12
1 PENGELASAN BUSUR TUNGSTEN PADA BLADE BAJA TAHAN KARAT 316L UNTUK TURBO CHARGER VTR 400 Ahmad Sepri Imron / 20406545 Industrial Technology Faculty, Mechanical Engineering Major ABSTRACT Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) is a process of melt and combine metals by heating the metal by the arc that is placed between the tungsten electrode and the metal. In this study, conducted to determine the micro structure and hardness of materials stainless steel or stainless steel. In this study two types of testing, that is testing of metallographic and hardness Vickers hardness testing. 316L stainless steel material has a microstructure of austenite phase (γ) and phase ferlite (δ). In the welding of 316L stainless steel material connection using GTAW welding connection 90 ampere produces a good surface without the occurrence of welding cracks or paint on the weld seam area. As for welding which uses 100 and 120 amperes have surface defects in the form of cracks in the weld seam weld area. As for the hardness test hardnes SS 316L stainless steel material that has a hardness value of the loudest in the area of welded joints or weld seam area of welding welding welding connection that uses 120 amperes with an average value of 156.3 HV hardness and the highest of the six traces on wel metal area is 172.3 HV in traces in to two. Based on reference analysis and material testing. fault or material damage to the welding of stainless steel and stainless steel material connection traces hardness values obtained on the hardest material fault or damage is due to attachment of a stainless steel exhaust and flue gas temperatures are high on stainless steel with a long time in addition to the adhesion of the flue gas with a long time affects the strength, tenacity and hardness. Key word : Turbo Charger VTR 400, Mikrostruktur, Kekerasan.

PENGELASAN BUSUR TUNGSTEN PADA BLADE BAJA …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/918/1/20406054.pdf · testing of metallographic and hardness Vickers hardness testing

  • Upload
    vothu

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

PENGELASAN BUSUR TUNGSTEN PADA BLADE BAJA TAHAN

KARAT 316L UNTUK TURBO CHARGER VTR 400

Ahmad Sepri Imron / 20406545

Industrial Technology Faculty, Mechanical Engineering Major

ABSTRACT

Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) is a process of melt and combine metals by

heating the metal by the arc that is placed between the tungsten electrode and the

metal. In this study, conducted to determine the micro structure and hardness of

materials stainless steel or stainless steel. In this study two types of testing, that is

testing of metallographic and hardness Vickers hardness testing. 316L stainless

steel material has a microstructure of austenite phase (γ) and phase ferlite (δ). In

the welding of 316L stainless steel material connection using GTAW welding

connection 90 ampere produces a good surface without the occurrence of welding

cracks or paint on the weld seam area. As for welding which uses 100 and 120

amperes have surface defects in the form of cracks in the weld seam weld area. As

for the hardness test hardnes SS 316L stainless steel material that has a hardness

value of the loudest in the area of welded joints or weld seam area of welding

welding welding connection that uses 120 amperes with an average value of 156.3

HV hardness and the highest of the six traces on wel metal area is 172.3 HV in

traces in to two. Based on reference analysis and material testing. fault or

material damage to the welding of stainless steel and stainless steel material

connection traces hardness values obtained on the hardest material fault or

damage is due to attachment of a stainless steel exhaust and flue gas temperatures

are high on stainless steel with a long time in addition to the adhesion of the flue

gas with a long time affects the strength, tenacity and hardness.

Key word : Turbo Charger VTR 400, Mikrostruktur, Kekerasan.

2

PENGELASAN BUSUR TUNGSTEN PADA BLADE BAJA TAHAN

KARAT 316L UNTUK TURBO CHARGER VTR 400

Ahmad Sepri Imron / 20406545

Industrial Technology Faculty, Mechanical Engineering Major

ABSTRAKSI

Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) adalah sebuah proses mencairkan dan

menggabungkan logam dengan memanaskan logam melalui busur yang dipasang

antara elektroda tungsten dan logam. Dalam penelitian ini, dilakukan untuk

mengetahui struktur micro dan kekerasan material baja tahan karat atau stainless

steel. Pada penelitian ini dilakukan dua jenis pengujian, yaitu: pengujian

metalografi dan pengujian kekerasan hardness vickers . material stainless steel

316L mempunyai struktur mikro berupa fasa austenite (γ) dan fasa ferlite (δ).

Pada pengelasan sambungan material stainless steel 316L dengan menggunakan

pengelasan GTAW 90 ampere menghasilkan sambungan permukaan yang baik

tanpa terjadinya retakan atau cat las pada daerah kampuh las. Sedangkan untuk

pengelasan yang menggunakan 100 dan 120 ampere mengalami cacat permukaan

las berupa retakan pada daerah kampuh las. Sedangkan untuk uji kekerasan

hardnes material stainless steel SS 316L yang memiliki nilai kekerasan yang

paling keras pada daerah sambungan las atau daerah kampuh las yaitu

pengelasan sambungan las yang menggunakan pengelasan 120 ampere dengan

nilai rata-rata kekerasan 156.3 HV dan nilai jejakan tertinggi dari enam jejakan

pada daerah logam lasnya yaitu 172.3 HV pada jejekan ke dua. Berdasarkan

analisa dan data pengujian material. patahan atau kerusakan material stainless

steel dan pada pengelasan sambungan material stainless steel nilai jejejakan

kekerasan paling keras diperoleh pada material patahan atau kerusakan stainless

steel ini dikarenakan melekatnya gas buang dan temperature gas buang yang

tinggi pada stainless steel dengan waktu yang lama di samping itu dengan

melekatnya gas buang dengan waktu yang lama mempengaruhi kekuatan,

keuletan dan kekerasan.

Kata kunci : Turbo Charger VTR 400, Mikrostruktur, Kekerasan.

PENDAHULUAN

Turbocharger salah satu

komponen yang banyak

dikembangkan didalam dunia

otomotif yang banyak dimanfaatkan

baik ditranportasi darat, laut dan

udara. Turbocharger memanfaatkan

tekanan exhaust untuk memutar

turbin yang akan mendorong masuk

udara ke dalam intake, yang

selanjutnya udara yang terdorong

oleh turbin tersebut bersama bahan

bakar di kirim keruang bakar.

Dengan demikian fungsi

turbocharger memaksa udara dan

bahan bakar yang masuk ke dalam

ruang bakar menjadi lebih banyak

sehingga pembakaranpun akan

terjadi lebih besar.

2

Karena turbocharger selalu

terkena panas, maka akan menjadi

sangat rawan untuk terjadinya

kerusakan pada bantalan dan blade

yang sering mengalami kerusakan

seperti pada turbocharger VTR 400

yang di pergunakan pada kapal laut.

Blade turbocharger yang

menggunakan bahan baja tahan karat

(stanless steel 316L) juga mengalami

kerusakan akibat temperature dan

tekanan yang besar. Disinilah factor

material bahan sangat menentukan

ketahanan blade.

LANDASAN TEORI

Baja Tahan Karat (Stainless Steel)

Baja stainless merupakan baja

paduan yang mengandung minimal

10,5% Cr. Sedikit baja stainless

mengandung lebih dari 30% Cr atau

kurang dari 50% Fe. Daya tahan

Stainless Steel terhadap oksidasi

yang tinggal di udara dalam suhu

lingkungan biasanya dicapai karena

adanya tambahan minimal 13% (dari

berat) krom. Krom membentuk

sebuah lapisan tidak aktif

Kromium(III) Oksida (Cr2O3) ketika

bertemu oksigen. Lapisan ini terlalu

tipis untuk dilihat, sehingga

logamnya akan tetap berkilau.

Logam ini menjadi tahan air dan

udara, melindungi logam yang ada di

bawah lapisan tersebut. Fenomena

ini disebut Passi vation dan dapat

dilihat pada logam yang lain, seperti

pada alumunium dan titanium. Pada

dasarnya untuk membuat besi yang

tahan terhadap karat, krom

merupakan salah satu bahan paduan

yang paling penting. Untuk

mendapatkan besi yang lebih baik

lagi, dintaranya dilakukan

penambahan beberapa zat- zat

berikut, Penambahan Molibdenum

(Mo) bertujuan untuk memperbaiki

ketahanan korosi pitting dan korosi

celah Unsur karbon rendah dan

penambahan unsur penstabil karbida

(titanium atau niobium) bertujuan

menekan korosi batas butir pada

material yang mengalami proses

sensitasi. Penambahan kromium (Cr)

bertujuan meningkatkan ketahanan

korosi dengan membentuk lapisan

oksida (Cr2O3) dan ketahanan

terhadap oksidasi temperatur tinggi.

Penambahan nikel (Ni) bertujuan

untuk meningkatkan ketahanan

korosi dalam media pengkorosi

netral atau lemah. Nikel juga

meningkatkan keuletan dan mampu

bentuk logam. Penambahan nikel

meningkatkan ketahanan korosi

tegangan. Penambahan unsur

molybdenum (Mo) untuk

meningkatkan ketahanan korosi

pitting di lingkungan klorida. Unsur

aluminium (Al) meningkatkan

pembentukan lapisan oksida pada

temperature tinggi.

Sturktur Baja Tahan Karat

Memperhatikan unsur Cr, yang

menjadi komponen utama pada baja

tahan karat, diagram fasa Fe-Cr di

tunjukkan pada Gambar. 2.1. Cr

dapat larut dalam besi memperluas

daerah α (ferritik). Dalam baja

dengan 12%Cr pada temperatur di

atas 900°C terjadi fasa γ (austenitik).

Dalam paduan yang nyata, C dan N

juga terkandung, jadi fasa γ diperluas

ke daerah yang mempunyai

konsentrasi Cr lebih tinggi. Baja

tahan karat 12%Cr biasa dipakai,

diaustenitkan dari 900 sampai

1000°C tergantung kadar C nya, dan

dicelup dingin pada minyak.

Sehingga mempunyai struktur

martensitik ia menjadi baja tahan

karat.

3

Dari Gambar. 2.1 baja 18%Cr

seharusnya mempunyai fasa α

dimulai dari temperatur pembekuan

sampai temperatur kamar, tetapi

karena sebenarnya mengandung

0,03-0,10%C dan 0,01-0,02%N,

maka kira-kira di atas 930°C

terbentuk fasa γ. Oleh karena itu

perlakuan panas untuk mendapatkan

fasa α dilakukan di bawah 850°C,

baja ini dinamakan baja tahan karat

ferrliitik.

Struktur baja 18%Cr-8%Ni adalah

struktur dua fasa dari fasa α+γ dalam

keseimbangan, tetapi kenyataannya

pada kira-kira 1050°C seluruhnya

menjadi austenitik dan setelah

pendingan dalam air atau dalam

udara fasa γ terbentuk pada

temperatur kamar sukar

bertransformasi ke fasa α, baja ini

dinamakan baja tahan karat

austenitik. Fasa γ merupakan fasa

metastabil, sebagai contoh kalau

diadakan deformasi plastik bisa

terjadi transformasi martensitik.

Kalau baja dipergunakan dalam

bentuk austenitik maka perlu

diadakan perlakuan panas untuk

membentuk austenitik tadi setelah

deformasi plastik, atau perlu dipakai

baja yang mengandung lebih banyak

Ni untuk memberikan kestabilan

pada fasa austenitik.

Gambar. 2.1 Diagram fasa Fe-Cr. [1]

Pengelasan GTAW Baja Tahan

Karat (Stainless Steel)

Klasifikasi Baja Tahan Karat

1) Bajatahan karat jenis martensitik

Baja ini adalah siklus pemanasan

dan pendinginan selama proses

pengelasan akan membentuk

martensitik yang keras dan getas

sehingga sifat mampu-lasnya kurang

baik. Dalam mengelas baja tahan

karat jenis ini harus diperhatikan dua

hal yaitu: pertama harus diberikan

pemanasan mula sampai suhu antara

200 dan 400°C dan suhu antara

pengelasan lapisan harus ditahan

jangan terlalu dingin dan kedua

segera setelah selesai pengelasan

suhunya harus ditahan antara 700

samapai 800°C untuk beberapa

waktu.

2) Baja tahan karat jenis ferritik

Baja tahan karat jenis ferrlitik

sangat sukar mengeras, tetapi

butirnya mudah menjadi kasar yang

menyebabkan ketangguhan dan

keuletannya menurun. Pengelasan

biasanya terjadi pada pendinginan

lambat dari 600°C ke 400°C. Karena

sifatnya ini maka pada pengelasan

baja ini harus dilakukan pemanasan

mula antara 70 samapai 100°C untuk

menghindari retak dingin dan

pendinginan dari 600°C ke 400°C

harus terjadi dengan cepat untuk

menghidari penggetasan seperti

diterangkan diatas.

3) Baja tahan karat jenis austenitik

Baja tahan karat jenis ini

mempunyai sifat mampu las yang

lebih baik bila dibandingkan dengan

kedua jenis yang lainnya. Tetapi

walaupun demikian pada

pendinginan lambat dari 680°C ke

480°C akan terbentuk karbid khrom

yang mengendap di antara butir,

seperti yang ditunjukkan dalam

Gambar. 2.11, endapan ini terjadi

4

pada suhu sekitar 650°C dan

menyebabkan penurunan sifat tahan

karat dan sifat mekaniknya.

Gambar. 2.11 Endapan Antar Butir

Karbid Khrom dari Baja 18Cr-8Ni [5]

Las Gas Arc Tungsten Wellding

(GTAW)

Gas Tungsten Arc Welding

(GTAW) adalah sebuah proses

mencairkan dan menggabungkan

logam dengan memanaskan logam

melalui busur yang dipasang antara

elektroda tungsten dan logam, seperti

yang ditunjukkan pada Gambar.

2.14. Torch elektroda tungsten

terhubung ke silinder gas pelindung

dan juga terhubung ke salah satu

terminal dari sumber daya, seperti

yang di tunjukkan pada Gambar. 2.14a. Elektorda tungsten biasaya

terhubung dengan sebuah pendingin

melalui pipa air tembaga, yang

disebut contact tube, seperti

ditunjukkan pada Gambar. 2.14b.

Hal ini bertujuan agar pada saat

pengelasan arus dari sumber listrik

untuk memasukkan elektroda dan

elektroda yang akan didinginkan

dijaga agar tidak terlalu panas.

Selanjutnya agar dapat terjadi arus

listrik maka ujung terminal lainnya

dihubungkan ke benda kerja. Gas

pelindung melewati body torch dan

diarahkan oleh sebuah nosel ke

kolam las untuk melindungi dari

udara sehingga model perlindungan

dari udara ini jauh lebih baik dari

pada GTAW. Gas yang biasanya

digunakan sebagai pelindung adalah

argon atau helium.

PROSEDUR PENELITIAN

Diagram Alir Penelitian

Diagram pada gambar 3.1

menggambarkan langkah suatu

proses yang dilakukan dalam

melakukan metode penelitian

sehingga memperoleh hasil dari

penelitian yang sesuai dengan

literatur pustaka. Langkah-langkah

5

prosesnya berupa yaitu terminal yang

menyatakan mulai dan selesai dari

suatu proses, pengolahan yang

menyatakan suatu proses yang

berlangsung, dan keputusan untuk

menyatakan dalam mengambil

keputusan dari proses yang telah

diolah dengan cara membandingkan.

Bahan Percobaan

Bahan yang dipakai yaitu paduan

stainless steel yang terdiri dari fasa

utama Chrom dan paduan lain yang

terdistribusi pada matrik stainless

steel. Bahan paduan stainless steel

yang digunakan dalam penelitian ini

adalah SS-316L. Komposisi paduan

tersebut ditunjukkan pada tabel 3.1

Tabel 3.1 Komposisi Paduan

SS-316L [5]

Material / Partikel Penambah

Material/partikel penambah

ditambahkan pada proses pengelasan

pada bagian persambungan antara

kedua specimen, dengan terlebih

dahulu dibuat takik sebesar 450

dengan kedalaman takik 1,5 mm,

atau ½ dari tinggi pin perkakas las.

3.1 Proses Pengelasan Specimen

Proeses Pengelasan Specimen

Pada proses ini material stainless

steel atau baja tahan karat austenitik

yang telah dipotong sebanyak 3

bagian pada permukaannya

sepanjang 15 mm, diletakan pada

meja las atau ragum dengan posisi

pengelasan sambungan temu (Butt

Joint). Selanjutnya dilas GTAW

sampai kedua bagian potongan

specimen tersambung. Proses

pengelasan dilakukan dengan tiga

jenis ampere yang berbeda untuk tiap

permukan potongan, potongan

pertama dilas dengan 90 ampere,

potongan kedua dilas dengan 100

ampere dan yang ketiga 120 ampere.

6

Logam Induk baja tahan karat

atau Stainless Steel SS 316L

Sambungan las terdiri dari bagian-

bagian paduan induk (base metal),

pengaruh panas (heat affected zone)

dan logam lasan (metal wellding).

Dua bagian pertama dan bagian

pengelasan GTAW terlihat pada

sambungan las paduan stainless steel.

Berdasarkan hasil penelitian

pembentukan sambungan las di

proleh fasa utama larutan padat

austenitik γ dengan besar diameter

batas butir 12,3μm sehingga pada

struktur micro dapat terlihat fasa

yang terkandung.

Struktur Mikro Paduan Stainless

Steel SS 316L Setelah Dilakukan

Pengelasan 90 Ampere

Struktur mikro hasil proses

pengelasan diamati pada beberapa

bagian sesuai dengan pemetaan pada

gambar 4.6, bagian-bagian tersebut

antara lain; (a) logam induk (base

metal), (b) transisi/pengaruh panas

(heat affected zone) , (c) pengelasan

logam las (Metal wellding).

Ukuran batas butir untuk material

pengelasan 90 ampere di peroleh

diameter pada daerah transisi/heat

affected zone 15,4μm dan untuk

diameter daerah metal wellding

20μm besar batas butirnya

menandakan terjadinya korosi batas

butir.

Struktur Mikro Paduan Stainless

Steel SS 316L Setelah Dilakukan

Pengalasan 100 Ampere

Struktur mikro hasil proses

pengelasan diamati pada beberapa

bagian sesuai dengan pemetaan pada

gambar 4.7, bagian-bagian tersebut

antara lain; (a) logam induk (base

metal), (b) pengaruh panas (heat

affected zone) , (c) pengelasan logam

las (Metal wellding).

7

Ukuran batas butir untuk material

pengelasan 100 ampere di peroleh

diameter pada daerah transisi/heat

affected zone 16,9μm dan untuk daerah metal wellding batas butirnya

tidak beraturan dan tidak sempurna

batas butirnya, di sini terlihat

terjadinya retakan menandakan

terjadinya korosi batas butir yang

lebih parah dari pengelasan 90

ampere.

Struktur Mikro Paduan Stainless

Steel SS 316L Setelah Dilakukan

Pengalasan 120 Ampere

Struktur mikro hasil proses

pengelasan diamati pada beberapa

bagian sesuai dengan pemetaan pada

gambar 4.8, bagian-bagian tersebut

antara lain; (a) logam induk (base

metal), (b) pengaruh panas (heat

affected zone), (c) pengelasan logam

las (Metal wellding).

Ukuran batas butir untuk material

pengelasan 120 ampere di peroleh

diameter pada daerah transisi/heat

affected zone 21,5μm dan untuk

daerah metal wellding batas butirnya

tidak beraturan dan tidak sempurna

batas butirnya, di sini terlihat

terjadinya retakan menandakan

terjadinya korosi batas butir yang

lebih parah dari pengelasan 90, 100

ampere.

8

Struktur Mikro Paduan Stainless

Steel SS 316L Pada Kerusakan

atau Pada Patahan.

Struktur mikro hasil proses

pengelasan diamati pada beberapa

bagian sesuai dengan pemetaan pada

gambar 4.9, bagian-bagian tersebut

antara lain; (a) logam induk kiri

(base metal left), (b) logam induk

tengah (base metal center), (c) logam

induk kanan (base metal right).

Ukuran batas butir untuk material

kerusakan atau pada bagian patahan

pada base metal left batas butirnya

tidak beraturan dan tidak sempurna

batas butirnya, di sini terlihat

terjadinya retakan menandakan

terjadinya korosi batas butir, pada

daerah base metal center besar

daerah batas butirnya 26,2μm dan

pada base metal right besar daerah

batas butirnya 12,3μm.

Uji Kekerasan Mikro Vickers

Kekerasa Sambungan Las Baja

Tahan Karat SS 316L

Untuk mengetahui tingkat

kekerasan dari tipa-tiap specimen

hasil pengelasan GTAW (gas

tungsten arc welding), maka

dilakukan pengujian yang dilakukan

pada sambungan las adalah uji

kekerasan Mikro Vickers, yang

dilakukan secara memanjang dari

tengah ke sisi kanan dari specimen

material, dengan jumlah jejak yang

berbeda untuk tiap specimen material

stainless steel SS 316L.

Pengelasan material yang

menggunakan 90 ampere memiliki

13 jejakan, panjang 12 mm dan jarak

9

tiap jejakan 1 mm atau 1000 µm,

pengelasan material 100 ampere

memiliki 10 jejakan, panjang 9 mm

dan jarak tiap jejakan 1 mm atau

1000 µm, pengelasan material 120

ampere memiliki 12 jejakan, panjang

11 mm dan jarak tiap jejakan 1 mm

atau 1000 µm.

Pada pengelasan material yang

mengalami kerusakan atau patahan

memiliki 12 jejakan, panjang 5,5 mm

dan jarak tiap jejakan 0,5 mm atau

500 µm. Titik 0 dimulai dari bagian

logam las (metal wellding),

kemudian bergerak ke kana sejauh

yang telah di tentukan tiap specimen,

bergerak ke kanan lagi sampai

bagian transisi/bagian pengaruh

panas (heat affected zone), sampai

pada bagian paduan induk (base

metal). Berikut adalah pemetaan

jejak identor pada specimen uji

kekerasan mikro vickers.

10

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian

pembentukan sambungan las

menggunaka las gtaw pada material

stainless steel, maka dapat diambil

beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Setelah dilakukan pengujian

metalografi yang diketahui

bahwa struktur mikro baja tahan

karat SS 316L disusun oleh fasa

austenitik (γ).

2. Sambungan las terdiri dari

bagian-bagian paduan induk

(base metal), pengaruh panas

(heat affected zone) dan

sambungan logam las (metal

wellding).

11

3. Pada pengelasan sambungan

yang menggunakan 90 ampere

tidak terjadinya retakan pada

sambungan lasnya dan dapat

lihat permukaan sambungan

lasan sangat baik jika

dibandingan dengan 100

maupun 120 ampere terlihat

jelas kondisi permukaan

sambungan lasan yang

mengalami retakan. Berbentuk

lengkungan lubang yang

memanjang ini desebabkan

pendistribusian sambungan las

yang tidak baik.

4. Pengelasan menggunakan 90

ampere pada paduan stainless

steel dapat diperoleh nilai rata-

rata pada daerah kampuh las

dengan nilai kekerasan 155.8HV

pada 100 ampere diperoleh

138.6HV dan pada 120 ampere

sebesar 156.3HV, dapat

diketahui daerah kampuh las

yang paling keras yaitu

pengelasan yang menggunakan

120 ampere membuat

sambungan las lebih keras, dan

disini juga dapat diketahui pula

semakin tinggi ampere yang

digunakan semakin terjadinya

retakan atau kerusakan

sambungan las yang berbentuk

cekungan lubang yang

memanjang yang di sebabkan

teknik pengelasan yang tidak

baik.

5. Kerusakan material atau patahan

yang terjadi pada blade

turbocharger VTR 400 yang

menggunakan material stainless

steel tidak hanya dari pecahan

klep atau valve yang masuk ke

dalam turbo charger, tapi

dipengaruhi oleh terjadi peroses

endapan batas butir yang

membentuk korosisi batas butir

dan tekanan temperatur gas

buang yang tinggi pada blade

yang menyebabkan turunnya

kekuatan, ketangguhan dan

ketahana korosi pada blade.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Surdia, T. dan S., Saito,

Pengetahuan Bahan Teknik,

Jakarta,: Pradnya Paramita

1995.

[2] Metal Handbook, Corrosion

Handbook, Vol9th

ed, ASM

International.

[3] Wiryosumarto, H. dan T.,

Okumura, Teknologi

Pengelasan Logam, Jakarta,:

Pradnya Paramita. 2008

[4] http://www.msm.cam.ac.uk/ph

ase-

trans/2000/practicals/AP3/AP3.

html

[5] http://gurulas.wordpress.com/

materi-gtaw-lanjut/

[6] http://www.scribd.com/doc/31

678074/SMAW-dan-GTAW

[7] http://www.sv.vt.edu/classes/M

SE2094_NoteBook/96ClassPro

j/examples/kimttt.html

[8] http://opikthst.blogspot.com/20

09/12/las-tig-tungsten-inert-

gas.html

[9] http://www.metalkorea.or.kr/M

easurable/Micro.html

[10] Gogle, Brinell&Vickers

Hardeness Test,

http://www.substech.com, Mei

2010.