Upload
others
View
48
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS AKHIR(607408A)
PENGARUH MEDIA PENDINGIN SPOT WELDING
TERHADAP TEGANGAN GESER, METALLOGRAPHY
DAN LAJU KOROSI PADA MATERIAL FERRITIC
STAINLESS STEEL DIN 1.4003
JADDUNG MAULANA MARWADITAMA NRP. 0715040048
Dosen Pembimbing :
1. HENDRI BUDI KURNIYANTO S.ST.,M.T
2. MOH. SYAIFUL AMRI S.ST.,M.T
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGELASAN
JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA 2019
ii
i
TUGAS AKHIR (607408A)
PENGARUH MEDIA PENDINGIN SPOT WELDING TERHADAP TEGANGAN GESER, METALLOGRAPHY DAN LAJU KOROSI PADA MATERIAL FERRITIC STAINLESS STEEL DIN 1.4003
JADDUNG MAULANA M
NRP. 0715040048
DOSEN PEMBIMBIMNG :
1. HENDRI BUDI KURNIYANTO S.ST.,M.T
2. MOH. SYAIFUL AMRI S.ST.,M.T
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGELASAN JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA 2019
ii
iii
iv
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, ridho, dan hidayah-Nya yang tiada henti sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “PENGARUH MEDIA
PENDINGIN SPOT WELDING TERHADAP TEGANGAN GESER,
METALLOGRAPHY DAN LAJU KOROSI PADA MATERIAL FERRITIC
STAINLESS STEEL DIN 1.4003” ini dengan baik dan lancar. Tugas Akhir ini
merupakan salah satu syarat kelulusan dalam pendidikan Diploma 4 (D4) pada
Program Studi Teknik Pengelasan, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan Tugas Akhir ini
diantaranya kepada:
1. Orang tua saya Siswadi dan Sumartin yang telah memberikan banyak
dukungan yang sangat luar biasa dalam menyelasaikan pendidikan saya
hingga selesai.
2. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., FRINA., selaku Direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
3. Bapak Ruddianto, S.T., M.T., MRINA., selaku Ketua Jurusan Teknik
Bangunan Kapal.
4. Bapak Muhamad Ari, S.T., M.T., selaku Koordinator Program Studi
Teknik Pengelasan.
5. Bapak Mukhlis, S.T., M.T., selaku Koordinator Tugas Akhir.
6. Bapak Hendri Budi Kurniyanto, S.S.T., M.T., . Dosen Pembimbing 1
yang telah sabar membantu, membimbing, dan mengarahkan selama
pengerjaan Tugas Akhir ini.
7. Moh. Syaiful Amri S.ST.,M.T, ., selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah
sabar membantu, membimbing, dan mengarahkan selama pengerjaan
Tugas Akhir ini.
8. Rekan-rekan merput dan team horeinon4ever yang selalu memberi
semngat tanpa henti kepada saya.
viii
9. Rekan-rekan saya TL 8-B, yang telah sabar dan menerima saya apa
adanya.
10. Rekan-rekan saya keluarga teknik pengelasan angkatan 2015 yang selalu
mensupport saya.
11. Ginda Citra Dewi Sugianto yang telah memberi semangat dan motivasi.
12. Kontrakan taubat bumi marina emas blok E 108 (Firman, Dahlan, David,
Rosyid, Kevin, Aca, Gading, Wildan, Nopal, Mbong) yang selalu
memberi saya support yang luar biasa.
13. Seluruh pihak yang membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pembuatan Tugas Akhir ini masih
jauh dari kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan yang
dimiliki. Oleh karena itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang
membangun sehingga dapat memperbaiki kekurangan yang ada. Semoga
buku Tugas Akhir ini dapat memberi manfaat serta dapat digunakan sebagai
salah satu referensi untuk pengembangan Tugas Akhir selanjutnya di
kemudian hari dan dapat menjadi nilai tambah khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi pembaca.
Surabaya, 02 Agustus 2019
Penulis
ix
PENGARUH MEDIA PENDINGIN SPOT
WELDING TERHADAP TEGANGAN GESER,
METALLOGRAPHY DAN LAJU KOROSI PADA
MATERIAL FERRITIC STAINLESS STEEL DIN
1.4003
Jaddung Maulana Marwaditama
ABSTRAK
Spot welding adalah proses penyambungan permanen dimana elektroda
terbuat dari bahan tembaga, paduan tembaga. Kedua elektroda akan saling menekan
permukaan pelat yang akan disambung. Pada saat yang bersamaan arus listrik akan
dialirkan sehingga permukaan pelat akan menjadi panas dan mencair karena
adanya resistansi listrik, adanya media pendingin merupakan variabel yang
berpengaruh. Material Ferritic Stainless Steel DIN 1.4003 digunakan pada
penelitian ini, dengan variasi media pendingin air, angin dan tanpa pendingin. Hasil
pengolahan media pendingin berpengaruh terhadap tension shear load dan laju
korosi. Dari pengujian yang dilakukan, hasil terendah dari pengujian beban geser
adalah spesimen pendingin air, yaitu dengan rata-rata sebesar 27,423 kN.
Sedangkan beban geser tertinggi adalah spesimen tanpa pendingin yaitu dengan
rata-rata sebesar 37,043 kN. Hasil foto makro media spesimen pendingin air
memiliki diameter nugget terlebar yaitu sebesar 9,5 mm, sedangkan yang terkecil
pada spesimen pendingin angin yaitu sebesar 9 mm. Pada foto mikro weld metal
memiliki struktur columnar grains. Hasil pada presentase ferrite pendinginan air
memiliki presentase terendah yaitu sebesar 87,8% sedangkan tanpa pendingin
memiliki presentase ferrite tertinggi yaitu sebesar 90,3%. Pada pengujian laju
korosi hasil terendah dimiliki oleh spesimen pendingin air dengan laju korosi
sebesar 0.021642 mm/year, sedangkan laju korosi tertinggi dimiliki oleh spesimen
tanpa pendingin dengan nilai laju kororsi sebesar 0.025023 mm/year.
Kata Kunci :Spot Welding, Ferritic Stainless Steel DIN 1.4003, Media Pendingin
Spot Welding, beban geser, diameter nungget.
x
xi
THE EFFECT OF SPOT WELDING COOLING MEDIA ON SHEAR LOAD,
METALLOGRAPHY AND CORROSION RATE IN MATERIAL FERRITIC
STAINLESS STEEL DIN 1.4003
Jaddung Maulana Marwaditama
ABSTRACT
Spot welding is a permanent joining process where electrodes are made of
copper, copper alloy. The two electrodes will press against the surface of the plate
to be joined. At the same time an electric current will be flowed so that the surface
of the plate will become hot and melt due to electrical resistance, the presence of a
cooling medium is an influential variable.Ferritic Stainless Steel DIN 1.4003
material was used in this study, by varying the cooling media of water, wind and
without cooling. The results of the processing of the cooling medium most
influential on the tension shear load and corrosion rate.From the tests conducted,
the lowest result of the shear load is water cooling, with an average of 27,423 kN.
While the highest shear load is the specimen without refrigeration, with an average
of 37,043 kN. Macro photo results of water cooling media have the widest nugget
diameter that is 9.5 mm. In photo micro weld metal has a columnar grains structure.
The results on the percentage of water-cooling ferrite has the lowest percentage
that is equal to 87.8% while without refrigeration has the highest percentage of
ferrite that is equal to 90.3%. In testing the corrosion rate the lowest yield is owned
by the water cooling specimen with a corrosion rate of 0.021642 mm / year, while
the highest corrosion rate is owned by the specimen without a cooler with a value
of the corrosion rate of 0.025023 mm / year.
Keywords:Spot Welding, Ferritic Stainless Steel DIN 1.4003, Cooling Media,
Spot Welding, Spot Welding Parameter, shear load, diameter nugget
xii
xiii
DAFTAR ISI
COVER DALAM .................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………........xvii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………xix
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Batasan Masalah ....................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penulisan .................................................................................... 4
1.5.1 Manfaat bagi mahasiswa ....................................................................... 4
1.5.2 Manfaat bagi perusahaan................................................................... 4
1.5.3 Manfaat bagi umum .......................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
2.1 Teknologi pengelasan logam .................................................................... 5
2.2 Pengelompokan Jenis-Jenis Proses Pengelasan ....................................... 6
2.3 Las Resistansi Listrik ............................................................................... 7
2.3.1 Elektroda ................................................................................................. 8
2.3.2 Pembangkitan Panas ............................................................................... 8
2.3.3 Welding current ...................................................................................... 9
2.3.4 Welding time ........................................................................................... 9
2.3.5 Welding pressure .................................................................................... 9
2.3.6 Welding cycle ........................................................................................ 10
2.4 Keuntungan dan Keterbatasan Spot Welding .............................................. 10
2.4.1 Keuntungan Spot Welding .................................................................... 11
2.4.2 Keterbatasan Spot Welding ................................................................... 11
xiv
2.5 Klasifikasi Baja Tahan Karat ....................................................................... 11
2.5.1 Austenitic Stainless Steel ....................................................................... 12
2.5.2 Feritic Stainless Steel ............................................................................ 12
2.5.3 Martensitic Stainless Steel .................................................................... 13
2.5.4. Duplex Ferritic-austenitic .................................................................... 14
2.5.5.Precipitation Hardening Stainless Steel ............................................... 14
2.6 Pengujian Shear Test ................................................................................... 14
2.7 Metalography test……………………………………………………….…………….15
2.8 Korosi ........................................................................................................... 17
2.8.1 Pengujian Korosi ( Sel Tiga Elektroda ) .............................................. 18
2.9 ANOVA (Analysis of Variance) ................................................................. 20
2.10 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 21
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 23
3.1 Diagram alir penelitian ............................................................................... 23
3.2 Alur Penelitian ............................................................................................. 24
3.2.1 Tahap Identifikasi awal ......................................................................... 24
3.2.2 Studi literatur ......................................................................................... 24
3.2.3 Survei lapangan ..................................................................................... 24
3.3 Persiapan Spesimen dan Alat .................................................................. 24
3.3.1 Material ............................................................................................ 24
3.3.2 Peralatan .......................................................................................... 25
3.3.3 Spesifikasi mesin Spot Welding ....................................................... 25
3.3.4 Dimensi spesimen ............................................................................ 26
3.4 Proses Pengelasan ................................................................................... 27
3.5 Pengujian Spot Welding ......................................................................... 27
3.5.1 Shear test ......................................................................................... 27
3.5.2 Uji metallografi ............................................................................... 28
3.6 Analisa dan Pembahasan.............................................................................. 31
3.7 Kesimpulan .................................................................................................. 31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 33
4.1 Hasil Pengujian Shear Test ..................................................................... 33
xv
4.2 Hasil Pengujian Makro ........................................................................... 34
4.3 Hasil Pengujian Struktur Mikro ............................................................. 36
4.4 Pengujian Laju Korosi ........................................................................ 38
4.5 Analysis of Variance ................................................................................... 41
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 44
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 45
5.2 Saran ....................................................................................................... 46
LAMPIRAN ...……………………………………..……………….....................49
BIODATA PENULIS…..………………………………………………………..50
xvi
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi kimia DIN 1.4003 ................................................................ 13
Tabel 2.2 Mechanical properties DIN 1.4003 ....................................................... 13
Tabel 2.3 Acceptance criteria makro.……..........................……...……......….....17
Tabel 3.1 Dimensi spesimen spot welding berdasarkan AWS D8.1M .................. 26
Tabel 3.2 parameter pengelasan ………………...…...........................…......…....27
Tabel 4.1 Nilai hasil pengujian shear test…………………………....…………….….34
Tabel 4.2 Hasil pengukuran diameter nugget………………………………………...36
Tabel 4.3 Hasil pengujian persentase ferrite..........................................................38
Tabel 4. 4 Hasil Pengujian Laju Korosi…………………………………….……40
xviii
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Skema Proses Spot Welding…………….............................................7
Gambar 2. 2 Spesimen Shear Test…………………................................................15
Gambar 2. 3 Sel tiga elektroda...............................................................................18
Gambar 3.1 Flow Chart Diagram ........................................................................... 23
Gambar 3.2 Dimensi Spesimen Spot Welding ....................................................... 26
Gambar 3.3 Proses uji geser spot welding.............................................................26
Gambar 4.1 Diagram batang perbandingan shear tension load………………..…..33
Gambar 4.2 Macroetch spesimen Media Pendingin Air………………………... 34
Gambar 4.3 Macroetch spesimen Media Pendingin Angin……...……………....35
Gambar 4.4 Macroetch spesimen Tanpa Media Pendingin…………...………....35
Gambar 4.5 Hasil pengujian struktur mikro daerah weld metal………………….36
Gambar 4.6 Diagram batang perbandingnan persentase ferrite…………...……..38
Gambar 4.7 Hasil Pengujian Korosi Pendingin………………………………….39
Gambar 4.8 Hasil Pengujian Korosi PendinginAngin…………………………...39
Gambar 4.9 Hasil Pengujian Korosi Tanpa Pendingin……………………….....40
Gambar 4.10 Diagram batang perbandingan laju korosi………………………...40
Gambar 4.11 Hasil Analysis of Variance menggunakan software minitab SPSS..41
xx
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring meningkatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia, kebutuhan
kereta api sebagai salah satu moda transportasi masal saat ini turut meningkat.
Kereta api masih banyak diminati masyarakat karena dinilai lebih hemat energi,
memiliki tingkat pencemaran yang rendah, aman, dan adaptif terhadap perubahan
(Samuel & Nadya N, 2009). Dalam Proyek Strategi Nasional (PSN) yang tertuang
dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2017, setidaknya terdapat 23
proyek di bidang perkeretaapian yang ditetapkan pemerintah. Hal ini membuktikan
kepedulian pemerintah terhadap perkembangan kereta api Indonesia.
PT. Industri Kereta Api (Persero) atau biasa disebut PT.INKA (Persero)
merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMN-IS)
yang bergerak dalam bidang manufaktur dan jasa perkeretaapian. Selama ini, 100%
kebutuhan sarana kereta api dalam negeri diproduksi sepenuhnya oleh PT. INKA
(Persero), baik kereta penumpang maupun kereta barang. Untuk itu, kualitas kereta
api menjadi hal yang krusial untuk menjaga kepercayaan masyarakat pada industri
perkeretaapian Indonesia. Dalam proses manufaktur kereta api, pengelasan menjadi
salah satu bagian terpenting, khususnyapada tahap Pengerjaan Pelat (PPL). Teknik
pengelasan yang baik dan benar sangat dibutuhkan agar kekuatan las dapat
maksimal pada setiap sambungan kereta api. Kekuatan las disini kemudian akan
mempengaruhi kualitas performa unit kereta api.
Salah satu metode pengelasan yang ada dalam perusahaan manufaktur
adalah las titik atau spot welding (Wiryosumarto, 2004). Las titik atau spot welding
merupakan cara pengelasan yang menggunakan resistansi listrik (resistance
welding), dimana dua permukaan pelat yang akan disambung ditekan satu sama lain
oleh dua buah elektroda. Disaat yang sama, arus listrik yang besar dialirkan melalui
kedua elektroda melewati dua buah pelat yang dijepit elektroda sehingga
permukaan diantara kedua pelat menjadi panas dan mencair karena resistansi listrik
(Amstead, Ostwald, & Begeman, 1995).Saat ini, metode spot welding telah
2
diterapkan secara umum, terutama dalam proses fabrikasi dan penyambungan
logam.
Tujuan dari penerapan metode spot welding ini adalah untuk mempersingkat
efisiensi waktu penyambungan logam. Maka dari itu, dengan menerapkan metode
spot welding, perusahaan akan diuntungkan dengan meningkatnya efisiensi
produksi tanpa menurunkan kualitas produk.Disamping kecepatan waktu, metode
spot welding juga harus memperhatikan hasil dan kualitas pengelasan. Hasil
pengelasan harus mampu memenuhistandard atau spesifikasi ditetapkan
padamasing-masing perusahaan. Untuk memenuhi hal tersebut,ada beberapa
parameter pengelasan padacarbody kereta yang harus diperhatikan. Parameter
tersebut diantaranya adalahwelding current, squeeze time, weld time, cool time,
pulse, electrode, forcedan hold time.Pada PT.INKA (Persero) sendiri, metode spot
welding untuk fabrikasi side wall akan dinyatakan memenuhi standar apabila lolos
ketika dilakukan ujigeser (shear test) maupun ketika diukur diameter nuggetnya.
Side wall (dinding samping) kereta api merupakan salah satu bagian dari
carbody kereta api yang terbuat dari material DIN 14003 (feritic stainless steel).
Adapun thickness material sesuai dengan welding condition di PT. INKA (Persero)
adalah sebagai berikut :thickness 3 mm dan 2 mm. Material ini kemudian akan dilas
menggunakan resistensi las titik / resistance spot welding. Material DIN 14003
dipilih karena mempunyai sifat tahan korosi yang baik.Saat ini terdapat dua jenis
mesin spot welding yang digunakan di PT. INKA (Persero), yaitu mesin dengan
media pendingin eksternal dan mesin tanpa media pendingin eksternal. Dalam
praktiknya, media pendingin yang sering digunakan dalam proses produksi side
wall adalah air atau angin. Ketika spot weld dilakukan, media pendingin akan
dialirkan melalui pompa yang sudah terhubung dengan selang menuju ujung
elektroda pada bagian material yang dilas. Pemberian media pendingin ini bertujuan
agar elektrode tidak cepat panas sehingga didapatkan efisensi waktu yang lebih
baik(Ardiyanto, 2011)
Oleh karena itu, penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara
beberapa media pendingin terhadap beberapa parameter kualitas side wall, yaitu
kekuatan geser, metallography, dan laju korosi. Penelitan ini diharapkan dapat
3
dijadikan acuan bagi PT. INKA (Persero) dalam proses fabrikasi side
wallkedepannya.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh variable media pendingin berupa air, angin dan
tanpa menggunakan media pendingin pada sambungan spot welding
terhadap hasil uji geser (shear test) material Ferritic stainless steel tipe
DIN 1.4003.
2. Bagaimana perbandingan variable media pendingin air, angin dan tanpa
pendingin pada sambungan spot welding terhadap metallography dan
diameter nugget material Ferritic stainless steel tipe DIN 1.4003.
3. Bagaimana perbedaan variable media pendingin air, angin dan tanpa
menggunakan media pendingin pada sambungan spot welding terhadap
hasil uji laju korosi material Ferritic stainless steel tipe DIN 1.4003.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh variable media pendingin air, angin dan tanpa
menggunakan media pendingin pada sambungan spot welding terhadap
hasil uji geser (shear test) material Ferritic stainless steel tipe DIN
1.4003.
2. Mengetahui perbandingan variable media pendingin air, angin dan
tanpa menggunakan media pendingin pada sambungan spot welding
terhadap metallography dan diameter nugget material Ferritic stainless
steel tipe DIN 1.4003.
3. Mengetahui perbandingan variable media pendingin air, angin dan
tanpa menggunakan media pendingin pada sambungan spot welding
terhadap hasil uji laju korosi material Ferritic stainless steel tipe DIN
1.4003.
1.4 BaStasan Masalah
1 Pengambilan data dan pelaksanaan spot welding dilakukan di PT. INKA
(Persero).
2 Material yang digunakan adalah Ferritic stainless steel tipe DIN 1.4003.
4
3 Pengujian geser sesuai AWS D8.1M.
4 Variabel utama yang dirubah adalah media pendingin berupa air, angin
dan tanpa media pendingin.
5 Squeeze time, hold time, cool time, force welding current dan weld time
sesuai data welding condition.
6 Kehalusan dan kebersihan permukaan spesimen dianggap sama.
7 Pengujian yang dilakukan adalah uji geser, uji diameter nugget dan uji
laju korosi.
1.5 Manfaat Penulisan
1.5.1 Manfaat bagi mahasiswa
Sebagai sarana pembelajaran atau ilmu pengetahuan seputar teknologi
pengelasan dan mengetahui pengaruh yang ditimbulkan akibat perubahan
pada media pendingin spot welding.
1.5.2 Manfaat bagi perusahaan
Bagi industri terutama PT. INKA (Persero) diharapkan dari hasil yang di
dapatkan menjadi data tambahan untuk mengembangkan dan membantu
pada pengelasan resistansi spot welding dengan variasi media pendingin
pada carbody pada material Ferritic stainless steel tipe DIN 14003.
1.5.3 Manfaat bagi umum
Sebagai tambahan literatur dan informasi tambahan tentang proses
pengelasan resistansi spot welding dengan variasi media pendingin terhadap
kualitas pengelasannya.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknologi pengelasan logam
Pengelasan (welding) adalah salah salah satu cara menyambung benda padat
dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan (Widharto, 1996). Berdasarkan
definisi dari DIN (Deutch Industrie Normen) las adalah ikatan metalurgi pada
sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau
cair(Jokosisworo, 2009). Dari dua definisi diatas, dapat diketahui bahwa
pengelasan adalah teknik atau cara menyambungkan dua logam atau lebih dengan
menggunakan energi panas. Untuk melakukan penyambungan, sebagian logam
induk dan logam pengisi akan dicairkan dengan atau tanpa tekanan dan logam
penambah sehingga menghasilkan sambungan yang kontinyu.
Teknik pengelasan ditemukan dalam rentang waktu antara 4000 SM – 3000
SM. Setelah energi listrik tersebar, teknologi pengelasan juga turut melaju dengan
pesatnya. Saat ini pengelasan telah menjadi teknik penyambungan yang mutakhir.
Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam kontruksi sangat luas, meliputi
konstruksi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran
dan sebagainya. Selain penting untuk proses manufaktur, proses pengelasan juga
berperan penting dalam tahapan reparasi. Contohnya adalah ketika coran berlubang,
maka proses pengelasan berperan untuk mereparasi kerusakan dengan mengisi
lubang-lubang pada coran. Contoh lain adalah manfaat adanya lapisan las pada
perkakas berfungsi untuk mempertebal bagian-bagian yang sudah terkikis.
Pengelasan bukan tujuan utama dari kontruksi, tetapi hanya merupakan
sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan
las dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan dan memperlihatkan
kesesuaian antara sifat-sifat las dengan kegunaan kontruksi serta kegunaan
disekitarnya(Saragih, 2012).
Jika dilihat sepintas, prosedur pengelasan akan terlihat sangat sederhana.
Padahal sebenarnya terdapat begitu banyak masalah kompleks dan memerlukan
6
berbagai macam pengetahuan untuk menyelesaikannya(Jokosisworo, 2009). Inilah
mengapa dalam pengelasan praktik dan pengetahuan haruslah seimbang. Secara
lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam perancangan kontruksi bangunan dan
mesin harus merencanakan sambungan las beserta cara-cara pengelasannya. Cara-
cara ini meliputi prosedur pemeriksaan, bahan las, dan jenis las yang akan
digunakan berdasarkan fungsi dari bagian-bagian bangunan atau mesin yang
dirancang.
2.2 Pengelompokan Jenis-Jenis Proses Pengelasan
Hingga hari ini terdapat begitu banyak metode pengklasifikasian dalam
bidang las. Hal ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan terkait hal
tersebut. Secara konvensional terdapat dua golongan metode pengklasifikasian,
yaitu klasifikasi berdasarkan cara kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang
digunakan. Klasifikasi pengelasan berdasarkan kerja membagi las dalam kelompok
las cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya. Sedangkan klasifikasi pengelasan
berdasarkan energi yang digunakan membedakan las kedalam kelompok-kelompok
seperti las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya.
Dari dua klasifikasi diatas, metode klasifikasi pengelasan berdasar energi
lebih banyak digunakan. Metode klasifikasi berdasar energi membagi las dalam tiga
kelas utama, yaitu pengelasan cair, pengelasan tekan, dan pematrian.
1. Pengelasan Cair
Pengelasan cair adalah metode pengelasan dengan cara
memanaskan sambungan hingga mencair degan sumber panas yang
berasal dari busur listrik atau sumber gas api yang terbakar.
2. Pengelasan Tekan
Pengelasan tekan adalah metode pengelasan dengan cara
memanaskan sambungan dan ditekan hingga menyatu.
3. Pematrian
Pematrian adalah metode pengelasan dengan mengikat sambungan
dan disatukan dengan paduan logam bertitik cair rendah. Dalam
pematrian, logam induk tidak turut mencair.
7
2.3 Las Resistansi Listrik
Las resistensi listrik atau electric resistance welding (ERW) adalah
sebuah metode pengelasan logam yang menggunakan prinsip tahanan listrik
sebagai sumber panasnya. Metode pengelasan ini mula-mula dikembangkan
oleh Elihu Thompson diakhir abas ke-19 (Haga, Aoki, & Sato, 1980). Pada
metode pengelasan ERW, kedua permukaan yang akan disambung ditekan
satu sama lain dan dialiri arus listrik yang tinggi di saat yang bersamaan.
Ketika arus mengalir di dalam logam, maka selanjutnya akan timbul panas
di daerah dengan resistensi listrik terbesar, yaitu pada batas permukaan
kedua lembaran logam.Hasil dari operasi pengelasan dengan metode ERW
akan membentuk seperti titik. Ada beberapa proses pengelasan yang
menggunakan resistansi listrik, yaitu las titik, las proyeksi, las kampuh, las
tumpul, las nyala, dan las perkusi.
Pada metode pengelasan ini, elektroda penekan terbuat dari batang
tembaga yang dialiri arus listrik, tepatnya pada elektroda atas dan bawah.
Elektroda sebelah bawah berguna sebagai penumpu pelat dalam keadaan
diam dan elektroda atas bergerak menekan pelat yang akan disambung. Agar
pelat yang akan disambung tidak rusak (bolong) sewaktu proses
pencairan,maka kedua ujung elektroda diberi air pendingin. Air pendingin
ini dialirkan melalui selang-selang air agar secara terus menerus
mendinginkan batang elektroda. Hasil dari operasi tersebut dalam las titik
disebut manik las (weld nugget) dan berada dalam daerah lebur antara dua
benda kerja. Untuk lebih jelasnya, berikut merupakan skema prosesspot
welding:
Gambar 2. 1 Skema Proses Spot Welding(Cary, 1989)
8
Metode pengelasan ini tidak menggunakan gas pelindung, fluks, atau
logam pengisi. Selain itu, elektroda yang menghubungkan daya listrik
dalam metode ini merupakan elektroda tak terumpan.Metode pengelasan
risistansi listrik ini diklasifikasikan sebagai pengelasan lebur karena panas
yang timbul akanmeleburkan permukaan kontak ke dua lembaran logam.
Namun demikian, tetap terdapat pengecualian untuk beberapa pengelasan
ERW ketika suhu berada di bawah titik lebur logam yang disambung. Jika
suhu berada di bawa titik lebur logam, maka tidak akan terjadi proses
peleburan.
2.3.1 Elektroda
Elektroda terbuat dari bahan tembaga, paduan tembaga atau bahan lain
yang lebih keras seperti tungsten. Ketika pengelasan dilakukan dengan mesin
las titik yang besar, maka elektroda akan didinginkan menggunakan air untuk
menghindari kerusakan pada logam.Elektroda yang digunakan harus
memiliki permukaan ujung yang rata dan mempunyai ukuran antara 3/6” –
3/8”. Jika terjadi kerusakan pada permukaan ujung maka dapat diperbaiki
dengan cara mengikirnya. Bentuk elektroda bisa bermacam-macam
tergantung keperluan las titik.
2.3.2 Pembangkitan Panas
Pada suatu konduktor listrik, jumlah dari panas bangkitan tergantung pada
3 faktor yaitu :
1. Arus dalam ampere.
2. Tahanan dari konduktor.
3. Durasi waktu dari arus (welding time)
Ketiga faktor tersebut dapat dirumuskan menjadi persamaan :
𝑄 = 𝐼2𝑅𝑡 (2.1)
dimana:
Q : Panas yang dibangkitkan (Joule).
I : Arus (Ampere).
9
Persamaan diatas menunjukan bahwa panas yang dihasilkan akan
sebanding dengan kuadratarus las dan berbanding lurus dengan tahanan dan
waktu. Bagian daari panas bangkitan nantinya akan digunakan untuk
pengelasan dan sebagian sisanya akan hilang disekeliling logam.Jika arus
tinggi dan jumlah waktu pendek, maka kombinasi keduanya akan
menghasilkan distribusi panas yang tidak dikehendaki pada daerah las. Hal
ini dapat memicu terjadinya pelelehan permukaan sehingga terputus serta
kerusakan pada elektroda (Rusadiq, 2018).
2.3.3 Welding current
Pada persamaan rumus (2.1),arus memiliki efek yang paling besar dalam
proses pembangkitan panas dari pada tahanan dan waktu. Oleh karena itu,
arus merupakan variabel penting yang harus dikontrol. Dua faktor yang
menyebabkan variasi pada arus adalah fluktuasi dalam powerline voltage dan
variasi pada sirkuit sekunder dengan mesin bolak balik(Rusadiq, 2018).
2.3.4 Welding time
Agar hasil las memiliki kekuatan yang baik maka laju dari pembangkitan panas
haruslah dibuat sedemikian rupa. Disamping kekuatan yang baik, hal ini dapat
menghindari terjadinya kelebihan panas dan penurunan kekuatan pada
elektroda. Jumlah total panas yang diproduksi sebanding dengan waktu
pengelasan. Panas yang hilang terjadi pada daerah di sekeliling logam induk
dan pada elektrode, sebagian kecil hilang karena radiasi(Cary, 1989). Panas
yang hilang ini akan meningkat seiring dengan meningkatnya waktu
pengelasan dan temperatur logam.
2.3.5 Welding pressure
Tahanan (R) dalam persamaan pembangkitan panas dipengaruhi oleh
tekanan selama pengelasan melalui efek pada tahanan kontak pada daerah
interface antara benda kerja. Tekanan pengelasan(welding pressure) dihasilkan
R : Tahanan dari proses (ohm).
t : Durasi waktu dari arus (detik).
10
oleh gaya yang digunakan pada joint yang ditekan elektroda. Bila gaya
elektroda atau welding pressure naik, maka kekuatan arus(ampere) akan naik
dalam nilai yang terbatas(Jokosisworo, 2009). Efek welding pressure pada
panas bangkitan merupakan kebalikan dari pernyataan diatas. Bila tekanan naik
maka tahanan kontak dan panas yang dibangkitkan pada daerah interface akan
menurun.
2.3.6 Welding cycle
Welding cycle untuk spot welding pada dasarnya terdiri dari empat tahap,
yaitu (Jokosisworo, 2009):
1. Waktu Penekanan (Squeeze time)
Waktu penekanan merupakan interval waktu antara penyalaan timer
dan aplikasi pertama dari arus. Interval waktu ini dibutuhkan untuk
memastikan bahwa elektroda sudah terkontak dengan benda kerja dan
menghasilkan gaya elektroda penuh sebelum arus diaplikasikan.
2. Waktu Pengelasan (Weld Time)
Waktu pengelasan adalah waktu dimana arus las diaplikasikan pada
benda kerja untuk membuat lasan (pada single-impulse welding).
3. Waktu Penahanan (Hold Time)
Waktu penahanan adalah waktu dimana gaya(penekanan)
dipertahankan pada benda kerja setelah arus berhenti. Selama tahap ini
weld nugget akan membeku dan didinginkan sampai memiliki kekuatan
yang cukup baik
4. Off Time
Off time adalah waktu dimana elektroda dilepaskan dari benda
kerja(lasan) dan benda kerja dipindahkan ke posisi pengelasan
selanjutnya. Tahap ini biasanya dilakukan pada pengelasan berulang.
2.4 Keuntungan dan Keterbatasan Spot Welding
Dalam penggunaan proses spot welding terdapat keuntungan dan kerugian
seperti berikut:
11
2.4.1 Keuntungan Spot Welding
Spot welding banyak digunakan karena dinilai lebih cepat dan lebih
mudah beradaptasi dengan otomasi dalam produksi logam lembaran.
Banyak perusahaan memilih menggunakan spot welding dengan alasan
efisiensi waktu produksi. Spot welding juga dianggap lebih ekonomis dari
sisi sumber daya karena dalam prosesnya hanya membutuhkan keahlian
proses las biasa tanpa tuntutan keahlian khusus.
2.4.2 Keterbatasan Spot Welding
Disamping memiliki beberapa keunggulan, spot welding juga memiliki
keterbatasan, yaitu:
1. Proses pembongkaran untuk maintenance atau perbaikan sangat sulit.
2. Lap joint menambah berat dan ongkos material dari produk bila
dibandingkan dengan butt joint.
3. Ongkos perlengkapan pada umumnya lebih tinggi dari las listrik.
4. Waktu yang pendek, dan kebutuhan listrik arus tinggi membuat
kebutuhan kabel listrik tertentu, terutama pada mesin las single phase.
5. Lasan memiliki kekuatan tarik dan fatigue yang rendah.
2.5 Klasifikasi Baja Tahan Karat
Stainless Steel (SS) adalah paduan besi dengan minimal 10,5 %
kromium(Ardiyanto, 2011). Komposisi ini kemudian akan membentuk
protective layer, yaitu sebuah lapisan pelindung anti korosi. Lapisan ini
terbentuk dari hasil oksidasi oksigen terhadap krom yang terjadi secara
spontan. Mekanisme kerja protective layertentunya tidak bisa disamakan
dengan baja yang dilindungi dengan coating (misal seng dan cadmium)
ataupun cat. Meskipun seluruh kategori stainless steel didasarkan pada
kandungan krom (Cr), namun paduan lainnya perlu ditambahkan untuk
memperbaiki sifat-sifat SS sesuai aplikasinya.
Jika baja lain memiliki kategori berdasarkan persentase karbon, kategori
stainless steel didasarkan pada struktur metalurginya. Lima golongan utama
stainless steel adalah :
12
2.5.1 Austenitic Stainless Steel
Austenitic Stainless Steel mengandung sedikitnya 18% Chrom dan 8%
Nickel (grade standar untuk 304), sampai ke grade Super Autenitic SS
seperti 904L (dengan kadar Chrom dan Nickel lebih tinggi serta unsur
tambahan Mo sampai 6%). Molybdenum (Mo), Titanium (Ti) atau Copper.
2.5.2 Feritic Stainless Steel
Feritic stainless steel yang memiliki bentuk strucktur (BCC) body
centered cubic dengan kadar Chrom bervariasi antara 10,5 – 18 % seperti
grade 430 dan 409. Ketahanan korosi Feritic stainless steel tidak begitu
istimewa dan relatif lebih sulit di fabrikasi / machining.
Tipe DIN 1.4003 Ferritic stainless steel memiliki struktur mikro yang
halus sehingga dapat mengurangi pertumbuhan butir pada daerah terkena
panas (HAZ). Untuk mendapatkan hasil pengelasan yang bagus maka
stainless steel ini dapat digunakan hingga ketebalan 30mm. Metode
pengelasan yang akan sesuai dengan material ini meliputi SMAW, GTAW,
FCAW, laser, spot dan seam. Desain dan prosedur las harus
dipertimbangkan untuk menghindari sensitisasi yang terjadi dalam
pengelasan.
Jika dibandingkan dengan baja ringan seperti BSEN10113 kelas Fe430A
(ASTM A36), maka tipe DIN 1.4003 Ferritic stainless steel memiliki
kekuatan yang lebih tinggi. Tipe ini juga memiliki kekuatan impact dan
resistance energy lebih besar daripada aluminium. Dalam kondisi basah
atau lembab di mana korosi biasa hadir, tipe DIN 1.4003 memberikan
kinerja yang sangat baik dengan menolak serangan korosi. Tipe ini memiliki
ketahanan korosi 250 kali daripada mild steel. Adapun komposisi kimia dan
mechanical properties yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2
berikut.
13
Tabel 2. 1Komposisi kimia DIN 1.4003(Jokosisworo, 2009)
Chemical Element Kandungan %
Carbon (C) 0.0 – 0.03
Chromium (Cr) 10.50 – 12.50
Manganese (Mn) 0.0 – 1.50
Silicon (Si) 0.0 – 1.00
Phosporous (P) 0.0 – 0.04
Sulphur (S) 0.0 – 0.02
Nickel (Ni) 0.30 - 1.00
Nitrogen (N) 0.0 – 0.03
Iron (Fe) Balance
Tabel 2. 2 Mechanical properties DIN 1.4003(Jokosisworo, 2009)
Mechanical Property Nilai
Proof Stress Minimum 280 Mpa
Tensile Tension 450 – 650 Mpa
Elongation Minimum 20%
Untuk lebih jelas dapat dilihat di lampiran A.
2.5.3 Martensitic Stainless Steel
Martensitic stainless steelmemiliki unsur utama Chrom yang masih
lebih sedikit jika dibanding Ferritic stainless steel. Selain itu, martensitic
stainless steelmemiliki kadar karbon relatif tinggi, seperti grade 410 dan
416. Grade SS lain misalnya 17-4PH/ 630 memiliki tensile tension tertinggi
dibanding SS lainnya. Kelebihan dari grade ini, jika dibutuhkan kekuatan
yang lebih tinggi maka dapat di hardening.
14
2.5.4. Duplex Ferritic-austenitic
Duplex Ferritic-austenitic memiliki kombinasi sifat tahan korosi dan
temperatur relatif tinggi atau secara khusus tahan terhadap stress corrosion
cracking. Meskipun kemampuan stress corrosion cracking-nya tidak sebaik
Ferritic stainless steel tetapi ketangguhannya jauh lebih baik dibanding
Ferritic stainless steel namun tidak lebih baik dibanding austenitic stainless
steel. Naun begitu, kekuatannya dua kali lebih baik dibanding austenitic
stainless steel.. Namun demikian, ketangguhan duplex stainless steel akan
menurun ketika berada pada temperatur di bawah – 50°C dan diatas 300°C.
2.5.5.Precipitation Hardening Stainless Steel
Precipitation hardeningstainless steel adalah jenis stainless steel yang
keras dan kuat. Hal ini diakibatkan karena terbentuknya suatu presipitat
(endapan) dalam struktur mikro logam sehingga gerakan deformasi menjadi
terhambat dan memperkuat material stainless steel.
2.6 Pengujian Shear Test
Sifat logam dapat diukur atau diketahui melalui rangkaian pengujian.Salah
satu pengujian mekanik yang banyak digunakan adalah shear test. Pada uji
shear test dapat dilihat ukuran specimen seperti pada Gambar 2.2.
Gambar 2. 2 Spesimen Shear Test (AWS D 8,1M)
15
Dalam uji shear test dapat diketahui beban minimun dengan rumus :
𝑆𝑇 =(−6.36 𝑥 10−7 𝑥 𝑆2+6.58 𝑥 10−4 𝑥 𝑆+1.674) 𝑥 𝑆 𝑥 4 𝑥 𝑡1.5)
1000 (2.2)
Dimana : ST = Tension Shear Load (kN)
S = Base Metal Tensile Strength (Mpa)
t = Material Thickness (mm)
2.7 Metallography Test
Metallography testing merupakan metode pengujian struktur material
untuk mengetahui informasi penting seputar struktur dari sampel material
(Haryadi, 2007). Metode metallography testingdilakukan dengan pengujian
foto makro dimanamaterial dapat diperiksa langsung menggunakan mata
telanjang atau menggunakan kaca pembesar dengan pembesaran rendah (low
magnification). Tujuan dari penggunaan metode ini adalah memeriksa
permukaan material yang berpotensi terdapat celah-celah, lubang-lubang pada
struktur logam yang sifatnya rapuh(Riyadi & Setyawan, 2011). Bentuk-bentuk
patahan bekas pengujian mekanis ini selanjutnya dibandingkan dengan
beberapa logam menurut bentuk dan strukturnya antara satu dan yang lain
sesuai kebutuhannya. Metode pengujian ini biasanya diterapkan untuk bahan-
bahan dengan struktur kristal yang tergolong besar dan kasar, seperti logam
hasil coran atau tuangan dan bahan-bahan yang termasuk non metal.
Disamping memanfaatkan pengujian foto makro, metallograppphy test
juga dapat dilakuakn dengan menggunakan pengujian foto mikro. Pengujian
foto mikro ialah pemeriksaan bahan logam dengan angka pembesaran lensa
mikroskop antara 50 kali sampai 3000 kali atau lebih dengan menggunakan
mikroskop industri. Pengujian dengan menggunakan foto mikro biasanya
digunakan untuk material yang memiliki bentuk kristal logam halus. Berikut
merupakan tahapan dalam melakukan metallography test, baik foto mikro
maupun foto makro:
1. Cutting
16
Pada tahap ini akan didapatkan sampel metalografi untuk diuji. Maka dari
itu sangat penting untuk mengetahui prosedur pemotongan sampel serta
teknik pemotongan yang tepat agar didapat benda uji yang representatif.
2. Moanting
Pada fase ini sampel yang sudah dipotong akan diletakan pada sebuah
media. Tujuannya adalah menghindari kerusakan sampel serta
memudahkan penanganan sampel, khususnya yang berukuran kecil dan
tidak beraturan.
3. Grinding
Pada tahap ini sampel akan digosok pada kain abrasif atau ampelas agar
halus dan rata.
4. Polishing
Tahap polishing atau pemolesan dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan permukaan sampel yang halus dan mengkilat seperti kaca.
Proses pemolesan harus dilakukan secara hati-hati agar sampel tidak
tergores dan menjadi tidak teratur.
5. Etsa
Tahap etsa dilakukan dengan mengamati dan mengidentifikasi detail
struktur logam dengan bantuan mikroskop optik. Setelah proses etsa
dilakukan pada sampel, maka harus dilakukan perbandingan antara etsa
kimia dengan menggunakan elektro etsa.
Mekanisme metallography test pada dasarnya adalah mengamati
perbedaan intensitas sinar pantul permukaan logam yang dimasukkan ke dalam
mikroskop sehingga nampak perbedaan. Perbedaan tersebut biasanya
dibedakan dalam beberapa tingkatan, yaitu sedikit terang, terang, dan
gelap.Dengan demikian maka apabila seberkas sinar dikenakan pada
permukaan spesimen, maka 16 sinar tersebut akan dipantulkan sesuai dengan
orientasi sudut permukaan bidang yang terkena sinar. Semakin tidak rata
permukaan, maka semakin sedikit intensitas sinar yang terpantul ke dalam
mikroskop. Akibatnya, warna yang tampak pada mikroskop adalah warna
hitam. Sedangkan permukaan yang sedikit terkorosi akan tampak berwarna
terang (putih).
17
Acceptance criteria uji makro sesuai AWS D8.1M table 2.3.
Tabel 2.3 Acceptance criteria uji makro (AWS D8.1M)
Governing Metal Thickness (mm) weld metal size (mm)
0.60-0.79 3.5
0.80-0.99 4.0
1.00-1.29 4.5
1.30-1.59 5.0
1.60-1.89 5.5
1.90-2.29 6.0
2.30-2.69 6.5
2.70-3.09 7.0
3.10-3.59 7.5
2.8 Korosi
Definisi dari korosi adalah perusakan atau penurunan mutu dari material
akibat bereaksi dengan lingkungan, dalam hal ini adalah interaksi secara
kimiawi(Fontana, 1987). Sering terjadi kesalahpahaman seputar korosi dan
penurunan mutu yang diakibatkan interaksi secara fisik. Penurunan mutu yang
diakibatkan interaksi fisik disebut erosi dan keausan.Beberapa contoh
korosi,yaitu karat besi dan paduannya pada temperatur kamar, kerak baja pada
temperatur tinggi, noda pada perak, dan lain sebagainya. Menurut jenis
reaksinya, korosi dibagi menjadi dua macam, yaitu korosi kimia atau biasa
disebut korosi kering (dry corrosion) dan korosi elektrokimia atau biasa
disebut koros basah (aqueous corrosion).
Korosi basah adalah perusakan logam dimana logam akan mengalami
penurunan kualitas (degradation) karena bereaksi dengan lingkungan sekitar.
Reaksi disini bisa terjadi secara kimia maupun secara elektrokimia pada waktu
pemakaiannya. Terkorosinya suatu logam pada cairan elektrolitmerupakan
sebuah proses elektrokimia. Proses ini dapat terjadi apabila setengah sel
melepaskan elektron melalui reaksi anodic bereaksi dengan setengah sel yang
menerima elektrok melalui realsi katodic. Reaksi ini akan terus berlangsung
sampai terjadi kesetimbangan dinamis antara jumlah electron yang dilepas
dengan jumlah electron yang diterima (Fontana, 1987).
18
Sedangkan yang dimaksud dengan korosi kimia atau korosi kering atau
korosi temperature tinggi atau adalah proses korosi yang terjadi melalui reaksi
kimia secara murni. Murni disini berarti korosi ini terjadi tanpa adanya
elektrolityang biasanya melibatkan air dengan segala bentuknya. Korosi kimia
biasanya terjadi pada kondisi temperatur tinggi atau dalam keadaan kering
yang melibatkan logam dengan oksigen, nitrogen, sulfide(Fontana, 1987).
2.8.1 Pengujian Korosi ( Sel Tiga Elektroda )
Sel tiga elektroda merupakan salah satu perangkat laboratorium baku untuk
penelitian kuantitatif terhadap sifat-sifat korosi bahan. Sel tiga elektroda adalah
versi penyempurnaan dari sel korosi basah. Sel ini dapat digunakan dalam
berbagai macam percobaan korosi (Chamberlain & Trethewey, 1991). Metode
sel tiga elektroda ditunjukan pada Gambar 2.3 di bawah ini
Gambar 2. 3 Sel tiga elektroda (Chamberlain & Trethewey, 1991)
Perangkat sel tiga elektroda terdiri dari beberapa komponen dengan fungsi
masing-masing. Berikut merupakan komponen yang terdapat dalam komponen
sel tiga elektroda (Chamberlain & Trethewey, 1991):
1. Elektroda Kerja
Elektroda kerja adalah elektroda yang akan diteliti. Istilah elektroda
digunakan sebagai ganti dari anoda karena tidak terbatas pada prilaku yang
berhubungan dengan anoda saja. Elektroda kerja dapat disiapkan dengan
berbagai cara, salah satunya adalah dengan memasang sebuah specimen
19
kecil dalam mesin pendingin. Spesimen harus memiliki hubungan listrik dan
ini dapat disiapkan sebelum pemasangan.Sebelum dipasang, permukaan
spesimen harus digerinda dan diampelas hingga rata dan halus.
2. Elektroda Pembantu
Elektroda pembantu adalah sebutan yang diberikan untuk elektroda kedua
yang memiliki fungsi untuk mengangkut arus dalam rangkaian penelitian.
Elektroda ini tidak diperlukan untuk pengukuran potensial. Bahan yang
sering digunakan untuk elektroda pembantu adalah batang karbon. Namun
sebenarnya bahan lain dapat digunakan selama tidak menimbulkan
kontaminasi ion-ion kedalam elektrolit. Bahan lain yang dapat digunakan
diantaranya adalah pelatina dan emas, terutama bila semua komponen harus
berukuran kecil.
3. Elektroda Acuan
Elektroda acuan adalah elektroda yang digunakan sebagai titik dasar untuk
acuan pengukuran potensi dari elektroda kerja. Jumlah arus yang mengalir
melalui elektroda ini harus sekecil-kecilnya agar dapat diabaikan. Bila tidak
demikian, elektroda ini akan ikut dalam reaksi sel dan pontensialnya tidak
lagi konstan. Sejauh ini elektroda acuan yang paling praktis adalah elektroda
kalomel jenuh.
4. Sumber Potensial
Sumber potensial memiliki fungsi sebagai penggerak elektroda kerja
sehingga reaksi sel yang dikehendaki dapat berlangsung. Potensiotat
merupakan instrumen yang paling sering digunakan sebagai sumber
potensial. Instrumen tersebut banyak terdapat di pasaran digunakan untuk
meneliti korosi. Potensiotat memberikan potensial yang telah ditentukan
terlebih dahulu dalam elektroda kerja sehingga pengukuran arus sel dapat
dilakukan. Proses ini dilakukan dengan cara mengubah arus yang melalui
elektroda pembantu ke suatu harga yang sedemikian rupa sehingga beda
potensial antara elektroda kerja dan elektroda acuan tidak berubah.
5. Alat Pengukur Potensial
Selama proses pengukuran, alat ini tidak boleh teraliri arus agar perangkat
model lama yang memenuhi persyaratan adalah potensiometer. Alat ukur
20
digital yang modern bisa mempunyai impedasi hingga satuan giga ohm,
karena itu dapat digunakan dengan ketelitian sama seperti potensiomer.
6. Alat Pengukur Arus
Alat pengukur arus yang digunakan adalah alat pengukur arus yang dapat
dibaca hingga miliampere atau bahkan microampere. Hal tersebut
dibutuhkan agar mendapatkan percobaan dengan hasil yang lebih akurat.
7. Larutan Elektrolit
Larutan elektrolit yang digunakan berkisar antara 1 sampai 2 liter.
Larutan elektrolit sangat penting karena berfungsi sebagai pengangkut arus
ionic dalam reaksi – reaksi korosi.
Untuk melakukan perhitungan laju korosi dengan metode sel
elektokimia dapatmengunakan rumus berdasarkan (ASTM G102, 1992)
sebagai berikut:
Keterangan :
CR = Laju korosi (mmpy)
K = 3,27 x10ˉ ³ (mm g/ µA cm yr)
Icorr = Rapat arus saat Ecorr (µA/cm²)
ρ =Density (g /cm³) ( 7,98 g/cm3)
2.9 ANOVA (Analysis of Variance)
Setiap perusahaan perlu melakukan pengujian terhadap kumpulan hasil
pengamatan mengenai suatu hal, misalnya hasil penjualan produk, hasil
produksi produk, gaji pekerja di suatu perusahaan nilainya bervariasi antara
satu dengan yang lainnya. Hal ini berhubungan dengan varian dan rata-rata
yang banyak digunakan untuk membuat kesimpulan melalui penaksiran dan
pengujian hipotesis mengenai parameter, maka dari itu dilakukan analisis
varian yang ada dalam cabang ilmu statistika industri yaitu ANOVA.Penerapan
ANOVA dalam dunia industri adalah untuk menguji rata-rata data hasil
pengamatan yang dilakukan pada sebuah perusahaan ataupun industri.
Rumus : CR = K .Icorr . EW/ρ (2.3)
21
Analisis varian (Analysis of Variance) atau ANOVA adalah suatu metode
analisis statistika yang termasuk ke dalam cabang statistika inferensi. Uji dalam
ANOVA menggunakan uji F karena dipakai untuk pengujian lebih dari 2
sampel. Dalam praktik, analisis varians dapat merupakan uji hipotesis (lebih
sering dipakai) maupun pendugaan (estimation, khususnya di bidang genetika
terapan).
ANOVA (Analysis of Variance) digunakan untuk melakukan analisis
komparasi multivariabel. Teknik analisis komparatif dengan menggunakan test
yakni dengan mencari perbedaan yang signifikan dari dua buah mean hanya
efektif bila jumlah variabelnya dua. Untuk mengatasi hal tersebut ada teknik
analisis komparatif yang lebih baik yaitu Analysis of Variance yang disingkat
ANOVA.
2.10 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.4
Tabel 2. 4Penelitian Terdahulu NO PENGARANG JUDUL TAHUN KESIMPULAN
1 Lebbal Habib Experimental
Study of Tensile
in Resistance Spot
Welding Process
2016 Mechanical properties
adalah aspect terpenting
resistnce spot welding
dimana mechanical
properties ini memiliki
pengaruh besar pada
properties las lasannya dan
kualitas las lasan seperti
shear test
2 Ariadi
Suhermanto
Analisa Pengaruh
Parameter
Pengelasan Spot
Welding
TerhadapShear
Tension
Menggunakan
Metode Taguchi
2011 Presentase parameter
kontribusi pada Spot
Welding terhadap shear
22
23
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram alir penelitian
Metode yang dilakukan pada percobaan ini berdasarkan flow chart seperti
yang ditunjukan pada Gambar 3.1 :
Gambar 3. 1 flow chart diagram
Selesai
Kesimpulan
Analisa
Uji metallography Uji laju korosi
Pengujian
Tanpa pendingin
Uji geser
Proses pengelasan dengan
media pendingin dan tanpa
pendingin
pendingin air
Persiapan alat dan material
Survei lapangan
Identifikasi masalah
Studi literatur
Mulai
pendingin angin
24
3.2 Alur Penelitian
Adapun alur penelitian sesuai dengan diagram alir penelitian di atas adalah
sebagai berikut:
3.2.1 Tahap Identifikasi awal
Tahap identifikasi awal merupakan langkah pertama dari penelitian ini.
Pada tahap ini akan ditetapkan tujuan dan diadakan identifikasi mengenai
permasalahan yang akan diangkat. Langkah ini bisa dibilang merupakan dasar
tentang apa yang akan dilakukan selama penelitian. Sebab dalam tahap ini
permasalahan dari hasil pengamatan serta tujuan yang ingin dicapai ditentukan.
Selain itu mulai disusun pula manfaat penelitian ini bagi pihak terkait serta bagi
penelitian selanjutnya.
3.2.2 Studi literatur
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan teori-teori yang berhubungan
dengan penelitian ini yang nantinya akan digunkan sebagai acuan dalam
penelitian ini. Dalam penelitian ini teori-teori yang diangkat adalah semua teori
yang berhubungan dengan proses spot welding.
3.2.3 Survei lapangan
Pada tahap ini akan dilakukan pengamatan langsung terhadap proses spot
welding serta kondisi fisik dari material. Dengan adanya pengamatan lagsung ini
maka akan didapatkan gambaran secara detail mengenai perubahan
perbandingan ketebalan pada proses spot welding.
3.3 Persiapan Spesimen dan Alat
Penelitian ini membutuhkan peralatan-peralatan yang mendukung proses
pembentukan dan penganalisaan spesimen uji. Peralatan-peralatan tersebut antara
lain:
3.3.1 Material
Material yang digunakan pada penelitian ini adalah baja tahan karat
ferriteik (Ferritic stainless steel) tipe DIN 1.4003 dengan komposisi kimia
25
10.5-12.5%Cr, 1.5%Mn, 0.3-1.0%Ni, 1.0%Si, 0.04%P, 0.03%C, 0.03%N,
0.02%S dan sisanya adalah Fe. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada
spesifikasimill certificate dan uji pmi yang telah dilampirkan.
3.3.2 Peralatan
Peralatan sangat diperlukan dalam proses pembentukan spesimen,
seperti:
1. Mesin spot welding
2. Tang amper
3. Gerinda tangan
4. Tang
5. Alat ukur
6. Steel marker
7. Sikat baja stainless
3.3.3 Spesifikasi mesin Spot Welding
Mesin spot welding yang digunakan di PT. INKA memiliki spek
sebagai berikut
Machine name : Welding Indirect Side Wall
Rated capacity : 255 KVA
Input voltage :380 V
Max input capacity : 402 KVA
Duty cycle : 20%
Max current : 22000 A
Pressure power : 1000 Kgf
Stroke of cylinder : 200 MM
Cooling water : 16 liter/min
Untuk lebih jelasnya spesifikasi mesin spot dapat dilihat di lampiran
B.
26
3.3.4 Dimensi spesimen
Dimensi spesimen yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.2
Gambar 3. 2 Dimensi spesimen spot welding
Dimana : W = 60 mm
L = 138 mm
O = 35 mm
SL = 175 mm
UL = 105 mm
GL = 62.5 mm
T = 2mm;3mm
Untuk mengetahui dimensi yang akan digunakan dapat dilihat pada
Tabel 3.1 berdasarkan standar AWS D8.1M.
Tabel 3. 1 Dimensi spesimen spot welding berdasarkan AWS D8.1M
27
3.4 Proses Pengelasan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengelasan adalah
sebagai berikut:
1. Mempersiapkan mesin spot welding.
2. Mempersiapkan semua material DIN 1.4003 yang akan dilakukan
proses pengelasan.
3. Membersihkan permukaan spesimen dari kotoran yang menempel
(surface preparation).
4. Pengaturan parameter pengelasan sesuai welding condition. Yang
ditunjukan oleh table 3.2
Tabel 3. 2 parameter pengelasan
Untuk lebih jelas parameter dapat di lihat di welding condition
lampiran C
5. Setelah pengaturan selesai, maka siap untuk melakukan pengelasan
dengan memberi media pendingin dan tanpa tanpa media pendingin.
6. Mengulang langkah 3-6 untuk spesimen berikutnya.
3.5 Pengujian Spot Welding
Setelah proses pengelasan dilakukan, kemudian dilakukan proses pengujian
untuk mengetahui kekuatan dari proses spot welding pada materialtipe DIN 1.4003.
Pengujian yang dilakukan adalah:
3.5.1 Shear test
Pengujian ini adalah salah satu yang dilakukan untuk mengetahui
kemampuan geser pada proses pengelasan spot welding. Adapun tahapan
untuk melakukan shear test sebagai berikut:
1. Menyiapkan spesimen pengukuran yang lebih presisi.
Mat.
1
Mat.
2
Diameter
electrode
Squeeze
time
(cycle)
Welding
current
(kA)
Weld
time
(cycle)
Hold
time
(cycle)
Cool
time
(cycle)
Pulsation
(time)
(cycle)
Force
(Kgf)
T: 3 T : 3 D : 16 83 1 : 12.5 1 : 22 83 6 1 900
28
Ambil spesimen dan jepit pada ragum. Ratakan dengan kikir ujung-
ujung permukaan spesimen bekas proses pemotongan agar
mendapatkan hasil pengukuran yang lebih presisi.ulangi langkah
tersebut untuk seluruh spesimen.
2. Pengukuran dimensi
Ambil spesimen dan alat ukur dimensinya. Catat jenis spesimen dan
data pengukurannya pada form lembar kerja. Ulangi langkah
tersebut untuk seluruh spesimen
3. Pengujian geser pada mesin uji tarik
Mencatat data proses pengujian pada form lembar kerja. Ambil
kertas dan letakkan pada printer. Ambil spesimen dan letakkan pada
ragum penjepit pada mesin uji tarik. Setting beban dan pencatat
grafik pada mesin uji tarik. Secara otomatis beban akan naik secara
kontinyu sampai daerah ultimate kemudian turun bebannya sampai
spesimen patah. Amati dan catat besarnya beban pada saat ultimate
dan patah sebagaimana yang tampak pada monitor beban. Ulangi
langkah tersebut untuk seluruh spesimen. Gambar 3.3 di bawah ini
menunjukkan proses uji geser berlangsung
Gambar 3.3 Proses uji geser spot welding
3.5.2 Uji metallografi
Pengujian ini untuk mengetahui struktur yang terbentuk baik secara
makro maupun mikro akibat dari proses pengelasan. Adapun tahapan untuk
melakukan pengujian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Persiapan bendauji
Benda uji yang digunakan untuk persiapan matalografi memerlukan
29
persiapan yang baik dan benar.. tujuannya adalah agar struktur
logam yang akan dilihat melalui mikroskop dapat nampak dengan
jelas. Dalam persiapa tersebut maka diperlukan beberapa tahap
diantaranya pemotongan, penyalutan, penggerindaan, pemolesan,
dan pengetesan.
2. Pemotongan spesimen
Proses pemotongan spesimen tidak dilakukan pada praktik makro
etsa. Hal ini dikarenakan spesimenyang disediakan telahdipotong
dengan ukuran tertentu. Sedangkan untuk uji mikro spesimen perlu
dipotong agar memudahkan pengujian. Alat atau mesinyang dapat
digunakan untuk memotong bahan uji metalografi perlu dipilih
agar alat tersebut tidak menimbulkan efek samping pada sampel
bahan. Ketika dilakukan pemotongan hindari adanya tekanan dan
tarikan yang besar pada bahan uji. Selain itu bahan uji harus terus
dialiri cairan pendingin agar tidak timbul panas berlebih yang dapat
emmpengaruhi kondisi bahan.
3. Grinding
Tahapan perlakuan grinding adalah sebagai berikut:
(1) Ambil kertas gosok paling kasar (grid 600) yang telah
digunting sesuai dengan bentuk piringan hand grinding dan
pasang pada hand polishing machine.
(2) Menyalakan polishing machine, buka katup sehingga air
mengalir di kertas. Gosok sampai permukaan terasa halus.
(3) Angkat spesimendan amati permukaan yangdigosok.Bila
masih ada goresan yang tidak searah dengan orientasi
gosokkan, gosok lagi sampai tidak ada lagi goresan yang tidak
searah.
(4) Bila goresan sudah searah, matikan polishing machine dan
aliran air. Kemudian ganti kertas gosok dengan grid yang lebih
halus (600,800, 1200 dan 1500) dan gosok lagi seperti langkah
sebelumnya.
(5) Bila proses grinding telah selesai, matikan polisher dan aliran
30
polisher kemudian cuci spesimen dengan air.
Dalam proses grinding perlu diiperhatikan bahwa setiap pergantian
kertasgosok, maka arah orientasi penggosokan harustegak lurus
dengan arah orientasi penggosokan sebelumnya.
4. Etsa (Etching)
Berikut merupakan langkah-langkah melakukan etsa:
(1) Menyiapkanalat-alatyangdiperlukan, seperti:pipet,cawankimia
dan hand dryeryang telah dibersihkan terlebih dahulu.
(2) Mengambil larutan HCl sebanyak l5ml dengan pipet dan
tuangkan kecawan kimia.
(3) Campur larutan HCldengan air sebanyak 5 ml.
(4) Masukkanspesimenkedalamcawankimiatersebutselamabebera
pa detik dan ambil kembali. Kemudian siram dengan air.
(5) Keringkan spesimen tersebut dengan dryer.
5. Proses pengambilan gambar menggunakan mikroskop (mikro etsa)
(1) Meletakkan spesimen di bawah lensamikroskop
(2) Mengatur pembesaranyang sesuai atauyang diinginkan
(3) Menyalakan lampu danmengatur fokusnya
(4) Mengambil gambar di daerah basemetal, HAZ, danweldmetal
(5) Menganalisagambar struktur mikro
6. Pengamatan dengan kameradigital (makroetsa)
(1) Letakan spesimen di bawah lensa kamera.
(2) Nyalakan lampu dan atur fokusnya.
(3) Apabilatelah selesai, matikan lampu.
3.5.3 Pengujian Laju Korosi
Berikut merupakan beberapa material yang dibutuhkan dalam
pengujian laju korosi, yaitu :
Material dengan media pendingin air (1 buah)
Material dengan media pendingin angin (1 buah)
Material tanpa media pendingin (1 buah)
31
3.6 Analisa dan Pembahasan
Pada tahap ini dilakukan analisa data dan pembahasan dari hasil pengujian
dan pengolahan data yang telah didapatkan. Data-data tersebut kemudian akan
diolah dan dianalisa menggunakan metode anova.
Langkah-langkah operasional pengolahan data menggunakan software
minitab sebagai berikut:
a. Memilih progam minitab yang ada pada jendela windows kemudian klik
b. Masukkan data pada minitab
c. Klik menu start.
d. Klik anova, lalu pilih general linier model untuk anova one way.
e. Klik fit general linier model.
f. Selanjutnya pada bagian general linier model, masukkan data.
g. Yang harus di input ke dalam setiap kotak adalah hasil dari setiap pengujian.
h. Isi kotak faktor dengan media pendingin
i. Klik model.
j. Lanjut untuk anova One way dengan interaksi, pada kotak factors klik media
pendingin.
Langkah-langkah pada menugeneral linier model:
a. Pada kotak interacttions though order diisi bebas (1 atau 2)
b. Selanjutnya pada kotak term in the media pendingin
c. Pilih cross faktor, covariates and term in the model lalu klik.
d. Lalu muncul interaksi media pendingin lalu klik.
e. Klik OK.
3.7 Kesimpulan
Setelah analisa sudah selesai, maka dilakukan penarikan kesimpulan
daripenelitian yang sudah dilakukan secara keseluruhan.
32
33
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian Shear Test
Syarat keberterimaan dari pengujian shear test dilihat dari hasil tension shear
load dengan acceptance criteria beban minimum sesuai dengan rumus (2.2) bab 2,
𝑆𝑇 =(−6.36 𝑥 10−7 𝑥 4502+6.58 𝑥 10−4 𝑥 450+1.674) 𝑥 450 𝑥 4 𝑥 31.5)
1000
berdasarkan rumus tersebut didapatkan nilai beban geser minimum yaitu
17,22 kN
Setelah dilakukan pengujian geser, maka akan didapatkan data-data hasil
pengujian. Data hasil pengujian shear test dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Nilai hasil pengujian shear test
Eks Media Pendingin
Hasil Tension Shear Load (kN)
Rata- rata
Result
Replika
1
Replika
2
Replika
3
1 Pendingin Air 25,92 27,71 28,64 27,423 Acc
2 Pendingin Angin 34,85 34,35 - 34,600 Acc
3 Tanpa Pendingin 35,84 37,41 37,88 37,043 Acc
Sumber : (Hasil Penelitian Pribadi)
Gambar 4.1 Diagram batang perbandingan shear tension load
27.423
34.637.043
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Pendingin Air Pendingin
Angin
Tanpa
Pendingin
kN
Perbandingan Tension Shear Load
Rata-rata Tension Shear
Load
34
Grafik dari pengujian shear tension load dapat dilihat pada lampiran D. Dari
hasil pengujian tersebut dapat dilihat semakin cepat pendinginan maka hasil beban
geser semakin rendah, hal ini disebabkan pendingan cepat mengakibatkan
kandungan presentase ferrite menurun dapat dilihat pada tabel 4.3 sehingga
mengakibatkan hasil shear tension load lebih rendah.
4.2 Hasil Pengujian Makro
Syarat keberterimaan dari pengujian makro dilihat dari diameter nugget
yang dihasilkan dan juga bebas dari adanya discontinuity. Persyaratan diameter
nugget dapat dilihat pada bab 2 Tabel 2.3, sehingga diameter nugget minimum
untuk thickness 3mm yaitu 7 mm
Hasil pengujian makro dapat digunakan untuk mengetahui kualitas hasil
spot welding akibat pengaruh media pendingin. Dari hasil makro ini dapat dilihat
daerah-daerah yang terbentuk akibat proses pengelasan. Hasil pengujian makro
dapat dilihat pada Gambar 4.2 sampai 4.4 berikut:
Media Pendingin Air
Gambar 4.2 Macroetch spesimen Media Pendingin Air (Hasil Penelitian Pribadi)
mm
35
Media Pendingin Angin
Gambar 4.3Macroetch spesimen Media Pendingin Angin (Hasil Penelitian Pribadi)
Tanpa Media Pendingin
Gambar 4.4Macroetch spesimen Tanpa Media Pendingin (Hasil Penelitian Pribadi)
Dari hasil foto makro Gambar 4.2 sampai 4.4 tersebut semua variabel spot
welding tidak terdapat discontinuity dan menghasilkan fusi yang baik (full
penetration). Selain itu foto makro Gambar 4.2 sampai 4.4 juga menjelaskan semya
variabel menghasilkan diameter nugget sesuai acceptance criteria standar AWS
D8.1M.
Semua parameter menghasilkan diameter nugget sesuai dengan standar.
Adapun lebih detailnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut:
mm
mm
mm mm
mm
36
Tabel 4.2 Hasil pengukuran diameter nugget
No Spesiment Nugget (mm) Result
1 Pendingin Air 9,5 Acc
2 Pendingin Angin 9 Acc
3 Tanpa Pendingin 9,25 Acc
Sumber : (Hasil Penelitian Pribadi)
Dengan melihat hasil uji makro tersebut, semua parameter sesuai dengan
standar AWS D8.1M dimana batas minimum diameter nugget 7 mm, sedangkan
hasil pendinginan air menghasilkan diameter nugget 9,5 mm, kemudian pendingin
angin dengan diameter nugget 9 mm dan untuk tanpa pendingin menghasilkan
diameter nugget 9,25 mm.
4.3 Hasil Pengujian Struktur Mikro
Pengujian mikro dilakukan bertujuan untuk mengetahui struktur yang
terbentuk akibat proses pengelasan. Daerah yang diamati pada mikroskop adalah
weld metal. Hasil foto mikro dari media pendingin air, angin dan tanpa media
pendingin dapat dilihat pada Gambar 4.5:
37
Pembesaran 200x
Spesimen Weld metal
Pendingin
air
Pendingin
angin
Tanpa
pendingin
Gambar 4.5 Hasil pengujian struktur mikro daerah weld metal (Hasil Penelitian Pribadi)
Columnar grains
Columnar grains
Columnar grains
38
Dari hasil foto mikro Gambar 4.5 tersebut dapat dilihat struktur mikro pada
weld metal batas butirannya memanjang columnar grains, butiran memanjang ini
berawal dari fusion line menuju ke pusat dari weld metal.
Setelah pengujian mikro pengujian presentase ferrite dibutuhkan sebagai
korelasi antar pengujian, berikut hasil pengujian presentase ferrite yang dilakukan
di PT Robutech, hasil dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Hasil pengujian persentase ferrite
Sumber : (Hasil Penelitian Pribadi)
Gambar 4.6 Diagram batang perbandingnan persentase ferrite
Dari hasil pengujian tersebut dapat dilihat pendingin air memiliki
presentase ferrite terendah 87,8%, kemudian pendingin angin memiliki presentase
ferrite 89,3 %, dan yang tanpa pendingin dengan presentase ferrite 90,3%. Hasil
pengujian presentase ferrite dapat dilihat di lampiran E.
4.4 Pengujian Laju Korosi
Proses pengujian yang dilakukan adalah roses pengujian korosi yang
dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari media pendingin terhadap laju
korosi itu sendiri. Proses pengujian ini dilakukan di laboratorium S1 Teknik
87.8
89.3
90.3
86.5
87
87.5
88
88.5
89
89.5
90
90.5
Pendingin Air Pendingin Angin Tanpa Pendingin
%
Perbandingan persentasse ferrite
persentase ferrite
No Spesiment Result (%)
1 Pendingin Air 87,8
2 Pendingin Angin 89,3
3 Tanpa Pendingin 90,3
39
Metalurugi ITS. Pengujian korosi dilakukan dengan metode sel tiga elektroda dan
menggunakan larutan NaCl sebagai media pengkorosifnya. Hasil pengujian korosi
untuk pendingin air, angin dan tanpa pendingin dapat dilihat pada Gambar 4.6
sampai 4.8 berikut ini, hasil pengujian langsung keluar dari monitor mesin uji atau
bisa dihitung secara manual berdasakan rumus (2.3) yang ada di bab 2.
Gambar 4.7 Hasil Pengujian Korosi Pendingin Air (Hasil Penelitian)
Gambar 4.8 Hasil Pengujian Korosi PendinginAngin (Hasil Penelitian)
40
Gambar 4.9 Hasil Pengujian Korosi Tanpa Pendingin (Hasil Penelitian)
Berdasarkan data Gambar 4.7 sampai 4.9 maka dapat diketahui nilai
corrosion rate nya,seperti yang akan ditunjukan pada Tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4. 4 Hasil Pengujian Laju Korosi
Sumber : (Hasil Penelitian Pribadi)
Gambar 4.10 Diagram batang perbandingan laju korosi
0.021642
0.024772 0.025023
0.019
0.02
0.021
0.022
0.023
0.024
0.025
0.026
Pendingin Air Pendingin Angin Tanpa Pendingin
La
ju K
oeo
si (
mm
/yea
r)
Perbandingan Nilai Laju Korosi
Laju Korosi
No Spesimen Corrosion rate
(mm/year)
1 Pendingin Air 0.021642
2 Pendingin Angin 0.024772
3 Tanpa Pendingin 0.025023
41
Gambar 4.11 Diagram TTT ferritic stainless steel AISI 430 (Farias, 2010)
Hasil dari Gambar 4.10 bisa dilihat laju korosi terendah dimiliki oleh
spesimen pendingin air dengan laju korosi sebesar 0.021642mm/year, disusul
dengan pendingin angin 0,024772 mm/year, sedangkan laju korosi tertinggi
dimiliki oleh spesimen tanpa pendingin dengan nilai laju kororsi sebesar 0.025023
mm/ year. Dengan tingkat laju korosi sebesar 0.025023 mm/year disebabkan
tingginya kandungan presentase ferrite dapat di lihat di tabel 4.3 sehingga laju
korosinya semakin cepat.
Dari gambar 4.11 dapat dilihat semakin lama waktu pendinginan kandungan
ferrite semakin banyak sehingga laju korosinya tinggi begitu pula sebaliknya
semakin cepat pendinginan kandunga ferrite semakin sedikit sehingga laju
korosinya lambat
4.5 Analysis of Variance
Analysis of variance dilakukan dengan satu arah adalah data eksperimen
yang terdiri dari dua atau lebih kelompok dimana hanya terdapat satu faktor yang
dipertimbangkan Hasil keluaran dari software Minitab SPSS Analysis of Variance
for Tension Shear Load dapat dilihat pada Gambar 4.12 berikut:
42
Gambar 4.12 Hasil uji ANOVA menggunakan software spss (Hasil Penelitian Pribadi)
H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antar media pendingin terhadap
tension shear load jika Sig. > 0,05
H1 : Adanya pengaruh yang signifikan antar media pendingin terhadap
tension shear load jika Sig. < 0,05
Dari hasil pengujian ANOVA diatas Sig. Yang dihasilkan adalah 0,000,
maka ada pengaruh yang signifikan antar media pendingin dan tanpa pendingin
terhadap tension shear load sehingga tolak H0,
Karena hasil uji Anova menunjukan adanya pengaruh yang signifikan maka
diperlukan uji lanjutan, berikut hasil uji (Post Hoc Test) Pendingin air dan
pendingin angin memiliki mean difference -7.17667 dengan p = 0,019 (p < 0,05),
sehingga ada pengaruh antara pendingin air dengan pendingin angin.
Pendingin air dan tanpa pendingin memiliki mean difference -9.62000
dengan p = 0,002 (p < 0,05), sehingga ada pengaruh antara pendingin air dengan
tanpa pendingin.
43
Pendingin angin dan tanpa pendingin memiliki mean difference -2.44333
dengan p = 0,095 (p > 0,05), sehingga tidak ada pengaruh antara pendingin angin
dengan tanpa pendingin.
44
45
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan pengaruh media
pendingin spot welding adalah sebagai berikut:
1. Dari hasil pengujian shear test menunjukkan bahwa terjadi penurunan
beban geser seiring dengan cepatnya pendinginan spot welding. Dimana
beban geser terendah adalah pada pendingin air yaitu dengan rata-rata
sebesar 27,423 kN, sedangkan beban geser tertinggi adalah pada
spesimen tanpa pendingin yaitu dengan rata-rata sebesar 37,043 kN.
Hasil tersebut berbanding lurus dengan nilai presentase ferrite dimana
semakin tinggi presentase ferrite maka hasil tension shear load semakin
besar. Dari hasil ANOVA ada pengaruh yang signifikan antar media
pendingin dan tanpa media pendingin karena (Sig 0,000 < 0,05).
2. Pada foto makro tidak terjadi perbedaan yang signifikan pada ukuran
diameter nugget seiring cepatnya pendinginan.Ukuran diameter nugget
pada semua media pendingin dapat diterima karena ukuran dimeter
nuggetnya lebih dari syarat minimum yaitu ≥ 7 mm. Pada foto mikro
memperlihatkan bahwa ukuran butir pada weld metal sangatlah besar
dan batasnya berbentuk memanjang columnar grains. Hasil pada
presentase ferrite pendinginan air memiliki presentase yang paling
rendah yaitu sebesar 87,8% sedangkan tanpa pendingin memiliki
presentase ferrite tertinggi yaitu sebesar 90,3%.
3. Pada pengujian laju korosi hasil terendah dimiliki oleh spesimen
pendingin air dengan laju korosi sebesar 0.021642mm/year, sedangkan
laju korosi tertinggi dimiliki oleh spesimen tanpa pendingin dengan
nilai laju kororsi sebesar 0.025023 mm/ year. Struktur delta ferrite
memiliki peranan yang tinggi dalam penyebab awal mula terjadinya
korosi. Presentase ferrite pada weld metal meningkat seiring
lambatnya penurunan temperatur yang diberikan.
46
5.2 Saran
Dalam pengerjaan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan-kekurangan
sehingga nantinya dapat menjadi bahan evaluasi dan dapat dikembangkan lebih
baik. Beberapa saran yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Menambah variasi aliran flow air, dan angin sehingga menghasilkan
parameter spot welding yang lebih baik
2. Ditambahkannya pengujian SEM (Scanning Electron Microscope)agar
lebih memberikan detailtentang karbidakhrom.
47
DAFTAR PUSTAKA
Amstead, B. H., Ostwald, P. F., & Begeman, M. L. (1995). Teknologi Mekanik
Jilid 1 Edisi Ketujuh, Terjemahhan Djaprie S. Jakarta: Erlangga.
Ardiyanto, E. (2011). Studi Pengaruh Pendinginan Elektroda Pada Proses Spot
Welding Terhadap Kualitas Produk. Tugas Akhir S-1, Teknik Mesin
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Cary, H. B. (1989). Modern Welding Technology. New Jersey: McGraw-Hill.
Chamberlain, J., & Trethewey, K. (1991). KOROSI (Untuk Mahasiswa dan
Rekayasawan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Christian, R. S. (2017). ANALISIS RISIKO PADA UNIT PENGERJAAN
PEMOTONGAN PLAT (PPL) PEKERJAAN PENGELASAN GMAW PT.
INKA (PERSERO) MADIUN. Doctoral Disertation.
Farias, Cláudia. (2010). Spectral Analysis of Ultrasonic Lamb waves applied to
the study of the Intermetallic phase presence on plates of AISI 430 Ferritic
Stainless Steel submitted to Isothermal Treatments
Fontana, M. (1987). Corrosion Engineering 3rd Edition. New York: McGraw-
Hill.
Haga, H., Aoki, K., & Sato, T. (1980). Welding phenomena and welding
mechanisms in high frequency electric resistance welding-1st report.
Welding Journal, 208-212.
Haryadi, D. G. (2007). ANALISA KERUSAKAN HASIL PENGELASAN
BAWAH AIR PADA LAMBUG KAPAL DENGAN BAHAN
ELEKTRODA RB 26 TERSELOTI. ROTASI-Volume 9 Nomor 1, 32.
Jokosisworo, S. (2009). Pengaruh Besar Arus Listrik Dengan Menggunakan
Elektroda SMAW Terhadap Kekuatan Sambugan Butt Joint Pada Plat Mild
Steel. KAPAL, Vol.6, No 2, 119-123.
48
Riyadi, F., & Setyawan, D. (2011). ANALISA MECHANICAL DAN
METALLURGICAL PENGELASAN BAJA KARBON A36 DENGAN
METODE SMAW. INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER.
Rusadiq, A. J. (2018). Analisa Pengaruh Variasi Kuat Arus Dan Waktu Terhada
Kekuatan Tarik Plat Mildsteel Dengan Ketebalan 1 Milimeter
Menggunakan Spotwelding. Skripsi Polnes Teknik Mesin, 22-23.
Samuel, H., & Nadya N. (2009). Service Quality, Perceive Value, Satisfaction,
Trust, dan Loyalty pada PT. Kereta Api Indonesia Menurut Penilaian
Pelanggan. Surabaya: Jurnal Manajemen Pemasaran Vol 4 No.1.
Saragih, P. (2012). Pengaruh Posisi Pengelasan Terhadap Kekuatan Takik dan
Kekerasan Pada Sambungan Las Pipa. Jurnal Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan Fakultas Teknik Unimed Vol 14 No.1, 25.
Widharto, S. (1996). Petunjuk Kerja Las. Jakarta: Pradnya Paramita.
Wiryosumarto, H. (2004). Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita.
49
Lampiran
50
51
BIODATA PENULIS
Nama : Jaddung Maulana Marwaditama
Alamat : Jalan Mastrip No.61A Sukorame, Kediri
Tempat/ tanggal lahir : Kediri, 16 Agustus 1996
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. Telpon : 082257640880
E-mail : [email protected]
Pendidikan : 1. SDN Sukorame 2, Kediri lulus tahun
2009
2. SMPN 1 Keidiri, lulus tahun 2012
3. SMA 1 Kediri, lulus tahun 2015
Pekerjaan : -
52