14

Click here to load reader

Pengelolaan Sampah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengelolaan Sampah

Citation preview

Page 1: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 1 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

PENGELOLAAN SAMPAH PLASTIK

Sampah.... sampah... sampah... Makin hari makin menggunung. Sampah bahkan dapat

menjadi mimpi buruk. Masih ingat dengan peristiwa longsor sampah di TPA Leuwigajah 7

tahun lalu? Sampah mampu menewaskan 143 orang. Sampah jika tidak dikelola dengan baik

memang hanya akan menambah masalah.

Banyak tulisan mengupas tentang sampah. Semoga tulisan ini dapat memberi sumbangsih

dan menggugah kesadaran tentang pengelolaan sampah yang baik.

Bahan buangan makin hari makin bertambah banyak, hal ini erat berhubungan dengan jumlah

penduduk dan di satu pihak ruangan hidup manusia relatif tetap. Bahan buangan yang

seringkali disebut sebagai sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan dan tidak

dipakai setelah berakhirnya suatu proses atau aktivitas (Wikipedia, 2007). Proses terjadinya

sampah dapat digambarkan sebagai berikut (Soenhadji, 2005).

Gambar 2.4. Proses Terjadinya Sampah

1. Jenis Sampah

Penggolongan jenis sampah dapat didasarkan pada komposisi kimia, sifat mengurai,

mudah tidaknya terbakar, berbahaya, dan karakteristik (Soenhadji,. 2005).

Berdasarkan penggolongan komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi

sampah organik dan sampah anorganik. Sampah yang termasuk sampah organik

adalah sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah,

Manusia dan

Aktivitasnya

Lingkungan Hayati,

Nabati, Hewani

Sumber Daya Alam Sampah

Page 2: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 2 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

dan lain-lain, yang dapat mengalami pembusukan secara alami. Sampah anorganik

meliputi logam besi, kaleng, plastik, karet, botol, dan lain-lain, yang tidak dapat

mengalami pembusukan secara alami (Jala Sampah, 2004).

Sampah yang secara alami mudah terurai (degradable) dan sampah yang sukar terurai

(non-degradable) adalah penggolongan sampah didasarkan sifat mengurai.

Berdasarkan mudah tidaknya terbakar, maka sampah dibagi menjadi sampah yang

mudah terbakar (combustible), dan sampah yang sulit terbakar (non-combustible).

Demikian juga ada penggolongan sampah berbahaya dan sampah yang tidak

berbahaya. Bahan kimia, bekas alat medis dari rumah sakit dan radioaktif merupakan

sampah berbahaya (Soenhadji, 2005).

2. Komposisi Fisik Sampah

Susunan sampah secara fisik selain untuk pemilihan dan penggunaan alat

pengelolaan, dapat digunakan sebagai penjajagan dalam usaha pemanfaatan sumber

energi. Komponen sampah di daerah perkotaan umumnya terdiri dari (Soenhadji,

2005): 1) Sisa makanan; 2) Kertas; 3) Plastik; 4) Kaleng; 5) Sampah pekarangan; 6)

Kayu; 7) Debu; 8) Abu, dan sebagainya. Tentunya di berbagai kota bervariasi

menurut tempat, musim, tingkat sosial, ekonomi, jenis kegiatan masyarakat,

transportasi, pembangunan, dan faktor lainnya.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah

Produksi sampah akan selalu bertambah pada masa-masa mendatang. Di Indonesia,

laju kenaikan sampah diperkirakan lebih besar dari 1,4 % per tahun.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah adalah (Soenhadji, 2005;

WALHI, 2004) :

a. Jumlah penduduk dan kepadatannya

b. Tingkat aktivitas

c. Pola kehidupan/ tingkat sosial ekonomi

d. Letak geografi

e. Iklim

f. Musim

g. Kemajuan teknologi

Page 3: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 3 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

Pembungkusan plastik, perkembangan kemasan makanan dan obat mempengaruhi

jenis dan jumlah sampah.

A. SAMPAH DAPAT MENJADI MASALAH

Kesehatan seseorang maupun masyarakat merupakan masalah sosial yang selalu

berkaitan antara komponen-komponen yang ada di dalam masyarakat. Sampah sendiri

bila diamankan tidak berpotensi mempengaruhi lingkungan (Soenhadji, 2005). Namun

demikian, sering kita temui bahwa sampah tidak berada pada tempat yang menjamin

keamanan lingkungan sehingga mempunyai dampak terhadap kesehatan lingkungan.

Sampah yang kurang diperhatikan dapat berfungsi sebagai tempat berkembangnya

serangga atau hewan mengerat yang dikenal sebagai vektor penyakit menular. Di samping

itu sampah dapat menimbulkan pencemaran udara, air, dan tanah yang secara langsung

maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan. Timbulnya gas

metana dari tumpukan sampah akan memperbesar kemungkinan terjadinya peristiwa

kebakaran. Gas-gas amonia, karbondioksida, H2S yang dihasilkan dari dekomposisi

sampah organik akan menimbulkan bau yang tidak sedap sehingga mengganggu

pernapasan (Sutasurya, 2006).

Gas karbondioksida yang dihasilkan juga berperan sebagai gas rumah kaca. Menurut

Surtikanti (2006), gas rumah kaca (O3, CH4, NOX, CO2, CFC) yang ada di atmosfer akan

meneruskan gelombang pendek dari matahari yang mempunyai lamda antara 0,15 m

sampai 4 m diemisikan ke bumi. Radiasi matahari yang sampai ke bumi ini akan

dipantulkan kembali ke ruang angkasa. Pada waktu pengembalian emisi radiasi ke ruang

angkasa, gas rumah kaca menyerap panjang gelombang 4 – 120 m. Radiasi gelombang

panjang yang diserap gas rumah kaca akan diemisikan kembali ke bumi. Akibatnya

radiasi yang diterima di permukaan bumi makin bertambah dan suhu makin panas.

Secara fisik, sampah yang tak terurus dengan baik dapat mengganggu kelancaran lalu

lintas, dan akan mengganggu kenyamanan dan keindahan wilayah. Lebih jauh lagi

keadaan demikian akan menurunkan martabat bangsa.

Page 4: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 4 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

B. SAMPAH PLASTIK

Di balik praktis dan efisiennya, plastik memiliki kelemahan

yaitu tidak tahan panas dan dapat mencemari makanan atau minuman akibat migrasi

komponen monomer yang akan berakibat buruk terhadap kesehatan konsumen.

Bahannya, yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami juga dapat

mendatangkan masalah bagi lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.

Dr. Eng Agus Haryono, peneliti bidang teknologi proses dan

katalisi Puslit Kimia LIPI (Haryono, 2005), menjelaskan, di dalam plastik terkandung

lebih dari 10 ribu molekul. Dalam pembuatannya, terjadi proses polimerisasi. Di dalam

campuran tersebut, ada sebagian molekul yang tidak

tercampur secara sempurna atau berdiri sendiri. Ketika plastik dipanaskan, molekul yang

bebas itu akan mudah terlepas.

Kebanyakan plastik seperti PVC (poly vinyl chloride), agar tidak bersifat kaku dan rapuh

ditambahkan dengan suatu bahan pelembut (plastikizer) yang diambil dari kumpulan

flafat. Belakangan diketahui penggunaan bahan pelembut ini yang justru dapat

menimbulkan masalah kesehatan. Sebagai contoh, penggunaan bahan pelembut seperti

bifenil poliklorin (PCB) sekarang sudah dilarang pemakaiannya karena dapat

menimbulkan kematian jaringan dan kanker pada manusia (karsinogenik). Sedangkan

plastik PVC yang menggunakan pelembut jenis di(2-ethylhexyl) adipate (DEHA),

berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, dapat mengkontaminasi makanan dengan

mengeluarkan bahan pelembut ini ke dalam makanan. Berdasarkan data kajian yang

dijalankan terhadap hewan percobaan, DEHA dapat menggangu sistem reproduksi dan

menghasilkan janin yang cacat, selain mengakibatkan kanker. DEHA diduga mempunyai

karakter yang sama dengan hormon yang membawa sifat-sifat khas wanita, yaitu

estrogen.

Hadi (2005) dan Haryono (2005) menyatakan, terdapat 3 jenis plastik yang masih

diragukan keamanannya karena diduga mengandung unsur yang bersifat karsinogenik

serta mengandung dioksin yang berbahaya bagi kesehatan tubuh dan lingkungan hidup.

Ketiga jenis itu adalah polistiren, PVC, dan vinylidence chloride resin (VCR). Ketiga

jenis plastik ini misalnya plastik bening dan stirofom (misalnya kemasan mi instan gelas).

Page 5: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 5 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

Bagaimanapun, meski pihak produsen sudah mengupayakan agar

produk yang dibuatnya seaman mungkin, bukan tak mungkin pencemaran terhadap

makanan terjadi justru akibat ulah konsumennya sendiri yang salah ketika

menggunakannya. Misalnya, membiarkan piastik terkena suhu yang sangat panas.

Karena, semakin tinggi suhu semakin besar pula kecepatan perpindahan komponen

plastik ke dalam makanan atau minuman.

C. PENGELOLAAN SAMPAH

WALHI (2004) dan Jala Sampah (2004) mengemukakan, untuk menangani permasalahan

sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif-alternatif pengelolaan. Sampah

yang dibuang harus dipilah (Surtikanti, 2006), sehingga tiap bagian dapat dikomposkan

atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang

tercampur seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri harus mendesain ulang produk-

produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku

untuk semua jenis dan alur sampah.

Program-program sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil,

dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Khususnya sektor informal (tukang

sampah atau pemulung) merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan

sampah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen

utama dalam sistem penanganan sampah di negara berkembang. Salah satu contoh sukses

adalah zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil membuat suatu sistem pengumpulan dan

daur-ulang sampah yang mampu mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah yang

terkumpul dan mempekerjakan 40,000 orang (WALHI, 2004).

Sampah-sampah organik seharusnya dijadikan kompos, vermi-kompos (pengomposan

dengan cacing) atau dijadikan makanan ternak untuk mengembalikan nutirisi-nutrisi yang

ada ke tanah. Hal ini menjamin bahwa bahan-bahan yang masih bisa didaur-ulang tidak

terkontaminasi, yang juga merupakan kunci ekonomis dari suatu alternatif pemanfaatan

sampah. Daur-ulang sampah menciptakan lebih banyak pekerjaan per ton sampah

dibandingkan dengan kegiatan lain, dan menghasilkan suatu aliran material yang dapat

mensuplai industri.

Page 6: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 6 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

Hambatan terbesar daur-ulang, bagaimanapun, adalah kebanyakan produk tidak dirancang

untuk dapat didaur-ulang jika sudah tidak terpakai lagi. Hal ini karena selama ini para

pengusaha tidak mendapat insentif ekonomi yang menarik untuk melakukannya.

Perluasan Tanggungjawab Produsen (Extended Producer Responsibility - EPR) adalah

suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali produk-

produk dan kemasannya. Kebijakan ini memberikan insentif kepada mereka untuk

mendisain ulang produk mereka agar memungkinkan untuk didaur-ulang, tanpa material-

material yang berbahaya dan beracun. Penerapan hal-hal yang telah disebutkan

sebelumnya merupakan sistem-sistem alternatif yang mampu menggantikan fungsi-fungsi

landfill atau insinerator.

Prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian misalnya dengan menerapkan

Prinsip 4R yaitu (WALHI, 2004):

Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material

yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak

sampah yang dihasilkan.

Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai

kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang).

Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.

Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna

lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah

banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah

menjadi barang lain.

Replace (Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang

yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah

agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya,

ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan

styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.

Page 7: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 7 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

D. PEMBAKARAN SAMPAH MENGUNAKAN INCINERATOR

Incinerator merupakan alat yang dirancang khusus untuk membakar sampah yang tidak

dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Berikut adalah contoh incinerator yang

dipergunakan oleh negara-negara di dunia (Batterman, 2004; PATH, 2004a).

Incinerator yang dibuat dari batu bata dan beberapa logam ini dirancang JD Pickens, dari

Universitas De Monfront, Inggris dan telah diperkenalkan di beberapa wilayah, yaitu

Afrika Timur dan Barat, Kosovo, Sri Lanka, dan lain-lain. Untuk membuat sendiri

Gambar 2.5.

Incinerator De Monfort

Gambar 2.6.

Bagian-bagian

Incinerator De Monfort

Page 8: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 8 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

incinerator seperti De Montfront menghabiskan biaya 1500-2000 dolar (Batterman,

2004).

PATH (2006a) mengemukakan, jika masih dalam kondisi baru dan dioperasikan serta

dipelihara dengan tepat, incinerator ini dapat bekerja dalam suhu tinggi (700- 800 derajat

Celcius). Struktur incinerator dirakit dan dibangun menggunakan semen dan logam.

Tidak ada peralatan khusus yang diperlukan. Incinerator memiliki kamar pembakaran

primer dan sekunder. Zona pembakaran primer berada dekat pintu depan. Pintu ini untuk

memindahkan abu, menyalakan api. Sampah dimasukkan melalui pintu di atas kamar

primer. Pintu ini memasukkan udara, memungkinkan operator menyalakan api dan

memindahkan abu. Sampah dijatuhkan melalui pintu muatan di atas kamar primer.

Incinerator harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum sampah dimasukkan, sekira 30

menit atau lebih.

Kamar kedua- yang tidak terjangkau operator- terpisah dari kamar primer oleh kolom

batu bata. Udara tambahan dimasukkan ke dalam kamar kedua melalui bagian kecil yang

terbuka pada bagian bawah dari dinding bagian belakang kamar kedua. Udara bercampur

dengan gas dari kamar primer dan menyebabkan pembakaran kedua. Sebuah kontrol

untuk mengatur panas dan waktu pembakaran berada di bagian bawah cerobong dan

mengontrol gas dalam cerobong. Suatu pipa pada bagian leher cerobong mengindikasikan

sampah seharusnya dimasukkan. Cerobong udara bertinggi 4 meter, melepaskan gas ke

atmosfer.

Sampai saat ini di negara-negara berkembang menggunakan incinerator merupakan solusi

terbaik dalam membakar sampah, daripada membakarnya langsung di area terbuka

(WHO, 2006). Namun ternyata penggunaan incinerator tidak menyelesaikan semua

masalah, justru tanpa disadari pembakaran sampah dengan menggunakan incinerator

malah menimbulkan permasalahan baru bagi lingkungan, yaitu pencemaran udara dan

tanah. Pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel

kecil/aerosol) ke dalam udara. Masuknya zat pencemar ke dalam udara dapat secara

alamiah, misalnya asap kebakaran hutan, akibat gunung berapi, debu meteorit dan

pancaran garam dari laut; juga sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia,

misalnya akibat aktifitas transportasi, industri, pembuangan sampah, baik akibat proses

dekomposisi ataupun pembakaran serta kegiatan rumah tangga (Soedomo, 2001).

Page 9: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 9 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

Bila sampah yang dibakar mengandung PVC, maka akan menghasilkan dioksin dan

furans. Hal ini banyak sekali mendapatkan perhatian dari para ahli. Kondisi umum yang

diperlukan untuk pembentukan dioksin adalah adanya abu, klorin organik dan anorganik,

ion logam, dan range suhu incinerator 205-450 derajat Celcius (Batterman, 2004). Namun

WHO (2006) menyatakan bahwa dioksin dapat terbentuk jika suhu pembakaran di bawah

800 derajat Celcius.

Dioksin dan furans yang dihasilkan akan mengkontaminasi pekerja yang mengoperasikan

incinerator dan orang yang bekerja di dekatnya. Mereka akan terpapar secara langsung

melalui pernapasan. Hal ini yang disebut jalur paparan langsung. Jika polutan udara

tersebut tertimbun di tanah, vegetasi dan air, maka disebut paparan tidak langsung

melalui pencernaan makanan atau air. Dengan kata lain, dioksin ditranspor terutama

melalui udara dan terkumpul dipermukaan tanah, bangunan, jalanan, kaki lima, air dan

daun daunan. Batterman (2004) mengemukakan jalur paparan dioksin berikut ini.

Gambar 2.7. Jalur Paparan Dioksin

Page 10: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 10 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

Dioksin adalah istilah yang umum dipakai untuk salah satu keluarga bahan kimia beracun

yang mempunyai struktur kimia yang mirip serta mekanisma peracunan yang sama

(Batterman, 2004). Keluarga bahan kimia beracun ini termasuk (a) Tujuh Polychlorinated

Dibenzo Dioxins (PCDD); (b) Duabelas Polychlorinated Dibenzo Furans (PCDF); dan (c)

Duabelas Polychlorinated Biphenyls (PCB).

PCDD dan PCDF bukanlah produk kimia yang dikomersilkan, tetapi produk sampingan

yang secara tidak sengaja terjadi didalam banyak proses pembakaran dan beberapa proses

industri kimia. PCB dengan sengaja diproduksi secara komersil dalam jumlah besar

sampai produksi tersebut dilarang ditahun 1977. Dioksin bersifat ada terus menerus

(persistent) dan terakumulasi secara biologi (bioaccumulated), dan tersebar didalam

lingkungan dalam konsentrasi yang rendah. Tingkat konsentrasinya rendah, sampai parts

per trillion (satu per 10 pangkat 12), terakumulasi sepanjang kehidupan dan ada terus

bertahun-tahun, walaupun tidak ada penambahan lagi ke dalam lingkungan.

Dioksin termasuk ke dalam kelas bahan yang bersifat karsinogen (yang menyebabkan

kanker). Efek samping dioksin terhadap binatang adalah perubahan sistim hormon,

perubahan pertumbuhan janin, menurunkan kapasitas reproduksi, dan penekanan terhadap

sistim kekebalan tubuh. Efek samping dioksin terhadap manusia adalah perubahan kode

keturunan (marker) dari tingkat pertumbuhan awal dari hormon. Pada dosis yang lebih

besar bisa mengakibatkan sakit kulit yang serius yang disebut `chloracne.'

Dioksin banyak dikeluarkan oleh sumber-sumber sebagai berikut (Sumaiku, -):

Tempat pembakaran sampah perumahan (Municipal Waste Combustor/ incinerator).

Incinerator De Monfront menghasilkan 20 nanogram Toxicity Equivalent / m3

sampah plastik (WHO, 2006b)

Pembakaran sampah rumah tangga di pekarangan/udara terbuka

Pemakaian kayu bakar untuk masak

Kebakaran hutan

Tempat pembakaran bekas alat-alat kedokteran

Peleburan tembaga tahap kedua

Tempat pengeringan semen di pabrik semen

Pembangkit listrik tenaga batubara

Pemutihan (dengan bahan khlor) bubur kayu dipabrik pembuatan kertas

Page 11: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 11 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

WHO (2006b) telah menetapkan intake dioksin, furans dan PCB setiap bulannya yang

masih dapat ditoleransi manusia (Provosional Tolerable Monthly Intake/PTMI), yaitu

sebesar 70 pikogram/kg berat tubuh. PTMI ini merupakan perkiraan jumlah zat kimia per

bulan yang dapat dihirup/dicerna tanpa adanya resiko terhadap kesehatan. Hampir seluruh

paparan dioksin dan furans melalui rantai makanan, sehingga PTMI mewakili paparan

kumulatif dari dioksin dan furans dari berbagai sumber, termasuk makanan dan air.

Disamping dioksin dan furan, pembakaran sampah juga menimbulkan kabut asap yang

tebal yang mengandung bahan bahan lainnya seperti partikel debu yang kecil-kecil yang

biasa disebut particulate matter (PM) serta bahan-bahan racun lainnya (Sumaiku, -).

Particulate Matter ini bisa berukuran 10 mikron (kira-kira sama dengan rambut kita yang

dibelah tujuh), biasa disebut PM10. Alat saring pernafasan kita tidak sanggup menyaring

PM10 ini, sehingga PM10 ini bisa masuk kedalam paru-paru kita dan bisa mengakibatkan

sakit gangguan pernafasan (asma dan paru paru)

Asap Abu atau asap hitam mengindikasikan pembakaran yang buruk dan suhu yang

rendah (Batterman, 2004).

Gambar 2.8. dan 2.9.

Asap yang Dihasilkan dari Pembakaran Incinerator De Monfort

Tingginya emisi dapat disebabkan beberapa alasan (Batterman, 2004):

- konstruksi incinerator yang tidak benar

- pengoperasian yang tidak benar, kurangnya pelatihan yang diberikan pada pekerja

Page 12: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 12 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

- pembakaran yang salah, yaitu temperatur yang rendah <800 C, dan waktu penempatan

yang pendek (di bawah 1 detik)

- kurangnya monitoring. Isyarat visual terkadang digunakan, tapi suhu dan parameter

lainnya tidak secara langsung dimonitor.

- Pemeliharaan yang tidak cukup.

- Ketiadaan kontrol polusi.

WHO (2006a) memberikan pedoman mengenai incinerator agar dapat meminimalisir

pembentukan polusi udara yang akan membahayakan kesehatan lingkungan.

1. Mereduksi sampah secara efektif dan pemilahan sampah, yakinkan bahwa sampah

yang tepatlah yang harus dibakar.

2. Menempatkan incinerator jauh dari pemukiman atau area pertanian dan peternakan

agar dapat meminimalisir paparan yang beresiko. Lapangan terbuka atau puncak bukit

tanpa adanya pohon dan vegetasi tinggi lebih disarankan. Lembah, area perkayuan

seharusnya dihindari karena cenderung mengalirkan angin.

3. Merancang incinerator yang tepat, pastikan bahwa pembakaran dilakukan pada

kondisi yang tepat, yaitu waktu dan suhu pembakaran yang tepat, juga meminimalisir

sampah yang tidak tuntas dibakar.

4. Pembuatan incinerator harus dikaji dari berbagai dimensi, misalnya emisi pembakaran

yang akan dihasilkan.

5. Pengoperasian yang tepat. Pengoperasian saat menyalakan dan mematikan alat yang

tepat, menggunakan bahan bakar dan sampah yang sesuai untuk menjaga temperatur

yang tepat, memastikan pembuangan abu yang tepat, dan peralatan perlindungan bagi

pekerja.

6. Perawatan secara periodik dan inspeksi secara berkala.

Page 13: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 13 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

DAFTAR PUSTAKA

Batterman, Stuart. (2004). Water, Sanitation and Health Protection of the Human

Environment. [Online]. Tersedia:

www.who.int/immunization_safety/publications/waste_management/en/assessment_S

SIs.pdf. [8 Maret 2007]

Hadi, Sapto. (2005). Ancaman Polimer Sintetik Bagi Kesehatan Manusia. [Online]. Tersedia:

http://www.chem-is-try.org/index.php?sect=artikel&ext=69. [8 Maret 2007]

Haryono, Agus (2005). Plastik Diciptakan untuk Membuat Hidup Lebih Praktis, Namun

Ketidakmengertian Kita Menjadikannya Racun Mematikan. [Online]. Tersedia:

http://mail.kimia.lipi.go.id/index.php?pilihan=berita&id=1&PHPSESSID=e91512398

98b63f9433edc2fd1dea7. [8 Maret 2007]

Jala Sampah. (2004). Pengertian Sampah. [Online]. Tersedia: http://www.jala-

sampah.or.id/index.htm. [8 Maret 2007]

Nn. (2007, 22 Februari). Warga Tetap Tolak TPA Leuwigajah Diaktifkan Lagi. Pikiran

Rakyat [Online], halaman -. Tersedia: http://www.pikiran-

rakyat.com/cetak/2007/022007/22/0209.htm#atas. [8 Maret 2007]

Nn.. (2006). Incinerator. [Online]. Tersedia:

http://www.ukgardensupplies.co.uk/acatalog/info_32.html. [8 Maret 2007]

PATH. (2004a). Managing Health Care Waste Disposal, How to use the waste disposal unit

(incorporating the De Montfort incinerator). [Online]. Tersedia:

www.afro.who.int/iss/operators_manual.pdf [8 Maret 2007]

PATH. (2004b). Health care waste disposal Guidelines on How to Construct, Use, and

Maintain a Disposal Unit. [Online]. Tersedia:

www.afro.who.int/iss/waste_disposal.pdf. [8 Maret 2007]

Soedomo, Moestikahadi. (2001). Pencemaran Udara Kumpulan Karya Ilmiah. Bandung:

Penerbit ITB.

Soenhadji, Soedjono. (2005). Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Penerbit Universitas

Terbuka.

Sumaiku, Yohan. (-). Apa Akibatnya Dari Pembakaran Sampah di Pekarangan Rumah

Tangga dan Pembakaran/Kebakaran Hutan Terhadap Kesehatan. [Online]. Tersedia:

http://www1.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/sehat/sampah.htm. [8 Maret 2007]

Surtikanti, Hertien. (2003). Modul Biologi Lingkungan Panduan untuk mahasiswa

Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Page 14: Pengelolaan Sampah

http://gitabiology.blogspot.com Halaman 14 Gita Nurul Puspita, M. Pd.

Sutasurya, David. (2006). Dampak ‘Tipuan’ dari Sampah. [Online]. Tersedia:

http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1781. [8 Maret 2007]

WALHI. (2004). Mengelola Sampah, Mengelola Gaya Hidup. [Online]. Tersedia:

http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/sampah/peng_sampah_info/ . [8 Maret

2007]

WHO. (2006a). Waste Management - WHO policy and activities. [Online]. Tersedia:

http://www.who.int/immunization_safety/waste_management/update/en/index.html.

[8 Maret 2007]

WHO. (2006b). Environmental impact of incineration. [Online]. Tersedia:

http://www.who.int/immunization_safety/waste_management/update/en/index5.html.

[8 Maret 2007]

Wikipedia. (2007). Sampah. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah#Jenis-

jenis_sampah. [8 Maret 2007]