Upload
voliem
View
223
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
2
1. Pendahuluan
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sebagai proses
pembelajaran disekolah sudah sangat banyak. Hal ini juga dilakukan oleh pihak
SMP Negeri 2 Salatiga. Guru dan siswa sudah banyak yang menggunakan
kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi sebagai proses belajar. Namun
meski begitu masih banyak permasalahan yang muncul. Hasil observasi yang
telah dilakukan di SMP Negeri 2 Salatiga pada tanggal 7 dan 8 Januari 2014,
ditemukan permasalahan yaitu banyak hasil belajar siswa yang masih rendah yaitu
dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu <75. Dengan rata–rata nilai
ulangannya adalah 60.
Sejalan dengan hasil observasi yang diperoleh, rendahnya hasil belajar
siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu yang berasal dalam diri (intern) dan yang
berasal dari luar diri (ekstern) [1]. Hasil obervasi yang telah dilakukan, yang
menyebabkan hasil belajar siswa–siswi di SMP Negeri 2 rendah diantaranya
adalah penggunaan teknologi yang kurang maksimal sesuai waktu dan tempatnya,
misalnya penggunaan komputer laboratorium untuk mengakses jejaring sosial
atau situs–situs yang tidak berhubungan dengan materi yang diajarkan. Kemudian
jenuhnya siswa terhadap pelajaran maupun pembelajaran yang guru berikan, serta
model/cara mengajar guru yang membosankan dan monoton. Kejenuhan siswa
dan model/cara guru mengajar merupakan hubungan sebab akibat yang menjadi
faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa rendah.
Faktor–faktor yang ditemukan dilapangan, akan sangat berpengaruh besar
terhadap siswa–siswi. Apabila faktor–faktor tersebut berlangsung secara terus–
menerus, maka yang selanjutnya terjadi akan berakibat pada hasil belajar siswa.
Maka dari itu diperlukan adanya sebuah model pembelajaran yang
menyenangkan, menarik, meningkatkan kreativitas, mudah diterima siswa dan
tentunya sesuai dengan perkembangan zaman yang ada, agar prestasi atau hasil
belajar akan siswa meningkat dan membanggakan. Oleh karena itu manfaat
teknologi yang ada tidak sia–sia dan digunakan dengan semaksimal mungkin.
Salah satu model pembelajaran yang memanfaatkan perkembangan teknologi
informasi yang ada, adalah dengan menggunakan digital storytelling.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, sudah banyak dari siswa–
siswi mengerti dan paham dalam membuat video. Penggunaan model
pembelajaran yang menggunakan video digital storytelling khususnya pada mata
pelajaran TIK kelas IX pada pokok bahasan Penerapan Aplikasi Internet belum
dilakukan, maka dari itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan
media pembelajaran tersebut terhadap hasil belajar mata pelajaran TIK siswa
kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga. Penelitian ini dilakukan sejalan dengan tujuan
penelitian yang ingin dicapai, yaitu untuk mengetahui pembelajaran dengan media
digital storytelling ini apakah dapat meningkatkan hasil belajar siswa terutama
untuk siswa kelas IX D SMP Negeri 2 Salatiga.
2. Kajian Pustaka
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah dijabarkan,
maka berikut merupakan kajian pustaka yang digunakan dalam penelitian ini.
Kajian pustaka yang digunakan meliputi penelitian sebelumnya yang relevan,
model pembelajaran, media pembelajaran, video pembelajaran, digital storytelling
dan hasil belajar. Penjabaran mengenai kajian pustaka yang melandasi penelitian
yang dilakukan, dijelaskan berikut dibawah ini.
Penelitian terdahulu tentang storytelling menunjukkan bahwa hasil tes yang
dilakukan pada saat penelitian menunjukkan bahwa cerita–cerita yang dikerjakan
oleh kelompok eksperimen lebih menarik, karena mereka menggunakan sejumlah
kata, kata–kata transisi, rumusan, dan akhir cerita yang digunakan, kosakata yang
digunakan, terorganisirnya cerita yang dibuat, imajinasi–imajinasi dan urutan
cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis. Hasil lainnya dari
penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa tulisan–tulisan oleh kelompok
eksperimen mendapatkan hasil yang lebih baik daripada kelompok kontrol, karena
cerita–ceritaya lebih imajinatif dan memiliki struktur kalimat yang berurutan [2].
Penelitian terdahulu lainnya mengenai digital storytelling, yaitu subjek yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah dosen dan mahasiswa. Hasil dari penelitian
ini menghasilkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan digital storytelling
akan memperoleh berbagai keuntungan. Keuntungan–keuntungan tersebut
diantaranya adalah dengan menggunakan metode ini, tidak memerlukan
pengeluaran yang banyak, dengan menggunakan digital storytelling ini dapat
meningkatkan motivasi, kreativitas dan pemikiran kritis dosen dan mahasiswa
yang menjadi objek penelitiannya [3].
Model pembelajaran merupakan suatu kerangka yang digunakan dalam
pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu [4]. Model pembelajaran dapat
dipahami sebagai suatu desain yang melukiskan pengalaman belajar dan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan digunakan sebagai
pedoman bagi perencanaan pengajaran guru dalam melaksanakan aktivitas
pembelajaran [5]. Definisi lain tentang model pembelajaran menyatakan bahwa
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar [6]. Beberapa definisi tentang model pembelajaran yang telah dijabarkan
merupakan definisi dari beberapa ahli. Kajian pustaka mengenai model
pembelajaran yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli tersebut dapat ditarik
sebuah kesimpulan akhir. Model pembelajaran adalah suatu desain/kerangka
konseptual yang disusun dengan sistematis dan digunakan sebagai pedoman
pengajaran guru/pendidik dalam proses belajar mengajar sehingga tercipta sebuah
pengalaman belajar yang terorganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi yaitu guru
(komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, siswa (komunikan), dan
tujuan pembelajaran. Selain itu definisi dari media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran),
sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam
kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar [7]. Definisi lain tentang media
pembelajaran menyatakan bahwa media pembelajaran adalah media yang
digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar
serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa)
[8]. Beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh kedua ahli diatas, dapat
ditarik kesimpulan akhir. Media pembelajaran merupakan alat bantu
guru/pendidik yang dapat digunakan untuk menyalurkan dan memudahkan
penyampaian materi/pesan pembelajaran serta sebagai stimulus untuk merangsang
pikiran, perasaan dan kemauan siswa–siswi dalam pembelajaran sehingga apa
yang menjadi tujuan dari pengajaran akan tercapai. Kesimpulan ini merupakan
definisi yang diambil dari kedua pendapat tentang media pembelajaran yang telah
dijabarkan oleh ahli.
Video pembelajaran merupakan media pembelajaran yang bersifat
interaktif-tutorial [9]. Tinjauan lain menyatakan bahwa video pembelajaran yang
hanya memiliki durasi beberapa menit menyediakan fleksibilitas maksimum bagi
guru dan meningkatkan pembelajaran secara spesifik terkait dengan kebutuhan
siswa. Video pembelajaran mencakup empat ranah pengajaran, yaitu ranah
kognitif, ranah afektif, ranah kemampuan motorik dan ranah kemampuan
interpersonal. Terdapat banyak jenis video pembelajaran, dua diantaranya yaitu
(1) penceritaan kisah lewat video, (2) animasi. Penceritaan kisah lewat video
memungkinkan siswa–siswi untuk kreatif mengembangkan kemampuan mereka
memahami visual, kemampuan menulis dan kemampuan memproduksi video
serta menjadi sarana siswa untuk menyampaikan gagasan melalui sebuah kisah.
Untuk jenis video pembelajaran animasi, pada dasarnya video pembelajaran
animasi ini dibuat dari serangkaian foto, gambar, atau gambar komputer dari
pemindahan–pemindahan kecil dari benda atau gambar [10]. Kesimpulan yang
dapat diambil dari kedua pendapat ini adalah video pembelajaran merupakan
sebuah tutorial yang interaktif dalam membantu siswa untuk memahami sebuah
materi pembelajaran dan disajikan secara audio visual yang mencakup ranah
kognitif, afektif, kemampuan motorik dan kemampuan interpersonal.
Beberapa ahli menyatakan pendapatnya mengenai definisi digital
storytelling. Sebelum membahas mengenai digital storytelling, hal yang harus
diketahui adalah definisi mengenai storytelling itu sendiri. Storytelling is a
natural component of society and culture. Story is based in language and
delivered by the tools of the day. The tool may once have been a rock used to etch
pictures onto another rock; it may have been a quill or a fountain pen, a printing
press, a television screen, or a movie reel [11]. Kemudian, ahli lain yang
menyatakan definisinya mengenai digital storyttelling menyatakan bahwa digital
storytelling adalah ekspresi modern dari seni kuno dalam bercerita. Kekuatan
digital storytelling terletak pada menggabungkan gambar, musik, narasi dan suara
bersama–sama, sehingga memberikan dimensi dalam dan warna hidup untuk
karakter, situasi, pengalaman dan wawasan [12]. Pendapat lain yang menjabarkan
definisinya mengenai digital storytelling berpendapat bahwa digital storytelling
sebuah aplikasi teknologi yang memiliki posisi yang baik dalam memberikan
kontribusi yang menguntungkan untuk pengguna dan membantu guru mengatasi
beberapa hambatan untuk produktif dalam menggunakan teknologi di dalam kelas
mereka [13]. Kajian lain mengenai digital storytelling bahwa digital storytelling
adalah ekspresi modern dari seni kuno bercerita. Sepanjang sejarah, cerita telah
digunakan untuk berbagi pengetahuan, kebijaksanaan dan nilai–nilai. Penyesuaian
media yang digunakan untuk bercerita diawali dari lingkaran api unggun sebagai
layar dan kemudian menjadi layar komputer [14]. Digital storytelling merupakan
salah satu media pembelajaran yang mencoba menggabungkan beberapa
keterampilan yaitu keterampilan berbicara, keterampilan menulis, keterampilan
mendengarkan dan keterampilan mengoperasikan program yang memanfaatkan
perkembangan ICT. Media digital storytelling merupakan salah satu jenis media
pembelajaran yang menggabungkan aspek visualisasi gambar dan efek suara [15].
Beberapa definisi yang telah dijabarkan oleh ahli tentang storytelling dan digital
storytelling dapat ditarik sebuah kesimpulan. Digital storytellling merupakan
teknik menggabungkan keterampilan bercerita dan kemajuan teknologi aplikasi
digital dengan menyisipkan gambar, suara, narasi, musik secara bersamaan
sehingga materi dapat tersampaikan dengan baik dan tidak membosankan.
Hasil belajar disebut juga dengan prestasi belajar. Hasil belajar merupakan
suatu proses dimana suatu organisme mengalami perubahan perilaku karena
adanya pengalaman dan proses belajar telah terjadi jika didalam diri anak telah
terjadi perubahan, perubahan tersebut diperoleh dari pengalaman sebagai interaksi
dengan lingkungan [16]. Selain itu pendapat lain mengenai hasil belajar adalah
angka yang diperoleh siswa yang telah berhasil menuntaskan konsep–konsep mata
pelajaran sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan
sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Terdapat tiga ranah dalam
mengklasifikasikan hasil belajar, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik
[17]. Pendapat lainnya yang mengungkapkan tentang hasil belajar, bahwa terdapat
tiga ranah hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Pada aspek
kognitif, Bloom menyebutkan tujuh tingkatan yaitu (1) Pengetahuan, (2)
Pemahaman, (3) Pengertian, (4) Aplikasi, (5) Analisa, (6) Sintesa dan (7) Evaluasi
[18]. Pendapat–pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan angka yang diperoleh siswa dari
penguasaan pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan dimana suatu
organisme/siswa mengalami perubahan perilaku yang lebih baik bila dibanding
saat sebelum belajar.
3. Metode Penelitian
Pada sebuah penelitian, diperlukan sebuah metode penelitian untuk
membantu menyelesaikan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah quasy experimental design. Quasy
experimental design adalah sebuah metode penelitian yang menggunakan dua
kelas, yakni kelas kontrol dan kelas experimen. Desain penelitian pada ekperimen
ini mengambil subjek secara acak dari populasi. Tujuannya adalah untuk
mengetahui hubungan sebab akibat dengan cara dikenai perlakuan pada kelompok
eksperimen dan membandingkannya dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai
perlakuan/kelompok kontrol.
Alasan menggunakan metode penelitian quasy experimental design adalah
untuk mengetahui apakah pembelajaran yang menggunakan digital storytelling
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran TIK di SMP Negeri 2
Salatiga. Tipe quasy experimental design yang digunakan dalam penelitian ini
adalah “Pretest–Posttest Control Group Design”. Sampel pada penelitian ini
menggunakan kelas IX D sebagai kelas eksperimen dengan model pembelajaran
yang menggunakan digital storytelling dan kelas IX B sebagai kelas kontrol yang
menggunakan model pembelajaran konvensional. Masing–masing sampel
memiliki jumlah siswa–siswi yang sama, yaitu 28 siswa.
Tahapan dalam penelitian ini menggunakan pengembangan model
pembelajaran Dick and Carey [19]. Lima tahapan utama yang dijabarkan oleh
Dick and Carey antara lain tahap analisis kebutuhan, tahap desain strategi
instruksional, tahap pengembangan, tahap implementasi dan tahap evaluasi.
Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah media pembelajaran digital storytelling
dan yang menjadi variabel terikat adalah hasil belajar siswa. Teknik pengumpulan
data yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan angket yang
berfungsi untuk mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran yang
telah dilakukan, observasi untuk mengamati tingkah laku siswa–siswi maupun
guru selama proses pembelajaran sedang berlangsung, studi dokumentasi dengan
mengumpulkan data dan informasi dari Silabus dan RPP serta dari buku–buku
literature, referensi, e-book, internet, jurnal serta skripsi yang berkaitan dengan
penelitian. Selanjutnya yang menjadi instrumen penelitian dalam penelitian ini
adalah menggunakan pretest dan posttest.
Pretest diberikan sebelum pemberian perlakuan pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol dengan maksud untuk mengetahui kondisi awal sebelum pemberian
perlakuan. Setelah pretest dilakukan selanjutnya adalah pemberian treatment atau
perlakuan untuk kelas eksperimen yang menggunakan digital storytelling dan
kelas kontrol dengan model pembelajaran yang setiap hari dilakukan. Data yang
dianalisis adalah data nilai pretest dan posttest. Untuk menguji data penelitian ini,
langkah pertama adalah menguji normalitas, kedua homogenitas, ketiga uji
hipotesis. Uji normalitas dalam penelitian ini perlu dilakukan untuk mengkaji
normal atau tidaknya sebaran data penelitiannya. Uji normalitas dalam penelitian
ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov (|FT – FS|). Penghitungan uji normalitas
ini menggunakan software statistik.
Uji normalitas dilakukan dengan membandingkan nilai |FT – FS|
(Kolmogorov-Smirnov) terbesar dengan nilai tabel Kolmogorov-Smirnov untuk
taraf signifikansi 5%. Jika nilai |FT – FS| terbesar kurang dari nilai tabel
Kolmogorov-Smirnov, maka data tidak berdistribusi normal. Namun jika nilai |FT
– FS| terbesar lebih dari nilai tabel Kolmogorov-Smirnov, maka data terdistribusi
normal. Tahapan selanjutnya adalah menguji homogenitas data nilai pretest dan
posttest. Tujuannya adalah untuk mengetahui keseimbangan varians nilai pretest
dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kemudian membandingkan nilai
Fhitung dengan Ftabel. Jika Fhitung lebih dari atau sama dengan Ftabel, berarti varians
tidak homogen. Tetapi jika Fhitung kurang dari atau sama dengan Ftabel, berarti
memiliki varians homogen.
Apabila data nilai pretest dan posttest yang telah diuji terbukti berdistribusi
normal dan memiliki varians yang homogen, maka tahap selanjutnya adalah
menguji hipotesis. Pengujian hipotesis ini menggunakan pengujian perbedaan
rata–rata dua sampel tidak berhubungan (Independent-Sample T-Test). Pengujian
ini juga menggunakan software statistik. Pengujian dilakukan mula–mula
menghitung nilai thitung. Setelah nilai thitung diketahui, kemudian dibandingkan
dengan nilai ttabel. Tingkat signifikansi pada penelitian ini adalah 5% (0,05)
dengan kriteria pengujiannya adalah jika thitung kurang dari ttabel atau –thitung lebih
dari -ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Namun jika thitung lebih dari ttabel atau
–thitung kurang dari -ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Penelitian yang telah dilakukan, data yang dibutuhkan untuk diproses dan
diuji dikumpulkan untuk menjawab hipotesis penelitian yang telah dikemukakan.
Langkah pengujian diawali dengan menguji normalitas, homogenitas dan yang
terakhir adalah menguji hipotesis. Sebelum menguji normalitas, homogenitas, dan
hipotesis, terlebih dahulu mendeskripsikan data hasil pretest dan posttest untuk
dicari nilai mean, median, mode, standar deviasi, nilai minimum dan nilai
maksimum pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pengujian dilakukan dengan bantuan software statistik. Berikut tabel hasil
uji coba nilai pretest kelas kontrol dan kelas eksperimen yang telah diuji untuk
mendeskripsikan data yang diperoleh:
Tabel 1 Tabel Uji Deskripsi Nilai Pretest kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
No. Paramenter Eksperimen Kontrol
1
2
3
4
5
6
Mean
Median
Mode
Std. Deviasi
Nilai Minimum
Nilai Maksimum
51,93
53,00
47
10,353
33
73
61,00
60,00
47
13,819
40
80
Dapat dilihat pada tabel 1, dapat dideskripsikan bahwa data pretest kelas
eksperimen dan kelas kontrol, didapati rerata kelas eksperimen sebesar 51,93
dimana nilai ini lebih kecil dari pada rerata kelas kontrol yang mendapatkan angka
sebesar 61,00. Pada tabel juga terlihat bahwa nilai minimum pada kelas
eksperimen adalah 33, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 40. Untuk nilai
maksimum pada kelas eksperimen hanya berada pada angka tertinggi 73, nilai ini
masih dibawah nilai maksimum kelas kontrol.
Selanjutnya adalah mengolah data posttest kelas eksperimen dan kelas
kontrol untuk dapat dideskripsikan data–data yang dibutuhkan sebelum menguji
normalitas dan homogenitas. Berikut merupakan tabel hasil pengujian yang
diperoleh dengan menggunakan bantuan software statistik.
Tabel 2 Tabel Uji Deskripsi Nilai Posttest kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
No. Paramenter Eksperimen Kontrol
1
2
3
4
5
6
Mean
Median
Mode
Std. Deviasi
Nilai Minimum
Nilai Maksimum
79,25
80,00
73
7,189
67
93
70,89
73,00
73
8,962
53
87
Setelah diberikan treatment atau perlakuan pada kelas eksperimen dan
diberikan posttest dengan soal yang sama saat mengerjakan soal prestest, maka
dilakukan deskripsi data dengan bantuan software statistik. Pada tabel deskripsi
data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh nilai rerata kelas
eksperimen sebesar 79,25. Angka ini lebih tinggi dari pada rerata kelas
eksperimen pada saat diberikan pretest. Selain itu, angka ini juga lebih besar dari
pada posttest kelas kontrol yang hanya memiliki rerata 70,89. Pada nilai minimum
yang diperoleh kelas eksperimen setelah dilakukan treatment adalah sebesar 67.
Nilai ini juga lebih tinggi dari pada sebelum diberikan treatment serta lebih tinggi
dari pada nilai minimum pada kelas kontrol yang hanya memperoleh 53.
Sedangkan untuk nilai maksimum pada kelas eksperimen, dapat dilihat bahwa
terdapat kenaikan nilai sebesar 20, dari yang semula hanya 73 menjadi 93 setelah
dilakukan treatment. Angka ini juga lebih besar dari pada nilai maksimum yang
diperoleh kelas kontrol yang hanya mendapatkan sebesar 87.
Setelah deskripsi data pretest dan posttest dilakukan dan mendapatkan hasil
yang dibutuhkan, maka langkah berikutnya adalah menguji normalitas data pretest
data posttest. Perhitungan uji normalitas dilakukan dengan menggunakan software
SPSS 19.0. Uji normalitas dikatakan normal jika nilai signifikansi lebih dari 0,05
dan dikatakan tidak normal apabila nilai signifikansi kurang dari 0,05. Berikut ini
tabel hasil uji normalitas pada nilai pretest dan posttest kelas eksperimen dan
kelas kontrol.
Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Pretest
Hasil pengujian
Hasil belajar
pretest
(eksperimen)
Hasil belajar
pretest (kontrol)
N 28 28
Normal
Parameters
Mean 51,93 61,00
Std. Deviation 10,353 13,819
Nilai | FT – FS | terbesar 0,916 0,878
Asymp.Sig.(2-tailed) 0,371 0,424
Test distribution is Normal.
Pada tabel 3 hasil uji normalitas untuk nilai pretest kelas eksperimen dan
kelas kontrol dapat diketahui bahwa data berdistribusi normal. Hal ini dapat
diketahui dari perincian hasil yang diperoleh pada data nilai pretest kelas
eksperimen dan data nilai pretest kelas kontrol. Pada data nilai pretest kelas
eksperimen diketahui bahwa nilai Asymp.Sig. (2-tailed) lebih besar dari
signifikansi 0,05 yaitu 0,371 > 0,05, dengan nilai | FT – FS | lebih besar dari 0,225
yaitu 0,916 > 0,225. Selanjutnya untuk hasil yang diperoleh pada data nilai pretest
kelas kontrol bahwa nilai Asymp.Sig.(2-tailed) lebih besar dari signifikansi 0,05
yaitu 0,424 > 0,05, dengan nilai | FT – FS | lebih besar dari 0,225 yaitu 0,878 >
0,225.
Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Posttest
Hasil pengujian
Hasil belajar
posttest
(eksperimen)
Hasil belajar
posttest (kontrol)
N 28 28
Normal
Parameters
Mean 79,25 70,89
Std. Deviation 7,189 8,962
Nilai | FT – FS | terbesar 1,061 1,059
Asymp.Sig.(2-tailed) 0,210 0,212
Test distribution is Normal.
Pada tabel 4 hasil uji normalitas untuk nilai posttest kelas eksperimen dan
kelas kontrol, dapat diketahui bahwa data berdistribusi normal. Hal ini dapat
diketahui dari perincian hasil yang diperoleh pada data nilai posttest kelas
eksperimen dan data nilai posttest kelas kontrol. Pada data nilai posttest kelas
eksperimen diketahui bahwa nilai Asymp.Sig. (2-tailed) lebih besar dari
signifikansi 0,05 yaitu 0,210 > 0,05, dengan nilai | FT – FS | lebih besar dari 0,225
yaitu 1,061 > 0,225. Selanjutnya untuk hasil yang diperoleh pada data nilai
posttest kelas kontrol bahwa nilai Asymp.Sig. (2-tailed) lebih besar dari
signifikansi 0,05 yaitu 0,221 > 0,05, dengan nilai | FT – FS | lebih besar dari 0,225
yaitu 1,059 > 0,225.
Hasil yang telah diperoleh dari uji normalitas, dapat ditarik sebuah
kesimpulan. Uji normalitas yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
normalitas datanya, dapat disimpulkan bahwa kedua data yang telah diuji yaitu
data nilai pretest dan posttest berdistribusi normal. Langkah selanjutnya setelah
melakukan uji normalitas adalah melakukan uji homogenitas.
Langkah sebelumnya yaitu uji normalitas yang telah dilakukan, dan hasil
yang didapat adalah data berdistribusi normal, maka selanjutnya adalah menguji
homogenitas data. Uji homogenitas dilakukan dengan bantuan program software
statistik, dihasilkan skor yang menunjukkan varians homogen. Syarat agar varians
dikatakan homogen apabila signifikansi lebih dari 0,05. Berikut tabel pengujian
homogenitas yang telah dilakukan:
Tabel 5 Tabel Homogenitas Model Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Test of Homogeneity of Variances
Nilai
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1,018 1 54 ,317
Berdasarkan hasil pengujian homogenitas varians nilai posttest dengan
model pembelajaran yang menggunakan media digital storytelling dan model
pembelajaran konvensional dengan bantuan software statistik dalam penelitian ini,
menunjukkan bahwa kedua data tersebut mempunyai varians yang homogen.
Karena diketahui bahwa nilai signifikansi lebih dari 5% (p > 0,05). Hasil
pengujian menunjukkan bahwa Sig. 0,317 > 0,05.
Selanjutnya dapat diketahui pula apabila fhitung kurang dari ftabel pada taraf
signifikansi 5%, maka data dikatakan homogen. Hasil penelitian uji homogenitas
ini menunjukkan bahwa nilai fhitung kurang dari harga ftabel. Angka yang diperoleh
dari hasil uji homogenitas ini adalah fhitung (1,018) kurang dari ftabel (4,02). Jadi,
data tersebut telah memenuhi syarat untuk dianalisis.
Setelah melalui tahap uji normalitas dan uji homogenitas maka pengujian
data yang terakhir adalah menguji hipotesis. Uji hipotesis dilakukan apabila data
sudah lolos uji normalitas dan uji homogenitas. Pengujian yang sebelumnya telah
dilakukan, didapatkan hasil yang menyatakan bahwa data berdistribusi normal dan
memiliki varians yang homogen. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan
software statistik. Pengujian hipotesis ini menggunakan Independent-Sampel T-
Test. Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0: Tidak ada perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran dengan
media digital storytelling dengan model pembelajaran konvensional dalam
memahami materi Penerapan Aplikasi Internet kelas IX SMP.
H1: Ada perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran dengan media
digital storytelling dengan model pembelajaran konvensional dalam
memahami materi Penerapan Aplikasi Internet kelas IX SMP
Pengujian hipotesis yang telah dilakukan, diperoleh hasil yang dirangkum
pada tabel 6 hasil uji hipotesis berikut ini:
Tabel 6 Tabel Hasil Uji-t (t-test)
Variabel
yang diuji
Identifikasi
variansi
data
t-test for Equality of Means
thitung ttabel dk
(df)
Sig. (2-tailed) Mean
Difference
Hasil
Belajar
Kelas
Experimen
dan Kelas
Kontrol
(Posttest)
Equal
variances
assumed
3,849 2,00488 54 0,000 8,357
Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa nilai thitung > ttabel maka H1 diterima
dan H0 ditolak. Nilai thitung adalah 3,849 yang artinya thitung > ttabel (2,00488)
sehingga H1 diterima ada perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran yang
menggunakan media digital storytelling dengan model pembelajaran yang
menggunakan model ceramah (konvensional) dalam memahami materi Penerapan
Aplikasi Internet kelas IX SMP.
Selain itu pada tabel 6 dapat pula dilihat dari rerata nilai posttest kelas
eksperimen yaitu 79,25 lebih besar dari rerata nilai posttest kelas kontrol yaitu
70,89 dengan selisih rerata keduanya adalah 8,357. Selain melihat dari thitung dan
nilai rata–rata dapat dilihat juga pada Sig. (2-tailed) dengan nilai 0,000 dimana
nilai ini lebih kecil dari Sig. (5% atau 0,05) berarti, hasil belajar siswa yang model
pembelajarannya menggunakan media pembelajaran digital storytelling lebih
tinggi dari hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran konvensional. Beradasarkan pengumpulan data yang dilakukan
dengan menggunakan angket/kuesioner yang diberikan terhadap responden siswa
kelas eksperimen, hasil yang diperoleh dari respon siswa terhadap pembelajaran
yang menggunakan digital storytelling dapat dilihat melalui tabel 7 berikut ini:
Keterangan:
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
KS : Kurang Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Tabel 7 Respon Siswa Terhadap Media Pembelajaran Menggunakan Digital Storytelling
Pertanyaan/Pernyataan Prosentase %
STS TS KS S SS
1. Kamu menyenangi penyampaian materi yang
dilakukan dengan menggunakan model
pembelajaran menggunakan video digital
storytelling.
0 3,57 17,85 50 28,57
2. Model pembelajaran yang dilakukan dengan
media video digital storytelling mengenai materi
pembelajaran dapat berpengaruh pada minat
belajar.
0 0 14,28 64,28 21,42
3. Model pembelajaran yang dilakukan dengan
media video digital storytelling mengenai materi
pembelajaran dapat berpengaruh pada motivasi
belajar.
0 3,57 25 60,71 10,71
4. Dengan model pembelajaran yang menggunakan
video digital storytelling, kamu dapat mengerti
dan memahami secara keseluruhan materi
penerapan aplikasi internet
0 0 32,14 53,57 14,28
5. Pembelajaran yang menggunakan video digital
storytelling harus sering dilakukan.
0 10,71 10,71 50 28,57
6. Tugas berupa membuat video digital storytelling
yang diberikan oleh guru sangat mudah.
0
7,14 10,71 57,14 25
7. Tugas berupa membuat video digital storytelling
yang diberikan oleh guru dapat membuat kamu
berpikir kreatif.
0
3,57 7,14 64,28 25
8. Tugas berupa membuat video digital storytelling
yang diberikan oleh guru dapat membuat kamu
berpikir lebih kritis.
0 7,14 17,85 57,14 17,85
9. Tugas berupa membuat video digital storytelling
yang diberikan oleh guru membuat hasil belajar
kamu meningkat.
0 3,57 10,71 60,71 25
10. Tugas berupa membuat video digital
storytelling yang diberikan oleh guru secara
tidak langsung membuat kamu belajar hal lain
yang bermanfaat diluar materi pembelajaran.
0 3,57 14,28 39,28 42,85
Rata – Rata 0 4,28 16,07 55,71 23,92
Berdasarkan tabel respon siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan
digital storytelling, dapat dilihat pada rerata prosentase siswa yang setuju sebesar
55,71% dan siswa yang sangat setuju memperoleh sebesar 23,92%. Sedangkan
prosentase siswa yang sangat tidak setuju 0%, tidak setuju 4,28% dan kurang
setuju sebesar 16,07%. Prosentase siswa yang setuju dan sangat setuju masih lebih
tinggi dari pada prosentase siswa yang sangat tidak setuju, tidak setuju maupun
yang kurang setuju. Hal ini membuktikan bahwa siswa menyenangi pembelajaran
yang menggunakan digital storytelling. Pembelajaran yang menggunakan digital
storytelling dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Pembahasan
Penelitian diawali dengan pemilihan sampel secara acak untuk kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Maka dari pemilihan acak tersebut terpilihlah kelas
IX D sebagai kelas eksperimen dan kelas IX B sebagai kelas kontrol. Model yang
digunakan pada metode penelitian ini adalah Pretest – Posttest Control Group
Design. Pada penelitian ini yang menjadi faktor utama untuk diamati adalah hasil
belajar siswa. Hasil belajar pada penelitian ini adalah nilai pretest dan posttest.
Pretest dan posttest dilaksanakan sebanyak satu kali dengan butir soal yang sama.
Pretest dilakukan sebelum dilakukannya treatment atau perlakuan untuk melihat
kondisi awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Namun berbeda dengan
posttest, posttest dilakukan setelah adanya treatment atau perlakuan yang
digunakan untuk mengetahui ketercapaian peningkatan hasil belajar siswa.
Langkah pertama memberikan soal pretest terhadap kelas eksperimen dan
kelas kontrol pada minggu pertama. Pada minggu yang sama di kelas eksperimen,
diberikan treatment berupa pembelajaran yang menggunakan digital storytelling.
Pembuatan digital storytelling diawali dengan pembuatan story/ceritanya terlebih
dahulu. Kemudian membuat narasi selanjutnya membuat storyboard. Fungsi dari
pembuatan storyboard supaya memudahkan dalam menyusun gambar, narasi dan
musik agar membentuk cerita digital sesuai dengan materi yang disusun dan
direncanakan. Materi untuk membuat storyboard adalah penerapan aplikasi
internet. Pada video digital storytelling ini, isi dari materi yang dijelaskan berupa
penjelasan secara umum mengenai materi yang akan dipelajari. Berikut
merupakan salah satu contoh storyboard dengan materi penerapan aplikasi
internet:
Gambar 1 Contoh Storyboard oleh peneliti
Setelah itu pembuatan video digital storytelling menggunakan salah satu
software pembuat video dengan menggabungkan gambar, suara, narasi, musik
menjadi satu. Gambar dan musik yang digunakan untuk pembuatan materi dalam
bentuk digital storytelling diambil dengan cara mencari dan mengunduh secara
online menggunakan salah satu search engine. Selanjutnya untuk narasi dilakukan
dengan merekam suara peneliti menggunakan perekam bawaan dari software
pembuat video yang digunakan. Kemudian gambar, narasi, dan musik yang telah
selesai dikumpulkan disusun sesuai dengan storyboard yang telah dibuat. Setelah
video digital storytelling selesai dalam pembuatannya, selanjutnya diberikan pada
kelas eksperimen sebagai treatment. Selanjutnya setelah diberikan treatment pada
kelas eksperimen, siswa dengan bantuan peneliti membentuk tujuh kelompok
dengan masing–masing anggota tiap kelompoknya sejumlah empat orang siswa.
Kemudian dari setiap kelompok yang telah dibentuk, peneliti memberikan sub
tema dari materi penerapan aplikasi internet secara acak kepada ketujuh kelompok
tersebut. Pembagian sub tema dari materi penerapan aplikasi internet tersebut
selanjutnya dijadikan bahan untuk tugas pembuatan digital storytelling oleh
siswa–siswi kelas eksperimen. Sub tema untuk kelompok satu sampai dengan
tujuh adalah (1) E-mail dan Download, (2) E-mail dan Upload, (3) Mailing List,
(4) Chatting via PC/Laptop, (5) Chatting via HP/Smartphone, (6) Newsgroup, (7)
Blog. Tugas yang harus diselesaikan tersebut harus diselesaikan dalam waktu dua
minggu. Pada minggu kedua dikelas eksperimen peneliti hanya mengamati siswa–
siswi yang mengerjakan tugas kelompok berupa pembuatan video digital
storytelling. Siswa-siswi mula-mula membuat cerita, selanjutnya membuat narasi
dan dilanjutkan membuat storyboard secara berkelompok dengan kelompoknya
masing-masing. Berikut ini salah satu contoh storyboard yang dibuat oleh
kelompok 3 dengan materi yang akan dijadikan video digital storytellingnya
adalah Mailing List:
Gambar 2 Contoh Storyboard oleh salah satu kelompok kelas eksperimen
Selanjutnya pada minggu ketiga untuk kelas eksperimen, tugas kelompok
digital storytelling yang dikerjakan oleh siswa–siswi dipresentasikan didepan
kelas dan dikumpulkan. Setelah proses presentasi dilakukan dan tugas kelompok
yang telah dikerjakan dikumpulkan, selanjutnya yaitu peneliti memberikan
posttest terhadap kelas eksperimen. Setelah posttest diberikan, selanjutnya yaitu
memberikan angket pada kelas eksperimen untuk mendapatkan respon siswa-
siswi terhadap pembelajaran yang menggunakan digital storytelling. Kemudian
pada minggu ketiga untuk kelas kontrol, tanpa memberikan treatment peneliti
juga memberikan posttest.
Langkah berikutnya setelah proses pemberian pretest, treatment untuk kelas
eksperimen, dan posttest adalah mengumpulkan data berupa nilai hasil pretest dan
posttest siswa–siswi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah itu dilanjutkan
uji normalitas dan uji homogentias. Uji normalitas dan homogenitas harus
dilakukan sebelum uji hipotesis. Diketahui pada pengujian yang telah dilakukan,
data berdistribusi normal dan berasal dari varians yang homogen, sehingga dapat
dilakukan uji hipotesis.
Ketika data berupa nilai pretest dan posttest yang telah diuji normalitas dan
homogenitasnya dan diketahui hasilnya data berdistribusi normal dan memiliki
varians yang homogen, maka langkah selanjutnya adalah uji-t. Uji-t yang
dilakukan menggunakan nilai posttest dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menggunakan Independent-Sample T-Test
diketahui ada perbedaan hasil belajar siswa-siswi yang menggunakan media
pembelajaran digital storytelling dengan siswa-siswi yang menggunakan model
pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari thitung sebesar 3,849 yang
mempunyai arti thitung > ttabel (2,00488) sehingga H1 diterima. Selain itu, jika dilihat
dari rerata nilai posttest kelas eksperimen yaitu 79,25 lebih besar dari rerata nilai
posttest kelas kontrol yaitu 70,89 dan selisih rerata keduanya adalah 8,357.
Berarti, hasil belajar siswa yang model pembelajarannya menggunakan media
pembelajaran digital storytelling lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini
menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran
yang menggunakan media digital storytelling dari pada pembelajaran dengan
model konvensional.
Dilihat dari hasil pengujian yang diperoleh, diperkuat dengan hasil respon
siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan digital storytelling dengan
pengumpulan datanya menggunakan angket. Rerata prosentase siswa yang setuju
(55,71 %) dan sangat setuju (23,92%) dengan total 79,63% lebih tinggi
dibandingkan dengan prosentase siswa yang sangat tidak setuju (0 %), tidak setuju
(4,28 %) dan kurang setuju (16,07 %) dengan total 20,35%.
Penelitian yang telah dilakukan, memperoleh kesimpulan dari data hasil
pretest dan posttest yang telah diuji dan dari hasil angket yang disebar terhadap
siswa kelas eksperimen yaitu lebih menarik perhatian siswa dan tidak membuat
siswa menjadi jenuh ketika pembelajaran berlangsung, serta membuat siswa
menjadi kreatif. Selain itu dengan model pembelajaran yang menggunakan digital
storytelling meningkatkan hasil belajar siswa, dengan rata–rata kelas eksperimen
lebih besar dari pada rata–rata kelas kontrol yaitu sebesar 79,25 untuk kelas
eksperimen dan sebesar 70,89 untuk kelas kontrol. Penelitian ini sependapat
dengan penelitian yang dilakukan oleh Theodora (2008) bahwa dengan
menggunakan storytelling, kelompok eksperimen mendapatkan hasil yang lebih
baik daripada kelompok kontrol. Penelitian ini juga sependapat dengan yang telah
dilakukan oleh Carol Lunce bahwa dengan menggunakan digital storytelling
dapat meningkatkan kreatifitas dan pemikiran kritis siswa.
5. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran TIK yang model pembelajarannya menggunakan media
digital storytelling berpengaruh positif terhadap hasil belajar TIK pada materi
Penerapan Aplikasi Internet untuk siswa kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga pada
tahun ajaran 2013/2014. Hal ini dibuktikan pada uji-t yang telah dilakukan. Hasil
yang didapat pada perhitungan uji-t diperoleh thitung (3,849) > ttabel (2,00488) yang
berarti ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelas eksperimen yang
model pembelajarannya menggunakan media pembelajaran digital storytelling
dan kelas kontrol yang hanya menggunakan model pembelajaran yang
konvensional. Hasil ini diperkuat dengan respon siswa pada angket yang telah
disebar. Sebanyak 55,71 % siswa setuju dan 23,92% sangat setuju dengan
pembelajaran yang menggunakan digital storytelling. Simpulan dari penelitian ini
menjawab permasalahan yang ditemukan pada saat observasi dan yang menjadi
latar belakang masalah penelitian ini. Hasil belajar rendah yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang menyebabkannya, dapat dijawab dengan model
pembelajaran yang menggunakan digital storytelling, karena dengan
menggunakan digital storytelling guru dan siswa dapat menggunakan
perkembangan teknologi informasi pada waktu dan tempat yang tepat. Selain itu
membuat cara mengajar guru menjadi tidak monoton dan tidak membuat jenuh
siswa. Penggunaan model pembelajaran menggunakan digital storytelling dapat
digunakan untuk pembelajaran mata pelajaran lain. Penelitian ini dapat dikaji
lebih lanjut dengan mengukur peningkatan aspek lain dari siswa.
6. Daftar Pustaka
[1] Charles. 2010. Hubungan Antara Pemanfaatan E-learning dengan Prestasi
Belajar Matakuliah Konsep Dasar IPS Mahasiswa SI PGSD Kabupaten
Landak Angkatan 2009 di Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga:
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Kristen Satya Wacana
[2] Theodora, A. 2008. Enhancing Students’ First Language Writing Skills
Through Storrytelling. Salatiga: Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas
Kristen Satya Wacana
[3] Lunce, C. Digital Storytelling as an Educational Tool. Indiana Libraries, 30:
1.https://journals.iupui.edu/index.php/IndianaLibraries/article/viewFile/192
0/1832. Diakses tanggal 14 Januari 2014, jam 08.05 WIB.
[4] Fitria,N.U. 2012.https://www.google.com/#q=pengertian+model+pembelajar
an. Diakses tanggal 14 November 2013, jam 12.28 WIB.
[5] Mulia, F. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Para Ahli.
http://www.trigonalworld.com/2013/04/pengertian-model-pembelajaran-
menurut.html. Diakses tanggal 28 November 2013, jam 14.37 WIB.
[6] Riadi, A. 2012. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri
Banjarmasin dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share
(TPS) dan Tanpa Model Pembelajaran Kooperatif Tahun Pelajaran
2011/2012.
https://www.academia.edu/3675033/Jurnal_Eksperimen_TPS_Arifin_A1C1
08047. Diakses tanggal 13 Maret 2014, jam 15.35 WIB.
[7] Santyasa, I Wayan. 2007. Landasan Konseptual Media Pembelajaran,
Disajikan dalam Workshop Media Pembelajaran bagi Guru-Guru SMA
Negeri Banjar Angkan Pada tanggal 10 Januari 2007 di Banjar Angkan
Klungkung.
http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2/MEDIA_PEMBELAJARAN.pdf.
Diakses tanggal 13 April 2014, jam 17.30 WIB.
[8] Apriyanti,V.2011.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29381/4/
Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 14 November 2013, jam 12.12 WIB.
[9] Indriana, D. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Yogyakarta :
DIVA Press
[10] Smaldino, Sharon E., Lowther Deborah L., Russell James D. 2011.
Instructional Technology & Media For Learning : Teknologi Pembelajaran
Dan Media Untuk Belajar Edisi Kesembilan. Jakarta: KENCANA
[11] Frazel, M.. 2011. Digital Storytelling Guide for Educators. Washington,
DC: ISTE
[12] Rule, L. http://electronicportfolios.org/digistory/. Diakses tanggal 8
November 2013, jam 10.34 WIB.
[13] Robin, B. http://digitalstorytelling.coe.uh.edu/. Diakses tanggal 8 November
2013, jam 10.27 WIB.
[14] Matthews-DeNatale, G. 2008. Digital Storytelling Tips and Resources. https://net.educause.edu/ir/library/pdf/ELI08167B.pdf. Diakses tanggal 5
Agustus 2014, jam 13.20 WIB.
[15] Muhyadi, Rahayu dan Purwaningsih. Pelatihan Pembuatan Media Digital
Storytelling (DST) Dalam Rangka Pengembangan Media Berbasis ICT
untuk Pembelajaran Kelas SBI di SMP 1 Karangmojo.
eprints.uny.ac.id/3479/1/aRTIKEL_sbi.doc. Diakses tanggal 5 Agustus
2014, jam 14.00 WIB.
[16] Winarno, B. 2012. Pengaruh Lingkungan Belajar dan Motivasi Berprestasi
Terhadap Hasil Belajar Siswa Kompetensi Keahlian Teknik Otomasi
Industri Di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Depok Yogyakarta.
Yogyakarta : Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Yogyakarta
[17] Idris, M. 2012. Peningkatan Hasil Belajar Matematika dalam Menentukan
Nilai Optimum dengan Metode Cooperative Learning Pada Siswa Program
Keahlian Pemasaran SMK N 2 Temanggung, Aksioma 3, http://e-
jurnal.ikippgrismg.ac.id/index.php/aksioma/article/view/228/199. Diakses
tanggal 14 April 2014, jam 20.06 WIB.
[18] Darmawan, D. Konsep Dasar Pembelajaran.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1962090619
86011-AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Konsep_Pembelajaran.pdf.
Diakses tanggal 15 April 2014, jam 08.53 WIB.
[19] Administrator. 2013. Model Pengembangan Sistem Pembelajaran Dick &
Carey. http://www.modul-dsp.org/bagian-pertama/model-desain. Diakses
tanggal 30 April 2014, jam 16.00 WIB.