21
ARSITEKTUR ETNIK PENGARUH NILAI RITUAL, RELIGI, DAN KOSMOLOGI PADA ARSITEKTUR DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL TONGKONAN DI TORAJA Sebelum membahas lebih dalam mengenai rumah tradisional Tongkonan maka kita sebaiknya memahami sedikit mengenai apa itu rumah traditional. Rumah menurut Van Romondt (1965, dalam Said,2004) adalah suatu shelter atau tempat berlindung manusia dalam menghadapi cuaca panas, dingin, hujan dan angin. Dahulu, pengertian rumah tinggal adalah sebagai tempat berlindung dari panasnya terik sinar matahari atau serangan binatang buas yang menjadi musuh manusia. Namun sekarang, selain untuk hal tersebut di atas, juga berarti sebagai tempat beristirahat, membina individu/keluarga, tempat bekerja, dan sekaligus juga sebagai lambang sosial. Bagi masyarakat primordial, rumah merupakan tempat berlindung untuk menghindari dari bahaya- bahaya rohani yang mengancam. Sedangkan pengertian rumah tradisional, yaitu suatu bangunan dimana struktur, cara pembuatan, bentuk, fungsi, dan ragam hiasnya mempunyai ciri khas tersendiri, yang diwariskan secara turun-temurun, serta dapat dipakai oleh penduduk daerah setempat untuk melakukan aktifitas kehidupan dengan sebaik-baiknya (Said,2004). Secara umum arsitektur tradisional di Indonesia menarik untuk dikaji, selain karena keunikan juga karena keindahannya. Hal hal terkait pengkajiannya seperti, bentuk konstruksi kolong, menggunakan bahan-bahan yang didapat di lingkungan, di latar belakangi kepercayaan dan budaya, serta mempunyai ciri tersendiri. Salah satu contohnya adalah rumah tradisional

Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Arsitektur Etnik Toraja

Citation preview

Page 1: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

ARSITEKTUR ETNIKPENGARUH NILAI RITUAL, RELIGI, DAN KOSMOLOGI PADA

ARSITEKTUR DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL TONGKONAN DI TORAJA

Sebelum membahas lebih dalam mengenai rumah tradisional Tongkonan maka kita

sebaiknya memahami sedikit mengenai apa itu rumah traditional. Rumah menurut Van

Romondt (1965, dalam Said,2004) adalah suatu shelter atau tempat berlindung manusia

dalam menghadapi cuaca panas, dingin, hujan dan angin. Dahulu, pengertian rumah tinggal

adalah sebagai tempat berlindung dari panasnya terik sinar matahari atau serangan binatang

buas yang menjadi musuh manusia. Namun sekarang, selain untuk hal tersebut di atas, juga

berarti sebagai tempat beristirahat, membina individu/keluarga, tempat bekerja, dan sekaligus

juga sebagai lambang sosial. Bagi masyarakat primordial, rumah merupakan tempat

berlindung untuk menghindari dari bahaya-bahaya rohani yang mengancam. Sedangkan

pengertian rumah tradisional, yaitu suatu bangunan dimana struktur, cara pembuatan, bentuk,

fungsi, dan ragam hiasnya mempunyai ciri khas tersendiri, yang diwariskan secara turun-

temurun, serta dapat dipakai oleh penduduk daerah setempat untuk melakukan aktifitas

kehidupan dengan sebaik-baiknya (Said,2004).

Secara umum arsitektur tradisional di Indonesia menarik untuk dikaji, selain karena

keunikan juga karena keindahannya. Hal hal terkait pengkajiannya seperti, bentuk konstruksi

kolong, menggunakan bahan-bahan yang didapat di lingkungan, di latar belakangi

kepercayaan dan budaya, serta mempunyai ciri tersendiri. Salah satu contohnya adalah rumah

tradisional Tongkonan di Toraja. Suku bangsa Melayu di Toraja merupakan salah satu etnik

di Sulawesi Selatan yang kaya akan adat kebudayaan dimana hal tersebut dinilai sakral dan

unik. Ritual yang dilakukan tentunya disesuaikan dengan pergerakan budaya Suku Toraja

yang dipengaruhi oleh Aluk Todolo. Aluk Todolo yaitu “Aluk”: jalan, aturan, hukum,

keyakinan, agama; dan “Todolo”: leluhur. Aluk Todolo menjadi tali pengikat dan landasan

kesatuan masyarakat Toraja yang sangat kokoh. Kemanapun orang Toraja pergi harus selalu

“kembali” ke kampung halamannya, ke rumah Tongkonan (rumah adat; leluhurnya).

Kata Tongkonan menurut Said (2004:49), berasal dari kata Tongkon yang berarti

'tempat duduk', mendapat akhiran 'an' maka menjadi Tongkonan yang artinya tempat du-duk.

Dahulu Tongkonan adalah pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan

Page 2: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

sosial budaya masyarakat Tana Toraja. Tongkonan tidak bisa dimiliki oleh perseorangan,

melainkan dimiliki secara turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja.

Dengan sifatnya yang demikian, Tongkonan dapat diartikan beberapa fungsi, antara

lain pusat budaya, pusat pembinaan keluarga, pembinaan peraturan keluarga dan

kegotongroyongan, pusat dinamisator, motivator dan stabilisator sosial, sehingga fungsi

Tongkonan tidaklah sekedar sebagi tempat untuk duduk bersama, lebih luas lagi meliputi

segala aspek kehidupan. Apabila mempelajari letak dan upacara-upacara yang dilaksanakan,

melalui simbol-simbolnya akan diketahui bahwa Tongkonan adalah simbol sosial dan simbol

alam raya. Oleh karena itu, orang Toraja sangat men"sakral"kan Tongkonan.

Dalam perancangan arsitektur Tongkonan berikut akan dibahas mengenai kaitannya

dengan religi, ritual dan aspek kosmologi yang menjadi kepercayaan dan diyakini oleh

masyarakat Toraja.

A. RELIGI

Rumah tradisional Toraja yang disebut Tongkonan mempunyai peranan yang

sangat penting karena berhubungan langsung dengan kepercayaan Aluk Todolo. Aluk

Todolo menurut Said (2004:26), berasal dari kata Aluk yang berarti aturan atau upacara

dan Todolo yang artinya leluhur atau nenek moyang. Menurut E. Bernard M. dari Dinas

Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Tana Toraja menjelaskan, bahwa Aluk Todolo

merupakan dasar dari setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat Toraja termasuk adat-

istiadatnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Aluk Todolo merupakan

kepercayaan leluhur yang menjadi dasar dari setiap sendi-sendi kehidupan dan adat-

istiadat masyarakat Toraja.

Oleh karena itu menurut kepercayaan ini, manusia harus menyembah, memuja

dan memuliakan Puang Matua atau Sang Pencipta diwujudkan dalam berbagai bentuk

sikap hidup dan ungkapan ritual. Setelah Puang Matua Menurunkan Aluk kepada Datu

La Ukku sebagai manusia pertama, kemudian memberikan kekuasaan kepada para Deata

atau Dewa untuk menjaga dan memelihara manusia. Oleh karena itu Deata disebut pula

sebagai Pemelihara yang menurut ajaran Aluk Todolo tidak tunggal tetapi di golongan

menjadi tiga yaitu: Deata Langi' (Sang Pemelihara Langit menguasai seluruh isi langit

dan cakrawala), Deata Kapadanganna (Sang Pemelihara Bumi, menguasai semua yang

ada di bumi) dan Deata Tangngana Padang (Sang Pemelihara Tanah, menguasai isi

Page 3: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

bumi). Masing-masing golongan terdiri dari beberapa Deata yang menguasai bagian-

bagian tertentu misalnya gunung, sungai, hutan dan lain-lain (Tangdilinting,1981).

Dalam konteks ini Perwujudan dari kepercayaan secara nyata juga dapat

dijumpai pada bangunan tradisional masyarakat Toraja yaitu Tongkonon, dimana ajaran

Aluk Todolo yang menjadi dasar penataan ruang dalam Tongkonan sekaligus penemuan

perwujudan arsitektural Tongkonan.

Menurut ajaran Aluk Todolo, alam raya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

pertama, “Dunia Atas‟ berada pada tingkat tertinggi, Ulunna langi’ (kepala langit)

tempat bersemayamnya Puang Matua (Tuhan yang maha tinggi), yang menjaga

keseimbangan siang dan malam di dunia dan diasosiasikan dengan ‟matahari‟. Yang

mana merupakan sesuatu yang tidak tergantung pada apapun, disebut allo (siang

hari/terang) dan diidentifikasikan sebagai laki-laki, berada di atas, terang dan baik.

Kedua, ‟Dunia Tengah‟ berada di permukaan bumi tempat manusia menjalani

kehidupan ( padang), dan wajib melaksanakan upacara-upacara persembahan dan

pemujaan dalam tiap fase kehidupannya. Selain itu, dunia ini merupakan tempat

pertemuan antara Dunia Atas dan Dunia Bawah karena itu dikonotasikan sebagai

kerukunan, gotong-royongan, dan yang terpenting mewakili pengertian harmonisasi.

Dalam kepercayaan Aluk Todolo, harmonisasi merupakan keseimbangan susunan alam,

keseimbangan perintah dan larangan (pemali-pemali), yang mengatur keseimbangan

sosial, keseimbangan mobilitas horizontal dan keseimbangan antara Timur, dan Barat,

Utara dan Selatan.

Ketiga, ‟Dunia Bawah‟ berada di bawah air, diidentifikasi sebagai bawahan dan

buruk (neraka). Bagian ini ditopang diatas kepala dewa Pong Tulak Padang yang

mendukung dan memberikan spirit (semangat) pada Tongkonan dan kehidupan manusia

di bumi. Pola pikir tersebut akhirnya diwujudkan secara mikro pada ruang-ruang dalam

Tongkonan.

Pembagian alam raya berdasarkan kepercayaan Aluk Todolo kemudian menjadi

konsep dasar terwujudnya bentukan rumah Tongkonan.

Page 4: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

(Sumber: Said, 2004: 37)

Keterangan gambar:

a. Atap dan bagian muka, terutama bagian berbentuk segitiga dari dinding muka

dinamakan sondong para atau lido puang (wajah dari dewa-dewa),

melambangkan Dunia Atas.

b. Dunia Tengah, dunia dari manusia; bagian muka sebelah utara paling

berhubungan dengan bagian dari matahari terbit (untuk upacara di bagian timur).

c. Dunia bawah: Sama seperti Pong Tulak Padang memegang dunia di atas, jadi

rumah disangga dengan jiwa yang tinggal dalam Bumi (menurut beberapa orang

Toraja, Tulak Padang sendiri yang menyangga rumah)

d. Lubang, yang dibuka pada bagian dalam atap untuk upacara-upacara dari sebelah

timur.

(Sumber: Said, 2004: 68)

Dari pola pikir yang menjadi dasar tersebut, dapat dilihat bahwa Tongkonan

merupakan rumah panggung dengan tiga bagian utama yang merupakan gambaran

kepercayaan Aluk Todolo secara filosofi seperti yang terlihat pada gambar. Selain itu,

bentukan tersebut dibuat secara tidak langsung untuk melindungi penghuninya dari

binatang buas maupun musuh sesuai arti rumah Tongkonan di atas.

B. RITUAL

Page 5: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

Dalam konteks ritual, masyarakat toraja punya cara sendiri dalam penataan ruang

di rumah Tongkonan. Penataan ruang disusun sedemikian rupa untuk mempermudah

pelaksanaan ritual di dalam tongkonan yang terletak pada tata letak penyajian hidangan

yang mengikuti arah Timur-Barat menurut kepercayaan Aluk Todolo. Pada upacara

rambu tuka’, sajiannya dihidangkan di bagian timur sedangkan untuk upacara rambu

solo’, sajiannya dihidangkan di bagian Barat dalam Tongkonan. Berikut penjabaran dari

perwujudan kepercayaan Aluk Todolo pada tiap ruang dalam dari Tongkonan

berdasarkan pada pembagian keempat titik mata-angin seperti yang terlihat pada gambar

berikut ini.

Denah bagian badan Tongkonan (Sumber: Said, 2004)

1. Bagian Utara Tongkonan Disebut Ulunna lino (kepala dunia) atau lindo puang

(wajah raja-raja). Bagian ini dikonotasikan sebagai kepala, bagian depan, atasan,

bagian yang dihormati, dan dianggap sebagai tempat suci tempat bersemayamnya

Puang Matua sekaligus sebagai tempat dewa memasuki rumah. Areal ini terletak

pada bagian depan Tongkonan dan dalam pelaksanaan ritual berfungsi untuk

upacara persembahan dan pemujaan kepada Puang Matua.

2. Bagian Selatan disebut pollo ‘na lino (ekor dunia) dikonotasikan sebagai kaki,

bawahan, ekor, pengikut dan tempat kotor. Di selatan bagi masyarakat Toraja,

terdapat alam Puya tempat roh-roh orang yang telah meninggal dan dijaga oleh Pong

Lalondong. Bagian ini digunakan sebagai tempat ruang tidur bagi anggota keluarga

yang mana posisi kepala menurut kepercayaan mereka harus menghadap ke utara

Page 6: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

untuk memperoleh berkah dari Puang Matua agar terhindar dari segala jenis

penyakit.

3. Bagian Timur tempat terbitnya matahari, rampe mata allo (rampe=sisi;

allo=matahari) dikonotasikan sebagai “kehidupan‟, mewakili kebahagiaan, terang,

kesukaan, dan kegiatan yang menunjang kehidupan-tempat perapian diletakkan.

Fungsi religiusnya sebagai areal pelaksanaan ritual Aluk Rambu Tuka’, tempat

pemujaan Deata-deata (penguasa dan pemelihara bumi) dan terletak pada sisi kanan

ruang dalam Tongkonan.

4. Bagian Barat tempat terbenamnya matahari (rampe matampua), merujuk pada

“kematian‟ dan mewakili unsur gelap, kedukaan, dan semua hal yang mendatangkan

kesusahan. Bagian barat ruang ini secara religius berfungsi sebagai tempat

membaringkan tubuh mayat dengan kepala menghadap ke selatan tempat alam Puya

berada dan tempat upacara pertama orang mati yang dilakukan dalam Tongkonan.

Selain itu, juga berfungsi sebagai tempat pemujaan Tomembali Puang (arwah para

leluhur yang telah menjadi dewa atau biasanya disebut todolo) dalam pelaksanaan

ritual Aluk Rambu Solo’ dan terletak pada sisi kiri ruang dalam Tongkonan.

Bagian Timur dan Barat terletak pada sisi kanan dan kiri dari ruang tengah.

Pembagian antara bagian kanan dan kiri ditandai dengan pata’ (kayu melintang dari

ruang depan ke belakang dan membagi badan rumah secara simetris yang terdapat pada

lantai).

C. KOSMOLOGI

Dalam konsep tradisional Toraja, sebuah rumah tidak hanya memiliki dimensi

fungsional sebagai tempat hunian, tetapi juga sekaligus melalui unsur-unsur bentuk

tertentu menampilkan pandangan mendalam, dimana rumah dianggap sebagai simbol

dari jagad raya/kosmos. Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah

alam semesta berskala besar. Secara khusus, ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan

evolusi dari suatu subjek. Kosmologi dipelajari dalam astronomi, filosofi, dan agama

(sumber: www.wikipedia.com). Kosmologi mencari struktur-struktur dan hukum-hukum

yang paling umum dan mendalam dalam kenyataan duniawi seluruhnya. Kosmologi

misalnya bertanya: dunia itu apa; materi itu apa; kuantitas dan kualitas itu apa;

perubahan itu apa; ruang dan waktu itu apa; penyebaban itu apa. (Baker, 1995 dalam

Said,2004).

Page 7: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

Menurut kepercayaan Aluk Tadolo yaitu Adanya kepercayaan terhadap para

Dewa tersebut terkait dengan pandangan masyarakat Toraja terhadap rumah Tongkonan

yang dimana merupakan “alam kecil‟ (mikrokosmos) dari “alam raya‟ (makrokosmos)

sebagai pandangan kosmologi yang berdasarkan penjabaran tiap bagian maupun

fungsinya sebagai berikut :

1. Bagian Kaki (Kolong) Tongkonan

Dikenal dengan nama sulluk banua karena terbentuk oleh hubungan antara

tiang-tiang dari kayu dengan sulur (roroan). Bagian ini dahulu berfungsi sebagai

tempat mengurung binatang (kerbau dan babi) pada malam hari dan tidak

mempunyai fungsi religius.fungsi Tiang-tiang yang menyangga Tongkonan, terbuat

dari kayu dan berbentuk empat persegi panjang.

Gambar : Denah Lantai Bawah Kolong (Sumber: Said, 2004:61)

Lokasi Tanah Toraja di daerah pegunungan dengan curah hujan yang cukup

tinggi, yaitu 1.500 mm/tahun sampai dengan lebih dari 3.500 mm/tahun

menyebabkan kayu mudah lapuk dan tanah menjadi lunak. Pemikiran demikian

menghasilkan penggunaan pondasi batu alam, yang mana melindungi tiang-tiang

kayu dari air tanah sekaligus mencegah turun-nya bangunan karena lunaknya tanah.

Gambar : Pondasi batu alam pada bagian kaki

Page 8: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

Sumber: Said, 2004:60

Bagian bawah (kolong) rumah bangsawan terdapat tiang utama rumah yang

tidak berfungsi struktural disebut a’riri posi’ (tiang pusar). Pada bagian atas pondasi

tiang-tiang kayu, digunakan sebagai lantai ruang tengah yang secara keseluruhan

terbuat dari kayu tanpa finishing.

2. Bagian Badan Tongkonan,

Bagian ini dikenal dengan nama kale banua, terdiri atas ruang-ruang yang

berjejer dari utara ke selatan dan berbentuk persegi panjang. Ruang pada bagian

badan Tongkonan terbagi atas tiga bagian, yaitu:

a. Ruang bagian depan “Tangdo‟ disebut kale banua menghadap bagian utara.

Tempat penyajian kurban pada upacara persembahan dan pemujaan kepada

Puang Matua.

b. Ruang tengah (Sali) lebih luas dan agak rendah dari ruang lainnya. Terbagi atas

bagian kiri (barat) tempat sajian kurban hewan dalam upacara Aluk Rambu

Solo’ dan bagian kanan (timur) tempat sajian kurban persembahan dalam

upacara Aluk Rambu Tuka’.

c. Ruang belakang (Sumbung) disebut pollo banua (ekor rumah) berada dibagian

selatan, tempat masuknya penyakit.

Gambar : Denah Bagian Badan (Sumber: Said, 2004)

3. Bagian Atap (Atap) Tongkonan

Page 9: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

Atap bangunan Tongkonan terbuat dari bambu yang terpilah menjadi dua dan

disusun saling tumpang tindih. Bentuk atap Tongkonan bagi sebagian masyarakat

Toraja merupakan abstraksi dari bentuk “perahu‟.

Gambar : Transformasi bentuk perahu menjadi atap (Sumber: Said, 2004:58)

Hal ini berdasarkan dugaan adanya ikatan budaya “perahu‟ yang di bawah

oleh leluhur mereka. Selain itu, keterkaitan bentuk atap dengan kepercayaan Aluk

Todolo terdapat pada kepercayaan masyarakat bahwa roh orang yang sudah

meninggal akan menggunakan perahu untuk berlayar ke alam roh (Puya). Dugaan

tersebut diperkuat oleh garis lengkung dari punggung atap Tongkonan yang

mempunyai kesamaan dengan garis lengkung lunas perahu. Adapula beberapa

tokoh masyarakat setempat menginterpretasikan garis dan bentuk atap sebagai

gambaran tanduk kerbau berkaitan dengan kepercayaan mereka pada ‘tedong

garonto’ eanan (kerbau sebagai simbol pokok harta benda).

Page 10: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

Pemikiran kosmologi dan “Aluk Todolo” diekspresikan dalam arsitektur Toraja,

baik dalam tata letak (site plan), orientasi, konstruksi, material bangunan, detail, ornamen

dan aspek-aspek arsitektur lainnya.

Gambar : Analisa Layout Tongkonan

Berdasarkan layout Tongkonan, ruang dalam interior Tongkonan terbagi

menjadi tiga ruangan, yakni ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang. Secara

komposisi arah mata angin, ruang depan merupakan utara, ruang tengah merupakan

arah tengah, yang di dalamnya dimaknai terbagi menjadi dua yaitu barat dan timur,

sedangkan ruang belakang merupakan selatan. Ruang depan atau sumbung berkonotasi

dengan arah utara bermakna sebagai tempat bersemayamnya Puang Matua. Karakter

yang ditunjukkan oleh Puang Matua adalah kekuatan, kesakralan dan relasional

berkelanjutan.

Page 11: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

Pertama, karakter kekuatan dapat dilihat dari denah perkampungan adat

Toraja, Tongkonan dan lumbung saling berhadapan utara-selatan. Puang Matua

berkuasa atas seluruh kehidupan manusia dari tempat kehidupan (Tongkonan) hingga

sumber kehidupan (lumbung). Karakter yang kedua adalah kesakralan. Bagian

utara interior Tongkonan yakni ruang depan atau Sangdo digunakan sebagai tempat

pemujaan kepada Puang Matua. Karakter ketiga adalah relasional berkelanjutan.

Masyarakat Toraja mengucap syukur kepada Puang Matua atas kehidupan dan

keberadaan Tongkonan mereka membangun relasi yang baik dengan Puang Matua

melalui ritual pemujaan.

Gambar : Analisa Potongan Horizontal Tongkonan Galugu Dua

Ruang depan dan ruang belakang terlihat lebih tinggi dari ruang tengah.

Level ketinggian ruang depan dan belakang. adalah 40 cm dari ruang tengah

terlihat pada gambar. Ruang belakang berkonotasi dengan arah selatan yang dihuni

oleh Pong Tulakpadang, yang melambangkan penjaga pilar dunia bawah Ruang

belakang dikonotasikan sebagai: kaki, bawahan, ekor, penyakit, dan tempat kotor

(Said. 2004, hal.32). Tugas Pong Tulak padang adalah menjaga keseimbangan dunia

bawah, dengan harapan bahwa manusia bisa menjalankan proses kehidupan di dunia

tengah (bumi) tanpa gangguan apapun. Karakter yang ditonjolkan oleh Pong Tulak

padang ialah keamanan dan keseimbangan hidup. Keamanan maksudnya adalah

rasa aman bagi orang Toraja, ruang belakang atau sumbung ditinggali hanya ibu dan

anak perempuan. Sumbung Juga berfungsi untuk menyimpan barang berharga

(Said75). Sedangkan keseimbangan hidup dalam artian bahwa orang Toraja harus

menyeimbangkan kehidupannya antara kehidupan fisiknya di dunia ini dan

Page 12: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

kehidupan spiritual, sebagaimana Pong Tulakpadang menjaga keseimbangan dunia

bawah agar kehidupan manusia bisa berjalan dengan baik.

Arah timur pada Tongkonan bermakna bahagia, karena dianggap sebagai

“kehidupan‟, sebaliknya arah barat malah dikonotasikan sebagai “kematian‟ (Said 33).

Secara makna Tongkonan terbagi menjadi dua sisi pada area tengah, yaitu sisi

timur dan sisi barat.

Gambar: Hubungan Kekerabatan Tongkonan

Secara kualitas, arah timur mewakili: kebahagiaan, terang, kesukaan, dan

sumber kehidupan (Said33). Sisi timur diidentifikasi sebagai tempat terbitnya

matahari, ritual upacara kehidupan aluk rambu tuka sering juga disebut aluk rampe

mata allo (rampe= sisi; allo= matahari). Rambu Tuka secara hurufiah berarti asap,

persembahan yang naik (Laporan Studi Ekskursi 81), sedangkan menurut Kobong,

pengertian dari aluk rambu tuka adalah asap yang naik, artinya asap persembahan

itu naik ke langit sebelum matahari mencapai zenith (Kobong54).

Page 13: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

Gambar: Analisa Potongan Vertikal Tongkonan.

Berdasarkan potongan vertikal Tongkonan seperti gambar diatas, posisi

matahari sebelum mencapai puncak itu artinya adalah waktu pagi hari sampai tengah

hari, sebelum pukul 12.00. Proses matahari terbit hingga sampai di puncak, memiliki

konotasi sama dengan proses upacara aluk rambu tuka yakni pergerakan asap yang

perlahanlahan naik sampai poros bumi. Pergerakan itulah yang melambangkan

proses kelahiran dan proses kehidupan manusia bagi masyarakat Toraja (Duli,

Hasanuddin 22) Sejak lahir orang Toraja didoakan segera bertmbuh dewasa dan

bijaksana (Kobong,31).

Arah yang terakhir ialah barat (matampu). Sisi ini identik dengan matahari

terbenam, melambangkan “kematian‟, secara kualitas mewakili unsur gelap, kedukaan,

dan semua hal yang mendatangkan kesusahan (Said33). Aluk rambu solo ialah

upacara kematian, secara hurufiah berarti ketentuan-ketentuan untuk asap yang

menurun, yang artinya adalah ritus-ritus persembahan (asap) untuk orang mati,

yang dilaksanakan sesudah pukul 12.00 (tengah hari), ketika matahari mulai

bergerak turun perlahan-lahan hingga terbenamnya, yang melambangkan proses

kehidupan menuju kematian (Duli, Hasanuddin 23). Aluk rambu solo juga disebut

sebagai aluk rampe matampu, yang berarti ritus-ritus yang diadakan di sebelah

barat, karena sesudah pukul 12.00 matahari berada di sebelah barat. Oleh karena

itulah ritus-ritus persembahan upacara kematian (aluk rambu solo) dilaksanakan di

sebelah barat atau barat daya Tongkonan (Kobong49).

Bagian utara-selatan berbicara mengenai adanya dua pihak yang saling

bertentangan, yaitu sakral, dan penyakit. Ruang depan (sangdo) yang seharusnya sakral

Page 14: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

justru kosong tanpa alat ritual penyembahan, sedangkan ruang belakang (sumbung)

yang dianggap penyakit justru tidak dihindari, malah digunakan sebagai ruang

tidur perempuan, harta-harta keluarga juga disimpan di sumbung. Sementara itu bagian

timur-barat membahas mengenai permasalahan inti dari sebuah kehidupan di dunia

ini, yaitu proses kelahiran dan proses kematian. Perbedaan itu tujuannya untuk

menegaskan mana batasan etika kehidupan dan mana batasan kerohanian dalam

Tongkonan.

Page 15: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

KESIMPULAS

Dari beberapa penjabaran mengenai bangunan rumah Tongkonan dapat

disimpulkan bahwa organisasi ruang rumah Tongkonan memperlihatkan hubungan tiap

ruang yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan ruang tengah

(sali) sebagai pusat kegiatan. Organisasi ruang Tongkonan memperlihatkan Zoning dan

Grouping yang pengaturannya disesuaikan dengan kosmologi kepercayaan orang Toraja

yaitu Aluk Todolo. Pengorganisasian ruang mengambarkan pembagian tiga dunia yang

mana ruang depan (Tangdo) gambaran Dunia Atas secara filosofis, ruang tengah (Sali)

gambaran dari Dunia Tengah dan ruang belakang (Sumbung) menggambarkan Dunia

Bawah. Selain itu, pengorganisasian ruang yang sederhana tersebut memperlihatkan

secara langsung bahwa kegiatan penghuni sebagian besar dilakukan di luar rumah.

Selanjutnya pembagian ruang Tongkonan disesuaikan dengan empat arah mata angin

menurut kosmologi kepercayaan Aluk Todolo. Pembagian ruang ini dimaksudkan untuk

mempermudah peletakan persembahan pada saat pelaksanaan upacara adat yang

merupakan tradisi masyarakat Toraja

Page 16: Pengaruh Nilai Ritual, Religi, Dan Kosmologi Pada Arsitektur Dan Interior Rumah Tradisional Tongkonan Di Toraja

DAFTAR PUSTAKA

Said, Abdul Azis. 2004.Toraja Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional.Yogyakarta: Ombak

Yogyakarta. Mahasiswa Program Studi Arsitektur Universitas Kristen Petra. Laporan Studi Ekskursi’ 81 Sulawesi SelataN, Surabaya. 1981

Sutedjo, S.B., 1997, Pencerminan Nilai Budaya dalam Arsitektur di Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta

Tangdilinting, L.T., 1981, Toraja dan Kebudayaannya, Yayasan Lepongan Bulan, Tana Toraja.

Sumber website :

http://dimensi.petra.ac.id/index.php/ars/article/viewFile/15746/15738

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=32382&val=2301

http://studentjournal.petra.ac.id/index.php/desain-interior/article/viewFile/2279/2066

http://www.academia.edu/6581152/TRANSFORMASI_TATANAN_RUANG_DAN_BEN UK_PADA_INTERIOR_TONGKONAN_DI_TANA_TORAJA_SULAWESI_SELATAN