Upload
doanlien
View
235
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PENGGUNAAN HAND SANITIZER TERHADAP
KEPATUHAN CUCI TANGAN PERAWAT PELAKSANA
DI RUANG RAWAT INAP RSU ASSALAM
GEMOLONG
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
Sri Purwantiningsih
NIM: ST 13067
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
TAHUN 2015
2
ii
3
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Sri Purwantiningsih
NIM : ST 13067
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIkes Kusuma Husada
Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2) Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan dari Tim Pembimbing dan masukan dari
Tim Penguji.
3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataann ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma
yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surakarta, Juli 2015
Yang membuat pernyataan.
Sri Purwantiningsih
NIM : ST 13067
ya Rachmawati, S.Kep.
iii
4
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan semesta alam,
karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul : ”Pengaruh penggunaan hand sanitizer terhadap kepatuhan
cuci tangan perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Assalam Gemolong”.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa dorongan,
bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak niscaya penulis tidak akan mampu
menulis skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si., selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta, yang telah memberi izin penelitian kepada penulis.
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kes., selaku Ketua Prodi Si
Keperawatan yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada semua
mahasiswanya.
3. Ibu Happy Indri Hapsari, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku pembimbing utama, dan
Ibu Anita Istiningtyas, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing pendamping,
Ibu Maria Wisnu Kania, S.Kep., Ns selaku pembimbing pendamping, yang
telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Bapak dan Ibu Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah
memberikan segenap ilmu dan pengalamnnya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
iv
5
5. Ibu dr. Wiwiek Irawati, M.Kes, selaku direktur RSU Assalam Gemolong,
yang telah memberikan ijin tempat penelitian, sehingga memudahkan penulis
dalam melakukan penelitian ini
6. Keluargaku yang telah memberikan dukungan, doa, nasihat, kasih sayang dan
semangat bagi penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
7. Teman-teman ST13 yang telah memberikan dukungan dan bantuannya,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
8. Responden yang telah bersedia untuk memberikan keterangan dalam
penelitian ini.
Tiada kata yang pantas penulis sampaikan kepada semuanya, kecuali ucapan
terima kasih yang tak terhingga serta iringan doa semoga amal baiknya mendapat
balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga proposal skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juli 2015
Sri Purwantiningsih
NIM. ST 13067
v
6
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Sri Purwantiningsih
Pengaruh Penggunaan Hand Sanitizer terhadap Kepatuhan Cuci Tangan
Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Assalam Gemolong
Abstrak
Kebiasaan cuci tangan petugas kesehatan pada institusi kesehatan
merupakan perilaku yang mendasar dalam upaya mencegah peningkatan infeksi.
Faktor potensial yang berpengaruh terhadap angka kepatuhan cuci tangan yang
rendah adalah prosedur yang ada membuat semakin lama cuci tangan tidak seperti
halnya dengan hand sanitizer. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh penggunaan hand sanitizer terhadap kepatuhan cuci tangan perawat
pelaksana di ruang rawat inap RSU Assalam Gemolong.
Desain penelitian ini adalah quasi-eksperiment pre test and post test
nonequivalent without control group design. Jumlah populasi dan sekaligus
dijadikan sampel yang memenuhi syarat sebanyak 36 orang. Alat analisis yang
digunakan dengan uji statistik mc nemar test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari karakteristik responden
diketahui sebagian besar responden mempunyai umur antara 30 – 40 tahun
(52,8%), jenis kelamin perempuan (72,2%), tingkat pendidikan D-3 Keperawatan
(77,8%), dan lama bekerja antara 5 – 10 tahun (61,1%), sebagian besar perawat
sebelum penggunaan hand sanitizer mempunyai tingkat kepatuhan tergolong tidak
patuh yaitu sebanyak 19 orang (52,8%), sebagian besar perawat sesudah
penggunaan hand sanitizer mempunyai tingkat kepatuhan tergolong patuh yaitu
sebanyak 22 orang (61,1%), dan tidak terdapat perbedaan (pengaruh) penggunaan
hand sanitizer terhadap kepatuhan cuci tangan perawat pelaksana di ruang rawat
riap RSU Assalam Gemolong (p-value = 0,302).
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
(pengaruh) penggunaan hand sanitizer terhadap kepatuhan cuci tangan perawat
pelaksana. Kebiasaan cuci tangan harus selalu dilaksanakan oleh perawat.
Kata kunci: hand sanitizer, kepatuhan cuci tangan, perawat pelaksana.
Daftar Pustaka: 18 (2005 – 2014)
vi
7
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Sri Purwantiningsih
Effect of Hand Sanitizer Use on Obedience to Hand Washing of the Nurses
Employed at Inpatient Room of Assalam General Hospital of Gemolong
ABSTRACT
Hand washing habbit by workers of a health institution is a fundamental
behavior in an effort to prevent the increase of infections. The potential factors
influencing the low obedience to hand washing is the prevailing procedure makes
hand washing felt longer in contradiction with the hand sanitizer. The objective of
research is to investigate the effect of the hand sanitizer use on the obedience to
hand washing of the nurses employed at Inpatient Room of Assalam General
Hospital of Gemolong.
This research used the quasi experimental method with the non-equivalent
pretest and post test without control group design. The samples of research were
36 respondents. The data of research were analyzed by using the mc Nemar’s test.
The result of the research on the characteristics of the respondents shows
that 52.8% of them were aged 30 - 40 years old; 72.2% were females, 77.8% had
the education background of Diploma III in Nursing; 61.1% were employed for 5
– 10 years . Prior to the hand sanitizer use, 19 respondents (52.8%) did not have
obedience to hand washing. Following the hand sanitizer use, 22 persons (61.1%)
had obedience to hand washing , there was not any difference (effect) of the hand
sanitizer use on the obedience to hand washing of the nurses employed at
Inpatient Room of Assalam General Hospital of Gemolong as indicated by the p-
value = 0.30 Therefore, Hand washing habit must be done by the nurses.
Keywords: Hand sanitizer, obedience hand washing, nurses.
References: 18 (2005 – 2014)
vii
8
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
ABSTRAK .... ..................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
2.1 Latar Belakang .................................................................... 1
2.2 Rumusan Masalah ............................................................... 6
2.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 6
2.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori ..................................................................... 9
2.2 Keaslian Penelitian .............................................................. 29
2.3 Kerangka Teori .................................................................... 32
2.4 Kerangka Konsep ................................................................ 33
2.5 Hipotesis .............................................................................. 33
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................... 34
viii
9
3.2 Populasi dan Sampel............................................................. 35
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................. 35
3.4. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................... 36
3.5 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ........ 36
3.6 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ...................... 38
3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................... 38
3.8 Teknik Pengolahan Data ...................................................... 38
3.9 Analisis Data ....................................................................... 41
3.10 Etika Penelitian .................................................................. 43
3.11 Jadwal Penelitian ................................................................ 44
BAB IV. HASIL PENELITIAN
4.1 Analisa Univariat .................................................................. 45
4.2 Analisa Bivariat .................................................................... 48
BAB V. PEMBAHASAN
5.1 Hasil Analisis Univariat ....................................................... 49
5.2 Hasil Analisis Bivaria ........................................................... 54
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................... 56
B. Saran ..................................................................................... 56
ix
10
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Keaslian Penelitian .................................................................. 29
3.1 Desain dan Rancangan ............................................................. 38
3.1 Definisi Operasional Variabel dan skala pengukuran ............. 36
3.2 Jadwal Penelitian ..................................................................... 44
x
11
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
2.1 Langkah kesatu mencuci tangan ............................................. 26
2.2 Langkah kedua mencuci tangan .............................................. 27
2.3 Langkah ketiga mencuci tangan .............................................. 27
2.4 Langkah keempat cuci tangan. ................................................ 27
2.5 Langkah kelima cuci tangan. ................................................... 28
2.6 Lima momen mencuci tangan. ................................................ 29
2.2 Kerangka teori ......................................................................... 31
2.3 Kerangka konsep ...................................................................... 32
3.1 Rancangan penelitian Quasi-experimental pre test and post
test nonequivalent without control group design. .............. 34
xi
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat pernyataan kesediaan menjadi responden
Lampiran 2. Surat permohonan menjadi responden
Lampiran 3. Lembar observasi
Lampiran 4. Lembar kuesioner karakteristik demografi responden
Lampiran 5. Hasil penelitian
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi atau yang sekarang disebut sebagai infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau Health-care Associated
Infection (HAIs) merupakan masalah penting di seluruh dunia yang
meningkat (Depkes RI, 2012). Saat ini, tingkat infeksi yang terjadi di
beberapa negara Eropa dan Amerika masih rendah yaitu sekitar 1%
dibandingkan dengan kejadian di negara-negara Asia, Amerika Latin dan
Sub-Sahara Afrika yang tinggi hingga mencapai lebih dari 40%, dan
menurut data WHO, angka kejadian infeksi di RS di negara-negara Asia
sekitar 3–21% (rata-rata 9%) (Depkes, 2012).
Negara berkembang termasuk Indonesia, rata-rata prevalensi
infeksi adalah sekitar 9,1% dengan variasi 6,1%-16,0% (Suroso, 2007).
Program cuci tangan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
yang sudah sejak tahun 2008 tetapi sampai saat ini kepatuhan perawat
melakukan cuci tangan hanya sekitar 60% (Perdalin, 2010). Penelitian
terkait yang dilakukan oleh Nurul (2009), menunjukkan bahwa
pengetahuan perawat tentang cuci tangan tergolong baik (83,33%),
kepatuhan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan sangat
rendah (33,33%), cuci tangan sebelum melakukan tindakan tergolong
rendah (8,3%). Kecakapan perawat dalam melakukan cuci tangan
tergolong baik (58,33%).
1
2
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan
infeksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu
tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
270/Menkes/III/2007 tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi
di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan. Keputusan Menkes Nomor
381/Menkes/III/2007 mengenai Pedoman Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasilitas Kesehatan Angka kejadian infeksi nosokomial saat ini
telah dijadikan salah satu tolok ukur mutu pelayanan rumah sakit. Izin
operasional sebuah rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka
kejadian infeksi nosokomia.(Darmadi, 2008).
Kejadian infeksi belum diimbangi dengan pemahaman tentang
bagaimana mencegah infeksi dan implementasi secara baik. Kondisi ini
memungkinkan angka infeksi di rumah sakit cenderung meningkat. Perlu
pemahaman yang baik tentang cara-cara penyebaran infeksi yang
mungkin terjadi di rumah sakit. Sunata (2009) mengemukakan bahwa
penyebaran infeksi di rumah sakit umumnya terjadi melaui tiga cara yaitu
melalui udara, percikan dan kontak langsung dengan pasien.
Terjadinya infeksi akan menimbulkan banyak kerugian, antara
lain lama hari perawatan bertambah panjang, penderitaan bertambah,
biaya meningkat (Darmadi, 2008). Hasil studi deskriptif yang dilakukan
oleh Ernawati (2014) yang meneliti tentang penerapan Hand Hygiene
Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit, hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepatuhan hand hygiene perawat ruang rawat inap
3
rumah sakit masih rendah (35%). Angka kepatuhan yang tinggi
ditemukan pada momen sesudah kontak atau melakukan tindakan
sedangkan kepatuhan cuci tangan sebelum kontak sangat rendah bahkan
nol pada momen sebelum kontak dengan pasien.
Kepatuhan cuci tangan juga dipengaruhi oleh tempat tugas.
Penelitian yang dilakukan oleh Atrika (2011) menghasilkan kesimpulan
bahwa angka kepatuhan cuci tangan di 4 bangsal masih rendah (25,92%),
perbedaan angka kepatuhan cuci tangan keempat bangsal tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan, angka kepatuhan cuci tangan
berdasarkan profesi menunjukkan bahwa perawat memiliki angka
kepatuhan tertinggi dibandingkan dengan profesi lain, kepatuhan cuci
tangan petugas kesehatan pria dan wanita tidak berbeda secara statistik,
kepatuhan cuci tangan berdasarkan indikasi menunjukkan hasil tertinggi
setelah kontak dengan sumber mikroorganisme (59,38%) dan terendah
sebelum kontak dengan pasien (9,01%).
Menurut Ernawati, dkk (2014), analisis akar masalah
menunjukkan faktor pengetahuan dan penguatan monitoring dalam
bentuk audit, media pengingat, tidak adanya mekanisme sangsi dan
penghargaan merupakan determinan kepatuhan hand hygiene. Faktor–
faktor potensial yang berpengaruh terhadap angka kepatuhan cuci tangan
yang rendah adalah prosedur yang ada membuat semakin lama cuci.
Kebiasaan cuci tangan petugas kesehatan pada institusi pelayanan
kesehatan merupakan perilaku yang mendasar sekali dalam upaya
mencegah peningkatan infeksi. Menurut Fauzia, dkk (2014), bahwa
4
perilaku hand hygiene perawat sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional (SPO) yang berlaku di rumah sakit tersebut secara
keseluruhan sebesar 36% dengan kepatuhan tertinggi pada unit stroke.
Tahapan dalam SPO dengan kepatuhan rendah terutama pada detail
teknik melakukan cuci tangan.
Menurut Desiyanto, dan Djannah (2013), bahwa ada perbedaan
jumlah angka kuman antara mencuci tangan menggunakan air mengalir,
sabun, hand sanitizer A (alkohol 70%), hand sanitizer B (alkohol 60%),
dan kelompok kontrol (tanpa cuci tangan). Cairan pembersih tangan
antiseptik (hand sanitizer) efektif terhadap penurunan jumlah angka
kuman dan secara deskriptif yang paling efektif adalah hand sanitizer B.
Hand sanitizer memiliki berbagai macam zat yang terkandung.
Secara umum hand sanitizer mengandung : alkohol 60-95%,
benzalkonium chloride, benzethonium chloride, chlorhexidine,
gluconatee, chloroxylenolf, clofucarbang, hexachloropheneh,
hexylresocarcinol, iodine (Benjamin, 2010). Kandungan aktif yang sering
ditemukan pada hand santizer dipasaran adalah 62% etil alcohol.
Kandungan tersebut bermanfaat dalam membunuh bakteri. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Liu et al, (2010) menyatakan bahwa
efektivitas dari suatu hand sanitizer ditentukan oleh berbagai faktor
seperti, jenis antiseptik yang kita gunakan dan metode penelitian dan
target organisme.
5
Rumah Sakit Umum Assalam Gemolong merupakan rumah sakit
pribadi yang berlokasi di Gemolong Sragen melalui peran Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sedang menggalakkan
perilaku cuci tangan pada tenaga kesehatan khususnya perawat sebagai
upaya untuk mencegah terjadinya infeksi. Perawat adalah salah satu
tenaga di rumah sakit yang secara langsung berinteraksi dengan klien dan
menjadi sumber penyebab terjadinya infeksi.
Data dari Komite PPI Rumah Sakit Assalam Gemolong pada
bulan Oktober 2014 diketahui bahwa angka kejadian infeksi rumah sakit
berkaitan dengan pelayanan kesehatan atau HAIs diketahui Infeksi Aliran
Darah Primer/IADP (2,70%), Infeksi Saluran Kemih/ ISK (0,0%), Infeksi
Daerah Operasi/IDO (1,27%), VAP/Ventilator Associated Pneumonia
(5,3%), dan Hospital Associated Pneumonia/HAP (0,0%). Berdasarkan
penelusuran data hasil audit Hand Hygiene pada bulan September 2014
di rumah sakit diketahui bahwa tingkat kepatuhan dari dokter spesialis
(50%), perawat 10 (100%) (Rekam Medis RSU Assalam Gemolong,
2014).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada
tanggal 26 Oktober 2014 di ruang Perawatan RSU Assalam Gemolong
melalui teknik wawancara dan observasi terhadap 10 perawat didapatkan
bahwa keseluruhan responden telah mengetahui dengan baik tujuan dan
fungsi cuci tangan (hand hygiene), tetapi seluruh responden belum
melaksanakan cuci tangan dengan benar, baik momen maupun tata cara,
6
lima responden mengatakan lupa, tiga responden mengatakan rumit dan
terlalu lama, dan untuk tempatnya jauh dari ruang perawatan pasien.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti
tentang: Pengaruh Penggunaan Hand Sanitizer terhadap Kepatuhan Cuci
Tangan Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Assalam
Gemolong.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan yang akan diteliti adalah: Apakah ada pengaruh
penggunaan hand sanitizer terhadap kepatuhan cuci tangan perawat
Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Assalam Gemolong?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari peneliti ini adalah untuk mengetahui
pengaruh penggunaan hand sanitizer terhadap kepatuhan cuci tangan
Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Assalam Gemolong.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui karakteristik demografi responden.
2. Mengetahui tingkat kepatuhan perawat pelaksana sebelum
menggunakan hand sanitizer.
7
3. Mengetahui tingkat kepatuhan perawat pelaksana sesudah
menggunakan hand sanitizer.
4. Melihat perbedaan tingkat kepatuhan perawat pelaksana
sebelum dan sesudah menggunakan hand sanitizer.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat antara lain yaitu :
1. Bagi perawat
Agar terdorong untuk meningkatkan tingkat kepatuhan
cuci tangan agar dapat mengurangi terjadinya infeksi di
rumah sakit.
2. Bagi rumah sakit
Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi
tentang pelayanan berkaitan dengan hand sanitizer
pengaruhnya terhadap kepatuhan cuci tangan.
3. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan evidence based
practice dalam rangka meningkatkan kepatuhan cuci
tangan.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Dijadikan data dasar untuk melakukan penelitian lebih
lanjut terkait kepatuhan cuci tangan.
8
5. Bagi peneliti
Meningkatkan pengetahuan tentang kepatuhan cuci
tangan.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Hand Sanitizer
Definisi
Hand sanitizer merupakan cairan pembersih tangan
berbahan dasar alkohol yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme dengan cara pemakaian tanpa dibilas dengan air.
Cairan dengan berbagai kandungan yang sangat cepat membunuh
mikroorganisme yang ada di kulit tangan.(Benjamin, 2010).
Hand sanitizer banyak digunakan karena alasan
kepraktisan. Hand sanitizer mudah dibawa dan bisa cepat
digunakan tanpa perlu menggunakan air. Hand sanitizer sering
digunakan ketika dalam keadaan darurat dimana kita tidak bisa
menemukan air. Kelebihan ini diutarakan menurut USA (Food
and Drug Administration (FDA) dapat membunuh kuman dalam
waktu kurang lebih 30 detik (Benjamin, 2010).
2.1.1.1 Kandungan Hand Sanitizer
Memiliki berbagai macam zat yang terkandung. Secara
umum hand sanitizer mengandung : alkohol 60-95%,
benzalkonium chloride, benzethonium chloride, chlorhexidine,
gluconatee, chloroxylenolf, clofucarbang, hexachloropheneh,
hexylresocarcinol, iodine (Benjamin, 2010). Menurut CDC
9
10
(Center for Disease Control) hand sanitizer terbagi menjadi
dua yaitu mengandung alkohol dan tidak mengandung
alkohol. Hand sanitizer dengan kandungan alkohol antara 60-
95 % memiliki efek anti mikroba yang baik dibandingkan
dengan tanpa kandungan alkohol.(CDC, 2009).
2.1.1.2 Manfaat Hand Sanitizer :
Alkohol banyak digunakan dalam hand sanitizer, hal
ini dikarenakan alkohol sangat efektif dalam membunuh
berbagai macam dan jenis kuman dan bakteri. Bakteri yang
diketahui dapat terbunuh oleh alkohol adalah bakteri
tuberculosis, bakteri penyebab influenza, dan berbagai bakteri
yang sering menyebabkan demam (alcoholbased-
handsanitizer.com, 2014).
Hand sanitizer tanpa alkohol mengandung triclosan
dan benzalkonium chloride. Kedua kandungan tersebut juga
efektif dalam membunuh bakteri dan kuman yang terdapat di
kulit (alcoholbasedhandsanitizer.com, 2014). Kandungan
aktif yang sering ditemukan pada hand santizer dipasaran
adalah 62% etil alcohol (Liu, 2010). Kandungan tersebut
bermanfaat dalam membunuh bakteri. Penelitian yang
dilakukan oleh Liu et al (2010), menyatakan bahwa efektivitas
dari suatu hand sanitizer ditentukan oleh berbagai faktor
11
seperti, jenis antiseptik yang kita gunakan dan banyaknya,
metode penelitian dan target organisme.
Hand sanitizer memiliki efektivitas pada virus yang
kurang baik dibandingkan dengan cuci tangan menggunakan
sabun. Kandungan sodium hipoklorite dalam sabun dapat
menghancurkan integritas dari capsid protein dan RNA dari
virus, sedangkan hand sanitizer dengan alkohol hanya berefek
pada kapsid protein virus (Fukusaki, 2006; McDonnell 1999).
2.1.1.3 Mekanisme Kerja Hand Sanitizer
Bahan kimia yang mematikan bakteri disebut
bakterisidal, sedangkan bahan kimia yang menghambat
pertumbuhan disebut bakteriostatik. Bahan antimikrobial
dapat bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah, namun
bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi. Alkohol
menghambat aktivitas mikroba, alkohol 50-70% berperan
sebagai pendenaturasi dan pengkoagulasi protein, denaturasi
dan koagulasi protein akan merusak enzim sehingga mikroba
tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan akhirnya
aktivitasnya terhenti.(CDC, 2009).
2.1.1.4 Cara pemakaian hand sanitizer :
WHO (World Health Organization) membuat panduan
cara hand sanitizer yang memenuhi standar kesehatan dengan
memaksimalkan area tangan yang dibersihkan. Tahap-
12
tahapnya adalah 12 langkah hand sanitizer sesuai standar
yang telah ditetapkan oleh WHO, yaitu :
1. Basahi kedua tangan dengan air mengalir.
2. Beri sabun.
3. Gosok kedua telapak tangan dan punggung tangan.
4. Gosok sela-sela jari kedua tangan.
5. Gosok kedua telapak dengan jari-jari rapat.
6. Jari-jari tangan dirapatkan sambil digosok ke telapak
tangan, tangan kiri ke kanan, dan sebaliknya.
7. Gosok ibu jari secara berputar dalam genggaman tangan
kanan, dan sebaliknya.
8. Gosokkan kuku jari kanan memutar ke telapak tangan kiri,
dan sebaliknya.
9. Basuh dengan air.
10. Keringkan tangan dengan tisu (handuk tidak
direkomendasikan karena lembab terus menerus malah
menyimpan bakteri).
11. Matikan kran air dengan tisu.
12. Tangan sudah bersih.
WHO merekomendasikan handrubs berbasis alkohol
berdasarkan faktor-faktor berikut:
1. Berbasis bukti, keuntungan intrinsik cepat bertindak dan
aktivitas anti mikroba spektrum luas dengan resiko
13
minimal menghasilkan resistensi terhadap agen
antimikroba.
2. Kesesuaian untuk digunakan di daerah terbatas sumber
daya dengan kurangnya akses fasilitas lain untuk
kebersihan tangan (termasuk air bersih, handuk, dan lain-
lain),
3. Kapasitas untuk mempromosikan peningkatan kepatuhan
kebersihan tangan dengan membuat proses lebih cepat dan
lebih nyaman,
4. Manfaat ekonomi dengan mengurangi biaya tahunan
untuk kebersihan tangan, mewakili sekitar 1% dari extra-
biaya yang dihasilkan,
5. Minimalisasi risiko dari efek samping karena peningkatan
keselamatan terkait dengan penerimaan yang lebih baik
dan toleransi dari produk lain.
Kebersihan tangan supaya optimal, handrubs harus
siap tersedia, baik melalui dispenser dekat dengan titik
perawatan atau dalam botol kecil untuk orang didekat kereta
dorong.
2.1.2. Kepatuhan
2.1.2.1.Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti
anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya (Kaplan, dkk,
14
2005). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Poerwodarminto, 2008), kepatuhan didefinisikan sebagai
kesetiaan, ketaatan atau loyalitas. Kepatuhan yang dimaksud
disini adalah ketaatan dalam pelaksanaan prosedur tetap yang
telah dibuat. Menurut Smet (1994) yang dikutip oleh Emaliyawati
(2010), kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu
cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau
dibebankan kepadanya. Kepatuhan pelaksanaan prosedur tetap
(protap) adalah untuk selalu memenuhi petunjuk atau peraturan-
peraturan dan memahami etika keperawatan di tempat perawat
tersebut bekerja.
Kepatuhan merupakan modal dasar seseorang berperilaku.
Menurut Kelman dalam Emaliyawati (2010) dijelaskan bahwa
perubahan sikap dan perilaku individu diawali dengan proses
patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa internalisasi. Pada
awalnya individu mematuhi anjuran/instruksi tanpa kerelaan
untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin
menghindari hukuman/sangsi jika dia tidak patuh, atau untuk
memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia mematuhi anjuran
tersebut. Tahap ini disebut tahap kepatuhan (compliance).
Biasanya perubahan yang terjadi pada tahap ini sifatnya
sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih
15
ada pengawasan. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur/
hilang, perilaku itupun ditinggalkan.
Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau
ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru, dapat
disusul dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya, yaitu kepatuhan
demi menjaga hubungan baik dengan tokoh yang menganjurkan
perubahan tersebut (change agent). Perubahan perilaku individu
baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi
melalui proses internalisasi dimana perilaku yang baru itu
dianggap bernilai positif bagi diri individu itu sendiri dan
diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya.(Al-Assaf,
2010).
2.1.2.2.Pengukuran Kepatuhan
Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan
kuesioner yaitu dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan
untuk mengukur indikator-indikator yang telah dipilih. Indikator
tersebut sangat diperlukan sebagai ukuran tidak langsung
mengenai standar dan penyimpangan yang diukur melalui
sejumlah tolok ukur atau ambang batas yang digunakan oleh
organisasi merupakan penunjuk derajat kepatuhan terhadap
standar tersebut.
Suatu indikator merupakan suatu variabel (karakteristik)
terukur yang dapat digunakan untuk menentukan derajat
16
kepatuhan terhadap standar atau pencapaian tujuan mutu. Di
samping itu indikator juga memiliki karakteristik yang sama
dengan standar, misalnya karakteristik itu harus reliabel, valid,
jelas, mudah diterapkan, sesuai dengan kenyataan, dan juga dapat
diukur (Al-Assaf, 2010).
2.1.2.3.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Cuci Tangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan cuci tangan
perawat menurut Lankford, Zembover, Trick, Hacek, Noskin, dan
Peterson (2003) menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh pada
tindakan cuci tangan adalah tidak tersedianya tempat cuci tangan,
waktu yang digunakan untuk cuci tangan, kondisi pasien, efek
bahan cuci tangan terhadap kulit dan kurangnya pengetahuan
terhadap standar. Sementara itu Tohamik (2003) menemukan
dalam penelitiannya bahwa kurang kesadaran perawat dan
fasilitas menyebabkan kurang patuhnya perawat untuk cuci
tangan. Kepatuhan cuci tangan juga dipengaruhi oleh tempat
tugas.
Menurut Saefudin, et.al. (2006), tingkat kepatuhan untuk
melakukan Kewaspadaan Universal (KU) dipengaruhi oleh faktor
individu (jenis kelamin, jenis pekerjaan, profesi, lama kerja dan
tingkat pendidikan), faktor psikososial (sikap terhadap infeksi,
ketegangan dalam suasana kerja, rasa takut dan persepsi terhadap
resiko), dan faktor organisasi manajemen (adanya kesepakatan untuk
17
membuat suasana lingkungan kerja yang aman, adanya dukungan
dari rekan kerja dan adanya pelatihan).
Beberapa ahli sebagaimana dikemukakan oleh Smet
(1994) cit Damanik, dkk (2010), mengatakan bahwa kepatuhan
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yang mempengaruhi kepatuhan dapat berupa tidak lain
merupakan karakteristik perawat itu sendiri. Karakteristik perawat
merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki seseorang yang
memiliki pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit
(Adiwimarta, et.al. 1999). Karakteristik perawat meliputi variabel
demografi (umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat
pendidikan), kemampuan, persepsi dan motivasi.
Menurut Smet (1994) cit Damanik, dkk (2010), variabel
demografi berpengaruh terhadap kepatuhan. Sebagai contoh
secara geografi penduduk Amerika lebih cenderung taat
mengikuti anjuran atau peraturan di bidang kesehatan. Data
demografi yang mempengaruhi ketaatan misalnya jenis kelamin
wanita, ras kulit putih, orang tua dan anak-anak terbukti memiliki
tingkat kepatuhan yang tinggi. Latar belakang pendidikan juga
akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam melaksanakan etos
kerja. Semakin tinggi pendidikan seseorang, kepatuhan dalam
pelaksanaan aturan kerja akan semakin baik.
18
Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan yang pada
hakekatnya terdiri dari kemampuan intelektual dan kemampuan
fisik. Dimensi kecerdasan telah dijumpai sebagai peramal dari
kinerja, kemampuan intelektual mempunyai peran yang besar
dalam pekerjaan yang rumit, kemampuan fisik mempunyai makna
yang penting untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut
stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan (Muchlas, 2007).
Setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahannya
masing-masing dalam soal kemampuan kerja, maka wajar-wajar
saja kalau ada perawat yang merasa mampu atau tidak mampu
dalam melaksanakan tindakan sesuai dengan protap. Demikian
juga dalam pelaksanaan protap mencuci tangan, perawat yang
memiliki kemampuan melaksanakan, akan cenderung patuh untuk
melaksanakan sesuai dengan yang telah digariskan dalam protap
tersebut (Arumi, 2007).
Persepsi tentang protap akan diterima oleh
penginderaan secara selektif, kemudian diberi makna secara
selektif dan terakhir diingat secara selektif oleh masing-masing
perawat. Dengan demikian muncul persepsi yang berbeda tentang
protap tersebut, sehingga kepatuhan perawat didalam pelaksanaan
protap tersebut juga akan berbeda (Arumi, 2007).
19
Motivasi adalah rangsangan, dorongan dan ataupun
pembangkit tenaga yang dimilki seseorang atau sekelompok
masyarakat yang mau berbuat dan bekerjasama secara optimal
melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan (Azwar, 2007).
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi
kepatuhan terdiri atas pola komunikasi, keyakinan / nilai-nilai
yang diterima perawat, dan dukungan sosial. Pola komunikasi
dengan profesi lain yang dilakukan oleh perawat akan
mempengaruhi tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan
tindakan. Beberapa aspek dalam komunikasi ini yang berpengaruh
pada kepatuhan perawat adalah ketidakpuasaan terhadap
hubungan emosional, ketidakpuasan terhadap pendelegasian
maupun kolaborasi yang diberikan serta dukungan dalam
pelaksanaan program pengobatan (Arumi, 2007).
Smet (1994) cit Damanik, dkk (2010) mengatakan
bahwa keyakinan-keyakinan tentang kesehatan atau perawatan
dalam sistem pelayanan kesehatan mempengaruhi kepatuhan
perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Sedangkan
dukungan sosial berpengaruh terhadap kepatuhan seseorang.
Variabel-variabel sosial mempengaruhi kepatuhan perawat.
Dukungan sosial memainkan peran terutama yang berasal dari
komunitas internal perawat, petugas kesehatan lain, pasien
20
maupun dukungan dari pimpinan atau manajer pelayanan
kesehatan serta keperawatan.
2.1.3. Cuci Tangan
2.1.3.1. Pengertian Cuci Tangan
Menurut Tim Depkes (1987) yang dikutip oleh
Saefuddin, et.al. (2006), mencuci tangan adalah
membersihkan tangan dari segala kotoran, dimulai dari ujung
jari sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai
dengan kebutuhan. Sementara itu menurut Perry & Potter
(2006), mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling
penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi.
Cuci tangan merupakan proses membuang kotoran dan
debu secara mekanik dari kulit kedua belah tangan dengan
memakai sabun dan air. Sedangkan menurut Saefuddin, et.al.,
(2006), mencuci tangan merupakan syarat utama yang harus
dipenuhi sebelum melakukan tindakan keperawatan misalnya:
memasang infus, mengambil spesimen. Infeksi yang
diakibatkan dari pemberian pelayanan kesehatan atau terjadi
pada fasilitas pelayanan kesehatan. Infeksi ini berhubungan
dengan prosedur diagnostik atau terapeutik dan sering
termasuk memanjangnya waktu tinggal di rumah sakit (Perry
& Potter, 2006).
21
Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air
mengalir untuk menghindari penyakit, agar kuman yang
menempel pada tangan benar-benar hilang. Mencuci tangan
juga mengurangi pemindahan mikroba ke pasien dan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang berada pada
kuku, tangan dan lengan (Damanik, dkk, 2011).
Cuci tangan harus dilakukan dengan baik dan benar
sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan
walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain.
Hal ini dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi
mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran
penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi.
Tangan harus di cuci sebelum dan sesudah memakai sarung
tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian
sarung tangan.
2.1.3.2. Tujuan Cuci Tangan
Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukannya cuci
tangan yaitu untuk :
1. Mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan
2. Mencegah infeksi silang (cross infection)
3. Menjaga kondisi steril
4. Melindungi diri dan pasien dari infeksi
5. Memberikan perasaan segar dan bersih.
22
2.1.3.3. Indikasi Cuci Tangan
Indikasi untuk mencuci tangan menurut Depkes RI.
(1993) yang dikutip oleh Damanik, dkk (2010), adalah :
1. Sebelum melakukan prosedur invasif misalnya :
menyuntik, pemasangan kateter dan pemasangan alat
bantu pernafasan
2. Sebelum melakukan asuhan keperawatan langsung
3. Sebelum dan sesudah merawat setiap jenis luka
4. Setelah tindakan tertentu, tangan diduga tercemar dengan
mikroorganisme khususnya pada tindakan yang
memungkinkan kontak dengan darah, selaput lendir,
cairan tubuh, sekresi atau ekresi.
5. Setelah menyentuh benda yang kemungkinan
terkontaminasi dengan mikroorganisme virulen atau
secara epidemiology merupakan mikroorganisme penting.
Benda ini termasuk pengukur urin atau alat penampung
sekresi
6. Setelah melakukan asuhan keperawatan langsung pada
pasien yang terinfeksi atau kemungkinan kolonisasi
mikroorganisme yang bermakna secara klinis atau
epidemiology.
7. Setiap kontak dengan pasien-pasien di unit resiko tinggi
8. Setelah melakukan asuhan langsung maupun tidak
langsung pada pasien yang tidak infecsius.
23
2.1.3.4. Keuntungan Cuci Tangan
Menurut Puruhito (1995) dalam Damanik, dkk (2010),
cuci tangan akan memberikan keuntungan sebagai berikut:
1. Dapat mengurangi infeksi nosokomial
2. Jumlah kuman yang terbasmi lebih banyak sehingga
tangan lebih bersih dibandingkan dengan tidak mencuci
tangan
3. Dari segi praktis, ternyata lebih murah dari pada tidak
mencuci tangan sehingga tidak dapat menyebabkan infeksi
nosokomial.
2.1.3.5. Kewaspadaan untuk perawat dalam melakukan cuci tangan
steril
Air mengalir berdasarkan gravitasi dari ujung jari ke
siku. Jadi, mempertahankan tangan tetap tinggi sehingga
memungkinkan air mengalir dari area yang kurang ke yang
paling terkontaminasi. Bila perawat ingin menggunakan
sarung tangan steril di area reguler, perawat tidak perlu
menyikat atau mengeringkan tangan dengan handuk steril.
Dengan penyabunan dan penggosokan yang dilakukan dua
kali sesuai prosedur akan menjamin tangan bersih. Pada
situasi ini perawat dapat menggunakan handuk kertas untuk
pengeringan. Pengeringan dimulai dari area yang paling
bersih ke area yang kurang bersih. Pengeringan mencegah
24
kulit kering dan memudahkan menggunakan sarung tangan
(Perry & Potter, 2006).
WHO merekomenasikan bahwa berkenaan dengan
reaksi kulit, handrubbing dengan produk berbasis alkohol
lebih baik ditoleransi daripada mencuci tangan dengan sabun
dan air. Dalam sebuah studi terbaru yang dilakukan di antara
ICU HWs, tolerabilitas kulit jangka pendek dan penerimaan
dari formulasi pencuci tangan berbahan alkohol, WHO
direkomendasikan secara signifikan lebih tinggi daripada
orang-orang yang mencuci tangan dari produk lain. WHO
merekomenasikan dalam beberapa situs di mana produksi
lokal telah terjadi adalah sebagai berikut :
1. Untuk menghindari kontaminasi dengan organisme
membentuk spora, 338 botol sekali pakai sebaiknya
digunakan meskipun botol sterilizable dapat digunakan
kembali dapat mengurangi biaya produksi dan
pengelolaan limbah. Untuk mencegah penguapan,
kontainer harus memiliki kapasitas maksimum 500 ml di
bangsal dan 1 liter di ruang operasi, dan mungkin masuk
ke dalam dispenser di dinding. Kebocoran bebas botol
saku dengan kapasitas tidak lebih dari 100 ml juga harus
tersedia dan didistribusikan secara individual untuk
petugas kesehatan, tetapi harus ditekankan bahwa
25
penggunaan produk ini harus terbatas pada perawatan
kesehatan saja. Produksi atau re-filling unit harus
mengikuti norma-norma tentang cara membersihkan dan
mensterilkan botol (misalnya autoklaf, mendidih, atau
disinfeksi kimia dengan klorin). Autoklaf dianggap
prosedur yang paling cocok. Botol Reusable tidak boleh
diisi ulang sampai mereka telah benar-benar dikosongkan
dan kemudian dibersihkan dan didesinfeksi.
2. Pembersihan dan desinfeksi proses untuk botol pencuci
tangan berbahan reusable: botol kosong harus dibawa ke
titik sentral untuk diproses ulang dengan menggunakan
prosedur operasi standar. Botol harus dicuci dengan
deterjen dan air keran untuk menghilangkan sisa cairan.
Jika tahan panas, botol harus termal didesinfeksi direbus.
Bila mungkin, desinfeksi panas harus dipilih dalam
preferensi untuk desinfeksi kimia, karena disinfeksi kimia
tidak hanya dapat meningkatkan biaya tetapi juga perlu
langkah tambahan untuk flush sisa-sisa disinfektan.
Desinfeksi kimia harus mencakup merendam botol dalam
larutan yang mengandung 1000 ppm klorin selama
minimal 15 menit dan kemudian dibilas dengan steril
water, botol harus dibiarkan kering sepenuhnya terbalik,
26
di rak botol. Botol kering harus ditutup dengan tutup dan
disimpan, dilindungi dari debu, sampai penggunaan.
2.1.3.6. Macam-macam cuci tangan dan cara cuci tangan
Cuci tangan dalam bidang medis dibedakan menjadi
beberapa tipe, yaitu cuci tangan medical (medical hand
washing), cuci tangan surgical (surgical hand washing) dan
cuci tangan operasi (operating theatre hand washing).
Cara atau prinsip-prinsip cuci tangan yang efektif
dengan sabun atau handsrub yang berbasis alkohol
menggunakan 6 langkah (WHO, 2013):
1) Basahi kedua telapak anda dengan air mengalir, lalu beri
sabun ke telapak usap dan gosok dengan lembut pada
kedua telapak tangan
Gambar 2.1 Langkah pertama cuci tangan
27
2) Gosok masing- masing pungung tangan secara bergantian.
Gambar 2.2 Langkah kedua cuci tangan
3) Jari jemari saling masuk untuk membersihkan sela-sela
jari.
Gambar 2.3 Langkah ketiga cuci tangan
4) Gosokan ujung jari (buku-buku) dengan mengatupkan jari
tangan kanan terus gosokan ke telapak tangan kiri
bergantian.
Gambar 2.4 Langkah keempat cuci tangan
28
5) Gosok dan putar ibu jari secara bergantian
Gambar 2.5 Langkah kelima cuci tangan
6) Gosokkan ujung kuku pada telapak tangan secara
bergantian dan menggosok kedua pergelangan tangan
dengan cara diputar dengan telapak tangan bergantian
setelah itu bilas dengan menggunakan air bersih dan
mengalir, lalu keringkan.
Gambar 2.6 Langkah keenam cuci tangan dan keringkan
2.1.3.7 Lima momen mencuci tangan yang ditetapkan oleh WHO
1) Sebelum bersentuhan dengan pasien.
2) Sebelum melakukan prosedur bersih atau steril.
29
3) Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien resiko
tinggi.
4) Setelah bersentuhan dengan pasien.
5) Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien.
Gambar 2.7 lima momen mencuci tangan.
2.2. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang pengaruh hand sanitizer terhadap
kepatuhan cuci tangan pada perawat sejauh ini belum pernah
dilakukan penelitian, tetapi ada beberapa penelitian yang mendukung
penelitian ini, diantaranya adalah:
Tabel 2.1. Keaslian Penelitian
No Nama
Peneliti
Judul Metode Hasil
1 Atrika Desi
Suryoputri
(2011).
Perbedaan angka
kepatuhan cuci
tangan petugas
kesehatan di
RSUP Dr.
Kariadi
Jenis penelitian
deskriptif analitik
dengan rancangan
quasy eksperimen.
Alat analisis yang
digunakan Kruskal
Wallis dan Man-
Berdasarkan uji Kruskal
Wallis didapatkan nilai
P=0,766 (tidak
signifikan). Berdasar-
kan pengelompokkan
profesi, angka kepatu-
han residen 21,22%
30
Whitne U. (n=33), perawat 31,31%
(n=35), dan coass
21,69% (n=32),
dilakukan uji Kruskal
Wallis (signifikan),
dilanjutkan uji Mann–
Whitney U dengan hasil
kelompok residen–
perawat (signifikan),
residen–coass (tidak
signifikan), dan
perawat-coass
(signifikan).
2 Desiyanti, F
dan Djannah
S. (2013).
Efektivitas
mencuci tangan
mengguna-kan
cairan pember-sih
tangan antisep-tik
(Hand Sanitizer)
terhadap jumlah
angka kuman.
Jenis penelitian true
experiment dengan
rancangan posttest
only control group
design. Teknik
analisis data yang
digunakan dengan
uji t-test.
Ada perbedaan jumlah
angka kuman antara
mencuci tangan meng-
gunakan air mengalir,
sabun, hand sanitizer A,
hand sanitizer B, dan
kelompok kontrol (tan-
pa cuci tangan). Cairan
pembersih tangan anti-
septik (hand sanitizer)
efektif terhadap penu-
runan jumlah angka
kuman dan secara
deskriptif yang paling
efektif adalah hand
sanitizer B (alkohol
60%).
3 Ernawati,
dkk (2014).
Penerapan Hand
Hygiene Perawat
di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit
Jenis penelitian
dengan studi ob-
servasional jum-lah
subjek 54 orang.
Pemilihan solusi
dilakukan melalui
pendeka-tan
Urgency Seri-
Kepatuhan hand
hygiene perawat ruang
rawat inap rumah sakit
masih rendah (35%).
Angka kepatuhan yang
tinggi ditemukan pada
momen sesudah kontak
atau melakukan
tindakan sedangkan
31
Hand
Sanitizer Kepatuhan Cuci Tangan
(Hand Hygiene)
Faktor yang mempengaruhi :
1. Usia.
2. Tingkat
pendidikan.
3. Masa kerja.
ousness Growth. kepatuhan cuci tangan
sebelum kontak sangat
rendah bahkan nol pada
momen sebelum kontak
dengan pasien.
2.3. Kerangka Teori
Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan, maka
dapat dibuat suatu kerangka teori sebagai berikut :
Gambar 1 : Kerangka Teori
Sumber: Saefuddin, et.al. (2006); Boyce & Pittet (2002); dan Lankford,
et.al. (2003); Green (1980) dikutip oleh Notoatmodjo (2010).
1. Agen infeksi
- Bakteri
- Virus
- Parasit dan Jamur.
2. Faktor alat/sterilisasi
alat.
32
2.4. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori diatas maka dapat digambarkan
kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Gambar 2. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha : Ada pengaruh penggunaan hand sanitizer terhadap kepatuhan
cuci tangan perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU
Assalam Gemolong.
Ho : Tidak ada pengaruh penggunaan hand sanitizer terhadap
kepatuhan cuci tangan perawat pelaksana di ruang rawat inap
RSU Assalam Gemolong.
Variabel Dependen
Kepatuhan Cuci Tangan
Variabel Perancu :
1. Usia
2. Tingkat Pendidikan
3. Masa kerja
Variabel independen
Hand sanitizer
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah quasi-eksperiment pre test and post test nonequivalent
without control group design. Quasi-eksperimen merupakan
desain penelitian yang tidak melakukan randomisasi pada
kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan (LoBiondo-
Wood, & Haber, 2010). Rancangan penelitian ini dapat dilihat
pada gambar skema 3.1. di bawah ini :
Gambar 3.1.
Rancangan Penelitian Quasi-experimental pre test and post test
nonequivalent without control group design.
Keterangan :
R1 : Responden yaitu perawat yang menggunakan hand sanitizer
O1 : Pre test sebelum menggunakan hand sanitizer untuk
mengetahui kepatuhan cuci tangan perawat
O2 : Post test sesudah menggunakan hand sanitizer untuk
mengetahui kepatuhan cuci tangan perawat.
X : Penggunaan hand sanitizer.
33
R1 : O1 X O2
34
3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat
pelaksana di ruang rawat inap RSU Assalam Gemolong,
berdasarkan studi pendahuluan pada awal bulan Desember 2014
yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa jumlah perawat
yang biasa menangani pasien di ruang perawatan sebanyak 2
bangsal sejumlah 36 orang.
3.2.2. Sampel
Penentuan jumlah sampel ditentukan bahwa apabila
subyeknya kurang 100 lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2006).
Dalam penelitian ini seluruh populasi dijadikan sampel, sehingga
penelitian ini menggunakan teknik total sampling. Total sampling
adalah teknik pengambilan sampel dengan melibatkan semua
populasi yang ada (Arikunto, 2006). Adapun jumlah sampel
ditetapkan sebanyak 36 orang.
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 22 Februari sampai
11 Maret 2015 yang berlokasi di RSU Assalam Gemolong.
35
3.4. Identifikasi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu:
3.4.1. Varibel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah
penggunaan hand sanitizer.
3.4.2. Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah
kepatuhan cuci tangan perawat.
3.5. Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variable Definisi
Operasional
Cara Ukur dan Alat
Ukur Hasil Ukur Skala
Variable Independen
. Hand
Sanitizer
Sabun
pembersih
tangan yang
digunakan
untuk
membersihkan
tangan dari
kuman, bakteri,
dan virus saat
tidak ada sabun
dan air.
Cara ukur :
penggunaan hand
sanitizer dalam
pembersih tangan.
Alat ukur : lembar
observasi dengan
checklist.
1. Memakai hand
sanitizer.
2. Tidak memakai hand
sanitizer.
Nominal
36
Variable Definisi
Operasional
Cara Ukur dan Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variable Dependen
Kepatuhan
cuci tangan
Pelaksanaan
tindakan cuci
pada lima
momen yang
dilaksanakan
oleh perawat
Cara ukur kepatuhan cuci
tangan dapat dilihat dari
lima momen cuci tangan.
Alat ukur kepatuhan cuci
tangan dalam penelitian ini
dengan menggunakan
lembar observasi dengan
checklist.
1 momen / shift :6 kali.
Dalam 1 hari : 30 kali.
Dalam 18 hari : 540 kali
cuci tangan.
1. Patuh ( skor >
270 kali cuci
tangan).
2. Tidak patuh
(skor < 270 kali
cuci tangan).
Nominal
Usia
Usia responden
yang dihitung
hingga ulang
tahun terakhir.
Cara ukur : bertanya pada
responden.
Alat ukur : kuesioner yang
diisi oleh responden.
Tahun Interval
Tingkat
pendidikan.
Pendidikan
formal terakhir
yang didapatkan
oleh responden.
Cara ukur : bertanya pada
responden.
Alat ukur : kuesioner yang
diisi oleh responden.
1. Diploma 3
2. S1
3.Profesi
Ordinal
Masa kerja Lama bekerja
bagi responden.
Cara ukur : bertanya pada
responden.
Alat ukur : kuesioner yang
diisi responden.
Tahun Interval
37
3.6. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.6.1. Alat Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan
oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan
sistematis sehingga mudah diolah (Suharsimi, 2006). Instrumen
dalam penelitian ini berupa kuesioner yang berisi daftar pertanyaan
yang diberikan kepada orang lain yang bersedia menjadi responden
dengan permintaan peneliti, serta lembar observasi yang berupa
checklist). Adapun instrumen yang digunakan antara lain:
1. Kuesioner karakteristik demografi responden.
Pertanyaan yang berisi identitas responden yang meliputi : nama
(inisial), umur, pendidikan, dan masa kerja yang diisi oleh
responden yaitu perawat di RSU Assalam Gemolong.
2. Lembar observasi.
Dalam penelitian ini, alat pengumpulan data untuk pengambilan
data variabel kepatuhan cuci tangan (hand hygiene) dengan
menggunakan lembar observasi berupa pilihan (checklist) yang
tertuang dalam point pernyataan 1-5. Observasi dalam penelitian
ini dilakukan sebanyak 18 kali. Kriteria penilaian hasil observasi
tentang kepatuhan cuci tangan berdasarkan Buku Pedoman
Pengujian Kompetensi (Pusdiknakes, 2008) dapat terbagi menjadi
dua tingkatan yaitu:
38
1) Patuh : bila melaksanakan 50% lima momen cuci
tangan.
2) Tidak patuh : bila tidak melaksanakan 50% lima momen cuci
tangan.
3.6.2. Cara Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Teknik kuesioner
Teknik kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data tentang
identitas responden (jenis kelamin, umur, pendidikan, dan lama
bekerja). Kuesioner diisi oleh responden sendiri.
3. Teknik observasi
Dalam penelitian ini, alat pengumpulan data untuk pengambilan
data variabel kepatuhan cuci tangan (hand hygiene) dengan
menggunakan lembar observasi berupa pilihan (checklist) yang
tertuang dalam point pernyataan 1-5. Pada pengukuran
pelaksanaan hand hygiene untuk jawaban ya diberi skor satu (1)
dan jawaban tidak diberi skor nol (0). Adapun lembar observasi
pelaksanaan hand hygiene terdiri dari 5 (lima) momen cuci
tangan. Adapun instrumen kepatuhan hand hygiene ini dilakukan
oleh peneliti dan 4 asisten peneliti. Asisten penelitian merupakan
seseorang yang ditunjuk oleh peneliti untuk mengobservasi
tindakan mandiri responden dalam menilai kepatuhan mencuci
39
tangan. Asisten penelitian ini diambil dari perawat ruangan
dengan pendidikan diploma 3 dengan pengalaman kerja minimal
5 tahun. Asisten penelitian diambil 4 orang karena terdapat 2
shift dan 2 bangsal. Asisten penelitian sejumlah 4 orang ini akan
mengobservasi responden tanpa diketahui responden itu sendiri.
Asisten penelitian ini diberi informasi tentang kepatuhan
mencuci tangan serta cara mengisi lembar observasi yang terdiri
dari 5 pernyataan dengan jawaban dilakukan atau tidak.
3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas
3.7.1. Uji Validitas
Validitas merupakan area dimana instrumen penelitian
mewakili konsep yang akan diteliti secara akurat (LoBiondo-Wood,
& Haber, 2010). Uji validitas tidak dilakukan karena penelitian
menggunakan tehnik observasi. (Dharma, 2011).
3,7.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan tingkat konsistensi dari suatu
pengukuran, sehingga nilai masih tetap konsisten jika instrumen
digunakan kembali secara berulang (Dharma, 2011). Lembar
observasi menggunakan uji reliabilitas ekuivalensi dengan metode
inter-rater reliability. Inter-rater reliability merupakan uji
reliabilitas suatu instrumen yang dilakukan antar observer atau
penilai untuk mencapai suatu kesepakatan apakah para observer
40
tersebut mempunyai pendapat yang sama tentang suatu pengukuran
(Dharma, 2011). Metode yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah
menggunakan lembar observasi. Uji reliabilitas lembar observasi
menggunakan 36 responden dan dilakukan oleh 4 asisten penelitian
dengan melakukan observasi setiap responden sebanyak 18 kali.
3.8. Teknik Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul dalam tahap pengumpulan data,
perlu diolah dulu. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan
melalui suatu proses dengan tahapan sebagai berikut (Sumantri,
2011):
1. Editing
Proses editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah isian
lembar kuesioner sudah lengkap atau belum. Editing dilakukan di
tempat pengumpulan data, sehingga apabila ada kekurangan
dapat segera di lengkapi.
2. Coding
Yang dimaksud coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban-
jawaban atau hasil-hasil yang ada menurut macamnya.
Klasifikasi dilakukan dengan jalan menandai masing-masing
jawaban dengan kode berupa centang, kemudian dimasukkan
dalam lembaran tabel kerja guna mempermudah membacanya.
41
3. Scoring
Pemberian nilai pada masing-masing jawaban dari pertanyaan
yang diberikan kepada responden sesuai dengan ketentuan
penilaian yang telah ditentukan.
4. Tabulating
Kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel-
tabel sesuai kriteria sehingga didapatkan jumlah data sesuai
dengan kuesioner.
5. Cleaning
Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan ke dalam
komputer. Peneliti tidak mendapati kesalahan data yang telah
dimasukkan dalam komputer.
Dalam melakukan pengumpulan data, penulis melakukan sendiri, jadi
tidak melibatkan observer
3.9. Analisis Data
3.9.1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendiskripsikan
masing-masing variabel yang diteliti tentang distribusi frekuensi
dan proporsi. Bentuk analisis univariat berbeda tergantung jenis
datanya. Hasil dari analisis univariat adalah distribusi frekuensi
dan prosentase dari tiap variabel yang diteliti (Sumantri, 2011).
42
3.9.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah suatu analisis yang bersifat untuk
melihat pengaruh antara dua variabel. Analisis bivariat dalam
penelitian ini digunakan untuk menguji hipotesis apakah sebelum
dan sesudah menggunakan hand sanitizer terdapat perbedaan
tingkat kepatuhan perawat pelaksana (Sumantri, 2011). Pada tahap
ini peneliti menggunakan uji statistik dengan menggunakan uji
mcnemar hipotesis komparatif kategorik berpasangan prinsip
2 x 2.
Sebelum dilakukan analisis bivariat, data hendaknya
dilakukan uji normalitas data. Uji normalitas data digunakan untuk
menentukan pengujian hipotesis. Jika data berdistribusi normal,
maka pengujian menggunakan pendekatan statistikparametrik. Jika
data berdistribusi tidak normal, maka pengujian menggunakan uji
statistik nonparametrik (Hastono, & Sabri, 2010).Pada penelitian
ini yang dilakukan uji normalitas hanya usia karena termasuk data
numerik. Uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk
karena penelitian mempunyai jumlah sampel yang kecil yaitu < 50
responden (Dahlan, 2009).
3.10. Etika Penelitian
Prinsip etika dalam penelitian ini meliputi :
3.10.1. Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden)
43
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
consent ini diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberi lembar persetujuan untuk menjadi responden. Hal ini
bertujuan agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian
serta mengetahui dampak yang ditimbulkan.
3.10.2. Initial (Inisial/Kode)
Identitas responden tidak perlu dicantumkan pada lembar
pengumpulan data, cukup menggunakan kode pada masing-
masing lembar pengumpulan data.
3.10.3. Privacy (kerahasiaan)
Kerahasian informasi dari responden dijamin oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan pada
hasil penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Univariat
4.2.1 Karakteristik Demografi Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini membahas tentang
usia, tingkat pendidikan dan masa kerja pada perawat di Rumah Sakit
Umum Assalam Gemolong. Hal ini dapat dikemukakan seperti tampak
pada hasil berikut :
a. Usia
Usia Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Usia Responden
Keterangan Mean Minimum Maximum STD
Usia 32,31 47 23 6,03
Tabel 4.1. menunjukkan bahwa rata-rata usia responden 32,31
tahun dengan usia terendah 23 tahun dan usia tertua adalah 47 tahun
dengan standar deviasi sebesar 6,03.
b. Tingkat Pendidikan
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan
Pendidikan Jumlah (%)
Diploma 3 28 77,8
S1 6 16,7
Profesi 2 5,6
Jumlah 36 100,0
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mempunyai tingkat pendidikan Diploma 3 (77,8%).
44
45
c. Masa Kerja
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Masa Kerja
Lama Bekerja Jumlah (%)
< 5 tahun 5 13,9
5 – 10 tahun 22 61,1
> 10 tahun 9 25,0
Jumlah 36 100,0
Tabel 4.3. menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mempunyai lama bekerja antara 5 – 10 tahun yaitu sebanyak 61,1%.
4.2.2 Tingkat Kepatuhan Cuci Tangan Perawat Sebelum menggunakan Hand
Sanitizer
Hasil distribusi frekuensi tentang tingkat kepatuhan perawat
sebelum menggunakan Hand Sanitizer disajikan dalam tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi tentang kepatuhan cuci tangan perawat
sebelum menggunakan Hand Sanitizer
Kepatuhan cuci tangan perawat
sebelum menggunakan Hand
Sanitizer
Frekuensi Persentase (%)
Tidak Patuh
Patuh
19
17
52,8
47,2
Jumlah 36 100,0
Berdasarkan distribusi data tentang tingkat kepatuhan cuci
tangan perawat sebelum menggunakan Hand Sanitizer pada perawat di
Rumah Sakit Umum Assalam Gemolong sebagian besar mempunyai
tingkat kepatuhan tergolong tidak patuh sebanyak 19 orang (52,8%).
46
4.2.3 Tingkat Kepatuhan Cuci Tangan Perawat Sesudah menggunakan Hand
Sanitizer
Hasil distribusi frekuensi tentang tingkat kepatuhan cuci tangan
perawat sesudah menggunakan Hand Sanitizer disajikan dalam tabel 4.5
berikut:
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi tentang kepatuhan cuci tangan perawat
sesudah menggunakan Hand Sanitizer
Kepatuhan cuci tangan perawat
sesudah menggunakan Hand
Sanitizer
Frekuensi Persentase (%)
Tidak Patuh
Patuh
14
22
38,9
61,1
Jumlah 36 100,0
Berdasarkan distribusi data tentang tingkat kepatuhan cuci
tangan perawat sesudah menggunakan Hand Sanitizer pada perawat di
Rumah Sakit Umum Assalam Gemolong sebagian besar mempunyai
tingkat kepatuhan tergolong patuh sebanyak 22 orang (61,1%).
4.2 Analisis Bivariat
Penelitian ini menggunakan uji McNemar Test untuk mengetahui
pengaruh penggunaan hand sanitizer terhadap kepatuhan cuci tangan perawat
pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Assalam Gemolong. Berikut hasil
analisis yang telah diuji yang tersajikan dalam tabel 4.6.
47
Tabel 4.6 Hasil Uji McNemar Test
Kepatuhan_Pre Test & Kepatuhan_Post
Test
Kepatuhan p. Value
Tidak
Patuh
Patuh
Kepatuhan pre
test 19 17
0,302
Kepatuhan post
test 14 22
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, dengan menggunakan uji McNemar Test
diperoleh nilai sig sebesar 0,302, maka nilai sig. > 0,05, dengan demikian Ho
diterima, jadi tidak terdapat perbedaan (pengaruh) penggunaan hand sanitizer
terhadap kepatuhan cuci tangan perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU
Assalam Gemolong.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Hasil Analisis Univariat
5.1.1 Karakteristik Responden
Penelitian menunjukkan bahwa perawat pelaksana yang bekerja di
RSU Assalam Gemolong sebagian besar responden berumur antara 30 – 40
tahun (52,8%), sebagian mempunyai umur kurang dari 30 tahun (33,3%)
dan sebagian kecil berumur lebih dari 40 tahun (13,9%). Hal ini
menunjukkan bahwa responden memiliki usia yang matang dalam berfikir
dan bekerja atau usia produktif. Sejalan dengan pendapat Nursalam (2007)
bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Karena dengan
bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin
baik sehingga akan termotivasi setiap melakukan pekerjaan dalam melayani
pasien secara profesional.
Penelitian didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
mempunyai tingkat pendidikan Diploma 3 (77,8%).Tingkat pendidikan
perawat dengan rasio akademik lebih banyak akan memudahkan dalam
menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Hasil ini
diperkuat oleh Purwadi dan Sofiana (2006) yang membuktikan bahwa
perawat dengan pendidikan Diploma 3 dan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi mempunyai efisiensi kerja dan penampilan kerja yang lebih baik dari
48
49
pada perawat dengan pendidikan SPK. Oleh karena itu, pendidikan
seseorang merupakan faktor yang penting sehingga kinerja perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien agar mendapatkan hasil
yang maksimal.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat
memiliki masa kerja antara 5 – 10 tahun yaitu sebanyak 61,1% dan sebagian
kecil lama bekerja kurang dari 5 tahun yaitu sebesar 13,9%. Pada awal
bekerja, perawat memiliki kepuasan kerja yang lebih, dan semakin menurun
seiring bertambahnya waktu secara bertahap lima atau delapan tahun dan
meningkat kembali setelah masa lebih dari delapan tahun, dengan semakin
lama seseorang dalam bekerja, akan semakin terampil dalam melaksanakan
pekerjaan (Hariandja, 2008). Seseorang yang sudah lama mengabdi kepada
organisasi memiliki tingkat kepuasan yang tinggi. Hal ini juga dinyatakan
oleh Sastrohadiworjo (2005), bahwa semakin lama seseorang bekerja
semakin banyak kasus yang ditanganinya sehingga semakin meningkat
pengalamannya, sebaliknya semakin singkat orang bekerja maka semakin
sedikit kasus yang ditanganinya.
Pengalaman bekerja banyak memberikan kesadaran pada seseorang
perawat untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan, hal ini ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arfianti
(2010) yang menyatakan pengalaman merupakan salah satu faktor dari
kepatuhan.
50
5.1.2 Kepatuhan Cuci Tangan Perawat Pelaksana sebelum menggunakan Hand
Sanitizer
Berdasarkan distribusi data tentang tingkat kepatuhan cuci tangan
perawat sebelum menggunakan Hand Sanitizer pada perawat di Rumah
Sakit Umum Assalaam Gemolong sebagian besar mempunyai tingkat
kepatuhan tergolong tidak patuh sebanyak 19 orang (52,8%) sisanya
sebanyak 17 orang (47,2%) mempunyai kategori patuh dalam cuci tangan
sebelum menggunakan hand sanitizer. Di rumah sakit kebiasaan cuci
tangan pada perawat atau petugas kesehatan merupakan perilaku yang
mendasar dalam upaya mencegah cross infection (infeksi silang). Hal ini
mengingat rumah sakit sebagai tempat berkumpulnya segala macam
penyakit, baik menular maupun tidak menular karena itu seluruh petugas
kesehatan khususnya perawat pelaksana yang bekerja di rumah sakit
seharusnya mengetahui pentingnya pencegahan infeksi. Sebagian besar
infeksi dapat dicegah dengan perilaku mencuci tangan (Tietjen, Bossemeyer
& McIntosh, 2004).
Penelitian ini sebagian besar perawat sebelum menggunakan hand
sanitizer tergolong mempunyai perilaku tidak patuh dalam cuci tangan. Hal
ini apabila dilihat dari hasil observasi terhadap perawat, mereka tidak patuh
karena tidak melakukan cuci tangan setelah bersentuhan dengan pasien dan
mereka juga jarang yang melakukan cuci tangan setelah bersentuhan dengan
lingkungan sekitar pasien, di samping itu mereka juga jarang melakukan
cuci tangan sebelum bersentuhan dengan pasien.
51
Faktor lain yang dapat mempengaruhi perawat tidak patuh adalah
faktor tidak tersedianya tempat cuci tangan dan kondisi lingkungan serta
pasien. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Lankford, Zembover, Trick,
Hacek, Noskin, dan Peterson (2003) menyatakan bahwa faktor yang
berpengaruh pada tindakan cuci tangan adalah tidak tersedianya tempat cuci
tangan, waktu yang digunakan untuk cuci tangan, kondisi pasien, efek bahan
cuci tangan terhadap kulit dan kurangnya pengetahuan terhadap standar.
Sementara itu Tohamik (2003) menemukan dalam penelitiannya bahwa
kurang kesadaran perawat dan fasilitas menyebabkan kurang patuhnya
perawat untuk cuci tangan.
5.1.3 Kepatuhan Cuci Tangan Perawat Pelaksana sesudah menggunakan Hand
Sanitizer
Berdasarkan distribusi data tentang tingkat kepatuhan cuci tangan
perawat sesudah menggunakan Hand Sanitizer pada perawat di Rumah Sakit
Umum Assalam Gemolong sebagian besar mempunyai tingkat kepatuhan
tergolong patuh sebanyak 22 orang (61,1%) sisanya sebanyak 14 (38,92%)
mempunyai kategori tidak patuh dalam cuci tangan sesudah menggunakan
hand sanitizer.
Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar perawat
pelaksana sesudah menggunakan hand sanitizer tergolong mempunyai
perilaku patuh dalam cuci tangan. Hal ini apabila dilihat dari hasil observasi
terhadap perawat, mereka patuh karena sudah melakukan cuci tangan pada
saat sebelum bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur
52
bersih/ steril, setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien, setelah
bersentuhan dengan pasien dan setelah bersentuhan dengan lingkungan
sekitar pasien.
Kepatuhan perawat dalam menerapkan perilaku cuci tangan
sebelum atau sesudah melakukan tindakan keperawatan merupakan hal yang
penting karena dengan perawat patuh, maka penularan penyakit dapat
dicegah sehingga dapat membantu proses penyembuhan pasien. Akan tetapi
bila perawat tidak patuh maka resiko penularan dapat terjadi dan tidak
menutup kemungkinan proses kesembuhan pasien akan lama. Patuh
merupakan suatu sifat yang berfungsi untuk mendorong seseorang taat
terhadap suatu ketentuan atau aturan (Musadad, Lubis, & Kasnodiharjo,
1993).
Tohamik (2003) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab
kepatuhan perawat dalam mencuci tangan disebabkan oleh ketersediaan
fasilitas. Dengan pemberian hand sanitizer kepada perawat menyebabkan
perawat dengan mudah untuk melakukan cuci tangan. Selain itu hand
sanitizer mudah dibawa sehingga praktis dan dapat digunakan dengan
cepat.( sitti & Fajar, 2013)
5.2 Hasil Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil uji McNemar Test diperoleh nilai sig sebesar 0,302,
maka nilai sig. > 0,05, dengan demikian Ho diterima, jadi tidak terdapat
53
perbedaan (pengaruh) penggunaan hand sanitizer terhadap kepatuhan cuci
tangan perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Assalam Gemolong.
Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan tidak hanya fasilitas
(hand sanitizer) tetapi ada faktor lain diantaranya faktor internal berasal dari
karakteristik perawat itu sendiri yang meliputi variabel demografi (umur, jenis
kelamin, ras, suku bangsa, dan tingkat pendidikan), kemampuan, persepsi dan
motivasi (Damanik, dkk, 2010). Sedangkan faktor eksternal yang
mempengaruhi kepatuhan terdiri atas pola komunikasi, keyakinan / nilai yang
diterima perawat, dan dukungan sosial (Damanik, dkk, 2010). Sehingga
dengan faktor tersebut diatas hasilnya tidak ada perbedaan ( pengaruh). Hal ini
semakna dengan penelitian yang dilakukan oleh Atrika Desi Suryoputri
(2011), yang menyimpulkan bahwa kepatuhan mencuci tangan di RSDK
masih rendah.
54
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Dilihat dari karakteristik responden diketahui : sebagian besar responden
mempunyai umur antara 30 – 40 tahun (52,8%), tingkat pendidikan
Diploma 3 (77,8%), dan lama bekerja antara 5 – 10 tahun (61,1%)
2. Sebagian besar perawat sebelum penggunaan hand sanitizer mempunyai
tingkat kepatuhan tergolong tidak patuh yaitu sebanyak 19 orang (52,8%).
3. Sebagian besar perawat sesudah penggunaan hand sanitizer mempunyai
tingkat kepatuhan tergolong patuh yaitu sebanyak 22 orang (61,1%).
4. Tidak terdapat perbedaan (pengaruh) penggunaan hand sanitizer terhadap
kepatuhan cuci tangan perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU
Assalam Gemolong (p.value = 0,302).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan beberapa saran :
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan untuk melakukan evaluasi kembali tentang keefektifan
program pencegahan infeksi rumah sakit khususnya tentang kepatuhan
54
55
perawat melakukan cuci tangan untuk meningkatkan kepatuhan perawat
melakukan cuci tangan di RSU Assalam Gemolong yang masih dalam
kategori minimal.
2. Bagi Perawat
Diharapkan lebih meningkatkan kesadarannya untuk selalu bekerja sesuai
dengan standart terutama standart dalam melakukan prosedur cuci tangan.
3. Bagi Pasien
Diharapkan pasien mendapatkan pelayanan yang lebih baik sehingga
mengurangi terjadinya infeksi.
4. Bagi Peneliti berikutnya
Bagi peneliti lain diharapkan agar dapat melakukan penelitian tentang
kepatuhan melakukan cuci tangan bukan hanya perawat tetapi kepatuhan
melakukan cuci tangan oleh petugas kesehatan lainnya, misalnya dokter,
analis, fisioterapis, housekeeping dan lain-lain, dan juga penelitian tentang
pengaruh pelaksanaan prosedur cuci tangan terhadap pencegahan infeksi
di rumah sakit.
56
DAFTAR PUSTAKA
Al-Assaf, A. F. (2009). Mutu Pelayanan Kesehatan: Perspektif International. Jakarta: Sagung Seto.
Atrika, D. S. (2011). Perbedaan Angka Kepatuhan Cuci Tangan Petugas di
RSUP DR. Kariadi. Azwar, s. (2007). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bidang Keperawatan. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. Gemolong: RS Assalam Gemolong, Sragen.
Dahlan, M.S. (2009).Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan (Edisi keempat).
Jakarta: Salemba Medika. Damanik SM. (2011). Kepatuhan hand hygiene di Rumah Sakit Immanuel
Bandung. (tesis). Universitas Padjajaran, Bandung. Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan: Panduan
melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian. Jakarta: Trans Info Media.
Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendalian. Jakarta: Salemba Empat.
Depkes. RI. (2007). Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya. Jakarta.
Desiyanto, A.F.& Djanah, S.N. (2013). Efektifitas Mencuci Tangan Menggunakan
Cairan Pembersih Tangan Antiseptik Terhadap Jumlah Angka Kuman. 7, 2.
Emaliyawati. (2010). Tindakan Kewaspadaan Universal Sebagai Upaya untuk
Mengurangi Resiko Penyebaran Infeksi. Bandung: FIK Univ. Padjajaran. Ernawati. E. (2014). Penerapan Hand hygiene Perawat di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit. 28, 1. Hastono, S. P ., & Sabri, L.(2010). Statistik kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers. Lobiondo-Wood, G., &Haber, j. (2010). Nursing researh: Method and critical
appraisal for evidence-based practisce. Missouri: Mosby Elsevier. Notoatmodjo. S. (2010). Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Rineka Cipta.
57
Notoatmojo, S. (2010). Metodologi untuk Ilmu Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam & Pariani. (2007). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan.
Jakarta: Sagung Seto.
Perdalin, (2010). Handout Pengendalian Infeksi Nosokomial, Jakarta.
Perry, A.G., & Potter, P.A. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses dan Praktek. Edisi ke 4,. Jakarta: EGC.
Price, H.G. (2006). Medical Surgical Nursing. New York: Saunders.
Prodjosudjadi. (2010). CAPD untuk pasien CKD. Tersedia pada: www.ginjal-
kita.com. On-line: diakses tanggal 12 Nopember 2014.
Saefudin. dkk. (2006). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta:
JNPKKR dan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sugiyono. (2009). Metodologi Penelitian. Jakarta: Alfabeta.
Suharsimi, A. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka
Cipta, Jakarta.
Sumantri, A. (2011). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Kencana.
Suroso. S. (2007). Prinsip Pencegahan Infeksi Nosokomial. Makalah: Dipublikasikan,
PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Oktober, 1, 2011.
Wahyudhy, H. (2006). Infeksi Nosokomial. Tersedia di: http://klikharry. wordpress.
com/ [Diakses tanggal 02 Nopember 2014].
World Health Organization. (2010). WHO Guideline on Handhygiene in Health
care (Advanced Draft) tahun 2006 WHO/EIP/SPO/QPS/06.2 [cited 2006: Available at: http://premierinc.com/safety/topics/guidelines/ downloads/whohand-hygiene-guidelines.pdf.