13
69 69 PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius Artemia) HASIL BIOENKAPSULASI KAROTENOID TERHADAP SINTASAN DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) 1 Sofia Dhengi 1 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautandan Perikanan Email:[email protected] ABSTRAK Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting yang berpotensi untuk dibudidayakan. Penelitian ini bertujuan menentukan dosis optimum pengkayaan karotenoid dalam meningkatkan sintasan, pertumbuhan dan ketahanan stres larva ikan kakap putih. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan setiap perlakuan mempunyai tiga ulangan. Dengan demikian penelitian ini terdiri atas 12 satuan percobaan. Keempat perlakuan tersebut adalah dosis 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm. Parameter yang diteliti adalah sintasan, pertumbuhan dan ketahanana stres larva ikan kakap putih. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pakan alami rotifer dan nauplius artemia yang telah diperkaya wortel ( Daucus carota) berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap sintasan, pertumbuhan, dan ketahanan stres larva ikan kakap putih ( Lates calcarifer). Sintasan, pertumbuhan, dan ketahanan stres larva ikan kakap putih tertinggi pada dosis 10 ppm dan terendah pada dosis 0 ppm. Kata Kunci : Ketahanan stres, larva ikan kakap putih, pertumbuhan, sintasan, wortel ( Daucus carota) PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan kakap putih (Lates calcarifer) adalah salah satu jenis ikan ekonomis penting yang berpotensi untuk dibudidayakan karena memiliki pertumbuhan yang relatif cepat dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan budidaya (Chen & Meyers 1982 dalam Jaya dkk., 2013). Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya adalah ketersediaan benih. Selama ini benih ikan kakap putih sebagian besar masih diperoleh dari penangkapan di alam yang sifatnya bergantung pada musim. Oleh sebab itu, agar ketersediaan berkesinambungan maka perlu memproduksi benih ikan kakap putih melalui pembenihan. Pada usaha pembenihan ikan kakap putih dewasa ini, produksi benih dari larva sampai mencapai ukuran fingerling (tokolan) masih sangat rendah. Hal ini disebabkan larva dibawah umur tiga minggu kondisinya masih lemah, sehingga mudah terserang hama/penyakit dan dimangsa oleh ikan yang lebih besar(Russel et al., 1987 dalam Mayunar 1991). Juvenil ikan kakap putih ukuran 1-2 cm memiliki resiko kematian yang lebih besar (Putra, 2006). Beberapa hasil penelitian larva ikan kakap putih mendapatkan sintasan yang masih rendah

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

69

69

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius Artemia)

HASIL BIOENKAPSULASI KAROTENOID TERHADAP SINTASAN DAN

PERTUMBUHAN LARVA IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer)

1Sofia Dhengi

1Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautandan Perikanan

Email:[email protected]

ABSTRAK

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting

yang berpotensi untuk dibudidayakan. Penelitian ini bertujuan menentukan dosis optimum

pengkayaan karotenoid dalam meningkatkan sintasan, pertumbuhan dan ketahanan stres larva

ikan kakap putih. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri

atas 4 perlakuan dan setiap perlakuan mempunyai tiga ulangan. Dengan demikian penelitian

ini terdiri atas 12 satuan percobaan. Keempat perlakuan tersebut adalah dosis 0 ppm, 5 ppm,

10 ppm dan 15 ppm. Parameter yang diteliti adalah sintasan, pertumbuhan dan ketahanana

stres larva ikan kakap putih. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pakan alami rotifer dan

nauplius artemia yang telah diperkaya wortel (Daucus carota) berpengaruh sangat nyata

(p<0.01) terhadap sintasan, pertumbuhan, dan ketahanan stres larva ikan kakap putih (Lates

calcarifer). Sintasan, pertumbuhan, dan ketahanan stres larva ikan kakap putih tertinggi pada

dosis 10 ppm dan terendah pada dosis 0 ppm.

Kata Kunci: Ketahanan stres, larva ikan kakap putih, pertumbuhan, sintasan, wortel (Daucus

carota)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) adalah salah satu jenis ikan ekonomis penting yang

berpotensi untuk dibudidayakan karena memiliki pertumbuhan yang relatif cepat dan mudah

menyesuaikan diri dengan lingkungan budidaya (Chen & Meyers 1982 dalam Jaya dkk.,

2013). Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya adalah ketersediaan benih. Selama ini

benih ikan kakap putih sebagian besar masih diperoleh dari penangkapan di alam yang

sifatnya bergantung pada musim. Oleh sebab itu, agar ketersediaan berkesinambungan maka

perlu memproduksi benih ikan kakap putih melalui pembenihan.

Pada usaha pembenihan ikan kakap putih dewasa ini, produksi benih dari larva sampai

mencapai ukuran fingerling (tokolan) masih sangat rendah. Hal ini disebabkan larva dibawah

umur tiga minggu kondisinya masih lemah, sehingga mudah terserang hama/penyakit dan

dimangsa oleh ikan yang lebih besar(Russel et al., 1987 dalam Mayunar 1991). Juvenil ikan

kakap putih ukuran 1-2 cm memiliki resiko kematian yang lebih besar (Putra, 2006).

Beberapa hasil penelitian larva ikan kakap putih mendapatkan sintasan yang masih rendah

Page 2: PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

70

70

antara lain (Salama, 2007) hanya 8,89%, dan (Srichanun et al., 2014), mendapatkan angka

kematian hingga 100%. Menurut (Weatherley1972 dalam Hardianti dkk., 2016), kematian

ikan dapat terjadi disebabkan oleh keadaan lingkungan yang tidak cocok dan pakan yang

kurang berkualitas. Oleh sebab itu penyediaan pakan alami yang berkualitas dan mencukupi

sangat penting untuk pemeliharaan larva.

Karotenoid merupakan suatu kelompok pigmen organik berwarna kuning, orange atau

merah yang terjadi secara alami dalam tumbuhan yang melakukan fotosintesis. Pigmen

karotenoid mempunyai struktur alifatik dan alisiklik. Jenis karotenoid diantaranya adalah beta

karotenoid (Gross 1991 dalam Yulita 2015).Beberapa hasil penelitian menjelaskan bahwa

karotenoid dapat meningkatkan nilai nutrisi.Hasil penelitian (Prayogo dkk., 2012), pemberian

tepung kepala udang dalam pakan yang mengandung maggot sebagai sumber karotenoid

memberikan peningkatan warna pada tubuh benih rainbow kurumoi (Melanotaenia parva)

hingga 5-10%. Ernawati (2017), mendapatkan bahwa rotiferdan nauplius artemia yang telah

diperkaya dengan karotenoid efektif dalam meningkatkan sintasan, pertumbuhan dan

ketahanan stres larva nila air payau (Oreochromis. niloticus).

Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas guna menghasilkan sintasan larva ikan kakap putih

yang tinggi perlu pengkayaan karotenoid pada pakannya sebelum diberikan ke larva. Oleh

karena, dosis karotenoid yang optimum bagi pemeliharaan larva ikan kakap putih belum

diketahui, maka penelitian tentang hal tersebut perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis optimum pengkayaan karotenoid dalam

meningkatkan sintasan, pertumbuhan dan ketahanan stres larva ikan kakap putih (Lates

calcarifer).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Pebruari sampai juni 2018 di Balai Perikanan

Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar. Analisis kadar karotenoid pada rotifer dan nauplius

artemia serta larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) dilakukan di Laboratorium

Produktivitas dan Kualitas Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan.

Page 3: PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

71

71

Populasi dan Sampel

Populasi adalah larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) berumur 7 hari setelah

menetas. Larva tersebut diperoleh dari hasil pembenihan di Balai Budidaya Laut (BBL)

Ambon dengan umur D6 ditampung menggunakan bak fiber berkapsitas 200 L. Larva ikan

kakap putih sebelumnya diaklimatisasi dengan salinitas 26 ppt dan dipelihara selama 20 hari.

Sampel pakan alami berupa rotifer dan nauplius artemia yang telah diperkaya dengan

karotenoid. Rotifer sebagai pakan uji diperoleh dari hasil kultur secara massal di Balai

Perikanan Budidya Air Payau Takalar. Nauplius artemia berasal dari hasil penetasan kista

merek Mackay Marine Artemia. Bahan pengkaya yang digunakan adalah karotenoid wortel

(Daucus carota) yang diekstraksi di Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin Makassar.

Prosedur Penelitian

Pengumpulan data dirancang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri

atas 4 perlakuan dan setiap perlakuan mempunyai 3 ulangan, dengan demikian penelitian ini

terdiri atas 12 satuan percobaan. Adapun dosis karotenoid yang digunakan adalah 0, 5, 10 dan

15 ppm/L air media.

Analisis Kadar Karotenoid Rotifer, Nauplius artemia, Tubuh ikan

Untuk menentukan dosis bioenkapsulasi karotenoid pada rotifer, nauplius artemia dan

tubuh ikan dilakukan pengukuran kadar karotenoid. Pengukuran dilakukan dengan

menggunakan metode yang digunakan Sudariono (2012), yang telah dimodifikasi. Nilai

absorbansi ekstrak karotenoid diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 460

nm. Adapun konsentrasi karotenoid yang ada pada ikan kakap putih dihitung dengan

menggunakan formula menurut (Chen & Meyers, 1992), sebagai berikut:

A 460 X Vekstrak

C = ---------------------------

E 1%

1 cm x B sampel

Keterangan:

C = Konsentrasi pigmen karotenoid total (ppm)

A = Absorbansi maksimum pada panjang gelombang 460 nm

V = Volume ekstrak

E = Koefisien exstension (absorbansi) dari 1% standar dalam aceton dan dalam 1 cm tabung

kuvet = 2200.

B = Berat sampel yang diekstrak (g berat basah).

Page 4: PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

72

72

Sintasan

Sintasan larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) selama pemeliharaan dihitung

menggunakan rumus (Effendi, 2002), sebagai berikut :

SR = 𝐍𝐭

𝐍𝟎 𝐗 𝟏𝟎𝟎

Keterangan :

SR = Sintasan (%)

Nt = Jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan (ekor)

No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

Pertumbuhan

Pengukuran bobot tubuh menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 g,

panjang tubuh dengan menggunakan micrometer yang ditempatkan dibawah lensa mikroskop

pada awal pemeliharaan dan mistar pada akhir penelitian.

Laju pertumbuhan bobot rata-rata harian larva ikan kakap putih dihitung dengan

menggunakan rumus (Huisman, 1976), sebagai berikut:

𝐒𝐆𝐑 = ( 𝐋𝐧 𝐖𝐭−𝐋𝐧𝐖𝐨

𝐭)x 100

Keterangan:

SGR = Laju pertumbuhan bobot rata–rata harian (%/ hari)

Wt = Bobot rata–rata individu pada akhir percobaan (g)

Wo= Bobot rata–rata individu pada awal percobaan (g)

t = Lama pemeliharaan (hari)

Pertambahan panjang tubuh mutlak ikan kakap putih dihitung dengan menggunakan

rumus menurut (Effendi, 2002), sebagai berikut :

L = Lt – L0

Keterangan :

L = Pertumbuhan panjang mutlak (cm)

Lt = Panjang tubuh rata–rata ikan kakap putih pada akhir percobaan (cm)

LO = Panjang tubuh rata–rata ikan kakap putih pada awal percobaan (cm)

Indeks Stres Kumulatif

Page 5: PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

73

73

Untuk mengevaluasi ketahanan ikan uji terhadap stres dihitung dengan

menggunakan Formula Cummulative Stres Index (CSI) dari (Ress et al., 1994), sebagai

berikut:

CSI = D5 + D10 + …….+ D60

Keterangan :

CSI = Index stres kumulatif

D = Jumlah larva yang stres pada waktu tertentu.

Selama penelitian dilakukan pengukuran beberapa parameter kualitas air media

pemeliharaan larva ikan kakap putih meliputi: Suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut, dan

amoniak.

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam. Apabila

hasilnya berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan lanjutan uji Tuckey. Untuk menentukan

dosis optimum digunakan uji respon sebagai alat bantu untuk analisis statistik tersebut dan

menggunakan SPSS versi 20. Adapun kualitas air akan dianalisis secara deskriptif

berdasarkan kelayakan hidup larva ikan kakap putih (Lates calcarifer).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Karotenoid Rotifer, Nauplius Artemia dan Larva Ikan Kakap Putih

(Latescalcarifer)

Hasil penelitian tentang Kandungan karotenoid rotifer, nauplius artemia dan larva ikan

kakap putih (Latescalcarifer), dapat di lihat pada tabel 1.

Tabel 1 Rata-Rata Kandungan Karotenoid Rotifer, Nauplius Artemia Dan Larva Ikan Kakap

Putih (Lates calcarifer) Setelah Diperkaya dengan Karotenoid Pada Setiap

Perlakuan

Keterangan: Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat

nyata antar perlakuan pada taraf 1% (p<0,01)

Tabel 1 hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengkayaan dengan karotenoid rotifer,

nauplius artemia dan larva ikan kakap putih dengan karotenoid (ẞ-karoten) berpengaruh

Dosis

Karotenoid

(ppm)

Rata-Rata

Karotenoid Rotifer

(ppm) ± SD

Rata-Rata Karotenoid

Nauplius Artemia

(ppm) ± SD

Rata-Rata

Karotenoid Larva

(ppm) ± SD

0

5

10

15

0,635 ± 0.20d

4,766 ± 0.04b

6,545 ± 0.16a

2,469 ± 0.33c

2,150 ± 0.06d

6,758 ± 0.67b

8,986 ± 0.44a

4,702 ± 0.54c

0,211 ± 0.118d

2,518 ± 0.196b

3,767 ± 0.196a

1,346 ± 0.115c

Page 6: PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

74

74

sangat nyata (p<0,01). Setelah diperkaya dengan karotenoid terjadi peningkatan kandungan

karotenoid (ẞ-karoten) yakni pada rotifer dari 0,328 ppm naik sebesar 0,635 ppm (93,60%),

nauplius artemia dari 2,035 ppm naik sebesar 2,150 (5,65%) dan larva ikan kakap putih dari

0,198 ppm naik sebesar 0,211 ppm (6,56%). Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kandungan

karotenoid rotifer, nauplius artemia dan larva ikan kakap putih tertinggi pada perlakuan 10

ppm, sedangkan terendah dihasilkan pada perlakuan 0 ppm.

Hubungan antara dosis pengkayaan karotenoid(x-)

dengan kandungan karotenoid

rotifer(Y1)

, nauplius artemia(Y2)

dan larva kakap putih(Y3)

berpola kuadratik dengan persamaan

masing-masing Y1 = -2.0517x2

+ 10.987x – 8.475 (R2

= 0.9695), Y2 = -2.2228x2

+ 12.102x –

7.9361 ((R2 = 0.9665), Y3 = -1.182x

2 + 6.3754x – 5.113 (R

2 = 0.9514). Berdasarkan

persamaan tersebut diketahui bahwa kandungan karotenoid dapat dicapai pada dosis optimum

karotenoid masing-masing diperoleh rotifer sebesar 10,65 ppm, nauplius artemia sebesar

10,89 ppm dan larva ikan kakap putih sebesar 10,37 ppm.

Pada penelitian ini terlihat bahwa kandungan karotenoid rotifer, nauplius artemia dan

larva ikan kakap putih tertinggi pada perlakuan 10 ppm, sedangkan terendah dihasilkan pada

perlakuan 0 ppm. Rendahnya kandungan karotenoid pada dosis 0 ppm disebabkan tidak

adanya penambahan karotenoid (ẞ-karoten) pada media pemeliharaan. Tingginya pemberian

karotenoid ẞ-karorten pada dosis 10 ppm mampu diserap oleh rotifer, nauplius artemia dan

larva ikan kakap putih. Pemberian karotenoid dengan dosis 5 ppm diduga kandungan

karotenoid terlalu rendah sehingga kebutuhan larva akan nutrisinya belum tercukupi

sedangkan kandungan karotenoid pada dosis 15 ppm diduga jumlah absorbsi karotenoid tidak

efisien, sehingga larva yang memangsa rotifer dan nauplius artemia sangat terbatas dalam

mengakumulasi beta karoten dalam tubuhnya. Tingkat penyerapan karotenoid menurun

dengan cepat setelah menggunakan dosis yang lebih tinggi dari 10 ppm yang merupakan batas

maksimal daya serap rotifer terhadap karotenoid (Piliang, 1995 dalam Ernawati,

2017).Penambahan karoten ke dalam pakan memiliki batas maksimal artinya jika karoten

ditambahkan ke dalam pakan dalam jumlah berlebih, pada titik tertentu tidak akan

memberikan pengaruh yang lebih baik bahkan dapat menurunkan nilainya (Satyani dkk., 1992

dalam Ernawati 2017). Dari persamaan diketahui bahwa kandungan karotenoid dapat dicapai

pada dosis optimum karotenoid masing-masing diperoleh rotifer sebesar 10,65 ppm, nauplius

artemia sebesar 10,89 ppm dan larva ikan kakap putih sebesar 10,37 ppm.

Page 7: PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

75

75

Sintasan

Sintasan larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang diperkaya karotenoid pada

setiap perlakuan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Histogram Hubungan Antara Dosis Pengkayaan Karotenoid Terhadap

Sintasan Larva Ikan Kakap Putih (Latescalcarifer) Pada Setiap Perlakuan

Gambar tersebut memperlihatkan bahwa sintasan larva ikan kakap putih selama

pemeliharaan dengan pemberian pakan rotifer dan nauplius artemia yang diperkaya

karotenoid tertinggi pada perlakuan 10 ppm dan terendah pada perlakuan 0 ppm.

Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pengkayaan karotenoid pada rotifer dan

nauplius artemia berpengaruh sangat nyata terhadap sintasan larva yang mengkonsumsi pakan

hidup tersebut (p<0,01). Berdasarkan diagram sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan 10

ppm yakni sebesar 73,33%, sedangkan terendah pada perlakuan 0 ppm yakni 33,33%.

Tingginya sintasan pada dosis pengkayaan 10 ppm diduga bahwa pakan rotifer dan

nauplius artemia yang dikonsumsi larva ikan kakap putih optimal mendukung sintasannya.

Beta karoten sebagai provitamin A merupakan unsur yang sangat potensial dan penting bagi

vitamin A. ß-karoten merupakan sumber vitamin A maka ketersediaan karoten perlu

diketahui. Menurut (Guthrie & Picciano 1999 dalam Ernawati 2017),ẞ-karoten yang diserap

mampu melindungi sel-sel dari bahan-bahan yang sifatnya reaktif pada tubuh larva. Unsur

beta karoten dapat dikonversi menjadi retinol dan kemudian dikonversi ke ester retinil. Akan

tetapi beta karoten yang dikonversi ke retina akan dimasukkan kedalam lemak dan

didistribusikan keseluruh jaringan tubuh, terutama jaringan adipose dan adrenal. Rendahnya

kandungan nutrisi pada perlakuan A yang tanpa pengkayaan pakan rotifer dan nauplius karena

kebutuhan nutrisi yang tidak dapat terpenuhi tersebut dapat memicu terjadinya defisiensi pada

larva sehingga memicu kematian massal. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan (Effendy

dkk., 2005 dalam Khasanah 2012), bahwa kekurangan nutrisi pada fase pemeliharaan larva

dapat menyebabkan kematian massal.

a

33.33

b

66.67

b

73.33

ab

57.33

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

0 5 10 15

Sin

tasa

n (

%)

Dosis Karotenoid (ppm)

Page 8: PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

76

76

Pertumbuhan

Pertumbuhan Panjang Larva Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)

Perlakuan pemberian pakan rotifer dan nauplius artemia yang diperkaya karotenoid

menghasilkan pertumbuhan panjang larva ikan kakap putih. Berdasarkan hasil penelitian larva

mengalami pertumbuhan panjang. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh nutrisi yang terdapat

pada pakan yang dikonsumsinya. Nilai pertumbuhan panjang larva ikan kakap putih dapat

dilihat padaGambar 2.

Gambar 2. Histogram Hubungan Antara Dosis Pengkayaan Karotenoid Terhadap

Pertumbuhan Panjang Larva Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Pada Setiap

Perlakuan

Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pemberian pakan rotifer dan nauplius

artemia yang diperkaya dengan karotenoid berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan

panjang larva ikan kakap putih (p<0,01). Berdasarkan diagram pertumbuhan panjang larva

tertinggi diperoleh pada dosis karotenoid 10 ppm yakni sebesar 1,65%, tertinggi selanjutnya

diperoleh pada dosis karotenoid 5 ppm yakni sebesar 1,43%, dan dosis karotenoid 15 ppm

yakni sebesar 1,37%, sedangkan pertumbuhan panjang terendah pada dosis tanpa pengkayaan

karotenoid yakni hanya sebesar 1,17%.

Pada penelitian ini pertambahan panjang larva ikan kakap putih pada dosis 10 ppm

diduga bahwa pakan rotifer dan nauplius artemia yang telah diperkaya dengan karotenoid

dosis tersebut optimal mendukung pertumbuhannya. (Septiyan dkk., 2017), mengemukakan

bahwa pertambahan panjang terjadi karena kandungan nutrisi dari pakan yang diberikan pada

ikan. Pertumbuhan erat kaitannya dengan protein dalam pakan karena protein merupakan

nutrisi yang sangat dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan. Menurut (Sahrio dkk., 2016), pakan

alami berupa artemia mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi, selain kandungan

protein yang tinggi daya tarik makanan diduga juga memainkan peran yang penting dalam

a

1.17

b

1.43

c

1.65bd

1.37

-0,20

0,30

0,80

1,30

1,80

0 5 10 15Per

tum

bu

han

Pan

jan

g (c

m)

Dosis Karotenoid (ppm)

Page 9: PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

77

77

pertumbuhan larva ikan. Menurut (Hardianti dkk., 2016), protein berperan sebagai komposisi

utama pembentukan jaringan dan organ-organ tubuh ikan. Protein berisikan substansi-

substansi nitrogen dalam bentuk asam amino, asam-asam lemak, vitamin dan sebagainya.

Oleh sebab itu, penggunaan dan persediaan yang terus menerus dalam pakan sangat

diperlukan untuk menunjang pertumbuhan dan perbaikan sel-sel yang rusak.

Pertumbuhan Bobot Larva Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)

Perlakuan pemberian pakan rotifer dan nauplius artemia yang diperkaya dengan

karotenoid menghasilkan pertumbuhan bobot yang tinggi dibandingkan pakan tanpa

pengkayaan karotenoid seperti disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Histogram Hubungan Antara Dosis Pengkayaan Karotenoid Terhadap

Pertumbuhan Bobot Larva Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Pada Setiap

Perlakuan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kandungan karotenoid rotifer dan nauplius

artemia tidak berpengaruh nyata(p>0,05) terhadap laju pertumbuhan bobot larva ikan kakap

putih (Lates calacarifer) yang mengkonsumsi pakan hidup. Dalam hal ini pertambahan bobot

larva ikan kakap putih yang diperkaya dengan karotenoid dari dosis 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm

dan 15 ppm menghasilkan pertambahan bobot yang sama.

Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat, namun

tidak semua pakan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan (Fujaya, 2004).

Karotenoid diserap pada usus halus dan membutuhkan lemak untuk memaksimalkan

penyerapannya karena saat dikeluarkan dari makanan akan dimasukkan campuran misalnya

campuran garam empedu dan beberapa jenis lipid/lemak. Setidaknya dibutuhkan 3-5 g lemak

untuk memastikan bahwa karotenoid dapat diserap dengan baik (Prawirokusumo 1991 dalam

Ernawati 2017). Penelitian Yulianti dkk. (2014), bahwa pertumbuhan terjadi apabila ada

kelebihan energi setelah digunakan untuk metabolisme standar yaitu pencernaan serta

a

0.25

a

0.29

a

0.32a

0.26

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

0 5 10 15Per

tum

bu

han

bo

bo

t (g

ram

)

Dosis Karotenoid (ppm)

Page 10: PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

78

78

beraktivitas. Sebaliknya rendahnya pertumbuhan disebabkan oleh kandungan nutrisi nauplius

artemia spp. tanpa pengkayaan (kontrol) tidak dapat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan oleh

larva kakap putih.

Indeks Stres Kumulatif

Ketahanan stres larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) terhadap stres dievaluasi

berdasarkan Formula Indeks stres kumulatif (Cummulatif Stres Index, CSI). Besarnya nilai

indeks stres kumulatif larva kakap putih (Lates calcarifer) yang diperoleh pada percobaan ini

disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Histogram Hubungan Antara Dosis Pengkayaan Karotenoid Terhadap Ketahanan

Stres Larva Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Pada Setiap Perlakuan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan kandungan karotenoid pada

rotifer dan nauplius artemia terhadap tingkat ketahanan stres larva ikan kakap putih (Lates

calcarifer) berpengaruh sangat nyata (p<0,01). Berdasarkan hasil pengamatan terhadap

indeks stres kumulatif pada percobaan penelitian larva ikan kakap putih memiliki ciri ciri

visual seperti berenang tidak aktif baik di permukaan maupun didasar. Berdasarkan diagram

ketahanan stres larva ikan kakap putih tertinggi diperoleh pada perlakuan 10 ppm dan

terendah pada perlakuan (Tanpa pengkayaan).

Ketahanan tubuh yang lebih tinggi terhadap kondisi stres dapat dijadikan acuan

terhadap kondisi maksimum ikan uji, Dalam hal ini larva mempunyai kemampuan beradaptasi

pada kondisi yang buruk misalnya adanya perubahan salinitas mengingat ikan kakap putih

dilihat dari kebiasaan hidupnya mampu bertahan pada kondisi salinitas yang tinggi. Tingginya

tingkat stres larva pada 0 ppm karena tidak adanya suplai karotenoid pada pakan yang

diberikan sehingga sangat mungkin bagi larva mengalami stres karena kurangnya mendapat

asupan nutrisi. Menurut penelitian Xia et al., (2013)Penurunan regulasi gen yang terkait

dengan kekebalan dan respon pertahanan dapat menunjukkan bahwa stres menekan fungsi

a

56.65

b

19.82

b

13.75

c

36.26

0

10

20

30

40

50

60

0 5 10 15

Ket

ahan

an S

tres

(%

)

Dosis karotenoid (ppm)

Page 11: PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

79

79

beberapa gen terkait kekebalan di usus. Penurunan regulasi tersebut dalam metabolisme

menunjukkan bahwa stres menghambat fungsi metabolisme ikan.

Stres dapat mengganggu keseimbangan fisiologis ikan atau homeostasis dengan

mempercepat aliran energi dalam sistem. Dalam keadaan stres biasanya kemungkinan ikan

untuk bertahan hidup sangat kecil karena nafsu makan menurun dan mudah terserang

penyakit. Kalaupun ada ikan yang stres akan mengalami gangguan pada nafsu makan,

pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. (Fujaya&Sudariono, 2015), selanjutnya bahwa

perbedaan konsentransi medium pemeliharaan dan konsentrasi cairan tubuh memaksa ikan

melakukan osmoregulasi untuk mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya akhibat difusi

dan osmose, jika hal tersebut tidak dilakukan akan menyebabkan kematian pada ikan.

Menurut (Pickering 1981 dalam Ernawati 2017), menyatakan bahwa stres merupakan suatu

respon yang terakumulasi akhibat adanya stimulasi eksternal organisme akuatik yang

mempengaruhi respon fisiologis dan internal organisme itu sendiri. Banyak faktor yang

mempengaruhi munculnya stres pada suatu organisme salah satunya adalah tidak

seimbangnya antara energi yang dibutuhkan dengan energi yang tersedia di lingkungannya.

Kualitas Air

Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran beberapa parameter fisika kimia

air media pemeliharaan larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang meliputi suhu, pH,

salinitas, DO, dan amoniak. Suhu selama penelitian berkisar antara 29,60C-30

0C, Derajat

keasaman (pH) berkisar antara 7,83-8,2, Salinitas air berkisar antara 25-26 ppt, Kandungan

oksigen terlarut (DO) berkisar antara 4,85-5,15 mg/L dan kadar amoniak berkisar antara

0,006-0,009 yang di kategorikan masih dalam kisaran normal bagi kehiudupan larva ikan

kakap putih (Lates calcarifer).

Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran beberapa parameter fisika kimia

air media pemeliharaan larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang meliputi suhu, pH,

salinitas, DO, dan amoniak. Kualitas air yang digunakan relatif stabil selama penelitian pada

semua perlakuan, hal tersebut karena menggunakan sistem resirkulasi dengan penambahan

aerator.

Page 12: PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

80

80

PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kandungan karotenoid rotifer dan nauplius

artemia tertinggi 6,545 ppm dan 8,986 ppm dan terendah 0,635 ppm dan 2,150 ppm

menghasilkan dosis optimum karotenoid sebesar 10,65 ppm dan 10,89 ppm yang diperkaya

ẞ-koroten optimal meningkatkan kadar karotenoid dalam tubuh rotifer dan nauplius artemia.

Sintasan tertinggi diperoleh sebesar 73,33% dan terendah 33,33%, pertumbuhan panjang

tertinggi sebesar 1,65 cm/ekor dan terendah 1,17 cm/ekor. Bobot tertinggi sebesar 0,32% dan

terendah 0,25 %. Indeks stres kumulatif tertinggi sebesar 13,75 dan terendah 56,65.

Disarankan agar penggunaan pakan alami berupa rotifer dan nauplius artemiapada larva ikan

kakap putih sebelum digunakan terlebih dahulu diperkaya dengan wortel (Daucus carota)

dosis 10,00 ppm.

DAFTAR PUSTAKA

Chen H.M. & Meyers S.P. (1992). Extraction Of Astaxanthin Pigmen From Crawfish Waste

Using a Soy Oil Press. Journal of Food Sci, 47:892-896.

Effendi M.I. (2002). Biologi perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Ernawati. (2017). Pengaruh Pakan Alami (rotifer dan artemia) Hasil Bioenkapsulasi

Karotenoid Terhadap Kelangsungan Hidup, Laju Pertumbuhan Dan Ketahanan Stres

Larva Ikan Nila Air Payau (Oreochromis niloticus) (Tesis). Makassar: Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Fujaya Y. (2004). Fisiologi ikan. Dasar Pengembangan Teknik Perikanan, Jakarta: Penerbit

PT Rineka Cipta, Anggota IKAPI.168 hlm.

Fujaya Y. & Sudariono A. (2015). Fisiologi Ikan dan Aplikasinya Pada Perikanan.

Jogyakarta-Makassar: Diterbitkan Oleh Pustaka Al-Zikra, 310 hlm.

Hardianti Q., Rusliadi.,& Mulyadi. (2016). Effect of Feeding Made With Different

Composition On Growth and Survival Seeds of Barramundi (Lates calcarifer, Bloch).

Faculty of Fisheries and Marine Sciences. University of Riau, Pekan Baru.

Huisman E.A. (1976). Food Convertion Efficiencies at Maintenance and Production Levels

for Carp Cyprinus Carpio Linn. and Rainbow Trout Salmo Gairdneri Rich. Jurnal

Aquaculture, 9 (2):155-273.

Jaya B., Agustriani F., & Isnaini. (2013). Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan

Hidup Benih Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) dengan Pemberian Pakan Yang

Berbeda. Maspari Jurnal, 5 (1), 56-63.

Khasanah N.R., Raharjda B.S., & Cahyoko Y. (2012). Pengaruh Pengkayaan Artemia spp.

dengan Kombinasi Minyak Kedelai Dan Minyak Ikan Salmon Terhadap Pertumbuhan Dan Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Kepiting Bakau (Scylla paramamosain).

Journal of Marine and Coastal Science, 1(2):125–139.

Mayunar. (1991). Pemijahan Dan Pemeliharaan Larva Ikan Kakap Putih. (Lates calcarifer).

Jurnal Oseana, XVI (4):21–29.

Prayogo H.H., Rostika R., & Nurruhwati I. (2012). Pengkayaan Pakan Yang Mengandung

Maggot Dengan Tepung Kepala Udang Sebagai Sumber Karotenoid Terhadap

Page 13: PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius

81

81

Penampilan Warna Dan Pertumbuhan Benih Rainbow Kurumoi (Melanotaenia

parva). Jurnal Perikanan Dan Kelautan, 3 (3):201-205.

Putra A.E. (2006). Teknik Pembenihan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) (laporan). UD.

Kakap Mandiri Desa Banyupoh Kecamatan Grokgak Kabupaten Buleleng Provinsi

Bali.

Ress J.F., Cure K., Piyatiratitivorakul S., Sorgeloos P., & Manasveta P. (1994). Highly

Unsaturated Fatti Acid Requirements of Panaeus Monodon Postlarvae: An

Experimental Opproach Based on Artemia Enrichment. Jurnal Aquaculture, 122:193-

207.

Sahrio M., Raharjo E.I., & Farida. (2016). Pengaruh Pemberian Jenis Pakan Alami Terhadap

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Tergadak (Barbonymus

schwanenfeldii) (Laporan). Pontianak: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Muhammadiyah.

Salama A.J. (2007). Effects of Stocking Density on Fry Survival and Growth of Asian Sea

Bass (Lates calcarifer). Journal KAU, (18):53-61.

Septiyan R., Rusliadi.,& Putra I. (2017). The Effect of Different Feeding on Growt and Calor

of Guupy Fish (Poecilia reticulata). Laboratory Aquaculture of Technology Fisheries

and Marine Science Faculty Riau University.

Srichanun M., Tantikitti C., Kortner T.M., Krogdah A., & Rutchanee C.R. (2014). Effects of

Different Protein Hydrolysate Products and Levels on Growth, Survival Rate and

Digestive Capacity in Asian Seabass (Lates calcarifer, Bloch) Larvae.Jurnal

Aquaculture DOI, (10):10-16.

Sudariono. (2012). Pengaruh Bioenkapsulasi Karotenoid Wortel Pada Rotifer Dan Artemia

Terhadap Sintasan Larva Kepiting Bakau (Scylla olivacea) Stadia Zoea (Tesis).

Makassar: Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.

Xia H., Liu J.P., Liu F., Lin G., Sun F., Tu R., & Hua Y.G. (2013). Analysis Of Stress-

Responsive Transcriptome In The Intestine of Asian Seabass (Lates calcarifer).

Journal ListDNA Resv, 20(5):20-23.

Yulita E. (2015). Substitusi Chlorella Vulgaris Hasil Isolasi Dari Limbah Cair Industry Karet

Sebagai Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Dinamika Penelitian Industri,

26 (2):131-138.

Yulianti E.S., Henni., Maharani H.W., & Diantari R. (2014). Efektivitas Pemberian

Astaxasanthin dan Peningkatan Kecerahan Warna Ikan Badut (Amphiprion ocellaris).

Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan, Vol.3.