13
1 PENGARUH KOMPOSISI SERBUK KULIT KAYU GEMOR (Alsodophan sp.) DAN JUMLAH PEREKAT UREA FORMALDEHYDE TERHADAP SIFAT PRODUK BENTUKAN (Molded Product) KAYU JATI (Tectona sp.) BULETIN Oleh : YOHANES KELIK BEKTI SUBAGYO 00/140322/KT/04682 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2008

PENGARUH KOMPOSISI SERBUK KULIT KAYU GEMOR (Alsodophan sp.) DAN JUMLAH PEREKAT UREA FORMALDEHYDE TERHADAP SIFAT PRODUK BENTUKAN (Molded Product) KAYU JATI (Tectona sp.)

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    PENGARUH KOMPOSISI SERBUK KULIT KAYU GEMOR

    (Alsodophan sp.) DAN JUMLAH PEREKAT UREA FORMALDEHYDE

    TERHADAP SIFAT PRODUK BENTUKAN (Molded Product) KAYU

    JATI (Tectona sp.)

    BULETIN

    Oleh :

    YOHANES KELIK BEKTI SUBAGYO

    00/140322/KT/04682

    JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN

    FAKULTAS KEHUTANAN

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    YOGYAKARTA

    2008

  • 2

    THE EFFECT OF GEMOR BARK ( Alsodophan Sp.) SAWDUST COMPOSITION AND UREA FORMALDEHYDE ADHESIVE QUANTITY

    ON THE TEAK WOOD ( Tectona Sp.) MOLDED PRODUCT PROPERTIES

    By :

    Yohanes Kelik Bekti Subagyo1 and T. A. Prayitno2

    ABSTRACT

    The wood processing efficiency that is starting from the harvesting to the wood processing industries is still relatively low. It is characterized by low yield and high waste percentage of wood. Sawdust is one of the wood sawmill industries wastes that could be used to make of the various secondary products, especially the molded product. The purpose of the research is to know the interaction effect of gemor bark sawdust composition and Urea Formaldehyde (UF) adhesive quantity on the teak wood molded product.

    The research used completely randomized design arranged factorial experiment of two factors. The first factor (gemor bark sawdust composition) consisted of 4 levels that was 0%, 10%, 25% and 50% gemor bark sawdust composition. The second factor (Urea Formaldehyde adhesive quantity) consisted of 3 levels that was 5%, 7,5% and 10% UF adhesive quantity. The mean analysis was HSD Tukey Method. The tested of the teak wood molded product properties consisted of moisture content, actual density, thick swelling, water absorbtion, and internal bonding strength. The testing samples dimension and the testing methods followed theASTM D 5524-93 standard.

    The research result showed the average value of moisture content was 9,839%, actual density was 0,983 g/cm3, water absorbtion was 39,498%, thick swelling was 16,804%, and internal bonding strenght was 4,341 kg/cm2. Interaction of gemor bark sawdust composition and UF adhesive quantity showed a very significant effect on water absorbtion and internal bonding strenght value. The lowest average value of water absorbtion was 29,187 % at interaction of 0 % gemor bark sawdust composition and 7,5 % UF adhesive quantity, meanwhile the highest average value of internal bonding strenght was 8,348 kg/cm2 at interaction 50 % gemor bark sawdust composition and 5 % UF adhesive quantity. Keyword : Molded product, teak wood, gemor bark, Urea Formaldehyde. 1 Student of Forestry Faculty, Gadjah Mada University 2 Lecturer Staff of Forestry Faculty, Gadjah Mada University

  • 3

    PENGARUH KOMPOSISI SERBUK KULIT KAYU GEMOR (Alsodophan sp.) DAN JUMLAH PEREKAT UREA FORMALDEHYDE TERHADAP SIFAT PRODUK

    BENTUKAN (Molded Product) KAYU JATI (Tectona sp.)

    Oleh :

    Yohanes Kelik Bekti Subagyo1 dan T. A. Prayitno2

    INTISARI

    Tingkat efisiensi pemanfaatan kayu mulai dari proses pemanenan ke industri pengolahan kayu masih relatif rendah, ditandai dengan rendemen yang rendah serta menghasilkan limbah yang besar. Serbuk gergaji merupakan salah satu limbah dari industri penggergajian kayu yang jumlahnya cukup banyak. Limbah serbuk gergaji tersebut bisa dimanfaatkan untuk membuat berbagai produk turunan, terutama produk bentukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh interaksi faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor dan jumlah perekat Urea Formaldehyde terhadap sifat fisika dan keteguhan rekat (internal bonding) produk bentukan (Molded Product) kayu jati (Tectona Grandis).

    Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan percobaan faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor yang terdiri dari 4 aras yaitu komposisi serbuk kulit kayu gemor 0%, 10%, 25% dan 50% serta faktor jumlah perekat Urea Formaldehyde (UF) yang terdiri dari 3 aras yaitu jumlah perekat UF sebanyak 5%, 7,5% dan 10%. Hasil analisis varians yang memberikan perbedaan nyata diuji lanjut dengan Metode Tukey HSD. Pengujian sifat produk bentukan kayu jati meliputi kadar air, kerapatan, penyerapan air, pengembangan tebal serta keteguhan rekat (internal bonding). Pembuatan contoh uji dan pengujian mengikuti standar ASTM D 5524-93.

    Penelitian ini menghasilkan nilai rata-rata kadar air sebesar 9,839%, kerapatan sebesar 0,983 g/cm3, penyerapan air sebesar 39,498%, pengembangan tebal sebesar 16,804%, dan ketegauhan rekat (internal bonding) sebesar 4,341 kg/cm2. Interaksi faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor dan jumlah perekat UF berpengaruh sangat nyata terhadap nilai penyerapan air dan keteguhan rekat (internal bonding). Nilai rata-rata penyerapan air terendah sebesar 29,187% pada taraf interaksi komposisi serbuk kulit kayu gemor 0% dan jumlah perekat UF 7,5%, sedangkan nilai rata-rata keteguhan rekat tertinggi sebesar 8,348 kg/cm2 pada taraf interaksi komposisi serbuk kulit kayu gemor 50% dan jumlah perekat UF 5%. Kata kunci : Produk bentukan, kayu jati, kulit kayu gemor, perekat Urea Formaldehyde. 1 Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada 2 Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

  • 4

    PENDAHULUAN Setiap industri pengolahan kayu menghasilkan limbah berupa sisa-sisa kayu yang

    tidak dapat digunakan untuk membuat produk utama. Kollman et al. (1975 : 313) menyatakan pabrik yang mengetam kayu menghasilkan 10% limbah kayu, tetapi bahannya berasal dari penggergajian yang menghasilkan 30% limbah kayu. Menurut Kasmudjo dan Chumaedi (1986 : 1), dalam industri pengolahan kayu selalu dijumpai limbah yang jumlahnya relatif besar yaitu 40-60%, limbah ini dapat berupa potongan log, serbuk amplas, potongan kayu gergajian, potongan venir kayu, potongan pinggir plywood dan masih banyak lagi lainnya.

    Serbuk gergaji merupakan salah satu limbah dari industri penggergajian kayu yang jumlahnya cukup banyak. Menurut Rachman dan Karnasudirdja (1982 : 1) besar limbah serbuk gergaji yang berasal dari industri penggergajian adalah 15 %, yang terdiri dari 2,5 % serbuk dari unit utama, 13 % serbuk dari unit kedua, dan 0,1 % dari unit Trimmer. Menurut Prawirohatmodjo (1995 : 22) apabila limbah dimanfaatkan akan diperoleh produk-produk dengan nilai tinggi meskipun dibuat dari bahan bernilai rendah disamping adanya penghematan biaya bahan baku.

    Tingkat efisiensi pemanfaatan kayu mulai dari proses pemanenan ke industri pengolahan kayu masih relatif rendah, ditandai dengan rendemen yang rendah serta menghasilkan limbah yang besar. Purwanto (1994) dalam Setyawati (2003 : 2) menyatakan besarnya jumlah limbah kayu berasal dari komposisi limbah pada kegiatan pemanenan dan industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut : 1. Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16 %. 2. Pada industri penggergajian, limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6 %, Sebetan

    25,9 % dan potongan 14,3 %, dengan total limbah sebesar 50,8 % dari jumlah bahan baku yang digunakan.

    3. Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6 %, serbuk gergaji 0,7 %, sampah venir basah 24,8 %, sampah vinir kering 12,6 % sisa kupasan 11 % dan potongan tepi kayu lapis 6,3 %. Total limbah kayu lapis ini sebesar 61 % dari jumlah bahan baku yang digunakan. Semua bahan-bahan limbah diatas bisa dimanfaatkan untuk membuat berbagai produk

    turunan, terutama produk bentukan. Pemanfaatan limbah ini mungkin tidak bisa secara langsung mengurangi jumlah pohon yang dibutuhkan dan ditebang di hutan, tetapi paling tidak bisa meningkatkan rendemen pemanfaatan kayu, menaikkan nilai kayu (terutama limbahnya), dan memenuhi kebutuhan manusia akan produk kayu yang bisa dipenuhi dengan produk turunan.

    Limbah kayu yang bisa digunakan untuk pembuatan produk turunan yang ukurannya relatif kecil, jumlahnya relatif banyak dan bisa menampung dari beberapa tingkat proses kayu diatasnya adalah serbuk kayu. Prayitno (1995 : 32) menyebutkan bahwa serbuk kayu adalah partikel kecil yang sangat lembut yang dihasilkan dari kayu yang dikecilkan dengan ball mill atau alat sejenis sampai menyerupai serbuk gandum, biasannya lolos kehalusan 40 mesh. Serbuk kayu digunakan secara luas pada pembuatan linoleum, bom nitro gliserin, pembuatan kertas, kardus, dan bermacam-macam produk plastik serta produk bentukan lainnya. Bahan yang digunakan untuk pembuatan produk bentukan berupa serbuk kayu karena kelimpahannya yang relatif dan lebih fleksibel penggunaannya.

    Produk turunan yang dipilih dalam penelitian ini adalah produk bentukan. Maloney (1977 : 108) menyebutkan bahwa produk bentukan merupakan produk campuran serbuk kayu dan lebih dari 25 % perekat yang dapat terdiri dari bermacam-macam bentuk. Dipilih produk bentukan karena produk bentukan memiliki bentuk permukaan datar tiga dimensi dan memiliki bentuk luar yang berbeda pada bagian depan dan belakangnya. Produk bentukan mempunyai variasi bentuk dari hampir datar sampai bentuk gambar yang agak rumit dan

  • 5

    cekung karena dilakukan dengan membentuk bahan (serbuk kayu dan perekat) pada cetakan kemudian diberi tekanan.

    Kayu jati (Tectona sp.) termasuk dalam famili Verbenaceae yang mempunyai berat jenis berkisar antara 0,62-0,75 dengan berat jenis rata-ratanya 0,67. Kayu jati termasuk dalam kelas awet II dan kelas kuat II. Kayu jati (Tectona sp.) dapat digolongkan ke dalam kayu mewah, mempunyai corak dekoratif yang indah dan mempunyai sifat pengerjaan yang relatif mudah. Kayu jati dapat di bentuk menjadi berbagai barang seperti mebel, perkakas, maupun konstruksi. Daerah penyebaran jati ini antara lain di seluruh Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Lampung (Martawijaya et al., 1981 : 42). Oleh karena memiliki sifat-sifat yang baik dan kenampakan yang bagus, kayu jati tetap menjadi permintaan masyarakat yang utama dan banyak digunakan untuk berbagai keperluan dibandingkan dengan kayu yang lain, terutama untuk kayu konstruksi, sehingga banyak ditemukan tempat-tempat penggergajian kayu jati yang menghasilkan limbah yang tidak sedikit jumlahnya. Dengan ditemukannya banyak limbah kayu jati yang tidak terpakai, maka sangat baik jika limbah tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk bentukan. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk bentukan, mengurangi jumlah limbah kayu jati di industri hulu, dan menambah nilai guna limbah kayu jati yang sudah tidak dapat dimanfaatkan sehingga dapat menaikkan pendapatan.

    Gemor (Alsodophane sp.) atau gembor dikenal sebagai pohon tebang 45. Artinya, sekali ditebang, di sekeliling tonggak bekas pohon akan bermunculan anakan-anakan pohon yang jumlahnya empat, lima, bahkan lebih. Pohon ini masih merupakan tanaman hutan, belum dibudidayakan. Di era tahun 90-an banyak kulit gemor yang berasal dari kayu tua dengan diameter sekitar 50 cm. Namun, saat ini pohon gemor usia tiga tahun berdiameter 20 cm pun sudah diambil kulitnya.

    Kulit gemor yang telah dikelupas atau disayat kemudian dijemur. Pengeringan kulit gemor hanya butuh waktu sekitar dua hari apabila panas terik. Kulit kayu gemor ketika dikeringkan akan menyusut hingga sekitar 40 persen Anehnya, meski kulit kayu telah dijemur hingga kering, kalau dimasukkan ke dalam air atau saling digesekkan, kulit kayu itu kembali mengeluarkan getah yang lengket (Saptowalyono, 2007 : 1). Kulit kayu gemor dapat dijadikan bahan baku obat nyamuk, dupa hio, dan lem.

    Kegiatan mencari kulit kayu gemor telah lama dilakukan penduduk di Kalteng, makin marak setelah adanya larangan kerja kayu (istilah setempat untuk menyebut aktivitas penebangan hutan) (Saptowalyono, 2007 : 1). Data Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Provinsi Kalteng menunjukkan, tahun 2002 produksi hasil hutan ikutan berupa kulit kayu gemor tercatat 39,12 ton dan menurun menjadi hanya 4,44 ton di tahun 2003. Bahkan, data terakhir tahun 2004 tak tercatat produksi komoditas ini meskipun di lapangan bisnis kulit kayu gemor terus menggeliat (Saptowalyono, 2007 : 1).

    Penelitian ini menggunakan perekat Urea Formaldehyde (UF). Maloney (1977 : 166) menyebutkan bahwa keuntungan jenis perekat ini antara lain harganya murah, mudah penanganannya, proses pematangan cepat dan tidak meninggalkan bekas-bekas warna pada papan yang dihasilkan. Jumlah perekat, jika ditambah dengan batas teretentu (sekitar 6-10%) akan meningkatkan sifat mekanika (Tsoumis 1991 : 378). Perekat UF termasuk perekat matang panas atau thermosetting yang berarti akan mengeras dan matang setelah dikenai panas dan atau tekanan berikutnya. Perekat UF juga merupakan perekat yang sering digunakan dan cocok untuk penggunaan interior. Menurut Kollman et al. (1975 : 25), bahwa semakin banyak perekat yang dilaburkan sampai batas tertentu, akan semakin tinggi pula kekuatan kayu lapis yang dihasilkan, namun pemakaian perekat yang terlalu banyak tidak dianjurkan dengan pertimbangan faktor ekonomi.

  • 6

    BAHAN DAN METODE PENELITIAN

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk kayu jati (Tectona sp.), serbuk kulit kayu gemor (Alsodophane sp.), perekat Urea Formaldehyde (UF) tipe UA 125 (resin padat 50%) dan, hardener NH4Cl (amonium klorida). Ukuran serbuk kayu jati dan serbuk kulit kayu gemor masing-masing adalah lolos saringan 100 mesh, yang diperoleh dari pabrik obat nyamuk bakar Fumakilla, Tangerang, Jawa Barat. Sedangkan perekat UF diperoleh dari PT. Pamolite Adhesive Industri, Probolinggo.

    Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial. Faktor pertama adalah faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor terdiri dari komposisi serbuk kulit kayu gemor 0%, 10%, 25% dan 50%. Faktor kedua adalah faktor jumlah perekat Urea Formaldehyde (UF) terdiri dari jumlah Perekat UF sebanyak 5%, 7,5% dan 10%. Dari kedua faktor tersebut di atas akan diperoleh dua belas kombinasi perlakuan dengan ulangan yang dilakukan sebanyak tiga kali. Adapun parameter produk bentukan yang diuji meliputi kadar air, kerapatan, penyerapan air, pengembangan tebal, dan uji keteguhan rekat (internal bonding).

    Pembuatan produk bentukan dilakukan dengan terlebih dahulu menimbang serbuk kayu jati dan serbuk kulit kayu gemor dengan dasar pertimbangan ukuran cetakan, kerapatan serbuk kayu jati dan serbuk kulit kayu gemor, kadar air serbuk kayu jati dan serbuk kulit kayu gemor, tebal produk bentukan yang akan dihasilkan, dan kerapatan produk bentukan yang akan dihasilkan. Rumus untuk menghitung kadar air (KA) serbuk kayu jati :

    Berat basah Berat kering tanur Kadar air (KA) = x 100 %

    Berat kering tanur Rumus untuk menghitung kerapatan serbuk kayu jati :

    Berat basah (Bb) Kerapatan = g/cm3

    {{Kadar air (Ka) / 100} + 1} x Volume Rumus untuk menghitung berat serbuk kayu jati yang dibutuhkan untuk membuat 1 buah produk bentukan : Vol (cm3) = 1/4 x x (diameter)2 x tebal (3 mm) Bkt (g) = Kerapatan produk bentukan (0,8) x volume

    x (100% - %variasi) x (1/kerapatan serbuk kayu jati) Bb (g) = Bkt x {{Kadar air (Ka) / 100} + 1} Keterangan : Bkt : Berat kering tanur dari serbuk kayu jati yang dibutuhkan untuk membuat 1

    buah produk bentukan. Bb : Berat basah dari serbuk kayu jati yang dibutuhkan untuk membuat 1 buah

    produk bentukan. Rumus untuk menghitung kadar air (KA) serbuk kulit kayu gemor :

    Berat basah Berat kering tanur Kadar air (KA) = x 100 %

    Berat kering tanur Rumus untuk menghitung kerapatan serbuk kulit kayu gemor :

    Berat basah (Bb) Kerapatan = g/cm3

    {{Kadar air / 100} + 1} x Volume

  • 7

    Rumus untuk menghitung berat serbuk kulit kayu gemor yang dibutuhkan untuk membuat 1 buah produk bentukan : Vol (cm3) = 1/4 x x (diameter)2 x tebal (3 mm) Bkt (g) = Kerapatan produk bentukan (0,8) x volume

    x (...% variasi) x (1/kerapatan serbuk kulit kayu gemor) Bb (g) = Bkt x {{Kadar air / 100} + 1} Keterangan : Bkt : Berat kering tanur dari serbuk kulit kayu gemor yang dibutuhkan untuk

    membuat 1 buah produk bentukan. Bb : Berat basah dari serbuk kulit kayu gemor yang dibutuhkan untuk membuat 1

    buah produk bentukan. Perekat UF dihitung atas dasar pertimbangan variasi komposisi penambahan perekat UF, yaitu sebesar 5 %, 7,5 %, dan 10 % dari berat kering tanur total serbuk yang dibutuhkan untuk membuat satu buah produk bentukan. Serbuk kayu jati, serbuk kulit kayu gemor, dan perekat UF yang telah dihitung kebutuhannya masing-masing kemudian dicampur menjadi satu dan di aduk hingga merata. Setelah proses pencampuran dilakukan, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan untuk membentuk contoh uji dan dilakukan pengempaan awal. Pengempaan panas dilakukan pada suhu 120 0C, tekanan 10000 pound selama 10 menit. Hasil pengempaan kemudian dikondisikan selama 14 hari pada suhu kamar untuk menyeragamkan kadar air dan melepaskan tegangan sisa akibat pengempaan panas. Pembuatan contoh uji dilakukan berdasarkan standar ASTM D 5524-93 (Anonim 1993, hal. 413), dimana cetakan berbentuk disk dengan diameter 55 mm. Oleh karena ukuran contoh uji yang kecil, maka 3 ulangan untuk tiap kombinasi faktor masing-masing di buat 3 contoh uji, yang terdiri 1 contoh uji untuk uji keteguhan rekat (internal bonding), 1 contoh uji untuk pengukuran kadar air dan kerapatan, dan 1 contoh uji untuk penyerapan air dan pengembangan tebal. Produk bentukan dibuat 108 contoh uji, yang terdiri 4 faktor keragaman komposisi penambahan serbuk kulit kayu gemor (Alsodophane sp) dan 3 faktor keragaman jumlah perekat Urea Formaldehyde yang digunakan, masing-masing dibuat 3 ulangan. Pola pemotongan contoh uji produk bentukan dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut :

    Gambar 1. Lay out pemotongan contoh uji Keterangan : 1. Contoh uji keteguhan rekat (internal bonding) (40 x 20 mm) 2. Contoh uji kadar air dan kerapatan (20 x 20 mm) 3. Contoh uji penyerapan air dan pengembangan tebal (40 x 40 mm) Pengujian sifat fisika produk bentukan ini terdiri dari pengujian kadar air, kerapatan, penyerapan air, pengembangan tebal, kekuatan tekan dan keteguhan rekat (Internal Bonding).

    3

    1 2

    40 mm

    40 mm

    20 mm

    20 mm 20 mm

  • 8

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Nilai rata-rata kadar air, kerapatan, penyerapan air, pengembangan tebal dan keteguhan rekat (internal bonding) produk bentukan kayu jati pada berbagai komposisi serbuk kulit kayu gemor (Alsodophane sp.) dan jumlah perekat Urea Formaldehyde, disajikan pada Tabel 1. Pengaruh setiap faktor dan interaksi antara kedua faktor tersebut dapat diketahui dengan melakukan analisis varians yang disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air kerapatan, penyerapan air, pengembangan tebal dan

    keteguhan rekat (internal bonding) produk bentukan kayu jati Komposisi

    serbuk kulit kayu

    gemor

    Jumlah perekat UF

    Kadar air (%)

    Kerapatan (g/cm3)

    Penyerapan air (%)

    Pengembangan tebal (%)

    Keteguhan rekat

    (kg/cm2)

    0 %

    5 % 8,916 0,951 35,117 15,619 2,668 7,5 % 9,314 0,964 29,187 13,159 3,245 10 % 10,165 0,981 30,213 15,926 3,397

    10 % 5 % 9,300 0,996 39,720 18,424 3,006 7,5 % 9,134 0,978 37,070 17,530 3,855 10 % 10,449 1,004 36,762 14,814 6,219

    25 % 5 % 10,072 0,982 44,356 18,834 3,225 7,5 % 11,123 0,935 41,246 18,107 4,331 10 % 10,082 1,003 40,166 16,374 5,486

    50 % 5 % 9,051 0,976 57,495 22,830 8,348 7,5 % 9,567 0,997 44,622 17,185 4,536 10 % 10,897 1,026 38,020 12,845 3,778

    Tabel 2. Analisis varians kadar air kerapatan, penyerapan air, pengembangan tebal dan

    keteguhan rekat (internal bonding) produk bentukan kayu jati Sumber variasi

    Kadar air

    Kerapatan

    Penyerapan air

    Pengembangan tebal

    Keteguhan rekat

    G 2,054 ns 1,388 ns 32,704 ** 2,190 ns 60,312 ** P 4,425 * 2,442 ns 18,011 ** 6,603 ** 10,693 **

    G*P 1,363 ns 0,546 ns 4,110 ** 2,330 ns 64,672 **

    Hasil pengujian nilai kadar air menunjukkan bahwa penambahan jumlah perekat UF berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air produk bentukan kayu jati (Tectona sp.) dan secara visual dapat dilihat pada Gambar 2. Makin banyak jumlah perekat UF yang diberikan, nilai kadar air cenderung meningkat. Hal ini diduga karena pemakaian jenis perekat UF, dimana jenis perekat ini menggunakan air sebagai pelarutnya dan untuk melakukan proses pengerasan jenis perekat ini akan melepaskan air melalui proses pembasahan terutama disekitar garis perekat. Hal ini sesuai dengan pendapat Haygreen dan Bowyer (1996 : 546), bahwa adanya peningkatan kadar air akibat kenaikan jumlah perekat disebabkan perekat Urea Formaldehida menggunakan air sebagai pelarut, sehingga penambahan jumlah perekat juga berarti penambahan jumlah air pada suatu produk perekatan. Bahan yang direkat setelah proses perekatan, terutama disekitar garis perekat akan menyerap air bahan perekat dan dapat menyebabkan pengembangan (swelling), sehingga semakin banyak jumlah perekat semakin banyak kadar airnya (Anonim, 1989 : 9).

  • 9

    9.335

    9.785

    10.398

    8.5

    9

    9.5

    10

    10.5

    5% 7,5% 10%

    Jumlah Perekat Urea Formaldehyde

    Nilai Kadar Air (%

    )

    Gambar 2. Grafik hubungan antara pengaruh faktor jumlah perekat Urea Formaldehyde

    terhadap nilai kadar air produk bentukan kayu jati Hasil pengujian nilai kerapatan menunjukan bahwa faktor komposisi serbuk kulit kayu

    gemor, faktor jumlah perekat UF serta interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan produk bentukan. Hal ini terjadi karena faktor-faktor yang digunakan tidak memberikan kontribusi terhadap kerapatan produk bentukan dan dapat dikatakan bahwa kerapatan produk bentukan yang dihasilkan relatif seragam.

    Hasil pengujian nilai penyerapan air menunjukan bahwa faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor, faktor jumlah perekat UF serta interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap penyerapan air produk bentukan dan secara visual dapat dilihat pada Gambar 3, dimana terjadi penurunan nilai penyerapan air seiring dengan semakin sedikit komposisi serbuk kulit kayu gemor dan semakin banyak penambahan jumlah perekat UF. Pada faktor komposisi jumlah serbuk kulit kayu gemor, rata-rata nilai penyerapan air mengalami kenaikan, kenaikan nilai penyerapan air disebabkan karena serbuk kulit kayu gemor yang digunakan sebagai bahan baku produk bentukan mengandung tanin dengan kadar sebesar 1,66 % dan karbohidrat dengan kadar sebesar 39,30 Kal/g (Zulnely dan Martono, 2003: 15), dimana kedua komponen ini yang membuat kulit kayu gemor yang telah dijemur hingga kering, kalau dimasukkan ke dalam air atau saling digesekkan, kulit kayu itu kembali mengeluarkan getah yang lengket (Saptowalyono, 2007 : 1), sehingga serbuk kulit kayu gemor ini akan mengikat air dalam jumlah yang cukup banyak jika direndam dalm air. Tanin merupakan bagian dari ekstraktif, dimana ekstraktif didefinisikan sebagai senyawa-senyawa kimia dalam kayu yang dapat larut dalam pelarut-pelarut netral seperti air, alkohol, benzene dan pelarut lainnya (Prawirohatmojo, 1997 : 91). Semakin banyak serbuk kulit kayu gemor yang ditambahkan dalam pembuatan produk bentukan maka akan menaikkan penyerapan air produk bentukan. Pada faktor jumlah perekat UF, rata-rata nilai penyerapan air mengalami penurunan. Penurunan nilai penyerapan air ini diduga karena pemakaian jumlah perekat yang besar dan ketepatan pemberian perekat UF yang merupakan perekat sintetis sehingga menyebabkan perekat menghambat atau menyumbat dinding sel sehingga air yang akan masuk terhalangi oleh adanya perekat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Haygreen dan Bowyer (1996 : 255) yang menyatakan bahwa unsur-unsur kayu dalam suatu produk hanya diikat lebih kuat apabila banyak resin yang digunakan, tetapi sejumlah resin mungkin meresap ke dalam dinding sel dan menyumbatnya sampai suatu derajat tertentu. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Patterson dan Snodgrass (1959 : 333) yang menyebutkan bahwa penyerapan air pada produk bentukan semakin menurun seiring peningkatan kandungan perekat.

  • 10

    30.213

    57.495

    38.0235.117

    29.187

    39.72

    37.07 36.762

    44.356

    41.24640.166

    44.622

    25

    30

    35

    40

    45

    50

    55

    60

    5% 7,5% 10%

    Jumlah Perekat Urea Formaldehyde

    Nilai Penyerapan Air (%

    )

    Komposisi serbuk kulit kayu gemor 0 %

    Komposisi serbuk kulit kayu gemor 10 %

    Komposisi serbuk kulit kayu gemor 25 %

    Komposisi serbuk kulit kayu gemor 50 %

    Keterangan :

    Gambar 3. Grafik hubungan antara pengaruh interaksi antara faktor komposisi serbuk

    kulit kayu gemor (Alsodophane sp,) dan faktor jumlah perekat Urea Formaldehyde terhadap nilai penyerapan air produk bentukan kayu jati.

    Hasil pengujian nilai pengembangan tebal menunjukan bahwa faktor jumlah perekat

    UF berpengaruh sangat nyata terhadap pengembangan tebal produk bentukann dan secara visual dapat dilihat pada Gambar 4, dimana terjadi penurunan nilai pengembangan tebal seiring dengan semakin banyak penambahan jumlah perekat UF. Hal ini sesuai dengan penelitian Sulistyo (2002 : 36) yang menyebutkan bahwa jumlah perekat akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengembangan tebal. Pada faktor penambahan jumlah perekat UF, rata-rata nilai pengembangan tebal mengalami penurunan, penurunan nilai pengembangan tebal ini diduga karena pemakaian jumlah perekat yang besar dan ketepatan pemberian perekat UF yang merupakan perekat sintetis sehingga menyebabkan perekat menghambat atau menyumbat dinding sel sehingga air yang akan masuk terhalangi oleh adanya perekat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Haygreen dan Bowyer (1996 : 255) yang menyatakan bahwa unsur-unsur kayu dalam suatu produk hanya diikat lebih kuat apabila banyak resin yang digunakan, tetapi sejumlah resin mungkin meresap ke dalam dinding sel dan menyumbatnya sampai suatu derajat tertentu. Haygreen dan Bowyer (1996 : 563) juga mengemukakan bahwa semakin banyak jumlah perekat yang digunakan dalam suatu papan, maka semakin kuat dan semakin stabil dimensi papannya.

  • 11

    18.927

    16.495

    14.989

    10

    15

    20

    5% 7,5% 10%

    Jumlah Perekat Urea Formaldehide

    Nilai Pengembangan Tebal

    (%)

    Gambar 4. Grafik hubungan antara pengaruh faktor jumlah perekat Urea Formaldehyde terhadap nilai pengembangan tebal produk bentukan kayu jati.

    Hasil pengujian nilai keteguhan rekat (internal bonding) menunjukan bahwa faktor

    penambahan serbuk kulit kayu gemor, penambahan jumlah perekat UF serta interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap keteguhan rekat produk bentukan dan secara visual dapat dilihat pada Gambar 5, dimana terjadi peningkatan nilai ketegugan rekat (internal bonding) seiring dengan semakin banyak komposisi serbuk kulit kayu gemor dan semakin banyak penambahan jumlah perekat UF.

    Pada faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor, rata-rata nilai keteguhan rekat mengalami kenaikan, kenaikan nilai keteguhan rekat disebabkan karena serbuk kulit kayu gemor yang digunakan sebagai bahan baku produk bentukan mengandung tanin dengan kadar sebesar 1,66 % dan karbohidrat dengan kadar sebesar 39,30 Kal/g (Zulnely dan Martono, 2003: 15), dimana kedua komponen ini juga memiliki sifat rekat alami, sehingga diperoleh ikatan yang lebih kuat pada kayu yang direkat dan meningkatkan kerapatannya. Kebanyakan senyawa penyusun tanin adalah senyawa-senyawa fenol, dan banyak yang berasal dari struktur fenil propanoid yang merupakan salah satu perekat alam yang termoplastik. Semakin banyak serbuk kulit kayu gemor yang ditambahkan dalam pembuatan produk bentukan akan menaikkan kerapatan produk bentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Panshin dan dee Zeeuw (1980 : 186) yang menyatakan bahwa kekuatan kayu berbanding lurus dengan berat jenisnya.

    Pada faktor penambahan jumlah perekat UF, rata-rata nilai keteguhan rekat mengalami kenaikan, kenaikan nilai keteguhan rekat disebabkan karena pemakaian jumlah perekat yang besar dan ketepatan pemberian perekat UF maka akan semakin banyak luas permukaan yang telaburi perekat, sehingga terbentuk ikatan yang kuat antara perekat dan bahan direkat (kayu). Terbentuknya ikatan yang kuat antara kayu dengan perekat akan meningkatkan kekuatan produk dalam menahan gaya-gaya dari luar yang mengenainya secara bersama-sama. Haygreen dan Bowyer (1996 : 563) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah perekat yang digunakan dalam suatu papan, maka semakin kuat dan semakin stabil dimensi papannya.

  • 12

    3.397

    6.219

    5.486

    8.348

    3.778

    3.2452.6683.006

    3.8553.225

    4.3314.536

    22.53

    3.54

    4.55

    5.56

    6.57

    7.58

    8.59

    5% 7,5% 10%

    Jumlah Perekat Urea Formaldehyde

    Nilai Keteguhan Rekat (Kg/cm

    2 )

    Komposisi serbuk kulit kayu gemor 0 %

    Komposisi serbuk kulit kayu gemor 10 %

    Komposisi serbuk kulit kayu gemor 25 %

    Komposisi serbuk kulit kayu gemor 50 %

    Gambar 5. Grafik hubungan antara pengaruh interaksi antara faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor (Alsodophane sp,) dan faktor jumlah perekat Urea Formaldehyde terhadap nilai keteguhan rekat produk bentukan kayu jati

    KESIMPULAN

    Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa interaksi faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor dan jumlah perekat UF berpengaruh sangat nyata terhadap penyerapan air dan keteguhan rekat (internal bonding). Nilai penyerapan air terendah sebesar 29,187 % pada taraf interaksi komposisi serbuk kulit kayu gemor 0 % dan jumlah perekat UF 7,5 % Nilai keteguhan rekat tertinggi sebesar 8,348 kg/cm2 pada taraf interaksi komposisi serbuk kulit kayu gemor 50 % dan jumlah perekat UF 5 %. Faktor komposisi serbuk kulit kayu gemor tidak berpengaruh terhadap kadar air, kerapatan dan pengembangan tebal. Analisis varians pada tiap parameter tersebut memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Faktor jumlah perekat UF berpengaruh nyata terhadap kadar air serta berpengaruh sangat nyata terhadap pengembangan tebal. Makin banyak jumlah perekat UF yang ditambahkan yaitu 5 %, 7,5 % dan 10 %, maka nilai kadar air makin tinggi yaitu sebesar 9,335 %, 9,785 % dan 10,398 %, sedangkan nilai pengembangan tebal makin rendah yaitu sebesar 18,927 %, 16,495 % dan 14,989 %.

  • 13

    DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 1989. Handbook of Wood and Wood Based Materials for Engineers, Architect and

    Builder. Forest Product Laboratory. Forest Service USDA. Hemisphere Publishing Corporation. New York.

    ---------- 1993, Standard Practise for Compression Molding Test Speciments of Thermosetting

    Molding Compounds, ASTM volume 08.01 Designation 5948-96, American Society for Testing Materials, Philadelphia, USA.

    Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar.

    (terjemahan Dr. Ir. Soetjipto A.H, Msc). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kasmudjo dan A. Chumaedi. 1986. Pemanfaatan Serbuk Gergaji dan Limbah Veneer Kayu

    Untuk Element Board. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kollman, F.F.P., E.A. Kuenzi dan A.J. Stamm. 1975. rinciple of Wood Science and

    Technology, II Wood Based Materials. Springer Verlag Berlin Heidelberg. New York. Maloney. 1977, Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard manufacturing, Miller

    Freeman Publication. Inc., California, USA. Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir dan S.A. Prawira. 1981, ATLAS Kayu Indonesia,

    Jilid I, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor, Indonesia. Panshin, A.J., E.S. Harrar, J.S. Bethel dan W.J. Baker. 1950. Forest Product. Mc Graw Hill

    Book Company. New York. Patterson, T..J. dan J.D. Snodgrass. 1959. Effect of Formation Variables on Properties of

    Wood Particle Moldings. Forest Product Journal 9(10):330-336 Prawirohatmodjo, S. 1995. Kimia Kayu. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Prayitno, T.A. 1995, Teknologi Papan Majemuk, Bagian penerbitan Fakultas Kehutanan

    Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Rachman O. dan S. Karnesudirdja. 1982. Pengaruh Pola Pembelahan Dolok Ramin Terhadap

    Produksi Kayu Gargajian. Laporan Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan No. 2, Bogor.

    Saptowalyono, C.A. 2007. http://kompas.com/kompas cetak /0602 /10 /ekora /2174941.htm

    20 Januari 2007. Diakses tanggal 10 April 2007. Setyawati, D. 2003. Komposit Serbuk Kayu Plastik Daur Ulang : Teknologi Alternatif

    Pemanfaatan Limbah Kayu dan Plastik. Makalah Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor, http://www.falsafahsains.co.id/ipb/s3// html. Diakses tanggal 15 Januari 2007.

    Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood (Structure, Properties, Utilazation). Van

    Nostrand Reunhold. New York. Zulnely dan D. Martono. 2003. Pemanfaatan Kulit Gemor (Alsodophane Sp.) Sebagai Bahan

    Untuk Pembuatan Anti Nyamuk Bakar. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Penelitian dan Pengembangan UPT Biomterial LIPI Bogor.

    BULETINYOHANES KELIK BEKTI SUBAGYO00/140322/KT/04682JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTANFAKULTAS KEHUTANANUNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA