Upload
bismark-polmed
View
979
Download
0
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
The utilization of photoelastis method in measuring strain and stress fields have been carried out. It was faced with the precission problem of determining frinji order of loading and cracking and notch areas. Several studies done to minimize it, but the same problem over and over on rapid fringe areas.
Citation preview
Thesis (TM 092501)
EXPERIMENTAL STUDY ABOUT IMPACT OF MICROSCOPE UTILISATION ON PHOTOELASTICITY METHODS TO IMPROVE COUNTING OF FRINGE ORDER ON THE LOADING ZONE By : Melvin Bismark H. Sitorus (2108205005)
SUPERVISOR Dr. Ir. Agus Sigit Pramono, DEA.
MAGISTER PROGRAM DESIGN AND CONSTRUCTION ENGINEERING CONCENTRATION MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011
Thesis (TM 092501)
STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MIKROSKOP PADA METODE FOTOELASTISITAS DALAM MENINGKATKAN KEPRESISIAN PENGHITUNGAN ORDE FRINJI PADA ZONA PEMBEBANAN Oleh : Melvin Bismark H. Sitorus (2108205005)
DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. Agus Sigit Pramono, DEA.
PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN REKAYASA DESAIN DAN KONSTRUKSI JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011
ii
EXPERIMENTAL STUDY ABOUT IMPACT OF MICROSCOPE
UTILISATION ON PHOTOELASTICITY METHODS TO IMPROVE
COUNTING OF FRINGE ORDER ON THE LOADING ZONE
Name : Melvin Bismark Hamonangan Sitorus
ID Number : 2108.205.005
Department : Mechanical Engineering
Supervisor : Dr. Ir. Agus Sigit Pramono., DEA
Abstract
The utilization of photoelastis method in measuring strain and stress fields
have been carried out. It was faced with the precission problem of determining
frinji order of loading and cracking and notch areas. Several studies done to
minimize it, but the same problem over and over on rapid fringe areas.
In this study, microscope was used as an additional tool in photoelastic
device to get magnification of isochromatic fringe size obtained from experiment.
An experimental method was used by utilisizing optical system and reflective
polariscope. A simple compression tool designed to provide a compression load
on the solid disk-shaped specimens. Isochromatic fringe field observed at the
loading zone for different loading and captured image based on such condition:
without magnification, and with magnification respectively 9x, 15x and 20x by
using SLR type Nikon camera Serie D3000. Image processing using OpenCV
software C + + is used to produce more clear isochromatic fringe pattern formed
on the surface of the specimen in determination of the maximum fringe order
observed. Furthermore average of additional fringe could be obtained as the
optical magnification result .The experimental analysis has been compared with
Finite Elemen analysis Software.
The experimental result has shown an increasing trend in an average of
additional amount of fringe-order with increasing levels of optical magnification.
Its maximum value has been obtained on condition 20x optical zoom, which was
2-order fringe
Keywords : Photoelasticity, fringe order, loading zone.
ii
STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN
MIKROSKOP PADA METODE FOTOELASTISITAS UNTUK
MENINGKATKAN KEPRESISIAN PENGHITUNGAN ORDE FRINJI
PADA ZONA PEMBEBANAN
Nama Mahasiswa : Melvin Bismark Hamonangan Sitorus
NRP : 2108.205.005
Jurusan : Teknik Mesin FTI – ITS
Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Agus Sigit Pramono., DEA
Abstrak
Penggunaan metoda fotoelastis dalam menentukan medan regangan dan
tegangan telah banyak dilakukan. Penggunaan metode ini diperhadapkan pada
masalah kepresisian saat penghitungan orde frinji pada zona pembebanan karena
terbentuknya pola frinji yang rapat dan jumlah yang banyak pada medan frinji
isokromatik terutama untuk beban yang relatif besar.
Pada penelitian ini, perbesaran optis dilakukan dengan menggunakan
mikroskop dengan perbesaran optis maksimum 50x terhadap medan frinji
isokromatis yang didapatkan dari eksperimen. Metode yang digunakan adalah
secara eksperimental dengan menggunakan sistem optik dan tipe polariskop
refleksi. Suatu alat pemberi beban sederhana didesain untuk memberikan beban
kompresi pada spesimen berbentuk disk pejal. Medan frinji isokromatik diamati
pada zona pembebanan untuk tingkat pembebanan yang berbeda dan dilakukan
perekaman citra pada kondisi tanpa perbesaran, perbesaran 9x, perbesaran 15x
dan perbesaran 20x dengan menggunakan kamera Nikon type SLR (Single Lens
Reflex) Serie D3000. Pengolahan citra dengan menggunakan software OpenCV
C++ dilakukan memperjelas pola frinji isokromatik yang terbentuk pada
permukaan spesimen untuk memudahkan penentuan orde frinji maksimum yang
dapat diamati. Berdasarkan orde frinji tersebut didapatkan efek perbesaran optis
berupa tambahan frinji rata-rata untuk masing-masing perbesaran. Selisih
tegangan prinsipal hasil eksperimen dikomparasi dengan menggunakan software
Finite Element
Hasil eksperimen menunjukkan trend yang semakin meningkat untuk
besarnya tambahan orde frinji rata-rata yang diperoleh dengan bertambahnya
tingkat perbesaran optis dimana nilai maksimumnya diperoleh pada kondisi
perbesaran optic 20x, yaitu sebesar 2 orde frinji.
Kata kunci : Photoelastisitas, orde frinji, zona pembebanan.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
melimpahkan segala anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
sebagai satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Jurusan
Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Dalam hal ini penulis juga
menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu
memberikan dukungan baik secara moril maupun material yaitu:
1. Ibunda Melva Hutapea yang senantiasa memberikan dukungan berupa materi
maupun dukungan doa sehingga tesis ini dapat terselesaikan
2. Abanganda Krisman Sitorus yang senantiasa memberikan dukungan doa dan
semangat.
3. Bapak Dr. Ir. Agus Sigit Pramono, DEA yang telah dengan sabar memberikan
bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wajan Berata, DEA., Ir. Yusuf Kaelani, M.Sc.E dan Dr. Eng.
Harus Laksana Guntur, ST, M.Eng yang telah memberikan masukan untuk
penyempurnaan laporan tesis ini
5. Bapak Prof. Dr. Ing. I Made Londen Batan, M.Eng selaku koordinator Program
Pasca Sarjana Jurusan Teknik Mesin ITS
6. Teman-teman dari program Magister Jurusan Teknik Mesin Program Studi
Desain Sistem Mekanikal Angkatan 2008 yang selalu memberikan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan Tesis ini.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan laporan tesis
ini, karenanya dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan
kritikan yang sifatnya membangun. Harapan penulis, tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Surabaya, Januari 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................. i
ABSTRAK ................................................................................................... ii
ABSTRACT .................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ………………...........……………....……………….……...… v
DAFTAR GAMBAR ………………..............…....…………..…………...… vii
DAFTAR TABEL ………………..……………....…………..………...… x
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………. 2
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………... 3
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………... 3
1.5 Batasan Masalah ………………………………………....…… 3
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ................................ 5
2.1 Kajian Pustaka ............................................................................... 5
2.2 Teori Photoelastisitas ..................................................................... 10
2.2.1 Perilaku Photoelastik ............................................................ 10
2.2.2 Polariskop Refleksi ............................................................... 16
2.2.3 Material Pelapis ................................................................... 18
2.2.3 Penentuan Order Frinji ........................................................ 19
2.3 Dasar Teori Pengolahan Citra ....................................................... 20
2.3.1 Mengubah RGB ke Bentuk Grayscale ................................. 21
2.3.2 Representasi Citra Digital ..................................................... 22
2.3.3 Ketetangaan Sebuah Piksel .................................................... 23
2.4 Proses Pengolahan Citra yang Dilakukan ........................................ 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ….……………..………………... 27
3.1 Langkah – Langkah Penelitian ………………………………….. 27
3.2 Diagram Alir Penelitian . …………..……………………………. 34
BAB 4 PEMODELAN DAN EKSPERIMEN ….…………………………... 35
vi
4.1 Pemodelan …………………………………….……………….. 35
4.2 Eksperimen Dengan Metode Fotoelastis ………….……………. 39
4.3 Pengolahan Citra ………….……………………………………. 46
BAB 5 ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ….……………………... 53
5.1 Orde Frinji Maksimum Yang Dapat Diamati …………………... 53
5.2 Tambahan Orde Frinji Yang Dapat Diamati Akibat
Perbesaran Optis .......................................................................…. 60
5.3 Perbandingan Hasil Eksperimen Dan Analisa Numerik ...........…. 60
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ….………………………………..... 65
6.1 Kesimpulan ……….…………………………………………….. 65
6.2 Saran ……...................................................................................…. 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Setup eksperimen untuk disk yang dikompresi
secara diametrik ............................................................................ 6
Gambar 2.2 Urutan pemrosesan citra digital setelah perbesaran pertama .......... 6
Gambar 2.3 Pemrosesan citra digital setelah perbesaran kedua ......................... 7
Gambar 2.4 Langkah-langkah pembukaan peta fase isoklinik untuk disk
yang dibebani secara kompresi ........................................................ 8
Gambar 2.5 Langkah-langkah pembukaan peta fase isokromatik untuk disk
yang dibebani secara kompresi ....................................................... 9
Gambar 2.6 Polarizer ........................................................................................ 11
Gambar 2.7 Wave Plate ..................................................................................... 11
Gambar 2.8 Efek birefringent ............ ............................................................... 12
Gambar 2.9 Disk dalam kompresi ..................................................................... 15
Gambar 2.10 Distribusi tegangan sepanjang diameter horizontal ...................... 16
Gambar 2.11 Skema polariskop .......................................................................... 17
Gambar 2.12 Konversi RGB ke grayscale .......................................................... 22
Gambar 2.13 Representasi citra dalam bentuk matriks ....................................... 22
Gambar 2.14 Citra berderajat keabuan dan matriks representasinya .................. 23
Gambar 2.15 Ketetanggaan piksel yang berkoordinat ...................................... 24
Gambar 3.1 (a) Rancangan alat pemberi beban (b) Realisasi alat
pemberi beban ............................................................................ 28
Gambar 3.2 Rancangan Spesimen ................................................................... 28
Gambar 3.3 Polariskop ................................................................................... 30
Gambar 3.4 Set-up mikroskop yang akan digunakan ...................................... 30
Gambar 3.5 (a) Susunan mikroskop yang terpasang pada polariskop
(b) Susunan mikroskop yang terpasang pada polariskop
ditambah dengan kamera ............................................................. 31
Gambar 3.6 Diagram alir penelitian .............................................................. 34
Gambar 4.1 Kontour stress intensity dengan beban 5.04 N .......................... 36
Gambar 4.2 Kontour stress intensity dengan beban 7.54 N .......................... 37
viii
Gambar 4.3 Kontour stress intensity dengan beban 10.04 N ........................ 37
Gambar 4.4 Kontour stress intensity dengan beban 12.54 N ............................ 38
Gambar 4.5 Pola frinji untuk beban 5.04.N dan perbesaran 9x ......................... 40
Gambar 4.6 Pola frinji untuk beban 7.54.N dan perbesaran 9x ......................... 40
Gambar 4.7 Pola frinji untuk beban 10.04.N dan perbesaran 9x ....................... 40
Gambar 4.8 Pola frinji untuk beban 12.54.N dan perbesaran 9x ....................... 41
Gambar 4.9 Pola frinji untuk beban 5.04.N dan perbesaran 15x ....................... 41
Gambar 4.10 Pola frinji untuk beban 7.54.N dan perbesaran 15x ....................... 42
Gambar 4.11 Pola frinji untuk beban 10.04.N dan perbesaran 15x ..................... 42
Gambar 4.12 Pola frinji untuk beban 12.54.N dan perbesaran 15x ..................... 42
Gambar 4.13 Pola frinji untuk beban 5.04.N dan perbesaran 20x ....................... 43
Gambar 4.14 Pola frinji untuk beban 7.54.N dan perbesaran 20x ....................... 43
Gambar 4.15 Pola frinji untuk beban 10.04.N dan perbesaran 20x ..................... 44
Gambar 4.16 Pola frinji untuk beban 12.54.N dan perbesaran 20x ..................... 44
Gambar 4.17 Pola frinji untuk beban 5.04.N tanpa perbesaran ........................... 45
Gambar 4.18 Pola frinji untuk beban 7.54.N tanpa perbesaran ........................... 45
Gambar 4.19 Pola frinji untuk beban 10.04.N tanpa perbesaran ......................... 45
Gambar 4.20 Pola frinji untuk beban 12.54.N tanpa perbesaran ......................... 46
Gambar 4.21 Hasil pengolahan citra untuk beban 5.04.N
dan perbesaran 9x ........................................................................... 47
Gambar 4.22 Hasil pengolahan citra untuk beban 7.54.N
dan perbesaran 9x ........................................................................... 47
Gambar 4.23 Hasil pengolahan citra untuk beban 10.04.N
dan perbesaran 9x ........................................................................... 48
Gambar 4.24 Hasil pengolahan citra untuk beban 12.54.N
dan perbesaran 9x ........................................................................... 48
Gambar 4.25 Hasil pengolahan citra untuk beban 5.04.N
dan perbesaran 15x .......................................................................... 48
Gambar 4.26 Hasil pengolahan citra untuk beban 7.54.N
dan perbesaran 15x .......................................................................... 49
Gambar 4.27 Hasil pengolahan citra untuk beban 10.04.N
dan perbesaran 15x .......................................................................... 49
ix
Gambar 4.28 Hasil pengolahan citra untuk beban 12.54.N
dan perbesaran 15x .......................................................................... 49
Gambar 4.29 Hasil pengolahan citra untuk beban 5.04.N
dan perbesaran 20x .......................................................................... 50
Gambar 4.30 Hasil pengolahan citra untuk beban 7.54.N
dan perbesaran 20x ......................................................................... 50
Gambar 4.31 Hasil pengolahan citra untuk beban 10.04.N
dan perbesaran 20x ......................................................................... 50
Gambar 4.32 Hasil pengolahan citra untuk beban 12.54.N
dan perbesaran 20x ........................................................................ 51
Gambar 4.33 Hasil pengolahan citra untuk beban 5.04.N
tanpa perbesaran ............................................................................ 51
Gambar 4.34 Hasil pengolahan citra untuk beban 7.54.N
tanpa perbesaran ............................................................................ 51
Gambar 4.35 Hasil pengolahan citra untuk beban 10.04.N
tanpa perbesaran ............................................................................ 52
Gambar 4.36 Hasil pengolahan citra untuk beban 12.54.N
tanpa perbesaran ............................................................................. 52
Gambar 5.1 grafik orde frinji yang dapat dihitung untuk perbesaran
optis 1x, 9x, 15x dan 20x berdasarkan pertambahan
beban yang diterimanya .................................................................. 54
Gambar 5.2 grafik orde frinji yang dapat dihitung untuk perbesaran
optis 1x, 9x, 15x dan 20x berdasarkan pertambahan
beban yang diterimanya dengan penambahan notasi ...................... 55
Gambar 5.3 Grafik Pebandingan Selisih Tegangan Prinsipal
Tanpa Perbesaran Optik .................................................................. 61
Gambar 5.4 Grafik Pebandingan Selisih Tegangan Prinsipal
Dengan Perbesaran Optik 9x ........................................................... 62
Gambar 5.5 Grafik Pebandingan Selisih Tegangan Prinsipal
Dengan Perbesaran Optik 15x ......................................................... 62
Gambar 5.6 Grafik Pebandingan Selisih Tegangan Prinsipal
Dengan Perbesaran Optik 20x ......................................................... 63
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik Isokromatik Frinji .................................................... 20
Tabel 3.1 Data Eksperimen Tanpa Perbesaran .............................................. 31
Tabel 3.2 Format Data Eksperimen Dengan Perbesaran Mx ........................ 32
Tabel 3.3 Format Data Eksperimen Dengan Perbesaran Nx .......................... 32
Tabel 3.4 Format Data Hasil simulasi numerik pada zona
pembebanan .................................................................................. 33
Tabel 4.1 Data Hasil analisa numerik pada zona pembebanan ..................... 39
Tabel 5.1. Orde frinji maksimum yang dapat dihitung berdasarkan
beban dan perbesaran optis ........................................................... 53
Tabel 5.2. Perbandingan selisih tegangan principal hasil simulasi numerik
dan hasil eksperimen tanpa perbesaran optik ................................. 57
Tabel 5.3. Perbandingan selisih tegangan principal hasil simulasi numerik
dan hasil eksperimen dengan perbesaran optik 9x ......................... 58
Tabel 5.4. Perbandingan selisih tegangan principal hasil simulasi numerik
dan hasil eksperimen dengan perbesaran optik 15x ....................... 59
Tabel 5.5. Perbandingan selisih tegangan principal hasil simulasi numerik
dan hasil eksperimen dengan perbesaran optik 20x ....................... 61
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Struktur teknik didesain untuk mampu menahan beban yang kemungkinan
akan diderita dalam pelayanannya. Dalam hal ini perlu dihindari tegangan yang
dan batas keamanan yang layak diambil untuk menjamin harga tegangan yang
terjadi dibawah tegangan maksimum yang diijinkan. Kekuatan komponen atau
struktur dapat dinilai dengan mengevaluasi tegangan pada komponen atau struktur
tersebut. Besarnya tegangan ini dapat dievaluasi dengan menggunakan teknik-
teknik analitis, numeris dan eksperimental.
Sejumlah metode analisa tegangan eksperimental melibatkan suatu
penginderaan (sensing) regangan dari dari nilai tegangan yang berhubungan
ditentukan baik dengan perhitungan matematis atau dengan mengkalibrasi
langsung instrumentasi tersebut dalam hal tegangan. Dalam kebanyakan kasus,
tegangan interest ada pada titik yang sangat terlokalisasi, yang adalah awal mula
potensi retak fatik. Tegangan-tegangan terlokalisasi adalah lebih umum
ditentukan dengan menggunakan fotoelastisitas, brittle coating atau electric
resistance strain gages.
Fotoelastisitas adalah teknik analisa tegangan grafis medan menyeluruh
(whole-field) yang didasarkan pada sifat optomekanis yang disebut birefringence
atau pembiasan ganda, yang dimiliki oleh setiap polimer transparan. Bila
dipadukan dengan elemen optis lainnya dan diberi sumber pencahayaan biasa,
suatu spesimen fotoelastis atau lapisan foto elastis yang direkatkan ke spesimen
biasa akan menampakkan pola frinji bila diberikan sejumlah beban tertentu. Frinji
ini berhubungan dengan beda tengangan prinsipal dalam bidang yang normal
terhadap perambatan cahaya.
Penemuan awal untuk sifat optis tegangan ini dilakukan oleh Sir David
Brewster, seorang berkebangsaan Inggris yang pada tahun 1816 mempublikasikan
2
sebuah laporan hasil penelitiannya bahwa gelas bening yang diberi tegangan akan
menampakkan pola warna saat diamati di bawah cahaya terpolarisasi. Sejak tahun
1920 sampai tahun 1940, metode Fotoelastisitas adalah bentuk yang paling
banyak digunakan dalam melakukan analisis tegangan eksperimental.
Fotoelastisitas banyak digunakan untuk mempelajari distribusi tegangan bidang
(plane stress), dan banyak dari studi ini menjadi basis untuk menggambarkan
grafik konsentrasi tegangan.
Untuk suatu elemen yang tersusun pada suatu konstruksi yang cukup
rumit, posisi pengukuran yang tidak memungkinkan serta bahan yang tidak
diketahui, penggunaan teknik fotoelastisitas untuk menentukan medan tegangan
lebih disukai daripada metode lain, yang umumnya melakukan pengukuran pada
suatu titik. Pada penggunaan praktis dalam berbagai masalah industry yang
kompleks, penggunaan metode fotoelastis dengan material pelapis lebih disukai,
sedangkan untuk pengukuran yang membutuhkan akurasi data, penggunaan model
dari material transparan lebih umum digunakan.
Ketelitian pengukuran tengangan dengan metode Fotoelastisitas ini
sangat bergantung pada ketepatan penentuan orde frinji pada daerah interest,
misal daerah sekitar diskontinuitas bahan. Beberapa metode telah dilakukan untuk
dapat menetapkan secara tepat order frinji yang dimaksud, namun demikian
kendala yang dihadapi adalah bilamana menentukan frinji order dimana zona
pembebanan berada. Pada daerah tersebut frinji yang terbentuk sangat rapat
dengan jumlah yang sangat banyak sehingga sering dijumpai kesalahan dalam
menentukan nomor atau order frinji yang tepat.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang tercantum pada sub-bab di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Penggunaan metode fotoelastisitas untuk mendapatkan nilai tegangan pada
zona pembebanan masih terbatas pada order tertentu dari frinji yang
dihasilkan dikarenakan semakin rapatnya ukuran frinji yang dihasilkan
3
dengan jumlah yang sangat banyak pada daerah sekitar pembebanan
tersebut.
2. Metode pengolahan citra yang digunakan masih terbatas pada penentuan
order frinji yang relatif rendah.
3. Pentingnya penggunaan media untuk memperbesar secara optis objek
pengukuran seperti mikroskop sebagai alat bantu untuk menambah
kepresisian pengukuran orde frinji dalam memperoleh nilai selisih
tegangan prinsipal dengan metode fotoelastisitas.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan
penelitian ini dapat dirumuskan pula sebagai berikut:
1. Meningkatkan kepresisian dalam penghitungan orde frinji pada spesimen di
zona pembebanan dengan menggunakan metode fotoelastisitas.
2. Membandingkan selisih tegangan prinsipal yang dihasilkan pada zona
pembebanan spesimen dengan metode fotoelastisitas dengan dan tanpa
mikroskop.
3. Mendapatkan metode alternatif untuk mengurangi kesalahan pada
perhitungan selisih tegangan prinsipal.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan penelitian yang dilakukan, maka diharapkan akan diperoleh
manfaat sebagai berikut :
1. Mendapatkan metode baru yang lebih sederhana dalam menentukan besarnya
selisih tegangan prinsipal secara eksperimen dengan kepresisian memadai.
2. Memperoleh alternatif pengujian material tidak kontak untuk menentukan
tegangan prinsipal, daerah kritis spesimen dan besarnya konsentrasi tegangan
di daerah kritis tersebut.
3. Memberikan kontribusi dalam memperkaya bahan pengajaran, khususnya
dalam bidang mekanika kekuatan material.
4
1.5 Batasan Masalah
Agar penelitian yang dilakukan menjadi lebih terarah tanpa mengurangi
maksud dan tujuannya, maka ditentukan batasan permasalahan sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan dengan menggunakan polariskop 030-series, suatu
instrumen optik untuk mengadakan pengukuran regangan dengan metode
Photostress dari reflection photoelasticity.
2. Pengukuran orde frinji dilakukan dengan metode Tardy Compensation.
3. Pengolahan citra digital yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan
pemrograman OpenCV C++ khususnya yang dilengkapi toolbox image
processing.
5
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Aplikasi metoda fotoelastisitas dalam menentukan tegangan eksperimental
telah banyak dilakukan. Hasil eksperimen dengan metoda fotoelastisitas standar
memerlukan jumlah frinji tertentu untuk mendapatkan kepresisian yang lebih baik
pengukuran medan regangan. Masalah yang muncul dalam penentuan orde frinji
sering terjadi pada zona pembebanan atau daerah dimana beban bekerja karena
pada daerah tersebut jumlah frinji sangat banyak terbentuk pada area yang kecil
sehingga sulit untuk menentukan orde frinji dengan tepat. Akibanya sering terjadi
kesalahan dalam penentuan order frinji di daerah berfrinji rapat tersebut yang
dikenal dengan dense error [Venketesh, 2009].
Berbagai metoda dan pendekatan telah dilakukan untuk meminimalisir
masalah ini, antara lain dengan penggunaan algoritma tertentu untuk pengolahan
citra yang diperoleh dari hasil eksperimen dan juga perbaikan pada elemen optik
yang dipergunakan, seperti penggunaan alat optis tambahan untuk memperbesar
area tertentu pada spesimen yang diamati.
Metode unwrapping dengan melakukan perbesaran optis diperkenalkan
oleh Xue-Feng Yao, Long-Hui Jian, Wei Xu, Guan-Chang Jin dan Hsien-Yang
Yeh dari Tsinghua University, Talbot Campuss, Beijing, China pada tahun 2005.
Pada eksperimennya teknologi unwrapping yang diperbesar secara optik
dikombinasikan dengan teknologi beda tegangan geser jejak kombinasi untuk
mengevaluasi informasi tegangan lokal. Dalam eksperimen ini digunakan susunan
elemen optik konvensional dalam analisis fotoelastis ditunjukkan pada Gambar
2.1 dengan menggunakan model epoxy disk berdiameter 0,06 m dan tebal 0,005m
yang dikompresi secara diametrik. Detektor tiga warna CCD digunakan untuk
merekam citra digital RGB fotoelastis.
6
Gambar 2.1 Setup eksperimen untuk disk yang dikompresi secara diametrik (Xue Feng
dkk, 2005)
Citra secara keseluruhan ditangkap dengan perbesaran optis yang mungkin.
Pertama, zona frinji kepadatan tinggi harus diidentifikasi dan tiap zona yang
diukur secara terpisah ditangkap dengan perbesaran optis tinggi yang sesuai.
Kedua, proses menangkap citra harus diulang untuk citra asli dengan
menyesuaikan pengaturan optik dengan teknologi pergeseran fasa. Dalam tulisan
ini, faktor rasio antara perbesaran citra pertama dan citra asli adalah 2,5, dan
faktor rasio antara perbesaran citra kedua dan citra pertama adalah 2.2.
Urutan pemrosesan citra digital setelah perbesaran pertama ditunjukkan dalam
gambar 2.2.
Gambar 2.2 Urutan pemrosesan citra digital setelah perbesaran pertama: (a) Pemilihan 5
titik dari tepi busur, (b) fitting curve, (c) peta fase isoklinik, (d) de-noising,
(e) unwrapping dan (f) peta fase isokhromatik. (Xue Feng dkk, 2005)
7
Sedangkan tahapan untuk pemrosesan citra setelah perbesaran kedua dapat
dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Pemrosesan citra digital setelah perbesaran kedua: (a) Pemilihan 5 titik dari
tepi busur, (b) fitting curve, (c) peta fase isoklinik, (d) de-noising, (e)
unwrapping dan (f) peta fase isokhromatik. (Xue Feng dkk, 2005)
Validasi yang dilakukan dengan membandingkan data eksperimen dan
data teoritis menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian yang baik, dimana
kesalahan relatif antara data eksperimen dan data teoritis di bawah
4 %.
Kelemahan dari metode ini adalah bahwa tahapan pemrosesan citra yang
dilakukan cukup panjang dan rumit. Selain itu gambaran untuk perbandingan
medan tegangan/regangan penuh secara eksperimental dan teoritis tidak diberikan
karena validasi dilakukan hanya terhadap data beberapa titik sampel saja.
M. Ramji dan K. Ramesh dari Indian Institute of Technology, Madras,
India pada tahun 2007 melakukan evaluasi terhadap medan penuh untuk
komponen tegangan dalam masalah Fotoelastisitas digital. Titik tolak dari
eksperimennya didasarkan pada perlunya pemisahan tegangan (stress separation)
dalam mendapatkan nilai individu tegangan prinsipal/ tegangan normal secara
terpisah. Hal ini tidak bisa terlepas dari penentuan nilai orde frinji dan sudut
isoklinik yang bebas dari noise (gangguan) pada setiap pixel di seluruh domain.
Suatu pendekatan baru pemandu kualitas untuk pembukaan isoklinik (isoclinic
unwrapping) dikembangkan dalam eksperimen ini.
8
Peta fase Isokromatis yang bebas dari zona ambigu diperoleh dengan
metodologi baru dan dibuka (unwrapped) dengan pendekatan pemandu kualitas
(quality guided). Model-model yang dikembangkan dalam penelitian ini
dipengaruhi oleh pembebanan moderat yang menunjukkan level interaksi
isokromatik-isoklinik yang tinggi. Kekusutan yang diperoleh pada formasi lapisan
di perhalus dengan menggunakan outlier smoothing algorithm untuk mendapatkan
variasi yang lebih halus dari parameter photoelastik digital di seluruh domain.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembukaan peta fase isoklinik
ditunjukkan dalam gambar 2.4.
Gambar 2.4 Langkah-langkah pembukaan peta fase isoklinik untuk disk yang dibebani
secara kompresi. (M Ramji dkk, 2007)
9
Sedangkan langkah-langkah dalam pembukaan peta fase isokromatik
ditunjukkan dalam gambar 2.5.
Gambar 2.5 Langkah-langkah pembukaan peta fase isokromatik untuk disk yang
dibebani secara kompresi. (M Ramji dkk, 2007)
Kelemahan yang mendasar dalam metode ini terutama dalam pembukaan
fase isokromatik adalah saat nilai isokromatik yang diperoleh dari eksperimen
hanya memiliki gelombang kecil, smoothing tidak menunjukkan efek yang
signifikan, dan eror mutlak didapatkan menjadi 0.05 orde frinji. Kelemahan lain
adalah bahwa metode ini membutuhkan analisa yang agak rumit dan langkah yang
cukup panjang.
Teknik perbesaran optis untuk metode fotoelastisitas juga dilakukan oleh
Herman Winata, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November pada tahun
2007 yang melakukan eksperimen pengolahan citra medan regangan-tegangan
hasil pengukuran metoda Fotoelastisitas sebagai informasi mempercepat analisa
kegagalan material. Perbesatan optis dilakukan dengan menggunakan perpaduan
lup dan teleskop kamera. Tidak dijelaskan seberapa besar perbesaran yang
dihasilkan dalam penelitian tersebut, namun inti dari perbesaran tersebut adalah
untuk dapat mengamati secara jelas medan friji isoklomatik yang terbentuk pada
10
spesimen yang diuji, yaitu berupa plat berbentuk cincin. Dalam penelitian
tersebut, sebanyak 12 orde frinji dapat teramati dengan jelas.
2.2 Teori Fotoelastisitas
Fotoelastisitas adalah teknik eksperimental untuk menganalisa regangan
dan tegangan grafis, non destruktif medan penuh yang berbasis pada sifat
optomekanis yang disebut birefringence, yang dimiliki oleh banyak polimer
transparan. Bila dikombinasikan dengan elemen optik lain dan diterangi dengan
sumber cahaya biasa (atau coating fotoelastis yang direkatkan pada spesimen
biasa) akan menampakkan pola frinji yang berhubungan dengan beda antara
tegangan-teganga prinsipal dalam bidang yang normal terhadap arah rambatan
cahaya.
Lama sebelum penggunaan komputer, metode fotoelastisitas telah
digunakan untuk menentukan faktor konsentrasi tegangan untuk bentuk struktural
yang bervariasi. Metode ini digunakan terutama untuk menganalisa problem-
problem bidang dua dimensi. Kelemahan utamanya adalah bahwa suatu model
plastis (dan bukan prototipe) dari part aktualnya harus digunakan. Suatu metoda
yang disebut stress freezing memungkinkan metode tersebut digunakan untuk
problem tiga dimensi. Lapisan photoelastik digunakan untuk menganalisa
tegangan pada permukaan dalam bodi dengan geometri kompleks.
2.2.1 Perilaku Fotoelastik
Metode fotoelastisitas mempersyaratkan penggunaan dua tipe elemen
optis, yaitu polarizer dan wave plate. Suatu polarizer adalah elemen yang
mengkonversikan cahaya yang terpolarisasi secara acak ke dalam cahaya yang
terpolarisasi bidang (plane-polarized light). Perilaku polarizer ditunjukkan pada
gambar 2.6.
11
Gambar 2.6. Polarizer.
Berbeda dengan polarizer, wave plate memecah cahaya masuk menjadi
dua komponen dengan memperlambat salah satu komponennya relatif terhadap
komponen lain seperti terlihat dalam gambar 2.7. Wave plate dapat bersifat
permanen atau temporer. Suatu wave plate permanen memiliki fast-axis yang
tetap dan retardasi relatif yang tetap pula, sedangkan wave plate temporer
memiliki kemampuan untuk menghasilkan refraksi berganda sebagai responnya
terhadap stimulus mekanis. Spesimen Fotoelastis adalah wave plate temporer.
Gambar 2.7. Wave plate
Material photoelastik adalah birefringent, yang berarti bahwa material
tersebut berlaku sebagai wave plate secara temporer, membiaskan cahaya secara
berbeda untuk orientasi amplitudo cahaya berbeda, bergantung kepada kondisi
pembebanan material tersebut. Efek birefringent dapat dilihat pada gambar 2.8.
12
Gambar 2.8. Efek birefringent
Pada kondisi tanpa beban, material fotoelastis menampakkan indeks bias
n0 yang tidak bergantung kepada orientasinya. Karenanya, cahaya dari semua
orientasi merambat sepanjang seluruh sumbu melewati material dengan kelajuan
yang sama sebesar /n0.
Untuk kondisi terbebani, orientasi dari suatu vektor amplitudo cahaya
yang dipengaruhi sumbu tegangan prinsipal dan besar tegangan prinsipal akan
menentukan indeks pembiasan untuk gelombang cahaya.
Maxwell pada tahun 1853 mengemukakan teori yang menghubungkan
perubahan indeks bias material dengan intensitas tegangan. Hubungannya adalah
bersifat linier, dikenal dengan hukum tegangan optik.
)( 3221101 ccnn
)( 1322102 ccnn
)( 2123103 ccnn [Dally, 1991, hal: 425] ……..…….(2.1)
dimana:
σ1, σ2, dan σ3 adalah tegangan prinsipal pada sebuah titik
n0 adalah indek bias meterial tanpa beban
n1, n2, dan n3 adalah indek bias arah prinsipal pada material dengan beban
c1 dan c2 adalah koefisien tegangan optik, bila birefringece bertahan c1 c2
13
Pada aplikasi praktis biasanya dibatasi pada kasus plane stress (σ3 = 0).
Sehingga persamaan (2.1) dapat disederhanakan menjadi:
221101 ccnn
122102 ccnn [Dally, 1991, hal: 426] ..……….....(2.2)
Pada persamaan (2.1) adalah metoda pengukuran tegangan dengan menggunakan
perubahan indek bias absolut. Penggunaan metoda fotoelastis akan lebih mudah
penerapannya jika perubahan indeks bias absolut itu dirubah kedalam perubahan
relatif. Sehingga persamaan (2.1) menjadi:
)()()( 21211212 cccnn
)()()( 32321223 cccnn
)()()( 13131231 cccnn [ Dally, 1991, hal: 426] ...(2.3)
dengan c = c2 - c1 merupakan koefisien tegangan optik relatif yang dinyatakan
dalam Brewster ( 1 brewster = 10-13
cm2/dyn = 10
-12 m
2/N = 6.895 x 10
-9 in
2/lb).
Koefisien tegangan optik umumnya diasumsikan sebagai konstanta material dan
tergantung pada panjang gelombang cahaya yang digunakan.
Perilaku model fotoelastik seperti temporary wave plate, relative retardasi
Δ (relative angular phase shift) digunakan untuk mengubah indek bias pada
pembebanan material. Relatif retardasi terbentuk diantara komponen perambatan
cahaya arah prinsipal, dan memiliki hubungan linier dengan perbedaan tegangan
prinsipal dengan arah tegak lurus bagian perambatan cahaya. Tegangan prinsipal
yang ketiga σ3 sejajar dengan bagian arah perambatan cahaya sehingga tidak
memberikan efek terhadap relatif retardasi.
Relatif retardasi dirumuskan seperti:
)(..2
2112ch
)(..2
3223ch
)(..2
1331ch
[Dally, 1991, hal: 427] ……..……...(2.4)
dengan h = tebal material
λ = panjang gelombang cahaya
14
Pada aplikasi fotoelastik, brewster biasanya tidak secara langsung
digunakan, sehingga relatif retardasi untuk kasus tegangan bidang diekspresikan
seperti:
h
fN.21 [Dally, 1991, hal: 428] …………………..(2.5)
dimana 2
N , merupakan bilangan tanpa dimensi
, merupakan nilai frinji material dalam lb/in atau N/m
Perbedaan tegangan prinsipal pada model dua dimensi dapat ditentukan jika N
(frinji order) dapat diukur dan nilai frinji material fσ dapat ditentukan melalui
kalibrasi (dapat dilihat pada lampiran). Sesungguhnya fungsi dari polariskop
digunakan untuk menentukan nilai N pada setiap titik pada model.
Pada model yang memiliki sifat linier elastik, perbedaan regangan
prinsipal (ε1- ε2) dapat juga diukur dengan menentukan fringe order N. Hubungan
tegangan-regangan pada kasus tegangan bidang dua dimensi adalah:
)(1
211
E ; )(
1122
E
sehingga: )(1
2121
E [Dally, 1991, hal: 428]
dengan mensubtitusikan persamaan (2.5) didapat:
dengan fE
f1
, sehingga:
h
fN.21 [Dally, 1991, hal: 429] ...........................….. (2.6)
Nilai konstanta frinji material dapat ditentukan secara eksperimen dengan
memunculkan suatu beda tegangan yang diketahui 1 - 2 ke dalam suatu model
yang dibuat dari material yang sama dengan spesimen interest dengan mengamati
nilai N yang berhubungan dan menyelesaikan persamaan (2.5) untuk :
Nhf 21 ............................... (2.7)
cf
Nfh
fN
E.
.121
15
Material yang sangat birefringent akan memiliki nilai yang kecil karena
tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu nilai N akan kecil.
Suatu spesimen kalibrasi yang umum adalah disk sirkular dengan diameter
D dan tebal h yang dibebani dengan kompresi diametral seperti pada gambar 2.9.
Gambar 2.9. Disk dalam kompresi
Tegangan normal horizontal dan vertikal sepanjang sumbu x adalah
tegangan prinsipal karena tegangan geser tidak muncul karena simetri dengan
sumbu x. positif saat negatif. Sehingga diambil nilai dan
yang juga menghasilkan . Dari teori elastisitas, solusi tersebut untuk
tegangan normal sepanjang diameter horizontal adalah [Dally, 1991]:
2
2
2
11
12
Dh
P,
22
22
2
1
3
111
6
Dh
P, .................................. (2.8)
Dimana ; P = beban yang diberikan. Tegangan tegangan ini
diplotkan pada gambar 2.10.
16
Gambar 2.10. Distribusi tegangan sepanjang diameter horizontal
Sepanjang diameter horizontal, beda maksimum terjadi pada titik pusat
lingkaran, yaitu pada . Pada titik ini,
Dh
P821 ................................. (2.9)
Dengan menggabungkan hasil persamaan (2.9) di atas dengan persamaan (2.7)
diperoleh hubungan:
Dh
P
h
fN 821 ,
atau
N
P
Df
8, ............................ (2.10)
2.2.2 Polariskop Refleksi
Pengamatan fotoelastik dengan menggunakan polariskop terdapat dua tipe
yaitu polariskop transmisi dan polariskop refleksi. Kedua tipe ini menggunakan
peralatan optik yang sama yaitu linier polarizer, ¼ wave plate retardasi dan
analyzer seperti ditunjukkan pada gambar 2.11.
17
(a) Polariskop Transmisi (b) Polariskop Refleksi
Gambar 2.11 Skema Polariskop
Pada eksperimen ini digunakan polariskop refleksi yang telah dimiliki oleh
Laboratorium Mekanika Benda Padat Teknik Mesin ITS. Sehingga penjelasan
yang lebih mendalam dititik beratkan pada polariskop refleksi.
Metoda polariskop refleksi dikenal dengan metoda birefringent coating
merupakan pengembangan dari metoda transmisi dalam mengukur regangan
permukaan baik dua maupun tiga dimensi yang tidak tembus cahaya. Pelapis
fotoelastik adalah lembaran tipis dari material birefringent biasanya polimer, yang
dilekatkan pada spesimen yang dianalisa. Pada bidang antara pelapis dan
spesimen berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan cahaya. Ketika spesimen
dibebani perpindahan yang terjadi pada permukaan spesimen ditransmisikan ke
permukaan pelapis, sehingga pada pelapis terjadi medan regangan sepanjang
ketebalannya. Distribusi medan regangan (perbedaan regangan prinsipal) pada
permukaaan ditentukan dengan memakai pantulan cahaya polariskop untuk
mencatat fringe order. Dengan pelapis yang tipis regangan yang terjadi pada
permukaan spesimen ditransisikan ke pelapis tanpa adanya distorsi. Pada kondisi
ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
18
03 zz , pada pelapis. Besarnya perbedaan tegangan prinsipal pada pelapis
dipengaruhi oleh properties material pelapis dan tebal pelapis (2hc), maka
didapatkan persamaan :
2
1ch
fNcc
2
.)( 21 [Dally, 1991, hal: 455] .........(2.11)
Jelaslah bahwa dengan mengamati fringe order N dan mengetahui properties
material pelapis, maka perbedaan tegangan prinsipal dapat diketahui.
Dengan adanya hubungan regangan-tegangan, maka persamaan (2.11)
menjadi,
2
1
Kch
N
ch
fNcc
22
.)( 21 .....................(2.12)
Dengan K adalah koefisien regangan optik.
λ adalah panjang gelombang cahaya
Untuk meterial fotoelastis bersifat elastik linier, konstanta fε, fσ, dan K memiliki
hubungan sebagai berikut:
fEK
fc
1 [Dally, 1991, hal: 429] ........….............……(2.13)
2.2.3 Material Pelapis
Salah satu faktor yang terpenting pada analisa fotoelastik adalah pemilihan
material pelapis, untuk itu perlu diketahui kriteria material pelapis. Sifat fisik dari
pelapis yang ideal haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki koefisien regangan optik K yang tinggi untuk memaksimalkan
jumlah frinji per unit regangan.
b. Modulus elastisitasnya rendah Ec untuk mengurangi efek penguatan.
c. Memiliki ketahanan yang tinggi terhadap relaksasi regangan optik dan
mekanik untuk memaksimalkan stabilitas pengukuran.
19
d. Respon regangan optik yang linier untuk memperkecil reduksi data.
e. Memiliki sifat rekat yang baik untuk menjamin regangan pada interfis
antara pelapis dan spesimen.
f. Memiliki perpanjangan yang sesuai, sehingga dapat diketahui range
maksimum regangan yang mampu ditangani oleh pelapis.
g. Kestabilan koefisien strain-optik K terhadap temperatur.
h. Dapat diaplikasikan pada berbagai kontur.
Material pelapis yang diproduksi oleh Vishay Measurement Group, tersedia dalam
berbagai type baik dalam bentuk lembaran (PS) maupun cairan (PL).
2.2.4 Penentuan Order Frinji
Metoda yang dilakukan untuk menentukan order frinji yang ditunjukkan
oleh pelapis tergantung pada respon pelapis dan akurasi yang dibutuhkan pada
analisa. Jika respon pelapis besar (4 atau lebih), cahaya monokromatik dapat
digunakan untuk mendapatkan pola isokromatik frinji dengan field terang dan
gelap. Umumnya frinji-frinji ini dapat diinterpolasi maupun ekstrapolasi
mendekati 0,2 fringe, dengan akurasi 5% didasarkan pada 4 frinji.
Untuk pola frinji antara 2 dan 4, gunakan pola warna yang dihasilkan oleh
cahaya putih. Pola warna dihasilkan dengan penguraian atau menghilangkan satu
atau lebih warna dari spektrum sinar putih. Warna frinji yang diamati dihasilkan
dengan porsi spektrum yang ditransmitkan oleh spektrum sinar putih. Urutan
warna frinji yang dihasilkan dengan peningkatan tegangan ditunjukkan pada tabel
2.1. Warna yang terjadi merupakan fungsi dari distribusi energi spektrum sinar
putih. Urutan warna ini cukup memadai pada pengamatan secara visual. Untuk
penentuan order frinji dengan presisi, dimana maksimum order frinji kurang dari
2 dengan akurasi 5% atau kurang, biasanya sering menggunakan teknik
kompensasi. Teknik ini menggunakan metode titik per titik secara signifikan
dapat meningkatkan akurasi penentuan order frinji.
20
Tabel 2.1 Karakteristik Isokromatik Frinji
Color
Approximate
Relative
Retardation
Fringe
Order Strain
(nm) (N) (με)
Black 0 0 0
Gray 160 0.8 265
White 260 0.45 425
Pale Yellow 345 0.6 570
Orange 460 0.8 760
Dull Red 520 0.9 855
Purple (Tin of passage) 575 1 950
Deep Blue 620 1.08 1025
Blue Green 700 1.22 1160
Green-Yellow 800 1.39 1320
Orange 935 1.63 1550
Rose Red 1050 1.82 1730
Purple (Tin of passage) 1150 2 1900
Green 1350 2.35 2230
Green-Yellow 1440 2.5 2380
Red 1520 2.65 2520
Red / Green Transition 1730 3 2850
Green 1800 3.1 2950
Pink 2100 3.65 3470
Pink / Green Transition 2300 4 3800
Green 2400 4.15 3940
Type PS-1 Photoelastic Plastic, 0.080in (2 mm) thick,
f = 950 με/fringe (reflection)
Sumber: Vishay Measurement Group, Operating Instruction and
Technical Manual
2.3 Dasar Teori Pengolahan Citra
Pengolahan Citra merupakan salah satu bentuk simulasi dalam pengolahan
gambar atau citra. Dalam pengolahan citra, gambar atau citra diidentifikasi
sebagai matriks yang terdiri atas angka yang menyatakan harga tiap pixel warna.
21
Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini:
BGR
Rr ,
BGR
Gg ,
BGR
Bb
dimana : r = harga yang menyatakan persentase dari warna merah dengan warna
hijau dan biru
g = harga yang menyatakan persentase dari warna hijau dengan warna
merah dan biru
b = harga yang menyatakan persentase dari warna biru dengan warna
hijau dan merah.
R = nilai warna merah
G = nilai warna hijau
B = nilai warna biru
r + g + b = 1
Untuk warna gray scale dinyatakan dalam range 0-255. Sedangkan untuk warna
hitam putih (black and white) dinyatakan dalam range 0-1.
Dalam sub bab ini, akan dijelaskan sekilas tentang citra digital, yang
meliputi representasi citra digital dalam komputer dan ketetanggaan sebuah
piksel.
2.3.1 Mengubah RGB Menjadi Bentuk Grayscale
OpenCv menyediakan syntax untuk mengubah RGB ke grayscale dengan
menggunakan perintah “cvCvtColor”. Berikut ini contoh untuk mengkonversi
RGB ke grayscale
IplImage *src = cvLoadImage( argv[1], CV_LOAD_IMAGE_COLOR );
width = src->width;
height = src->height;
IplImage *dst = cvCreateImage( cvSize( width, height ), IPL_DEPTH_8U,
1 );
22
cvCvtColor( src, dst, CV_RGB2GRAY );
Gambar 2.12. Konversi RGB ke grayscale
2.3.2 Representasi Citra Digital
Sebuah citra digital dapat dianggap sebagai sebuah matriks yang elemen-
elemennya berupa bilangan real. Citra berderajat keabuan (grayscale) dapat
dianggap sebagai sebuah fungsi dua dimensi ),( yxf , dimana nilai setiap titik
),( yx menyatakan tingkat kecerahan (derajat keabuan) citra.
Untuk citra berukuran NM , sebuah matriks ),( yxf untuk nilai
Mx ...,,2,1 dan Ny ...,,2,1 dapat mewakili citra tersebut. Representasi
citra dalam bentuk matriks dapat dilihat pada gambar 2.17. Masing-masing
elemen matriks ini disebut dengan piksel.
)1,1(f )1,2(f )1,(Mf
)2,1(f )2,2(f )2,(Mf
),( NMf),2( Nf),1( Nf
x
y
Gambar 2.13 Representasi citra dalam bentuk matriks
23
Demi kemudahan dan kesederhanaan, representasi citra dapat dituliskan
sebagai sebuah formulasi (2.10).
……….... (2.14)
Contoh sebuah citra berderajat keabuan dan matriks representasinya dapat
dilihat pada gambar 2.14.
113102162130126121
152158155158159156
153157158157154160
152158155158159156
),(
yxf
Gambar 2.14 Citra berderajat keabuan dan matriks representasinya
2.3.3 Ketetanggaan Sebuah Piksel
Sebuah sub citra yang berukuran nm (bilangan m dan n merupakan
bilangan ganjil yang lebih dari 3) dari citra ),( yxf adalah sebuah citra yang
didefinisikan sebagai:
..(2.15)
Jika terdapat sebuah piksel p pada koordinat ),( yx , dan koordinat titik
),( yx merupakan titik pusat sub citra 0
, yx . Maka, ketetanggaan piksel p pada
sub citra tersebut didefinisikan sebagai:
.....................................(2.16)
2
1
2
1,
2
1
2
1|),(0
,
nyb
ny
mxa
mxbafyx
),(\0 yxfxyxy
),(),2(),1(
)2,()2,2()2,1(
)1,()1,2()1,1(
),(
NMfNfNf
Mfff
Mfff
yxf
24
Simbol \ merupakan operasi „kecuali‟. Persamaan (2.16) mempunyai arti
bahwa ketetanggaan piksel p merupakan himpunan 0
xy tanpa menyertakan
piksel ),( yxf .
Jika sebuah sub citra berukuran nm , maka jumlah anggota ketetanggan
piksel adalah 1mn .
Sebagai contoh adalah sub citra yang memiliki ukuran 33 , dan piksel p
berada pada pusat koordinat ),( yx . Maka piksel p memiliki 8 ketetanggaan,
yaitu:
Gambar 2.15 menunjukkan 8 ketetanggaan sebuah piksel p yang
berkoordinat ),( yx .
Gambar 2.15 Ketetanggaan piksel yang berkoordinat ),( yx
2.4. Proses Pengolahan Citra Yang Akan Dilakukan
Proses pengolahan citra yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan
library untuk pengolahan citra menggunakan bahasa C/C++ atau lebih dikenal
dengan OpenCV. OpenCV berarti Intel ® Open Source Computer Vision Library,
merupakan kumpulan library yang digunakan untuk melakukan proses
Pengolahan Citra, Object Identification, Segmentation, Racognition (Face
Recognition, Gesture Recognition, Motion Tracking) dll. Data yang akan diolah
berupa citra (image) hasil pengukuran Metoda Fotoelastisitas. Dalam hal ini format citra
adalah jpg. Proses selanjutnya adalah pengolahan citra (image processing) melalui
beberapa tahapan, sebagai berikut:
)1,1(),1,(),1,1(),,1(
),,1(),1,1(),1,(),1,1(,
yxfyxfyxfyxf
yxfyxfyxfyxfyx
25
a. Input file citra yang akan diproses
Tahapan ini mencakup pendeklarasian library yang dibutuhkan,
pendeklarasian variabel yang digunakan, input nama file dan level deteksi,
memasukkan ke dalam memori termasuk proses masking.
b. Mengubah citra RGB menjadi citra keabuan
Tujuannya untuk menyederhanakan model citra. Konsepnya mengurangi citra
dengan tiga layer (citra RGB) menjadi satu layer matrik (citra keabuan).
c. Tresholding
Yaitu pengambilan harga-harga piksel, dimana nilai yang ditampilkan adalah
nilai maksimum dan minimum dalam suatu range tertentu saja dengan prosentase
pengambilan yang kita tentukan sendiri. Dimana dalam hal ini yang diambil
adalah harga piksel hitam-putih yang memiliki nilai 0 untuk warna hitam dan 255
untuk warna putih. Hasil tresholding berupa citra biner atau citra yaitu citra
dengan nilai setiap piksel diasumsikan salah satu dari dua nilai diskrit, yaitu nilai
“on” dan nilai off.
d. Filtering
Berfungsi untuk menghabiskan titik putih pada citra biner yang dihasilkan dari
proses treshold (dengan perintah cverode) dan menghaluskan citra (dengan
perintah cvdilate). Pada tahap ini diharapkan gambar yang diperoleh bisa lebih
tajam karena noise yang terdapat pada citra bisa dihilangkan
e. Penyimpanan citra hasil pengolahan
Citra hasil pengolahan disimpan dalam folder yang sama dengan citra input,
dalam hal ini ukuran citra hasil pengolahan dibuat sama dengan ukuran citra
input, tetapi dengan format png. Keunggulan dari penyimpanan citra dalam format
png karena format ini tidak menghilangkan bagian dari citra yang sedang diolah
(sehingga penyimpanan berulang ulang dari citra tidak akan menurunkan kualitas
citra)
26
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
27
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang akan digunakan adalah secara eksperimental
dengan menggunakan sistem optik. Sedangkan langkah–langkah yang digunakan
untuk merealisasikan Studi eksperimental pengaruh penggunaan mikroskop pada
metode fotoelastisitas untuk meningkatkan kepresisian penghitungan orde frinji
pada zona pembebanan dipaparkan pada sub-bab berikut dengan tujuan agar
penulisan tugas Tesis ini dapat dilakukan secara lebih terarah dan terencana.
3.1. Langkah-langkah Penelitian
Tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan sehubungan dengan studi studi
eksperimental pengaruh penggunaan mikroskop pada metode fotoelastisitas untuk
meningkatkan kepresisian penghitungan orde frinji pada zona pembebanan adalah
sebagai berikut:
a. Studi Literatur
Dilakukan studi literatur untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan
dengan teknik pengukuran dengan metode fotoelastisitas, baik itu berupa jurnal,
situs internet, maupun dari buku teks.
b. Pembuatan Alat dan Objek Penelitian
Dalam hal ini alat yang akan digunakan adalah alat pemberi beban tekan
sederhana (gambar 3.1) dan objek penelitian berupa disk pejal yang terbuat dari
bahan urethane rubber dengan diameter (D) = 60 mm, dan tebal (h) = 6 mm
dijelaskan dalam gambar 2. Bahan urethane rubber tersebut memiliki Modulus
elastisitas (E) = 3.1 MPa, Poisson’s ratio v = 0,46 dan nilai frinji tegangan, f =
1.81 N/cm frinji. Pemilihan bentuk spesimen disk adalah berdasarkan pada
penelitian terdahulu yang menggambarkan kondisi pembebanan statis pada benda
berputar yang mengalami kontak dengan elemen lainnya. Selain itu penghitungan
28
orde frinji untuk medan frinji isokromatis pada spesimen berbentuk disk lebih
mudah dilakukan dibandingkan bentuk-bentuk lainnya karena pola frinji yang
dihasilkan lebih teratur.
Gambar 3.1 (a) Rancangan Alat Pemberi Beban (b) Realisasi Alat Pemberi Beban
Gambar 3.2 Rancangan Spesimen
D h
29
c. Identifikasi Variabel-variabel yang mempengaruhi penelitian
Setelah alat uji dan objek penelitian telah dipersiapkan maka diidentifikasi
variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi penelitian yang akan dilakukan.
Dalam eksperimen ini variabel yang dimaksud berupa besarnya pembebanan Pi,
Tingkat Perbesaran obyek M sebagai variabel bebasnya yang selanjutnya dipakai
dalam penentuan orde frinji N yang berhubungan langsung dengan selisih
tegangan prinsipalnya ( 1 – 2).
d. Set up Peralatan Optis
Peralatan optis yang diperlukan pada penelitian ini adalah 030-Series
Reflection Polariscope yang diproduksi oleh Vishay Measurement Group serta
peralatan mikroskop dan perekam citra berupa kamera type SLR (Single Lens
Reflex) merk Nikon serie D3000. Adapun Susunan Reflection Polariscope 030-
Series dapat dilihat pada gambar 3.3, dimana polariscope ini terdiri atas lensa
polarizer, yang tepat berada di depan sumber cahaya dan susunan lensa analyser
untuk mengamati obyek. Sedangkan mikroskop direncanakan ditempatkan di
depan lensa analyser. Set-up mikroskop yang akan digunakan dalam eksperimen
ini dapat dilihat pada gambar 3.4. Untuk merekam citra hasil perbesaran optis,
pada posisi lensa okuler dipasang kamera adaptor yang kompatibel dengan semua
type kamera SLR merk Nikon. Kamera adaptor ini selanjutnya dihubungkan
dengan body kamera. Untuk mendapatkan fokus yang sesuai dari citra perbesaran,
lensa kamera Nikon tersebut ditempatkan tepat di depan analyser.
Susunan mikroskop yang terpasang pada polariskop selanjutnya dapat dilihat
pada gambar 3.5 (a), sedangkan susunan mikroskop lengkap dengan alat perekam
citra, yaitu kamera SLR merk Nikon dapat dilihat pada gambar 3.5 (b)
30
Gambar 3.3 Polariskop
Gambar 3.4 Set-up mikroskop yang akan digunakan
31
(a) (b)
Gambar 3.5 (a) Susunan mikroskop yang terpasang pada polariskop (b) Susunan
mikroskop yang terpasang pada polariskop ditambah dengan kamera.
e. Pemberian Beban Pada Objek
Pemberian Beban dilakukan dengan memutar komponen batang ulir penekan
dengan torsimeter sesuai pembebanan yang diinginkan. Semakin besar torsi yang
diberikan, semakin besar pula beban yang diberikan pada specimen uji. Untuk
mendapatkan pembebanan yang sesuai maka pemberian beban dengan torsimeter
dikalibrasi dengan alat pengukur gaya.
Beban dikenakan pada specimen atas 4 tingkatan pembebanan, masing-masing
untuk kondisi sebelum dilakukan perbesaran dan selanjutnya untuk 3 tingkat
perbesaran yang berbeda, selanjutnya berdasarkan pola isokromatis yang
terbentuk pada obyek pengamatan dicatat variabel-variabel terkait tingkat
pembebanan tersebut dalam tabel 3.1, 3.2, dan 3.3 berikut:
Tabel 3.1. Format Data Eksperimen Tanpa Perbesaran
No Beban (Pi) Orde frinji (N) 1 – 2
1 P1 N1
2 P2 N2
3 P3 N3
4 P4 N4
32
Tabel 3.2. Format Data Eksperimen Dengan Perbesaran Mx
No Beban (Pi) Orde frinji (N) 1 – 2
1 P1 N1
2 P2 N2
3 P3 N3
4 P4 N4
Tabel 3.3. Format Data Eksperimen Dengan Perbesaran Nx
No Beban (Pi) Orde frinji (N) 1 – 2
1 P1 N1
2 P2 N2
3 P3 N3
4 P4 N4
f. Image Processing
Setelah setting alat optis dilakukan maksimal kemudian akan di dapatkan
pola frinji isokromatis yang diberikan pada material uji yang kemudian di tangkap
oleh kamera dengan tipe SLR (Single Lens Reflex. Image yang diperoleh dari
kamera tadi diolah dengan menggunakan software OpenCV C++ untuk
mendapatkan hasil pengukuran orde frinji secara lebih akurat pada zona
pembebanan.
g. Komparasi
Pada data yang diperoleh akan dilakukan komparasi dengan menggunakan
software ANSYS sesuai dengan besar pembebanan yang diberikan. Adapun
format tabel untuk data yang diperoleh dari simulasi numerik dengan software
ANSYS tersebut dapat dilihat pada tabel 3.4.
33
Tabel 3.4. Format Data Hasil simulasi numerik pada zona pembebanan
No Beban
(N)
Stress Intensity
(M Pa)
1 P1
2 P2
3 P3
4 P4
Selanjutnya hasilnya, berupa selisih tegangan principal pada zona pembebanan
tersebut dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari data eksperimen pada
kondisi sebelum perbesaran, dan sesudah perbesaran untuk kelima tingkat
pembebanan tersebut. Hasil komparasi menunjukkan sejauh mana kesesuaian efek
perbesaran dengan hasil simulasi numerik.
h. Analisa Hasil
Analisa hasil eksperimen dimaksudkan untuk menentukan tingkat
kepresisian atau perbaikan kesalahan pengukuran selisih tegangan prinsipal
dengan adanya perbesaran optis. Pada analisa ini dihitung besarnya tambahan orde
frinji rata-rata yang bisa didapatkan dari hasil eksperimen dengan 3 macam
perbesaran optis. Semakin besar tambahan orde frinji rata-rata yang bisa
didapatkan menunjukkan semakin signifikannya efek perbesaran perbesaran optis
tersebut.
3.2 Diagram Alir Penelitian
Penjelasan langkah – langkah rancang bangun secara sistematis dapat
dibuat dalam bentuk diagram alir seperti ditunjukkan Gambar 3.7. berikut ini:
34
Gambar 3.6. Diagram alir penelitian.
Mulai
Pembuatan Obyek
Penelitian
Penentuan Variabel
Penelitian
Pola
Isokromatis
Image Capture
Komparasi
Selesai
Set up Peralatan
Optis
BebanPada Objek
Ya
Tidak
Image Processing
Tinjauan Pustaka dan
Studi Literatur
Analisa Hasil
Penyusunan
Laporan
Perhitungan
Numerik
35
BAB 4
PEMODELAN DAN EKSPERIMEN
4.1. Pemodelan
Material uji digambarkan dan dimodelkan dengan software Ansys dengan
spesifikasi geometri dan material properties sebagai berikut:
- Jenis material : urethane rubber
- Diameter 60 mm
- Tebal 6 mm
- Rapat massa ( ) 1.25 x 10-3 kg/mm3
- Modulus Elastisitas (E) 3.1 MPa
- Poisson ratio ( ) 0.46
Material uji mengalami pembebanan terpusat kompresi diametral pada sisi
sebelah atas dalam arah y negatif dan ditahan tetap pada ujung sebelah bawahnya.
Pemodelan dilakukan untuk variasi beban 5.04 N, 7.54 N, 10.04 N, dan 12.54
yang diperoleh dengan penambahan kelipatan 2.5 N (0.25 kg) yaitu harga 1 skala
pada dial pengukur gaya terhadap beban 2.54 N yang merupakan berat poros
penekan itu sendiri saat ulir penekan masih memberikan gaya tekan 0 N terhadap
material uji. Pemberian beban dibatasi hanya pada harga 12.54 N dikarenakan
material spesimen uji yang cenderung lunak menyebabkan spesimen mengalami
deformasi yang cukup besar pada saat beban ditambah menjadi 15.04 N, sehingga
bentuk spesimen berobah secara signifikan.
Dari hasil analisa numerik dihasilkan countor stress intensity, yaitu selisih
tegangan prinsipal maksimum dan tegangan prinsipal minimum ( 1 - 3).
Besarnya stress intensity ini adalah dua kali harga tegangan geser maksimum.
Stress intensity yang terjadi pada spesimen untuk beban 5.04 N dapat dilihat pada
gambar 4.1.
36
Gambar 4.1 Kontour stress intensity dengan beban 5.04 N
Gambar 4.1 dihasilkan dari pemberian meshing dengan panjang 1 mm,
yang menghasilkan jumlah elemen 3407 dan jumlah node 10410. Pemberian
beban dilakukan pada node di ujung atas dengan intensitas beban ke arah y
sebesar -5,04 N, sedangkan displacement pada node di ujung sebelah bawah
spesimen dibuat 0 (nol) untuk semua DOF. Dari gambar 4.1 dapat dilihat besarnya
stress intensity maksimum terjadi pada node 2 yang terletak di ujung sebelah atas
disk (bagian yang berwarna biru muda) yang terletak pada zona pembebanan,
yang besarnya 0.7933 MPa dan stress intensity minimum sebesar 0.183 x 10-4
MPa. Ini menunjukkan bahwa ( 1 - 3)maks = 0.7933 MPa yang terletak pada
node 2.
Untuk beban sebesar 7.25 N, besarnya stress intensity dapat dilihat pada
gambar 4.2, dimana pemberian meshing sama dengan kondisi pada beban 5.04 N.
Dari gambar 4.2 dapat dilihat besarnya stress intensity maksimum terjadi pada
node 2 yang terletak di ujung sebelah atas disk (bagian yang berwarna biru muda)
yang terletak pada zona pembebanan, yang besarnya 1.187 MPa dan stress
intensity minimum sebesar 0.427 x 10-4
MPa. Ini menunjukkan bahwa ( 1 -
3)maks = 1.187 MPa yang terletak pada node 2.
37
Gambar 4.2 Kontour stress intensity dengan beban 7.54 N
Besarnya stress intensity ( 1 - 3) untuk pemberian beban 10.04 N dapat
dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Kontour stress intensity dengan beban 10.04 N
38
Sama halnya dengan pembebanan sebelumnya, dari gambar 4.3 dapat
dilihat bahwa besarnya stress intensity maksimum terjadi pada node 2 yang
terletak di ujung sebelah atas disk (bagian yang berwarna biru muda) yang terletak
pada zona pembebanan, yang besarnya 1.58 MPa dan stress intensity minimum
sebesar 0.484 x 10-4
MPa.
Pada pembebanan sebesar 12.25 N, besarnya stress intensity dapat dilihat
pada gambar 4.4, dimana pemberian meshing sama dengan kondisi pada beban
5.04 N. Dari gambar 4.4 dapat dilihat besarnya stress intensity maksimum terjadi
pada node 2 yang terletak di ujung sebelah atas disk (bagian yang berwarna biru
muda) yang terletak pada zona pembebanan, yang besarnya 1.974 MPa dan stress
intensity minimum sebesar 0.171 x 10-3
MPa. Ini menunjukkan bahwa ( 1 -
3)maks = 1.974 MPa yang terletak pada node 2.
Gambar 4.4 Kontour stress intensity dengan beban 12.54 N
Dari keseluruhan hasil simulasi di atas, besarnya stress intensity, atau
selisih tegangan prinsipal maksimum dan tegangan prinsipal minimum yang
dihasilkan dari simulasi numerik dengan software Ansys pada zona pembebanan,
dalam hal ini pada node 2, untuk pembebanan sebesar 5.04 N, 7.54 N, 10.04 N
39
dan 12.54 N dapat ditabulasikan pada tabel 4.1. Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa
stress intensity bertambah dengan bertambahnya intensitas beban.
Tabel 4.1 Data Hasil analisa numerik pada zona pembebanan
No Beban
(N)
Stress intensity
1 – 2
(MPa)
1 5.04 0.7933
2 7.54 1.1870
3 10.04 1.5800
4 12.54 1.9740
4.2. Eksperimen Dengan Metode Fotoelastis
Eksperimen yang dilakukan menggunakan sumber cahaya monokromatis yang
dihasilkan oleh lampu halogen berwarna merah untuk mendapatkan pola frinji
isokromatis gelap-terang yang akan memudahkan untuk pengolahan citra
selanjutnya. Pertimbangan untuk menggunakan warna merah adalah dikarenakan
warna tersebut merupakan elemen primer warna dalam sistem citra RGB
disamping ketersediaan lampu halogen berwarna untuk spesifikasi yang sesuai
dengan tipe polariskop yang dipergunakan hanya terdiri dari warna merah, hijau
dan kuning. Penggunaaan warna hijau dan kuning menunjukkan kualitas hasil
citra yang tidak maksimal.
Hasil perekaman citra dengan metode Fotoelastis untuk perbesaran 9x ditampilkan
pada gambar. 4.5 s/d gambar 4.8.
40
Gambar 4.5 Pola frinji untuk beban 5.04.N dan perbesaran 9x
Gambar 4.6 Pola frinji untuk beban 7.54.N dan perbesaran 9x
Gambar 4.7 Pola frinji untuk beban 10.04.N dan perbesaran 9x
41
Gambar 4.8 Pola frinji untuk beban 12.54.N dan perbesaran 9x
Dari citra hasil perekaman pada gambar 4.5 s/d gambar 4.8 dapat dilihat bahwa
pada bagian ujung sebelah atas spesimen terdapat pola gelap sehingga tidak
dimungkinkan untuk menghitung frinji pada bagian tersebut.
Hasil perekaman citra dengan metode Fotoelastis untuk perbesaran 15x ditampilan
sebagai berikut:
Gambar 4.9 Pola frinji untuk beban 5.04.N dan perbesaran 15x
42
Gambar 4.10 Pola frinji untuk beban 7.54.N dan perbesaran 15x
Gambar 4.11 Pola frinji untuk beban 10.04.N dan perbesaran 15x
Gambar 4.12 Pola frinji untuk beban 12.54.N dan perbesaran 15x
43
Dari citra hasil perekaman pada gambar 4.9 s/d gambar 4.12 dapat dilihat bahwa
seperti halnya citra yang dihasilkan dengan perbesaran 9x, pada bagian ujung
sebelah atas spesimen terdapat pola gelap sehingga tidak dimungkinkan untuk
menghitung frinji pada bagian tersebut.
Hasil perekaman citra dengan metode Fotoelastis untuk perbesaran 20x ditampilan
sebagai berikut:
Gambar 4.13 Pola frinji untuk beban 5.04.N dan perbesaran 20x
Gambar 4.14 Pola frinji untuk beban 7.54.N dan perbesaran 20x
44
Gambar 4.15 Pola frinji untuk beban 10.04.N dan perbesaran 20x
Gambar 4.16 Pola frinji untuk beban 12.54.N dan perbesaran 20x
Dari citra hasil perekaman pada gambar 4.13 s/d gambar 4.16 dapat dilihat bahwa
pada bagian ujung sebelah atas spesimen juga terdapat pola gelap seperti pada
citra hasil perbesaran terdahulu sehingga tidak dimungkinkan untuk menghitung
frinji pada bagian tersebut.
Hasil perekaman citra dengan metode Fotoelastis tanpa perbesaran optis
ditampilan sebagai berikut:
45
Gambar 4.17 Pola frinji untuk beban 5.04.N tanpa perbesaran
Gambar 4.18 Pola frinji untuk beban 7.54.N tanpa perbesaran
Gambar 4.19 Pola frinji untuk beban 10.04.N tanpa perbesaran
46
Gambar 4.20 Pola frinji untuk beban 12.54.N tanpa perbesaran
Dari citra hasil perekaman pada gambar 4.17 s/d gambar 4.20 dapat dilihat bahwa
hampir seluruh garis-garis frinji isokromatik yang terbentuk pada disk dapat
diamati dengan jelas, kecuali pada bagian ujung atas, tempat dimana zona
pembebanan berada, dan pada ujung bawah disk, yaitu tempat dimana constraint
berada. Pada tersebut, orde frinji sulit untuk ditentukan karena semakin rapatnya
jarak antara orde frinji yang berdekatan. Karenanya perlu dilakukan pengolahan
citra untuk memperjelas tampilan citra yang dihasilkan, sehingga lebih mudah
untuk melakukan penghitungan orde frinji dan selanjutnya menentukan selisih
tegangan prinsipal maksimum dan tegangan prinsipal minimum berkenaan dengan
orde frinji tersebut.
4.2. Pengolahan Citra
Pengolahan citra pada eksperimen ini, berguna untuk mendapatkan citra
hasil yang lebih jelas, khususnya pada pola frinji isokromatik yang terbentuk pada
disk pasca pemberian beban. Dalam hal ini pengolahan citra dilakukan dengan
menggunakan software pemrograman Open CV C++. Pengolahan citra yang sama
dilakukan dengan tingkat deteksi warna yang berbeda (dalam kisaran 0 sampai
100), Hal ini dikarenakan kualitas yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing
citra.
47
Secara umum, tahapan pengolahan citra yang dilakukan dapat dituliskan sebagai
berikut:
a. Input citra dan penentuan level deteksi citra
b. Mengubah citra menjadi gray image
c. Mengubah citra gray image menjadi citra citra biner (hitam putih)
berdasarkan level deteksinya
d. Proses penghilangan titik putih yang tersisa, dan penghalusan citra hasil
deteksi frinji
e. Penyimpanan hasil pengolahan citra ke dalam file hasil.png
Hasil pengolahan terhadap citra yang terekam pada perbesaran optik 9x dapat
dilihat pada gambar 4.21 s/d gambar 4.24.
Gambar 4.21 Hasil pengolahan citra untuk beban 5.04.N dan perbesaran 9x
Gambar 4.22 Hasil pengolahan citra untuk beban 7.54.N dan perbesaran 9x
1
2 3 4
5 6
1
2 3
4
48
Gambar 4.23 Hasil pengolahan citra untuk beban 10.04.N dan perbesaran 9x
Gambar 4.24 Hasil pengolahan citra untuk beban 12.54.N dan perbesaran 9x
Hasil pengolahan untuk citra hasil perekaman pada perbesaran optis 15x dapat
dilihat pada gambar 4.25 s/d gambar 4.28.
Gambar 4.25 Hasil pengolahan citra untuk beban 5.04.N dan perbesaran 15x
1 2
3
4
1
2 3 4
5 6
7 8 9
9 8
7 6
5 4
3 2
1
49
Gambar 4.26 Hasil pengolahan citra untuk beban 7.54.N dan perbesaran 15x
Gambar 4.27 Hasil pengolahan citra untuk beban 10.04.N dan perbesaran 15x
Gambar 4.28 Hasil pengolahan citra untuk beban 12.54.N dan perbesaran 15x
Hasil pengolahan untuk citra hasil perekaman pada perbesaran optis 20x dapat
dilihat pada gambar 4.29 s/d gambar 4.32.
2 1 3 4
5 6
7 8
8 9 7
6
5
4 3
2 1
1 2 3 4
5
6
7 8
9 10
50
Gambar 4.29 Hasil pengolahan citra untuk beban 5.04.N dan perbesaran 20x
Gambar 4.30 Hasil pengolahan citra untuk beban 7.54.N dan perbesaran 20x
Gambar 4.31 Hasil pengolahan citra untuk beban 10.04.N dan perbesaran 20x
1
2
3
4
5
6
8 7 6 5
4
3
2 1
1 2
3
4 5
6 7
8
9
51
Gambar 4.32 Hasil pengolahan citra untuk beban 12.54.N dan perbesaran 20x
Hasil pengolahan citra untuk citra terekam tanpa perbesaran optis dapat dilihat
pada gambar 4.33 s/d gambar 4.36.
Gambar 4.33 Hasil pengolahan citra untuk beban 5.04.N tanpa perbesaran
Gambar 4.34 Hasil pengolahan citra untuk beban 7.54.N tanpa perbesaran
1
2
3
4
1
2
3
4
5
6
1 2
3
4
5
6
7
8 9
10
11
52
Gambar 4.35 Hasil pengolahan citra untuk beban 10.04.N tanpa perbesaran
Gambar 4.36 Hasil pengolahan citra untuk beban 12.54.N tanpa perbesaran
1
2
3
4
5 6
7
1
2
3
4
5
6 7
53
BAB 5
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
5.1 Orde Frinji Maksimum Yang Dapat Diamati
Berdasarkan citra hasil pengolahan dengan software hasil pemrograman
OpenCv C++, dapat dibuat tabulasi jumlah orde frinji maksimum yang dapat
diamati untuk kondisi tanpa perbesaran optis maupun dengan perbesaran optis
masing-masing 9x, 15x dan 20x yang dikelompokkan menurut besarnya
pembebanan yang diterima. Hasil tabulasi dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1 Orde frinji maksimum yang dapat dihitung berdasarkan beban dan
perbesaran optis
Perbesaran
Orde Frinji maksimum
Beban (N)
5.04 7.54 10.04 12.54
1x 4 6 7 7
9x 4 6 9 9
15x 4 8 9 10
20x 6 8 9 11
Dari tabel 5.1 selanjutnya dibuat plot grafik orde frinji yang dapat dihitung
untuk perbesaran masing-masing 1x, 9x, 15x dan 20x berdasarkan pertambahan
beban yang diterimanya seperti terlihat pada gambar 5.1. Dari gambar 5.1 terlihat
bahwa pada untuk kurva biru muda (tanpa perbesaran optis atau perbesaran 1x),
kurva merah (perbesaran optis 9x) dan kurva hijau muda (perbesaran optis 15x)
masih terdapat beberapa titik yang saling berimpit. Artinya belum terlihat
pemisahan yang jelas antara efek perbesaran optis dan kondisi tanpa perbesaran
optis. Pemisahan yang jelas baru terlihat pada kurva ungu (perbesaran optis 20x),
54
yang menunjukkan bahwa untuk setiap intensitas beban, efek perbesaran optis
memberikan tambahan orde frinji terlihat yang signifikan.
Gambar 5. 1 grafik orde frinji yang dapat dihitung untuk perbesaran optis 1x, 9x, 15x
dan 20x berdasarkan pertambahan beban yang diterimanya
5.2 Tambahan Orde Frinji Yang Dapat Diamati Akibat Perbesaran Optis
Tambahan orde frinji rata-rata yang dapat diamati akibat adanya perbesaran optis
diperoleh dengan membandingkan kurva frinji yang dapat dihitung untuk
perbesaran optis 9x, 15x dan 20x terhadap kurfa frinji yang dapat dihitung untuk
perbesaran optis 1x (tanpa perbesaran optis). Untuk lebih jelasnya, grafik pada
gambar 5.1 dapat digambar kembali pada gambar 5.2 dengan memberikan
tambahan notasi pada masing-masing titik. Kurva biru muda (perbesaran optis 1x)
dinamai dengan kurva A, kurva merah (perbesaran optis 9x) dinamai dengan
kurva B, kurva hijau muda (perbesaran optis 15x) dinamai dengan kurva C, dan
kurva ungu (perbesaran optis 20x) dinamai dengan kurva D. Sedangkan titik-titik
pada keempat kurva yang berada pada posisi beban 5.04 N, 7.54 N, 10.04 N dan
12.54 N berturut-turut ditandai dengan subscript I, II, III dan IV.
0
2
4
6
8
10
12
0 2 4 6 8 10 12 14
Ord
e F
rin
ji
Beban (N)
1
9
15
20
55
Gambar 5. 2 grafik orde frinji yang dapat dihitung untuk perbesaran optis 1x, 9x, 15x
dan 20x berdasarkan pertambahan beban yang diterimanya dengan
penambahan notasi.
Dengan memperhatikan notasi-notasi pada gambar 5.2, diperoleh besarnya
tambahan orde frinji rata-rata yang dapat diamati untuk perbesaran 9x :
Dimana n = jumlah data = banyaknya tingkatan pembebanan = 4
Tambahan orde frinji rata-rata yang dapat diamati untuk perbesaran 15x adalah
Dimana n = jumlah data = banyaknya tingkatan pembebanan = 4
0
2
4
6
8
10
12
0 2 4 6 8 10 12 14
Ord
e F
rin
ji
Beban (N)
1
9
15
20
DI
CII, DII
BIII, CIII, DIII
DIV
CIV
BIV
AIV AIII
AII, BII
AI, BI, CI
56
Tambahan orde frinji rata-rata yang dapat diamati untuk perbesaran 20x adalah
Dimana n = jumlah data = banyaknya tingkatan pembebanan = 4
Dari ketiga hasil perhitungan di diatas dapat dilihat bahwa terdapat trend yang
semakin meningkat untuk besarnya tambahan orde frinji rata-rata yang diperoleh
dengan bertambahnya tingkat perbesaran optis.
5.3 Perbandingan Hasil Eksperimen Dan Analisa Numerik
Untuk membandingkan data yang dihasilkan antara hasil simulasi numerik
dengan software Ansys dan data hasil eksperimen dengan metode Fotoelastisitas
dengan dan tanpa perbesaran terlebih dahulu ditentukan posisi vertikal orde frinji
terbesar yang dapat terlihat berada. Agar pengukuran lebih mudah dilakukan,
penentuan posisi frinji dilakukan sepanjang sumbu vertikal, sehingga absis tetap
pada posisi 0, hanya ordinat yang berubah. Jarak frinji diukur dari ujung sebelah
atas spesimen, dimana titik 0 (nol) ditetapkan tepat di sebelah ujung sebelah atas
specimen. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan ruler tool pada software
adobe photoshop, dimana jarak pengukuran dinyatakan dalam mm. Untuk
mendapatkan ukuran aktual, konversi pengukuran pada gambar didekati dengan
membagi hasil pengukuran dengan ruler tool pada adobe photoshop dan
perbesarannya.
a. Kondisi Tanpa Perbesaran Optis
Orde frinji maksimum (N) yang dapat terhitung untuk pembebanan 5.04N tanpa
perbesaran optis sebesar 4 frinji, sehingga berdasarkan persamaan 2.5 diperoleh
besarnya selisih tegangan prinsipal pada koordinat pengukuran frinji tersebut:
h
fN
.21
57
dalam hal ini, h adalah tebal spesimen, yaitu sebesar 6 mm, sehingga:
mm
cmx
mm
frinjicmNx
10
1
6
/81.1421
MPa12067.021
Jarak vertikal untuk orde frinji ke 4 tersebut diukur dari ujung sebelah atas pada
sumbu simetri specimen adalah sebesar -5.3333 mm
Selanjutnya pada koordinat tersebut, dicari besarnya stress intensity, yaitu
besarnya selisih tegangan prinsipal maksimum dan tegangan prinsipal minimum
hasil simulasi numerik dimana:
Selebihnya untuk beban 7.54 N, beban 10.04 N dan 12.54 N, perbandingan selisih
tegangan prinsipal hasil simulasi numerik dan hasil eksperimen yang diperoleh
tanpa perbesaran optik pada jarak frinji terkait selanjutnya ditampilkan pada tabel
5.2.
Tabel 5.2. Perbandingan selisih tegangan prinsipal hasil simulasi numerik dan
hasil eksperimen tanpa perbesaran optik.
Beban
(N) Orde Frinji
(1 - 2)Eksperimen
(MPa)
Jarak frinji
(mm)
(1 - 2)Analisis
(MPa)
5.04 4 0.12067 -6.0000 0.11926
7.54 6 0.18100 -8.0000 0.12251
10.04 7 0.21117 -10.6667 0.13449
12.54 7 0.21117 -13.3333 0.14722
b. Kondisi Perbesaran Optis 9x
Dengan perbesaran optis sebesar 9x, jumlah orde frinji maksimum (N) yang dapat
terhitung untuk pembebanan 5.04N adalah sebesar 4 frinji, sehingga berdasarkan
persamaan 2.5 diperoleh besarnya selisih tegangan prinsipal pada koordinat
pengukuran frinji tersebut:
h
fN
.21
58
mm
cmx
mm
frinjicmNx
10
1
6
/81.1421
MPa12067.021
Jarak vertikal untuk orde frinji ke 4 tersebut diukur dari ujung sebelah atas pada
sumbu simetri spesimen adalah sebesar 60 mm. Sehingga diperoleh jarak aktual
sebagai berikut:
Selanjutnya pada koordinat tersebut, dicari besarnya stress intensity, yaitu selisih
tengangan prinsipal hasil simulasi numerik dimana:
Selebihnya untuk beban 7.54 N, beban 10.04 N dan 12.54 N, perbandingan selisih
tegangan prinsipal hasil simulasi numerik dan hasil eksperimen yang diperoleh
dengan perbesaran optik 9x pada jarak frinji terkait selanjutnya ditabulasikan pada
tabel 5.3.
Tabel 5.3. Perbandingan selisih tegangan prinsipal hasil simulasi numerik dan
hasil eksperimen dengan perbesaran optik 9x.
Beban
(N) Orde Frinji
(1 - 2)Eksperimen
(MPa)
Jarak frinji
(mm)
(1 - 2)Analisis
(MPa)
5.04 4 0.12067 -6.6667 0.10943
7.54 6 0.18100 -7.7778 0.12585
10.04 9 0.27150 -6.8889 0.21802
12.54 9 0.27150 -8.0000 0.27235
c. Kondisi Perbesaran Optis 15x
Orde frinji maksimum (N) yang dapat terhitung untuk pembebanan 5.04 N dengan
perbesaran optis sebesar 15x adalah sebesar 4 frinji, sehingga berdasarkan
59
persamaan 2.5 diperoleh besarnya selisih tegangan prinsipal pada koordinat
pengukuran frinji tersebut:
h
fN
.21
mm
cmx
mm
frinjicmNx
10
1
4
/81.1421
MPa12067.021
Jarak pengukuran dari ujung sebelah atas spesimen pada sumbu simetrinya
terhadap frinji orde ke-4 adalah sebesar Lm = -98 mm. Sehingga diperoleh jarak
aktual sebagai berikut:
Selanjutnya pada koordinat tersebut, dicari besarnya stress intensity, yang adalah
selisih tengangan prinsipal hasil simulasi numerik dimana:
Selebihnya untuk beban 5.04 N, beban 7.54 N, beban 10.04 N dan 12.54 N,
perbandingan selisih tegangan prinsipal hasil simulasi numerik dan hasil
eksperimen yang diperoleh dengan perbesaran optik 15x pada jarak frinji terkait
selanjutnya ditampilkan pada tabel 5.4.
Tabel 5.4. Perbandingan selisih tegangan prinsipal hasil simulasi numerik dan
hasil eksperimen dengan perbesaran optik 15x.
Beban
(N) Orde Frinji
(1 - 2)Eksperimen
(MPa)
Jarak frinji
(mm)
(1 - 2)Analisis
(MPa)
5.04 4 0.12067 -6.5333 0.10943
7.54 8 0.24133 -5.6667 0.16661
10.04 9 0.27150 -6.1333 0.21802
12.54 10 0.30167 -7.6667 0.27235
60
d. Kondisi Perbesaran Optis 20x
Untuk perbesaran optis sebesar 20x, orde frinji maksimum (N) yang dapat
terhitung untuk pembebanan 5.04N adalah sebesar 6 frinji, sehingga berdasarkan
persamaan 2.5 diperoleh besarnya selisih tegangan prinsipal pada koordinat
pengukuran frinji tersebut:
h
fN
.21
mm
cmx
mm
frinjicmNx
10
1
4
/81.1621
MPa181.021
Hasil pengukuran dari ujung sebelah atas spesimen pada sumbu simetrinya
terhadap frinji orde ke-6 adalah sebesar Lm = -68 mm. Sehingga diperoleh jarak
aktual sebagai berikut:
Selanjutnya pada koordinat tersebut, dicari besarnya stress intensity, yaitu selisih
tengangan prinsipal hasil simulasi numerik dimana:
Selebihnya untuk beban 7.54 N, beban 10.04 N dan 12.54 N, perbandingan selisih
tegangan prinsipal hasil simulasi numerik dan hasil eksperimen yang diperoleh
dengan perbesaran optik 20x pada jarak frinji terkait selanjutnya ditampilkan pada
tabel 5.5. Dari tabel 5.5 terlihat bahwa orde frinji maksimum yang dapat diukur
adalah pada pembebanan 12.54N dengan jumlah orde frinji N = 11 frinji
61
Tabel 5.5. Perbandingan selisih tegangan prinsipal hasil simulasi numerik dan
hasil eksperimen dengan perbesaran optik 20x.
Beban
(N) Orde Frinji
(1 - 2)Eksperimen
(MPa)
Jarak frinji
(mm)
(1 - 2)Analisis
(MPa)
5.04 6 0.18100 -3.4000 0.20646
7.54 8 0.24133 -4.5000 0.23591
10.04 9 0.27150 -6.0500 0.25718
12.54 11 0.33183 -7.0000 0.32126
Dari tabel 5.2 selanjutnya dibuat plot grafik perbandingan selisih tegangan
prinsipal yang diperoleh dari hasil eksperimen tanpa perbesaran optis dan selisih
tegangan principal hasil simulasi numerik dengan software Ansys seperti
ditunjukkan pada pada gambar 5.3.
Gambar 5. 3 Grafik Pebandingan Selisih Tegangan Prinsipal Tanpa Perbesaran Optis
Plot grafik perbandingan selisih tegangan principal yang diperoleh dari
hasil eksperimen dengan perbesaran optis 9x dan selisih tegangan prinsipal hasil
simulasi numerik dengan software Ansys dapat dibuat berdasarkan data pada tabel
5.3. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 5.4
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
5.04 7.54 10.04 12.54
s1-s
2 (
MP
a)
Perbandingan selisih tegangan prinsipaltanpa perbesaran optis
(s1-s2)Eksperimen
(s1-s2)Analisis
62
Gambar 5. 4 Grafik Pebandingan Selisih Tegangan Prinsipal Dengan Perbesaran Optis
9x
Plot grafik perbandingan selisih tegangan prinsipal hasil eksperimen
dengan perbesaran optis 15x dan selisih tegangan prinsipal hasil simulasi numerik
dengan software Ansys berdasarkan data pada tabel 5.4. dapat dilihat pada gambar
5.5
Gambar 5. 5 Grafik Pebandingan Selisih Tegangan Prinsipal Dengan Perbesaran Optis
15x
Plot grafik perbandingan selisih tegangan prinsipal yang diperoleh dari hasil
eksperimen dengan perbesaran optis 20x dan selisih tegangan prinsipal hasil
simulasi numerik dengan software Ansys berdasarkan data pada tabel 5.5. dapat
dilihat pada gambar 5.6
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
5.04 7.54 10.04 12.54
s2-s
1 (
MP
a)Perbandingan selisih tegangan prinsipal dengan
perbesaran 9x
(s1-s2)Eksperimen
(s1-s2)Analisis
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
5.04 7.54 10.04 12.54
s1-s
2 (
MP
a)
Perbandingan selisih tegangan prinsipaldengan perbesaran 15x
(s1-s2)Eksperimen
(s1-s2)Analisis
63
Gambar 5. 6 Grafik Pebandingan Selisih Tegangan Prinsipal Dengan Perbesaran Optis
20x
Berdasarkan grafik pada gambar 5.3 s/d 5.6 dapat dilihat kecenderungan
bertambahnya kesesuaian antara kurva selisih tegangan prinsipal hasil eksperimen
dan kurva selisih tegangan prinsipal hasil analisa numerik dengan bertambahnya
tingkat perbesaran optis.
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
5.04 7.54 10.04 12.54
s1-s
2 (
Mp
a)
Perbandingan selisih tegangan prinsipaldengan perbesaran optis 20x
(s1-s2)Eksperimen
(s1-s2)Analisis
64
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
65
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan dengan empat kondisi perbesaran
optis serta hasil analisa numerik, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Terdapat trend yang semakin meningkat untuk besarnya tambahan orde frinji
rata-rata yang diperoleh dengan bertambahnya tingkat perbesaran optis. Dalam
hal ini terdapat tambahan orde frinji rata-rata maksimum sebesar 2 orde frinji
pada kondisi perbesaran optis 20x bila dibandingkan dengan kondisi tanpa
perbesaran optis.
2. Adanya kecenderungan bertambahnya kesesuaian antara kurva hasil
eksperimen dan kurva hasil analisa numerik dengan bertambahnya tingkat
perbesaran optis.
3. Tingkat pembebanan maksimum untuk dapat melihat dengan jelas pola frinji
isokromatis terbatas pada beban 12.54 N. Pada tingkat pembebanan
selanjutnya, spesimen mengalami deformasi yang cukup signifikan (terdapat
buckling).
4. Berdasarkan pola frinji isokromatis yang terlihat pada citra hasil eksperimen
terdapat sedikit perbedaan jumlah frinji antara bagian ujung atas dan ujung
bawah spesimen akibat luas permukaan kontak yang berbeda.
6.1 Saran
1. Dalam melaksanakan eksperimen diusahakan tidak ada sumber penerangan
yang lain untuk memaksimalkan hasil perekaman citra. Adanya sumber
penerangan lain dapat menyebabkan degradasi terhadap kualitas citra yang
dihasilkan.
2. Penggunaan alat tambahan berupa kamera ccd yang terkoneksi langsung
dengan tele-mikroskop dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan
kualitas citra yang dihasilkan untuk kondisi eksperimen dengan perbesaran
optis.
66
3. Agar diperoleh kualitas hasil citra terekam yang maksimal, penggunaan
polariskop transmisi sangat dianjurkan untuk spesimen yang terbuat dari
material transparan.
DAFTAR PUSTAKA
Budynas Richard G. (1999). Advanced Strength And Applied Stress Analysis.
Second Edition, Mc.Graw-Hill, Inc.
Del Toro, Vincent, (1975), Electromechanical Devices For Energy Conversion
And Control System, Prentice – Hall of India, New Delhi.
Draft Spots Standard Part III.(2005). Calibrations and Assessment of Optical
Strain Measurement. Vishay Measurements Group Inc.
Dally JW., and W.F. Riley. (1991). Experimental Stress Analysis. Third Edition,
Mc.Graw-Hill, Inc.
Doyle JF. (2004). Modern Experimental Stress Analysis. John Willey and
Son.,New York.
James Phillips W. (1998). Experimental Stress Analysis. University of Illinois at
Urbana-Champain.
Operations Intructions and Technical Manual. (1994). Strain Measurement With
The 030-Series Refections Polariscope. Vishay Measurements Group Inc.
Tada, H., P. C. Paris, and G. R. Irwin. (1985), Stress Analysis of Cracks
Hanbook, 2nd
edition. St. Louis, Mo.: Paris Productions, Inc..
T.P. Ganesan. (2005), Model Analysis of Structures. Universities Press (India)
Limited., Hyderabad..
S.P. Timoshenko and J.N Goodier. (1969). Theory of Elasticity. 3rd edition,
Mc.Graw-Hill, Inc.
Venketesh, N. Dubey dan Gurtej, S.Grewal., (2009), “Noise removal in three-
fringe photoelasticity by median filtering”, Elsevier Optics and Lasers
Engineering, Vol. 47, hal: 1226 – 1230.
M. Ramji dan K. Ramesh., (2008), “Whole field evaluation of stress components
in digital photoelasticity - Issues, implementation and application”,
Elsevier Optics and Lasers Engineering, Vol. 46, hal: 257 – 271.
Xue-Feng Yao, Long-Hui Jian, Wei Xu, Guan-Chang Jin dan Hsien-Yang Yeh.,
(2005), “Digital Shifting Photoelasticity with Optical Enlarged
Unwrapping Technology for Local Stress Measurement”, Elsevier Optics
& Lasers Technology, Vol. 37, hal: 582 – 589.
Herman Winata., (2007), “Pengolahan Citra Medan Regangan-Tegangan Hasil
Pengukuran Metoda Photoelastisitas Sebagai Informasi Mempercepat
Analisa Kegagalan Material”, Institut Teknologi Sepuluh November
Surabaya.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Sifat Mekanis dan Optis Material Fotoelastis
T.P. Ganesan. (2005)
Lampiran 2. Listing Progam Image Processing dengan OpenCv
1. #include "cv.h"
2. #include "highgui.h"
3. #include <stdlib.h>
4. #include <stdio.h>
5. #include <math.h>
6.
7. int main()
8. {
9. char file_name[100];
10. char c = 0;
11. int level=60;
12.
13. IplImage* imgsource = 0;
14.
15. printf("Masukkan File Image bmp/jpg yang ingin diproses ! \n\n");
16. printf("(misal ketik foto1.bmp >> pastikan nama file image tanpa spasi) \n\n");
17. scanf("%s", &file_name);
18.
19. printf("\nAnda memilih file : %s\n\n", file_name);
20.
21. printf("Masukkan Level Deteksi Warna\n\n"); //35
22. scanf("%d", &level);
23.
24. printf("\n\nSelesai !! Cek hasil olahan di Hasil.bmp\n \n");
25.
26. imgsource = cvLoadImage(file_name,-1);
27.
28. CvMemStorage* storage = cvCreateMemStorage(0);
29. CvSeq* contour = 0;
30.
31. IplImage* src = 0;
32. IplImage* dst =0;
33.
34. IplImage* Hrv =0;
35. IplImage* Srv =0;
36. IplImage* Vrv =0;
37. IplImage* RV1 =0;
38. IplImage* RV2 =0;
39. IplImage* result =0;
40. IplImage* Mask =0;
41. src = imgsource;
42. dst=cvCreateImage(cvGetSize(src),IPL_DEPTH_8U,3);
43. dst->origin=src->origin;
44.
45. result=cvCreateImage(cvGetSize(src),IPL_DEPTH_8U,1);
46. result->origin=src->origin;
47.
48. Mask=cvCreateImage(cvGetSize(src),IPL_DEPTH_8U,1);
49. Mask->origin=src->origin;
50.
51. cvZero(Mask);
52.
53. cvNot(Mask,Mask);
54.
55.
56. cvCvtColor(src,result,CV_BGR2GRAY);
57. cvThreshold(result,result,level,255,CV_THRESH_BINARY); //88
58.
59.
60. cvErode(result,result,NULL,3);
61. cvDilate(result,result,NULL,2);
62.
63. cvSaveImage("hasil.png",result );
64.
65. cvWaitKey(1);
66.
67. cvReleaseImage(&imgsource);
68. cvDestroyWindow("FringeSource");
69. return 0;
70. }