22
Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan Ekstrak Karotenoid Kulit Buah Alkesa (Pouteria campechiana (Kunth.) Baehni) The Influence of pH and Light Intensity on The Stability of Carotenoids Extracted from Canistel Fruit Peel (Pouteria campechiana (Kunth.) Baehni) Oleh, Stefani Oktafia NIM: 652010003 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi: Kimia, Fakultas: Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Kimia) Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2015

Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

i

Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan Ekstrak Karotenoid

Kulit Buah Alkesa (Pouteria campechiana (Kunth.) Baehni)

The Influence of pH and Light Intensity on The Stability of Carotenoids Extracted

from Canistel Fruit Peel (Pouteria campechiana (Kunth.) Baehni)

Oleh,

Stefani Oktafia

NIM: 652010003

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Kimia, Fakultas: Sains dan Matematika guna

memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Kimia)

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2015

Page 2: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan
Page 3: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan
Page 4: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

ii

Page 5: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

iii

Page 6: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

iv

Page 7: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

1

Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan Ekstrak Karotenoid

Kulit Buah Alkesa (Pouteria campechiana (Kunth.) Baehni)

The Influence of pH and Light Intensity on The Stability of Carotenoids Extracted

from Canistel Fruit Peel (Pouteria campechiana (Kunth.) Baehni)

Stefani Oktafia*, Hartati Soetjipto**, dan Lydia Ninan Lestario**

*Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika **Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

Jln. Diponegoro no 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia

[email protected]

ABSTRACT

The increasing of consumer’s awareness of health, impacts on increasing

of natural colorants used in food. The yellow canistel fruit peel which is rich

in carotene can potentially be used as natural colorants. The yield of carotene

extraction from canistel fruit peel with acetone : ethanol = 1 : 1 solvents

is 16,12%. Meanwhile, the carotene extracted from canistel fruit peel stability toward

pH and varied light intensity indicated that carotene extracted from canistel fruit peel is

more stable at pH 7 than at pH 4 and 10, while 271,6 Lx of light intensity with 60°C of

temperature on six hours long exposure gives effect on the absorbance. The interaction

between light intensity and pH on the stability of carotene extracted from canistel fruit

peel occurs at pH 10.

Keywords : canistel, carotene, pH, light intensity, stability.

PENDAHULUAN

Dari awal tahun 2013, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah

menemukan dan menyita 74.067 buah dan 4.233 jenis kosmetik palsu dan berbahaya di

seluruh Indonesia. Berbagai jenis kosmetik yang disita BPOM adalah lipstik,

pemutih muka, pewarna rambut, bedak dan lain sebagainya (Firdaus, 2013). Saat

ini, sejumlah bedak wajah di pasaran mengandung bahan kimia yang seharusnya tidak

diperbolehkan untuk pembuatan bedak. Bahan paling berbahaya yang sering ditemukan

dalam kandungan bedak wajah ialah methanyl yellow (pewarna kuning). Ciri bedak

padat yang mengandung methanyl yellow adalah jika dipakai akan meninggalkan bekas

kuning pada pakaian dan sulit untuk dihilangkan. Jika bedak yang memiliki kandungan

methanyl yellow digunakan secara terus-menerus pada wajah, kulit akan mengalami

Page 8: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

2

iritasi bahkan bisa mengakibatkan perubahan pigmen kulit secara signifikan

(Administrator, 2011). Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

239/Men.Kes/Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan

Berbahaya disebutkan bahwa methanyl yellow dilarang digunakan dalam obat,

makanan, dan kosmetika (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1985).

Beberapa tahun terakhir, kesadaran konsumen akan kesehatan meningkat

sehingga penggunaan pewarna alami dalam makanan juga meningkat (Ginting, 2013).

Pewarna alami yang sering digunakan antara lain wortel, buah bit, kunyit, sawi, daun

selada, daun suji, dan daun pandan (Anonim, 2010). Dengan semakin majunya

teknologi dan semakin meningkatnya permintaan akan produk pangan yang aman,

pewarna alami dirasa tidak mampu memenuhi kebutuhan industri pangan (Badan

Pengawas Obat dan Makanan, 2012), untuk itu diperlukan sumber pewarna alami yang

baru.

Karotenoid merupakan salah satu pigmen penting yang menyumbangkan warna

oranye, kuning, dan merah pada makanan dan minuman. Jenis karotenoid yang banyak

digunakan sebagai pewarna alami yaitu β-karoten (Gambar 1), likopen (Gambar 1),

lutein, α-karoten, γ-karoten, bixin, norbixin, kapsantin, dan β-apo-8’-karotenal. Secara

umum karotenoid di bahan pangan merupakan tetraterpenoid dengan jumlah atom

karbon 40 yang terdiri atas delapan unit isoprenoid C5. Rantai lurus karotenoid C40 ini

menjadi kerangka dasar karotenoid. Unit isoprenoid C5 tersusun dalam dua posisi arah

berlawanan pada pusat rantainya sehingga berbentuk molekul yang simetris. Bentuk ini

merupakan bentuk molekul likopen sering juga disebut sebagai induk dari karotenoid.

Jenis – jenis karotenoid lainnya merupakan turunan dari modifikasi likopen (Thompson,

2012).

Gambar 1. Struktur β-karoten dan likopen

β-karoten

likopen

Page 9: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

3

Alkesa (Pouteria campechiana) berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat

dan termasuk tanaman sawo-sawoan, sehingga sering disebut sawo alkesa atau di daerah

Jawa Barat dikenal dengan sebutan "sawo walanda" (sawo Belanda) (Laoli, 2012).

Morton (1987) melaporkan bahwa buah alkesa kaya akan niasin, karoten (provitamin A)

dan mengandung asam askorbat. Buah alkesa dan P. reticulata mempunyai aktivitas

antioksidan (Franco, 2006 dalam Silva et al, 2009). Alkesa yang sudah matang

berwarna kuning karena mengandung karoten yang berpotensi digunakan sebagai

pewarna alami pada makanan dan kosmetik (Ginting, 2013). Daging buah alkesa dapat

dikonsumsi, sementara kulit buah alkesa belum dimanfaatkan, kulit buah yang berwarna

kuning akan diekstraksi dan diuji kestabilannya agar dapat digunakan sebagai pewarna

alami. Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menentukan rendemen karoten hasil ekstraksi dari kulit buah alkesa.

2. Menentukan pengaruh pH, intensitas cahaya, dan interaksi antara pH dan intensitas

cahaya terhadap kestabilan karoten kulit buah alkesa..

METODA PENELITIAN

Bahan

Kulit buah alkesa (Pouteria campechiana) diperoleh dari Salatiga dan

sekitarnya. Bahan kimiawi yang digunakan antara lain etanol, aseton (teknis); asam

sitrat, Na2HPO4.2H2O, Na2CO3, NaHCO3 (Merck, Jerman).

Piranti

Piranti yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitis 4 digit

(Ohaus PA214), neraca analitis 2 digit (Ohaus, TAJ602), drying cabinet, rotary

evaporator (Buchi, R-114), moisture balance analyzer (Ohaus, MB25), pH meter

(Hanna, HI9811-5), lampu pijar 40 Watt, 60 Watt, 100 Watt (Dop), spektrofotometer

UV-Vis (Shimadzu, Optizen 2120), dan peralatan gelas.

Metoda

Preparasi Sampel

Buah alkesa dicuci, kulit buah dikupas dan dipotong kecil – kecil, kemudian

dikeringkan dengan cara dimasukkan ke dalam drying cabinet. Kulit buah alkesa yang

telah kering dihaluskan dengan menggunakan grinder dan disimpan dalam tempat yang

tertutup rapat.

Page 10: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

4

Pembuatan Larutan Buffer pH

Cara pembuatan larutan buffer pH:

1. Larutan buffer pH 4 = 62 ml asam sitrat 0,1 M ditambah dengan Na2HPO4.2H2O

0,2M sedikit demi sedikit hingga mencapai pH 4.

2. Larutan buffer pH 7 = 19 ml asam sitrat 0,1 M ditambah dengan Na2HPO4.2H2O

0,2M sedikit demi sedikit hingga mencapai pH 7.

3. Larutan buffer pH 10 = 53,4 ml Na2CO3 0,1 M ditambah dengan NaHCO3 0,1 M

sedikit demi sedikit hingga mencapai pH 10.

Penentuan Kadar Air Kulit Buah Alkesa

Kadar air diukur menggunakan moisture balance analyzer dengan massa sampel

masing-masing 1 gram.

Ekstraksi Kulit Buah Alkesa (Ginting, 2013)

20 g sampel dimaserasi dengan campuran pelarut aseton : etanol = 1 : 1 (v/v),

digoyang selama 30 menit. Campuran disaring dan sisa pelarut diuapkan dengan rotary

evaporator pada suhu 70°C. Hasil ekstraksi dipindahkan ke dalam botol sampel yang

gelap lalu disimpan pada lemari pendingin untuk kemudian dianalisis.

Pengaturan pH Larutan

Pengaturan pH larutan hasil ektraksi dilakukan menggunakan larutan buffer pH 4,

7, dan 10. Larutan hasil ekstraksi dengan pH 4 dibuat dengan cara buffer pH 4

ditambahkan sedikit demi sedikit ke larutan hasil ekstraksi sampai mencapai pH 4. Cara

yang sama digunakan untuk pembuatan larutan hasil ekstraksi dengan pH 7 dan pH 10.

Pengaruh pH, Intensitas Cahaya, dan Lama Waktu Paparan Cahaya terhadap

Kestabilan Karoten Kulit Buah Alkesa (Kurniati dkk, 2012 yang dimodifikasi)

Hasil ekstraksi kulit buah alkesa dibuat dalam 3 tingkat keasaman yaitu pH 4, 7,

dan 10 dalam erlenmeyer. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam 3 kotak, masing –

masing kotak dipasang lampu pijar dengan intensitas cahaya yang berbeda – beda, yaitu

82,4 Lx (40 Watt), 154,6 Lx (60 Watt), dan 271,6 Lx (100 Watt). Setiap 2 jam sekali

absorbansi setiap larutan diukur dengan spektrofotometer UV – Vis pada panjang

gelombang 427 nm yang merupakan panjang gelombang maksimal ekstrak karoten kulit

buah alkesa (Lampiran 1). Pengamatan dilakukan selama 8 jam.

Page 11: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

5

ANALISA DATA

Data absorbansi karoten kulit buah alkesa dianalisis dengan menggunakan

rancangan Perlakuan Faktorial 3 x 3 dengan rancangan dasar Rancangan Acak

Kelompok (RAK) 3 kali ulangan. Sebagai faktor pertama adalah pH yang terdiri dari 3

aras yaitu 4, 7, dan 10. Faktor kedua adalah intensitas cahaya yang terdiri dari 3 aras

yaitu 82,4 Lx, 154,6 Lx, dan 271,6 Lx. Pengujian antar rataan perlakuan dilakukan dengan

menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel dan

Torrie, 1993). Energi aktivasi dan konstanta laju degradasi karoten kulit alkesa ditentukan

dengan metode regresi linear mengikuti model Arrhenius (Septiani, 2011 dalam Purnomo,

2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Kadar Air dan Rendemen Ekstraksi Kulit Buah Alkesa

Rataan rendemen (%) karoten hasil ekstraksi kulit buah alkesa adalah 16,12 ±

1,13 dan kadar air kulit buah alkesa adalah 17,49 ± 1,34.

Stabilitas Karoten Kulit Buah Alkesa terhadap pH dan Intensitas Cahaya Antar

Lama Waktu Paparan Cahaya (Jam)

Stabilitas Karoten Kulit Buah Alkesa terhadap pH antar Lama Waktu

Paparan 0, 2, 4, 6, dan 8 Jam

Rataan absorbansi karoten kulit buah alkesa terhadap pH antar lama waktu

paparan pada jam ke – 0 sampai dengan jam ke – 8 berkisar antara 0,18 ± 0,02

sampai 0,75 ± 0,13 (Tabel 1).

Tabel 1. Rataan Absorbansi Karoten Kulit Buah Alkesa terhadap pH pada jam ke – 0

sampai dengan jam ke – 8

pH

± SE

Waktu Paparan (Jam)

0 2

W = 0,0966 4

W = 0,0609 6

W = 0,0253 8

0,0688

4 0,69 ± 0,08 0,48 ± 0,05ab 0,34 ± 0,04a 0,25 ± 0,02a 0,18 ± 0,02a

7 0,51 ± 0,03 0,40 ± 0,02a 0,34 ± 0,03a 0,25 ± 0,01a 0,21 ± 0,04a

10 0,75 ± 0,13 0,52 ± 0,07b 0,39 ± 0,04a 0,31 ± 0,03b 0,20 ± 0,03a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata sedangkan angka

yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata pada uji

BNJ 5%.

Page 12: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

6

Nilai absorbansi awal (jam ke – 0) yang mendekati nilai absorbansi

maksimal hasil scanning sebesar 0,5599 (Lampiran 1) adalah pH 7 yaitu 0,51

(Tabel 1). Pada Tabel 1 dapat dilihat penurunan absorbansi antar waktu paparan

dalam setiap pH berbeda – beda. Penurunan absorbansi pada pH 4 dari jam ke – 0

sampai jam ke – 8 cukup banyak yaitu sebesar 0,51. Akan tetapi, penurunan

absorbansi pada pH 10 sedikit lebih besar dari pada pH 4 yaitu 0,55. Sedangkan

penurunan absorbansi pada pH 7 lebih kecil dari pada pH 4 dan 10 yaitu sebesar

0,30. Karotenoid bekerja paling baik dalam pH di atas 3,5 dan mempunyai stabilitas

pH yang baik pada pH tinggi. (Anonim, 2014). Jika dilihat dari penurunan nilai

absorbansi dalam penelitian ini karoten kulit buah alkesa stabil pada pH 7 dan

kurang stabil pada pH asam maupun basa.

Dari Tabel 1 dapat dilihat pada jam ke 2 dan ke – 6 ada perbedaan

penurunan nilai absorbansi antar pH. Penurunan absorbansi pada jam ke – 2 pada

pH 4 sebesar 0,21, pada pH 7 sebesar 0,11, dan pH 10 sebesar 0,23. Penurunan

absorbansi yang cukup banyak pada pH 4 dan 10 yang menunjukkan bahwa sampel

mulai rusak. Pada jam ke – 6 perbedaan nilai absorbansi ada pada pH 10. Sampel

dengan pH 10 pada jam ke – 6 diduga kembali mengalami kerusakan. Sehingga

diduga bahwa waktu maksimal sampel terkena paparan cahaya adalah 6 jam. Jika

lebih dari 6 jam maka sampel telah rusak.

Penentuan nilai k dari masing – masing pH dilakukan dengan cara membuat

analisa regresi linear dari masing – masing pH untuk menentukan orde reaksinya.

Kurva orde 0 (absorbansi terhadap waktu), kurva orde 1 (log absorbansi terhadap

waktu), dan kurva orde 2 (1/absorbansi terhadap waktu) disajikan pada Gambar 2.

Berdasarkan linearitas kurva, laju degradasi karoten kulit buah alkesa mengikuti laju

orde 1. Nilai tetapan laju (k) dapat diturunkan dari kemiringan garisnya (a).

Persamaan garis lurus pada orde 1 adalah sebagai berikut :

(1)

Page 13: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

7

Gambar 2. Kurva orde 0, orde 1, dan orde 2 dari masing – masing pH

Bentuk umum untuk persamaan garis lurus adalah y = ax + b (Pustakers,

2012). Dalam hal ini variabel “a” merupakan nilai konstanta laju degradasi karoten

kulit buah alkesa (k) yang dapat digunakan untuk menentukan kestabilan karoten

kulit buah alkesa. Semakin besar penurunan nilai absorbansinya, nilai k akan

semakin besar karena garis yang terbentuk semakin curam. Pada kurva orde 1,

variabel “y’ merupakan log absorbansi, sedangkan variabel “x” adalah waktu (jam).

Berdasarkan perhitungan maka diperoleh nilai k dari masing – masing pH

yang disajikan pada Tabel 2. Jika nilai k semakin besar berarti karoten semakin

tidak stabil.

Page 14: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

8

Tabel 2. Nilai Konstanta Laju Degradasi Karoten Kulit Alkesa pada Setiap pH

pH 4 7 10

k (Jam-1) 0,1644 0,1119 0,1610

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai k paling kecil terdapat pada pH 7. Hal

ini menunjukkan bahwa karoten kulit buah alkesa lebih stabil pada pH 7 dan kurang

stabil pada pH 4 dan 10.

Waktu paruh reaksi adalah waktu yang diperlukan agar konsentrasi (atau

jumlah) pereaksi berkurang menjadi setengah dari nilai semula (Petrucci dan

Achmadi, 1987). Waktu paruh dapat dihitung dengan melalui persamaan berikut :

(2)

Hasil perhitungan waktu paruh reaksi pada masing – masing pH disajikan

pada Tabel 3. Waktu paruh reaksi yang paling lama ada pada pH 7 yaitu 6,1929

jam.

Tabel 3. Waktu Paruh Reaksi pada setiap pH

pH 4 7 10

(Jam) 4,2153 6,1929 4,3058

Stabilitas Karoten Kulit Buah Alkesa terhadap Intensitas Cahaya antar Lama

Waktu Paparan 0, 2, 4, 6, dan 8 Jam.

Rataan absorbansi karoten kulit buah alkesa terhadap intensitas cahaya antar

lama waktu paparan pada jam ke – 0 sampai dengan jam ke – 8 berkisar antara 0,18

± 0,02 sampai 0,65 ± 0,11 (Tabel 4).

Page 15: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

9

Tabel 4. Rataan Absorbansi Karoten Kulit Buah Alkesa terhadap intensitas cahaya pada

jam ke – 0 sampai dengan jam ke – 8

Intensitas

Cahaya (Lx)

± SE

Waktu Paparan (Jam)

0 2

W = 0,0966 4

W = 0,0609 6

W = 0,0253 8

0,0688

82,4 Suhu=45°C

0,65 ± 0,11 0,47 ± 0,06a 0,37 ± 0,05a 0,26 ± 0,02ab 0,20 ± 0,04a

154,6 Suhu=50°C

0,65 ± 0,11 0,45 ± 0,06a 0,32 ± 0,03a 0,25 ± 0,02a 0,18 ± 0,02a

271,6 Suhu=60°C

0,65 ± 0,11 0,48 ± 0,07a 0,38 ± 0,03a 0,30 ± 0,04b 0,20 ± 0,03a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata sedangkan angka

yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata pada uji

BNJ 5%.

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil pengukuran nilai absorbansi semakin

menurun dengan bertambahnya waktu paparan. Penurunan nilai absorbansi

menandai pudarnya warna yang menunjukkan rusaknya sampel. Hal ini berarti

bahwa lama paparan mempengaruhi stabilitas sampel. Semakin lama sampel

terpapar cahaya, sampel akan rusak. Karoten yang terkena paparan cahaya akan

terdegradasi menjadi karoten radikal kation (Boon et al., 2010). Jacob et al. (2010)

mengatakan bahwa likopen dan karotenoid lain dapat terdegradasi karena

kerusakan oksidatif ketika terkena panas dalam waktu yang lama dan intensitasnya

meningkat. Lampu pijar yang digunakan menghasilkan panas, jadi selain terpapar

cahaya sampel juga terpapar panas dan mengakibatkan kerusakan oksidatif

sehingga terjadi penurunan absorbansi. Karoten yang terkena panas dan adanya

oksigen akan menghasilkan pembentukan senyawa volatile dan komponen non

volatile yang lebih besar (Bonnie and Choo, 1999 dalam Boon et al., 2010).

Penentuan nilai k dari masing – masing intensitas cahaya dilakukan dengan

cara membuat analisa regresi linear dari masing – masing intensitas cahaya untuk

menentukan orde reaksinya. Kurva orde 0 (absorbansi terhadap waktu), kurva orde

1 (log absorbansi terhadap waktu), dan kurva orde 2 (1/absorbansi terhadap waktu)

disajikan pada Gambar 3.

Page 16: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

10

Gambar 3. Kurva orde 0, orde 1, dan orde 2 dari masing – masing intensitas cahaya

Berdasarkan perhitungan maka diperoleh nilai k dari masing – masing

intensitas cahaya yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Konstanta Laju Degradasi Karoten Kulit Alkesa pada Setiap

Intensitas Cahaya

Intensitas Cahaya 82,4 Lx

T = 45°C

154,6 Lx

T = 50°C

271,6 Lx

T = 60°C

k (Jam-1) 0,1481 0,1555 0,1379

Nilai k pada intensitas cahaya 271,6 Lx adalah yang paling kecil

dibandingkan dengan intensitas cahaya yang lain. Hal ini diduga bahwa sampel telah

Page 17: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

11

rusak sejak 2 jam pertama, sehingga penurunan nilai absorbansi selanjutnya tidak

terlalu besar yang menghasilkan nilai k yang lebih kecil dibandingkan dengan

intensitas cahaya yang lain.

Waktu paruh reaksi dihitung dengan menggunakan persamaan (2). Hasil

perhitungan waktu paruh pada setiap intensitas cahaya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Waktu Paruh Reaksi pada Setiap Intensitas Cahaya

Intensitas Cahaya 82,4 Lx

T = 45°C

154,6 Lx

T = 50°C

271,6 Lx

T = 60°C

(Jam) 4,6808 4,4589 5,0246

Energi kinetik minimum yang harus dimiliki oleh pereaksi untuk membentuk

produk disebut sebagai energi aktivasi (Ea) (Atkins and Julio, 2006) yang

dinyatakan dalam persamaan berikut :

(3)

dimana Ea adalah energi aktivasi, yang nilainya dianggap konstan (tetap) pada

kisaran suhu tertentu, R adalah konstanta gas (8,314 J/mol K), T adalah suhu yang

dinyatakan dalam Kelvin (K). Persamaan regresi linear yang menyatakan hubungan

antara ln k dengan 1/T disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan antara ln k dengan 1/T pada intensitas cahaya yang berbeda.

Page 18: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

12

Hasil analisa regresi linear kurva antara ln k dengan 1/T pada in nbtensitas

cahaya yang berbeda didapatkan persamaan berikut :

y = 604,9x – 3,7804 (R2 = 0,5242) (4)

Besarnya energi aktivasi dapat dihitung dari kemiringan kurva pada

persamaan garis lurus melalui persamaan berikut :

(5)

Keterangan : k = kemiringan kurva

Ea = energi aktivasi (Jmol-1)

R = 8,314 J/mol K

Sehingga besarnya energi aktivasi karoten kulit buah alkesa adalah –5,029 KJmol-1.

Energi aktivasi yang bernilai negatif menunjukkan bahwa laju reaksi menurun saat

suhunya dinaikkan (Atkins and Julio, 2006).

Interaksi antara pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan Karoten pada

Lama Waktu Paparan 6 Jam.

Rataan absorbansi interaksi antara pH dan intensitas cahaya terhadap

kestabilan karoten pada lama waktu paparan 6 jam berkisar antara 0,23 ± 0,01

sampai 0,37 ± 0,03 (Tabel 7).

Tabel 7. Rataan Absorbansi Interaksi antara pH dan Intensitas Cahaya terhadap

Kestabilan Karoten Pada Lama Waktu Paparan 6 Jam

Intensitas Cahaya

(Lx)

W = 0,041

pH

4 7 10

82,4

Suhu=45°C

0,25 ± 0,06a

(a)

0.27 ± 0,01a

(a)

0,28 ± 0,04a

(a)

154,6

Suhu=50°C

0,23 ± 0,01a

(a)

0,23 ± 0,03a

(ab)

0,28 ± 0,05a

(b)

271,6

Suhu=60°C

0,27 ± 0,05a

(a)

0,24 ± 0,02a

(a)

0,37 ± 0,03b

(b)

Keterangan : Angka – angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur maupun baris yang sama

menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna, sebaliknya angka yang

diikuti huruf yang berbeda pada lajur maupun baris yang sama menunjukkan antar

perlakuan berbeda secara bermakna.

Intensitas cahaya 82,4 Lx dengan suhu 45°C tidak berpengaruh terhadap

absorbansi pada pH 4, 7, dan 10, tetapi pada intensitas cahaya 156,6 Lx dengan suhu

Page 19: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

13

50°C dan intensitas cahaya 271,6 Lx dengan suhu 60°C terlihat perubahan

absorbansi pada pH 7 dan 10. Secara keseluruhan, Tabel 7 menunjukkan bahwa

intensitas cahaya dan suhu berpengaruh terhadap ekstrak karoten kulit buah alkesa

pada pH 10. Hal ini sesuai dengan Elaine (2006) yang mengatakan bahwa karoten

stabil pada pH 2 – 8.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Rendemen ekstraksi karoten dengan pelarut aseton : etanol = 1 : 1 dari kulit buah

alkesa adalah 16,12% (b/b).

2. Karoten kulit buah alkesa lebih stabil pada pH 7 dari pada pH 4 dan 10. Sedangkan

intensitas cahaya 271,6 Lx dengan suhu 60°C pada lama waktu paparan 6 jam

berpengaruh terhadap absorbansi. Interaksi antara pH dan intensitas cahaya terhadap

kestabilan karoten kulit buah alkesa terjadi pada pH 10.

Saran

1. Pengukuran absorbansi sebaiknya menggunakan metode spektofotometri yang lebih

tepat yaitu metode spektofotometri untuk kadar karotenoid menurut Hornero-

Méndez dan Mínguez-Mosquera dengan menggunakan 2 panjang gelombang

(Biehler et al, 2009).

2. Dilakukan identifikasi karoten kulit buah alkesa.

3. Perlu diupayakan agar karoten kulit buah alkesa bisa lebih stabil dalam waktu yang

lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA

Administrator. 2011. Bedak. Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung.

http://www.chem.itb.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=44

:bedak&catid=1:news&lang=en. [5 Februari 2015]

Anonim. 2010. Jenis - Jenis Pewarna Alami. http://www.okefood.com/read/2010

/01/14/304/294099/jenis-jenis-pewarna-alami. [11 Februari 2014]

Anonim. 2014. Carotenoids. DDW, The Colour House. http://www.ddwcolor.com/color

ant/carotenoids/. [11 Januari 2015]

Atkins, Peter, and J de Paula. 2006. Atkins’ Physical Chemistry, Eight Edition. Oxford

University Press, Great Britain.

Page 20: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

14

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Bahaya Rhodamin B sebagai Pewarna pada

Pangan. http://ik.pom.go.id/v2012/wp-content/uploads/2011/11/BahayaRhodam

in-B-sebagai-Pewarna-pada-Makanan.pdf. [13 Juni 2014]

Biehler, E., F. Mayer, L. Hoffmann, E. Krause, and T.Bohn. 2009. Comparison of 3

Spectrophotometric Methods for Carotenoid Determination in Frequently

Consumed Fruits and Vegetables. Journal of Food Science, Vol. 00, Nr. 0.

Insititute of Food Technologists.

Boon, C.S., D. J. McClements, J. Weiss, and E. A. Decker. 2010. Factors Influencing

The

Chemical Stability of Carotenoids in Foods. Critical Reviews in Food Science

and

Nutrition, 50:6, 515-532, DOI:10.1080/10408390802565889.

http://dx.doi.org/10 .1080/10408390802565889. [18 Januari 15]

Elaine, K. 2006. Maintaining Color Stability. http://www.foodproductdesign.com

/articles/2006/08/maintaining-color-stability.aspx. [11 Januari 2015]

Firdaus, F. 2013. Awas, Ribuan Kosmetik Palsu Beredar di Jakarta. http://jakarta.okezo

ne.com/read/2013/10/21/500/884287/awas-ribuan-kosmetik-palsu-beredar-dijak

arta. [11 Februari 2014]

Ginting, E. 2013. Carotenoid Extraction of Orange – Fleshed Sweet Potato and Its

Application as Natural Food Colorant. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan,

Vol 24, No 1, Hal 81 – 88.

http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip/article/view/6961/55 45. [06 Januari 2014]

Jacob,K., F.J. García-Alonso, G. Ros and M.J. Periago. 2010. Stability of carotenoids,

phenolic compounds, ascorbic acid and antioxidant capacity of tomatoes during

thermal processing. Departamento de Tecnología de los Alimentos, Nutrición y

Bromatología. Facultad de Veterinaria de la Universidad de Murcia, Murcia,

España. http://www.alanrevista.org/ediciones/2010-2/art13.asp. [11 Januari

2015]

Kurniati, N., A T Prasetya., dan Winarni. 2012. Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna

Brazilein dari Kayu Secang. Indonesian Journal of Chemical Science.

Universitas Negeri Semarang. http://journal.unnes.ac.id/ sju/index.php/ijcs. [07

November 2013]

Laoli, N. 2012. Meneropong Buah Alkesa yang Masih Tersisa.

http://wisata.kompasiana. com/kuliner/2012/02/05/meneropong-buah-alkesa-

yang-masih-tersisa433121.ht ml. [07 November 2013]

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor: 239/Men.Kes/Per/V/85 Tentang Zat Warna Tertentu Yang

Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya. http://jdih.pom.go.id/showpdf.php?u=40

1. [5 Februari 2015]

Morton, J F. 1987. Canistel. Page 402–405. In J F Morton (ed). Fruits of warm climates.

Miami, Florida. Creative Resource Systems, Inc. http://www.pssurvival.com/ps/

plants/Crops_Fruits_Of_Warm_Climates_2004.pdf. [07 November 2013]

Petrucci, R.H., dan S Achmadi. 1987. Kimia Dasar,Prinsip dan Terapan Modern, Edisi

Keempat, Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Purnomo, L.O.P. 2013. Pengaruh Pemanasan Gelombang Mikro terhadap Masa

Simpan dan kandungan Asam Lemak Bekatul. Fakultas Sains dan Matematika,

UKSW. Salatiga.

Page 21: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

15

Pustakers. 2012. Rumus Linear Matematika. http://www.pustakasekolah.com/rumus-

linear-matematika.html. [09 Januari 2015]

Silva, C., Luiz, A., and Damaris, S. 2009. Genus Pouteria: chemistry and biological

activity. Journal of Pharmacognosy, 19(2A) 501-509.

Thompson, T. 2012. Pewarna Alami untuk Pangan. SEAFAST Center.

http://seafast.ipb.

ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2013/03/10-kuning-merah-karotenoid.pdf.

[10 Juni 2014]

Page 22: Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan

16

Lampiran 1. Scanning Ekstrak Karoten Kulit Buah Alkesa