Upload
shanaz
View
228
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
X
Citation preview
PENGARUH TERJADINYA TUBERKULOSIS TERHADAP RESPON IMUN PADA PENDERITA
HIV PADA TERAPY ANTI RETROVIRAL AKTIF DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS GONDAR,
BARAT LAUT ETHIOPIA: PENELITIAN RETROSPEKTIF
Abstrak
Latar Belakang: Infeksi immunodeficiency virus Human (HIV) komplikasinya biasanya berhubungan
dengan ko-infeksi yang tinggi dari tuberkulosis (TB). Gangguan respon imun telah dilaporkan ketika
terjadi koinfeksi HIV/TB dan mungkin memiliki efek yang signifikan terhadap terapi anti-retroviral
(ART). Koinfeksi HIV/TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di Ethiopia. Oleh
karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai efek dari kejadian TB pada respon imunologi
pada pasien HIV ketika ART.
Metode: Penelitian retrospektif dilakukan pada pasien HIV dewasa yang dimulai dengan ART di Rumah
Sakit Universitas Gondar. Perubahan jumlah CD4+T - limfosit dan insiden TB yang terjadi selama 42
bulan selama pengawasan ART telah dinilai. Tabel induk digunakan untuk memperkirakan kumulatif
kegagalan imunologi. Kurva kaplan-Meier digunakan untuk membandingkan kurva survival antara
kategori yang berbeda. Model Cox-proportional hazard digunakan untuk memeriksa prediktor dari
kegagalan imunologi.
Hasil: Diantara 400 pasien HIV, 89 (22,2%) ditemukan memiliki kegagalan imunologi dengan 8,5 per
100 orang per tahun (PY) yang telah diamati. Insiden TB meningkat dengan 26 (6,5%) pasien, dengan
tingkat kejadian 2,2 kasus per 100 PY. Tingkat kegagalan imunologi tinggi (20,1/100PY) pada tahun
pertama pengobatan. Pada analisis multivariat, analisis regresi Cox menunjukkan bahwa jumlah sel CD4
+ T<100 sel/mm3 (rasio hazard yang disesuaikan (AHR) 1,8; 95% CI: 1,10-2,92, p = 0,023) dan
berdasarkan kelamin laki-laki (AHR 1,6; 95% CI: 1,01 2,68, p = 0.046) ditemukan menjadi prediktor
signifikan dari kegagalan imunologi. Ada batas hubungan yang signifikan dengan kejadian TB (AHR 2,2;
95% CI: 0,94-5,09, p = 0,06). Risiko kegagalan imunologi secara signifikan lebih tinggi (38,5%) dengan
insiden TB dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita TB (21,1%) (Log rank p = 0.036).
Kesimpulan: Kejadian dari kegagalan imunologi terjadi dalam tahun pertama yang dimulai dengan ART.
Proporsi pasien dengan gangguan pemulihan kekebalan yang lebih tinggi pada insiden TB. Penghitungan
sel CD4+ T yang rendah dari <100 sel/mm3 dan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki adalah
prediktor signifikan dari kegagalan imunologi. Hasilnya efek menguntungkan dari inisiasi awal ART
pada pemulihan jumlah sel CD4 + T.
Kata kunci: Terapi Anti-retroviral, kegagalan imunologi, Insiden TB1
Latar Belakang
Meskipun kemajuan terbaru dalam terapi anti-retroviral (ART), infeksi human immunodeficiency
virus (HIV) mennyebabkan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan penyebab
penting morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia dengan 2,6 juta kasus baru dan 1,8 juta
kematian pada tahun 2009. Di Ethiopia, menurut estimasi prevalensi HIV di 2.007 titik, ada
1.216.908 orang dewasa yang hidup dengan HIV (PLHIV), dan dari 397.818 diharapkan untuk
menjalani pengobatan ART pada Tahun 2010. Di sisi lain, tuberkulosis (TB) yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis, tetap menjadi penyebab utama kematian penyakit menular di
seluruh dunia. Pada tahun 2012, sekitar 8,6 juta kejadian TB dan 1,3 juta kematian akibat TB
dilaporkan secara global. Mayoritas kasus TB terjadi di Negara-negara di Asia (58%) dan Afrika
(27%).
Di negara berkembang, TBC tetap menjadi ancaman kesehatan masyarakat yang utama di
antara orang-orang yang terinfeksi HIV. HIV merupakan faktor risiko yang paling poten untuk
TB dan TB merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pada HIV/AIDS. Tuberkulosis
meningkatkan perkembangan infeksi HIV dan HIV meningkatkan risiko infeksi serta reaktivasi
TB laten. Diperkirakan bahwa 50 - 60% dari PLHIV akan menjadi penyakit TB dalam hidup
mereka berbeda dengan orang yang negatif HIV, yang risiko seumur hidupnya hanya 10%.
Proporsi tertinggi kasus TB koinfeksi dengan HIV terjadi di negara-negara Afrika. Di Negara-
negara Afrika, sekitar 37% dari kasus TB koinfeksi dengan HIV yang menyumbang 75% dari
kasus TB di antara orang-orang yang positif HIV di seluruh dunia. Pada tahun 2007, berdasarkan
laporan kantor federal pencegahan dan pengendalian HIV/ AIDS Ethiopia, TB dengan koinfeksi
HIV / adalah 20 - 50% . Menurut laporan WHO, pada tahun 2012 angka kejadian infeksi TB di
Ethiopia adalah 247 per 100.000 orang dan 10,2% dari mereka diperkirakan memiliki ko-infeksi
dengan HIV.
Dengan adanya obat ARV, HIV/AIDS telah menjadi penyakit kronis yang bisa diobati.
Terapi anti-retroviral efektif (ART) biasanya berkorelasindengan peningkatan jumlah sel
CD4+T dan pemulihan fungsional respon imun dan penurunan viral load HIV yang bagus. baik.
Namun, kebutuhan rutin dan pengobatan yang seumur hidup pada pasien HIV mengalami
perubahan dengan adanya kegagalan pengobatan. Gangguan pemulihan kekebalan mungkin
menunjukkan penekanan yang tidak sempurna dari plasma HIV-RNA yang menghasilkan
2
resistensi obat ARV. Kegagalan dari pengobatan HIV dapat didefinisikan sebagai perkembangan
penyakit setelah inisiasi ART. Kegagalan pengobatan anti-retroviral dapat dinilai secara klinis,
imunologis dan virologi. Namun, pada dasar kriteria klinis dari kegagalan pengobatan tidak
dapat disimpulkan. Meskipun tes viral load merupakan pendekatan yang lebih disukai untuk
pemantauan respon ART, dalam pengaturan sumber daya yang terbatas, Kriteria kegagalan
imunologi, jumlah sel CD4+T dari waktu ke waktu, tetap prediktor terkuat dari kegagalan
pengobatan.
Pemulihan jumlah sel CD4+T waktu ART pada pasien ko-infeksi HIV/TB kurang jelas.
Namun, penelitian menilai respon imun terhadap ART telah menemukan kurangnya
pemulihanjumlah sel CD4+T terjadi pada pasien yang mengalami peningkatan insiden TB
setelah dimulainya ART. Selain itu, terlepas dari status HIV bahwa CD4+T-limfositopenia telah
diamati pada pasien TB. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa infeksi TB merusak respon
imun seluler melalui M. tuberculosis yang disebabkan apoptosis sel T. Oleh karena itu, TB dapat
bertindak sebagai ko-faktor yang mempercepat penurunan fungsi kekebalan tubuh dan
mempendek daya tahan hidup dari orang-orang yang terinfeksi HIV. Meskipun ko-infeksi
TB/HIV merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di Ethiopia, tidak ada penelitian
yang melaporkan efek TB terhadap respon imunologi pasien HIV waktu ART. Oleh karena itu,
menilai efek TB terhadap respon imunologi pasien HIV akan memberikan informasi bagi dokter
untuk menyesuaikan pengelolaan / pasien koinfeksi HIV TB. Selain itu, pembuat kebijakan dan
profesional kesehatan dapat menggunakan temuan untuk merancang program ART yang terkait.
Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efek dari insiden TB terhadap respon
imunologi pasien HIV/AIDS waktu ART di Rumah Sakit Universitas Gondar.
Metode
Pengaturan penelitian dan populasi.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Universitas Gondar, Ethiopia utara-barat, pada bulan
Juni 2013. Rumah sakit Universitas Gondar adalah rumah sakit rujukan dengan lebih dari
400 tempat tidur yang melayani penduduk sekitar 5 juta orang di Ethiopia utara-barat. Rumah
sakit menawarkan berbagai layanan termasuk konseling dan tes secara sukarela, pengobatan,
pelayanan rujukan, pemantauan respon pengobatan dengan jumlah sel CD4+T, pengawasan dan
perawatan yang mendukung pada orang yang terinfeksi HIV. ART disediakan untuk individu
3
yang membutuhkan pengobatan terhadap orang-orang tang terinfeksi HIV. Populasi penelitian
adalah pasien yang berusia 15 tahun ke atas dan pernah mendapatkan ART di Rumah Sakit
Universitas Gondar. Pasien memulai ART berdasarkan kriteria WHO pada orang dewasa dan
remaja, pasien dengan jumlah sel CD4+T<200 sel/mm3 atau WHO stadium 4 terlepas dari
jumlah sel CD4+T atau stadium 3 dengan jumlah sel CD4+T<350 sel/mm3. Pemantauan rutin
dari jumlah sel CD4+T dilakukan setiap enam bulan, atau lebih sering jika ada indikasi secara
klinis. Semua pasien HIV diskrining untuk TB pada saat pendaftaran, dan setiap kunjungan yang
diobservasi secara evaluasi klinis dan tes mikrobiologi dan radiografi dada berdasarkan pedoman
nasional WHO. pasien yang didiagnosis dengan insiden TB diobati dengan regimen standar
delapan bulan dengan dua bulan fase intensif, kombinasi 4 obat (isoniazid, rifampisin, etambutol
dan pirazinamid), dan fase 6 bulan kelanjutan berikutnya, 2 obat (isoniazid, etambutol).
Pengukuran Jumlah sel rutin CD4+T dilakukan oleh FACS count (Becton Dickinson) setiap 6
bulan atau lebih sering jika ada indikasi klinis setelah memulai ART.
Desain Penelitian Dan Pengumpulan Data
Penelitian retrospektif dilakukan pada pasien yang memulai ART dari 1 September 2007 dan 30
Agustus 2008 di Rumah Sakit Universitas Gondar. Periode ini dipilih untuk mengumpulkan
informasi dari pasien dari waktu observasi yang memadai. Pasien dewasa HIV dengan grafik
yang tersedia dan yang diobservasi setidaknya 6 bulan (memiliki setidaknya dua sel CD4+T
dengan pengukuran) dan memulai ART dari lini pertama selama. Masa penelitian yang
memenuhi syarat untuk penelitian. Pasien HIV/AIDS yang memiliki TB aktif (TB lazim) di
inisiasi dengan ART dan grafik yang hilang atau tidak lengkap dan data yang diamati yang
dikeluarkan dari penelitian. Perubahan jumlah sel CD4+T dan insiden TB yang terjadi selama 42
bulan yang diobservasi pada ART telah dinilai. Informasi demografis pasien–sosial dan
karakteristik klinis seperti waktu memulai ART, dasar dan observasi jumlah sel CD4+T , dan
stadium klinis WHO, koinfeksi dengan TB, perjalanan TB dan status fungsional yang diambil
dari pendafataran ART di rumah sakit. Pengukuran jumlah sel CD4+T termasuk jika dilakukan
dalam enam bulan sebelum memulai ART dan sekali pengobatan yang di observasi dengan
pengukuran termasuk jika dilakukan dalam waktu ± 2 bulan dari 6 bulan. Format ekstraksi data
disiapkan pada 20 grafik. Data yang diambil dari grafik pasien oleh tiga perawat yang memiliki
pelatihan dan pengalaman dalam ART perawatan HIV.4
Definisi
Prevalensi TB didefinisikan sebagai pasien yang menggunakan pengobatan anti-TB pada saat
memulai ART. Insiden TB didefinisikan sebagai TB aktif yang baru yang berkembang setelah
inisiasi ART. Kegagalan imunologi didefinisikan berdasarkan kriteria WHO: penurunan jumlah
sel CD4+T sebelum ART atau di bawahnya, penurunan jumlah sel CD4+T dari pengobatan nilai
puncak lebih dari 50% atau jumlah sel CD4+T<100 sel/mm3 yang tetap setelah enam bulan
terapi. Pasien yang meninggal, keluar atau hilang sampai yang tidak diobservasi atau tidak
menunjukkan kehadiran sampai kunjungan terakhir.
Metode Statistik
Tingkat kegagalan imunologi dihitung per 100 orang yang beresiko per tahunnya. Data
dimasukkan dan dibersihkan dengan menggunakan Epi-Info version.3.5.3 kemudian diekspor ke
Statistik Package For The Social Sciences (SPSS) versi 20. Analisis deskriptif yang digunakan
untuk menentukan dasar sosiodemografi dan karakteristik klinis pasien. Tabel induk digunakan
untuk memperkirakan probabilitas kumulatif dari kegagalan imunologi. Kurva daya tahan hidup
Kaplan-Meier digunakan untuk memperkirakan waktu daya tahan hidup rata-rata dari inisiasi
ART terhadap kegagalan imunologi. Model proportional hazard Cox-bivariat dan multivariat
digunakan untuk mengidentifikasi prediktor kegagalan imunologi. Hazard Ratio (SDM) dengan
interval kepercayaan 95% dihitung dan p-value <0,05 dianggap statistik yang signifikan untuk
semua kasus.
Persetujuan Etis
Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui oleh Institutional Review Board (IRB) Universitas
Gondar. Izin resmi diperoleh dari Manajemen Rumah Sakit universitas Gondar. Rekam medis
pasien yang anonim dan diidentifikasi sebelum analisis. Rekam medis diberi kode dan diakses
hanya oleh staff penelitian.
Hasil
Karakteristik sosio-demografis dasar pasien
5
Sebanyak 606 orang dewasa pasien HIV/AIDS yang baru terdaftar di klinik perawatan HIV dari
1 September 2007 dan 30 Agustus 2008, tetapi 122 pasien dikeluarkan karena grafik hilang atau
observasi yang tidak lengkap. Di antara 484 pasien HIV yang setidaknya 6 bulan diobservasi, 84
(17,4%) memiliki TB aktif pada inisiasi ART dan analisis dibatasi untuk mereka yang tidak
memiliki TB aktif pada ART awal. Oleh karena itu, Sebanyak catatan 400 pasien dewasa
HIV/AIDS telah dianalisis. Dari 400 orang dewasa pasien HIV/AIDS yang memenuhi kriteria
inklusi untuk penelitian, 315 (78,8%) tetap dalam program untuk penelitian, 4 (1%) meninggal,
67 (16,8%) dikeluarkan dan 14 (3,5%) tidak ada selam observasi dari program ini. 400 orang
pasien dewasa HIV/AIDS, sebagian besar (64,5%) adalah perempuan. Median usia pasien ART
adalah 33 tahun (Inter Kuartil Range (IQR) = 27-40 tahun) dan hampir setengah dari pasien
menikah (50,5%). Seratus tujuh belas (29,3%) dari peserta penelitian tidak memiliki pendidikan
formal dan hanya 62 (15%) pasien yang bekerja (Tabel 1).
Karakteristik klinis dasar pasien waktu
ART lebih dari setengah (52%) dari pasien berada di stadium klinis III WHO. Pada saat memulai
ART, pasien telah mengalami imunodefisiensi dengan median jumlah sel CD4+T dari 152
sel/mm3 (IQR = 82-203 sel / mm3). Seratus dua puluh tujuh (31,8%) dari pasien memiliki sel
jumlah CD4+T <100 sel / mm3. Sebagian besar pasien mulai pengobatan dengan AZT (AZT) /
lamivudine (3TC) / nevirapine (NVP) atau efavirenz (EFV) (47,3%) diikuti oleh tenofobir (TDF)
/ 3TC / NVP atau EFV (40,5%) dan stavudine (D4T) / berbasis 3TC / NVP atau EFV (12,3%)
kombinasi lini pertama rejimen obat ARV. Tiga ratus empat puluh (85%) pasien bekerja dengan
status fungsional mereka (Tabel 2).
6
Kegagalan kekebalan setelah memulai ART
Peserta penelitian diamati selama minimal 6 dan maksimal 42 bulan dengan jumlah 1.042,7
orang-tahun (PY). Jumlah rata-rata jumlah sel CD4+T dilakukan per pasien yang diamati selama
periode 7 (IQR = 6 - 8). Dari 400 pasien HIV/AIDS yang diobservasi setidaknya 6 bulan , 85
(21,3%) pasien yang tidak ada - sebelum penelitian. Delapan puluh sembilan (22,2%) dari pasien
yang ditemukan memiliki kegagalan imunologi. Berdasarkan kriteria WHO, 49 (55%) kegagalan
imunologi didefinisikan oleh penurunan jumlah sel CD4+T sebelum ART atau di bawah, 12
(13,5%) penurunan jumlah sel CD4+T dari pengobatan nilai puncak lebih dari 50% dan 28
(31,5%) penghitungan sel CD4 + T dibawah 100 el/mm3 yang tetap. Waktu median terjadinya
kegagalan imunologi adalah 6 bulan (IQR = 6 - 12 bulan). Waktu rata-rata untuk kegagalan
imunologi adalah 6 bulan untuk kedua TB dan yang tidak ada TB secara kohort. Di antara 89
kegagalan imunologi, 60 (67,4%) pasien gagal pada 6 bulan observasi dengan ART. Tingkat
kegagalan imunologi keseluruhan kohort kami adalah 30 per 100PY pada 6 bulan akhir, 20,1 per
100 PY pada satu tahun akhir, 16,2 per 100 PY pada 18 bulan akhir, 13,0 per 100 PY pada dua
tahun akhir, 11,1 per 100 PY pada 30 bulan akhir, 10,8 per 100 PY pada dari tiga tahun akhir dan
8,5 per 100 PY pada 42 bulan akhir observasi. Probabilitas kumulatif daya tahan hidup pasien
terhadap kegagalan imunologi pada 6 bulan akhir adalah 85% sementara pada satu tahun akhir
adalah 79%, pada tiga tahun akhir 78% dan pada 42 bulan akhir 75% (Gambar 1).
Perningkatan TB aktifv 26 (6,5%) pasien dalam 42 bulan ART, dengan tingkat kejadian
2,2 kasus per 100 PY pengamatan. Waktu rata-rata untuk perjalanan kejadian TB selama
pengamatan 9,5 bulan (IQR, 5,5-16,5 bulan). Di antara mereka yang memiliki TB selama
pengamatan, 17 (57,7%) dari insiden TB terjadi dalam tahun pertama dimulainya ART. Setelah
42 bulan menjalani ART, risiko kegagalan imunologi 38,5% dibandingkan 21,1% di antara
pasien dengan dan tanpa insiden TB masing-masing (log rank p = 0,036) (Gambar 2).
Analisis survival Kaplan Meier menunjukkan bahwa probabilitas hidup pasien dari
kegagalan imunologi secara signifikan lebih rendah diantara pasien dengan penghitungan sel
CD4 + T<100 sel / mm3 bila dibandingkan dengan mereka yang jumlah sel CD4+T 100 sel/mm3
dan di atas (log rank test, p = 0,007) (Gambar 3). Selain itu, pasien laki-laki kegagalan imunologi
menunjukkan daya tahan hidup lebih rendah daripada perempuan (log rank p = 0.031) (Gambar
4).
8
Dalam analisis regresi Cox multivariat jumlah sel CD4+T <100 sel/mm3 (rasio hazard
yang disesuaikan(AHR) 1,7, 95% CI: 1,11-2,64, p = 0,015) dan berdasarkan jenis kelamin laki-
laki (AHR 1,6, 95% CI: 1,01-2,37, p = 0,043) ditemukan menjadi prediktor signifikan dari
kegagalan imunologi. Bahkan daya tahan hidup dari kegagalan imunologi secara signifikan lebih
rendah di antara pasien dengan kejadian TB (p =0,036), analisis regresi Cox menunjukkan batas
hubungan yang signifikan antara kejadian TB dan kegagalan imunologi (HR 1,9, 95% CI: 0,97-
3,7, p = 0,06) (Tabel 3).
Diskusi
Karakteristik kelompok ini adalah sosio-demografis dan imunologi sama dengan ART lain
di sub-Sahara Afrika, di mana sebagian besar pasien memulai ART pada stadium lanjut penyakit
dan sebagian besar pasien adalah perempuan.
9
Pengaturan evaluasi sumber daya yang terbatas dari hasil pengobatan terutama bergantung pada
temuan imunologi. Terapi ARV yang efektif biasanya berkorelasi dengan kuantitatif dan
fungsional pemulihan respon imun. Kegagalan imunologi mungkin menunjukkan penekanan
yang tidak sempurna viral load plasma. Dalam penelitian kami, 89 (22,2%) pasien yang
mengalami kegagalan imunologi dalam 42 bulan pengamatan. Pasien yang memiliki kegagalan
10
pengebalan, 60 (67,4%) pasien gagal pada 6 bulan pengamatan. Tingkat kegagalan imunologi
dari kelompok kami adalah 8,5 per 100 pasien-tahun. Temuan ini hampir sejalan dengan laporan
d ari Debremarkos, Ethiopia, dimana tingkat kegagalan kekebalan adalah 8 per 100 PY. Namun,
Temuan yang lebih rendah dilaporkan di Amerika Latin dan Asia dengan tingkat kegagalan
sebesar 2,57 per 100 PY dan 1.1per 100 PY dari pengamatan lebih lanjut
.
11
Dalam kelompok kami, tingkat kegagalan imunologi menunjukkan waktu yang berhubungan
dengan penurunan tingkat kegagalan terendah terjadi pada akhir pengamatan. Mayoritas
kegagalan imunologi dalam kelompok kami terjadi pada 6 bulan ART (30 per 100 PY) yang
sesuai dengan temuan yang dilaporkan di negara-negara Afrika lainnya. Hal ini mungkin
disebabkan karena inisiasi ART pada stadium lanjut HIV/AIDS.jumlah sel CD4+T lebih rendah
yang terkait dengan kurangnya sel CD4+T dan mempertahankan respon imun jangka panjang
yang lebih rendah.
Dalam penelitian ini, uji log rank menunjukkan bahwa kegagalan kekebalan proporsi
secara signifikanyang tidak mempunyai daya tahan hidup lebih rendah di antara pasien dengan
kejadian TB bila dibandingkan dengan pasien yang tidak menderita TB selama pengamatan
waktu ART. Namun, dalam analisis multivariat regresi Cox, kami mengamati hubungan yang
signifikan batas antara kejadian TB dan kegagalan imunologi. Ini mungkin karena jumlah kasus
yang relatif kecil dengan insiden TB.
13
Penelitian yang berbeda melaporkan bahwa meskipun TB. Pengobatan pasien TB setelah
memulai ART lebih mungkin untuk memiliki pemulihan kekebalan yang lebih rendah.Penelitian
di Afrika Selatan dan Uganda pasien HIV yang memulai ART, insiden TB dikaitkan dengan
suboptimal respon sel CD4+T. Selain itu, penelitian dari Senegal menunjukkan independen dari
perjalanan status insiden HIV/TB menyebabkan CD4+T-limfositopenia berat. Temuan ini
mungkin menunjukkan bahwa insiden TB waktu ART dikaitkan dengan penekanan kekebalan
jangka panjang. jumlah sel CD4+T yang rendah pada saat pendaftaran untuk program ART
dikaitkan dengan peningkatan risiko TB dan kematian selama tahun pertama ART. Dalam
penelitian awal ini yang lebih jumlah sel CD4+T yang rendah memberikan dmpak pada pasien
untuk meningkatkan risiko insiden TB yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi pada
kegagalan imunologi. Penjelasan lain untuk CD4+ T yang rendah - pemulihan sel pada pasien
dengan insiden TB waktu ART mungkin karena penurunan kepatuhan ART selama pengobatan
TB karena dosis obat yang tinggi dan efek samping.
14
Temuan yang paling penting dari penelitian kami adalah bahwa dalam analisis regresi
multivariat Cox jumlah sel CD4+T yang rendah secara independen terkait dengan kegagalan
kekebalan. Hal ini didukung dengan penelitian lain yang dilakukan di Debremarkos, Ethiopia
dan Thailand di mana kegagalan imunologi secara signifikan terkait dengan jumlah sel CD4+T
yang rendah. Selain itu, temuan ini sesuai dengan laporan lain di mana pemulihan kekebalan
sebagian besar tergantung pada jumlah sel CD4+T dan dengan demikian waktu Inisiasi ART
penting dalam rangka mengoptimalkan respon sel CD4+T terhadap terapi. laporan-laporan ini
mungkin menunjukkan bahwa pasien dengan penghitungan sel CD4+T. Oleh karena itu, temuan
kami mendukung rekomendasi WHO 2013 yang baru memperluas kelayakan untuk inisiasi ART
untuk penghitungan sel CD4+T≤500 sel / mm3 untuk semua orang dewasa dan anak-anak di atas
5 tahun.
Meskipun hubungan kausal tidak diketahui, laporan dari Uganda tentang kegagalan
imunologi juga dikaitkan dengan jenis kelamin laki-laki. Lanjutan dasar tahap klinis WHO dan
kelompok usia tua yang signifikan merupakan prediktor respon imunologi yang buruk waktu
ART. Namun, tidak satu pun penelitian kami yang terkait faktor ini yang ditemukan
berhubungan dengan respon non-imunologi dari pasien yang menjalani ART. Faktor tak dikenal
seperti penyakit oportunistik dan/atau kekurangan gizi mungkin penentu utama pemulihan
kekebalan dalam subyek penelitian saat ini.
15
Keterbatasan Penelitian
Sebagai desain penelitian kami yaitu retrospektif memiliki keterbatasan. Kami mengecualikan
sejumlah besar grafik pasien yang tidak bisa diverifikasi dengan grafik ulangan karena tidak
tersedianya Informasi lengkap yang mungkin telah memunculkan bias. Selain itu, karena sifat
dari desain penelitian, sulit untuk mengontrol semua faktor seperti indeks massa tubuh dan
infeksi oportunistik selain TBC. Sampel Ukuran juga terlalu kecil untuk dimasukkan sebagai
insiden perwakilanvKasus TB dan dengan ukuran sampel yang besar, pengaruh TB terhadap
kegagalan imunologi bisa lebih diuraikan. Mengingat bahwa respon virologi adalah standar yang
lebih disukai untuk pemantauan ART, penelitian ini hanya menilai repon imunologi dari pasien
dan sebagai hasil kegagalan imunologidapat berhubungan dengan resistensi virus atau tidak
adanya kepatuhan dari pasien. Oleh karena itu, untuk lebih memahami hubungan antara kejadian
TB dan pemulihan jumlah sel CD4+T pasien HIV waktu ART. Penelitian harus
dipertimbangkan.
16
Kesimpulan
Tingkat kegagalan imunologi yang tinggi dalam kelompok kami terjadi pada enam bulan ART.
Proporsi pasien dengan gangguan pemulihan kekebalan yang signifikan lebih tinggi pada pasien
yang mengalami insiden TB waktu ART. Penghitungan sel CD4+T <100 sel / mm3 dan jenis
kelamin laki-laki ditemukan menjadi prediktor signifikan dari kegagalan imunologi waktu
inisiasi ART adalah penentu utama dari perubahan pemulihan jumlah sel CD4+T. Hasilnya
menunjukkan efek menguntungkan inisiasi ART sebelumnya pada pemulihan sel CD4+T dan
penguatan deteksi dini TB melalui pemeriksaan yang aktif dan penatalaksanaan pasien TB yang
tepat.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. UNAIDS: Report on the Global AIDS Epidemic. Geneva, Switzerland: UNAIDS; 2010.
2. The Federal HIV/AIDS Prevention and Control Office: Single Point HIV Prevalence
Estimate. Ethiopia, Addis Ababa: Ministry of Health; 2007.
3. World Health Organization: Global Tuberculosis Report 2013. Geneva, Switzerland: World
Health Organization; 2013.
4. Federal ministry of health: Tuberculosis, Leprosy and TB/HIV Prevention and Control
Program Manual. Ethiopia, Addis Ababa: Ministry of Health; 2008.
5. Casseb J, Fonseca LA, Medeiros LA, Gonsalez CR, Lagonegro ER, Veiga AP, da Silva DC,
Mendonça M, Duarte AJ: Tuberculosis among HIV-1-infected subjects in a tertiary out-
patient service in São Paulo City, Brazil. Rev Inst Med Trop Sao Paulo 2012, 54(5):257–259.
6. Gupta A, Wood R, Kaplan R, Bekker LG, Lawn SD: Prevalent and incident tuberculosis are
independent risk factors for mortality among patients accessing antiretroviral therapy in
South Africa. PLoS One 2013, 8(2):e55824.
7. Federal ministry of health: Implementation Guideline for TB/HIV Collaborative Activities in
Ethiopia. Ethiopia, Addis Ababa: Ministry of Health; 2007.
8. Federal HIV/AIDS Prevention and Control Office: Guidelines for Management of
Opportunistic Infections and Anti Retroviral Treatment in Adolescents and Adults in
Ethiopia. Ethiopia, Addis Ababa: Ministry of Health; 2007.
9. Battegay M, Nüesch R, Hirschel B, Kaufmann GR: Immunological recovery and
antiretroviral therapy in HIV-1 infection. Lancet Infect Dis 2006, 6:280–287.
10. El-Khatib Z, Katzenstein D, Marrone G, Laher F, Mohapi L, Petzold M, Morris L, Ekström
AM: Adherence to drug-refill is a useful early warning indicator of virologic and
immunologic failure among HIV patients on first-line ART in South Africa. PLoS One 2011,
6:e17518.
11. Eshun-Wilson I, Taljaard JJ, Nachega JB: Sub-optimal CD4 T-lymphocyte responses among
HIV infected patients who develop TB during the first year of ART. AIDS Clin Res 2012,
3(135):1000135.
18
12. Hermans SM, Kiragga AN, Schaefer P, Kambugu A, Hoepelman AI, Manabe YC: Incident
tuberculosis during antiretroviral therapy contributes to suboptimal immune reconstitution in
a large urban HIV clinic in sub-Saharan Africa. PLoS One 2010, 5:e10527.
13. Lawn SD, Myer L, Bekker LG, Wood R: Burden of tuberculosis in an antiretroviral
treatment programme in sub-Saharan Africa: impact on treatment outcomes and implications
for tuberculosis control. AIDS 2006, 20:1605–1612.
14. Andersen AB, Range NS, Changalucha J, God GP, Kidola J, Faurholt-Jepsen D, Krarup H,
Grewal HMS, Friis H: CD4 lymphocyte dynamics in Tanzanian pulmonary tuberculosis
patients with and without HIV co-infection. BMC Infect Dis 2012, 12:66.
15. Morris L, Martin DJ, Bredell H, Nyoka SN, Sacks L, Pendle S, Page-Shipp L, Karp CL,
Sterling TR, Quinn TC, Chaisson RE: Human immunodeficiency virus-1 RNA levels and
CD4 lymphocyte counts, during treatment for active tuberculosis, in South African patients. J
Infect Dis 2003, 187(12):1967–1971.
16. Brouwer M, Gudo PS, Simbe CM, Perdigão P: The effect of tuberculosis and antiretroviral
treatment on CD4+ cell count response in HIV-positive tuberculosis patients in Mozambique.
BMC Public Health 2012, 12:670.
17. Kony SJ, Hane AA, Larouzé B, Samb A, Cissoko S, Sow PS, Sané M, Maynart M, Diouf G,
Murray JF: Tuberculosis-associated severe CD4−Tlymphocytopenia in HIV-seronegative
patients from Dakar. J Infect 2000, 41:167–171.
18. Zhang Q, Sugawara I: Immunology of tuberculosis. World J Exp Med 2012, 2(4):70–74.
19. Melsew YA, Terefe MW, Tessema GA, Ayele TA: Rate of immunological failure and its
predictors among patients on highly active antiretroviral therapy at debremarkos hospital,
northwest Ethiopia: a retrospective follow up study. J AIDS Clin Res 2013, 4:211.
20. Renaud-Théry F, Duncombe C, Kerr S, Thierry S, Perriëns J: Adult Antiretroviral Therapy in
Resource Limited Settings: A Systematic Review of First-Line Failure and Attrition Rates.
Geneva: World Health Organization; 2008.
21. Khienprasit N, Chaiwarith R, Sirisanthana T, Supparatpinyo K: Incidence and risk factors of
antiretroviral treatment failure in treatment-naïve HIV-infected patients at Chiang Mai
University Hospital. Thailand AIDS Res Ther 2011, 8:42.
19
22. Srasuebkul P, Ungsedhapand C, Ruxrungtham K, Boyd MA, Phanuphak P, Cooper DA, Law
MG: Predictive factors for immunological and virological endpoints in Thai patients
receiving combination antiretroviral treatment. HIV Med 2007, 8(1):46–54.
23. Kigozi BK, Sumba S, Mudyope P, Namuddu B, Kalyango J, Karamagi C, Odere M, Katabira
E, Mugyenyi P, Ssali F: The effect of AIDS defining conditions on immunological recovery
among patients initiating antiretroviral therapy at joint clinical research centre, Uganda.
AIDS Res Ther 2009, 6:17.
24. Lawn SD, Myer L, Bekker LG, Wood R: CD4 cell count recovery among HIV-infected
patients with very advanced immunodeficiency commencing antiretroviral treatment in sub-
Saharan Africa. BMC Infect Dis 2006, 6:59.
25. Hirnschall G, Harries AD, Easterbrook PJ, Doherty MC, Ball A: The next generation of the
World Health Organization’s global antiretroviral guidance. SJIAS 2013, 16:18757.
20