmu eksakta, dan (4) merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan
demokratis.
C. Pembelajaran Berpikir Kritis Matematika
Burkist dan Irons (Yunarti, 2009) menyatakan beberapa langkah dalam
pengajaran berpikir kritis sebagai berikut.
1. Sebelum awal pembelajaran dimulai
Persiapkanlah silabus, rpp dan seluruh perangkat pemebelajaran yang diperlukan.
Berpikirlah bagaimana kita dapat membentuk lingkungan berpikir kritis di kelas.
Pilihlah bahan bahan ajar yang mendukung dan pendekatan pendekatan
pembelajaran berpikir kritis yang diperkirakan sesuai. Upayakan agar semua
media memuat unsur unsur berpikir kritis (misal latihan soal yang diberikan
menunjukan pemahaman, analisis dan aplikasi peserta didik ). Sesudah itu,
refleksikan kedalaman atau tingkat berpikir kritis yang akan dicapai oleh peserta
didik. Selain bahan ajar yang ada di sekolah carilah sumber sumber informasi lain
(seperti surat kabar atau majalah) yang relevan dan buatlah catatan– catatan
penting darinya untuk disajikan di dalam kelas.
2. Minggu pertama kelas
Guru sebaiknya memperkenalkan konsep berpikir kritis di minggu pertama kelas.
Biarkan peserta didik mengetahui bagian penting dari pembelajaran yang akan
mereka jalani. Berikan beberapa definisi berpikir kritis dan kemampuan
kemampuan yang dimiliki seorang pemikir kritis lalu diskusikan dengan peserta
didik. Gurupun harus menekankan pentingnya memiliki keterampilan berpikir
37
kritis sekarang dan yang akan datang. Buatlah ilustrasi yang menarik dan ada
dalam kehidupan peserta didik.
3. Sepanjang semester
Berusahalah untuk konsisten akan konsep berpikir kritis yang diajarkan di awal
semester. Guru dapat melakukan ini dalam dua cara berbeda. Pertama, guru dapat
mengatur waktu untuk latuhan latihan berpikir kritis dengan focus bagaimana ia
dapat diterapkan pada topik pelajaran. Setiap minggu guru memberikan tugas-
tugas berpikir kritis kepada peserta didik untuk dikerjakan diluar kelas dan
dikembalikan. Guru harus memeriksanya di kelas. Kedua guru meminta peserta
didik untuk bekerja dalam sekenario-sekenario berbasis masalah di kelas.
Cara apapun yang ditempuh, guru harus tetep melakukan pembelajaran berpikir
kritis dengan baik untuk menjaga kekonsistenan dalam menanamkan kemampuan
berpikir kritis pada peserta didik. Guru harus berusaha agar peserta didik mampu
berpikir kritis tentang materi pelajaran yang diberikan. Gurupun secara konstan
meningkatkan peserta didik akan pentingnya berpikir kritis dalam pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan.
Ada lima saran utama yang diajukan Burkish dan Irons (Yunarti, 2009) untuk
pengajaran berpikir kritis sepanjanag semester, yaitu :
1. untuk setiap inti topik, berikan kapada peserta didik masalah masalah yang
harus dianalisi atau dipecahkan. Tidaklah menjadi masalah apabila tugas tugas
tersebut diselesaikan peserta didik di luar kelas untuk membrikan kesempatan
peserta didik untuk menyelesaikan masalah masalah tersebut,
38
2. bimbinglah peserta didik dalam mengembangkan kemampuan berpikir mereka
dengan buku pegangan yang memuat informasi mengenai teknik-teknik
berpikir kritis yang dirasakan guru sangat efektif dalam menyelesaikan
masalah dan mengambil keputusan,
3. gunakan waktu di kelas untuk mengalikasikan teknik–teknik tersebut untuk
materi pelajaran yang diberikan, dengan demikian guru sudah memberikan
model berpikir kritis yang baik kepada peserta didik,
4. guru sebaiknya menyajikan contoh-contoh berpikir kritis dan yang bukan
berpikir kritis di kelas. Yakinkanlah diri bahwa contoh-contoh tersebut sangat
relevan dengan materi pelajaran yang diberikan,
5. berikan kesempatan penuh pada peserta didik untuk mempraktekan
pengembangan berpikir kritis mereka, termasuk ujian – ujian dan tugas tugas
yang dinilai.
Menurut Nurhayati (Yunarti, 2009) berpikir kritis tidak menjamin seseorang akan
mencapai kesimpulan yang tepat. Pertama ada kemungkinan seseorang tidak
memiliki seluruh informasi yang relevan. Inforrmasi yang penting mungkin belum
ditemukan atau informasi tersebut mungkin tidak akan dapat ditemukan. Kedua
pemihakan (bias) dari seseorang dapat saja menghalangi pengumpulan dan
penilaian informasi secara efektif. Selanjutnya Nurcahyo pun menguraikan hal hal
yang berkaitan tentang mengatasi pemihakan (bias) dan membuat kesimpulan
sebagai berikut:
Untuk mengurangi pemihakan beberapa cara harus dilakukan jika seseorang ingin
berpikir kritis.
39
1. Jangan tanyakan “Bagaimana hal ini bertentangan dengan pendapat saya”, tapi
tanyakan “apa artinya ini?”
2. Jangan lakukan penilaian terlalu dini pada tahap pengumpulan informasi
3. Anda harus sadar terhadap kekurangan anda sendiri dan orang lain dengan
cara:
Menerima bahwa setiaporang memiliki pemihakan dibawah sadar
(pemihakan secara refleks),
Bersikap tanpa ego,
Membuang pendapat semula anda jauh jauh,
Sadar bahwa setiap orang memiliki kelemahan masing-masing.
4. Gunakan metoda sokrates untuk mengevaluasi sebuah argument dengan
menanyakan pertanyaan terbuka, seperti:
Apa yang anda maksud dengan?
Bagaimana anda dapat berkesimpulan begitu?
Mengapa anda berpendapat bahwa itu adalah benar?
Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
Apa yang terjadi jika anda ternyata salah?
Dapatkah anda memberikan dua buah sumber yang tidak setuju dengan
anda dan jelaskan mengapa?
Mengapa hal ini penting?
Bagaimana saya dapat mengatahui bahwa anda mengatakan yang
sebenarnya?
Apa penjelasan alternative dari fenomena ini?
40
2.1.5 Sistem Persamaan Linier Dua Variabel
Bahan ajar yang disusun dalam penelitian ini berisi materi pokok Sistem
Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) yang merupakan materi untuk kelas
VIII SMP. Materi pokok SPLDV termasik dalam standar kompetensi 2 yaitu
Memahami sistem persamaan linear dua variabel dan menggunakannya dalam
pemecahan masalah, dengan kompetensi dasar 2.1 menyelesaikan sistem
persamaan linear dua variabel, 2.2 membuat model matematika dari masalah yang
berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel, 2.3 menyelesaikan model
matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua
variabel dan penafsirannya. Bahan ajar yang akan disusun dalam penelitian ini
terdiri dari tiga bab yaitu Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel,
Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem
persamaan linear dua variabel dan menyelesaikan model matematika dari masalah
yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya.
2.2 Penilitian yang Relevan
Berikut ini adalah beberapa penelitian yang relevan yang terkait dengan
pengembangan bahan ajar matematika berbasis DL untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis peserta didik:
1. Hayati (2015), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah
pengembangan modul matematika untuk pembelajaran berbasis masalah
(Problem Based Learning) pada materi pokok bahasan Persamaan Garis Lurus
Kelas VIII SMP dan mengetahui bagaimana efektivitas hasil pengembangan
modul matematika untuk pembelajaran berbasis masalah (Problem Based
41
Learning) pada materi pokok Persamaan Garis Lurus kelas VIII SMP. Populasi
pada penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMP di kota Yogyakarta
dengan sampel adalah peserta didik kelas VIII SMP Negeri 5 dan SMP Negeri
2 Yogyakarta. Metote pengumpulan data dilakukan dengan angket dan tes hasil
belajar. Data dianalisis dengan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Hasil
pengembangan dalam penelitian ini berupa modul matematika untuk
pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada materi pokok
persamaan garis lurus kelas VIII SMP. Proses pengembangan modul tersebut
diawalai dari studi pendahuluan, penyusunan modul, validasi modul,
melakukan FGD dengan guru mata pelajaran matematika, dan melakukan uji
coba lapangan. Sedangkan hasil analisis menggunakan uji t terhadap hasil pada
kelas eksperimen menunjukan bahwa pembelajaran menggunakan modul untuk
pembelajaran berbasiis masalah (Problem Based Learning) memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran pada kelas kontrol yang
tidak menggunakan modul pada materi pokok persamaan garis lurus kelas VIII
SMP.
2. Supriyanto (2014) Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan penerapan
Discovery Learning pada pokok bahasan keliling dan luas lingkaran dan untuk
meningkatkan ketuntasan hasil belajar peserta didik. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian adalah peserta didik kelas
VI B di SD Negeri Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember.
Dari penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa terdapat peningkatan
aktivitas dan hasil belajar pada peserta didik kelas VI B SD Negeri Tanggul
Wetan 02 dengan penerapan model Discovery Learning dalam pembelajaran.
42
3. Noer (2009) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik SMP sebagai akibat
penerapan pembelajaran berbasis masalah dan konvensional. Populasi pada
penelitian adalah seluruh peserta didik kelas IX SMP di kota Bandar Lampung.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik yang
mendapatkan pembelajaran matematika dengan PBM lebih baik daripada
peserta didik yang mendapatkan pembelajaran secara konvensional.
2.3 Definisi Operasional
Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahan pemahaman dan
perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah istilah dalam judul tesis.
Sesuai dengan judul penelitian yaitu “ Pengembangan Bahan Ajar Matematika
Bersbasis Model Discovery Learning Untuk Mengembangkan Keterampilan
Berpikir Kritis Peserta didik”, maka definisi operasional yang perlu dijelaskan,
yaitu:
1. Pengembangan Bahan Ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan (baik informasi, alat, maupun teks)
yang disusun secara sistematis, yang mencakup semua kompetensi yang akan
dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran sebagai
perencanaan pembelajaran. Salah satu dari bentuk bahan ajar tersebut adalah
buku ajar seperti yang dikembangkan dalam penelitian ini. Sedangkan
kegiatan pengembangan bahan ajar adalah proses pemilihan, adaptasi, dan
pembuatan bahan ajar berdasarkan kerangka acuan tertentu.
43
2. Model Discovery Learning
Model Discovery Learning adalah model pembelajaran dimana peserta didik
melakukan proses pembelajaran untuk menemukan sesuatu yang baru dalam
kegiatan belajar mengajar, dalam konteks ini menemukan sesuatu berarti
peserta didik mengenal, menghayati, dan memehami sesuatu yang belum
pernah diketahui sebelumnya.
3. Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan berpikir secara beralasan
dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang
harus dipercayai atau dilakukan yang diukur melalui kecakapan interpretasi,
analisis, pengenalan asumsi-asumsi, deduksi, evaluasi inference,
eksplanasi/ penjelasan, dan regulasi diri. Cara berpikir ini merupakan cara
berpikir yang terarah, tersencana, mengikuti alur logis sesuai dengan fakta
yang diketahui.
2.4 Kerangka Berpikir
Pembelajaran matematika harus memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang matematika. Oleh karena itu,
belajar matematika akan lebih bermakna bila peserta didik diberi kesempatan
seluas luasnya beraktivitas. Ini berarti pembelajaran matematika diharapkan
berorientasi kepada peserta didik dengan membangun sendiri pengetahuan dan
keterampilan matematisnya. Hal ini sejalan dengan model pembelajaran
44
penemuan yang saat ini banyak digunakan dalam penerapan kurikulum 2013
dengan pendekatan saintifik.
Pembelajaran matematika yang menerapkan model pembelajaran penemuan akan
lebih mengutamakan proses daripada hasil pembelajaran. Proses pembelajaran
itulah terdapat proses menemukan sendiri dalam pembelajaran. Peserta didik
diajak untuk berfikir bahwa pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama
diingat apabila peserta didik menemukan sendiri pengetahuan atau keterampilan
tersebut. Peserta didik diajak mengobservasi, bertanya, mengajukan dugaan,
mengumpulkan data, dan meyimpulkan hasil dari pembelajaran matematika yang
telah dilaksanakan peserta didik. Kegiatan kegiatan pembelajaran tersebut dapat
disusun dalam bahan ajar yang nantinya dapat digunakan peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran. Bahan ajar merupakan salah satu komponen penting
dalam pembelajaran yang mendukung peserta didik untuk mencapai standar
kompetensi yang diinginkan.
Penggunaan bahan ajar yang belum mengoptimalkan keikutsertaan peserta didik
menyebabkan peserta didik tidak dapat memaksimalkan kemampuan berpikir.
Karena belajar matematika berkaitan erat dengan aktivitas dan proses belajar dan
berpikir. Mempelajari matematika diperlukan suatu proses berpikir karena
matematika pada hakikatnya berkenaan dengan stuktur dan ide abstrak yang
disusun secara sistematis dan logis melalui proses penalaran deduktif.
Keterampilan berpikir merupakan keterampilan yang sangat penting untuk
kehidupan. Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya
antara lain ditentukan oleh keterampilan berpikirnya. Seorang yang belajar
matematika diharapkan dapat berkembang menjadi individu yang mampu
45
berpikir kritis dan kreatif untuk menjamin bahwa dia berada pada jalur yang
benar dalam memecahkan persoalan matematika yang dihadapi atau materi
matematika yang sedang dipelajarinya, serta menjamin kebenaran proses berpikir
yang berlangsung. Keterampilan berfikir kritis tidak dapat tercapai dengan
sendirinya tanpa adanya upaya dan fasilitas yang mendukung, untuk itu
diperlukan suatu bahan ajar dengan model pembelajaran yang memberikan ruang
dan kesempatan bagi peserta didik untuk mampu aktif dan mengembangkan
dirinya sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika dan bakatnya.
Dalam menerapkan Discovery Learning pada pembelajaran matematika, peserta
didik melakukan aktivitas–aktivitas yang menunjang keterampilan berpikir yang
tidak biasa. High Order Thinking Skill (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat
tinggi, itulah yang akan terbentuk dalam diri peserta didik melalui aktivitas–
aktivitas yang dilakukan dalam mode Discovery Learning. Banyak jenis
keterampilan berpikir yang tergolong kedalam High Order Thinking Skill
(HOTS), tetapi ketika kita melihat aktivitas berpikir dari rangkaian aktivitas–
aktivitas yang dilakukan dengan model pembelajaran penemuan maka
keterampilan berpikir yang akan terbentuk adalah keterampilan berpikir kritis.
Bahan ajar matematika berbasis model Discovery Learning pada materi pokok
SPLDV kelas VIII SMP dapat mengarahkan peserta didik untuk melakukan
aktivitas-aktivitas yang dapat menunjang keterampilan berpikir kritis peserta
didik.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Research and Development (R&D) yaitu
metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk pendidikan, dan
menguji keefektifan produk tersebut dalam bidang pendidikan. Penelitian
pengembangan ini diadaptasi dari model yang dikembangkan oleh Borg and Gall
(1989:783-795) yang terdiri atas langkah langkah yang disajikan dalam diagram
berikut:
Gambar 3.1 Desain Penelitian
1
Research and Information Collecting (Studi
Pendahuluan)
2
Planning (Merencanakan Pengembangan)
3
Develop Preliminary of Product (Pengembangan
Desain )
4
Preliminary Field Testing (Uji coba lapangan Terbatas)
5
Main Product Revision (Revisi Hasil Uji Lapangan
Terbatas)
6
Main Field Test (Uji pelakasaan lapangan)
7
Operational Product Revision (Revisi Hasi Uji Lapangan Lebih Luas)
8
Operational Field Testing (Uji Kelayakan)
9
Final Product Revision (Revisi Final Hasil Uji
Kelayakan)
10 Dissemination and
Implementation (Desiminasi dan Implementasi Produk
Akhir)
47
Dalam penelitian pengembangan bahan ajar ini bersifat terbatas, artinya tahapan
R&D hanya dilakukan hingga revisi hasil uji lapangan terbatas (main product
revision). Pembatasan tahapan R&D ini dilakukan karena mengingat keterbatasan
waktu yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian pengembangan ini.
Penjelasan mengenai langkah penelitian dan pengembangan di atas sebagai
berikut.
1. Research and Information Collecting (Studi Pendahuluan)
Langkah awal melakukan studi pendahuluan dan pengumpulan data adalah
menganalisis buku panduan kurikulum 2013 dan melakukan wawancara dengan
guru mata pelajaran. Selain itu dalam langkah ini juga mengkaji bahan ajar SMP
kelas VIII sebagai salah satu acuan dalam penyusunan bahan ajar, serta
pembelajaran yang diimplementasikan guru kelas. Studi literatur juga dilakukan
untuk mendapatkan analisis SK dan KD materi pembelajaran serta mengkaji
penelitian yang relevan.
2. Planning (Merencanakan Pengembangan)
Setelah melakukan studi pendahuluan, langkah selanjutnya yaitu merencanakan
pengembangan. Perencanaan penelitian R & D meliputi: penentuan tujuan,
menentukan kualifikasi pihak pihak yang terlibat dalam penelitian dan
pengembangan (misalnya: peneliti dan guru), merumuskan bentuk partisipasi
pihak pihak yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan, menentukan
prosedur kerja.
48
3. Develop Preliminary of Product (Pengembangan Desain)
Berpegang dari hasil studi pendahuluan dan perencanaan penelitian di atas, tahap
selanjutnya kemudian menyusun draf bahan ajar untuk pembelajaran berbasis
model Discovery Learning, menyusun materi yang akan dituangkan dalam bahan
ajar, serta menyesuaikan susunan dan isi bahan ajar dengan tahapan pembelajaran.
Bahan ajar yang telah disusun kemudian divalidasi oleh ahli, yaitu ahli materi,
ahli media dan ahli bahasa yang berkompeten dibidangnya melalui lembar
validasi bahan ajar. Penilaian yang dilakukan oleh ahli materi melalui lembar
validasi meliputi: cakupan materi, keakuratan materi, kemutkhiran materi, dan
kemampuan materi tersebut dalam menumbuhkan kemauan belajar siswa.
Selanjutnya penilaian yang dilakukan oleh ahli media meliputi: teknik penyajian
dalam bahan ajar, penyajian dalam pembelajaran, dan kelengkapan penyajian.
Sedangkan penilaian yang dilakukan oleh ahli kebahasaan meliputi: kesesuaian
bahasa dengan tingkat perkembangan siswa, komunikasi, koherensi dan kerunutan
alur pikir, dan kesesuaian dengan kaidah bahasa indonesia yang benar. Bahan ajar
yang telah divalidasi oleh ahli kemudian direvisi secara terus menerus sesuai
dengan saran dan masukan dari ahli materi, ahli media dan ahli bahasa. Validasi
ahli materi, ahli media dan bahasa dilakukan untuk mengetahui kebenaran isi,
format dan kebahasaan bahan ajar matematika berbasis model pembelajaran
Discovery Learning.
49
4. Preliminary Field Testing (Uji Coba Lapangan Terbatas)
Bahan ajar yang telah dianalisis dan direvisi kemudian diujicobakan di lapangan
terbatas atau dalam skala kecil untuk menguji keterampilan berpikir kritis peserta
didik. Sebelum melakukan uji coba produk, terlebih dahulu peserta didik
diberikan pre-test, yaitu untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik
mengenai materi yang akan dipelajari, kemudian produk yang berupa bahan ajar
digunakan di kelas. Setelah itu peserta didik diberikan post-test untuk mengetahui
efektivitas dari bahan ajar yang telah dikembangkan, yang mengacu pada
mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
5. Main Product Revision (Revisi Hasil Uji Lapangan Terbatas)
Revisi hasil uji coba lapangan terbatas dilakukan setelah pelaksanaan uji coba
dengan mengacu pada proses uji lapangan terbatas sehingga bahan ajar siap untuk
diujicobakan pada skala yang lebih luas.
3.2 Subjek Penelitian
Penelitian pengembangan bahan ajar matematka berbasis Model Discovery
Learning dilaksanakan pada Bulan Maret 2016 di kelas VIIIG SMP Negeri 1
Seputih Agung semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Proses pembelajaran
pada penelitian ini terdiri dari enam kali pertemuan dengan menggunakan bahan
ajar matematika berbasis Model Discovery Learning. Pertemuan dilaksanakan dua
kali dalam seminggu yaitu pada Hari Kamis pada pukul 10.30 – 11.50 WIB dan
Hari Sabtu pada pukul 08.30 – 10.30 WIB.
50
3.3 Instrumen Penelitian
3.3.1 Instrumen Wawancara
Instrumen yang digunakan pada saat studi pendahuluan berupa pedoman
wawancara yang digunakan untuk melakukan wawancara dengan guru pada saat
observasi mengenai kondisi awal dari sekolah, serta pembelajaran yang telah
dilaksanakan di kelas. Pedoman wawancara disusun dan dikonsultasikan dengan
pembimbing untuk mendapatkan pedoman wawancara yang baik. Penyusunan
instrumen pedoman wawancara dilakukan dengan beberapa proses sebagai
berikut.
1. Mengidentifikasi orang yang akan diwawancarai
2. Meminta persetujuan dari orang yang diwawancarai untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini
3. Menentukan jenis wawancara yang akan digunakan
4. Mengidentifikasikan variabel variabel yang diteliti
5. Menjabarkan variabel menjadi dimendi dimensi
6. Mendiskripsikan kisi kisi instrumen yang meliputi:
a. Bahan ajar yang digunakan guru dalam pembelajaran
b. Kualitas bahan ajar dari segi materi dan kemenarikan
c. Bahan ajar yang diinginkan guru
7. Merumuskan item item pertanyaan
8. Membuat perencanaan bila ada yang tidak sesuai dengan rencana
9. Menyusun pertanyaan pertanyaan yang jelas untuk mendapatkan informasi
yang akurat.
51
Setelah pedoman wawancara selesai disusun, kemudian pedoman wawancara di
konsultasikan dengan pembimbing untuk diketahui kevalidannya. Setelah
pedoman wawancara dinyatakan valid oleh pembimbing, maka pedoman
wawancara dapat digunakan untuk melakukan wawancara.
3.3.2 Instrumen Uji Validasi Bahan Ajar
Instrumen yang digunakan dalam uji validasi bahan ajar berupa angket skala likert
dengan skala 4 skala yaitu sangat baik (SB), baik (B), Kurang (K), Sangat Kurang
(SK) yang diserahkan kepada ahli materi, ahli media dan ahli bahasa. Instrumen
uji validasi bahan ajar disusun dan dikonsultasikan dengan pembimbing untuk
mendapatkan instrumen uji validasi bahan ajar yang baik. Penyusunan instrumen
validasi bahan ajar dilakukan dengan beberapa proses sesuai ungkapan Iskandar
(2008: 9), yaitu sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi variabel variabel yang diteliti. Variabel variabel tersebut
diantaranya yaitu :
a. Penilaian materi
Aspek yang akan diukur dalam penilaian materi meliputi: cakupan
materi, keakuratan materi, kemutkhiran materi, dan kemampuan materi
tersebut dalam menumbuhkan kemauan belajar siswa.
b. Penilaian media
Aspek yang akan diukur dalam penilaian materi meliputi: teknik
penyajian dalam bahan ajar, penyajian dalam pembelajaran, dan
kelengkapan penyajian.
52
c. Penilaian kebahasaan
Aspek yang akan diukur dalam penilaian materi meliputi: kesesuaian
bahasa dengan tingkat perkembangan siswa, komunikasi, koherensi
dan kerunutan alur pikir, dan kesesuaian dengan kaidah bahasa
indonesia yang benar.
2. Menjabarkan variabel menjadi dimensi dimensi
3. Mencari indikator setiap dimensi
4. Mendeskripsikan kisi kiri instrumen
5. Merumuskan item item pertanyan atau pertanyaan instrumen
6. Petunjuk pengisian instrumen.
Setelah instrumen validasi bahan ajar selesai disusun, kemudian instrumen
validasi bahan ajar di konsultasikan dengan pembimbing untuk diketahui
kevalidannya. Setelah instrumen validasi bahan ajar dinyatakan valid oleh
pembimbing, maka instrumen validasi bahan ajar dapat digunakan untuk
memvalidasi bahan ajar yang telah dikembangkan.
3.3.3 Instrumen Uji Keterampilan Berpikir Kritis
1. Validasi Isi
Tes hasil belajar digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa
sebelum dan setelah menggunakan bahan ajar matematika berbasis Model
Discovery Learning. Instrumen uji keterampilan berpikir kritis disusun dan
dikonsultasikan dengan pembimbing untuk mendapatkan instrumen uji
53
keterampilan berpikir kritis yang baik. Penyusunan instrumen uji keterampilan
berpikir kritis dilakukan dengan :
a. Mengidentifikasi materi yang telah diberikan beserta tujuan pembelajarannya.
b. Membuat kisi-kisi soal.
c. Menyusun soal dan alternatif kunci jawaban.
d. Menelaah soal sebelum dicetak.
Proses tersebut sesuai dengan Budiyono (2003:58), bahwa agar tes mempunyai
validitas isi, maka harus memperhatikan hal-hal berikut.
a. Tes harus dapat mengukur sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai
ditinjau dari materi yang diajarkan.
b. Penekanan materi yang akan diujikan seimbang dengan materi yang diajarkan.
c. Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau belum diajarkan untuk
menjawab soal-soal tersebut dengan benar.
Setelah instrumen uji keterampilan berpikir kritis selesai disusun, kemudian
instrumen uji keterampilan berpikir kritis di konsultasikan dengan pembimbing
untuk diketahui kevalidan isinya. Setelah instrumen uji keterampilan berpikir
kritis dinyatakan valid oleh pembimbing, maka instrumen uji keterampilan
berpikir kritis digunakan untuk menguji keterampilan berpikir kritis siswa.
Selanjutnya, setelah uji test keterampilan berpikir kritis divalidasi, kemudian
diujicobakan pada kelas lain (kelas uji coba) untuk diketahui tingkat kesukaran,
daya beda, reliabilitas soal. Berikut pemaparan mengenai tahapan uji validitas
sampai uji reliabilitas tes hasil belajar.
54
2. Validitas Empiris
Setelah tes sudah disusun, kemudian tes akan diuji kevaliditasannya. Untuk
mengukur validitas tes digunakan Korelasi Product Moment yang dikemukakan
oleh Pearson (dalam Riduwan, 2009:98) sebagai berikut:
∑ ∑ ∑
√{ ∑ ∑ { ∑ ∑ }
Keterangan:
: koefisien korelasi antara variabel X dan Variabel Y, dua variabel yang
dikorelasikan
∑ : jumlah skor item ∑ : jumlah skor total seluruh item
n : jumlah responden
Berdasarkan distribusi (Tabel r) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n-2)
diperoleh
Kaidah keputusan : Jika > berarti valid.
Selanjutnya, selain menggunakan kriteria pengujian validitas tersebut dalam
menentukan dipakai atau tidaknya item soal, peneliti juga mempertimbangkan
klasifikasi koefisien validitas. Suherman (2001) mengklasifikasikan koefisien
validitas seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas
Kategori rxy Interpretasi
0,80 < rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < rxy ≤ 0,80 Tinggi
0,40 < rxy ≤ 0,60 Sedang
0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah
0,00 ≤ rxy ≤ 0,20 Sangat rendah
55
Selanjutnya soal tes keterampilan berpikir kritis tersebut diujicobakan kepada 32
orang siswa kelas VIII G. Hasil validitas butir soal keterampilan berpikir kritis
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Butir Soal Keterampilan Berpikir Kritis
Butir Soal 1 2 3 4 5 6 7
Nilai
Keterangan Valid Tidak
Valid Valid Valid Valid
Tidak
Valid Valid
Interpretasi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Sangat
rendah Tinggi
Berdasarkan table 3.2 di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa soal nomor 2
dengan keterangan tidak valid dan interpretasi rendah dan soal nomor 6 dengan
keterangan tidak valid dan interpretasi sangat rendah tidak digunakan untuk uji
keterampilan berpikir kritis. Hal tersebut dikarenakan indikator pembelajaran
yang diukur pada soal nomor 2 dan 6 sudah terukur pada soal selanjutnya yaitu
nomor 3 dan 7.
3. Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan kepada keajegan hasil pengukuran. Setiap jawaban
yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0 dan pengujian
hanya dilakukan sekali. Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk
mengestimasi reliabilitas. Dalam penelitian ini untuk menghitung tingkat
reliabilitas tes digunakan rumus Kuder-Richarson dengan KR-20, yaitu :
Rumus Alpha dalam Sudijono (2008) adalah sebagai berikut.
2
2
11 11 St
Si
n
nr
56
Keterangan :
11r = Reliabilitas yang dicari 2Si = Jumlah varians skor tiap-tiap item
2
tS = Varians total
Tabel 3.3 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas
Besarnya R11 Interprestasi
0,81 – 1,00
0,61 – 0,80
0,41 – 0,60
0,21 – 0,40
0,00 – 0,20
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Sumber: Sudijono (2008)
Hasil perhitungan tingkat reliabilitas tes diperoleh nilai reliabitas sebesar 0,70281
sehingga tergolong pada interpretasi reliabilitas yang TINGGI.
4. Tingkat Kesukaran
Soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar merupakan soal yang baik.
Untuk menghitung tingkat kesukaran tiap-tiap butir tes atau hasil belajar
matematika digunakan rumus sebagai berikut. Tingkat kesukaran digunakan untuk
menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Menurut Sudijono (2008) untuk
menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus :
Keterangan:
TK : tingkat kesukaran suatu butir soal
JT : jumlah skor yang diperoleh peserta didik pada suatu butir soal
IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh peserta didik pada
suatu butir soal
57
Penafsiran atas tingkat kesukaran butir tes digunakan kriteria menurut kriteria
dalam Sudijono (2008) berikut:
Tabel 3.4 Interprestasi Tingkat Kesukaran Butir Tes
Besar TKi Interprestasi
0,01 – 0,30
0,31 – 0,70
0,71 – 1,00
Sangat Sukar
Sedang
Sangat Mudah
Hasil perhitungan tingkat kesukaran disajikan pada Tabel 3.5
Tabel 3.5 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal Keterampilan Berpikir Kritis
Butir Soal 1 3 4 5 7
Nilai TK 84,84% 60,60% 36,36% 33,33% 48,48%
Interpretasi Mudah Sedang Sedang Sedang Sedang
5. Daya Beda
Daya pembeda suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan
antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Daya
beda butir dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya tingkat diskriminasi atau
angka yang menunjukkan besar kecilnya daya beda. Berikut rumus yang
digunakan untuk menghitung daya beda.
Keterangan :
DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
SA = Rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah
SB = Rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolah
IA = Skor maksimum butir soal yang diolah
58
Penafsiran interpretasi nilai daya pembeda butir tes digunakan kriteria menurut
Sudijono (2008) disajikan dalam Tabel 3.6
Tabel 3.6 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Interpretasi
- 1,00 ≤ DP ≤ 0,10 Sangat Buruk
0,10 ≤ DP ≤ 0,19 Buruk
0,20 ≤ DP ≤ 0,29 Agak baik
0,30 ≤ DP ≤ 0,39 Baik
0,40 ≤ DP ≤ 0,50 Sangat Baik
Rangkuman hasil perhitungan daya pembeda ditunjukan pada Tabel 3.7
Tabel 3.7 Hasil Uji Daya Pembeda Butir Soal Keterampilan Berpikir Kritis
Butir Soal 1 2 3 4 5
Nilai DP 25 87,5 75 100 87,5
Interpretasi Agak
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
3.4 Teknik Analisis Data
3.4.1 Analisis Data Studi Pendahuluan
Data studi pendahuluan yang berupa hasil wawancara dengan guru dan observasi
hasil review berbagai jurnal penelitian yang relevan, hasil penelaahan buku buku
pelajaran khususnya matematika SMP kelas VIII dianalisis secara diskriptif dan
digunakan sebagai acuan untuk menyusun bahan ajar matematika.
3.4.2 Analisis Data Validasi Bahan Ajar
Data yang di peroleh pada tahap validasi adalah data hasil penelitian validator
terhadap bahan ajar melalui angket/ lembar observasi. Angket tersebut memuat
59
indikator indikator kelayakan bahan ajar sesuai dengan panduan penilaian bahan
ajar dari depdiknas yang meliputi lembar validasi ahli materi, lembar validasi ahli
media dan bahasa.
Analisis data pada tahap ini meliputi teknik analisis deskriptif kualitatif dan
analisis deskriptif kuantitatif. Data kualitatif berupa masukan dan saran perbaikan
bahan ajar dari ahli materi, ahli media dan bahasa dideskriptifkan secara deskriptif
kualitatif sebagai panduan untuk merevisi bahan ajar. Data kuantitatif berupa data
sekor penilaian ahli materi dan media dari lembar validasi yang diisi oleh ketiga
ahli dianalisis dengan acuan yang diadaptasi dengan menggunakan skala likert
dengan skala 4 yang nantinya akan dideskripsikan secara kualitatif.
Skala yang digunakan dalam penelitian dangan pengembangan ini adalah 4 skala
berikut.
1. Sangat Kurang (SK) dengan skor 1.
2. Kurang (K) dengan skor 2 .
3. Baik (B) dengan skor 3.
4. Sangat Baik (SB) dengan skor 4.
Langkah langkah menyusun kriteria penilaian adalah sebagai berikut.
1. Menentukan banyak interval, yaitu 4.
2. Menentukan rentang skor, yaitu skor maksimum dan skor minimum.
3. Menyusun kelas interval dimulai dari skor terkecil sampai terbesar.
Kategori penilaian dan interval nilai untuk masing masing kategori ditunjukan
pada Tabel 3.8
60
Tabel 3.8 Interpretasi Data Validasi Bahan Ajar
No Kategori penilaian Interval nilai
1 Sangat Baik ⁄ ≤ S ≤ Smax
2 Baik ⁄ ≤ S < ⁄
3 Kurang Baik ⁄ ≤ S < ⁄
4 Sangat Kurang S min ≤ S < ⁄
Keterangan :
S : Skor responden
S min : Skor Terendah
S max : Skor Tertinggi
3.4.3 Analisis Data Keterampilan Berpikir Kritis
Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat efektifitas penggunaan bahan
ajar matematika berbasis Model Discovery Learning pada pokok bahasan SPLDV
dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa. Uji ini dilakukan
dengan cara mencari peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa sebelum dan
setelah menggunakan bahan ajar, dan persentase siswa yang mempunyai
keterampilan berpikir kritis.
1. Analisis Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis
Data hasil belajar siswa berupa nilai keterampilan berpikir kritis yang diukur
dengan memberikan soal tes esay. Soal tes keterampilan berpikir kritis yang
digunakan sebanyak 5 soal esay dan disesuaikan dengan indikator-indikator
keterampilan berpikir kritis menurut Fascione. Ketercapaian tujuan penelitian
yaitu meningkatnya keterampilan berpikir kritis siswa berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan dengan menggunakan pretest dan posttest. Analisis data dalam
penelitian dengan skor N-Gain (Hake, 1999) digunakan persamaan:
61
Keterangan :
Spos = nilai post test
Spre = nilai pre test
Smax = nilai maksimal
Berdasarkan persamaan di atas dapat dikriteriakan nilai N-Gain menjadi:
Tabel 3.9 Kriteria Gain Ternormalisasi (N-Gain)
N-Gain In terpretas i - 1,00 ≤ 0,20 Sangat rendah
0,21 – 0,40 Rendah
0,41 – 0,60 Sedang
0,61 – 0,80 Tinggi
0,81 – 1,00 Sangat tinggi
Indikator ketercapaian peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dalam
penelitian ini mengacu pada perolehan hasil perhitungan analisis menggunakan
gain menggunakan data sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran.
Setelah diperoleh nilai N-Gain dari masing masing siswa, selanjutnya ditentukan
rata rata nilai N-Gain dan interpretasinya dari 32 siswa tersebut dengan
menggunakan persamaan berikut:
2. Analisis Persentase Siswa Yang Mempunyai Keterampilan Berpikir
Kritis
Berdasarkan Sanjaya (2010:162) bahwa “ketuntasan belajar ideal untuk setiap
indikator dengan batas kriteria ideal minimum 75%”. Artinya ketuntasan belajar
ideal terjadi apabila 75% dari keseluruhan siswa dikatakan tuntas atau
62
mendapatkan nilai diatas KKM yaitu 75. Untuk menghitung persentase siswa
yang mempunyai keterampilan berpikir kritis digunakan rumus sebagai berikut:
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa;
1. Hasil validasi bahan ajar matematika yang dikembangkan dengan Model
Discovery Learning pada pokok bahasan SPLDV memperoleh
interpretasi sangat baik. Hal tersebut diperoleh dari hasil penilian
validator dengan rincian sebagai berikut. Ahli materi memberikan skor
total 69 atau dengan persentase 86,23% sehingga termasuk dalam
kategori sangat baik, ahli desain memberikan skor total 74 atau dengan
persentase 84,09% sehingga termasuk dalam kategori sangat baik dan
ahli kebahasaan memberikan skor total 32 atau dengan persentase 91,6%
sehingga termasuk dalam kategori sangat baik.
2. Hasil uji efektivitas terhadap penggunaan bahan ajar matematika
berbasis Model Discovery Learning pada pokok bahasan SPLDV dalam
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dinilai efektif. Hal
tersebut dilihat dari terdapatnya peningkatan keterampilan berpikir kritis
siswa setelah manggunakan bahan ajar matematika berbasis Model
Discovery Learning dengan perhitungan N-gain sebesar 0,58.
103
Peningkatan keterampilan berpikir kritis ini memiliki katergori sedang.
Selain itu, persentase siswa yang mempunyai keterampilan berpikir
kritis mencapai 78%.
5.2 Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan bahan ajar matematika
berbasis Model Discovery Learning dibutuhkan untuk membantu guru dan
siswa dalam proses pembelajaran. Pengembangan bahan ajar ini membantu
mengatasi keterbatasan proses pembelajaran dengan menerapkan suatu model
pembelajaran tertentu. Bahan ajar ini dapat digunakan oleh guru maupun
siswa saat proses pembelajaran.
2. Implikasi Praktis
Data-data yang telah diperoleh dalam penelitian menunjukkan bahwa
peningkatan keterampilan berpikir kritis dalam kategori sedang. Berdasarkan
tanggapan terhadap kelayakan bahan ajar juga menunjukkan para ahli
validasi memberikan nilai yang sangat baik sehinga bahan ajar dapat
digunakan dalam pembelajaran.
5.3 Saran
1. Bahan ajar matematika berbasis Model Discovery Learning ini dapat
digunakan dalam pembelajaran pada materi SPLDV kelas VIII SMP/MTs
104
karena telah diuji cobakan dengan hasil yang baik.
2. Bahan ajar matematika berbasis Model Discovery Learning ini dapat
dikembangkan lebih lanjut dengan melakukan pembelajaran yang
menggunakan kelas pembanding agar kualitas bahan ajar ini benar- benar
teruji dalam hal pemanfaatannya.
3. Bahan ajar matematika berbasis Model Discovery Learning ini dapat
dikembangkan lagi dengan memperdalam materi SPLDV atau dengan
variasi materi lainnya agar lebih banyak bahan ajar yang dikembangkan
dengan materi yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Aksu, G. & Koruklu, N. 2015. Determination the effects of vocational high
school students’ logical and critical thinking skills on mathematic success.
Eurasian Journal of Educational Research, 59, 181-206
http://dx.doi.org/10.14689/ejer.2015.59.11
Alfiery. 2011. Does Discovery-Based Instruction Enhance Learning? JOURNAL
of Education Psycology. Vol. 103. No.1, 1-8
Amri, S. dan Ahmadi, I. K. 2010. Kontruksi Pengembangan Pembelajaran.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jendral
pendidikan Islam kementerian Agama.
Astuti, Hany Yuliana.2015. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Model
Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa SMA. Universitas Negeri Semarang
Borg, W. R. dan Gall, M. D. (1989). Educational Research An Introduction. New
York: Longman.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press.
Chomsins, Widodo dan Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis
Kompetensi. Jakarta: PT Elek Media Komputindo.
Clark, Cevin. R. 2015. The Effects of the Flipped Model of Instruction on Student
Engagement and Performance in the Secondary Mathematics Classroom.
Texas: Wichita Falls
Cruick Shank, D.R., Jenkins, D.B., & Mercalf, K.K .2006. The Act Of Teaching,
4th
Edition. New York : Mc Grow Hill
Daryanto. 2013. Strategi dan Tahapan Mengajar. Bandung : CV Yrama Widya.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
106
Depdiknas. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Dikmenum
Depdiknas.
Ennis, R.H. 1996. A Critical Tinking. New York: Freeman.
Erman, Suherman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA.
Evaluation of Educational Achievement (IEA). (2012). TIMSS 2011 international
results in mathematics. [Online]. Tersedia: http://timss.bc.edu/timss2011/-
downloads/T11_IR_M_Chapter1.pdf. [02 Juni 2015]
Facione, Peter A. 2015. Critical Thinking: What it is and Why it Counts. Insight
Assessment ISBN 13: 978-1-891557-07-1.
Faridah, Dadan. 2010. Efektivitas Metode Pembelajaran Discovery Learning
Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS Pada Siswa Kelas V.
Semarang: Tidak diterbitkan
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia
Hanafiah dan Suhana. 2012. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung : PT Rafika
Aditama
Ibrahim, Rama Pratiwi.2014. Meningkatkan Kemempuan Berpikir Kritis Siswa
Melalui Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran
Discovery Learning pada Materi Trigonometri, Universitas Gorontalo
Ilahi, M. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental Vocational Skill.
Yogyakarta: Diva PRESS.
Kemendikbud. 2012. Survey International TIMSS.[Online]. Tersedia:
http://litbang.kemendikbud.go.id/index.php/survei-international-timss.
Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun
2014 SMP. Jakarta: Depdiknas
Kowiyah. 2012. Keterampilan berpikir kritis. Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3,
No.5
Lestari, Ika. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi (Sesuai
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Padang: Akademi
Permata.
Muslich, Mansur. 2010. Text Book Writing. Yogyakarta: Ar-ruz Media.
National Council Of Teacher Of Mathematics (NCTM). 1991. Professional
Standard For Teaching Mathematic. NCTM. USA.
107
Pannen, Paulina dan Purwanto. 2001. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: Pusat Antar
Universitas Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional
Ditjen Dikti Dinas.
Prastowo, Andi. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.
Yogyakarta: Diva Press.
Riduwan. 2009. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta.
Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sabandar, Jozua. 2008. Thinking Classroom dalam pembelajaran matematika di
sekolah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana
Schunk, Daleh H. 2012. Teori Teori Pembelajaran : Perspektif Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Veermans, k. 2003. Intellegent Support For Discovery Learning. Netherland:
Tawenty University Press.
Widodo,C. Dan Jasmadi. 2008. Buku Panduan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta: PT
Elek Media Komputindo
Willis, Ratna. 2006. Teori Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT Gelora
Aksara Pratama
Wulandari, Yun Isni dkk. 2014. Implementasi Model Discovery Learning dengan
Pendekatan Saintifik untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan
Hasil Belajar Siswa. Surakarta : Universitas Sebelas Maret
Yusmanto. 2015. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning
Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Self
Confidence Siswa Kelas V SD. Bandung : UPI
Yunarti, Tina. 2009. Pengajaran Berpikir Kritis. Prosiding Seminar Nasional
Pembelajaran Matematika Sekolah, 6 Desember 2009 Jurusan Pendidikan
Matematika UNY.