Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENGARUH STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN
HOLDING COMPANY KAITANNYA TERHADAP KEMANDIRIAN ANAK
PERUSAHAAN 1
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan didirikanya suatu perusahaan adalah untuk mencari keuntungan atau
laba, apapun konstruksi dan sistem yang diberlakukan dalam perusahaan tersebut. Dalam
rangka meningkatkan kemampuan dan pendapatan perusahaan dapat melakukan berbagai
upaya. Dalam rangka menjaga eksistensi perusahaan dan mampu bersaing dengan
perusahaan lain salah satu strategi yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melakukan
perluasan usaha dan melakukan pembaharuan atau merestrukturisasi perusahaanya. Perluasan
usaha secara internal dapat dilakukan tanpa melibatkan suatu unit-unit diluar perusahaan dan
dengan jalan pemandirian perusahaan, dengan cara mendirikan perusahaan baru yang
mandiri dalam arti status legal entity sebagai bagian dari perusahaan inti atau grup.
Pembentukan atau perkembangan perusahaan grup tidak dapat dilepasakan dari
realitas bisnis yang terjadi ketika pengelolaan usaha melalui konstruksi perusahaan grup
dianggap lebih memberikan manfaat ekonomi dibandingkan dengan perusahaan tunggal.
Secara umum ada dua alasan utama pembentukan atau pengembangan perusahaan grup.
Alasan yang pertama adalah sebagai upaya mengakomodasi peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan disini dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Perintah peraturan perundang-undangan yang berimplikasi kepada
terbentuknya perusahaan grup biasanya melibatkan kepentingan ekonomi
pengelolaan kekayaan Negara/daerah dari badan usaha milik Negara atau
daerah. Peraturan perundang-undangan ini bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi ataupun daya saing badan usaha yang bersangkutan.
2. Respon pelaku usaha terhadap escape clause dalam peraturan perundang-
undangan. Pembentukan perusahaan grup disebabkan oleh adanya
pengecualian yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan serta respon
1 Makalah disusun guna memenuhi tugas mata kuliah pendukung desertasi Program Doktor Ilmu Hukum UGMYogyakarta
2
pelaku terhadap suatu sektor usaha industri untuk menghindari pembatasan
yang disyaratkan oleh suatu ketentuan perundang-undangan.2.
Dari ketentuan tersebut dapat terlihat jelas bahwa suatu perusahaan akan melakukan
upaya mendirikan perusahaan yang baru atau memecah-mecah bagian dari perusahaanya
menjadi suatu badan usaha yang mandiri secara yuridis guna memenuhi ketentuan
pengecualaian yang disyaratkan oleh suatu peraturan perundang-undangan, sehingga alasan
inilah yang memicu munculnya perusahaan grup.
Alasan yang kedua adalah sebagai upaya strategi perusahaan untuk memperoleh
manfaat ekonomi konstruksi perusahaan grup. Suatu perusahaan atau perusahaan grup
melakukan ekspansi usaha atau memperkuat posisi stratejik di pasar dengan melakukan
integrasi vertikal/horizontal atau diservikasi usaha yang bekerjasama dengan perusahaan lain
baik melalui pengambilalihan saham, kerjasama operasi, joint venture, atau mengalokasikan
sebagian kegiatan usaha melalui pendirian anak perusahaan atau pemisahan usaha.3
Motif lain dari dibentuknya perusahaan secara kelompok ataupun grup didasari karena
adanya motif para pengusaha kecil dengan perusahaan yang berjalan baik dapat cepat
merasa membutuhkan perluasan perusahaan atau kekayaan walau mengandung resiko. Akan
tetapi disisi lain pihak pengusaha mungkin menginginkan masih tetap memegang hak atau
pengaruh di dalam perusahaanya karena cemas atau takut akan pengaruh dari luar dalam
bentuk pemegang-pemegang saham yang baru. Dengan peralihan saham atas tunjuk yang
lebih mudah daripada atas nama, sebetulnya kebutuhan akan memperoleh harta kekayaan
atau modal baru, dapat lebih mudah bagi suatu perusahaan. Motif ini mendorong
perusahaan-perusahaan bekerjasama, bergabung menjadi satu susunan yang secara
ekonomis menggantungkan diri dibawah satu pimpinan perusahaan sentral.4
Dalam konstruksi perusahaan grup atau perusahaan kelompok diatas tentunya terdapat
suatu garis komando atau pengontrol dari berbagai perusahaan yang menjadi bagian dari
perusahaan induknya. Perusahaan yang menjadi pengontrol atau perusahaan sebagai pemilik
dari perusahaan-perusahaan yang menjadi bagianya dinamakan dengan perusahaan Holding
Company. Proses pembentukan anak perusahaan atau munculnya perusahan-perusahan yang
2 Susilowati, Aspek hukum dan realitas bisnis perusahaan grup di Indonesia, Jakarta, Erlangga 2010 h 64-663 Ibid h 694 Emy pangaribuan Simanjuntak, Perusahaan Kelompok (group company/concern) Yogyakarta Seri Hukum Dagang
FH UGM 1994 h 8
3
menjadi bagian dari perusahaan induk yang mandiri secara yuridis, namun secara ekonomi
masih menjadi bagian dari perusahaan induknya, merupakan kosnsekuensi dari konstruksi
dan sistem hukum yang berlaku dimana sistem tersebut berada. Dari beberapa keluarga
hukum utama di dunia saat ini, yuridiksi Romano-Germanic dan yuridiksi commun law-lah
yang telah memainkan peran dominan dalam perkembangan etos hukum perusahaan.5
Struktur pengelolaan korporasi atau perusahaan yang berbeda-beda tentunya akan
mempengaruhi tanggungjawab terkait para pihak yang terlibat didalamnya, termasuk
didalam konstruksi perusahaan holding company atau secara luas dalam perusahaan
grup/kelompok. Perbedaan struktur corporate dalam sebuah korporasi tentu akan
mempengaruhi proses pembentukan dan pengelolaan holding company dalam sebuah
perusahaan grup. Struktur corporate governance dalam sebuah korporasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor terutama teori korporasi yang dianut, budaya, dan sistem hukum yang
berlaku.6
Diberbagai negara, model governance struktur suatu perusahaan sangat dipengaruhi
oleh berbagai macam teori korporasi yang melatarbelakangi pendirian suatu perusahaan.
Teori korporasi yang dianut oleh suatu negara dipengaruhi juga oleh sistem hukum yang
diberlakukan di negara tersebut. Dalam struktur perusahaan terdapat dua model yaitu : the
anglo-American atau Commun Law Model dan The Continental European Model atau Civil
Law Model. Kedua model ini mempunyai perbedaan yang signifikan.7 Perbedaan struktur
perusahaan tersebut mempengaruhi tanggungjawab para pihak yang terlibat didalamnya.
Kedua model struktur governance secara ringkas dapat dibedakan menjadi dua model
yaitu model civil law dengan penekanan pada shareholder dan dikenal dengan sistem one-
tier system banyak dianut di Negara Amerika dan Inggris dan model commun law yang
menekankan pada stakeholder dengan sistem two-tier system banyak dianaut di Negara
Jerman, Belanda dan Indonesia. Penerapan sistem one-tier ataupun sistem two-tier pada
korporasi tentunya akan berdampak pada pengelolaaan holding company dalam struktur
perusahaan grup. Dalam sistem one-tier secara struktur kepengurusan lebih didominasi
pihak manajemen dengan struktur pemegang saham yang kuat. Jika dikaitkan dengan
5 Peter de cruz Comparative Law In a Changing world diterjemhkan oleh Narulita Yusron dengan judulPerbandingan sistem hukum commun law, civil law, dan socialist law (Bandung ; Nusa Media 2010) h 488,6 Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, Good Corporate Governance Perkembagan Pemikiran danImplementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum, Yogyakarta, Total Media, 2007 h 137 Ibid, h 19
4
pengelolaan perusahaan holding company tentunya akan berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan yang dihasilkan oleh suatu korporasi. Dengan sistem one-tier organ perusahaan
terdapat pemimpin tunggal dalam manajemen suatu perusahaan serta dominasi hak-hak
pemegang saham yang kuat tentunya akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
perusahaan terutama keputusan induk perusahaan (holding company) dalam perusahaan
grup/kelompok. Kondisi ini tentunya akan berbeda dengan perusahaan yang menggunakan
sistem two-tier board system yang organ perusahaanya dipimpin dengan dua badan yaitu
badan supervisor dan badan manajemen. Dalam sistem two-tier posisi hak-hak pemegang
saham lebih lemah dibandingkan perusahan yang menerapkan sistem one-tier. Kondisi ini
tentunya akan berpengaruh terkait dengan pengambilan keputusan dalam sebuah perusahaan
dan juga berpengaruh pada tanggungjawab para pihak yang terlibat didalamnya terkait pula
posisi tanggung jawab induk perusahaan serta kemandirian yuridis dari anak perusahaan.
B. Permasalahan
Berdasarkan Latar Belakang Diatas Maka Dapat Dirumuskan Pokok Permasalahan,
yaitu bagaimana Pengaruh Struktur Corporate Governance Dalam Pengelolaan Holding
Company Kaitannya Terhadap Kemandirian Anak Perusahaan?
C. Pembahasan
1. Permasalahan Dalam Perbandingan Hukum Perusahaan.
Dalam rangka mengetahui tanggung jawab para pihak dalam perusahan kelompok
(holding company) serta untuk mengetahui kemandirian anak perusahaan di dalam
perusahan kelompok, terlebih dahulu kita pahami dulu permasalahan dalam perbandingan
hukum perusahaan agar kita dapat membendingkan perbedaan-perbedaan sistem hukum
yang dianut suatu negara tertentu yang mana hal tersebut tidak terlepas dari teori hukum
perusahaan yang diterapkan, budaya, serta sistem hukum suatau negara.
Terdapat beberapa persoalan dalam rangka membandingkan sistem hukum terutama
dalam hal hukum perusahaan, anatara lain permasalahan terminologi, konseptual, kesamaan
yang mendasari meskipun adanya perbedaan dalam terminologi, dan sistemik. Keberatan
terminologi merujuk pada faktor-faktor bahwa meskipun istilah tertentu sama-sama
digunakan untuk menggambarkan sebuah fitur atau isntitusi dari istilah tertentu (perusahaan)
5
istilah tersebut dapat merujuk pada sesuatu yang berbeda. Keberatan konseptual merujuk
pada fakta bahwa meskipun konsep-konsep hukum ada disetiap negara, ia bisa dipahami
secara berbeda. Keberatan yang ketiga merujuk pada kesamaan-kesaman yang mendasari
yang mungkin ada terlepas dari perbedaan-perbedaan exfacie ; misalnya negara-negara
tertentu tidak mengenal adanya pembedaan antara penyertaan modal yang diterbitkan dan di
otorisasikan, sebagian besar negar-negara eropa punya kewenangan menerbitkan saham-
saham baru, meskipun kewenangan ini bisa diatur oleh batas waktu atau pihak lain.
Keberatan yang berkaitan dengan masalah sistemik yang muncul dari hakikat sistem hukum
dari negara dimana perusahaan didirikan atau dijalankan.8
a. Persoalan konseptual kunci
Dalam rangka membandingkan sistem hukum khusunya dalam bidang perusahan,
ada tiga pertanyaan mendasar yang patut dilontarkan, yang pertama adalah apa yang
dimaksud dengan perusahaan, yang kedua adalah adakah hubungan kontraktual antara
orang yang bermaksud mendirikan perusahaan dan pertanyaan ketiga adalah teori-teori
apa yang menyokong studi tentang perusahaan.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa perusahaan sebagai entitas yang
memberikan sebuah struktur hukum bagi bisnis komersial. Pendekatan yang baru ini
tidak terlalu penting lagi untuk menentukan apakah sebuah perusahan merupakan sebuah
kontrak atau sebuah institusi, tetapi yang lebih penting adalah apa sajakah karakteristik
subyek hukum dari perusahaan yang telah ditetapkan secara hukum tersebut. Maka
dianjurkan untuk mengkaji ”teori kontrak” (contract theory) dan ”teori institusi”
(institusion theory).
Teori kontrak dibentuk berdasarkan anggapan bahwa perusahaan adalah sebuah
kontrak yang denganya dua atau lebih individual setuju untuk bersama-sama menyatukan
sesuatu dengan pandangan untuk sama-sama membagi keuntungan yang mungkin
diperoleh. Ini adalah definisi yang berasal dari hukum Romawi, seperti yang terkandung
di dalam pasal 1832 dari civil code Perancis dan berbagai macam definisi lainya seperti
dalam code civil Italia pasal 2247 dan UU kewajiban Swiss pasal 530 dan code civil
Belgia pasal 1838. Definisi diatas bertahan di Perancis sampai diamandemen tahun 1978
dan kemudian ditegaskan pada tahun 1985. Bentuk susunan kata-katanya adalah:
8 Peter de cruz op. cit h 490
6
Societe (Perusahaan) yang dibentuk oleh dua orang atau lebih yang bersepakatdengan cara berkontrak untuk menggabungkan aset-aset atau kinerja mereka dalamsebuah perusahaan umum dengan pandangan untuk saling bernbagi keuntungan ataumendapatkan manfaat dari hasil usaha yang diperoleh9.
Pemahaman diatas hampir serupa seperti pemahaman dalam UU No 40 Tahun 2007
tentang Perseroan terbatas10 pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa :
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yangmerupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatanusaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhipersyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturanpelaksanaannya.
Pengertian societe tersebut diatas mengisyartakan pemikiran yang memandang
perusahaan sebagai sebuah institusi. Societe dalam hukum Perancis mencangkup
perusahaan dan perkongsian, meskipun kata contract de societe dalam bahasa Inggris
diterjemahkan sebagai company contract. Maka konsekuensi utama dari teori kontrak
adalah :
1) Kontrak badan hukum akan membentuk perusahaan dimana melaluinya terbentuk
sekelompok individu yang ingin menggabungkan aset-aset mereka. Kelompok
ini menjadi entitas legal apabila ia terregistrasi sebagai sebuah perusahan.
2) Perusahaan dengan demikian adalah sebuah kontrak organisasi ini akan
dipengaruhi oleh para pihak itu sendiri dan organisasi mereka hanya bisa bersifat
kontraktual.
Teori institusi menekankan predominasi person hukum atas kontrak. Perusahaan
seperti yang dikatakan oleh Hauriou adalah :
”Sebuah konsep eksistensi hukum dalam sebuah lingkungan sosial. Untukmengimplementasikan gagasan ini dibentuklah sebuah otoritas yang akanmemebrikan organ-organ bagi usaha komersial tersebut. Selain itu, diantarapara anggota keleompok sosial yang terkait dengan realisasi gagasan tersebut,beberapa manifestasi dari kemauan bersama mereka kemudian diciptakan yangdiarahkan oleh organ-organya diberdayakan sebagaimana mestinya dan diaturoleh prosedur-prosedur mereka”.11
9 Peter de cruz lo.cit10 Republik Indonesia Undang-undang No 40 Tahun 2007,Bab I pasal 111 Peter de cruz op. cit h 492-493
7
b. Gagasan Paillusseau Tentang perusahaan Komersial
Konsep perusahaan komersial, yang dikembangkan oleh Paillusseau, memilki dua
fitur utama yaitu :
1) Perusaan komersial sebagai sebuah bisnis, dalam kontek ini perusahaan akan
melibatkan produksi, transformasi, dan distribusi barang-barang atau penyedia
jasa atau sebagaian dari fitur-fitur ini. Perusahaan komersial dalam kontek ini
akan melibatkan serangkaian sumber daya, skill, keuangan, kontrak, strategi-
strategi perencanaan, dan prosedur pengambilan keputusan.
2) Perusahaan komersial sebagai sebuah fokus kepentingan akan mengasumsikan
suatu ukuran, rentang, dan kompleksitas tertentu tergantung pada hakikat
perusahaan dari perusahaan komersial tersebut, dan tentunya akan melibatkan
bukan hanya dari pendiri atau pembentuknya. Kreditur, rekanan, pemegang
saham, pemberi pinjaman, dan para manajer tanpa kecuali juga akan masuk ke
dalam gambaran, dan hakikat unik dari usaha komersial akan menuntut peran
pengusaha.12
c. Bentuk-Bentuk Organisasi Bisnis
1) Terminolgi Badan Hukum di Perusahaan Jerman dan Perancis
Dalam sistem kontinental sebuah istilah yang bisa mencangkup perseroan dan
perkongsian adalah sebuah societe untuk istilah di Perancis dan Geselcaft untuk
istilah Jerman. Ada dua bentuk utama organsisasi bisnis di Eropa Barat antara
lain :
(a) Perkongsian, dimana sebagian atau semua anggotanya bertanggungjawab
terhadap liabilitas bisnisnya.
(b) Perseroan terbatas, dimana tak satupun dari anggotanya memiliki
tanggungjawab pribadi terhadap hutang-hutang perusahaan. Ada dua
macam perseroan terbatas dinegara-negara latin dan jermanik yakni
perseroan saham dan perseroan dengan tanggungjawab terbatas.
Perbedaan antara perseroan dengan saham dan perseroan dengan
12 Peter de cruz loc.cit
8
tanggungjawab terbatas dapat menggunkan ketentuan atau aturan hukum
yang berbeda-beda dari masing-masing jenis perseroan.
2) Pendekatan Inggris Terhadap Hukum Perusahaan.
Sebuah perusahaan adalah asosiasi atau organisasi dengan personalitas hukum
yang berbeda dari personalitas manusia yang menjadi anggotanya yang
mengendalikan dan mengelola organisasi tersebut. Pada prinsipnya ada tiga
macam bisnis utama di inggris yaitu : badan hukum terdaftar, perkongsian, dan
usaha perseoangan. Untuk jenis perusahaan di Inggris dibagi menjadi tiga
macam perusahaan yaitu :
(a) Perusahaan umum : Merupakan perusahaan yang dibentuk dengan
menggunakan undang-undang parlemen tersendiri sehingga ia tidak
terdaftar berdasarkan undang-undang perusahaan 1985 seperti layaknya
perusahaan-perusahan terdaftar. Mereka tidak tergantung pada kendali
pemegang saham karena tidak ada pemegang sahamnya.
(b) Chartered Company, perusahaan yang dibentuk dengan royal charter
(piagam kerajaan) yakni dengan kekuasaan kerajaan. Sekarang sudah
tidak digunakan lagi. Kekuasaan ini dilimpahkan kepada organisasi
universitas, atau profesional, seperti akuntan publik atau surveyor
resmi.
(c) Perusahaan terdaftar, yang membentuk mayoritas asosiasi perdagangan di
Inggris, dibentuk melalui pendaftaran berdasarkan Undang-undang
Perusahaan 1985 dan biasanya diklasifikasikan dalam dua hal yaitu :
metode yang membatasi tangguggungjawab mereka atau targantung
pada apakah mereka itu perusahaan umum atau swasta. Dan metode
yang digunakan untuk membatasi tanggungjawab dengan menggunakan
saham atau jaminan.13
13 Peter de cruz op. cit h 498
9
2. Memaknai Arti Perseroan (Teori Korporasi)
a. Contractual Theory
Berdasarkan legal Contractual Theory perseroan adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian atau kesepakatan. Didalam konstruksi hukum di Indoensaia hal ini
sesuai dengan ketentuan yang ada dalam UUPT yang mana menyatakan bahwa selanjutnya
perseroan terbatas yang disebut persero merupakan badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian. Rasioanlisasi Contractual Theory adalah untuk membatasi
tanggungjawab sosial dan menciptakan entitas yang sulit dipengaruhi oleh negara, karena
kenggananya digunkannya perusahaan sebagai alat negara, sehingga teori ini meletakan
perusahaan dalam bidang hukum perdata.
Legal contractulaism merupakan teori dasar yang digunakan untuk menegaskan bahwa
kepentingan perusahaan harus sejalan dengan kepentingan para pemegang sahamnya.
Model ini memberikan legitimasi kewenangan pada para direksi untuk mewakili para
pemegang saham untuk melakukan tindakan sebagaimana mestinya. Perjanjian yang dibuat
berdasarkan kebebasan berkontrak.
Berbeda dengan legal Contractual Theory walaupun sama-berdasarkan asumsi
lahirnya korporasi dari suatu perjanjian, namun dalam Economic Contractual berdirinya
sebuah perseroan lebih didasarkan pada motif ekonomi yang dikehendaki oleh para pihak,
terutama keinginan para pemegang sahamnya. Menurut teori ini bahwa aktifitas bisnis
dalam bentuk perseroan merupakan cara untuk mengurangi biaya yang muncul dari pasar
yang komplek yang melibatkan berbagai posisi tawar dari pelaku pasar. Hukum
perusahaan menyediakan aturan yang sesuai dengan harapan investor (pemegang saham)
dan agen (direksi)14.
b. Communitaire Theory
Pada prinsipnya dalam teroi ini hadirnya perusahaan sebagai alat yang berguna untuk
kepentingan Negara. Bentuk perusahaan dalam teori ini banyak dilakukan di negara
komunis maupun Negara fasis. Desain penciptaan perusahaan bukan pada dicapainya
kesejahteraan individual tetapi mengusahan agar masyarakat memiliki kesadaran tentang
14 Indra surya dan Ivan Yustivandana, Penerapan Good Corporate Governance Mengesampingkan Hak-hakIstimewa Demi Kelangsungan Usaha, Jakarta, Lembaga Kajian PAsar Modal dan Keuangan FH UI, 2006 h 17
10
pentingnya komunitas untuk menghargai kelebihan individual dan mencapai kesejahteraan
ekonomi secara keseuruhan. Pada prinsipnya perusahaan tidak diidentikan dengan aktifitas
yang sifatnya komersial, karena telah menjadi alat politik. Perusahaan harus memiliki
kesadaran sosial15.
c. Teori Concessions
Teori ini dalam bentuk sederhana melihat kehadiran dan operasi perusahaan sebagai
sebuah pemberian oleh negara. Yang menjamin kemampuan berusaha dengan
menggunakan perusahaan sebagai alat. Teori concession menerima adanya campur tangan
pemerintah hanya untuk memastikan struktur corporate governance berjalan secara adil
dan demokratis. Teori ini menentang gagasan bahwa perusahaan harus memiliki tujuan
yang dapat mencerminkan aspirasi sosial suatu negara. Hobbes mengateorikan perusahaan
sebagai badan politik karena mendapat status dari keputusan penguasa. Botomley
menyebut corporate governance sebagai rekonseptualisasi dari suatu struktur hukum
perusahaan dalam bidang politik.
Perjanjian pendirian perseroan memiliki tiga hal penting, yaitu: ide adanya dual
decision making yang mengakui perbedaan pengaturan tentang organ direksi dan rapat
Umum pemegang saham dalam kehidupan perseroan, ide tentang deliberative division
making yang ingin memastikan adanya keputusan perusahaan diambil berdasarkan
pertimbangan yang terbuka dan jujur atas segala masalah yang terjadi, ide tentang
separation of powers yang bertujuan agar kewenangan dalam membuat keputusan
dilakukan secara bertanggung jawab. Bottomley menyebutkannya tata kelola perusahaan
yang menggunakan konsep-konsep hukum publik, seperti keadilan, kesetaraan, perlakuan
yang adil, kesempatan yang sama.16
d. Induk Teori Korporasi
Teori yang merupakan induk dari teori korporasi adalah Equity Theory. Teori ini
merupakan teori korporasi yang menjadi landasan dari berbagai teori korporasi yang ada.
Pada prinsipnya teori ini menjelaskan tentang model hubungan anatara perusahan dan
pemilik. Turunan dari teori Equity terkait dengan korporasi dibagi menjadi beberapa teori
antara lain :
15 Ibid h 2216 Ibid h 23
11
1) Property Theory
Teori ini berasumsi bahwa pemilik dan perusahaan adalah identik. Dalam teori ini
pemilik sepenuhnya menguasai aktiva perusahaan. Penambahan ekuitas dari hasil
usaha dianggap sebagai tambahan aktiva yang dimiliki pemilik dan beban piutang
perusahaan menjadi tanggungjawab sepenuhnya pemilik. Pendapatan dan biaya
yang dikeluarkan oleh proprietor atau pemilik berpengaruh terhadap kekayaan
pribadinya. Dalam teori ini pada prinsipnya menegaskan bahwa pemilik perusahaan
sebagai penguasa tunggal dalam perusahaan baik dalam aspek keuntungan maupun
kerugian perusahaan.
2) Entity Theory
Dalam teori ini mengasumsikan bahwa terjadi pemisahan antara kepentingn pribadi
pemilik ekuitas (owner) dan entitas bisnisnya (perusahaan). Menurut teori ini
sebuah entitas bisnis bisa menjadi suatu personifikasi yang memilki karakter sendiri
yang berbeda dengan pemiliknya.
3) Residual Equity Theory
Teori ini merupakan bagian dari teori entity, karena teori ini merupakan salah satu
bentuk ekuitas dalam entity teori. Pendapat lain mengatakan teori ini merupakan
teori bagian dari Proprierty theory karena sifat persamaan akutansi yang disusunya
tidak menitikberatkan pada perusahaan tapi pada equitas residu yang dianggap
sebagai pemilik.
4) Fund Theory
Teori ini mensubtitusikan suatu unit operasi atau unit yang berorentasi ke aktivitas
sebagai dasar untuk perlakuan akutansinya. Teori ini secara luas banyak digunakan
pada badan-badan pemerintah.
5) Enterprise Theory
Teori ini memamandang bahwa korporasi merupakan institusi sosial yang
beroperasi untuk memberikan manfaat pada banyak kelompok yang berkepentingan
secara luas baik dari sisi shareholder dan pihak stakeholder17.
17 Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, Good Corporate Governance Perkembagan Pemikiran danImplementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum, Yogyakarta, Total Media, 2007 h 15
12
3. Konsepsi Dasar Pemahaman Perusahaan Kelompok
Perusahaan holding sering disebut juga dengan holding company, parent company,
atau controlling company, group company atau concern. Secara etimologi pengertian
Holding Company terdiri dari dua suku kata yakni company dan holding. Company dan
holding berasal dari kata bahasa inggris. Menurut kamus bahasa inggris, kata company
berarti perusahaan. Sedangkan kata holding berarti saham.
Hukum perusahaan konvensional atau secara tradisional memandang bahwa setiap
perusahaan sebagai badan hukum terpisah entity. Sampai akhir abad kesembilan belas, satu
perusahaan tidak bisa memiliki saham di perusahaan lain. Doktrin ini berubah pada tahun
1890, ketika New Jersey menjadi Negara bagian pertama yang memberlakukan aturan atau
mengizinkan perusahaan mengakuisisi perusahaan lain dan membentuk anak perusahaan
tanpa otorisasi hukum18. Dengan diberlakukanya ketentuan ini maka perusahaan induk
berkembang pesat di Amerika sebagai perusahaan utama.
Berkaitan dengan eksistensi perusahaan kelompok atau Holding Company di
Amerika dikeluarkan sebuah Peraturan atau Undang-undnag yang secara khusus mengatur
tentang perusahaan holding company, khusunya yang berkaitan dengan public utility yang
sering disebut dengan (Public Utiliy Holding Company Act). Undang undang ini bertujuan
mengatur masalah holding company terhadap perusahaan yang bergerak terhadap
perusahaan yang bergerak di bidang public utility seperti perusahaan gas dan listrik,
sehingga dengan pengaturan tersebut jalanya perusahaan bersama dengan subsidiernya
(anak perusahaanya) yang waktu itu menjadi banyak agar bermanfaat bagi publik.UU ini
mensyaratkan suatu registrasi terhadap interest holding company tersebut pada commission
dan mendaftarkanya (fiilling) tentang initial dan periodic report yang berisikan data yang
detail tentang perusahaan yang bersangkutan.19
Holding Company dimulai sejak tahun 1889, ketika New Jersey menjadi Negara
Bagian pertama yang memberlakukan Undang-undang yang mengijinkan pembentukan
perusahaan dengan tujuan utamanya memiliki saham perusahaan lain. Menurut Bringham &
18 Robert S Karmel, Is the Public Utility Holding Company Act a Model for Breaking Up the Banks That AreToo-Big-to-Fail Hasting Law Journal Vol 62
19 Taufiq arfi wargadalam 2009 Skripsi FH UI “ tinjauan hukum terjadinya insider trading pada kasus ISE Holdingand business partner di AS dikaitkan dengan penegakan hukum insider trading di Indonesia
13
Houston, Holding company adalah korporasi yang memiliki Saham biasa perusahaan lain
dalam jumlah yang cukup sehingga dapat menggendalikan perusahaan tersebut20. Hadori
Yunus mendefinisikan Holding company sebagai suatu perusahaan yang dibentuk dengan
tujuan khusus untuk memiliki saham-saham dan mengendalikan operasi perusahaan lain21.
Sementara itu pemahaman holding company menurut black law dictionary menyatakan
bahwa22 : Company formed to control other companies usu. Confining its role to owning
stock and supervising management. Pada prinsipnya holding company menurut ketentuan
black law merupakan perusahaan yang dibentuk untuk mengontrol atau mengendalikan
perusahaan yang lainya.
Kerja sama di antara perusahaan-perusahaan yang dikenal dengan nama perusahaan
kelompok (consern) atau group company atau perusahaan kelompok, secara umum dapat
diberi pengertian sebagai suatu susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis
tetap mandiri dan yang satu dengan yang lain merupakan satu kesatuan ekonomi yang
dipimpin oleh suatu perusahaan induk. Fenomena tentang adanya perusahaan-perusahaan
yang bergabung dan terikat satu sama lain dalam satu perusahaan kelompok tumbuh pada
dasa warsa terakhir baik dalam skala nasional maupun dalam skala internasional.
Perusahaan kelompok atau perusahaan kelompok (group company) dapat disusun secara
vertikal dan horisontal. Sifat perusahaan kelompok yang vertikal dapat dikatakan ada
apabila perusahaan-perusahaan yang terkait di dalam susunan itu merupakan mata rantai
dari perusahaan-perusahaan yang melakukan suatu proses produksi. Perusahaan-perusahaan
itu masing-masing mengusahakan lanjutan dari usaha perusahaan lain misalnya perusahaan
pertama memulai usaha usaha dari bahan baku, dilanjutkan ke perusahaan lain untuk
mengolah menjadi bahan setengah jadi, dilanjutkan lagi ke perusahaan lain menjadi produk
terakhir untuk konsumen dan pemasarannya diusahakan oleh perusahaan yang lain. Semua
perusahaan yang terkait itu merupakan satu kesatuan dalam perusahaan kelompok atau
kelompok atau group.
Pada perusahaan kelompok yang sifatnya horizontal, perusahaan-perusahaan yang
terkait di dalam perusahaan kelompok itu adalah perusahaan-perusahaan yang masing-
20 Brigham, Eugene F & Houston, Joel F, Manajemen Keuangan, Jakarta Jilid I Edisi Kedelapan, Erlangga, 2001h 157 .
21 Hadori Yunus, Harnanto, Akuntansi Keuangan Lanjutan”, Yogyakarta, BPFE UGM, 1981 h 3422 A Garner, Bryan. . Black’s Law Dictionary, Eighth Editioan, 2004 West Publishing Co
14
masing bergerak dalam bidang-bidang usaha yang sangat beragam. Perusahaan-perusahaan
yang tersusun secara terkait satu sama lain tidak hanya menangani produksi tertentu dalam
arti satu jenis tertentu melainkan berbagai jenis produksi, misalnya produksi pertanian,
industri, perdagangan, jasa angkutan, perhotelan, bank dan asuransi. Jadi di sini terdapat
diversifikasi usaha dan sering dikenal dengan sebutan konglomerat23. Sekarang ini, sebutan
itu juga sangat dikenal di Indonesia.
Di dalam definisi yang dikemukakan dua penulis di atas terkandung unsur-unsur
yang penting diperhatikan bagi cirri suatu perusahaan kelompok, yaitu:
a) ada kesatuan dari sudut ekonomi, dan
b) ada jumlah jamak secara yuridis.
Unsur kesatuan dari sudut ekonomi bukanlah menjadi suatu keharusan pengertian
bahwa di dalam susunan perusahaan-perusahaan itu mereka ke luar harus kelihatan
bertindak sebagai suatu kesatuan ekonomi. Pengertian unsur “pimpinan sentral” atau
“pimpinan pusat” dapat diartikan sebagai adanya kemungkinan pelaksanaan kewenangan
atau hak yang sifatnya menentukan yang menyangkut kehidupan lebih lanjut perusahan dan
kebijakan-kebijakan dari perusahaan yang tersusun. Pimpinan sentral perusahaan kelompok
dapat lebih ketat pada perusahaan kelompok yang satu daripada pimpinan sentral pada
perusahaan kelompok lainnya.
Hubungan-hubungan perusahaan kelompok dapat diartikan sebagai hubungan antara
badan-badan hukum, misalnya badan hukum dengan bentuk perseroan, seperti PT.
Hubungan itu terjadi jika pimpinan kegiatan ekonomi dari dua atau lebih perusahaan
dikoordinasikan sedemikian rupa sehingga antara sesama perusahaan itu banyak atau sedikit
terdapat susunan yang erat dalam aspek ekonomi, keuangan dan organisasi. Dengan kata
singkat dapat dikemukakan, bahwa perusahaan-perusahaan itu berada di bawah pimpinan
sentral atau pengurusan bersama, atau dapat juga dikatakan bahwa mereka dipimpin secara
uniform atau seragam. Akan tetapi tidak dapat disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan
yang terkait di dalam satu perusahaan kelompok haruslah perusahaan-perusahaan yang
berstatus badan hukum seperti Perseroan Terbatas. Tidak tertutup kemungkinan bahwa
perusahaan anak yang tidak berstatus badan hukumpun dapat bergabung di dalam suatu
23 Emy Pangaribuan, op. Cit h 3.
15
perusahaan kelompok, misalnyaperusahaan berbentuk Firma, CV menjadi perusahaan anak-
anak dan satu perusahaan berstatus badan hukum menjadi perusahaan induk.
Dasar pelaksanaan pimpinan sentral tidaklah merupakan hal yang konstitutif untuk
mengkualifikasi suatu susunan perusahaan sebagai suatu perusahaan kelompok. Hak atau
pengaruh yang menentukan dapat terletak pada pemilikan atau penguasaan saham, juga
mungkin atas dasar perjanjian atau berdasarkan faktor faktual belaka, seperti adanya fungsi
rangkap atau kesatuan personil (personele unie) pada taraf pimpinan di dalam berbagai
perusahaan24. Pengertian pimpinan sentral ditujukan pada suatu gejala yang tampil atau
terjadi dengan berbagai cara yang bervariasi, yang sebenarnya dari aspek ketentuan yuridis
tidak cocok. Apa yang diartikan dengan pimpinan sentral adalah bahwa instansi yang sama
mempunyai keterlibatan bersifat menentukan atas pengurusan dari beberapa perusahaan
dengan tujuan supaya aktivitas ekonomi dari perusahaan-perusahaan itu dalam satu atau
beberapa aspek dapat berjalan terkoordinasi25.
4. Tanggungjawab Hukum Perusahaan Holding terhadap Anak Perusahaan
Dalam ilmu hukum dikenal doktrin ” keterbatasan” dari suatu badan hukum. Secara
prinsipil setiap perbuatan yang dilakukan oleh badan hukum, maka hanya badan hukum
sendiri yang bertangungjawab. Para pemegang saham tidak bertangungjawab, kecuali
sebatas nilai saham yang dimasukkanya.26
Dalam ketentuan KHUD pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa pemegang saham tidak
bertangungjawab lebih daripada jumlah penuh dari saham-saham yang dilmilikinya. Dalam
ketentuan dalam undang-undang perseroan terbatas No 40 tahun 2007 pasal 3 ayat yang
menyatakan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum dan tangungjawabnya terbatas
atas saham-saham yang telah diambil oleh pemegang saham. Undang-undang ini
menegaskan ada beberapa pengecualian atas prinsip keterbatasan tangungajwab badan
hukum yang bersangkutan termasuk untuk menarik tanggungjawab pihak perusahaan
holding sebagai pemegang saham untuk ikut mempertangungajwabkan terhadap perbuatan
anak perusahaan.
24 Emy Pangaribuan, op. Cit h 425 Emy Pangaribuan, op. Cit h 526 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Pardigma Hukum Bisnis, Bandung PT Citra Aditya Bakti 2002 h 125
16
Walaupun secara prinsip tangungjawab hukum perusahan holding sebatas saham
yang disetor, namun dalam hal-hal tertentu hukum membolehkan tanggungjawab hukum
pemegang saham melebihi tanggungajawab sebatas saham yang disetornya, dalam hal ini
dapt dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu :
a) Perluasan tanggungjawab pemegang saham/perusahaan holding berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Dalam kontek ini dapat dilakukan apabila
memenuhi beberapa persyaratan antara lain :
(1) Tanggungjawab perusahaan holding dalam proses pendirian perseroan
terbatas.
Pada prinsipnya Perseroan terbatas diangap sebagai badan hukum sejak saat
pengesahanya oleh Menkumham. Sejak saat itu pula pendiri masing-masing
diangap terlepas dari tanggungjawab pribadinya, jika ada transaksi yang
dilakukan sebelum pengesahan anggaran dasarnya, maka masing-masing
pendiri melakukan perbuatan yang bersangkutan akan bertangungjawab
secar pribadi. Tetapi apabila pemegang saham merangkap sebagai pengurus,
maka sebagai pengurus sungguhpun sudah ada pengesahan anggaran secara
dasar, para pengurus tersebut masih saja bertanggungjawab secara renteng
sampai dengan adanya pendaftran dalam daftar perusahaan.
(2) Tanggungjawab holding karena doktrin ” Piercing the corporate veil”
Sungguhpun suatu badan hukum bertanggungjawab secara hukum hanya
terbatas harta badan hukum tersebut, tetapi dalam hal tertentu batas
tanggungjawab tersebut dapat ditembus27.
b) Perluasan tanggungjawab pemegang saham/perusahaan holding berdasarkan
ikatan kontraktual.
(1) Kontrak yang bersifat kebendaan
Perusahaan holding dapat dibebankan tanggungjawab manakala
melakukan kontrak-kontrak yang sifatnya kebendaan terutama dalam hal
perusahaan ikut menjadi collateralI terhadap hutang-hutang yang dibuat
oleh anak perusahaan.
(2) Kontrak yang bersifat personal
27 Ibid hal 128
17
Perusahaan holding dapat dimintai pertangggungjawaban atas bisnis-bisnis
yang dilakukan oleh anak perusahaan manakala perusahaan holding
menjamin hutang-hutang anak perusahaan dengan membuat corporate
guarantee, personal guarantee, dan garansi terbatas, dll.28
5. Kemandiriaan Anak Perusahaan Secara Yuridis.
Perusahaan holding sebagai legal entity yang mandiri dan terpisah dengan badan
hukum lainya, maka anak perusahaan juga pada umumnya berbentuk perseroan terbatas
yang mana mempunyai kedudukan yang mandiri dan menyandang hak dan kewajiban
sendiri. Disamping itu anak perusahaan mempunyai kekayaan yang terpisah secara yuridis
dengan harta kekayaan pemegang sahamnya baik itu perusahaan holding maupun tidak.
Beberdasarkan prinsip kemandiriian tersebut, pada prinsipnya secara hukum
perusahaan holding dalam kedudukanya sebagai induk perusahaan tidak punya kewenangan
hukum untuk mencampuri manajemn dan policy anak perusahaan. Menurut teori ilmu
hukum keterlibatan perusahaan holding terhadap anak perusahaan dimungkinkan melalui
direktur dan komisaris yang diangkat oleh perusahaan holding sebagai pemegang saham,
sejauh tidak bertentangan dengan anggaran dasar perusahaan serta melalui hubungan
kontraktual, juga sejauh tidak bertentangan dengan angaran dasar perusahaan.
a. Grup perusahaan sebagai eksatuan ekonomi
Fakta yang tak terbantahkan adalah melalui pendekatan ekonomi dimana secara
keseluruhan terdapat induk perusahaan dan anak perusahaan dianggap sebagai suatu
kesatuan, hal ini berlaku bagi grup investasi dan grup manajemen. Karena merupakan
suatu kesatuan ekonomi maka grup perusahaan dikomandokan oleh perusahaan
holding. Ketat tidaknya pengaturan perusahaan holding trergantung dari bentuk grup
yang dibentuk. Dalam grup perusahaan manajemen pengaturanya lebih ketat, dari pada
grup perusahaan investasi. Dalam hal wewenang dan peran yang diberikan grup
perusahaan yang tersentarlisasi jauh lebih ketat dibandingkan dengan grup perusahaan
yang menganturt prinsip desentralisasi.29
28 Ibid hal 13129 Ibid hal 134
18
Pada prinsipnya, dalam perusahaan grup, pendekatan ekonomi dan pendekatan hukum
memiliki pandangan yang berbeda. Pendekatan ekonomi membandang bahwa
perusahaan grup atau kelompok merupakan satu kesatuan, berbeda dengan pendekatan
hukum. Pendekatan hukum memandang dalam perusahaan grup, masing masing
perusahaan atau anak perusahaan merupakan badan hukum yang terpisah berdiri
sendiri dari perusahaan induknya. Secara prinsip benang merah hubungan antara anak
perusahaan dan induk perusahaan, dapat dilihat dari peran dan kedudukan pemegang
saham, melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham, yang secara yuridis
memiliki kedudukan yang tinggi dalam menentukan kebijakan perusahaan.30
Pendekatan ekonomi dalam perusahaan grup lebih dominan dibandingkan dengan
pendekatan hukum, mengingat dalam perusahaan grup secara kesatuan ekonomi harus
tunduk pada perusahaan induk. Dengan dikuasainya sebagian besar saham dari anak
perusahaan oleh perusahaan induk, dengan demikian dalam pengambilan putusan
perusahaa secara representatif keterwakilan para pemegang saham perusahan diwakili
oleh perusahaan induk. Dengan kondisi demikian maka segala keputusan dalam Rapat
Umum Pemegang Saham maka dapat dipastikan dikuasai oleh perusahaan induk
selaku pemegang saham terbesar dari anak perusahaan. Demikian boleh dikatakan
bahwa pendekatan hukum mengikuti pendekatan ekonomi walaupun secara legal
entity anak perusahaan sebagai badan hukum yang mandiri.
b. Campur tangan perusahaan holding dalam bisnis anak perusahaan
Secara faktual perusahaan kelompok merupkan perusahaan konglomerasi yang mana
secara ekonomi menjadi satu kesatuan dengan perusahaan induknya, maka
konsekuensi secara hukum terkait dengan kemandirian anak perusahaan dan induk
perusahaan sebagai konsekuensi logisnya, berkembanglah teori hukum tentang :
(1) Ikut ditariknya perusahaa holding, maupun anak perusahaan lain dalam satu grup
dalam hal-hal tertentu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan hukum yang
dilakukan oleh salah satu atau lebih anak perusahaan.
(2) Berwenangnya pihak perusahaan holding dalam batas-batas tertentu utnuk
mencampuri urusan bisnis anak perusahaan.
30 Ibid hal 134
19
Pendekatan hukum disnis diperlukan untuk mengimbangi kepentingan induk
perusahaan dengan anak perusahaan dan atau untuk mengimbangi kepentingan pihak ketiga
untuk membebankan kewajiban tertentu pada perusahaan holding.
Dengan demikian sektor hukum memainkan peranan penting dalam rangka menjaga
kepentingan dan harmoniasasi peran dan tanggungjawab hukum antara induk perusahaan
dengan anak perusahaan. Teori hukum konvensional mengajarkan bahwa anak perusahaan
sebagai badan usaha hukum mempunyai hak dan kewajiban terpisah dari perusahaan hukum,
maka dari itu perlu modifikasi dan terobosan hukum sehingga akan tercipta kondisi yang
kondusif antara kepentingan perusahaan holding, anak perusahaan dan kepentingan pihak
ketiga termasuk shareholder maupun stakeholder.
6. Pengaruh Model corporate Governance Kaitannya Terhadap Kemandirian Anak
Perusahaan.
Berkaitan dengan penerapan struktur corporate governance, baik yang menggunakan
sistem two-tier ataupun one-tier tidak selamnya kedua sitem tersebut dapat dijalankan
dengan sempurna. Penerapan struktur governance pada korporasi tentu terdapat kelemahan
dan kelebihan masing masing sistem yang diterapkan. Kelemahan dan kelebihan sistem yang
diterapkan selalu dapat dilihat dari aspek lingkungan bisnis itu sendiri dan sistem hukum
yang diberlakukan. Disamping faktor tersebut ada faktor lain yang dapat mempengaruhi
perkembangan struktur governance sebuah korporasi baik yang menganut sistem one-tier
maupun two-tier yaitu faktor standart akuntansi dan prinsip perpajakan yang diterapkan pada
korporasi tersebut.31
Seperti yang telah diutarakan sebelumnya bahwa struktur corporate governance
dalam sebuah korporasi dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama teori korporasi yang
dianut, budaya, dan sistem hukum yang berlaku. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Mark J. Roe dalam artikelnya yang berjudul some differences in corporate structur in
Germany, Japan, and the United States yang menyatakan bahwa hukum dan Politik
berperan besar dalam menentukan struktur perusahaan.32 Secara spesifik model corporate
31 Carsten Jungmann, The dualism of One-tier and Two-tier Board system in Europe,Summer School On EuropenBusisiness Law 2008 h 532 Mark J. Roe “Some different in Corporate Structure in Germany, Japan and the United State” Dalam William WBratton (Asgate Dartmouth England) 2000, h 247
20
governance secara umum dibagi menjadi dua model, yaitu model Anglo American dan The
Continental Europen model. Sistem Anglo American dikenal dengan istilah Commun Law
Model dengan sistem One-tier Board sistemnya dan The Continental Europen dikenal
dengan Civil Law sistem dengan sistem Two-tier Board sistem. Kedua sistem yang
diterapkan dalam perusahaan mempunyai perbedaan terkait dengan peran dan fungsi dan
tanggungjawab organ perusahaan, dengan demikian akan berpengaruh pula terhadap setiap
keputusan strategis yang akan diambil oleh perusahaan yang bersangkutan, termasuk
didalamnya pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan induk atau perusahaan
holding.
a. One-tier Board sistem.
Untuk model Anglo-American atau Common law model memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
1) Adanya dominasi manajemen perusahaan
2) Fokus pada shareholder
3) Adanya kepemilikan saham publik yang luas
4) Hak-hak pemegang saham kuat
5) Struktur unitary-board/one-tier board sistem
6) Adanya pemimin tunggal yang berkuasa
7) Adanya budaya litigasi pemegang saham yang kuat33
Adapun kelebihan yang ada dalam sistem one-tier dibandingkan dengan sistem two-
tier sistem adalah sebagai berikut :
1) Tanggungjawab monitoring (pengawasan) dan penentuan strategi perusahaan
digabungkan dalam satu badan yang sama.
2) Semua badan memilki akses langsung terhadap informasi yang sama (karena dwi
tunggal)
3) Proses pembentukan keputusan yang lebih efektif.
4) Frekuensi pertemuan badan lebih teratur (asimetri informasi dalam badan)
Kelemahan yang dimilki sistem one-tier dapat dikelompokan menjadi beberapa, antar
lain :
33 Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, Good Corporate Governance Perkembagan Pemikiran danImplementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum, Yogyakarta, Total Media, 2007 h 19
21
1) Terjadi dilema dalam menghadapi peran manajerial dan supervisi
2) Adanya direktur eksekutif dan non eksekutif yang tidak cukup untuk menjamin
eksekusi peran pengawasan yan baik.
3) Keefektifan control korporasi tergantung tidak hanya pada kepribadian direktur non
eksekutif, tetapi lebih pada kepribadian ketua.
Keunggulan sistem Anglo-American atau Commun law model diatas adalah dapat
menghasilkan hubungan yang lebih dekat dan menghasilka aliran informasi yang lebih
baik antara lembaga pangawas dan manajerial. Dalam sistem one-tier board sistem
organ perusahaan dibagi menjadi dua yaitu Chief Executive Officer dan Chairman. Di
negara Common law direksi dipilih oleh pemegang saham untuk menjalankan
kepentingan mereka. Sistem one-tier board sistem ini banyak dilakukan oleh negara
Amerika dan Inggris. Di negara Inggris sistem one-tier board sistem diterapkan tidak
secara mutlak namun diterapkan secara non duality sedangkan di Amerika dan Jepang
one-tier board sistem diterapkan secara mutlak dengan asumsi bahwa CEO dan Chairman
dipegang oleh individu yang sama. Penerapan one-tier board sistem secara murni pada
prinsipnya perusahan tidak memisahkan dengan tegas antara fungsi Chairman dan CEO
sehingga memungkinkan dijabatnya kedua fungsi tersebut oleh individu yang sama.
Kinerja CEO di Amerika 80 % dipengaruhi oleh budaya individualisme, sehingga
orang Amerika percaya bahwa prestasi yang dicapai oleh perusahaan ditentukan oleh
pemimpin secara individual. Negara penganut one-tier board sistem-no duality banyak
diberlakukan di negara Inggris dan Australia. Board structure dipisahkan secara tegas. Di
Australia memilih chairman yang independen terhadap CEO.34
b. Two-tier Board Sistem
Perusahaan yang mengunakan model Continental European Model/ Civil Law
Model memilki cirri-ciri sebagai berikut :
1) Adanya dominasi pemegang saham pengendali
2) Fokus pada stakeholder
3) Kepemilikan saham publik lebih sempit
4) Hak-hak pemegang saham sangat lemah.
5) Struktur two-level/ two-tier board system
34 Ibid h 20
22
6) Kepemimpinan berdasarkan konsensus ataupun terbagi
7) Budaya litigasi sangat lemah.
Negara penganut murni two-teir murni dalam struktur governance adalah Jerman.
Namun begitu terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dalam two-tier sistem.
Adapun kelebihan yang ada dalam sistem two-tier dibandingkan dengan sistem one-tier
sistem adalah sebagai berikut :
1) Terjadinya pemisahan tugas kontrol dan manajerial.
Dalam sistem Two-tier di Jerman terdiri dari dua badan yang menyelenggarakan
suatu korporasi yaitu badan supervisisor (dewan komisaris) yang dipilih oleh
para pemegang saham melalui rapat umum (RUPS) yang bertugas memonitor
badan manajeman dan badan manajemen (direksi) yang dipilih oleh badan
supervisor yang bertugas mengelola perseroan atau institusi. Pada prinsipnya
pemisahan yang dilakukan antara badan supervisor dan badan manajemen untuk
memisahkan pengontrolan institusi dari pengelola institusi. Konsep ini dilakukan
untuk melindungi kepentingan para pemegang saham dan kepentingan publik di
Jerman pada abad ke 19.35 Dengan dilakukanya pemisahan tugas dan Kontrol
maka dapat meminibulkan konflik kepentingan antara kedua badan tersebut. Hal
ini dikarenakan badan supervisor dipilih oleh pemegang saham dan badan
manajemen dipilih oleh badan supervisor.
2) Adanya kebebasan badan supervisor karena terjadi pemisahan dengan badan
manajemen.
Dengan adanya pemisahan kedua badan ini, menyebabkan badan supervisor
bebas melakukan fungsinya melakukan monitoring kepada badan manajemen
yang bertugas mengelola kegiatan bisnis. Dengan demikian tugas pengawasan
yang dibebankan pada badan supervisor dapat dilakukan secara optimal.
3) Proses pembuatan keputusan oleh badan manajeman cepat dan efisien.
Dengan adanya pemisahan antara badan supervisor dan badan manajeman, maka
badan manajemen selaku pengelola kegiatan bisnis memiliki tugas dan fungsi
yang sama dalam rangka menjalankan kegiatan bisnis yang baik. Untuk
35Rado Bohinc, one or two tier corporate governance sistem in some EU and Non EU countries. University ofPrimorska, Koper, Vol 8 2011 h 5
23
menjalankan tugas ini maka dewan manajemen membagikan informasi yang
berkaitan dengan kegiatan bisnis pada semua anggota dewan manajemen,
sehinga proses pembuatan keputusan yang sifatnya teknis strategis badan
manajemen dapat secara cepat dan efisien36.
Selain kelebihan sistem two-tier yang telah dijelaskan diatas, sistem ini juga
mempunyai beberapa kelemahan, antara lain :
1) Kelemahan struktural pada model two-tier system.
Salah satu kelemahan sistem two-tier adalah kelemahan pada struktur itu sendiri.
Dengan adanya dua badan yang secara langsung atau tidak langsung mengurusi
kegiatan perseroan maka akan muncul dualisme dalam pengelolaanya. Dalam
hal pengambilan keputusan yang sifatnya urgen dan subtansial tentunya tidak
hanya bisa dilakukan oleh satu badan saja, namun harus dilakukan oleh kedua
badan tersebut. Disisi lain karena adanya pemisahan antara kedua badan tersebut
maka tidak menutup kemungkinan adanya overlaping keputusan yang diambil
oleh salah satu badan tanpa melibatkan badan yang lainya khusunya yang
dilakukan oleh badan manajemen tanpa meilbatkan badan supervisor.
2) Sistem hukum yang tidak mendukung two-tier sistem.
Sistem hukum yang ada di negara penganut system two-tier ini secara umum
tidak mendukung pelaksanaan system two-tier terutama di Jerman. Menurut Co-
determination Act tahun 1976, yang diamandemen, separuh badan supervisor,
disertai dengan 2000 karyawan atau lebih, harus terdiri dari perwakilan
pekerja.37 Dari ketentuan tersebut secara tidak langsung komponen badan
supervisor harus disertakan unsur dari karyawan atau pekerja. Dengan adanya
unsur perwakilan pekerja ini akan rentan terjadinya konflik kepentingan.
Perbedaan persepsi dan pandangan antara pekerja dan para pemegang saham
akan memicu permasalahan baru.
3) Dalam melaksanakan fungsi kontrolnya badan supervisor melakukan dengan cara
reaktif.
36 Rado Bohinc op. cit h 637 Rado Bohinc op. cit h 8
24
Karena ada pemisahan antara badan yang ada di sistem two-tier maka badan
supervisor yang mengontrol badan manajemen yang secara tidak langsung hanya
mendapatkan laporan dari pihak badan manajemen, maka dalam melaksanakan
fungsi kontrolnya cenderung bertindak secara reaktif dan tidak aktif terkait
permasalahan yang ada di perseroan. Hal ini terjadi karena secara teknis
pengelolaan perseroan dijalankan oleh badan manajemen dan informasi yang
dimilki oleh badan supervisor sangat terbatas.
4) Minimnya kebutuhan informasi badan Supervisor.
Dalam melakukan fungsi kontrol terkait dengan pengelolaan perseroan,
minimnya arus informasi yang terbatas baik dari informasi data, file dan lain-lain
dari pihak badan manajemen serta tidak dilibatkanya badan supervisor dalam
pembuatan keputusan menyebabkan badan supervisor tidak bisa mencapai
keputusan dalam waktu yang singkat.
Dalam model ini terlihat jelas pemisahan antara lembaga pengawas dengan yang
diawasi. Organ perusahaan dengan model ini terdiri dari RUPS, Direksi, dan Komisaris
yang mana dianut oleh Negara-negara civil law seperti Belanda, Jerman, dan Indonesia.
Sistem Board yang dianut di Belanda dan Jerman memisahkan secara tegas antara fungsi
pengawasan dalam supervisory board dan fungsi eksekutif oleh management board
(dewan manajemen). Supervisory board (Dewan Komisaris) dipilih oleh pemegang
saham dan dalam beberapa kasus dipilih oleh para karyawan. Dewan komisaris kemudian
memilih anggota dewan manajeman dan menjamin akuntanbilitas mereka pada tujuan
perusahaan dan perturan pengelolaanya.38
Selain model two-tier board sistem dan one-tier board sistem terdapat beberapa
negara yang menerapkan berbeda terkait dengan struktur pengelolaan perusahaan. Pada
prinsipnya terdapat tiga hal dalam melakukan perbandingan struktur pengelolaan
perusahaan yaitu, yang pertama bahwa hanya ada sebuah sistem manajemen two-tier
board sistem berada dibawah hukum Jerman. Artinya dalam struktur pengelolaan
manajemen perusaha yang menganut sitem two-tier board sistem secara murni
diberlakukan di negara Jerman. Yang kedua adalah bahwa negara yang menyediakan
menerapkan hukumnya untuk sistem one-tier board adalah Amerika dan Inggris, walupun
38Ridwan Khairandy op. cit h 22
25
di Inggris diterapkan sedikit berbeda dengan yang ada di Amerika. Prinsip yang ketiga
adalah Negara yang menerapkan kedua sistem baik sistem one-tier board maupun two-
tier board sistem seperti yang ada di Slovenia, hal ini tergantung dari pemegang saham
untuk menentukan sistem dan tatakelola manajemen perusahaan.39
b. Implementasi Model Corporate Governance Dalam Perusahaan Holding
Berbicara mengenai implementasi model pengelolaan persero atau corporate
governance structur perusahaan kaitannya terhadap kemandirian anak perusahaan dalam
perusahaan grup atau kelompok tentunya tidak terlepas pada sistem atau model yang
dianut atau dipakai oleh suatu negara. Pada bagian sebelumnya telah dibahas mengenai
model corporate governance baik sistem yang menganut one-tier atau two-tier dengan
berbagai keunggulan dan kelemahan masing-masing sistem.
Dalam sistem one-tier yang banyak dianut oleh negara Amerika, Inggris, Jepang dan
Australia. Dalam sistem one-tier organ perusahaan dibagi menjadi dua yaitu Chief
Executive Officer dan Chairman. Di negara Common law direksi dipilih oleh pemegang
saham untuk menjalankan kepentingan mereka. Beberapa ciri dominan dalam sistem one-
tier adalah adanya hak-hak pemegang saham kuat. Berdasarkan kondisi ini maka dapat
diasumsikan bahwa sistem one-tier lebih menekankan pada kepentingan pada
shareholder. Bila dikaitkan dengan perusahaan grup ataupun perusahaan holding maka
terdapat pertanyaan mendasar yang patut dipertanyakan yaitu, ” adakah pengaruh
kemandirian anak perusahaan dalam perusahaan grup/holding company kaitannya dengan
sistem one-tier yang diterapkan dalam perusahaan tersebut”. Dalam rangka mencari
jawaban pertanyaan tersebut maka dapat dilihat secara mendasar terkait dengan
munculnya perusahaan grup atau holding company. Seperti yang diuraikan pada bagian
sebelumnya kemunculan perusahaan grup atau holding company yang diawali dengan
pembentukan perusahaan dengan tujuan utamanya memiliki saham perusahaan lain, atau
suatu perusahaan yang dibentuk dengan tujuan khusus untuk memiliki saham-saham dan
mengendalikan operasi perusahaan lain. Pembentukan perusahaan yang baru ataupun
memilki saham perusahaan lain dapat dilakukan dengan mengakuisi atau menjadi pemilik
mayoritas terhadap saham perusahaan yang akan dikuasai. Dengan konsepsi dasar seperti
ini jelas bahwa berdirinya perusahaan grup/kelompok secara legal entity merupakan
39 Rado Bohinc loc.cit
26
badan usaha yang berdiri sendiri namun secara kesatuan ekonomi merupakan satu
kesatuan tunggal dengan perusahaan induk atau yang menjadi grupnya. Pemahaman dasar
diatas menguatkan asumsi bahwa ada perusahaan “pengendali” atau yang dominan
terhadap perusahaan lain. Bila dikaitkan dengan sistem one-tier yang menekankan pada
hak-hak pemegang saham yang kuat atau pada para shareholder, maka sistem ini
memberikan ruang yang kuat dan besar pada pemegang saham untuk menentukan
keputusan strategis perusahaan. Dalam sistem one-tier yang menganut sistem duality atau
sisem one-tier murni yang mana tidak secara tegas memisahkan tugas antara chairman
dan CEO (chief Executife Offier). Dengan demikian keputusan dalam perusahaan berada
dalam satu tangan yang sama, artinya secara konseptual dengan sistem one-tier murni ini
dimungkinkan kekuasaan penuh dalam pengambilan keputusan berada dalam satu tangan
(satu pihak). Sedangkan dalam sistem one-tier no duality terdapat pemisahan secara tegas
antara chairman dan CEO. Dalam pelaksanaan tugas masing-masing organ perusahaan
fungsi chairman sebagai executive dan non executive, namun lebih banyak pada day to
day management yang membantu memberikan saran dan pertimbangan pada CEO dalam
menjalankan tugasnya. Dengan demikian pengambilan keputuan dalam sistem one-tier no
duality tetap pada CEO dengan pertimbangan dari chairman, meskipun chairman tersebut
berasal dari pihak yang independen seperti yang ada di Inggris.
Dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan baik dalam sistem one-tier murni
ataupun one-tier no duality kendali tetap berada pada pemegang saham mayoritas
(pengendali) yang direpresentasikan melalui CEO maupun chairman dalam perusahaan
terutama grup, terutama di anak perusahaan. Dengan denikian kemandirian yang
subtansial pada anak perusahaan dalam perusahaan kelompok/grup belum sepenuhnya
dapat mandiri dalam menjalankan kegiatan bsinisnya walaupuns ecara legal entity badan
hukum yang mandiri.
Dalam sistim Two-tier atau model Continental European Model/ Civil Law Model
memiliki karakteristik adanya dominasi pemegang saham pengendali, fokus pada
stakeholder serta hak-hak pemegang saham sangat lemah. Sistem ini banyak diterapkan di
Negara Jerman, Belanda, termasuk Indonesia. Sistem two-tier secara tegas memisahkan
antara fungsi pengawasan dan fungsi eksekutif dalam perusahaan. Secara umum organ
dari perseroan yang menganut sistm ini terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham
27
(RUPS), Komisaris, dan direksi. Untuk organ perseroan terbatas di Belanda terdiri dari
RUPS, Direksi, Komisaris dan Work Council. Work council ini hanya diwajibkan oleh
perusahaan yang besar. Di Belanda RUPS, Komisaris, ataupun Direksi memiliki
kedudukan yang sejajar. Di Indonesia RUPS bukan merupakan badan tertinggi di dalam
suatu perseroan. RUPS memiliki wewenang untuk menyetujui atau menolak konsolidasi,
merger, akuisisi, kepailitan dan pembubaran perusahaan serta pengangkatan dan
pemberhentian komisaris dan direksi.40
Struktur corporate governance two-tier seperti diatas dengan konstruksi kewenangan
ada pada RUPS dalam menentukan kebijakan terutama dalam hal menolak atau
menyetujui konsolidsi, merger maupun akuisisi, sangat berdampak pada pengambilan
keputusan dalam perusahaan kelompok atau grup. Pada prinsipnya pemeggang saham
dalam perseroan tidak memilki kekuasaan apapun, mereka tidak boleh mencampuri
pengelolaan perseroan. Pemegang saham baru memiliki kekuasaan tertentu apabila
mereka bertemu dalam satu forum yang disebut RUPS.41 Forum RUPS memungkinkan
pemeggang saham untuk mengetahui dan mengevaluasi kegiatan perseroan pada waktu
yang tepat tanpa campur tangan manakala perseroan melakuakan kegaiatan bisnis.
Dalam pengambilan keputusan yang strategis dalam RUPS, terutama dalam
perusahaan kelompok/grup terutama terhadap kekdudukan anak perusahaan dari
perusahaan induk, secara legal entity tidak ada sangkut paut antara induk perusahaan
dengan anak perusahaan. Kedudukan dan kewenangan RUPS dalam sistem two-tier
dalam ketentuan undang-undang tidak secara tegas mengatur mengenai batas-batas dan
ruang lingkup kewenangan yang dilakukan oleh RUPS, ada beberapa pedoman terkait
dengan RUPS antara lain :42
1) RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang bertentangan dengan hukum
yang berlaku
2) RUPS tidak boleh mengambil keputusan yang bertentangan dengan AD
nya,namun AD dapat dirubah oleh RUPS asal memenuhi syarat tersebut.
40 Ridwan Khaerandy, Perseroan terbatas Doktrin peraturan-perundang-undangan dan yurisprudensi, YogyakartaTotal Kreasi Media 2009 h 159.41 Ibid h 17942 Ibid hal 181
28
3) RUPS tidak boleh ,mengambil keputusan yang bertentangan dengan
kepentingan stakeholder serta merupakan kewenangan dari direksi dan
komisaris.
Berdasarkan ketentuan mengenai pengambilan keputusan melalui RUPS,
memungkinkan pemegang saham untuk melakukan suatu keputusan berdasarkan
kemauan dan keinginan dari pemegang saham itu sendiri. Dalam konstruksi pemegang
saham terutama di Indonesia, kalau kita lihat esensi dari berdirinya sebuah perseroan
bahwa perseroan didirikan berdasarkan kesepakatan atau perjanjian dua orang atau lebih.
Di Negara Belanda perseroan dapat didirikan hanya dengan satu orang43, untuk
mendirikan sebuah perseroan. Dari ketentuan ini jelas dalam rangka pengambilan
keputusan dalam forum RUPS dikatakan sah apabila dihadiri minimal dua orang
pemegang saham. Sedangkan untuk konstruksi pengambilan suara melalui forum RUPS
seperti di Negara Belanda, mumungkinkan diambil oleh pemegang saham/suara tunggal,
karena konstruksi hukum pendirian perseroan membolehkan hal tersebut. Berdasarkan
logika hukum diatas maka kaitannya dengan kemandirian anak perusahaan dalam
perusahaan grup/holding terutama dalam sistem two-tier tetap belum bisa mandiri secara
keseluruhan, waluapun secara legal entity sebuah badan hukum perseroan merupakan
badan hukum yang mandiri. Kondisi ini terjadi dikarenakan konstruksi pengambilan
keputusan melaui forum RUPS memungkinkan pemegang saham mayoritas, pengendali,
dan pengontrol dari induk perusahaan masuk dalam struktur dan konstruksi anak
perusahaan. Jika dideskripsikan kewenangan RUPS yang paling utama sesuai dengan
ketentuan UU PT 2007 di Dindonesia dengan sistem two-tier adalah salah satunya RUPS
berwenang menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan keajiban yang
timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan pendiri atau kuasanya44. Mengingat
sebagian besar proses pembentukan perusahaan grup/kelompok terutama dalam
pembentukan anak perusahaan dengan jalan mengakuisisi saham anak perusahaan atau
perusahaan induk memecah-mecah sahamnya menjadi perusahaan yang baru dengan
komposisi pemegang saham mayoritas atau lebih dari 51 % dikuasai oleh perusahaan
induk (asal). Dengan konstruiksi seperti ini jelas setiap pengambilan keputusan dalam
43 Ridwan Khairandy Loc.cit44 M. Yahya Harahap. Hukum Perseeroan Terbatas. Jakarta, Sinar Grafika 2009 h 305
29
anak perusahaan tetap dikontrol atau dikendalikan oleh para pemegang saham mayoritas,
atau para pemilik saham yang ada di anak perusahaan. Dalam konstruksi sistem two-tier
yang diberlakukan memungkinkan pemegang saham terutama pemegang saham
mayoritas yang dapat mengendalikan kebijakan dan keputusan yang diambil oleh anak
perusahaan. Intervensi pemegang saham mayoritas atau pengendali dapat masuk selain
melalui mekanisme RUPS, melaui mekanisme merubah anggaran dasar perusahaan.
Melaui Anggaran Dasar pemegang saham mayoritas atau pengendali dapat memasukan
segala kebijakan startegis perusahaan induk untuk diimplementasikan pada anak
perusahaan, yng terkait dengan pengambilan keputusan anak perusahaan harus melalui
persetujuan dari induk perusahaan (perusahaan holding). Implentasi kongkrit kebijakan
ini biasanya terkait dengan kebijakan financial, tender proyek, ataupun terkait
penggantian dewan direksi maupun dewan komisaris.
Dengan kondisi diatas maka penulis dapat menyimpulkan sistem apapun yang
diterapkan dalam struktur corporate governance suatu perseroan baik sistem one-tier
maupun sistem two-tier, belum sepenuhnya menjamin kemandirian anak perusahaan
dalam perusahaan grup/kelompok. Walaupun dalam ilmu hukum dikenal doktrin
“keterbatasan” yang menyatakan bahwa tanggungjawab badan hukum sebatas perbuatan
yang dilakukan oleh badan hukum itu sendiri. Pemegang saham tangungjawabnya sebatas
saham yang disetor dalam perusahaan tersebut. Namun dalam hal-hal tertentu hukum
membolehkan tanggungjawab hukum pemegang saham melebihi tanggungajawab sebatas
saham yang disetornya. Salah satu doktrin yang memungkinkan kondisi diatas adalah
adanya doktrin ” Piercing the corporate veil” Piercing the corporate veil”.
D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas berkaitan dengan Pengaruh Struktur Corporate
Governance Dalam Pengelolaan Holding Company Kaitannya Terhadap Kemandirian Anak
Perusahaan maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :
1. Keterlibatan perusahaan holding terhadap anak perusahaan dimungkinkan melalui
mekanisme diangkatnya direktur dan komisaris oleh perusahaan holding sebagai
pemegang saham, serta melalui hubungan kontraktual sejauh tidak bertentangan
dengan anggaran dasar perusahaan. Kondisi ini dimungkinkan dikarenakan
30
perusahaan grup merupakan satu kesatuan ekonomi sehingga ada satu garis
komando yang dikendalikan oleh perusahaan induk (Holding) serta melalui
mekanisme terlibatnya (campur tangan) perusahaan holding dalam kegiatan bisnis
anak perusahaan.
2. Dalam sistem one-tier yang menganut sistem duality atau sisem one-tier murni
yang mana tidak secara tegas memisahkan tugas antara chairman (badan
supervisi) dan CEO (Chief Executife Offier). Dengan demikian keputusan dalam
perusahaan berada dalam satu tangan yang sama, artinya secara konseptual
dimungkinkan kekuasaan penuh dalam pengambilan keputusan berada dalam satu
pihak, dan memungkinkan secara absolut. Sedangkan dalam sistem one-tier no
duality terdapat pemisahan secara tegas antara chairman dan CEO. Dengan
demikian pengambilan keputusan dalam sistem one-tier no duality tetap pada CEO
dengan pertimbangan dari chairman, meskipun chairman tersebut berasal dari pihak
yang independen seperti yang ada di Inggris. Dari dua sistem terebut walaupun
pengambilan keputusan dilakukan dengan atau tanpa pertimbangan dari chairman
(badan supervisi) tetap dapat dikendalikan oleh pemegang saham. Dalam Commun
law sistem, hak-hak pemegang saham sangat kuat dan direksi (chairman/badan
supervisi) dipilih oleh para pemegang saham.
3. Struktur corporate governance two-tier dengan konstruksi kewenangan ada pada
RUPS dalam menentukan kebijakan terutama dalam hal kebijakan startegis seperti
dalam hal menolak atau menyetujui kebijakan strategis seperti, konsolidsi, merger
maupun akuisisi, sangat berdampak pada pengambilan keputusan dalam perusahaan
kelompok atau grup. Forum RUPS memungkinkan pemeggang saham untuk
mengetahui dan mengevaluasi kegiatan perseroan pada waktu yang tepat tanpa
campur tangan manakala perseroan melakukan kegaiatan bisnis. Kondisi ini terjadi
dikarenakan konstruksi pengambilan keputusan melaui forum RUPS maupun
melaui mekanisme merubah anggaran dasar perusahaan. Melaui Anggaran Dasar
pemegang saham mayoritas atau pengendali dapat memasukan segala kebijakan
startegis perusahaan induk untuk dimplementasikan pada anak perusahaan.
31
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Brigham, Eugene F & Houston, Joel F, 2001 Manajemen Keuangan, Jakarta Jilid I Edisi
Kedelapan, Erlangga.
Bryan A Garner. 2004. Black’s Law Dictionary, Eighth Editioan, West Publishing Co
Cruz, Peter de. 2010 Comparative Law In a Changing world diterjemhkan oleh Narulita Yusron
dengan judul Perbandingan sistem hukum commun law, civil law, dan socialist law.
Bandung Nusa Media.
Fuady, Munir. 2002. Hukum Perusahaan Pardigma Hukum Bisnis, Bandung. PT Citra Aditya
Bakti
Harahap, M. Yahya. 2009. Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Sinar Grafika Jakarta.
Harmanto, Hadori Yunus.1981. Akuntansi Keuangan Lanjutan”, Yogyakarta, BPFE UGM.
Khairandy, Ridwan & Camelia Malik. 2006 Good Corporate Governance Perkembagan
Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum, Yogyakarta,
Total Media.
Khairandy, Ridwan 2009. Perseroan terbatas Doktrin peraturan-perundang-undangan dan
yurisprudensi, Yogyakarta Total Kreasi Media.
Pangaribuan Emy Simanjuntak. 1994. Perusahaan Kelompok (group company/concern)
Yogyakarta Seri Hukum Dagang FH UGM 8
Sulistiowati. 2010. Aspek hukum dan realitas bisnis perusahaan grup di Indonesia. Jakarta, PT.
Erlangga
Surya, Indra & Ivan Yustivandana. 2006 Penerapan GCG Mengesampingkan Hak-hak Istimewa
Dari Kelangsungan Usaha, Jakarta, Lembaga Kajian PAsar Modal dan Keuangan FH UI
Roe, Mark J. 2000. Some different in Corporate Structure in Germany, Japan and the United
State Dalam William W Bratton. England. Asgate Dartmouth.
Makalah dan Artikel
Bohinc Rado. 2011. one or two tier corporate governance sistem in some EU and Non EU
countries. University of Primorska, Koper, Vol 8.
Jungmann Carsten. 2008. The Dualisme of One-tier and Two-tier Board System on Europe,
Summer School on Europen Bussiness Law.
32
Robert S Karmel, Is the Public Utility Holding Company Act a Model for Breaking Up the Banks
That Are Too-Big-to-Fail Hasting Law Journal Vol 62
Peraturan perundang-undangan
KHUD
UU N0 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas